PENGUKURAN KADAR CO2 DAN KELIMPAHAN POPULASI MIKROB PADA TANAH SULFAT MASAM Laporan Praktik Lapangan Di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Jalan Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Kota Bogor, Jawa Barat 16164, Indonesia GOLIAT ARITONANG DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018 ii PENGUKURAN KADAR CO2 DAN KELIMPAHAN POPULASI MIKROB PADA TANAH SULFAT MASAM GOLIAT ARITONANG Laporan Praktik Lapangan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018 ii iii Judul Nama NIM : Pengukuran Kadar CO2 dan Kelimpahan Populasi Mikrob pada Tanah Sulfat Masam : Goliat Aritonang : G84150053 Disetujui oleh drh Sulistiyani, MSc, PhD Pembimbing Utama Dr Erny Yuniarti, M.Si Pembimbing Lapangan Diketahui oleh Ketua Departemen Biokimia FMIPA IPB Dr Syamsul Falah, SHut, MSi NIP 19700503 200501 1 001 Tanggal Lulus : iv v PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan Praktik Lapangan hingga penyusunan laporan ini dengan sebaikbaiknya. Kegiatan Praktik Lapangan dimulai pada tanggal 16 Juli sampai 17 September 2018 di Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Cimanggu Bogor. Judul yang telah ditentukan untuk penelitian ini ialah “Pengukuran Kadar CO2 dan Kelimpahan Populasi Mikrob pada Tanah Sulfat Masam”. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam kegiatan Praktik Lapangan. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada bapak/ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dukungannya. Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Ibu drh. Sulistyani, M.Sc., PhD selaku pembimbing utama dan Ibu Dr. Erny Yuniarti, M.Si. selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan baik kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dede, Mas Dani, Mas Dedi, selaku analis dan teknisi di laboratorium atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis. Laporan Praktik Lapangan dengan judul ini disusun berdasarkan kegiatan Praktik Lapangan yang dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dalam laporan selanjutnya. Semoga laporan Praktik Lapangan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, 5 September 2018 Goliat Aritonang vii DAFTAR ISI Halaman PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN 1 KEADAAN UMUM BALAI PENELITIAN TANAH 2 Sejarah Instansi Struktur dan Sumber Daya Organisasi Pelayanan Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Bogor TANAH SULFAT MASAM Fungsi dan Aktivitas Mikrob dalam Tanah Respirasi Tanah METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 2 2 3 4 5 5 8 8 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 SIMPULAN DAN SARAN 15 Simpulan Saran 15 15 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 17 viii DAFTAR TABEL 1 2 3 4 Halaman Peringkat respirasi tanah pada suhu dan kelembaban yang optimal 6 Berat basah, berat kering, dan kadar air sampel tanah sulfat masam 11 Hasil titrasi asam-basa sample tanah sulfat masam 12 Hasil perhitungan koloni mikrob tanah sulfat masam 14 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan udara Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan ferri Reaksi hidrolisis ferri Reaksi antara KOH, CO2, dan HCl pada respirasi tanah Halaman 4 4 4 7 1 PENDAHULUAN Praktik Lapangan merupakan kegiatan mahasiswa tingkat akhir sebelum melakukan penelitian dan menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sains di Departemen Biokimia IPB. Tujuan dilakukannya Praktik Lapangan yaitu sebagai sarana pengenalan dunia kerja. Kegiatan ini juga memberikan pengalaman baru kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami penerapan ilmu Biokimia. Instansi yang dipilih sebagai tempat melakukan kegiatan Praktik Lapangan yaitu Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) yang beralamatkan di Jalan Tentara Pelajar No 12 Bogor Jawa Barat. Balai Penelitian Tanah memiliki tugas menghasilkan teknologi pengelolaan sumber daya tanah yang meliputi konservasi, rehabilitasi dan reklamasi tanah, kesuburan tanah dan pupuk, dan biologi tanah, serta melaksanakan kerja sama dan penyebarluasan hasil-hasil penelitian. Tujuan umum Praktik Lapangan di Balai Penelitian Tanah yaitu menerapkan ilmu biokimia di bidang pertanian dan lingkungan. Kegiatan ini diharapkan dapat menambah keterampilan mahasiswa Biokimia dalam mengerjakan metode isolasi dan penumbuhan bakteri serta analisis aktivitas mikrob khususnya respirasi. Luas tanah sulfat masam di Indonesia diperkirakan 6,71 ha, terdiri dari sulfat masam potensial sebesar 4,34 juta ha dan sulfat masam aktual 2,37 juta ha. Tanah sulfat masam aktual memiliki pH ekstrim yaitu < 3,5 dan banyak mengandung ion-ion sulfat (SO4), Fe2+, dan Al3+, sehingga tidak sesuai untuk tanaman pertanian. Umumnya yang diusahakan sebagai lahan pertanian adalah tanah sulfat masam potensial. Tanah ini mengandung pirit belum teroksidasi dan kisaran pH 4,6 – 5,5, tetapi berpotensi menjadi ekstrim masam bila mengalami drainase berlebihan (Subagyo 2006). Pirit sendiri merupakan mineral disulfida berwarna kekuningan dengan rumus kimia FeS2 yang umum dijumpai. Pemberian bahan organik yang memiliki kadar C atau kadar N rendah disertai amelioran lain seperti kapur mampu meningkatkan kesuburan tanah. Bahan organik mampu mengkelat kation logam seperti Al dan Fe sehingga dapat membebaskan sejumlah hara terutama P. Kemampuan tanah dalam menahan air sehingga tetap basah dan menahan oksidasi pirit juga dapat diperbaiki melalui pemberian bahan organik. Solusi untuk mengatasi ketersediaan bahan organik di lapangan dapat dilakukan dengan konsep sistem pertanian terpadu dan teknologi pengomposan (Husna 2014). Proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah merupakan indikasi umum adanya aktivitas mikrob untuk memperoleh sumber C dan energi bagi pertumbuhannya. Umumnya dalam mengkonsumsi zat-zat hasil dekomposisi seperti gula, mikrob menggunakan O2 sebagai akseptor elektron sehingga menghasilkan CO2, H2O dan sejumlah energi, atau yang dikenal dengan istilah (respirasi). Pengukuran respirasi tanah dapat ditetapkan berdasarkan kadar CO2 yang dihasilkan oleh mikrob di dalam tanah dengan metode titrasi. Kondisi tanah yang digunakan pada respirasi yaitu tanah existing atau kondisi tanah sesuai dengan kondisi lapang [BBSDLP 2007]. Kegiatan Praktik Lapangan berlangsung di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah selama 8 minggu (320 jam). Pengujian dilakukan pada sampel Tanah Sulfat masam yang meliputi beberapa serangkaian kegiatan seperti TPC (Total Plate Count) dan respirasi tanah. Total Plate Count (TPC) dilakukan dengan metode pengenceran serial dan cawan sebar. Respirasi 2 tanah dilakukan dengan metode titrimetri asam-basa. Larutan penjerap dititrasi untuk mengetahui kadar CO2 terikat pada larutan tersebut. KEADAAN UMUM BALAI PENELITIAN TANAH Sejarah Instansi Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) merupakan unit pelaksana teknis yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 96/Kpts/OT.210/1/202, tanggal 29 Januari 2002. Dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nomor: 157/Kpts/OT.160/J/7/2006, tanggal 10 Juli 2006. Sebagai balai penelitian tingkat nasional, BALITTANAH mempunyai tugas melaksanakan penelitian untuk menghasilkan teknologi pengelolaan sumber daya tanah yang meliputi konservasi, rehabilitasi dan reklamasi tanah, kesuburan tanah dan pupuk, dan biologi tanah, serta melaksanakan kerja sama dan penyebarluasan hasil-hasil penelitian. Dalam pelaksanaan tugasnya BALITTANAH didukung oleh tenaga-tenaga ahli di bidang kimia tanah, kesuburan tanah, fisika tanah, konservasi tanah, mikrobiologi dan fauna tanah, agronomi, agro-ekosistem, agro-meteorologi, lingkungan, pengelolaan air, dan sosial ekonomi pertanian. Fasilitas pendukung antara lain laboratorium kimia, fisika dan biologi tanah, rumah kaca, dan kebun percobaan. Pada tahun 2008, BALITTANAH mendapat penghargaan tingkat Departemen Pertanian berupa Piala Adi Bakti Tani yang merupakan pengghargaan tertinggi tentang pelayanan kepada masyarakat. Informasi seputar Balai Penelitian Tanah dapat diakses melalui balittanah.litbang.pertanian.go.id. Struktur dan Sumber Daya Organisasi Struktur organisasi dari Balai Penelitian Tanah yaitu dipimpin oleh Kepala Balai. Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Jasa Penelitian, dan Seksi Pelayanan Teknik berada dibawah Kepala Balai. Kelompok Fungsional Peneliti terdiri dari Kimia & Kesuburan Tanah, Fisika & Konservasi Tanah, dan Biologi & Kesehatan Tanah. Kelompok Fungsional Peneliti berada dibawah arahan langsung dari Kepala Balai. Peneliti Pertama, Peneliti Utama, Peneliti Madya, Peneliti Muda merupakan bagian-bagian pada Kelompok Fungsional Peneliti. Calon-calon peneliti yang sedang menjalani masa pelatihan akan menjadi Peneliti Muda pada tahun pertama menjalani masa bakti di Balai Penelitian Tanah. Sarana dan prasarana yang dimilliki yakni kantor Balai Penelitian Tanah, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fisika dan Konservasi Tanah, Biologi dan Kesehatan Tanah, rumah kaca, dan kebun percobaan. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki berjumlah 126 orang, terdiri atas 45 orang peneliti dan 81 orang non peneliti. Kelompok non peneliti meliputi teknisi, staf laboratorium, pegawai administrasi, tata usaha dan lainnya. Kelompok peneliti memiliki beberapa perangkat uji lapang seperti Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), Perangkat Uji 3 Tanah Kering (PUTK), Perangkat Uji Pupuk (PUP), Perangkat Uji Hara Tanaman Tebu (PUHT), Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), dan Perangkat Uji Pupuk Organik (PUPO). Pelayanan Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Bogor Balai Penelitian Tanah memiliki beberapa jenis pelayanan pada tiap laboratorium yang tersedia. Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah memberikan analisis tanah rutin seperti tekstur (pasir, liat, debu), pH, bahan organik, kemasaman, analisis tanah khusus, microwave plasma, AES, CNS analyzer, microwave digestion, spektrofotometer, dan pemeriksaan air irigasi seperti kadar lumpur, pH, salinitas, kation-anion, serta logam berat. Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah memberikan pelayanan bobot isi (bulk density), perhitungan ruang pori total, bobot jenis (particle density), kadar air pada tekanan pF1, pF2, pF2.54, dan pF4.2, permeabilitas, angka Atterberg (batas plastis, batas cair, dan batas kerut), indeks kemantapan agregat, laju perkolasi, dan coefficient of linear rxtensibility (COLE) tanah. Jenis– jenis analisis untuk tanah gambut/organic seperti penetapan berat volume, bahan organik dengan metode pengabuan kering (LOI), dan kadar serat. Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah memberikan pelayanan pengujian pupuk, tanah, maupun air. Pengujian ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu penghitungan jumlah dan populasi mikroorganisme biologis, analisis fungi dan aktivitas mikrob. Mikroorganisme yang dapat dihitung meliputi bakteri aerob, anaerob, heterotrof, Rhizobium/Bradyrhizobium, Azospirillium, Azotobacter, Pseudomonas, Bacillius, Lactobacillus, E. coli, Salmonella sp, bakteri penambat N, bakteri pelarut P, bakteri selulolitik, bakteri kitinolik, bakteri lipolitik, dan bakteri proteolitik. Analisis fungi seperti total fungi, Mikoriza, Trichoderma, Aspergillus, Saccharomyces, fungi pelarut P, fungi selulolitik, fungi kitinolitik, fungi lipolitik, fungi proteolitik, fungi lignolitik, total Actinomycetes. Aktivitas mikrob seperti reduksi asetilen, aktivitas enzim (dehidrogenase, B-glucosidase, amilase, selulase, fosfatase, kitinase, lipase), produksi hormon IAA, dan uji patogenisitas pupuk pada tanaman. Layanan lainnya yang dapat diberikan oleh Balai Penelitian Tanah ialah penerimaan siswa/mahasiswa untuk melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL), magang, penelitian, serta kegiatan pelatihan kelaboratoriuman. 4 Tanah Sulfat Masam Tanah dapat dideskripsikan sebagai fenomena batas permukaan bumi dan merupakan media bagi tumbuhan tingkat tinggi, pangkalan hidup bagi manusia serta hewan. Zat-zat mineral dan organik selama jutaan tahun yang telah bertransformasi untuk membentuk tanah. Faktor lingkungan yang bekerja sama dalam masa sangat panjang merupakan pemicu transformasi ini. Komponen tanah seperti mineral, organik, air, dan udara saling menyusun membentuk tubuh tanah. Variasi jenis tanah merupakan refleksi dari kondisi lingkungan yang berbeda (Sutanto 2005). Tanah sulfat masam merupakan jenis lahan pasang surut yang mempunyai ciri khas yaitu banyak mengandung pirit (FeS2). Lahan pasang surut tergenang air sepanjang tahun, sehingga jika tanah sulfat masam direklamasi, senyawa pirit akan terpapar udara dan membentuk ferri hidroksida (Fe(OH)3), sulfat (SO42-) dan ion hidrogen (H+) sehingga tanah menjadi sangat masam. Kemasaman tanah yang tinggi memicu larutnya unsur beracun, sehingga tanah menjadi tidak produktif (Purnomo et al. 2005). Menurut Hasibuan (2008), kemasaman yang tinggi akibat teroksidasinya pirit, akan menghancurkan ikatan alumino-silikat dan membebaskan ion Al3+ yang kemudian mendesak kation hara seperti K,Ca, dan Mg keluar dari komplek jerapan. Tingginya tingkat kemasaman tanah juga mengakibatkan bertambahnya kelarutan ion-ion Fe2+, Fe3+, Al3+, dan Mn2+ di dalam tanah dan dapat bersifat racun bagi tanaman. Gambar 1 menunjukkan reaksi tahap awal oksidasi pirit. Apabila reaksi tersebut terus berlangsung hingga pH tanah berada dibawah 4, maka feri (Fe3+) akan larut dan ikut mengoksidasi pirit secara cepat. Reaksi oksidasi antara pirit dan feri akan menghasilkan 16 molekul H+ dengan reaksi pada Gambar 2. Kecepatan oksidasi pirit cenderung bertambah dengan menurunnya pH tanah. Ketika nilai pH <3,5, reaksi oksidasi ini akan berjalan sangat lambat dengan waktu paruh 1000 hari (Sutandi 2011). Tidak berhenti sampai disitu, feri juga dapat terhidrolisis dan menambah kemasaman seperti yang diperlihatkan Gambar 3. Gambar 1 Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan udara (Sutandi 2011) Gambar 2 Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan feri (Sutandi 2011) Gambar 3 Reaksi hidrolisis feri (Husna 2014) 5 Salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan yaitu porositas tanah. Porositas tanah merupakan total ruang pori pada tanah yang menunjukkan kondisi drainase dan aerasi tanah. Menurut penelitian yang dilakukan Pusparani (2018), porositas total tanah sulfat masam mencapai 69,70 % pada kedalaman tanah 20 cm. Total ruang pori yang ideal untuk pertumbuhan tanaman adalah 50% dari total volume tanah (Hasibuan 2009). Tanah juga memiliki pH yang merupakan salah satu reaksi kimia tanah yang dikendalikan secara kuat oleh sifat elektrokimia dari koloid tanah (Rahmah 2014), dimana pH dapat berpengaruh pada penyediaan hara untuk tanaman. Nilai pH pada kisaran 6,0 -8,0 disebut baik dalam hal penyediaan hara tanaman dan pertumbuhan bakteri (Yusanto 2009). Hasil analisis untuk pH tanah sulfat masam yaitu 4,30 (Pusparani 2018). Fungsi dan Aktivitas Mikrob dalam Tanah Mikrob dalam bidang pertanian diposisikan sebagai produsen hara sehingga dapat menentukan indeks kualitas tanah (Karlen et al. 2006). Aktivitas penyediaan hara oleh mikrob tanah melalui fiksasi N dari udara dengan aktivitas nitrogenase bakteri penambat N, pelarutan P tidak larut (terikat Ca, Al, Fe) menjadi P larut, proses dekomposisi menyediakan hara makro (N, P, K) dan mikro. Fungsi lainnya yaitu untuk menghasilkan fitohormon seperti IAA, serta sebagai agen hayati pengendali tanaman (Saraswati et al. 2004). Aktivitas mikrob di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, kelembaban, kandungan bahan organik, kandungan oksigen tanah, dan pH. Respirasi tanah, aktivitas enzimenzim tanah, dan total populasi bakteri adalah cara untuk memantau aktivitas bakteri dalam tanah (Rosmimik dan Yuniarti 2007). Total populasi mikrob dapat dihitung menggunakan Total Plate Count (TPC). Total Plate Count digunakan karena koloni dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan alat bantu apapun. Perhitungan dilakukan hanya pada koloni murni (Elmoslemany et al. 2009). Untuk mendapatkan hasil maksimal digunakan metode pengenceran serial dan cawan sebar. Pengenceran umumnya dilakukan hingga 10-6 (tergantung tingkat kekeruhan atau konsentrasi mikrob). Mikrob yang hidup dapat diketahui jumlahnya dengan cara diencerkan dan ditumbuhkan di dalam media. Metode pengenceran serial ini memiliki kemungkinan kontaminasi yang besar sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi dan teknik aseptik (Soetarto et al. 2008). Setelah diencerkan beberapa kali, kultur akan disebar pada permukaan media agar (metode cawan sebar). Tujuan dari metode ini adalah untuk memudahkan perhitungan pada koloni bakteri karena koloni tidak menumpuk pada satu titik saja. Respirasi Tanah Respirasi terjadi di dalam sel semua organisme hidup seperti tanaman, hewan, dan mikrob. Respirasi adalah CO2 yang dibebaskan oleh tanaman hidup (respirasi autotrof) dan oleh organisme tanah selama dekomposisi bahan organik (respirasi heterotrof) (Chevallier et al. 2008). Metode ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi status bahan organik tanah dalam ekosistem alami atau yang dibudidaya (Maysaroh 2011). Menurut Evanylo dan Robert (2009), terdapat enam kategori tanah berdasarkan kemampuannya untuk berespirasi (Tabel 1). Kategori 6 tersebut yaitu no soil activity (tidak ada aktivitas), very low soil activity (aktivitas sangat rendah), moderately low soil activity (aktivitas cukup rendah), medium soil activity (aktivitas sedang), ideal soil activity (aktivitas ideal), dan unusually High soil activity (aktivitas sangat tinggi). Prinsip dari respirasi tanah yaitu pengukuran berdasarkan jumlah CO2 di dalam tanah pada waktu tertentu. Proses respirasi menggunakan O2 dan membebaskan CO2. Pengukuran respirasi dapat dilakukan pada tanah tidak terganggu (undisturbed soil sample) dan contoh tanah yang diambil (disturbed soil sample). Udara di dalam tanah kapasitas lapang akan dipompa dengan menutup permukaannya menggunakan bejana yang volumenya diketahui. Cara lainnya yaitu dengan membenamkan tabung untuk mengambil udara di dalam tanah. Pengukuran respirasi di dalam laboratorium dilakukan dengan cara menginkubasi sampel tanah dalam jangka waktu minimal tiga hari. Sebelum diinkubasi sampel tanah harus terlebih dahulu disesuaikan kondisinya sesuai dengan kapasitas lapang. Kadar air merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengembalikan tanah seperti kapasitas lapang. Tabel 1 Peringkat respirasi tanah pada suhu dan kelembaban yang optimal (Evanylo dan Robert 2009) Respirasi Tanah (mg CO2 – mg C/acre/day) CO2/Kg.hari Kategori Tidak ada aktivitas tanah 0 0 <9,5 <17x10-6 Aktivitas tanah sangat rendah 9,5 – 16 (17 s.d 30)x10-6 Aktivitas tanah cukup rendah 16 – 32 (30 s.d 64)x10-6 Aktivitas tanah sedang 32 - 64 (64 s.d 118)x10-6 Aktivitas tanah ideal >64 >118x10-6 Aktivitas tanah sangat tinggi Kondisi Tanah Tanah tidak memiliki aktivitas biologis (hampir steril) Tanah sangat miskin bahan organik sehingga aktivitas biologis sangat rendah Tanah miskin bahan organik sehingga aktivitas biologi rendah Tanah mendekati atau menurun aktivitas biologisnya Tanah memiliki aktivitas biologis yang ideal, memiliki bahan organik yang memadai dan populasi aktif mikro Tanah memilki tingkat aktivitas biologis yang sangat tinggi dan memiliki ketersediaan bahan organik banyak; dimungkinkan dari adanya penambahan bahan organik dalam jumlah besar atau penambahan pupuk 7 Basa kuat seperti KOH, NaOH adalah larutan yang dipakai untuk menjerap CO2. Kadar CO2 yang dihasilkan selama inkubasi dapat diukur melalui titrasi asambasa [BBSDLP 2009]. Larutan penjerap yang digunakan yaitu KOH. Larutan KOH tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Volume HCl yang terpakai pada saat titrasi setara dengan jumlah CO2 yang dihasilkan (Rusma 2015). Penetapan CO2 yang berlangsung dengan KOH sebagai penangkapnya diperlihatkan Gambar 4. Larutan KOH yang berikatan dengan CO2 akan membentuk senyawa K2CO3. Senyawa tersebut jika dititrasi menggunakan HCl akan mengalami perubahan menjadi KHCO3, hingga menghasilkan 3 produk yaitu KCl, H2O, dan CO2. Gambar 4 Reaksi antara KOH, CO2, dan HCl pada respirasi tanah [BBSDLP 2007] 8 METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini ialah cawan petri dissposable, mikro pipet, tip, bunsen, korek gas, Erlenmeyer, gelas piala, lemari asam, Laminar Air Flow, plastic wrap, botol kaca 20 ml dan 150 mL, syringe, microwave, oven, neraca analitik, sudip, aluminium foil, plastik tahan panas, karet gelang, kapas, pH meter, buret, corong, magnetic stirrer, jaring kawat, batang penyebar, autoklaf, stoples kedap udara, dan wadah paralon. Bahan-bahan yang digunakan ialah sampel tanah sulfat masam yang berasal dari Kalimantan Selatan, akuades, agar, Rose Bengal Agar, Trypticase Soy Agar, fungisida, soy peptose, glukosa, KH2PO4, MgSO4, chlorampenicol, etanol 97%, metanol, KOH 0,2 N, HCl 0,2 N, indikator fenolftalein, jingga metil, dan larutan fisiologis. Prosedur Penelitian Perhitungan Jumlah Koloni Pembuatan Media TSA. Akuades dituang ke dalam dua buah Erlenmeyer masing-masing sebanyak 500 mL. Bahan-bahan seperti TSA 30 g/L, agar 20 g/L, dan fungisida 0,1 g/L ditimbang menggunakan neraca analitik. Semua bahan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berisi akuades dengan perbandingan 50:50 kecuali agar. Pengadukan dilakukan menggunakan magnetic stirrer hingga menjadi larutan. Selanjutnya agar ditambahkan ke dalam masingmasing Erlenmeyer dengan perbandingan yang sama seperti bahan lainnya. Larutan kemudian dipanaskan menggunakan microwave hingga agar menyatu dengan bahan lainnya. Mulut tabung ditutup menggunakan kapas dan dilapisi aluminium foil kemudian diikat dengan karet gelang. Larutan agar sudah siap dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 120°C selama 3 jam. Setelah proses autoklaf selesai, larutan agar didiamkan hingga tidak terlalu panas. Larutan agar yang hangat kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diinkubasi hingga memadat. Semua langkah pada proses penuangan larutan agar ke dalam cawan dikerjakan secara aseptik. Pembuatan Media RBA. Akuades dituang ke dalam dua buah Erlenmeyer masing-masing sebanyak 500 mL. Bahan-bahan seperti RBA 0,05 g/L, agar 15 g/L, soya peptose 5 g/L, glukosa 10 g/L, KH2PO4 1 g/L, MgSO4 0,5 g/L, dan chlorampenicol 0,5 g/L ditimbang menggunakan neraca analitik. Semua bahan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berisi akuades dengan perbandingan 50:50. Pengadukan dilakukan menggunakan magnetic stirrer hingga menjadi larutan. Selanjutnya pH larutan diukur hingga 7,2. Mulut tabung ditutup menggunakan kapas dan dilapisi aluminium foil kemudian diikat dengan karet gelang. Larutan agar sudah siap dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 120°C selama 3 jam. Setelah proses autoklaf selesai, larutan agar didiamkan hingga tidak terlalu panas. Larutan agar yang hangat kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diinkubasi hingga memadat. Semua langkah pada proses penuangan larutan agar ke dalam cawan dikerjakan secara aseptik. 9 Pengenceran Serial. Sebanyak 5 botol kaca 20 mL dan 1 botol kaca 150 mL disiapakan dalam keadaan bersih. Larutan fisiologis dituang sebanyak 9 mL pada botol kecil dan 100 mL pada botol besar. Larutan pada botol besar dijadikan pengenceran 10-1 dan kelima botol kecil dijadikan 10-2 dan seterusnya hingga 10-6. Sampel tanah sulfat masam ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam botol berisi 100 mL larutan fisiologis dan aduk secara manual. Selanjutnya dipipet 1 mL dari botol pengenceran 10-1 dan dituangkan ke dalam botol pengenceran 10-2 dan seterusnya hingga 10-6. Larutan dipipet menggunakan mikropipet sehingga tip harus diganti setiap pengambilan larutan, dan larutan diaduk setelah proses pencampuran. Semua langkah pada tahap ini dikerjakan secara aseptik. Inokulasi Mikrob ke dalam Cawan. Media-media TSA dan RBA yang sudah padat disiapkan terlebih dahulu. Sebanyak 0,1 mL larutan inokulan pada tiap pengenceran dipipet dan dituang ke dalam masing-masing media. Selanjutnya batang penyebar digunakan untuk meratakan larutan inokulan pada permukaan media. Pengambilan larutan menggunakan mikropipet sehingga pemipetan dilakukan dari pengenceran yang lebih kecil agar tidak perlu mengganti tip. Setiap cawan kemudian disegel menggunakan plastic wrap dan diberi label pengenceran serta tanggal pengerjaannya. Semua langkah pada tahap ini dilakukan 2 kali pengulangan dan dikerjakan secara aseptik. Perhitungan Koloni Bakteri. Semua media yang telah diinkubasi lebih dari 7 hari dikumpulkan dan dibawa ke tempat dengan cahaya cukup. Selanjutnya media diamati dengan teliti dan koloni murni bakteri yang tumbuh ditandai menggunakan spidol. Semua koloni yang sudah ditandai kemudian dihitung dan dicatat ke dalam log bobok. Jika koloni terlalu banyak, cawan dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran maksimal 80 koloni. Jumlah koloni yang melewati batas diberi keterangan TBUD atau <300 [BBSDLP 2009] Respirasi Tanah Sulfat Masam Penetapan Kadar Air Tanah. Pinggan aluminium bersih dan kosong dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 30 menit. Pinggan aluminium yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat bobot pinggan tersebut sebagai M1. Setelah diketahui bobot pinggan awal, sampel tanah sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam pinggan tersebut dan dicatat sebagai M2. Pinggan aluminium yang telah berisi sampel tanah dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 3 jam. Setelah 3 jam, pinggan dan sampelnya diangkat dan segera ditimbang dan dicatat bobotnya sebagai M3. Kadar air didapatkan setelah berat basah tanah dan wadah dikurangi berat kering tanah dengan wadah. Semua hasil dicatat ke dalam log book. Preparasi dan Inkubasi Sampel Tanah. Wadah kosong ditimbang dan dicatat beratnya. Sampel tanah yang telah ditimbang sesuai dengan tabel, dimasukkan ke dalam wadah dan diberi label. Wadah tersebut kemudian diinkubasi di dalam stoples selama tiga hari. Akuades ditambahkan ke dalam sampel per hari sebanyak kadar air yang sudah diukur masing-masing sebelumnya. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tanah dalam kondisi existing (sesuai dengan kondisi lapang). Sebanyak 26 buah stoples kedap udara disiapkan dalam keadaan bersih. Akuades dan KOH 0,2 N dipipet 10 mL dan dituang ke dalam baker glass. Selanjutnya akuades dimasukkan ke dalam stoples berisi wadah dengan sampel tanah. Jaring besi yang sudah dipotong sesuai lebar stoples diletakkan diatas wadah 10 sampel tanah dan larutan KOH 0,2 N diletakkan diatas jaring besi tersebut. Stoples kemudian ditutup dan waktu ketika stoples sudah tertutup dicatat. Blanko yang digunakan sebanyak 3 buah tanpa menggunakan sampel tanah (hanya wadah kosong beserta akuades dan KOH). Inkubasi dilakukan selama tiga hari di dalam ruangan yang gelap. Waktu ketika tutup stoples akan dibuka harus sama dengan ketika ditutup. Oleh karena itu ketika menutup stoples tiap sampel harus diberi jeda minimal 5 menit untuk memudahkan proses titrasi nantinya. Titrasi menggunakan HCl. Buret dibilas terlebih dahulu menggunakan akuades lalu HCl sebelum diisi dan dipasang ke penyangga. Magnetic stirrer berukuran kecil ditempatkan dibawah buret. Stoples kemudian dibuka sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Baker glass berisi KOH 0,2 N diambil dan dengan cepat diletakkan diatas magnetic stirrer. Selanjutnya dipipet sebanyak 2 tetes indikator PP dan dimasukkan ke dalam larutan KOH. Sampel kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening. Indikator JM dipipet sebanyak 2 tetes dan dimasukkan ke dalam larutan KOH setelahnya. Sampel kemudian dititrasi kembali hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga. Langkah yang sama dilakukan pada semua larutan KOH pada tiap sampel tanah. Volume HCl yang terpakai saat titrasi menggunakan kedua indikator dicatat secara teliti. Kadar CO2 dihitung dengan rumus sebagai berikut : 4,4 (V1 – V0) Kadar CO2 terikat = BC x BP x n Keterangan : V1 = volume HCl yang terpakai pada titrasi sampel (dengan indikator JM) V0 = volume HCl yang terpakai pada titrasi blanko (dengan indikator JM) 4,4 = faktor konversi (1 mL KOH 0,2 N setara dengan 4,4 mg CO2) BC = berat contoh (berat tanah bahas) BP = berat kering satu g tanah basah (berat kering 10 g tanah basah / berat 10 g tanah basah) n = lama waktu inkubasi (3 hari) 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil respirasi tanah yang berbeda karena pengambilan sampel yang acak tetapi masih pada daerah yang sama. Faktor seperti kadar air tanah, suhu tanah dan kelembaban tanah juga dapat mempengaruhi jumlah dan aktivitas mikrob tanah yang mendekomposisi bahan organik. Indikator JM mengindikasikan senyawa CO2 yang terikat pada larutan KOH. Indikator PP mengindikasikan senyawa CO2 yang tidak terikat pada larutan KOH. Berat tanah basah pada Tabel 2 ditimbang sesuai 27 ukuran wadah yang digunakan untuk respirasi sampel tanah sulfat masam. Kadar air pada sampel 7 merupakan yang tertinggi dan mencapai 100%. Berat air pada sampel 7 juga setara dengan berat kering tanahnya sebanyak 97,992 g. Kadar air terendah ditunjukkan oleh sampel 10 yang hanya mencapai 11% dan berat air 10,647 g. Lebih dari setengah jumlah sampel memiliki persentase kadar air yang tinggi. Hal ini dikarenakan tanah yang diuji disesuaikan terlebih dahulu kondisinya sesuai kapasitas lapang. Tabel 2 Berat basah, berat kering dan kadar air tanah sulfat masam Sampel Berat Tanah Basah (g) Kadar Air (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 132.061 144.281 123.851 169.659 134.621 126.605 195.984 138.769 166.689 108.639 129.011 125.578 131.533 131.181 164.141 147.135 115.014 108.639 112.119 143.595 142.153 124.317 142.768 141.746 132.994 125.897 129.517 29 37 25 71 36 29 100 40 63 11 30 27 34 34 68 50 17 11 14 45 43 25 44 43 34 27 31 Berat Tanah Kering (BB/(KA+1)) (g) 102.372 105.314 99.081 99.215 98.986 98.143 97.992 99.120 102.263 97.872 99.239 98.880 98.158 97.896 97.702 98.09 98.302 97.872 98.35 99.031 99.407 99.453 99.144 99.123 99.249 99.131 98.867 Berat Air (BB-BK) (g) 29.714 38.667 24.770 70.578 35.540 28.613 97.992 39.688 64.342 10.647 29.931 26.497 33.541 33.189 66.149 49.143 17.022 10.647 14.127 44.515 43.072 25.236 43.687 42.666 33.914 26.816 30.437 12 Lahan sulfat masam secara tipologi merupakan lahan rawa pasang surut sama seperti lahan gambut. Gambut dibentuk oleh beberapa lapis timbunan sisa tanaman purba. Sisa-sisa tanaman purba ini hampir tidak mengalami perombakan karena lahan ini selalu tergenang air. Perbedaan spesifik antara lahan gambut dan sulfat masam terdapat pada lapisan pirit yang dimiliki lahan sulfat masam (Fahmi et al. 2014). Tanah normal umumnya banyak mengandung bahan organik. Bahan organik tanah adalah senyawa organik yang terdapat di dalam tanah seperti serasi, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikrob, bahan organik terlarut di dalam air, dan humus. Ketersediaan bahan organik tanah dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas serasah, mudah tidaknya terdekomposisi, lingkungan fisik dan komposisi mikrob (Xu et al. 2012). Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (2005), sumber utama bahan organik adalah jaringan tanaman baik berupa serasah, sisa-sisa tanaman, maupun kotoran atau bangkai hewan. Tabel 3 Hasil titrasi asam-basa sampel tanah sulfat masam NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Volume HCl terpakai menggunakan indikator JM (mL) 4.3 3.1 1.6 6.1 4.7 3.9 5.2 5.3 2.5 7.5 5.3 3.3 2.8 4.2 5.1 3 1.5 1.2 1.5 5.5 2.6 2.1 2.6 2.6 2.4 2.3 2.7 Kadar CO2 terikat (mg/kg.hari) 48.72 30.68 10.36 76.84 56.33 44.84 64.36 65.13 22.97 98.89 65.05 35.62 28.40 49.33 63.07 31.43 8.95 4.5 8.95 68.09 29.52 17.72 25.16 25.17 22.17 20.72 26.72 13 Tabel 3 menunjukkan hasil respirasi 27 sampel tanah sulfat masam dan kontrol tanpa sampel tanah sebanyak 3 buah. Sampel 10 memiliki kadar CO2 tertinggi dari yang lainnya yaitu sebesar 98.89 mg CO2/kg tanah. Sampel tanah 18 memiliki kadar CO2 terendah yaitu sebesar 4.5 mg CO2/kg tanah. Rata-rata kadar CO2 dari 27 sampel tanah yaitu sebesar 38.877 mg CO2/kg tanah. Respirasi pada lahan gambut terdapat pada penelitian yang dilakukan Rusma (2015). Sampel tanah yang diambil yaitu berasal dari lahan gambut di Desa Lubuk Ogong Kabupaten Pelalawan Riau. Tanah yang diuji berada dalam kondisi kadar air yang berbeda yaitu kondisi existing, 50-60%, dan 20-30%. Rata-rata dari hasil yang diperoleh secara berurut yaitu 490 mg CO2/Kg tanah, 430 mg CO2/Kg tanah, dan 260 mg CO2/ Kg tanah. Nilai rata-rata respirasi dengan kondisi existing pada kedua jenis tanah tersebut berbeda jauh yaitu 38.877 mg CO2/Kg tanah pada tanah sulfat masam dan 490 mg CO2/Kg tanah pada lahan gambut. Hal ini dipengaruhi oleh lapisan pirit yang dimiliki tanah sulfat masam sehingga jumlah mikrob penghasil CO2 jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan lahan gambut. Asam organik adalah senyawa yang mampu melakukan kelatisasi. Pnegkelatan dapat meningkatkan kelarutan P anorganik yang tidak larut menjadi larut. Asam humat dan asam fulvat merupakan asam organik yang memiliki afinitas tinggi terhadap Al, Fe, dan Ca. Sifat inilah yang membuat kedua asam tersebut dapat membentuk kompleks dengan Al, Fe, Ca dan membebaskan ion fosfat ke dalam larutan tanah. Senyawa-senyawa humat juga efektif dalam mengikat hara mikro seperti Cu, Zn, dan Mn. Unsur-unsur ini akan dilepaskan kembali pada tanaman dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan (Husna 2014). Prinsip dari metode Total Plate Count (TPC) adalah bila sel mikrob yang masih hidup ditumbuhkan pada medium. Mikrob tersebut berkembang biak dan membentuk koloni. Koloni dapat dihitung secara langsung tanpa menggunakan mikroskop. Alasan inilah yang membuat metode ini merupkan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik (Anugrahmi 2014). Media Rose Bengal Agar memiliki komposisi glukosa, agar, papaic digest of soybean meal, KH2PO4, MgSO4.7H2O, Rose Bengal, dan chlorampenicol. Kegunaan dari media ini yaitu untuk isolasi selektif, pembibitan, dan pembiakan ragi dan kapang dari spesimen lingkungan dan makanan. Komposisi media Tryptic Soy Agar yaitu pancreatic digest of casein, agar, NaCl, papaic digest of soybean meal, KH2PO4, dan glukosa. Kegunaan dari media ini yaitu pembiakan dan pemeliharaan ragam dari mikroorganisme heterotrofik, dan estimasi dalam waktu yang singkat terkait jumlah koloni bakteri pada air (Ronald 2010). Media Trypticase Soy Agar memperlihatkan jumlah koloni yang lebih banyak karena dapat menampung ragam dari mikroorganisme heterotrofik sedangkan media RBA spesifik hanya pada ragi dan kapang. Mikrob dengan jumlah paling banyak di dalam tanah adalah aktinomisetes. Aktinomisetes sendiri merupakan kelompok bakteri gram positif yang dapat hidup hampir di semua kondisi lingkungan. Diperkirakan dalam 1 gram tanah subur terdapat 1 juta lebih populasi bakteri ini (Sudaryati et al. 2010). Fakta ini semakin menjawab kenapa jumlah populasi mikrob pada media RBA lebih sedikit daripada media TSA. Hasil perhitungan koloni mikrob dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Pengulangan dilakukan untuk mendapatkan data pembanding sehingga hasilnya dapat ditetapkan. Pengenceran dilakukan hingga enam kali pada tiap sampel yang berjumlah 15 sampel. Tabel 4 menunjukkan sampel yang diukur jumlah koloni 14 mikrobnya yaitu sampel 4 hingga 8. Perhitungan koloni murni dilakukan secara manual agar lebih akurat. Meskipun begitu, perhitungan dilakukan untuk satu sampel per hari sedangkan masa inkubasi untuk pertumbuhan yang ditentukan adalah tujuh hari. Tabel 3 dan Tabel 4 memperlihatkan korelasi antara total CO2 terikat dengan jumlah koloni mikrob yang tumbuh pada media. Semakin tinggi kadar CO2 terikat menunnjukkan banyaknya jumlah koloni mikrob pada sampel tersebut. Hal ini dikarenakan CO2 pada tanah berasal dari mikrob yang ada di dalamnya (Husen et al. 2013). Sampel nomor 4 menghasilkan CO2 paling banyak dibandingkan dengan keempat sampel lainnya pada tabel 3. Kadar CO2 yang dihasilkan oleh sampel nomor 4 yaitu sebesar 76.84 mg CO2/Kg tanah. Sampel nomor 6 menghasilkan CO2 sebesar 44.84 mg CO2/Kg tanah. Tabel 4 Hasil perhitungan koloni mikrob tanah sulfat masam Sampel Pengenceran Jamur Bakteri 4 101 0.3 x 105 0.3 x 105 102 1.36 x 105 2.72 x 105 103 9.65 x 105 79 x 105 104 72.5 x 105 78 x 105 105 48 x 105 46 x 105 106 29 x 105 19 x 105 101 1.69 x 105 2 16.8 x 10 5 103 80 x 105 80 x 105 104 64 x 105 27 x 105 105 49 x 105 14 x 105 106 21 x 105 9 x 105 101 0.78 x 105 0.96 x 105 5 10 6 7 7.6 x 105 103 35 x 105 52 x 105 104 11 x 105 48 x 105 105 8 x 105 21 x 105 106 0 5 x 105 101 2.29 x 105 0.3 x 105 102 11.1 x 105 0.3 x 105 0.3 x 105 104 63 x 105 214 x 105 105 40 x 105 88 x 105 106 25 x 105 27 x 105 101 2.41 x 105 0.3 x 105 102 18.9 x 105 0.3 x 105 3 136 x 10 5 0.3 x 105 104 88 x 105 69 x 105 105 77 x 105 74 x 105 106 42 x 105 39 x 105 10 3 5.6 x 10 5 10 8 15.5 x 105 5 10 2 0.3 x 105 87 x 10 15 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kegiatan Praktik Lapangan yang dilakukan telah melatih kemampuan dan wawasan dalam menguasai metode untuk mengukur kadar CO2 dan jumlah koloni mikrob pada tanah sulfat masam. Sifat tanah sulfat masam mengakibatkan penurunan jumlah koloni mikrob sehingga kadar CO2 yang dihasilkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tanah pada umumnya. Penambahan bahan organik secara rutin dan tepat dapat memperbaiki kualitas dari tanah sulfat masam. Saran Kegiatan Praktik Lapangan yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah Cimanggu Bogor memberikan manfaat dan pengalaman yang baik bagi penulis. Kendala yang dialami adalah kurangnya laboran dalam membimbing selama kegiatan Praktik Lapangan. 16 DAFTAR PUSTAKA [BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor (ID). Anugrahmi AE. 2014. Mengenal Analisa TPC (Total Plate Count). Surabaya (ID). BBPPTP Surabaya. Chevallier, Tauveron E, Dufour I, Ammor S. 2008. Antibacterial activity of lactic acid bacteria against sponge dan phatogenic bacteria isolated from the Sam meat small scale facility: I-screening and characterization of antibacterial compound. J. Food Control. 17: 454-461. Elmoslemany AM, Keefe GP, Dohoo IR, Dingwell RT. 2009. Microbiological quality of bulk tank raw milk in Prince Edward Island dairy herds. Dairy Sci. 92: 4239-4248. Evanylo G, Robert M. 2009. Agricultural Management Practices and Soil Quality: Measuring, Assessing, and Comparing Laboratory and Field Test Kit Indicators of Soil Quality Attributes. Virginia (US). Virginia Tech. Fahmi A, Susilawati A, Rachman A. 2014. Influence of height waterlogging on soil physical properties of potential and actual acid sulphate soils. J. Trop Soils. 19: 77-83. Hasibuan BE. 2009. Ilmu Tanah. Medan (ID). Fakultas Pertanian USU. Hasibuan BE. 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Marginal. Medan (ID). USU. Husen E, Salma S, Agus F. 2013. Peat Emission Control by Groundwater Management and Soil Amendments: Evidence from Laboratory Experiments. Bogor (ID): Indonesian Agency for Agricultural Research Development. Husna N. 2014. Pengelolaan bahan organik di tanah sulfat masam. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014 [Internet]. [Palembang, 26-27 September 2014]. Palembang (ID). helm 1 – 7; [diunduh 2018 Sep 29]. Tersedia pada: http://pur-plso.unsri.ac.id/userfiles/152n_nurul%20husna_ revisi.pdf. Karlen DL, Hurley EG, Mallarino AP. 2006. Crop rotation on soil quality at three nothern corn or soybean belt location. J. Agron. 98:484-495. Kartasapoetra AG, Sutedjo MM. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta (ID). Rineka Cipta. Purnomo E, Mursyid A, Syarwani, Jumberi A, Hashidoko Y, Hasegawa T, Honma S, Osaki M. 2005. Phosphorus solubilizing microorganisms in the rhizosphere of local rice verities grown without fertilizer on acid sulphate soils. J. Soil Sci. 51(5): 679-681. Pusparani S. 2018. Karakterisasi sifat fisik dan kimia pada tanah sulfat masam di lahan pasang surut. J. Hexagro. 2(1):1-4. 17 Rahmah S, Yusran Y, Umar H. 2014. Sifat kimia tanah pada berbagai tipe penggunaan lahan di desa Bobo kecamatan Palolo kabupaten Sigi. Warta Rimba. 2(1): 88-95. Ronald M. 2010. Handbook of Microbiological Media. Washington DC (USA): CRC press. Rosminik, Erny Y. 2007. Mikrob perombak bahan organik. Biologi Tanah. Bogor (ID). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Rusma VA. 2015. Validasi metode respirasi tanah pada tanah sawah Tasikmalaya dan gambut Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saraswati R, Prihatini T, Hastuti RD. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan keberlanjutan sistem produksi padi sawah. p. 169-189. Dalam: Fahmuddin Adus et al. (Eds.) Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Soetarto M, Pudjarwoto S, Nurindah P. 2008. Analisis Mikroorganisme. Jakarta (ID). EGC. Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa Dalam Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor (ID). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Sudaryati YS, Triana E, Setianingrum N. 2010. Aktivitas aktinomisetes dari Bangka Belitung dalam memproduksi enzim kitinase. J. Tek Ling 11: 417423. Susilawati, Mustoyo, Budhisurya E, Anggono RCW, Simanjuntak BH. 2013. Analisis kesuburan tanah dengan indikator organisme tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di plateau Dieng. J. Agric 25: 64-72. Sutandi A. 2011. Hubungan pirit dengan beberapa sifat kimia tanah dan produksi kelapa sawit (Elais guineensis). J. Tanah Lingk. 13(1): 21-24. Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta (ID). Kanisius. Xu X, Y Luo, J Zhou. 2012. Carbon quality and the temperature sensitivity of soil organic carbon decomposition in a tallgrass prairie. J. Soil Biol and Biochem. 50:142-148. Yusanto N. 2009. Analisis sifat fisik kimia dan kesuburan tanah pada lokasi rencana hutan tanaman industri PT Prima Multibuwana. J. Hut Trop Borneo. 10(27):222-229. 18 LAMPIRAN 19 Lampiran 1 Diagram Alir Pengukuran Kadar CO2 dan Jumlah Koloni Mikrob Preparasi media RBA dan TSA Pengenceran serial Inokulasi mikrob ke dalam cawan Perhitungan jumlah koloni mikrob Penetapan kadar air sampel tanah Preparasi dan inkubasi sampel tanah Pengukuran kadar CO2 menggunakan metode titrasi 20 Lampiran 2 Data Analisis Sifat Fisik Tanah Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Berat Tanah Basah (g) 132.061 144.281 123.851 169.659 134.621 126.605 195.984 138.769 166.689 108.639 129.011 125.578 131.533 131.181 164.141 147.135 115.014 108.639 112.119 143.595 142.153 124.317 142.768 141.746 132.994 125.897 129.517 Kadar Air (%) Berat Air (BB-BK) (g) 29 37 25 71 36 29 100 40 63 11 30 27 34 34 68 50 17 11 14 45 43 25 44 43 34 27 31 29.714 38.667 24.770 70.578 35.540 28.613 97.992 39.688 64.342 10.647 29.931 26.497 33.541 33.189 66.149 49.143 17.022 10.647 14.127 44.515 43.072 25.236 43.687 42.666 33.914 26.816 30.437 BB Kadar Air = - 1 x 100% BK 132.061 = - 1 x 100% 102.372 = 1.29 – 1 x 100% = 0.29 x 100% = 29% Berat Tanah Kering (BB/(KA+1)) (g) 102.372 105.314 99.081 99.215 98.986 98.143 97.992 99.120 102.263 97.872 99.239 98.880 98.158 97.896 97.702 98.09 98.302 97.872 98.35 99.031 99.407 99.453 99.144 99.123 99.249 99.131 98.867 Bulk Density (g/cm3) Particle Density (g/cm3) 0.94 0.97 0.91 0.91 0.91 0.90 0.90 0.91 0.94 0.90 0.91 0.91 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.90 0.91 0.91 0.91 0.91 0.91 0.91 0.91 0.91 2.15 2.20 2.27 2.02 2.07 2.04 2.12 2.15 2.25 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 21 Lampiran 3 Volume HCl yang Terpakai pada Saat Titrasi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 B1 B2 B3 Lama Waktu Inkubasi 3 Hari Volume HCl terpakai dengan indikator PP (mL) 4,3 5,5 7 2,4 3,9 4,7 3,1 3,3 5,8 1,2 3 5,3 5,7 4,4 4,4 4,6 7,1 7,3 7,1 5,7 5,9 6,6 6 6,1 6 6,2 5,7 7,6 7,6 7,8 Volume HCl terpakai dengan indikator JM (mL) 4,3 3,1 1,6 6,1 4,7 3,9 5,2 5,3 2,5 7,5 5,3 3,3 2,8 4,2 5,1 3 1,5 1,2 1,5 5,5 2,6 2,1 2,6 2,6 2,4 2,3 2,7 1 0,9 0,9 22 Lampiran 4 Berat Sampel dan Berat Pinggan pada Pengukuran Kadar Air Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Berat Sampel Berat Pinggan Kosong (g) Berat Sampel + Pinggan (g) 10 gram 2.66 2.74 2.61 2.59 2.64 2.59 2.50 2.74 2.61 2.73 2.64 2.71 2.51 2.52 2.61 2.51 2.74 2.50 2.66 2.68 2.63 2.53 2.62 2.70 2.52 2.65 2.51 12.66 12.74 12.61 12.59 12.64 12.59 12.50 12.74 12.61 12.73 12.64 12.71 12.51 12.52 12.61 12.51 12.74 12.50 12.66 12.68 12.63 12.53 12.62 12.70 12.52 12.65 12.51 Berat Sampel + Pinggan Setelah Dioven (g) 10.41 10.06 10.61 8.43 10.00 10.33 7.50 9.88 8.75 11.75 10.32 10.60 9.96 9.98 8.58 9.17 11.26 11.52 11.40 9.58 9.60 10.50 9.56 9.69 9.97 10.52 10.16 23 Lampiran 5 Kelimpahan Populasi Mikrob pada Tanah Sulfat Masam Rose Bengal Agar (RBA) Sampel 4 5 6 7 8 Pengenceran 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 Ulangan 1 251 131 98 73 49 30 170 165 81 63 47 21 80 53 36 12 8 0 228 110 88 64 41 20 251 180 131 90 78 41 Ulangan 2 >300 140 95 72 47 28 168 170 78 64 51 20 75 58 34 9 8 0 230 112 85 62 39 30 230 198 140 85 75 42 Rata-rata >300 135.5 96.5 72.5 48 29 169 167.5 79.5 63.5 49 20.5 77.5 55.5 35 10.5 8 0 229 111 86.5 63 40 25 240.5 189 135.5 87.5 76.5 41.5 Tryptic Soy Agar (TSA) Ulangan 1 >300 284 80 76 51 20 284 160 80 28 18 10 93 74 52 49 21 6 >300 >300 >300 178 98 23 >300 >300 >300 60 75 38 Ulangan 2 >300 260 78 80 41 18 >300 150 79 25 10 8 98 78 51 47 20 4 >300 >300 >300 250 78 31 >300 >300 >300 78 73 40 Rata-rata >300 272 79 78 46 19 >300 155 79.5 26.5 14 9 95.5 76 51.5 48 20.5 5 >300 >300 >300 214 88 27 >300 >300 >300 69 74 39 24 Lampiran 6 Gambar Dokumentasi Hasil Pengujian Sampel Tanah Sulfat Masam Hasil Perhitungan Koloni Bakteri pada Cawan TSA Hasil Titrasi Sampel Tanah Sulfat Masam Hasil Perhitungan Koloni Bakteri pada Cawan RBA