BAB III PEMBAHASAN 3.1 3.1.1 Perkembangan Aksara Sunda pada Era Modern Berdasarkan penelitian keberadaan prasasti dan naskah tua beraksara Sunda Kuno yang dilakukan para peneliti kebangsaan asing—seperti K.F Holle dan C.M Pleyte—maupun bumiputra—seperti Atja dan E.S Ekadjati—pada akhir abad 19 sampai pertengahan abad 20, mulai timbul kesadaran akan adanya aksara Sunda sebagai identitas budaya Sunda itu sendiri, dan perlu adanya pelestarian terhadap aksara daerah. Hal ini melandasi dikeluarkannya Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan, dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Perda ini kemudian diganti menjadi Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah. Setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah dirasa akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan Bahasa Sunda. Akan tetapi, ada juga beberapa sekolah di Jawa Barat yang tetap mendapat materi dasar Aksara Sunda pada kurikulum mata pelajaran Bahasa Sunda. Saat ini Aksara Sunda Baku masih dipajang beriringan dengan plang nama jalan di beberapa kota besar di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor, Tasikmalaya, dan sebagainya. Aksara Sunda juga sudah diperkenalkan kepada khalayak umum melalui acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Gambar 1 Jalan Batutulis di Bogor, plangnya memakai aksara Sunda baku Gambar 2 Plang Jalan Braga di Bandung Michael Everson, seorang ahli linguistik kebangsaan Amerika-Irlandia telah mengajukan proposal untuk pengkodean karakter aksara Sunda pada tahun 2009. Sebelumnya pada tahun 2008, aksara Sunda sudah masuk ke dalam sistem input Unicode versi 5.1. Di tahun yang sama, dilakukan peresmian dan peluncuran aksara Sunda Unicode atas kerjasama Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Pendidikan Indonesia dengan Konsorsium Unicode. Konsorsium Unicode menyediakan tabel yang memuat segala aksara di dunia. Tabel tersebut diberi kombinasi angka dan huruf sehingga setiap karakter aksara memiliki kode tunggalnya sendiri. Dengan demikian, suatu huruf dengan huruf lainnya tidak akan tertukar dan bisa dibaca dengan tepat oleh perangkat elektronik. Aksara Sunda disimpan pada blok U1B80 sampai U1BBF untuk aksara utama, dan blok U1CC0 sampai U1CC7 untuk aksara tambahan. Gambar 3 Tabel unikode aksara Sunda Berangkat dari disahkannya unikode aksara Sunda, kemudian muncul perintisan font aksara Sunda Ngalagena yang disusun dan dirancang oleh Tim Unicode Aksara Sunda. Gambar 4 Hasil pengetikan font SundaneseUnicode-2.ttf Dengan dimasukannya Aksara Sunda pada tabel Unicode, masyarakat bisa menggunakan aksara Sunda Baku pada komputer maupun mengetiknya lewat ponsel pintar yang sudah dipasangkan keyboard khusus aksara Sunda. Gambar 5 Keyboard Aksara Sunda Selain hadirnya keberadaan Unicode dan font aksara Sunda, beberapa kelompok kreatif dan inovatif memanfaatkan peluang di era pos-modern yang serba canggih ini dengan peluncuran aplikasi-aplikasi untuk mengenal, mempelajari, dan mengaplikasikan aksara Sunda. Setidaknya ada sebanyak lima buah sampel aplikasi berbasis Android yang menawarkan penggunanya untuk mempelajari dan mengenal aksara Sunda kembali. Gambar 6 Interface aplikasi "Sundakara" Gambar 7 Interface aplikasi "Pasundan" Gambar 8 Interface aplikasi "Belajar Aksara Sunda" Gambar 9 Interface aplikasi "Cariosan Sunda" Di samping hadirnya aplikasi-aplikasi yang memfasilitasi pembelajaran praktis seperti contoh di atas, Kairaga merupakan salah satu portal web manuskrip aksara Sunda terbesar dan relative paling lengkap, salah satunya bisa jadi sumber untuk menunjang penelitian. Gambar 10 Situs Kairaga.com