ISOLASI GEN PENGKODE -AMILASE DARI BAKTERI LAUT Vibrio sp

advertisement
4
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 α-Amilase
α-Amilase (1,4-α-D-glukan-glukanhidrolase, E.C. 3.2.1.1) adalah endoenzim
yang mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada amilosa atau
amilopektin menghasilkan α-limit dekstrin, oligosakarida linier, dan sejumlah
kecil maltosa serta glukosa (Gambar II.1). Sebagian besar α-amilase merupakan
metaloenzim, yang memerlukan ion kalsium (Ca2+) untuk aktivitasnya, integritas
struktural, dan stabilitas. Keluarga α-amilase bisa dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu enzim yang menghidrolisis pati dan mengubah pati, atau enzim
transglikosilasi (Sivaramakrishnan, 2006).
α-limit dekstrin
glukosa
Oligosakarida linier
maltosa
α-1,4-glikosidik
Gambar II.1 Proses hidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada amilopektin
α-Amilase termasuk kedalam bagian kelas 13-glikosilhidrolase. Enzim-enzim ini
bisa dibagi menjadi empat kelompok, yaitu endoamilase, eksoamilase, enzim
debranching, dan transferase.
1. Endoamilase memotong ikatan internal α-1,4 menghasilkan produk αanomerik.
2. Eksoamilase memotong ikatan α-1,4 atau α-1,6 pada residu glukosa bagian
luar menghasilkan produk α- atau β-anomerik.
5
3. Enzim debranching menghidrolisis ikatan α-1,6 menghasilkan polisakarida
linier yang panjang.
4. Transferase memotong ikatan α-1,4 glikosidik pada donor molekul dan bagian
transfer dari donor ke akseptor glikosidik membentuk ikatan glikosidik baru
(Sivaramakrishnan, 2006).
Gambar II.2 Struktur tiga dimensi α-amilase
α-Amilase merupakan enzim multidomain yang terdiri dari tiga domain utama,
yaitu domain A, B, dan C (Gambarb. II.2). Domain A adalah N-terminal dari
struktur TIM barrel, domain B terdiri dari loop panjang yang menonjol diantara βstrand 3 dan α-heliks 3 dan domain C dengan struktur β-sheet berhubungan
dengan domain A. (β/α)8 Barrel terdiri dari delapan β-strand yang dikelilingi oleh
delapan α-heliks (Gambar II.3). TIM barrel terdiri dari empat daerah lestari yang
berhubungan dekat dengan sisi aktif, yang ada pada semua α-amilase, yaitu (i)
ujung C-terminal β-strand 3 dan residu histidin yang berinteraksi dengan residu
glukosa pada substrat, (ii) β-strand 4 dengan residu aspartat yang beraksi sebagai
nukleofil selama katalisis, (iii) β-strand 5 dengan residu asam glutamat yang
beraksi sebagai donor/akseptor proton, dan (iv) β-strand 7 dengan residu histidin
dan residu aspartat yang bisa membentuk ikatan hidrogen dengan residu glukosa
pada substrat (Sivaramakrishnan et al., 2006).
6
A
B
Gambar II.3 Struktur (A) dan topologi (B) (β/α)8 atau TIM barrel.
= β-strand.
= α-heliks,
Konsep pengelompokan enzim α-amilase diusulkan pada tahun 1992.
Berdasarkan definisi, anggota keluarga α-amilase mempunyai sifat: (i) harus
beraksi pada rantai α-glukosidik dan menghidrolisisnya untuk menghasilkan
monosakarida α-anomerik dan oligosakarida atau membentuk rantai α-glukosidik
melalui transglikosilasi; (ii) mempunyai empat daerah lestari dalam struktur
primernya yang terdiri dari sisi katalitik dan bagian pengikat substrat yang penting
(Tabel II.1); (iii) mempunyai residu Asp, Glu, Asp sebagai sisi katalitik
berdasarkan Asp206, Glu230, dan Asp297 pada Taka amilase A; dan (iv)
mempunyai
domain
katalitik
(β/α)8
atau
TIM
barrel
(Gambar.
II.3)
(Sivaramakrishnan et al., 2006).
Tabel II.1. Empat daerah lestari dan berhubungan dengan β-sheets yang
ditemukan dalam urutan asam amino enzim keluarga α-amilase.
I β2
II β4
III β5
IV β7
Amilomaltase
Amilosukrase
CGTase
CMDase
BE
Isoamilase
M. amilase
Pullulanase
Sukrosa pase
BLamilase
Bagian yang diberi warna adalah residu asam amino katalitik yang lestari (van der
Maarel, et al., 2002).
7
Gambar II.4 Diagram topologi α-amilase (Nielsen et al., 2000).
Dalam database CAZy, α-amilase dikelompokkan dengan jenis yang berbeda
pada glikosil hidrolase dalam keluarga 13. Urutan asam amino α-amilase
mengandung paling sedikit empat pola yang lestari (momor I-IV), yang ditemukan
dalam TIM-barrel pada β-strands 3, 4 dan 5 dan dalam loop yang
menghubungkan β-strand 7 dengan α-heliks 7 (Gambar II.4).
Pada umumnya mekanisme katalitik keluarga α-amilase adalah α-retaining
double displacement. Mekanisme ini melibatkan dua residu katalitik dalam sisi
aktif; yaitu asam glutamat sebagai katalis asam/basa dan aspartat sebagai nukleofil
(Gambar II.5). Mekanisme ini melibatkan lima tahap: (i) setelah substrat terikat
dalam sisi aktif, asam glutamat dalam bentuk asam mendonorkan sebuah proton
pada oksigen ikatan glikosidik, yaitu oksigen diantara dua molekul glukosa pada
8
subsite – 1 dan + 1 dan nukleofil aspartat menyerang C1 pada glukosa pada
subsite – 1; (ii) ion oksokarbonium pada keadaan transisi selanjutnya terbentuk
melalui pembentukan intermediet kovalen; (iii) molekul glukosa diprotonasi pada
subsite + 1 meninggalkan sisi aktif sementara molekul air atau molekul glukosa
baru bergerak ke arah sisi aktif dan menyerang ikatan kovalen diantara molekul
glukosa pada subsite – 1 dan aspartat; (iv) ion oksokarbonium pada keadaan
transisi dibentuk kembali; (v) katalis basa glutamat menerima hidrogen dari air
yang masuk atau molekul glukosa yang masuk pada subsite + 1, oksigen pada air
yang masuk atau molekul glukosa yang masuk pada subsite + 1 menempati ikatan
oksokarbonium di antara molekul glukosa pada subsite – 1 dan aspartat
membentuk gugus hidroksil baru pada posisi C1 pada glukosa pada subsite – 1
(hidrolisis) atau ikatan glikosidik baru di antara glukosa pada subsite – 1 dan + 1
(transglikosilasi) (van der Maarel et al., 2002).
Gambar II.5 Mekanisme double displacement dan pembentukan intermediet
kovalen dengan mempertahankan aksi glikosilhidrolase.
Sisi aktif enzim pada keluarga α-amilase bisa diumpamakan dengan sejumlah
subsite, setiap subsite dapat berinteraksi dengan satu residu glukosa pada substrat
(Gambar II.6). Masing-masing subsite terdiri dari rantai samping residu asam
amino yang terletak pada loop dalam struktur enzim yang menghubungkan ujung
C-terminal β-strands dengan ujung N-terminal heliks yang berdekatan pada
domain katalitik (β/α)8-barrel.
9
-6
-5
-4
-3
-2
-1
+1
+2
+3
+4
Gambar II.6 Skema susunan subsite dengan penempatan oligosakarida pada
subsite –5 sampai +3. Pemutusan terjadi antara subsite -1 dan +1,
yang ditandai oleh tanda panah. Ujung pereduksi terikat pada
subsite +3.
Dalam TAKA-amilase A, tiga residu asam, yaitu satu glutamat dan dua aspartat
ditemukan pada pusat sisi aktif, mutasi yang dilakukan menunjukkan bahwa
residu-residu ini sangat penting untuk katalisis. Residu asam glutamat merupakan
proton donor, sementara salah satu dari dua asam aspartat yang ditunjukkan oleh
urutan asam amino keluarga α-amilase bertindak sebagai nukleofil. Peran asam
aspartat kedua belum ditentukan, tetapi diperkirakan terlibat dalam menstabilkan
keadaan transisi ion oksokarbonium dan juga mempertahankan keadaan protonasi
pada aktivitas asam glutamat (MacGregor et al., 2001).
Gambar II.7 Susunan domain dan letak asam amino pada α-amilase. Domain A
ditunjukan dengan warna hijau, domain B ditunjukan dengan warna
magenta, dan domain C ditunjukan dengan warna hijau. Ion kalsium
dan ion natrium ditunjukkan dengan bulatan berwarna merah dan
oranye secara berturut-turut. Residu Asp231, Glu261 dan Asp328
pada sisi aktif ditunjukan dengan warna merah (Nielsen et al., 2000).
10
Laju hidrolisis pati oleh α-amilase bergantung pada beberapa kondisi seperti suhu,
pH, substrat alami, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, adanya ion Ca2+ dan
unsur-unsur penstabil lainnya (Sivaramakrishnan et al., 2006). Stabilitas αamilase terutama dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada umumnya α-amilase stabil
pada rentang pH antara 4 sampai 11 (Fogarty et al., 1979; Vihinen et al., 1989;
Hamilton et al., 1999; Saito et al., 1973; Khoo et al., 1994 dalam Reddy et al.,
2003) dan suhu optimum aktivitas α-amilase tergantung pada pertumbuhan
mikroorganisme (Vihinen et al., 1989 dalam Reddy et al., 2003). Selain ion
kalsium, ditemukan juga ion klorida yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi
katalitik pada sisi aktif dengan meningkatkan pKa dari residu donor hidrogen pada
sisi aktif (Nielsen, et al., 2001) dan ion seng yang berfungsi untuk meningkatkan
aktivitas katalitik pada suhu tinggi dan stabilitas struktur (Linden, et al., 2003).
α-Amilase digunakan untuk menghidrolisis pati pada proses likuifaksi pati yang
mengubah pati menjadi fruktosa dan sirup glukosa. Tahap pertama adalah
perubahan pati menjadi maltodekstrin. Likuifaksi pati yang berlangsung secara
bersamaan dengan pemasukan energi sangat diperlukan untuk menurunkan
viskositas 40% pati terlarut. Sekarang ini, proses tersebut berlangsung pada pH 6,
tetapi sangat diharapkan pemakaian pH yang lebih rendah untuk mengurangi
pembentukan produk samping.
II.2 Pati
Pati merupakan sistem biopolimer yang terdiri dari dua polisakarida, yaitu amilosa
(20-30%) yang mempunyai ikatan α1→4, dan amilopektin (70-80%) yang
mempunyai ikatan α1→4 seperti pada amilosa juga mempunyai beberapa titik
cabang α1→6 (Gambar II.8). Kedua polisakarida tersebut tersusun dari monomer
glukosa.
11
Gambar II.8 Komponen pati jagung (G adalah unit anhidroglukosa) (Swanson et
al., 1993).
Pati dibentuk melalui jalur biologi yang melibatkan fotosintesis. Pati dihasilkan
sebagai granula yang disimpan pada plastid tanaman tingkat tinggi dan merupakan
sumber energi utama pada tanaman.
Pada pati dengan bentuk native-nya, amilosa dan amilopektin tersusun dari
granula sebagai lapisan semi-kristalin dan amorf yang membentuk cincin (Gambar
II.9). Lapisan semi-kristalin mengandung susunan daerah yang terdiri dari double
heliks yang dibentuk melalui cabang amilopektin pendek, yang selanjutnya
tersusun menjadi struktur kristal yang diketahui sebagai lamellae kristal. Bagian
amorf pada lapisan semi-kristal dan lapisan amorf terdiri dari amilosa dan cabang
amilopektin yang tidak tersusun.
12
Gambar II.9 Struktur granula pati dengan bagian amorf dan semi-kristalin yang
membentuk cincin.
Dalam bakteri, amilopektin ekuivalen ditemukan dalam bentuk glikogen, yang
mempunyai struktur yang sama dengan amilopektin. Perbedaan utama terletak
dalam rantai samping: dalam glikogen, lebih pendek dan jumlahnya dua kali lebih
besar. Sejumlah besar bakteri menggunakan enzim ekstraseluler atau intraseluler
yang dapat mengkonversi pati atau glikogen dan dengan demikian menyediakan
sumber energi dan karbon (van der Maarel et al., 2002).
Pati pada media agar digunakan untuk menguji kemampuan suatu organisme
dalam menghasilkan eksoenzim tertentu, termasuk α-amilase dan oligo-1,6glukosidase, yang menghidrolisis pati. Molekul pati terlalu besar untuk masuk ke
dalam sel bakteri, sehingga beberapa bakteri mensekresikan eksoenzim untuk
mendegradasi pati menjadi subunit yang kemudian bisa digunakan oleh
organisme.
Ketika tidak ada perubahan warna yang terjadi pada media ketika organisme
menghidrolisis pati, kemudian ditambahkan iodin pada plate setelah diinkubasi.
Iodin akan menjadi biru, ungu, atau hitam (tergantung pada konsentrasi iodin)
13
dengan
adanya
pati.
Daerah
bening
disekitar
pertumbuhan
bakteri
mengindikasikan bahwa bakteri tersebut telah menghidrolisis pati (Gambar II.10).
Gambar II.10 Iodin setelah ditambahkan pada media agar mengandung pati.
II.3 α-Amilase bakteri laut
Bakteri dan mikroorganisme lainnya banyak terdapat di lingkungan laut, yang
secara taksonomi bermacam-macam jenisnya, secara biologi merupakan makhluk
hidup yang aktif, dan semua habitat laut berkoloni, dari laut dalam sampai paling
dangkal (Austin, 1988; Rheinheimer, 1992 dalam Kelman et al., 2006). Laut
memiliki karakteristik lingkungan yang unik, yaitu lingkungan dengan kadar
garam tinggi dan suhu rendah. Berdasarkan keunikan ini, bakteri laut mempunyai
karakteristik yang berbeda, yaitu merupakan jenis halobakteri yang tahan terhadap
kadar garam tinggi dan stabil terhadap penyimpanan pada suhu kamar.
Penelitian terhadap α-amilase dari bakteri laut telah banyak dilakukan,
diantaranya penentuan struktur kristal α-amilase psikrofilik dari Alteromonas
haloplanctis (Aghajari etal., 1998); kloning, sekuensing, dan ekspresi gen
pengkode α-amilase ekstraseluler dari Pyrococcus furiosus (Dong et al., 1997);
penentuan struktur α-amilase baru AmyC dari Thermotoga maritima (Dickmanns
et al., 2006); dan pemurnian dan karakterisasi α-amilase ekstraseluler dari Vibrio
sp. (Najafi et al., 2005).
14
Struktur kristal α-amilase dari Alteromonas haloplanctis (AHA) dalam keadaan
nativenya pada resolusi 2,0 Å sangat baik membentuk kompleks dengan Tris pada
resolusi 1,85 Å. Sisi aktifnya dikarakterisasi oleh residu asam, yaitu Asp174,
Glu200, dan Asp264. Struktur kristal AmyC dari Thermotoga maritima
ditentukan pada resolusi 2,2 Å. AmyC menunjukkan fitur yang mengkarakterisasi
α-amilase, seperti distorsi struktur TIM-barrel yang dibentuk oleh tujuh β-strand
dan α-heliks (domain A), dan dua tambahan domain. Domain B mengandung
tujuh heliks yang diinsersikan pada TIM-barrel setelah β-sheet 2, dan domain C,
bagian lima-heliks pada C-terminal. Struktur α-amilase dari AmyC ini memiliki
beberapa perbedaan dengan struktur α-amilase pada umumnya, yang mempunyai
struktur TIM-barrel yang tersusun dari delapan α-heliks dan delapan β-sheet, serta
domain B yang terbentuk dari loop yang panjang.
α-Amilase ekstraseluler dari Pyrococcus furiosus dikode oleh 460 residu rantai
polipeptida tunggal, yang terdiri dari 26 residu sinyal peptida. Protein rekombinan
ini merupakan homodimer dengan massa molekul 100 000 yang diperkirakan
melalui filtrasi gel, mempunyai suhu optimum 100°C dan pH 5,5-6,0 dan tidak
memerlukan Ca2+ untuk aktivitas atau termostabilitasnya. α-Amilase ekstraseluler
dari Vibrio sp. mempunyai massa molekul 52, 480 kDa, aktivitas maksimum pada
suhu 55-60°C dan pH 6,5. Berbeda dengan α-amilase ekstraseluler dari
Pyrococcus furiosus, α-amilase dari Vibrio sp. memerlukan ion logam, seperti
Ca2+ untuk aktivitas enzimnya.
II. 4 Bakteri genus Vibrio
Bakteri dengan genus Vibrio termasuk kedalam kerajaan Bakteria, divisi
Proteobacteria,
Vibrionaceae.
kelas
Gamma
Keluarga
Proteobacteria,
Vibrionaceae
termasuk
ordo
Vibrionales,
beberapa
spesies
famili
yang
menyebabkan infeksi sistem pencernaan pada manusia dan hewan. Beberapa
spesies Vibrionaceae secara luas terdistribusi pada lingkungan, yang berperan
dalam siklus senyawa organik dan anorganik. Spesies Vibrionaceae juga telah
15
banyak digunakan dalam penelitian secara fisiologi, biokimia, biologi molekul,
dan patogenisitas. Nama Vibrionaceae diajukan untuk kelompok bakteri
fermentatif yang mempunyai flagela polar dan positif untuk reaksi oksidasi.
Organisme dengan bentuk kurva seringkali diklasifikasikan sebagai “vibrios” atau
“spesies Vibrio”, diantaranya V. succinogenes, V. fetus, dan V. psychroerythrus
Beberapa spesies Vibrionaceae mempunyai flagela polar ketika tumbuh dalam
media cair, tetapi mensintesis flagela peritrichous ketika tumbuh pada media
padat (Farmer, 2006). Anggota keluarga Vibrionaceae diketahui menghasilkan
beberapa ekstraseluler protein.
Bakteri dengan genus Vibrio bersifat gram negatif dan sebagian besar halofilik,
mempunyai sel berbentuk batang yang melengkung berukuran antara 2-3 µm
(Gambar II.11). Vibrio adalah fakultatif anaerobik yang memberikan uji positif
untuk oksidase dan tidak membentuk spora. Semua genus Vibrio adalah motil dan
mempunyai flagela polar pada ujung selnya untuk bergerak, tumbuh dengan baik
pada media pepton.
Gambar II.11 Vibrio cholerae
Banyak spesies dari Vibrio yang sensitif terhadap pH asam, tapi tahan terhadap
pH basa. Vibrio bisa mengalami metabolisme respiratori dan juga fermentatif dan
merupakan organisme heterotropik yang memperoleh makanan dari hubungan
mutualistik, parasitik, atau patogenik dengan organisme lain.
16
Beberapa spesies dari genus Vibrio telah banyak dipelajari, diantaranya adalah V.
cholerae, V. alginolyticus, V. fischeri, V. harveyi, V. natriegens, V.
parahaemolyticus, dan V. vulnificus. Bakteri laut galur Vibrio, Vibrio sp. galur 60
ditemukan bisa menghasilkan beberapa ekstraseluler protein termasuk protease,
amilase, Dnase, dan hemaglutinin (Ichige et al., 1988).
Salah satu spesies dari genus Vibrio yang telah diketahui mempunyai α-amilase
adalah Vibrio sp. yang berasal dari laut India dengan massa molekular α-amilase
sebesar 52,480 kDa, aktivitas maksimum pada suhu 55-60°C dan pH optimum 6,5
(Najafi et al., 2005).
II.5 Kloning Gen
Kloning gen merupakan cara untuk memperbanyak gen yang diinginkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, diantaranya dengan pembuatan
perpustakaan genom cDNA dan amplifikasi gen dengan proses PCR.
Untuk mengklon fragmen DNA pada sel inang diperlukan suatu vektor. Ada
beberapa jenis vektor (Tabel II.2) yang masing-masing berfungsi sebagai
kromosom yang dapat menerima fragmen DNA sisipan dan mereplikasi secara
bebas pada sel inang.
17
Tabel II.2 Jenis-jenis vektor dan ukuran insert yang dibawa
Vektor
Plasmid
Bentuk Vektor
Sel
Inang
DNA
sirkular
double-stranded
E. coli
Lambda
Virus (DNA linier)
Bakteriofage
DNA
sirkular
Kosmid
double-stranded
Bakteriofage Virus
(DNA
P1
sirkular)
Bacterial Artificial
BAC
Chromosome
Yeast
Artificial
YAC
Chromosome
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
Ragi
Ukuran insert
yang bisa
dibawa
Kegunaan
Perpustakaan
cDNA, subkloning
Perpustakaan
Sampai 25 kb
genom dan cDNA
Perpustakaan
30-45 kb
genom
Perpustakaan
70-90 kb
genom
Perpustakaan
100-500 kb
genom
250-2000 kb (2 Perpustakaan
megabasa)
genom
Sampai 15 kb
Vektor-vektor yang dapat digunakan berbeda antara satu dengan yang lainnya
dalam sifat-sifat biologinya, kapasitas dalam membawa insert, dan jenis inang
yang bisa membawanya. Vektor yang paling sederhana adalah DNA doublestranded dengan bentuk lingkaran kecil yang diketahui sebagai plasmid yang bisa
mereplikasi dalam sitoplasma beberapa jenis sel bakteri, secara bebas pada
kromosom bakteri. Plasmid yang banyak digunakan mempunyai beberapa sisi
pengenalan, salah satunya adalah beberapa enzim restriksi yang berbeda;
contohnya sisi pengenalan EcoRI dan sisi pengenalan HpaI. Hal ini memberikan
fleksibilitas dalam memilih enzim-enzim yang bisa digunakan untuk memotong
DNA yang mengandung fragmen, atau fragmen-fragmen tertentu yang diinginkan.
Plasmid yang membawa fragmen sisipan diketahui sebagai plasmid rekombinan.
Setiap vektor plasmid juga membawa origin of replication dan gen yang resisten
pada antibiotik tertentu. Origin of replication memungkinkan plasmid untuk
mereplikasi secara bebas dalam bakteri. Gene yang resisten pada antibiotik
tertentu dapat digunakan untuk menyeleksi sel bakteri yang mengandung plasmid.
Vektor plasmid dengan ukuran 2-4 kb dapat membawa DNA sisipan sampai 15
kb. Untuk fragmen DNA sisipan dengan ukuran yang lebih besar dapat digunakan
beberapa vektor lain, seperti lambda bakteriofage (λ). λ fage adalah virus DNA
18
double-stranded yang menginfeksi E. coli. Kromosom λ mempunyai panjang 48,5
kb yang bisa menerima fragmen sisipan dengan panjang sampai 25 kb, yang
menempati urutan viral nonesensial. Urutan viral yang berada pada kedua sisi
insert melambangkan “tangan” vektor yang mengandung gen-gen yang diperlukan
untuk membentuk keseluruhan partikel virus; partikel-partikel ini menginfeksi sel
inang dengan efisiensi laju yang sangat tinggi dan selanjutnya bertambah secara
terus-menerus. DNA yang disisipkan di antara dua “tangan” vektor λ akan masuk
ke dalam partikel virus λ dan diamplifikasi didalam sel inang.
Vektor-vektor dengan kapasitas yang paling besar adalah artificial chromosomes :
molekul DNA rekombinan yang dibentuk melalui kombinasi replikasi
kromosomal dan segregasi elemen dengan DNA sisipan. Bacterial artificial
chromosome (BAC) bisa mengakomodasi DNA sisipan dengan ukuran 150 kb,
sedangkan yeast artificial chromosome (YAC) bisa mengakomodasi DNA sisipan
dengan ukuran 2000 kb. Tetapi terdapat kerugian jika menggunakan BAC dan
YAC sebagai vektor karena membuat lebih banyak pekerjaan untuk
megkarakterisasi fragmen sisipan dengan ukuran besar yang dibawanya. Peneliti
harus beberapa kali melakukan subklon fragmen restriksi yang lebih kecil dari
koloni BAC atau YAC agar dapat melihat lebih dekat bagian-bagian tertentu pada
DNA genom.
Beberapa vektor yang umum digunakan seperti pUC19 biasanya dapat mendeteksi
adanya fragmen DNA yang diklon, berdasarkan pada hilangnya fenotip tertentu.
Vektor ini banyak digunakan untuk mendeteksi gen pengkode β-galaktosidase
pada E. coli, yang dapat dengan mudah dideteksi melalui kemampuan enzim yang
mengkodenya untuk menghidrolisis substrat yang memberikan warna, yaitu X-gal
(5-bromo-4-kloro-3-indolil-β-d-galaktosida) menjadi produk yang berwarna biru.
Dalam beberapa penelitian, hanya informasi pada urutan gen pengkode yang
merupakan penelitian menarik, dan memberikan keuntungan yang lebih dalam
membatasi analisis terhadap ekson gen tanpa menentukan struktur intron. Urutan
pengkode dengan jumlah yang sangat kecil pada DNA genom dalam eukariot
19
tidak efisien jika dilihat melalui perpustakaan genom. Untuk menganalisisnya
digunakan perpustakaan cDNA yang menyimpan urutan-urutan yang disalin
menjadi DNA dari semua transkrip RNA yang ada pada jenis sel tertentu,
jaringan, atau organ. Karena DNA tersebut diperoleh dari transkrip RNA, maka
urutan-urutan ini hanya membawa informasi mengenai ekson.
Untuk menghasilkan koloni-koloni DNA dari urutan mRNA, bergantung pada
serangkaian reaksi in vitro yang menyerupai beberapa tahapan dalam siklus hidup
virus, yaitu retrovirus. Setelah menginfeksi sel, retrovirus menggunakan reverse
transcriptase untuk menyalin single-strand RNA menjadi strand DNA
komplementer, atau cDNA. Reverse transcriptase ini bisa juga berfungsi sebagai
DNA-dependent
DNA
polimerase
yang
membuat
strand
kedua
DNA
komplementer untuk strand cDNA yang pertama (ekuivalen dengan urutan
templat RNA asli).
Keuntungan utama perpustakaan genom adalah bahwa koloni-koloni genom
didalamnya menunjukkan semua bagian DNA yang sama dan menunjukkan
apakah genom utuh terdapat pada bagian dalam setiap koloni. Keuntungan utama
perpustakaan cDNA adalah bahwa koloni-koloni cDNA menunjukkan bagian
genom yang mengandung ingormasi yang digunakan dalam membuat protein
dalam jaringan tertentu, yang ditentukan dari mRNA gen-gen yang dilibatkan.
Jika urutan nukleotida gen yang diinginkan sudah diketahui, dapat dilakukan
amplifikasi gen dengan proses PCR (Polymerase Chain Reaction). PCR
merupakan teknik perbanyakan DNA secara in vitro, yang memungkinkan adanya
amplifikasi antara dua bagian DNA yang diketahui, hanya di dalam tabung reaksi,
tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel inang. Setiap siklus pada proses PCR
terdiri dari tiga tahap utama, yaitu denaturasi, annealing, dan polimerisasi.
Untuk memperoleh koloni yang membawa gen yang diinginkan dari perpustakaan
genom, ada beberapa sistem penapisan yang dapat digunakan, diantaranya sistem
penapisan berdasarkan komplementasi dan uji aktivitas. Sistem penapisan lain
20
yaitu dengan hibridisasi atau diklon langsung setelah dilakukan amplifikasi gen
yang diinginkan dengan PCR. Kloning gen yang menggunakan sistem penapisan
dengan hibridisasi
Download