BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak adalah anugerah yang didambakan oleh semua orangtua, tidak sedikit orang tua yang rela melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan anak. UU No 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai potensi menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan masa depan. Namun dalam belakangan ini kita kerap membaca berita anak-anak dipukul, ditampar, disiksa. Terjadi pula kasus ekstrem seperti pemerkosaan bahkan pembunuhan terhadap anak. Pelakunya bisa siapa saja, termasuk orang paling dekat dengan korban seperti guru, keluarga, terutama orangtua. Menghukum anak dengan kekerasan pun bisa diimbuhi pembenaran bahwa yang dilakukan adalah "pukulan sayang" atau "hukuman yang masuk akal." Dianggap sebagai hal yang biasa, tindakan kekerasan terhadap anak menembus batas kelas, status sosial, ekonomi, dan budaya di seluruh dunia. Perlakuan tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa, yang seharusnya menjaga, merawat, dan melindunginya disebut child Abuse. Fontana (1971) menyatakan bahwa child abuse yaitu malnutrisi dan menelantarkan anak merupakan awal dari gejala perlakuan salah dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari tingkatan perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya. Sedangkan menurut dokumen Convention on the Rights of the Child (1989), kekerasan terhadap anak mencakup semua bentuk kekerasan fisik atau mental, cedera dan pelecehan, pengabaian atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi, termasuk pelecehan seksual. Kekerasan terhadap anak tak cuma mencakup kekerasan fisik dan seksual, tetapi juga kekerasan emosional, pengabaian, dan eksploitasi. Jadi child abuse adalah segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa yang berakibat pada terganggunya jiwa dan raga anak yang berdampak untuk masa depannya. Maka dengan itu supaya trauma pada anak tidak mengganggu kehidupan masa depannya diperlukanlah trauma healing untuk para korban. Pada Kamus Psikologi dijelaskan bahwa trauma adalah setiap luka, sakit, atau shock yang seringkali berupa fisik atau struktural maupun juga mental daplam bentuk shock emosi yang menghasilkan gangguan lebih kurang tentang ketahanan fungsi mental. Sedangkan secara bahasa healing artinya menyembuhkan, dalam konteks trauma healing disini dapat diartikan sebagai usaha menyembuhkan seseorang dari trauma. Arthur S. Reber dan Emily Reber (2011) dalam The Penguin Dictionary of Psychology Third Edition,heal to become healty again and to make whole to free from impairment. That heal should be reserved for relatively less severe cases of injury or trauma. Some use heal in the context of providing assistancein the restorative process. Jadi trauma healing adalah kegiatan menyembuhkan dan mengembalikan kondisi fisik dan mental seseorang yang memiliki gangguan tentang ketahanan fungsi mental. Berdasarkan yang sudah dipaparkan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kebutuhan aktivitas yang dibutuhkan korban untuk mengembalikan kondisi fisik dan mental korban supaya tidak berdampak untuk masa depannya. Dan dari hasil kebutuhan aktivitas yang telah diteliti penulis menerjemahkan kedalam kebutuhan ruang guna mengetahui ruang apa saja yang diperlukan untuk lebih menunjang kesembuhan korban. 1.2 Identifikasi Masalah 1.2.1 Metode pemulihan trauma terhadap kesembuhan korban. 1.2.2 Meningkatnya angka kekerasan terhadap anak. 1.2.3 Kegiatan yang efektif untuk proses pemulihan trauma anak. 1.2.4 Ruangan yang dibutuhkan untuk Pusat Pemulihan Trauma Anak. 1.2.5 Minimnya pengetahuan masyarakat tentang bentuk bentuk kekerasan pada anak. 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka penulis perlu membatasi masalah guna menghindari tinjauan yang terlalu luas, maka penulis batasi yaitu : 1.3.1 Kegiatan yang efektif untuk proses pemulihan trauma anak. 1.3.2 Ruangan yang dibutuhkan untuk Pusat Pemulihan Trauma Anak. 1.3.3 Metode pemulihan trauma terhadap kesembuhan korban. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang diangkat, maka tujuan penelitian ini adalah : 1.4.1 Mengetahui kebutuhan ruang apa saja yang mendukung proses pemulihan trauma anak korban kekerasan. 1.4.2 Mengetahui kegiatan kegiatan apa saja yang efektif untuk proses pemulihan trauma anak korban kekerasan. 1.4.3 Mengetahui metode-metode dalam proses pemulihan trauma anak korban kekerasan. 1.5 Manfaat Penelitian Selain tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat penelitian ini adalah: 1.5.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu bidang arsitektur khususnya mengenai analisis kebutuhan ruang untuk proses pemulihan trauma anak. 1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1 Bagi penulis, dapat memberi pengalaman serta memberi wawasan tentang analisa kebutuhan ruang untuk proses pemulihan trauma anak, diharapkan dapat menjadi pembelajaran yang berarti supaya dapat memberi dampak yang positif. 1.5.2.2 Bagi terapis, dapat mendapat menambah informasi tentang metodemetode dalam proses pemulihan trauma anak. 1.5.2.3 Bagi masyarakat, dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat menambah informasi tentang kebutuhan ruang untuk proses pemulihan trauma anak, sehingga lebih memahami dalam analisis kebutuhan ruang untuk proses pemulihan trauma anak. 1.6 Masalah Yang Dikaji