Uploaded by bagassatya934

Mewirausahakan Birokrasi

advertisement
Mewirausahakan Birokrasi
A. Konsep Reinventing Government
Mewirausahakan birokrasi atau dikenal juga dengan Reinventing Government merupakan
gagasan yang dicetuskan oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992) yang mengkritisi dan
memperbaiki konsep-konsep serta teori-teori klasik untuk optimalisasi pelayanan publik sesuai
dengan perkembangan di lingkungan birokrasi. Gagasan ini muncul sebagai respon atas buruknya
pelayanan publik pemerintahan yang menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Buruknya pelayanan publik tersebut dapat dilihat dari menurunnya kualitas fasilitas yang
ada, misalnya fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, serta fasilitas umum lainnya. Kota-kota yang
mengalami defisit sehingga menyebabkan tingginya angka pengangguran juga dapat dilihat sebagai
indikator buruknya pelayanan publik suatu pemerintahan atau negara.
David Osborne dan Peter Plastrik (1997) dalam Memangkas Birokrasi, menuliskan bahwa
Reinventing Government adalah transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental
guna mencipakan peningkatan dalam efektivitas, efisiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan
inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, system insentif, pertanggungjawaban,
struktur kekuasaan dan budaya system dan organisasi pemerintahan. Konsep Reinventing
Government pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma New Public Management dimana
dalam New Public Management, negara dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang
bersaing dengan pihak swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan
jasa, namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal.
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, konsep ini berarti menginventarisasikan lagi
kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan reinventing government diilhami oleh beban
pembiayaan birokrasi yang besar, namun dengan kinerja aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari
publik sebagai pembayar pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan anggarannya dan
meningkatkan kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik yang tidak dapat diefisiensikan lagi
dan telah membebani keuangan Negara diminta untuk dikerjakan oleh sektor non-pemerintah.
Dengan demikian, maka akan terjadi proses pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula
memonopoli semua bidang pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang semula
merupakan “big government” ingin dijadikan “small government” yang efektif, efisien, responsive,
dan accountable terhadap kepentingan publik.
Reinventing Government memiliki 10 prinsip dalam mewirausahakan birokrasi, antara lain :
1. Pemerintahan katalis, artinya Pemerintah sudah harus mampu memisahkan antara fungsi
pemerintah sebagai pengarah dan fungsi pemerintah sebagai pelaksana. Namun, Pemerintah
entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan
strategis daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan. Hal tersebut
merupakan upaya mengarahkan jalannya birokrasi yang baik.
2. Pemerintah milik masyarakat, artinya mengalihkan wewenang control yang dimiliki
pemerintah kepada masyarakat dengan memberdayakan masyarakat sehingga mampu
mengontrol pelayanan yang dilakukan birokrasi.
3. Pemerintah yang kompetitif, artinya pemerintah harus mengembangkan kompetisi
(persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam
pelayanan publik sehingga dihasilkan efisiensi dan tanggung jawab yang lebih besar serta
terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif.
4. Pemerintah berorientasi pada misi, artinya Pemerintah yang berorientasai misi melakukan
deregulasi
internal,
menghapus
banyak
peraturan
internal
dan
secara
radikal
menyederhanakan sistem administratif, seperti anggaran, kepegawaian dan pengadaan.
Mereka mensyaratkan setiap badan pemerintah untuk mendapatkan misi yang jelas,
kemudian memberi kebebasan kepada manajer untuk menemukan cara terbaik mewujudkan
misi tersebut dalam batas – batas legal.
5. Pemerintah berorientasi pada hasil, artinya bila lembaga-lembaga pemerintah dibiayai
berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras
mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome),
mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya,
seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar anggaran dan
tingkat otoritas.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan, artinya pemerintah memperlakukan masyarakat
sebagai
pelanggan
yang
harus
diberi
pelayanan
dengan
melakukan
survey
pelanggan,menetapkan standar pelayanan, memberi jaminan dan sebagainya. Pemerintah
meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan.
7. Pemerintah wirausaha, artinya Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar
untuk menghabiskan anggaran, tetapi juga menghasilkan uang. Pemerintah meminta
masyarakat yang dilayani untuk membayar menuntut return on investment. Mereka
memanfaatkan insentif seperti dana usaha ,dana inovasi untuk mendorong para pimpinan
badan pemerintah untuk berpikir mendapatkan dana operasional.
8. Pemerintah antisipatif, artinya pemerintah berpikir jauh ke depan dengan mencoba
mencegah timbulnya masalah dari pada memberikan pelayanan untuk menghilangkan
masalah. Mereka menggunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan
berbagai metode lain untuk melihat masa depan.
9. Pemerintahan desentralisasi, artinya
pemerintah mendorong wewenang dari pusat
pemerintahan melalui organisasi atau system,mendorong mereka yang lansung melakukan
pelayanan atau pelaksana,untuk lebih berani membuat keputusan sendiri.
10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar, artinya pemerintah sering memamfaatkan
struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah dari pada menggunakan mekanisme
administrative, seperti menyampaikan pelayanan atau perintah dan control dengan
memamfaatkan peraturan. Mereka menciptakan insentif keuangan, insentif pajak, pajak
hijau, affluent fees. Dengan cara ini , organisasi swasta atau anggota masyarakat berprilaku
yang mengarah pada pemecahan masalah sosial.
B. Implementasi Reinventing Government
Dalam mengimplementasikan konsep Reinventing Government, terdapat lima strategi yang
dibutuhkan, antara lain (1) Strategi inti. Strategi ini menentukan tujuan sebuah sistem dan organisasi
publik. Jika sebuah organisasi tidak mempunyai tujuan yang jelas, maka organisasi itu tidak dapat
mencapai kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, sebuah organisasi publik akan mampu bekerja secara
efektif jika ia mempunyai tujuan yang spesifik. Strategi ini dapat diterapkan melalui visi dan misi suatu
pemerintahan; (2) Strategi konsekuensi. Strategi ini menentukan insentif-insentif yang dibangun ke
dalam sistem publik. Insentif dan persaingan ini dapat mempunyai bentuk yang beragam, seperti
tunjangan kesehatan, kenaikan gaji, atau memberikan penghargaan bagi organisasi-organisasi publik
yang mempunyai kinerja yang lebih tinggi; (3) Strategi pelanggan. Strategi ini terutama memfokuskan
pada pertanggungjawaban. Berbeda dengan birokrasi lama, dalam birokrasi model baru, tanggung
jawab para pelaksana birokrasi publik hendaknya ditempatkan pada masyarakat. Model
pertanggungjawaban seperti ini diharapkan dapat meningkatkan tekanan terhadap organisasi publik
untuk memperbaiki kinerja ataupun pengelolaan sumber-sumber organisasi; (4) Strategi pengawasan.
Strategi ini menentukan di mana letak kekuasaan membuat keputusan itu diberikan.
Mendesentralisasikan pembuatan keputusan kepada pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai
birokrasi di bawahnya merupakan hal penting karena akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab
dikalangan para pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas mendorong keterlibatan masyarakat
dalam proses implementasi kebijakan; (5) Strategi budaya. Strategi ini menentukan budaya organisasi
publik yang menyangkut nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan para karyawan. Budaya ini
akan dibentuk secara kuat oleh tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur
kekuasaan organisasi. Dengan kata lain, mengubah tujuan, insentif, sistem pertanggungan jawab, dan
struktur kekuasaan organisasi akan mengubah budaya.
Di Indonesia, konsep ini sudah diimplementasikan pada beberapa daerah, salah satunya ialah
Lamongan, Jawa Timur. Secara keseluruhan, konsep reinventing government sudah mampu
diterapkan pada wilayah tersebut. Dapat dilihat dari keberhasilan pembangunan di Kabupaten
Lamongan melalui prestasi yang diraih, salah satunya ialah meningkatnya pendapatan asli daerah
Lamongan yang mencapai lebih dari 100%. Keberhasilan pembangunan Kabupaten Lamongan
disebabkan oleh beberapa faktor, yang pertama ialah kemampuan leadership dan semangat
wirausaha yang dimiliki oleh Bupati Lamongan. Latar belakang Masfuk (Bupati) sebagai pengusaha
ternyata masih menerapkan semangat wirausahanya dalam menjalankan birokrasi yang sedang
dipimpinnya. Hal ini dibuktikan melalui usahanya dalam mengembangkan pupuk lokal dengan merk
Maharani yang dibuat dari enceng gondok sehingga terjadi penghematan dalam biaya penggunaan
pupuk per tahun. Oleh karena pupuk ini pula, pada tahun 2002 Lamongan berhasil memproduksi beras
unggul Rajasili yang dijual ke pasaran. Semangat kewirausahaan ini juga diterapkan dalam
mengembangkan kawasan industri seluas 500 hektar dan tengah dipersiapkan kawasan sebesar 9. 500
hektar. Dari faktor pertama ini, dapat dilihat bahwa mewirausahakan birokrasi dapat dilaksanakan
dengan berawal pada sifat kewirausahaan yang dimiliki oleh pemimpin pemerintahan. Faktor ini juga
menjadi contoh nyata dari salah satu prinsip reinventing government yaitu pemerintah wirausaha. Jika
sifat kewirausahaan telah dimiliki oleh pemimpin pemerintahan, maka upaya mewirausahakan
birokrasi dapat menghasilkan keuntungan bagi wilayah setempat, sehingga faktor sifat kewirausahaan
pemimpin ini dapat dikatakan sebagai faktor yang penting dalam keberhasilan dari
pengimplementasian konsep reinventing government.
Faktor yang kedua ialah adanya keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan
Kabupaten Lamongan. Salah satu semangat otonomi daerah adalah dalam rangka mendorong
keterlibatan masyarakat sehingga pembangunan yang dilakukan di daerah dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat secara riil. Hal inilah yang dipegang teguh oleh Bupati Lamongan. Prinsip ini
dengan kuat diterapkan Bupati dalam mengembangkan hutan jati seluas 33. 000 hektar yang
dikembangkan dari hutan tidur yang nantinya pengelolaan hutan jati tersebut akan diserahkan kepada
warga. Faktor ini merupakan contoh dari salah satu prinsip reinventing government yaitu pemerintah
milik masyarakat, dimana pemerintah juga diharapkan mampu bekerja sama dan mempercayai
masyarakat untuk ikut serta dalam pengontrolan suatu hal.
Faktor yang ketiga merupakan yang paling krusial dalam mendorong keberhasilan pembangunan
di Kabupaten Lamongan. Hal ini merupakan langkah yang paling pertama dilakukan bupati, yakni
dengan mereformasi sistem dan sumber daya manusia. Pegawai di Kabupaten Lamongan yang
jumlahnya mencapai 12. 000 ribu orang diminta komitmennya untuk meningkatkan pelayanan publik,
dan bagi mereka atau dinas yang berhasil akan diberikan reward yang menarik. Selanjutnya,
menyangkut pembenahan sistem, pemda menerapkan sistem pelayanan terpadu semua urusan
perijinan bisnis dijadikan satu atap di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Faktor ini
merupakan penerapan dari salah satu strategi konsep reinventing government, yaitu strategi
konsekuensi dimana pada strategi tersebut terdapat pemberian konsekuensi serta insentif pada
kinerja pelayanan publik atau pemerintahan sehingga mampu mendorong birokrasi dalam
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik lagi.
Berdasarkan pengimplementasian konsep reinventing government yang telah berhasil di
Kabupaten Lamongan, dapat dilihat bahwa konsep tersebut dapat diimplementasikan di Indonesia
dengan cara menerapkan secara langsung prinsip dan strategi yang ada pada konsep reinventing
government sehingga pengimplementasian konsep tersebut dapat berhasil dan memberikan manfaat
serta keuntungan dan kesuksesan pada pemerintahan yang ada di kota-kota di Indonesia. Namun,
usaha mengimplementasikan konsep reinventing government ini tentu akan mendapatkan banyak
kendala. Hal ini karena model birokrasi di Indonesia dicirikan oleh model birokrasi patrimonial,
birokrasi rente, dan bureaucratic polity. Jika dirunut kembali dengan seksama, model-model birokrasi
seperti ini sangat bertentangan dengan model birokrasi wirausaha. Oleh karena itu, usaha
mewirausahakan birokrasi tidak akan dapat dilakukan dengan baik tanpa terlebih dahulu
menghancurkan model birokrasi yang lama. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat dari elit politik.
Selain itu, hal ini juga dapat dilakukan dengan mendorong keterlibatan masyarakat dalam melakukan
pengawasan terhadap kinerja birokrasi. Oleh karena itu, program pemberdayaan masyarakat menjadi
salah satu agenda penting yang harus dilakukan. Penguatan kelompok-kelompok kepentingan, dan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat juga penting dilakukan karena kelompok-kelompok ini dapat
diharapkan menjadi pengawas kinerja birokrasi publik. Media massa juga dapat diharapkan perannya
dalam konteks menyediakan informasi bagi masyarakat sehingga masyarakat akan memiliki sumber
informasi yang cukup untuk mengambil tindakan-tindakan yang bersifat politis, terutama dalam
konteks penyikapannya terhadap kinerja birokrasi publik.
Daftar Pustaka :
Laporan Gatra dengan judul, “Mengubah Citra Pelayanan Publik”, Gatra, No. 23 tahun VIII, 27 April
2003, hal., 20-21.
David Osborne dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, terj. Abdul Rasyid, Jakarta:
Pustaka
Binaman
Pressindo,
1996.
David
osborne
dan
Peter
Plastrik, Memangkas
Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, terj. Abdul Rasyid dan Ramelan,
Jakarta: PPM, 2000
Romy Azmidun, Reinventing Government (Mewirausahakan Birokrasi), 2013.
Download