Uploaded by ysrizal77

Executive Summary RTBL MAlioboro

advertisement
DINAS PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH (KIMPRASWIL)
KOTA YOGYAKARTA
Executive Summary
PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN &
LINGKUNGAN (RTBL)
KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA
PT. CIPTA NINDITA BUANA
KATA PENGANTAR
Kota dan masyarakat penghuninya merupakan simbolis yang saling terkait dan saling
mempengaruhi. Perkembangan kota secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola kehidupan
masyarakatnya, demikian pula sebaliknya, perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat
kota dapat memacu pertumbuhan fisik kota. Perubahan, perkembangan dan pertumbuhan kota
menuntut penyediaan ruang, sarana dan prasarana baru. Sebagai implikasinya adalah perubahan
dan pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali
pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu
kawasan. RTBL disusun sebagai produk perencanaan tata ruang yang disahkan oleh Pemerintah
Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda), agar dapat digunakan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang.
Melalui pemahaman tersebut maka Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
merupakan panduan yang memberikan arahan interprestasi wujud ruang dalam bentuk rencana
teknik, program tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunan yang
dikelola secara khusus pada bangunan, kelompok bangunan dan lingkungan yang melingkupinya.
Secara substansial Executive Summary Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Kawasan Malioboro ini memuat Pendahuluan, Konsep Dasar Perancangan, & Panduan Rancangan.
Executive Summary ini merupakan ringkasan materi yang menjadi arahan dan panduan rancangan
bangunan dan lingkungan pada kawasan perencanaan tersebut.
Berkenaan dengan hal tersebut, Tim Penyusun mengucapkan terimakasih terhadap pihakpihak yang telah membantu terselesaikannya pekerjaan ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dengan tema kajian terkait.
Yogyakarta, Desember 2013
PT.CIPTA NINDITA BUANA
DAFTAR ISI
PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN
KAWASAN MALIOBORO, YOGYAKARTA
DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
KONSEP DASAR PERANCANGAN
2.1.
PERUMUSAN VISI KAWASAN MALIOBORO
II - 1
2.1.1.
Telaah Terhadap Visi Kota Yogyakarta
II - 1
2.1.2.
Perumusan Visi Kawasan Malioboro
II - 3
2.2.
KONSEP PERANCANGAN STRUKTUR TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN
II - 7
2.3.
BLOK PENGEMBANGAN KAWASAN
II - 8
BAB II
PANDUAN RANCANGAN
3.1.
Struktur Peruntukan Lahan
III - 1
3.2.
Intensitas Pemanfaatan Lahan
III - 10
3.3.
Tata Bangunan
III - 21
3.4.
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
III - 38
3.5.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
III - 47
3.6.
Tata Kualitas Lingkungan
III - 49
3.7.
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
III - 63
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | i
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
III - 10
Tabel 3.2.
Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
III - 12
Tabel 3.3.
Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal
III - 13
Tabel 3.4.
Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal
III - 14
Tabel 3.5.
Penentuan Tinggi Bangunan (TB)
III - 18
Tabel 3.6.
Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)
III - 20
Tabel 3.7.
Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro
III - 37
Tabel 3.8.
Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki
III - 43
Tabel 3.9.
Jenis Tanaman Peneduh/Perindang
III - 49
Tabel 3.10.
Pembagian Tema Koridor Utama Kawasan Malioboro
III - 50
Tabel 3.11.
Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat
III - 67
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro
II - 4
Gambar 2.2.
Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro
II - 4
Gambar 2.3.
Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama
II - 5
Gambar 2.4.
Blok Pengembangan Kawasan Malioboro
II - 9
Gambar 3.1.
Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan
Malioboro
III - 5
Gambar 3.2.
Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) tidak tertutup PKL
III - 6
Gambar 3.3.
Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL
III - 6
Gambar 3.4.
Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro
III - 7
Gambar 3.5.
Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama
Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok
III - 7
Gambar 3.6.
Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro
III - 8
Gambar 3.7.
Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro
III - 9
Gambar 3.8.
Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro
III - 10
Gambar 3.9.
Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani
III - 15
Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
III - 16
Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung
III - 17
Gambar 3.12. Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan
III - 17
Gambar 3.13. Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan
III - 21
Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum
III - 24
Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng”
III - 24
Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter)
III - 25
Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter)
III - 25
Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar
III - 27
Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi
III - 28
Gambar 3.20. Penyempurnaan wajah depan dengan tenda kanopi, papan nama & lampu
III - 29
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | iii
Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda
dan pergola tidak menutup fasad bangunan
III - 29
Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan
III - 30
Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki
III - 30
Gambar 3.24. Prinsip peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali
III - 31
Gambar 3.25. Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro
III - 32
Gambar 3.26. Arahan bangunan gaya Arsitektur Kolonial
III - 34
Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial
III - 35
Gambar 3.28. bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan
III - 35
Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
III - 36
Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan
(ngejaman) sampai dengan titik 0 km
III - 39
Gambar 3.31. Rencana Sirkulasi Kawasan Malioboro
III - 40
Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat
III - 41
Gambar 3.33. Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki
III - 41
Gambar 3.34. Panduan untuk pengecatan Becak Wisata Malioboro
III - 44
Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m
III - 45
Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m
III - 46
Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya
III - 46
Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m
III - 47
Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya
III - 47
Gambar 3.40. Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro
III - 51
Gambar 3.41. Konsep ‘welcoming corridor’
III - 52
Gambar 3.42. Konsep ‘social corridor’
III - 52
Gambar 3.43. Konsep ‘culture corridor’
III - 53
Gambar 3.44. Konsep ‘preservation corridor’
III - 53
Gambar 3.45. Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda)
III - 54
Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina
III - 54
Gambar 3.47. Penataan penggal 3 dengan tema Arsitektur Cina
III - 55
Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis
III - 55
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | iv
Gambar 3.49. Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu
III - 56
Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah
III - 56
Gambar 3.51. Panduan tempat duduk menggunakan ornamen serapan Eropa yang serasi dengan
ornamen lampu khas Malioboro
III - 56
Gambar 3.52. Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan
kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik
III - 57
Gambar 3.53. Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel
III - 57
Gambar 3.54. Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan
III - 58
Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya
pada node entry point kawasan di sisi utara
III - 59
Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya
pada node di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan
III - 59
Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan
(kampung)
III - 61
Gambar 3.58. Ilustrasi perbaikan kualitas jalan lingkungan perumahan
III - 61
Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan arsitektur Indis & Kolonial
III - 62
Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial
III - 62
Gambar 3.61. Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di bawah
median sisi timur koridor utama Malioboro
III - 63
Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting
III - 64
Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah
III - 65
Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM
III - 65
Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama
III - 66
Gambar 3.66. Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan
III - 68
Gambar 3.67. Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga
III - 67
Gambar 3.68. Peta Jalur Evakuasi Bencana
III - 72
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | v
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
BAB 1
Pendahuluan
Perkembangan suatu kota besar yang sekaligus berfungsi sebagai Ibukota DIY dan
masyarakat penghuninya merupakan simbiosis yang saling terkait dan saling mempengaruhi.
Perubahan, perkembangan, dan pertumbuhan kota menuntut penyediaan ruang, sarana dan
prasarana baru sehingga sebagai implikasinya terjadi perubahan dan pertumbuhan bangunan serta
sarana dan prasarananya. Oleh karena itu, perencanaan tata bangunan dan lingkungan telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam sistem manajemen pembangunan perkotaan.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) akan memberikan arahan arsitektural pada
rencana teknis bangunan yang dibangun pada kawasan tertentu. Dengan arahan tersebut, konsultan
perencana/arsitek akan mempunyai gambaran kebijaksanaan pembangunan fisik yang menyangkut
kepentingan umum sekaligus jatidiri kawasan yang ingin dicapai, sehingga bangunan dan lingkungan
yang dirancang akan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kawasan yang lebih luas.
Salah satu sistem ruang kota di Yogyakarta yang perlu mendapat perhatian dan penataan
yang serius adalah kawasan Malioboro di jantung kota Yogyakarta. Kawasan ini merupakan salah
satu tempat wisata utama di Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun
mancanegara dan merupakan kawasan perdagangan utama yang paling sibuk. Kawasan Malioboro
sudah ditetapkan oleh Gubernur DIY sebagai Kawasan Cagar Budaya, kondisi lingkungan disekitar
kawasan pada saat ini cenderung tumbuh secara tidak teratur dan sporadis seiring dengan
perkembangan pembangunan fisik di dalam kawasan yang pesat.
Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan segera melalui pengendalian yang intensif, maka
dikhawatirkan akan terjadi ketidakteraturan pada fungsi dan peran ruang kawasan dikemudian hari.
I-1|
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut dan sebagai langkah awal dari proses pengendalian
pengembangan dan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan maka perlu dilakukan penyusunan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) di Kawasan Malioboro Yogyakarta.
Materi penyusunan RTBL Kawasan Malioboro pada Executive Summary ini mencakup :
1.
Konsep Dasar Perancangan
Visi Pembangunan yang telah dirumuskan di dalam Laporan Antara akan menjadi Konsep Dasar
Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang meliputi :
 Konsep Dasar Perancangan
 Blok-Blok Pengembangan Kawasan
2.
Rencana Umum
Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan
komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana
kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata
bangunan dan lingkungan. Panduan Rancangan memuat antara lain :
 Ketentuan dasar implementasi rancangan
 Prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan, yang berisi panduan rancangan
tiap blok pengembangan dan simulasi rancangan tiga dimensional.
Deliniasi Kawasan RTBL Malioboro
Wilayah studi untuk pekerjaan Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro berada di Jalan Malioboro
sampai dengan Jalan A.Yani (titik 0 kilometer).
Batas Area Perencanaan :
a. Sebelah Utara : Jalan Pasar Kembang – Jalan Abubakar Ali
b. Sebelah Selatan : Jalan Senopati – Jalan KHA Dahlan
c.
Sebelah Timur : Jalan Suryotomo – Jalan Mataram
d. Sebelah Barat : Jalan Bhayangkara – Jalan Gandekan Lor
I-2|
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Jl.Pasar Kembang
Jl.Abu Bakar Ali
Jl.Mataram
Jl.Gandekan Lor
Jl.Bayangkara
Jl.Suryotomo
Jl.KHA.Dahlan
Jl.Senopati
I-3|
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
BAB 2
Konsep Perancangan
2.1.
Perumusan Visi Kawasan Malioboro
2.1.1. Telaah terhadap Visi Kota Yogyakarta
Visi, misi dan program kerja walikota terpilih untuk periode 2012-2016 ini merupakan tahap
kedua Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005 – 2025, diarahkan untuk
membawa masyarakat Kota Yogyakarta menuju suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera,
berakhlak, bermartabat, berkarakter dan bermakna.
Berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun
2012 – 2016 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun
2012, Visi Kota Yogyakarta adalah :
“Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas,
berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa,
yang Berwawasan Lingkungan
dan Ekonomi Kerakyatan”
Beberapa penjelasan dari visi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan berkualitas

Penyelenggaraan pendidikan di Kota Yogyakarta harus memiliki kualitas yang
berstandar internasional

Memiliki keunggulan kompetitif dalam penguasaan, pemanfaatan dan pengembangan
ilmu dan teknologi
II - 1 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yaitu keseimbangan antara
kecerdasan inteligensia (Intelligensia Quotient), emosional (Emotional Quotient),
spiritual (Spiritual Quotient) dan kebugaran dan kesehatan fisik (kinestetik);

Dikembangkan dengan dukungan sistem kebijakan pendidikan yang unggul

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yangmemadai
2) Pendidikan berkarakter

Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan
warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam sistem yang
berakar pada budaya lokal dan menghormati kemajemukan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Bhineka Tunggal Ika);

Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious;

Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa;

Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri kreatif,
berwawasan kebangsaan;

Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi
dan penuh kekuata.
3) Pendidikan inklusif

Sistem pendidikan yang mengembangkan kreatifitas dengan memberikan akses kepada
semua orang dalam satu sistem yang mencakup sekolah, program nonformal/informal,
pendidikan keluarga dan masyarakat serta melibatkan seluruhmasyarakat secara penuh;

Merupakan sebuah proses dan tujuan yang menggambarkan kualitas atau karakteristik
pendidikan untuk semua;

Mengembangkan sistem pendidikan formal, non-formal dan informal, dengan
merespon keberagaman, mengidentifikasi hambatan belajar yang dihadapi individu
maupun kelompok anak.

Pendidikan inklusif bukan hanya menyangkut metode dan sistem, tetapi menyangkut
nilai-nilai dan keyakinan mendasar tentang pentingnya menghargai dan menghormati
perbedaan, tidak mendiskriminasi, dan berkolaborasi dengan orang lain untuk
menciptakan dunia yang lebih adil.
II - 2 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
4) Pariwisata berbasis budaya

Kegiatan pariwisata di Kota Yogyakarta dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada
budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat maupun Kadipaten Pakualaman, kearifan lokal & nilai luhur budaya bangsa;

Menyempurnakan dan meningkatkan jaringan kerjasama wisata dengan pihak lain;

Menjadikan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara;
Peningkatan kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan menciptakan inovasiinovasi yang
tetap berlandaskan pada wisata budaya, wisata bangunan bersejarah, wisata pendidikan,
wisata konvensi dan wisata belanja.
5) Pusat pelayanan jasa

Kota Yogyakarta sebagai pusat pelayanan jasa yang meliputi jasa penunjang pendidikan
dan pariwisata, perdagangan, pemerintahan, keuangan, kesehatan, transportasi dan
komunikasi harus dibangun lebih maju dan mampu mandiri;

Memberikan kontribusi dan dominasi yang lebih besar dari daerah lain di Indonesia

Peningkatan kegiatan pelayanan jasa dilakukan dengan memperkuat perekonomian
kota pada sektor andalan menuju keunggulan kompetitif;

Membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan, dengan tetap
mempertahankan dan mengembangkan industri kecil dan menengah.
6) Berwawasan lingkungan

Upaya sadar, terencana dan berkelanjutan;

Memadukan lingkungan alam dengan lingkungan nilai-nilai religius, sosial, budaya dan
kearifan lokal ke dalam proses pembangunan;

Menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan.
2.1.2. Perumusan Visi Kawasan Malioboro
Perumusan visi sebagai cita-cita yang mendasari penyusunan konsep dasar perancangan tata
bangunan dan lingkungan di Kawasan Malioboro berangkat dari 2 (dua) hal, yaitu :
1. Visi Misi Pembangunan Kota Yogyakarta
2. Isu Utama di Kawasan Malioboro
II - 3 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Visi Kota Yogyakarta :
Berdasarkan pada permasalahan dan isu
yang berkembang di kawasan. Konsep
perencanaan diharapkan dapat menjadi
jawaban dari permasalahan dan isu
tersebut dengan tetap mendasarkan diri
pada visi Malioboro secara umum
Kota Pendidikan Berkualitas,
berkarakter dan Inklusif, Pariwisata
Berbasis Budaya, & Pusat Pelayanan Jasa,
yang Berwawasan Lingkungan
dan Ekonomi Kerakyatan”
Gambar 2.1.
Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro
Sumber: Olahan Studio 2013
Gambar 2.2.
Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro
Sumber: Olahan Studio 2013
II - 4 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
“Mewujudkan Kawasan Malioboro Sebagai Pusat Pelayanan Jasa
yang Berbasis Budaya, Humanis, Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan”
Gambar 2.3.
Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama
Sumber: Olahan Studio 2013
a.
Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya
Fungsi sebagai Pusat Pelayanan Jasa sesuai dengan arahan RTRW Kota Yogyakarta sebagai
pusat pelayanan tingkat Kota. Pusat Pelayanan Jasa meliputi jasa penunjang pendidikan dan
pariwisata, perdagangan, pemerintahan, dan transportasi yang dibangun lebih maju dan
dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah
dan budaya Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat maupun Kadipaten Pakualaman,
kearifan lokal & nilai luhur budaya bangsa. Sebagai pusat pelayanan jasa diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kawasan lain di sekitarnya.
b.
Humanis
Ikhtiar menciptakan kota yang humanis ditunjukkan dengan kemampuan suatu kota
memberikan rasa nyaman bagi para penghuninya, melalui pertumbuhan ekonomi, keadilan
sosial, dan keseimbangan ekologi berdasarkan kearifan lokal yang ada.
II - 5 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Bila suatu kota berhasil memunculkan prinsip-prinsip tersebut, maka kota itu akan mampu
menghadirkan rasa keruangan yang semakin layak untuk dihuni (livable city). Menurut
Wunas dan Wijaya (2011), kota humanis merupakan kota yang mempertimbangkan faktor
kemanusiaan untuk
mewujudkan kehidupan yang
berkelanjutan.
Pandangan
ini
menempatkan posisi manusia sebagai elemen pembangunan kota yang paling prioritas.
Dengan begitu, kenyamanan dan kebahagiaan warga kota harus disadari sebagai aspek vital
yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan rencana dan pembangunan kota.
c.
Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana
menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup.
Kota yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dengan mengindahkan
kelestarian dan kelangsungannya generasi yang akan datang, yang tercermin dalam
pemanfaatan ruang yang serasi antara untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi dan
upaya konservasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup,
peningkatan kenyamanan kota, serta terpelihara dan termanfaatkannya keanekaragaman
hayati sebagai modal dasar pembangunan.
d.
Pembangunan Berkelanjutan
Namun demikian pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan
bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu
strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep
pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggung jawab moral untuk memberikan
kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas
namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar
generasi untuk menjamin kesejahteraannya.
II - 6 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
2.2.
Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan & Lingkungan
Merupakan konsep rancangan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam
mewujudkan lingkungan/kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan
berkelanjutan.
Menurut definisi yang dipopulerkan IAP (2011), istilah kota layak huni memang memiliki
kedekatan makna dengan kota humanis, yakni sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman
sebagai tempat tinggal dan juga tempat beraktivitas. Suasana kota tersebut dapat dilihat dari
berbagai aspek, baik aspek fisik (seperti fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dan sebagainya)
maupun aspek non-fisik (seperti hubungan social, aktivitas ekonomi, dan sebagainya). Adapun 6
(enam) prinsip yang dikembangkan IAP (2011) untuk mewujudkan kota yang nyaman dan layak huni,
adalah sebagai berikut:
a.
Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian layak, air bersih, listrik).
b.
Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman
kota, fasilitas ibadah dan fasilitas kesehatan).
c.
Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi.
d.
Keamanan, bebas dari rasa takut.
e.
Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya.
f.
Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.
Konsep besar revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Malioboro terkait dengan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan ini adalah difokuskan untuk menciptakan kawasan Malioboro sebagai
area semi pedestrian. Sehingga dibutuhkan penataan area parkir motor di Kawasan Malioboro
khususnya di koridor utama Jalan Malioboro – Jalan Ahmad Yani yang selama ini menghalangi jalur
pedestrian sehingga dapat mendukung kenyamanan pejalan kaki.
Dalam konteks penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini konsep revitalisasi Kawasan
Malioboro sebagai kawasan semi pedestrian merupakan perwujudan kota humanis yang sejalan
dengan perumusan Visi Kawasan Malioboro.
II - 7 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
2.3.
Blok-Blok Pengembangan Kawasan
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini harus ditujukan untuk mengembalikan jati diri
kawasan sebagai salah satu penggal poros sumbu filosofis yang penuh dengan nilai-nilai luhur, tanpa
mengesampingkan peran dan fungsinya sebagai ruang publik dan untuk rakyat kebanyakan. Secara
umum, penataan Kawasan Malioboro dapat diklasifikasikan menjadi 4 sub-kawasan, yakni :
a)
Jalur Utama Kawasan yaitu Koridor Utama Jln. Malioboro dan Jln. A.Yani
b)
Sub-kawasan perumahan/permukiman pendukung (kampung-kampung)
c)
Jaringan jalan-jalan pendukung atau koridor ventilasi
d)
Sub-kawasan penyangga, yaitu kampung-kampung di sepanjang S. Code dan S. Winongo
Terkait dengan deliniasi kajian RTBL kawasan Malioboro ini, blok-blok pengembangan Kawasan
Malioboro dan program-program penanganannya ditujukan pada butir a, b, dan c saja. Sedangkan
kampung-kampung di sekitar Kawasan Malioboro berperan sebagai sub-kawasan penyangga.
a) Blok Pengembangan Segmen Koridor Jalan (KJ)

Koridor Jalan 01 [KJ.01] Koridor Jalan Malioboro - Jalan A.Yani;

Koridor Jalan 02 [KJ.02] Koridor Jalan Sosrowijayan;

Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Dagen;

Koridor Jalan 04 [KJ.04] Koridor Jalan Pajeksan;

Koridor Jalan 05 [KJ.05] Koridor Jalan Reksobayan;

Koridor Jalan 06 [KJ.06] Koridor Jalan Perwakilan;

Koridor Jalan 07 [KJ.07] Koridor Jalan Suryatmajan;

Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Pabringan;
b) Struktur Peruntukan Lahan Sub Kawasan Malioboro (KW)

Blok Pengembangan 1 [KW.01] merupakan Kampung Sosrowijayan;

Blok Pengembangan 2 [KW.02] merupakan Kampung Sosromenduran dan Sosrodipuran

Blok Pengembangan 3 [KW.03] merupakan Kampung Jogonegaran dan Pajeksan;

Blok Pengembangan 4 [KW.04] merupakan Kampung Ngupasan;

Blok Pengembangan 5 [KW.05] merupakan Kampung Suryatmajan;

Blok Pengembangan 6 [KW.06] merupakan Kampung Ketandan.
II - 8 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Blok Pengembangan 1 : KW 01
Blok Pemukiman - Kampung Sosrowijayan
 Penguatan Karakter Kampung Sosrowijayan
sebagai kampung wisata dengan potensi
tourist accomodation seperti penginapan,
 ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang
Blok Pengembangan 2 : KW 02
Blok Pemukiman - Kampung Dagen,
Sosromenduran & Sosrodipuran
 Penguatan Karakter Kampung Wisata
Dagen
 Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan
permukiman padat
 ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang

Blok Pengembangan 3 : KW 03
Blok Pemukiman - Kampung
Pajeksan & Jogonegaran
 Penguatan Karakter Kampung
Wisata Pajeksan
 Peningktan kualitas/kesehatan
lingkungan permukiman padat
 ZONA PERUMAHAN kepadatan
sedang
Blok Pengembangan Koridor : KJ 01
Koridor utama Jl. Malioboro - Jl.A.Yani
dan Blok Komersial Perdagangan Jasa
 Penguatan sumbu filosofis dan Pelestarian BCB
termasuk sistem pencahayaan/ lighting bangunan
 Penataan Facade Bangunan, termasuk skyline,
setback bangunan, dan tema warna serta ornamen
 Penentuan Tema Koridor Utama menjadi 4 bagian
 Mengurangi Sampah Visual dengan penataan
signage dan reklame
 Penataan street furniture termasuk greenery
 Peningkatan kualitas lingkungan melalui
peningkatan jaringan sarana prasarana
 Penataan PKL dengan time sharing dan place
sharing
 Menciptakan ruang terbuka publik sebagai ruang
interaksi sosial dengan membuat PKL court untuk
memecah suasana arcade yang cenderung menerus
dan monoton
KW.01
KJ.02
KW.02
KJ.06
KJ.01
KJ.03
KW.05
Blok Pengembangan 5 : KW 05
Blok Pemukiman - Kampung
Suryatmajan
 Peningktan
kualitas/kesehatan lingkungan
permukiman
 ZONA PERUMAHAN
KW.03
KJ.04
KJ.07
Blok Pengembangan 4 : KW 04
Blok Pemukiman - Kampung Ngupasan
 Penguatan Karakter Kampung Wisata
Pajeksan
 Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan
permukiman padat
 ZONA jasa perdagangan dan mix use
(perumahan-jasa pergudangan)
KW.04
Blok Pengembangan 6 : KW 06
Blok Pemukiman - Kampung
Ketandan
 Penguatan Karakter Kampung
Pecinan Ketandan
 ZONA PERDAGANGAN JASA
dengan intensitas tinggi
KW.06
KJ.05
KJ.08
BLOK
PENGEMBANGAN
Gambar 2.4.
Blok Pengembangan Kawasan Malioboro
Sumber: Olahan Studio 2013
II - 9 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
BAB 3
Panduan Rancangan
Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah
ditetapkan di atas yang dijabarkan melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada
bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan
ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan.
3. 1.
Struktur Peruntukan Lahan
Prinsip pengembangan komponen struktur peruntukan lahan adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan peruntukan lahan yang sesuai arahan tata ruang kota, meliputi aturan
RTRW DIY, RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 dan Perwal No. 25 Tahun 2013 sebagai
pengganti RDTR Kota Yogyakarta.
b. Mengarahkan pengembangan mixed use tanpa merubah peruntukan lahan.
c. Mereduksi lahan-lahan dengan pemanfaatan yang tidak optimal dengan pemberlakuan
insentif dan disinsentif.
d. Mengendalikan pembangunan pada kawasan-kawasan yang dilarang (negative list)
seperti pada kawasan pelestarian warisan budaya dan cagar budaya.
e. Menata pola-pola peruntukan dengan model space sharing.
f. Mengendalikan peruntukan lahan bagi pemanfaatan sektor informal.
III - 1 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Struktur jalan yang diterapkan adalah Jalan Malioboro dan Jalan A.Yani sebagai jalur utama
pergerakan dan penghubung antar simpul-simpul aktivitas pelayanan perkotaan yang
menjadi pemicu kegiatan-kegiatan ekonomi serta fungsi pelayanan jasa lainnya bagi
penduduk setempat maupun dari luar kawasan Malioboro.
Pembagian struktur peruntukan lahan dibagi menjadi 2 sesuai dengan peruntukannya yaitu
Segmen Koridor Jalan dan Sub Kawasan; meliputi :
A. Struktur Peruntukan Lahan Segmen Koridor Jalan (KJ)

Koridor Jalan 01 [KJ.01] Koridor Jalan Malioboro - Jalan A.Yani untuk fungsi komersial
perdagangan jasa, kompleks perkantoran dan fungsi lindung cagar budaya.

Koridor Jalan 02 [KJ.02] Koridor Jalan Sosrowijayan untuk fungsi perdagangan jasa.

Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Dagen untuk fungsi komersial perdagangan jasa.

Koridor Jalan 04 [KJ.04] Koridor Jalan Pajeksan untuk fungsi komersial perdagangan jasa.

Koridor Jalan 05 [KJ.05] Koridor Jalan Reksobayan untuk fungsi komersial mix useperdagangan jasa dan fungsi perkantoran.

Koridor Jalan 06 [KJ.06] Koridor Jalan Perwakilan untuk fungsi perdagangan jasa.

Koridor Jalan 07 [KJ.07] Koridor Jalan Suryatmajan untuk fungsi komersial perdagangan
jasa dan kompleks perkantoran.

Koridor Jalan 08 [KJ.08] Koridor Jalan Pabringan untuk fungsi komersial perdagangan
jasa dan fungsi cagar budaya.
B. Struktur Peruntukan Lahan Sub Kawasan Malioboro (KW)

Sub Kawasan 1 [KW.01] merupakan Kampung Sosrowijayan dengan peruntukan lahan
sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 2 [KW.02] merupakan Kampung Sosromenduran dan Sosrodipuran dengan
peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 3 [KW.03] merupakan Kampung Jogonegaran dan Pajeksan dengan
peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 4 [KW.04] merupakan Kampung Ngupasan dengan peruntukan lahan
sebagai Komersial Perdagangan dan Jasa yang diarahkan dengan fungsi mix-use.

Sub Kawasan 5 [KW.05] merupakan Kampung Suryatmajan dengan peruntukan lahan
sebagai Perumahan Kepadatan Sedang.

Sub Kawasan 6 [KW.06] merupakan Kampung Ketandan dengan peruntukan lahan
sebagai Komersial Perdagangan Jasa.
III - 2 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Mekanisme perizinan untuk bangunan dengan fungsi yang berbeda dengan rencana
pemanfaatan di tata ruang di atas adalah sebagai berikut :

Pemohon membuat surat kepada Ketua BKPRD untuk meminta persetujuan apabila
rencana pembangunan tidak sesuai dengan pola rencana pemanfaatan tata ruang.

Surat disampaikan kepada sekretariat BKPRD di Bappeda untuk dibahas.

Usulan diatas dirumuskan dalam Berita Acara rapat di BKPRD.
C. Pedagang Kaki Lima
Selain dibentuk oleh jaringan jalan dan struktur peruntukan lahan yang bersifat formal, pola
tata ruang Kawasan Malioboro juga dibetuk dari sektor informal. Dilihat dari pemanfaatan
fungsi lahan, maka panduan rancang struktur peruntukan lahan pada koridor utama juga
memperhatikan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mengacu pada Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2010 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima Kawasan Khusus
Malioboro – Ahmad Yani. Sesuai Perwal tersebut Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan
Malioboro diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
1)
Trotoar sisi barat jalan Malioboro dan jalan A. Yani (persimpangan jalan Malioboro dan
jalan Pasar Kembang sampai dengan simpang tiga jalan Reksobayan);
2)
Trotoar sisi timur jalan Malioboro dan jalan A. Yani (depan Hotel Garuda sampai depan
Pasar Sore Malioboro) kecuali paving sisi timur yang termasuk dalam kawasan Pasar
Beringharjo;
3)
Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani
ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan;
4)
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dapat menempatkan PKL pada trotoar di
persimpangan jalan, depan Kantor Eks Kanwil Pekerjaan Umum Propinsi DIY, depan
Gedung DPRD Propinsi DIY, depan Kompleks Kepatihan, depan Gedung Perpustakaan
Nasional Propinsi DIY dan depan Gereja GPIB Yogyakarta dengan tetap memperhatikan
kepentingan umum, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keamanan dan kenyamanan.
5)
PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani, dilarang untuk ditambah jumlahnya.
6)
Sirip Jalan Malioboro – A. Yani adalah trotoar jalan Pajeksan sisi utara dan selatan, jalan
Suryatmajan sisi selatan dan jalan Reksobayan sisi utara (selatan GPIB Yogyakarta).
III - 3 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
7)
Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan
Suryatmajan, Jalan Pajeksan dan Jalan Reksobayan ditetapkan dengan Keputusan Camat
sesuai dengan wilayah kerjanya.
8)
Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan Suryatmajan,
Jalan Pajeksan dan jalan Reksobayan dilarang untuk ditambah jumlahnya.
9)
Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib memiliki Surat Izin Penggunaan Lokasi Pedagang Kaki
Lima yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Kartu Identitas
Pedagang Kaki Lima yang diterbitkan oleh Camat setempat.
10) PKL yang boleh menggunakan tenda dan peralatannya adalah yang berada di luar
pertokoan, dengan ketentuan :
 konstruksinya bongkar pasang
 bahan kerangka diutamakan dari besi
 atap tenda dari bahan terpal atau sejenisnya
 rapi dan bersih
11) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan di Jalan Pasar Kembang,
Jalan Abubakar Ali (utara Hotel Garuda), Jalan Sosrowijayan, Jalan Perwakilan, Jalan
Dagen, Jalan Beskalan dan Jalan Ketandan.
12) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan pada badan jalan, jalur
lambat, dan di tempat parkir dan dilarang menempatkan peralatan/kotak-kotak selain
yang dipergunakan untuk berjualan di sekitar lokasi berjualan, pada badan jalan/jalur
lambat, trotoar, devider, taman, lampu taman, dan kursi taman.
Untuk mewujudkan Kawasan Malioboro sebagai area semi pedestrian yang humanis dan
mendukung kenyamanan pejalan kaki, sebaiknya area di depan kantor-kantor pemerintahan
bersih dari PKL karena Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang mencabut izin
penggunaan lokasi PKL bila digunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas.
III - 4 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.1.
Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 5 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.2.
Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) apabila tidak tertutup PKL
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.3.
Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL
Sumber : Olahan studio, 2013
Panduan rancangan area PKL di koridor utama Malioboro :
 PKL sebaiknya tidak berada di depan gedung pemerintahan seperti kompleks DPR,
Kompleks Kepatihan, Gedung agung dan Benteng Vredeburg.
 Lapak PKL makanan menggunakan modul yang sama dan menggunakan ornamen dengan
bentuk seperti ornamen lampu khas Malioboro pada rangka besi knock-down.
 Warna tenda PKL menggunakan warna hijau-kuning selaras dengan lampu Malioboro
III - 6 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.4.
Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
Saluran utilitas terpadu (listrik,
kabel optik, telkom, dll)
drainase
riol kota
Saluran Limbah PKL & disalurkan ke
pengolahan limbah komunal
Gambar 3.5.
Saluran Air
Bersih PKL
Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama
Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok
Sumber : Olahan studio, 2013
 Limbah PKL, khususnya limbah dari PKL makanan baik lesehan maupun gerobak (bakso)
ditampung dalam bak limbah sementara yang diambil secara periodik atau dilengkapi
dengan bak pengolahan limbah komunal PKL sehingga bisa dialirkan ke riol kota.
III - 7 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Selain panduan rancangan area yang diizinkan untuk PKL diuraikan juga panduan rancangan
bentuk yang dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1)
Lapak Tenda dan Gerobak Beroda untuk PKL makanan baik lesehan maupun gerobak bakso.
 Menggunakan modul ukuran 5.4 meter (18 tegel) x 3.6 meter (12 tegel).
 Rangka tenda merupakan rangka besi galvanis dengan sistem ‘knock down’ untuk
menciptakan area PKL dengan pola semi permanen. Menggunakan ornamen serapan
dari Eropa berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro pada rangka.
 Tenda menggunakan warna hijau kombinasi kuning yang serasi dengan lampu jalan.
 Apabila menggunakan gerobak, bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose
material kayu dan dilengkapi roda.
 Ornamen pada gerobak bagian bawah menggunakan ornamen serapan dari Eropa
berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro.
Gambar 3.6.
Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 8 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
2)
Lapak Gerobak beroda untuk PKL yang menjual batik dan aksesories.
 Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 120 cm
 Gerobak dilengkapi roda, meja lipat dan gantungan yang terpasang dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari gerobak. Meja lipat digunakan sebagi tempat untuk
meletakkan barang dagangan, sedangkan gantungan untuk display saja.
 Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau cat warna coklat
 Ornamen pada gerobak menggunakan ornamen serapan dari Eropa berbentuk organis
seperti lampu khas Malioboro dengan warna hijau-kuning.
Gambar 3.7.
Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
3)
Lapak Meja untuk PKL yang menjual aksesories di siang hari dan dapat diubah bentuk untuk
digunakan PKL yang menjual makanan lesehan di malam hari.
 Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 40 cm dan 45 cm
 Lapak PKL ini dibuat dengan sistem kock down dan time sharing.
Pada siang hari box atau meja dapat digunakan sebagai tempat untuk meletakkan
barang dagangan sekaligus untuk display, sedangkan pada malam hari box dapat
difungsikan sebagai meja makan bagi pedagang kaki lima lesehan.
 Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau dilapis dengan cat
warna coklat.
III - 9 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.8.
Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
3. 2.
Intensitas Pemanfaatan Lahan
Berdasarkan arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029, maka ditentukan bahwa intensitas
pemanfaatan lahan pada Kawasan Malioboro diarahkan menjadi intensitas agak tinggi.
Namun di dalam RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 tersebut tidak menyebutkan angka
secara detil dan jelas maka intensitas penggunaan lahan mengacu Perwal 25 Tahun 2013
tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang.
Tabel 3.1.
Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
NO
KLASIFIKASI
KDB Peruntukan Lahan Terbangun
1.
TInggi
60 – 100 %
2.
Sedang
30% - 60%
3.
Rendah
< 30%
Sumber : PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung (lampiran penjelasan pasal 20)
Tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan intensitas pemanfaatan lahan adalah menjaga
keberadaan fungsi Kawasan Malioboro sesuai arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029
sebagai kawasan lindung pelestarian budaya dan mengendalikan perkembangan fungsi
komersial perdagangan dan jasa tanpa merubah arahan intensitas pemanfaatan lahan yang
sudah ditetapkan di Perwal 25 Tahun 2013.
III - 10 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
A. KDB (Koefisien Dasar Bangunan)
Koefisien dasar bangunan merupakan angka perbandingan antara luas lantai dasar
bangunan dengan luas tapak/persil. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam koefisien
dasar bangunan ini adalah jenis penggunaan bangunan, tingkat kepadatan penduduk serta
kondisi fisik dan ekologi lingkungan.
Koefisien dasar bangunan ini dimaksudkan bagi penyediaan lahan terbuka yang cukup agar
tidak keseluruhan lahan diisi dengan bangunan fisik dan menjaga keseimbangan ekosistem
lingkungan binaan.
Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan sebagai berikut:
1) Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai
batas dinding terluar;
2) Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya lebih
dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 %;
3) Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh
dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50 %, selama tidak
melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan;
4)
Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut
dianggap sebagai luas lantai denah;
5) Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai
teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
6) Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya
diperhitungkan 50 % terhadap KLB;
7) Ram & tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas lantai dasar;
8) Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan = yang di belakang GSJ;
9) Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis dari ahli terkait;
10) Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke
lantai berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai dua lantai;
11) Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock) perhitungan KDB dan KLB
adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total keseluruhan luas
lantai bangunan dalam kawasan tersebut terhadap total keseluruhan luas kawasan;
12) Mezanin luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh.
III - 11 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Tabel 3.2.
BLOK
Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
ZONA
Luasan Tanah / Persil
40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
Perkantoran
90%
90%
80%
80%
80%
Cagar Budaya
80%
80%
80%
80%
80%
KJ. 02
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 03
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 04
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 05
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 06
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
Perkantoran
90%
90%
80%
80%
80%
Komersial
90%
90%
80%
80%
80%
Perkantoran
90%
90%
80%
80%
80%
KW. 01
Perumahan
Kepadatan
Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 02
Perumahan
Kepadatan
Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 03
Perumahan
Kepadatan
Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 04
Komersial
(mix-use)
90%
90%
80%
80%
80%
KW. 05
Perumahan
Kepadatan
Sedang
80%
80%
80%
80%
80%
KW. 06
Komersial
(mix use)
90%
90%
80%
80%
80%
KJ. 01
KJ. 07
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian
bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta
yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di
bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
III - 12 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
B. KLB (Koefisien Lantai Bangunan)
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas seluruh lantai
bangunan dengan luas lahan atau kavling sebagai rencana arahan ketinggian bangunan.
Pengaturan ketinggian bangunan bertujuan untuk membentuk skyline kawasan perencanaan
serta penciptaan image kawasan yang khas. KLB ini juga dipengaruhi daya dukung kawasan.
Tabel 3.3.
Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal
Luasan Tanah / Persil
BLOK
ZONA
40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
Perkantoran
3.6
3.6
4
4
4.8
Cagar Budaya
2.4
2.4
2.4
2.4
2.4
KJ. 02
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 03
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 04
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 05
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 06
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
Perkantoran
3.6
3.6
4
4
4.8
Komersial
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
Perkantoran
3.6
3.6
4
4
4.8
Perumahan
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
2.4
2.4
2.4
3.2
3.2
4.5
4.5
4.8
4.8
6.4
KJ. 01
KJ. 07
KW. 01
Kepadatan sedang
KW. 02
Perumahan
Kepadatan sedang
KW. 03
Perumahan
Kepadatan sedang
KW. 04
Komersial
(mix-use)
KW. 05
Perumahan
Kepadatan sedang
KW. 06
Komersial
(mix-use)
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian
bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
harus mendapatkan izin dari Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi
yang berwenang di bidang kebudayaan dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
III - 13 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
C. Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh
ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan
dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
Tabel 3.4.
Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal
Luasan Tanah / Persil
BLOK
ZONA
40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
5
5
10
10
10
Perkantoran
5
5
10
10
10
Cagar Budaya
10
10
10
10
10
KJ. 02
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 03
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 04
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 05
Komersial
5
5
10
10
10
KJ. 06
Komersial
5
5
10
10
10
Perkantoran
5
5
10
10
10
Komersial
5
5
10
10
10
Perkantoran
5
5
10
10
10
Perumahan
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
KJ. 01
KJ. 07
KW. 01
Kepadatan Sedang
KW. 02
Perumahan
Kepadatan Sedang
KW. 03
Perumahan
Kepadatan Sedang
KW. 04
Komersial
5
5
10
10
10
KW. 05
Perumahan
10
10
10
10
10
5
5
10
10
10
Kepadatan Sedang
KW. 06
Komersial
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian
bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) harus
mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu
Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang
kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya.
III - 14 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
D. Tinggi Bangunan

Tinggi Bangunan ( TB ) adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka
bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah atau lantai dasar.

Khusus untuk sepanjang jalan dari tugu sampai dengan perempatan depan kantor pos
pusat (di dalam Kawasan Malioboro), selain bangunan cagar budaya (BCB), ketinggian
bangunan di kiri dan kanan jalan tersebut maksimal 18 (delapan belas) meter sampai
kedalaman 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar ruang milik jalan (rumija) dan
memenuhi ketentuan untuk membentuk sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari as
jalan. Sedangkan untuk sebelah dalam/belakangnya lebih dari 60 (enam puluh) meter
dari garis batas luar RUMIJA diperbolehkan untuk dibangun lebih tinggi lagi dari
ketentuan ketinggian bangunan pada lahan di depannya, dengan membentuk sudut
pandang 45º (empat puluh lima derajat) dari titik ketinggian yang diperkenankan; dan
apabila dikehendaki lain (sudut pandang lebih dari 45º) harus ada persetujuan dari
Walikota Yogyakarta dengan tinggi bangunan maksimum 32 (tiga puluh dua) meter.
Gambar 3.9.
Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 15 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Ketentuan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup kecuali bangunan atau kompleks
bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada
Kawasan Lindung Penyangga; mengacu pada Ketentuan Tinggi Bangunan dan
diberlakukan ketentuan pandangan bebas (sky line) dengan sudut 45º (empat puluh
lima derajat) dari RUMIJA di seberangnya.
Gambar 3.10.
Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013

Bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter
dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga harus mempertimbangkan dan
menyesuaikan dengan karakter serta keharmonisan yang sejalan dengan tujuan
perlindungan kawasan inti atau citra kota.

Di dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan
mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial,
sehingga bangunan-bangunan baru tidak menenggelamkan bangunan Inti Lindung
Budaya atau Bangunan Cagar Budaya.
III - 16 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.11.
Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.12.
Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 17 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Tabel 3.5.
Penentuan Tinggi Bangunan (TB)
Luasan Tanah / Persil
BLOK
ZONA
40-100 m²
101-200 m²
201-400 m²
401-1000m²
>1000 m²
Komersial
20
20
24
28
32
Perkantoran
16
16
20
20
24
Cagar Budaya
12
12
12
12
12
KJ. 02
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 03
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 04
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 05
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 06
Komersial
20
20
24
28
32
Perkantoran
16
16
20
20
24
Komersial
20
20
24
28
32
Perkantoran
16
16
20
20
24
KW. 01
Perumahan
Kepadatan
Sedang
12
12
12
16
16
KW. 02
Perumahan
Kepadatan
Sedang
12
12
12
16
16
KW. 03
Perumahan
Kepadatan
Sedang
12
12
12
16
16
KW. 04
Komersial
(mix-use)
20
20
24
28
32
KW. 05
Perumahan
Kepadatan
Sedang
12
12
12
16
16
KW. 06
Komersial
20
20
24
28
32
KJ. 01
KJ. 07
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan
Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
E. GSB (Garis Sempadan Bangunan)
Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi
pengguna jalan dan lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain
adalah untuk pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari,
sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya
kebakaran.
III - 18 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Penetapan Garis Sempadan Bangunan dengan jalan ditetapkan setelah mempertimbangkan
aspek :
1. Keamanan meliputi keamanan bagi konstruksi badan jalan dan keamanan bagi
pengemudi serta pengguna bangunan yang tinggal di tepi jalan.
Konstruksi jalan seperti perkerasan jalan, saluran drainase, talud jalan, marka jalan wajib
diamankan agar tidak rusak oleh aktifitas pembangunan dan penggunaan gedung.
Keamanan bagi pengemudi dan pengguna bangunan harus diperhatikan terutama yang
berkaitan dengan pandangan bebas pengemudi di tikungan – tikungan jalan.
Penyediaan lahan parkir diwajibkan bagi bangunan yang melakukan pelayanan publik
seperti pertokoan, perkantoran, fasilitas pendidikan, pergudangan dll. Agar tidak
memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir yang akan mengganggu fungsi jalan
dan keamanan pengendara.
Penetapan garis sempadan 0 m dari tepi jalan bisa dipertimbangkan bila pemilik
bangunan dapat menyediakan lahan parkir di basement.
2. Kesehatan perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan besarnya garis
sempadan bangunan terhadap jalan mengingat bangunan yang terlalu dekat ke tepi
jalan cenderung akan tercemari oleh emisi gas buang (CO). Standard pencemaran yang
akan mengganggu kesehatan ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini
Dinas Kesehatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
3. Kenyamanan terutama berkaitan dengan tingkat kebisingan, getaran yang diakibatkan
oleh lalu lalangnya kendaraan. Penetapan garis sempadan yang terlalu dekat dengan
tepi jalan akan dirasakan kurang nyaman bagi penghuni bangunan yang merasakan
tingkat kebisingan yang tinggi serta getaran yang besar.
4. Kemudahan berkaitan dengan kemudahan akses jalan masuk ke bangunan. Jarak
bangunan yang terlalu jauh dari tepi jalan cenderung menyulitkan akses dan komunikasi
dengan lingkungan sekitarnya.
5.
Keseimbangan dan keserasian berkaitan dengan rasa keindahan.
Keseimbangan meliputi keseimbangan tinggi bangunan dengan luas halaman bangunan.
Semakin tinggi suatu bangunan dibutuhkan luas halaman yang semakin besar.
Keseimbangan juga menyangkut keseimbangan besarnya sempadan bangunan di
sebelah kiri dan kanan jalan. Untuk itu besarnya sempadan bangunan di sebelah kiri dan
kanan jalan diusahakan dibuat sama.
III - 19 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Keserasian dengan lingkungan bisa diartikan bahwa bangunan tersebut harus serasi
dengan lingkungan sekitarnya yaitu dengan bangunan-bangunan yang sudah ada. Di
dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan
mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.
6. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpit dengan
batas terluar Ruang Milik Jalan (Rumija).
Tabel 3.6.
Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Kedudukan
Koridor Kawasan
Penetapan Kelas
Jalan
Lebar
Rumija
Sempadan
Bangunan
Koridor utama
Kolektor sekunder
22 m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
8m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
6m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
13 m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
8m
3m
Koridor ventilasi
Lokal primer
8m
4m
Koridor ventilasi
Lokal primer
12 m
4m
Jln. Reksobayan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
8m
4m
Jln. Sosrokusuman
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
6m
3m
Jln. Ketandan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
8m
4m
Jln. Pabringan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
8m
4m
Jln. Abubakar Ali
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
14 m
4m
Jln. Mataram
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
12 m
4m
Jln. Suryotmo
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
16 m
4m
Jln. Senopati
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
18 m
4m
Jln. Ahmad Dahlan
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
12 m
4m
Jln. Bayangkara
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
13 m
4m
Jln. Gandekan Lor
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
13 m
4m
Jln. Pasar Kembang
Koridor pelingkup
Kolektor sekunder
14 m
4m
BLOK
KJ. 01
Jl.Malioboro – Jl. A.Yani
KJ. 02
Jl. Sosrowijayan
KJ. 03
Jl.Dagen
KJ. 04
Jl. Pajeksan
KJ. 05
Jl. Beskalan
KJ. 06
Jl. Perwakilan
KJ. 07
Jl. Suryatmajan
Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013
III - 20 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Untuk jalan-jalan yang belum diatur, menggunakan ketentuan GSB :
a) Untuk lebar jalan < 6 m, GSBnya 3m.
b) Untuk lebar jalan < 4m, GSBnya 2m.
c) Untuk lebar jalan < 2m, GSBnya kondisi titik ikat.
3. 3.
Tata Bangunan
A. Orientasi bangunan; Orientasi bangunan merupakan arah tampak bukaan bangunan (muka
bangunan) yang ditujukan pada sudut pandang tertentu (view) secara optimal. Di Kawasan
Malioboro, orientasi bangunan dihadapkan ke arah jalan. Selain pertimbangan view yang
optimal, orientasi bangunan juga harus merespon kondisi iklim lingkungan setempat. Hal ini
ditujukan untuk mengatur penggunaan energi di dalam bangunan secara optimal.
Gambar 3.13.
Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan
Sumber : Olahan studio, 2013
B. Wajah Depan Bangunan
o Panduan rancangan Arsitektur bangunan pada sisi kiri kanan sumbu filosofi antara kraton
sampai tugu termasuk KCB Malioboro memakai Pola Arsitektur Lestari Asli dengan gaya
arsitektur Indis dan Cina.
o Tampilan fasade dengan repetisi kolom untuk lantai 1 dan repetisi kusen dan repetisi
bukaan untuk lantai 2.
o Arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga, paling sedikit menggunakan
pola arsitektur selaras sosok;
III - 21 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Pola arsitektur Lestari Asli mempunyai arahan :
- Bentuk bangunan dan konstruksi sesuai dengan tipe-tipe bentuk dan konstruksi
Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;
- Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;
- Material yang dipakai sama seperti material yang digunakan pada Bangunan Cagar
Budaya di KCB-nya;
- Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB-nya; dan
- Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak
menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya.
Pola arsitektur Selaras Sosok mempunyai arahan :
- Bentuk bangunan sesuai dengan tipe – tipe bentuk Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya,
sedangkan konstruksi yang tidak tampak dari luar dapat disesuaikan dengan
perkembangan teknologi;
- Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;
- Material yang dipakai dapat menggunakan material baru hasil perkembangan teknologi
namun secara visual harus masih memperlihatkan kemiripan dengan material yang
dipakai Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya;
- Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB tersebut;
- Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak
menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya.
Panduan Arsitektur Indis di Kawasan Malioboro
Gaya Arsitektur Indis adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang telah diadaptasi
menyesuaikan kondisi budaya dan iklim tropis/Indonesia.
o Panduan rancangan Arsitektur Indis secara umum :
1. Atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masingmasing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat.
- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila
menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau
besi (bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama.
III - 22 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol
kayu/besi, atau atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja diatasnya.
2. Penutup atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong
atau kodhok dengan warna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari
genteng tanah liat/gerabah. Tidak menggunakan penutup atap dari genteng
beton, asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya.
- Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila
berbentuk pergola dapat menggunakan bahan transparan.
- Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup
atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan, disyaratkan
berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap,
bertekstur, tidak mengkilap.
- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya
tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.
3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Lisplang menggunakan papan kayu atau beton dengan lebar sekitar 20 cm.
- Lisplang dimungkinkan lebih lebar dari 20 cm karena tuntutan proporsi/
perbandingan ukuran lebar dan tinggi atap yang besar.
- Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak.
- Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/ takikan)
pada tepian dinding, dan/atau kaca patri/kaca timah
- Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari
permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela.
- Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional.
- Beranda terbuka
4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Pintu berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak kayu, panel
kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.
III - 23 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
- Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun jendela krepyak kayu,
panel kayu, kombinasi panel dan krepyak,dan/atau kaca.
- Daun dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan aluminium /
logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Indis.
- Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen
pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai dan ornamen besi/kayu.
- Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen
besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan.
Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum
Sumber : Olahan studio, 2013
o Ciri Arsitektur Indis di Koridor Utama mempunyai ciri “arsitektur topeng” yaitu menutup
atap pelana dengan bidang wajah depan yang mempunyai ciri simetris dengan poros
pada titik tertinggi, dan mempunyai permainan bidang lurus maupun bidang lengkung
dan atau kombinasi keduanya.
Atap pelana
Gambar 3.15.
Dinding atas
Dinding atas sebagai fasad depan
Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng”
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 24 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
o Untuk renovasi fasad mengikuti langgam Arsitektur Indis yang berada di Koridor Utama
Malioboro, yaitu arsitektur Indis langgam Baroque yang mempunyai ciri : simetris dengan
as/poros pada titik tertinggi, ornamentik, monumental dan mempunyai dinding wajah
atas sebagai bidang penutup atap (topeng).
Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter)
Sumber : Olahan studio, 2013
o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar (lebih dari 10 meter) dilakukan dengan membagi
bidang depan/wajah bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada
langgam Arsitektur Indis yang simetris dan memuncak.
Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter)
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 25 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang
ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan
bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi).
Panduan Arsitektur Cina di Kawasan Malioboro
o Panduan rancangan Arsitektur Cina Secara Umum :
1.
Atap bangunan arsitektur Cina dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Atap bangunan utama berbentuk pelana dengan gunung-gunung (gable) di sisi
kanan-kirinya. Bubungan atap pelana sejajar dengan jalan di depan bangunan.
- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan bangunan utama. Apabila
berbentuk datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi (bukan
beton) dan tidak menempel/menyatu pada bangunan utama.
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol, atau atap miring
menggunakan konsol kayu / besi.
2.
Penutup atap dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong,
atau kodhok berwarna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari
genteng tanah liat / gerabah. Tidak menggunakan penutup atap genteng beton,
asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya.
- Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila
berbentuk pergola maka menggunakan bahan transparan.
- Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup
atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan disyaratkan
berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap,
bertekstur, tidak mengkilap.
- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya
tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.
3.
Balkon, Lisplang dan Ornamen dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Letak balkon pada lantai 2 (dua) tidak menjorok ke daerah milik jalan. Batas
depan balkon pada lantai 2 (dua) diperbolehkan tepat di atas dinding depan
bangunan lantai 1 (satu). Batas depan balkon pada lantai 3 (tiga) mengikuti
aturan ketinggian atau skyline yang berlaku.
III - 26 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
- Pagar balkon / balustrade tidak menggunakan material yang masif / tertutup
secara visual.
- Ornamen pada pagar balkon/balustrade menggunakan corak hiasan stilisasi gaya
arsitektur Cina.
- Ornamen pada gunung-gunung dan bubungan berupa profil atau roster gerabah.
- Jenis lisplang polos atau berornamen
- Konsol pada tritisan dapat menggunakan bahan dari kayu / beton / besi yang
berornamen gaya arsitektur Cina.
4.
Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Pintu depan pada lantai satu yang difungsikan sebagai ruang usaha, dapat
menggunakan bukaan yang lebar, berupa pintu dorong atau pintu lipat.
- Bukaan pada dinding lantai dua bangunan yang berbalkon, berupa jendela panel
kayu atau kombinasi jendela dan pintu panel kayu.
- Penggunaan bahan yang berpenampilan aluminium / logam hanya diperbolehkan
untuk daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela pada ruang usaha di lantai 1
(satu), dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Cina.
- Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen
pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, ornamen besi/kayu.
- Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen
besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan.
o untuk renovasi fasad mengikuti kaidah Arsitektur Cina pada bangunan yang berada di
Koridor Utama Malioboro dengan ciri seperti tersebut di atas.
Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 27 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar dilakukan dengan membagi bidang depan/wajah
bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada langgam Arsitektur Cina
dengan ciri seperti tersebut di atas.
o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang
ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan
bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi).
o Papan nama diselaraskan dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menutupi fasad
bangunan, yaitu berada di antara kaki dan badan bangunan.
C. Penyempurnaan Wajah Depan
o Menggunakan tenda kanopi untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk kanopi
yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade.
o Peletakkan tenda kanopi di bawah papan nama dengan arahan kaya warna namun tetap
memperhatikan keserasian arsitektur bangunan dan tema koridor.
Tenda seperempat (1/4) bola
Tenda lurus memanjang
Tenda lengkung memanjang
Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi
Sumber : Olahan studio, 2013
o Menggunakan pergola untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk rangka pergola
yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade.
o Peletakkan pergola di bawah papan nama.
o Menambahkan elamen lampu pada dinding wajah depan menggunakan lampu spotlight
atau lampu dengan armatur.
o Saat ini telah dipasang lampu spotlight untuk menyorot bagian fasad bangunan
khususnya pada Bangunan Cagar Budaya
III - 28 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
tenda kanopi lengkung
tenda kanopi lurus panjang
tenda kanopi lengkung panjang
Gambar 3.20. Ilustrasi penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi, papan nama
dan lampu dinding dengan armatur
Sumber : Olahan studio, 2013
D. Papan Naman dan Reklame
o Prinsip pemasangan papan nama iklan/reklame yang menempel pada bangunan dibuat
sedemikian rupa sehingga ukurannya tidak boleh menutupi fasad bangunan.
o Papan nama, reklame/iklan atau sponsor dipasang pada bagian antara kaki dan badan
wajah depan bangunan.
Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda
dan pergola tidak menutup fasad bangunan
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 29 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan
Sumber : Olahan studio, 2013
o Pemasangan nama toko tidak hanya pada wajah depan bangunan tetapi juga berorientasi
untuk kenyamanan pejalan kaki, sehingga papan nama dipasang menggantung pada
arcade untuk kemudahan saat membaca.
Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki
Sumber : Olahan studio, 2013
o Khusus untuk Kawasan Malioboro penempatan reklame dan signage diatur dalam Zona
Khusus sesuai arahan pada Raperda tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklame.
III - 30 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Zona khusus adalah zona yang bebas dari penyelenggaraan reklame kecuali untuk jenis
reklame dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Reklame papan nama usaha/profesi yang melekat di bangunan dengan ketentuan :
 muka depan bangunan dengan jenis reklame papan/billboard ukuran tinggi bidang
reklame 1,5 meter (satu koma lima meter) dan panjang bidang reklame
menyesuaikan bangunan untuk masing – masing lantai;
 muka samping kanan dan/atau kiri bangunan dengan ukuran tinggi bidang reklame
2,5 m (dua koma lima meter) dan panjang bidang reklame menyesuaikan bangunan
untuk masing – masing lantai;
 reklame jenis cahaya ukuran dan bentuk disesuaikan dengan fasad bangunan.
 reklame jenis videotron/megatron menempel di fasad bangunan selain Bangunan
Cagar Budaya dengan ukuran paling besar 10% (sepuluh per seratus) dari keluasan
fasad bangunan dengan ukuran tinggi bidang reklame maksimal 1,5 meter.
2. Dalam rangka pelayanan informasi publik dan reklame produk ditentukan titik reklame
yang disediakan oleh pemerintah/kerjasama dengan pihak lain.
3. Bangunan cagar budaya (BCB) dilarang digunakan sebagai media reklame, kecuali :
 reklame usaha/profesi dengan ketentuan paling besar 10% (sepuluh persen) dari
luas fasad dan ketinggian paling tinggi 1,5 m (satu koma lima meter); dan/atau
 reklame cahaya.
o Sedangkan billboard atau baliho hanya berada di koridor pelingkup kawasan Malioboro
dipasang pada tiang yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak boleh menghalangi
pandangan pada poros sumbu filosofis. Billboard atau baliho yang bertiang tersebut wajib
menggunakan ornamen bentuk serapan Eropa, seperti lampu khas Malioboro.
Pemasangan iklan degan tambahan
ornamen pada konstruksinya. Detil
ornamen dengan mempertimbangkan
preseden detil ornamen lampu khas
Malioboro.
TIDAK BOLEH MELINTANG PADA
KORIDOR UTAMA SUMBU FILOSOFIS
Gambar 3.24. Ilustrasi peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 31 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
E. Wajah Bangunan pada Koridor Ventilasi
o Koridor ventilasi dan perumahan (kampong-kampong) di belakang koridor utama
merupakan zona penyangga KCB Malioboro. Di dalam SK Kepala Dinas Kebudayaan DIY
disebutkan bahwa zona penyangga KCB Malioboro menggunakan Arsitektur Indis,
Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.
o Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial diarahkan untuk tata bangunan Koridor ventilasi
dan perumahan karena bentuk dan fasad sangat mempengaruhi wajah koridor ventilasi
dan karakter sub-sub kawasan (kampong-kampong) di dalam Kawasan Malioboro; kecuali
wajah bangunan pada koridor-koridor ventilasi Kampung Ketandan dan Kampung
Ngupasan karena kedua kampung ini diarahkan sebagai kampung Pecinan.
o Koridor ventilasi diarahkan untuk bangunan vertikal sebagai bentuk efisiensi lahan
dengan tetap mengacu pada aturan intensitas lahan dan menggunakan bentuk Arsitektur
Indis dan Arsitektur Kolonial pada bangunan atau bagian dari bangunan tersebut.
Gambar 3.25.
Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Indis pada koridor ventilasi mengacu pada
panduan rancang wajah bangunan secara umum maupun wajah pada koridor utama.
o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Cina pada koridor ventilasi mengacu pada
panduan rancang wajah bangunan Arsitektur Cina yang telah diuraikan di atas.
o Panduan rancangan untuk arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga
yang meliputi koridor ventilasi, koridor pelingkup dan sub kawasan (kampung-kampung)
di belakang koridor utama selain menggunakan Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina juga
menggunakan Arsitektur Kolonial.
III - 32 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
o Gaya Arsitektur Kolonial adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang langsung
diterapkan pada bangunan di Yogyakarta, dengan modifikasi yang minimal
o Panduan rancangan untuk gaya arsitektur Kolonial mempunyai ciri sebagai berikut:
1. Atap bangunan dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masingmasing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat.
- Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila
menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi
(bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama.
- Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol
kayu/besi, dan atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja di atasnya.
2. Penutup atap dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe plenthong atau
kodhok dengan warna asli (tidak dicat/tidak diglasur), dengan bahan dari genteng
tanah liat / gerabah. Tidak menggunakan penutup atap genteng beton, asbes,
policarbonate, logam dan sejenisnya.
- Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila
berbentuk pergola dapat menggunakan bahan yang transparan.
- Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup
atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan disyaratkan
berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap,
bertekstur, tidak mengkilap.
- Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya tidak
diperbolehkan, selain untuk atap tritisan.
3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Lisplang dapat dari bahan beton/semen yang lebar, dengan ornamen
lekukan/profil memanjang. Lebar lisplang disesuaikan dengan proporsi terhadap
ukuran lebar/tinggi atap dan bangunan.
- Kolom-kolom silindris sebagai ornamen dan/atau struktur, menggunakan gaya
arsitektur Neoklasik/Artneuvo/Doric, bukan gaya arsitektur Yunani/Romawi
- Menara sebagai aksen bangunan dengan bentuk segi empat atau lebih diberi atap.
III - 33 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
- Gunung-gunung sebagai sisi depan atap pelana, dalam bentuk segitiga berundak
dengan variannya.
- Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak
- Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/takikan)
pada tepian dinding, dan/atau kaca patri / kaca timah.
- Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari
permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela.
- Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional.
- Beranda terbuka
Gambar 3.26.
Arahan bangunan gaya Arsitektur Kolonial
Sumber : Olahan studio berdasarkan SK Kepala Dinas Kebudayaan DIY, 2013
4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut :
- Pintu dan Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak
kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca.
- Daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan
aluminium / logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Kolonial.
- Bukaan jendela pada dinding luar relatif tidak banyak dan berukuran tidak besar
jika dibandingkan dengan gaya arsitektur Indis.
-
Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen
pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, dan/atau ornamen
besi/kayu.
III - 34 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.27.
Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.28.
Bangunan bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan
Sumber : Olahan studio, 2013
F. Wajah Bangunan pada Koridor Pelingkup
o Untuk renovasi wajah bangunan pada koridor pelingkup sebagai zona penyangga
diarahkan menggunakan gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial.
o Panduan rancang untuk gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial
mengikuti panduan rancang seperti arahan wajah bangunan pada koridor utama dan
koridor ventilasi.
o Panduan rancang untuk pemasangan papan nama, iklan dan sponsor mengikuti arahan
dan kaidah papan nama dan reklame seperti yang telah diuraikan di atas.
III - 35 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
o Penataan bangunan mengikuti aturan intensitas pemanfaatan lahan seperti KDB, KLB,
KDH, Tinggi Bangunan dan Garis Sempadan (GSB).
o Area sempadan bangunan yang tercipta diarahkan sebagai penambahan tata hijau dan
area dropping barang.
Gambar 3.29.
Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
G. Bangunan Cagar Budaya
Bangunan Cagar Budaya di dalam deliniasi RTBL Kawasan Malioboro dan telah ditetapkan
berdasarkan SK Penetapan Menteri, SK Penetapan Gubernur maupun SK Penetapan
Walikota/ Bupati, maka arahan kebijakan pelestarian mengacu pada Peraturan Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan
Budaya Dan Cagar Budaya. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan Kota
Yogyakarta tahun 2009, Kawasan Malioboro memiliki 21 unit BCB. Menurut persebarannya,
terdapat 10 BCB berlokasi di koridor utama (Jl. Malioboro-Jl. A. Yani) sementara selebihnya
tersebar di jalan ventilasi perkampungan Malioboro.
III - 36 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Tabel 3.7.
No
Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro
Nama Bangunan
Alamat
SK Penetapan Menteri/ Gubernur
SK Penetapan Walikota/ Bupati
1
Benteng Vredeburg
Jl. A. Yani No. 2-4 Yogyakarta
2
Gedung Agung
Jl. A. Yani No. 3 Yogyakarta
SK Walikota No. 798/KEP/2009
3
Hotel Inna Garuda d/h Grand Hotel de Djogja
Jl. Malioboro 60
SK Walikota No. 798/KEP/2009
4
Kompleks Gedung Kepatihan
Jl. Malioboro Yogyakarta
5
Gedung Nasional Perpustakaan Provinsi
6
Gereja Protestan "Marga Mulya"
7
SK Penghargaan
Gubernur/ Walikota
Kep. Mendikbud. 0224/U/1981
SK Walikota No. 798/KEP/2009
Gedung DPRD Provinsi DIY
Jl. Jend. A. Yani No. 175, Kel. Sosromenduran,
Kec. Gedongtengen, Yogyakarta
Jl. Jend. A. Yani No. 5, Kel. Ngupasan, Kec.
Gondomanan, Yogyakarta
Jl. Malioboro No. 54, Yogyakarta
Per. Menbudpar No. PM.
07/PW.007/MKP/2010
Per. Menbudpar No. PM.
25/PW.007/MKP/2007
Per. Menbudpar No. PM.
25/PW.007/MKP/2007
SK Gub. No.210/KEP/2010
8
Pasar Beringharjo
Jl. Pabringan No. 1 Yogyakarta
SK Gub. No.210/KEP/2010
SK Walikota No. 798/KEP/2009
9
Apotek Kimia Farma Cabang I Yogyakarta
10
Apotek Kimia Farma Cabang II Yogyakarta
Per. Menbudpar No. PM.
25/PW.007/MKP/2007
Per. Menbudpar No. PM.
25/PW.007/MKP/2007
11
Rumah Kuno Lor Pasar Ny. Yosephine Unis
Jl. A. Yani No. 179, Kel. Sosromenduran, Kec.
Gedongtengen, Yogyakarta
Jl. A. Yani No. 121, Kel. Sosromenduran, Kec.
Gedongtengen, Yogyakarta
Jl. Lor Pasar Beringharjo 41
12
Toko Liong Silvia Megawati
Jl. Lor Pasar Beringharjo 40
SK Walikota No. 798/KEP/2009
13
Bangunan Toko
Jl. Malioboro
SK Walikota No. 798/KEP/2009
14
SD Netral D/h Dalem Cornelan
Jl. Sosrowijayan
SK Walikota No. 798/KEP/2009
15
Dalem Jogonegaran
Kampung Jogonegaran
SK Walikota No. 798/KEP/2009
16
Dalem Jayaningratan/Sosrodipuran (UPN 45)
Jl. Dagen 219
SK Walikota No. 798/KEP/2009
17
Dalem Kusumodiningrat (Wisma PTM)
Jl. Sosrowijayan
SK Walikota No. 798/KEP/2009
18
Kantor PEPABRI
Jl. Dagen
SK Walikota No. 798/KEP/2009
19
Bangunan Cina Tjan Bian Thiong
Jl. Pajeksan 16
SK Walikota No. 798/KEP/2009
20
Joglo Jogonegaran
Jogonegaran RT 49/13
SK Walikota No. 798/KEP/2009
21
SD Negeri Sosrowijayan
Jl. Sosrowijayan 21
SK Walikota No. 798/KEP/2009
SK Gubernur DIY 1999
SK Walikota No. 798/KEP/2009
Sumber : data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Yogyakarta, 2013
III - 37 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
3. 4.
Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung
A. Pola Jaringan Jalan
Rencana sistem jaringan jalan pada Kawasan Malioboro ini adalah dengan menetapkan
dua hirarki koridor yaitu : koridor jalan kolektor sekunder meliputi Jl. Malioboro, Jl.
Ahmad Yani, Jl. Pasar Kembang, Jl. Abu Bakar Ali, Jl. Mataram, Jl. Suryotomo, Jl. KHA
Dahlan, Jl. Senopati, Jl.Bayangkara dan Jl. Gandekan Lor; dan koridor jalan lokal primer
yang mencakup koridor-koridor ventilasi. Koridor-koridor ini akan menjadi pola utama
dalam pembentukan struktur tata bangunan dan lingkungan Kawasan Malioboro ini.
1) Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder merupakan jaringan jalan yang menghubungkan secara
berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lokal. Pada koridor ini juga perlu dikembangkan alternatif
moda transportasi baik moda transportasi umum maupun moda transportasi non
motor serta pengembangan jalur pedestrian.
Ketentuan teknis tentang jalan Kolektor sekunder sebagai berikut :

Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan minimal 40 Km/jam
dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, tetapi lebar masing-masing jalan
mengikuti arahan Perwal no.25 tahun 2013 seperti tercantum pada tabel 2.6.

Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang sama dengan volume lalu
lintas rata-rata.

Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan.

Persimpangan sebidang jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu.

Khusus untuk Jl. Malioboro dan Jl. A.Yani yang diarahkan sebagai area semi
pedestrian, RUMIJA tidak hanya sebagai ruang sirkulasi kendaraan bermotor
tetapi juga digunakan untuk ruang sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan non
motor serta pembagian area parkir motor secara jelas.
2) Jalan Lokal
Jalan lokal sebagaimana dimaksud adalah yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
III - 38 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Ketentuan teknis tentang jalan lokal sebagai berikut :

Jalan lokal didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh)
kilometer per jam dengan besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya
paling rendah pada sistem primer.

Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter, tetapi secara lebih
detil, masing-masing koridor jalan ventilasi mengikuti arahan Perwal no.25
tahun 2013 seperti tercantum pada tabel 2.6.
B. Rencana Pola Transportasi
Rencana pola transportasi pada Kawasan Malioboro difokuskan untuk mendukung
pergerakan dan kegiatan Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya, Humanis,
Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan sesuai visi Kawasan Malioboro.
Arahan rencana untuk pola transportasi adalah sebagai berikut:

Menerapkan Jl. Malioboro – Jl. A. Yani sebagai jalur semi pedestrian, dengan
menerapkan area khusus pedestrian secara bertahap yang dimulai dari selatan,
yaitu simpang Jl. Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km.

Kendaraan yang melewati koridor utama diarahkan keluar kawasan melalui
Jl.Reksobayan dan Jl.Pabringan untuk menciptakan area khusus pedestrian pada
penggal simpang Jl. Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km.

Apabila diperlukan akses masuk bagi tamu negara ke Gedung Agung maka dapat
disterilkan dari pengunjung lainnya dengan sistem protokoler kenegaraan.
Gambar 3.30.
Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan
(ngejaman) sampai dengan titik 0 km
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 39 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.31.
Rencana Sirkulasi Kawasan Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 40 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Pengaturan sistem sirkulasi di jalan pelingkup yang meliputi Jl. Mataram,
Jl.Suryotomo, Jl.Bayangkara dan Jl.Gandekan Lor dengan arah pergerakan searah
jarum jam, kecuali Jalan Bayangkara di sisi selatan dari Jl.Reksobayan sampai dengan
simpang pertigaan RSU PKU Muhammadiyah mempunyai pergerakan dua arah.

Rencana arah pergerakan pada koridor pelingkup Jl.Mataram - Jl.Suryotomo satu
arah dari utara ke selatan untuk memecah sirkulasi dari Jl. Abu Bakar Ali menuju
arah Alun-Alun Utara sehingga kendaraan tidak harus melewati Jl. Malioboro.

Pengaturan system multi entry , sehingga arus masuk Kawasan Malioboro tidak
terpusat pada node/ persimpangan hotel Inna Garuda sisi utara saja. Akses masuk
juga diarahkan melalui koridor ventilasi di Jl. Suryatmajan dari sisi timur
(persimpangan Hotel Melia Purosani) dengan pergerakan dua arah;
Arus masuk pada koridor ventilasi Jl.Suryatmajan untuk mengakomodasi sirkulasi
menuju Kompleks Kepatihan yang direncanakan berorientasi ke Jl.Suryatmajan.
Sedangkan koridor ventilasi lain di sisi timur dan sisi barat sebagai jalur keluar
kawasan dengan arah pergerakan searah.

Mempertahankan dan mengembangkan jalur kendaraan tradisional/ lokal nonmotor seperti andong dan becak dengan memantapkan jalur lambat di sisi barat
koridor utama Jl. Malioboro – Jl. Ahmad Yani.

Mempertahankan keberadan Trans-Jogja sebagai transportasi umum masal,
sehingga jalur/ rute Trans-Jogja tidak berubah dan diperbolehkan melewati area
pejalan kaki di depan Benteng Vredeburg dan Gedung Agung.
Gambar 3.32.
Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 41 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Menerapkan amdal lalu lintas untuk bangunan hotel atau mall baru yang akan
dibangun terkait dengan akses masuk lahan dan ketersediaan parkir.

Mempertegas amenity zone seperti zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama
Jl.Malioboro – Jl.A.Yani dan menggunakan elemen vertikal sebagai street furniture
seperti pepohonan dan lampu serta elemen lainnya seperti tempat sampah, bangku
taman sekaligus pot eksisting yang dapat digunakan sebagai bangku.

Zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama Jl.Malioboro – Jl.A.Yani ini selain
dilengkapi street furniture juga diselesaikan menggunakan material dekoratif dengan
desain yang menarik yaitu menggunakan paving blok batu andesit warna hitam
dipadukan dengan jenis batu alam lainnya.
Pot dan bangku eksisting
bentuk hasta brata
Gambar 3.33.
Penambahan bangku taman
ornamen bentuk serapan Eropa
Tempat Sampah
Menggunakan warna yang
senada dengan lampu
Pot dan bangku eksisting
bentuk hasta brata
Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki
Sumber : Olahan studio, 2013
C. Pergerakan Manusia dan Jalur Pedestrian
Pergerakkan orang pada kawasan perencanaan secara mendasar dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pergerakan pejalan kaki dan menggunakan moda transportasi. Pola
pergerakan manusia diarahkan untuk menghidupkan aktivitas pejalan kaki (pedestrian)
yang walaupun saat ini sudah disediakan namun masih kurang nyaman karena
tercampur penggunaan parkir motor dan PKL.
III - 42 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum Departemen Pekerjaan
Umum mengacu pada Nomor 032/T/BM/1999 Lampiran No. 10 Keputusan Direktur
Jenderal Bina Marga Nomor 76/KPTS/Db/1999

Perencanaan Jalur pedestrian pada Koridor Utama Jl.Malioboro-Jl.A.Yani disarankan
di sisi timur selebar 5 - 7 meter ditambah dengan jalur tata hijau yang direncanakan
selebar 1,0 m sehingga total jalur pedestrian adalah 6 - 8 m.

Perencanaan jalur pedestrian pada koridor ventilasi dan koridor pelingkup adalah
sebagai berikut: Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan
orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki atau 2 orang pejalan
kaki yang berpapasan menjadi 150 cm.

Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat
perlengkapan jalan (street furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat,
pohon peneduh. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas
dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8.
Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki
No
Jenis Fasilitas
Lebar Tambahan
1.
Kursi roda
100 – 120 cm
2.
Tiang lampu penerang
75 – 100 cm
3.
Tiang lampu lalu lintas
100 – 120 cm
4.
Rambu lau lintas
75 – 100 cm
5.
Kotak surat
100 – 120 cm
6.
Keranjang sampah
100
7.
Tanaman peneduh
60 – 120 cm
8.
Pot bunga
150
cm
cm
Sumber : Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum No.032/T/BM/1999

Jalur pejalan kaki harus dilengkapi dengan fisilitas-fasilitas seperti: rambu-rambu,
penerangan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, terutama bagi pejalan kaki
penyandang cacat/kaum difabel dan orang tua, berupa material/ paving jalan khusus
maupun peta dan penanda untuk pengarah lokasi.

Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyaiperbedaan tinggi dengan
sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang.
III - 43 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3% supaya tidak
terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan
memanjang jalan, yaitu maksimum7 %.

Tinggi ruang bebas trotoar tidak kurang dari 5 meter dan kedalaman bebas tidak
kurang dari 2,5 meter, yang diukur dari permukaan trotoar dan kebebasan samping
tidak kurang dari 0,3 meter.

Pemasangan jaringan utilitas baik di atas maupun di bawah trotoar harus
mempertahankan ruang bebas trotoar. Tinggi ruang bebas ini mempengaruhi
ketinggian pemasangan reklame dan jaringan utilitas lainnya seperti kabel udara.
Sedangkan kedalaman bebas mempengaruhi pemasangan pipa air bersih maupun
pipa kabel dan jaringan utilitas yang diletakkan di bawah tanah.
D. Moda Transportasi

Moda transportasi untuk pergerakan manusia khususnya pengunjung/wisatawan
adalah jenis “kendaraan wisata” yang terintegrasi dengan kawasan wisata lainnya
seperti Kraton dan Njeron Beteng dengan mengembangkan jalur kendaraan
tradisional/lokal non-motor seperti andong wisata dan becak wisata.

Panduan rancangan untuk Becak Malioboro adalah :
- Warna Becak Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat dan putih.
- Pada bagian badan becak sisi samping dicat dengan motif batik pola lereng dan
pada bagian aksen seperti list dicat dengan kombinasi warna hijau dan kuning.
- Pada bagian jok dan tenda menggunakan warna hitam dan putih.
Gambar 3.34.
Panduan untuk pengecatan Becak Wisata Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 44 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Panduan rancang untuk Andong Malioboro adalah :
- Warna Andong Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat.
- Pada bagian badan andong sisi samping, tepatnya di sisi roda dicat dengan motif
batik pola lereng dan bagian aksen dicat dengan kombinasi warna hijau kuning.
- Pada bagian tenda dan jok menggunakan warna hijau.
E. Pola Parkir

Penataan sistem parkir kendaraan bermotor di Kawasan Malioboro direncanakan
dengan sistem parkir off street.

Parkir on street dan pada area pedestrian sisi timur koridor utama Jl. Malioboro dan
Jl. Ahmad Yani dialihkan ke kantong-kantong parkir komunal baik di dalam kawasan
maupun di dalam lingkup meso kawasan.

Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir di dalam kawasan perencanaan
meliputi lahan eks. UPN di belakang Hotel Melia Purosani, lahan eks.bioskop Indra,
taman parkir Abu Bakar Ali dan taman parkir utara benteng Vredeburg.

Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir yang terintegrasi secara meso
kawasan meliputi taman parkir Senopati, taman parkir Ngabean dan di Stasiun Tugu.

Gedung Parkir vertikal untuk parkir motor dan mobil diarahkan di Area Parkir Abu
Bakar Ali dan Area Parkir eks. UPN; sedangkan Area Parkir Eks. Indra diarahkan
untuk gedung parkir motor saja.

Gedung parkir yang dibangun vertikal menggunakan konstruksi baja, pre-cast
concrete dan sambungan HTB Bolt dengan sistem knock down, sehingga bangunan
dapat dibongkar, dipindah dan dipasang kembali dengan mudah
Gambar 3.35.
Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 45 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Gedung parkir vertikal untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m jarak antar
kolom dan dilengkapi ramp untuk pemisahan akses masuk dan keluar.

Sampel untuk parkir mobil vertikal menggunakan 9 modul parkir knock down
dilengkapi akses dan ramp seluas 2 x 3m x 24m, sehingga total luas dasar adalah :
9 x 8m x 8m + 2 x 3m x 24m = 576 m² + 144 m² = 720 m²

Kapasitas ( 2 lantai ) dengan luas dasar 720 m² mampu menampung 50 mobil.
Gambar 3.36.
Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.37.
Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya
Sumber : Olahan studio, 2013

Gedung parkir vertikal untuk motor menggunakan modul 6 m x 6 m jarak antar
kolom dan dilengkapi ramp untuk pemisahan akses masuk dan keluar.

Sampel untuk parkir motor vertikal menggunakan 16 modul parkir knock down
dilengkapi akses dan ramp seluas 2 x 3m x 24m, sehingga total luas dasar adalah :
9 x 8m x 8m + 2 x 3m x 24m = 576 m² + 144 m² = 720 m²

Kapasitas ( 3 lantai ) dengan luas dasar 720 m² mampu menampung 720 motor.
III - 46 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.38.
Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.39.
Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya
Sumber : Olahan studio, 2013

Untuk menambah kapasitas motor dan mobil, gedung parkir knock-down dapat
dipadukan dengan area parkir basement di bawahnya.

Gedung parkir vertikal baik untuk mobil maupun motor terintegrasi dengan toilet
umum untuk pengunjung Kawasan Malioboro.
3. 5.
A.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau
Ruang Terbuka
Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam
kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu.
Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman
kota, hutan dan sebagainya. Perencanaan tata hijau ini dapat menambah luas tajuk RTH.
III - 47 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–
30% dari ruang milik jalan (RUMIJA) sesuai dengan kelas jalan.

Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu
fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Pemilihan jenis tanaman diarahkan
adalah tanaman khas daerah setempat, dapat memperkuat sumbu filososfi (poros TuguKraton-Panggung Krapyak). Selain itu dipilih tanaman yang disukai oleh burung-burung,
serta memiliki tingkat evapotranspirasi rendah.

Sistem tata hijau difungsikan sebagai penghijauan kota dengan menerapkan kembali
prinsip lansekap warisan budaya. Misalnya :
o
ASEM
: Nengsemke, yang berarti cantik dan menarik.
o
TANJUNG
: Sanjung, yang berarti membanggakan digunakan untuk
memperkuat sumbu filosofis; bunga dan daunnya cantik.
o

GAYAM
: Ngayemke, yang berarti memberikan kenyamanan.
Pulau Jalan dan Median Jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti
pada persimpangan atau bundaran jalan. Sedangkan median berupa jalur pemisah yang
membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih.

Median atau pulau jalan dapat berupa taman atau non taman. Penataan tanaman pada
median jalan berfungsi sebagai penahan silau lampu kendaraan dengan kriteria :
1) Sebaiknya digunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian
< 0.80 m, dipilih tanaman perdu yang mempunyai massa dan ketinggian agar tidak
mudah terinjak oleh penggunjung.
2) Jenisnya berbunga atau berstruktur indah, misalnya:

Melati Putih (Jasminus sambac).

Ceplok Piring

Soka berwarna-warni (Ixora stricata),

Lantana (Lantana camara),
3) Bermasa daun padat dan ditanam rapat
4) Permainan tekstur, warna, dan ukuran yang berbeda akan mampu memberikan
suasana ruang tertentu; sehingga pemilihan perdu pada median dapat disesuaiakan
dengan penentuan tema koridor utama, misalnya Melati untuk tema 1, Soka untuk
tema 2, Lantana dan Ceplok Piring untuk tema 4.
III - 48 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
B.
Tanaman perindang;
Tanaman perindang/peneduh yang telah ada tetap dipertahankan dan ditingkatkan upaya
pemeliharaannya. Penambahan dapat dilakukan pada lokasi yang kurang pohon peneduh.

Vegetasi dengan kategori pohon yang tinggi (8-18 meter) dan berdaun rindang ditanam
di area tepi jalan, yaitu area pejalan kaki berada karena berfungsi sebagai peneduh
sekaligus pelindung dari terik matahari, air hujan, asap dan lalu lintas kendaraan.

Pohon-pohon yang tinggi dan berdaun rindang membutuhkan area tanam yang lebar
agar sistem perakarannya tidak merusak lapisan penutup jalan seperti aspal atau paving
serta struktur bangunan, dengan jarak tanam 12 meter.

Pohon-pohon eksisting beserta pot yang berbentuk hasta brata yang ada di area
pedestrian sisi timur tetap dipertahankan.

Saat ini sudah ada program penambahan tata hijau dengan penanaman pohon tanjung
pada koridor ventilasi oleh BLH ( Badan Lingkungan Hidup ).
Tabel 3.9.
No.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
Jenis Tanaman Peneduh/Perindang
Nama Lokal
Asem Jawa
Gayam
Angsana /sonokembang
Bunga saputangan
Bunga Kupu-kupu
Bungur
Cempaka
Sarai raja
Tanjung
Trembesi
Nama Latin
Tamarindus indica
Inocarpus fagiferus
Pthecarpus indicus
Amherstia nobilis
Bauhinia purpurea
Lagerstroemia floribunda
Michelia champaca
Caryota mitis
Mimusops elengi
Samanea saman
sumber: dari berbagai sumber
3. 6.
Tata Kualitas Lingkungan
Karakter bangunan di dalam Kawasan Malioboro membentuk identitas lingkungan dan
mencerminkan karakter kegiatannya, sehingga diharapkan melalui perencanaan ini dapat
dengan spesifik dikenali identitas kawasan melalui tata kualitas lingkungan. Secara umum,
konsep bentuk bangunan di Kawasan Malioboro ini akan mengambil langgam Arsitektur
Indis dan Arsitektur Cina sebagai komponen pembentuk Citra Kawasan Malioboro yang
berbudaya.
III - 49 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
A.
Tema

Konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pembentuk karakter
kawasan maupun kegiatan di dalam kawasan, sehingga mengikuti pembagian tema
koridor utama seperti tergambar pada konsep sebelumnya.
Tabel 3.10.
Tema Sub Koridor Jalan Utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani
Penggal
Penggal 1
Tema
‘welcoming corridor’
Jl. Pasar KembangJl.Abubakar Ali
sampai dengan
Jl.Perwakilan
Penggal 2
‘social corridor’
‘culture corridor’
Jl.Suryatmajan –
Jl.Pajeksan sampai
dengan Jl.Pabringan
Penggal 4
Jl.Pabringan
Warna
Arsitektur Indis (IndoBelanda)
Monochrome putih dengan warna
kusen, list dan aksen yang
diselaraskan
Kecuali bangunan
sudah memiliki langgam
arsitektur Cina
Jl.Perwakilan sampai
dengan
Jl.Suryatmajan –
Jl.Pajeksan
Penggal 3
Langgam
‘preservation
corridor’
Boleh menggunakan warna trade
mark perusahaan /korporasi
Arsitektur Indis
Arsitektur Cina kecuali
BCB Kepatihan
Kaya warna
Arsitektur Cina
Dominasi warna Merah dan Emas
Kecuali bangunan
sudah memiliki langgam
arsitektur Indis
Boleh menggunakan warna trade
mark perusahaan /korporasi
Arsitektur Indis (IndoBelanda)
Monochrome putih
Boleh menggunakan warna trade
mark perusahaan /korporasi
sampai titik 0 km
Sumber : analisis studio, 2013

Pembagian tema koridor utama yang berpengaruh pada langgam arsitektur bangunan
hanya diberlakukan pada bangunan-bangunan baru dan bangunan yang belum memiliki
tema. Apabila pada tema Arsitektur Indis terdapat bangunan Arsitektur Cina, maka
bangunan tersebut diperkuat dengan langgam Arsitektur Cina, begitu pula sebaliknya.

Pembagian tema pada koridor utama diharapkan tidak mengurangi karakter dan ciri
Malioboro. Sehingga untuk menciptakan kemenerusan (continuity) pada koridor utama
digunakan elemen street furniture lampu sebagai elemen penghubung.

Detil ornamen lampu khas Malioboro dengan bentuk serapan Eropa digunakan pada
detil streetscape lainnya seperti tempat duduk, tempat sampah dan penanda/pengarah
(signage) sehingga dapat memperkuat karakter Malioboro.

Selain penggunaan elemen streetscape sebagai elemen penghubung, elemen vegetasi
juga menjadi elemen penghubung untuk koridor utama Kawsan Malioboro.
III - 50 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pembentuk karakter
kawasan maupun kegiatan di dalam kawasan, sehingga diperlukan pengaturan tema seperti
tergambar sebagai berikut :
KONSEP TEMA
KORIDOR UTAMA
Gambar 3.40.
Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 51 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.41.
Konsep ‘welcoming corridor’
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.42.
Konsep ‘social corridor’
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 52 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.43.
Konsep ‘culture corridor’
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.44.
Konsep ‘preservation corridor’
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 53 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Sub Koridor KJ.01 (penggal 1) - ‘welcoming corridor’
Gambar 3.45.
Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda)
Sumber : Olahan studio, 2013

Sub Koridor KJ.01 (penggal 2) - ‘social corridor’
Gambar 3.46.
Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 54 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Sub Koridor KJ.01 (penggal 3) - ‘culture corridor’
Gambar 3.47.
Penataan penggal 3 dengan tema Arsitektur Cina
Sumber : Olahan studio, 2013

Sub Koridor KJ.01 (penggal 4) - ‘preservation corridor’
Gambar 3.48.
Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 55 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
B.
Panduan Rancang Street Furniture

Prinsip bentuk elemen lampu menggunakan bentukan lampu eksisting, sebagai bentuk
pelestarian
bentuk-bentuk
bernuansa
khas
Malioboro.
Pola
dasar
ornamen
menggunakan pola organis yang merupakan bentuk serapan dari Eropa. Motif yang
digunakan merupakan pengembangan dari bentuk organis flora.
Gambar 3.49.
Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu
Sumber : Olahan studio, 2013

Elemen-elemen maupun komponen pada kawasan perencanaan seperti streetscape
diarahkan untuk memberi karakter kuat dan jelas melalui penampilan bentuk, motif,
ornamen dan warna disesuaikan dengan lampu khas Malioboro yang sudah ada sebagai
komponen pembentuk citra kawasan berbudaya.
Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan
berdasarkan jenis sampah
Gambar 3.51.Panduan tempat duduk menggunakan
ornamen serapan Eropa yang serasi
dengan ornamen lampu khas Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 56 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Elemen-elemen street furniture diarahkan untuk mempertegas ruang terbuka publik
pada koridor utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani. Penambahan ruang terbuka
publik diarahkan pada ruang-ruang di depan kantor pemerintahan yang bebas PKL.
Lampu khas Malioboro
tetap dipertahankan
Lampu khas Malioboro
tetap dipertahankan
Pot sekaligus Bangku
taman eksisting
Hasta Brata
Tempat
sampah
Gambar 3.52.
Bangku
taman
Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan
kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik
Sumber : Olahan studio, 2013
C.
Panggung Non Permanen

Sebagai ruang terbuka publik, pada saat kegiatan-kegiatan tertentu Jalan Malioboro dan
Jalan Ahmad Yani ditutup dan dipasang panggung panggung semi permanen (portabel).

Panduan rancang untuk panggung portabel menggunakan sistem knock down dan
modular, sehingga lebih fleksibel untuk ukuran dan kemudahan saat bongkar pasang.

Modul panggung portabel adalah 2.1 m x 1.2 m x 0.6 m
0.6 m
2.1 m
1.2 m
Gambar 3.53.
Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 57 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Modul panggung menggunakan rangka besi baja dilapis papan kayu kualitas baik dan
sebagai finishing atau pelapisnya menggunakan motif bentuk-bentuk serapan Eropa
seperti ornamen pada lampu khas Malioboro.
Gambar 3.54.
Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan
Sumber : Olahan studio, 2013
D.
Panduang Rancang Persimpangan (Node)
Dibutuhkan pengaturan node kawasan untuk kenyamanan aspek visual, yaitu keleluasaan
sudut pandang terhadap visual kawasan dari berbagai sudut/arah termasuk keleluasaan
visual pengendara kendaraan.

Kondisi bangunan sudut jalan perlu merespon persimpangan jalan agar tidak menggangu
arah pandang dan pengolahan sudut bangunan dapat membingkai persimpangan jalan
sehingga mampu mempertegas persimpangan node kawasan.

Bangunan sudut diarahkan untuk bidang pemasangan reklame atau iklan layanan
masyarakat.

Penataan building enclosure, baik itu terkait pada penataan building alignment atau
penjajaran massa bangunan, pengaturan ketinggian serta setback bangunan pada node
kawasan mengikuti kaidah tinggi bangunan (TB) seperti yang sudah diuraikan di atas.
III - 58 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro

Penguatan node (persimpangan) melalui pengolahan material penutup yang berbeda
dengan jalan utama seperti penggunaan batu alam baik node entry point koridor utama
di sisi utara, node di sisi selatan maupun node di Jalan Suryatmajan – Jalan Pajeksan.
Permainan material penutup adalah kombinasi antara batu alam pada sisi tengah dan
batu andesit pada sisi luar sepanjang 25 meter ke arah jalan.
Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node
entry point kawasan di sisi utara
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node
di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 59 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
E.
Material eksterior
Penggunaan bahan material eksterior dengan beberapa pertimbangan, ditetapkan adalah
sebagai berikut:
o
Material eksterior harus terbuat dari bahan yang tidak beracun dan ramah lingkungan.
o
Penggunaan material eksterior bangunan harus memperhatikan keserasian ditinjau dari
segi estetika serta kenyamanan lingkungan, memberikan kesan estetis terhadap
penggunaannya dan lingkungan sekitar, serta memperkuat citra kawasan baik citra
budaya maupun citra lingkungan alami.
o
Material eksterior digunakan pada street scape, material penutup jalan dan tanah
(ground cover) pada ruang terbuka publik maupun privat (pekarangan rumah) ditujukan
untuk memperkuat karakter kawasan.
o
Arahan material untuk jalur pedestrian pada koridor kawasan adalah batu alam andesit.
Kombinasi warna yang dapat digunakan adalah : abu-abu, hitam, putih, merah.
o
Arahan penggunaan material khusus digunakan untuk penanda jalur difabel pada trotoar
dan jalur pedestrian.
F.
Kualitas Lingkungan Permukiman
Penataan lingkungan permukiman dengan memperhatikan Aspek Lingkungan Hidup, yaitu
penataan kualitas lingkungan dalam rangka mengamankan dan mencegah lingkungan hidup
(baik alam dan budaya) agar tidak rusak karena pesatnya pembangunan.
o
Bangunan perumahan pada sub kawasan di belakang koridor utama menggunakan
langgam dan ornamen Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial; pada Kampung Ketandan
dan Kampung Ngupasan mempunyai karakter kampung Pecinan.
o
Bangunan permukiman mengikuti penetapan ZONA PERUMAHAN intensitas rendah
sehingga pengembangan baru tetap mengacu pada aturan intensitas lahan seperti yang
telah diuraikan di atas.
o
Menambahkan tata hijau pada jalur sirkulasi /jalan lingkungan untuk menciptakan
suasana hijau di lingkungan perumahan/permukiman.
o
Material penutup jalan lingkungan perumahan menggunakan grassblok untuk
menambah area resapan hijau.
III - 60 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan (kampung)
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.58. Ilustrasi perbaikan kualitas jalan lingkungan perumahan
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 61 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan gaya arsitektur Indis dan Kolonial
Sumber : Olahan studio, 2013
Gambar 3.60.
Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial
Sumber :analisis studio, 2013
III - 62 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
3. 7.
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Panduan rancangan untuk sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah dengan
memperhatikan keterpaduan antara sistem utilitas kota dan peningkatan kualitas sistem
prasarana dan utilitas lingkungan kawasan Malioboro.
o
Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas pada Koridor Utama Jalan Malioboro –
Jalan Ahmad Yani dengan membuat saluran utilitas terpadu untuk tempat (shaft) pipa
kabel listrik, pipa kabel telekomunikasi dan pipa kabel optik.
o
Peningkatan kualitas saluran drainase dengan membuat saluran limpasan drainase di
bawah tanah (tersembunyi) untuk menambah daya tampung.
o
Peningkatan kualitas saluran drainase dengan menutup saluran menggunakan grill besi.
o
Peningkatan kualitas pembuangan limbah PKL (khususnya PKL makanan) dengan
membuat bak penampung yang dilengkapi dengan pengolahan limbah PKL komunal.
Efluen hasil pengolahan dari bak pengolahan limbah PKL komunal yang sudah memenuhi
ambang baku mutu dapat dialirkan ke badan-badan air dan atau riol kota.
o
Penyediaan sumber air bersih dan saluran distribusi air untuk PKL makanan.
o
Penambahan intensitas lampu jalan khas Malioboro untuk memperkuat karakter
Kawasan Malioboro.
Saluran utilitas terpadu (listrik,
kabel optik, telkom, dll)
drainase
riol kota
Saluran Limbah PKL & disalurkan ke
pengolahan limbah komunal
Gambar 3.61.
Saluran Air
Bersih PKL
Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di
bawah median sisi timur koridor utama Malioboro
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 63 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
a. Sistem Jaringan Air Bersih
Pertimbangan dasar dalam perencanaan penyediaan air bersih pada di Kawasan
Malioboro meliputi:

Kebutuhan air bersih untuk kegiatan domestik diperkirakan mencapai 3.201 kL/ hari
hingga tahun 2018.

Kebutuhan air untuk kegiatan non-domestik diperkirakan mencapai 3.585,68 kL/hari
hingga tahun 2018.

Kebocoran air sewaktu pengaliran diperhitungkan sebesar 20 % dari kebutuhan.

Sistem jaringan air bersih di Kawasan Perencanaan merujuk sepenuhnya pada
sistem jaringan air bersih menurut RTRW Kota Yogyakarta.

Pada Koridor Utama, digunakan instalasi saluran utilitas terpadu yang terintegrasi
antara perpipaan air bersih perkotaan yang diamankan dalam pipa tahan air dengan
jaringan drainase yang ditanam di dalam tanah.

Saluran utilitas terpadu khusus air ini ditanam dalam tanah dengan sempadan yang
memadai di sepanjang jalan untuk menampung sistem utilitas ini.

Pada permukiman eksisting, penempatan jaringan air bersih diupayakan agar tidak
berada dalam deretan yang sama dengan jaringan listrik dan telepon yang
menggunakan jaringan kabel tanah. Sehingga, apabila terjadi suatu kebocoran pipa,
maka tidak akan membahayakan dan tidak mengganggu jaringan kabel tanah.
Gambar 3.62.
Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting
Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
III - 64 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.63.
Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah
Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
Gambar 3.64.
Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM
Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
b. Sistem Jaringan Air Limbah
Definisi dari sanitasi adalah air limbah domestik yang berasal dari perumahan dan
permukiman. Sedangkan air limbah sendiri dapat dibagi menjadi:
a. Air Kotoran; adalah air limbah yang berasal dari WC atau toilet. Air limbah yang
berasal dari WC diolah dahulu dalam tangki septik (STP) yang dilengkapi dengan bak
kontrol dan dialirkan ke saluran domestik.
b. Air Lemak; adalah air limbah yang berasal dari kamar mandi dan/atau dapur. Air
lemak diolah dan dialirkan ke dalam bak kontrol yang dialirkan ke saluran domestik.
c. Air Lemak buangan PKL makanan ditampung dalam bak penampung yang diambil
secara periodik atau diolah secara komunal dan dialirkan ke saluran domestik.
III - 65 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Ada dua sistem pembuangan air limbah yaitu :
1) Sistem sanitasi/pembuangan air limbah setempat (on site System), yang biasanya
menggunakan tangki septik. Endapan lumpur tinja dalam tangki septik perlu dikuras
secara berkala dan diangkut dengan truk tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) untuk disempurnakan prosesnya agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.
Sistem air limbah setempat dapat berupa individual (untuk satu KK), yang dibangun
untuk satu rumah tinggal atau komunal (untuk lebih dari satu KK).
Sistem komunal biasanya ditempatkan di daerah komersil, pasar, daerah parawisata,
pertokoan, perkantoran atau daerah daerah yang padat penduduknya.
a) Sistem individual. Sistem individual dapat berupa:
o
Septik tank dengan bidang resapan;
o
Septik tank dengan up flow filter;
b) Sistem Komunal. Sistem Komunal dapat berupa: Sistem septik tank bersusun
(Baffelm Reaktor), dengan sistem anaerobik.
2) Sistem pembuangan air limbah terpusat (off site System). Pada sistem ini air limbah
disalurkan melalui jaringan perpipaan menuju ke instalasi Pengolahan air limbah
(IPAL) untuk diolah secara terpusat.
Faktor kepadatan penduduk menjadi indikator, tersedia atau tidak lahan yang cukup
untuk untuk membangun sistem pembuangan setempat atau terpusat. Apabila
kepadatan > 300 jiwa /ha maka sistem setempat tidak sesuai diterapkan, sehingga
harus memakai sistem terpusat.
Gambar 3.65.
Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama
sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
III - 66 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
c. Sistem Jaringan Drainase dan Sistem Pembuangan

Pada dasarnya, arahan penataan dan pengembangan drainase meliputi sistem
jaringan drainase di Kawasan Malioboro merujuk sepenuhnya pada sistem jaringan
drainase menurut RTRW Kota Yogyakarta.

Lokasi kawasan yang berdekatan dengan Sungai Code dan Sungai Winongo,
memudahkan untuk pembuatan saluran drainase dan sanitasi yang baik, sehingga
kedua sungai tersebut mampu menjadi saluran pembuangan primer.

Perlu dipertimbangkan juga kondisi sungai pada waktu tertentu seperti terjadinya
banjir lahar dingin yang mampu meningkatkan volume sedimentasi.
Arahan penataan dan pengembangan drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Mempertahankan pola pengaliran yang sudah ada
2) Melakukan singkronisasi slope (kemiringan saluran) melalui pengukuran dimensi,
pengerukan, peninggian saluran. Saluran-saluran tersebut di atas harus cukup besar
dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik.
3) Penyediaan/perbaikan sistem saluran pembuangan air hujan dan sanitasi sekunder
di tiap-tiap pekarangan ( rumah tangga ), serta optimalisasi pemanfaatan Sungai
Code dan Sungai Winongo sebagai sistem drainase primer.
4) Air hujan yang jatuh di atap harus segera dapat disalurkan ke saluran dengan pipapipa atau bahan lain dengan jarak antara sebesar-besarnya 25 m.
5) Curahan air hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan tidak boleh
jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kavling
bangunan yang bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum kota (zero run-off).
6) Pembuatan bak peresapan privat mengikuti ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.11.
Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat
Luas Kavling
KDB
Ǿ sumur resapan
H minimal
1000m
60%
2m
5
1000m
20%
1.4 m
3
500m
60%
1.4 m
5
500m
20%
1.4 m
1.5
200m
60%
0.8 m
4.5
200m
20%
0.8 m
1.5
7) Setiap 60 m² luasan yang tertutup bangunan/teratapi dibuatkan 1 Saluran
Pembuangan Air Hujan/ SPAH (Perda Kota Yogyakarta No.2 Tahun 2012).
III - 67 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
8) Pemasangan dan peletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan, serta bagian-bagian pipa harus
dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran
Gambar 3.66.
Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan
Sumber : Olahan studio, 2013
d. Rencana Pengelolaan Persampahan
Pada dasarnya, produksi sampah Kawasan Malioboro harian dapat dibedakan menjadi:
1) Sampah permukiman; Sampah dari rumah tangga yang dikelola oleh penduduk
secara
perorangan
dilakukan dengan cara ditimbun. Sedangkan pengelolaan
sampah oleh organisasi masyarakat dilakukan dengan cara mengangkut sampah
ke TPS yang telah ditentukan. Selanjutnya, container TPS akan diangkut oleh
petugas dari Dinas Kebersihan ke tempat pembuangan akhir (TPA).
2) Sampah perdagangan & jasa; Sampah hasil kegiatan perdagangan dan jasa (baik
formal maupun PKL) akan disapu dan dikumpulkan oleh petugas dari pengelola
pasar yang kemudian diangkut menuju ke TPS. Selanjutnya, oleh petugas
dari
Dinas Kebersihan, sampah dari TPS diangkut menuju ke TPA.
Penataan tempat sampah di wilayah perencanaan diarahkan sebagai berikut:
1) Sistem pembuangan sampah terbagi menjadi 2 sistem, yaitu; sistem pengumpulan
dan sistem pengangkutan sampah
 Sistem pengumpulan;
o
Sampah dari rumah tangga dikumpulkan di bak sampah masing-masing;
o
Sampah yang berasal dari kawasan pasar dan pertokoan (termasuk
aktivitas PKL) dikumpulkan di tong sampah masing-masing;
o
Sampah yang berasal dari pasar ditampung di bak sampah dan container
yang ditempatkan di pasar tersebut.
III - 68 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
 Sistem Pengangkutan Sampah;
o
Pengangkutan sampah dari setiap bak sampah ke tempat penampungan
sementara menggunakan gerobak dorong;
o
Pengangkutan sampah hasil kegiatan domestik maupun non domestik
dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) langsung melalui truk container;
o
Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota
dengan mempergunakan truk.
2) Pengembangan areal sebagai suatu tempat pembuangan akhir (TPA) sebaiknya
jauh dari areal permukiman yang ada, sehingga tidak mengganggu kualitas
lingkungan dan jaraknya harus jauh dari pusat kota. Untuk tempat pembuangan
sementara (TPS) bisa menggunakan container atau transfer station.
3) Setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai
tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang
ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan masyarakat sekitarnya terjamin.
4) Dalam hal lingkungan di daerah pertokoan yang mempunyai dinas kebersihan kota,
kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan sedemikian rupa sehingga petugaspetugas dinas tersebut dapat dengan mudah melakukan tugasnya.
5) Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika. Arahan
penambahan tempat sampah dilakukan di ruang-ruang publik dan sepanjang koridor
utama kawasan dengan jarak 15 meter.
6) Dilakukan pemisahan sampah berdasarkan jenisnya sejak dari sumbernya.
Gambar 3.67.
Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga
sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009
III - 69 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
e. Sistem Jaringan Listrik dan Telepon
Arahan rancangan (design guidelines) untuk pengembangan jaringan listrik dan jaringan
telepon adalah sebagai berikut:
1) Memanfaatkan jaringan listrik, jaringan telepon, dan fasilitas telepon umum yang
sudah ada.
2) Mengatasi gangguan visual kabel udara, diusulkan penyelesaian sebagai berikut:

Pada tahap awal, langkah yang bisa dilakukan adalah merapikan jaringan kabel
udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan, antara lain
dengan penyeragaman posisi tiang dan merapikan kabel yang semrawut. Kabel
udara jaringan listrik yang menyeberangi jalan disyaratkan mempunyai tinggi
minimum 5 meter di atas permukaan jalan.

Pada tahap selanjutnya, 10 tahun ke depan direncanakan penggantian kabel
udara jaringan listrik dan penggantian kabel udara jaringan telepon yang telah
habis masa pakainya sesuai program PT.Telkom, untuk dialokasikan ke dalam
tanah, sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan.

Mengganti kabel udara yang telah habis masa pakainya, dengan kabel tanah
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan program PLN dan PT. Telkom,
sehingga jaringan listrik dan telepon di sepanjang jalan utama kota dalam jangka
panjang menggunakan kabel bawah tanah.

Jaringan kabel bawah tanah tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan
jaringan air bersih.

f.
Penggunaan jaringan telepontanpa kabel dengan perencanaan dari PT. Telkom
Sistem Jaringan Pengaman Kebakaran
Usulan penempatan hidran merupakan bagian dari sistem keselamatan yang ditujukan
untuk mengantisipasi kebakaran. Sistem yang terpakai adalah sistem yang terintegrasi
dengan air bersih yaitu bergabung dengan jaringan distribusi air bersih dengan pilar
hidran single nozzle yang penempatannya diletakkan pada persimpangan-persimpangan
jalan dan tepi-tepi jalan yang lurus dengan jarak penempatan 150-300 meter dan dapat
diperpendek tergantung dari kebutuhan dan kepadatan bangunan dari rencana lokasi
penempatan hidran dengan syarat pemasangannya yang tidak boleh mengganggu
sirkulasi lalu lintas.
III - 70 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Hidran-hidran yang sudah terdapat diwilayah perencanaan yang sudah rusak agar dapat
difungsikan kembali penggunaannya. Setiap pipa hidran disadapkan pada pipa distribusi
air bersih dan debit setiap hidrant adalah 16,5 liter/detik dan pemasangan dilengkapi
dengan angker blok yang ditanam dibawah tanah. Arahan penambahan jaringan
pemadam kebakaran berupa hydrant pada koridor jalan utama, permukiman penduduk,
ruang-ruang terbuka publik serta sepanjang koridor perkotaan.
g. Mitigasi Bencana
(1) Ketentuan peringatan dini dan kesadaran warga ditetapkan sebagai berikut:
a. Sistem peringatan dini di kawasan perencanaan menggunakan sistem yang
terintegrasi untuk kecamatan dan kota.
b. Peningkatan kesadaran warga dibentuk melalui jalur pendidikan formal maupun
informal serta pelatihan.
(2) Ketentuan jalur dan arah penyelamatan ditetapkanb sebagai berikut:
a. Jalur Evakuasi/Penyelamatan menggunakan jaringan jalan yang ada.
b. Arah Evakuasi/Penyelamatan, menuju Area Penyelamatan atau “Escape Area”
untuk menampung korban bencana alam yang dapat berbentuk ruang
terbuka/taman kota maupun geqdung penyelamatan seperti fasilitas umum dan
fasilitas sosial.
(3) Bangunan penyelamatan direncanakan berupa gedung penyelamatan seperti
fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan, gedung pertemuan dan gedung
perkantoran dengan desain bangunan yang memiliki kekuatan struktural aman, layak
dan teruji sebagai gedung yang tahan bencana alam.
(4) Dalam hal adanya kerusakan bangunan gedung akibat bencana alam dan/atau
bencana lainnya atau adanya laporan masyarakat tentang bangunan gedung yang
diindikasikan membahayakan keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitarnya,
maka penerbitan SLF bangunan gedung dan/atau perpanjangan SLF bangunan
gedung tersebut harus segera dilaksanakan.
III - 71 |
Executive Summary
Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro
Gambar 3.68.
Peta Jalur Evakuasi Bencana
Sumber : Olahan studio, 2013
III - 72 |
Executive Summary
Download