MANAJEMEN PASTURA DAN PENGGEMBALAAN TERNAK “Output From Grazing System” Di Susun Oleh Kelas B Kelompok 4 M Luthfi Ibrahim 200110130075 Rizal Krisfirmansyah 200110130079 Bangun Kurniadin 200110130080 Sigit Hardian 200110130083 Haitsam Muthi P 200110130087 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2016 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya padang penggembalaan adalah areal untuk menggembalakan ternak ruminansia dengan manajemen pemeliharaan dilgembalakan (grazing) dalam mendukung efisiensi tenaga kerja dalam budidaya ternak. Dengan sistem ternak diumbar di lahan tertentu pada periode tertentu. Pada konsep pengembangan pola pembibitan, faktor input produksi (biaya) dapat ditekan, karena output yang diterima peternak adalah produksi anak dalam jangka panjang. Ketergantungan terhadap hijauan pakan murah sangat dibutuhkan, khususnya yang bersumber dari padang penggembalaan. Dengan sistem penggembalaan (ektensif), peternak akan mampu memelihara ternak dengan skala besar dan memperoleh keuntungan optimal dibandingkan pola intensif. 1.2 Maksud dan Tujuan 1. Untuk mengetahui hasil dari sistem penggembalaan 2. Untuk mengetahui sistem produksi rumput dan dalam pemanfatannya II PEMBAHASAN 2.1 Hasil dari Sistem Penggembalaan hasil akhir produk dari sistem penggembalaan ternak ini (kuantitas per satuan luas) adalah hasil dari suatu gabungan setiap langkah-langkah dalam proses efisiensi produksi. Sistem manajemen penggembalaan saling berkaian antar satu sama lain, dan dengan ruang lingkup dari berbagai aspek untuk mengontrol dan memanipulasi dalam efisiensi secara keseluruhan. Salah satu contoh kisaran efisiensi normal untuk masing-masing dari tiga tahap utama produksi untuk yang beriklim sedang. Efisiensi dalam pemanfaatan energi setiap tahap adalah digunakan sebagai dasar untuk perbandingan, karena energi menyediakan sebuah unsur dalam seluruh proses produksi dan merupakan komponen besar pada setiap tahap. langkah pertama dalam mengefisiensikan energi (pemanfaatan energi matahari yang akan dikonversi menjadi energi dalam jaringan tanaman) biasanya secara substansial lebih rendah daripada langkah perantara (efisiensi konsumsi) atau pemanfaatan energi tanaman. Namun, besarnya nilainya yang begitu relatif ditampilkan tidak terlalu signifikan dalam pokok pembahasan sekarang sebagai ruang lingkup untuk memanipulasi keadaan tersebut dan sejauh mana hal tersebut saling terkait. Prinsip-prinsip yang mengatur keterkaitan tersebut dan hasil akhir produksi tersebut merupakan suatu subjek dari bab ini, dan melibatkan rekapitulasi yg begitu singkat dari beberapa bukti terhadap suatu produksi rumput dan juga contoh pemanfaatan yang memliki rentang efisiensi yang normal. 2.2 Produksi Rumput dan Pemanfaatannya Efisiensi konversi energi matahari yang menjadi jaringan tanaman selalu rendah, bahkan ketika sebagian besar energi matahari yang masuk dihambat oleh kanopi padang rumput sebelum mencapai tanah. ini adalah karena sebagian untuk kebutuhan energi yang tinggi dari proses fotosintesis itu sendiri dan sejumlah besar energi yang dikeluarkan dalam menjaga fungsi tanaman agar tetap normal, dan pada kenyataannya bahwa di negara-negara yang memilki iklim dengan suhu yang rendah dimana pertumbuhan tanaman karena dari jumlah besar energi cahaya yang mencapai bumi. Perbaikan secara substansial dalam hasil pertumbuhan tanaman harus dilakukannya secara proses yang sederhana dalam agar mendapatkan efisiensi, dan juga harus adanya minat yang besar untuk melakukan suatu manipulasi padang rumput untuk meningkatkan produksi rumput-rumputan di padang tersebut. Suatu tingkatan pada produksi rumput-rumputan dapat diefisiensikan dalam penggunaan energi cahaya matahari untuk pertumbuhan dapat ditingkatkan secara substansial dengan meningkatkan input pupuk, terutama nitrogen, dan dalam beberapa kasus, dengan memperbaiki pH tanah dan memperbaiki drainase. Menunjukkan pengaruh kondisi padang rumput pada efisiensi produksi rumputrumputan, tingkat pertumbuhan meningkat ke ketinggian permukaan padang rumput minimal 5 - 6 cm, setara dengan indeks luas daun (LAI) dari 3,04,0. Namun, sebagai konsekuensi dari keseimbangan antara tingkat pertumbuhan dan penuaan pada tingkat yang lebih besar dari tinggi padang rumput dan LAI, tingkat perubahan produksi rumput-rumputan bersih sampai batas yang sangat terbatas selama rentangnya kondisi padang rumput besar (lihat Gambar. 5.5). Manajemen secara maksimal pada produksi rumput-rumputan bersih per satuan luas ini karena tergantung pada perawatan yang dilakukan. Jumlah kebutuhan rumput per ekor, akumulasi rumput yang tidak dimakan pada nilai yang tinggi, tetapi pada penggembalaan yang sedang dirumput tumbuh pada rasio rendah Sejauh ini hubungan antara padang rumput dan hewan ternak telah dijelaskan dalam beberapa potret yang statis dalam efek tingg rumput pada tingkat pertumbuhan dan padang rumput dalam masa penuaan serta asupan per hewan ternak, sebagai contoh efek dari penyisihan rumputan pada penggunaan yang secara efisien. Cukup merugikan dalam menekan pertumbuhan rumput secara serius salah satu dari kerugian itu sendiri menyebabkan kerugian yang berlebihan pada rumput yang lain. Namun pada zona substansial perkiraan keseimbangan antara tingkat pertumbuhan menunjukkan cakupan untuk memanipulasi kondisi padang rumput untuk manfaat dari populasi hewan tanpa merugikan produksi rumput. Konsumsi rumput per satuan luas adalah produk untuk asupan per hewan per jumlah hewan per satuanluas. Konsumsi rumput per satuan luas bersamaan dengan produksi rumputdan efisiensi dalam menentukan rumput. Tingkat tingginya konsumsi per satuan luas bertujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penigkatan dalam produksi rumput akan mengfisiensikan konsumsi pada hewan ternak dan meningkatkan secara progresif untuk mencapai hasil yang diiinginkan, maka dari itu untuk meningkatkan rumput di padang gembalaan sebagai rumput konsumsi maka rumput harus diperhatikan dan diawasi dalam pertumbuhannya, dan dapat menangani masalah-masalah dalam pertumbuhannya agar bisa menekan tingkat kerugian yang dapat terjaadi , dan apabila ini bisa teratasi maka pemanfaatan akan berlangsung dengan baik dan dapat mengefisiensikan dalam konmsumsi hewan ternak. Hal yang paling utama ialah mendistribusikan pakan secara merata pada hewan ternak sesuai dengan jumlah populasi hewan ternak itu sendiri, maka semua pakan yang dikonsumsi, jika hewan ternak lebih banyak dari pada produksi rumput maka pendistribusian dalam pemberian pakan tidak akan merata dan karenanya akan menurunkan kinerja individu. Pada kondisi populasi hewan yang tidak sepadan dengan jumlah produksi rumput tersebut maka disitulah akan terjadi persaingan, jika hewan ternak memakan semua rumput pada saat bersamaan tidak produktif dalam pertumbuhannya maka akan terjadi suatau masalah yang sangat kompleks . Selain itu untuk menghindari masalah yang dapat merugikan hewan ternak tersebut maka perlu pendistribusian yang merata Sistem penggembalaan adalah entitas yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan tanaman dan respon hewan dari waktu ke waktu, dalam hal ini hubungan antara komponen padang rumput dan hewan ternak dalam sistem penggembalaan adalah tingkat persediaan. Jumlah satuan hewan dalam satuan luas untuk waktu yang cukup lama sering terjadi tetapi tidak harus dalam satu musim pengembalaan. Tingkat persediaan memiliki keterbatasan yang dijadikan sebagian indeks pengukuran karena tidak memperhitungkan potensi produktif dari padang rumput atau potensi asupan rumput untuk populasi hewan. Istilah ini digunakan secara luas dan memberikan dasar yang baik untuk mempertimbangkan efek kumulatif dari langkah-langkah yang ada dalam proses produksi. Namun, perlu ditekankan bahwa efek dari tingkat ketersediaan pada produksi rumput dan performa hewan yang ditunjukkan dalam bab ini hanya menggambarkan hubungan umum dan tidak memberikan dasar-dasar yang dapat diterima untuk keputusan dalam manajemen. Terbatasnya ketersediaan produksi akan meningkatkan kesulitan dan akan mempengaruhi target ketersediaan rumput secara terus menerus. Efek ini kemungkinan akan diperkuat oleh tingkatan yang lebih besar dengan kerusakan oleh injakan dan pemadatan tanah pada tingkat ternak yang tinggi, tetapi dapat diimbangi dengan daur ulang yang lebih efektif dari nutrisi didalam tanaman karena adanya kotoran dan urine. Peningkatan banyaknya hewan ternak juga akan mengurangi area yang rumputnya tidak di manfaatkan karena dengan adanya penyuburan oleh kotoran hewan. Gambar ilustrasi 10.4 Lajur pertumbuhan rumput-rumputant tertekan pada tingkat hewan yang tinggi tetapi efek utamanya adalah pada efisiensi pemanfaatan rumput-rumputan yang tumbuh. Di bawah manajemen jumlah hewan yang tinggi di padang rumput dalam jangka waktu terus menerus maka pada saat merumput akan memberikan hal negative pada jumlah hewan ternak yang tinggi. Hal ini karena efek dari pemanfaatan yang kurang efisien dan asupan yang lebih besar per hewan sangatlah tidak teratur di penggembalaan. Hubungan ini diilustrasikan dalam Gambar 10.4 pada saat yang sama, penurunan efisiensi penggembalaan pada tingkat hewan yang lebih rendah akan mengakibatkan penurunan proporsi daun hijau sebagai bibit dan material yang sudah menumpuk. Efek pada pencernaan dari rumput-rumputan yang dimakan tergantung pada hewan dalam memilih makanannya. Biasanya efek terbesar pada penggembalaan yang luas dimana rumput-rumputan dimakan dapat terakumulasi selama beberapa musim dan mengganggu akses pertumbuhan. Pada gambar ilustrasi 10.5 padang rumput di bawah manajemen yang relatif intensif asupan sering lebih rendah pada hewan merumput pada tingkat penebaran tinggi karena terbatasnya jumlah rumput – rumputan hijau di padang rumput. Gambar ilustrasi 10.5 Laju kenaikan pertumbuhan rumput sebagai tingkat ketersediaan yang berkurang, tetapi efek ini akhirnya diimbangi dengan meningkatkan pengurangan kerugian sehingga produksi rumput- rumputan bersih mencapai dataran tinggi dan akhirnya mulai menurun lagi pada tingkat ketersediaan yang rendah. Hal ini menggambarkan hubungan antara tingkat ketinggian permukaan padang rumput yang diisi terus menerus dan tingkat jumlah hewan yang diperlukan untuk mempertahankannya. Tingkat ini akan jatuh dengan cepat dengan meningkatkan ketinggian permukaan dan membuat penyelesaian pada tingkat yang rendah. Asupan rumput per ekor dalam menumbuhkan ternak setidaknya penurunan individu kinerja hewan sebagai tingkat persediaan yang meningkat Tanda bahwa hal ini adalah benar bahkan ketingkat cadangan yang sangat rendah selama musim merumput. Hal ini menunjukkan bahwa asupan sensitif terhadap penurunan masa rumputan dari menurunnya kualitas rumput-rumputan, tetapi dalam hal apapun tingkat persediaan di mana kualitas yang rendah merupakan pertimbangan yang penting yang harus di bawah kisaran. Pola respon dalam kinerja hewan selama rentang ketersediaan dapat terjadi pada perubahan dengan waktu, respon linear sederhana yang diukur selama satu musim penuh adalah refleksi dari fakta bahwa hewan pada tingkat ketersediaan yang lebih rendah cenderung tumbuh lebih dibanding dari hewan pada tingkat ketersediaan hewan yang lebih tinggi. Hubungan antara tingkat ketersediaan hewan dan kinerja individu pada hewan yang menyusui, dan khususnya untuk sapi pedet / domba. Disini informasi dari gambar 5.5 diplot dengan cara yang berbeda. Laju kenaikan pertumbuhan rumput sebagai tingkat ketersediaan yang berkurang, tetapi efek ini akhirnya diimbangi dengan meningkatkan pengurangan kerugian sehingga produksi rumput rumputan bersih mencapai dataran tinggi dan akhirnya mulai menurun lagi pada tingkan ketersediaan yang rendah. Hubungan antara stocking rate dan cumulative animal gain berubah seiring begantinya musim. Berikut merupakan ilustrasi dari pola perkembangan hingga final relationship yang ditunjukkan oleh Gambar 10.6. untuk periode awal hewan mengalami pertambahan berat badan dengan tingkat kenaikan yang sama, tapi ketika cadangan rumput awal digunakan pada stocking rate yang tinggi mulai mengalami penurunan berat badan. Seiring bergantinya musim, hewan-hewan mencapai berat tertinggi secara progresif, dan akhirnya peningkatan berat badan hanya bertahan pada stocking rate yang terendah. Dalam keadaan normal, tidak akan masuk akal untuk mempertahankan hasil stocking rate yang pada hakikatnya berhubungan dengan penurunan berat badan hewan, terutama pada hewan yang sedang berkembang. Walau bagaimanapun, ilustrasi ini merupakan ilustrasi yang sangat baik mengenai perubahan progresif antara hewan dan padang rumput. Pentingnya pertimbangan ini bergantung pada perubahan pola musiman dalam produksi rerumputan dan permintaannya. Dalam sistem produksi dengan hewan mamalia/ menyusui sensitivitas reproduksi sepertinya cendrung lebih rendah daripada perfoma hewan itu sendiri. Hubungan antara stocking rate dan output per unit area ( performa individu x stocking rate) terlihat pada Gambar 10.6. output per unit area mengalami kemerosotan pada stocking rate yang rendah dikarenakan oleh jumlah hewan yang rendah dan pada stocking rate yang tinggi dikarenakan oleh produksi hewan yang rendah, namun perubahan stocking ratenya pun relatif lambat yang dapat memaksimalkan output per unit area. Sering dikatakan bahwa permasalahan utama peternak adalah bagaimana meraih reasonable compromise diantara suatu stocking rate yang menghasilkan kinerja yang tinggi per individual hewan dan bagaimana memberikan output per unit area yang tinggi. Poinnya dalah bagaimana menciptakan sesuatu yang beralasan adalah melalui pertanyaan analog langsung yang bisa diajukan (namun jarang dilakukan) mengenai alokasi pemberian makan untuk jumlah hewan yang berbeda-beda. Solusi yang disepakati tidaklah mudah untuk diraih dalam sistem produksi dimana performa hewan menurun dan mengalami kemerosotan seiring peningkatan stocking rate, seperti pada Gambar 10.6, karena dalam keadaan ini tidak masuk akal untuk memperbaiki stocking rate menuju titik maksimasi performa hewan. Pasar sendiri menyediakan sebuah jawaban dalam sistem produksi daging karena biasanya memungkinkan untuk mendefinisikan berat bangkai hewan yang diterima, maka jawaban dari pertanyaan ini adalah mencakup informasi mengenai nili produk dan biaya produksi. Gambar Ilustrasi 10.6 Secara umum, stocking rate yang memaksimasikan nilai produk per unit area dari produksi daging akan menjadi lebih rendah daripada stocing rate yang memaksimasikan ouput fisik. Ini dikarenakan nilai per unit produk cenderung jatuh seiring terjadinya penurunan berat badan hwan dan ukuran produknya, namun hasilnya lebih bergantung pada strategi pemasaran. Untuk produksi susu atau produksi wol nilai unit tidak terlalu terpengaruh oleh stocking rate sehingga perbedaan antara output maksimasi stocking rate secara fisik dan finansial akan kecil. Fixed dan variabel cost per unit area nya pun juga akan meningkat tajam seiring peningkatan stocking rate. Fixed cost dihubungkan pada jumlah hewan yang memenuhi syarat dan segala jenis pengadaan untuk pengandangannya. Variabel cost dipengaruhi oleh kebutuhan akan lebih banyak pasokan makan dan obat ternak pada stocking rate yang tinggi. Dengan demikian, margin melebihi variabel cost dan terutama margin melebihi variabel dan fixed cost yang akan dimaksimasikan untuk usaha peternakan. III KESIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa dalam penggembalaan ternak ini bahwa Ketergantungan terhadap hijauan pakan murah sangat dibutuhkan, khususnya yang bersumber dari padang penggembalaan. Dengan sistem penggembalaan (ektensif), peternak akan mampu memelihara ternak dengan skala besar dan memperoleh keuntungan optimal dibandingkan pola intensif. Pada sistem penggembaan ini juga kita dapat mengatur bagaimana ketersediaan pakan yang kita kontrol agar dapat menekan dari segu kekurangan yang nantinya akan memberikan nilai postif baik bagi ternak. DAFTAR PUSTAKA Hodgson, J. 1990. Grazing Management Science Into Practice. Longman Scientific and Technical. New Zealand