Uploaded by knight.althorias

PENELITIAN DIARE ANIN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja atau peningkatan
frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali per hari.1 Diare merupakan penyakit
endemis di Indonesia dan penyakit potensial KLB yang sering disertai kematian.
Dilaporkan 1 dari 10 anak yaitu sekitar 800.000 anak meninggal karena diare
setiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun
2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun.2 Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun
2000 sampai dengan 2010 menemukan kecenderungan peningkatan insiden diare.3
Angka morbiditas diare di Indonesia mencapai 423 per 1.000 penduduk, dan
menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian pada bayi dan balita.4,5 Hasil
SKRT 1999 di Jawa-Bali tentang pola penyebab kematian bayi dan balita adalah
diare menempati urutan ketiga setelah gangguan perinatal dan penyakit sistem
pernafasan.6 Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Bali tahun 2014, diare masih
cukup tinggi ditemukan di Propinsi Bali. Pada tahun 2014 diperkirakan jumlah
kasus diare sekitar 87.845 meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yang
diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 86.493 kasus. Sementara kasus Diare yang
tertangani sebanyak 69.817 kasus (79,5%), dan angka kesakitan diare 214 per
1000 penduduk.8
Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam
pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI (Air Susu Ibu),
sebelum berusia 4 bulan.9 Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk
terkena diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain
ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya
dapat diperoleh dari ASI, dan adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi
sudah terkontaminasi oleh bakteri, karena alat yang digunakan untuk memberikan
makanan atau minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan makanan padat
ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan yang paling sempurna.
1
American Academy of Pediatrics (AAP) dan WHO merekomendasikan pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai usia 1 tahun
atau lebih. ASI telah dikenal luas memiliki berbagai kelebihan dibandingkan susu
formula, antara lain komposisi nutrisi yang lebih baik, mengandung zat antibodi
dan enzim yang berguna untuk kesehatan, mengurangi insiden infeksi,
mendukung tumbuh kembang optimal bayi serta meningkatkan ikatan ibu dan
anak. Selain itu ASI juga jauh lebih ekonomis dan praktis serta bermanfaat untuk
kesehatan ibu.10
Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pajanan
mikroorganisme patogen maupun zat alergen lainnya masih merupakan masalah.
Infeksi gastrointestinal maupun non gastrointestinal lebih sering ditemukan pada
bayi yang mendapat pengganti air susu ibu (PASI) daripada yang mendapat ASI.
Hal ini menandakan bahwa ASI merupakan komponen penting pada sistem imun
mukosa
gastrointestinal
maupun
mukosa
lain,
karena
sebagian
besar
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui mukosa.11
Penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli di India dengan
menggunakan ASI donor dari manusia, membuktikan bahwa kejadian infeksi
lebih sedikit secara bermakna dan tidak terdapat infeksi berat pada kelompok yang
diberi ASI manusia, sedangkan bayi pada kelompok yang tidak mendapat ASI
banyak mengalami diare, pneumonia, sepsis, dan meningitis.12
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk memberikan
informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
- Adakah hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare
pada bayi usia 0-6 bulan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota Denpasar?
2
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka
kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota
Denpasar.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare
pada bayi usia 0-6 bulan.
1.4.2
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam
penatalaksanaan diare pada bayi usia 0-6 bulan serta menjadi data dasar
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai diare pada bayi.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
ASI Eksklusif
Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan ASI segera setelah melahirkan.
ASI diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air
susu. ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi karena mempunyai
nilai gizi yang paling tinggi, jika dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat
oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kerbau,
dan susu kambing. Pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan sangat dianjurkan
oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan manusia (susu formula)
dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang
diperoleh dari ASI yang mengandung kolostrum.13 ASI selain sebagai sumber
nutrisi dapat memberi perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan
yang dikandungnya. Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi, ASI tetap
mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi dan mampu mengatasi infeksi
melalui komponen sel fagosit dan imunoglobulinnya. Selain itu ASI juga dapat
merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI dapat berfungsi
sebagai imunisasi aktif.14
Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi, tetapi berperan dalam
memperkuat sistem imun lokal usus. ASI juga mengandung Imunoglobulin A
(IgA) yang berperan sebagai sistem imun lokal pada mukosa traktus respiratorius
dan kelenjar saliva bayi.15,16 Hal ini dapat terlihat dari lebih rendahnya penyakit
otitis media, pneumonia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi, yang
mendapat ASI jika dibandingkan dengan bayi yang mendapat PASI.11,17
Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungannya. Kolostrum merupakan
ASI yang keluar pada saat kelahiran sampai hari keempat atau ketujuh. Kolostrum
banyak mengandung zat antibodi terutama IgA. Kolostrum juga mengandung sel
4
darah putih dan imunoglobulin pembunuh kuman dalam jumlah yang paling
tinggi. Sehingga kolostrum merupakan imunisasi pertama yang diterima oleh
bayi.14,18 ASI mengandung berbagai zat yang berfungsi sebagai pertahanan
nonspesifik maupun spesifik. Pertahanan nonspesifik diperankan oleh sel seperti
makrofag dan neutrofil serta produknya, dan faktor protektif larut. Sedangkan
pertahanan spesifik diperankan oleh sel limfosit dan produknya. Sel limfosit T
merupakan 80% dari sel limfosit yang terdapat dalam ASI. Sel limfosit T dapat
menghancurkan kapsul bakteri Escheria Coli. 11,14
Tabel 1. Perbandingan Kandungan Antimikroba ASI dan Susu Sapi11
No
Kandungan
ASI
Susu Sapi
1
Laktoferin
++++
+
2
Lisozim
++++
+
3
sIgA
++++
+
4
IgG
+
++++
5
Komplemen
+
++++
6
Laktoperoksidase
+
++++
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri
dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein
whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak
mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi.11,15 Adapun
hasil eksperimen pada uji coba terhadap hewan membuktikan bahwa limfosit yang
terdapat di dalam ASI dapat melintasi dinding usus bayi dan masuk ke dalam
sirkulasi darah, sehingga dapat mengaktifkan sistem imun bayi.16,17
5
ASI juga mengandung vitamin dalam jumlah tinggi, tidak hanya vitamin
A tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Vitamin A selain berfungsi untuk
kesehatan mata, juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan
tubuh, dan pertumbuhan. ASI mengandung air sebesar 87,5%, oleh karena itu bayi
yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada di
tempat yang mempunyai suhu udara panas15
Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan
yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau
minuman lain termasuk air putih.11 Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan
untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6
bulan. Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare. Karena ASI
merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi sistem
pencernaan bayi yang belum matur yaitu usia 0 sampai 6 bulan, sehingga tidak
menyebabkan alergi pada bayi. Namun ada juga bayi yang mengalami diare
walaupun sudah mendapat ASI eksklusif. Hal ini dapat terjadi karena beberapa
faktor baik dari bayi maupun perilaku ibu. Penyebab diare dari faktor bayi adalah
adanya infeksi baik di dalam ataupun di luar saluran pencernaan, yang dapat
disebabkan oleh bakteri, parasit maupun virus dan imunodefisiensi. Perilaku ibu
juga dapat meningkatkan risiko terjadinya diare seperti tidak mencuci tangan
setelah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak, serta sebelum makan
dan menyuapi anak.16,17
Adapun manfaat ASI secara umum, antara lain:10-12, 14-16,19,20
a.
Perkembangan Otak
Berdasarkan penelitian, anak yang mendapat ASI eksklusif memiliki nilai IQ
lebih tinggi daripada anak yang tidak diberi ASI. Karena ASI mengandung
Docosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) terbaik, yang berfungsi
untuk perkembangan otak dan ketajaman penglihatan bayi. Penelitian
yang
dilakukan di American University Washington DC, yang membandingkan antara
saudara kandung, dimana satu anak mendapatkan ASI, sedangkan saudaranya
tidak mendapatkan ASI. Hasil penelitian membuktikan bahwa ASI memiliki
manfaat dalam aspek edukasi bahkan jauh setelah masa bayi. Para peneliti dari
University of Western Australia menganalisis data dari 1.038 anak usia 10 tahun,
6
dalam hal
kemampuan matematika, membaca,
menulis,
dan mengeja.
Perkembangan otak anak-anak tersebut dipantau sejak masih berusia 18 minggu
dalam kandungan. Hasilnya, anak yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan
atau lebih memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi, jika dibandingkan
dengan anak yang mendapat ASI kurang dari 6 bulan.
b.
Meningkatkan Kekebalan Tubuh
ASI pertama yang keluar disebut kolostrum yang mengandung IgA alami, yaitu
zat antibodi yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit.
Kolostrum juga mengandung sel darah putih, faktor protektif larut seperti lisozim,
laktoferin, sitokin, protein, faktor bifidus, glyco compound, musin, dan
antioksidan. Yang mana zat-zat tersebut sangat penting untuk pembentukan sistem
imun anak. Semakin baik imunitas anak, maka akan membuat anak semakin
jarang sakit.
c.
Mengurangi Risiko Alergi
ASI juga dapat mencegah terjadinya penyakit alergi, terutama alergi terhadap
makanan seperti susu sapi. Dengan menunda pemberian susu sapi dan makanan
padat pada bayi yang lahir dari orang tua dengan riwayat alergi, sampai bayi
berumur 6 bulan, yaitu umur saat barier mukosa gastrointestinal bayi dianggap
sudah matur, sehingga timbulnya alergi makanan dapat dicegah.
d.
Memperbaiki Saluran Cerna
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI sejak lahir memiliki
koloni bakteri dalam ususnya, yang berarti membantu penyerapan nutrisi dan
meningkatkan sistem imun, yang akan melindungi bayi dari infeksi dan penyakit.
e.
Mencegah Gangguan Mental dan Perilaku
Anak-anak yang mendapat ASI, cenderung tidak menderita masalah kesehatan
perilaku atau mental daripada mereka yang tidak disusui. Penelitian yang
dipresentasikan pada 136th American Public Health Association di San Diego,
membuktikan bahwa menyusui berhubungan dengan penurunan masalah perilaku
dan penyakit jiwa selama masa kanak-kanak. Berdasarkan Survei Nasional
Kesehatan Anak tahun 2003, dari 102.353 wawancara yang telah dilakukan
terhadap orang tua dan wali mengenai kesehatan anak mereka, para peneliti
menemukan bahwa orang tua dari anak-anak yang tidak disusui, kurang memiliki
7
kepedulian terhadap perilaku anak, dan kekhawatiran tentang kemampuan anak
untuk belajar. Sehingga gangguan mental dan perilaku pada anak terlambat
didiagnosis.
f.
Mencegah Kecemasan dan Gelisah
Para Peneliti dari Karolinska Institute di Swedia meneliti bagaimana bayi berusia
10 tahun yang diberi ASI dan yang diberi susu formula menghadapi stres akibat
masalah pernikahan orangtuanya. Sekitar 9.000 bayi menjadi responden penelitian
ini. Mereka dimonitor sejak lahir hingga masuk sekolah. Hasilnya adalah anak
yang mendapat ASI mampu menghadapi masalah dan stres lebih baik jika
dibandingkan yang tidak mendapat ASI.
g.
Menguatkan Hubungan Ibu dan Bayi
Selama menyusui, kasih sayang antara ibu dan anak akan terbentuk. Ikatan kasih
sayang ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit.
Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu,
dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih di dalam
kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi tergantung pada
kesatuan ibu dan bayi tersebut.
Ibu yang menyusui setelah melahirkan zat oxytoxin-nya akan bertambah,
sehingga dapat mengurangi jumlah darah yang keluar setelah melahirkan. Rahim
dan perut bagian bawah juga lebih cepat menyusut kembali ke bentuk normalnya.
Dengan menyusui pun dapat menguras kalori lebih banyak, sehingga berat tubuh
ibu akan cepat kembali seperti sebelum hamil. Menyusui secara eksklusif dapat
menunda menstruasi dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat
kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea
Laktasi (MAL).10 ASI betapapun baik mutunya sebagai makanan bayi, belumlah
merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan
secara tepat dan benar. Ibu tidak dapat mengetahui berapa banyak ASI yang telah
diminum oleh bayi. Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI, beberapa kriteria
yang dapat dipakai sebagai patokan, yaitu: ASI yang produksinya banyak
umumnya dapat merembes keluar melalui puting dengan sendirinya, sebelum
disusukan payudara merasa tegang, dan berat badan bayi naik sesuai dengan
umur.19
8
2.1.2 Diare
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lebih dari 3 kali/hari pada balita dan
anak atau peningkatan frekuensi buang air besar 2 kali lipat dari biasanya pada
bayi dengan konsistensi cair dengan atau tanpa darah dan lendir.1-3 Diare yang
bersifat akut biasanya berlangsung sekitar kurang dari 14 hari dengan pengeluaran
tinja yang lunak atau cair tanpa darah, sedangkan diare yang bersifat kronik atau
persisten berlangsung terus menerus selama lebih dari 14 hari.21 Diare dapat
menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit tubuh yang dikenal dengan istilah
dehidrasi. Dehidrasi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam basa yang berupa asidosis metabolit, hipokalemia dan hiponatremia.22
Keadaan dehidrasi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian,
sehingga diare memerlukan penatalaksanaan yang optimal berdasarkan standar
pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.23,24
Insiden
Berdasarkan data WHO pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua
pada anak dibawah 5 tahun setelah pneumonia. Anak-anak di negara berkembang
yang berusia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare per tahun.
Penduduk di negara berkembang termasuk di Indonesia diyakini rentan terkena
diare karena kondisi sanitasinya yang buruk. Angka morbiditas diare di Indonesia
mencapai 423 per 1.000 penduduk, dan menempati posisi teratas sebagai
penyebab kematian pada bayi dan balita.2-5
Penyebab
Diare merupakan gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal yang dapat
disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan
lainnya. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian diare, antara
lain:25
a.
Higiene perorangan dan lingkungan yang buruk.
b.
Tidak tersedianya air bersih.
c.
Tercemarnya air oleh tinja.
d.
Keterbatasan sarana MCK (mandi, cuci, dan kakus).
e.
Cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis.
9
f.
Cara penyapihan bayi yang tidak baik seperti: terlalu cepat disapih,
terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat.
Beberapa faktor risiko pada penjamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan
penjamu terhadap enteropatogen antara lain: malnutrisi, bayi berat lahir rendah
(BBLR), imunodefisiensi atau imunodepresi, peningkatan motilitas usus serta
faktor genetik.25
Patogenesis
Mekanisme terjadinya diare, antara lain: 21,25,26
a.
Diare osmotik
Epitel usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit,
sehingga dapat mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan
cairan ekstraseluler. Jika terdapat zat yang tidak dapat diserap seperti glukosa,
laktosa, dan sukrosa akan terjadi peningkatan tekanan osmotik sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen usus yang menimbulkan diare.
Contohnya adalah malabsorpsi karbohidrat dan protein.
b.
Diare sekretorik
Terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya toksin bakteri yang menyebabkan
peningkatan sektresi air dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare.
Contohnya adalah diare yang disebabkan oleh infeksi.
c.
Gangguan motilitas
Peningkatan peristaltik usus akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan usus
untuk menyerap makanan, sehingga terjadi diare. Sebaliknya, jika peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan tumbuhnya bakteri berlebihan yang dapat
menimbulkan diare.
Diagnosis
Gejala diare pada bayi dan anak biasanya diawali dengan gelisah, suhu badan
yang meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja makin cair, dengan atau tanpa darah dan lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Karena sering defekasi, daerah sekitar
anus akan lecet karena tinja makin lama menjadi semakin asam, akibat banyaknya
asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak diabsorpsi oleh usus.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah
10
banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Hal ini ditandai
dengan penurunan berat badan, ubun-ubun besar bayi menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, mulut dan bibir terlihat kering.25,26
Pada pemeriksaan fisik, hal yang perlu diperhatikan adalah ada atau
tidaknya dehidrasi, karena dehidrasi merupakan penyebab utama terjadinya
kematian pada diare. Adapun tanda utama dehidrasi, yaitu kesadaran berkurang,
rasa haus, dan turgor kulit abdomen melambat. Perhatikan juga tanda tambahan
dehidrasi, yaitu ubun-ubun besar cekung, mata cekung, tidak ada air mata, kering
atau tidaknya mukosa pada mulut, bibir, atau lidah, dan ada tidaknya penurunan
berat badan.2,21
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:21,25,26
1.
Kehilangan berat badan
 Dehidrasi ringan: bila terjadi penurunan berat badan 2½ - 5%
 Dehidrasi sedang: bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
 Dehidrasi berat: bila terjadi penurunan berat badan > 10%
2.
Skor Maurice King
Tabel 2. Skor Maurice King25
Jumlah skor:
0-2: dehidrasi ringan
3-6: dehidrasi sedang
7-12: dehidrasi berat
11
3.
Berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Tabel 3. Derajat Dehidrasi Berdasarkan MTBS27
Dehidrasi Berat
Dehidrasi
Ringan- Tanpa Dehidrasi
Sedang
Terdapat 2 atau lebih Terdapat 2 atau lebih Tidak
tanda berikut:
 Letargi
atau
tanda berikut:
tidak
sadar
 Mata cekung
 Mata cekung
 Cubitan kulit perut
kembalinya
lambat
 Gelisah atau rewel
sangat
terdapat
tanda yang cukup
untuk
dehidrasi
berat atau ringansedang
 Cubitan kulit perut
kembalinya
lambat
Penatalaksanaan
Berdasarkan studi mortalitas dan riset kesehatan dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa, diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak
tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.3 Pada kasus diare, hal yang perlu
diperhatikan adalah ada atau tidaknya dehidrasi, karena dehidrasi merupakan
penyebab utama terjadinya kematian pada diare. Dengan demikian, hal yang
menjadi penting dalam tata laksana diare pada anak adalah menentukan derajat
dehidrasi. Setelah pengklasifikasian ini, barulah ditentukan tata laksana yang
paling tepat sesuai panduan tata laksana pengobatan diare. Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak-anak baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit
yang dikenal dengan Lintas Diare, yaitu:4
1.
Pemberian oralit
Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk
mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi. Oralit
merupakan campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl),
12
kalium klorida (KCl), trisodium sitrat hidrat, dan glukosa anhidrat. Oralit
diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
terbuang saat diare. Penggantian cairan pada diare akut tergantung dari
derajat dehidrasi yang dialami oleh anak tersebut, yang meliputi:4,21,25,26
a. Terapi rencana A
Terapi rencana A ditujukan untuk diare tanpa rehidrasi. Terapi dapat
dilaksanakan di rumah, sehingga orang tua diajarkan beberapa hal
terlebih dahulu agar dapat mencegah dehidrasi pada anaknya, yaitu :

Berikan cairan lebih banyak daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi. Larutan oralit dapat diberikan sebanyak 5 – 10 ml/kgBB
setiap buang air besar cair sampai diare berhenti, atau satu bungkus
oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc) dan
diberikan 50-100 cc pada anak kurang dari 1 tahun serta 100-200
cc pada anak lebih dari 1 tahun setiap kali buang air besar

Berikan makanan sesuai usianya yang cukup untuk mencegah
malnutrisi.

Anak harus dibawa ke petugas kesehatan secepatnya bila diare
tidak membaik dalam 3 hari atau bila ditemukan beberapa keadaan
di bawah ini:
- Diare semakin sering dan tinja semakin cair
- Muntah semakin sering, sehingga asupan makanan menjadi
terbatas
- Anak sangat haus sekali
- Demam tinggi
- Tinja berdarah
b. Terapi rencana B
Terapi rencana B ditujukan untuk diare dehidrasi ringan-sedang. Pada
keadaan ini anak harus mendapat larutan oralit dan dipantau di pojok
Upaya Rehidrasi Oral (URO) atau ruang rawat sehari (one day care).
Larutan oralit diberikan sebanyak 75 ml/kgBB yang diberikan selama 3
jam dengan memantau kemajuan hidrasi. Beberapa hal yang perlu
13
diperhatikan dalam pemberian larutan oralit pada anak dengan dehidrasi
ringan-sedang :

Anak sebaiknya dipantau di Ruang Rawat Sehari yang seharusnya
ada di setiap sarana kesehatan sampai tidak terdapat tanda
dehidrasi.

Larutan oralit diberikan dengan cara sedikit demi sedikit. Bila anak
muntah, tunggu beberapa menit, selanjutnya teruskan pemberian
larutan oralit dengan cara lebih lambat.

Bila kelopak mata bengkak, hentikan pemberian larutan oralit, dan
berikan air matang atau ASI atau susu formula. Setelah bengkak
menghilang, berikan oralit sesuai terapi rencana A.

Bila secara klinis terlihat intoleransi laktosa, ASI dapat diteruskan
berselang-seling dengan air putih, sedangkan bayi yang mendapat
susu formula dapat diberikan susu rendah laktosa.
c. Terapi Rencana C
Terapi rencana C ditujukan untuk diare dehidrasi berat. Pasien diberikan
cairan intravena segera dan bila penderita bisa minum dapat diberikan
oralit. Cairan Ringer Laktat atau NaCl diberikan dengan dosis 100
ml/kgBB dengan pemberian sebagai berikut:

Pada umur bayi kurang dari 12 bulan pemberian 30 ml/kgBB dalam
1 jam pertama, kemudian 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya.

Pada anak umur lebih dari 1 tahun pemberian 30 ml/kgBB dalam
30 menit sampai 1 jam pertama, kemudian 70 ml/kgBB dalam 2,53 jam.
2.
Pemberian zinc selama 10 hari
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
pemeliharaan sel-sel usus, pertumbuhan tulang dan fungsi kekebalan
tubuh.28,29 Zinc diberikan selama 10-14 hari pada pasien diare. Pasien
usia di bawah 6 bulan dapat diberikan zinc 10 mg setiap hari sedangkan
pasien yang berusia lebih 6 bulan diberikan dengan dosis 20 mg setiap
hari. Kedua dosis ini aman dan efektif sebagai terapi selama diare. Efek
samping yang dilaporkan selama terapi menggunakan zinc adalah
14
muntah. Dalam penggunaan jangka panjang, tidak terlihat adanya efek
samping.4,28
3.
Pemberian ASI dan makanan
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak untuk mencegah
kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. ASI bukan
penyebab diare, namun dapat mencegah terjadinya diare. Sehingga bayi
yang berusia kurang dari 6 bulan, sebaiknya hanya mendapat ASI untuk
mencegah diare dan meningkatkan imunitas tubuh. Untuk anak yang
berusia kurang dari 2 tahun, dianjurkan untuk mulai mengurangi susu
formula dan menggantinya dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih
dari 2 tahun, teruskan pemberian susu formula.4
4.
Pemberian antibiotik secara selektif
Antibiotik hanya diberikan jika terdapat indikasi seperti: diare berdarah,
diare karena kolera, atau diare disertai penyakit lain. Pemberian
antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare,
karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan menyebabkan
diare sulit disembuhkan.4,21
5.
Pemberian nasihat pada ibu/pengasuh
Pemberian nasihat kepada ibu/pengasuh mengenai cara pemberian oralit,
zinc, ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke
petugas kesehatan, jika anak mengalami buang air besar cair lebih sering,
muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau
minum sedikit, demam, tinjanya berdarah, atau tidak membaik dalam 3
hari.4
Penatalaksanaan diare melalui Lintas Diare diharapkan dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas anak karena diare.4
Pencegahan
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah diare antara lain:
a.
Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman patogen penyebab diare disebarkan secara fekal-oral melalui air,
makanan, dan tangan yang tercemar. Upaya yang terbukti efektif adalah
pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan
15
makanan pendamping ASI, pengggunaan air bersih yang cukup,
membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar, dan sebelum makan, serta penggunaan jamban yang bersih dan
higienis oleh seluruh anggota keluarga. Mencuci tangan dengan sabun
lebih efektif dalam mengurangi kasus diare dibandingkan dengan
intervensi lain. Persentase penurunan morbiditas diare berdasarkan jenis
intervensi yang dilakukan menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan
sabun menurunkan morbiditas diare sekitar 48%.30
b.
Memperbaiki daya tahan tubuh host
Sejumlah faktor risiko dapat menurunkan daya tahan tubuh anak
sehingga mudah terkena diare. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi risiko diare
antara lain: memberi ASI eksklusif selama 6 bulan lalu setelah 6 bulan
pemberian ASI dilanjutkan minimal sampai usia 2 tahun bersama dengan
makanan pendamping ASI lainnya, meningkatkan nilai gizi makanan
pendamping ASI, dan memberikan makanan dalam jumlah yang cukup
untuk dapat memperbaiki status gizi anak.30
2.1.3
Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare
Secara alamiah bayi memperoleh zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui
plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat menurun segera setelah bayi lahir ke
dunia. Yang mana dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi
belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga
kemampuan bayi untuk membantu daya tahan tubuhnya sendiri akan menjadi
lambat, yang selanjutnya menyebabkan kesenjangan daya tahan tubuh.
Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI.18
Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan, akan
memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit, karena
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi
bayi dari berbagai penyakit infeksi. Oleh karena itu, bayi yang memperoleh ASI
eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur maupun parasit.31
16
Terdapat perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI
eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang
diberikan susu formula cenderung mudah sakit dan sering mengalami masalah
kesehatan seperti diare dan lainnya yang memerlukan pengobatan. Sedangkan
bayi yang memperoleh ASI, umumnya jarang mendapat sakit dan apabila sakit
biasanya ringan yang jarang memerlukan perawatan. Hal tersebut didukung oleh
hasil penelitian di Filipina yang membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif,
serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap
timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau minuman herbal
lainnya berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak daripada bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif.31
2.2
Kerangka Pemikiran
ASI telah dikenal luas memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan
susu formula yaitu, komposisi nutrisi yang lebih baik, mengandung zat antibodi
dan enzim yang berguna untuk kesehatan, mengurangi insiden infeksi,
mendukung tumbuh kembang optimal bayi serta meningkatkan ikatan ibu dan
anak. Pemberian ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan
kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit, karena ASI adalah cairan yang
mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi. Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang
ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungannya. ASI eksklusif
mengandung Imunoglobulin A, limfosit T, limfosit B, dan laktoferin. Bayi yang
diberikan ASI eksklusif akan mengalami peningkatan sistem imunitas, sehingga
dapat menurunkan resiko diare pada bayi. Namun terdapat beberapa hal seperti
sosial ekonomi rendah dan tingkat pendidikan rendah yang dapat meningkatkan
faktor resiko diare.
17
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
ASI Eksklusif
Imunoglobulin A, Limfosit T, Limfosit B, Laktoferin
Peningkatan Sistem Imunitas
Resiko Diare
Sosial Ekonomi Rendah
Tingkat Pendidikan Rendah
2.3
Hipotesis
Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare
pada bayi usia 0-6 bulan.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Ruang Lingkup Penelitian
3.1.1
Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak.
3.1.2
Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai jumlah sampel
terpenuhi.
3.1.3
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota Denpasar.
3.2
Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan
penelitian cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan suatu
keadaan atau situasi. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk
faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek, diobservasi sekaligus
secara simultan pada satu saat (sekali waktu).32
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional
Subyek Penelitian Pasien Usia 0-6 Bulan di
Puskesmas Banjar 1 Buleleng
ASI Eksklusif
Diare
Tidak Diare
ASI Non-eksklusif
Diare
Tidak Diare
19
Langkah-langkah penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:32
a.
Mengindentifikasi variabel-variabel penelitian serta mengindentifikasi
faktor resiko dan faktor efek.
b.
Menetapkan subyek penelitian.
c.
Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan
faktor resiko dan efek sekaligus berdasarkan keadaan variabel pada saat
itu (pengumpulan data).
d.
Melakukan analisis korelasi dangan cara membandingkan proporsi antar
kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran).
3.3
Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Banjar 1
Kabupaten Buleleng, yang orang tua/walinya bersedia diikutsertakan dalam
penelitian setelah orang tua/walinya diberi penjelasan mengenai penelitian dan
menandatangani persetujuan (informed consent).
3.4
Sampel Penelitian
3.4.1
Cara Pemilihan dan Besar Sampel
Pada penelitian ini sampel diambil dari subyek penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Penentuan besar sampel disesuaikan
dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. Dalam penelitian
ini, besar sampel ditentukan dengan menggunakan formula untuk analisa korelasi
dengan perhitungan sebagai berikut:
n=
Zα + Zβ
2
+ 3
0,5ln [(1 + r)/(1 – r)]
Keterangan:
n
= Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
Zα
= Derajat kepercayaan yaitu 95% (Zα = 1,65)
Zβ
= Kekuatan uji yaitu 80% (Zβ = 0,842)
r
= Koefisien korelasi (r = 0,4)
20
Dengan menetapkan taraf kepercayaan 95% dan power test 80%, serta
besarnya koefisien korelasi yaitu r = 0,4. Maka berdasarkan rumus diatas
didapatkan sampel sebesar:
n=
2
1,65 + 0,842
+ 3
0,5ln [(1 + 0,4)/(1 – 0,4)]
= 37,6
Dari perhitungan di atas, besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 38
orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik consecutive
sampling
yaitu,
semua
sampel
yang
ada
dan
memenuhi
kriteria
penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan
terpenuhi.32
3.4.2
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1.
Kriteria Inklusi
a) Bayi berusia 0 sampai 6 bulan.
b) Mendapatkan persetujuan dari orangtua untuk ikut penelitian.
c) Tinggal di wilayah Puskesmas Banjar I Buleleng.
2.
Kriteria Eksklusi
a) Bayi berusia lebih dari 6 bulan.
b) Mengalami sakit berat.
3.4.3
Definisi Variabel dan Operasional Penelitian
1.
Definisi Variabel Penelitian
Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
 Variabel Independen, disebut juga variabel bebas, yaitu variabel yang
menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel
tergantung).
Jadi
variabel
independen
adalah
variabel
yang
mempengaruhi.32 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen
adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan, yang mendapatkan ASI eksklusif
maupun yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.
21
 Variabel Dependen, disebut juga variabel terikat, yaitu variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.32
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kejadian
diare.
2.
Definisi Operasional Penelitian
a. ASI adalah air susu ibu yang secara alami diproduksi oleh alveoli, yang
merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air susu, yang muncul segera
setelah melahirkan13
b. ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapatkan ASI tanpa makanan
pendamping ASI lainnya. ASI eksklusif diberikan dalam jangka waktu
minimal 4 bulan dan akan lebih baik lagi, apabila diberikan sampai bayi
berusia 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, dan pemberian ASI dapat
diteruskan sampai ia berusia 2 tahun.18 Lama pemberian ASI eksklusif
adalah lamanya bayi mendapatkan asupan ASI eksklusif, yang dapat
meningkatkan sitem imun anak. Lama pemberian ASI eksklusif dibagi
menjadi:
- 0 (tidak pernah mendapat ASI)
- < 4 bulan
- 4-6 bulan
- ≥ 6 bulan
c. Diare didefinisikan sebagai buang air besar lebih dari 3 kali/hari pada
balita dan anak atau peningkatan frekuensi buang air besar 2 kali lipat
dari biasanya pada bayi dengan konsistensi cair dengan atau tanpa darah
dan lendir.1-3 Frekuensi diare adalah kontinuitas atau seberapa sering
pasien mengalami diare dengan pembagian sebagai berikut:
- 1-3 kali / 6 bulan
- 4-6 kali / 6 bulan
- > 6 kali / 6 bulan
22
3.5
Teknik Pengumpulan Data
3.5.1
Pendataan Subyek
Semua subyek penelitian dilakukan pendataan mengenai identitas, usia, dan jenis
kelamin dengan menggunakan kuesioner. Semua subyek yang telah memenuhi
kriteria inklusi dicatat sebagai subyek penelitian.
3.5.2
Cara Kerja
Pada tahap pertama, semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi, akan diambil
sebagai sampel penelitian. Pada semua orang tua pasien, diberikan penjelasan
terlebih dahulu mengenai maksud dan tujuan penelitian ini. Kemudian kepada
orang tua ditanyakan kesediaan mengikuti penelitian ini, dan bila menyetujui akan
diberikan blanko informed consent yang harus ditandatangani. Tahap kedua
adalah meminta ibu pasien mengisi kuesioner yang telah diberikan atau peneliti
mengarahkan pertanyaan kuesioner kepada ibu pasien, agar mudah dipahami.
Kemudian setelah semua sampel terkumpul, dilakukan pengolahan terhadap data
yang telah diperoleh tersebut.
3.5.3
Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1.
Dokumentasi
Alat pengumpul data dengan dokumen untuk mencatat data yang
dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dapat diperoleh dengan alat
dokumentasi dalam penelitian ini, berupa daftar bayi yang berusia 0-6
bulan.
2.
Kuesioner
Lembar yang berisi karakteristik responden yang meliputi identitas, lama
pemberian ASI eksklusif, dan frekuensi diare bayi dalam 6 bulan yang
dikategorikan menjadi 2 yaitu, diare dan tidak diare.
3.
Lembar persetujuan (informed consent)
Penelitian dilakukan dengan persetujuan orangtua pasien. Orangtua
diminta untuk mengisi lembar persetujuan setelah mendapat penjelasan
mengenai tujuan penelitian ini.
23
3.6
Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data
Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi
usia 0-6 bulan diuji dengan menggunakan uji statistik Chi Square dan diolah
dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows. Pada
penelitian ini dilakukan analisis univariat yang bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik responden dalam penelitian. Setelah dilakukan analisis univariat,
hasilnya dapat dilanjutkan ke analisis bivariat. Analisis bivariat berfungsi untuk
menghubungkan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan
uji Chi Square. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% (α=0,05).
Interpretasi data dilakukan dengan cara deskriptif dan hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel.
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
WHO.
Diarrhoea.
2013.
Available
http://www.who.int/topics/diarrhoea/en/. Diunduh pada 11 Mei 2013.
at:
2.
WHO. Diarrhoea: Why Children are Still Dying and What Can Be Done.
2009.
Available
at:
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241598415/
en/. Diunduh pada 11 Mei 2013.
3.
Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan. Situasi Diare di
Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
4.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Buku Saku Lintas Diare. Jakarta: Depkes RI; 2011.
5.
Hadinegoro SR. Diare Masih Jadi Masalah di Negara Berkembang. 2013.
Available at: http://www.anakku.net/diare-masih-jadi-masalah-di-negaraberkembang.html. Diunduh pada 11 Mei 2013.
6.
Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2006. Denpasar: Dinas
Kesehatan; 2007.
7.
Resume Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Bali Tahun 2007. Bali: Dinas
Kesehatan; 2008.
8.
Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Bali Tahun 2014.
9.
Susanti NI. Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan. 2004. Available at:
http://www.tabloitnakita. com/artikel-ph3?edisi=0406rubrik. Diunduh pada
22 Juli 2013.
10.
Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Tahun 2001-2005. Jakarta:
Depkes RI; 2001.
11.
Matondang CS, Munatsir Z, Sumadiono. Aspek Imunologi Air Susu Ibu.
Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, editor. Buku Ajar AlergiImunologi Anak. Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.189-202.
12.
Tumbelaka AR, Karyanti MR. Air Susu Ibu dan Pengendalian Infeksi.
Dalam: IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.83-97.
13.
Krisnatuti D, Yenrina R. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. 2000.
Available at:
http://hidayat2.wordpress.com/2010/01/10/jurnal-01/.
Diunduh pada 22 Juli 2013.
25
14.
Munasir Z, Kurniati N. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. Dalam : IDAI.
Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2008. 69-79.
15.
Hendarto A, Pringgadini K. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. Dalam: IDAI. Bedah
ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2008. 46.
16.
Chantry CJ, Howard CR. Auinger P. Full breastfeeding duration and
associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics.
2006; 117 (2): 425-431.
17.
Purwanti SH. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. 2004. Available at:
http://drsuparyanto.
blogspot.com/2010/07/konsep-asi-eksklusif.html.
Diunduh pada 22 Juli 2013.
18.
Roesli U. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya; 2005. 3-35.
19.
Moehji S. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti; 2003.78-90.
20.
Judarwanto W. Sejuta Manfaat ASI yang Luar Biasa. 2012. Available at:
http://www.sejutamanfaatasi-judarwanto_widodo. Diunduh pada 14
Agustus 2013.
21.
Farthing M, Salam M, et all. Acute Diarrhea in Adults and Children: a
Global Perspective. USA: World Gastroenterology Organisation; 2012.
22.
Center for Sustainable Development, Inc. Reducing Diarrhea in Small
Children. 2012. Available at: http://www.csd-i.org/diarrhea-in-childrenresearch/. Diunduh pada 11 Mei 2013.
23.
Canadian Paediatric Society. Dehydration and Diarrhea in Children:
Prevention
and
Treatment.
2013.
Available
at:
http://www.caringforkids.cps.ca/handouts/dehydration_and_diarrhea.
Diunduh pada 11 Mei 2013.
24.
Moore SM, Lima AAM. Early Childhood Diarrhoea and Helminthiases
Associate with Long-Term Linear Growth Faltering. International Journal of
Epidemiology. 2001; 30: 1457-1464.
25.
Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI; 2002.
26.
Suraatmaja S. Gastroenterology Anak. FK UNUD/ RS Sanglah. Denpasar:
Sagung Seto; 2007.
27.
Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.
26
28.
WHO. Zinc Supplementation to Improve Treatment Outcomes Among
Children Diagnosed with Respiratory Infections. 2011. Available at:
http://www.who.int/elena/titles/bbc/zinc_pneumonia_children/en/. Diunduh
pada 11 Mei 2013.
29.
Lukacik M, Thomas RL, Aranda JV. A Meta-analysis of the Effects of Oral
Zinc in the Treatment of Acute and Persistent Diarrhea. Pediatrics. 2008;
121; 326.
30.
Cairncross S, Hunt C, et all. Water, Sanitation and Hygiene for the
Prevention of Diarrhoea. International Journal of Epidemiology. 2010; 39:
i193–i205.
31.
Wahyu WB. ASI, Anugerah Terindah yang Kadang Terlupakan. 2012.
Available at: http://www.indomedia.com/bpost/122000/18/opini/opini1.htm10ksupplemental. Diunduh pada 14 Agustus 2013.
32.
Notoatmojo. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka Cipta.
Jakarta: 2005.
27
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Penelitian
Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare
pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Banjar 1 Kabupaten Buleleng
Bapak/Ibu yang terhormat,
Saya sedang melakukan penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas
Banjar 1 Kabupaten Buleleng. Penelitian ini dilakukan secara sukarela, Bapak/Ibu
diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan
keadaan putra/putrinya. Hal yang berhubungan dengan hasil penelitian akan kami
simpan sebagai rahasia. Apabila Bapak/Ibu setuju, mohon kiranya surat
persetujuan ini ditandatangani.
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : .......................................................................................................................
Umur : .......................................................................................................................
Pekerjaan : .................................................................................................................
Alamat : .....................................................................................................................
Adalah orang tua/wali dari anak
Nama : .......................................................................................................................
Umur : .......................................................................................................................
Bersama ini menyatakan mengerti sepenuhnya tujuan dan manfaat penelitian ini,
serta bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
Buleleng,
Orang Tua/Wali
(
/
/2013
Peneliti
)
(Pt Anindia Sekarningrum)
28
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Identitas
1.
Nama
:
2.
Jenis kelamin
:
3.
Tanggal lahir
:
4.
Usia
:
5.
Alamat
:
6.
Nama Ibu
:
7.
Pendidikan Ibu
:
8.
Pekerjaan Ibu
:
9.
Nama Ayah
:
10. Pendidikan Ayah :
11. Pekerjaan Ayah
:
Kuesioner
a. Apakah menurut Ibu ASI memiliki manfaat yang sangat penting?
1. Ya
2. Tidak, Alasan:
b. Apakah Ibu mengetahui manfaat ASI?
1. Ya (sebutkan minimal 3)
2. Tidak
c. Apakah Ibu mengetahui definisi pemberian ASI eksklusif?
1. Ya
2. Tidak
d. Apakah Ibu memberikan ASI eksklusif pada anak Ibu
1. Ya
2. Tidak (lanjut ke pertanyaan f)
e. Berapa lama Anak Ibu mendapat ASI eksklusif?
1. ≤ 4 bulan
2. 4-6 bulan
29
f. Berapa kali anak Ibu mengalami diare sejak lahir?
1. 1-3 kali
2. 4-6 kali
3. >6 kali
g. Setiap diare, berapa lama Anak Ibu mengalami diare?
1. 1-3 hari
2. 4-7 hari
3. 1-2 minggu
4. > 2 minggu
h. Pemeriksaan fisik:
Berat Badan:
Panjang Badan:
Status Gizi:
***
30
Download