DINAS PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH (KIMPRASWIL) KOTA YOGYAKARTA Executive Summary PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN MALIOBORO YOGYAKARTA PT. CIPTA NINDITA BUANA KATA PENGANTAR Kota dan masyarakat penghuninya merupakan simbolis yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Perkembangan kota secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakatnya, demikian pula sebaliknya, perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat kota dapat memacu pertumbuhan fisik kota. Perubahan, perkembangan dan pertumbuhan kota menuntut penyediaan ruang, sarana dan prasarana baru. Sebagai implikasinya adalah perubahan dan pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) diperlukan sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. RTBL disusun sebagai produk perencanaan tata ruang yang disahkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda), agar dapat digunakan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang. Melalui pemahaman tersebut maka Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan panduan yang memberikan arahan interprestasi wujud ruang dalam bentuk rencana teknik, program tata bangunan dan lingkungan serta pedoman pengendalian pembangunan yang dikelola secara khusus pada bangunan, kelompok bangunan dan lingkungan yang melingkupinya. Secara substansial Executive Summary Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Malioboro ini memuat Pendahuluan, Konsep Dasar Perancangan, & Panduan Rancangan. Executive Summary ini merupakan ringkasan materi yang menjadi arahan dan panduan rancangan bangunan dan lingkungan pada kawasan perencanaan tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, Tim Penyusun mengucapkan terimakasih terhadap pihakpihak yang telah membantu terselesaikannya pekerjaan ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan tema kajian terkait. Yogyakarta, Desember 2013 PT.CIPTA NINDITA BUANA DAFTAR ISI PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN KAWASAN MALIOBORO, YOGYAKARTA DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR iii BAB I PENDAHULUAN BAB I KONSEP DASAR PERANCANGAN 2.1. PERUMUSAN VISI KAWASAN MALIOBORO II - 1 2.1.1. Telaah Terhadap Visi Kota Yogyakarta II - 1 2.1.2. Perumusan Visi Kawasan Malioboro II - 3 2.2. KONSEP PERANCANGAN STRUKTUR TATA BANGUNAN & LINGKUNGAN II - 7 2.3. BLOK PENGEMBANGAN KAWASAN II - 8 BAB II PANDUAN RANCANGAN 3.1. Struktur Peruntukan Lahan III - 1 3.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan III - 10 3.3. Tata Bangunan III - 21 3.4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung III - 38 3.5. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau III - 47 3.6. Tata Kualitas Lingkungan III - 49 3.7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan III - 63 Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | i DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) III - 10 Tabel 3.2. Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) III - 12 Tabel 3.3. Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal III - 13 Tabel 3.4. Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal III - 14 Tabel 3.5. Penentuan Tinggi Bangunan (TB) III - 18 Tabel 3.6. Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) III - 20 Tabel 3.7. Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro III - 37 Tabel 3.8. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki III - 43 Tabel 3.9. Jenis Tanaman Peneduh/Perindang III - 49 Tabel 3.10. Pembagian Tema Koridor Utama Kawasan Malioboro III - 50 Tabel 3.11. Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat III - 67 Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | ii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro II - 4 Gambar 2.2. Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro II - 4 Gambar 2.3. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama II - 5 Gambar 2.4. Blok Pengembangan Kawasan Malioboro II - 9 Gambar 3.1. Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro III - 5 Gambar 3.2. Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) tidak tertutup PKL III - 6 Gambar 3.3. Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL III - 6 Gambar 3.4. Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro III - 7 Gambar 3.5. Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok III - 7 Gambar 3.6. Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro III - 8 Gambar 3.7. Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro III - 9 Gambar 3.8. Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro III - 10 Gambar 3.9. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani III - 15 Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro III - 16 Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung III - 17 Gambar 3.12. Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan III - 17 Gambar 3.13. Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan III - 21 Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum III - 24 Gambar 3.15. Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng” III - 24 Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter) III - 25 Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter) III - 25 Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar III - 27 Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi III - 28 Gambar 3.20. Penyempurnaan wajah depan dengan tenda kanopi, papan nama & lampu III - 29 Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | iii Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda dan pergola tidak menutup fasad bangunan III - 29 Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan III - 30 Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki III - 30 Gambar 3.24. Prinsip peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali III - 31 Gambar 3.25. Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro III - 32 Gambar 3.26. Arahan bangunan gaya Arsitektur Kolonial III - 34 Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial III - 35 Gambar 3.28. bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan III - 35 Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro III - 36 Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km III - 39 Gambar 3.31. Rencana Sirkulasi Kawasan Malioboro III - 40 Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat III - 41 Gambar 3.33. Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki III - 41 Gambar 3.34. Panduan untuk pengecatan Becak Wisata Malioboro III - 44 Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m III - 45 Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m III - 46 Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya III - 46 Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m III - 47 Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya III - 47 Gambar 3.40. Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro III - 51 Gambar 3.41. Konsep ‘welcoming corridor’ III - 52 Gambar 3.42. Konsep ‘social corridor’ III - 52 Gambar 3.43. Konsep ‘culture corridor’ III - 53 Gambar 3.44. Konsep ‘preservation corridor’ III - 53 Gambar 3.45. Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda) III - 54 Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina III - 54 Gambar 3.47. Penataan penggal 3 dengan tema Arsitektur Cina III - 55 Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis III - 55 Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | iv Gambar 3.49. Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu III - 56 Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah III - 56 Gambar 3.51. Panduan tempat duduk menggunakan ornamen serapan Eropa yang serasi dengan ornamen lampu khas Malioboro III - 56 Gambar 3.52. Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik III - 57 Gambar 3.53. Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel III - 57 Gambar 3.54. Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan III - 58 Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node entry point kawasan di sisi utara III - 59 Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan III - 59 Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan (kampung) III - 61 Gambar 3.58. Ilustrasi perbaikan kualitas jalan lingkungan perumahan III - 61 Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan arsitektur Indis & Kolonial III - 62 Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial III - 62 Gambar 3.61. Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di bawah median sisi timur koridor utama Malioboro III - 63 Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting III - 64 Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah III - 65 Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM III - 65 Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama III - 66 Gambar 3.66. Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan III - 68 Gambar 3.67. Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga III - 67 Gambar 3.68. Peta Jalur Evakuasi Bencana III - 72 Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro | v Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro BAB 1 Pendahuluan Perkembangan suatu kota besar yang sekaligus berfungsi sebagai Ibukota DIY dan masyarakat penghuninya merupakan simbiosis yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Perubahan, perkembangan, dan pertumbuhan kota menuntut penyediaan ruang, sarana dan prasarana baru sehingga sebagai implikasinya terjadi perubahan dan pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya. Oleh karena itu, perencanaan tata bangunan dan lingkungan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam sistem manajemen pembangunan perkotaan. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) akan memberikan arahan arsitektural pada rencana teknis bangunan yang dibangun pada kawasan tertentu. Dengan arahan tersebut, konsultan perencana/arsitek akan mempunyai gambaran kebijaksanaan pembangunan fisik yang menyangkut kepentingan umum sekaligus jatidiri kawasan yang ingin dicapai, sehingga bangunan dan lingkungan yang dirancang akan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kawasan yang lebih luas. Salah satu sistem ruang kota di Yogyakarta yang perlu mendapat perhatian dan penataan yang serius adalah kawasan Malioboro di jantung kota Yogyakarta. Kawasan ini merupakan salah satu tempat wisata utama di Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara dan merupakan kawasan perdagangan utama yang paling sibuk. Kawasan Malioboro sudah ditetapkan oleh Gubernur DIY sebagai Kawasan Cagar Budaya, kondisi lingkungan disekitar kawasan pada saat ini cenderung tumbuh secara tidak teratur dan sporadis seiring dengan perkembangan pembangunan fisik di dalam kawasan yang pesat. Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan segera melalui pengendalian yang intensif, maka dikhawatirkan akan terjadi ketidakteraturan pada fungsi dan peran ruang kawasan dikemudian hari. I-1| Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Bertitik tolak dari permasalahan tersebut dan sebagai langkah awal dari proses pengendalian pengembangan dan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan maka perlu dilakukan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) di Kawasan Malioboro Yogyakarta. Materi penyusunan RTBL Kawasan Malioboro pada Executive Summary ini mencakup : 1. Konsep Dasar Perancangan Visi Pembangunan yang telah dirumuskan di dalam Laporan Antara akan menjadi Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang meliputi : Konsep Dasar Perancangan Blok-Blok Pengembangan Kawasan 2. Rencana Umum Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan. Panduan Rancangan memuat antara lain : Ketentuan dasar implementasi rancangan Prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan, yang berisi panduan rancangan tiap blok pengembangan dan simulasi rancangan tiga dimensional. Deliniasi Kawasan RTBL Malioboro Wilayah studi untuk pekerjaan Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro berada di Jalan Malioboro sampai dengan Jalan A.Yani (titik 0 kilometer). Batas Area Perencanaan : a. Sebelah Utara : Jalan Pasar Kembang – Jalan Abubakar Ali b. Sebelah Selatan : Jalan Senopati – Jalan KHA Dahlan c. Sebelah Timur : Jalan Suryotomo – Jalan Mataram d. Sebelah Barat : Jalan Bhayangkara – Jalan Gandekan Lor I-2| Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Jl.Pasar Kembang Jl.Abu Bakar Ali Jl.Mataram Jl.Gandekan Lor Jl.Bayangkara Jl.Suryotomo Jl.KHA.Dahlan Jl.Senopati I-3| Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro BAB 2 Konsep Perancangan 2.1. Perumusan Visi Kawasan Malioboro 2.1.1. Telaah terhadap Visi Kota Yogyakarta Visi, misi dan program kerja walikota terpilih untuk periode 2012-2016 ini merupakan tahap kedua Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005 – 2025, diarahkan untuk membawa masyarakat Kota Yogyakarta menuju suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera, berakhlak, bermartabat, berkarakter dan bermakna. Berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2012 – 2016 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2012, Visi Kota Yogyakarta adalah : “Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan dan Ekonomi Kerakyatan” Beberapa penjelasan dari visi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pendidikan berkualitas Penyelenggaraan pendidikan di Kota Yogyakarta harus memiliki kualitas yang berstandar internasional Memiliki keunggulan kompetitif dalam penguasaan, pemanfaatan dan pengembangan ilmu dan teknologi II - 1 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yaitu keseimbangan antara kecerdasan inteligensia (Intelligensia Quotient), emosional (Emotional Quotient), spiritual (Spiritual Quotient) dan kebugaran dan kesehatan fisik (kinestetik); Dikembangkan dengan dukungan sistem kebijakan pendidikan yang unggul Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yangmemadai 2) Pendidikan berkarakter Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam sistem yang berakar pada budaya lokal dan menghormati kemajemukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Bhineka Tunggal Ika); Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious; Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri kreatif, berwawasan kebangsaan; Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuata. 3) Pendidikan inklusif Sistem pendidikan yang mengembangkan kreatifitas dengan memberikan akses kepada semua orang dalam satu sistem yang mencakup sekolah, program nonformal/informal, pendidikan keluarga dan masyarakat serta melibatkan seluruhmasyarakat secara penuh; Merupakan sebuah proses dan tujuan yang menggambarkan kualitas atau karakteristik pendidikan untuk semua; Mengembangkan sistem pendidikan formal, non-formal dan informal, dengan merespon keberagaman, mengidentifikasi hambatan belajar yang dihadapi individu maupun kelompok anak. Pendidikan inklusif bukan hanya menyangkut metode dan sistem, tetapi menyangkut nilai-nilai dan keyakinan mendasar tentang pentingnya menghargai dan menghormati perbedaan, tidak mendiskriminasi, dan berkolaborasi dengan orang lain untuk menciptakan dunia yang lebih adil. II - 2 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 4) Pariwisata berbasis budaya Kegiatan pariwisata di Kota Yogyakarta dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat maupun Kadipaten Pakualaman, kearifan lokal & nilai luhur budaya bangsa; Menyempurnakan dan meningkatkan jaringan kerjasama wisata dengan pihak lain; Menjadikan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara; Peningkatan kegiatan pariwisata dilaksanakan dengan menciptakan inovasiinovasi yang tetap berlandaskan pada wisata budaya, wisata bangunan bersejarah, wisata pendidikan, wisata konvensi dan wisata belanja. 5) Pusat pelayanan jasa Kota Yogyakarta sebagai pusat pelayanan jasa yang meliputi jasa penunjang pendidikan dan pariwisata, perdagangan, pemerintahan, keuangan, kesehatan, transportasi dan komunikasi harus dibangun lebih maju dan mampu mandiri; Memberikan kontribusi dan dominasi yang lebih besar dari daerah lain di Indonesia Peningkatan kegiatan pelayanan jasa dilakukan dengan memperkuat perekonomian kota pada sektor andalan menuju keunggulan kompetitif; Membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan, dengan tetap mempertahankan dan mengembangkan industri kecil dan menengah. 6) Berwawasan lingkungan Upaya sadar, terencana dan berkelanjutan; Memadukan lingkungan alam dengan lingkungan nilai-nilai religius, sosial, budaya dan kearifan lokal ke dalam proses pembangunan; Menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 2.1.2. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Perumusan visi sebagai cita-cita yang mendasari penyusunan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan di Kawasan Malioboro berangkat dari 2 (dua) hal, yaitu : 1. Visi Misi Pembangunan Kota Yogyakarta 2. Isu Utama di Kawasan Malioboro II - 3 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Visi Kota Yogyakarta : Berdasarkan pada permasalahan dan isu yang berkembang di kawasan. Konsep perencanaan diharapkan dapat menjadi jawaban dari permasalahan dan isu tersebut dengan tetap mendasarkan diri pada visi Malioboro secara umum Kota Pendidikan Berkualitas, berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, & Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan dan Ekonomi Kerakyatan” Gambar 2.1. Penyusunan Visi Pembangunan Kawasan Malioboro Sumber: Olahan Studio 2013 Gambar 2.2. Isu Utama Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Malioboro Sumber: Olahan Studio 2013 II - 4 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro “Mewujudkan Kawasan Malioboro Sebagai Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya, Humanis, Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan” Gambar 2.3. Perumusan Visi Kawasan Malioboro Berdasarkan Kata Kunci Isu Utama Sumber: Olahan Studio 2013 a. Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya Fungsi sebagai Pusat Pelayanan Jasa sesuai dengan arahan RTRW Kota Yogyakarta sebagai pusat pelayanan tingkat Kota. Pusat Pelayanan Jasa meliputi jasa penunjang pendidikan dan pariwisata, perdagangan, pemerintahan, dan transportasi yang dibangun lebih maju dan dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada budaya Jawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat maupun Kadipaten Pakualaman, kearifan lokal & nilai luhur budaya bangsa. Sebagai pusat pelayanan jasa diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kawasan lain di sekitarnya. b. Humanis Ikhtiar menciptakan kota yang humanis ditunjukkan dengan kemampuan suatu kota memberikan rasa nyaman bagi para penghuninya, melalui pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan keseimbangan ekologi berdasarkan kearifan lokal yang ada. II - 5 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Bila suatu kota berhasil memunculkan prinsip-prinsip tersebut, maka kota itu akan mampu menghadirkan rasa keruangan yang semakin layak untuk dihuni (livable city). Menurut Wunas dan Wijaya (2011), kota humanis merupakan kota yang mempertimbangkan faktor kemanusiaan untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan. Pandangan ini menempatkan posisi manusia sebagai elemen pembangunan kota yang paling prioritas. Dengan begitu, kenyamanan dan kebahagiaan warga kota harus disadari sebagai aspek vital yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan rencana dan pembangunan kota. c. Berwawasan Lingkungan Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup. Kota yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dengan mengindahkan kelestarian dan kelangsungannya generasi yang akan datang, yang tercermin dalam pemanfaatan ruang yang serasi antara untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi dan upaya konservasi, perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, peningkatan kenyamanan kota, serta terpelihara dan termanfaatkannya keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. d. Pembangunan Berkelanjutan Namun demikian pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggung jawab moral untuk memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi untuk menjamin kesejahteraannya. II - 6 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 2.2. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan & Lingkungan Merupakan konsep rancangan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan lingkungan/kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan berkelanjutan. Menurut definisi yang dipopulerkan IAP (2011), istilah kota layak huni memang memiliki kedekatan makna dengan kota humanis, yakni sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan juga tempat beraktivitas. Suasana kota tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (seperti fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dan sebagainya) maupun aspek non-fisik (seperti hubungan social, aktivitas ekonomi, dan sebagainya). Adapun 6 (enam) prinsip yang dikembangkan IAP (2011) untuk mewujudkan kota yang nyaman dan layak huni, adalah sebagai berikut: a. Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian layak, air bersih, listrik). b. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota, fasilitas ibadah dan fasilitas kesehatan). c. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi. d. Keamanan, bebas dari rasa takut. e. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya. f. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik. Konsep besar revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Malioboro terkait dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan ini adalah difokuskan untuk menciptakan kawasan Malioboro sebagai area semi pedestrian. Sehingga dibutuhkan penataan area parkir motor di Kawasan Malioboro khususnya di koridor utama Jalan Malioboro – Jalan Ahmad Yani yang selama ini menghalangi jalur pedestrian sehingga dapat mendukung kenyamanan pejalan kaki. Dalam konteks penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini konsep revitalisasi Kawasan Malioboro sebagai kawasan semi pedestrian merupakan perwujudan kota humanis yang sejalan dengan perumusan Visi Kawasan Malioboro. II - 7 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 2.3. Blok-Blok Pengembangan Kawasan Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro ini harus ditujukan untuk mengembalikan jati diri kawasan sebagai salah satu penggal poros sumbu filosofis yang penuh dengan nilai-nilai luhur, tanpa mengesampingkan peran dan fungsinya sebagai ruang publik dan untuk rakyat kebanyakan. Secara umum, penataan Kawasan Malioboro dapat diklasifikasikan menjadi 4 sub-kawasan, yakni : a) Jalur Utama Kawasan yaitu Koridor Utama Jln. Malioboro dan Jln. A.Yani b) Sub-kawasan perumahan/permukiman pendukung (kampung-kampung) c) Jaringan jalan-jalan pendukung atau koridor ventilasi d) Sub-kawasan penyangga, yaitu kampung-kampung di sepanjang S. Code dan S. Winongo Terkait dengan deliniasi kajian RTBL kawasan Malioboro ini, blok-blok pengembangan Kawasan Malioboro dan program-program penanganannya ditujukan pada butir a, b, dan c saja. Sedangkan kampung-kampung di sekitar Kawasan Malioboro berperan sebagai sub-kawasan penyangga. a) Blok Pengembangan Segmen Koridor Jalan (KJ) Koridor Jalan 01 [KJ.01] Koridor Jalan Malioboro - Jalan A.Yani; Koridor Jalan 02 [KJ.02] Koridor Jalan Sosrowijayan; Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Dagen; Koridor Jalan 04 [KJ.04] Koridor Jalan Pajeksan; Koridor Jalan 05 [KJ.05] Koridor Jalan Reksobayan; Koridor Jalan 06 [KJ.06] Koridor Jalan Perwakilan; Koridor Jalan 07 [KJ.07] Koridor Jalan Suryatmajan; Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Pabringan; b) Struktur Peruntukan Lahan Sub Kawasan Malioboro (KW) Blok Pengembangan 1 [KW.01] merupakan Kampung Sosrowijayan; Blok Pengembangan 2 [KW.02] merupakan Kampung Sosromenduran dan Sosrodipuran Blok Pengembangan 3 [KW.03] merupakan Kampung Jogonegaran dan Pajeksan; Blok Pengembangan 4 [KW.04] merupakan Kampung Ngupasan; Blok Pengembangan 5 [KW.05] merupakan Kampung Suryatmajan; Blok Pengembangan 6 [KW.06] merupakan Kampung Ketandan. II - 8 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Blok Pengembangan 1 : KW 01 Blok Pemukiman - Kampung Sosrowijayan Penguatan Karakter Kampung Sosrowijayan sebagai kampung wisata dengan potensi tourist accomodation seperti penginapan, ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang Blok Pengembangan 2 : KW 02 Blok Pemukiman - Kampung Dagen, Sosromenduran & Sosrodipuran Penguatan Karakter Kampung Wisata Dagen Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan permukiman padat ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang Blok Pengembangan 3 : KW 03 Blok Pemukiman - Kampung Pajeksan & Jogonegaran Penguatan Karakter Kampung Wisata Pajeksan Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan permukiman padat ZONA PERUMAHAN kepadatan sedang Blok Pengembangan Koridor : KJ 01 Koridor utama Jl. Malioboro - Jl.A.Yani dan Blok Komersial Perdagangan Jasa Penguatan sumbu filosofis dan Pelestarian BCB termasuk sistem pencahayaan/ lighting bangunan Penataan Facade Bangunan, termasuk skyline, setback bangunan, dan tema warna serta ornamen Penentuan Tema Koridor Utama menjadi 4 bagian Mengurangi Sampah Visual dengan penataan signage dan reklame Penataan street furniture termasuk greenery Peningkatan kualitas lingkungan melalui peningkatan jaringan sarana prasarana Penataan PKL dengan time sharing dan place sharing Menciptakan ruang terbuka publik sebagai ruang interaksi sosial dengan membuat PKL court untuk memecah suasana arcade yang cenderung menerus dan monoton KW.01 KJ.02 KW.02 KJ.06 KJ.01 KJ.03 KW.05 Blok Pengembangan 5 : KW 05 Blok Pemukiman - Kampung Suryatmajan Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan permukiman ZONA PERUMAHAN KW.03 KJ.04 KJ.07 Blok Pengembangan 4 : KW 04 Blok Pemukiman - Kampung Ngupasan Penguatan Karakter Kampung Wisata Pajeksan Peningktan kualitas/kesehatan lingkungan permukiman padat ZONA jasa perdagangan dan mix use (perumahan-jasa pergudangan) KW.04 Blok Pengembangan 6 : KW 06 Blok Pemukiman - Kampung Ketandan Penguatan Karakter Kampung Pecinan Ketandan ZONA PERDAGANGAN JASA dengan intensitas tinggi KW.06 KJ.05 KJ.08 BLOK PENGEMBANGAN Gambar 2.4. Blok Pengembangan Kawasan Malioboro Sumber: Olahan Studio 2013 II - 9 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro BAB 3 Panduan Rancangan Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum yang telah ditetapkan di atas yang dijabarkan melalui pengembangan komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana kawasan, kavling dan blok, termasuk panduan ketentuan detail visual kualitas minimal tata bangunan dan lingkungan. 3. 1. Struktur Peruntukan Lahan Prinsip pengembangan komponen struktur peruntukan lahan adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan peruntukan lahan yang sesuai arahan tata ruang kota, meliputi aturan RTRW DIY, RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 dan Perwal No. 25 Tahun 2013 sebagai pengganti RDTR Kota Yogyakarta. b. Mengarahkan pengembangan mixed use tanpa merubah peruntukan lahan. c. Mereduksi lahan-lahan dengan pemanfaatan yang tidak optimal dengan pemberlakuan insentif dan disinsentif. d. Mengendalikan pembangunan pada kawasan-kawasan yang dilarang (negative list) seperti pada kawasan pelestarian warisan budaya dan cagar budaya. e. Menata pola-pola peruntukan dengan model space sharing. f. Mengendalikan peruntukan lahan bagi pemanfaatan sektor informal. III - 1 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Struktur jalan yang diterapkan adalah Jalan Malioboro dan Jalan A.Yani sebagai jalur utama pergerakan dan penghubung antar simpul-simpul aktivitas pelayanan perkotaan yang menjadi pemicu kegiatan-kegiatan ekonomi serta fungsi pelayanan jasa lainnya bagi penduduk setempat maupun dari luar kawasan Malioboro. Pembagian struktur peruntukan lahan dibagi menjadi 2 sesuai dengan peruntukannya yaitu Segmen Koridor Jalan dan Sub Kawasan; meliputi : A. Struktur Peruntukan Lahan Segmen Koridor Jalan (KJ) Koridor Jalan 01 [KJ.01] Koridor Jalan Malioboro - Jalan A.Yani untuk fungsi komersial perdagangan jasa, kompleks perkantoran dan fungsi lindung cagar budaya. Koridor Jalan 02 [KJ.02] Koridor Jalan Sosrowijayan untuk fungsi perdagangan jasa. Koridor Jalan 03 [KJ.03] Koridor Jalan Dagen untuk fungsi komersial perdagangan jasa. Koridor Jalan 04 [KJ.04] Koridor Jalan Pajeksan untuk fungsi komersial perdagangan jasa. Koridor Jalan 05 [KJ.05] Koridor Jalan Reksobayan untuk fungsi komersial mix useperdagangan jasa dan fungsi perkantoran. Koridor Jalan 06 [KJ.06] Koridor Jalan Perwakilan untuk fungsi perdagangan jasa. Koridor Jalan 07 [KJ.07] Koridor Jalan Suryatmajan untuk fungsi komersial perdagangan jasa dan kompleks perkantoran. Koridor Jalan 08 [KJ.08] Koridor Jalan Pabringan untuk fungsi komersial perdagangan jasa dan fungsi cagar budaya. B. Struktur Peruntukan Lahan Sub Kawasan Malioboro (KW) Sub Kawasan 1 [KW.01] merupakan Kampung Sosrowijayan dengan peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang. Sub Kawasan 2 [KW.02] merupakan Kampung Sosromenduran dan Sosrodipuran dengan peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang. Sub Kawasan 3 [KW.03] merupakan Kampung Jogonegaran dan Pajeksan dengan peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang. Sub Kawasan 4 [KW.04] merupakan Kampung Ngupasan dengan peruntukan lahan sebagai Komersial Perdagangan dan Jasa yang diarahkan dengan fungsi mix-use. Sub Kawasan 5 [KW.05] merupakan Kampung Suryatmajan dengan peruntukan lahan sebagai Perumahan Kepadatan Sedang. Sub Kawasan 6 [KW.06] merupakan Kampung Ketandan dengan peruntukan lahan sebagai Komersial Perdagangan Jasa. III - 2 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Mekanisme perizinan untuk bangunan dengan fungsi yang berbeda dengan rencana pemanfaatan di tata ruang di atas adalah sebagai berikut : Pemohon membuat surat kepada Ketua BKPRD untuk meminta persetujuan apabila rencana pembangunan tidak sesuai dengan pola rencana pemanfaatan tata ruang. Surat disampaikan kepada sekretariat BKPRD di Bappeda untuk dibahas. Usulan diatas dirumuskan dalam Berita Acara rapat di BKPRD. C. Pedagang Kaki Lima Selain dibentuk oleh jaringan jalan dan struktur peruntukan lahan yang bersifat formal, pola tata ruang Kawasan Malioboro juga dibetuk dari sektor informal. Dilihat dari pemanfaatan fungsi lahan, maka panduan rancang struktur peruntukan lahan pada koridor utama juga memperhatikan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mengacu pada Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2010 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima Kawasan Khusus Malioboro – Ahmad Yani. Sesuai Perwal tersebut Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Malioboro diatur dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Trotoar sisi barat jalan Malioboro dan jalan A. Yani (persimpangan jalan Malioboro dan jalan Pasar Kembang sampai dengan simpang tiga jalan Reksobayan); 2) Trotoar sisi timur jalan Malioboro dan jalan A. Yani (depan Hotel Garuda sampai depan Pasar Sore Malioboro) kecuali paving sisi timur yang termasuk dalam kawasan Pasar Beringharjo; 3) Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan; 4) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dapat menempatkan PKL pada trotoar di persimpangan jalan, depan Kantor Eks Kanwil Pekerjaan Umum Propinsi DIY, depan Gedung DPRD Propinsi DIY, depan Kompleks Kepatihan, depan Gedung Perpustakaan Nasional Propinsi DIY dan depan Gereja GPIB Yogyakarta dengan tetap memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, keamanan dan kenyamanan. 5) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani, dilarang untuk ditambah jumlahnya. 6) Sirip Jalan Malioboro – A. Yani adalah trotoar jalan Pajeksan sisi utara dan selatan, jalan Suryatmajan sisi selatan dan jalan Reksobayan sisi utara (selatan GPIB Yogyakarta). III - 3 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 7) Titik lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan Suryatmajan, Jalan Pajeksan dan Jalan Reksobayan ditetapkan dengan Keputusan Camat sesuai dengan wilayah kerjanya. 8) Pedagang Kaki Lima (PKL) di sirip jalan Malioboro – A. Yani yaitu Jalan Suryatmajan, Jalan Pajeksan dan jalan Reksobayan dilarang untuk ditambah jumlahnya. 9) Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib memiliki Surat Izin Penggunaan Lokasi Pedagang Kaki Lima yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Kartu Identitas Pedagang Kaki Lima yang diterbitkan oleh Camat setempat. 10) PKL yang boleh menggunakan tenda dan peralatannya adalah yang berada di luar pertokoan, dengan ketentuan : konstruksinya bongkar pasang bahan kerangka diutamakan dari besi atap tenda dari bahan terpal atau sejenisnya rapi dan bersih 11) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan di Jalan Pasar Kembang, Jalan Abubakar Ali (utara Hotel Garuda), Jalan Sosrowijayan, Jalan Perwakilan, Jalan Dagen, Jalan Beskalan dan Jalan Ketandan. 12) PKL Kawasan Khusus Malioboro – A. Yani dilarang berjualan pada badan jalan, jalur lambat, dan di tempat parkir dan dilarang menempatkan peralatan/kotak-kotak selain yang dipergunakan untuk berjualan di sekitar lokasi berjualan, pada badan jalan/jalur lambat, trotoar, devider, taman, lampu taman, dan kursi taman. Untuk mewujudkan Kawasan Malioboro sebagai area semi pedestrian yang humanis dan mendukung kenyamanan pejalan kaki, sebaiknya area di depan kantor-kantor pemerintahan bersih dari PKL karena Walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang mencabut izin penggunaan lokasi PKL bila digunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas. III - 4 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.1. Struktur Peruntukan Lahan (formal) pada Koridor dan Sub Kawasan di Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 5 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.2. Ilustrasi bangunan pemerintahan (Kompleks Kepatihan) apabila tidak tertutup PKL Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.3. Ilustrasi kompleks Gedung Agung dan Benteng Vredeburg tidak tertutup PKL Sumber : Olahan studio, 2013 Panduan rancangan area PKL di koridor utama Malioboro : PKL sebaiknya tidak berada di depan gedung pemerintahan seperti kompleks DPR, Kompleks Kepatihan, Gedung agung dan Benteng Vredeburg. Lapak PKL makanan menggunakan modul yang sama dan menggunakan ornamen dengan bentuk seperti ornamen lampu khas Malioboro pada rangka besi knock-down. Warna tenda PKL menggunakan warna hijau-kuning selaras dengan lampu Malioboro III - 6 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.4. Ilustrasi PKL di koridor utama Jl. Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 Saluran utilitas terpadu (listrik, kabel optik, telkom, dll) drainase riol kota Saluran Limbah PKL & disalurkan ke pengolahan limbah komunal Gambar 3.5. Saluran Air Bersih PKL Ilustrasi pembatasan secara tegas kapling PKL pada zona pejalan kaki koridor utama Jl.Malioboro dengan perbedaan motif pavingblok Sumber : Olahan studio, 2013 Limbah PKL, khususnya limbah dari PKL makanan baik lesehan maupun gerobak (bakso) ditampung dalam bak limbah sementara yang diambil secara periodik atau dilengkapi dengan bak pengolahan limbah komunal PKL sehingga bisa dialirkan ke riol kota. III - 7 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Selain panduan rancangan area yang diizinkan untuk PKL diuraikan juga panduan rancangan bentuk yang dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : 1) Lapak Tenda dan Gerobak Beroda untuk PKL makanan baik lesehan maupun gerobak bakso. Menggunakan modul ukuran 5.4 meter (18 tegel) x 3.6 meter (12 tegel). Rangka tenda merupakan rangka besi galvanis dengan sistem ‘knock down’ untuk menciptakan area PKL dengan pola semi permanen. Menggunakan ornamen serapan dari Eropa berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro pada rangka. Tenda menggunakan warna hijau kombinasi kuning yang serasi dengan lampu jalan. Apabila menggunakan gerobak, bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu dan dilengkapi roda. Ornamen pada gerobak bagian bawah menggunakan ornamen serapan dari Eropa berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro. Gambar 3.6. Modul PKL tenda dan gerobak di koridor utama Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 8 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 2) Lapak Gerobak beroda untuk PKL yang menjual batik dan aksesories. Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 120 cm Gerobak dilengkapi roda, meja lipat dan gantungan yang terpasang dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari gerobak. Meja lipat digunakan sebagi tempat untuk meletakkan barang dagangan, sedangkan gantungan untuk display saja. Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau cat warna coklat Ornamen pada gerobak menggunakan ornamen serapan dari Eropa berbentuk organis seperti lampu khas Malioboro dengan warna hijau-kuning. Gambar 3.7. Modul gerobak PKL untuk batik & aksesories di koridor utama Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 3) Lapak Meja untuk PKL yang menjual aksesories di siang hari dan dapat diubah bentuk untuk digunakan PKL yang menjual makanan lesehan di malam hari. Menggunakan modul ukuran 70 cm x 150 cm tinggi 40 cm dan 45 cm Lapak PKL ini dibuat dengan sistem kock down dan time sharing. Pada siang hari box atau meja dapat digunakan sebagai tempat untuk meletakkan barang dagangan sekaligus untuk display, sedangkan pada malam hari box dapat difungsikan sebagai meja makan bagi pedagang kaki lima lesehan. Bahan pelapis luar gerobak menggunakan ekspose material kayu atau dilapis dengan cat warna coklat. III - 9 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.8. Modul PKL model ‘time sharing’ di koridor utama Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 3. 2. Intensitas Pemanfaatan Lahan Berdasarkan arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029, maka ditentukan bahwa intensitas pemanfaatan lahan pada Kawasan Malioboro diarahkan menjadi intensitas agak tinggi. Namun di dalam RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 tersebut tidak menyebutkan angka secara detil dan jelas maka intensitas penggunaan lahan mengacu Perwal 25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang. Tabel 3.1. Klasifikasi Koefisien Dasar Bangunan (KDB) NO KLASIFIKASI KDB Peruntukan Lahan Terbangun 1. TInggi 60 – 100 % 2. Sedang 30% - 60% 3. Rendah < 30% Sumber : PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Bangunan Gedung (lampiran penjelasan pasal 20) Tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan intensitas pemanfaatan lahan adalah menjaga keberadaan fungsi Kawasan Malioboro sesuai arahan RTRW Kota Yogyakarta 2010-2029 sebagai kawasan lindung pelestarian budaya dan mengendalikan perkembangan fungsi komersial perdagangan dan jasa tanpa merubah arahan intensitas pemanfaatan lahan yang sudah ditetapkan di Perwal 25 Tahun 2013. III - 10 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro A. KDB (Koefisien Dasar Bangunan) Koefisien dasar bangunan merupakan angka perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas tapak/persil. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam koefisien dasar bangunan ini adalah jenis penggunaan bangunan, tingkat kepadatan penduduk serta kondisi fisik dan ekologi lingkungan. Koefisien dasar bangunan ini dimaksudkan bagi penyediaan lahan terbuka yang cukup agar tidak keseluruhan lahan diisi dengan bangunan fisik dan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan binaan. Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan sebagai berikut: 1) Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai batas dinding terluar; 2) Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 %; 3) Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan; 4) Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya tersebut dianggap sebagai luas lantai denah; 5) Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai; 6) Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya diperhitungkan 50 % terhadap KLB; 7) Ram & tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas lantai dasar; 8) Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan = yang di belakang GSJ; 9) Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat teknis dari ahli terkait; 10) Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke lantai berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan dianggap sebagai dua lantai; 11) Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock) perhitungan KDB dan KLB adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total keseluruhan luas lantai bangunan dalam kawasan tersebut terhadap total keseluruhan luas kawasan; 12) Mezanin luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai penuh. III - 11 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Tabel 3.2. BLOK Penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) ZONA Luasan Tanah / Persil 40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m² Komersial 90% 90% 80% 80% 80% Perkantoran 90% 90% 80% 80% 80% Cagar Budaya 80% 80% 80% 80% 80% KJ. 02 Komersial 90% 90% 80% 80% 80% KJ. 03 Komersial 90% 90% 80% 80% 80% KJ. 04 Komersial 90% 90% 80% 80% 80% KJ. 05 Komersial 90% 90% 80% 80% 80% KJ. 06 Komersial 90% 90% 80% 80% 80% Perkantoran 90% 90% 80% 80% 80% Komersial 90% 90% 80% 80% 80% Perkantoran 90% 90% 80% 80% 80% KW. 01 Perumahan Kepadatan Sedang 80% 80% 80% 80% 80% KW. 02 Perumahan Kepadatan Sedang 80% 80% 80% 80% 80% KW. 03 Perumahan Kepadatan Sedang 80% 80% 80% 80% 80% KW. 04 Komersial (mix-use) 90% 90% 80% 80% 80% KW. 05 Perumahan Kepadatan Sedang 80% 80% 80% 80% 80% KW. 06 Komersial (mix use) 90% 90% 80% 80% 80% KJ. 01 KJ. 07 Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013 Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya. III - 12 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro B. KLB (Koefisien Lantai Bangunan) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dengan luas lahan atau kavling sebagai rencana arahan ketinggian bangunan. Pengaturan ketinggian bangunan bertujuan untuk membentuk skyline kawasan perencanaan serta penciptaan image kawasan yang khas. KLB ini juga dipengaruhi daya dukung kawasan. Tabel 3.3. Penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal Luasan Tanah / Persil BLOK ZONA 40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m² Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 Perkantoran 3.6 3.6 4 4 4.8 Cagar Budaya 2.4 2.4 2.4 2.4 2.4 KJ. 02 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 KJ. 03 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 KJ. 04 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 KJ. 05 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 KJ. 06 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 Perkantoran 3.6 3.6 4 4 4.8 Komersial 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 Perkantoran 3.6 3.6 4 4 4.8 Perumahan 2.4 2.4 2.4 3.2 3.2 2.4 2.4 2.4 3.2 3.2 2.4 2.4 2.4 3.2 3.2 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 2.4 2.4 2.4 3.2 3.2 4.5 4.5 4.8 4.8 6.4 KJ. 01 KJ. 07 KW. 01 Kepadatan sedang KW. 02 Perumahan Kepadatan sedang KW. 03 Perumahan Kepadatan sedang KW. 04 Komersial (mix-use) KW. 05 Perumahan Kepadatan sedang KW. 06 Komersial (mix-use) Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013 Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) harus mendapatkan izin dari Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari instansi yang berwenang di bidang kebudayaan dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya. III - 13 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro C. Koefisien Dasar Hijau (KDH) Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Tabel 3.4. Penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Maksimal Luasan Tanah / Persil BLOK ZONA 40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m² Komersial 5 5 10 10 10 Perkantoran 5 5 10 10 10 Cagar Budaya 10 10 10 10 10 KJ. 02 Komersial 5 5 10 10 10 KJ. 03 Komersial 5 5 10 10 10 KJ. 04 Komersial 5 5 10 10 10 KJ. 05 Komersial 5 5 10 10 10 KJ. 06 Komersial 5 5 10 10 10 Perkantoran 5 5 10 10 10 Komersial 5 5 10 10 10 Perkantoran 5 5 10 10 10 Perumahan 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 KJ. 01 KJ. 07 KW. 01 Kepadatan Sedang KW. 02 Perumahan Kepadatan Sedang KW. 03 Perumahan Kepadatan Sedang KW. 04 Komersial 5 5 10 10 10 KW. 05 Perumahan 10 10 10 10 10 5 5 10 10 10 Kepadatan Sedang KW. 06 Komersial Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013 Berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya maka setiap orang yang akan melakukan pendirian bangunan baru pada sumbu filosofis termasuk penentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang di bidang perizinan Kota Yogyakarta yaitu Dinas Perizinan setelah mendapatkan rekomendasi dari Instansi yang berwenang di bidang kebudayaan Pemerintah Daerah dan tim perizinan khusus Bangunan Cagar Budaya. III - 14 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro D. Tinggi Bangunan Tinggi Bangunan ( TB ) adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah atau lantai dasar. Khusus untuk sepanjang jalan dari tugu sampai dengan perempatan depan kantor pos pusat (di dalam Kawasan Malioboro), selain bangunan cagar budaya (BCB), ketinggian bangunan di kiri dan kanan jalan tersebut maksimal 18 (delapan belas) meter sampai kedalaman 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar ruang milik jalan (rumija) dan memenuhi ketentuan untuk membentuk sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari as jalan. Sedangkan untuk sebelah dalam/belakangnya lebih dari 60 (enam puluh) meter dari garis batas luar RUMIJA diperbolehkan untuk dibangun lebih tinggi lagi dari ketentuan ketinggian bangunan pada lahan di depannya, dengan membentuk sudut pandang 45º (empat puluh lima derajat) dari titik ketinggian yang diperkenankan; dan apabila dikehendaki lain (sudut pandang lebih dari 45º) harus ada persetujuan dari Walikota Yogyakarta dengan tinggi bangunan maksimum 32 (tiga puluh dua) meter. Gambar 3.9. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor utama Jl.Malioboro – Jl. Ahmad Yani Sumber : Olahan studio, 2013 III - 15 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Ketentuan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup kecuali bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga; mengacu pada Ketentuan Tinggi Bangunan dan diberlakukan ketentuan pandangan bebas (sky line) dengan sudut 45º (empat puluh lima derajat) dari RUMIJA di seberangnya. Gambar 3.10. Aturan Tinggi Bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 Bangunan atau kompleks bangunan yang berada pada radius 60 (enam puluh) meter dari Inti Lindung dan pada Kawasan Lindung Penyangga harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan karakter serta keharmonisan yang sejalan dengan tujuan perlindungan kawasan inti atau citra kota. Di dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial, sehingga bangunan-bangunan baru tidak menenggelamkan bangunan Inti Lindung Budaya atau Bangunan Cagar Budaya. III - 16 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.11. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.12. Aturan Tinggi Bangunan radius 60 meter dari Inti Lindung pada koridor jalan Sumber : Olahan studio, 2013 III - 17 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Tabel 3.5. Penentuan Tinggi Bangunan (TB) Luasan Tanah / Persil BLOK ZONA 40-100 m² 101-200 m² 201-400 m² 401-1000m² >1000 m² Komersial 20 20 24 28 32 Perkantoran 16 16 20 20 24 Cagar Budaya 12 12 12 12 12 KJ. 02 Komersial 20 20 24 28 32 KJ. 03 Komersial 20 20 24 28 32 KJ. 04 Komersial 20 20 24 28 32 KJ. 05 Komersial 20 20 24 28 32 KJ. 06 Komersial 20 20 24 28 32 Perkantoran 16 16 20 20 24 Komersial 20 20 24 28 32 Perkantoran 16 16 20 20 24 KW. 01 Perumahan Kepadatan Sedang 12 12 12 16 16 KW. 02 Perumahan Kepadatan Sedang 12 12 12 16 16 KW. 03 Perumahan Kepadatan Sedang 12 12 12 16 16 KW. 04 Komersial (mix-use) 20 20 24 28 32 KW. 05 Perumahan Kepadatan Sedang 12 12 12 16 16 KW. 06 Komersial 20 20 24 28 32 KJ. 01 KJ. 07 Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013 E. GSB (Garis Sempadan Bangunan) Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi pengguna jalan dan lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain adalah untuk pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari, sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya kebakaran. III - 18 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Penetapan Garis Sempadan Bangunan dengan jalan ditetapkan setelah mempertimbangkan aspek : 1. Keamanan meliputi keamanan bagi konstruksi badan jalan dan keamanan bagi pengemudi serta pengguna bangunan yang tinggal di tepi jalan. Konstruksi jalan seperti perkerasan jalan, saluran drainase, talud jalan, marka jalan wajib diamankan agar tidak rusak oleh aktifitas pembangunan dan penggunaan gedung. Keamanan bagi pengemudi dan pengguna bangunan harus diperhatikan terutama yang berkaitan dengan pandangan bebas pengemudi di tikungan – tikungan jalan. Penyediaan lahan parkir diwajibkan bagi bangunan yang melakukan pelayanan publik seperti pertokoan, perkantoran, fasilitas pendidikan, pergudangan dll. Agar tidak memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir yang akan mengganggu fungsi jalan dan keamanan pengendara. Penetapan garis sempadan 0 m dari tepi jalan bisa dipertimbangkan bila pemilik bangunan dapat menyediakan lahan parkir di basement. 2. Kesehatan perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan besarnya garis sempadan bangunan terhadap jalan mengingat bangunan yang terlalu dekat ke tepi jalan cenderung akan tercemari oleh emisi gas buang (CO). Standard pencemaran yang akan mengganggu kesehatan ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 3. Kenyamanan terutama berkaitan dengan tingkat kebisingan, getaran yang diakibatkan oleh lalu lalangnya kendaraan. Penetapan garis sempadan yang terlalu dekat dengan tepi jalan akan dirasakan kurang nyaman bagi penghuni bangunan yang merasakan tingkat kebisingan yang tinggi serta getaran yang besar. 4. Kemudahan berkaitan dengan kemudahan akses jalan masuk ke bangunan. Jarak bangunan yang terlalu jauh dari tepi jalan cenderung menyulitkan akses dan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya. 5. Keseimbangan dan keserasian berkaitan dengan rasa keindahan. Keseimbangan meliputi keseimbangan tinggi bangunan dengan luas halaman bangunan. Semakin tinggi suatu bangunan dibutuhkan luas halaman yang semakin besar. Keseimbangan juga menyangkut keseimbangan besarnya sempadan bangunan di sebelah kiri dan kanan jalan. Untuk itu besarnya sempadan bangunan di sebelah kiri dan kanan jalan diusahakan dibuat sama. III - 19 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Keserasian dengan lingkungan bisa diartikan bahwa bangunan tersebut harus serasi dengan lingkungan sekitarnya yaitu dengan bangunan-bangunan yang sudah ada. Di dalam hal ini sejalan dengan sejarah perkembangan Malioboro, bangunan-bangunan mempunyai karakter bangunan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial. 6. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berimpit dengan batas terluar Ruang Milik Jalan (Rumija). Tabel 3.6. Penentuan Garis Sempadan Bangunan (GSB) Kedudukan Koridor Kawasan Penetapan Kelas Jalan Lebar Rumija Sempadan Bangunan Koridor utama Kolektor sekunder 22 m 4m Koridor ventilasi Lokal primer 8m 4m Koridor ventilasi Lokal primer 6m 4m Koridor ventilasi Lokal primer 13 m 4m Koridor ventilasi Lokal primer 8m 3m Koridor ventilasi Lokal primer 8m 4m Koridor ventilasi Lokal primer 12 m 4m Jln. Reksobayan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 8m 4m Jln. Sosrokusuman Koridor pelingkup Kolektor sekunder 6m 3m Jln. Ketandan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 8m 4m Jln. Pabringan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 8m 4m Jln. Abubakar Ali Koridor pelingkup Kolektor sekunder 14 m 4m Jln. Mataram Koridor pelingkup Kolektor sekunder 12 m 4m Jln. Suryotmo Koridor pelingkup Kolektor sekunder 16 m 4m Jln. Senopati Koridor pelingkup Kolektor sekunder 18 m 4m Jln. Ahmad Dahlan Koridor pelingkup Kolektor sekunder 12 m 4m Jln. Bayangkara Koridor pelingkup Kolektor sekunder 13 m 4m Jln. Gandekan Lor Koridor pelingkup Kolektor sekunder 13 m 4m Jln. Pasar Kembang Koridor pelingkup Kolektor sekunder 14 m 4m BLOK KJ. 01 Jl.Malioboro – Jl. A.Yani KJ. 02 Jl. Sosrowijayan KJ. 03 Jl.Dagen KJ. 04 Jl. Pajeksan KJ. 05 Jl. Beskalan KJ. 06 Jl. Perwakilan KJ. 07 Jl. Suryatmajan Sumber : diolah dari Peraturan Walikota no.25 Tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, 2013 III - 20 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Untuk jalan-jalan yang belum diatur, menggunakan ketentuan GSB : a) Untuk lebar jalan < 6 m, GSBnya 3m. b) Untuk lebar jalan < 4m, GSBnya 2m. c) Untuk lebar jalan < 2m, GSBnya kondisi titik ikat. 3. 3. Tata Bangunan A. Orientasi bangunan; Orientasi bangunan merupakan arah tampak bukaan bangunan (muka bangunan) yang ditujukan pada sudut pandang tertentu (view) secara optimal. Di Kawasan Malioboro, orientasi bangunan dihadapkan ke arah jalan. Selain pertimbangan view yang optimal, orientasi bangunan juga harus merespon kondisi iklim lingkungan setempat. Hal ini ditujukan untuk mengatur penggunaan energi di dalam bangunan secara optimal. Gambar 3.13. Orientasi bangunan terhadap jalan dan persimpangan Sumber : Olahan studio, 2013 B. Wajah Depan Bangunan o Panduan rancangan Arsitektur bangunan pada sisi kiri kanan sumbu filosofi antara kraton sampai tugu termasuk KCB Malioboro memakai Pola Arsitektur Lestari Asli dengan gaya arsitektur Indis dan Cina. o Tampilan fasade dengan repetisi kolom untuk lantai 1 dan repetisi kusen dan repetisi bukaan untuk lantai 2. o Arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga, paling sedikit menggunakan pola arsitektur selaras sosok; III - 21 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Pola arsitektur Lestari Asli mempunyai arahan : - Bentuk bangunan dan konstruksi sesuai dengan tipe-tipe bentuk dan konstruksi Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Material yang dipakai sama seperti material yang digunakan pada Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB-nya; dan - Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya. Pola arsitektur Selaras Sosok mempunyai arahan : - Bentuk bangunan sesuai dengan tipe – tipe bentuk Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya, sedangkan konstruksi yang tidak tampak dari luar dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi; - Ragam hias sesuai dengan tipe – tipe ragam hias Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Material yang dipakai dapat menggunakan material baru hasil perkembangan teknologi namun secara visual harus masih memperlihatkan kemiripan dengan material yang dipakai Bangunan Cagar Budaya di KCB-nya; - Vegetasi disesuaikan dengan vegetasi asli di KCB tersebut; - Perabot ruang luar didesain selaras dengan tipe-tipe ragam hias di KCB-nya dan tidak menghalangi pandangan ke Bangunan Cagar Budaya. Panduan Arsitektur Indis di Kawasan Malioboro Gaya Arsitektur Indis adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang telah diadaptasi menyesuaikan kondisi budaya dan iklim tropis/Indonesia. o Panduan rancangan Arsitektur Indis secara umum : 1. Atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut : - Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masingmasing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat. - Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi (bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama. III - 22 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro - Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol kayu/besi, atau atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja diatasnya. 2. Penutup atap bangunan arsitektur Indis dikenai ketentuan sebagai berikut : - Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong atau kodhok dengan warna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari genteng tanah liat/gerabah. Tidak menggunakan penutup atap dari genteng beton, asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya. - Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila berbentuk pergola dapat menggunakan bahan transparan. - Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan, disyaratkan berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap, bertekstur, tidak mengkilap. - Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan. 3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut : - Lisplang menggunakan papan kayu atau beton dengan lebar sekitar 20 cm. - Lisplang dimungkinkan lebih lebar dari 20 cm karena tuntutan proporsi/ perbandingan ukuran lebar dan tinggi atap yang besar. - Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak. - Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/ takikan) pada tepian dinding, dan/atau kaca patri/kaca timah - Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela. - Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional. - Beranda terbuka 4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut : - Pintu berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca. III - 23 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro - Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun jendela krepyak kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak,dan/atau kaca. - Daun dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan aluminium / logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Indis. - Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai dan ornamen besi/kayu. - Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan. Gambar 3.14. Arahan Arsitektur Indis secara umum Sumber : Olahan studio, 2013 o Ciri Arsitektur Indis di Koridor Utama mempunyai ciri “arsitektur topeng” yaitu menutup atap pelana dengan bidang wajah depan yang mempunyai ciri simetris dengan poros pada titik tertinggi, dan mempunyai permainan bidang lurus maupun bidang lengkung dan atau kombinasi keduanya. Atap pelana Gambar 3.15. Dinding atas Dinding atas sebagai fasad depan Arahan bentuk atap dengan fasad depan sebagai “arsitektur topeng” Sumber : Olahan studio, 2013 III - 24 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro o Untuk renovasi fasad mengikuti langgam Arsitektur Indis yang berada di Koridor Utama Malioboro, yaitu arsitektur Indis langgam Baroque yang mempunyai ciri : simetris dengan as/poros pada titik tertinggi, ornamentik, monumental dan mempunyai dinding wajah atas sebagai bidang penutup atap (topeng). Gambar 3.16. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang kecil (> 10 meter) Sumber : Olahan studio, 2013 o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar (lebih dari 10 meter) dilakukan dengan membagi bidang depan/wajah bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada langgam Arsitektur Indis yang simetris dan memuncak. Gambar 3.17. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Indis pada persil bidang lebar (<10 meter) Sumber : Olahan studio, 2013 III - 25 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi). Panduan Arsitektur Cina di Kawasan Malioboro o Panduan rancangan Arsitektur Cina Secara Umum : 1. Atap bangunan arsitektur Cina dikenai ketentuan sebagai berikut : - Atap bangunan utama berbentuk pelana dengan gunung-gunung (gable) di sisi kanan-kirinya. Bubungan atap pelana sejajar dengan jalan di depan bangunan. - Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan bangunan utama. Apabila berbentuk datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi (bukan beton) dan tidak menempel/menyatu pada bangunan utama. - Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol, atau atap miring menggunakan konsol kayu / besi. 2. Penutup atap dikenai ketentuan sebagai berikut : - Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe vlaam, plenthong, atau kodhok berwarna asli (tidak dicat / tidak diglasur) dengan bahan dari genteng tanah liat / gerabah. Tidak menggunakan penutup atap genteng beton, asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya. - Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila berbentuk pergola maka menggunakan bahan transparan. - Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan disyaratkan berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap, bertekstur, tidak mengkilap. - Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan. 3. Balkon, Lisplang dan Ornamen dikenai ketentuan sebagai berikut : - Letak balkon pada lantai 2 (dua) tidak menjorok ke daerah milik jalan. Batas depan balkon pada lantai 2 (dua) diperbolehkan tepat di atas dinding depan bangunan lantai 1 (satu). Batas depan balkon pada lantai 3 (tiga) mengikuti aturan ketinggian atau skyline yang berlaku. III - 26 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro - Pagar balkon / balustrade tidak menggunakan material yang masif / tertutup secara visual. - Ornamen pada pagar balkon/balustrade menggunakan corak hiasan stilisasi gaya arsitektur Cina. - Ornamen pada gunung-gunung dan bubungan berupa profil atau roster gerabah. - Jenis lisplang polos atau berornamen - Konsol pada tritisan dapat menggunakan bahan dari kayu / beton / besi yang berornamen gaya arsitektur Cina. 4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut : - Pintu depan pada lantai satu yang difungsikan sebagai ruang usaha, dapat menggunakan bukaan yang lebar, berupa pintu dorong atau pintu lipat. - Bukaan pada dinding lantai dua bangunan yang berbalkon, berupa jendela panel kayu atau kombinasi jendela dan pintu panel kayu. - Penggunaan bahan yang berpenampilan aluminium / logam hanya diperbolehkan untuk daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela pada ruang usaha di lantai 1 (satu), dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Cina. - Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, ornamen besi/kayu. - Apabila menggunakan Air Conditioning maka ventilasi yang berupa ornamen besi/kayu tersebut ditutup dengan bahan transparan. o untuk renovasi fasad mengikuti kaidah Arsitektur Cina pada bangunan yang berada di Koridor Utama Malioboro dengan ciri seperti tersebut di atas. Gambar 3.18. Arahan wajah depan untuk Arsitektur Cina pada persil bidang kecil dan lebar Sumber : Olahan studio, 2013 III - 27 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro o Untuk renovasi fasad pada bidang lebar dilakukan dengan membagi bidang depan/wajah bangunan menjadi bagian-bagian wajah dan tetap mengacu pada langgam Arsitektur Cina dengan ciri seperti tersebut di atas. o Warna wajah depan bangunan di koridor utama Malioboro mengikuti tema yang ditentukan pada Tata Kualitas Lingkungan dengan tetap memperhatikan : keserasian dan bisa menggunakan warna trade mark perusahaan (korporasi). o Papan nama diselaraskan dan diatur sedemikian rupa sehingga tidak menutupi fasad bangunan, yaitu berada di antara kaki dan badan bangunan. C. Penyempurnaan Wajah Depan o Menggunakan tenda kanopi untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk kanopi yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade. o Peletakkan tenda kanopi di bawah papan nama dengan arahan kaya warna namun tetap memperhatikan keserasian arsitektur bangunan dan tema koridor. Tenda seperempat (1/4) bola Tenda lurus memanjang Tenda lengkung memanjang Gambar 3.19. Panduan rancang penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi Sumber : Olahan studio, 2013 o Menggunakan pergola untuk penyelesaian arcade dengan arahan bentuk rangka pergola yang menyesuaikan bentuk bangunan dan deretan kolom pada arcade. o Peletakkan pergola di bawah papan nama. o Menambahkan elamen lampu pada dinding wajah depan menggunakan lampu spotlight atau lampu dengan armatur. o Saat ini telah dipasang lampu spotlight untuk menyorot bagian fasad bangunan khususnya pada Bangunan Cagar Budaya III - 28 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro tenda kanopi lengkung tenda kanopi lurus panjang tenda kanopi lengkung panjang Gambar 3.20. Ilustrasi penyempurnaan wajah depan menggunakan tenda kanopi, papan nama dan lampu dinding dengan armatur Sumber : Olahan studio, 2013 D. Papan Naman dan Reklame o Prinsip pemasangan papan nama iklan/reklame yang menempel pada bangunan dibuat sedemikian rupa sehingga ukurannya tidak boleh menutupi fasad bangunan. o Papan nama, reklame/iklan atau sponsor dipasang pada bagian antara kaki dan badan wajah depan bangunan. Gambar 3.21. Ilustrasi penataan reklame, papan nama dan penyempurnaan arcade seperti tenda dan pergola tidak menutup fasad bangunan Sumber : Olahan studio, 2013 III - 29 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.22. Ilustrasi penataan reklame dan papan nama tidak menutup wajah depan bangunan Sumber : Olahan studio, 2013 o Pemasangan nama toko tidak hanya pada wajah depan bangunan tetapi juga berorientasi untuk kenyamanan pejalan kaki, sehingga papan nama dipasang menggantung pada arcade untuk kemudahan saat membaca. Gambar 3.23. Ilustrasi penataan papan nama berorientasi pada kenyamanan pejalan kaki Sumber : Olahan studio, 2013 o Khusus untuk Kawasan Malioboro penempatan reklame dan signage diatur dalam Zona Khusus sesuai arahan pada Raperda tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklame. III - 30 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Zona khusus adalah zona yang bebas dari penyelenggaraan reklame kecuali untuk jenis reklame dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Reklame papan nama usaha/profesi yang melekat di bangunan dengan ketentuan : muka depan bangunan dengan jenis reklame papan/billboard ukuran tinggi bidang reklame 1,5 meter (satu koma lima meter) dan panjang bidang reklame menyesuaikan bangunan untuk masing – masing lantai; muka samping kanan dan/atau kiri bangunan dengan ukuran tinggi bidang reklame 2,5 m (dua koma lima meter) dan panjang bidang reklame menyesuaikan bangunan untuk masing – masing lantai; reklame jenis cahaya ukuran dan bentuk disesuaikan dengan fasad bangunan. reklame jenis videotron/megatron menempel di fasad bangunan selain Bangunan Cagar Budaya dengan ukuran paling besar 10% (sepuluh per seratus) dari keluasan fasad bangunan dengan ukuran tinggi bidang reklame maksimal 1,5 meter. 2. Dalam rangka pelayanan informasi publik dan reklame produk ditentukan titik reklame yang disediakan oleh pemerintah/kerjasama dengan pihak lain. 3. Bangunan cagar budaya (BCB) dilarang digunakan sebagai media reklame, kecuali : reklame usaha/profesi dengan ketentuan paling besar 10% (sepuluh persen) dari luas fasad dan ketinggian paling tinggi 1,5 m (satu koma lima meter); dan/atau reklame cahaya. o Sedangkan billboard atau baliho hanya berada di koridor pelingkup kawasan Malioboro dipasang pada tiang yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak boleh menghalangi pandangan pada poros sumbu filosofis. Billboard atau baliho yang bertiang tersebut wajib menggunakan ornamen bentuk serapan Eropa, seperti lampu khas Malioboro. Pemasangan iklan degan tambahan ornamen pada konstruksinya. Detil ornamen dengan mempertimbangkan preseden detil ornamen lampu khas Malioboro. TIDAK BOLEH MELINTANG PADA KORIDOR UTAMA SUMBU FILOSOFIS Gambar 3.24. Ilustrasi peletakan elemen iklan baliho pada marka jalan di Jl. Abubakar Ali Sumber : Olahan studio, 2013 III - 31 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro E. Wajah Bangunan pada Koridor Ventilasi o Koridor ventilasi dan perumahan (kampong-kampong) di belakang koridor utama merupakan zona penyangga KCB Malioboro. Di dalam SK Kepala Dinas Kebudayaan DIY disebutkan bahwa zona penyangga KCB Malioboro menggunakan Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial. o Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial diarahkan untuk tata bangunan Koridor ventilasi dan perumahan karena bentuk dan fasad sangat mempengaruhi wajah koridor ventilasi dan karakter sub-sub kawasan (kampong-kampong) di dalam Kawasan Malioboro; kecuali wajah bangunan pada koridor-koridor ventilasi Kampung Ketandan dan Kampung Ngupasan karena kedua kampung ini diarahkan sebagai kampung Pecinan. o Koridor ventilasi diarahkan untuk bangunan vertikal sebagai bentuk efisiensi lahan dengan tetap mengacu pada aturan intensitas lahan dan menggunakan bentuk Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial pada bangunan atau bagian dari bangunan tersebut. Gambar 3.25. Arahan bangunan pada koridor ventilasi Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Indis pada koridor ventilasi mengacu pada panduan rancang wajah bangunan secara umum maupun wajah pada koridor utama. o Panduan rancangan untuk gaya Arsitektur Cina pada koridor ventilasi mengacu pada panduan rancang wajah bangunan Arsitektur Cina yang telah diuraikan di atas. o Panduan rancangan untuk arsitektur bangunan baru yang berada pada zona penyangga yang meliputi koridor ventilasi, koridor pelingkup dan sub kawasan (kampung-kampung) di belakang koridor utama selain menggunakan Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina juga menggunakan Arsitektur Kolonial. III - 32 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro o Gaya Arsitektur Kolonial adalah gaya arsitektur Eropa/Belanda yang langsung diterapkan pada bangunan di Yogyakarta, dengan modifikasi yang minimal o Panduan rancangan untuk gaya arsitektur Kolonial mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Atap bangunan dikenai ketentuan sebagai berikut : - Atap bangunan utama berbentuk limasan, pelana, dan/atau varian dari masingmasing bentuk tersebut, dengan sudut kemiringan atap sebesar 30-45 derajat. - Atap bangunan pendukung menyesuaikan dengan atap bangunan utama. Apabila menggunakan atap datar disyaratkan berbentuk pergola dari bahan kayu atau besi (bukan beton) dan tidak menempel/menyatu dengan bangunan utama. - Atap tritisan dapat berupa atap miring tanpa konsol atau menggunakan konsol kayu/besi, dan atap datar biasa atau menggunakan tarikan kabel baja di atasnya. 2. Penutup atap dikenai ketentuan sebagai berikut : - Penutup atap bangunan utama menggunakan genteng bertipe plenthong atau kodhok dengan warna asli (tidak dicat/tidak diglasur), dengan bahan dari genteng tanah liat / gerabah. Tidak menggunakan penutup atap genteng beton, asbes, policarbonate, logam dan sejenisnya. - Penutup atap bangunan pendukung sama dengan bangunan utama. Apabila berbentuk pergola dapat menggunakan bahan yang transparan. - Apabila karena tuntutan kebutuhan konstruksi bentang lebar sehingga penutup atap harus menggunakan bahan logam dan sejenisnya yang ringan disyaratkan berbentuk kepingan datar/rata, atau berbentuk genteng berwarna gelap, bertekstur, tidak mengkilap. - Penutup atap model lembaran gelombang seperti seng, asbes dan sejenisnya tidak diperbolehkan, selain untuk atap tritisan. 3. Lisplang, Ornamen dan Beranda dikenai ketentuan sebagai berikut : - Lisplang dapat dari bahan beton/semen yang lebar, dengan ornamen lekukan/profil memanjang. Lebar lisplang disesuaikan dengan proporsi terhadap ukuran lebar/tinggi atap dan bangunan. - Kolom-kolom silindris sebagai ornamen dan/atau struktur, menggunakan gaya arsitektur Neoklasik/Artneuvo/Doric, bukan gaya arsitektur Yunani/Romawi - Menara sebagai aksen bangunan dengan bentuk segi empat atau lebih diberi atap. III - 33 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro - Gunung-gunung sebagai sisi depan atap pelana, dalam bentuk segitiga berundak dengan variannya. - Ornamen pada ujung bubungan dan jurai tidak berupa ornamen bongkak - Ornamen pada dinding berupa lubang ventilasi/roster, profil (lekukan/takikan) pada tepian dinding, dan/atau kaca patri / kaca timah. - Ornamen pada dinding luar bangunan berupa batu / kerikil berwarna hitam dari permukaan tanah sampai dengan ambang bawah jendela. - Ornamen pada fasad bangunan diterapkan secara proporsional. - Beranda terbuka Gambar 3.26. Arahan bangunan gaya Arsitektur Kolonial Sumber : Olahan studio berdasarkan SK Kepala Dinas Kebudayaan DIY, 2013 4. Pintu dan jendela dikenai ketentuan sebagai berikut : - Pintu dan Jendela berbentuk empat persegi panjang dengan daun pintu krepyak kayu, panel kayu, kombinasi panel dan krepyak, dan/atau kaca. - Daun pintu/jendela dan rangka pintu/jendela diperkenankan menggunakan bahan aluminium / logam, dengan tetap menggunakan pola dan gaya arsitektur Kolonial. - Bukaan jendela pada dinding luar relatif tidak banyak dan berukuran tidak besar jika dibandingkan dengan gaya arsitektur Indis. - Ventilasi di atas pintu/jendela yang kusennya menyatu dengan kusen pintu/jendela, dapat berupa kaca mati, kaca berbingkai, dan/atau ornamen besi/kayu. III - 34 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.27. Bangunan pada koridor ventilasi menggunakan Arsitektur Indis & Kolonial Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.28. Bangunan bertingkat pada koridor ventilasi tetap mengacu aturan intensitas lahan Sumber : Olahan studio, 2013 F. Wajah Bangunan pada Koridor Pelingkup o Untuk renovasi wajah bangunan pada koridor pelingkup sebagai zona penyangga diarahkan menggunakan gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial. o Panduan rancang untuk gaya Arsitektur Indis, Arsitektur Cina dan Arsitektur Kolonial mengikuti panduan rancang seperti arahan wajah bangunan pada koridor utama dan koridor ventilasi. o Panduan rancang untuk pemasangan papan nama, iklan dan sponsor mengikuti arahan dan kaidah papan nama dan reklame seperti yang telah diuraikan di atas. III - 35 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro o Penataan bangunan mengikuti aturan intensitas pemanfaatan lahan seperti KDB, KLB, KDH, Tinggi Bangunan dan Garis Sempadan (GSB). o Area sempadan bangunan yang tercipta diarahkan sebagai penambahan tata hijau dan area dropping barang. Gambar 3.29. Ilustrasi penataan bangunan pada koridor pelingkup Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 G. Bangunan Cagar Budaya Bangunan Cagar Budaya di dalam deliniasi RTBL Kawasan Malioboro dan telah ditetapkan berdasarkan SK Penetapan Menteri, SK Penetapan Gubernur maupun SK Penetapan Walikota/ Bupati, maka arahan kebijakan pelestarian mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pelestarian Warisan Budaya Dan Cagar Budaya. Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta tahun 2009, Kawasan Malioboro memiliki 21 unit BCB. Menurut persebarannya, terdapat 10 BCB berlokasi di koridor utama (Jl. Malioboro-Jl. A. Yani) sementara selebihnya tersebar di jalan ventilasi perkampungan Malioboro. III - 36 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Tabel 3.7. No Bangunan Cagar Budaya Kawasan Malioboro Nama Bangunan Alamat SK Penetapan Menteri/ Gubernur SK Penetapan Walikota/ Bupati 1 Benteng Vredeburg Jl. A. Yani No. 2-4 Yogyakarta 2 Gedung Agung Jl. A. Yani No. 3 Yogyakarta SK Walikota No. 798/KEP/2009 3 Hotel Inna Garuda d/h Grand Hotel de Djogja Jl. Malioboro 60 SK Walikota No. 798/KEP/2009 4 Kompleks Gedung Kepatihan Jl. Malioboro Yogyakarta 5 Gedung Nasional Perpustakaan Provinsi 6 Gereja Protestan "Marga Mulya" 7 SK Penghargaan Gubernur/ Walikota Kep. Mendikbud. 0224/U/1981 SK Walikota No. 798/KEP/2009 Gedung DPRD Provinsi DIY Jl. Jend. A. Yani No. 175, Kel. Sosromenduran, Kec. Gedongtengen, Yogyakarta Jl. Jend. A. Yani No. 5, Kel. Ngupasan, Kec. Gondomanan, Yogyakarta Jl. Malioboro No. 54, Yogyakarta Per. Menbudpar No. PM. 07/PW.007/MKP/2010 Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007 Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007 SK Gub. No.210/KEP/2010 8 Pasar Beringharjo Jl. Pabringan No. 1 Yogyakarta SK Gub. No.210/KEP/2010 SK Walikota No. 798/KEP/2009 9 Apotek Kimia Farma Cabang I Yogyakarta 10 Apotek Kimia Farma Cabang II Yogyakarta Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007 Per. Menbudpar No. PM. 25/PW.007/MKP/2007 11 Rumah Kuno Lor Pasar Ny. Yosephine Unis Jl. A. Yani No. 179, Kel. Sosromenduran, Kec. Gedongtengen, Yogyakarta Jl. A. Yani No. 121, Kel. Sosromenduran, Kec. Gedongtengen, Yogyakarta Jl. Lor Pasar Beringharjo 41 12 Toko Liong Silvia Megawati Jl. Lor Pasar Beringharjo 40 SK Walikota No. 798/KEP/2009 13 Bangunan Toko Jl. Malioboro SK Walikota No. 798/KEP/2009 14 SD Netral D/h Dalem Cornelan Jl. Sosrowijayan SK Walikota No. 798/KEP/2009 15 Dalem Jogonegaran Kampung Jogonegaran SK Walikota No. 798/KEP/2009 16 Dalem Jayaningratan/Sosrodipuran (UPN 45) Jl. Dagen 219 SK Walikota No. 798/KEP/2009 17 Dalem Kusumodiningrat (Wisma PTM) Jl. Sosrowijayan SK Walikota No. 798/KEP/2009 18 Kantor PEPABRI Jl. Dagen SK Walikota No. 798/KEP/2009 19 Bangunan Cina Tjan Bian Thiong Jl. Pajeksan 16 SK Walikota No. 798/KEP/2009 20 Joglo Jogonegaran Jogonegaran RT 49/13 SK Walikota No. 798/KEP/2009 21 SD Negeri Sosrowijayan Jl. Sosrowijayan 21 SK Walikota No. 798/KEP/2009 SK Gubernur DIY 1999 SK Walikota No. 798/KEP/2009 Sumber : data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Yogyakarta, 2013 III - 37 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 3. 4. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung A. Pola Jaringan Jalan Rencana sistem jaringan jalan pada Kawasan Malioboro ini adalah dengan menetapkan dua hirarki koridor yaitu : koridor jalan kolektor sekunder meliputi Jl. Malioboro, Jl. Ahmad Yani, Jl. Pasar Kembang, Jl. Abu Bakar Ali, Jl. Mataram, Jl. Suryotomo, Jl. KHA Dahlan, Jl. Senopati, Jl.Bayangkara dan Jl. Gandekan Lor; dan koridor jalan lokal primer yang mencakup koridor-koridor ventilasi. Koridor-koridor ini akan menjadi pola utama dalam pembentukan struktur tata bangunan dan lingkungan Kawasan Malioboro ini. 1) Jalan Kolektor Sekunder Jalan Kolektor Sekunder merupakan jaringan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Pada koridor ini juga perlu dikembangkan alternatif moda transportasi baik moda transportasi umum maupun moda transportasi non motor serta pengembangan jalur pedestrian. Ketentuan teknis tentang jalan Kolektor sekunder sebagai berikut : Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan minimal 40 Km/jam dengan lebar badan jalan minimal 9 meter, tetapi lebar masing-masing jalan mengikuti arahan Perwal no.25 tahun 2013 seperti tercantum pada tabel 2.6. Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang sama dengan volume lalu lintas rata-rata. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan. Persimpangan sebidang jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu. Khusus untuk Jl. Malioboro dan Jl. A.Yani yang diarahkan sebagai area semi pedestrian, RUMIJA tidak hanya sebagai ruang sirkulasi kendaraan bermotor tetapi juga digunakan untuk ruang sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan non motor serta pembagian area parkir motor secara jelas. 2) Jalan Lokal Jalan lokal sebagaimana dimaksud adalah yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. III - 38 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Ketentuan teknis tentang jalan lokal sebagai berikut : Jalan lokal didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer. Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter, tetapi secara lebih detil, masing-masing koridor jalan ventilasi mengikuti arahan Perwal no.25 tahun 2013 seperti tercantum pada tabel 2.6. B. Rencana Pola Transportasi Rencana pola transportasi pada Kawasan Malioboro difokuskan untuk mendukung pergerakan dan kegiatan Pusat Pelayanan Jasa yang Berbasis Budaya, Humanis, Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan sesuai visi Kawasan Malioboro. Arahan rencana untuk pola transportasi adalah sebagai berikut: Menerapkan Jl. Malioboro – Jl. A. Yani sebagai jalur semi pedestrian, dengan menerapkan area khusus pedestrian secara bertahap yang dimulai dari selatan, yaitu simpang Jl. Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km. Kendaraan yang melewati koridor utama diarahkan keluar kawasan melalui Jl.Reksobayan dan Jl.Pabringan untuk menciptakan area khusus pedestrian pada penggal simpang Jl. Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km. Apabila diperlukan akses masuk bagi tamu negara ke Gedung Agung maka dapat disterilkan dari pengunjung lainnya dengan sistem protokoler kenegaraan. Gambar 3.30. Ilustrasi area khusus pejalan tahap 1 adalah persimpangan Jl.Pabringan-Jl.Reksobayan (ngejaman) sampai dengan titik 0 km Sumber : Olahan studio, 2013 III - 39 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.31. Rencana Sirkulasi Kawasan Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 40 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Pengaturan sistem sirkulasi di jalan pelingkup yang meliputi Jl. Mataram, Jl.Suryotomo, Jl.Bayangkara dan Jl.Gandekan Lor dengan arah pergerakan searah jarum jam, kecuali Jalan Bayangkara di sisi selatan dari Jl.Reksobayan sampai dengan simpang pertigaan RSU PKU Muhammadiyah mempunyai pergerakan dua arah. Rencana arah pergerakan pada koridor pelingkup Jl.Mataram - Jl.Suryotomo satu arah dari utara ke selatan untuk memecah sirkulasi dari Jl. Abu Bakar Ali menuju arah Alun-Alun Utara sehingga kendaraan tidak harus melewati Jl. Malioboro. Pengaturan system multi entry , sehingga arus masuk Kawasan Malioboro tidak terpusat pada node/ persimpangan hotel Inna Garuda sisi utara saja. Akses masuk juga diarahkan melalui koridor ventilasi di Jl. Suryatmajan dari sisi timur (persimpangan Hotel Melia Purosani) dengan pergerakan dua arah; Arus masuk pada koridor ventilasi Jl.Suryatmajan untuk mengakomodasi sirkulasi menuju Kompleks Kepatihan yang direncanakan berorientasi ke Jl.Suryatmajan. Sedangkan koridor ventilasi lain di sisi timur dan sisi barat sebagai jalur keluar kawasan dengan arah pergerakan searah. Mempertahankan dan mengembangkan jalur kendaraan tradisional/ lokal nonmotor seperti andong dan becak dengan memantapkan jalur lambat di sisi barat koridor utama Jl. Malioboro – Jl. Ahmad Yani. Mempertahankan keberadan Trans-Jogja sebagai transportasi umum masal, sehingga jalur/ rute Trans-Jogja tidak berubah dan diperbolehkan melewati area pejalan kaki di depan Benteng Vredeburg dan Gedung Agung. Gambar 3.32. Ilustrasi pola sirkulasi dengan mempertahankan jalur lambat di sisi barat Sumber : Olahan studio, 2013 III - 41 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Menerapkan amdal lalu lintas untuk bangunan hotel atau mall baru yang akan dibangun terkait dengan akses masuk lahan dan ketersediaan parkir. Mempertegas amenity zone seperti zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama Jl.Malioboro – Jl.A.Yani dan menggunakan elemen vertikal sebagai street furniture seperti pepohonan dan lampu serta elemen lainnya seperti tempat sampah, bangku taman sekaligus pot eksisting yang dapat digunakan sebagai bangku. Zona pejalan kaki pada sisi timur koridor utama Jl.Malioboro – Jl.A.Yani ini selain dilengkapi street furniture juga diselesaikan menggunakan material dekoratif dengan desain yang menarik yaitu menggunakan paving blok batu andesit warna hitam dipadukan dengan jenis batu alam lainnya. Pot dan bangku eksisting bentuk hasta brata Gambar 3.33. Penambahan bangku taman ornamen bentuk serapan Eropa Tempat Sampah Menggunakan warna yang senada dengan lampu Pot dan bangku eksisting bentuk hasta brata Ilustrasi amenity zone dilengkapi street furnitur yang mendukung pejalan kaki Sumber : Olahan studio, 2013 C. Pergerakan Manusia dan Jalur Pedestrian Pergerakkan orang pada kawasan perencanaan secara mendasar dibagi menjadi dua bagian, yaitu pergerakan pejalan kaki dan menggunakan moda transportasi. Pola pergerakan manusia diarahkan untuk menghidupkan aktivitas pejalan kaki (pedestrian) yang walaupun saat ini sudah disediakan namun masih kurang nyaman karena tercampur penggunaan parkir motor dan PKL. III - 42 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum Departemen Pekerjaan Umum mengacu pada Nomor 032/T/BM/1999 Lampiran No. 10 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 76/KPTS/Db/1999 Perencanaan Jalur pedestrian pada Koridor Utama Jl.Malioboro-Jl.A.Yani disarankan di sisi timur selebar 5 - 7 meter ditambah dengan jalur tata hijau yang direncanakan selebar 1,0 m sehingga total jalur pedestrian adalah 6 - 8 m. Perencanaan jalur pedestrian pada koridor ventilasi dan koridor pelingkup adalah sebagai berikut: Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki atau 2 orang pejalan kaki yang berpapasan menjadi 150 cm. Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (street furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3.8. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No Jenis Fasilitas Lebar Tambahan 1. Kursi roda 100 – 120 cm 2. Tiang lampu penerang 75 – 100 cm 3. Tiang lampu lalu lintas 100 – 120 cm 4. Rambu lau lintas 75 – 100 cm 5. Kotak surat 100 – 120 cm 6. Keranjang sampah 100 7. Tanaman peneduh 60 – 120 cm 8. Pot bunga 150 cm cm Sumber : Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum No.032/T/BM/1999 Jalur pejalan kaki harus dilengkapi dengan fisilitas-fasilitas seperti: rambu-rambu, penerangan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat/kaum difabel dan orang tua, berupa material/ paving jalan khusus maupun peta dan penanda untuk pengarah lokasi. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyaiperbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang. III - 43 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3% supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan, yaitu maksimum7 %. Tinggi ruang bebas trotoar tidak kurang dari 5 meter dan kedalaman bebas tidak kurang dari 2,5 meter, yang diukur dari permukaan trotoar dan kebebasan samping tidak kurang dari 0,3 meter. Pemasangan jaringan utilitas baik di atas maupun di bawah trotoar harus mempertahankan ruang bebas trotoar. Tinggi ruang bebas ini mempengaruhi ketinggian pemasangan reklame dan jaringan utilitas lainnya seperti kabel udara. Sedangkan kedalaman bebas mempengaruhi pemasangan pipa air bersih maupun pipa kabel dan jaringan utilitas yang diletakkan di bawah tanah. D. Moda Transportasi Moda transportasi untuk pergerakan manusia khususnya pengunjung/wisatawan adalah jenis “kendaraan wisata” yang terintegrasi dengan kawasan wisata lainnya seperti Kraton dan Njeron Beteng dengan mengembangkan jalur kendaraan tradisional/lokal non-motor seperti andong wisata dan becak wisata. Panduan rancangan untuk Becak Malioboro adalah : - Warna Becak Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat dan putih. - Pada bagian badan becak sisi samping dicat dengan motif batik pola lereng dan pada bagian aksen seperti list dicat dengan kombinasi warna hijau dan kuning. - Pada bagian jok dan tenda menggunakan warna hitam dan putih. Gambar 3.34. Panduan untuk pengecatan Becak Wisata Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 44 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Panduan rancang untuk Andong Malioboro adalah : - Warna Andong Malioboro diseragamkan dengan dominasi warna coklat. - Pada bagian badan andong sisi samping, tepatnya di sisi roda dicat dengan motif batik pola lereng dan bagian aksen dicat dengan kombinasi warna hijau kuning. - Pada bagian tenda dan jok menggunakan warna hijau. E. Pola Parkir Penataan sistem parkir kendaraan bermotor di Kawasan Malioboro direncanakan dengan sistem parkir off street. Parkir on street dan pada area pedestrian sisi timur koridor utama Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad Yani dialihkan ke kantong-kantong parkir komunal baik di dalam kawasan maupun di dalam lingkup meso kawasan. Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir di dalam kawasan perencanaan meliputi lahan eks. UPN di belakang Hotel Melia Purosani, lahan eks.bioskop Indra, taman parkir Abu Bakar Ali dan taman parkir utara benteng Vredeburg. Pengembangan kantong parkir dan gedung parkir yang terintegrasi secara meso kawasan meliputi taman parkir Senopati, taman parkir Ngabean dan di Stasiun Tugu. Gedung Parkir vertikal untuk parkir motor dan mobil diarahkan di Area Parkir Abu Bakar Ali dan Area Parkir eks. UPN; sedangkan Area Parkir Eks. Indra diarahkan untuk gedung parkir motor saja. Gedung parkir yang dibangun vertikal menggunakan konstruksi baja, pre-cast concrete dan sambungan HTB Bolt dengan sistem knock down, sehingga bangunan dapat dibongkar, dipindah dan dipasang kembali dengan mudah Gambar 3.35. Ilustrasi parkir sistem knock down untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m Sumber : Olahan studio, 2013 III - 45 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gedung parkir vertikal untuk mobil menggunakan modul 8 m x 8 m jarak antar kolom dan dilengkapi ramp untuk pemisahan akses masuk dan keluar. Sampel untuk parkir mobil vertikal menggunakan 9 modul parkir knock down dilengkapi akses dan ramp seluas 2 x 3m x 24m, sehingga total luas dasar adalah : 9 x 8m x 8m + 2 x 3m x 24m = 576 m² + 144 m² = 720 m² Kapasitas ( 2 lantai ) dengan luas dasar 720 m² mampu menampung 50 mobil. Gambar 3.36. Modul parkir mobil knock down dengan jarak antar kolom 8 m x 8 m Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.37. Ilustrasi gedung parkir mobil sistem knock down dan akses masuknya Sumber : Olahan studio, 2013 Gedung parkir vertikal untuk motor menggunakan modul 6 m x 6 m jarak antar kolom dan dilengkapi ramp untuk pemisahan akses masuk dan keluar. Sampel untuk parkir motor vertikal menggunakan 16 modul parkir knock down dilengkapi akses dan ramp seluas 2 x 3m x 24m, sehingga total luas dasar adalah : 9 x 8m x 8m + 2 x 3m x 24m = 576 m² + 144 m² = 720 m² Kapasitas ( 3 lantai ) dengan luas dasar 720 m² mampu menampung 720 motor. III - 46 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.38. Modul parkir motor knock down 2 lantai dengan jarak antar kolom 6 m x 6 m Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.39. Ilustrasi gedung parkir motor 3 lantai sistem knock down dan akses masuknya Sumber : Olahan studio, 2013 Untuk menambah kapasitas motor dan mobil, gedung parkir knock-down dapat dipadukan dengan area parkir basement di bawahnya. Gedung parkir vertikal baik untuk mobil maupun motor terintegrasi dengan toilet umum untuk pengunjung Kawasan Malioboro. 3. 5. A. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau Ruang Terbuka Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya. Perencanaan tata hijau ini dapat menambah luas tajuk RTH. III - 47 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20– 30% dari ruang milik jalan (RUMIJA) sesuai dengan kelas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Pemilihan jenis tanaman diarahkan adalah tanaman khas daerah setempat, dapat memperkuat sumbu filososfi (poros TuguKraton-Panggung Krapyak). Selain itu dipilih tanaman yang disukai oleh burung-burung, serta memiliki tingkat evapotranspirasi rendah. Sistem tata hijau difungsikan sebagai penghijauan kota dengan menerapkan kembali prinsip lansekap warisan budaya. Misalnya : o ASEM : Nengsemke, yang berarti cantik dan menarik. o TANJUNG : Sanjung, yang berarti membanggakan digunakan untuk memperkuat sumbu filosofis; bunga dan daunnya cantik. o GAYAM : Ngayemke, yang berarti memberikan kenyamanan. Pulau Jalan dan Median Jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti pada persimpangan atau bundaran jalan. Sedangkan median berupa jalur pemisah yang membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih. Median atau pulau jalan dapat berupa taman atau non taman. Penataan tanaman pada median jalan berfungsi sebagai penahan silau lampu kendaraan dengan kriteria : 1) Sebaiknya digunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan ketinggian < 0.80 m, dipilih tanaman perdu yang mempunyai massa dan ketinggian agar tidak mudah terinjak oleh penggunjung. 2) Jenisnya berbunga atau berstruktur indah, misalnya: Melati Putih (Jasminus sambac). Ceplok Piring Soka berwarna-warni (Ixora stricata), Lantana (Lantana camara), 3) Bermasa daun padat dan ditanam rapat 4) Permainan tekstur, warna, dan ukuran yang berbeda akan mampu memberikan suasana ruang tertentu; sehingga pemilihan perdu pada median dapat disesuaiakan dengan penentuan tema koridor utama, misalnya Melati untuk tema 1, Soka untuk tema 2, Lantana dan Ceplok Piring untuk tema 4. III - 48 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro B. Tanaman perindang; Tanaman perindang/peneduh yang telah ada tetap dipertahankan dan ditingkatkan upaya pemeliharaannya. Penambahan dapat dilakukan pada lokasi yang kurang pohon peneduh. Vegetasi dengan kategori pohon yang tinggi (8-18 meter) dan berdaun rindang ditanam di area tepi jalan, yaitu area pejalan kaki berada karena berfungsi sebagai peneduh sekaligus pelindung dari terik matahari, air hujan, asap dan lalu lintas kendaraan. Pohon-pohon yang tinggi dan berdaun rindang membutuhkan area tanam yang lebar agar sistem perakarannya tidak merusak lapisan penutup jalan seperti aspal atau paving serta struktur bangunan, dengan jarak tanam 12 meter. Pohon-pohon eksisting beserta pot yang berbentuk hasta brata yang ada di area pedestrian sisi timur tetap dipertahankan. Saat ini sudah ada program penambahan tata hijau dengan penanaman pohon tanjung pada koridor ventilasi oleh BLH ( Badan Lingkungan Hidup ). Tabel 3.9. No. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) Jenis Tanaman Peneduh/Perindang Nama Lokal Asem Jawa Gayam Angsana /sonokembang Bunga saputangan Bunga Kupu-kupu Bungur Cempaka Sarai raja Tanjung Trembesi Nama Latin Tamarindus indica Inocarpus fagiferus Pthecarpus indicus Amherstia nobilis Bauhinia purpurea Lagerstroemia floribunda Michelia champaca Caryota mitis Mimusops elengi Samanea saman sumber: dari berbagai sumber 3. 6. Tata Kualitas Lingkungan Karakter bangunan di dalam Kawasan Malioboro membentuk identitas lingkungan dan mencerminkan karakter kegiatannya, sehingga diharapkan melalui perencanaan ini dapat dengan spesifik dikenali identitas kawasan melalui tata kualitas lingkungan. Secara umum, konsep bentuk bangunan di Kawasan Malioboro ini akan mengambil langgam Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina sebagai komponen pembentuk Citra Kawasan Malioboro yang berbudaya. III - 49 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro A. Tema Konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pembentuk karakter kawasan maupun kegiatan di dalam kawasan, sehingga mengikuti pembagian tema koridor utama seperti tergambar pada konsep sebelumnya. Tabel 3.10. Tema Sub Koridor Jalan Utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani Penggal Penggal 1 Tema ‘welcoming corridor’ Jl. Pasar KembangJl.Abubakar Ali sampai dengan Jl.Perwakilan Penggal 2 ‘social corridor’ ‘culture corridor’ Jl.Suryatmajan – Jl.Pajeksan sampai dengan Jl.Pabringan Penggal 4 Jl.Pabringan Warna Arsitektur Indis (IndoBelanda) Monochrome putih dengan warna kusen, list dan aksen yang diselaraskan Kecuali bangunan sudah memiliki langgam arsitektur Cina Jl.Perwakilan sampai dengan Jl.Suryatmajan – Jl.Pajeksan Penggal 3 Langgam ‘preservation corridor’ Boleh menggunakan warna trade mark perusahaan /korporasi Arsitektur Indis Arsitektur Cina kecuali BCB Kepatihan Kaya warna Arsitektur Cina Dominasi warna Merah dan Emas Kecuali bangunan sudah memiliki langgam arsitektur Indis Boleh menggunakan warna trade mark perusahaan /korporasi Arsitektur Indis (IndoBelanda) Monochrome putih Boleh menggunakan warna trade mark perusahaan /korporasi sampai titik 0 km Sumber : analisis studio, 2013 Pembagian tema koridor utama yang berpengaruh pada langgam arsitektur bangunan hanya diberlakukan pada bangunan-bangunan baru dan bangunan yang belum memiliki tema. Apabila pada tema Arsitektur Indis terdapat bangunan Arsitektur Cina, maka bangunan tersebut diperkuat dengan langgam Arsitektur Cina, begitu pula sebaliknya. Pembagian tema pada koridor utama diharapkan tidak mengurangi karakter dan ciri Malioboro. Sehingga untuk menciptakan kemenerusan (continuity) pada koridor utama digunakan elemen street furniture lampu sebagai elemen penghubung. Detil ornamen lampu khas Malioboro dengan bentuk serapan Eropa digunakan pada detil streetscape lainnya seperti tempat duduk, tempat sampah dan penanda/pengarah (signage) sehingga dapat memperkuat karakter Malioboro. Selain penggunaan elemen streetscape sebagai elemen penghubung, elemen vegetasi juga menjadi elemen penghubung untuk koridor utama Kawsan Malioboro. III - 50 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pembentuk karakter kawasan maupun kegiatan di dalam kawasan, sehingga diperlukan pengaturan tema seperti tergambar sebagai berikut : KONSEP TEMA KORIDOR UTAMA Gambar 3.40. Konsep pembagian tema pada koridor utama Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 51 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.41. Konsep ‘welcoming corridor’ Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.42. Konsep ‘social corridor’ Sumber : Olahan studio, 2013 III - 52 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.43. Konsep ‘culture corridor’ Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.44. Konsep ‘preservation corridor’ Sumber : Olahan studio, 2013 III - 53 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Sub Koridor KJ.01 (penggal 1) - ‘welcoming corridor’ Gambar 3.45. Penataan penggal 1 dengan tema Arsitektur Indis (Indo-Belanda) Sumber : Olahan studio, 2013 Sub Koridor KJ.01 (penggal 2) - ‘social corridor’ Gambar 3.46. Penataan penggal 2 dengan tema Arsitektur Indis dan Arsitektur Cina Sumber : Olahan studio, 2013 III - 54 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Sub Koridor KJ.01 (penggal 3) - ‘culture corridor’ Gambar 3.47. Penataan penggal 3 dengan tema Arsitektur Cina Sumber : Olahan studio, 2013 Sub Koridor KJ.01 (penggal 4) - ‘preservation corridor’ Gambar 3.48. Penataan penggal 4 mempunyai tema konservasi BCB dengan Arsitektur Indis Sumber : Olahan studio, 2013 III - 55 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro B. Panduan Rancang Street Furniture Prinsip bentuk elemen lampu menggunakan bentukan lampu eksisting, sebagai bentuk pelestarian bentuk-bentuk bernuansa khas Malioboro. Pola dasar ornamen menggunakan pola organis yang merupakan bentuk serapan dari Eropa. Motif yang digunakan merupakan pengembangan dari bentuk organis flora. Gambar 3.49. Prinsip elemen lampu dan detil ornamen pada lampu Sumber : Olahan studio, 2013 Elemen-elemen maupun komponen pada kawasan perencanaan seperti streetscape diarahkan untuk memberi karakter kuat dan jelas melalui penampilan bentuk, motif, ornamen dan warna disesuaikan dengan lampu khas Malioboro yang sudah ada sebagai komponen pembentuk citra kawasan berbudaya. Gambar 3.50. Panduan tempat sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah Gambar 3.51.Panduan tempat duduk menggunakan ornamen serapan Eropa yang serasi dengan ornamen lampu khas Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 56 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Elemen-elemen street furniture diarahkan untuk mempertegas ruang terbuka publik pada koridor utama Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani. Penambahan ruang terbuka publik diarahkan pada ruang-ruang di depan kantor pemerintahan yang bebas PKL. Lampu khas Malioboro tetap dipertahankan Lampu khas Malioboro tetap dipertahankan Pot sekaligus Bangku taman eksisting Hasta Brata Tempat sampah Gambar 3.52. Bangku taman Ilustrasi panduan rancang street furniture di koridor utama yang diarahkan di depan kantor pemerintahan sebagai ruang terbuka publik Sumber : Olahan studio, 2013 C. Panggung Non Permanen Sebagai ruang terbuka publik, pada saat kegiatan-kegiatan tertentu Jalan Malioboro dan Jalan Ahmad Yani ditutup dan dipasang panggung panggung semi permanen (portabel). Panduan rancang untuk panggung portabel menggunakan sistem knock down dan modular, sehingga lebih fleksibel untuk ukuran dan kemudahan saat bongkar pasang. Modul panggung portabel adalah 2.1 m x 1.2 m x 0.6 m 0.6 m 2.1 m 1.2 m Gambar 3.53. Ukuran dan motif pelapis modul panggung portabel Sumber : Olahan studio, 2013 III - 57 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Modul panggung menggunakan rangka besi baja dilapis papan kayu kualitas baik dan sebagai finishing atau pelapisnya menggunakan motif bentuk-bentuk serapan Eropa seperti ornamen pada lampu khas Malioboro. Gambar 3.54. Ilustrasi panggung portabel untuk pertunjukan seni jalanan Sumber : Olahan studio, 2013 D. Panduang Rancang Persimpangan (Node) Dibutuhkan pengaturan node kawasan untuk kenyamanan aspek visual, yaitu keleluasaan sudut pandang terhadap visual kawasan dari berbagai sudut/arah termasuk keleluasaan visual pengendara kendaraan. Kondisi bangunan sudut jalan perlu merespon persimpangan jalan agar tidak menggangu arah pandang dan pengolahan sudut bangunan dapat membingkai persimpangan jalan sehingga mampu mempertegas persimpangan node kawasan. Bangunan sudut diarahkan untuk bidang pemasangan reklame atau iklan layanan masyarakat. Penataan building enclosure, baik itu terkait pada penataan building alignment atau penjajaran massa bangunan, pengaturan ketinggian serta setback bangunan pada node kawasan mengikuti kaidah tinggi bangunan (TB) seperti yang sudah diuraikan di atas. III - 58 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Penguatan node (persimpangan) melalui pengolahan material penutup yang berbeda dengan jalan utama seperti penggunaan batu alam baik node entry point koridor utama di sisi utara, node di sisi selatan maupun node di Jalan Suryatmajan – Jalan Pajeksan. Permainan material penutup adalah kombinasi antara batu alam pada sisi tengah dan batu andesit pada sisi luar sepanjang 25 meter ke arah jalan. Gambar 3.55. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node entry point kawasan di sisi utara Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.56. Ilustrasi pengolahan meterial penutup dengan batu andesit dan batu alam lainnya pada node di Jl.Suryatmajan & Jl. Pajeksan Sumber : Olahan studio, 2013 III - 59 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro E. Material eksterior Penggunaan bahan material eksterior dengan beberapa pertimbangan, ditetapkan adalah sebagai berikut: o Material eksterior harus terbuat dari bahan yang tidak beracun dan ramah lingkungan. o Penggunaan material eksterior bangunan harus memperhatikan keserasian ditinjau dari segi estetika serta kenyamanan lingkungan, memberikan kesan estetis terhadap penggunaannya dan lingkungan sekitar, serta memperkuat citra kawasan baik citra budaya maupun citra lingkungan alami. o Material eksterior digunakan pada street scape, material penutup jalan dan tanah (ground cover) pada ruang terbuka publik maupun privat (pekarangan rumah) ditujukan untuk memperkuat karakter kawasan. o Arahan material untuk jalur pedestrian pada koridor kawasan adalah batu alam andesit. Kombinasi warna yang dapat digunakan adalah : abu-abu, hitam, putih, merah. o Arahan penggunaan material khusus digunakan untuk penanda jalur difabel pada trotoar dan jalur pedestrian. F. Kualitas Lingkungan Permukiman Penataan lingkungan permukiman dengan memperhatikan Aspek Lingkungan Hidup, yaitu penataan kualitas lingkungan dalam rangka mengamankan dan mencegah lingkungan hidup (baik alam dan budaya) agar tidak rusak karena pesatnya pembangunan. o Bangunan perumahan pada sub kawasan di belakang koridor utama menggunakan langgam dan ornamen Arsitektur Indis dan Arsitektur Kolonial; pada Kampung Ketandan dan Kampung Ngupasan mempunyai karakter kampung Pecinan. o Bangunan permukiman mengikuti penetapan ZONA PERUMAHAN intensitas rendah sehingga pengembangan baru tetap mengacu pada aturan intensitas lahan seperti yang telah diuraikan di atas. o Menambahkan tata hijau pada jalur sirkulasi /jalan lingkungan untuk menciptakan suasana hijau di lingkungan perumahan/permukiman. o Material penutup jalan lingkungan perumahan menggunakan grassblok untuk menambah area resapan hijau. III - 60 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.57. Ilustrasi gapura masuk jalan lingkungan (gang) perumahan pada sub kawasan (kampung) Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.58. Ilustrasi perbaikan kualitas jalan lingkungan perumahan Sumber : Olahan studio, 2013 III - 61 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.59. Ilustrasi material jalan lingkungan dan tipologi bangunan gaya arsitektur Indis dan Kolonial Sumber : Olahan studio, 2013 Gambar 3.60. Ilustrasi lingkungan permukiman dengan arahan gaya arsitektur Indis dan Kolonial Sumber :analisis studio, 2013 III - 62 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 3. 7. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan Panduan rancangan untuk sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah dengan memperhatikan keterpaduan antara sistem utilitas kota dan peningkatan kualitas sistem prasarana dan utilitas lingkungan kawasan Malioboro. o Penataan sistem prasarana dan jaringan utilitas pada Koridor Utama Jalan Malioboro – Jalan Ahmad Yani dengan membuat saluran utilitas terpadu untuk tempat (shaft) pipa kabel listrik, pipa kabel telekomunikasi dan pipa kabel optik. o Peningkatan kualitas saluran drainase dengan membuat saluran limpasan drainase di bawah tanah (tersembunyi) untuk menambah daya tampung. o Peningkatan kualitas saluran drainase dengan menutup saluran menggunakan grill besi. o Peningkatan kualitas pembuangan limbah PKL (khususnya PKL makanan) dengan membuat bak penampung yang dilengkapi dengan pengolahan limbah PKL komunal. Efluen hasil pengolahan dari bak pengolahan limbah PKL komunal yang sudah memenuhi ambang baku mutu dapat dialirkan ke badan-badan air dan atau riol kota. o Penyediaan sumber air bersih dan saluran distribusi air untuk PKL makanan. o Penambahan intensitas lampu jalan khas Malioboro untuk memperkuat karakter Kawasan Malioboro. Saluran utilitas terpadu (listrik, kabel optik, telkom, dll) drainase riol kota Saluran Limbah PKL & disalurkan ke pengolahan limbah komunal Gambar 3.61. Saluran Air Bersih PKL Ilustrasi saluran utilitas terpadu (jalur listrik, telekomunikasi, kabel optik) di bawah median sisi timur koridor utama Malioboro Sumber : Olahan studio, 2013 III - 63 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro a. Sistem Jaringan Air Bersih Pertimbangan dasar dalam perencanaan penyediaan air bersih pada di Kawasan Malioboro meliputi: Kebutuhan air bersih untuk kegiatan domestik diperkirakan mencapai 3.201 kL/ hari hingga tahun 2018. Kebutuhan air untuk kegiatan non-domestik diperkirakan mencapai 3.585,68 kL/hari hingga tahun 2018. Kebocoran air sewaktu pengaliran diperhitungkan sebesar 20 % dari kebutuhan. Sistem jaringan air bersih di Kawasan Perencanaan merujuk sepenuhnya pada sistem jaringan air bersih menurut RTRW Kota Yogyakarta. Pada Koridor Utama, digunakan instalasi saluran utilitas terpadu yang terintegrasi antara perpipaan air bersih perkotaan yang diamankan dalam pipa tahan air dengan jaringan drainase yang ditanam di dalam tanah. Saluran utilitas terpadu khusus air ini ditanam dalam tanah dengan sempadan yang memadai di sepanjang jalan untuk menampung sistem utilitas ini. Pada permukiman eksisting, penempatan jaringan air bersih diupayakan agar tidak berada dalam deretan yang sama dengan jaringan listrik dan telepon yang menggunakan jaringan kabel tanah. Sehingga, apabila terjadi suatu kebocoran pipa, maka tidak akan membahayakan dan tidak mengganggu jaringan kabel tanah. Gambar 3.62. Skema distribusi air bersih perkotaan dan permukiman eksisting Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009 III - 64 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.63. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009 Gambar 3.64. Skema distribusi air bersih dari sumber air tanah dan PDAM Sumber : DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009 b. Sistem Jaringan Air Limbah Definisi dari sanitasi adalah air limbah domestik yang berasal dari perumahan dan permukiman. Sedangkan air limbah sendiri dapat dibagi menjadi: a. Air Kotoran; adalah air limbah yang berasal dari WC atau toilet. Air limbah yang berasal dari WC diolah dahulu dalam tangki septik (STP) yang dilengkapi dengan bak kontrol dan dialirkan ke saluran domestik. b. Air Lemak; adalah air limbah yang berasal dari kamar mandi dan/atau dapur. Air lemak diolah dan dialirkan ke dalam bak kontrol yang dialirkan ke saluran domestik. c. Air Lemak buangan PKL makanan ditampung dalam bak penampung yang diambil secara periodik atau diolah secara komunal dan dialirkan ke saluran domestik. III - 65 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Ada dua sistem pembuangan air limbah yaitu : 1) Sistem sanitasi/pembuangan air limbah setempat (on site System), yang biasanya menggunakan tangki septik. Endapan lumpur tinja dalam tangki septik perlu dikuras secara berkala dan diangkut dengan truk tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) untuk disempurnakan prosesnya agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Sistem air limbah setempat dapat berupa individual (untuk satu KK), yang dibangun untuk satu rumah tinggal atau komunal (untuk lebih dari satu KK). Sistem komunal biasanya ditempatkan di daerah komersil, pasar, daerah parawisata, pertokoan, perkantoran atau daerah daerah yang padat penduduknya. a) Sistem individual. Sistem individual dapat berupa: o Septik tank dengan bidang resapan; o Septik tank dengan up flow filter; b) Sistem Komunal. Sistem Komunal dapat berupa: Sistem septik tank bersusun (Baffelm Reaktor), dengan sistem anaerobik. 2) Sistem pembuangan air limbah terpusat (off site System). Pada sistem ini air limbah disalurkan melalui jaringan perpipaan menuju ke instalasi Pengolahan air limbah (IPAL) untuk diolah secara terpusat. Faktor kepadatan penduduk menjadi indikator, tersedia atau tidak lahan yang cukup untuk untuk membangun sistem pembuangan setempat atau terpusat. Apabila kepadatan > 300 jiwa /ha maka sistem setempat tidak sesuai diterapkan, sehingga harus memakai sistem terpusat. Gambar 3.65. Skema distribusi air limbah perkotaan dan permukiman lama sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009 III - 66 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro c. Sistem Jaringan Drainase dan Sistem Pembuangan Pada dasarnya, arahan penataan dan pengembangan drainase meliputi sistem jaringan drainase di Kawasan Malioboro merujuk sepenuhnya pada sistem jaringan drainase menurut RTRW Kota Yogyakarta. Lokasi kawasan yang berdekatan dengan Sungai Code dan Sungai Winongo, memudahkan untuk pembuatan saluran drainase dan sanitasi yang baik, sehingga kedua sungai tersebut mampu menjadi saluran pembuangan primer. Perlu dipertimbangkan juga kondisi sungai pada waktu tertentu seperti terjadinya banjir lahar dingin yang mampu meningkatkan volume sedimentasi. Arahan penataan dan pengembangan drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Mempertahankan pola pengaliran yang sudah ada 2) Melakukan singkronisasi slope (kemiringan saluran) melalui pengukuran dimensi, pengerukan, peninggian saluran. Saluran-saluran tersebut di atas harus cukup besar dan cukup mempunyai kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik. 3) Penyediaan/perbaikan sistem saluran pembuangan air hujan dan sanitasi sekunder di tiap-tiap pekarangan ( rumah tangga ), serta optimalisasi pemanfaatan Sungai Code dan Sungai Winongo sebagai sistem drainase primer. 4) Air hujan yang jatuh di atap harus segera dapat disalurkan ke saluran dengan pipapipa atau bahan lain dengan jarak antara sebesar-besarnya 25 m. 5) Curahan air hujan yang langsung dari atap atau pipa talang bangunan tidak boleh jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kavling bangunan yang bersangkutan, dan selebihnya kesaluran umum kota (zero run-off). 6) Pembuatan bak peresapan privat mengikuti ketentuan sebagai berikut: Tabel 3.11. Ketentuan Pembuatan Bak Peresapan Privat Luas Kavling KDB Ǿ sumur resapan H minimal 1000m 60% 2m 5 1000m 20% 1.4 m 3 500m 60% 1.4 m 5 500m 20% 1.4 m 1.5 200m 60% 0.8 m 4.5 200m 20% 0.8 m 1.5 7) Setiap 60 m² luasan yang tertutup bangunan/teratapi dibuatkan 1 Saluran Pembuangan Air Hujan/ SPAH (Perda Kota Yogyakarta No.2 Tahun 2012). III - 67 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro 8) Pemasangan dan peletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan, serta bagian-bagian pipa harus dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran Gambar 3.66. Ilustrasi pembuatan Sumur Resapan Sumber : Olahan studio, 2013 d. Rencana Pengelolaan Persampahan Pada dasarnya, produksi sampah Kawasan Malioboro harian dapat dibedakan menjadi: 1) Sampah permukiman; Sampah dari rumah tangga yang dikelola oleh penduduk secara perorangan dilakukan dengan cara ditimbun. Sedangkan pengelolaan sampah oleh organisasi masyarakat dilakukan dengan cara mengangkut sampah ke TPS yang telah ditentukan. Selanjutnya, container TPS akan diangkut oleh petugas dari Dinas Kebersihan ke tempat pembuangan akhir (TPA). 2) Sampah perdagangan & jasa; Sampah hasil kegiatan perdagangan dan jasa (baik formal maupun PKL) akan disapu dan dikumpulkan oleh petugas dari pengelola pasar yang kemudian diangkut menuju ke TPS. Selanjutnya, oleh petugas dari Dinas Kebersihan, sampah dari TPS diangkut menuju ke TPA. Penataan tempat sampah di wilayah perencanaan diarahkan sebagai berikut: 1) Sistem pembuangan sampah terbagi menjadi 2 sistem, yaitu; sistem pengumpulan dan sistem pengangkutan sampah Sistem pengumpulan; o Sampah dari rumah tangga dikumpulkan di bak sampah masing-masing; o Sampah yang berasal dari kawasan pasar dan pertokoan (termasuk aktivitas PKL) dikumpulkan di tong sampah masing-masing; o Sampah yang berasal dari pasar ditampung di bak sampah dan container yang ditempatkan di pasar tersebut. III - 68 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Sistem Pengangkutan Sampah; o Pengangkutan sampah dari setiap bak sampah ke tempat penampungan sementara menggunakan gerobak dorong; o Pengangkutan sampah hasil kegiatan domestik maupun non domestik dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) langsung melalui truk container; o Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota dengan mempergunakan truk. 2) Pengembangan areal sebagai suatu tempat pembuangan akhir (TPA) sebaiknya jauh dari areal permukiman yang ada, sehingga tidak mengganggu kualitas lingkungan dan jaraknya harus jauh dari pusat kota. Untuk tempat pembuangan sementara (TPS) bisa menggunakan container atau transfer station. 3) Setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan masyarakat sekitarnya terjamin. 4) Dalam hal lingkungan di daerah pertokoan yang mempunyai dinas kebersihan kota, kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan sedemikian rupa sehingga petugaspetugas dinas tersebut dapat dengan mudah melakukan tugasnya. 5) Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika. Arahan penambahan tempat sampah dilakukan di ruang-ruang publik dan sepanjang koridor utama kawasan dengan jarak 15 meter. 6) Dilakukan pemisahan sampah berdasarkan jenisnya sejak dari sumbernya. Gambar 3.67. Skema distribusi dan pengolahan sampah rumah tangga sumber: DITJEN Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, 2009 III - 69 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro e. Sistem Jaringan Listrik dan Telepon Arahan rancangan (design guidelines) untuk pengembangan jaringan listrik dan jaringan telepon adalah sebagai berikut: 1) Memanfaatkan jaringan listrik, jaringan telepon, dan fasilitas telepon umum yang sudah ada. 2) Mengatasi gangguan visual kabel udara, diusulkan penyelesaian sebagai berikut: Pada tahap awal, langkah yang bisa dilakukan adalah merapikan jaringan kabel udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan, antara lain dengan penyeragaman posisi tiang dan merapikan kabel yang semrawut. Kabel udara jaringan listrik yang menyeberangi jalan disyaratkan mempunyai tinggi minimum 5 meter di atas permukaan jalan. Pada tahap selanjutnya, 10 tahun ke depan direncanakan penggantian kabel udara jaringan listrik dan penggantian kabel udara jaringan telepon yang telah habis masa pakainya sesuai program PT.Telkom, untuk dialokasikan ke dalam tanah, sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan. Mengganti kabel udara yang telah habis masa pakainya, dengan kabel tanah yang pelaksanaannya disesuaikan dengan program PLN dan PT. Telkom, sehingga jaringan listrik dan telepon di sepanjang jalan utama kota dalam jangka panjang menggunakan kabel bawah tanah. Jaringan kabel bawah tanah tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan jaringan air bersih. f. Penggunaan jaringan telepontanpa kabel dengan perencanaan dari PT. Telkom Sistem Jaringan Pengaman Kebakaran Usulan penempatan hidran merupakan bagian dari sistem keselamatan yang ditujukan untuk mengantisipasi kebakaran. Sistem yang terpakai adalah sistem yang terintegrasi dengan air bersih yaitu bergabung dengan jaringan distribusi air bersih dengan pilar hidran single nozzle yang penempatannya diletakkan pada persimpangan-persimpangan jalan dan tepi-tepi jalan yang lurus dengan jarak penempatan 150-300 meter dan dapat diperpendek tergantung dari kebutuhan dan kepadatan bangunan dari rencana lokasi penempatan hidran dengan syarat pemasangannya yang tidak boleh mengganggu sirkulasi lalu lintas. III - 70 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Hidran-hidran yang sudah terdapat diwilayah perencanaan yang sudah rusak agar dapat difungsikan kembali penggunaannya. Setiap pipa hidran disadapkan pada pipa distribusi air bersih dan debit setiap hidrant adalah 16,5 liter/detik dan pemasangan dilengkapi dengan angker blok yang ditanam dibawah tanah. Arahan penambahan jaringan pemadam kebakaran berupa hydrant pada koridor jalan utama, permukiman penduduk, ruang-ruang terbuka publik serta sepanjang koridor perkotaan. g. Mitigasi Bencana (1) Ketentuan peringatan dini dan kesadaran warga ditetapkan sebagai berikut: a. Sistem peringatan dini di kawasan perencanaan menggunakan sistem yang terintegrasi untuk kecamatan dan kota. b. Peningkatan kesadaran warga dibentuk melalui jalur pendidikan formal maupun informal serta pelatihan. (2) Ketentuan jalur dan arah penyelamatan ditetapkanb sebagai berikut: a. Jalur Evakuasi/Penyelamatan menggunakan jaringan jalan yang ada. b. Arah Evakuasi/Penyelamatan, menuju Area Penyelamatan atau “Escape Area” untuk menampung korban bencana alam yang dapat berbentuk ruang terbuka/taman kota maupun geqdung penyelamatan seperti fasilitas umum dan fasilitas sosial. (3) Bangunan penyelamatan direncanakan berupa gedung penyelamatan seperti fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan, gedung pertemuan dan gedung perkantoran dengan desain bangunan yang memiliki kekuatan struktural aman, layak dan teruji sebagai gedung yang tahan bencana alam. (4) Dalam hal adanya kerusakan bangunan gedung akibat bencana alam dan/atau bencana lainnya atau adanya laporan masyarakat tentang bangunan gedung yang diindikasikan membahayakan keselamatan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, maka penerbitan SLF bangunan gedung dan/atau perpanjangan SLF bangunan gedung tersebut harus segera dilaksanakan. III - 71 | Executive Summary Penyusunan RTBL Kawasan Malioboro Gambar 3.68. Peta Jalur Evakuasi Bencana Sumber : Olahan studio, 2013 III - 72 | Executive Summary