Uploaded by common.user8051

DASAR TEORI PERSALINAN

advertisement
DASAR TEORI PERSALINAN
A. Persalinan secara umum
1. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan / dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
jalan lain dengan bantuan/ tanpa bantuan ( kekuatan ibu sendiri).
a. Bentuk persalinan berdasar devinisi
1) Persalinan spontan
Proses lahirnya bayi yang berlangsug dengan kekuatan ibu sendiri
dan melalui jalan lahir.
2) Persalinan normal
Proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
( 37-42 minggu), lahir spontan presentasi belakang kepala
berlangsung 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
janinnya.
3) Persalinan buatan
Proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, misal dengan
bantuan vacum, forsep, seksio sesaria.
4) Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari
luar dengan jalan rangsangan, misal dengan pemberian piton/
oksitosin drip, pemecahan ketuban.
b. Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat
janin yang dilahirkan.
1) Abortus
Terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup diluar kandungan, umur kehamilan sebelum 28 minggu,
berat janin kurang dari 1000 gram.
2) Persalinan prematuritas
Persalinan sebelum umur kehamilan 28- 36 minggu, berat janin
kurang dari 2499 gram.
3) Persalinan aterm
Persalinan antara umur kehamilan 37-42 minggu, berat janin
diatas 2500 gram.
4) Persalinan serotinus
Persalinan yang melampaui umur kehamilan 42 minggu, pada
janin terdapat tanda postmaturitas.
5) Presalinan presipitatus
Persalinan yang berlangsung cepat kurang dari 3 jam.
c. Istilah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan
1) Gravida
Wanita yang sedang hamil.
2) Primigravida
Wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
3) Para
Wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.
4) Primipara
Wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali.
5) Nulipara
Wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable
6) Multipara
Wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali,
dimana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali.
7) Grandemultipara
Wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari 5 kali.
2. Sebab-sebab mulainya persalinan
a. Teori penurunan hormon
Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron mulai terjadi pada
1-2minggu sebelum partus. Progesteron bekerja sebagai penenang
otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh
darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
b. Teori tuanya placenta
Dengan tuanya kehamilan, villikoriales mengalami
perubahan,sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan
kontraksirahim.
c. Teori distensi rahim
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus, sehingga dapat mengganggu
sirkulasi utero-placenter sehingga placenta mengalami degenerasi.
d. Teori iritasi mekanik
Dibelakang serviks terdapat ganglion servikale dari fleksus
frankenhauser. Bila ganglion ini tertekan (misalnya oleh kepala janin)
akan timbul kontraksi.
e. Teori oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah, oleh karena itu
timbul kontraksi otot rahim.
3. Tujuan Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan pada persalinan normal secara umum adalah
mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang
tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang berintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas
pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.
Dengan pendekatan seperti ini, berarti bahwa upaya asuhan persalinan
normal harus di dukung oleh adanya alasan yang kuat dan berbagai bukti
yang dapat menunjukkan adanaya manfaat apabila di aplikasikan pada
setiap proses persalinan
Tujuan asuhan pada persalinan yang lebih spesifik adalah :
a. Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya
mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan
memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi.
b. Melindungi keselamatan ibu dan bayi baru lahir (BBL),mulai dari
hamil hingga bayi selamat.
c. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi secara tepat waktu.
d. Memberi dukungan serta cepat bereaksi terhadap kebutuhan ibu,
pasangan dan keluarganya selama persalinan dan kelahiran bayi.
Lima Benang Merah Asuhan Persalinan
1) Keputusan klinis
Membuat keputusan merupakan proses yang menentukan untuk
menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh
pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi
pasien dan keluarganya maupun petugas yang memberikan
pertolongan. Membuat keputusan klinik tersebut dihasilkan melalui
serangkaian proses metode yang sistematik menggunakan informasi
dan hasil dari olah kognitif dan intuisif serta dipadukan dengan kajian
teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence-based), ketrampilan
dan pengalaman yang dikembangkan melalui berbagai tahapan yang
logis dan diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dan
terfokus pada pasien (Varney, 1997)
Langkah" membuat keputusan
klinik diantaranya:
a. Pengumpulan data
b. Diagnosa
c. Penatalaksanaan
d. Evaluasi
2) Sayang ibu dan Bayi
Beberapa prinsip dasar Asuhan Sayang Ibu adalah dengan
mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Banyak hasilnpenelitian menunjukkan bahwa jika para
ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran
bayi serta mengetahui dengan baik mengenai prose perslinan dan
asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa
aman dan hasil yang lebih baik. Berikut penerapan asuhan sayang ibu
:
a. Panggil nama ibu
b. Jelaskan sebelum/sesudah asuhan yang diberikan
c. Jelaskan proses persalinan pada ibu dan keluarga
d. Anjurkan ibu bertanya
e. Hargai privacy
3) Pencegahan infeksi
Tujuan tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan
kesehatan :
a. Minimalkan infeksi
b. Menentukan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa
seperti Hepatitis dan HIV/AIDS
4) Dokumentasi
Aspek-aspek penting dalam pencatatan termasuk :
a. Tanggal dan waktu asuhan kebidanan
b. Identitas penolong
c. Paraf atau TTD pada semua catatan
d. Informasi berkaitan harus ditulis tepat, jelas dan dapat dibaca
e. Sistem pencatatan pasien harus terpelihara dan siap sedia
5) Rujukan
Rujukan dilakukan oleh bidan jika ada suatu hal yang sudah bukan
menjadi wewenang bidan. Biasanya, bidan akan memberi rujukan ke
dokter spesialis kandungan agar dapat di diagnosa lebih lanjut.
4. Tanda-tanda persalinan
Mengetahui tanda-tanda persalinan sangat penting terutama bagi ibu primi
atau yang pertama kali hamil. Hal tersebut dimaksudkan agar nantinya ibu
dan keluarga sudah bersiap diri ketika sudah muncul adanya tanda ibu
akan melahirkan. Sebenarnya banyak tanda – tanda persalinan namun ada
3 tanda yang paling utama yaitu :
a. Kontraksi (His)
Ibu terasa kenceng-kenceng sering, teratur dengan nyeri dijalarkan dari
pinggang ke paha.Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon
oksitosin yang secara fisiologis membantu dalam proses pengeluaran
janin.
Ada 2 macam kontraksi yang pertama kontraksi palsu (Braxton hicks)
dan kontraksi yang sebenarnya. Pada kontraksi palsu berlangsung
sebentar, tidak terlalu sering dan tidak teratur, semakin lama tidak ada
peningkatan kekuatan kontraksi. Sedangkan kontraksi yang
sebenarnya bila ibu hamil merasakan kenceng-kenceng makin sering,
waktunya semakin lama, dan makin kuat terasa, diserta mulas atau
nyeri seperti kram perut. Perut bumil juga terasa kencang. Kontraksi
bersifat fundal recumbent /nyeri yang dirasakan terjadi pada bagian
atas atau bagian tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus),
pinggang dan panggul serta perut bagian bawah. Tidak semua ibu
hamil mengalami kontraksi (His) palsu. Kontraksi ini merupakan hal
normal untuk mempersiapkan rahim untuk bersiap mengadapi
persalinan.
b. Pembukaan serviks . primi >1,8cm dan multi 2,2cm
Terjadi pembukaan serviks . primi (Pertama hamil) >1,8cm dan multi
(lebih dari satu kali hamil) 2,2cm.
Biasanya pada bumil dengan kehamilan pertama, terjadinya
pembukaan ini disertai nyeri perut. Sedangkan pada kehamilan anak
kedua dan selanjutnya, pembukaan biasanya tanpa diiringi nyeri. Rasa
nyeri terjadi karena adanya tekanan panggul saat kepala janin turun ke
area tulang panggul sebagai akibat melunaknya rahim. Untuk
memastikan telah terjadi pembukaan, tenaga medis biasanya akan
melakukan pemeriksaan dalam (vaginal touche).
c. Pecahnya ketuban dan keluarnya bloody show.
Dalam bahasa medis disebut bloody show karena lendir ini bercampur
darah. Itu terjadi karena pada saat menjelang persalinan terjadi
pelunakan, pelebaran, dan penipisan mulut rahim. Bloody show seperti
lendir yang kental dan bercampur darah. Menjelang persalinan terlihat
lendir bercampur darah yang ada di leher rahim tsb akan keluar
sebagai akibat terpisahnya membran selaput yang menegelilingi janin
dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding rahim.
Tanda selanjutnya pecahnya ketuban, di dalam selaput ketuban
(korioamnion) yang membungkus janin, terdapat cairan ketuban
sebagai bantalan bagi janin agar terlindungi, bisa bergerak bebas dan
terhindar dari trauma luar. Terkadang ibu tidak sadar saat sudah
mengeluarkan cairan ketuban dan terkadang menganggap bahwa yang
keluar adalah air pipisnya. Cairan ketuban umumnya berwarna bening,
tidak berbau, dan akan terus keluar sampai ibu akan melahirkan.
Keluarnya cairan ketuban dari jalan lahir ini bisa terjadi secara normal
namun bias juga karena ibu hamil mengalami trauma, infeksi, atau
bagian ketuban yang tipis (locus minoris) berlubang dan
pecah. Setelah ketuban pecah ibu akan mengalami kontraksi atau nyeri
yang lebih intensif.
Terjadinya pecah ketuban merupakan tanda terhubungnya dengan
dunia luar dan membuka potensi kuman/ bakteri untuk masuk. Karena
itulah harus segera dilakukan penanganan dan dalam waktu kurang
dari 24 jam bayi harus lahir apabila belum lahir dalam waktu kurang
dari 24 jam maka dilakukan penangana selanjutnya misalnya caesar.
5. Faktor yang mempengaruhi persalinan
a. Passage (jalan lahir)
1) Adalah jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina.
2) Agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada
rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal
3) Rongga-rongga panggul yang normal adalah : pintu atas panggil
hampir berbentuk bundar, sacrum lebar dan melengkung,
promontorium tidak menonjol ke depan, kedua spina ischiadica
tidak menonjol kedalam, sudut arcus pubis cukup luas (90-100),
ukuran conjugata vera (ukuran muka belakang pintu atas panggul
yaitu dari bawah simpisis ke promontorium) ialah 10-11 cm,
ukuran diameter transversa (ukuran melintang pintu atas panggul)
12-14 cm, diameter oblique (ukuran sserong pintu atas panggul)
12-14 cm, pintu bawah panggul ukuran muka melintang 10-10,5
cm.
4) Jalan lahir dianggap tidak normal dan kemungkinan dapat
menyebabkan hambatan persalinan apabila : panggul sempit
seluruhnya, panggul sempit sebagian, panggul miring, panggul
seperti corong, ada tumor dalam panggul
5) Dasar panggul terdiri dari otot-otot dan macam-macam jaringan,
untuk dapat dilalui bayi dengan mudah jaringan dan otot-otot harus
lemas dan mudah meregang, apabila terdapat kekakuan pada
jaringan, maka otot-otot ini akan mudah ruptur.
6) Kelainan pada jalan lahir lunak diantaranya disebabkan oleh
serviks yang kaku (pada primi tua primer atau sekunder dan
serviks yang cacat atau skiatrik), serviks gantung (OUE terbuka
lebar, namun OUI tidak terbuka), serviks konglumer (OUI terbuka,
namun OUE tidak terbuka), edema serviks (terutama karena
kesempitan panggul, sehingga serviks terjepit diantara kepala dan
jalan lahir dan timbul edema), terdapat vaginal septum, dan tumor
pada vagina.
b. Power (kekuatan)
1) Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri
dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu
2) Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang
dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim
3) His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan
4) Kontraksi adalah gerakan memendek dan menebalnya otot-otot
rahim yang terjadi diluar kesadaran (involuter) dan dibawah
pengendalian syaraf simpatik
5) Retraksi adalah pemendekan otot-otot rahim yang bersifat menetap
setelah adanya kontraksi
6) His yang normal adalah timbulnya mula-mula perlahan tetapi
teratur, makin lama bertambah kuat sampai kepada puncaknya
yang paling kuat kemudian berangsur-angsur menurun menjadi
lemah
7) His tersebut makin lama makin cepat dan teratur jaraknya sesuai
dengan proses persalinan sampai anak dilahirkan
8) His yang normal mempunyai sifat : kontarksi otot rahim mulai dari
salah satu tanduk rahim, kontraksi bersifat simetris, fundal
dominan yaitu menjalar ke seluruh otot rahim, kekuatannya seperti
memeras isi rahim, otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke
panjang semula sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen
bawah rahim, bersifat involunter yaitu tidak dapat diatur oleh
parturient,
9) Tenaga meneran merupakan kekuatan lain atau tenaga sekunder
yang berperan dalam persalinan, tenaga ini digunakan pada saat
kala 2 dan untuk membantu mendorong bayi keluar, tenaga ini
berasal dari otot perut dan diafragma. Meneran memberikan
kekuatan yang sangat membantu dalam mengatasi resistensi otototot dasar panggul
10) Persalinan akan berjalan normal, jika his dan tenaga meneran ibu
baik
11) Kelainan his dan tenaga meneran dapat disebabkan karena
hypotonic/atonia uteri dan hypertonic/tetania uteri
Kelainan kekuatan his dan meneran, dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan kontraksi rahim
a) Inersia uteri primer dan sekunder
b) Tetania uteri dapat mengakibatkan partus presipitatus, asfiksia
intrauterin sampai kematian janin dalam rahim
c) Inkoordinasi kontraksi otot rahim yang disebabkan karena usia
terlalu tua, pimpinan persalinan salah, induksi perrsalinan, rasa
takut dan cemas
2) Kelainan tenaga meneran
a) Kelelahan
b) Salah dalam pimpinan meneran pada kala 2
c. Passanger
1) Passenger terdiri dari janin dan plasenta
2) Janin merupakan passanger utama, dan bagian janin yang paling
penting adalah kepala, karena kepala janin mempunyai ukuran
yang paling besar, 90% bayi dilahirkan dengan letak kepala
3) Kelainan-kelainan yang sering menghambat dari pihak passanger
adalah kelainan ukuran dan bentuk kepala anak seperti
hydrocephalus ataupun anencephalus, kelainan letak seperti letak
muka atau pun letak dahi, kelainan kedudukan anak seperti
kedudukan lintang atau pun letak sungsang
d. Psyche (psikologis)
1) Faktor psikologis ketakutan dan kecemasan sering menjadi
penyebab lamanya persalinan, his menjadi kurang baik,
pembukaan menjadi kurang lancer
2) Menurut Pritchard, dkk perasaan takut dan cemas merupakan
faktor utama yang menyebabkan rasa sakit dalam persalinan dan
berpengaruh terhadap kontraksi rahim dan dilatasi serviks sehingga
persalinan menjadi lama.
6. Kebutuhan dasar ibu dalam proses persalinan
Ada beberapa kebutuhan dasar ibu selama prose persalinan antara lain :
a. Dukungan fisik dan psikologis
Setiap ibu yang akan memasuki masa persalinan maka akan muncul
perasaan takut, khawatir, ataupun cemas terutama pada ibu
primipara.Perasaan takut dapat meningkatkan nyeri, otot-otot menjadi
tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan
menghambat proses persalinan.
Bidan adalah orang yang diharapkan ibu sebagai pendamping
persalinan yang dapat diandalkan serta mampu memeberikan
dukungan, bimbingan dan pertolongan persalinan. Asuhan yang
sifatnya mendukung selama persalinan merupakan suatu standar
pelayanan kebidanan. Asuhan yang mendukung berarti bersifat aktif
dan ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Jika seorang
bidan sedang sibuk, maka ia harus memastikan bahwa ada seorang
pendukung yang hadir dan memantu wanita yang sedang dalam
persalinan.
Dukungan dapat diberikan oleh orang-orang terdekat pasien (suami,
keluarga, teman, perawat, bidan maupun dokter). Pendamping
persalinan hendaknya orang yang sudah terlibat sejak dalam kelaskelas antenatal. Mereka dapat membuat laporan tentang kemajuan ibu
dan secara terus menerus memonitor kemajuan persalinan.
Bidan harus mampu memberikan perasaan kehadiran:
1) Selama bersama pasien, bidan harus konsentrasi penuh untuk
mendengarkan dan melakukan observasi
2) Membuat kontak fisik : mencuci muka pasien, menggosok
punggung dan memegang tangan pasien dll.
3) Menempatkan pasien dalam keadaan yakin (bidan bersikap tenang
dan bisa menenangkan pasien).
Ada lima kebutuhan dasar bagi wanita dalam persalinan menurut
Lesser & Keane ialah:
1) Asuhan fisik dan psikologis
2) Kehadiran seorang pendamping secara terus menerus
3) Pengurangan rasa sakit
4) Penerimaaan atas sikap dan perilakunya
5) Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman.
Hasil penelitian (RCT) telah memperlihatkan efektifnya dukungan
fisik, emosional dan psikologie selama persalinan dan kelahiran.
Dalam Cochrane Database, suatu kajian ulang sistematik dari 14
percobaan-percobaan yang melibatkan 5000 wanita memperlihatkan
bahwa kehadiran seorang pendamping secara terus menerus selama
persalinan dan kelahiran akan menghasilkan:
1) Kelahiran dengan tindakan (forceps, vacuum maupun seksio
sesaria) menjadi berkurang
2) APGAR Score <7 lebih sedikit- Hasil kelahiran bertambah baik
3) Bersifat sayang ibu.
4) Lamanya persalinan menjadi semakin pendek
5) Kepuasan ibu yang semakin besar dalam pengalaman melahirkan
mereka
Metode mengurangi rasa sakit yang diberikan secara terus menerus
dalam bentuk dukungan mempunyai keuntungan-keuntungan:
1) Sederhana
2) Efektif
3) Biayanya murah
4) Resikonya rendah
5) Membantu kemajuan persalinan
b. Kebutuhan makanan dan cairan
Makanan padat tidak boleh diberikan selama persalinan aktif, oleh
karena makan padat lebih lama tinggal dalam lambung dari pada
makanan cair, sehingga proses pencernaan lebih lambat selama
persalinan. Bila ada pemberian obat , dapat juga merangsang
terjadinya mual/muntah yang dapat mengakibatkan terjadinya
aspiraasi ke dalam paru-paru, untuk mencegah dehidrasi, pasien dapat
diberikan banyak minum segar(ju buah, sup) selama proses persalinan,
namuun bila mual/muntah dpt diberikan cairan IV(RL)
c. Kebutuhan eliminasi
Kandung kencing harus dikosongkan setiap 2 jam selama proses
persalinan. Bila pasien tidak dapat berkemih sendiri dapat dilakukan
keterisasi oleh karena kandung kencing yang penuh akan menghambat
penurunan baian terbawah janin, selain itu juga akan mengingkatkan
rasa tidak nyaman yang tidak dikenali pasien karena bersama dengan
munculnya kontraksi uterus.
Rektum yang penuh akan mengganggu penur tandaunan bagian
terbawah janin, namun bila pasien mengatkan ingin BAB, bidan harus
memastikan kemungkinan adanya tanda dan gejala masuk pada kala II.
Bila diperlukan sesuai indikasi dapat dilakukan lavement
d. Posisioning dan aktifitas
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu peristiwa yang normal,
tanpa disadari dan mau tidak mau harus berlangsung. Untuk
membantu ibu agar tetap tenang dan rileks sedapat mungkin bidan
tidak boleh memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu
dalam persalinannya. Sebaliknya, peranan bidan adalah untuk
mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang dipilihnya,
menyarankan alternatif-alternatif hanya apabila tindakan ibu tidak
efektif atau membahayakan bagi dirinya sendiri atau bagi bayinya.
Bila ada anggota keluarga yang hadir untuk melayani sebagai
pendamping ibu, maka bidan bisa menawarkan dukungan pada orang
yang mendukung ibu tersebut.
Bidan memebritahu ibu bahwa ia tidak perlu terlentang terus menerus
dalam masa persalinanya. Jika ibu sudah semakin putus asa dan
merasa tidak nyaman, bidan bisa mengambil tindakan-tindakan yang
positif untuk merubah kebiasaan atau merubah setting tempat yang
sudah ditentukan (seperti misalnya menyarankan agar ibu berdiri atau
berjalan-jalan). Bidan harus memberikan suasana yang nyaman dan
tidak menunjukkan ekspresi yang terburu-buru, sambil memberikan
kepastian yang menyenangkan serta pujian lainnya.
Saat bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam
persalinan, atau membantu keluarga untuk memberikan dukungan
persalinan., bidan tersebut harus melakukan semuanya itu dengan cara
yang bersifat sayang ibu meliputi:
1) Aman, sesuai evidence based, dan memberi sumbangan pada
keselamatan jiwa ibu.
2) Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, secara emosional serta
merasa didukung dan didengarkan.
3) Menghormati praktek-praktek budaya, keyakinan agama, dan
ibu/keluarganya sebagai pengambil keputusan
4) Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai
teknologi canggih.
5) Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat
dipahami ibu.
Posisi Untuk Persalinan
Posisi Alasan / Rasionalisasi
1) Duduk atau setengah duduk
Lebih mudah bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala bayi
dan mengamati / mensupport perineum.
2) Posisi merangkak
a) Baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit
b) Membantu bayi melakukan rotasi
c) Peregangan minimal pada perineum
3) Berjongkok atau berdiri
a) Membantu penurunan kepala bayi
b) Memperbesar ukuran panggul: menambah 28% ruang
outletnya
c) Memperbesar dorongan untuk meneran (bisa memberi
kontribusi pada laserasi perineum)
4) Berbaring miring ke kiri
a) Memberi rasa santai bagi ibu yang letih
b) Memberi oksigenasi yang baik bagi bayi
c) Membantu mencegah terjadinya laserasi
Mengapa tidak boleh bersalin dalam posisi terlentang / lithotomi?
1) Dapat menyebabkan Sindrome supine hypotensi karena tekanan
pada vena kava inferior oleh kavum uteri, yang mengakibatkan ibu
pingsan dan hilangnya oksigen bagi bayi.
2) Dapat menambah rasa sakit
3) Bisa memperlama proses persalinan
4) Lebih sulit bagi ibu untuk melakukan pernafasan
5) Membuat buang air lebih sulit
6) Membatasi pergerakan ibu
7) Bisa membuat ibu merasa tidak berdaya
8) Bisa membuat proses meneran menjadi lebih sulit
9) Bisa menambah kemungkinan terjadinya laserasi pada perineum
10) Bisa menimbulkan kerusakan syaraf pada kaki dan punggung.
e. Pengurangan rasa nyeri
Penny Simpkin menjelaskan cara-cara untuk mengurangi rasa sakit ini
ialah :
1) Mengurangi sakit di sumbernya
2) Memberikan rangsangan alternatif yang kuat
3) Mengurangi reaksi mental yang negatif, emosional, dan reaksi fisik
ibu terhadap rasa sakit.
Pendekatan-pendekatan untuk mengurangi rasa sakit, menurut
Varney’s Midwifery:
1) Adanya sesorang yang dapat mendukung dalam persalinan
2) Pengaturan posisi
3) Relaksasi dan latihan pernafasan
4) Istirahat dan privasi
5) Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan
dilakukan
6) Asuhan diri
7) Sentuhan dan masase
8) Counterpressure untuk mengurangi tegangan pada ligament
sacroiliaka
9) Pijatan ganda pada pinggul
10) Penekanan pada lutut
11) Kompres hangat dan kompres dingin
12) Berendam
13) Pengeluaran suara
14) Visualisasi dan pemusatan perhatian
15) Musik.
Sedangkan Sumarah (2008) mengkategorikan kebutuhan ibu dalam
proses persalinan meliputi :
1) Kebutuhan fisiologis
a) Oksigen.
b) Makan dan minum.
c) Istirahat selama tidak ada his.
d) Kebersihan badan terutama genetalia.
e) Buang air kecil dan buang air besar.
f) Pertolongan persalinan yang terstandar.
g) Penjahitan perineum bila perlu.
2) Kebutuhan rasa aman
a) Memilih tempat dan penolong persalinan.
b) Informasi tentang proses persalinan atau tindakan yang akan
dilakukan.
c) Posisi tidur yang dikehendaki ibu.
d) Pendampingan oleh keluarga.
e) Pantauan selama persalinan.
f) Intervensi yang diperlukan.
3) Kebutuhan dicintai dan mencintai
a) Pendampingan oleh suami/keluarga.
b) Kontak fisik (memberi sentuhan ringan)
c) Masase untuk mengurangi rasa sakit.
d) Berbicara dengan suara yang lembut dan sopan.
4) Kebutuhan harga diri
a) Merawat bayi sendiri dan menetekinya.
b) Asuhan kebidanan dengan memperhatikan privasi ibu.
c) Pelayanan yang bersifat empati dan simpati.
d) Informasi bila akan melakukan tindakan.
e) Memberikan pujian pada ibu terhadap tindakan positif yang
ibu lakukan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
a) Memilih tempat dan penolong sesuai keinginan.
b) Memilih pendamping selama persalinan.
c) Bounding and attachment
B. Kala II persalinan
1. Definisi
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala
pengeluaran bayi.
2. Asuhan persalinan kala II
a. Pemantauan Ibu
1) Tanda-tanda dan Gejala Kala II
a) Ibu merasakan ingin mengejan bersamaan dengan taerjadinya
kontraksi
b) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum atau
vagina
c) Perinium terlihat menonjol
d) Peningkatan pengeluaran lender dan darah
Tanda-tanda pasti kala II ditentukan melalui pemeriksaan dalam
(informasi objek)
a) Pembukaan servik telah lengkap
b) Terlihatnya bagian kepala bayi
2) Kontraksi
a) Sangat kuat durasi 60-70 detik, 2-3 menit sekali
b) Sangat sakit dan akan mengurang bila mengejan
c) Kontraksi mendorong kepal keruang panggul yang
menimbulkan tekanaan pada otot dasar panggul sehingga
timbul reflek dorongan mengejan
3) Keadaan Umum
a) Tanda-tanda vital: tekanan darah (tiap 30 menit), suhu, nadi
(tiap 30 menit), pernafasan
b) Kandung kemih
c) Urine: protein dan keton
d) Dehidrasi: cairan mual dan muntah
e) Kondisi Umum: kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku,
dan respon terhadap persalinan serta nyeri dan kemampuan
koping
f) Upaya ibu mengejan
g) Tiap kontraksi 30 menit
4) Kemajuan Persalinan
Kemajuan persalinan sangat baik bila penurunan yang terarur dan
janin dijalan lahir serta dimulainya fase pengeluaran.
Lama kala II rata-rata menurun Friedmen adalah 1 jam untuk
primigravida dan 15 menit untuk multipara.
Pada kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam bagi Primigravida
atau 1 jam bagi multipara dianggap sudah normal oleh mereka
yang setuju dengan pendapat friedmen tetapi saat ini disebut tidak
mengindikasdi perlunya melahirkan bayi dengan forcefs atau
vacuum ekstraksi.
Kontraksi otot selama kala II adalah sering, kuat atau sedikit lama,
yaitu kira-kira menit, yang berlangsung 60-90 detik dengan
interaksi tinggi dan semakin ekspulatif sifatnya.
b. Pemantauan Janin
1) Saat bayi baru lahir
a) Denyut jantung janin (DJJ)
1. Denyut dasar 120-160x)/ menit
2. Perubahan DJJ, pantau tiap 15 menit
3. Variasi DJJ dari DJJ dasar
4. Pemeriksaan auskultasi DJJ tiap 30 menit
b) Warna dan adanya air ketuban ( jernih, keruh, kehijauan
bercnpur mekonium)
c) Penyusupan kepala janin
Kondisi yang harus diatasi sebelum pelaksanan kala II
1. Syok
2. Dehidrasi
3. Infeksi
4. Preklamsia/eklamsia
5. Gawat janin
6. Penurunan kepala terhenti
7. Adanya gejala dan tanda distrosia bayi
8. Pewarnaan mekonium pada cairan ketuban
9. Kehamilan ganda
10. Tali pusat menumbung/lilitan tali pusat
Asuhan Dan Dukungan
1. Pemberian rasa aman, dukungan dan keyakinan kepada ibu
bahwa ibu mampun bersalin
2. Membantu pernafasan
3. Membantu Teknik mengejan
4. Ikut serta menghormati dan keluarga yang menemani
5. Memberikan tindakan yang menyenangkan
6. Penerapan pencegahan infeksi(PI)
7. Pastikan kandung kemih kosong
Posisi ibu selama kala II persalinan mempengaruhi kondisi janin
seperti juga pada kala I.Penelitian menunjukkan pola denyut
jantung abnormal lebih rendah pada posisi tegak lurus dan rata-rata
pH arteri umbilitus lebih tinggi.Beberapa uji coba menanyakan
kepada wanita posisi mana yang lebih mereka sukai dan
menemukan antusiasisme yang sangat besar untuk sikap yang
tegak lurus, menyebabkan sedikit nyeri, dan sedikit nyyeri
punggung.Posisi litotomi dengankaki pada pemijak kaki dialami
kurang nyaman dan lebih menyakitkan serta restriksi pada
pergerakan.Wanita yang pernah melahirkan pada posisi tersebur
akan lebih suka pilihan pada posisi vertical dimana masa yang akn
dating.
2) Saat bayi lahir
1) Berilah ASI pada 30 menit pertama bayi lahir, karenja pada
saat bayi lahir pemberian makanan melalui ari-ari terputus
sehingga harus segera digantu dengan ASI.
2) Jagalah suhu kamar agar tetap hanagat, atau tidak kedinginan,
karena dalam kandungan ibu, bayi bayi mendapatkan
kehangatan sesuai suhu ibu.
3) Atur Pertukaran udara dengan baik, karena bayi baru lahir
belum mengantur suhu tubuhnya dengan baik.
4) Cucilah tangan bersih-bersih sebelum ibu merawat bayi,
jagalah tempat tidur bayi dan popok tetap bersih, jangan
biarkan orang lain memegang bayi bila tidak perlu.Bila bayi
anda mendewtrita demam, diare, susuh nafas, kejang-kejang
segera bawa kedokter.
Bila berat lahir kurang dari 1,5 kg atau terdapat kelainan, maka
segera ke puskesmas atau ke dokter
3. Pemeriksaan janin
Pemantauan
kesejahteraan
janin
merupakan
hal
penting
dalam
pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi
sangat berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata
setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan
hanya sekitar 10% kasus serebral palsi yang disebabkan oleh gangguan
intrapartum dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut.
Angkamorbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indicator kualitas
pelayanan obstetric disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas peri
natal Indonesia masih jauh diatas rata-rata Negara maju, yaitu 60– 170
berbanding kurang dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab
mortalitas perinatal yang menonjol adalah masalah hipoksia intrauterin.
Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat
dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai resiko
mengalami hipoksia dan kematian intrauterine atau mengalami kerusakan
neurologik , sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib
neonatus.
Asuhan antenatal modern memerlukan tata laksana yang efisien, efektif,
andal, dan komprehensif. Pemantauan kesejahteraan janin sudah
merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan
paramedic yang melakukan asuhan antenatal dan asuhan persalinan.
Standarisasi pemantauan sudah merupakan suatu pra syarat yang harus
dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau kegagalan pemantauan
kesejahteraan janin yang dikaitkan dengan luaran perinatal dapat
dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik,
diharapkan angka kematian ibu dan perinatal dapat diturunkan.
Standarisasi memerlukan kegiatan yang terstruktur dan berkesinambungan
dengan evaluasi berkala melalui suatu pelatihan pemantauan kesejahteraan
janin.
Kegiatan
Sejak tahun 2006, Departemen Obstetri Ginekologi RSPADGatot
Soebroto telah melakukan pelatihan Pemantauan Kesejahteraan Janin bagi
Bidan, Perawat, PPDS Obstetri Ginekologi(PPDSOBGIN) dan Spesialis
ObstetriGinekologi (SpOG). Pelatihan dilakukan selama dua hari terdiri
dari teori dan bimbingan praktek: latihan pemeriksaan dan interpretasi
kartu gerak janin, kardiotokografi serta demo peranan USG dalam
pemantauan kesejahteraan janin. Sebanyak 92 orang peserta PKJ telah
mengikuti pelatihan. Berdasarkan ikwesioner yang masuk, seluruh peserta
menginginkan pelatihan ini tetap dilakukan, cukup duahari, lokasi tetap di
RSPADGatot Soebroto Ditkesad dan selalu ditingkatkan kualitas
penyelenggaraannya. Profesor Hidayat Wijayanegara,SpOG(K) menjadi
pembicara favorit karena keteladanannya sebagai guru dan kepiawaiannya
dalam memberikan materi ajar. Kendala yang masih sulit diatasi adalah
ketersediaan alat kardiotokografi (KTG) untuk masing-masing kelompok
pelatihan (5orang/1alatKTG).
Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat
berkembang memberikan banyak harapan akan semakin baiknya kualitas
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas. Kemajuan ini
tidak mudah untuk diikuti oleh Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya
manusia yang handal dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut.
Indikasi Pemeriksaan
Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan janin yang baik
karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas
perinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan janin
berkurang,
kehamilan
post-term
(≥42minggu),
pre
eklampsia/
hipertensikronik, diabetes mellitus pra kehamilan, DM yang memerlukan
terapi insulin, ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan solusio
plasentae. Identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi mutlak dilakukan
karena hal ini berkaitan dengan tata laksana yang harus dilakukan.
Kegagalan mengantisipasi adanya faktor risiko, dapat berakibat fatal.
Tata cara Pemantauan Kesejahteraan Janin
Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan
kesejahteraan janin, dari cara
sederhana hingga
yang canggih.
Pembahasan ini memang dibuat sederhana agar mudah dipahami.
a. Cara sederhana
Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melalui analisa
keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan kartu
gerak janin, pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter,
pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dan analisa penyakit pada ibu.
Adanya keluhan dari klien (pasien) harus dicermati dan dianalisa
dengan baik karena keluhan tersebut mengungkapkan adanya sesuatu
yang mungkin tidak baik bagi kesehatan ibu dan atau janin yang
dikandungnya. Sambil melakukan anamnesis yang teliti, perhatikan
juga keadaan fisik dan psikologis dari ibu tersebut. Anamnesis yang
baik, dapat menegakkan diagnosis dengan baik pula. Misalnya gerak
janin yang berkurang atau keluarnya darah pervaginam merupakan
tanda adanya abnormalitas yang harus dicari penyebabnya.
1) Pemantauan Gerak Janin
Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata
cara yang diperkenalkan, tetap itidak ada satu pun yang lebih
superior disbanding lainnya. Gerak janin ini dipantau sejak
kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan
autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama
dilakukan pada kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya
kematian janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan
janin terhambat. Ada dua cara pemantauan, yaitu cara
a) Cardiff dan cara Sadovsky Menurut Cardiff
Pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri
atau duduk, dan menghitung berapa waktu yang diperlukan
untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila hingga jam 9 malam
tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter/
bidan untuk penanganan lebih lanjut.
b) Bila memakai metoda Sadovsky
Pasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin.
Harus dapat dicapai 4 gerakan janin dalam satu jam, bila belum
tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi, bila ternyata tetap
tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera
berkonsultasi dengan dokter/ bidan.
2) Tinggi Fundus Uteri
Tinggi fundus uteri diukur dalam sentimeter (memakai pita
meteran dari plastik), dimulai dari simfisis pubis hingga fundus
uteri melalui garis tengah abdomen (umbilikus). Sebelum
dilakukan pengukuran, pasien diharuskan membuang air kecil,
posisi tidur terlentang, dan rahim diusahakan berada ditengahtengah rongga abdomen.
3) Pemantauan denyut jantung janin
Denyut jantung janin (DJJ) harus selalu dinilai pada setiap kali
pasien
melakukan
kehamilan
pemeriksaan
trimester
pertama).
hamil
Pada
(umumnya
trimester
setelah
kedua
dan
selanjutnya, DJJ dapat dipantau dengan stetoskop Laenec atau
Doppler DJJ dihitung secara penuh dalam satu menit dengan
memperhatikan keteraturan serta frekuensinya. Dalam persalinan
kala satu, DJJ dipantaus etiap 15 menit, sedangkan pada kala dua
dipantau setiap 5 menit. Pemantauan DJJ dilakukan pada saat his
dan diluar his. Adanya iregularitas (aritmia) atau frekuensi dasar
yang abnormal (takhikardia: 160–180 dpm atau bradikardia: 100120 dpm), apalagi bila gawat janin (DJJ < 100dpm atau > 180
dpm) harus segera ditindak lanjuti untuk mencari kausanya.
4) Penyakit Ibu
Kesehatan ibu akan mempengaruhi kesehatan janin, oleh karena itu
sanga penting untuk deteksi dini kelainan atau penyakit pada ibu
agar dapat dikoreksi segera dan dapat mengurangi risiko bagi
janin. Misalnya anemia pada ibu (wanita) banyak terdapat di
Indonesia. Bila anemia ini berat atau tidak diatasi dengan baik,
maka pertumbuhan janin dapat terganggu, dan kesehatan ibu juga
terganggu. Kelainan-kelainan yang ada pada ibu memerlukan
konsultasi dengan dokter. Konsultasi ini tidak mungkin terjadi
apabila Bidan pemeriksa tidak mengetahui bahwa pasien yang
ditanganinya
berisiko.
Pelatihan
berkala
atau
pendidikan
berkelanjutan sangat diperlukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kompetensi setiap tenaga kesehatan.
b. Cara canggih
Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggih terdiri dari
ultrasonografi
(USG),
kardiotokografi
(KTG),
profilbiofisik
(Manning) atau fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) Gulardi, analisa
gas darah dan pemeriksaan penunjang canggih lainnya. Pembahasan
berikut dibatasi pada USG dan KTG.
1) Ultrasonografi
USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting
didalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja
suatu saat alat USG ini menjadi sepertis tetoskop bagi dokter
spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi penting dari
alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan
janin
(deteksidinianomali).
Pemeriksaan
panjang
kepala-
bokongjanin(CRL= crown-rumplength) yang dilakukan pada
kehamilan trimester pertama memiliki akurasi dengan kesalahan
kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia gestasi.
Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter
tunggal untuk penentuan usia gestasi dengan kesalahan terkecil.
Pengukuran diameter biparietal (DBP)
atau panjang femur
memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain dari
pemeriksaan USG adalah penapisan anomaly congenital yang
dilakukan rutin pada kehamilan 10–14 minggu dan 18–22 minggu.
Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama system saraf pusat
dan jantung akan memberikan perubahan dalam pola gerak janin
dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan interpretasi
kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat bawaan
pada janin.
2) Kardiotokografi
Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam
pemantauan kesejahteraan janin. Pada KTG ada tiga bagian besar
kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara ketiga parameter
tersebut. Peralatan KTG tersebut harus dipelihara dengan baik,
jangan sampai kabelnya rusak akibat sering dilepas dan dipasang
atau kesalahan dalam perawatan peralatan tokometer dan
kardiometer. Diperlukan seorang penanggung jawab untuk
perawatan dan pengoperasionalan KTG tersebut, juga pelatihan
didalam menginterpretasikan hasil KTG tersebut. Pada saat
pemeriksaan KTG, posisi pasien tidak boleh tidur terlentang, tetapi
harus setengah duduk atau tidur miring.
Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi
a) Usia kehamilan 28 minggu.
b) Ada persetujuan tindak medic dari pasien (secara lisan)
c) Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui
d) Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada computer
(pada KTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
Mekanisme Pengaturan DJJ
Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu:
a) Sistem Saraf Simpatis
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada didalam
miokardium. Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat
beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah
kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah
jantung. Dalam keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi
mempertahankan aktivitas pemompaan darah. Inhibisi saraf
simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan
frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.
b) Sistem saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut
nervusvagus yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini
akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang terletak
diantara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus,
misalnya dengan asetilkolin akan menurunkan frekuensi DJJ;
sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin,
akan meningkatkan frekuensi DJJ.
c) Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkusaorta dan sinus karotid. Bila
tekanan darah meningkat, baroreseptor akan merangsang
nervus vagus dan nervuss glosofaringeus pada batang otak.
Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa
penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.
d) Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dar dua bagian, yaitu bagian perifer yang
terletak didaerah carotid dan korpusaortik; dan bagian sentral
yang terletak dibatang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur
perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan
cairan serebro-spinal. Bila kadar oksigen menurun dan
karbondioksida meningkat, akan terjadi reflex dari reseptor
sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal
ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar
oksigen, dan menurunkan kadar karbon dioksida. Keadaan
hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor erifer
dan menimbulkan reflex bradikardia. Interaksi kedua macam
reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
e) Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya
variabilitas DJJ dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur,
aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan
berkurang.
f) Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medulla
adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini
akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi
jantung dan hipertensi.
g) Sistem
kompleks
proprioseptor,
serabut
saraf
nyeri,
baroreseptor, stretchreceptors dan pusat pengaturan
(LaurenFerrara,FrankManning,2005).
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari
salah satu tiga sumber, yaitu
a) Priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan send
b) Serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat dijaringan
kulit; dan
c) Baroreseptor
diaorta
stretchreceptors
askendens
diatrium
kanan.
dan
arteri
karotis,dan
Sinyal-sinyal
tersebut
diteruskan kecardio regulatory center (CRC) kemudian ke
cardiacvagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus
sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ.
4. Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen
penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa
ataupun adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong
persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan
klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan pe¬nyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas,
klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan,
dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).
d. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu,
juga
mencegah
terjadinya
penyulit
yang
dapat
mengancam
keselamatan jiwa mereka (Prawirohardjo, 2002).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu:
a. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
c. Nadi: setiap 1/2 jam
d. Pembukaan serviks setiap 4 jam
e. Penurunan: setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Pencatatan selama fase aktif persalinan
a. Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai
pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil-hasil pe¬meriksaan selama fase aktif persalinan,
termasuk:
1) Informasi tentang ibu:
a) Nama, umur.
b) Gravida, para, abortus (keguguran).
c) Nomor catatan medis/nomor puskesmas.
d) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal
dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu).
e) Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin:
a) DJJ;
b) Warna dan adanya air ketuban
c) Penyusupan (molase) kepala janin
3) Kemajuan persalinan:
a) Pembukaan serviks
b) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
c) Garis waspada dan garis bertindak
4) Jam dan waktu:
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
5) Kontraksi uterus:
a) Frekuensi dan lamanya
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
a) Oksitosin
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7) Kondisi ibu:
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b) Urin (volume, aseton atau protein)
8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan).
Mencatat temuan Partograf
1) Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai:
"jam" pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang
dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban.
2) Kesehatan dan kenyamanan janin
Kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk
pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan
(kepala janin).
a) Denyut jantung janin
1. Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada
bagian Pemeriksaan fisik, nilai dan catat denyut jantung
janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tandatanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini,
menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah
kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan
memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka
yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang
satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus.
2. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis
tebal angka 180 dan 100. Tetapi, penolong harus sudah
waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160. Untuk
tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ
melampaui kisaran nor¬mal ini. Catat tindakan-tindakan
yang dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu dari
kedua sisi partograf.
b) Warna dan adanya air ketuban
1. Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam,
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah.
Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah
lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang berikut ini:
a. U : Ketuban utuh (belum pecah)
b. J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
c. M :Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium
d. D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah
e. K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
("kering")
2. Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan
adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ
secara seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin
selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin
(denyut jantung janin < 100 atau >180 kali per menit), ibu
segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi
jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat
yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.
c) Molase (penyusupan kepala janin)
1. Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuai¬kan diri dengan bagian keras
panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau
tum¬pang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya
disproporsi tulang panggul (CPD). Keti¬dakmampuan
akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang
saling menyusup tidak dapat dipisahkan.
2. Apabila ada dugaan disproprosi tulang panggul, penting
sekali un¬tuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan
persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai
dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang
panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai.
3. Setiap
kali
melakukan
pemeriksaan
dalam,
nilai
penyusupan kepala janin. Catat temuan di kotak yang
sesuai (Gambar 2-6) di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:
a. 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi
b. 1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
c. 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih,
tapi masih dapat dipisahkan
d. 3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan
3) Kemajuan Persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling
kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Masing-masing angka
mempunyai lajur dan kotak tersendiri. Setiap angka/kotak
menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu
dengan kotak yang lain pada lajur diatasnya, menunjukkan
penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 juga
menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-masing
kotak di bagian ini menya¬takan waktu 30 menit.
a. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian
Pemeriksaan Fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan
serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda¬tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan,
catat pada partograf hasil te¬muan dari setiap pemeriksaan.
Tanda "X" harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan
lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuantemuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali
selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan
tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak
terputus).
b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian
Pemeriksaan fisik di bab ini. Setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering jika ada
tanda-tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah
atau presentasi janin.
Pada persalinan normal,
kemajuan pembukaan serviks
umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau
presentasi
janin.
Tapi
kadangkala,
turunnya
bagian
terbawah/presen¬tasi janin baru terjadi setelah pembukaan
serviks sebesar 7 cm.
c. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis
waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan
garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka
harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif
yang memanjang, macet, dll.).
Pertimbangkan
pula
adanya
tindakan
intervensi
yang
diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan
rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani
penyulit dan kegawat daruratan obstetri.
Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada,
dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika
pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak,
maka tindakan untuk menyelesaikan per¬salinan harus
dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis
bertindak terlampaui.
d. Jam dan waktu
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16.
Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya
fase aktif persalinan.
2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif,
tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan.
Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan
dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak
di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya.
Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan
pembukaan serviks di garis waspada.
Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak
waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam
menunjukkan ibu mengalami pembukaan 6 cm pada pukul
15.00, tuliskan tanda "X" di garis waspada yang sesuai
dengan angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri
dan catat waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya
(kotak ketiga dari kiri).
e. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak
dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom
paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30
menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan:
1) Beri kotak-kotak kecil di kotak yang sesuai untuk
menyatakan kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik.
2) Beri garis miring di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
3) Hitamkan kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya lebih dari 40 detik.
f. Obat-obatan yang diberikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur
kotak untuk mencatat oksi¬tosin, obat-obat lainnya dan cairan
IV.
1) Oksitosin.
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan
setiap 30 menit jumlah unit oksi¬tosin yang diberikan per
volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
2) Obat-obatan lain dan cairan IV
3) Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau
cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
g. Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan
kesehatan dan kenyamanan ibu.
1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan
nadi dan tekanan darah ibu.
a. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase
aktif persalinan. (lebih sering jika dicurigai adanya
penyulit). Beri tanda titik pada kolom waktu yang
sesuai.
b. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama
fase aktif persalinan (lebih sering jika dianggap akan
adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada
kolom waktu yang sesuai.
c. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika
meningkat, atau dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam
dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai.
2) Volume urin, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2
jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap
kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya ase¬ton
atau protein dalam urin.
h. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan
klinik di sisi luar kolom parto¬graf, atau buat catatan terpisah
tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan
waktu saat membuat catatan persalinan.
Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinik mencakup:
1) Jumlah cairan per oral yang diberikan.
2) Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur.
3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin,
bidan, dokter umum).
4) Persiapan sebelum melakukan rujukan.
5) Upaya Rujukan.
Pencatatan pada lembar belakang Partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat
hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran,
serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I
hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir).
Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan.
Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa
nifas
terutama
selama
persalinan
kala
empat
untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya
penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai.
Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan
klinik, terutama pada pe¬mantauan kala IV (mencegah
terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan
persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat
pula digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana telah
dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih
aman.
5. Perubahan fisiologis pada kala ii persalinan
a. Kontraksi, dorongan otot-otot dinding
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri.
Kontraksi menimbulkan nyeri, merupakan satu-satunya kontraksi
normal muskulus. Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik,
tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi
maupun lama kontraksi (Sumarah, 2008).
Sifat khas :
1) Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut
ke punggung bawah.
2) Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti. Beberapa
dugaan penyebab antara lain :
a) Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O2 pada miometrium.
b) Penekanan ganglion syarat di serviks dan uterus bagian bawah.
c) Peregangan serviks akibat dari pelebaran serviks.
d) Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti
uterus.
Pada waktu selang kontraksi/periode relaksasi diantara kontraksi
memberikan dampak berfungsinya sistem-sistem dalam tubuh, antara
lain :
1) Memberikan kesempatan pada jaringan otot-otot uterine untuk
beristirahat agar tidak menurunkan fungsinya oleh karena
kontraksi yang kuat secara terus menerus.
2) Memberikan kesempatan kepada ibu untuk istirahat, karena rasa
sakit selama kontraksi.
3) Menjaga kesehatan janin karena pada saat kontraksi uterus
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah plasenta sehingga bila
secara terus menerus berkontraksi, maka akan menyebabkan
hipoksia, anoksia, dan kematian janin.
Pada pemeriksaan kontraksi uterus tidak hanya meliputi : frekuensi,
durasi/lama dan intensitas/kuat-lemah, tetapi perlu diperhatikan juga
pengaruh dari ketiga hal tersebut mulai dari kontraksi yang belum
teratur hingga akhir persalinan. Misalnya pada awal persalinan,
kontraksi uterus setiap 20-30 menit selama 20-25 detik, intensitas
ringan lama-kelamaan menjadi 2-3 menit, lama 60-90 detik, maka hal
ini akan menghasilkan pengeluaran janin. Bila ibu bersalin mulai
berkontraksi selama 5 menit selama 50-60 detik dengan intensitas
cukup kuat maka dapat terjadi kontraksi tidak dapat teratur, frekuensi
lebih sering, durasi lebih lama. Terkadang dapat terjadi disfungsi
uterin, yaitu kemajuan proses persalinan yang meliputi dilatasi
servik/pelebaran serviks, mekanisme penurunan kepala memakan
waktu yang lama, tidak sesuai dengan harapan.
Kontraksi uterus bervariasi pada setiap bagian karena mempunyai pola
gradien. Kontraksi yang kuat mulai dari fundus hingga berangsurangsur berkurang dan tidak ada sama sekali kontraksi pada serviks.
Hal ini memberikan efek pada uterus sehingga uterus terbagi menjadi
dua zona yaitu zona atas dan zona bawah uterus. Zona atas merupakan
zona yang berfungsi mengeluarkan janin karena merupakan zona yang
berkontraksi dan menebal, dan sifatnya aktif. Zona ini terbentuk akibat
mekanisme kontraksi otot. Pada saat relaksasi panjang otot tidak bisa
kembali ke ukuran semula, ukuran panjang otot selama masa relaksasi
semakin memendek, dan setiap terjadi relaksasi ukuran panjang otot
semakin memendek dan demikian seterusnya setiap kali terjadi
relaksasi sehingga zona atas semakin menebal dan mencapai batas
tertentu pada saat zona bawah semakin tipis dan luas.
Sedangkan zona bawah terdiri dari istmus dan serviks uteri. Pada saat
persalinan istmus uteri disebut sebagai segmen bawah rahim. Zona ini
sifatnya pasif tidak berkontraksi seperti zona atas. Zona bawah
menjadi tipis dan membuka akibat dari sifat pasif dan berpengaruh
dari kontraksi pada zona atas sehingga janin dapat melewatinya. Jika
zona bawah ikut berkontraksi seperti zona atas maka tidak dapat
terjadi dilatasi/pembukaan servik, hal ini dapat mempersulit proses
persalinan.
b. Uterus
Uterus terbentuk dari pertemuan duktus Muller kanan dan kiri digaris
tengah sehingga otot rahim terbentuk dari dua spiral yang saling
beranyaman dan membentuk sudut disebelah kanan dan kiri sehingga
pembuluh darah dapet tertutup dengan kuat saat terjadi kontraksi
(Myles, 2009).
Terjadi perbedaan pada bagian uterus :
1) Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi
akan teraba keras saat kontraksi.
2) Segmen bawah : terdiri atas uterus dan cerviks, merupakan daerah
yang teregang, bersifat pasif. Hal ini mengakibatkan pemendekan
segmen bawah uterus.
3) Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk
lingkaran cincin retraksi fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus
inkoordinasi akan membentuk cincin retraksi patologis yang
dinamakan cincin bandl.
Perubahan bentuk :
Bentuk uterus menjadi oval yang disebabkan adanya pergerakan tubuh
janin yang semula membungkuk menjadi tegap, sehingga uterus
bertambah panjang 5-10 cm.
c. Pergeseran organ dasar panggul
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah
lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul.
Struktur yang paling penting adalah m. levator ani dan fasia yang
membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya
dapat dianggap sebagai dasar panggul. Kelompok otot ini menutup
ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah diafragma sehingga
memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang
cembung. Di sisi lain, m. levator ani terdiri atas bagian pubokoksigeus
dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang
tidak diisi oleh m. levator ani, diisi oleh m. piriformis dan m.
koksigeus pada sisi lain.
Ketebalan m. levator ani bervariasi dari 3 sampai 5 mm meskipun tepitepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama
kehamilan, m. levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada
pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali
tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari vagina
sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi, m. levator ani menarik
rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis sehingga bekerja
menutup vagina. Otot-otot perineum yang lebih superfisial terlalu
halus untuk berfungsi lebih dari sekadar sebagai penyokong (Sarwono,
2008).
Pada kala satu persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah janin
memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina. Namun,
setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya
dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin.
Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan serabut-serabut
m. levatores ani dan penipisan bagian tengah perineum, yang berubah
bentuk dari massa jaringan terbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau
tidak dilakukan episiotomi) struktur membran tipis yang hampir
transparan dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum teregang
maksimal, anus nenjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang
berdiameter 2 sampai 3 cm dan di sini dinding anterior rektum
menonjol. Jumlah dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang
memelihara vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah
yang amat besar kalau jaringan ini robek.
d. Ekspulsi janin
Setelah terjadinya rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai
hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian setelah
kedua bahu lahir disusui lahirlah trochanter depan dan belakang
sampai lahir janin seluruhnya. Gerakan kelahiran bahu depan, bahu
belakang, badan seluruhnya
6. Asuhan sayang ibu dan posisi meneran
a. Pengertian Asuhan Sayang Ibu
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu ( Depkes RI 2007 ). Asuhan
sayang ibu juga dengan memberikan asuhan yang aman, berdasarkan
temuan dan turut meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu.
Asuhan sayang ibu membantu ibu merasa nyaman dan aman selama
proses persalinan, yang menghargai kebiasaan budaya, praktek
keagamaan dan kepercayaan ( apabila kebiasaan tersebut aman ), dan
melibatkan ibu dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara
emosional sifatnya mendukung.
Asuhan sayang ibu melindungi hak – hak ibu untuk mendapatkan
privasi dan menggunakan sentuhan hanyaa seperlunya.
Wanita yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan
mengalami waktu persalinan yang lebih pendek, intervensi medis yang
lebih sedikit, seperti misalnya operasi Caesar dan hasil persalinan yang
baik.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi ibu selama persalinan da
kelahiran. Penting untuk mengikutsertakan suami, ibunya atau
siapapun yang di minta ibu untuk mendampinginya, saat ia
membutuhkan perhatian dan dukungan
b. Konsep Asuhan Sayang Ibu
Konsep asuhan sayang ibu menurut Pusdiknakes, 2003 adalah sebagai
berikut:
1) Asuhan yang aman berdasarkan evidence based dan ikut
meningkatkan kelangsungan hidup ibu. Pemberian asuhan harus
saling menghargai budaya, kepercayaan, menjaga privasi,
memenuhi kebutuhan dan keinginan ibu.
2) Asuhan sayang ibu memberikan rasa nyaman dan aman selama
proses persalinan, menghargai kebiasaan budaya, praktik
keagamaan dan kepercayaan dengan melibatkan ibu dan keluarga
dalam pengambilan keputusan.
3) Asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan
persalinan merupakan proses alamiah dan tidak perlu intervensi
tanpa adanya komplikasi.
4) Asuhan sayang ibu berpusat pada ibu, bukan pada petugas
kesehatan.
5) Asuhan sayang ibu menjamin ibu dan keluarganya dengan
memberitahu tentang apa yang terjadi dan apa yang bisa
diharapkan.
c. Langkah asuhan sayang ibu
1) Menawarkan adanya pendampingan saat melahirkan untuk
mendapatkan dukungan emosional dan fisik secara
berkesinambungan.
2) Memberi informasi mengenai praktek kebidanan, termasuk
intervensi dan hasil asuhan.
3) Memberi asuhan yang peka dan responsif dengan kepercayaan,
nilai dan adat istiadat.
4) Memberikan kebebasan bagi ibu yang akan bersalin untuk memilih
posisi persalinan yang nyaman bagi ibu.
5) Merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian
asuhan yang berkesinambungan.
6) Tidak rutin menggunakan praktek dan prosedur yang tidak
didukung oleh penelitian ilmiah tentang manfaatnya, seperti:
pencukuran, enema, pemberian cairan intervena, menunda
kebutuhan gizi, merobek selaput ketuban, pemantauan janin secara
elektronik.
7) Mengajarkan pada pemberi asuhan dalam metode meringankan
rasa nyeri dengan/ tanpa obat-obatan.
8) Mendorong semua ibu untuk memberi ASI dan mengasuh bayinya
secara mandiri.
9) Menganjurkan tidak menyunat bayi baru lahir jika bukan karena
kewajiban agama.
10) Berupaya untuk mempromosikan pemberian ASI dengan baik.
d. Prinsip umum sayang ibu
1) Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan
fisiologis.
2) Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan
intervensi tanpa ada indikasi.
3) Memberikan rasa aman, berdasarkan fakta dan memberi kontribusi
pada keselamatan jiwa ibu.
4) Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu.
5) Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu.
6) Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara
emosional.
7) Memastikan ibu mendapat informasi, penjelasan dan konseling
yang cukup.
8) Mendukung ibu dan keluarga untuk berperan aktif dalam
pengambilan keputusan.
9) Menghormati praktek-praktek adat dan keyakinan agama.
10) Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/
keluarganya selama kehamilan, persalinan dan nifas.
e. Asuhan Sayang Ibu dalam Proses Persalinan
1) Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan
dekat dengan bidan.
2) Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan
dilakukan bidan dalam pemberian asuhan.
3) Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran proses persalinan
yang akan dihadapi ibu dan keluarga.
4) Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan
keluarga sehubungan dengan proses persalinan.
f. Mengatur posisi meneran
1) Menganjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman
selama persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan suami dan
pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu
boleh berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau
merangkak. Posisi tegak seperti berjalan, berdiri atau jongkok
dapat membantu turunnya kepala bayi dan sering kali
memperpendek waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti
posisi selama persalinan.
2) Beritahukan pada ibu untuk tidak berbaring terlentang lebih dari 10
menit, karena jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan
isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena
cava inferior. Hal ini akan mengakibatkan turunnya aliran darah
dari sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan hipoksia atau kekurangan pasokan oksigen pada
janin. Selain itu, posisi terlentang berhubungan dengan gangguan
terhadap proses kemajuan persalinan.
3) Saat pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu untuk meneran
sesuai dengan dorongan alamiahnya, dan beristirahat diantara
kontraksi. Jika diinginkan, ibu dapat mengubah posisinya. Posisi
berdiri atau jongkok, dapat mempersingkat kala dua persalinan.
Biarkan ibu untuk mengeluarkan suara selama persalinan dan
proses kelahiran berlangsung.
4) Sebagian besar penolong akan memimpin persalinan dengan
menginstruksikan untuk menarik nafas panjang dan meneran,
segera setelah pembukaan lengkap. Biasanya, ibu dibimbing untuk
meneran tanpa berhenti selama 10 detik atau lebih, tiga sampai
empat kali per kontraksi. Meneran dengan cara ini dikenal sebagai
meneran dengan tenggorokan terkatup atau manuver Valsava.
g. Posisi meneran
1) Posisi duduk atau setengah duduk
Posisi ini nyaman bagi ibu dan ia bisa beristirahat dengan mudah
diantara kontraksi jika merasa lelah. Keuntungan dari kedua posisi
ini adalah memudahkan melahirkan kepala bayi.
2) Merangkak atau berbaring miring
Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini lebih nyaman dan efektif
bagi ibu untuk meneran. Kedua posisi tersebut mungkin baik jika
ada masalah bagi bayi yang akan berputar ke posisi oksiput
anterior. Merangkak merupakan posisi yang baik bagi ibu yang
mengalami nyeri punggung saat persalinan.Berbaring miring ke
kiri seringkali merupakan posisi yang baik bagi ibu karena jika ibu
kelelahan ibu bisa beristirahat dengan mudah diantara
kontraksi.Posisi ini juga bisa membantu mencegah laserasi
perineum.
3) Jongkok atau berdiri
Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini dapat mempercepat
kemajuan proses persalianan kala II dan mengurangi rasa nyeri.
C. Mekanisme persalinan normal
1. Pemantauan ibu
a. Kontraksi
Pada kala II kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu
setiap 2 menit sekali dengan durasi > 40 detik, dan intensitas semakin
lama semakin kuat. Karena biasanya pada tahap ini kepala janin sudah
masuk dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan
pada otot-otot dasar panggul yang secara reflex menimbulkan rasa
ingin meneran, pasien merasakan adanya tekanan pada rectum dan
merasa seperti ingin BAB.
Pemantauan kontraksi yang di lakukan antara lain :
1) Palpasi kontraksi uterus ( control tiap 10 menit )
2) Frekuensi setiap 30 menit selama fase aktif.
3) Lamanya kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.
4) Kekuatan kontraksi dalam detik.
Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seluruh ototnya
berkontraksi. Proses ini akan efektif jika his bersifat fundal dominan,
yaitu kontraksi didominasi oleh otot fundus yang menarik otot bawah
rahim ke ata sehingga akan menyebabkan pembukaan servik dan
dorongan janin ke bawah secara alami.
Pemantauan kontraksi harus di lakukan karena untuk memantau
berapa banyak dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menitnya.
Ketidak normalan kontraksi salah satunya dapat mengacu pada inersia
uteri.
b. Tanda-Tanda Kala Dua Persalinan
Pada kala II ini bidan harus dapat mengidentifikasi keadaan mengenai
tanda-tanda yang khas dari kala II sebagai patokan untuk
melaksanakan asuhan persalinan kalaII yang tepat. Kepastian dari
diagnosis persalinan kala II sangat menentukan proses persalinan kala
II itu sendiri.
Adapun tanda-tanda seorang ibu akan bersalin adalah sebagai berikut :
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekana pada rectum dan / atau
vaginanya.
3) Perineum menonjol.
4) Vulva –vagina dan sfingter ani membuka.
5) Meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah
c. Keadaan Umum
1) Kesadaran
Memantau atau menilai keadaan ibu dapat dilaukukan dengan
menginspeksi wajah ibu dan reaksi ibu setelah diberi rangsangan,
apakah ibu masih dapat menerima rangsangan tersebut atau tidak.
2) Tekanan darah dan temperatur : setiap 4 jam
Mengingat bahwa salah satu tanda pre eklamsi adalah tekanan
darah yang tinggi yaitu diastolik pada angka 90-110 mmHg maka
selama kala dua persalinan seorang bidan di wajibkan untuk
memantau tekanan darah, sehingga jika terlihat tekanan darah ibu
mulai naik, bidan dapat melakukan tindakan antisipasi.
3) Nadi : setiap 30 menit
Tanda dari infeksi, syok, dehidrasi, banyak kehilangan darah dan
juga kecemasan seorang ibu salah satunya dapat dilihat dari
frekuensi denyut nadi. Denyut nadi yang semakin cepat diatas
100x/menit dapat mengindikasikan ke hal-hal tersebut, sehingga
penting sekali untuk menilai denyut nadi ibu dalam kala dua
persalinan.
d. Volume urin, protein,dan aseton.
e. Respon keseluruhan pada kala II :
1) Keadaan dehidrasi
Tanda-tanda dehidrasi secara umum : bibir kering, mata cekung,
kekenyalan kulit menurun, demam ringan (38ºC atau 100,4 ºF),
nafasnya agak cepat dan dalam (lebih dari 20 tarikan per menit),
denyut jantung bayi lebih cepat dari 160 detak per menit.
2) Perubahan sikap/perilaku
Seringkali ibu yang akan melahirkan mengalami stres, kecemasan
dan kekhawatiran, biasanya akan ditunjukkan dengan perubahan
sikap dan perilaku. Maka dari itu diperlukan pula pemantauan
sikap ibu, sehingga bidan dapat melakukan tindakan untuk
menenangkan ibu, seperti mengajarkan rileksasi atau memberi
pengertian-pengertian kapada ibu, yang pada akhirnya jika ibu
tenang dan dapat menerima, itu akan mempermudah dalam proses
persalinan.
3) Tingkat tenaga ( yang dimiliki )
Persalinan normal merupakan persalinan yang terjadi dengan
tenaga ibu sendiri, yaitu tenaga atau kekuatan untuk meneran.
f. Pembukaan serviks
2. Pemantauan Janin
a. Saat bayi belum lahir
1) Frekuensi denyut jantung janin
Frekuensi yang dipantau pada janin sebelum lahir adalah frekuensi
denyut jantung janin, karena inilah satu-satunya indicator yang
menunjukkan kesejahteraan janin dalam uterus. Denyut jantung
janin diperiksa setiap 30 menit sekali dan hasilnya dituliskan di
partograf.
2) Bagian terendah janin
Bidan sangat perlu untuk melakukan pemantauan terhadap bagian
terendah janin, hal ini berkaitan dengan posisi ubun-ubun kecil jika
janin dengan presentasi kepala, letak muka, atau ubun-ubun besar
yang mengindikasikan kemungkinan aka nada kesulitan dalam
proses kelahiran kepala.
Pemantauan molase harus dilakukan untuk menilai apakah proses
penyesuaian kepala janin dengan jalan lahir berlangsung baik.
3) Penurunan bagian terendah janin
Pemantauan ini berkaitan dengan proses kemajuan persalinan
mulai dari penurunan sampai dengan lahirnya kepala. Penurunan
kepala yang lambat disertai dengan frekuensi denyut jantung janin
abnormal yang mengidentifikasikan adanya lilitan tali pusat ( jika
kondisi ini belum teridentifikasi melalui pemeriksaan USG pada
kunjungan kehamilan ).
b. Saat Bayi Lahir
1) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir
Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaian sekilas untuk
menilai kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai
adalah warna kulit, tangis bayi, jika warna kulit adalah kemerahan
dan bayi dapat menangis spontan maka ini sudah cukup untuk
dijadikan data awal bahwa bayi dalam kondisi baik.
2) Menit pertama kelahiran
Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan
penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara
sederhana yang disebut nilai SICTUNA ( ISGTUNA SCORE ),
sesuai dengan nama tempat terjadinya consensus. Penilaian cara ini
digunakan terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar
karena hanaya menilai dua parameter yang penting namun cukup
mewakili indicator kesejahteraan bayi baru lahir.
Sesaat setelah bayi lahir bidan memantau 2 tanda vital bayi sesuai
dengan SIGTUNA skor, yaitu upaya bayi untuk bias bernafas dan
frekuansi jantung ( dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10
sama dengan frekuensi jantung satu
3. Menolong persalinan sesuai APN
Melihat tanda dan gejala kala dua
1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.
a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
b. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan/atau vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.
Siap alat siapkan diri
2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan BBL.
a. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung
suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih..
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci
kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
menggunakan teknik 7 langkah dan mengeringkan tangan dengan
handuk pribadi.
5) Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
6) Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai
sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan
kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik).
Pastikan pembukaan lengkap
7) Melakukan vulva haygiene
8) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memstikan bahwa pembukaan
serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan
pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci
kedua tangan (seperti di atas).
10) Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali /
menit ).
a.
Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
b.
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
Menyiapkan ibu dan keluarga
11) Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
keinginannya:
a.
Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta
janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
mendokumentasikan temuan-temuan.
b.
Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai
meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran.
(Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan
ia merasa nyaman).
Bimbinglah ibu tuk meneran
13) Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran :
a.
Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan
untuk meneran.
b.
Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
c.
Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(tidak meminta ibu berbaring terlentang).
d.
Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
e.
Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat
pada ibu.
f.
Menganjurkan asupan cairan per oral.
g.
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
h.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau
60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera.
14) Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.
a.
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit,
menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksikontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
b.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera
setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
Siap-siap untuk menolong
15) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi
16) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
17) Membuka partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan
bahan.
18) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Tolong kepala bahu badan
Lahirnya kepala
19) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas
cepat saat kepala lahir.
a.
Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan
hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee
disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang
baru dan bersih.
20) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain
atau kasa yang bersih.
21) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi
:
a.
Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.
b.
Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua
tempat dan memotongnya.
22) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan. proses-persalinan-normal-per-vaginam
Lahirnya bahu
23) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan
di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran
saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah
dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar
untuk melahirkan bahu posterior.
Lahir badan dan tungkai
24) Setelah kedua bahu dilahirkan, geser tangan bawah untuk kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan
dan siku sebelah atas
25) Setelah tubuh dari lengan lahir, penelusuran tngan berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(memasukan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata
kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya), letakan bayi ditas perut ibu
Penanganan bayi baru lahir
26) Lakukan penilaian (selintas)
a.
Apakah bayi cukup bulan?
b.
Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium?
c.
Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
d.
Apakah bayi bergerak dengan aktif?
e.
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjut langkah resusitasi
pada afeksia bayi baru lahir
f.
Bila semua jawaban adalah “YA” lanjut perawatan bayi baru lahir.
27) Keringkan tubuh bayi, mulai muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk
basah dengan handuk atau kain kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
28) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
29) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting
dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
30) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau
selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan
tali pusat terbuka.
a.
Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan
yang sesuai.
31) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu
menghendakinya.
Menagemen aktif kala III
32) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen
untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
33) Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
34) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
Penegangan tali pusat terkendali (PTT)
35) Memindahkan klem pada tali pusat
36) Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas
tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi
kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem
dengan tangan yang lain.
37) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan
ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang
berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan
uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk
membantu mencegah terjadinya inversio uteri.
a.
Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut
mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta
38) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik
tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve
jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
a.
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
b.
Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat
selama 15 menit :
a) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
b) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih
dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.
c) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
d) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit
berikutnya.
e) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit
sejak kelahiran bayi.
39) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta
dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput
ketuban tersebut.
a.
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu
dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau
forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan
bagian selaput yang tertinggal.
Pemijatan uterus
40) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus menjadi keras).
Menilai perdarahan
41) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau
tempat khusus.
a.
Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama
15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
42) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
Melakukan prosedur pasca persalinan
43) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.
mengevaluasi perdarahan vagina
44) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih
bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.
45) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati
sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
46) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan
dengan simpul mati yang pertama.
47) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin
0,5 %.
48) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
49) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
50) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam
:
a.
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b.
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
c.
Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
d.
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan
perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
e.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang
sesuai.
51) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus
dan memeriksa kontraksi uterus.
52) Mengevaluasi kehilangan darah.
53) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15
menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit
selama jam kedua pasca persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan.
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Kebersihan dan keamanan
54) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
55) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah
yang sesuai.
56) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu
memakai pakaian yang bersih dan kering.
57) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan
yang diinginkan.
58) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
59) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan dengan sabun
dan air mengalir.
Dokumentasi
60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)
4. Maneuver tangan dan langkah – langkah dalam melahirkan
a.
Melahirkan kepala
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang bersih
dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan
kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi
segera setelah setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan
(di bawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi
perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain
pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi
kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus
dan perineum.
b.
Melahirkan bahu
1) Setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali
pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga terjadi putaran paksi
luar secara spontan
2) Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu
meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh
bayi hingga bahu melewati simfisis
3) Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral
tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat
dilahirkan.
c.
Melahirkan seluruh tubuh bayi
1) Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah
perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan
tersebut
2) Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan
tangan posterior saat melewati perineum
3) Tangan bawah (posterior) menopang samping lateral tubuh bayi
saat lahir
4) Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan
memegang bahu, siku dan lengan bagian anterior
5) Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi ke bagian
punggung, bokong dan kaki
6) Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas diantara
kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan
ketiga jarti tangan lainnya
7) Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah disiapkan
pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih
rentan dari tubuhnya
8) Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada
tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan
bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.
5. Membantu kelahiran bahu
Setelah kepala janin keluar selanjutnya kita melahirkan bahu janin bagian
depan dengan cara kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan
kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan kearah anus sehingga
bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar
oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus
sternokledomastoideus, kemudian kepala janin diangkat kearah simfisis
untuk melahirkan bahu depan.
6. Kebutuhan ibu dalam kala II
Menurut Sarwono (2006) peran bidan adalah memantau dengan seksama
dan memberikan dukungan serta kenyamanan pada ibu, baik segi/perasaan
maupun fisik, seperti :
a. Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan :
1) Mendampingi ibu agar merasa nyaman
2) Menawarkan minum, mengipasi, dan memijat ibu.
b. Menjaga kebersihan diri :
1) Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi
2) Jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera dibersihkan.
c. Kenyamanan bagi ibu :
1) Memberikan
dukungan
mental
untuk
mengurangi
kecemasan/ketakutan ibu dengan cara :
a) Menjaga privasi ibu
b) Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan
c) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan
keterlibatan ibu
d) Mengatur posisi ibu
e) Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu dianjurkan
berkemih sesegera mungkin.
f) Memberikan cukup minum agar memberi tenaga dan
mencegah dehidrasi.
Selain itu menurut Lesser dan Keane dalam buku Midwifery oleh Varney
(2002) menyatakan bahwa kebutuhan ibu selama persalinan antara lain :
perawatan tubuh, pendampingan oleh keluarga, bebas dari rasa nyeri
persalinan, penghormatan akan budaya, dan informasi tentang diri dan
janinnya. Asuhan tubuh artinya metode sentuhan oleh pendamping
persalinan, misalnya : mengusap muka dengan washlap lembab,
memperhatikan kebersihan tubuh, memperhatikan kebersihan pada vulva,
agar ibu nyaman dan pemberian nutrisi
D. Melakukan amniotomi dan episiotomi
1. Amniotomi
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput ketuban (amnion)
dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan melebar secara
spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan didalam rongga
amnion. Tindakan ini hanya dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau
hamper lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagaimana mestinya. Menurut hasil berbagai penelitian yang dikutip dari
jurnal kedokteran, melakukan amniotomi dini secara rutin pada persalinan
sama sekali tidak memberikan manfaat terhadap proses persalinan. Dahulu
ada anggapan bahwa dengan dipecahkannya ketuban maka proses
persalinan akan lebih pendek dan nyeri akan berkurang anggapan ini
terbantahkan oleh penelitian yang melibatkan wanita dengan hasil bahwa,
ternyata pemecahan selaput ketuban secara rutin sama sekali tidak terbukti
mempercepat persalinan dan mengurang rasa nyeri. Cairan amnion
berfungsi sebagai pelindung bayi dari tekanan kontraksi uterus. Karena alas
an inilah maka amniotomi dini tidak dilakukan pada persalinan kala I.
biasanya selaput ketuban akann pecah secara spontan.
Diantara waktu kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati.
Raba selaput ketuban untuk memastikan apakah kepala sudah masuk
panggul dengan baik dan tali pusat atau bagian-bagian kecil tubuh bayi
(misalkan tangan) tidak bisa dipalpasi. Jika ternyata baguian-bagian kecil
dari tubu bayi dapat dipalpasi, maka janagn sekali-kali mencoba
memecahkan selaput ketuban karena akan meyebabkan penyulit persalinan.
Saat memecahkan selaput ketuban, satu tangan berada diatas fundus untuk
memfiksasi kepala agar tetap berada didalam PAP denagn baik dan
terkunci sementara satu tangan berada dalam vagina bertugas untuk
memecahakn selaput ketuban. Setelah selaput ketuban dipecahkan,
pertahankan satu tanganuntuk berada didalam vagina untuk mengetahui
penurunan kepala janin dan memastikan bahwa tali pusat atau bagian kecil
janin tidak teraba.
a.
Keuntungan tindakan amniotomi
1) Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium
2) Menentukan punctum maksimum DJJ akan lebih jelas
3) Mempermudah perekaman pada saatmemantau janin
4) Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses
pembukaan serviks
b.
Kerugian tindakan amniotomi
1) Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang
mengakibatkan kecacatan pada tulang kepala akibat dari tekanan
deferensial meningkat
2) Dapat menambah kompresi tali pusat akibat cairan amniotic
berkurang.
c.
Indikasi amniotomi
1) Pembukaan lengkap.
2) Pada kasus solusio plasenta
2. Episiotomi
Episiotomy adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan
mencegah rupture perineum totalis. Pada masa lalu dianjurkan untuk
melakukan epieiotomi secara rutin yang tujuannya untuk mencegah
robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata agar mudah
dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup.
Sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak
diperbolehkan, karena ada indikasi tertentu untuk tetap dilakukannya
tindakan episiotomy. Para penolong persalinan harus cermat membaca kata
rutin pada episiotomy karena hal itulah yang dianjurkan, bukan
episiotominya.
Alasan untuk tidak dilakukan episiotomi rutin
a.
Jumlah darah yang hilang meningkat dan resiko terjadinya hematom
b.
Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak terjadi pada
episiotomi rutin daripada tanpa episiotomi
c.
Meningkatnya nyeri pasca persalinan didaerah perineum
d.
Meningkatnya resiko infeksi
Indikasi episiotomi untuk mempercepat proses kelahiran bayi dilakukan
jika terdapat hal berikut :
a.
Gawat janin dan janin akan segera dilahirkan dengan tindakan
b.
Penyulit kelahiran pervagina misanya karena bayi sungsang, distosia
bahu, ekstraksi vakum atau forsep
c.
Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat
kemajuan persalinan.
Tujuan episiotomi adalah supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak
teratur dan robekan pada muskulus sfingter ani (rupture perinea totalis)
yang tidak bisa dijahit dan dirawat dengan baik, karena jika terjadi akan
mengakibatkan beser berak.
Tujuan tindakan episiotomi
a.
Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak
b.
Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit
c.
Menghindari robekan perineum spontan
d.
Memperlebar jalan lahir pada tindakan pervagina
Pertimbanagn melakukan episiotomi
Waktu yang tepat melakukan episiotomi
a. Pada waktu puncak his dan pada saat meneran
b. Lingkar kepala pada perineum sekitar 5 cm
c. Indikasi melakukan episiotomi
d. Hamper mayoritas pada primigravida dapat dihindarkan dengan
mempertimbangkan elastisitas perineum
e. Pada multigravida dengan perineum yang kaku
f. Pada persalinan premature atau letak sungsang
Jenis-jenis Episiotomi
a. Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah
tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke
arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah
kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm.
c. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau
9 menurut arah jarum jam. Episiotomi ini sudah jarang dilakukan,
karena banyak menimbulkan komplikasi.
E. Fisiologi kala III
1.
Mekanisme pelepasan plasenta
Plasenta adalah masaa yang bulat dan datar. Permukaan maternal plasenta
berwarna antara kebiruan dan kemerahan, serta tersusun dari lobus-lobus.
Pada plasenta bagian maternal inilah terjadi pertukaran darah janin dan
maternal. Pertukaran ini berlangsung tanpa terjadi percampuran antara
darah maternal dan darah janin. Permukaan plasenta pada fetal memiliki
karakteristik halus, berwarna putih, mengkilap, dan pada permukaannya
dapat dilihat cabang vena dan arteri umbilikalis. Duaselaput ketuban yang
melapisi permukaan fetal adalah korion dan amnion, yang memanjang
sampai ujung bagian luar kantong yang berisi janin dan cairan amnion.
Tali pusat membentang dari umbilicus janin sampai ke permukaan fetal
plasenta umumnya memiliki panjang sekitar 56 cm. tali pusat ini
mengandung tga pembuluh darah : dua arteri yang berisi darah kotor janin
menuju plasenta dan satu vena yang mengandung oksigen menuju janin.
Pemisahan plasenta di timbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium
sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area
plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai
memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti
uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan,
bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah
tekanan pada plasenta dan selanjutnya membantu pemisahan.
Kontraksi uterus yang selanjutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta
dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran
selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta.
Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta yang sebagai berikut
a.
Metode schulze
Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan
merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan
fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang
mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari
dinding uterus. Permukaaan maternal plasenta tidak terlihat dan
bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan
retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga
menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan.
Hal tersebut mungkin terjadi karena ada serat otot oblik dibagian atas
segmen uterus.
b.
Metode matthews ducan
Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk vulva dengan
pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki
lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong. Pada
metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang
tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas
semua selengkap metode schultze. Metode ini adalah metode yang
berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses
pelepasan berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat
banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik dibagian bawah
segmen).
Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut.
a.
Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simpisis,
tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta
sudah lepas, tetapi bila diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.
b.
Klein
Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali
berarti plasenta belum lepas, tetapi bila diam turun berarti plasenta
sudah lepas.
c.
Strassman
Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar
berarti plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar plasenta sudah
lepas.
Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi
lahir, namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan
sebelumnya ada riwayat perdarah postpartum, maka tidak boleh
menunggu, sebaliknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu,
bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya
plasenta langsung dikeluarkan.
2.
Pengawasan pendarahan
Setelah plasenta berhasil dilahirkan, bidan harus terus memantau tandatanda penurunan kesadaran atau perubahan pernafasan . karena adanya
perubahan kardiovaskuler yang cepat (yaitu peningkatan tekanan
intracranial sewaktu mengedan dan pertambahan cepat curah jantung).
Periode ini merupakan periode dimana dapat terjadi risiko rupture
aneurisme serebri yang memang telah ada dan emboli cairan amnion pada
paru-paru. Dengan lepasnya plasenta, ada kemungkinan cairan amnion
memasuki sirkusi ibu jika otot uterus tidak berkontraksi dengan cepat dan
baik.
3.
Menajaemen aktif kala III
Manajemen aktif kala III (tiga) sangat penting dilakukan pada setiap
asuhan persalinan normal dengan tujuan untuk menurunkan angka
kematian ibu. Saat ini, manajemen aktif kala III (tiga) telah menjadi
prosedur tetap pada asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu
kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong
persalinan (dokter dan bidan).
Tujuan manajemen aktif kala III (tiga) adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III (tiga)
persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Penatalaksanaan manajemen aktif kala III (tiga) dapat mencegah
terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia
uteri dan retensio plasenta.
Keuntungan manajemen aktif kala III (tiga) adalah:
a. Persalinan kala tiga lebih singkat.
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah.
c. Mengurangi kejadian retensio plasenta.
4.
Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban dan tali pusat
a. Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan plasenta setelah persalinan merupakan keterampilan
yang sangat penting yang dilakukan oleh bidan untuk menurunkan
kemungkinan terjadinya perdarahan pascapartum dan infeksi.
Plasenta adalah struktur berbentuk diskus yang memiliki dua
permukaan yaitu permukaan maternal dan permukaan janin.
Terkadang plasenta berkembang dengan struktur dan tampilan
abnormal seperti plasenta sirkumvalat. Plasenta melebar di bawah
permukaan endometrium dan kantong embrionik membesar di
atasnya. Endometrium di antara keduanya terdesak dan hancur
kemudian menyebabkan terbentuknya membrane aseluler dan dapat
mempengaruhi penempelan plasenta di desidua sehingga
meningkatkan risiko terjadinya abrupsio plasenta. Plasenta memiliki
cincin tebal putih_abu-abu menonjol yang mengelilingi bagian tengah
permukaan janin, cincin tersebut terjadi akibat terlipatnya selaput
janin ke arah belakang (Blackburn & Loper ,1992). Pada kehamilan
cukup bulan, berat plasenta sekitar 500-600 gr (kira-kira 1/6 berat
badan bayi) , diameternya 15-20 cm dengan tebal 2-3 cm dan jumlah
kontiledon 16-20 buah. pengekleman tali pusat yang terlalu dini dapat
menyebabkan plasenta menjadi lebih ringan. Hal tersebut disebabkan
oleh jumlah darah yang dialirkan dari plasenta ke bayi pada saat
kelahiran. Plasenta yang besar dapat berhubungan dengan ibu yang
diabetes dan kehamilan kembar, plasenta yang kecil berhubungan
dengan terjadinya defisiensi pertumbuhan intrauterine kronis.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara memastikan bahwa seluruh
plasenta telah lahir lengkap dengan cara memeriksa jumlah
kotiledonnya. Periksa dengan seksama pada bagian pinggir plasenta
apakah kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain
(plasenta suksenturiata ). Perhatikan apakah ada bagian tertentu yang
seperti tertinggal atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka
segera lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
b. Selaput ketuban
Amnion dan korion terdiri dari selaput janin yang tampak menyatu.
Amnion terasa halus, tembus cahaya dan liat sedangkan karion lebih
tebal, keruh dan rapuh. Korion mulai terdapat di tepi plasenta dan
melebar ke sekitar desidua. Setelah kelahiran, selaput ketuban akan
berlubang karena dilewati bayi. Bila selaput ketuban tampak tidak rata
kemungkinan ada bagian yang tertinggal di uterus. Hal ini dapat
mempengaruhi kontraktillitas uterus dan mencetuskan perdarahan
pascapartum. Hal ini juga menjadi media tumbuhnya mikroorganisme,
yang menjadi pencetus infeksi. Bekuan pascapartum yang keluar
harus diperiksa untuk adanya selaput ketuban.
Setelah plasenta lahir periksa kelengkapan selaput ketuban untuk
memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya
dengan meletakkan plasenta di atas bagian yang datar dan pertemukan
setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda
robekan dari tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek maka segera
lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban
karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal di
dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan infeksi.
c. Tali pusat
Periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali pusat
diantaranya :
1) Panjang tali pusat
2) Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin)
3) Insersio tali pusat
4) Jumlah vena dan arteri pada tali pusat
5) Adakah lilitan tali pusat
Kebiasaan memotong tali pusat mulai diperkenalkan pada abad ke –
17 bersamaan dengan dilakukannya praktik persalinan ditempat tidur.
Akibatnya, tempat tidur menjadi basah oleh darah dan kemudian
pengkleman tali pusat mulai banyak dilakukan untuk mengurangi hal
tersebut.
5.
Pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perinium, tanda vital,
hygience
Memeriksa apakah ada robekan pada introitus vagina dan perineum yang
menimbulkan perdarahan aktif. Bila da robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan laserasi. Periksa kembali kontraksi
uterus dan tanda adanya perdarahan pervaginam , pastikan kontraksi
uterus baik.
Lanjutkan pemantauan terhadap kontraksi uterus, tanda perdarahan
pervaginam dan tanda vital ibu: 2-3 kali dalam 10 menit pertama, setiap
lima belas menit pada satu jam pertama, setiap 20-30 menit pada jam
kedua, pastikan kontraksi uterus, bila kontraksi uterus tidak baik, lakukan
masase uterus dan berikan metal ergometrin 0,2 mg intramuscular.
Mengajarkan ibu / keluarga untuk memeriksa/merasakan uterus yang
memiliki kontraksi baik dan mengajarkan melakukan cara massase uterus
apabila kontraksi uterus tidak baik.
Mengevaluasi jumlah perdarahan yang terjadi kenungkinan memeriksa
tekanan darah dan nadi ibu, kandung kemih setiap 15 menit selama satu
jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca
persalinan.
Perdarahan pada atonia uteri : ujung pembuluh darah di tempat implantasi
akan terbuka sesaat setelah plasenta dilepaskan, sekitar 300-500 ml darah
per menit akan keluar melalui ujung pembuluh darah tsb, penghentian
perdarahan dari bekas tempat implantasi plasenta hanya dapat terjadi jika
anyaman miometrium menjepit pembuluh darah yang berjalan diantara
anyaman tersebut, atonia atau hipotonia membuat mekanisme penjepitan
tersebut gagal berfungsi.
Atonia uteri berkaitan dengan : kapasitas uterus jauh lebih besar dan
normal (polihidramnion, hamil kembar, makrosomia,). Kala I atau II
yang memanjang, partus presipitatus, induksi atau akselerasi persalinan,
infeksi intrapartum, grade multipara, penggunaan tokolitik (misalnya :
mgso4 atau narkose (misalnya : ether).
6.
Kebutuhan ibu kala III
a. Ketertarikan ibu pada bayi. Ibu mengamati bayinya, menanyakan apa
jenis kelaminnya, jumlah jari-jari dan mulai menyentuh bayi.
b.
Perhatian pada dirinya. Menjelaskan kondisi ibu, perlu penjahitan
atau tidak, bimbingan tentang kelanjutan tindakan dan perawatan ibu
c. Tertark plasenta. Menjelaskan kondisi plasenta, lahir lengkap atau
tidak.
7.
Pendokumentasian kala III
Hal- hal yang perlu di catat selama kala III sebagai berikut :
a. Lama kala III
b. Pemberian oksitosin berapa kali.
c. Bagaimana pelaksanaan penegangan tali pusat terkendali.
d. Perdarahan
e. Kontraksi uterus
f. Adakah laserasi jalan lahir
g. Vital sign ibu.
h. Keadaan bayi baru lahir.
F. Mendeteksi adanya komplikasi persalinan kala III dengan cara mengatasinya
1.
Pendarahan pada kala III
Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya
pembuluh-pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta
karena sinus-sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus
terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah
tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih
dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing. Apabila setelah
lahirnya bayi darah yang keluar melebihi 500cc maka dapat dikategorikan
mengalami perdarahan pasca persalinan. Pada pasien yang mengalami
perdarahan pada kala III atau mengalami pengeluaran darah sebanyak
>500cc, tanda-tanda yang dapat dijumpai secara langsung diantaranya
perubahan pada tanda-tanda vital seperti pasien mengeluh lemah,
berkeringat dingin, menggigil, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/mnt,
kadar Hb <8 g%.
Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah
akibat dari hipofibrinogenemia ( solution plasenta, retensi janin mati
dalam uterus, emboli air ketuban ). Apabila sebagian plasenta lepas dan
sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa
berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu.
Selanjutnya apabila sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil
masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa
nifas. Sebab terpenting pada perdarahan post partum adalah atonia uteri.
2.
Antonia utri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya otot tonus atau kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Gejala
3.
a.
Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat.
b.
Tekanan darah menurun.
c.
Syok karena perdarahan.
d.
Perdarahan dari vagina 500cc/lebih.
Retensio plasenta
Disebut sebagai retensio plasenta apabila plasenta tetap tertinggal dalam
uterus setengah jam setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan
dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus.
Jenis-jenis retensio plasenta :
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai atau memasuki miometrium.
d. Plasenta prekreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serasa dinding uterus.
e. Plasenta inkarsereta adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
4.
Perlukaan jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir
biasanya akibat episoitomi, robekan spontan perineum, trauma forseps
atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet,laserasi), luka episiotomi, robekan
perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani
terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah
sekitar klitoris, uretra, dan bahkan yang terberat, ruptura uteri. Oleh
karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti
untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Pendarahan yang terjadi
saat kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa
plasenta.
Pemeriksaan dapat dilakaukan dengan cara pemeriksaan inspeksi pada
vulva, vagina dan serviks dengan memakai spekulum untuk mencari
sumber pendarahan dengan ciri warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena ruptura uteri dapat di duga
pada persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris
resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal.
Semua sumber perdarahan harus di klem, di ikat, dan luka di tutup dengan
jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Derajat laserasi jalan lahir adalah sebagai berikut:
a. Derajat I: mukosa vigina, fauchette posterior, kulit perineum
b. Derajat II: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot
perineum.
c. Derajat III: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinter ani eksterna.
d. Derajat IV: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rektum anterior.
5.
Tindakan – tindakan kala III kompresi bimanual internal dan eksternal,
kompresi aorta, manual plasenta
a. Kompresi bimanual internal dan eksternal
Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang
digunakan adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai
upaya pengganti kontraksi miometrium (yang sementara waktu tidak
berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit
anyaman cabang-cabang pembuluh darah besar yang berjalan
diantaranya.
1) Kompresi Bimanual Internal (KBI)
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen (
diluar ) dan tinju tangan dalam ( didalam vagina, tepatnya
menekan forniks anterior berlawanan dengan tangan eksterna )
untuk menjepit pembuluh darah di dalam myometrium ( sebagai
penggant mekanisme kontrasi ). Perhatikan pendarahan yang
terjadi.
Pertahankan kondisi ini, bila pendarahan kurang atau berhenti,
tunggu hingga uterus dapat berkontrasi kembali. Apabila
pendarahan tetap terjadi, coba cara kompresi aorta abdominalis.
Kompresi bimanual interna melelahkan penolong sehingga jika
tidak lekas member hasil, perlu diganti dengan perasat yang lain.
Perasat Dickinson mudah diselenggarakan pada seorang multipara
dengan dinding perut yang sudah lembek. Tangan kanan
diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari
kelingking sedikit di atas simfisis melingkari bagian tersebut
sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri
memegang korpus uteri dan sambil melakukan massage
menekannya ke bawah ke arah tangan kanan dan ke belakang ke
arah promotorium.
Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak
dan plasenta lahir
2) Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)
Ada beberapa cara dalam melakukan kompresi bimanual eksterna
yaitu:
a) Cara I
1. Tangan kiri menggenggam rahimdari luar dan dasar rahim,
2. Tangan kanan menggenggam rahim bagian bawah,
3. Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari rongga
panggul, sedangkan tangan kanan memeras bagian bawah
rahim.
b) Cara II
1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan depan
dinding korpus uteri, serta di atas simfisis pubis.
2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding
belakang korpus uteri, sejajar dinding depan korpus uteri.
Usahakan untuk mencakup atau memegang bagian
belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan
tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam
anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini
dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu
uterus untuk berkontraksi (lihat penatalaksanaan atonia
uteri).
b. Kompresi aorta
Peralatan yang diperlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta
abdominalis tidak ada, kecuali sedapat mungkin menggunakan teknik
yang benar , sehingga aorta benar – benar tertutup untuk sementara
waktu sehingga pendarahan karena atonia uteri dapat dikurangi.
1) Raba pulsasi uteri femoralis pada paha
2) Kepalkan tangan kiri dan lakukan penekanan bagian punggung
jari telunjuk hingga kelingking pada umbilicus kea rah kolumna
vertebralis dengan arah tegak lurus
3) Dengan tangan kanan yang lain, raba pulasi arteri femoralis untuk
mengetahui cukup tidaknya kompresi :
4) Jika pulais maish teraba, artinya tekanan kompresi masih belum
cukup.
5) Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi
arteri femoralis akan berkurang atau terhenti.
6) Jika perdarahan per vaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut
dan pemijatan uterus (dengan bantuan asisten) hingga uterus
berkontaksi dengan baik.
7) Jika perdarahan masih berlanjut, lakukan ligasi uterine dan uteroovarika, jika perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi
supravaginal (tindakan ini dilakukan dirumah sakit).
c. Manual plasenta
Plasenta manual adalah tindakan untuk melepaskan plasenta secara
manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan
kemudian melahirkan keluar dari vakum uteri.
Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan grandmultipara dengan
implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta,
plasenta inkreta dan plasenta perkreta. Retensi plasenta akan
mengganggu kontraksi otot Rahim dan menimbulkan pendarahan.
Retensio plasenta tanpa pendarahan dapat diperkirakan bahwa darah
penderita terlalu banyak hilang, keseimbangan baru berbentuk
pembekuan darah, sehingga pendarahan tidak terjadi, kemungkinan
implantasi plasenta terlalu dalam.
Plasenta manual dengan segera dilakukan bila terdapat riwayat
pendarahan postpartum berulang, terjadi pendarahan postpartum
melebihi 400cc, pada pertolongan persalinan dengan nakrosa, plasenta
belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Bisan hanya diberikan kesempatan untuk melakukan plasenta manual
dalam keadaan darurat dengan indikasi pendarahan lebih dari 400cc
dan terjadi retensio plasenta ( setelah menunggu 30 menit ).
Seandainya masih terdapat kesempatan, penderita retensio plasenta
dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapatkan
pertolongan yang adekuat.
Dalam melakua rujukan penderita, lakukan persiapan dengan
memasang infus dan memberikan cairan dan dalam perjalanan diikuti
oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
Sebelum memulai prosedur ini, pasien sudah dalam keadaan terpasang
infus dan kandung kemih dalam keadaan kosong. Tangan kiri berada
diatas fundus dan tahan uterus supaya tidak naik. Tangan kanan masih
ke dalam kavum uterus. Dengan mengikuti arah tali pusat, akhirnya
tangan akan sampai pada plasenta untuk kemudian mencari pinggir
plasenta. Selanjutnya masukkan jari – jari tangan di daerah antara
dinding uterus dan plasenta. Sedikit demi sedikit lepaskan plasenta
dari dinding uterus sampai semua bagian plasenta terlepas. Kemudian
lahirkan plasenta seluruhnya.
G. Fisiologi kala IV
1.
Evaluasi uterus : konsistensi, atonia
Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk
normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat dan terus-menerus dapat
menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu
keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran
plasenta sangat penting untuk diperhatikan.
a. Konsistensi
Tindakan pertama yang dilakukan bidan setelah plasenta lahir adalah
melakukan evaluasi konsistensi uterus sambil melakukan masase
mempertahankan kontraksinya pada saat yang sama, derajat
penurunan serviks dan uterus ke dalam vagina dapat dikaji
kebanyakan pada uterus sehat dapat melakukan kontraksi sendiri.
b. Antonia
Apabila bidan menetapkan bahwa uterus yang berelaksasi merupakan
indikasi akan adanya atonia, maka segera lakukan pengkajian dan
penatalaksanaan yang tepat. Kegagalan mengatasi atonia dapat
menyebabkan kematian ibu.
Untuk membantu uterus berkontraksi, bisa dilakukan dengan masase
agar uterus tidak lembek dan mampu berkontraksi secara kuat. Setelah
kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput
ketuban yang tertinggal dalam uterus, akan mengganggu uterus
sehingga menyebabkan perdarahan.
Bila dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik,
maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan
rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan
kompresi Bimanual. Dapat diberikan obat oksitosin dan harus diawasi
sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya
perdarahan postpartum.
2.
Pemeriksaan serviks, vagina, dan perinium
Hal ini berguna untuk mengetahui terjadinya laserasi ( adanya robekan)
yang dapat diketahui dari adanya pendarahan pasca persalinan, plasenta
yang lahir lengkap serta adanya kontraksi uterus.
Segera setelah kelahiran bayi servik dan vagina harus diperiksa secara
menyeluruh untuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan
lewat pembedahan kalau diperlukan. Servik, Vagina dan Perineum dapat
diperiksa lebih mudah sebelum pelepasan plasenta karena tidak ada
perdarahan rahim yang mengaburkan panangan ketika itu. Pelepasan
plasenta biasanya terjadi dalam waktu 5 sampai 10 menit pada akhir kala
II.
Memijat fundus seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta
tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kemungkinan masuknya sel
janin kedalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran plasenta perhatian harus
ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat berasal dari tempat
implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi pendarahan ini
dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. 20 unit
oksitosin rutin ditambahkan pada infus intravena setelah bayi dilahirkan.
Plasenta harus diperiksa untuk mengetahui kelengkapannya. Kalau pasien
menghadapi perdarahan masa nifas ( misalnya karena anemia,
pemanjangan masa augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan
kembar atau hidramion ) dapat diperlukan pembuangan pasenta secara
manual, eksplorasi uterus secara manual atau kedua-duanya.
a.
Serviks
Indikasi pemeriksaan serviks
1) Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian
atas tiap laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit
setelah kontraksi uterus dipastikan.
2) Persalinan cepat atau presipitatus.
3) Manipulasi servik selama persalinan, misalnya untuk
mengurangi tepi anterior.
4) Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal.
5) Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi vakum
atau forsep.
6) Kelahiran traumatik, misalnya distosia bahu.
Adanya salah satu faktor diatas mengindikasikan kebutuhan untuk
pemeriksaan serviks secara spesifik untuk menentukan langkah
perbaikan. Inspeksi servik tanpa adanya perdarahan persisten pada
persalinan spontan normal tidak perlu secara rutin dilakukan.
b.
Vagina
Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina
dilakukan setelah pemeriksaan robekan pada serviks. Penentuan
derajat laserasi dilakukan pada saat ini untuk menentukan langkah
penjahitan.
c. Perineum
Setelah pengkajian derajat robekan: perineum kembali dikaji dengan
melihat adanya edema, memar, dan pembentukan hematom yang
dilakukan bersamaan saat pengkajian lokia. Pengkajian ini termasuk
juga untuk mengetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak. Jika
terjadi lakukan tindakan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang
ditimbulkan dengan memberikan kantong es yang ditempelkan diarea
hemoroid. Selain itu dapat diberikan zat yang bersifat menciutkan,
misalnya witch hazel, krim anastesi, analgesik yang digunakan secara
lokal.
H. Memberikan asuhan pada bayi segera setelah lahir pada masa :
1.
Adaptasi fisiologis BBL terhadap kehidupan diluar uterus
Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar
kandungan merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan
fisiologis yang bermakna dan efektif oleh bayi, guna memastikan
kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap kehidupan diluar
kandungan meliputi :
a.
Awal pernafasan
Pada saat lahir bayi berpindah tempat dari suasana hangat
dilingkungan rahim ke dunia luar tempat dilakukannya peran
eksistensi mandiri. Bayi harus dapat melakukan transisi hebat ini
dengan tangkas. Untuk mencapai hal ini serangkaian fungsi adaptif
dikembangkan untuk mengakomodasi perubahan drastis dari
lingkungan di dalam kandungan ke lingkungan diluar kandungan
(Myles, 2009).
b.
Adaptasi paru
Hingga saat lahir tiba, janin bergantung pada pertukaran gas daerah
maternal melalui paru maternal dan placenta. Setelah pelepasan
placenta yang tiba-tiba setelah pelahiran, adaptasi yang sangat cepat
terjadi untuk memastikan kelangsungan hidup. Sebelum lahir janin
melakukan pernapasan dan menyebabkan paru matang, menghasilkan
surfaktan, dan mempunyai alveolus yang memadai untuk pertukaran
gas. Sebelum lahir paru janin penuh dengan cairan yang
diekskresikan oleh paru itu sendiri. Selama kelahiran, cairan ini
meninggalkan paru baik karena dipompa menuju jalan napas dan
keluar dari mulut dan hidung, atau karena bergerak melintasi dinding
alveolar menuju pembuluh limve paru dan menuju duktus toraksis
(Myles, 2009).
c.
Adaptasi kardiovaskular
Sebelum lahir, janin hanya bergantung pada placenta untuk semua
pertukaran gas dan ekskresi sisa metabolik. Dengan pelepasan
placenta pada saat lahir, sistem sirkulasi bayi harus melakukan
penyesuaian mayor guna mengalihkan darah yang tidak mengandung
oksigen menuju paru untuk direoksigenasi. Hal ini melibatkan
beberapa mekanisme, yang dipengaruhi oleh penjepitan tali pusat dan
juga oleh penurunan resistensi bantalan vaskular paru.
Selama kehidupan janin hanya sekitar 10% curah jantung dialirkan
menuju paru melalui arteri pulmonalis. Dengan ekspansi paru dan
penurunan resistensi vaskular paru, hampir semua curah jantung
dikirim menuju paru. Darah yang berisi oksigen menuju kejantung
dari paru meningkatkan tekanan di dalam atrium kiri. Pada saat yang
hampir bersamaan, tekanan di atrium kanan berkurang karena darah
berhenti mengalir melewati tali pusat. Akibatnya, terjadi penutupan
fungsional foramen ovale. Selama beberapa hari pertama kehidupan,
penutupan ini bersifat reversibel , pembukaan dapat kembali terjadi
bila resistensi vaskular paru tinggi, misalnya saat menangis, yang
menyebabkan serangan sianotik sementara pada bayi. Septum
biasanya menyatu pada tahun pertama kehidupan dengan membentuk
septum intra atrial, meskipun pada sebagian individu penutupan
anatomi yang sempurna tidak pernah terjadi.
d.
Adaptasi suhu
Bayi memasuki suasana yang jauh lebih dingin pada saat pelahiran,
dengan suhu kamar bersalin 21°C yang sangat berbeda dengan suhu
dalam kandungan, yaitu 37,7°C. Ini menyebabkan pendinginan cepat
pada bayi saat cairan amnion menguap dari kulit. Setiap mili liter
penguapan tersebut memindahkan 560 kalori panas. Perbandingan
antara area permukaan dan masa tubuh bayi yang luas menyebabkan
kehilangan panas, khususnya dari kepala, yang menyusun 25% masa
tubuh. Lapisan lemak subkutan tipis dan memberikan insulasi tubuh
yang buruk, yang berakibat cepatnya perpindahan panas inti ke kullit,
kemudian lingkungan, dan juga mempengaruhi pendinginan darah.
Selain kehilangan panas melalui penguapan, kehilangan panas
melalui konduksi saat bayi terpajan dengan permukaan dingin, dan
melalui konveksi yang disebabkan oleh aliran udara dingin pada
permukaan tubuh.
2.
Bounding attachmen
Bounding attachment terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara
ibu-ayah-anak yang berada dalam ikatan kasih.
Menurut Brazelton, Bounding merupakan suatu ketertarikan mutual
pertama antara individu, misalnya antara orang tua dan anak,saat pertama
mereka bertemu. Attachment adalah suatu perasaan menyayangi atau
loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain. Sedangkan
menurut Nelson dan May, Attachment merupakan ikatan antara individu
meliputi pencurahan perhatian serta adanya hubungan emosi dan fisik
yang akrab.
Menurut Klaus,Kenell, Bounding Attachment bersifat unik,spesifik,dan
bertahan lama. Mereka menambahkan bahwa ikatan orang tua terhadap
anaknya dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak
dan waktu dan tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat.
Menurut Saxton adn Pelikan: Bounding adalah suatu langkah untuk
mengungkapkan perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya
segera setelah lahir; attachment: adalah interaksi antara ibu dan bayi
secara spesifik sepanjang waktu.
Tahapan dalam bounding attachment yaitu :
a.
Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata,
menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal
bayinya.
b.
Bounding (keterikatan)
c.
Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan
individu lain. Menurut Klaus, Kenell, bagian penting dari ikatan ialah
perkenalan.
Elemen-elemen Bounding Attachment
a.
Sentuhan – Sentuhan atau indra peraba,
Sentuhan-sentuhan dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan
pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir
dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya.
Penelitian telah menemukan suatu pola sentuhan yang hampir sama
yakni pengasuh memulai eksplorasi jari tangan ke bagian kepala dan
tungkai kaki. Tidak lama kemudian pengasuh memakai telapak
tangannya untuk mengelus badan bayi dan akhirnya memeluk dengan
tangannya Gerakan ini dipakai untuk menenangkan bayi.
b.
Kontak Mata
Ketika bayi baru lahir mampu secara fungsional mempertahankan
kontak mata, orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak
waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan
melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya.
c.
Suara
Saling mendengar dan merespon suara anata orang tua dan bayinya
juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan
tegang. Sedangkan bayi akan menjadi tenang dan berpaling ke arah
orang tua mereka saat orang tua mereka berbicara dengan suara
bernada tinggi
d.
Aroma
Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dan bayi ialah respon
terhadap aroma atau bau masing-masing. Ibu mengetahui bahwa
setiap anak memiliki aroma yang unik. Sedangkan bayi belajar
dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya.
e.
Entrainment
Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan
orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala,
menendang-nendangkan kaki, seperti sedang berdansa mengikuti
nada suara orang tuanya. Entrainment terjadi saat anak mulai
berbicara. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada
orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang
positif.
f.
Bioritme
Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan
ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah
membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu
proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan
memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan perilaku yang
responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan
kesempatan bayi untuk belajar.
g.
Kontak Dini
Saat ini , tidak ada bukti-bukti alamiah yang menunjukkan bahwa
kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan
orang tua–anak.
Namun menurut Klaus, Kennel, ada beberapa keuntungan fisiologis
yang dapat diperoleh dari kontak dini :
1) Kadar oksitosin dan prolaktin meningkat.
2) Reflek menghisap dilakukan dini.
3) Pembentukkan kekebalan aktif dimulai.
4) Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak (body
warmth (kehangatan tubuh); waktu pemberian kasih sayang;
stimulasi hormonal).
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berhasil atau Tidaknya Proses
Bounding Attachment yaitu:
1) Kesehatan emosional orang tua
Orang tua yang mengharapkan kehadiran si anak dalam kehidupannya
tentu akan memberikan respon emosi yang berbeda dengan orang tua
yang tidak menginginkan kelahiran bayi tersebut. Respon emosi yang
positif dapat membantu tercapainya proses bounding attachment ini.
2) Tingkat kemampuan, komunikasi dan ketrampilan untuk merawat
anak
Dalam berkomunikasi dan keterampilan dalam merawat anak, orang
tua satu dengan yang lain tentu tidak sama tergantung pada
kemampuan yang dimiliki masing-masing. Semakin cakap orang tua
dalam merawat bayinya maka akan semakin mudah pula bounding
attachment terwujud.
3) Dukungan sosial seperti keluarga, teman dan pasangan
Dukungan dari keluarga, teman, terutama pasangan merupakan faktor
yang juga penting untuk diperhatikan karena dengan adanya dukungan
dari orang-orang terdekat akan memberikan suatu semangat /
dorongan positif yang kuat bagi ibu untuk memberikan kasih sayang
yang penuh kepada bayinya.
4) Kedekatan orang tua ke anak
Dengan metode rooming ini kedekatan antara orang tua dan anak
dapat terjalin secara langsung dan menjadikan cepatnya ikatan batin
terwujud diantara keduanya.
5) Kesesuaian antara orang tua dan anak (keadaan anak, jenis kelamin):
Anak akan lebih mudah diterima oleh anggota keluarga yang lain
ketika keadaan anak sehat/normal dan jenis kelamin sesuai dengan
yang diharapkan.
Pada awal kehidupan, hubungan ibu dan bayi lebih dekat dibanding
dengan anggota keluarga yang lain karena setelah melewati sembilan
bulan bersama, dan melewati saat-saat kritis dalam proses kelahiran
membuat keduanya memiliki hubungan yang unik.
Namun demikian peran kehadiran seorang ayah dan anggota keluarga
yang lain juga dibutuhkan dalam perkembangan psikologis anak yang
baik nantinya.
3.
Perlindungan ternal (termoregulasi)
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara
pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan
suhu tubuh di dalam batas batas normal. Bayi segera setelah lahir
dilakukan Inisiasi Menyusui Dini (kontak kulit ibu ke kulit bayi) dan
Intake makanan yang adekuat merupakan suatu hal yang penting untuk
mempertahankan suhu tubuh..
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan
cenderung mengalami stress fisik akibat adanya perubahan suhu di luar
uterus. Fluktuasi (naik turunya) suhu di dalam uterus minimal, rentang
maksimal hanya 0,6ºC karena cairan ketuban dalam uterus suhunya relatif
tetap. Suhu di dalam uterus sekitar 36ºC-37ºC sedangkan suhu ruangan
sekitar 24ºC-32ºC maka bayi segera setelah lahir akan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan di luar uterus yang sangat berbeda dengan kondisi
dalam uterus.
3 Faktor yang paling berperan dalam kehilangan panas pada tubuh bayi :
a.
Luas permukaan tubuh bayi.
b.
Pusat pengaturan suhu tubuh bayi yg belum berfungsi secara
sempurna.
c.
Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
4.
Pemeliharaan pernafasan
Semua petugas yang bekerja di kamar bersalin hendaknya terlatih
mengenai teknik penilaian dan resusitasi. Kalau faktor resiko
meningkatkn kemungkinan kelahiran bayi yang depresi, dokter anak yang
terlatih mengenai resusitasi neonatal harus dipanggil. Setelah kelahiran
neonatus yang norml, perhatian harus ditujukan pada langkah-langkah
perting berikut untuk memastikan adaptasi neonatal yang optimal. Hal-hal
yang perlu mendapat perhatian :
a.
Membersihkan saluran nafas
Proses penurunan melalui jalan lahir menyebabkan kompresi dinding
dada, mengakibatkan pembuangan cairan dari mulut dan hidung. Bila
kepala keluar dari vagina, dokter harus menggunakan handuk atau
kain kassa untuk membuang sekresi dari faring lewat mulut.
Penyedot lendir tidak boleh digunakan untuk penyedotan hidung
karena perangsangan hidung dapat menginisiasi hembusan nafas dan
dapat menyebabkan terjadinya bradikardi dan juga dapat
menyebabkan aspirasi mekonium
b.
Memastikan permulaan pernafasan
Pernfasan biasanya dimulai beberapa detik dari kelahiran tetapi
mungkin tertunda selama sampai 60 detik. Bila tidak ada data klinik
untuk menunjukkan suatu kelainan biokimia (hipoksia asidosis) yng
terbaik biasanya mengambil kebijaksanaan untuk menunggu dan
memberi kesempatan kepada bayi untuk bernafas secara spontan
c.
Membuat saluran nafas
Pada setiap bayi dengn kemungkinan asfiksia yang tinggi maka
penyedotan saluran nafas harus dimulai setelah kelahiran kepala.
Bayi yang mengalami sesak nafas biasanya mempunyai mekonium
yang terdapat dalam saluran nafas bagian atas, yang harus
dibersihkan dengan keteter penyedot oral sebelum kelahiran bahu.
Segera setelah kelahiran bayi, suatu pipa endotrakeal harus segera
dimasukan untuk membuang lendir yang kental atau mekonium dari
trakea dan saluran nafas bagian atas
d.
Memulai pernafasan
Setelah jalan nafas dibuat, ventilasi kantung masker atau ventilasi
lewat pipa endotrakeal harus diinisiasi untuk memberikan oksigen ke
paru-paru. Biasanya frekuensi denyut jantung meningkat dengan
cepat setelah apneu dikorelasi dan ventilasi kantung masker (bag
mask) berkala dengan oksigen tambahan diberikan hingga pernafasan
spontan dimulai.
3.
Pemotongan tali pusat
Tali pusat merupakan garis kehidupan janin dan bayi selama beberapa
menit pertama setelah kelahiran. Pemisahan bayi dari placenta dilakukan
dengan cara menjepit tali pusat diantara dua klem, dengan jarak sekitar 810 cm dari umbilikus. Kassa steril yang dilingkarkan ke tali pusat saat
memotongnya menghindari tumpahan darah ke daerah persalinan. Tali
pusat tidak boleh dipotong sebelum memastikan bahwa tali pusat telah
diklem dengan baik. Kegagalan tindakan tersebut dapat mengakibatkan
pengeluaran darah berlebih dari bayi. Cara perawatan tali pusat dan
puntung tali pusat pada masa segera setelah persalinan berbeda-beda,
bergantung pada faktor sosial, budaya, dan geografis. Waktu optimal
untuk penjepitan tali pusat setelah persalinan masih belum jelas. Beberapa
pusat persalinan menganjurkan menunda pemotongan tali pusat hingga
pernapasan bayi stabil dan pulsasi berhenti hingga memastikan bahwa
janin telah mendapatkan transfusi placenta sebanyak 70 ml darah.akan
tetapi pendapat ini dibantah oleh para ahli yang berpendapat bahwa
transfusi placenta yang didapat dengan cara demikian dapat
mengakibatkan ikterus pada neonatus. Hal yang disepakati bersama
bahwa bayi aterm dapat diletakkan diatas perut ibu, tetapi tidak terlalu
tinggi dan bayi prematur dapat diletakkan setinggi placenta. Hal ini
disebabkan jika bayi prematur diangkat melebihi tingi placenta dapat
menyebabkan anemia, dan jika bayi diposisikan lebih rendah dari
placenta dapat mengakibatkan bayi menerima transfusi darah.
4.
Evaluasi nilai APGAR
Skor Apgar atau nilai Apgar (bahasa Inggris: Apgar score) adalah sebuah
metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr.
Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat
menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Apgar
yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor
ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana
pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.
Penilaian APGAR adalah sebuah tes cepat yang dilakukan pada menit
pertama dan kelima pasca kelahiran, skor pada menit ke-1 memberi
gambaran seberapa baik bayi melakukan toleransi terhadap proses
kelahiran. Menit ke-5, skor memberikan penilaian akan bagaimana bayi
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Nilai Apgar ditentukan dengan
menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna kulit dan
respon terhadap rangsangan (refleks); masing-masing diberi nilai 0, 1 atau
2. Total Skor bernilai antara 1 sampai dengan 10, dengan nilai 10
memberikan gambaran bayi yang paling sehat.
Tes APGAR bisa dilakukan oleh dokter, bidan atau perawat yang
menolong persalinan. Di mana ada lima komponen yang diperhatikan:
Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut
jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan).
Nilai 0
Nilai 1
Nilai 2
Akroni
m
Warna
seluruhnya
warna kulit
warna kulit tubuh,
Appear
kulit
biru
tubuh normal
tangan, dan kaki
ance
merah muda,
normal merah muda,
tetapi tangan
tidak ada sianosis
dan kaki
kebiruan
(akrosianosis)
Denyut
tidak ada
<100 kali/menit
>100 kali/menit
Pulse
Respons re tidak ada
meringis/menan
meringis/bersin/batu
Grimac
fleks
respons
gis lemah ketika
k saat stimulasi
e
terhadap
distimulasi
saluran napas
sedikit gerakan
bergerak aktif
Activity
lemah atau tidak
menangis kuat,
Respira
teratur
pernapasan baik dan
tion
jantung
stimulasi
Tonus otot
lemah/tidak
ada
Pernapasa
n
tidak ada
teratur
I. Resusitasi
Usaha dalam memberikan ventilasi yang adekut, pemberian oksigen dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen pada otak, jantung dan alatalat vital lainnya.
Jaminan adanya fasilitas resusitasi yang adekuat dalam ruang bersalin sangat
mutlak diperlukan. Ketika lahir banyak bayi yang telah menderita kerusakan
otak yang irreversibel, namun tidaklah dapat diterima kalau terjadinya
kerusakan sesudah lahir hanya karena peralatan yang tidak memadai atau
petugas yang tidak telitih. Sekitar 25% atau 2/3 dari semua kelahiran
membutuhkan resusitasi sedang 1/3 jumlah kasus resusitasi terjadi pada bayibayi yang lahir normal yang kelihatannya tidak mengandung faktor resiko.
Hal ini sebenarnya hampir selalu selalu tidak diperlukan kecuali cairan
amnion tercemar dengan mekonium atau darah. Penghisapan faring yang
agresif dapat memperlambat dimulainya nafas spontan untuk waktu yang
cukup lama. Setelah lahir hendaknya bayi segera dibersihkan dari cairan
dengan handuk hangat untuk mengurangi kehilangan panas lewat penguapan
sekaligus untuk mengamati adanya kelainan pada bayi. Hal ini penting karena
bayi akan mulai bernafas selama periode karena waktu median dimulainya
nafas spontan hanyalah 10 detik. Bila perlu bayi dapat diransang untuk
bernafas dengan stimulasi kulit mensalnya sentilan kaki. Untuk bayi yang
tidak segera bernafas pada periode ini harus segera diberikan pertolongan
resusitasi.
Tujuan resusitasi
1.
Memberikan ventilasi yang adekuat
2.
Membatasi kerusakan serebi
3.
Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya
4.
Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri
J. IMD
Tidak dapat dipungkiri, bahwa menyusui memiliki banyak manfaat kesehatan
baik bagi ibu maupun bayinya. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan awal
mula seorang ibu memberikan ASI kepada bayinya seketika ia dilahirkan ke
dunia yakni dalam jam-jam pertama. Hal ini salah satunya untuk memastikan
bahwa bayi menerima kolostrum (“susu pertama”), yang kaya akan faktor
protektif (zat kekebalan tubuh). Manfaat – manfaat lain yang dapat diperoleh
dari Inisiasi menyusui dini (IMD) ini antara lain:
1. Bayi tetap hangat karena langsung bersentuhan dengan kulit ibu (skin to
skin contact). Hal ini dapat menurunkan risiko kematian bayi akibat
hipotermia (kedinginan).
2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga membantu pernafasan dan
detak jantung bayi lebih stabil. Dengan demikian, bayi tidak rewel,
sehingga dapat menghemat energi.
3. Memberikan stimulasi dini naluriah dan memberikan kehangatan dan
cinta. Inisiasi Menyusui Dini akan menjalin ikatan psikis antara ibu dan
bayi.
4. Sentuhan dan hisapan bayi terhadap puting susu ibu dapat merangsang
pelepasan oksitosin yang berperan penting untuk kontraksi rahim ibu
sehingga mempermudah pengeluaran plasenta (ari-ari) dan mengurangi
perdarahan. Disamping itu dapat juga merangsang hormon lain yang
membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi, serta lebih
mampu menahan rasa sakit (karena hormon meningkatkan ambang nyeri),
dan timbul rasa sukacita / kebahagiaan. Lebih lanjut akan merangsang
drainase ASI, sehingga ASI matang (putih) lebih cepat keluar dan
produksinya meningkat.
5. Risiko bayi dari infeksi berkurang karena kuman (bakteri) baik dari ibu
mulai menjajah kulit dan usus bayi, dan mencegah kuman berbahaya.
6. Bayi mendapatkan kolostrum susu pertama, yakni cairan berharga tidak
ada tandingannya yang kaya akan antibodi dan zat penting lainnya yang
penting untuk daya tahan tubuh dan pertumbuhan usus bayi.
7. Bayi yang menjalani Inisiasi Menyusui Dini akan lebih berhasil menjalani
program ASI eksklusif dan mempertahankan menyusui setelah 6 bulan.
K. Bayi baru lahir normal
Pengertian bayi baru lahir normal adalah adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu, memiliki berat lahir 2500 gram
hingga 4000 gram, ketika lahir langsung menangis dan tidak memiliki
kelainan congenital (cacat bawaan).
Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal
Seorang bayi baru lahir dikatakan normal apabila memiliki ciri-ciri berikut:
1.
Bayi baru lahir normal memiliki berat badan 2,5 – 4 Kg
2.
Panjang badan 48 – 52 cm
3.
Lingkar dada 30 – 38 cm
4.
Lingkar kepala 33 – 35 cm
5.
Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit
6.
Pernafasan ± – 60 40 kali/menit
7.
Kulit bayi baru lahir terlihat kemerahan dan licin karena jaringan sub
kutan cukup
8.
Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9.
Kuku agak panjang dan lemas
10. Genitalia;
untuk perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
dan untuk laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
11. Reflek
hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12. Reflek
morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
13. Reflek
graps atau menggenggam sudah baik
14. Memiliki
eliminasi yang baik, mekonium untuk bayi baru lahir akan
keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan
L. Bayi baru lahir bermasalah
1. Kelainan – kelainan pada bayi baru lahir
a. Labioskizis & Labiopalatokisizis
Pengertian
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat
kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen
nasalis medial yang diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum
anterior.
Labiopalatokizis (cleft lift and clift palate) adalah suatu kelainan
yang ddapat terjadi pada daerah mulut, palatosis (sumbing palatum),
dan labiosis (sumbing pada bibir) untuk menyatu selama
perkembangan embrio.
Tanda dan gejala
1) Terjadi pemisahan langit-langit
2) Terjadi pmisahan bibir
3) Infeksi telinga berulang
4) Berat badan tidak bertambah
5) Pada bayi trjadi regurgitasinasal ketika menyusui yaitu keluarnya
air susu dari hidung
b.
Atresia Esophagus
Pengertian
Atresia esophagus adalah gangguan pembentukan dan pergerakan
lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan
primitif
Atresia berarti buntu jadi atresia esophagus adalah kelainan bawaan
dimana ujung saluran esophagus buntu 60 % biasanya disertai
hidramnion.
Atresia esophagus terjadi pada 1 dari 3.000-4.500 kelahiran hidup,
sektar 1/3 anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85 % kasus,
fistula antar trakea antara trakea dan esophagus distal menyertai
atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus
menjadi sendiri-sendiri dengan kombinasi yang aneh.
Gejala/tanda
Manifestasi klinik pada neonatus dengan atresia esophagus antara
lain :
1) Hhipersekresi cairan dari mulut
2) Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
c.
Atresia Rektum & Atresia Anus
Pengertian
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum.
Gejala
1) Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia rekti dan anus adalah
kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau
stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal
pada perineum
2) Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan
terlihat menonjol.
3) Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir
jugamerupakan salah satu manifestasi klinis atresia rekti dan
anus. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan
empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan
mekonium
d.
Obstrukti Billiaris
Pengertian
Suatu kelainan bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran
empedu sehingga cairan cairan empedu tidak dapat mengalir ke
dalam usus untuk di keluarkan dalam feses (sebagai sterkobilin)
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu dimana bayi tampak ikterus,
selain itu feses tampak berwarna putih keabu-abuan dan terlihat
seperti dempul. Urine menjadi lebih tua warnanya karena
mengandung urobilin.
Tanda dan Gejala :
1) Ikterik (pada umur 2-3 minggu)
2) Peningkatan billirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim
hati, sehingga bilirubin indirek meningkat)
3) Bilirubinuria
4) Tinja berwarna seperti dempul
5) Terjadi hepatomegali
e.
Hirschprung
Pengertian
Hirschprung merupakan kelainan konginetal berupa obstruksi pada
sistem pencernaan yang disebabkan oleh karena menurunnya
kemampuan motilitas kolon, sehingga mengakibatkan tidak adanya
ganglionik usus
Tanda dan Gejala :
1) Konstipasi/tidak bisa BAB/diare
2) Distensi abdomen
3) Muntah
4) Dinding abdomen tipis
f.
Omfalokel
Pengertian
Omfalokel merupakan kelainan berupa prostusi isi rongga perut ke
luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam satu
kantong. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa omfalokel adalah
penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang
hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh
kulit
Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar
dalam kantong peritoneum
Tanda dan Gejala
1) Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsuli
2) Berat badan lahir > 2500 gr
g.
Hernia Diafragmatika
Pengertian
Hernia diafragmatika terjadi akibat isi rongga perut masuk ke dalam
lobang diafragma
Tanda dan gejala
1) Bayi mengalami sesak napas
2) Bayi mengalami muntah karena obstruksi usus
h.
Meningokel dan Ensefalokel
Pengertian
Meningokel dan ensefalokel yaitu adanya defek pada penutupan
spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang abnormal korda
spinalis atau penutupannya
Tanda dan Gejala
1) Gangguan persarafan
2) Gangguan mental
3) Gangguan tingkat kesadaran
i.
Hidrosefalus
Pengertian
Hidrosefalus merupakan kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya Liquor Cerebrospinal (LCS). Kadang disertai dengan
peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)
Tanda dan Gejala
1) Terjadi pembesaran tengkorak
2) Terjadi kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu
mengarah kebawah)
3) Gangguan perkembangan motorik
4) Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan
j.
Fimosis
Pengrtian
Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis
atau suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir atau anak kecil, dan biasanya pada masa pubertas akan
menghilang dengan sendirinya
Tanda dan Gejala
1) Gangguan proses berkemih
2. Trauma pada bayi baru lahir
Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena
proses kelahiran. Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan
trauma mekanik dan anoksik, baik yang dapat dihindarkan maupun yang
tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan
kelahiran.
Bayi mengalami trauma bila bayi mengalami salah satu keadaan berikut
ini :
a. Gerakan abnormal atau posisi asimetris dari lengan atau tungkai
b. Bengkak pada daerah tulang yang terkena
c. Menangis apabila lengan, kaki, atau bahu digerakkan
d. Tidak dapat menutup mata, atau mengerutkan dahi pada sisi yang
terkena trauma atau yang kesulitan menelan.
Bentuk-bentuk trauma
a. Caput Succedaneum
Adalah pembengkakan pada suatu tempat di kepala karena adanya
timbunana getah bening di bawah lapisan apinerose di luar
periostium
b. Cephal Hematoma
c. Adalah pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan
darah pada sub-periostium dengan batas yang jelas dan darah tidak
melewati garis sutura tengkorak bayi baru lahir.
Perbedaan Caput Succedanium dan Cephal Haematom
No
Gejala
Caput Succedanium
Cephal Haematom
1
Terjadinya
Oedema
Perdarahan
2
Isinya
Getah bening
Darah
3
Batas pinggir
Melampaui sutura
Menurut batas sutura
4
Perabaan
Lembut
Mula-mula keras
kemudian menjadi
lembut
5
Hilangnya
Cepat (2-3 hari)
Lama (1-3 bulan)
d. Palsi (kelumpuhan pleksus)
Biasanya terjadi pada :
1) Palsi lengan (Brachial Palsi)
2) Palsi wajah
e. Fraktur (patah tulang)
Yang merupakan akibat kesulitan persalinan pada saat melahirkan
bahu, lengan atau kaki pada presentasi kepala maupun bokong.
Bentuk frakturnya yaitu :
1) Fraktur Humerus
2) Fraktur Clavicula
3) Fraktur Femur
3. Neonatus beresiko tinggi
Bayi resiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk menderita sakit atau kematian dari pada bayi lain. Resiko tinggi
menyatakan bahwa bayi harus mendapat pengawasan ketat oleh dokter
dan perawat yang telah berpengalaman. Lama masa pengawasan biasanya
beberapa hari tetapi dapat berkisar dari beberapa jam sampai beberapa
minggu. Pada umumnya resiko tinggi terjadi pada bayi sejak lahir sampai
usia 28 hari (neonatus).
Klasifikasi bayi resiko tinggi dibedakan berdasarkan 4 macama yaitu :
a.
Klasifikasi berdasarkan berat badan
Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (BBLR)
yg dikelompokkan sbg berikut :
1) Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan < 1000 gram.
2) Bayi berat badan lahir sangat rendah, yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan < 1500 gram.
3) Bayi berat badan lahir cukup rendah, yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan 1501-2500 gram.
b.
Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan
1) Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
belum mencapai 37 minggu.
2) Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
38-42 minggu.
3) Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan >
37 minggu.
c.
Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan
1) Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir
dengan keterlambatan pertumbuhan intrauterine dengan berat
badan terletak dibawah persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan
intra uterine.
2) Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir
dengan dengan berat badan sesuai dengan berat badan terletak
antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra
uterine.
3) Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK) yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan dg berat
badan yang diatas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra
uterine.
d.
Klasifikasi berdasarkan masalah patofisologis
Pada klasifikasi ini yaitu semua neonatus yang lahir disertai masalah
patofisiologis atau mengalami gangguan fisiologis.
1) Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin seru total lebih dari 10 mg % pada minggu pertama
dengan ditandai ikterus.
2) Asfiksia Neonaturum
Merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas spontan
dan teratur setelah lahir, yang dapat disertai dengan hipoksia.
3) Tetanus neonaturum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat , Yang dipicu oleh kuman
clostridium tetani yang bersifat anarerob dimana kuman tersebut
berkembang tanpa adanya oksigen.
4) Respiratory Distress Sindrom
Merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispneo, frekwensi
pernapasan yang lebih dari 0 kali permenit, adanya sianosis,
adanya rintihan, pada saat ekspirasi adanya rektraksi suprasternal.
4. Kegawatdaruratan
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
a. Faktor Kehamilan
1) Kehamilan kurang bulan
2) Kehamilan dengan penyakit DM
3) Kehamilan dengn gawat janin
4) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
5) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
6) Kehamilan lebih bulan
7) Infertilitas
b. Faktor pada Partus
1) Partus dengan infeksi intrapartum
2) Partus dengan penggunaan obat sedatif
c. Faktor pada Bayi
1) Skor apgar yang rendah
2) BBLR
3) Bayi kurang bulan
4) Berat lahir lebih dari 4000gr
5) Cacat bawaan
6) Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
a. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala,
hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan
kematian. Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen
(terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi
glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan
akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat
badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
b. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau
menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika
suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis
dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan
kematian. Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi
negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang
disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang
mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan
panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh
naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang
terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu
hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena
beberapa jenis anestesi umum. Tanda dan gejala : panas, kulit kering,
kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah
dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak.
Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan
mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat
menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tibatiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat
penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah
dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan
kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan
stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin
kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal,
ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana
jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan. Hiperglikemia
disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus,
hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah
dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan /
atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh
mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat
sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari
darah.
d. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi
baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tandatanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum,
mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah
(kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku
kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi
berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka
rhisus sardonikus.
5. Neonatus, bayi, dan anak balita dengan penyakit yang lazim terjadi
a. Bercak Mongol
Suatu pigmentasi yang datar dan berwarna gelap di daerah pinggang
bawah dan bokong yang biasanya dapat di temukan pada beberapa
bayi saat lahir
b. Hemangioma
Suatu tumor jaringan lunak/tumor vaskular jinak akibat proliferasi
(pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak normal
dan dapat terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah.
c. Ikterus
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terjadi pada
bayi baru lahir akibat hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah
satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, 25-50% pada
bayi cukup bulan, dan 80% pada bayi berat lahir rendah.
d. Muntah
Keluarnya sebagian besar atau seluruh isi lambung setelah agak lama
makanan dicerna dalam lambung yang disertai dengan kontraksi
lambung dan abdomen. Dalam beberapa jam pertama setelah lahir,
bayi mungkin mengalami muntah lendir, bahkan kadang disertai
sedikit darah. Muntah ini tidak jarang menetap setelah pemberian
ASI atau makanan, keadaan tersebut kemungkinan disebabkan karena
iritasi mukosa lambung oleh sejumlah benda yang tertelan selama
proses persalinan
e. Gumoh
Keluarnya kembali sebagian kecil isi lambung setelah beberapa saat
setelah makanan dicerna dalam lambung. Biasanya disebabkan
karena bayi menelan udara pada saat menyusui. Muntah susu adalah
hal yang agak umum, terutama pada bayi yang mendapatkan ASI.
Gumoh tidak akan menyebabkan perubahan berat badan secara
signifikan.
f. Oral Trush
Terjadinya infeksi jamur Candidiasis pada membran mukosa mulut
bayi yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak keputihan,
membentuk plak-plak berkeping di mulut, ulkus dangkal, demam,
dan adanya iritasi gastrointerstinal.
g. Diaper Rash (ruam popok)
Terjadinya ruam-ruam kemerahan pada bokong akibat kontak terus
menerus dengan lingkungan yang tidak baik (popok/pempers)
h. Sebhorrea
Radang berupa sisik yang berlemak dan eritema pada daerah yang
terdapat banyak kelenjar sebasea-nya, biasanya terjadi di daerah
kepala
i. Furunkel (boil atau bisul)
Peradangan pada folikel rambut kulit dan jaringan sekitarnya yang
sering terjadi di daerah bokong, kuduk, aksila, badan dan tungkai.
Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat yang biasa
disebut sebagai furunkulosis.
j. Milliarisis
Milliarisis yang disebut juga sudamina, liken tropikus, biang
keringat, keringat buntet, prickle heat, merupakan suatu keadaan
dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat.
k. Diare
Pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Buang air besar yang
tidak normal dan bentuk feses yang cair dengan pengeluaran
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila BAB
sudah lebih dari 3 kali dalam sehari, sedangkan neonatus dikatakan
diare bila BAB sudah lebih dari 4 kali dalam sehari.
l. Obstipasi
Penimbuhan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya
obstruksi pada saluran cerna, atau bisa didefinisikan sebagai tidak
adanya pengeluaran feses selama 3 hari atau lebih.
6. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus
Saat lahir, bayi baru lahir harus beraadaptasi dari keadaan yang sangat
tergantung menjadimandiri. Banayak perubahan yang akan dialami oleh
bayi yang semula berada dalamlingkungan interna ke lingkungan eksterna
. saat ini bayi tersebut harus dapat oksigen melalui sistem sirkulasi
pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi oral untuk
mempertahankankadar gula yang cukup, mengatur suhu tubuh dan
melawan setiap penyakit.Periode adaptasi terdahadap kehidupan diluar
rahim disebut ³ periode transisi ³ . periode ini berlangsung hingga 1 bulan
atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh.Transisi yang
paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan
sirkulasi,sistem termoregulasi dan dalam kemampuan mengambil serta
menggunakan glukosa.
Transisi dari kehidupan di dalam kandungan ke kehidupan luar
kandungan merupakan perubahan drastis, dan menuntut perubahan
fisiologis yang bermakna dan efektif oleh bayi, guna memastikan
kemampuan bertahan hidup. Adaptasi bayi terhadap kehidupan diluar
kandungan meliputi :
a. Awal pernafasan
b. Adaptasi paru
c. Adaptasi kardiovaskuler
d. Adaptasi suhu
6. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus
dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan
terhadap infeksi.Pada saat penanganan bayi baru lahir, pastikan penolong
untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi.
Tindakan pencegahan pada bayi baru lahir, adalah sebagai berikut :
a. Mencuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan
kontak dengan bayi.
b. Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
c. Memastikan semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang
talipusat telah didisinfksi tingkat tinggi atau steril. Jika menggunakan
bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru. Jangan pernah
menggunakan bola karet penghisap untuk lebih dari satu bayi.
d. Memastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang
digunakan untuk bayi, telah dalam keadaan bersih.
e. Memastikan bahwa timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop,
danbenda-bendalainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam
keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah
digunakan).
f. Menganjurkan ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudaranya
dengan mandi setiap hari (putting susu tidak boleh disabun).
g. Membersihkanmuka, pantat dan tali pusat bayi baru lahir dengan air
bersih, hangat dan sabun setiap hari.
h. Menjaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan
memastikan orang yang memegang bayi sudah cuci tangan
sebelumnya.
Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan
pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir lebih rentan terhadap infeksi karena
sistem imun mereka imatur, oleh karena itu, akibat kegagalan mengikuti
prinsip pencegahan infeksi terutama sangat membahayakan.
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi
bayi, ibu dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan
membantu mencegah penyebaran infeksi :
a. Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
b. Pertimbangkan setiap orang (termasuk bayi dan staf) berpotensi
menularkan infeksi.
c. Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
d. Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
e. Gunakan teknik aseptik.
f. Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika
perlu sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
g. Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan
buang sampah.
h. Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi
nosokomial.
7. Rawat gabung
Rawat gabung adalah suatu system perawatan ibu dan anak bersama-sama
pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu,
setiap saat ibu dapat menyusui anaknya.
Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah
ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh
seharinya.
Ada dua jenis rawat gabung :
a. RG kontinu : bayi tetap berada disamping ibu selama 24 jam
b. RG parsial : ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam beberapa jam
seharinya. Misalnya pagi bersama ibu sementara malam hari dirawat
di kamar bayi.
c. Rawat gabung parsial saat ini tidak dibenarkan dan tidak dipakai lagi.
Tujuan rawat gabung
a. Memberikan bantuan emosional
1) Ibu dapat memberikan kasi sayang sepenuhnya kepada bayi
2) Memberikan kesempatan kepada ibu dan keluarga untuk
mendapatkan pengalaman dalam merawat bayi
b. Penggunaan ASI
1) Agar bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum/ASI
2) Produksi ASI akan makin cepat dan banyak jika diberikan sesering
mungkin
c. Pencegahan infeksi
Mencegah terjadinya infeksi silang
d. Pendidikan kesehatan
Dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada ibu
e. Memberikan stimulasi mental dini tumbuh kembang pada bayi.
M. KB secara umum
1. Definisi
Keluarga Berencana adalah metode-metode pengendalian kelahiran yang
memungkinkan pasien untuk mencegah reproduksi. Dalam arti luas adalah
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempersatukan salah satu pasangan
dalam mencapai kehamilan, menangani faktor-faktor sosial dan emosional
yang berkaitan dengan prioritas tinggi, mengatasi akibat dari beban
kelebihan penduduk di dunia dan menimbang keuntungan wanita mengatur
fertilitasnya sedemikian rupa sehingga mereka dapat ikut serta dalam
kegiatan dalam bidang kemasyarakatan dan keluarga yang biasanya
terhalang oleh seringnya penolakan dan terlalu banyak kehamilan.
Definisi Keluarga Berencana - Cara merencanakan
keluarga kapan
ingin mendapatkan anak dan berapa jumlah anak. Keluarga Berencana
adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dan jalan memberi
nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kehamilan.
Menurut WHO ( World Health Organization ) keluarga berencana adalah
mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mendapatkan kelahiran
yang memang diinginkan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan suami-istri, menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang
dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk.
Program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai
unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga
Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada
pertumbuhan yang seimbang.
2. Tujuan
Tujuan umum dari Keluarga Berencana adalah membentuk keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara
mengatur kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yang memperhatikan
kepentingan manusia dan masyarakat antara lain orangtua,anak-anak dan
masyarakat. (Mochtar. 1998. hlm 126)
3. Sasaran
Sasaran program KB dibagi menjadi dua yaitu sasaran langsung dan
sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran
langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk
menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara
berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan
pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui
pendekatan kebijakan terpadu dalam rangka mencapai keluarga berkualitas,
keluarga sejahtera (Handayani, 2010).
4. Ruang lingkup
a.
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) adalah Proses penyampaian
pesan kepada orang lain dengan maksud terjadi peningkatan
pengetahuan dan perubahan sikap dengan tujuan meningkatkan
pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan
peserta baru.
Jenis-jenis KIE :
1) KIE Masa (Televisi, Pers/surat kabar, Pameran, Mobil Penerangan
dan Penerbitan/publikasi)
2) KIE kelompok
3) KIE perorangan
b.
Konseling
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, konseling berarti pemberian
bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang. Dalam situs
Wikipedia bahasa Indonesia, konseling adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu
yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu
yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui
pemahaman terhadap fakta,harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan
klien.
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan
lengkap,dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang
sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk
mengatasi masalah tersebut.
c.
Pelayanan kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata “Kontra” yang berarti mencegah/
menghalangi dan “Konsepsi” yang berarti pembuahan atau pertemuan
antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi dapat diartikan
sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma.
d.
Pelayanan infertilisas
Pelayanan adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan
orang lain seperti tamu atau pembeli (kamus umum bahasa indonesia).
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan.
Infertilitas di bagi menjadi dua :
1) Infertilitas primer, yaitu kegagalan suatu pasangan untuk
mendapatkan kehamilan sekurang - kurangnya dalam 12 bulan
berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi.
2) Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki
anak atau mempertahankan kehamilannya sekurang - kurangnya
dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi.
e.
Pendidikan sex (sex education)
Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau
mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak
negatif yang tidak diharapkan, seperti kehamilan yang tidak
direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa.
Pendidikan seks tidak terbatas pada prilaku hubungan seks semata
tetapi menyangkut hal-hal lain, seperti peran pria dan wanita dalam
masyarakat, hubungan pria dan wanita dalam pergaulan, peran ayahibu, dan anak-anak dalam keluarga.
Pendidikan seks untuk anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks
untuk remaja. Pendidikan seks untuk remaja lebih pada seputar
gambaran biologi mengenai seks dan organ reproduksi, masalah
hubungan, seksualitas, kesehatan reproduksi serta penyakit menular
seksual, sedangkan pada anak usia dini lebih pada pengenalan peran
jenis kelamin dan pengenalan anatomi tubuh secara sederhana.
Orangtua sebaiknya memberikan penjelasan sesuai dg usianya.
Apabila anak berusia kurang dari 6 tahun, berikan penjelasan dengan
bahasa yang sederhana. Bekali anak dengan pengetahuan seksual yang
benar, jangan biarkan anak melihat ketelanjangan orangtuanya.
Jauhkan anak dari kekerasan Pada daerah sensitif di tubuhnya yang
kemungkinan nantinya akan menimbulkan kenikmatan seksual dan
yang terakhir, sebaiknya anak-anak sejak dini perlu diajarkan
menghargai tubuhnya sebagai barang berharga sehingga dapat
menjauhkannya dari pelecehan seksual
f.
Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
Pengertian konsultasi pra perkawinan adalah proses bimbingan kepada
calon pengantin sebelum melakukan pernikahan sebagai bekal dalam
menjalankan pernikahan. Unsur yang mendukung yakni subjek
bimbingan pra nikah, Objek bimbingan pra nikah, materi bimbingan
pra nikah, metode bimbingan pra nikah dan media Bimbingan Pra
Nikah.
Konseling pra-nikah yang dimaksud, dirancang dalam sebuah sistem
dengan komponen-komponen dari aspek-aspek konseling yang
diidentifikasi secara jelas dan diorganisasikan ke dalam suatu susunan
yang dapat meningkatkan keefektifan dan keefesienan suatu
pelayanan.
5. Metode
a. Metode Perintang
Metode ini berkeja dengan cara menghalangi sperma dari pertemuan
dengan sel telur (merintangi pembuahan).
b. Metode Hormonal
Mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel telur, mempersulit
pembuahan, dan menjaga agar dinding-dinding rahim tidak menyokong
terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki.
c. Metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim
(IUD)
Metode ini gunanya untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma.
d. Metode Alamiah
Dalam hal ini dapat menghindari hubungan seks pada masa kapan masa
subur wanita.
e. Metode Permanen
Metode yang menjadikan suami atau istri tidak bisa lagi memiliki anak
untuk selamanya yaitu lewat suatu operasi.
N. Jenis – jenis KB
1.
Kondom pria dan wanita
Jika dibandingkan dengan alat kontarsepsi lainnya, maka kondom
merupakan alat kontrasepsi yang paling dikenal masyarakat, terutama
yang dikhususkan bagi pria. Namun, kini telah beredar kondom bagi
wanita; yang hampir mirip dengan kondom pria, namun harus dipasang di
mulut vagina 8 jam sebelum melakukan hubungan seksual.
Kekurangan: Jenis alat kontrasepsi ini hanya dapat digunakan sekali,
kurang efektif dalam mencegah kehamilan, dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman pada alat kelamin.
2.
Pil KB
Ternyata, pil KB dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu jenis yang
mengandung hormon progesteron dan kombinasi progesteron-estrogen.
Kekurangan: Harus rutin dikonsumsi setiap hari, dalam beberapa kasus
dapat memicu terganggunya pola menstruasi, kenaikan berat badan,
hingga darah tinggi; serta tidak melindungi penggunanya dari penularan
infeksi menular seksual (IMS).
3.
Suntik KB
Suntik KB merupakan langkah pencegahan kehamilan dengan
menyuntikkan hormon progestin pada lengan bagian atas setiap 3 bulan
sekali.
Kekurangan: Dapat menimbulkan efek serupa penggunaan pil KB, seperti
mual dan kenaikan berat badan; tidak melindungi penggunanya dari IMS,
serta dapat menurunkan gairah seksual
4.
Koyo Ortho Evra
Koyo ortho evra memang tidak terlalu populer di masyarakat pada
umumnya. Untuk pemakaian, koyo ini biasanya ditempelkan pada perut
bagian bawah, bokong atau lengan; dan mampu mencegah kehamilan
dengan melepaskan hormon estrogen dan progestin ke dalam tubuh.
Kekurangan: Dapat memicu iritasi kulit, meningkatkan tekanan darah,
menyebabkan sakit kepala berkepanjangan.
5.
IUD/Spiral
IUD atau yang masyarakat kenal dengan spiral, merupakan alat
kontraspesi berbentuk huruf T yang dipasang di dalam rahim. IUD ada
yang terbuat dari tembaga (seperti Paragard yang bertahan selama 10
tahun) dan bahan lain yang mengandung hormon (seperti Mirena yang
bertahan selama 5 tahun).
Kekurangan: Dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti kram; ada
risiko tubuh menolak pemasangan IUD, serta memicu ketidak teraturan
pola serta volume darah yang dikeluarkan saat menstruasi.
6.
Implan
Implan; alat kontrasepsi berbentuk batang kecil (40mm) yang dipasang di
lengan bagian atas dan berfungsi untuk mencegah kehamilan dengan
perlahan melepaskan hormon progestin.
Kekurangan: Dapat memicu iritasi serta rasa tidak nyaman di area lengan
yang dipasangi implan, meningkatkan risiko mentruasi yang tidak teratur
dengan jumlah darah yang berlebih di masa awal penggunaannya, serta
tidak dapat digunakan oleh mereka yang menderita diabetes, penyakit
liver, serta osteoporosis.
7.
Spermisida
Umumnya, spermisida yang berbentuk krim atau
jeli akan diaplikasikan ke dalam vagina minimal 30 menit sebelum
berhubungan seksual. Fungsinya adalah untuk membunuh sperma agar
tidak bergerak ke dalam rahim dan membuahi sel telur.
Kekurangan: Kontrasepsi yang satu ini seringkali memicu timbulnya
iritasi serta tidak melindungi penggunanya dari IMS.
8.
Diafragma
Diafragma adalah alat kontrasespsi berbentuk kubah yang terbuat dari
karet dan dipasang di mulut rahim; biasanya digunakan bersamaan
dengan spermisida. Perlu diperhatikan bahwa diafragma harus tetap
dipakai setidaknya sampai 6 jam setelah berhubungan seksual.
Kekurangan: Dapat memicu iritasi pada jaringan vagina serta tidak
melindungi penggunanya dari IMS
9.
Cervical cap
Berbentuk hampir serupa dengan diafragma, Cervical Cap diletakkan di
mulut rahim agar jalur masuk sperma terhalang.
Kekurangan: Pemasangannya cukup merepotkan karena harus dilakukan
oleh dokter dan hanya efektif digunakan selama 2 hari saja.
10. Jenis kontrasepsi permanen
Jika Anda dan pasangan sudah yakin dengan keputusan untuk tidak
memiliki momongan lagi, maka tidak ada salahnya untuk mencoba
kontrasepsi permanen yang dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu:
a. Vasektomi
Vasektomi merupakan prosedur medis yang melibatkan penutupan
saluran vas deferens pada pria.
Kekurangan: Melibatkan prosedur operasi serta bersifat irreversible,
alias tidak dapat diubah lagi.
b. Tubektomi
Tubektomi merupakan proses sterilisasi pada wanita yang melibatkan
langkah pemotongan serta pengikatan saluran tuba falopi.
Kekurangan: Melibatkan prosedur operasi, berisiko menimbulkan
infeksi dan pendarahan di dalam, serta bersifat irreversible.
c. Implan Tuba
Terakhir, kontrasepsi permanen yang dapat Anda coba adalah
implan tuba –pemasangan implan yang terbuat dari logam atau silikon
di bagian tuba falopi.
Kekurangan: Mahal dan memicu ketidaknyamanan di area pinggul
DAFTAR PUSTAKA
Ai yeyeh, dkk (2009). Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta: Trans info Media
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. 2008. Asuhan Persalinan
Normal. Yogyakarta: Fitramaya
Umarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin).
Yogyakarta: Fitramaya
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Ed.4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sulistyawati,A. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba
Medika
Sumarah, SSiT, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya
Download