Muhammad kevin A 18 thn, Fakultas Sains dan Informatika/Kimia SMAN 2 Cimahi, [email protected] The Snowball Effect Pernahkah anda mendengar kata The Snowball Effect atau The Butterfly Effect dua kata sinonimus yang pada intinya menerangakan bahwa sebuah perubahan kecil dapat memberi dampak perubahan yang sangat besar dikemudian hari atau suatu masalah yang dianggap remeh atau kecil dapat mengakibatkan suatu masalah yang lebih buruk berkali-kali lipat dari sebelumnya dimasa yang akan datang, mengaitkannya dengan fenomena seperti kotornya sungai Citarum yang mengalir di topografi Jawa Barat adalah salah satu contoh yang tepat bagaimana The Snowball Effect atau The Butterfly Effect bekerja, pola pikir sebagian masyarakat yang acuh tak acuh, kurang disiplin, malas dan berpikir bahwa membuang sampah di sungai “it’s not a big deal” atau yang dalam bahasa indonesia-nya “ini adalah bukan suatu perkara yang besar”. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun, sebagian masyarakat secara sporadis membentuk sebuah gumpalan es raksasa dari kepingan-kepingan buah tindakan manusia akan minimnya kesadaran untuk disiplin, yang mana suatu saat akan ada sebuah ledakan bom waktu yang justru membuat masyarkat itu sendiri rugi, dan datanglah suatu penyesalan di akhir setelah mereka diawal mendaftarkan diri untuk memilih menjadi generasi darwin yang reversibel alias mundur kebelakang dengan mengecilkan volume otak mereka kembali ke masa sebelum pithecanthropus. Apakah ini yang disebut generasi modern abad 21 yang malah merusak alam?. Ingatlah membuang sampah pada tempatnya merupakan tindakan yang terlihat kecil tetapi akan membawa dampak yang besar di masyarakat. Lantas, apa yang menjadi motif mereka tidak mau membuang sampah pada tempatnya?. Satu hal yang diajarkan sejak usia dini sampai tuapun masih saja banyak yang menyepelekannya. Kita sejak dari kecil diajarkan apa itu tempat sampah, yaitu tempat untuk meletakkan sampah kita, sehingga ada tempat untuk sampah agar tidak tercecer di tempat yang bukan semestinya. Teapi apa kenyataannya sekarang ini?, jauh dari kata penerapan kurikulum pendidikan. Tampaknya pembelajaran membuang sampah pada tempatnya hanya berlaku di bangku sekolah saja, tidak berlaku dan diterapkan di lain tempat. Padahal masyarakat tahu betul bagaimana dampak buruk dari tindakan tak disiplin seperti membuang sampah sembarangan, selain membobrokkan pemandangan juga menyebabkan bencana banjir yang mana, bahkan dari bencana ini bisa membuat nyawa seseorang melayang, misalkan mati tenggelam, atau karena terserang penyakit yang ditimbulkan karena betapa kotornya lingkungan dampak dari banjir, dan yang menjadi pertanyaan adalah, apakah masyarakat merasa berdosa atas itu?. Dengan adanya suatu bukti dan fakta yang sanagt jelas seperti ini pun juga tidak membuat masyarakat sadar akan kesadaran diri peduli terhadap lingkungannya, dimulai dari tindakan membuang sampah pada tempat sampah. Kembali ke Sungai Citarum, Jawa Barat, Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Provinsi Jawa Barat dengan panjang aliran sekitar 300 km. Hulu Sungai Citarum berada di lereng Gunung Wayang, di wilayah Desa Cibeureum, Kertasari, Kabupaten Bandung. Sejak 2007, Sungai Citarum adalah salah satu sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia sejak hadirnya sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar aliran sungai. Sementara secara sosial ekonomi, jutaan manusia sangat tergantung hidupnya di sepanjang aliran Sungai Citarum. Keberadaan Sungai Citarum sangat penting dalam kehidupan masyarakat di Jawa Barat. Pada sungai ini, dibangun tiga waduk untuk irigasi persawahan, pasokan air minum dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) serta sumberdaya perikanan penduduk disekitarnya. Ada tiga wilayah yang mendapat pasokan dari aliran sungai Citarum untuk irigasi yakni Subang, Karawang, dan Bekasi. Sementara sebagian penduduk Jakarta mendapatkan pasokan air minum dari Sungai Citarum. Tiga pembangkit listrik yang mengandalkan debit air Sungai Citarum adalah PLTA Jatiluhur (PLTA Ir H. DJuanda), PLTA Cirata dan PLTA Saguling dibagian paling hulu sungai. Tahukan anda pada tahun 2010, Sungai Citarum, Jawa Barat dinyatakan sebagai salah satu tempat terkotor oleh media barat huffingtonpost.com. Situs tersebut memasukkan Citarum sebagai satu dari sembilan tempat paling tercemar polusi buatan manusia di seluruh dunia. Delapan tempat lainnya adalah Kota Los Angeles, Kota Linfen di China, Delta Niger di Nigeria, London, Kota Dzerzhinsk di Rusia, Kota Phoenix di AS, Kota La Oroya di Peru, dan Danau Karachay di Rusia. dan sebuah ‘Anugerah’ untuk Sungai Citarum, Jawa Barat, Indonesia sebagai sungai paling tercemar di bumi ini semakin melengkapi berbagai rekor buruk yang pernah diterima Indonesia sebelumnya seperti kota dengan polusi udara terparah dan negara dengan laju deforestasi hutan tertinggi Berbicara mengenai masalah dan kesemerawutan di Sungai Citarum, Jawa Barat memanglah sangat kompleks, mulai dari adanya campur paut segelintiran politikus mengenai tumpang tindih kebijakan hingga para industri pabrik yang memiliki sfat sangat egois yang hanya mementingkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengenyampingkan kesehatan lingkungan. Tercatat Di sepanjang aliran sungai terdapat lebih dari 500-an pabrik yang saling berlomba -lomba memenuhi sungai ini dengan berbagai limbah seperti limbah tekstil hingga limbah ampas produksi pangan dan sebagai tambahan informasi terdapt lebih dari 5 juta penduduk tinggal di kanan kiri sungai, yang juga ikut berlomba-lomba memenuhi sungai dengan berbagai sampah dan limbah rumah tangga. Padahal 5 juta penduduk ini juga mengandalkan air sungai untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-sehari. Lebih miris lagi siapapun yang menyaksikan sungai Citarum pasti langsung disuguhi oleh luapan sampah. Bahkan, sungai terpanjang di Jawa Barat ini lebih pas disebut sebagai sungai sampah oleh beberapa jurnalis dan pemerhati lingkungan. Ingatlah!, membuang sampah pada tempatnya merupakan sesuatu yang harus dibiasakan agar menjadi suatu kebiasaan baik, jikalau memang belum dibiasakan dan menyadari arti pentingnya, seseorang belum akan sadar untuk membuang sampah mereka pada tempatnya. Saya sadari betul ini merupakan tindakan sederhana namun sulit dalam pencapaian aktualnya. Tindakan membuang sampah pada tempatnya yang harusnya menjadi budaya, malah sebaliknya, buang sampah sembarangan menjadi budaya masyarakat sekarang. Mereka hanya berteriak ke pemerintah setempat karena kawasannya banjir, kawasannya kumuh, kotor dan banyak terjangkit penyakit. Dalam hal ini yang patut disalahkan adalah warga penghuni kawasan tersebut, bukan pemerintah!. Bahkan terdapat suatu ironi tingginya jenjang pendidikan dan tingginya jabatan pada pekerjaan bukan garansi orang tersebut mematuhi aturan dan norma yang ada termasuk membuang sampah di tempat sampah. Hal kecil yang sering disepelekan, bahkan hanya sebungkus permen dan sepuntung rokok saja harus sadar bahwa itu juga termasuk sampah yang harus kita buang di tempat sampah. Oleh karena itu, peran serta setiap orang sangat diperlukan dalam mengatasi masalah sampah yang tak ada hentinya ini. Kita sebagai generasi muda diharapkan untuk dapat mengolah sampah dengan baik dan benar agar tidak mencemari lingkungan. Akhir kata, memerdekakkan Sungai citarum bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja! Bahan Rujukan: https://www.kompasiana.com/yantigobel/5500b7daa333115d6f511dc2/menggagas-sungaicitarum-menjadi-sungai-yang-harum https://alamendah.org/2010/09/02/citarum-menjadi-sungai-paling-tercemar-di-dunia/ internasional.kompas.com/read/2010/09/01/15045068/Citarum..Sungai.Paling.Tercema r.di.Bumi http://www.huffingtonpost.com/2010/08/31/photos-most-pollutedplac_n_693008.html id.wikipedia.org/wiki/Ci_Tarum http://nhenhe07.blogspot.com/2015/06/minimnya-kesadaran-membuang-sampah-pada.html