BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja atau peningkatan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali per hari.1 Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan penyakit potensial KLB yang sering disertai kematian. Dilaporkan 1 dari 10 anak yaitu sekitar 800.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun.2 Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 menemukan kecenderungan peningkatan insiden diare.3 Angka morbiditas diare di Indonesia mencapai 423 per 1.000 penduduk, dan menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian pada bayi dan balita.4,5 Hasil SKRT 1999 di Jawa-Bali tentang pola penyebab kematian bayi dan balita adalah diare menempati urutan ketiga setelah gangguan perinatal dan penyakit sistem pernafasan.6 Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Bali tahun 2014, diare masih cukup tinggi ditemukan di Propinsi Bali. Pada tahun 2014 diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 87.845 meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yang diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 86.493 kasus. Sementara kasus Diare yang tertangani sebanyak 69.817 kasus (79,5%), dan angka kesakitan diare 214 per 1000 penduduk.8 Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI (Air Susu Ibu), sebelum berusia 4 bulan.9 Perilaku tersebut sangat beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat diperoleh dari ASI, dan adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri, karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan yang paling sempurna. 1 American Academy of Pediatrics (AAP) dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai usia 1 tahun atau lebih. ASI telah dikenal luas memiliki berbagai kelebihan dibandingkan susu formula, antara lain komposisi nutrisi yang lebih baik, mengandung zat antibodi dan enzim yang berguna untuk kesehatan, mengurangi insiden infeksi, mendukung tumbuh kembang optimal bayi serta meningkatkan ikatan ibu dan anak. Selain itu ASI juga jauh lebih ekonomis dan praktis serta bermanfaat untuk kesehatan ibu.10 Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pajanan mikroorganisme patogen maupun zat alergen lainnya masih merupakan masalah. Infeksi gastrointestinal maupun non gastrointestinal lebih sering ditemukan pada bayi yang mendapat pengganti air susu ibu (PASI) daripada yang mendapat ASI. Hal ini menandakan bahwa ASI merupakan komponen penting pada sistem imun mukosa gastrointestinal maupun mukosa lain, karena sebagian besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui mukosa.11 Penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli di India dengan menggunakan ASI donor dari manusia, membuktikan bahwa kejadian infeksi lebih sedikit secara bermakna dan tidak terdapat infeksi berat pada kelompok yang diberi ASI manusia, sedangkan bayi pada kelompok yang tidak mendapat ASI banyak mengalami diare, pneumonia, sepsis, dan meningitis.12 Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: - Adakah hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota Denpasar? 2 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam penatalaksanaan diare pada bayi usia 0-6 bulan serta menjadi data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai diare pada bayi. 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 ASI Eksklusif Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan ASI segera setelah melahirkan. ASI diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air susu. ASI merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi, jika dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kerbau, dan susu kambing. Pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari ASI yang mengandung kolostrum.13 ASI selain sebagai sumber nutrisi dapat memberi perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya. Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi, ASI tetap mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi dan mampu mengatasi infeksi melalui komponen sel fagosit dan imunoglobulinnya. Selain itu ASI juga dapat merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI dapat berfungsi sebagai imunisasi aktif.14 Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi, tetapi berperan dalam memperkuat sistem imun lokal usus. ASI juga mengandung Imunoglobulin A (IgA) yang berperan sebagai sistem imun lokal pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar saliva bayi.15,16 Hal ini dapat terlihat dari lebih rendahnya penyakit otitis media, pneumonia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi, yang mendapat ASI jika dibandingkan dengan bayi yang mendapat PASI.11,17 Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungannya. Kolostrum merupakan ASI yang keluar pada saat kelahiran sampai hari keempat atau ketujuh. Kolostrum banyak mengandung zat antibodi terutama IgA. Kolostrum juga mengandung sel 4 darah putih dan imunoglobulin pembunuh kuman dalam jumlah yang paling tinggi. Sehingga kolostrum merupakan imunisasi pertama yang diterima oleh bayi.14,18 ASI mengandung berbagai zat yang berfungsi sebagai pertahanan nonspesifik maupun spesifik. Pertahanan nonspesifik diperankan oleh sel seperti makrofag dan neutrofil serta produknya, dan faktor protektif larut. Sedangkan pertahanan spesifik diperankan oleh sel limfosit dan produknya. Sel limfosit T merupakan 80% dari sel limfosit yang terdapat dalam ASI. Sel limfosit T dapat menghancurkan kapsul bakteri Escheria Coli. 11,14 Tabel 1. Perbandingan Kandungan Antimikroba ASI dan Susu Sapi11 No Kandungan ASI Susu Sapi 1 Laktoferin ++++ + 2 Lisozim ++++ + 3 sIgA ++++ + 4 IgG + ++++ 5 Komplemen + ++++ 6 Laktoperoksidase + ++++ Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi.11,15 Adapun hasil eksperimen pada uji coba terhadap hewan membuktikan bahwa limfosit yang terdapat di dalam ASI dapat melintasi dinding usus bayi dan masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga dapat mengaktifkan sistem imun bayi.16,17 5 ASI juga mengandung vitamin dalam jumlah tinggi, tidak hanya vitamin A tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI mengandung air sebesar 87,5%, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang mempunyai suhu udara panas15 Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih.11 Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare. Karena ASI merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi sistem pencernaan bayi yang belum matur yaitu usia 0 sampai 6 bulan, sehingga tidak menyebabkan alergi pada bayi. Namun ada juga bayi yang mengalami diare walaupun sudah mendapat ASI eksklusif. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor baik dari bayi maupun perilaku ibu. Penyebab diare dari faktor bayi adalah adanya infeksi baik di dalam ataupun di luar saluran pencernaan, yang dapat disebabkan oleh bakteri, parasit maupun virus dan imunodefisiensi. Perilaku ibu juga dapat meningkatkan risiko terjadinya diare seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak, serta sebelum makan dan menyuapi anak.16,17 Adapun manfaat ASI secara umum, antara lain:10-12, 14-16,19,20 a. Perkembangan Otak Berdasarkan penelitian, anak yang mendapat ASI eksklusif memiliki nilai IQ lebih tinggi daripada anak yang tidak diberi ASI. Karena ASI mengandung Docosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) terbaik, yang berfungsi untuk perkembangan otak dan ketajaman penglihatan bayi. Penelitian yang dilakukan di American University Washington DC, yang membandingkan antara saudara kandung, dimana satu anak mendapatkan ASI, sedangkan saudaranya tidak mendapatkan ASI. Hasil penelitian membuktikan bahwa ASI memiliki manfaat dalam aspek edukasi bahkan jauh setelah masa bayi. Para peneliti dari University of Western Australia menganalisis data dari 1.038 anak usia 10 tahun, 6 dalam hal kemampuan matematika, membaca, menulis, dan mengeja. Perkembangan otak anak-anak tersebut dipantau sejak masih berusia 18 minggu dalam kandungan. Hasilnya, anak yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan atau lebih memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan anak yang mendapat ASI kurang dari 6 bulan. b. Meningkatkan Kekebalan Tubuh ASI pertama yang keluar disebut kolostrum yang mengandung IgA alami, yaitu zat antibodi yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit. Kolostrum juga mengandung sel darah putih, faktor protektif larut seperti lisozim, laktoferin, sitokin, protein, faktor bifidus, glyco compound, musin, dan antioksidan. Yang mana zat-zat tersebut sangat penting untuk pembentukan sistem imun anak. Semakin baik imunitas anak, maka akan membuat anak semakin jarang sakit. c. Mengurangi Risiko Alergi ASI juga dapat mencegah terjadinya penyakit alergi, terutama alergi terhadap makanan seperti susu sapi. Dengan menunda pemberian susu sapi dan makanan padat pada bayi yang lahir dari orang tua dengan riwayat alergi, sampai bayi berumur 6 bulan, yaitu umur saat barier mukosa gastrointestinal bayi dianggap sudah matur, sehingga timbulnya alergi makanan dapat dicegah. d. Memperbaiki Saluran Cerna Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI sejak lahir memiliki koloni bakteri dalam ususnya, yang berarti membantu penyerapan nutrisi dan meningkatkan sistem imun, yang akan melindungi bayi dari infeksi dan penyakit. e. Mencegah Gangguan Mental dan Perilaku Anak-anak yang mendapat ASI, cenderung tidak menderita masalah kesehatan perilaku atau mental daripada mereka yang tidak disusui. Penelitian yang dipresentasikan pada 136th American Public Health Association di San Diego, membuktikan bahwa menyusui berhubungan dengan penurunan masalah perilaku dan penyakit jiwa selama masa kanak-kanak. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Anak tahun 2003, dari 102.353 wawancara yang telah dilakukan terhadap orang tua dan wali mengenai kesehatan anak mereka, para peneliti menemukan bahwa orang tua dari anak-anak yang tidak disusui, kurang memiliki 7 kepedulian terhadap perilaku anak, dan kekhawatiran tentang kemampuan anak untuk belajar. Sehingga gangguan mental dan perilaku pada anak terlambat didiagnosis. f. Mencegah Kecemasan dan Gelisah Para Peneliti dari Karolinska Institute di Swedia meneliti bagaimana bayi berusia 10 tahun yang diberi ASI dan yang diberi susu formula menghadapi stres akibat masalah pernikahan orangtuanya. Sekitar 9.000 bayi menjadi responden penelitian ini. Mereka dimonitor sejak lahir hingga masuk sekolah. Hasilnya adalah anak yang mendapat ASI mampu menghadapi masalah dan stres lebih baik jika dibandingkan yang tidak mendapat ASI. g. Menguatkan Hubungan Ibu dan Bayi Selama menyusui, kasih sayang antara ibu dan anak akan terbentuk. Ikatan kasih sayang ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit. Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu, dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih di dalam kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi tergantung pada kesatuan ibu dan bayi tersebut. Ibu yang menyusui setelah melahirkan zat oxytoxin-nya akan bertambah, sehingga dapat mengurangi jumlah darah yang keluar setelah melahirkan. Rahim dan perut bagian bawah juga lebih cepat menyusut kembali ke bentuk normalnya. Dengan menyusui pun dapat menguras kalori lebih banyak, sehingga berat tubuh ibu akan cepat kembali seperti sebelum hamil. Menyusui secara eksklusif dapat menunda menstruasi dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).10 ASI betapapun baik mutunya sebagai makanan bayi, belumlah merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan secara tepat dan benar. Ibu tidak dapat mengetahui berapa banyak ASI yang telah diminum oleh bayi. Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI, beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai patokan, yaitu: ASI yang produksinya banyak umumnya dapat merembes keluar melalui puting dengan sendirinya, sebelum disusukan payudara merasa tegang, dan berat badan bayi naik sesuai dengan umur.19 8 2.1.2 Diare Diare didefinisikan sebagai buang air besar lebih dari 3 kali/hari pada balita dan anak atau peningkatan frekuensi buang air besar 2 kali lipat dari biasanya pada bayi dengan konsistensi cair dengan atau tanpa darah dan lendir.1-3 Diare yang bersifat akut biasanya berlangsung sekitar kurang dari 14 hari dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair tanpa darah, sedangkan diare yang bersifat kronik atau persisten berlangsung terus menerus selama lebih dari 14 hari.21 Diare dapat menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit tubuh yang dikenal dengan istilah dehidrasi. Dehidrasi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa yang berupa asidosis metabolit, hipokalemia dan hiponatremia.22 Keadaan dehidrasi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian, sehingga diare memerlukan penatalaksanaan yang optimal berdasarkan standar pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.23,24 Insiden Berdasarkan data WHO pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun setelah pneumonia. Anak-anak di negara berkembang yang berusia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare per tahun. Penduduk di negara berkembang termasuk di Indonesia diyakini rentan terkena diare karena kondisi sanitasinya yang buruk. Angka morbiditas diare di Indonesia mencapai 423 per 1.000 penduduk, dan menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian pada bayi dan balita.2-5 Penyebab Diare merupakan gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal yang dapat disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan lainnya. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian diare, antara lain:25 a. Higiene perorangan dan lingkungan yang buruk. b. Tidak tersedianya air bersih. c. Tercemarnya air oleh tinja. d. Keterbatasan sarana MCK (mandi, cuci, dan kakus). e. Cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis. 9 f. Cara penyapihan bayi yang tidak baik seperti: terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat. Beberapa faktor risiko pada penjamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan penjamu terhadap enteropatogen antara lain: malnutrisi, bayi berat lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau imunodepresi, peningkatan motilitas usus serta faktor genetik.25 Patogenesis Mekanisme terjadinya diare, antara lain: 21,25,26 a. Diare osmotik Epitel usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit, sehingga dapat mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstraseluler. Jika terdapat zat yang tidak dapat diserap seperti glukosa, laktosa, dan sukrosa akan terjadi peningkatan tekanan osmotik sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam lumen usus yang menimbulkan diare. Contohnya adalah malabsorpsi karbohidrat dan protein. b. Diare sekretorik Terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya toksin bakteri yang menyebabkan peningkatan sektresi air dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare. Contohnya adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. c. Gangguan motilitas Peningkatan peristaltik usus akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan usus untuk menyerap makanan, sehingga terjadi diare. Sebaliknya, jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan tumbuhnya bakteri berlebihan yang dapat menimbulkan diare. Diagnosis Gejala diare pada bayi dan anak biasanya diawali dengan gelisah, suhu badan yang meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, dengan atau tanpa darah dan lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Karena sering defekasi, daerah sekitar anus akan lecet karena tinja makin lama menjadi semakin asam, akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah 10 banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Hal ini ditandai dengan penurunan berat badan, ubun-ubun besar bayi menjadi cekung, turgor kulit berkurang, mulut dan bibir terlihat kering.25,26 Pada pemeriksaan fisik, hal yang perlu diperhatikan adalah ada atau tidaknya dehidrasi, karena dehidrasi merupakan penyebab utama terjadinya kematian pada diare. Adapun tanda utama dehidrasi, yaitu kesadaran berkurang, rasa haus, dan turgor kulit abdomen melambat. Perhatikan juga tanda tambahan dehidrasi, yaitu ubun-ubun besar cekung, mata cekung, tidak ada air mata, kering atau tidaknya mukosa pada mulut, bibir, atau lidah, dan ada tidaknya penurunan berat badan.2,21 Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:21,25,26 1. Kehilangan berat badan Dehidrasi ringan: bila terjadi penurunan berat badan 2½ - 5% Dehidrasi sedang: bila terjadi penurunan berat badan 5-10% Dehidrasi berat: bila terjadi penurunan berat badan > 10% 2. Skor Maurice King Tabel 2. Skor Maurice King25 Jumlah skor: 0-2: dehidrasi ringan 3-6: dehidrasi sedang 7-12: dehidrasi berat 11 3. Berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Tabel 3. Derajat Dehidrasi Berdasarkan MTBS27 Dehidrasi Berat Dehidrasi Ringan- Tanpa Dehidrasi Sedang Terdapat 2 atau lebih Terdapat 2 atau lebih Tidak tanda berikut: Letargi atau tanda berikut: tidak sadar Mata cekung Mata cekung Cubitan kulit perut kembalinya lambat Gelisah atau rewel sangat terdapat tanda yang cukup untuk dehidrasi berat atau ringansedang Cubitan kulit perut kembalinya lambat Penatalaksanaan Berdasarkan studi mortalitas dan riset kesehatan dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa, diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.3 Pada kasus diare, hal yang perlu diperhatikan adalah ada atau tidaknya dehidrasi, karena dehidrasi merupakan penyebab utama terjadinya kematian pada diare. Dengan demikian, hal yang menjadi penting dalam tata laksana diare pada anak adalah menentukan derajat dehidrasi. Setelah pengklasifikasian ini, barulah ditentukan tata laksana yang paling tepat sesuai panduan tata laksana pengobatan diare. Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak-anak baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit yang dikenal dengan Lintas Diare, yaitu:4 1. Pemberian oralit Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi. Oralit merupakan campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), 12 kalium klorida (KCl), trisodium sitrat hidrat, dan glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Penggantian cairan pada diare akut tergantung dari derajat dehidrasi yang dialami oleh anak tersebut, yang meliputi:4,21,25,26 a. Terapi rencana A Terapi rencana A ditujukan untuk diare tanpa rehidrasi. Terapi dapat dilaksanakan di rumah, sehingga orang tua diajarkan beberapa hal terlebih dahulu agar dapat mencegah dehidrasi pada anaknya, yaitu : Berikan cairan lebih banyak daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Larutan oralit dapat diberikan sebanyak 5 – 10 ml/kgBB setiap buang air besar cair sampai diare berhenti, atau satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200 cc) dan diberikan 50-100 cc pada anak kurang dari 1 tahun serta 100-200 cc pada anak lebih dari 1 tahun setiap kali buang air besar Berikan makanan sesuai usianya yang cukup untuk mencegah malnutrisi. Anak harus dibawa ke petugas kesehatan secepatnya bila diare tidak membaik dalam 3 hari atau bila ditemukan beberapa keadaan di bawah ini: - Diare semakin sering dan tinja semakin cair - Muntah semakin sering, sehingga asupan makanan menjadi terbatas - Anak sangat haus sekali - Demam tinggi - Tinja berdarah b. Terapi rencana B Terapi rencana B ditujukan untuk diare dehidrasi ringan-sedang. Pada keadaan ini anak harus mendapat larutan oralit dan dipantau di pojok Upaya Rehidrasi Oral (URO) atau ruang rawat sehari (one day care). Larutan oralit diberikan sebanyak 75 ml/kgBB yang diberikan selama 3 jam dengan memantau kemajuan hidrasi. Beberapa hal yang perlu 13 diperhatikan dalam pemberian larutan oralit pada anak dengan dehidrasi ringan-sedang : Anak sebaiknya dipantau di Ruang Rawat Sehari yang seharusnya ada di setiap sarana kesehatan sampai tidak terdapat tanda dehidrasi. Larutan oralit diberikan dengan cara sedikit demi sedikit. Bila anak muntah, tunggu beberapa menit, selanjutnya teruskan pemberian larutan oralit dengan cara lebih lambat. Bila kelopak mata bengkak, hentikan pemberian larutan oralit, dan berikan air matang atau ASI atau susu formula. Setelah bengkak menghilang, berikan oralit sesuai terapi rencana A. Bila secara klinis terlihat intoleransi laktosa, ASI dapat diteruskan berselang-seling dengan air putih, sedangkan bayi yang mendapat susu formula dapat diberikan susu rendah laktosa. c. Terapi Rencana C Terapi rencana C ditujukan untuk diare dehidrasi berat. Pasien diberikan cairan intravena segera dan bila penderita bisa minum dapat diberikan oralit. Cairan Ringer Laktat atau NaCl diberikan dengan dosis 100 ml/kgBB dengan pemberian sebagai berikut: Pada umur bayi kurang dari 12 bulan pemberian 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, kemudian 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya. Pada anak umur lebih dari 1 tahun pemberian 30 ml/kgBB dalam 30 menit sampai 1 jam pertama, kemudian 70 ml/kgBB dalam 2,53 jam. 2. Pemberian zinc selama 10 hari Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk pemeliharaan sel-sel usus, pertumbuhan tulang dan fungsi kekebalan tubuh.28,29 Zinc diberikan selama 10-14 hari pada pasien diare. Pasien usia di bawah 6 bulan dapat diberikan zinc 10 mg setiap hari sedangkan pasien yang berusia lebih 6 bulan diberikan dengan dosis 20 mg setiap hari. Kedua dosis ini aman dan efektif sebagai terapi selama diare. Efek samping yang dilaporkan selama terapi menggunakan zinc adalah 14 muntah. Dalam penggunaan jangka panjang, tidak terlihat adanya efek samping.4,28 3. Pemberian ASI dan makanan ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. ASI bukan penyebab diare, namun dapat mencegah terjadinya diare. Sehingga bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan imunitas tubuh. Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun, dianjurkan untuk mulai mengurangi susu formula dan menggantinya dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, teruskan pemberian susu formula.4 4. Pemberian antibiotik secara selektif Antibiotik hanya diberikan jika terdapat indikasi seperti: diare berdarah, diare karena kolera, atau diare disertai penyakit lain. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare, karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.4,21 5. Pemberian nasihat pada ibu/pengasuh Pemberian nasihat kepada ibu/pengasuh mengenai cara pemberian oralit, zinc, ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan, jika anak mengalami buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinjanya berdarah, atau tidak membaik dalam 3 hari.4 Penatalaksanaan diare melalui Lintas Diare diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas anak karena diare.4 Pencegahan Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah diare antara lain: a. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare Kuman patogen penyebab diare disebarkan secara fekal-oral melalui air, makanan, dan tangan yang tercemar. Upaya yang terbukti efektif adalah pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan 15 makanan pendamping ASI, pengggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar, dan sebelum makan, serta penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga. Mencuci tangan dengan sabun lebih efektif dalam mengurangi kasus diare dibandingkan dengan intervensi lain. Persentase penurunan morbiditas diare berdasarkan jenis intervensi yang dilakukan menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan sabun menurunkan morbiditas diare sekitar 48%.30 b. Memperbaiki daya tahan tubuh host Sejumlah faktor risiko dapat menurunkan daya tahan tubuh anak sehingga mudah terkena diare. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi risiko diare antara lain: memberi ASI eksklusif selama 6 bulan lalu setelah 6 bulan pemberian ASI dilanjutkan minimal sampai usia 2 tahun bersama dengan makanan pendamping ASI lainnya, meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI, dan memberikan makanan dalam jumlah yang cukup untuk dapat memperbaiki status gizi anak.30 2.1.3 Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Secara alamiah bayi memperoleh zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat menurun segera setelah bayi lahir ke dunia. Yang mana dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi untuk membantu daya tahan tubuhnya sendiri akan menjadi lambat, yang selanjutnya menyebabkan kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI.18 Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit, karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Oleh karena itu, bayi yang memperoleh ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur maupun parasit.31 16 Terdapat perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula cenderung mudah sakit dan sering mengalami masalah kesehatan seperti diare dan lainnya yang memerlukan pengobatan. Sedangkan bayi yang memperoleh ASI, umumnya jarang mendapat sakit dan apabila sakit biasanya ringan yang jarang memerlukan perawatan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif, serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau minuman herbal lainnya berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak daripada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.31 2.2 Kerangka Pemikiran ASI telah dikenal luas memiliki berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan susu formula yaitu, komposisi nutrisi yang lebih baik, mengandung zat antibodi dan enzim yang berguna untuk kesehatan, mengurangi insiden infeksi, mendukung tumbuh kembang optimal bayi serta meningkatkan ikatan ibu dan anak. Pemberian ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit, karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Sistem imun adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungannya. ASI eksklusif mengandung Imunoglobulin A, limfosit T, limfosit B, dan laktoferin. Bayi yang diberikan ASI eksklusif akan mengalami peningkatan sistem imunitas, sehingga dapat menurunkan resiko diare pada bayi. Namun terdapat beberapa hal seperti sosial ekonomi rendah dan tingkat pendidikan rendah yang dapat meningkatkan faktor resiko diare. 17 Gambar 1. Kerangka Pemikiran ASI Eksklusif Imunoglobulin A, Limfosit T, Limfosit B, Laktoferin Peningkatan Sistem Imunitas Resiko Diare Sosial Ekonomi Rendah Tingkat Pendidikan Rendah 2.3 Hipotesis Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi. 3.1.3 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota Denpasar. 3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek, diobservasi sekaligus secara simultan pada satu saat (sekali waktu).32 Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional Subyek Penelitian Pasien Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Banjar 1 Buleleng ASI Eksklusif Diare Tidak Diare ASI Non-eksklusif Diare Tidak Diare 19 Langkah-langkah penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:32 a. Mengindentifikasi variabel-variabel penelitian serta mengindentifikasi faktor resiko dan faktor efek. b. Menetapkan subyek penelitian. c. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor resiko dan efek sekaligus berdasarkan keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data). d. Melakukan analisis korelasi dangan cara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran). 3.3 Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Banjar 1 Kabupaten Buleleng, yang orang tua/walinya bersedia diikutsertakan dalam penelitian setelah orang tua/walinya diberi penjelasan mengenai penelitian dan menandatangani persetujuan (informed consent). 3.4 Sampel Penelitian 3.4.1 Cara Pemilihan dan Besar Sampel Pada penelitian ini sampel diambil dari subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Penentuan besar sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. Dalam penelitian ini, besar sampel ditentukan dengan menggunakan formula untuk analisa korelasi dengan perhitungan sebagai berikut: n= Zα + Zβ 2 + 3 0,5ln [(1 + r)/(1 – r)] Keterangan: n = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini Zα = Derajat kepercayaan yaitu 95% (Zα = 1,65) Zβ = Kekuatan uji yaitu 80% (Zβ = 0,842) r = Koefisien korelasi (r = 0,4) 20 Dengan menetapkan taraf kepercayaan 95% dan power test 80%, serta besarnya koefisien korelasi yaitu r = 0,4. Maka berdasarkan rumus diatas didapatkan sampel sebesar: n= 2 1,65 + 0,842 + 3 0,5ln [(1 + 0,4)/(1 – 0,4)] = 37,6 Dari perhitungan di atas, besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 38 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik consecutive sampling yaitu, semua sampel yang ada dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.32 3.4.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi a) Bayi berusia 0 sampai 6 bulan. b) Mendapatkan persetujuan dari orangtua untuk ikut penelitian. c) Tinggal di wilayah Puskesmas Banjar I Buleleng. 2. Kriteria Eksklusi a) Bayi berusia lebih dari 6 bulan. b) Mengalami sakit berat. 3.4.3 Definisi Variabel dan Operasional Penelitian 1. Definisi Variabel Penelitian Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Variabel Independen, disebut juga variabel bebas, yaitu variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel tergantung). Jadi variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi.32 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan, yang mendapatkan ASI eksklusif maupun yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. 21 Variabel Dependen, disebut juga variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.32 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kejadian diare. 2. Definisi Operasional Penelitian a. ASI adalah air susu ibu yang secara alami diproduksi oleh alveoli, yang merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air susu, yang muncul segera setelah melahirkan13 b. ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapatkan ASI tanpa makanan pendamping ASI lainnya. ASI eksklusif diberikan dalam jangka waktu minimal 4 bulan dan akan lebih baik lagi, apabila diberikan sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, dan pemberian ASI dapat diteruskan sampai ia berusia 2 tahun.18 Lama pemberian ASI eksklusif adalah lamanya bayi mendapatkan asupan ASI eksklusif, yang dapat meningkatkan sitem imun anak. Lama pemberian ASI eksklusif dibagi menjadi: - 0 (tidak pernah mendapat ASI) - < 4 bulan - 4-6 bulan - ≥ 6 bulan c. Diare didefinisikan sebagai buang air besar lebih dari 3 kali/hari pada balita dan anak atau peningkatan frekuensi buang air besar 2 kali lipat dari biasanya pada bayi dengan konsistensi cair dengan atau tanpa darah dan lendir.1-3 Frekuensi diare adalah kontinuitas atau seberapa sering pasien mengalami diare dengan pembagian sebagai berikut: - 1-3 kali / 6 bulan - 4-6 kali / 6 bulan - > 6 kali / 6 bulan 22 3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Pendataan Subyek Semua subyek penelitian dilakukan pendataan mengenai identitas, usia, dan jenis kelamin dengan menggunakan kuesioner. Semua subyek yang telah memenuhi kriteria inklusi dicatat sebagai subyek penelitian. 3.5.2 Cara Kerja Pada tahap pertama, semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi, akan diambil sebagai sampel penelitian. Pada semua orang tua pasien, diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai maksud dan tujuan penelitian ini. Kemudian kepada orang tua ditanyakan kesediaan mengikuti penelitian ini, dan bila menyetujui akan diberikan blanko informed consent yang harus ditandatangani. Tahap kedua adalah meminta ibu pasien mengisi kuesioner yang telah diberikan atau peneliti mengarahkan pertanyaan kuesioner kepada ibu pasien, agar mudah dipahami. Kemudian setelah semua sampel terkumpul, dilakukan pengolahan terhadap data yang telah diperoleh tersebut. 3.5.3 Instrumen Penelitian Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Dokumentasi Alat pengumpul data dengan dokumen untuk mencatat data yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dapat diperoleh dengan alat dokumentasi dalam penelitian ini, berupa daftar bayi yang berusia 0-6 bulan. 2. Kuesioner Lembar yang berisi karakteristik responden yang meliputi identitas, lama pemberian ASI eksklusif, dan frekuensi diare bayi dalam 6 bulan yang dikategorikan menjadi 2 yaitu, diare dan tidak diare. 3. Lembar persetujuan (informed consent) Penelitian dilakukan dengan persetujuan orangtua pasien. Orangtua diminta untuk mengisi lembar persetujuan setelah mendapat penjelasan mengenai tujuan penelitian ini. 23 3.6 Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan diuji dengan menggunakan uji statistik Chi Square dan diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows. Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dalam penelitian. Setelah dilakukan analisis univariat, hasilnya dapat dilanjutkan ke analisis bivariat. Analisis bivariat berfungsi untuk menghubungkan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi Square. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5% (α=0,05). Interpretasi data dilakukan dengan cara deskriptif dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel. 24 DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Diarrhoea. 2013. Available http://www.who.int/topics/diarrhoea/en/. Diunduh pada 11 Mei 2013. at: 2. WHO. Diarrhoea: Why Children are Still Dying and What Can Be Done. 2009. Available at: http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9789241598415/ en/. Diunduh pada 11 Mei 2013. 3. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011. 4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku Saku Lintas Diare. Jakarta: Depkes RI; 2011. 5. Hadinegoro SR. Diare Masih Jadi Masalah di Negara Berkembang. 2013. Available at: http://www.anakku.net/diare-masih-jadi-masalah-di-negaraberkembang.html. Diunduh pada 11 Mei 2013. 6. Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2006. Denpasar: Dinas Kesehatan; 2007. 7. Resume Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Bali Tahun 2007. Bali: Dinas Kesehatan; 2008. 8. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Bali Tahun 2014. 9. Susanti NI. Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan. 2004. Available at: http://www.tabloitnakita. com/artikel-ph3?edisi=0406rubrik. Diunduh pada 22 Juli 2013. 10. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Tahun 2001-2005. Jakarta: Depkes RI; 2001. 11. Matondang CS, Munatsir Z, Sumadiono. Aspek Imunologi Air Susu Ibu. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, editor. Buku Ajar AlergiImunologi Anak. Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.189-202. 12. Tumbelaka AR, Karyanti MR. Air Susu Ibu dan Pengendalian Infeksi. Dalam: IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.83-97. 13. Krisnatuti D, Yenrina R. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. 2000. Available at: http://hidayat2.wordpress.com/2010/01/10/jurnal-01/. Diunduh pada 22 Juli 2013. 25 14. Munasir Z, Kurniati N. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. Dalam : IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 69-79. 15. Hendarto A, Pringgadini K. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. Dalam: IDAI. Bedah ASI : Kajian dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 46. 16. Chantry CJ, Howard CR. Auinger P. Full breastfeeding duration and associated decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006; 117 (2): 425-431. 17. Purwanti SH. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. 2004. Available at: http://drsuparyanto. blogspot.com/2010/07/konsep-asi-eksklusif.html. Diunduh pada 22 Juli 2013. 18. Roesli U. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya; 2005. 3-35. 19. Moehji S. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti; 2003.78-90. 20. Judarwanto W. Sejuta Manfaat ASI yang Luar Biasa. 2012. Available at: http://www.sejutamanfaatasi-judarwanto_widodo. Diunduh pada 14 Agustus 2013. 21. Farthing M, Salam M, et all. Acute Diarrhea in Adults and Children: a Global Perspective. USA: World Gastroenterology Organisation; 2012. 22. Center for Sustainable Development, Inc. Reducing Diarrhea in Small Children. 2012. Available at: http://www.csd-i.org/diarrhea-in-childrenresearch/. Diunduh pada 11 Mei 2013. 23. Canadian Paediatric Society. Dehydration and Diarrhea in Children: Prevention and Treatment. 2013. Available at: http://www.caringforkids.cps.ca/handouts/dehydration_and_diarrhea. Diunduh pada 11 Mei 2013. 24. Moore SM, Lima AAM. Early Childhood Diarrhoea and Helminthiases Associate with Long-Term Linear Growth Faltering. International Journal of Epidemiology. 2001; 30: 1457-1464. 25. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI; 2002. 26. Suraatmaja S. Gastroenterology Anak. FK UNUD/ RS Sanglah. Denpasar: Sagung Seto; 2007. 27. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. 26 28. WHO. Zinc Supplementation to Improve Treatment Outcomes Among Children Diagnosed with Respiratory Infections. 2011. Available at: http://www.who.int/elena/titles/bbc/zinc_pneumonia_children/en/. Diunduh pada 11 Mei 2013. 29. Lukacik M, Thomas RL, Aranda JV. A Meta-analysis of the Effects of Oral Zinc in the Treatment of Acute and Persistent Diarrhea. Pediatrics. 2008; 121; 326. 30. Cairncross S, Hunt C, et all. Water, Sanitation and Hygiene for the Prevention of Diarrhoea. International Journal of Epidemiology. 2010; 39: i193–i205. 31. Wahyu WB. ASI, Anugerah Terindah yang Kadang Terlupakan. 2012. Available at: http://www.indomedia.com/bpost/122000/18/opini/opini1.htm10ksupplemental. Diunduh pada 14 Agustus 2013. 32. Notoatmojo. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta: 2005. 27 Lampiran 1 Lembar Persetujuan Penelitian Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Banjar 1 Kabupaten Buleleng Bapak/Ibu yang terhormat, Saya sedang melakukan penelitian mengenai hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Banjar 1 Kabupaten Buleleng. Penelitian ini dilakukan secara sukarela, Bapak/Ibu diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan keadaan putra/putrinya. Hal yang berhubungan dengan hasil penelitian akan kami simpan sebagai rahasia. Apabila Bapak/Ibu setuju, mohon kiranya surat persetujuan ini ditandatangani. Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : ....................................................................................................................... Umur : ....................................................................................................................... Pekerjaan : ................................................................................................................. Alamat : ..................................................................................................................... Adalah orang tua/wali dari anak Nama : ....................................................................................................................... Umur : ....................................................................................................................... Bersama ini menyatakan mengerti sepenuhnya tujuan dan manfaat penelitian ini, serta bersedia ikut serta dalam penelitian ini. Buleleng, Orang Tua/Wali ( / /2013 Peneliti ) (Pt Anindia Sekarningrum) 28 Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Identitas 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Tanggal lahir : 4. Usia : 5. Alamat : 6. Nama Ibu : 7. Pendidikan Ibu : 8. Pekerjaan Ibu : 9. Nama Ayah : 10. Pendidikan Ayah : 11. Pekerjaan Ayah : Kuesioner a. Apakah menurut Ibu ASI memiliki manfaat yang sangat penting? 1. Ya 2. Tidak, Alasan: b. Apakah Ibu mengetahui manfaat ASI? 1. Ya (sebutkan minimal 3) 2. Tidak c. Apakah Ibu mengetahui definisi pemberian ASI eksklusif? 1. Ya 2. Tidak d. Apakah Ibu memberikan ASI eksklusif pada anak Ibu 1. Ya 2. Tidak (lanjut ke pertanyaan f) e. Berapa lama Anak Ibu mendapat ASI eksklusif? 1. ≤ 4 bulan 2. 4-6 bulan 29 f. Berapa kali anak Ibu mengalami diare sejak lahir? 1. 1-3 kali 2. 4-6 kali 3. >6 kali g. Setiap diare, berapa lama Anak Ibu mengalami diare? 1. 1-3 hari 2. 4-7 hari 3. 1-2 minggu 4. > 2 minggu h. Pemeriksaan fisik: Berat Badan: Panjang Badan: Status Gizi: *** 30