BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Seksualitas pada Remaja 1. Pengertian seksualitas Istilah seks dan seksualitas adalah suatu hal yang berbeda. Kata seks sering digunakan dalam dua cara. Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktivitas seksual genital. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik seseorang itu pria atau wanita (Zawid, 1994; Perry & Potter 2005). Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata (Denny & Quadagno, 1992; Zawid, 1994; Perry & Potter, 2005). Masa remaja pekembangan seksualitas diawali ketika terjalinnya interaksi antar lawan jenis, baik itu interaksi antar teman atau interaksi ketika berkencan. Dalam berkencan dengan pasangannya, remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dalam berbagai cara, seperti memberikan bunga, tanda mata, mengirim surat, bergandengan tangan, berciuman dan lain sebagainya. Atas dasar dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis. Dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, ada remaja yang melakukan secara terbuka mengadakan percobaan dalam kehidupan seksual. Misalnya, dalam berpacaran mereka mengekspesikan perasaannya dalam bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berpelukan, berciuman hingga melakukan hubungan seksual (Saifuddin, 1999). Seksualitas dan aktivitas seksual merupakan suatu area yang harus dibicarakan dengan setiap remaja secara rahasia. Insidensi aktivitas seksual pada remaja tinggi dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Kebanyakan remaja di bawah usia 15 tahun belum pernah melakukan hubungan seksual, 8 dari 10 remaja putri dan 7 dari 10 remaja putra belum pernah melakukan hubungan seksual pada usia 15 tahun (Alan Guttmacher Institute, 1998; Wong, 2008). Remaja terlibat dalam seksualitas karena berbagai alasan, diantaranya yaitu: untuk memperoleh sensasi menyenangkan, untuk memuaskan dorongan seksual, untuk memuaskan rasa keingintahuan, sebagai tanda penaklukan, sebagai ekspresi rasa sayang, atau mereka tidak mampu menahan tekanan untuk menyesuaikan diri. Keinginan yang sangat mendesak untuk menjadi milik seseorang memicu meningkatnya serangkaian kontak fisik yang intim dengan pasangan yang diidolakan. Masa remaja pertengahan adalah waktu ketika remaja mulai mengembangkan hubungan romantis dan ketika kebanyakan remaja ingin memulai percobaan seksual (Wong, 2008). Menurut Hurlock (1999) dorongan seksual dipengaruhi oleh : a. Faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan. b. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno. Perubahan pola perilaku seksual di antara para remaja masa kini tidak dianggap salah karena biasanya mereka hanya mempunyai satu pasangan seksual yang dalam banyak kasus diharapkan akan dinikahi di masa mendatang. Meskipun hubungan yang telah terjalin ditentang oleh para orang tua, namun banyak remaja tetap melangsungkannya. Ada banyak alasan untuk mengikuti pola perilaku seksual yang baru ini. Di antaranya adalah keyakinan bahwa hal ini harus dilakukan karena semua orang melakukannya; bahwa mereka harus tunduk pada tekanan kelompok sebaya bila ingin mempertahankan status mereka di dalam kelompok; dan bahwa perilaku ini merupakan ungkapan dari hubungan yang bermakna yang memenuhi kebutuhan semua remaja untuk mengadakan hubungan yang intim dengan orang lain, terlebih bila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi dalam hubungan keluarga (Hurlock, 1999). 2. Dimensi Seksualitas Seksualitas memiliki dimensi dimensi sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry & Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Dimensi Sosiokultural Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah. Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, menemukan misalnya pasangan saja, hidupnya, bagaimana seberapa seseorang sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan hubungan seks. b. Dimensi Agama dan etik Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal. c. Dimensi Psikologis Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-anaknya. Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki da perempuan secara berbeda berdasarkan jender. d. Dimensi Biologis Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormon seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder. 3. Perkembangan Seks Pada Remaja Pada proses kematangan seks, sama halnya seperti aspek perkembanagn lainnya akan terlihat juga adanya perbedaan-perbedaan individu dalam hal saat permulaan mulainya perubahan dan lamanya proses. Walaupun ada pengaruh-pengaruh individu itu, akan tetapi prosesnya sama saja seperti perkembangan fisik dan tinggi badan, dimana pada remaja putri akan dimulai rata-rata 2 tahun lebih dahulu daripada teman remaja prianya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh remaja itu, sebenarnya merupakan akibat dari berfungsinya kelenjar-kelenjar seks dalam dalam tubuh yang disertai dengan kematangan alat-alat seks atau yang lazim dikenal dengan sebutan organ reproduksi. Remaja pria seperti remaja putri juga tidak akan mencapai kematangan seks secara bersamaan. Menurut Gunarsa (2007), Surtiretna (2001), Perry & Potter (2005) dan Kozier (2004) perkembangan seks pada remaja adalah sebagai berikut: a. Remaja putri Pada anak perempuan sekitar umur 9 sampai 11 tahun sudah mulai timbul tanda-tanda pertama kematangan seks yakni pembesaran payudara dan pinggul. Sesudah itu baru mulai pertumbuhan rambut di daerah kemaluan bagian luar dan ketiak. Suaranya berubah merdu, kulit bertambah bagus dan halus. Kadar estrogen yang meningkat mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar, dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal. Menarche atau kedatangan haid untuk pertama kalinya, pada umumnya akan timbul setelah memuncaknya percepatan pertumbuhan. Umur tercapainya menarche tidak sama bagi semua remaja putri. Menarche dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun atau lebih. Dengan timbulnya haid pertama belum berarti bahwa perlengkapan alat berkembangbiak sudah sempurna. b. Remaja putra Proses kematangan seks pada remaja putra mulai antara 11 dan 15 tahun, dengan umur rata-rata 13 dan 14 tahun. Proses ini dimulai dengan pertumbuhan buah pelir dan zakar. Tumbuhnya rambut di daerah alat kelamin luar lebih lambat. Percepatan pertumbuhan buah pelir terjadi kira-kira bersamaan dengan percepatan penambahan tinggi badan. Baru setahun kemudian mulai penambahan panjang alat kelamin bagian luar atau penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar testosterone dalam tubuh. Remaja putra mulai mempunyai kumis dan jenggot, bulu-bulu mulai tumbuh di ketiak dan daerah kelamin. Dengan membesarnya tulang di leher bagian depan (jakun), suara mereka berubah menjadi pecah dan parau, karena tali-tali suara di kerongkongan mereka sedang mengalami penyesuaian menjadi suara orang dewasa, demikian juga bidang bahunya menjadi lebih besar ketimbang pinggangnya. Di samping perubahan suara ada pula remaja pria yang mengalami penumbuhan atau penebalan rambut di dada. 4. Dampak seksualitas pada remaja Menurut Perry & Potter (2005), Wong (2008), Jusuf (2006) beberapa dampak yang timbul dari remaja yang aktif secara seksual adalah sebagai berikut: a. Dampak Fisik 1) AIDS singkatan dari Aquired Immuno Deficiency Syndrome. Penyakit ini adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh. Penyebabnya adalah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Salah satu cara penularannya adalah melalui hubungan seksual. Selain itu HIV dapat menular melalui pemakaian jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV, menerim tranfusi darah yang tercemar HIV atau dari ibu hamil yang terinfeksi virus HIV kepada bayi yang dikandungannya. Di Indonesia penularan HIV/AIDS paling banyak melalui hubungan seksual yang tidak aman serta jarum suntik (bagi pecandu narkoba). 2) Penyakit kelamin (Penyakit Menular Seksual/ PMS) Remaja yang aktif secara seksual memiliki risiko tinggi tertular PMS. Secara fisiologis, serviks remaja putri memiliki ektropion (eversi kanalis serviks uteri) yang besar, terdiri atas sel-sel epithelial kolumnar yang jauh lebih rentan tertular PMS. PMS adalah penyakit yang dapat ditularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual dan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Bila tidak diobati dengan benar penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi yaitu kemandulan dan kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian. Penyakit menular seksual (PMS) dialami sekitar 10 juta orang per tahun di bawah usia 25 tahun. Tingkat inseden tertinggi mengharuskan adolesens yang aktif-seksual dilakukan skrining terhadap PMS, meskipun mereka tidak menunjukan gejala. Pemeriksaan fisik pada adolesens yang aktif secara seksual setiap tahun harus meliputi pemeriksaan seksama genetalia sehingga kondilomata akuminata (kutil genital), herpes, dan PMS yang lain tidak terlewat. Uji yang direkomendasikan bagi wanita meliputi pap smear, kultur serviks untuk jenis gonore dan uji sifilis. Jika pria melakukan aktivitas homoseksual, kultur rektal dan faring juga perlu dilakukan untuk memeriksa adanya gonore. Penyakit kelamin yang dapat terjadi antara lain kencing nanah (Gonorrhoe), raja singa (Sifilis), herpes genitalis, limfogranuloma venereum (LGV), kandidiasis, trikomonas vaginalis, kutil kelamin. Karena perilaku seksual dapat mencakup seluruh tubuh dan tidak hanya genital, banyak bagian tubuh adalah tempat potensial untuk PMS. Telinga, mulut, tenggorok, lidah, hidung dan kelopak mata dapat digunakan untuk kesenangan seksual. Perineum, anus, dan rektum juga sering digunakan dalam aktivitas seksual. Lebih jauh lagi, setiap kontak dengan cairan tubuh orang lain sekitar kepala atau suatu lesi terbuka pada kulit, anus, atau genitalia dapat menularkan PMS. Tanda-tanda penyakit kelamin (Pria), berupa: bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada penis/alat kelamin, luka tidak sakit; keras dan berwarna merah pada alat kelamin, adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam, rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin, rasa sakit yang hebat pada saat kencing, kencing nanah atau darah yang berbau busuk, bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi borok. Tanda-tanda penyakit kelamin (Wanita), berupa: rasa sakit/nyeri saat kencing/hubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin, keputihan berwarna putih susu, bergumpal , rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya , keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal, timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual, bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin. b. Dampak perilaku dan kejiwaan Dampak yang timbul akibat remaja yang aktif secara seksual yaitu dampak perilaku dan kejiwaan antara lain: terjadinya penyakit kelainan seksual, keinginan untuk selalu melakukan hubungan seks. Selalu menyibukkan waktunya untuk berbagai khayalankhayalan seksual, jima, ciuman, rangkulan, pelukan, dan bayanganbayangan bentuk tubuh wanita luar dan dalam, pemalas, sulit berkonsentrasi, sering lupa, bengong, ngelamun, badan jadi kurus dan kejiwaan menjadi tidak stabil. Yang ada dipikirannya hanyalah seks dan seks serta keinginan untuk melampiaskan nafsu seksualnya, bila tidak mendapat teman untuk sex bebas, ia akan pergi ke tempat pelacuran (prostitusi) dan menjadi pemerkosa. Lebih ironis lagi bila ia tak menemukan orang dewasa sebagai korbannya, ia tak segan-segan memerkosa anak-anak dibawah umur bahkan nenek yang sudah uzur. B. Faktor yang berhubungan dengan seksualitas remaja Beberapa faktor seorang remaja terlibat dalam seksualitas menurut Kozier (2004), Dianawati (2003), Strasburger & Donnerstein (1999) dalam Santrock (2007), Wong (2008), Hurlock (1999), dan Hawari (2006) yaitu sebagai berikut: 1. Kultur atau budaya Seksualitas diatur oleh budaya. Misalnya, budaya mempengaruhi sifat seksual, aturan tentang pernikahan, harapan peran perilaku, dan tanggung jawab sosial, dan praktik seks tertentu. Sikap masyarakat sangat bervariasi. Sikap tentang masa anak-anak dan remaja bermain seksual dengan diri sendiri atau dari jenis kelamin yang sama atau lawan jenisnya mungkin akan dibatasi. Koitus atau hubungan alat kelamin sebelum dan dilakukan di luar nikah serta menyukai sesama jenis (homoseksual) mungkin tidak dapat diterima atau ditoleransi dalam masyarakat. 2. Nilai Agama Agama mempengaruhi remaja dalam mengekspresikan seksual. Hal ini dapat memberikan pedoman bagi remaja untuk mengontrol perilaku seksual dan perilaku tersebut dapat diterima, serta perilaku seksual yang dilarang dan menerima akibat dari melanggar aturan seksual. Aturan tentang perilaku seksual dibuat secara rinci, tegas dan meluas. Sebagai contoh, beberapa agama melihat bentuk ekspresi seksual hubungan laki-laki dan perempuan sebagai keperawanan yang alami dan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Banyak nilai-nilai agama bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat yang telah berkembang selama beberapa dekade terakhir, seperti penerimaan seks pra nikah, ibu tidak menikah, homoseksualitas, dan aborsi. Konflik-konflik ini menyebabkan kecemasan dan penyimpangan seksual yang terjadi pada beberapa remaja. 3. Etika Meskipun etika merupakan bagian tak terpisahkan dari agama, pemikiran etis dan pendekatan etis tetapi seksualitas dapt dilihat secara terpisah dari agama. Banyak individu dan kelompok telah mengembangkan kode etik baik tertulis maupun tidak tertulis berdasarkan berdasarkan prinsip-prinsip etika. Masyarakat berpandangan bahwa masturbasi, hubungan oral atau anal, hubungan seks di luar nikah sebagai suatu yang aneh, menyimpang atau salah. Masyarakat menerima ungkapan seksual adalah bentuk hubungan yang dilakukan orang dewasa yang dilakukan secara pribadi dan tidak berbahaya bagi pasangan tersebut. Pasangan perlu mencari dan berkomunikasi tentang berbagai cara mengekspresikan seksual untuk mencegah pengambilan keputusan seksual dari salah satu pasangan. Hal ini untuk menghindari adanya pemaksaan dari pasangan dalam mengekspresikan seksual. 4. Tekanan teman pergaulan Teman pergaulan atau sering juga disebut teman bermain. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Remaja biasanya berpikir sosial, suka berteman, suka bergaul, dan suka berkelompok. Pergaulan merupakan cara untuk mengenal atau mencari teman baru, informasi, dan menambah wawasan. Dengan demikian kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada evaluasi diri dan perilaku remaja. Untuk memperoleh penerimaan kelompok, remaja berusaha menyesuaikan diri secara total dalam berbagai hal seperti model pakaian, gaya rambut, selera musik, dan tata bahasa, sering kali mengorbankan individualitas dan tuntutan diri. Segala sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman sebayanya. Rasa memilki merupakan hal yang paling penting. Oleh karena itu remaja akan berperilaku dengan cara memperkuat keberadaan mereka di dalam kelompok. Remaja sangat rentan terhadap persetujuan, penerimaan, dan tuntutan sosial. Diabaikan dan dikritik oleh teman sebaya menimbulkan perasaan inferioritas, tidak adekuat dan tidak kompeten. Lingkungan pergaulan yang telah dimasuki seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum mengetahui tentang seksualitas atau yang belum melakukan hubungan seks. Bagi remaja tersebut, tekanan dari teman-temannya itu lebih kuat daripada tekanan yang didapat dari pacarnya sendiri. Keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilai yang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya. Pada umumnya, remaja tersebut melakukannya hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan temantemannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dari kelompoknya seperti yang dinginkannya. Dalam pergaulan dengan teman sebaya tentunya jika ingin diterima di lingkungan pergaulan, remaja akan mengikuti apa yang dilakukan di lingkungan pergaulannya tersebut. Pengaruh teman pergaulan yang sangat bermacam-macam, mulai dari suka dengan hal yang pornografi dan seksualitas, membicarakan pornografi dan seks, mengajak teman melihat video porno, mengajak ke tempat prostitusi, menyuruh melakukan hubungan seks, dikucilkan, dikritik dan dikatakan kuno. Jika remaja tidak bisa mengendalikan diri maka remaja sangat mudah mengikuti lingkungan di sekitarnya. Apalagi didorong dengan rasa ingin tahu tentang seks yang besar dari diri remaja. Berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007, remaja melakukan hubungan seks selain karena rasa ingin tahu sebesar 45%, remaja melakukan hubungan seks di luar nikah karena tekanan teman sebesar 5% (Okezone.com). 5. Tekanan pacar Pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Pacar diartikan sebagai orang yang spesial dalam hati selain orangtua, keluarga, dan sahabat. Makna pacaran seringkali disalahgunakan sebagai ajang pelampiasan nafsu, ajang pertunjukan gengsi, dan ajang meraup keuntungan pribadi. Pacaran merupakan salah satu upaya untuk saling mengenal satu sama lain, saling mengerti dan dimengerti, saling cinta dan saling setia (KBBI, 2002). Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, seperti mengajak bercumbu saat berkencan sampai ingin melakukan hubungan seks pra nikah, tanpa memikirkan risiko yang nanti dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Jika di dalam lingkungan keluarga tidak dapat membicarakan masalah yang dihadapinya, remaja tersebut akan mencari solusinya di luar rumah. Adanya perhatian yang cukup dari orang tuanya dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan remaja tersebut memasuki masa pubertas. Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang dari lingkungan pergaulan dan pasangannya. Selain itu, kemampuan dan kepercayaan diri untuk memegang teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak sebatas masalah seksual, tetapi juga dalam segala hal, baik tentang apa yang seharuanya dilakukan maupun tentang apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. 6. Rasa penasaran Rasa penasaran atau rasa ingin tahu merupakan salah satu ciri dari manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir dan dengan akal pikiran tersebut maka dapat memuaskan rasa ingin tahunya. Rasa ingin tahu di dorong dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Adanya rasa ingin tahu yang besar maka manusia akan berpikir dan memulai mencari jawaban yang sebanyak-banyaknya (Yuanita, 2011). Masa remaja terjadi beberapa perkembangan, salah satunya perkembangan seksual. Adanya perkembangan seksual tersebut meningkatkan keingintahuan remaja tentang seks. Apalagi jika temantemannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya (Dianawati, 2003). Hal yang terkait dengan rasa penasaran remaja tentang seksual antara lain tertarik terhadap seksualitas, menonton video porno, mencari informasi tentang seks, ingin mencoba hubungan seks, mengunjungi tempat prostitusi. Rasa penasaran yang kuat dari diri remaja harus diimbangi dengan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan agar remaja tidak terjerumus ke hal-hal yang dapat merusak moral para remaja. Perilaku penyimpangan seksualitas terhadap remaja di usia 15-24 tahun kebanyakan dilandasi oleh rasa penasaran. Berdasarkan data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia tahun 2007, alasan remaja melakukan hubungan seksual pranikah yang pertama kali karena Rasa ingin tahu (45%). 5% yang lain karena alasan tekanan dari teman (Okezone.com). 7. Lingkungan keluarga Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua pihak (orang tua dan anak). Akibatnya, remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seksual. Remaja akan mulai tertarik dengan seksualitas. 8. Media informasi Media informasi adalah suatu instrument perantara informasi. Jaman sekarang media informasi sangat berkembang. Berkembangnya media informasi dikarenakan adanya pengaruh pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Media informasi kini dengan mudah dapat diakses oleh remaja di seluruh dunia seperti televisi, radio, internet, bahkan telepon genggam pun telah masuk ke dalam bagian media informasi. Perkembangan media informasi juga memudahkan remaja untuk mengakses materi pornografi. Dewasa ini remaja terus-menerus terpajan simbolisme seksual dan stimulasi erotik dari media massa. Pada saat yang sama, perkembangan karakteristik seks primer dan sekunder dan peningkatan sensitivitas genital menghasilkan pikiran dan fantasi tentang hubungan seksual. Aspek-aspek seksual pada hubungan interpersonal menjadi sangat penting. Tuntutan sosial mendorong remaja untuk melakukan kencan, dan dorongan seks dari dalam dirinya mendesak mereka untuk melakukan hubungan seksual tersebut. Dorongan seksual pada remaja semakin meningkat jika faktor dari luar ikut pula menunjang. Seperti diketahui, VCD-VCD atau bacaanbacaan porno kini telah dijual bebas dan seorang akan dengan sangat mudah mendapatkannya. Selain itu, maraknya warung-warung internet semakin memudahkan untuk mengakses gambar-gambar porno. Halhal inilah yang semakin memicu timbulnya ke dalam hubungan seksual. Dewasa ini sudah menjadi rahasia umum terdapat industri untuk pornografi dan pornoaksi dalam bentuk VCD, DVD, tabloid, majalah, layanan telepon dan lain sebagainya. Salah satu faktor provokasi pergaulan bebas (hubungan seks di luar nikah) adalah pornografi. Dan mengutip Ensiklopedia Hukum Islam (1997) pornografi berarti bahan baik tulisan maupun gambaran yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk tujuan membangkitkan nafsu birahi (syahwat) dan seks. Dari segi psikologi atau kejiwaan pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada melemahnya fungsi pengendalian diri (self control) terutama tehadap naluri agresivitas seksual. Banyak remaja senang menonton acara televisi dengan muatan seksual. Menonton potret seksual di televisi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seksual remaja. Walaupun demikian, seperti agresi yang ditampilkan di televisi, apakah seks di televisi benar-benar mempengaruhi perilaku remaja bergantung pada sejumlah faktor, meliputi kebutuhan remaja, minat, kepedulian, dan kematangan. Media informasi yang berkaitan dengan seksual sekarang sangat mudah didapatkan oleh semua kalangan umur terutama remaja. Media informasi tersebut antara lain media elektronik yang meliputi televisi, radio, handpone, internet, vcd, film dan media cetak seperti koran, majalah, buku cerita, komik, serta dari orang lain pun juga bisa menjadi media informasi misalnya dari teman, keluarga, guru, dan pacar. Hasil survei “Perilaku Seks” siswi DKI Jakarta yang diselenggarakan oleh produsen pembalut perempuan Laurier dengan jumlah responden 1400 siswi se-DKI Jakarta dengan sistem acak menunjukkan sumber informasi tentang seks diperoleh dari Teman (69%), Orangtua (14%), Sekolah (13%), dan Pacar (4%) (Andre, 2007). C. Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan seksualitas pada remaja: a. b. c. d. Kultur atau budaya Nilai agama Etika Tekanan teman pergaulan e. Tekanan pacar f. Rasa penasaran g. Lingkungan keluarga h. Media informasi Seksualitas pada remaja Keterangan: tulisan yang bercetak tebal merupakan variabel yang diteliti Sumber: Modifikasi Kozier (2004), Dianawati (2003), Strasburger & Donnerstein (1999) dalam Santrock (2007), Wong (2008), Hurlock (1999), dan Hawari (2006) Skema 2.1 kerangka teori D. Kerangka Konsep Variabel bebas variabel terikat Tekanan teman pergaulan Tekanan pacar Seksualitas pada remaja Rasa penasaran Media informasi Skema 2.2 kerangka konsep E. Variabel Penelitian Variabel-variabel yang diteliti antara lain: 1. Variabel independent (bebas) Variabel independent dalam penelitian ini adalah tekanan teman pergaulan, tekanan pacar, rasa penasaran, dan media informasi. 2. Variabel dependent (terikat) Variabel dependent dalam penelitian ini adalah seksualitas pada remaja. F. Hipotesis 1. Ada hubungan antara tekanan teman pergaulan dengan seksualitas pada remaja di Desa Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. 2. Ada hubungan antara tekanan teman pacar dengan seksualitas pada remaja di Desa Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. 3. Ada hubungan antara rasa penasaran dengan seksualitas pada remaja di Desa Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. 4. Ada hubungan antara media informasi dengan seksualitas pada remaja di Desa Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. 5. Hubungan tekanan teman pergaulan, tekanan pacar, rasa penasaran dan media informasi dengan seksualitas pada remaja di Desa Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.