Uploaded by goliat.rajagukguk

Identifikasi Kelimpahan Populasi Mikrob pada Tanah Sulfat Masam

advertisement
PENGUKURAN KADAR CO2 DAN KELIMPAHAN POPULASI
MIKROB PADA TANAH SULFAT MASAM
Laporan Praktik Lapangan
Di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah
Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH)
Jalan Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Kota Bogor, Jawa Barat
16164, Indonesia
GOLIAT ARITONANG
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
PENGUKURAN KADAR CO2 DAN KELIMPAHAN POPULASI
MIKROB PADA TANAH SULFAT MASAM
GOLIAT ARITONANG
Laporan Praktik Lapangan
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ii
iii
Judul
Nama
NIM
: Pengukuran Kadar CO2 dan Kelimpahan Populasi Mikrob pada
Tanah Sulfat Masam
: Goliat Aritonang
: G84150053
Disetujui oleh
drh Sulistiyani, MSc, PhD
Pembimbing Utama
Dr Erny Yuniarti, M.Si
Pembimbing Lapangan
Diketahui oleh
Ketua Departemen Biokimia
FMIPA IPB
Dr Syamsul Falah, SHut, MSi
NIP 19700503 200501 1 001
Tanggal Lulus :
iv
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan dan
menyelesaikan Praktik Lapangan hingga penyusunan laporan ini dengan sebaikbaiknya. Kegiatan Praktik Lapangan dimulai pada tanggal 16 Juli sampai 17
September 2018 di Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Cimanggu Bogor.
Judul yang telah ditentukan untuk penelitian ini ialah “Pengukuran Kadar CO2 dan
Kelimpahan Populasi Mikrob pada Tanah Sulfat Masam”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam kegiatan Praktik Lapangan. Ungkapan terima kasih disampaikan
kepada bapak/ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dukungannya. Ucapan
terima kasih terutama ditujukan kepada Ibu drh. Sulistyani, M.Sc., PhD selaku
pembimbing utama dan Ibu Dr. Erny Yuniarti, M.Si. selaku pembimbing lapangan
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan baik kepada penulis. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dede, Mas Dani, Mas Dedi,
selaku analis dan teknisi di laboratorium atas ilmu dan pengalaman yang telah
diberikan kepada penulis.
Laporan Praktik Lapangan dengan judul ini disusun berdasarkan kegiatan
Praktik Lapangan yang dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah,
Balai Penelitian Tanah. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan
dalam laporan selanjutnya. Semoga laporan Praktik Lapangan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, 5 September 2018
Goliat Aritonang
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA
v
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
KEADAAN UMUM BALAI PENELITIAN TANAH
2
Sejarah Instansi
Struktur dan Sumber Daya Organisasi
Pelayanan Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Bogor
TANAH SULFAT MASAM
Fungsi dan Aktivitas Mikrob dalam Tanah
Respirasi Tanah
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
2
2
3
4
5
5
8
8
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
Saran
15
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
17
viii
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Halaman
Peringkat respirasi tanah pada suhu dan kelembaban yang optimal
6
Berat basah, berat kering, dan kadar air sampel tanah sulfat masam
11
Hasil titrasi asam-basa sample tanah sulfat masam
12
Hasil perhitungan koloni mikrob tanah sulfat masam
14
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan udara
Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan ferri
Reaksi hidrolisis ferri
Reaksi antara KOH, CO2, dan HCl pada respirasi tanah
Halaman
4
4
4
7
1
PENDAHULUAN
Praktik Lapangan merupakan kegiatan mahasiswa tingkat akhir sebelum
melakukan penelitian dan menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Sains di Departemen Biokimia IPB. Tujuan dilakukannya Praktik Lapangan yaitu
sebagai sarana pengenalan dunia kerja. Kegiatan ini juga memberikan pengalaman
baru kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami penerapan ilmu Biokimia.
Instansi yang dipilih sebagai tempat melakukan kegiatan Praktik Lapangan
yaitu Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) yang beralamatkan di Jalan Tentara
Pelajar No 12 Bogor Jawa Barat. Balai Penelitian Tanah memiliki tugas
menghasilkan teknologi pengelolaan sumber daya tanah yang meliputi konservasi,
rehabilitasi dan reklamasi tanah, kesuburan tanah dan pupuk, dan biologi tanah,
serta melaksanakan kerja sama dan penyebarluasan hasil-hasil penelitian. Tujuan
umum Praktik Lapangan di Balai Penelitian Tanah yaitu menerapkan ilmu biokimia
di bidang pertanian dan lingkungan. Kegiatan ini diharapkan dapat menambah
keterampilan mahasiswa Biokimia dalam mengerjakan metode isolasi dan
penumbuhan bakteri serta analisis aktivitas mikrob khususnya respirasi.
Luas tanah sulfat masam di Indonesia diperkirakan 6,71 ha, terdiri dari
sulfat masam potensial sebesar 4,34 juta ha dan sulfat masam aktual 2,37 juta ha.
Tanah sulfat masam aktual memiliki pH ekstrim yaitu < 3,5 dan banyak
mengandung ion-ion sulfat (SO4), Fe2+, dan Al3+, sehingga tidak sesuai untuk
tanaman pertanian. Umumnya yang diusahakan sebagai lahan pertanian adalah
tanah sulfat masam potensial. Tanah ini mengandung pirit belum teroksidasi dan
kisaran pH 4,6 – 5,5, tetapi berpotensi menjadi ekstrim masam bila mengalami
drainase berlebihan (Subagyo 2006). Pirit sendiri merupakan mineral disulfida
berwarna kekuningan dengan rumus kimia FeS2 yang umum dijumpai. Pemberian
bahan organik yang memiliki kadar C atau kadar N rendah disertai amelioran lain
seperti kapur mampu meningkatkan kesuburan tanah. Bahan organik mampu
mengkelat kation logam seperti Al dan Fe sehingga dapat membebaskan sejumlah
hara terutama P. Kemampuan tanah dalam menahan air sehingga tetap basah dan
menahan oksidasi pirit juga dapat diperbaiki melalui pemberian bahan organik.
Solusi untuk mengatasi ketersediaan bahan organik di lapangan dapat dilakukan
dengan konsep sistem pertanian terpadu dan teknologi pengomposan (Husna 2014).
Proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah merupakan indikasi umum
adanya aktivitas mikrob untuk memperoleh sumber C dan energi bagi
pertumbuhannya. Umumnya dalam mengkonsumsi zat-zat hasil dekomposisi
seperti gula, mikrob menggunakan O2 sebagai akseptor elektron sehingga
menghasilkan CO2, H2O dan sejumlah energi, atau yang dikenal dengan istilah
(respirasi). Pengukuran respirasi tanah dapat ditetapkan berdasarkan kadar CO2
yang dihasilkan oleh mikrob di dalam tanah dengan metode titrasi. Kondisi tanah
yang digunakan pada respirasi yaitu tanah existing atau kondisi tanah sesuai dengan
kondisi lapang [BBSDLP 2007].
Kegiatan Praktik Lapangan berlangsung di Laboratorium Biologi dan
Kesehatan Tanah, Balai Penelitian Tanah selama 8 minggu (320 jam). Pengujian
dilakukan pada sampel Tanah Sulfat masam yang meliputi beberapa serangkaian
kegiatan seperti TPC (Total Plate Count) dan respirasi tanah. Total Plate Count
(TPC) dilakukan dengan metode pengenceran serial dan cawan sebar. Respirasi
2
tanah dilakukan dengan metode titrimetri asam-basa. Larutan penjerap dititrasi
untuk mengetahui kadar CO2 terikat pada larutan tersebut.
KEADAAN UMUM BALAI PENELITIAN TANAH
Sejarah Instansi
Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) merupakan unit pelaksana teknis
yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
96/Kpts/OT.210/1/202, tanggal 29 Januari 2002. Dalam pelaksanaan tugasnya
berada di bawah koordinasi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber
Daya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Nomor: 157/Kpts/OT.160/J/7/2006, tanggal 10 Juli 2006.
Sebagai balai penelitian tingkat nasional, BALITTANAH mempunyai tugas
melaksanakan penelitian untuk menghasilkan teknologi pengelolaan sumber daya
tanah yang meliputi konservasi, rehabilitasi dan reklamasi tanah, kesuburan tanah
dan pupuk, dan biologi tanah, serta melaksanakan kerja sama dan penyebarluasan
hasil-hasil penelitian.
Dalam pelaksanaan tugasnya BALITTANAH didukung oleh tenaga-tenaga
ahli di bidang kimia tanah, kesuburan tanah, fisika tanah, konservasi tanah,
mikrobiologi dan fauna tanah, agronomi, agro-ekosistem, agro-meteorologi,
lingkungan, pengelolaan air, dan sosial ekonomi pertanian. Fasilitas pendukung
antara lain laboratorium kimia, fisika dan biologi tanah, rumah kaca, dan kebun
percobaan. Pada tahun 2008, BALITTANAH mendapat penghargaan tingkat
Departemen Pertanian berupa Piala Adi Bakti Tani yang merupakan pengghargaan
tertinggi tentang pelayanan kepada masyarakat. Informasi seputar Balai Penelitian
Tanah dapat diakses melalui balittanah.litbang.pertanian.go.id.
Struktur dan Sumber Daya Organisasi
Struktur organisasi dari Balai Penelitian Tanah yaitu dipimpin oleh Kepala
Balai. Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Jasa Penelitian, dan Seksi Pelayanan Teknik
berada dibawah Kepala Balai. Kelompok Fungsional Peneliti terdiri dari Kimia &
Kesuburan Tanah, Fisika & Konservasi Tanah, dan Biologi & Kesehatan Tanah.
Kelompok Fungsional Peneliti berada dibawah arahan langsung dari Kepala Balai.
Peneliti Pertama, Peneliti Utama, Peneliti Madya, Peneliti Muda merupakan
bagian-bagian pada Kelompok Fungsional Peneliti. Calon-calon peneliti yang
sedang menjalani masa pelatihan akan menjadi Peneliti Muda pada tahun pertama
menjalani masa bakti di Balai Penelitian Tanah.
Sarana dan prasarana yang dimilliki yakni kantor Balai Penelitian Tanah,
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fisika dan Konservasi Tanah, Biologi
dan Kesehatan Tanah, rumah kaca, dan kebun percobaan. Sumber Daya Manusia
(SDM) yang dimiliki berjumlah 126 orang, terdiri atas 45 orang peneliti dan 81
orang non peneliti. Kelompok non peneliti meliputi teknisi, staf laboratorium,
pegawai administrasi, tata usaha dan lainnya. Kelompok peneliti memiliki beberapa
perangkat uji lapang seperti Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), Perangkat Uji
3
Tanah Kering (PUTK), Perangkat Uji Pupuk (PUP), Perangkat Uji Hara Tanaman
Tebu (PUHT), Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), dan Perangkat Uji Pupuk
Organik (PUPO).
Pelayanan Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH) Bogor
Balai Penelitian Tanah memiliki beberapa jenis pelayanan pada tiap
laboratorium yang tersedia. Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
memberikan analisis tanah rutin seperti tekstur (pasir, liat, debu), pH, bahan
organik, kemasaman, analisis tanah khusus, microwave plasma, AES, CNS
analyzer, microwave digestion, spektrofotometer, dan pemeriksaan air irigasi
seperti kadar lumpur, pH, salinitas, kation-anion, serta logam berat. Laboratorium
Fisika dan Konservasi Tanah memberikan pelayanan bobot isi (bulk density),
perhitungan ruang pori total, bobot jenis (particle density), kadar air pada tekanan
pF1, pF2, pF2.54, dan pF4.2, permeabilitas, angka Atterberg (batas plastis, batas
cair, dan batas kerut), indeks kemantapan agregat, laju perkolasi, dan coefficient of
linear rxtensibility (COLE) tanah. Jenis– jenis analisis untuk tanah gambut/organic
seperti penetapan berat volume, bahan organik dengan metode pengabuan kering
(LOI), dan kadar serat.
Laboratorium Biologi dan Kesehatan Tanah memberikan pelayanan
pengujian pupuk, tanah, maupun air. Pengujian ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu
penghitungan jumlah dan populasi mikroorganisme biologis, analisis fungi dan
aktivitas mikrob. Mikroorganisme yang dapat dihitung meliputi bakteri aerob,
anaerob, heterotrof, Rhizobium/Bradyrhizobium, Azospirillium, Azotobacter,
Pseudomonas, Bacillius, Lactobacillus, E. coli, Salmonella sp, bakteri penambat N,
bakteri pelarut P, bakteri selulolitik, bakteri kitinolik, bakteri lipolitik, dan bakteri
proteolitik. Analisis fungi seperti total fungi, Mikoriza, Trichoderma, Aspergillus,
Saccharomyces, fungi pelarut P, fungi selulolitik, fungi kitinolitik, fungi lipolitik,
fungi proteolitik, fungi lignolitik, total Actinomycetes. Aktivitas mikrob seperti
reduksi asetilen, aktivitas enzim (dehidrogenase, B-glucosidase, amilase, selulase,
fosfatase, kitinase, lipase), produksi hormon IAA, dan uji patogenisitas pupuk pada
tanaman. Layanan lainnya yang dapat diberikan oleh Balai Penelitian Tanah ialah
penerimaan siswa/mahasiswa untuk melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan
(PKL), magang, penelitian, serta kegiatan pelatihan kelaboratoriuman.
4
Tanah Sulfat Masam
Tanah dapat dideskripsikan sebagai fenomena batas permukaan bumi dan
merupakan media bagi tumbuhan tingkat tinggi, pangkalan hidup bagi manusia
serta hewan. Zat-zat mineral dan organik selama jutaan tahun yang telah
bertransformasi untuk membentuk tanah. Faktor lingkungan yang bekerja sama
dalam masa sangat panjang merupakan pemicu transformasi ini. Komponen tanah
seperti mineral, organik, air, dan udara saling menyusun membentuk tubuh tanah.
Variasi jenis tanah merupakan refleksi dari kondisi lingkungan yang berbeda
(Sutanto 2005).
Tanah sulfat masam merupakan jenis lahan pasang surut yang mempunyai
ciri khas yaitu banyak mengandung pirit (FeS2). Lahan pasang surut tergenang air
sepanjang tahun, sehingga jika tanah sulfat masam direklamasi, senyawa pirit akan
terpapar udara dan membentuk ferri hidroksida (Fe(OH)3), sulfat (SO42-) dan ion
hidrogen (H+) sehingga tanah menjadi sangat masam. Kemasaman tanah yang
tinggi memicu larutnya unsur beracun, sehingga tanah menjadi tidak produktif
(Purnomo et al. 2005). Menurut Hasibuan (2008), kemasaman yang tinggi akibat
teroksidasinya pirit, akan menghancurkan ikatan alumino-silikat dan membebaskan
ion Al3+ yang kemudian mendesak kation hara seperti K,Ca, dan Mg keluar dari
komplek jerapan. Tingginya tingkat kemasaman tanah juga mengakibatkan
bertambahnya kelarutan ion-ion Fe2+, Fe3+, Al3+, dan Mn2+ di dalam tanah dan dapat
bersifat racun bagi tanaman.
Gambar 1 menunjukkan reaksi tahap awal oksidasi pirit. Apabila reaksi
tersebut terus berlangsung hingga pH tanah berada dibawah 4, maka feri (Fe3+) akan
larut dan ikut mengoksidasi pirit secara cepat. Reaksi oksidasi antara pirit dan feri
akan menghasilkan 16 molekul H+ dengan reaksi pada Gambar 2. Kecepatan
oksidasi pirit cenderung bertambah dengan menurunnya pH tanah. Ketika nilai pH
<3,5, reaksi oksidasi ini akan berjalan sangat lambat dengan waktu paruh 1000 hari
(Sutandi 2011). Tidak berhenti sampai disitu, feri juga dapat terhidrolisis dan
menambah kemasaman seperti yang diperlihatkan Gambar 3.
Gambar 1 Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan udara (Sutandi 2011)
Gambar 2 Reaksi oksidasi senyawa pirit dengan feri (Sutandi 2011)
Gambar 3 Reaksi hidrolisis feri (Husna 2014)
5
Salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan yaitu porositas
tanah. Porositas tanah merupakan total ruang pori pada tanah yang menunjukkan
kondisi drainase dan aerasi tanah. Menurut penelitian yang dilakukan Pusparani
(2018), porositas total tanah sulfat masam mencapai 69,70 % pada kedalaman
tanah 20 cm. Total ruang pori yang ideal untuk pertumbuhan tanaman adalah
50% dari total volume tanah (Hasibuan 2009). Tanah juga memiliki pH yang
merupakan salah satu reaksi kimia tanah yang dikendalikan secara kuat oleh
sifat elektrokimia dari koloid tanah (Rahmah 2014), dimana pH dapat
berpengaruh pada penyediaan hara untuk tanaman. Nilai pH pada kisaran 6,0 -8,0
disebut baik dalam hal penyediaan hara tanaman dan pertumbuhan bakteri (Yusanto
2009). Hasil analisis untuk pH tanah sulfat masam yaitu 4,30 (Pusparani 2018).
Fungsi dan Aktivitas Mikrob dalam Tanah
Mikrob dalam bidang pertanian diposisikan sebagai produsen hara sehingga
dapat menentukan indeks kualitas tanah (Karlen et al. 2006). Aktivitas penyediaan
hara oleh mikrob tanah melalui fiksasi N dari udara dengan aktivitas nitrogenase
bakteri penambat N, pelarutan P tidak larut (terikat Ca, Al, Fe) menjadi P larut,
proses dekomposisi menyediakan hara makro (N, P, K) dan mikro. Fungsi lainnya
yaitu untuk menghasilkan fitohormon seperti IAA, serta sebagai agen hayati
pengendali tanaman (Saraswati et al. 2004). Aktivitas mikrob di dalam tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, kelembaban, kandungan
bahan organik, kandungan oksigen tanah, dan pH. Respirasi tanah, aktivitas enzimenzim tanah, dan total populasi bakteri adalah cara untuk memantau aktivitas
bakteri dalam tanah (Rosmimik dan Yuniarti 2007).
Total populasi mikrob dapat dihitung menggunakan Total Plate Count
(TPC). Total Plate Count digunakan karena koloni dapat dilihat langsung dengan
mata tanpa menggunakan alat bantu apapun. Perhitungan dilakukan hanya pada
koloni murni (Elmoslemany et al. 2009). Untuk mendapatkan hasil maksimal
digunakan metode pengenceran serial dan cawan sebar. Pengenceran umumnya
dilakukan hingga 10-6 (tergantung tingkat kekeruhan atau konsentrasi mikrob).
Mikrob yang hidup dapat diketahui jumlahnya dengan cara diencerkan dan
ditumbuhkan di dalam media. Metode pengenceran serial ini memiliki
kemungkinan kontaminasi yang besar sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi
dan teknik aseptik (Soetarto et al. 2008). Setelah diencerkan beberapa kali, kultur
akan disebar pada permukaan media agar (metode cawan sebar). Tujuan dari
metode ini adalah untuk memudahkan perhitungan pada koloni bakteri karena
koloni tidak menumpuk pada satu titik saja.
Respirasi Tanah
Respirasi terjadi di dalam sel semua organisme hidup seperti tanaman,
hewan, dan mikrob. Respirasi adalah CO2 yang dibebaskan oleh tanaman hidup
(respirasi autotrof) dan oleh organisme tanah selama dekomposisi bahan organik
(respirasi heterotrof) (Chevallier et al. 2008). Metode ini juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi status bahan organik tanah dalam ekosistem alami atau yang
dibudidaya (Maysaroh 2011). Menurut Evanylo dan Robert (2009), terdapat enam
kategori tanah berdasarkan kemampuannya untuk berespirasi (Tabel 1). Kategori
6
tersebut yaitu no soil activity (tidak ada aktivitas), very low soil activity (aktivitas
sangat rendah), moderately low soil activity (aktivitas cukup rendah), medium soil
activity (aktivitas sedang), ideal soil activity (aktivitas ideal), dan unusually High
soil activity (aktivitas sangat tinggi).
Prinsip dari respirasi tanah yaitu pengukuran berdasarkan jumlah CO2 di
dalam tanah pada waktu tertentu. Proses respirasi menggunakan O2 dan
membebaskan CO2. Pengukuran respirasi dapat dilakukan pada tanah tidak
terganggu (undisturbed soil sample) dan contoh tanah yang diambil (disturbed soil
sample). Udara di dalam tanah kapasitas lapang akan dipompa dengan menutup
permukaannya menggunakan bejana yang volumenya diketahui. Cara lainnya yaitu
dengan membenamkan tabung untuk mengambil udara di dalam tanah.
Pengukuran respirasi di dalam laboratorium dilakukan dengan cara
menginkubasi sampel tanah dalam jangka waktu minimal tiga hari. Sebelum
diinkubasi sampel tanah harus terlebih dahulu disesuaikan kondisinya sesuai
dengan kapasitas lapang. Kadar air merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk
mengembalikan tanah seperti kapasitas lapang.
Tabel 1 Peringkat respirasi tanah pada suhu dan kelembaban yang optimal
(Evanylo dan Robert 2009)
Respirasi Tanah
(mg CO2 –
mg
C/acre/day) CO2/Kg.hari
Kategori
Tidak ada aktivitas
tanah
0
0
<9,5
<17x10-6
Aktivitas tanah
sangat rendah
9,5 – 16
(17 s.d
30)x10-6
Aktivitas tanah
cukup rendah
16 – 32
(30 s.d
64)x10-6
Aktivitas tanah
sedang
32 - 64
(64 s.d
118)x10-6
Aktivitas tanah
ideal
>64
>118x10-6
Aktivitas tanah
sangat tinggi
Kondisi Tanah
Tanah
tidak
memiliki
aktivitas biologis (hampir
steril)
Tanah sangat miskin bahan
organik sehingga aktivitas
biologis sangat rendah
Tanah miskin bahan organik
sehingga aktivitas biologi
rendah
Tanah
mendekati
atau
menurun
aktivitas
biologisnya
Tanah memiliki aktivitas
biologis yang ideal, memiliki
bahan organik yang memadai
dan populasi aktif mikro
Tanah
memilki
tingkat
aktivitas
biologis
yang
sangat tinggi dan memiliki
ketersediaan bahan organik
banyak; dimungkinkan dari
adanya penambahan bahan
organik dalam jumlah besar
atau penambahan pupuk
7
Basa kuat seperti KOH, NaOH adalah larutan yang dipakai untuk menjerap
CO2. Kadar CO2 yang dihasilkan selama inkubasi dapat diukur melalui titrasi asambasa [BBSDLP 2009]. Larutan penjerap yang digunakan yaitu KOH. Larutan KOH
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Volume HCl yang terpakai pada
saat titrasi setara dengan jumlah CO2 yang dihasilkan (Rusma 2015).
Penetapan CO2 yang berlangsung dengan KOH sebagai penangkapnya
diperlihatkan Gambar 4. Larutan KOH yang berikatan dengan CO2 akan
membentuk senyawa K2CO3. Senyawa tersebut jika dititrasi menggunakan HCl
akan mengalami perubahan menjadi KHCO3, hingga menghasilkan 3 produk yaitu
KCl, H2O, dan CO2.
Gambar 4 Reaksi antara KOH, CO2, dan HCl pada respirasi tanah
[BBSDLP 2007]
8
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini ialah cawan petri dissposable,
mikro pipet, tip, bunsen, korek gas, Erlenmeyer, gelas piala, lemari asam, Laminar
Air Flow, plastic wrap, botol kaca 20 ml dan 150 mL, syringe, microwave, oven,
neraca analitik, sudip, aluminium foil, plastik tahan panas, karet gelang, kapas, pH
meter, buret, corong, magnetic stirrer, jaring kawat, batang penyebar, autoklaf,
stoples kedap udara, dan wadah paralon.
Bahan-bahan yang digunakan ialah sampel tanah sulfat masam yang berasal
dari Kalimantan Selatan, akuades, agar, Rose Bengal Agar, Trypticase Soy Agar,
fungisida, soy peptose, glukosa, KH2PO4, MgSO4, chlorampenicol, etanol 97%,
metanol, KOH 0,2 N, HCl 0,2 N, indikator fenolftalein, jingga metil, dan larutan
fisiologis.
Prosedur Penelitian
Perhitungan Jumlah Koloni
Pembuatan Media TSA. Akuades dituang ke dalam dua buah Erlenmeyer
masing-masing sebanyak 500 mL. Bahan-bahan seperti TSA 30 g/L, agar 20 g/L,
dan fungisida 0,1 g/L ditimbang menggunakan neraca analitik. Semua bahan yang
telah ditimbang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berisi akuades dengan
perbandingan 50:50 kecuali agar. Pengadukan dilakukan menggunakan magnetic
stirrer hingga menjadi larutan. Selanjutnya agar ditambahkan ke dalam masingmasing Erlenmeyer dengan perbandingan yang sama seperti bahan lainnya. Larutan
kemudian dipanaskan menggunakan microwave hingga agar menyatu dengan
bahan lainnya. Mulut tabung ditutup menggunakan kapas dan dilapisi aluminium
foil kemudian diikat dengan karet gelang. Larutan agar sudah siap dimasukkan ke
dalam autoklaf pada suhu 120°C selama 3 jam. Setelah proses autoklaf selesai,
larutan agar didiamkan hingga tidak terlalu panas. Larutan agar yang hangat
kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diinkubasi hingga memadat. Semua
langkah pada proses penuangan larutan agar ke dalam cawan dikerjakan secara
aseptik.
Pembuatan Media RBA. Akuades dituang ke dalam dua buah Erlenmeyer
masing-masing sebanyak 500 mL. Bahan-bahan seperti RBA 0,05 g/L, agar 15 g/L,
soya peptose 5 g/L, glukosa 10 g/L, KH2PO4 1 g/L, MgSO4 0,5 g/L, dan
chlorampenicol 0,5 g/L ditimbang menggunakan neraca analitik. Semua bahan
yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berisi akuades dengan
perbandingan 50:50. Pengadukan dilakukan menggunakan magnetic stirrer hingga
menjadi larutan. Selanjutnya pH larutan diukur hingga 7,2. Mulut tabung ditutup
menggunakan kapas dan dilapisi aluminium foil kemudian diikat dengan karet
gelang. Larutan agar sudah siap dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 120°C
selama 3 jam. Setelah proses autoklaf selesai, larutan agar didiamkan hingga tidak
terlalu panas. Larutan agar yang hangat kemudian dituang ke dalam cawan petri
dan diinkubasi hingga memadat. Semua langkah pada proses penuangan larutan
agar ke dalam cawan dikerjakan secara aseptik.
9
Pengenceran Serial. Sebanyak 5 botol kaca 20 mL dan 1 botol kaca 150
mL disiapakan dalam keadaan bersih. Larutan fisiologis dituang sebanyak 9 mL
pada botol kecil dan 100 mL pada botol besar. Larutan pada botol besar dijadikan
pengenceran 10-1 dan kelima botol kecil dijadikan 10-2 dan seterusnya hingga 10-6.
Sampel tanah sulfat masam ditimbang sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam
botol berisi 100 mL larutan fisiologis dan aduk secara manual. Selanjutnya dipipet
1 mL dari botol pengenceran 10-1 dan dituangkan ke dalam botol pengenceran 10-2
dan seterusnya hingga 10-6. Larutan dipipet menggunakan mikropipet sehingga tip
harus diganti setiap pengambilan larutan, dan larutan diaduk setelah proses
pencampuran. Semua langkah pada tahap ini dikerjakan secara aseptik.
Inokulasi Mikrob ke dalam Cawan. Media-media TSA dan RBA yang
sudah padat disiapkan terlebih dahulu. Sebanyak 0,1 mL larutan inokulan pada tiap
pengenceran dipipet dan dituang ke dalam masing-masing media. Selanjutnya
batang penyebar digunakan untuk meratakan larutan inokulan pada permukaan
media. Pengambilan larutan menggunakan mikropipet sehingga pemipetan
dilakukan dari pengenceran yang lebih kecil agar tidak perlu mengganti tip. Setiap
cawan kemudian disegel menggunakan plastic wrap dan diberi label pengenceran
serta tanggal pengerjaannya. Semua langkah pada tahap ini dilakukan 2 kali
pengulangan dan dikerjakan secara aseptik.
Perhitungan Koloni Bakteri. Semua media yang telah diinkubasi lebih
dari 7 hari dikumpulkan dan dibawa ke tempat dengan cahaya cukup. Selanjutnya
media diamati dengan teliti dan koloni murni bakteri yang tumbuh ditandai
menggunakan spidol. Semua koloni yang sudah ditandai kemudian dihitung dan
dicatat ke dalam log bobok. Jika koloni terlalu banyak, cawan dibagi menjadi empat
kuadran dan tiap kuadran maksimal 80 koloni. Jumlah koloni yang melewati batas
diberi keterangan TBUD atau <300 [BBSDLP 2009]
Respirasi Tanah Sulfat Masam
Penetapan Kadar Air Tanah. Pinggan aluminium bersih dan kosong
dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 30 menit. Pinggan aluminium
yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat bobot pinggan tersebut sebagai
M1. Setelah diketahui bobot pinggan awal, sampel tanah sebanyak 10 gram
dimasukkan ke dalam pinggan tersebut dan dicatat sebagai M2. Pinggan
aluminium yang telah berisi sampel tanah dimasukkan ke dalam oven bersuhu
105oC selama 3 jam. Setelah 3 jam, pinggan dan sampelnya diangkat dan segera
ditimbang dan dicatat bobotnya sebagai M3. Kadar air didapatkan setelah berat
basah tanah dan wadah dikurangi berat kering tanah dengan wadah. Semua hasil
dicatat ke dalam log book.
Preparasi dan Inkubasi Sampel Tanah. Wadah kosong ditimbang dan
dicatat beratnya. Sampel tanah yang telah ditimbang sesuai dengan tabel,
dimasukkan ke dalam wadah dan diberi label. Wadah tersebut kemudian diinkubasi
di dalam stoples selama tiga hari. Akuades ditambahkan ke dalam sampel per hari
sebanyak kadar air yang sudah diukur masing-masing sebelumnya. Hal ini
ditujukan agar mendapatkan tanah dalam kondisi existing (sesuai dengan kondisi
lapang). Sebanyak 26 buah stoples kedap udara disiapkan dalam keadaan bersih.
Akuades dan KOH 0,2 N dipipet 10 mL dan dituang ke dalam baker glass.
Selanjutnya akuades dimasukkan ke dalam stoples berisi wadah dengan sampel
tanah. Jaring besi yang sudah dipotong sesuai lebar stoples diletakkan diatas wadah
10
sampel tanah dan larutan KOH 0,2 N diletakkan diatas jaring besi tersebut. Stoples
kemudian ditutup dan waktu ketika stoples sudah tertutup dicatat. Blanko yang
digunakan sebanyak 3 buah tanpa menggunakan sampel tanah (hanya wadah
kosong beserta akuades dan KOH). Inkubasi dilakukan selama tiga hari di dalam
ruangan yang gelap. Waktu ketika tutup stoples akan dibuka harus sama dengan
ketika ditutup. Oleh karena itu ketika menutup stoples tiap sampel harus diberi jeda
minimal 5 menit untuk memudahkan proses titrasi nantinya.
Titrasi menggunakan HCl. Buret dibilas terlebih dahulu menggunakan
akuades lalu HCl sebelum diisi dan dipasang ke penyangga. Magnetic stirrer
berukuran kecil ditempatkan dibawah buret. Stoples kemudian dibuka sesuai
dengan waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Baker glass berisi KOH 0,2 N
diambil dan dengan cepat diletakkan diatas magnetic stirrer. Selanjutnya dipipet
sebanyak 2 tetes indikator PP dan dimasukkan ke dalam larutan KOH. Sampel
kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi
bening. Indikator JM dipipet sebanyak 2 tetes dan dimasukkan ke dalam larutan
KOH setelahnya. Sampel kemudian dititrasi kembali hingga terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi jingga. Langkah yang sama dilakukan pada semua
larutan KOH pada tiap sampel tanah. Volume HCl yang terpakai saat titrasi
menggunakan kedua indikator dicatat secara teliti. Kadar CO2 dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
4,4 (V1 – V0)
Kadar CO2 terikat =
BC x BP x n
Keterangan :
V1
= volume HCl yang terpakai pada titrasi sampel (dengan indikator JM)
V0
= volume HCl yang terpakai pada titrasi blanko (dengan indikator JM)
4,4
= faktor konversi (1 mL KOH 0,2 N setara dengan 4,4 mg CO2)
BC
= berat contoh (berat tanah bahas)
BP
= berat kering satu g tanah basah (berat kering 10 g tanah basah / berat 10 g
tanah basah)
n
= lama waktu inkubasi (3 hari)
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil respirasi tanah yang berbeda karena pengambilan sampel yang acak
tetapi masih pada daerah yang sama. Faktor seperti kadar air tanah, suhu tanah dan
kelembaban tanah juga dapat mempengaruhi jumlah dan aktivitas mikrob tanah
yang mendekomposisi bahan organik. Indikator JM mengindikasikan senyawa
CO2 yang terikat pada larutan KOH. Indikator PP mengindikasikan senyawa CO2
yang tidak terikat pada larutan KOH.
Berat tanah basah pada Tabel 2 ditimbang sesuai 27 ukuran wadah yang
digunakan untuk respirasi sampel tanah sulfat masam. Kadar air pada sampel 7
merupakan yang tertinggi dan mencapai 100%. Berat air pada sampel 7 juga setara
dengan berat kering tanahnya sebanyak 97,992 g. Kadar air terendah ditunjukkan
oleh sampel 10 yang hanya mencapai 11% dan berat air 10,647 g. Lebih dari
setengah jumlah sampel memiliki persentase kadar air yang tinggi. Hal ini
dikarenakan tanah yang diuji disesuaikan terlebih dahulu kondisinya sesuai
kapasitas lapang.
Tabel 2 Berat basah, berat kering dan kadar air tanah sulfat masam
Sampel
Berat Tanah
Basah (g)
Kadar Air
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
132.061
144.281
123.851
169.659
134.621
126.605
195.984
138.769
166.689
108.639
129.011
125.578
131.533
131.181
164.141
147.135
115.014
108.639
112.119
143.595
142.153
124.317
142.768
141.746
132.994
125.897
129.517
29
37
25
71
36
29
100
40
63
11
30
27
34
34
68
50
17
11
14
45
43
25
44
43
34
27
31
Berat Tanah
Kering
(BB/(KA+1))
(g)
102.372
105.314
99.081
99.215
98.986
98.143
97.992
99.120
102.263
97.872
99.239
98.880
98.158
97.896
97.702
98.09
98.302
97.872
98.35
99.031
99.407
99.453
99.144
99.123
99.249
99.131
98.867
Berat Air
(BB-BK)
(g)
29.714
38.667
24.770
70.578
35.540
28.613
97.992
39.688
64.342
10.647
29.931
26.497
33.541
33.189
66.149
49.143
17.022
10.647
14.127
44.515
43.072
25.236
43.687
42.666
33.914
26.816
30.437
12
Lahan sulfat masam secara tipologi merupakan lahan rawa pasang surut
sama seperti lahan gambut. Gambut dibentuk oleh beberapa lapis timbunan sisa
tanaman purba. Sisa-sisa tanaman purba ini hampir tidak mengalami perombakan
karena lahan ini selalu tergenang air. Perbedaan spesifik antara lahan gambut dan
sulfat masam terdapat pada lapisan pirit yang dimiliki lahan sulfat masam (Fahmi
et al. 2014).
Tanah normal umumnya banyak mengandung bahan organik. Bahan
organik tanah adalah senyawa organik yang terdapat di dalam tanah seperti serasi,
fraksi bahan organik ringan, biomassa mikrob, bahan organik terlarut di dalam air,
dan humus. Ketersediaan bahan organik tanah dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas
serasah, mudah tidaknya terdekomposisi, lingkungan fisik dan komposisi mikrob
(Xu et al. 2012). Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (2005), sumber utama bahan
organik adalah jaringan tanaman baik berupa serasah, sisa-sisa tanaman, maupun
kotoran atau bangkai hewan.
Tabel 3 Hasil titrasi asam-basa sampel tanah sulfat masam
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Volume HCl terpakai menggunakan
indikator JM (mL)
4.3
3.1
1.6
6.1
4.7
3.9
5.2
5.3
2.5
7.5
5.3
3.3
2.8
4.2
5.1
3
1.5
1.2
1.5
5.5
2.6
2.1
2.6
2.6
2.4
2.3
2.7
Kadar CO2 terikat (mg/kg.hari)
48.72
30.68
10.36
76.84
56.33
44.84
64.36
65.13
22.97
98.89
65.05
35.62
28.40
49.33
63.07
31.43
8.95
4.5
8.95
68.09
29.52
17.72
25.16
25.17
22.17
20.72
26.72
13
Tabel 3 menunjukkan hasil respirasi 27 sampel tanah sulfat masam dan
kontrol tanpa sampel tanah sebanyak 3 buah. Sampel 10 memiliki kadar CO2
tertinggi dari yang lainnya yaitu sebesar 98.89 mg CO2/kg tanah. Sampel tanah 18
memiliki kadar CO2 terendah yaitu sebesar 4.5 mg CO2/kg tanah. Rata-rata kadar
CO2 dari 27 sampel tanah yaitu sebesar 38.877 mg CO2/kg tanah.
Respirasi pada lahan gambut terdapat pada penelitian yang dilakukan
Rusma (2015). Sampel tanah yang diambil yaitu berasal dari lahan gambut di Desa
Lubuk Ogong Kabupaten Pelalawan Riau. Tanah yang diuji berada dalam kondisi
kadar air yang berbeda yaitu kondisi existing, 50-60%, dan 20-30%. Rata-rata dari
hasil yang diperoleh secara berurut yaitu 490 mg CO2/Kg tanah, 430 mg CO2/Kg
tanah, dan 260 mg CO2/ Kg tanah. Nilai rata-rata respirasi dengan kondisi existing
pada kedua jenis tanah tersebut berbeda jauh yaitu 38.877 mg CO2/Kg tanah pada
tanah sulfat masam dan 490 mg CO2/Kg tanah pada lahan gambut. Hal ini
dipengaruhi oleh lapisan pirit yang dimiliki tanah sulfat masam sehingga jumlah
mikrob penghasil CO2 jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan lahan gambut.
Asam organik adalah senyawa yang mampu melakukan kelatisasi.
Pnegkelatan dapat meningkatkan kelarutan P anorganik yang tidak larut menjadi
larut. Asam humat dan asam fulvat merupakan asam organik yang memiliki afinitas
tinggi terhadap Al, Fe, dan Ca. Sifat inilah yang membuat kedua asam tersebut
dapat membentuk kompleks dengan Al, Fe, Ca dan membebaskan ion fosfat ke
dalam larutan tanah. Senyawa-senyawa humat juga efektif dalam mengikat hara
mikro seperti Cu, Zn, dan Mn. Unsur-unsur ini akan dilepaskan kembali pada
tanaman dalam jumlah kecil sesuai dengan kebutuhan (Husna 2014).
Prinsip dari metode Total Plate Count (TPC) adalah bila sel mikrob yang
masih hidup ditumbuhkan pada medium. Mikrob tersebut berkembang biak dan
membentuk koloni. Koloni dapat dihitung secara langsung tanpa menggunakan
mikroskop. Alasan inilah yang membuat metode ini merupkan cara yang paling
sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik (Anugrahmi 2014).
Media Rose Bengal Agar memiliki komposisi glukosa, agar, papaic digest
of soybean meal, KH2PO4, MgSO4.7H2O, Rose Bengal, dan chlorampenicol.
Kegunaan dari media ini yaitu untuk isolasi selektif, pembibitan, dan pembiakan
ragi dan kapang dari spesimen lingkungan dan makanan. Komposisi media Tryptic
Soy Agar yaitu pancreatic digest of casein, agar, NaCl, papaic digest of soybean
meal, KH2PO4, dan glukosa. Kegunaan dari media ini yaitu pembiakan dan
pemeliharaan ragam dari mikroorganisme heterotrofik, dan estimasi dalam waktu
yang singkat terkait jumlah koloni bakteri pada air (Ronald 2010).
Media Trypticase Soy Agar memperlihatkan jumlah koloni yang lebih
banyak karena dapat menampung ragam dari mikroorganisme heterotrofik
sedangkan media RBA spesifik hanya pada ragi dan kapang. Mikrob dengan jumlah
paling banyak di dalam tanah adalah aktinomisetes. Aktinomisetes sendiri
merupakan kelompok bakteri gram positif yang dapat hidup hampir di semua
kondisi lingkungan. Diperkirakan dalam 1 gram tanah subur terdapat 1 juta lebih
populasi bakteri ini (Sudaryati et al. 2010). Fakta ini semakin menjawab kenapa
jumlah populasi mikrob pada media RBA lebih sedikit daripada media TSA.
Hasil perhitungan koloni mikrob dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
Pengulangan dilakukan untuk mendapatkan data pembanding sehingga hasilnya
dapat ditetapkan. Pengenceran dilakukan hingga enam kali pada tiap sampel yang
berjumlah 15 sampel. Tabel 4 menunjukkan sampel yang diukur jumlah koloni
14
mikrobnya yaitu sampel 4 hingga 8. Perhitungan koloni murni dilakukan secara
manual agar lebih akurat. Meskipun begitu, perhitungan dilakukan untuk satu
sampel per hari sedangkan masa inkubasi untuk pertumbuhan yang ditentukan
adalah tujuh hari. Tabel 3 dan Tabel 4 memperlihatkan korelasi antara total CO2
terikat dengan jumlah koloni mikrob yang tumbuh pada media. Semakin tinggi
kadar CO2 terikat menunnjukkan banyaknya jumlah koloni mikrob pada sampel
tersebut. Hal ini dikarenakan CO2 pada tanah berasal dari mikrob yang ada di
dalamnya (Husen et al. 2013). Sampel nomor 4 menghasilkan CO2 paling banyak
dibandingkan dengan keempat sampel lainnya pada tabel 3. Kadar CO2 yang
dihasilkan oleh sampel nomor 4 yaitu sebesar 76.84 mg CO2/Kg tanah. Sampel
nomor 6 menghasilkan CO2 sebesar 44.84 mg CO2/Kg tanah.
Tabel 4 Hasil perhitungan koloni mikrob tanah sulfat masam
Sampel
Pengenceran
Jamur
Bakteri
4
101
0.3 x 105
0.3 x 105
102
1.36 x 105
2.72 x 105
103
9.65 x 105
79 x 105
104
72.5 x 105
78 x 105
105
48 x 105
46 x 105
106
29 x 105
19 x 105
101
1.69 x 105
2
16.8 x 10
5
103
80 x 105
80 x 105
104
64 x 105
27 x 105
105
49 x 105
14 x 105
106
21 x 105
9 x 105
101
0.78 x 105
0.96 x 105
5
10
6
7
7.6 x 105
103
35 x 105
52 x 105
104
11 x 105
48 x 105
105
8 x 105
21 x 105
106
0
5 x 105
101
2.29 x 105
0.3 x 105
102
11.1 x 105
0.3 x 105
0.3 x 105
104
63 x 105
214 x 105
105
40 x 105
88 x 105
106
25 x 105
27 x 105
101
2.41 x 105
0.3 x 105
102
18.9 x 105
0.3 x 105
3
136 x 10
5
0.3 x 105
104
88 x 105
69 x 105
105
77 x 105
74 x 105
106
42 x 105
39 x 105
10
3
5.6 x 10
5
10
8
15.5 x 105
5
10
2
0.3 x 105
87 x 10
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kegiatan Praktik Lapangan yang dilakukan telah melatih kemampuan dan
wawasan dalam menguasai metode untuk mengukur kadar CO2 dan jumlah koloni
mikrob pada tanah sulfat masam. Sifat tanah sulfat masam mengakibatkan
penurunan jumlah koloni mikrob sehingga kadar CO2 yang dihasilkan jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan tanah pada umumnya. Penambahan bahan organik
secara rutin dan tepat dapat memperbaiki kualitas dari tanah sulfat masam.
Saran
Kegiatan Praktik Lapangan yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah
Cimanggu Bogor memberikan manfaat dan pengalaman yang baik bagi penulis.
Kendala yang dialami adalah kurangnya laboran dalam membimbing selama
kegiatan Praktik Lapangan.
16
DAFTAR PUSTAKA
[BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. 2007. Metode Analisis
Biologi Tanah. Bogor (ID).
Anugrahmi AE. 2014. Mengenal Analisa TPC (Total Plate Count). Surabaya (ID).
BBPPTP Surabaya.
Chevallier, Tauveron E, Dufour I, Ammor S. 2008. Antibacterial activity of lactic
acid bacteria against sponge dan phatogenic bacteria isolated from the Sam
meat small scale facility: I-screening and characterization of antibacterial
compound. J. Food Control. 17: 454-461.
Elmoslemany AM, Keefe GP, Dohoo IR, Dingwell RT. 2009. Microbiological
quality of bulk tank raw milk in Prince Edward Island dairy herds. Dairy
Sci. 92: 4239-4248.
Evanylo G, Robert M. 2009. Agricultural Management Practices and Soil Quality:
Measuring, Assessing, and Comparing Laboratory and Field Test Kit
Indicators of Soil Quality Attributes. Virginia (US). Virginia Tech.
Fahmi A, Susilawati A, Rachman A. 2014. Influence of height waterlogging on soil
physical properties of potential and actual acid sulphate soils. J. Trop Soils.
19: 77-83.
Hasibuan BE. 2009. Ilmu Tanah. Medan (ID). Fakultas Pertanian USU.
Hasibuan BE. 2008. Pengelolaan Tanah dan Air Lahan Marginal. Medan (ID).
USU.
Husen E, Salma S, Agus F. 2013. Peat Emission Control by Groundwater
Management and Soil Amendments: Evidence from Laboratory
Experiments. Bogor (ID): Indonesian Agency for Agricultural Research
Development.
Husna N. 2014. Pengelolaan bahan organik di tanah sulfat masam. Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014 [Internet]. [Palembang, 26-27
September 2014]. Palembang (ID). helm 1 – 7; [diunduh 2018 Sep 29].
Tersedia pada: http://pur-plso.unsri.ac.id/userfiles/152n_nurul%20husna_
revisi.pdf.
Karlen DL, Hurley EG, Mallarino AP. 2006. Crop rotation on soil quality at three
nothern corn or soybean belt location. J. Agron. 98:484-495.
Kartasapoetra AG, Sutedjo MM. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta (ID).
Rineka Cipta.
Purnomo E, Mursyid A, Syarwani, Jumberi A, Hashidoko Y, Hasegawa T, Honma
S, Osaki M. 2005. Phosphorus solubilizing microorganisms in the
rhizosphere of local rice verities grown without fertilizer on acid sulphate
soils. J. Soil Sci. 51(5): 679-681.
Pusparani S. 2018. Karakterisasi sifat fisik dan kimia pada tanah sulfat masam di
lahan pasang surut. J. Hexagro. 2(1):1-4.
17
Rahmah S, Yusran Y, Umar H. 2014. Sifat kimia tanah pada berbagai tipe
penggunaan lahan di desa Bobo kecamatan Palolo kabupaten Sigi. Warta
Rimba. 2(1): 88-95.
Ronald M. 2010. Handbook of Microbiological Media. Washington DC (USA):
CRC press.
Rosminik, Erny Y. 2007. Mikrob perombak bahan organik. Biologi Tanah. Bogor
(ID). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian.
Rusma VA. 2015. Validasi metode respirasi tanah pada tanah sawah Tasikmalaya
dan gambut Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saraswati R, Prihatini T, Hastuti RD. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk
meningkatkan efisiensi pemupukan dan keberlanjutan sistem produksi padi
sawah. p. 169-189. Dalam: Fahmuddin Adus et al. (Eds.) Tanah sawah dan
teknologi pengelolaannya. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat.
Soetarto M, Pudjarwoto S, Nurindah P. 2008. Analisis Mikroorganisme. Jakarta
(ID). EGC.
Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa Dalam Karakteristik
dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor (ID). Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Sudaryati YS, Triana E, Setianingrum N. 2010. Aktivitas aktinomisetes dari
Bangka Belitung dalam memproduksi enzim kitinase. J. Tek Ling 11: 417423.
Susilawati, Mustoyo, Budhisurya E, Anggono RCW, Simanjuntak BH. 2013.
Analisis kesuburan tanah dengan indikator organisme tanah pada berbagai
sistem penggunaan lahan di plateau Dieng. J. Agric 25: 64-72.
Sutandi A. 2011. Hubungan pirit dengan beberapa sifat kimia tanah dan
produksi kelapa sawit (Elais guineensis). J. Tanah Lingk. 13(1): 21-24.
Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta (ID). Kanisius.
Xu X, Y Luo, J Zhou. 2012. Carbon quality and the temperature sensitivity of soil
organic carbon decomposition in a tallgrass prairie. J. Soil Biol and
Biochem. 50:142-148.
Yusanto N. 2009. Analisis sifat fisik kimia dan kesuburan tanah pada lokasi
rencana hutan tanaman industri PT Prima Multibuwana. J. Hut Trop
Borneo. 10(27):222-229.
18
LAMPIRAN
19
Lampiran 1 Diagram Alir Pengukuran Kadar CO2 dan Jumlah Koloni Mikrob
Preparasi media RBA
dan TSA
Pengenceran serial
Inokulasi mikrob ke dalam
cawan
Perhitungan jumlah koloni
mikrob
Penetapan kadar air sampel tanah
Preparasi dan inkubasi sampel
tanah
Pengukuran kadar CO2
menggunakan metode titrasi
20
Lampiran 2 Data Analisis Sifat Fisik Tanah
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Berat
Tanah
Basah
(g)
132.061
144.281
123.851
169.659
134.621
126.605
195.984
138.769
166.689
108.639
129.011
125.578
131.533
131.181
164.141
147.135
115.014
108.639
112.119
143.595
142.153
124.317
142.768
141.746
132.994
125.897
129.517
Kadar
Air
(%)
Berat Air
(BB-BK)
(g)
29
37
25
71
36
29
100
40
63
11
30
27
34
34
68
50
17
11
14
45
43
25
44
43
34
27
31
29.714
38.667
24.770
70.578
35.540
28.613
97.992
39.688
64.342
10.647
29.931
26.497
33.541
33.189
66.149
49.143
17.022
10.647
14.127
44.515
43.072
25.236
43.687
42.666
33.914
26.816
30.437
BB
Kadar Air
=
- 1 x 100%
BK
132.061
=
- 1 x 100%
102.372
= 1.29 – 1 x 100%
= 0.29 x 100%
= 29%
Berat Tanah
Kering
(BB/(KA+1))
(g)
102.372
105.314
99.081
99.215
98.986
98.143
97.992
99.120
102.263
97.872
99.239
98.880
98.158
97.896
97.702
98.09
98.302
97.872
98.35
99.031
99.407
99.453
99.144
99.123
99.249
99.131
98.867
Bulk
Density
(g/cm3)
Particle
Density
(g/cm3)
0.94
0.97
0.91
0.91
0.91
0.90
0.90
0.91
0.94
0.90
0.91
0.91
0.90
0.90
0.90
0.90
0.90
0.90
0.90
0.91
0.91
0.91
0.91
0.91
0.91
0.91
0.91
2.15
2.20
2.27
2.02
2.07
2.04
2.12
2.15
2.25
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
2.15
21
Lampiran 3 Volume HCl yang Terpakai pada Saat Titrasi
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
B1
B2
B3
Lama Waktu
Inkubasi
3 Hari
Volume HCl terpakai
dengan indikator PP
(mL)
4,3
5,5
7
2,4
3,9
4,7
3,1
3,3
5,8
1,2
3
5,3
5,7
4,4
4,4
4,6
7,1
7,3
7,1
5,7
5,9
6,6
6
6,1
6
6,2
5,7
7,6
7,6
7,8
Volume HCl terpakai
dengan indikator JM (mL)
4,3
3,1
1,6
6,1
4,7
3,9
5,2
5,3
2,5
7,5
5,3
3,3
2,8
4,2
5,1
3
1,5
1,2
1,5
5,5
2,6
2,1
2,6
2,6
2,4
2,3
2,7
1
0,9
0,9
22
Lampiran 4 Berat Sampel dan Berat Pinggan pada Pengukuran Kadar Air
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Berat
Sampel
Berat Pinggan
Kosong (g)
Berat Sampel +
Pinggan (g)
10 gram
2.66
2.74
2.61
2.59
2.64
2.59
2.50
2.74
2.61
2.73
2.64
2.71
2.51
2.52
2.61
2.51
2.74
2.50
2.66
2.68
2.63
2.53
2.62
2.70
2.52
2.65
2.51
12.66
12.74
12.61
12.59
12.64
12.59
12.50
12.74
12.61
12.73
12.64
12.71
12.51
12.52
12.61
12.51
12.74
12.50
12.66
12.68
12.63
12.53
12.62
12.70
12.52
12.65
12.51
Berat Sampel +
Pinggan Setelah
Dioven (g)
10.41
10.06
10.61
8.43
10.00
10.33
7.50
9.88
8.75
11.75
10.32
10.60
9.96
9.98
8.58
9.17
11.26
11.52
11.40
9.58
9.60
10.50
9.56
9.69
9.97
10.52
10.16
23
Lampiran 5 Kelimpahan Populasi Mikrob pada Tanah Sulfat Masam
Rose Bengal Agar (RBA)
Sampel
4
5
6
7
8
Pengenceran
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
Ulangan
1
251
131
98
73
49
30
170
165
81
63
47
21
80
53
36
12
8
0
228
110
88
64
41
20
251
180
131
90
78
41
Ulangan
2
>300
140
95
72
47
28
168
170
78
64
51
20
75
58
34
9
8
0
230
112
85
62
39
30
230
198
140
85
75
42
Rata-rata
>300
135.5
96.5
72.5
48
29
169
167.5
79.5
63.5
49
20.5
77.5
55.5
35
10.5
8
0
229
111
86.5
63
40
25
240.5
189
135.5
87.5
76.5
41.5
Tryptic Soy Agar (TSA)
Ulangan
1
>300
284
80
76
51
20
284
160
80
28
18
10
93
74
52
49
21
6
>300
>300
>300
178
98
23
>300
>300
>300
60
75
38
Ulangan
2
>300
260
78
80
41
18
>300
150
79
25
10
8
98
78
51
47
20
4
>300
>300
>300
250
78
31
>300
>300
>300
78
73
40
Rata-rata
>300
272
79
78
46
19
>300
155
79.5
26.5
14
9
95.5
76
51.5
48
20.5
5
>300
>300
>300
214
88
27
>300
>300
>300
69
74
39
24
Lampiran 6 Gambar Dokumentasi Hasil Pengujian
Sampel Tanah Sulfat
Masam
Hasil Perhitungan Koloni
Bakteri pada Cawan TSA
Hasil Titrasi Sampel
Tanah Sulfat Masam
Hasil Perhitungan Koloni
Bakteri pada Cawan RBA
Download