DASAR TEORI PERSALINAN A. Persalinan secara umum 1. Pengertian persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan / dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan/ tanpa bantuan ( kekuatan ibu sendiri). a. Bentuk persalinan berdasar devinisi 1) Persalinan spontan Proses lahirnya bayi yang berlangsug dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir. 2) Persalinan normal Proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37-42 minggu), lahir spontan presentasi belakang kepala berlangsung 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janinnya. 3) Persalinan buatan Proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, misal dengan bantuan vacum, forsep, seksio sesaria. 4) Persalinan anjuran Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan, misal dengan pemberian piton/ oksitosin drip, pemecahan ketuban. b. Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan. 1) Abortus Terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan, umur kehamilan sebelum 28 minggu, berat janin kurang dari 1000 gram. 2) Persalinan prematuritas Persalinan sebelum umur kehamilan 28- 36 minggu, berat janin kurang dari 2499 gram. 3) Persalinan aterm Persalinan antara umur kehamilan 37-42 minggu, berat janin diatas 2500 gram. 4) Persalinan serotinus Persalinan yang melampaui umur kehamilan 42 minggu, pada janin terdapat tanda postmaturitas. 5) Presalinan presipitatus Persalinan yang berlangsung cepat kurang dari 3 jam. c. Istilah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan 1) Gravida Wanita yang sedang hamil. 2) Primigravida Wanita yang hamil untuk pertama kalinya. 3) Para Wanita yang pernah melahirkan bayi aterm. 4) Primipara Wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali. 5) Nulipara Wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable 6) Multipara Wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali. 7) Grandemultipara Wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari 5 kali. 2. Sebab-sebab mulainya persalinan a. Teori penurunan hormon Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron mulai terjadi pada 1-2minggu sebelum partus. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun. b. Teori tuanya placenta Dengan tuanya kehamilan, villikoriales mengalami perubahan,sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksirahim. c. Teori distensi rahim Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus, sehingga dapat mengganggu sirkulasi utero-placenter sehingga placenta mengalami degenerasi. d. Teori iritasi mekanik Dibelakang serviks terdapat ganglion servikale dari fleksus frankenhauser. Bila ganglion ini tertekan (misalnya oleh kepala janin) akan timbul kontraksi. e. Teori oksitosin Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot rahim. 3. Tujuan Asuhan Persalinan Tujuan asuhan pada persalinan normal secara umum adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang berintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal. Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa upaya asuhan persalinan normal harus di dukung oleh adanya alasan yang kuat dan berbagai bukti yang dapat menunjukkan adanaya manfaat apabila di aplikasikan pada setiap proses persalinan Tujuan asuhan pada persalinan yang lebih spesifik adalah : a. Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi. b. Melindungi keselamatan ibu dan bayi baru lahir (BBL),mulai dari hamil hingga bayi selamat. c. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi secara tepat waktu. d. Memberi dukungan serta cepat bereaksi terhadap kebutuhan ibu, pasangan dan keluarganya selama persalinan dan kelahiran bayi. Lima Benang Merah Asuhan Persalinan 1) Keputusan klinis Membuat keputusan merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan. Membuat keputusan klinik tersebut dihasilkan melalui serangkaian proses metode yang sistematik menggunakan informasi dan hasil dari olah kognitif dan intuisif serta dipadukan dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence-based), ketrampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui berbagai tahapan yang logis dan diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dan terfokus pada pasien (Varney, 1997) Langkah" membuat keputusan klinik diantaranya: a. Pengumpulan data b. Diagnosa c. Penatalaksanaan d. Evaluasi 2) Sayang ibu dan Bayi Beberapa prinsip dasar Asuhan Sayang Ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasilnpenelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai prose perslinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan hasil yang lebih baik. Berikut penerapan asuhan sayang ibu : a. Panggil nama ibu b. Jelaskan sebelum/sesudah asuhan yang diberikan c. Jelaskan proses persalinan pada ibu dan keluarga d. Anjurkan ibu bertanya e. Hargai privacy 3) Pencegahan infeksi Tujuan tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan kesehatan : a. Minimalkan infeksi b. Menentukan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti Hepatitis dan HIV/AIDS 4) Dokumentasi Aspek-aspek penting dalam pencatatan termasuk : a. Tanggal dan waktu asuhan kebidanan b. Identitas penolong c. Paraf atau TTD pada semua catatan d. Informasi berkaitan harus ditulis tepat, jelas dan dapat dibaca e. Sistem pencatatan pasien harus terpelihara dan siap sedia 5) Rujukan Rujukan dilakukan oleh bidan jika ada suatu hal yang sudah bukan menjadi wewenang bidan. Biasanya, bidan akan memberi rujukan ke dokter spesialis kandungan agar dapat di diagnosa lebih lanjut. 4. Tanda-tanda persalinan Mengetahui tanda-tanda persalinan sangat penting terutama bagi ibu primi atau yang pertama kali hamil. Hal tersebut dimaksudkan agar nantinya ibu dan keluarga sudah bersiap diri ketika sudah muncul adanya tanda ibu akan melahirkan. Sebenarnya banyak tanda – tanda persalinan namun ada 3 tanda yang paling utama yaitu : a. Kontraksi (His) Ibu terasa kenceng-kenceng sering, teratur dengan nyeri dijalarkan dari pinggang ke paha.Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon oksitosin yang secara fisiologis membantu dalam proses pengeluaran janin. Ada 2 macam kontraksi yang pertama kontraksi palsu (Braxton hicks) dan kontraksi yang sebenarnya. Pada kontraksi palsu berlangsung sebentar, tidak terlalu sering dan tidak teratur, semakin lama tidak ada peningkatan kekuatan kontraksi. Sedangkan kontraksi yang sebenarnya bila ibu hamil merasakan kenceng-kenceng makin sering, waktunya semakin lama, dan makin kuat terasa, diserta mulas atau nyeri seperti kram perut. Perut bumil juga terasa kencang. Kontraksi bersifat fundal recumbent /nyeri yang dirasakan terjadi pada bagian atas atau bagian tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus), pinggang dan panggul serta perut bagian bawah. Tidak semua ibu hamil mengalami kontraksi (His) palsu. Kontraksi ini merupakan hal normal untuk mempersiapkan rahim untuk bersiap mengadapi persalinan. b. Pembukaan serviks . primi >1,8cm dan multi 2,2cm Terjadi pembukaan serviks . primi (Pertama hamil) >1,8cm dan multi (lebih dari satu kali hamil) 2,2cm. Biasanya pada bumil dengan kehamilan pertama, terjadinya pembukaan ini disertai nyeri perut. Sedangkan pada kehamilan anak kedua dan selanjutnya, pembukaan biasanya tanpa diiringi nyeri. Rasa nyeri terjadi karena adanya tekanan panggul saat kepala janin turun ke area tulang panggul sebagai akibat melunaknya rahim. Untuk memastikan telah terjadi pembukaan, tenaga medis biasanya akan melakukan pemeriksaan dalam (vaginal touche). c. Pecahnya ketuban dan keluarnya bloody show. Dalam bahasa medis disebut bloody show karena lendir ini bercampur darah. Itu terjadi karena pada saat menjelang persalinan terjadi pelunakan, pelebaran, dan penipisan mulut rahim. Bloody show seperti lendir yang kental dan bercampur darah. Menjelang persalinan terlihat lendir bercampur darah yang ada di leher rahim tsb akan keluar sebagai akibat terpisahnya membran selaput yang menegelilingi janin dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding rahim. Tanda selanjutnya pecahnya ketuban, di dalam selaput ketuban (korioamnion) yang membungkus janin, terdapat cairan ketuban sebagai bantalan bagi janin agar terlindungi, bisa bergerak bebas dan terhindar dari trauma luar. Terkadang ibu tidak sadar saat sudah mengeluarkan cairan ketuban dan terkadang menganggap bahwa yang keluar adalah air pipisnya. Cairan ketuban umumnya berwarna bening, tidak berbau, dan akan terus keluar sampai ibu akan melahirkan. Keluarnya cairan ketuban dari jalan lahir ini bisa terjadi secara normal namun bias juga karena ibu hamil mengalami trauma, infeksi, atau bagian ketuban yang tipis (locus minoris) berlubang dan pecah. Setelah ketuban pecah ibu akan mengalami kontraksi atau nyeri yang lebih intensif. Terjadinya pecah ketuban merupakan tanda terhubungnya dengan dunia luar dan membuka potensi kuman/ bakteri untuk masuk. Karena itulah harus segera dilakukan penanganan dan dalam waktu kurang dari 24 jam bayi harus lahir apabila belum lahir dalam waktu kurang dari 24 jam maka dilakukan penangana selanjutnya misalnya caesar. 5. Faktor yang mempengaruhi persalinan a. Passage (jalan lahir) 1) Adalah jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. 2) Agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal 3) Rongga-rongga panggul yang normal adalah : pintu atas panggil hampir berbentuk bundar, sacrum lebar dan melengkung, promontorium tidak menonjol ke depan, kedua spina ischiadica tidak menonjol kedalam, sudut arcus pubis cukup luas (90-100), ukuran conjugata vera (ukuran muka belakang pintu atas panggul yaitu dari bawah simpisis ke promontorium) ialah 10-11 cm, ukuran diameter transversa (ukuran melintang pintu atas panggul) 12-14 cm, diameter oblique (ukuran sserong pintu atas panggul) 12-14 cm, pintu bawah panggul ukuran muka melintang 10-10,5 cm. 4) Jalan lahir dianggap tidak normal dan kemungkinan dapat menyebabkan hambatan persalinan apabila : panggul sempit seluruhnya, panggul sempit sebagian, panggul miring, panggul seperti corong, ada tumor dalam panggul 5) Dasar panggul terdiri dari otot-otot dan macam-macam jaringan, untuk dapat dilalui bayi dengan mudah jaringan dan otot-otot harus lemas dan mudah meregang, apabila terdapat kekakuan pada jaringan, maka otot-otot ini akan mudah ruptur. 6) Kelainan pada jalan lahir lunak diantaranya disebabkan oleh serviks yang kaku (pada primi tua primer atau sekunder dan serviks yang cacat atau skiatrik), serviks gantung (OUE terbuka lebar, namun OUI tidak terbuka), serviks konglumer (OUI terbuka, namun OUE tidak terbuka), edema serviks (terutama karena kesempitan panggul, sehingga serviks terjepit diantara kepala dan jalan lahir dan timbul edema), terdapat vaginal septum, dan tumor pada vagina. b. Power (kekuatan) 1) Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu 2) Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim 3) His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan 4) Kontraksi adalah gerakan memendek dan menebalnya otot-otot rahim yang terjadi diluar kesadaran (involuter) dan dibawah pengendalian syaraf simpatik 5) Retraksi adalah pemendekan otot-otot rahim yang bersifat menetap setelah adanya kontraksi 6) His yang normal adalah timbulnya mula-mula perlahan tetapi teratur, makin lama bertambah kuat sampai kepada puncaknya yang paling kuat kemudian berangsur-angsur menurun menjadi lemah 7) His tersebut makin lama makin cepat dan teratur jaraknya sesuai dengan proses persalinan sampai anak dilahirkan 8) His yang normal mempunyai sifat : kontarksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim, kontraksi bersifat simetris, fundal dominan yaitu menjalar ke seluruh otot rahim, kekuatannya seperti memeras isi rahim, otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim, bersifat involunter yaitu tidak dapat diatur oleh parturient, 9) Tenaga meneran merupakan kekuatan lain atau tenaga sekunder yang berperan dalam persalinan, tenaga ini digunakan pada saat kala 2 dan untuk membantu mendorong bayi keluar, tenaga ini berasal dari otot perut dan diafragma. Meneran memberikan kekuatan yang sangat membantu dalam mengatasi resistensi otototot dasar panggul 10) Persalinan akan berjalan normal, jika his dan tenaga meneran ibu baik 11) Kelainan his dan tenaga meneran dapat disebabkan karena hypotonic/atonia uteri dan hypertonic/tetania uteri Kelainan kekuatan his dan meneran, dapat disebabkan oleh : 1) Kelainan kontraksi rahim a) Inersia uteri primer dan sekunder b) Tetania uteri dapat mengakibatkan partus presipitatus, asfiksia intrauterin sampai kematian janin dalam rahim c) Inkoordinasi kontraksi otot rahim yang disebabkan karena usia terlalu tua, pimpinan persalinan salah, induksi perrsalinan, rasa takut dan cemas 2) Kelainan tenaga meneran a) Kelelahan b) Salah dalam pimpinan meneran pada kala 2 c. Passanger 1) Passenger terdiri dari janin dan plasenta 2) Janin merupakan passanger utama, dan bagian janin yang paling penting adalah kepala, karena kepala janin mempunyai ukuran yang paling besar, 90% bayi dilahirkan dengan letak kepala 3) Kelainan-kelainan yang sering menghambat dari pihak passanger adalah kelainan ukuran dan bentuk kepala anak seperti hydrocephalus ataupun anencephalus, kelainan letak seperti letak muka atau pun letak dahi, kelainan kedudukan anak seperti kedudukan lintang atau pun letak sungsang d. Psyche (psikologis) 1) Faktor psikologis ketakutan dan kecemasan sering menjadi penyebab lamanya persalinan, his menjadi kurang baik, pembukaan menjadi kurang lancer 2) Menurut Pritchard, dkk perasaan takut dan cemas merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa sakit dalam persalinan dan berpengaruh terhadap kontraksi rahim dan dilatasi serviks sehingga persalinan menjadi lama. 6. Kebutuhan dasar ibu dalam proses persalinan Ada beberapa kebutuhan dasar ibu selama prose persalinan antara lain : a. Dukungan fisik dan psikologis Setiap ibu yang akan memasuki masa persalinan maka akan muncul perasaan takut, khawatir, ataupun cemas terutama pada ibu primipara.Perasaan takut dapat meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan menghambat proses persalinan. Bidan adalah orang yang diharapkan ibu sebagai pendamping persalinan yang dapat diandalkan serta mampu memeberikan dukungan, bimbingan dan pertolongan persalinan. Asuhan yang sifatnya mendukung selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan. Asuhan yang mendukung berarti bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Jika seorang bidan sedang sibuk, maka ia harus memastikan bahwa ada seorang pendukung yang hadir dan memantu wanita yang sedang dalam persalinan. Dukungan dapat diberikan oleh orang-orang terdekat pasien (suami, keluarga, teman, perawat, bidan maupun dokter). Pendamping persalinan hendaknya orang yang sudah terlibat sejak dalam kelaskelas antenatal. Mereka dapat membuat laporan tentang kemajuan ibu dan secara terus menerus memonitor kemajuan persalinan. Bidan harus mampu memberikan perasaan kehadiran: 1) Selama bersama pasien, bidan harus konsentrasi penuh untuk mendengarkan dan melakukan observasi 2) Membuat kontak fisik : mencuci muka pasien, menggosok punggung dan memegang tangan pasien dll. 3) Menempatkan pasien dalam keadaan yakin (bidan bersikap tenang dan bisa menenangkan pasien). Ada lima kebutuhan dasar bagi wanita dalam persalinan menurut Lesser & Keane ialah: 1) Asuhan fisik dan psikologis 2) Kehadiran seorang pendamping secara terus menerus 3) Pengurangan rasa sakit 4) Penerimaaan atas sikap dan perilakunya 5) Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman. Hasil penelitian (RCT) telah memperlihatkan efektifnya dukungan fisik, emosional dan psikologie selama persalinan dan kelahiran. Dalam Cochrane Database, suatu kajian ulang sistematik dari 14 percobaan-percobaan yang melibatkan 5000 wanita memperlihatkan bahwa kehadiran seorang pendamping secara terus menerus selama persalinan dan kelahiran akan menghasilkan: 1) Kelahiran dengan tindakan (forceps, vacuum maupun seksio sesaria) menjadi berkurang 2) APGAR Score <7 lebih sedikit- Hasil kelahiran bertambah baik 3) Bersifat sayang ibu. 4) Lamanya persalinan menjadi semakin pendek 5) Kepuasan ibu yang semakin besar dalam pengalaman melahirkan mereka Metode mengurangi rasa sakit yang diberikan secara terus menerus dalam bentuk dukungan mempunyai keuntungan-keuntungan: 1) Sederhana 2) Efektif 3) Biayanya murah 4) Resikonya rendah 5) Membantu kemajuan persalinan b. Kebutuhan makanan dan cairan Makanan padat tidak boleh diberikan selama persalinan aktif, oleh karena makan padat lebih lama tinggal dalam lambung dari pada makanan cair, sehingga proses pencernaan lebih lambat selama persalinan. Bila ada pemberian obat , dapat juga merangsang terjadinya mual/muntah yang dapat mengakibatkan terjadinya aspiraasi ke dalam paru-paru, untuk mencegah dehidrasi, pasien dapat diberikan banyak minum segar(ju buah, sup) selama proses persalinan, namuun bila mual/muntah dpt diberikan cairan IV(RL) c. Kebutuhan eliminasi Kandung kencing harus dikosongkan setiap 2 jam selama proses persalinan. Bila pasien tidak dapat berkemih sendiri dapat dilakukan keterisasi oleh karena kandung kencing yang penuh akan menghambat penurunan baian terbawah janin, selain itu juga akan mengingkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali pasien karena bersama dengan munculnya kontraksi uterus. Rektum yang penuh akan mengganggu penur tandaunan bagian terbawah janin, namun bila pasien mengatkan ingin BAB, bidan harus memastikan kemungkinan adanya tanda dan gejala masuk pada kala II. Bila diperlukan sesuai indikasi dapat dilakukan lavement d. Posisioning dan aktifitas Persalinan dan kelahiran merupakan suatu peristiwa yang normal, tanpa disadari dan mau tidak mau harus berlangsung. Untuk membantu ibu agar tetap tenang dan rileks sedapat mungkin bidan tidak boleh memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu dalam persalinannya. Sebaliknya, peranan bidan adalah untuk mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang dipilihnya, menyarankan alternatif-alternatif hanya apabila tindakan ibu tidak efektif atau membahayakan bagi dirinya sendiri atau bagi bayinya. Bila ada anggota keluarga yang hadir untuk melayani sebagai pendamping ibu, maka bidan bisa menawarkan dukungan pada orang yang mendukung ibu tersebut. Bidan memebritahu ibu bahwa ia tidak perlu terlentang terus menerus dalam masa persalinanya. Jika ibu sudah semakin putus asa dan merasa tidak nyaman, bidan bisa mengambil tindakan-tindakan yang positif untuk merubah kebiasaan atau merubah setting tempat yang sudah ditentukan (seperti misalnya menyarankan agar ibu berdiri atau berjalan-jalan). Bidan harus memberikan suasana yang nyaman dan tidak menunjukkan ekspresi yang terburu-buru, sambil memberikan kepastian yang menyenangkan serta pujian lainnya. Saat bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan, atau membantu keluarga untuk memberikan dukungan persalinan., bidan tersebut harus melakukan semuanya itu dengan cara yang bersifat sayang ibu meliputi: 1) Aman, sesuai evidence based, dan memberi sumbangan pada keselamatan jiwa ibu. 2) Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, secara emosional serta merasa didukung dan didengarkan. 3) Menghormati praktek-praktek budaya, keyakinan agama, dan ibu/keluarganya sebagai pengambil keputusan 4) Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai teknologi canggih. 5) Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami ibu. Posisi Untuk Persalinan Posisi Alasan / Rasionalisasi 1) Duduk atau setengah duduk Lebih mudah bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati / mensupport perineum. 2) Posisi merangkak a) Baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit b) Membantu bayi melakukan rotasi c) Peregangan minimal pada perineum 3) Berjongkok atau berdiri a) Membantu penurunan kepala bayi b) Memperbesar ukuran panggul: menambah 28% ruang outletnya c) Memperbesar dorongan untuk meneran (bisa memberi kontribusi pada laserasi perineum) 4) Berbaring miring ke kiri a) Memberi rasa santai bagi ibu yang letih b) Memberi oksigenasi yang baik bagi bayi c) Membantu mencegah terjadinya laserasi Mengapa tidak boleh bersalin dalam posisi terlentang / lithotomi? 1) Dapat menyebabkan Sindrome supine hypotensi karena tekanan pada vena kava inferior oleh kavum uteri, yang mengakibatkan ibu pingsan dan hilangnya oksigen bagi bayi. 2) Dapat menambah rasa sakit 3) Bisa memperlama proses persalinan 4) Lebih sulit bagi ibu untuk melakukan pernafasan 5) Membuat buang air lebih sulit 6) Membatasi pergerakan ibu 7) Bisa membuat ibu merasa tidak berdaya 8) Bisa membuat proses meneran menjadi lebih sulit 9) Bisa menambah kemungkinan terjadinya laserasi pada perineum 10) Bisa menimbulkan kerusakan syaraf pada kaki dan punggung. e. Pengurangan rasa nyeri Penny Simpkin menjelaskan cara-cara untuk mengurangi rasa sakit ini ialah : 1) Mengurangi sakit di sumbernya 2) Memberikan rangsangan alternatif yang kuat 3) Mengurangi reaksi mental yang negatif, emosional, dan reaksi fisik ibu terhadap rasa sakit. Pendekatan-pendekatan untuk mengurangi rasa sakit, menurut Varney’s Midwifery: 1) Adanya sesorang yang dapat mendukung dalam persalinan 2) Pengaturan posisi 3) Relaksasi dan latihan pernafasan 4) Istirahat dan privasi 5) Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan 6) Asuhan diri 7) Sentuhan dan masase 8) Counterpressure untuk mengurangi tegangan pada ligament sacroiliaka 9) Pijatan ganda pada pinggul 10) Penekanan pada lutut 11) Kompres hangat dan kompres dingin 12) Berendam 13) Pengeluaran suara 14) Visualisasi dan pemusatan perhatian 15) Musik. Sedangkan Sumarah (2008) mengkategorikan kebutuhan ibu dalam proses persalinan meliputi : 1) Kebutuhan fisiologis a) Oksigen. b) Makan dan minum. c) Istirahat selama tidak ada his. d) Kebersihan badan terutama genetalia. e) Buang air kecil dan buang air besar. f) Pertolongan persalinan yang terstandar. g) Penjahitan perineum bila perlu. 2) Kebutuhan rasa aman a) Memilih tempat dan penolong persalinan. b) Informasi tentang proses persalinan atau tindakan yang akan dilakukan. c) Posisi tidur yang dikehendaki ibu. d) Pendampingan oleh keluarga. e) Pantauan selama persalinan. f) Intervensi yang diperlukan. 3) Kebutuhan dicintai dan mencintai a) Pendampingan oleh suami/keluarga. b) Kontak fisik (memberi sentuhan ringan) c) Masase untuk mengurangi rasa sakit. d) Berbicara dengan suara yang lembut dan sopan. 4) Kebutuhan harga diri a) Merawat bayi sendiri dan menetekinya. b) Asuhan kebidanan dengan memperhatikan privasi ibu. c) Pelayanan yang bersifat empati dan simpati. d) Informasi bila akan melakukan tindakan. e) Memberikan pujian pada ibu terhadap tindakan positif yang ibu lakukan. 5) Kebutuhan aktualisasi diri a) Memilih tempat dan penolong sesuai keinginan. b) Memilih pendamping selama persalinan. c) Bounding and attachment B. Kala II persalinan 1. Definisi Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. 2. Asuhan persalinan kala II a. Pemantauan Ibu 1) Tanda-tanda dan Gejala Kala II a) Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan dengan taerjadinya kontraksi b) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum atau vagina c) Perinium terlihat menonjol d) Peningkatan pengeluaran lender dan darah Tanda-tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam (informasi objek) a) Pembukaan servik telah lengkap b) Terlihatnya bagian kepala bayi 2) Kontraksi a) Sangat kuat durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali b) Sangat sakit dan akan mengurang bila mengejan c) Kontraksi mendorong kepal keruang panggul yang menimbulkan tekanaan pada otot dasar panggul sehingga timbul reflek dorongan mengejan 3) Keadaan Umum a) Tanda-tanda vital: tekanan darah (tiap 30 menit), suhu, nadi (tiap 30 menit), pernafasan b) Kandung kemih c) Urine: protein dan keton d) Dehidrasi: cairan mual dan muntah e) Kondisi Umum: kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku, dan respon terhadap persalinan serta nyeri dan kemampuan koping f) Upaya ibu mengejan g) Tiap kontraksi 30 menit 4) Kemajuan Persalinan Kemajuan persalinan sangat baik bila penurunan yang terarur dan janin dijalan lahir serta dimulainya fase pengeluaran. Lama kala II rata-rata menurun Friedmen adalah 1 jam untuk primigravida dan 15 menit untuk multipara. Pada kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam bagi Primigravida atau 1 jam bagi multipara dianggap sudah normal oleh mereka yang setuju dengan pendapat friedmen tetapi saat ini disebut tidak mengindikasdi perlunya melahirkan bayi dengan forcefs atau vacuum ekstraksi. Kontraksi otot selama kala II adalah sering, kuat atau sedikit lama, yaitu kira-kira menit, yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulatif sifatnya. b. Pemantauan Janin 1) Saat bayi baru lahir a) Denyut jantung janin (DJJ) 1. Denyut dasar 120-160x)/ menit 2. Perubahan DJJ, pantau tiap 15 menit 3. Variasi DJJ dari DJJ dasar 4. Pemeriksaan auskultasi DJJ tiap 30 menit b) Warna dan adanya air ketuban ( jernih, keruh, kehijauan bercnpur mekonium) c) Penyusupan kepala janin Kondisi yang harus diatasi sebelum pelaksanan kala II 1. Syok 2. Dehidrasi 3. Infeksi 4. Preklamsia/eklamsia 5. Gawat janin 6. Penurunan kepala terhenti 7. Adanya gejala dan tanda distrosia bayi 8. Pewarnaan mekonium pada cairan ketuban 9. Kehamilan ganda 10. Tali pusat menumbung/lilitan tali pusat Asuhan Dan Dukungan 1. Pemberian rasa aman, dukungan dan keyakinan kepada ibu bahwa ibu mampun bersalin 2. Membantu pernafasan 3. Membantu Teknik mengejan 4. Ikut serta menghormati dan keluarga yang menemani 5. Memberikan tindakan yang menyenangkan 6. Penerapan pencegahan infeksi(PI) 7. Pastikan kandung kemih kosong Posisi ibu selama kala II persalinan mempengaruhi kondisi janin seperti juga pada kala I.Penelitian menunjukkan pola denyut jantung abnormal lebih rendah pada posisi tegak lurus dan rata-rata pH arteri umbilitus lebih tinggi.Beberapa uji coba menanyakan kepada wanita posisi mana yang lebih mereka sukai dan menemukan antusiasisme yang sangat besar untuk sikap yang tegak lurus, menyebabkan sedikit nyeri, dan sedikit nyyeri punggung.Posisi litotomi dengankaki pada pemijak kaki dialami kurang nyaman dan lebih menyakitkan serta restriksi pada pergerakan.Wanita yang pernah melahirkan pada posisi tersebur akan lebih suka pilihan pada posisi vertical dimana masa yang akn dating. 2) Saat bayi lahir 1) Berilah ASI pada 30 menit pertama bayi lahir, karenja pada saat bayi lahir pemberian makanan melalui ari-ari terputus sehingga harus segera digantu dengan ASI. 2) Jagalah suhu kamar agar tetap hanagat, atau tidak kedinginan, karena dalam kandungan ibu, bayi bayi mendapatkan kehangatan sesuai suhu ibu. 3) Atur Pertukaran udara dengan baik, karena bayi baru lahir belum mengantur suhu tubuhnya dengan baik. 4) Cucilah tangan bersih-bersih sebelum ibu merawat bayi, jagalah tempat tidur bayi dan popok tetap bersih, jangan biarkan orang lain memegang bayi bila tidak perlu.Bila bayi anda mendewtrita demam, diare, susuh nafas, kejang-kejang segera bawa kedokter. Bila berat lahir kurang dari 1,5 kg atau terdapat kelainan, maka segera ke puskesmas atau ke dokter 3. Pemeriksaan janin Pemantauan kesejahteraan janin merupakan hal penting dalam pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi yang disebabkan oleh gangguan intrapartum dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut. Angkamorbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indicator kualitas pelayanan obstetric disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas peri natal Indonesia masih jauh diatas rata-rata Negara maju, yaitu 60– 170 berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intrauterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterine atau mengalami kerusakan neurologik , sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib neonatus. Asuhan antenatal modern memerlukan tata laksana yang efisien, efektif, andal, dan komprehensif. Pemantauan kesejahteraan janin sudah merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan paramedic yang melakukan asuhan antenatal dan asuhan persalinan. Standarisasi pemantauan sudah merupakan suatu pra syarat yang harus dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau kegagalan pemantauan kesejahteraan janin yang dikaitkan dengan luaran perinatal dapat dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, diharapkan angka kematian ibu dan perinatal dapat diturunkan. Standarisasi memerlukan kegiatan yang terstruktur dan berkesinambungan dengan evaluasi berkala melalui suatu pelatihan pemantauan kesejahteraan janin. Kegiatan Sejak tahun 2006, Departemen Obstetri Ginekologi RSPADGatot Soebroto telah melakukan pelatihan Pemantauan Kesejahteraan Janin bagi Bidan, Perawat, PPDS Obstetri Ginekologi(PPDSOBGIN) dan Spesialis ObstetriGinekologi (SpOG). Pelatihan dilakukan selama dua hari terdiri dari teori dan bimbingan praktek: latihan pemeriksaan dan interpretasi kartu gerak janin, kardiotokografi serta demo peranan USG dalam pemantauan kesejahteraan janin. Sebanyak 92 orang peserta PKJ telah mengikuti pelatihan. Berdasarkan ikwesioner yang masuk, seluruh peserta menginginkan pelatihan ini tetap dilakukan, cukup duahari, lokasi tetap di RSPADGatot Soebroto Ditkesad dan selalu ditingkatkan kualitas penyelenggaraannya. Profesor Hidayat Wijayanegara,SpOG(K) menjadi pembicara favorit karena keteladanannya sebagai guru dan kepiawaiannya dalam memberikan materi ajar. Kendala yang masih sulit diatasi adalah ketersediaan alat kardiotokografi (KTG) untuk masing-masing kelompok pelatihan (5orang/1alatKTG). Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat berkembang memberikan banyak harapan akan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas. Kemajuan ini tidak mudah untuk diikuti oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya manusia yang handal dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut. Indikasi Pemeriksaan Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan janin yang baik karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan janin berkurang, kehamilan post-term (≥42minggu), pre eklampsia/ hipertensikronik, diabetes mellitus pra kehamilan, DM yang memerlukan terapi insulin, ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan solusio plasentae. Identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan tata laksana yang harus dilakukan. Kegagalan mengantisipasi adanya faktor risiko, dapat berakibat fatal. Tata cara Pemantauan Kesejahteraan Janin Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin, dari cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan ini memang dibuat sederhana agar mudah dipahami. a. Cara sederhana Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan kartu gerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter, pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dan analisa penyakit pada ibu. Adanya keluhan dari klien (pasien) harus dicermati dan dianalisa dengan baik karena keluhan tersebut mengungkapkan adanya sesuatu yang mungkin tidak baik bagi kesehatan ibu dan atau janin yang dikandungnya. Sambil melakukan anamnesis yang teliti, perhatikan juga keadaan fisik dan psikologis dari ibu tersebut. Anamnesis yang baik, dapat menegakkan diagnosis dengan baik pula. Misalnya gerak janin yang berkurang atau keluarnya darah pervaginam merupakan tanda adanya abnormalitas yang harus dicari penyebabnya. 1) Pemantauan Gerak Janin Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang diperkenalkan, tetap itidak ada satu pun yang lebih superior disbanding lainnya. Gerak janin ini dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada dua cara pemantauan, yaitu cara a) Cardiff dan cara Sadovsky Menurut Cardiff Pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri atau duduk, dan menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter/ bidan untuk penanganan lebih lanjut. b) Bila memakai metoda Sadovsky Pasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4 gerakan janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter/ bidan. 2) Tinggi Fundus Uteri Tinggi fundus uteri diukur dalam sentimeter (memakai pita meteran dari plastik), dimulai dari simfisis pubis hingga fundus uteri melalui garis tengah abdomen (umbilikus). Sebelum dilakukan pengukuran, pasien diharuskan membuang air kecil, posisi tidur terlentang, dan rahim diusahakan berada ditengahtengah rongga abdomen. 3) Pemantauan denyut jantung janin Denyut jantung janin (DJJ) harus selalu dinilai pada setiap kali pasien melakukan kehamilan pemeriksaan trimester pertama). hamil Pada (umumnya trimester setelah kedua dan selanjutnya, DJJ dapat dipantau dengan stetoskop Laenec atau Doppler DJJ dihitung secara penuh dalam satu menit dengan memperhatikan keteraturan serta frekuensinya. Dalam persalinan kala satu, DJJ dipantaus etiap 15 menit, sedangkan pada kala dua dipantau setiap 5 menit. Pemantauan DJJ dilakukan pada saat his dan diluar his. Adanya iregularitas (aritmia) atau frekuensi dasar yang abnormal (takhikardia: 160–180 dpm atau bradikardia: 100120 dpm), apalagi bila gawat janin (DJJ < 100dpm atau > 180 dpm) harus segera ditindak lanjuti untuk mencari kausanya. 4) Penyakit Ibu Kesehatan ibu akan mempengaruhi kesehatan janin, oleh karena itu sanga penting untuk deteksi dini kelainan atau penyakit pada ibu agar dapat dikoreksi segera dan dapat mengurangi risiko bagi janin. Misalnya anemia pada ibu (wanita) banyak terdapat di Indonesia. Bila anemia ini berat atau tidak diatasi dengan baik, maka pertumbuhan janin dapat terganggu, dan kesehatan ibu juga terganggu. Kelainan-kelainan yang ada pada ibu memerlukan konsultasi dengan dokter. Konsultasi ini tidak mungkin terjadi apabila Bidan pemeriksa tidak mengetahui bahwa pasien yang ditanganinya berisiko. Pelatihan berkala atau pendidikan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi setiap tenaga kesehatan. b. Cara canggih Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih terdiri dari ultrasonografi (USG), kardiotokografi (KTG), profilbiofisik (Manning) atau fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) Gulardi, analisa gas darah dan pemeriksaan penunjang canggih lainnya. Pembahasan berikut dibatasi pada USG dan KTG. 1) Ultrasonografi USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting didalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi sepertis tetoskop bagi dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi penting dari alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin (deteksidinianomali). Pemeriksaan panjang kepala- bokongjanin(CRL= crown-rumplength) yang dilakukan pada kehamilan trimester pertama memiliki akurasi dengan kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia gestasi. Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter tunggal untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter biparietal (DBP) atau panjang femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomaly congenital yang dilakukan rutin pada kehamilan 10–14 minggu dan 18–22 minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama system saraf pusat dan jantung akan memberikan perubahan dalam pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat bawaan pada janin. 2) Kardiotokografi Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan kesejahteraan janin. Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut. Peralatan KTG tersebut harus dipelihara dengan baik, jangan sampai kabelnya rusak akibat sering dilepas dan dipasang atau kesalahan dalam perawatan peralatan tokometer dan kardiometer. Diperlukan seorang penanggung jawab untuk perawatan dan pengoperasionalan KTG tersebut, juga pelatihan didalam menginterpretasikan hasil KTG tersebut. Pada saat pemeriksaan KTG, posisi pasien tidak boleh tidur terlentang, tetapi harus setengah duduk atau tidur miring. Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi a) Usia kehamilan 28 minggu. b) Ada persetujuan tindak medic dari pasien (secara lisan) c) Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui d) Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada computer (pada KTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik. Mekanisme Pengaturan DJJ Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu: a) Sistem Saraf Simpatis Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada didalam miokardium. Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah. Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ. b) Sistem saraf Parasimpatis Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervusvagus yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetilkolin akan menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi DJJ. c) Baroreseptor Reseptor ini letaknya pada arkusaorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervuss glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung. d) Kemoreseptor Kemoreseptor terdiri dar dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak didaerah carotid dan korpusaortik; dan bagian sentral yang terletak dibatang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi reflex dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbon dioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor erifer dan menimbulkan reflex bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi. e) Susunan Saraf Pusat Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan berkurang. f) Sistem Pengaturan Hormonal Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi. g) Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretchreceptors dan pusat pengaturan (LaurenFerrara,FrankManning,2005). Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber, yaitu a) Priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan send b) Serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat dijaringan kulit; dan c) Baroreseptor diaorta stretchreceptors askendens diatrium kanan. dan arteri karotis,dan Sinyal-sinyal tersebut diteruskan kecardio regulatory center (CRC) kemudian ke cardiacvagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ. 4. Penggunaan Partograf a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan pe¬nyulit. b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll). c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran). d. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (Prawirohardjo, 2002). Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu: a. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam c. Nadi: setiap 1/2 jam d. Pembukaan serviks setiap 4 jam e. Penurunan: setiap 4 jam f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam Pencatatan selama fase aktif persalinan a. Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pe¬meriksaan selama fase aktif persalinan, termasuk: 1) Informasi tentang ibu: a) Nama, umur. b) Gravida, para, abortus (keguguran). c) Nomor catatan medis/nomor puskesmas. d) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu). e) Waktu pecahnya selaput ketuban. 2) Kondisi janin: a) DJJ; b) Warna dan adanya air ketuban c) Penyusupan (molase) kepala janin 3) Kemajuan persalinan: a) Pembukaan serviks b) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin c) Garis waspada dan garis bertindak 4) Jam dan waktu: a) Waktu mulainya fase aktif persalinan b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian 5) Kontraksi uterus: a) Frekuensi dan lamanya 6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan: a) Oksitosin b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan 7) Kondisi ibu: a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh b) Urin (volume, aseton atau protein) 8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan). Mencatat temuan Partograf 1) Informasi tentang ibu Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: "jam" pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban. 2) Kesehatan dan kenyamanan janin Kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin). a) Denyut jantung janin 1. Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian Pemeriksaan fisik, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tandatanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus. 2. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis tebal angka 180 dan 100. Tetapi, penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160. Untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui kisaran nor¬mal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu dari kedua sisi partograf. b) Warna dan adanya air ketuban 1. Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang berikut ini: a. U : Ketuban utuh (belum pecah) b. J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih c. M :Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium d. D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah e. K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban ("kering") 2. Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau >180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir. c) Molase (penyusupan kepala janin) 1. Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuai¬kan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau tum¬pang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul (CPD). Keti¬dakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. 2. Apabila ada dugaan disproprosi tulang panggul, penting sekali un¬tuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai. 3. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan di kotak yang sesuai (Gambar 2-6) di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut ini: a. 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi b. 1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan c. 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan d. 3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan 3) Kemajuan Persalinan Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Masing-masing angka mempunyai lajur dan kotak tersendiri. Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain pada lajur diatasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 juga menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-masing kotak di bagian ini menya¬takan waktu 30 menit. a. Pembukaan serviks Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda¬tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil te¬muan dari setiap pemeriksaan. Tanda "X" harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuantemuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus). b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan fisik di bab ini. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya bagian terbawah/presen¬tasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm. c. Garis waspada dan garis bertindak Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll.). Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan kegawat daruratan obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan per¬salinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui. d. Jam dan waktu 1) Waktu mulainya fase aktif persalinan Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan. 2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami pembukaan 6 cm pada pukul 15.00, tuliskan tanda "X" di garis waspada yang sesuai dengan angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya (kotak ketiga dari kiri). e. Kontraksi uterus Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan lamanya kontraksi dengan: 1) Beri kotak-kotak kecil di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik. 2) Beri garis miring di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik. 3) Hitamkan kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari 40 detik. f. Obat-obatan yang diberikan Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksi¬tosin, obat-obat lainnya dan cairan IV. 1) Oksitosin. Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksi¬tosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit. 2) Obat-obatan lain dan cairan IV 3) Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya. g. Kesehatan dan kenyamanan ibu Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan ibu. 1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. a. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. (lebih sering jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu yang sesuai. b. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai. c. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika meningkat, atau dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai. 2) Volume urin, protein atau aseton Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya ase¬ton atau protein dalam urin. h. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom parto¬graf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinik mencakup: 1) Jumlah cairan per oral yang diberikan. 2) Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur. 3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum). 4) Persiapan sebelum melakukan rujukan. 5) Upaya Rujukan. Pencatatan pada lembar belakang Partograf Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada pe¬mantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih aman. 5. Perubahan fisiologis pada kala ii persalinan a. Kontraksi, dorongan otot-otot dinding Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi normal muskulus. Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi (Sumarah, 2008). Sifat khas : 1) Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke punggung bawah. 2) Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti. Beberapa dugaan penyebab antara lain : a) Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O2 pada miometrium. b) Penekanan ganglion syarat di serviks dan uterus bagian bawah. c) Peregangan serviks akibat dari pelebaran serviks. d) Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti uterus. Pada waktu selang kontraksi/periode relaksasi diantara kontraksi memberikan dampak berfungsinya sistem-sistem dalam tubuh, antara lain : 1) Memberikan kesempatan pada jaringan otot-otot uterine untuk beristirahat agar tidak menurunkan fungsinya oleh karena kontraksi yang kuat secara terus menerus. 2) Memberikan kesempatan kepada ibu untuk istirahat, karena rasa sakit selama kontraksi. 3) Menjaga kesehatan janin karena pada saat kontraksi uterus mengakibatkan konstriksi pembuluh darah plasenta sehingga bila secara terus menerus berkontraksi, maka akan menyebabkan hipoksia, anoksia, dan kematian janin. Pada pemeriksaan kontraksi uterus tidak hanya meliputi : frekuensi, durasi/lama dan intensitas/kuat-lemah, tetapi perlu diperhatikan juga pengaruh dari ketiga hal tersebut mulai dari kontraksi yang belum teratur hingga akhir persalinan. Misalnya pada awal persalinan, kontraksi uterus setiap 20-30 menit selama 20-25 detik, intensitas ringan lama-kelamaan menjadi 2-3 menit, lama 60-90 detik, maka hal ini akan menghasilkan pengeluaran janin. Bila ibu bersalin mulai berkontraksi selama 5 menit selama 50-60 detik dengan intensitas cukup kuat maka dapat terjadi kontraksi tidak dapat teratur, frekuensi lebih sering, durasi lebih lama. Terkadang dapat terjadi disfungsi uterin, yaitu kemajuan proses persalinan yang meliputi dilatasi servik/pelebaran serviks, mekanisme penurunan kepala memakan waktu yang lama, tidak sesuai dengan harapan. Kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian karena mempunyai pola gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga berangsurangsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks. Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi dua zona yaitu zona atas dan zona bawah uterus. Zona atas merupakan zona yang berfungsi mengeluarkan janin karena merupakan zona yang berkontraksi dan menebal, dan sifatnya aktif. Zona ini terbentuk akibat mekanisme kontraksi otot. Pada saat relaksasi panjang otot tidak bisa kembali ke ukuran semula, ukuran panjang otot selama masa relaksasi semakin memendek, dan setiap terjadi relaksasi ukuran panjang otot semakin memendek dan demikian seterusnya setiap kali terjadi relaksasi sehingga zona atas semakin menebal dan mencapai batas tertentu pada saat zona bawah semakin tipis dan luas. Sedangkan zona bawah terdiri dari istmus dan serviks uteri. Pada saat persalinan istmus uteri disebut sebagai segmen bawah rahim. Zona ini sifatnya pasif tidak berkontraksi seperti zona atas. Zona bawah menjadi tipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan berpengaruh dari kontraksi pada zona atas sehingga janin dapat melewatinya. Jika zona bawah ikut berkontraksi seperti zona atas maka tidak dapat terjadi dilatasi/pembukaan servik, hal ini dapat mempersulit proses persalinan. b. Uterus Uterus terbentuk dari pertemuan duktus Muller kanan dan kiri digaris tengah sehingga otot rahim terbentuk dari dua spiral yang saling beranyaman dan membentuk sudut disebelah kanan dan kiri sehingga pembuluh darah dapet tertutup dengan kuat saat terjadi kontraksi (Myles, 2009). Terjadi perbedaan pada bagian uterus : 1) Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi akan teraba keras saat kontraksi. 2) Segmen bawah : terdiri atas uterus dan cerviks, merupakan daerah yang teregang, bersifat pasif. Hal ini mengakibatkan pemendekan segmen bawah uterus. 3) Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk lingkaran cincin retraksi fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus inkoordinasi akan membentuk cincin retraksi patologis yang dinamakan cincin bandl. Perubahan bentuk : Bentuk uterus menjadi oval yang disebabkan adanya pergerakan tubuh janin yang semula membungkuk menjadi tegap, sehingga uterus bertambah panjang 5-10 cm. c. Pergeseran organ dasar panggul Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul. Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan fasia yang membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya dapat dianggap sebagai dasar panggul. Kelompok otot ini menutup ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung. Di sisi lain, m. levator ani terdiri atas bagian pubokoksigeus dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh m. piriformis dan m. koksigeus pada sisi lain. Ketebalan m. levator ani bervariasi dari 3 sampai 5 mm meskipun tepitepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama kehamilan, m. levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot perineum yang lebih superfisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekadar sebagai penyokong (Sarwono, 2008). Pada kala satu persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina. Namun, setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan serabut-serabut m. levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum, yang berubah bentuk dari massa jaringan terbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur membran tipis yang hampir transparan dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus nenjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3 cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaringan ini robek. d. Ekspulsi janin Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah kedua bahu lahir disusui lahirlah trochanter depan dan belakang sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu belakang, badan seluruhnya 6. Asuhan sayang ibu dan posisi meneran a. Pengertian Asuhan Sayang Ibu Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu ( Depkes RI 2007 ). Asuhan sayang ibu juga dengan memberikan asuhan yang aman, berdasarkan temuan dan turut meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu. Asuhan sayang ibu membantu ibu merasa nyaman dan aman selama proses persalinan, yang menghargai kebiasaan budaya, praktek keagamaan dan kepercayaan ( apabila kebiasaan tersebut aman ), dan melibatkan ibu dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara emosional sifatnya mendukung. Asuhan sayang ibu melindungi hak – hak ibu untuk mendapatkan privasi dan menggunakan sentuhan hanyaa seperlunya. Wanita yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu persalinan yang lebih pendek, intervensi medis yang lebih sedikit, seperti misalnya operasi Caesar dan hasil persalinan yang baik. Anjurkan keluarga untuk mendampingi ibu selama persalinan da kelahiran. Penting untuk mengikutsertakan suami, ibunya atau siapapun yang di minta ibu untuk mendampinginya, saat ia membutuhkan perhatian dan dukungan b. Konsep Asuhan Sayang Ibu Konsep asuhan sayang ibu menurut Pusdiknakes, 2003 adalah sebagai berikut: 1) Asuhan yang aman berdasarkan evidence based dan ikut meningkatkan kelangsungan hidup ibu. Pemberian asuhan harus saling menghargai budaya, kepercayaan, menjaga privasi, memenuhi kebutuhan dan keinginan ibu. 2) Asuhan sayang ibu memberikan rasa nyaman dan aman selama proses persalinan, menghargai kebiasaan budaya, praktik keagamaan dan kepercayaan dengan melibatkan ibu dan keluarga dalam pengambilan keputusan. 3) Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah dan tidak perlu intervensi tanpa adanya komplikasi. 4) Asuhan sayang ibu berpusat pada ibu, bukan pada petugas kesehatan. 5) Asuhan sayang ibu menjamin ibu dan keluarganya dengan memberitahu tentang apa yang terjadi dan apa yang bisa diharapkan. c. Langkah asuhan sayang ibu 1) Menawarkan adanya pendampingan saat melahirkan untuk mendapatkan dukungan emosional dan fisik secara berkesinambungan. 2) Memberi informasi mengenai praktek kebidanan, termasuk intervensi dan hasil asuhan. 3) Memberi asuhan yang peka dan responsif dengan kepercayaan, nilai dan adat istiadat. 4) Memberikan kebebasan bagi ibu yang akan bersalin untuk memilih posisi persalinan yang nyaman bagi ibu. 5) Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang berkesinambungan. 6) Tidak rutin menggunakan praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh penelitian ilmiah tentang manfaatnya, seperti: pencukuran, enema, pemberian cairan intervena, menunda kebutuhan gizi, merobek selaput ketuban, pemantauan janin secara elektronik. 7) Mengajarkan pada pemberi asuhan dalam metode meringankan rasa nyeri dengan/ tanpa obat-obatan. 8) Mendorong semua ibu untuk memberi ASI dan mengasuh bayinya secara mandiri. 9) Menganjurkan tidak menyunat bayi baru lahir jika bukan karena kewajiban agama. 10) Berupaya untuk mempromosikan pemberian ASI dengan baik. d. Prinsip umum sayang ibu 1) Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis. 2) Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa ada indikasi. 3) Memberikan rasa aman, berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada keselamatan jiwa ibu. 4) Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu. 5) Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu. 6) Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional. 7) Memastikan ibu mendapat informasi, penjelasan dan konseling yang cukup. 8) Mendukung ibu dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan. 9) Menghormati praktek-praktek adat dan keyakinan agama. 10) Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/ keluarganya selama kehamilan, persalinan dan nifas. e. Asuhan Sayang Ibu dalam Proses Persalinan 1) Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat dengan bidan. 2) Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan dalam pemberian asuhan. 3) Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran proses persalinan yang akan dihadapi ibu dan keluarga. 4) Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga sehubungan dengan proses persalinan. f. Mengatur posisi meneran 1) Menganjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan suami dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau merangkak. Posisi tegak seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan sering kali memperpendek waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan. 2) Beritahukan pada ibu untuk tidak berbaring terlentang lebih dari 10 menit, karena jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena cava inferior. Hal ini akan mengakibatkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan hipoksia atau kekurangan pasokan oksigen pada janin. Selain itu, posisi terlentang berhubungan dengan gangguan terhadap proses kemajuan persalinan. 3) Saat pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya, dan beristirahat diantara kontraksi. Jika diinginkan, ibu dapat mengubah posisinya. Posisi berdiri atau jongkok, dapat mempersingkat kala dua persalinan. Biarkan ibu untuk mengeluarkan suara selama persalinan dan proses kelahiran berlangsung. 4) Sebagian besar penolong akan memimpin persalinan dengan menginstruksikan untuk menarik nafas panjang dan meneran, segera setelah pembukaan lengkap. Biasanya, ibu dibimbing untuk meneran tanpa berhenti selama 10 detik atau lebih, tiga sampai empat kali per kontraksi. Meneran dengan cara ini dikenal sebagai meneran dengan tenggorokan terkatup atau manuver Valsava. g. Posisi meneran 1) Posisi duduk atau setengah duduk Posisi ini nyaman bagi ibu dan ia bisa beristirahat dengan mudah diantara kontraksi jika merasa lelah. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah memudahkan melahirkan kepala bayi. 2) Merangkak atau berbaring miring Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini lebih nyaman dan efektif bagi ibu untuk meneran. Kedua posisi tersebut mungkin baik jika ada masalah bagi bayi yang akan berputar ke posisi oksiput anterior. Merangkak merupakan posisi yang baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat persalinan.Berbaring miring ke kiri seringkali merupakan posisi yang baik bagi ibu karena jika ibu kelelahan ibu bisa beristirahat dengan mudah diantara kontraksi.Posisi ini juga bisa membantu mencegah laserasi perineum. 3) Jongkok atau berdiri Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini dapat mempercepat kemajuan proses persalianan kala II dan mengurangi rasa nyeri. C. Mekanisme persalinan normal 1. Pemantauan ibu a. Kontraksi Pada kala II kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu setiap 2 menit sekali dengan durasi > 40 detik, dan intensitas semakin lama semakin kuat. Karena biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflex menimbulkan rasa ingin meneran, pasien merasakan adanya tekanan pada rectum dan merasa seperti ingin BAB. Pemantauan kontraksi yang di lakukan antara lain : 1) Palpasi kontraksi uterus ( control tiap 10 menit ) 2) Frekuensi setiap 30 menit selama fase aktif. 3) Lamanya kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi. 4) Kekuatan kontraksi dalam detik. Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seluruh ototnya berkontraksi. Proses ini akan efektif jika his bersifat fundal dominan, yaitu kontraksi didominasi oleh otot fundus yang menarik otot bawah rahim ke ata sehingga akan menyebabkan pembukaan servik dan dorongan janin ke bawah secara alami. Pemantauan kontraksi harus di lakukan karena untuk memantau berapa banyak dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menitnya. Ketidak normalan kontraksi salah satunya dapat mengacu pada inersia uteri. b. Tanda-Tanda Kala Dua Persalinan Pada kala II ini bidan harus dapat mengidentifikasi keadaan mengenai tanda-tanda yang khas dari kala II sebagai patokan untuk melaksanakan asuhan persalinan kalaII yang tepat. Kepastian dari diagnosis persalinan kala II sangat menentukan proses persalinan kala II itu sendiri. Adapun tanda-tanda seorang ibu akan bersalin adalah sebagai berikut : 1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi. 2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekana pada rectum dan / atau vaginanya. 3) Perineum menonjol. 4) Vulva –vagina dan sfingter ani membuka. 5) Meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah c. Keadaan Umum 1) Kesadaran Memantau atau menilai keadaan ibu dapat dilaukukan dengan menginspeksi wajah ibu dan reaksi ibu setelah diberi rangsangan, apakah ibu masih dapat menerima rangsangan tersebut atau tidak. 2) Tekanan darah dan temperatur : setiap 4 jam Mengingat bahwa salah satu tanda pre eklamsi adalah tekanan darah yang tinggi yaitu diastolik pada angka 90-110 mmHg maka selama kala dua persalinan seorang bidan di wajibkan untuk memantau tekanan darah, sehingga jika terlihat tekanan darah ibu mulai naik, bidan dapat melakukan tindakan antisipasi. 3) Nadi : setiap 30 menit Tanda dari infeksi, syok, dehidrasi, banyak kehilangan darah dan juga kecemasan seorang ibu salah satunya dapat dilihat dari frekuensi denyut nadi. Denyut nadi yang semakin cepat diatas 100x/menit dapat mengindikasikan ke hal-hal tersebut, sehingga penting sekali untuk menilai denyut nadi ibu dalam kala dua persalinan. d. Volume urin, protein,dan aseton. e. Respon keseluruhan pada kala II : 1) Keadaan dehidrasi Tanda-tanda dehidrasi secara umum : bibir kering, mata cekung, kekenyalan kulit menurun, demam ringan (38ºC atau 100,4 ºF), nafasnya agak cepat dan dalam (lebih dari 20 tarikan per menit), denyut jantung bayi lebih cepat dari 160 detak per menit. 2) Perubahan sikap/perilaku Seringkali ibu yang akan melahirkan mengalami stres, kecemasan dan kekhawatiran, biasanya akan ditunjukkan dengan perubahan sikap dan perilaku. Maka dari itu diperlukan pula pemantauan sikap ibu, sehingga bidan dapat melakukan tindakan untuk menenangkan ibu, seperti mengajarkan rileksasi atau memberi pengertian-pengertian kapada ibu, yang pada akhirnya jika ibu tenang dan dapat menerima, itu akan mempermudah dalam proses persalinan. 3) Tingkat tenaga ( yang dimiliki ) Persalinan normal merupakan persalinan yang terjadi dengan tenaga ibu sendiri, yaitu tenaga atau kekuatan untuk meneran. f. Pembukaan serviks 2. Pemantauan Janin a. Saat bayi belum lahir 1) Frekuensi denyut jantung janin Frekuensi yang dipantau pada janin sebelum lahir adalah frekuensi denyut jantung janin, karena inilah satu-satunya indicator yang menunjukkan kesejahteraan janin dalam uterus. Denyut jantung janin diperiksa setiap 30 menit sekali dan hasilnya dituliskan di partograf. 2) Bagian terendah janin Bidan sangat perlu untuk melakukan pemantauan terhadap bagian terendah janin, hal ini berkaitan dengan posisi ubun-ubun kecil jika janin dengan presentasi kepala, letak muka, atau ubun-ubun besar yang mengindikasikan kemungkinan aka nada kesulitan dalam proses kelahiran kepala. Pemantauan molase harus dilakukan untuk menilai apakah proses penyesuaian kepala janin dengan jalan lahir berlangsung baik. 3) Penurunan bagian terendah janin Pemantauan ini berkaitan dengan proses kemajuan persalinan mulai dari penurunan sampai dengan lahirnya kepala. Penurunan kepala yang lambat disertai dengan frekuensi denyut jantung janin abnormal yang mengidentifikasikan adanya lilitan tali pusat ( jika kondisi ini belum teridentifikasi melalui pemeriksaan USG pada kunjungan kehamilan ). b. Saat Bayi Lahir 1) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaian sekilas untuk menilai kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit, tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan dan bayi dapat menangis spontan maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal bahwa bayi dalam kondisi baik. 2) Menit pertama kelahiran Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SICTUNA ( ISGTUNA SCORE ), sesuai dengan nama tempat terjadinya consensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanaya menilai dua parameter yang penting namun cukup mewakili indicator kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2 tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA skor, yaitu upaya bayi untuk bias bernafas dan frekuansi jantung ( dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan frekuensi jantung satu 3. Menolong persalinan sesuai APN Melihat tanda dan gejala kala dua 1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua. a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran. b. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya. c. Perineum menonjol. d. Vulva-vagina dan sfingter anal membuka. Siap alat siapkan diri 2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial untuk persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan BBL. a. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set. 3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.. 4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir menggunakan teknik 7 langkah dan mengeringkan tangan dengan handuk pribadi. 5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam. 6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik). Pastikan pembukaan lengkap 7) Melakukan vulva haygiene 8) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memstikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi. 9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas). 10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali / menit ). a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal. b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf. Menyiapkan ibu dan keluarga 11) Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya: a. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan. b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran. 12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman). Bimbinglah ibu tuk meneran 13) Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran : a. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran. b. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran. c. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang). d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi. e. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu. f. Menganjurkan asupan cairan per oral. g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai. h. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. 14) Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran. a. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksikontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi. b. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera. Siap-siap untuk menolong 15) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi 16) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu. 17) Membuka partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan. 18) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan. Tolong kepala bahu badan Lahirnya kepala 19) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan- lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir. a. Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih. 20) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih. 21) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi : a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi. b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya. 22) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. proses-persalinan-normal-per-vaginam Lahirnya bahu 23) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior. Lahir badan dan tungkai 24) Setelah kedua bahu dilahirkan, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas 25) Setelah tubuh dari lengan lahir, penelusuran tngan berlanjut kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (memasukan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya), letakan bayi ditas perut ibu Penanganan bayi baru lahir 26) Lakukan penilaian (selintas) a. Apakah bayi cukup bulan? b. Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium? c. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? d. Apakah bayi bergerak dengan aktif? e. Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut langkah resusitasi pada afeksia bayi baru lahir f. Bila semua jawaban adalah “YA” lanjut perawatan bayi baru lahir. 27) Keringkan tubuh bayi, mulai muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain kering. Biarkan bayi diatas perut ibu. 28) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu). 29) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut. 30) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. a. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai. 31) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya. Menagemen aktif kala III 32) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua. 33) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik. 34) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu. Penegangan tali pusat terkendali (PTT) 35) Memindahkan klem pada tali pusat 36) Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain. 37) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. a. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu. Mengeluarkan plasenta 38) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus. a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva. b. Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit : a) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM. b) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu. c) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan. d) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya. e) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi. 39) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut. a. Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal. Pemijatan uterus 40) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras). Menilai perdarahan 41) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus. a. Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai. 42) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif. Melakukan prosedur pasca persalinan 43) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik. mengevaluasi perdarahan vagina 44) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering. 45) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat. 46) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama. 47) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %. 48) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering. 49) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI. 50) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam : a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan. b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan. c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan. d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri. e. Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai. 51) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus. 52) Mengevaluasi kehilangan darah. 53) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan. a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan. b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal. Kebersihan dan keamanan 54) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi. 55) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai. 56) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. 57) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan. 58) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih. 59) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. Dokumentasi 60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang) 4. Maneuver tangan dan langkah – langkah dalam melahirkan a. Melahirkan kepala Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum. b. Melahirkan bahu 1) Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga terjadi putaran paksi luar secara spontan 2) Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu melewati simfisis 3) Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan. c. Melahirkan seluruh tubuh bayi 1) Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut 2) Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum 3) Tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir 4) Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan lengan bagian anterior 5) Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian punggung, bokong dan kaki 6) Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas diantara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jarti tangan lainnya 7) Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rentan dari tubuhnya 8) Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik. 5. Membantu kelahiran bahu Setelah kepala janin keluar selanjutnya kita melahirkan bahu janin bagian depan dengan cara kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan kearah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokledomastoideus, kemudian kepala janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu depan. 6. Kebutuhan ibu dalam kala II Menurut Sarwono (2006) peran bidan adalah memantau dengan seksama dan memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, baik segi/perasaan maupun fisik, seperti : a. Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan : 1) Mendampingi ibu agar merasa nyaman 2) Menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu. b. Menjaga kebersihan diri : 1) Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi 2) Jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan. c. Kenyamanan bagi ibu : 1) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan/ketakutan ibu dengan cara : a) Menjaga privasi ibu b) Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan c) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan ibu d) Mengatur posisi ibu e) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan berkemih sesegera mungkin. f) Memberikan cukup minum agar memberi tenaga dan mencegah dehidrasi. Selain itu menurut Lesser dan Keane dalam buku Midwifery oleh Varney (2002) menyatakan bahwa kebutuhan ibu selama persalinan antara lain : perawatan tubuh, pendampingan oleh keluarga, bebas dari rasa nyeri persalinan, penghormatan akan budaya, dan informasi tentang diri dan janinnya. Asuhan tubuh artinya metode sentuhan oleh pendamping persalinan, misalnya : mengusap muka dengan washlap lembab, memperhatikan kebersihan tubuh, memperhatikan kebersihan pada vulva, agar ibu nyaman dan pemberian nutrisi D. Melakukan amniotomi dan episiotomi 1. Amniotomi Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput ketuban (amnion) dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan didalam rongga amnion. Tindakan ini hanya dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau hamper lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung sebagaimana mestinya. Menurut hasil berbagai penelitian yang dikutip dari jurnal kedokteran, melakukan amniotomi dini secara rutin pada persalinan sama sekali tidak memberikan manfaat terhadap proses persalinan. Dahulu ada anggapan bahwa dengan dipecahkannya ketuban maka proses persalinan akan lebih pendek dan nyeri akan berkurang anggapan ini terbantahkan oleh penelitian yang melibatkan wanita dengan hasil bahwa, ternyata pemecahan selaput ketuban secara rutin sama sekali tidak terbukti mempercepat persalinan dan mengurang rasa nyeri. Cairan amnion berfungsi sebagai pelindung bayi dari tekanan kontraksi uterus. Karena alas an inilah maka amniotomi dini tidak dilakukan pada persalinan kala I. biasanya selaput ketuban akann pecah secara spontan. Diantara waktu kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati. Raba selaput ketuban untuk memastikan apakah kepala sudah masuk panggul dengan baik dan tali pusat atau bagian-bagian kecil tubuh bayi (misalkan tangan) tidak bisa dipalpasi. Jika ternyata baguian-bagian kecil dari tubu bayi dapat dipalpasi, maka janagn sekali-kali mencoba memecahkan selaput ketuban karena akan meyebabkan penyulit persalinan. Saat memecahkan selaput ketuban, satu tangan berada diatas fundus untuk memfiksasi kepala agar tetap berada didalam PAP denagn baik dan terkunci sementara satu tangan berada dalam vagina bertugas untuk memecahakn selaput ketuban. Setelah selaput ketuban dipecahkan, pertahankan satu tanganuntuk berada didalam vagina untuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat atau bagian kecil janin tidak teraba. a. Keuntungan tindakan amniotomi 1) Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium 2) Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas 3) Mempermudah perekaman pada saatmemantau janin 4) Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses pembukaan serviks b. Kerugian tindakan amniotomi 1) Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang mengakibatkan kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan deferensial meningkat 2) Dapat menambah kompresi tali pusat akibat cairan amniotic berkurang. c. Indikasi amniotomi 1) Pembukaan lengkap. 2) Pada kasus solusio plasenta 2. Episiotomi Episiotomy adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah rupture perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan untuk melakukan epieiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata agar mudah dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup. Sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan, karena ada indikasi tertentu untuk tetap dilakukannya tindakan episiotomy. Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomy karena hal itulah yang dianjurkan, bukan episiotominya. Alasan untuk tidak dilakukan episiotomi rutin a. Jumlah darah yang hilang meningkat dan resiko terjadinya hematom b. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak terjadi pada episiotomi rutin daripada tanpa episiotomi c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan didaerah perineum d. Meningkatnya resiko infeksi Indikasi episiotomi untuk mempercepat proses kelahiran bayi dilakukan jika terdapat hal berikut : a. Gawat janin dan janin akan segera dilahirkan dengan tindakan b. Penyulit kelahiran pervagina misanya karena bayi sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum atau forsep c. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan. Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur dan robekan pada muskulus sfingter ani (rupture perinea totalis) yang tidak bisa dijahit dan dirawat dengan baik, karena jika terjadi akan mengakibatkan beser berak. Tujuan tindakan episiotomi a. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak b. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit c. Menghindari robekan perineum spontan d. Memperlebar jalan lahir pada tindakan pervagina Pertimbanagn melakukan episiotomi Waktu yang tepat melakukan episiotomi a. Pada waktu puncak his dan pada saat meneran b. Lingkar kepala pada perineum sekitar 5 cm c. Indikasi melakukan episiotomi d. Hamper mayoritas pada primigravida dapat dihindarkan dengan mempertimbangkan elastisitas perineum e. Pada multigravida dengan perineum yang kaku f. Pada persalinan premature atau letak sungsang Jenis-jenis Episiotomi a. Episiotomi medialis. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. b. Episiotomi mediolateralis Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. c. Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Episiotomi ini sudah jarang dilakukan, karena banyak menimbulkan komplikasi. E. Fisiologi kala III 1. Mekanisme pelepasan plasenta Plasenta adalah masaa yang bulat dan datar. Permukaan maternal plasenta berwarna antara kebiruan dan kemerahan, serta tersusun dari lobus-lobus. Pada plasenta bagian maternal inilah terjadi pertukaran darah janin dan maternal. Pertukaran ini berlangsung tanpa terjadi percampuran antara darah maternal dan darah janin. Permukaan plasenta pada fetal memiliki karakteristik halus, berwarna putih, mengkilap, dan pada permukaannya dapat dilihat cabang vena dan arteri umbilikalis. Duaselaput ketuban yang melapisi permukaan fetal adalah korion dan amnion, yang memanjang sampai ujung bagian luar kantong yang berisi janin dan cairan amnion. Tali pusat membentang dari umbilicus janin sampai ke permukaan fetal plasenta umumnya memiliki panjang sekitar 56 cm. tali pusat ini mengandung tga pembuluh darah : dua arteri yang berisi darah kotor janin menuju plasenta dan satu vena yang mengandung oksigen menuju janin. Pemisahan plasenta di timbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan selanjutnya membantu pemisahan. Kontraksi uterus yang selanjutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta. Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta yang sebagai berikut a. Metode schulze Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus. Permukaaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada serat otot oblik dibagian atas segmen uterus. b. Metode matthews ducan Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong. Pada metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik dibagian bawah segmen). Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut. a. Kustner Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simpisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta sudah lepas, tetapi bila diam atau maju berarti plasenta sudah lepas. b. Klein Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum lepas, tetapi bila diam turun berarti plasenta sudah lepas. c. Strassman Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar plasenta sudah lepas. Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi lahir, namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarah postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaliknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan. 2. Pengawasan pendarahan Setelah plasenta berhasil dilahirkan, bidan harus terus memantau tandatanda penurunan kesadaran atau perubahan pernafasan . karena adanya perubahan kardiovaskuler yang cepat (yaitu peningkatan tekanan intracranial sewaktu mengedan dan pertambahan cepat curah jantung). Periode ini merupakan periode dimana dapat terjadi risiko rupture aneurisme serebri yang memang telah ada dan emboli cairan amnion pada paru-paru. Dengan lepasnya plasenta, ada kemungkinan cairan amnion memasuki sirkusi ibu jika otot uterus tidak berkontraksi dengan cepat dan baik. 3. Menajaemen aktif kala III Manajemen aktif kala III (tiga) sangat penting dilakukan pada setiap asuhan persalinan normal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat ini, manajemen aktif kala III (tiga) telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter dan bidan). Tujuan manajemen aktif kala III (tiga) adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III (tiga) persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Penatalaksanaan manajemen aktif kala III (tiga) dapat mencegah terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta. Keuntungan manajemen aktif kala III (tiga) adalah: a. Persalinan kala tiga lebih singkat. b. Mengurangi jumlah kehilangan darah. c. Mengurangi kejadian retensio plasenta. 4. Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat a. Pemeriksaan plasenta Pemeriksaan plasenta setelah persalinan merupakan keterampilan yang sangat penting yang dilakukan oleh bidan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya perdarahan pascapartum dan infeksi. Plasenta adalah struktur berbentuk diskus yang memiliki dua permukaan yaitu permukaan maternal dan permukaan janin. Terkadang plasenta berkembang dengan struktur dan tampilan abnormal seperti plasenta sirkumvalat. Plasenta melebar di bawah permukaan endometrium dan kantong embrionik membesar di atasnya. Endometrium di antara keduanya terdesak dan hancur kemudian menyebabkan terbentuknya membrane aseluler dan dapat mempengaruhi penempelan plasenta di desidua sehingga meningkatkan risiko terjadinya abrupsio plasenta. Plasenta memiliki cincin tebal putih_abu-abu menonjol yang mengelilingi bagian tengah permukaan janin, cincin tersebut terjadi akibat terlipatnya selaput janin ke arah belakang (Blackburn & Loper ,1992). Pada kehamilan cukup bulan, berat plasenta sekitar 500-600 gr (kira-kira 1/6 berat badan bayi) , diameternya 15-20 cm dengan tebal 2-3 cm dan jumlah kontiledon 16-20 buah. pengekleman tali pusat yang terlalu dini dapat menyebabkan plasenta menjadi lebih ringan. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah darah yang dialirkan dari plasenta ke bayi pada saat kelahiran. Plasenta yang besar dapat berhubungan dengan ibu yang diabetes dan kehamilan kembar, plasenta yang kecil berhubungan dengan terjadinya defisiensi pertumbuhan intrauterine kronis. Pemeriksaan dilakukan dengan cara memastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan cara memeriksa jumlah kotiledonnya. Periksa dengan seksama pada bagian pinggir plasenta apakah kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain (plasenta suksenturiata ). Perhatikan apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta. b. Selaput ketuban Amnion dan korion terdiri dari selaput janin yang tampak menyatu. Amnion terasa halus, tembus cahaya dan liat sedangkan karion lebih tebal, keruh dan rapuh. Korion mulai terdapat di tepi plasenta dan melebar ke sekitar desidua. Setelah kelahiran, selaput ketuban akan berlubang karena dilewati bayi. Bila selaput ketuban tampak tidak rata kemungkinan ada bagian yang tertinggal di uterus. Hal ini dapat mempengaruhi kontraktillitas uterus dan mencetuskan perdarahan pascapartum. Hal ini juga menjadi media tumbuhnya mikroorganisme, yang menjadi pencetus infeksi. Bekuan pascapartum yang keluar harus diperiksa untuk adanya selaput ketuban. Setelah plasenta lahir periksa kelengkapan selaput ketuban untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta di atas bagian yang datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda robekan dari tepi selaput ketuban. Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek maka segera lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan infeksi. c. Tali pusat Periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali pusat diantaranya : 1) Panjang tali pusat 2) Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin) 3) Insersio tali pusat 4) Jumlah vena dan arteri pada tali pusat 5) Adakah lilitan tali pusat Kebiasaan memotong tali pusat mulai diperkenalkan pada abad ke – 17 bersamaan dengan dilakukannya praktik persalinan ditempat tidur. Akibatnya, tempat tidur menjadi basah oleh darah dan kemudian pengkleman tali pusat mulai banyak dilakukan untuk mengurangi hal tersebut. 5. Pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perinium, tanda vital, hygience Memeriksa apakah ada robekan pada introitus vagina dan perineum yang menimbulkan perdarahan aktif. Bila da robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan laserasi. Periksa kembali kontraksi uterus dan tanda adanya perdarahan pervaginam , pastikan kontraksi uterus baik. Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan pervaginam dan tanda vital ibu: 2-3 kali dalam 10 menit pertama, setiap lima belas menit pada satu jam pertama, setiap 20-30 menit pada jam kedua, pastikan kontraksi uterus, bila kontraksi uterus tidak baik, lakukan masase uterus dan berikan metal ergometrin 0,2 mg intramuscular. Mengajarkan ibu / keluarga untuk memeriksa/merasakan uterus yang memiliki kontraksi baik dan mengajarkan melakukan cara massase uterus apabila kontraksi uterus tidak baik. Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi kenungkinan memeriksa tekanan darah dan nadi ibu, kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan. Perdarahan pada atonia uteri : ujung pembuluh darah di tempat implantasi akan terbuka sesaat setelah plasenta dilepaskan, sekitar 300-500 ml darah per menit akan keluar melalui ujung pembuluh darah tsb, penghentian perdarahan dari bekas tempat implantasi plasenta hanya dapat terjadi jika anyaman miometrium menjepit pembuluh darah yang berjalan diantara anyaman tersebut, atonia atau hipotonia membuat mekanisme penjepitan tersebut gagal berfungsi. Atonia uteri berkaitan dengan : kapasitas uterus jauh lebih besar dan normal (polihidramnion, hamil kembar, makrosomia,). Kala I atau II yang memanjang, partus presipitatus, induksi atau akselerasi persalinan, infeksi intrapartum, grade multipara, penggunaan tokolitik (misalnya : mgso4 atau narkose (misalnya : ether). 6. Kebutuhan ibu kala III a. Ketertarikan ibu pada bayi. Ibu mengamati bayinya, menanyakan apa jenis kelaminnya, jumlah jari-jari dan mulai menyentuh bayi. b. Perhatian pada dirinya. Menjelaskan kondisi ibu, perlu penjahitan atau tidak, bimbingan tentang kelanjutan tindakan dan perawatan ibu c. Tertark plasenta. Menjelaskan kondisi plasenta, lahir lengkap atau tidak. 7. Pendokumentasian kala III Hal- hal yang perlu di catat selama kala III sebagai berikut : a. Lama kala III b. Pemberian oksitosin berapa kali. c. Bagaimana pelaksanaan penegangan tali pusat terkendali. d. Perdarahan e. Kontraksi uterus f. Adakah laserasi jalan lahir g. Vital sign ibu. h. Keadaan bayi baru lahir. F. Mendeteksi adanya komplikasi persalinan kala III dengan cara mengatasinya 1. Pendarahan pada kala III Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya pembuluh-pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta karena sinus-sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing. Apabila setelah lahirnya bayi darah yang keluar melebihi 500cc maka dapat dikategorikan mengalami perdarahan pasca persalinan. Pada pasien yang mengalami perdarahan pada kala III atau mengalami pengeluaran darah sebanyak >500cc, tanda-tanda yang dapat dijumpai secara langsung diantaranya perubahan pada tanda-tanda vital seperti pasien mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/mnt, kadar Hb <8 g%. Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia ( solution plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban ). Apabila sebagian plasenta lepas dan sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. Sebab terpenting pada perdarahan post partum adalah atonia uteri. 2. Antonia utri Atonia uteri adalah keadaan lemahnya otot tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Gejala 3. a. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat. b. Tekanan darah menurun. c. Syok karena perdarahan. d. Perdarahan dari vagina 500cc/lebih. Retensio plasenta Disebut sebagai retensio plasenta apabila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Jenis-jenis retensio plasenta : a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium. c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium. d. Plasenta prekreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serasa dinding uterus. e. Plasenta inkarsereta adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. 4. Perlukaan jalan lahir Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episoitomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi. Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet,laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris, uretra, dan bahkan yang terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Pendarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakaukan dengan cara pemeriksaan inspeksi pada vulva, vagina dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari sumber pendarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat di duga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal. Semua sumber perdarahan harus di klem, di ikat, dan luka di tutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti. Derajat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut: a. Derajat I: mukosa vigina, fauchette posterior, kulit perineum b. Derajat II: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum. c. Derajat III: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani eksterna. d. Derajat IV: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rektum anterior. 5. Tindakan – tindakan kala III kompresi bimanual internal dan eksternal, kompresi aorta, manual plasenta a. Kompresi bimanual internal dan eksternal Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium (yang sementara waktu tidak berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya. 1) Kompresi Bimanual Internal (KBI) Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen ( diluar ) dan tinju tangan dalam ( didalam vagina, tepatnya menekan forniks anterior berlawanan dengan tangan eksterna ) untuk menjepit pembuluh darah di dalam myometrium ( sebagai penggant mekanisme kontrasi ). Perhatikan pendarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini, bila pendarahan kurang atau berhenti, tunggu hingga uterus dapat berkontrasi kembali. Apabila pendarahan tetap terjadi, coba cara kompresi aorta abdominalis. Kompresi bimanual interna melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas member hasil, perlu diganti dengan perasat yang lain. Perasat Dickinson mudah diselenggarakan pada seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek. Tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit di atas simfisis melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri memegang korpus uteri dan sambil melakukan massage menekannya ke bawah ke arah tangan kanan dan ke belakang ke arah promotorium. Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir 2) Kompresi Bimanual Eksternal (KBE) Ada beberapa cara dalam melakukan kompresi bimanual eksterna yaitu: a) Cara I 1. Tangan kiri menggenggam rahimdari luar dan dasar rahim, 2. Tangan kanan menggenggam rahim bagian bawah, 3. Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari rongga panggul, sedangkan tangan kanan memeras bagian bawah rahim. b) Cara II 1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan depan dinding korpus uteri, serta di atas simfisis pubis. 2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup atau memegang bagian belakang uterus seluas mungkin. 3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi (lihat penatalaksanaan atonia uteri). b. Kompresi aorta Peralatan yang diperlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak ada, kecuali sedapat mungkin menggunakan teknik yang benar , sehingga aorta benar – benar tertutup untuk sementara waktu sehingga pendarahan karena atonia uteri dapat dikurangi. 1) Raba pulsasi uteri femoralis pada paha 2) Kepalkan tangan kiri dan lakukan penekanan bagian punggung jari telunjuk hingga kelingking pada umbilicus kea rah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus 3) Dengan tangan kanan yang lain, raba pulasi arteri femoralis untuk mengetahui cukup tidaknya kompresi : 4) Jika pulais maish teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup. 5) Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri femoralis akan berkurang atau terhenti. 6) Jika perdarahan per vaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan uterus (dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontaksi dengan baik. 7) Jika perdarahan masih berlanjut, lakukan ligasi uterine dan uteroovarika, jika perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal (tindakan ini dilakukan dirumah sakit). c. Manual plasenta Plasenta manual adalah tindakan untuk melepaskan plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkan keluar dari vakum uteri. Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandmultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta. Retensi plasenta akan mengganggu kontraksi otot Rahim dan menimbulkan pendarahan. Retensio plasenta tanpa pendarahan dapat diperkirakan bahwa darah penderita terlalu banyak hilang, keseimbangan baru berbentuk pembekuan darah, sehingga pendarahan tidak terjadi, kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam. Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat pendarahan postpartum berulang, terjadi pendarahan postpartum melebihi 400cc, pada pertolongan persalinan dengan nakrosa, plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam. Bisan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta manual dalam keadaan darurat dengan indikasi pendarahan lebih dari 400cc dan terjadi retensio plasenta ( setelah menunggu 30 menit ). Seandainya masih terdapat kesempatan, penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapatkan pertolongan yang adekuat. Dalam melakua rujukan penderita, lakukan persiapan dengan memasang infus dan memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat. Sebelum memulai prosedur ini, pasien sudah dalam keadaan terpasang infus dan kandung kemih dalam keadaan kosong. Tangan kiri berada diatas fundus dan tahan uterus supaya tidak naik. Tangan kanan masih ke dalam kavum uterus. Dengan mengikuti arah tali pusat, akhirnya tangan akan sampai pada plasenta untuk kemudian mencari pinggir plasenta. Selanjutnya masukkan jari – jari tangan di daerah antara dinding uterus dan plasenta. Sedikit demi sedikit lepaskan plasenta dari dinding uterus sampai semua bagian plasenta terlepas. Kemudian lahirkan plasenta seluruhnya. G. Fisiologi kala IV 1. Evaluasi uterus : konsistensi, atonia Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat dan terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan. a. Konsistensi Tindakan pertama yang dilakukan bidan setelah plasenta lahir adalah melakukan evaluasi konsistensi uterus sambil melakukan masase mempertahankan kontraksinya pada saat yang sama, derajat penurunan serviks dan uterus ke dalam vagina dapat dikaji kebanyakan pada uterus sehat dapat melakukan kontraksi sendiri. b. Antonia Apabila bidan menetapkan bahwa uterus yang berelaksasi merupakan indikasi akan adanya atonia, maka segera lakukan pengkajian dan penatalaksanaan yang tepat. Kegagalan mengatasi atonia dapat menyebabkan kematian ibu. Untuk membantu uterus berkontraksi, bisa dilakukan dengan masase agar uterus tidak lembek dan mampu berkontraksi secara kuat. Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus, akan mengganggu uterus sehingga menyebabkan perdarahan. Bila dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan kompresi Bimanual. Dapat diberikan obat oksitosin dan harus diawasi sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya perdarahan postpartum. 2. Pemeriksaan serviks, vagina, dan perinium Hal ini berguna untuk mengetahui terjadinya laserasi ( adanya robekan) yang dapat diketahui dari adanya pendarahan pasca persalinan, plasenta yang lahir lengkap serta adanya kontraksi uterus. Segera setelah kelahiran bayi servik dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau diperlukan. Servik, Vagina dan Perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelum pelepasan plasenta karena tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan panangan ketika itu. Pelepasan plasenta biasanya terjadi dalam waktu 5 sampai 10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kemungkinan masuknya sel janin kedalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran plasenta perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi pendarahan ini dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. 20 unit oksitosin rutin ditambahkan pada infus intravena setelah bayi dilahirkan. Plasenta harus diperiksa untuk mengetahui kelengkapannya. Kalau pasien menghadapi perdarahan masa nifas ( misalnya karena anemia, pemanjangan masa augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar atau hidramion ) dapat diperlukan pembuangan pasenta secara manual, eksplorasi uterus secara manual atau kedua-duanya. a. Serviks Indikasi pemeriksaan serviks 1) Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian atas tiap laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit setelah kontraksi uterus dipastikan. 2) Persalinan cepat atau presipitatus. 3) Manipulasi servik selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi anterior. 4) Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal. 5) Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi vakum atau forsep. 6) Kelahiran traumatik, misalnya distosia bahu. Adanya salah satu faktor diatas mengindikasikan kebutuhan untuk pemeriksaan serviks secara spesifik untuk menentukan langkah perbaikan. Inspeksi servik tanpa adanya perdarahan persisten pada persalinan spontan normal tidak perlu secara rutin dilakukan. b. Vagina Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina dilakukan setelah pemeriksaan robekan pada serviks. Penentuan derajat laserasi dilakukan pada saat ini untuk menentukan langkah penjahitan. c. Perineum Setelah pengkajian derajat robekan: perineum kembali dikaji dengan melihat adanya edema, memar, dan pembentukan hematom yang dilakukan bersamaan saat pengkajian lokia. Pengkajian ini termasuk juga untuk mengetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak. Jika terjadi lakukan tindakan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang ditimbulkan dengan memberikan kantong es yang ditempelkan diarea hemoroid. Selain itu dapat diberikan zat yang bersifat menciutkan, misalnya witch hazel, krim anastesi, analgesik yang digunakan secara lokal. H. Memberikan asuhan pada bayi segera setelah lahir pada masa : 1. Adaptasi fisiologis BBL terhadap kehidupan diluar uterus Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar kandungan merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna dan efektif oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap kehidupan diluar kandungan meliputi : a. Awal pernafasan Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana hangat dilingkungan rahim ke dunia luar tempat dilakukannya peran eksistensi mandiri. Bayi harus dapat melakukan transisi hebat ini dengan tangkas. Untuk mencapai hal ini serangkaian fungsi adaptif dikembangkan untuk mengakomodasi perubahan drastis dari lingkungan di dalam kandungan ke lingkungan diluar kandungan (Myles, 2009). b. Adaptasi paru Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah maternal melalui paru maternal dan placenta. Setelah pelepasan placenta yang tiba-tiba setelah pelahiran, adaptasi yang sangat cepat terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup. Sebelum lahir janin melakukan pernapasan dan menyebabkan paru matang, menghasilkan surfaktan, dan mempunyai alveolus yang memadai untuk pertukaran gas. Sebelum lahir paru janin penuh dengan cairan yang diekskresikan oleh paru itu sendiri. Selama kelahiran, cairan ini meninggalkan paru baik karena dipompa menuju jalan napas dan keluar dari mulut dan hidung, atau karena bergerak melintasi dinding alveolar menuju pembuluh limve paru dan menuju duktus toraksis (Myles, 2009). c. Adaptasi kardiovaskular Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada placenta untuk semua pertukaran gas dan ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan placenta pada saat lahir, sistem sirkulasi bayi harus melakukan penyesuaian mayor guna mengalihkan darah yang tidak mengandung oksigen menuju paru untuk direoksigenasi. Hal ini melibatkan beberapa mekanisme, yang dipengaruhi oleh penjepitan tali pusat dan juga oleh penurunan resistensi bantalan vaskular paru. Selama kehidupan janin hanya sekitar 10% curah jantung dialirkan menuju paru melalui arteri pulmonalis. Dengan ekspansi paru dan penurunan resistensi vaskular paru, hampir semua curah jantung dikirim menuju paru. Darah yang berisi oksigen menuju kejantung dari paru meningkatkan tekanan di dalam atrium kiri. Pada saat yang hampir bersamaan, tekanan di atrium kanan berkurang karena darah berhenti mengalir melewati tali pusat. Akibatnya, terjadi penutupan fungsional foramen ovale. Selama beberapa hari pertama kehidupan, penutupan ini bersifat reversibel , pembukaan dapat kembali terjadi bila resistensi vaskular paru tinggi, misalnya saat menangis, yang menyebabkan serangan sianotik sementara pada bayi. Septum biasanya menyatu pada tahun pertama kehidupan dengan membentuk septum intra atrial, meskipun pada sebagian individu penutupan anatomi yang sempurna tidak pernah terjadi. d. Adaptasi suhu Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran, dengan suhu kamar bersalin 21°C yang sangat berbeda dengan suhu dalam kandungan, yaitu 37,7°C. Ini menyebabkan pendinginan cepat pada bayi saat cairan amnion menguap dari kulit. Setiap mili liter penguapan tersebut memindahkan 560 kalori panas. Perbandingan antara area permukaan dan masa tubuh bayi yang luas menyebabkan kehilangan panas, khususnya dari kepala, yang menyusun 25% masa tubuh. Lapisan lemak subkutan tipis dan memberikan insulasi tubuh yang buruk, yang berakibat cepatnya perpindahan panas inti ke kullit, kemudian lingkungan, dan juga mempengaruhi pendinginan darah. Selain kehilangan panas melalui penguapan, kehilangan panas melalui konduksi saat bayi terpajan dengan permukaan dingin, dan melalui konveksi yang disebabkan oleh aliran udara dingin pada permukaan tubuh. 2. Bounding attachmen Bounding attachment terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak yang berada dalam ikatan kasih. Menurut Brazelton, Bounding merupakan suatu ketertarikan mutual pertama antara individu, misalnya antara orang tua dan anak,saat pertama mereka bertemu. Attachment adalah suatu perasaan menyayangi atau loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain. Sedangkan menurut Nelson dan May, Attachment merupakan ikatan antara individu meliputi pencurahan perhatian serta adanya hubungan emosi dan fisik yang akrab. Menurut Klaus,Kenell, Bounding Attachment bersifat unik,spesifik,dan bertahan lama. Mereka menambahkan bahwa ikatan orang tua terhadap anaknya dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu dan tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat. Menurut Saxton adn Pelikan: Bounding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir; attachment: adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu. Tahapan dalam bounding attachment yaitu : a. Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya. b. Bounding (keterikatan) c. Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain. Menurut Klaus, Kenell, bagian penting dari ikatan ialah perkenalan. Elemen-elemen Bounding Attachment a. Sentuhan – Sentuhan atau indra peraba, Sentuhan-sentuhan dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. Penelitian telah menemukan suatu pola sentuhan yang hampir sama yakni pengasuh memulai eksplorasi jari tangan ke bagian kepala dan tungkai kaki. Tidak lama kemudian pengasuh memakai telapak tangannya untuk mengelus badan bayi dan akhirnya memeluk dengan tangannya Gerakan ini dipakai untuk menenangkan bayi. b. Kontak Mata Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya. c. Suara Saling mendengar dan merespon suara anata orang tua dan bayinya juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Sedangkan bayi akan menjadi tenang dan berpaling ke arah orang tua mereka saat orang tua mereka berbicara dengan suara bernada tinggi d. Aroma Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dan bayi ialah respon terhadap aroma atau bau masing-masing. Ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik. Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya. e. Entrainment Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mulai berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif. f. Bioritme Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar. g. Kontak Dini Saat ini , tidak ada bukti-bukti alamiah yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan orang tua–anak. Namun menurut Klaus, Kennel, ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini : 1) Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat. 2) Reflek menghisap dilakukan dini. 3) Pembentukkan kekebalan aktif dimulai. 4) Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak (body warmth (kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang; stimulasi hormonal). Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berhasil atau Tidaknya Proses Bounding Attachment yaitu: 1) Kesehatan emosional orang tua Orang tua yang mengharapkan kehadiran si anak dalam kehidupannya tentu akan memberikan respon emosi yang berbeda dengan orang tua yang tidak menginginkan kelahiran bayi tersebut. Respon emosi yang positif dapat membantu tercapainya proses bounding attachment ini. 2) Tingkat kemampuan, komunikasi dan ketrampilan untuk merawat anak Dalam berkomunikasi dan keterampilan dalam merawat anak, orang tua satu dengan yang lain tentu tidak sama tergantung pada kemampuan yang dimiliki masing-masing. Semakin cakap orang tua dalam merawat bayinya maka akan semakin mudah pula bounding attachment terwujud. 3) Dukungan sosial seperti keluarga, teman dan pasangan Dukungan dari keluarga, teman, terutama pasangan merupakan faktor yang juga penting untuk diperhatikan karena dengan adanya dukungan dari orang-orang terdekat akan memberikan suatu semangat / dorongan positif yang kuat bagi ibu untuk memberikan kasih sayang yang penuh kepada bayinya. 4) Kedekatan orang tua ke anak Dengan metode rooming ini kedekatan antara orang tua dan anak dapat terjalin secara langsung dan menjadikan cepatnya ikatan batin terwujud diantara keduanya. 5) Kesesuaian antara orang tua dan anak (keadaan anak, jenis kelamin): Anak akan lebih mudah diterima oleh anggota keluarga yang lain ketika keadaan anak sehat/normal dan jenis kelamin sesuai dengan yang diharapkan. Pada awal kehidupan, hubungan ibu dan bayi lebih dekat dibanding dengan anggota keluarga yang lain karena setelah melewati sembilan bulan bersama, dan melewati saat-saat kritis dalam proses kelahiran membuat keduanya memiliki hubungan yang unik. Namun demikian peran kehadiran seorang ayah dan anggota keluarga yang lain juga dibutuhkan dalam perkembangan psikologis anak yang baik nantinya. 3. Perlindungan ternal (termoregulasi) Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan suhu tubuh di dalam batas batas normal. Bayi segera setelah lahir dilakukan Inisiasi Menyusui Dini (kontak kulit ibu ke kulit bayi) dan Intake makanan yang adekuat merupakan suatu hal yang penting untuk mempertahankan suhu tubuh.. Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan cenderung mengalami stress fisik akibat adanya perubahan suhu di luar uterus. Fluktuasi (naik turunya) suhu di dalam uterus minimal, rentang maksimal hanya 0,6ºC karena cairan ketuban dalam uterus suhunya relatif tetap. Suhu di dalam uterus sekitar 36ºC-37ºC sedangkan suhu ruangan sekitar 24ºC-32ºC maka bayi segera setelah lahir akan menyesuaikan diri terhadap lingkungan di luar uterus yang sangat berbeda dengan kondisi dalam uterus. 3 Faktor yang paling berperan dalam kehilangan panas pada tubuh bayi : a. Luas permukaan tubuh bayi. b. Pusat pengaturan suhu tubuh bayi yg belum berfungsi secara sempurna. c. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas. 4. Pemeliharaan pernafasan Semua petugas yang bekerja di kamar bersalin hendaknya terlatih mengenai teknik penilaian dan resusitasi. Kalau faktor resiko meningkatkn kemungkinan kelahiran bayi yang depresi, dokter anak yang terlatih mengenai resusitasi neonatal harus dipanggil. Setelah kelahiran neonatus yang norml, perhatian harus ditujukan pada langkah-langkah perting berikut untuk memastikan adaptasi neonatal yang optimal. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian : a. Membersihkan saluran nafas Proses penurunan melalui jalan lahir menyebabkan kompresi dinding dada, mengakibatkan pembuangan cairan dari mulut dan hidung. Bila kepala keluar dari vagina, dokter harus menggunakan handuk atau kain kassa untuk membuang sekresi dari faring lewat mulut. Penyedot lendir tidak boleh digunakan untuk penyedotan hidung karena perangsangan hidung dapat menginisiasi hembusan nafas dan dapat menyebabkan terjadinya bradikardi dan juga dapat menyebabkan aspirasi mekonium b. Memastikan permulaan pernafasan Pernfasan biasanya dimulai beberapa detik dari kelahiran tetapi mungkin tertunda selama sampai 60 detik. Bila tidak ada data klinik untuk menunjukkan suatu kelainan biokimia (hipoksia asidosis) yng terbaik biasanya mengambil kebijaksanaan untuk menunggu dan memberi kesempatan kepada bayi untuk bernafas secara spontan c. Membuat saluran nafas Pada setiap bayi dengn kemungkinan asfiksia yang tinggi maka penyedotan saluran nafas harus dimulai setelah kelahiran kepala. Bayi yang mengalami sesak nafas biasanya mempunyai mekonium yang terdapat dalam saluran nafas bagian atas, yang harus dibersihkan dengan keteter penyedot oral sebelum kelahiran bahu. Segera setelah kelahiran bayi, suatu pipa endotrakeal harus segera dimasukan untuk membuang lendir yang kental atau mekonium dari trakea dan saluran nafas bagian atas d. Memulai pernafasan Setelah jalan nafas dibuat, ventilasi kantung masker atau ventilasi lewat pipa endotrakeal harus diinisiasi untuk memberikan oksigen ke paru-paru. Biasanya frekuensi denyut jantung meningkat dengan cepat setelah apneu dikorelasi dan ventilasi kantung masker (bag mask) berkala dengan oksigen tambahan diberikan hingga pernafasan spontan dimulai. 3. Pemotongan tali pusat Tali pusat merupakan garis kehidupan janin dan bayi selama beberapa menit pertama setelah kelahiran. Pemisahan bayi dari placenta dilakukan dengan cara menjepit tali pusat diantara dua klem, dengan jarak sekitar 810 cm dari umbilikus. Kassa steril yang dilingkarkan ke tali pusat saat memotongnya menghindari tumpahan darah ke daerah persalinan. Tali pusat tidak boleh dipotong sebelum memastikan bahwa tali pusat telah diklem dengan baik. Kegagalan tindakan tersebut dapat mengakibatkan pengeluaran darah berlebih dari bayi. Cara perawatan tali pusat dan puntung tali pusat pada masa segera setelah persalinan berbeda-beda, bergantung pada faktor sosial, budaya, dan geografis. Waktu optimal untuk penjepitan tali pusat setelah persalinan masih belum jelas. Beberapa pusat persalinan menganjurkan menunda pemotongan tali pusat hingga pernapasan bayi stabil dan pulsasi berhenti hingga memastikan bahwa janin telah mendapatkan transfusi placenta sebanyak 70 ml darah.akan tetapi pendapat ini dibantah oleh para ahli yang berpendapat bahwa transfusi placenta yang didapat dengan cara demikian dapat mengakibatkan ikterus pada neonatus. Hal yang disepakati bersama bahwa bayi aterm dapat diletakkan diatas perut ibu, tetapi tidak terlalu tinggi dan bayi prematur dapat diletakkan setinggi placenta. Hal ini disebabkan jika bayi prematur diangkat melebihi tingi placenta dapat menyebabkan anemia, dan jika bayi diposisikan lebih rendah dari placenta dapat mengakibatkan bayi menerima transfusi darah. 4. Evaluasi nilai APGAR Skor Apgar atau nilai Apgar (bahasa Inggris: Apgar score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi. Penilaian APGAR adalah sebuah tes cepat yang dilakukan pada menit pertama dan kelima pasca kelahiran, skor pada menit ke-1 memberi gambaran seberapa baik bayi melakukan toleransi terhadap proses kelahiran. Menit ke-5, skor memberikan penilaian akan bagaimana bayi beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Nilai Apgar ditentukan dengan menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna kulit dan respon terhadap rangsangan (refleks); masing-masing diberi nilai 0, 1 atau 2. Total Skor bernilai antara 1 sampai dengan 10, dengan nilai 10 memberikan gambaran bayi yang paling sehat. Tes APGAR bisa dilakukan oleh dokter, bidan atau perawat yang menolong persalinan. Di mana ada lima komponen yang diperhatikan: Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan). Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akroni m Warna seluruhnya warna kulit warna kulit tubuh, Appear kulit biru tubuh normal tangan, dan kaki ance merah muda, normal merah muda, tetapi tangan tidak ada sianosis dan kaki kebiruan (akrosianosis) Denyut tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse Respons re tidak ada meringis/menan meringis/bersin/batu Grimac fleks respons gis lemah ketika k saat stimulasi e terhadap distimulasi saluran napas sedikit gerakan bergerak aktif Activity lemah atau tidak menangis kuat, Respira teratur pernapasan baik dan tion jantung stimulasi Tonus otot lemah/tidak ada Pernapasa n tidak ada teratur I. Resusitasi Usaha dalam memberikan ventilasi yang adekut, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen pada otak, jantung dan alatalat vital lainnya. Jaminan adanya fasilitas resusitasi yang adekuat dalam ruang bersalin sangat mutlak diperlukan. Ketika lahir banyak bayi yang telah menderita kerusakan otak yang irreversibel, namun tidaklah dapat diterima kalau terjadinya kerusakan sesudah lahir hanya karena peralatan yang tidak memadai atau petugas yang tidak telitih. Sekitar 25% atau 2/3 dari semua kelahiran membutuhkan resusitasi sedang 1/3 jumlah kasus resusitasi terjadi pada bayibayi yang lahir normal yang kelihatannya tidak mengandung faktor resiko. Hal ini sebenarnya hampir selalu selalu tidak diperlukan kecuali cairan amnion tercemar dengan mekonium atau darah. Penghisapan faring yang agresif dapat memperlambat dimulainya nafas spontan untuk waktu yang cukup lama. Setelah lahir hendaknya bayi segera dibersihkan dari cairan dengan handuk hangat untuk mengurangi kehilangan panas lewat penguapan sekaligus untuk mengamati adanya kelainan pada bayi. Hal ini penting karena bayi akan mulai bernafas selama periode karena waktu median dimulainya nafas spontan hanyalah 10 detik. Bila perlu bayi dapat diransang untuk bernafas dengan stimulasi kulit mensalnya sentilan kaki. Untuk bayi yang tidak segera bernafas pada periode ini harus segera diberikan pertolongan resusitasi. Tujuan resusitasi 1. Memberikan ventilasi yang adekuat 2. Membatasi kerusakan serebi 3. Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya 4. Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri J. IMD Tidak dapat dipungkiri, bahwa menyusui memiliki banyak manfaat kesehatan baik bagi ibu maupun bayinya. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan awal mula seorang ibu memberikan ASI kepada bayinya seketika ia dilahirkan ke dunia yakni dalam jam-jam pertama. Hal ini salah satunya untuk memastikan bahwa bayi menerima kolostrum (“susu pertama”), yang kaya akan faktor protektif (zat kekebalan tubuh). Manfaat – manfaat lain yang dapat diperoleh dari Inisiasi menyusui dini (IMD) ini antara lain: 1. Bayi tetap hangat karena langsung bersentuhan dengan kulit ibu (skin to skin contact). Hal ini dapat menurunkan risiko kematian bayi akibat hipotermia (kedinginan). 2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga membantu pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Dengan demikian, bayi tidak rewel, sehingga dapat menghemat energi. 3. Memberikan stimulasi dini naluriah dan memberikan kehangatan dan cinta. Inisiasi Menyusui Dini akan menjalin ikatan psikis antara ibu dan bayi. 4. Sentuhan dan hisapan bayi terhadap puting susu ibu dapat merangsang pelepasan oksitosin yang berperan penting untuk kontraksi rahim ibu sehingga mempermudah pengeluaran plasenta (ari-ari) dan mengurangi perdarahan. Disamping itu dapat juga merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi, serta lebih mampu menahan rasa sakit (karena hormon meningkatkan ambang nyeri), dan timbul rasa sukacita / kebahagiaan. Lebih lanjut akan merangsang drainase ASI, sehingga ASI matang (putih) lebih cepat keluar dan produksinya meningkat. 5. Risiko bayi dari infeksi berkurang karena kuman (bakteri) baik dari ibu mulai menjajah kulit dan usus bayi, dan mencegah kuman berbahaya. 6. Bayi mendapatkan kolostrum susu pertama, yakni cairan berharga tidak ada tandingannya yang kaya akan antibodi dan zat penting lainnya yang penting untuk daya tahan tubuh dan pertumbuhan usus bayi. 7. Bayi yang menjalani Inisiasi Menyusui Dini akan lebih berhasil menjalani program ASI eksklusif dan mempertahankan menyusui setelah 6 bulan. K. Bayi baru lahir normal Pengertian bayi baru lahir normal adalah adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, memiliki berat lahir 2500 gram hingga 4000 gram, ketika lahir langsung menangis dan tidak memiliki kelainan congenital (cacat bawaan). Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal Seorang bayi baru lahir dikatakan normal apabila memiliki ciri-ciri berikut: 1. Bayi baru lahir normal memiliki berat badan 2,5 – 4 Kg 2. Panjang badan 48 – 52 cm 3. Lingkar dada 30 – 38 cm 4. Lingkar kepala 33 – 35 cm 5. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit 6. Pernafasan ± – 60 40 kali/menit 7. Kulit bayi baru lahir terlihat kemerahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup 8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna 9. Kuku agak panjang dan lemas 10. Genitalia; untuk perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora dan untuk laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada 11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik 12. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik 13. Reflek graps atau menggenggam sudah baik 14. Memiliki eliminasi yang baik, mekonium untuk bayi baru lahir akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan L. Bayi baru lahir bermasalah 1. Kelainan – kelainan pada bayi baru lahir a. Labioskizis & Labiopalatokisizis Pengertian Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Labiopalatokizis (cleft lift and clift palate) adalah suatu kelainan yang ddapat terjadi pada daerah mulut, palatosis (sumbing palatum), dan labiosis (sumbing pada bibir) untuk menyatu selama perkembangan embrio. Tanda dan gejala 1) Terjadi pemisahan langit-langit 2) Terjadi pmisahan bibir 3) Infeksi telinga berulang 4) Berat badan tidak bertambah 5) Pada bayi trjadi regurgitasinasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung b. Atresia Esophagus Pengertian Atresia esophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif Atresia berarti buntu jadi atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran esophagus buntu 60 % biasanya disertai hidramnion. Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3.000-4.500 kelahiran hidup, sektar 1/3 anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85 % kasus, fistula antar trakea antara trakea dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus menjadi sendiri-sendiri dengan kombinasi yang aneh. Gejala/tanda Manifestasi klinik pada neonatus dengan atresia esophagus antara lain : 1) Hhipersekresi cairan dari mulut 2) Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk) c. Atresia Rektum & Atresia Anus Pengertian Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Gejala 1) Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum 2) Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol. 3) Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir jugamerupakan salah satu manifestasi klinis atresia rekti dan anus. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium d. Obstrukti Billiaris Pengertian Suatu kelainan bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran empedu sehingga cairan cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk di keluarkan dalam feses (sebagai sterkobilin) Gejala mulai terlihat pada akhir minggu dimana bayi tampak ikterus, selain itu feses tampak berwarna putih keabu-abuan dan terlihat seperti dempul. Urine menjadi lebih tua warnanya karena mengandung urobilin. Tanda dan Gejala : 1) Ikterik (pada umur 2-3 minggu) 2) Peningkatan billirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim hati, sehingga bilirubin indirek meningkat) 3) Bilirubinuria 4) Tinja berwarna seperti dempul 5) Terjadi hepatomegali e. Hirschprung Pengertian Hirschprung merupakan kelainan konginetal berupa obstruksi pada sistem pencernaan yang disebabkan oleh karena menurunnya kemampuan motilitas kolon, sehingga mengakibatkan tidak adanya ganglionik usus Tanda dan Gejala : 1) Konstipasi/tidak bisa BAB/diare 2) Distensi abdomen 3) Muntah 4) Dinding abdomen tipis f. Omfalokel Pengertian Omfalokel merupakan kelainan berupa prostusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam satu kantong. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dalam kantong peritoneum Tanda dan Gejala 1) Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsuli 2) Berat badan lahir > 2500 gr g. Hernia Diafragmatika Pengertian Hernia diafragmatika terjadi akibat isi rongga perut masuk ke dalam lobang diafragma Tanda dan gejala 1) Bayi mengalami sesak napas 2) Bayi mengalami muntah karena obstruksi usus h. Meningokel dan Ensefalokel Pengertian Meningokel dan ensefalokel yaitu adanya defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang abnormal korda spinalis atau penutupannya Tanda dan Gejala 1) Gangguan persarafan 2) Gangguan mental 3) Gangguan tingkat kesadaran i. Hidrosefalus Pengertian Hidrosefalus merupakan kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya Liquor Cerebrospinal (LCS). Kadang disertai dengan peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) Tanda dan Gejala 1) Terjadi pembesaran tengkorak 2) Terjadi kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu mengarah kebawah) 3) Gangguan perkembangan motorik 4) Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan j. Fimosis Pengrtian Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis atau suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecil, dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya Tanda dan Gejala 1) Gangguan proses berkemih 2. Trauma pada bayi baru lahir Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran. Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik, baik yang dapat dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan kelahiran. Bayi mengalami trauma bila bayi mengalami salah satu keadaan berikut ini : a. Gerakan abnormal atau posisi asimetris dari lengan atau tungkai b. Bengkak pada daerah tulang yang terkena c. Menangis apabila lengan, kaki, atau bahu digerakkan d. Tidak dapat menutup mata, atau mengerutkan dahi pada sisi yang terkena trauma atau yang kesulitan menelan. Bentuk-bentuk trauma a. Caput Succedaneum Adalah pembengkakan pada suatu tempat di kepala karena adanya timbunana getah bening di bawah lapisan apinerose di luar periostium b. Cephal Hematoma c. Adalah pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah pada sub-periostium dengan batas yang jelas dan darah tidak melewati garis sutura tengkorak bayi baru lahir. Perbedaan Caput Succedanium dan Cephal Haematom No Gejala Caput Succedanium Cephal Haematom 1 Terjadinya Oedema Perdarahan 2 Isinya Getah bening Darah 3 Batas pinggir Melampaui sutura Menurut batas sutura 4 Perabaan Lembut Mula-mula keras kemudian menjadi lembut 5 Hilangnya Cepat (2-3 hari) Lama (1-3 bulan) d. Palsi (kelumpuhan pleksus) Biasanya terjadi pada : 1) Palsi lengan (Brachial Palsi) 2) Palsi wajah e. Fraktur (patah tulang) Yang merupakan akibat kesulitan persalinan pada saat melahirkan bahu, lengan atau kaki pada presentasi kepala maupun bokong. Bentuk frakturnya yaitu : 1) Fraktur Humerus 2) Fraktur Clavicula 3) Fraktur Femur 3. Neonatus beresiko tinggi Bayi resiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit atau kematian dari pada bayi lain. Resiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapat pengawasan ketat oleh dokter dan perawat yang telah berpengalaman. Lama masa pengawasan biasanya beberapa hari tetapi dapat berkisar dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Pada umumnya resiko tinggi terjadi pada bayi sejak lahir sampai usia 28 hari (neonatus). Klasifikasi bayi resiko tinggi dibedakan berdasarkan 4 macama yaitu : a. Klasifikasi berdasarkan berat badan Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (BBLR) yg dikelompokkan sbg berikut : 1) Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan < 1000 gram. 2) Bayi berat badan lahir sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan < 1500 gram. 3) Bayi berat badan lahir cukup rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan 1501-2500 gram. b. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan 1) Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan belum mencapai 37 minggu. 2) Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 38-42 minggu. 3) Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan > 37 minggu. c. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan 1) Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intrauterine dengan berat badan terletak dibawah persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan intra uterine. 2) Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir dengan dengan berat badan sesuai dengan berat badan terletak antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra uterine. 3) Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan dg berat badan yang diatas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra uterine. d. Klasifikasi berdasarkan masalah patofisologis Pada klasifikasi ini yaitu semua neonatus yang lahir disertai masalah patofisiologis atau mengalami gangguan fisiologis. 1) Hiperbilirubinemia Merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin seru total lebih dari 10 mg % pada minggu pertama dengan ditandai ikterus. 2) Asfiksia Neonaturum Merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir, yang dapat disertai dengan hipoksia. 3) Tetanus neonaturum Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat , Yang dipicu oleh kuman clostridium tetani yang bersifat anarerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. 4) Respiratory Distress Sindrom Merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispneo, frekwensi pernapasan yang lebih dari 0 kali permenit, adanya sianosis, adanya rintihan, pada saat ekspirasi adanya rektraksi suprasternal. 4. Kegawatdaruratan Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus a. Faktor Kehamilan 1) Kehamilan kurang bulan 2) Kehamilan dengan penyakit DM 3) Kehamilan dengn gawat janin 4) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu 5) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat 6) Kehamilan lebih bulan 7) Infertilitas b. Faktor pada Partus 1) Partus dengan infeksi intrapartum 2) Partus dengan penggunaan obat sedatif c. Faktor pada Bayi 1) Skor apgar yang rendah 2) BBLR 3) Bayi kurang bulan 4) Berat lahir lebih dari 4000gr 5) Cacat bawaan 6) Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus a. Hipotermia Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori. b. Hipertermia Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian. Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum. Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tibatiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan. c. Hiperglikemia Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah. d. Tetanus neonaturum Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tandatanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus. 5. Neonatus, bayi, dan anak balita dengan penyakit yang lazim terjadi a. Bercak Mongol Suatu pigmentasi yang datar dan berwarna gelap di daerah pinggang bawah dan bokong yang biasanya dapat di temukan pada beberapa bayi saat lahir b. Hemangioma Suatu tumor jaringan lunak/tumor vaskular jinak akibat proliferasi (pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak normal dan dapat terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah. c. Ikterus Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terjadi pada bayi baru lahir akibat hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, 25-50% pada bayi cukup bulan, dan 80% pada bayi berat lahir rendah. d. Muntah Keluarnya sebagian besar atau seluruh isi lambung setelah agak lama makanan dicerna dalam lambung yang disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen. Dalam beberapa jam pertama setelah lahir, bayi mungkin mengalami muntah lendir, bahkan kadang disertai sedikit darah. Muntah ini tidak jarang menetap setelah pemberian ASI atau makanan, keadaan tersebut kemungkinan disebabkan karena iritasi mukosa lambung oleh sejumlah benda yang tertelan selama proses persalinan e. Gumoh Keluarnya kembali sebagian kecil isi lambung setelah beberapa saat setelah makanan dicerna dalam lambung. Biasanya disebabkan karena bayi menelan udara pada saat menyusui. Muntah susu adalah hal yang agak umum, terutama pada bayi yang mendapatkan ASI. Gumoh tidak akan menyebabkan perubahan berat badan secara signifikan. f. Oral Trush Terjadinya infeksi jamur Candidiasis pada membran mukosa mulut bayi yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak keputihan, membentuk plak-plak berkeping di mulut, ulkus dangkal, demam, dan adanya iritasi gastrointerstinal. g. Diaper Rash (ruam popok) Terjadinya ruam-ruam kemerahan pada bokong akibat kontak terus menerus dengan lingkungan yang tidak baik (popok/pempers) h. Sebhorrea Radang berupa sisik yang berlemak dan eritema pada daerah yang terdapat banyak kelenjar sebasea-nya, biasanya terjadi di daerah kepala i. Furunkel (boil atau bisul) Peradangan pada folikel rambut kulit dan jaringan sekitarnya yang sering terjadi di daerah bokong, kuduk, aksila, badan dan tungkai. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat yang biasa disebut sebagai furunkulosis. j. Milliarisis Milliarisis yang disebut juga sudamina, liken tropikus, biang keringat, keringat buntet, prickle heat, merupakan suatu keadaan dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. k. Diare Pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Buang air besar yang tidak normal dan bentuk feses yang cair dengan pengeluaran frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila BAB sudah lebih dari 3 kali dalam sehari, sedangkan neonatus dikatakan diare bila BAB sudah lebih dari 4 kali dalam sehari. l. Obstipasi Penimbuhan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi pada saluran cerna, atau bisa didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran feses selama 3 hari atau lebih. 6. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus Saat lahir, bayi baru lahir harus beraadaptasi dari keadaan yang sangat tergantung menjadimandiri. Banayak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada dalamlingkungan interna ke lingkungan eksterna . saat ini bayi tersebut harus dapat oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankankadar gula yang cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan setiap penyakit.Periode adaptasi terdahadap kehidupan diluar rahim disebut ³ periode transisi ³ . periode ini berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh.Transisi yang paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan sirkulasi,sistem termoregulasi dan dalam kemampuan mengambil serta menggunakan glukosa. Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar kandungan merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan fisiologis yang bermakna dan efektif oleh bayi, guna memastikan kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap kehidupan diluar kandungan meliputi : a. Awal pernafasan b. Adaptasi paru c. Adaptasi kardiovaskuler d. Adaptasi suhu 6. Pencegahan infeksi Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi.Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi. Tindakan pencegahan pada bayi baru lahir, adalah sebagai berikut : a. Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi. b. Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan. c. Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang talipusat telah didisinfksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru. Jangan pernah menggunakan bola karet penghisap untuk lebih dari satu bayi. d. Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan untuk bayi, telah dalam keadaan bersih. e. Memastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop, danbenda-bendalainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah digunakan). f. Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudaranya dengan mandi setiap hari (putting susu tidak boleh disabun). g. Membersihkanmuka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air bersih, hangat dan sabun setiap hari. h. Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan memastikan orang yang memegang bayi sudah cuci tangan sebelumnya. Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir lebih rentan terhadap infeksi karena sistem imun mereka imatur, oleh karena itu, akibat kegagalan mengikuti prinsip pencegahan infeksi terutama sangat membahayakan. Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah penyebaran infeksi : a. Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir. b. Pertimbangkan setiap orang (termasuk bayi dan staf) berpotensi menularkan infeksi. c. Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol. d. Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan. e. Gunakan teknik aseptik. f. Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan. g. Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah. h. Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial. 7. Rawat gabung Rawat gabung adalah suatu system perawatan ibu dan anak bersama-sama pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat ibu dapat menyusui anaknya. Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh seharinya. Ada dua jenis rawat gabung : a. RG kontinu : bayi tetap berada disamping ibu selama 24 jam b. RG parsial : ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam beberapa jam seharinya. Misalnya pagi bersama ibu sementara malam hari dirawat di kamar bayi. c. Rawat gabung parsial saat ini tidak dibenarkan dan tidak dipakai lagi. Tujuan rawat gabung a. Memberikan bantuan emosional 1) Ibu dapat memberikan kasi sayang sepenuhnya kepada bayi 2) Memberikan kesempatan kepada ibu dan keluarga untuk mendapatkan pengalaman dalam merawat bayi b. Penggunaan ASI 1) Agar bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum/ASI 2) Produksi ASI akan makin cepat dan banyak jika diberikan sesering mungkin c. Pencegahan infeksi Mencegah terjadinya infeksi silang d. Pendidikan kesehatan Dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada ibu e. Memberikan stimulasi mental dini tumbuh kembang pada bayi. M. KB secara umum 1. Definisi Keluarga Berencana adalah metode-metode pengendalian kelahiran yang memungkinkan pasien untuk mencegah reproduksi. Dalam arti luas adalah mempertimbangkan faktor-faktor yang mempersatukan salah satu pasangan dalam mencapai kehamilan, menangani faktor-faktor sosial dan emosional yang berkaitan dengan prioritas tinggi, mengatasi akibat dari beban kelebihan penduduk di dunia dan menimbang keuntungan wanita mengatur fertilitasnya sedemikian rupa sehingga mereka dapat ikut serta dalam kegiatan dalam bidang kemasyarakatan dan keluarga yang biasanya terhalang oleh seringnya penolakan dan terlalu banyak kehamilan. Definisi Keluarga Berencana - Cara merencanakan keluarga kapan ingin mendapatkan anak dan berapa jumlah anak. Keluarga Berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kehamilan. Menurut WHO ( World Health Organization ) keluarga berencana adalah mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan suami-istri, menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang. 2. Tujuan Tujuan umum dari Keluarga Berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yang memperhatikan kepentingan manusia dan masyarakat antara lain orangtua,anak-anak dan masyarakat. (Mochtar. 1998. hlm 126) 3. Sasaran Sasaran program KB dibagi menjadi dua yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijakan terpadu dalam rangka mencapai keluarga berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010). 4. Ruang lingkup a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) adalah Proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan maksud terjadi peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan peserta baru. Jenis-jenis KIE : 1) KIE Masa (Televisi, Pers/surat kabar, Pameran, Mobil Penerangan dan Penerbitan/publikasi) 2) KIE kelompok 3) KIE perorangan b. Konseling Menurut Kamus Bahasa Indonesia, konseling berarti pemberian bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang. Dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia, konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta,harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien. Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap,dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut. c. Pelayanan kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata “Kontra” yang berarti mencegah/ menghalangi dan “Konsepsi” yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma. d. Pelayanan infertilisas Pelayanan adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti tamu atau pembeli (kamus umum bahasa indonesia). Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan. Infertilitas di bagi menjadi dua : 1) Infertilitas primer, yaitu kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang - kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. 2) Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya sekurang - kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. e. Pendidikan sex (sex education) Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak negatif yang tidak diharapkan, seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa. Pendidikan seks tidak terbatas pada prilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut hal-hal lain, seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria dan wanita dalam pergaulan, peran ayahibu, dan anak-anak dalam keluarga. Pendidikan seks untuk anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks untuk remaja. Pendidikan seks untuk remaja lebih pada seputar gambaran biologi mengenai seks dan organ reproduksi, masalah hubungan, seksualitas, kesehatan reproduksi serta penyakit menular seksual, sedangkan pada anak usia dini lebih pada pengenalan peran jenis kelamin dan pengenalan anatomi tubuh secara sederhana. Orangtua sebaiknya memberikan penjelasan sesuai dg usianya. Apabila anak berusia kurang dari 6 tahun, berikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana. Bekali anak dengan pengetahuan seksual yang benar, jangan biarkan anak melihat ketelanjangan orangtuanya. Jauhkan anak dari kekerasan Pada daerah sensitif di tubuhnya yang kemungkinan nantinya akan menimbulkan kenikmatan seksual dan yang terakhir, sebaiknya anak-anak sejak dini perlu diajarkan menghargai tubuhnya sebagai barang berharga sehingga dapat menjauhkannya dari pelecehan seksual f. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan Pengertian konsultasi pra perkawinan adalah proses bimbingan kepada calon pengantin sebelum melakukan pernikahan sebagai bekal dalam menjalankan pernikahan. Unsur yang mendukung yakni subjek bimbingan pra nikah, Objek bimbingan pra nikah, materi bimbingan pra nikah, metode bimbingan pra nikah dan media Bimbingan Pra Nikah. Konseling pra-nikah yang dimaksud, dirancang dalam sebuah sistem dengan komponen-komponen dari aspek-aspek konseling yang diidentifikasi secara jelas dan diorganisasikan ke dalam suatu susunan yang dapat meningkatkan keefektifan dan keefesienan suatu pelayanan. 5. Metode a. Metode Perintang Metode ini berkeja dengan cara menghalangi sperma dari pertemuan dengan sel telur (merintangi pembuahan). b. Metode Hormonal Mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel telur, mempersulit pembuahan, dan menjaga agar dinding-dinding rahim tidak menyokong terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki. c. Metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim (IUD) Metode ini gunanya untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma. d. Metode Alamiah Dalam hal ini dapat menghindari hubungan seks pada masa kapan masa subur wanita. e. Metode Permanen Metode yang menjadikan suami atau istri tidak bisa lagi memiliki anak untuk selamanya yaitu lewat suatu operasi. N. Jenis – jenis KB 1. Kondom pria dan wanita Jika dibandingkan dengan alat kontarsepsi lainnya, maka kondom merupakan alat kontrasepsi yang paling dikenal masyarakat, terutama yang dikhususkan bagi pria. Namun, kini telah beredar kondom bagi wanita; yang hampir mirip dengan kondom pria, namun harus dipasang di mulut vagina 8 jam sebelum melakukan hubungan seksual. Kekurangan: Jenis alat kontrasepsi ini hanya dapat digunakan sekali, kurang efektif dalam mencegah kehamilan, dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada alat kelamin. 2. Pil KB Ternyata, pil KB dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu jenis yang mengandung hormon progesteron dan kombinasi progesteron-estrogen. Kekurangan: Harus rutin dikonsumsi setiap hari, dalam beberapa kasus dapat memicu terganggunya pola menstruasi, kenaikan berat badan, hingga darah tinggi; serta tidak melindungi penggunanya dari penularan infeksi menular seksual (IMS). 3. Suntik KB Suntik KB merupakan langkah pencegahan kehamilan dengan menyuntikkan hormon progestin pada lengan bagian atas setiap 3 bulan sekali. Kekurangan: Dapat menimbulkan efek serupa penggunaan pil KB, seperti mual dan kenaikan berat badan; tidak melindungi penggunanya dari IMS, serta dapat menurunkan gairah seksual 4. Koyo Ortho Evra Koyo ortho evra memang tidak terlalu populer di masyarakat pada umumnya. Untuk pemakaian, koyo ini biasanya ditempelkan pada perut bagian bawah, bokong atau lengan; dan mampu mencegah kehamilan dengan melepaskan hormon estrogen dan progestin ke dalam tubuh. Kekurangan: Dapat memicu iritasi kulit, meningkatkan tekanan darah, menyebabkan sakit kepala berkepanjangan. 5. IUD/Spiral IUD atau yang masyarakat kenal dengan spiral, merupakan alat kontraspesi berbentuk huruf T yang dipasang di dalam rahim. IUD ada yang terbuat dari tembaga (seperti Paragard yang bertahan selama 10 tahun) dan bahan lain yang mengandung hormon (seperti Mirena yang bertahan selama 5 tahun). Kekurangan: Dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti kram; ada risiko tubuh menolak pemasangan IUD, serta memicu ketidak teraturan pola serta volume darah yang dikeluarkan saat menstruasi. 6. Implan Implan; alat kontrasepsi berbentuk batang kecil (40mm) yang dipasang di lengan bagian atas dan berfungsi untuk mencegah kehamilan dengan perlahan melepaskan hormon progestin. Kekurangan: Dapat memicu iritasi serta rasa tidak nyaman di area lengan yang dipasangi implan, meningkatkan risiko mentruasi yang tidak teratur dengan jumlah darah yang berlebih di masa awal penggunaannya, serta tidak dapat digunakan oleh mereka yang menderita diabetes, penyakit liver, serta osteoporosis. 7. Spermisida Umumnya, spermisida yang berbentuk krim atau jeli akan diaplikasikan ke dalam vagina minimal 30 menit sebelum berhubungan seksual. Fungsinya adalah untuk membunuh sperma agar tidak bergerak ke dalam rahim dan membuahi sel telur. Kekurangan: Kontrasepsi yang satu ini seringkali memicu timbulnya iritasi serta tidak melindungi penggunanya dari IMS. 8. Diafragma Diafragma adalah alat kontrasespsi berbentuk kubah yang terbuat dari karet dan dipasang di mulut rahim; biasanya digunakan bersamaan dengan spermisida. Perlu diperhatikan bahwa diafragma harus tetap dipakai setidaknya sampai 6 jam setelah berhubungan seksual. Kekurangan: Dapat memicu iritasi pada jaringan vagina serta tidak melindungi penggunanya dari IMS 9. Cervical cap Berbentuk hampir serupa dengan diafragma, Cervical Cap diletakkan di mulut rahim agar jalur masuk sperma terhalang. Kekurangan: Pemasangannya cukup merepotkan karena harus dilakukan oleh dokter dan hanya efektif digunakan selama 2 hari saja. 10. Jenis kontrasepsi permanen Jika Anda dan pasangan sudah yakin dengan keputusan untuk tidak memiliki momongan lagi, maka tidak ada salahnya untuk mencoba kontrasepsi permanen yang dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu: a. Vasektomi Vasektomi merupakan prosedur medis yang melibatkan penutupan saluran vas deferens pada pria. Kekurangan: Melibatkan prosedur operasi serta bersifat irreversible, alias tidak dapat diubah lagi. b. Tubektomi Tubektomi merupakan proses sterilisasi pada wanita yang melibatkan langkah pemotongan serta pengikatan saluran tuba falopi. Kekurangan: Melibatkan prosedur operasi, berisiko menimbulkan infeksi dan pendarahan di dalam, serta bersifat irreversible. c. Implan Tuba Terakhir, kontrasepsi permanen yang dapat Anda coba adalah implan tuba –pemasangan implan yang terbuat dari logam atau silikon di bagian tuba falopi. Kekurangan: Mahal dan memicu ketidaknyamanan di area pinggul DAFTAR PUSTAKA Ai yeyeh, dkk (2009). Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta: Trans info Media Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta: Fitramaya Umarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Ed.4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sulistyawati,A. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba Medika Sumarah, SSiT, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya