1. BAB IV TANTANGAN DAN PERMASALAHAN

advertisement
BAB 4. TANTANGAN DAN PERMASALAHAN DIDALAM
MELESTARIKAN KEUNGGULAN
Secara umum, Kota Yogyakarta menghadapi tantangan dan permasalahan pembangunan yang
hampir sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia, yaitu :
1. Desakan Pembangunan Kota/Urbanisasi
Desakan urbanisasi di perkotaan merupakan permasalahan dan tantangan serius di semua
daerah urban di Indonesia. Kebutuhan akan perbaikan penghidupan (livelihood) menjadi
daya dorong urbanisasi baik itu berupa migrasi penduduk atau proses pengkotaan sebuah
wilayah. Proses pengkotaan sebuah wilayah adalah permasalahan utama terkait dengan
upaya pelestarian kota pusaka karena dorongan perubahan guna lahan menjadi ancaman
bagi keberadaan pusaka. Sebagai contoh pertumbuhan perumahan dan permukiman
mengambil porsi lahan yang sangat besar yang kemudian akhirnya menjadi tidak berjarak
dengan pusaka sehingga aktivitas manusia yang berdekatan dengan pusaka tersebut dapat
merusaknya.
Pariwisata sebagai salah satu urat nadi ekonomi Kota Yogyakarta membawa berkah namun
juga membawa permasalahan tersendiri. Tumbuhnya angka wisatawan yang datang
mengakibatkan adanya konsekuensi untuk meningkatkan akomodasi dan amenitas lain bagi
wisatawan. Pertumbuhan kebutuhan akomodasi berupa hotel dan penginapan di Kota
Yogyakarta sangat pesat sehingga dikhawatirkan akan melampaui daya dukung lingkungan.
Tak luput pula banyak pusaka yang dialih fungsikan sebagai untuk aktivitas pariwisata baik
sebagai hotel/penginapan, restoran, ataupun fungsi komersial lain seperti pertokoan.
Apabila alih fungsi ini mengikuti kaidah pelestarian, maka proses guna kembali adaptif
(adaptive re-use) akan berjalan dengan baik. Namun demikian apabila yang terjadi adalah
sebaliknya maka pusaka tersebut akan terancam. Pengendalian menjadi kata kunci dalam
upaya tersebut.
Dalam RPJMD Kota Yogyakarta tahun 2012-2016, dijelaskan bahwa salah satu contoh nyata
adalah kawasan Malioboro. Malioboro selain disebut sebagai jantung Kota Yogyakarta juga
sebagai pusat keramaian yang meliputi berbagai kegiatan, baik pemerintahan, perdagangan,
jasa, pariwisata, dan lain sebagainya. Malioboro menjadi primadona wisatawan dan
pemudik selama liburan yang memilih Kota Yogyakarta sebagai tujuan wisata. Penataan
kawasan Malioboro hendaknya mengerucut pada satu pemahaman dan kesepemahaman
yang sama, bahwa Kawasan Malioboro, tidak hanya sebagai Kawasan Ekonomi, tetapi juga
sebagai Kawasan Budaya. Bangunan yang ada di sepanjang Malioboro adalah bangunan
lama dan mewakili sejarah penting di masanya. Malioboro beriklim ekonomi karena selama
ini memang seperti itu yang dibentuk. Sejumlah permasalahan pun muncul di sentral
perekonomian Kota Yogyakarta tersebut. Kemacetan, parkir dan sampah menjadi keluhan
Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta | TANTANGAN DAN PERMASALAHAN DIDALAM
MELESTARIKAN KEUNGGULAN
4-1
sejumlah wisatawan yang berkunjung ke Malioboro. Sebab itu perlu dibentuk kelompok
masyarakat di sekitar Kawasan Malioboro untuk terlibat bersama dalam upaya penataan
Kawasan Malioboro sebagai kawasan budaya bersama dan kawasan ekonomi diharapkan
mampu meminimalisir terjadinya konflik dalam perencanaan.
2. Tata Kelola Pemerintahan
Tata kelola pemerintahan merupakan sebuah tantangan yang cukup besar bagi suatu
daerah. Setelah era otonomi daerah dengan payung hukum Undang-undang 32 tahun 2004,
menyebabkan munculnya berbagai tantangan dan permasalahan sebagai berikut :
a. Politik
Politik menjadi sebuah tantangan besar di suatu daerah karena menyebabkan adanya
suatu dinamika yang besar dalam proses tata kelola pemerintahan. Adanya faktor
pemilihan kepala daerah secara langsung mendorong adanya dinamika visi dan misi
pembangunan suatu daerah, dimana visi dan misi ini dapat berubah sesuai dengan
prakondisi sosial masyarakat. Penerapan visi misi ini akan sangat berpengaruh dalam
jalannya pembangunan minimal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Demikian pula
dengan semakin besarnya peran DPRD juga menyebabkan adanya dinamika politik
terutama dalam membangun kesepakatan antara pemerintah sebagai eksekutif dan
dewan
sebagai
legislatif
dalam
program
pembangunan
dan
pendanaannya.
Keberpihakan kepada pelestarian pusaka adalah sebuah keniscayaan yang harus
dibangun pada tataran politik baik oleh kepala daerah maupun legislatif. Dengan adanya
kesepakatan keberpihakan akan mendorong proses pelestarian berjalan dengan baik.
b. Pendanaan pembangunan
Pendanaan pembangunan adalah sebuah tantangan dan bisa menjadi permasalahan
serius bagi pembangunan sebuah daerah yang minim sumber daya. Otonomi yang
diberikan kepada daerah dalam mengelola sumber keuangannya sendiri menjadi sebuah
keuntungan bagi daerah dengan sumber pendanaan yang cukup, namun bisa jadi
sebaliknya untuk daerah dengan sumber pendanaan yang minim. Sumber pendanaan
daerah yang didapat secara otonom baik berasal dari pajak daerah –termasuk sekarang
PBB serta BBHTB, retribusi serta Pendapatan Asli Daerah lain seringkali tidak cukup
untuk menyelenggarakan pembangunan secara ideal. Diperlukan adanya prioritasi
program pembangunan dan penganggarannya sehingga alokasi dana harus benar-benar
dipersiapkan secara cermat. Pelestarian pusaka seringkali dianggap bukan prioritas
karena harus mengalokasikan untuk kebutuhan dasar lain yang apabila dihitung
membutuhkan anggaran cukup tinggi.
Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta | TANTANGAN DAN PERMASALAHAN DIDALAM
MELESTARIKAN KEUNGGULAN
4-2
3. Bencana Alam
Kota Yogyakarta sebenarnya berada dalam posisi yang cukup baik dari segi keamanan
terhadap bencana. Hal ini terlihat dari posisinya yang cukup tinggi dari laut (117 m diatas
permukaan laut, maupun cukup jauh dari puncak Gunung Merapi. Namun demikian bukan
berarti Yogyakarta dapat melepaskan semua resiko bencana, karena menurut rekam jejak
sejarah, kerusakan kompleks Tamansari adalah akibat gempa bumi dan letusan Gunung
Merapi yang terjadi abad ke-19. Selain bahaya gempa bumi kawasan yang cukup rawan dari
aktivitas vulkanis adalah kawasan tepian sungai, khususnya Sungai Code. Letusan dan
erupsi berkepanjangan Gunung Merapi tahun 2010 membawa dampak yang cukup
signifikan bagi masyarakat yang tinggal di tepian Sungai Code.
4. Akulturasi Budaya Luar/modern dan Ulah Manusia
Majunya teknologi dan informasi membawa dampak perubahan terhadap kebudayaan,
diantaranya adalah akulturasi budaya lokal dengan budaya modern atau berasal dari luar
akibat derasnya informasi. Akulturasi budaya tidak hanya terjadi dalam bentuk budaya non
ragawi seperti budaya bertutur, bahasa, sastra, seni musik, olah vokal dan sebagainya,
namun juga budaya ragawi seperti arsitektur ragam minimalis dan pola konstruksi yang
modern dan murah. Sedangkan ulah manusia juga membawa beberapa dampak dan menjadi
permasalahan serius seperti vandalisme, meskipun sudah terdapat pemahaman yang cukup
tinggi di masyarakat akan pentingnya aset pusaka.
Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta | TANTANGAN DAN PERMASALAHAN DIDALAM
MELESTARIKAN KEUNGGULAN
4-3
Download