MAKALAH PBL 1 MPKTB DAMPAK DAN UPAYA PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN HUJAN TROPIS KALIMANTAN Disusun oleh: Aulia Rahma – 1806134695 Tiara Anjani – 1806134846 Alifia Rizki Ramadhani – 1806220842 Hasan Izzudin – 1806222086 Ramadani Nur Hakim – 1806222741 Ni Putu Ananda Krisna D – 1806224772 Home Group 1 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.1 Unsur-unsur hutan meliputi: suatu kesatuan ekosistem, berupa hamparan lahan, berisi sumber daya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dan mampu memberi manfaat secara lestari.2 Sedangkan hutan hujan tropis adalah tipe hutan di kawasan tropis yang selalu diguyur hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan di kawasan ini cukup tinggi, lebih dari 1200 mm per tahun. Hutan ini memiliki musim kering yang pendek, bahkan di beberapa tempat hampir tidak pernah mengalami musim kering. Mungkin karena hal tersebut, tipe hutan ini disebut everwet (selalu basah) atau evergreen (selalu hijau).3 Indonesia memiliki tutupan Hutan Hujan Tropis terluas ketiga di dunia, setelah Brazil dan Congo. Namun dari sekitar 74 juta hektar hutan yang berada Kalimantan, hanya 71% yang tersisa pada 2005. Bahkan pada 2015 menyusut menjadi 55%. Hal tersebut disebabkan karena adanya deforestasi hutan di Kalimantan. Jika laju deforestasi tidak dihentikan, menurut WWF, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan lagi pada 2020.4 Deforestasi hutan disebabkan karena adanya pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara. Selain hal tersebut, deforestasi hutan di Kalimantan juga disebabkan oleh perencanaan tata ruang wilayah hutan yang 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 1 Ayat (1) Rahmawaty S, “Hutan: Fungsi dan Perannya bagi Masyarakat”, Universitas Sumatera Utara, Jilid 13, 2004, hlm.1. 3 Cecep Risnandar. “ Hutan Hujan Tropis”. Diakses dari https://jurnalbumi.com/knol/hutan-hujan-tropis/ pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 10.22 4 https://scele.ui.ac.id/berkas_kolaborasi/konten/mpktb/1718gnp/115.pdf terakhir diakses pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 10.35 2 2 tidak efektif, ketidakjelasan hak tenurial mengenai suatu lahan, dan lemahnya kapasitas dalam manajemen hutan.5 Karena hal tersebut, deforestasi hutan akan berdampak terhadap lingkungan serta flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya dari pemerintah serta masyarakat setempat untuk dapat mengurangi laju deforestasi hutan terutama hutan hujan tropis di Kalimantan. Dengan adanya upaya dari pemerintah serta masyarakat, kawasan hutan hujan tropis di Kalimantan akan tetap bertahan sehingga akan mengurangi kepunahan flora dan fauna yang terdapat di dalamnya, dan bumi akan selalu mendapatkan pasokan oksigen yang cukup yang disumbangkan oleh hutan hujan tropis yang masih lestari. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana dampak yang ditimbulkan deforestasi hutan di Kalimantan? 2. Apa saja upaya yang telah dilakukan dalam menanggulangi laju deforestasi hutan di Kalimantan? 1.3 Hipotesis Hipotesisnya adalah bahwa hutan yang amat berharga, khususnya hutan hujan tropis di Kalimantan kini sedang dalam ambang bahaya. Deforestasi yang kerap dilakukan terus mengurangi nilai lahan hutan yang ada di pulau ini. Deforestasi yang dilakukan baik untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, pemukiman penduduk ataupun lahan pertambangan kini tinggal menuai dampaknya. Bukan hanya warga sekitar yang merasakan dampaknya, namun juga makhluk hidup lain seperti flora dan fauna serta masyarakat dunia secara luas. Berbagai macam upaya pun dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi hutan hujan tropis Kalimantan ini. 5 Siti Maharani. “Upaya Pelestarian Kawasan Hutan Pedalaman Kalimantan Timur Akibat Deforestasi”. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/325284054_Upaya_Pelestarian_Kawasan_Hutan_Pedalaman_Kalimantan_ Timur_Akibat_Deforestasi pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 10.54 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Dampak yang ditimbulkan dari deforestasi hutan di Kalimantan Hutan memiliki banyak manfaat untuk setiap makhluk hidup seperti menjadi penghasil oksigen terbesar dan juga sebagai tempat penyerap karbon dioksida. Apalagi, di Kalimantan yang merupakan salah satu hutan hujan tropis terluas di Indonesia. Namun, kerusakan hutan sudah banyak terjadi di hutan-hutan hujan tropis. Ini mengakibatkan terancamnya kelangsungan ekosistem makhluk hidup lain. Faktor dari deforestasi ini adalah berubahnya fungsi hutan menjadi tempat kegiatan industri. Hal ini tentu harus bisa diatasi karena semakin lama semakin banyak hutan yang gundul dan itu memberikan banyak dampak negatif. Di bawah ini dijabarkan beberapa dampak dari deforestasi. a. Dampak deforestasi terhadap eksistensi flora dan fauna Salah satu dampak yang dihasilkan oleh deforestasi adalah rusaknya habitat yang ada di hutan. Hutan merupakan habitat bagi banyak spesies flora dan fauna di Indonesia. Apabila habitat di hutan tersebut telah rusak, maka akan banyak flora dan fauna yang kehilangan tempat tinggalnya. Selain itu, flora dan fauna tersebut juga tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan makanannya untuk tetap bertahan hidup. Sehingga, hal tersebut dapat menyebabkan kepunahan bagi beberapa spesies flora dan fauna yang ada di hutan. Sebagai contoh di hutan hujan tropis Kalimantan, jumlah persebaran spesises orangutan semakin menurun. Mulai tahun 1999 hingga 2015, para peneliti melaporkan penurunan tajam jumlah sarang orangutan di daerah yang mereka teliti di Kalimantan. Disana hanya dijumpai lebih dari separuh dari 22,5 sarang per kilometer (sekitar 36 per mil) sampai 10,1 sarang per kilometer. Penurunan tersebut, menurut perhitungan, merupakan perkiraan kehilangan 148.500 individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus)6. Hal tersebut 6 Basten Gokkon. “Kalimantan Kehilangan Hampir 150 ribu orangutan dalam 16 tahun Terakhir”. diakses dari https://www.mongabay.co.id/2018/02/20/studi-kalimantan-kehilangan-hampir-150-ribu-orangutan-dalam-16-tahunterakhir/ pada tanggal 24 maret 2019. 4 disebabkan oleh maraknya laju deforestasi di kalimantan, yang mengakibatkan orangutan kehilangan tempat tinggal mereka. b. Dampak deforestasi terhadap atmosfer dan perubahan iklim Akibat yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan proses perindustrian menjadi salah satu penyebab meningkatnya gas karbon monoksida. Menurut Wardhana (2004) karbon monoksida adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa7. Secara alamiah gas karbon monoksida juga dapat terbentuk, dari gas hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lainnya, walaupun jumlahnya relatif sedikit dibandingkan karena gas kendaraan bermotor8. Gas karbon monoksida dapat menyebabkan pencemaran udara yang bisa berdampak terhadap lingkungan yaitu di atmosfer akan terjadi penurunan suhu dan tekanan sesuai dengan pertambahan tinggi. Udara ambien mempengaruhi terbentuknya stabilitas atmosfer9. Selain itu, ada juga dampak terhadap atmosfer yang dapat menimbulkan efek rumah kaca dan hujan asam. Konsentrasi karbon monoksida yang berlebihan di atmosfer bisa meningkatkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca berakibat pada panas yang terperangkap dalam lapisan troposfer sehingga menimbulkan fenomena pemanasan global. Fenomena pemanasan global ini akan berakibat pada pencairan es di kutub, perubahan iklim regional dan global serta perubahan siklus hidup flora dan fauna yang berarti sangat berbahaya untuk dunia. Begitu pula dengan hujan asam, hujan asam disebabkan apabila gas karbon monoksida teroksidasi menjadi karbon dioksida sehingga dapat mengakibatkan peningkatan laju korosi yang terdapat pada benda-benda logam. Indonesia adalah contoh nyata perlunya rencana matang yang didukung dengan dana bantuan internasional untuk melindungi hutan hujan tropis. Menurut data terakhir, laju deforestasi di Indonesia adalah laju deforestasi tercepat di dunia10. Perubahan iklim merupakan ancaman terbesar terhadap kehidupan 7 Diken Yus Damara., Irawan Wisnu Wardhana, dan Endro Sutrisno. Analisis Dampak Kualitas Udara Karbon Monoksida (Di Sekitar Jl. Pemuda Akibat Kegiatan Car Free Day Menggunakan Program Caline4 dan Surfer). Jurnal Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro. Vol. 6, no. 1, 2017, hlm 3. 8 Ibid 9 Diken Yus Damara., Irawan Wisnu Wardhana, dan Endro Sutrisno. Analisis Dampak Kualitas Udara Karbon Monoksida (Di Sekitar Jl. Pemuda Akibat Kegiatan Car Free Day Menggunakan Program Caline4 dan Surfer). Jurnal Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro. Vol. 6, no. 1, 2017, hlm 5. 10 John Novis, “Hutan Tropis Indonesia dan Krisis Iklim”. Greenpeace, 24 November 2009. hlm 4. 5 manusia. Setiap tahun ratusan ribu jiwa manusia terancam karena dampak perubahan iklim, seperti meningkatnya banjir dan kekeringan yang menyebabkan jutaan jiwa terlantar dan menderita11. Kerusakan hutan hujan tropis bertanggung jawab atas seperlima dari emisi gas rumah kaca di bumi, lebih dari akumulasi jumlah emisi yang dihasilkan kereta, pesawat dan mobil di seluruh dunia12. Karena itu, untuk meraih kesepakatan iklim yang efektif, pemimpin dunia harus setuju terhadap rencana ambisius untuk mengakhiri deforestasi sebelum 2020. c. Dampak deforestasi terhadap tanah World Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan bahwa sejak tahun 196013, lebih dari sepertiga bagian lahan subur di bumi telah musnah akibat kegiatan deforestasi. Kita tahu bahwa pohon memegang peranan penting untuk menghalau berbagai bencana seperti terjadinya banjir dan tanah longsor. Dengan tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa menyerap dengan baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju aliran air di permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain itu, air hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi tanah atau tanah longsor. Selain itu karena hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan berimbas pada musim kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga Ini akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan. Oleh karena itu deforestasi berdampak pada kesuburan tanah dan dapat berlanjut menyebabkan bencana alam. d. Dampak deforestasi sebagai pembukaan lahan pertambangan Pemberian izin pembukaan lahan pertambangan batu bara yang dilakukan oleh pemerintah Samarinda tahun 2008 kini hanya tertinggal dampak pahitnya. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan ini adalah adanya lubang-lubang bekas galian tambang yang tidak terurus14. 11 Ibid hlm 3. Ibid, 13 Yulia M.Si. “Banjir dan Erosi Tanah Akibat Deforestasi”. Diakses dari https://ilmugeografi.com/ilmubumi/hutan/dampak-akibat-kerusakan-hutan pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 17.30 14 Hakimi, Ilmi. Dampak Kebijakan Pertambangan Batu Bara bagi Masyarakat Bengkuring Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara. Paper Mahasiswa Politik Universitas Mulawarman (2015). 12 6 Lubang-lubang tersebut muncul karena ketika galian batu bara habis dan tidak tersisa lagi bahan yang bisa ditambang, lubang galian ini seharusnya ditutup atau direklamasi kembali agar tanah dapat berfungsi kembali seperti sebelum tanah digali. Tapi kenyataannya, lubang bekas galian itu ditinggalkan tidak terurus hingga kini lubang-lubang tersebut terisi air hujan yang bereaksi dengan zat kimia berbahaya peninggalan aktivitas pertambangan. Selain perusahaan yang tidak bertanggung jawab, pemerintah setempat juga sempat ditegur oleh Komnas HAM karena tidak menindaklanjuti perusahaanperusahaan yang melanggar perlindungan HAM dengan membuka lubang galian berjarak hanya 200-400m dari pemukiman warga dan karena per Juli 2016 sudah ada 24 anak yang menjadi korban karena lubang-lubang tidak terurus ini15. Lubang-lubang ini dikatakan beracun karena zat-zat kimia berbahaya yang terkandung dalam air hujan yang tergenang di dalam cekungan lubang pertambangan itu. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengatakan air pada cekungan itu terkontaminasi dengan tanah-tanah bekas pertambangan yang masih mengandung zat TSS (Total Suspended Solid) dan logam berat seperti Fe (Besi), Ma (Mangan), Pb (Timbal), As (Arsenik), Hg (Merkuri), Se (Selenium), Cd (Karnium), dan B (Boron)16. Selain zat-zat logam berat tersebut, air di sana memiliki tingkat kadar asam yang tinggi, yaitu 3.00 di mana air yang baik untuk digunakan sehari-hari, baik untuk mandi, mencuci pakaian atau untuk dikonsumsi memiliki kadar pH sekitar 6.5 – 8.0. Dengan kadar asam seperti itu, ibaratnya apabila ikan mas dibiarkan hidup dalam air dengan keadaan seperti itu maka tidak butuh waktu yang lama maka akan mati. Dampak yang ditimbulkan oleh air beracun itu tidak langsung terlihat, melainkan berdampak pada penyakit jangka panjang seperti badan tremor (kondisi saat badan bergetar tidak terkendali atau tidak seimbang), beberapa macam kanker seperti kanker kulit dan kanker serviks, hingga dapat menyebabkan kematian. 15 Sucahyo, Nurhadi. Tragedi Lubang Bekas Tambang di Kalimantan. 8 Juli 2016. Artikel. Diakses dari https://www.voaindonesia.com/a/tragedi-lubang-bekas-tambang-di-kalimantan/3409120.html pada tanggal 3 Maret 2019. 16 JATAM. Ancaman Bahaya Air Tambang Batubara. 10 November 2015. Artikel. Diakses dari http://www.jatam.org/2015/11/10/ancaman-bahaya-air-tambang-batubara/ pada tanggal 3 Maret 2019. 7 2.2 Upaya yang dilakukan dalam menanggulangi laju deforestasi hutan di Kalimantan Dalam rangka mengurangi laju deforestasi hutan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya terhadap pelestarian hutan hujan tropis terutama di Kalimantan. Upaya tersebut dilakukan mengingat persentase wilayah hutan hujan tropis di Kalimantan semakin berkurang tiap tahunnya. Menurut data yang disajikan oleh World Wildlife Fund, dari sekitar 74 juta hektar hutan yang ada di Kalimantan, hanya 71% yang tersisa pada 2005. Lalu menyusut menjadi 55% pada 2015. Jika laju penebangan hutan tidak diubah, Kalimantan diyakini akan kehilangan 6 juta hektar hutan hingga 2020.17 Berdasarkan data tersebut, terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah terhadap deforestasi hutan di Kalimantan, antara lain: 1. Carbon Fund Provinsi Kalimantan, terutama Kalimantan Timur, telah dipilih dalam program pengurangan emisi dan degradasi hutan melalui Carbon Fund pada Oktober 2015. Output yang diberikan dalam program ini adalah terbentuknya kelembagaan pengelolaan hutan yang lestari, adanya komitmen dari perusahaan kehutanan perkebungan dan pertambangan, perlindungan area konsevasi bernilai tinggi seluas 640 ribu hektar di dalam kawasan perkebunan, reklamasi dengan revegetalisasi seluas 150 ribu hektar, penetapan kawasan perhutanan sosial, serta penetapan dan perlindungan gambut.18 2. Green Growth Compact Green Growth Compact (GGC) merupakan kesepakatan kerangka kerja yang dideklarasikan oleh pemerintah Kalimantan Timur serta beberapa pihak yang terlibat dalam upaya untuk memberikan panduan kepada para pihak dalam membangun perencanaan yang lebih operasional. Kebijakan ini memiliki tujuan utama dalam membantuk Kaltim hijau.19 Pemerintah Kaltim menargetkan penurunan deforestasi sebesar 80 persen pada 2020 yang tertuang 17 “WWF: Kalimantan Bakal Kehilangan 75 Persen Hutan Pada 2020.” DW.com. Deutsche Welle. 6 Juni. 2007. Diakses dari https://www.dw.com/id/wwf-kalimantan-bakal-kehilangan-75-persen-hutan-pada-2020/a-39124270 pada tanggal 24 Maret pukul 11.50 18 Siti Maharani. “Upaya Pelestarian Kawasan Hutan Pedalaman Kalimantan Timur Akibat Deforestasi”. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/325284054_Upaya_Pelestarian_Kawasan_Hutan_Pedalaman_Kalimantan_ Timur_Akibat_Deforestasi pada tanggal 24 Maret 2019 pukul 1.50 19 Ibid 8 dalam dokumen rencana aksi nyata, diantaranya Strategi Pembangunan Rendah Emisi Karbon, Deklarasi Kaltim Hijau, dan Rencana Aksi Daerah Gerakan Rumah Kaca.20 3. Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) REED+ merupakan program pengurangan emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan, usaha konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan stok karbon.21 Dalam strategi nasional (stranas) REED+, terdapat beberapa program strategis yang dijalankan antara lain 1.) konservasi dan rehabilitasi, 2.) pertanian, kehutanan, dan pertambangan yang berkelanjutan, 3.) pengelolaan lanskap yang berkelanjutan.22 1.) Konservasi dan rehabilitasi - Memantapkan fungsi kawasan lindung - Mengendalikan konservasi hutan dan lahan gambut - Restorasi hutan rehabilitasi gambut 2.) Pertanian, kehutanan, dan pertambangan yang berkelanjutan - Meningkatkan produktivitas pertanian dan perkebunan - Mengelola hutan secara lestari - Mengendalikan dan mencegah kebakaran hutan dan lahan - Mengendalikan konservasi lahan untuk tambang terbuka 3.) Pengelolaan lanskap yang berkelanjutan 20 - Perluasan alternatif lapangan kerja yang berkelanjutan - Mempromosikan industri hilir dengan nilai tambah tinggi - Pengelolaan lanskap multi-fungsi “Menteri LHK Deklarasi Green Growth Compact Kaltim.” Inilahcom. 27 September. 2016. 21 Tigor Butarbutar, “Catatan Kesiapan Indonesia Untuk Skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan”, Vol. 13 No.2, 2016, hlm. 104 22 Nova Widyaningtyas, S.Hut, M.Sc, dkk “Prosiding Semiloka: Status Riset dan Pengajaran Hutan dan Perubahan Iklim dan Pengembangan Jejaring Kerja Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian terkait Bidang Hutan, Lahan dan Perubahan Iklim di Region Jawa”, Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Jakarta, 2013, hlm. 116 . 9 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Hutan merupakan sumber daya alam yang berperan penting dalam kelangsungan hidup setiap makhluk hidup. Hutan memiliki peran untuk menghasilkan oksigen, menyerap karbon dioksida, pencegah erosi, penghasil kayu, menjaga kestabilan iklim, dan lain sebagainya. Jika hutan menghilang, maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Namun, kebakaran hutan, penebangan liar, dan pembukaan hutan untuk lahan kelapa sawit mempercepat pengurangan luas hutan di dunia ini. Hal tersebut berdampak besar pada eksistensi flora dan fauna, bukan saja di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Selain itu, deforestasi juga berdampak terhadap atmosfer yang dapat menimbulkan efek rumah kaca dan hujan asam. Deforestasi juga berdampak pada perubahan iklim di Indonesia. Dikarenakan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh deforestasi, maka banyak upaya dilakukan untuk mengurangi deforestasi tersebut. Mulai dari masyarakat, lembagalembaga, hingga dari aparatur pemerintah di Departemen Kehutanan sudah melakukan berbagai macam upaya. Dengan begini, diharapkan kesadaran seluruh masyarakat untuk menjaga dan mengurangi kerusakan hutan agar kelak hutan masih ada dalam jumlah yang banyak di masa depan nanti. 10 Daftar Pustaka ● Butarbutar, Tigor. Catatan Kesiapan Indonesia Untuk Skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan. (2016): 104. ● Deutsche Welle. WWF: Kalimantan Bakal Kehilangan 75 Persen Hutan pada 2020. 6 Juni 2007. Diakses pada tanggal 24 Maret 2019 <https://www.dw.com/id/wwf-kalimantan-bakal-kehilangan-75-persen-hutanpada-2020/a-39124270>. ● Diken Yus Damara, Irawan Wisnu Wardhana, Endro Sutrisno. Analisis Dampak Kualitas Udara Karbon Monoksida (Di Sekitar Jl. Pemuda Akibat Kegiatan Car Free Day Menggunakan Program Caline4 dan Surfer). Teknik Lingkungan (2017): 3-5. ● Gokkon, Basten. Mongabay. Studi Kalimantan Kehilangan Hampir 150 ribu Oranguntan dalam 16 Tahun Terakhir. 20 Februari 2018. Diakses pada 24 Maret 2019 <https://www.mongabay.co.id/2018/02/20/studi-kalimantan-kehilangan- hampir-150-ribu-orangutan-dalam-16-tahun-terakhir/>. ● Inilahcom. Menteri LHK Deklarasi Green Growth Compact di Kalimantan Timur. 27 September 2016. Diakses pada 24 Maret 2019 <http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2327308/menteri-lhk-deklarasi-greengrowth-compact-kaltim>. ● Maharani, Siti. Researchgate. Upaya Pelestarian Kawasan Hutan Pedalaman Kalimantan Timur akibat Deforestasi. May 2018. Diakses pada 24 Maret 2019 <https://www.researchgate.net/publication/325284054_Upaya_Pelestarian_Kaw asan_Hutan_Pedalaman_Kalimantan_Timur_Akibat_Deforestasi>. ● Nova Widyaningtyas, S.Hut, M.Sc, dkk. Prosiding Semiloka: Status Riset dan Pengajaran Hutan dan Perubahan Iklim dan Pengembangan Jejaring Kerja Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian terkait Bidang Hutan, Lahan dan Perubahan Iklim di Region Jawa. Jakarta: Pusat Standardisasi dan Lingkungan, 2013. ● Novis, John. Hutan Tropis Indonesia dan Krisis Iklim. Greenpeace (2009): 4. 11 ● Risnandar, Cecep. Jurnal Bumi. 17 Maret 2018. 24 Maret 2019 <https://jurnalbumi.com/knol/hutan-hujan-tropis/>. ● WWF: Kalimantan Bakal Kehilangan 75 Persen Hutan Pada 2020. 6 Juni 2007. Diakses pada 24 Maret 2019 dari <https://www.dw.com/id/wwf-kalimantan-bakal-kehilangan-75-persen-hutanpada-2020/a-39124270>. ● Yulia M.Si. Banjir dan Erosi Tanah Akibat Deforestasi. 17 September 2015. Diakses pada 24 Maret 2019 dari <https://ilmugeografi.com/ilmu- bumi/hutan/dampak-akibat-kerusakan-hutan>. ● Hakimi, Ilmi. Dampak Kebijakan Pertambangan Baru Bara bagi Masyarakat Bengkuring Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara. Paper Mahasiswa Politik Universitas Mulawarman (2015). ● Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Ancaman Bahaya Air Tambang Batubara. 10 November 2015. Diakses pada 3 Maret 2019 dari <http://www.jatam.org/2015/11/10/ancaman-bahaya-air-tambang-batubara/>. ● Sucahyo, Nurhadi. Tragedi Lubang Bekas Tambang di Kalimantan. 8 Juli 2016. Diakses pada 3 Maret 2019 dari <https://www.voaindonesia.com/a/tragedi-lubang-bekas-tambang-dikalimantan/3409120.html>. 12