Bisnis Kokoh

advertisement
Isi
Buku
1
Kata Pengantar
2
Chapter #1
5
Chapter #2
9
Chapter #3
13
Chapter #4
17
Chapter #5
21
Chapter #6
25
Chapter #7
30
Chapter #8
33
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
KATA PENGANTAR
Pelanggan Semen Gresik yang terhormat,
Memiliki bisnis keluarga adalah anugerah yang layak dipelihara dan dikembangkan.
Tidak semua orang beruntung dikaruniai sebuah bisnis yang merupakan pilihan,
terutama di saat ekonomi sedang sulit seperti ini. Untuk itu, mengembangkan dan
melestarikannya sampai beberapa generasi, apabila memungkinkan, adalah salah
satu tujuan yang pantas dicanangkan.
Dalam upaya mencapai tujuan ini, tentu dibutuhkan segala aspek perjuangan,
bahkan juga pengorbanan. Yang terberat – tapi ampuh – adalah berinisiatif
melakukan perubahan bila dihitung perlu. Sebab bagaimanapun kondisi secara
umum berubah, pasar berubah, konsumen lebih cerdas, dan sebagainya.
Perubahan ini bisa menyangkut visi, misi, strategi, pasar, cara pengelolaan bisnis,
dan bahkan sumber daya manusia. Namun sebelum melakukan perubahan, ada
baiknya Anda mengevaluasi beberapa hal. Yang pertama adalah mengenali wajah
baru bisnis di era digital ini (Bab 1). Setelah memahaminya, sejumlah hal dapat
dilihat lagi, terutama tantangan yang sedang dihadapi secara umum (Bab 2).
Memulai perubahan selayaknya dilakukan oleh orang yang berpengaruh di dalam
bisnis. Siapa lagi kalau bukan Anda, pemilik usaha, yang menjadi pelopor di garis
terdepan (Bab 3). Sekali perubahan telah ditetapkan pemimpin, maka akan lebih
mudah bagi bawahan untuk mengikuti jejak yang telah dibuat. Termasuk juga ketika
kondisi terkini mendorong manajemen usaha beralih dari yang konvensional ke yang
modern (Bab 4).Strategi terdepan dalam mengembangkan bisnis masa kini adalah
menerapkan inovasi (Bab 5). Kalau tidak, usaha Anda mungkin akan tergilas oleh
mereka yang lebih agresif dan lincah gerakannya.
Mengembangkan inovasi belum tentu sulit, apalagi bila Anda berhasil membuat
anak tertarik untuk mengelola usaha Anda (Bab 6). Sebagai orang yang berasal
dari generasi yang lebih muda dan hidup di zaman teknologi canggih, anak-anak
Anda memiliki ide-ide yang lebih segar dan punya segudang potensi bila digali.
Tentu saja, mungkin dibutuhkan kiat-kiat tertentu untuk menjembatani perbedaan
antargenerasi di bisnis Anda (Bab 7). Namun bila semua itu bisa diselesaikan, Anda
hanya tinggal selangkah lagi dalam mengurai kunci sukses bisnis keluarga Anda
(Bab 8). Hasilnya, sebuah bisnis yang panjang umur, mapan, dan meraih keuntungan.
Delapan bab ini kami sajikan untuk dipelajari dan didiskusikan. Semoga manfaatnya
segera terasa dan menjadi pelajaran penting dalam menjalankan strategi usaha.
Selamat membaca!
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
2
CHAPTER #1
BARU BISNIS DI
CHAPTER #1 WAJAH
ERA DIGITAL
S
udah sering dikatakan kalau
teknologi digital membawa
perubahan di dunia bisnis. Seperti
apakah perubahan itu? Yang paling
gampang dilihat adalah smartphone yang
Anda gunakan sekarang ini.
Merek apa yang Anda pakai? Samsung,
i-Phone, Lenovo, Sony, LG, BlackBerry?
Saya yakin hampir tidak ada lagi yang
menggunakan Nokia, ponsel sejuta
umat yang 15 tahunan lalu paling laris di
muka bumi.
Nokia yang gagal beradaptasi kini punah
dengan sukses. Blackberry, kalau tidak
bisa segera meningkatkan kinerjanya,
juga akan menyusul. Seperti dinosaurus
yang kini hanya tinggal fosilnya. Merekmerek seperti Nokia, Kodak, Compaq,
juga hanya tinggal kenangan.
Bisnis Baru,
Perilaku Baru
K
emajuan teknologi digital telah
mengubah perilaku dan kebiasaan
orang saat ini. Coba ingat-ingat
bagaimana kehidupan kita dulu sebelum
wabah ponsel cerdas melanda. Bangun
pagi, baca koran, ngopi, sarapan, dan
begitu seterusnya. Siang rapat, lalu
istirahat, makan siang, lalu bekerja lagi.
Terus sampai sore dan malam.
Sekarang? Apa yang berubah?
Nyaris semua kegiatan kita berubah.
Bangun pagi rasanya tak lengkap kalau
tidak membuka ponsel untuk tahu
perkembangan di WA atau BBM Group.
3
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Baca koran? Nggak sempat, kan bisa
lihat di Android.
Bisa tahu juga gosip terkini sampai
kericuhan politik. Dari jembatan runtuh
sampai serangan teroris. Pekerjaan yang
semakin bertambah mungkin juga bikin
Anda kurang waktu untuk makan siang
keluar. Tapi tak usah pusing. Daripada
menyuruh OB yang sedang banyak
kerjaan, tinggal pesan GoFood.
Inovasi teknologi digital betul-betul
mengubah wajah bisnis. Dari kegiatan
pagi yang sederhana saja, bisa terlihat
dinamika bisnis. Mana yang mulai
tersingkir, atau mana yang baru mulai
marak. Koran atau majalah, mungkin
bukan lagi benda-benda yang wajib
dipunyai.
Lalu, untuk apa punya mobil kalau
memang tidak suka menyetir? Mereka
bisa pilih Uber dan GrabCar saja
supaya praktis, tidak ada biaya parkir,
bensin, maupun pemeliharaan. Taksi
konvensional bukannya tidak dipakai
lagi, namun dengan dibebaskannya
Jakarta dari 3 in 1, kehadirannya
menjadi semakin jarang.
Telepon rumah – juga telepon umum
– kini bukan benda yang jadi syarat
kenyamanan. Malah ada orang yang
tidak pernah mau menjawab telepon
rumahnya karena tidak tahu siapa orang
‘usil’ yang menelepon. Sebentar lagi,
telepon rumah – kecuali ada kegunaan
lain, mungkin akan bernasib sama
seperti mesin faksimili yang hilang
pamor karena adanya email.
CHAPTER #1
Bisnis Harus Dikelola
Dengan Kreatif
B
isnis yang dari dulu ada tapi
sekarang baru terlihat sangat
diperlukan adalah penjualan pulsa
ponsel/internet. Bahkan di jalan saja
anak-anak sudah mulai resah kalau
tidak ada Wi-Fi yang bisa diakses.
Oleh karena itu, provider TV
berlangganan yang hanya menyediakan
channel TV kurang peminat. Ya,
digantikan oleh merek-merek TV
berlangganan yang lincah menyediakan
Wi-Fi.
Kalau sebegitu berbedanya wajah bisnis,
lalu bagaimana dengan bisnis suratmenyurat? Kartu Hallmark kelihatannya
tidak laku lagi. Tapi untungnya PT Pos
Indonesia di bawah dirutnya, Gilarsi W
Setijono, sangat kreatif.
Menyadari bahwa orang tak lagi banyak
bersurat-suratan, Gilarsi membuat
sejumlah gebrakan. Ia menggandeng
BPJS Kesehatan untuk menjadi
distributor Kartu Indonesia Sehat (KIS)
di beberapa wilayah. Kartu sampai ke
tangan penerima, biaya distribusi pun
minimal karena kantor pos sudah ada di
mana-mana.
Outlet-outlet kantor pos itu juga
dimanfaatkan untuk menjadi kantor
bayar PT Taspen. Para pensiunan
yang domisilinya jauh dari Kantor
Taspen, tidak perlu lagi datang
langsung untuk mengurus pensiun
pertama atau Tabungan Hari Tua.
Selain Taspen, Gilarsi juga bermitra
dengan MatahariMall.com, khususnya
di fitur Online to Offline (O2O). Fitur
ini memungkinkan pelanggan untuk
mengambil, mengembalikan, bahkan
membayar barang yang sudah dipesan
secara online di lokasi offline, dalam hal
ini kantor pos.
Kerja sama hampir mirip juga
dilakukan dengan Zalora, khususnya
dalam pengembalian barang, yang
dapat dinikmati secara langsung oleh
konsumen di 2,900 outlet kantor pos di
seluruh Indonesia.
Singkatnya, untuk bertahan, atau
memulai bisnis baru di era digital
ini, Anda perlu pandai-pandai
memanfaatkan peluang. Mereka yang
berbisnis kafe atau restoran misalnya,
kecuali hidangannya sangat lezat,
orisinal. dan dikejar-kejar pelanggan,
tak mungkin jadi destinasi favorit jika
tidak dilengkapi Wi-fi. Toko kelontong,
bahan pangan, atau bisnis apa pun yang
menerima tamu, juga bakal dilewat saja
kalau tokonya berantakan dan panas tak
ber-AC.
Sebaliknya, mereka yang sukses
memanfaatkan peluang bakal
menangguk untung berlipat. 7 Eleven
yang akrab disebut ‘Sevel’ misalnya,
adalah salah satu dari bisnis lama yang
bersalin rupa.
Tidak hanya menjual kopi kemasan, ia
membebaskan pelanggan membuat
kopinya sendiri dengan menyediakan
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
4
CHAPTER #1
air panas. Plus snack ringan yang
disediakan dan tempat duduk-duduk
yang nyaman, jadilah outlet-outletnya
sebagai tempat berkumpul anak muda.
Selama kreatif dan jeli mencari peluang,
bisnis justru berkembang.
Jadi tidak perlu terperanjat lagi bila
bermodalkan smartphone saja, tukang
sayur Anda bisa berhenti bekerja saat
makan siang. Ia sudah punya pelanggan
tetap, bisa memprediksi bahan pangan
mana yang perlu disediakan, dan ke
daerah mana saja yang perlu didatangi
untuk menawarkan jualannya.
Dan kalau dikatakan dunia sudah
ada di genggaman Anda, itu bukan
sekadar propaganda. Buka smartphone
Anda, (pastinya, sebagai imigran
di dunia digital, Anda perlu belajar
menguasainya) cari apa yang Anda
mau, hampir semua ada, tanpa perlu
beranjak dari tempat Anda. Ya, pasti ada
hal-hal yang tidak ada, dan di situlah
sebenarnya peluang bisnis menyeruak.
5
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Pelajaran penting:
1. Berubah atau mati bukan
sekadar jargon. Bisnis Anda
bisa sehebat Nokia dulu, tapi
kematian pun bisa menghadang
seperti yang dialami Nokia bila
tidak mampu beradaptasi dengan
kemajuan zaman.
2. Teknologi digital memegang
peran penting dalam perubahan
bisnis. Memahami dan menguasai
teknologi digital adalah kunci
bertahannya bisnis.
3. Diperlukan sebuah lompatan
kreativitas yang bersifat
breakthrough jika Anda tidak
ingin tersalip oleh bisnisbisnis baru yang dibuat dengan
landasan teknologi digital yang
kuat. Seperti dilakukan PT Pos
Indonesia, kantor-kantor yang
tersebar di berbagai wilayah
dimanfaatkan untuk menampung
pergerakan bisnis baru yang
membutuhkannya seperti KIS,
MatahariMall.com, maupun
Zalora.
CHAPTER #1
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
6
CHAPTER #2
CHAPTER #2 TANTANGAN BISNIS
KELUARGA
E
ra digital atau bukan, bisnis keluarga
memang memiliki karakter yang
berbeda dengan bisnis lainnya. Bisnis
keluarga menyatukan kebutuhan bisnis
dengan kebutuhan keluarga sekaligus.
Sementara pada dasarnya bagaimana
keluarga dibina berbeda dengan
bagaimana bisnis dikelola.
Keluarga dibina dengan prinsip-prinsip
saling berbagi dan saling menjaga
perasaan. Sementara bisnis dikelola
dengan kompetensi dan kompetisi.
Perbedaan ini membuat bisnis keluarga
seringkali dipandang tidak profesional
dan bahkan diprediksi tidak akan
bertahan lama.
Kenyataannya, banyak bisnis keluarga
yang bertahan dari generasi ke generasi.
Bahkan tidak jarang menjadi besar,
seperti Nyonya Meneer, Maspion Group,
Ciputra, bahkan BMW dan Ford. Di dunia
ini, dunia bisnis sebenarnya didominasi
oleh perusahaan keluarga (95 persen
bisnis yang berkembang di Indonesia
adalah perusahaan keluarga. Demikian
pula halnya di Asia, Timur Tengah, Italia
dan Spanyol. Sementara 80 persen
bisnis keluarga menguasai Perancis dan
Jerman, dan 60-70 persen di Amerika).
Anehnya, perusahaan keluarga
seringkali dipertanyakan kemampuan
saat berhadapan dengan tantangan
mempertahankan bisnis untuk
diturunkan dari generasi ke generasi.
Bahkan sering disebut-sebut
perusahaan keluarga hanya akan
bertahan sampai generasi ketiga saja.
7
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Apa saja karakter-karakter yang
membedakan perusahaan keluarga di
era digital ini? Harus diakui, beberapa
cirinya sangat tidak menguntungkan,
yaitu:
Enggan untuk berubah
Bisnis keluarga cenderung enggan
untuk berubah. Dengan asumsi
bahwa selama ini bisnis keluarga
yang dijalankan baik-baik saja. Maka
keluarga atau penerus bisnis keluarga
merasa tidak perlu atau bahkan takut
melakukan perubahan.
Baik itu pada bisnisnya maupun
pada pengelolaannya. Padahal
dengan perkembangan teknologi
dan informasi saat ini, bagaimana
produk dihasilkan dan dipasarkan
akan sangat berbeda dengan era
sebelumnya.
Hal ini perlu direspons dengan
cepat apabila bisnis keluarga ingin
bertahan di tengah persaingan.
Mempertahankan tradisi keluarga
dalam menjalankan bisnis tidak
selamanya menguntungkan atau perlu
diterjemahkan dalam bentuk yang lain
bila benar-benar dibutuhkan.
Cara mengelola perubahan
Sebaliknya, tantangan perubahan
ini juga bisa terjadi ketika penerus
perusahaan keluarga menginginkan
perubahan. Sementara orang tua
sebagai pendiri yang sudah bertahuntahun mengelola bisnis keluarga
merasa sebaliknya.
CHAPTER #2
Anak-anak mungkin melihat bisnis
keluarga perlu segera disesuaikan
dengan perkembangan teknologi dan
tuntutan pasar. Sementara orang tua
merasa bisnis yang dijalankan sudah
cukup menghasilkan.
Hal ini bisa menimbulkan konflik dan
bahkan perpecahan dalam keluarga.
Dampaknya juga akan dirasakan
oleh karyawan, pemasok, bahkan
juga konsumen karena mereka akan
bingung berhadapan dengan dua
keinginan dan pengelolaan yang
berbeda.
Problem pada suksesi dan
kepemimpinan
Bisnis keluarga biasanya berorientasi
jangka panjang, dicita-citakan untuk
dapat diturunkan dari generasi
ke generasi. Maka perubahan
kepemimpinan adalah hal yang tidak
bisa dielakkan. Namun bukan hal yang
mudah.
Selain isu-isu managerial, ada isuisu emosional yang harus diatasi.
Keputusan mengganti pemimpin
seharusnya berdasarkan pada
kompetensi orang yang akan dipilih.
Masalah muncul ketika keluarga,
khususnya anak yang diharapkan
mewarisi bisnis keluarga, ternyata
tidak cukup kompeten memimpin
perusahaan.
Sebetulnya hal seperti ini dialami
juga oleh bisnis yang lain ketika
perusahaan sulit menemukan
pengganti. Namun dalam bisnis
keluarga, momen ini bisa menjadi
momen yang sensitif, emosional, dan
dilematis.
Bagaimana bila anak-anak yang
diharapkan menggantikan posisi
orang tua merasa tidak siap
mengambil alih kepemimpinan?
Bagaimana bila anak yang lebih
mampu menjadi pemimpin
perusahaan bukan anak tertua, atau
bukan anak laki-laki, misalnya?
Bagaimana perasaan keluarga ketika
perusahaan terpaksa merekrut
orang baru di luar keluarga sebagai
pemimpin karena anak-anak tidak
mampu menggantikan orang tua
memimpin perusahan?
Suksesi adalah transisi besar.
Suksesi bukan saja persoalan
mengganti pemimpin dari generasi
pertama ke generasi kedua. Suksesi
juga melibatkan revolusi budaya
organisasi. Dibangun oleh generasi
berikutnya melalui ide-ide baru
mereka tentang bagaimana bisnis
dijalankan dan dikembangkan.
Mitos “Generasi pertama menciptakan,
generasi kedua mengembangkan, dan
generasi ketiga menghancurkan”
Generasi pertama adalah peletak batu
pertama bisnis keluarga. Dimulai
dengan modal yang kecil dan berbekal
tekad yang besar. Generasi pertamalah
yang menciptakan bisnis keluarga
ini. Generasi-generasi berikutnya
seringkali tidak memiliki daya juang dan
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
8
CHAPTER #2
keberanian yang sama dengan generasi
pertama.
Survei menunjukkan 50 persen bisnis
keluarga berhasil diturunkan ke
generasi kedua, hanya 20 persen yang
berhasil diturunkan pada generasi
ketiga, dan hanya kurang dari 5 persen
yang bertahan di generasi keempat.
Generasi kedua biasanya adalah
generasi yang mengembangkan bisnis
keluarga. Bisnis dikembangkan dengan
modal yang lebih besar, produk yang
lebih inovatif, dan teknologi yang lebih
maju.
Belajar dari pengalaman bagaimana
orang tua merintis bisnis keluarga.
Bisa jadi membentuk karakter dalam
mendidik anak-anak mereka dan
mengelola bisnis keluarga. Bisa jadi
generasi kedua ini harus merasakan
pahitnya jatuh bangun generasi pertama
merintis bisnis keluarga.
Berbekal pengalaman ini, generasi
kedua biasanya ingin hidup anakanak mereka jauh lebih baik dari
orang tuanya. Anak-anak kemudian
diberikan pendidikan yang lebih baik dan
kehidupan yang lebih mewah.
Akibatnya, generasi ketiga menjadi
lebih manja dan tidak punya daya
juang. Generasi ketiga cenderung
gagal memimpin perusahaan karena
umumnya mereka langsung menduduki
posisi puncak tanpa pengalaman yang
memadai.
9
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Pelajaran penting:
1. Sejalan dengan perubahan
era digital, tantangan terhadap
perusahaan keluarga menjadi
bertambah.
2. Selain tantangan eksternal,
secara internal bisnis keluarga
dihadapkan pada sejumlah
hal yang perlu dikelola, yaitu
keengganan untuk berubah,
cara mengelola perubahan,
suksesi dan kepemimpinan,
serta mematahkan mitos antar
generasi.
CHAPTER #2
2. PENERUS
1. PENDIRI
3. ?
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
10
CHAPTER #3
CHAPTER #3 PEMIMPIN DI GARIS DEPAN
Siapakah orang di dalam perusahaan
yang harus pertama-tama mengakui
bahwa dunia berubah? Betul,
pemimpinlah yang harus melihat ini.
D
alam buku Change yang saya
tulis tahun 2005, salah seorang
pemimpin dunia bisnis di Indonesia
yang kharismatis. Yakni Robby Djohan
– belum lama ini beliau wafat dan dunia
bisnis kehilangan salah satu putra
terbaiknya – menuliskan kata pengantar
yang sangat mengena: “Perubahan
adalah bagian yang penting dari
manajemen dan setiap pemimpin diukur
keberhasilannya dari kemampuan
memprediksi perubahan dan menjadikan
perubahan tersebut suatu potensi.”
Tulisan Robby itu jelas menunjuk bahwa
pemimpin berada di garis terdepan
dalam proses perubahan. Dialah yang
bertanggung jawab melihat seperti
apa dunia berubah, bagaimana ia (dan
perusahaannya) merespons perubahan
tersebut, mampukah ia memprediksi
seperti apa perusahaannya setahun
– bahkan lima tahun – ke depan, dan
apakah ia bisa melihat potensi yang
tidak terpikir oleh bawahannya.
Akui Dunia
Telah Berubah
P
ada konsumen, perubahan terlihat
signifikan. Dulu kita tidak mengira
bahwa kaum perempuan mau membeli
busana tanpa harus pergi ke toko
untuk meraba tekstur kainnya dan
mengepasnya. Begitu pula halnya ketika
11
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
membeli kosmetik. Kita juga berpikir
bahwa untuk pergi traveling ke negara
lain butuh waktu lama untuk mengurus
tiket pesawat dan hotel. Kini, semuanya
bisa diselesaikan dalam waktu beberapa
menit saja via internet.
Kalau untuk busana yang sifatnya sangat
personal dapat disajikan di toko online.
Bagaimana pula halnya dengan buku,
elektronik, mainan, aksesori mobil,
atau barang-barang lain yang sudah
jelas bentuk dan mereknya? Alat-alat
bangunan, semen, peranti rumah
tangga, misalnya, pasti juga bisa dijual
online. Ini terbukti ketika situs-situs jual
beli seperti bukalapak.com, tokopedia.
com, bahkan Facebook menawarkan
bahan bangunan dan semen. Situs-sitis
semacam tokobahanbangunan.com dan
hargabahanbangunan.com dibuat untuk
memudahkan konsumen melihat barang
dan mengetahui info harga terbaru.
Namun pemimpin harus melihat
lebih jauh daripada hanya sekadar
memindahkan (atau menambah) pasar.
Ia juga harus melihat konsekuensi yang
terjadi karena proses perubahan.
Yang terpenting adalah mengelola SDM
yang bekerja di perusahaannya untuk
ikut berubah. Apakah mereka sudah
terpapar internet? Apakah mereka
siap membuat laporan lebih rapi dan
terdokumentasi di sistem komputer?
Apakah ruang kerja dan toko sudah
ber-AC agar komputer tahan lama dan
konsumen yang datang merasa betah?
Berapa lama waktu yang dibutuhkan
agar setiap karyawan siap berpindah
CHAPTER #3
dari kertas ke komputer?
Sudah pasti perubahan menelan
korban, yang paling sepele adalah
korban perasaan. Tapi dampaknya bisa
besar. Karyawan yang tidak bahagia
bisa jarang tersenyum dan mungkin
ketus pada pelanggan. Padahal, dengan
pilihan toko yang sedemikian banyak,
di di dunia maya maupun dunia nyata,
konsumen bisa seeenaknya beralih ke
toko tetangga.
Reaktif Atau Kreatif?
M
emimpin perusahaan tidak bisa
sekadar punya usaha. Hanya
memilih orang-orang yang bikin hati
senang karena penurut dan tidak kritis
bukan jawaban. Apalagi bila karakternya
jahat. Jangan-jangan bisnis jadi tidak
memuaskan.
Sebagai pemimpin, ada dua pilihan yang
tersaji. Apakah ingin menjadi pemimpin
reaktif atau yang kreatif. Pemimpin
reaktif cenderung menutup diri terhadap
alternatif, terlalu cepat bereaksi untuk
segala hal, mudah tersinggung, dan
lebih melihat “kesulitan” di balik setiap
kesempatan.
Pemimpin jenis ini adalah tipe orang
yang membuat bingung bawahan
karena suasana tempat bekerja seperti
bom waktu saja. Kalau situasi sedang
nyaman, sang pemimpin anteng. Tapi
begitu ada hal yang di luar dugaan,
pemimpin kalang-kabut dan jadi
memengaruhi suasana kerja, termasuk
juga pekerjaan anak buahnya. Dalam hal
ada perubahan, reaksi pemimpin seperti
ini cenderung negatif sehingga tidak
melihat peluang yang mungkin muncul.
Sementara itu pemimpin yang kreatif
pandai mengendalikan agresivitasnya
dalam bentuk komunikasi yang teratur
dan menimbulkan semangat kerja.
Cenderung kreatif mencari jalan keluar,
dan mampu melihat “kesempatankesempatan” indah yang ada di balik
setiap kesulitan, adalah ciri khasnya.
Pemimpin seperti ini dirindukan setiap
bawahan di manapun. Untuk mengawal
perubahan. Pemimpin kreatif inilah yang
dibutuhkan.
Untuk memimpin anak buah, boleh
juga dikutip teori Peter Koestenbaum,
Ph.D. tentang Leadership Diamond.
Ia mengatakan bahwa kepemimpinan
dalam organisasi dibentuk melalui
empat unsur, yaitu Visi (Vision),
Keberanian (Courageness), Realitas
(Reality), dan Etika (Ethics).
Inti dari teori itu adalah, pemimpin
selayaknya orang yang berpikir terbuka,
bisa melihat jauh ke depan. Perubahan
dilihatnya sebagai tantangan dan
kesempatan untuk melakukan sesuatu
yang lebih daripada yang telah dicapai.
Pemimpin juga diharapkan memiliki
keberanian dan melaksanakan tugasnya
sepenuh hati. Orang seperti ini akan
melakukan terobosan-terobosan baru
atau inisiatif dan berani mengambil
risiko.
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
12
CHAPTER #3
Ia juga andal dalam memotivasi
bawahannya. Dan sebagai pemimpin, ia
tahu persis bagaimana menggunakan
alat-alat tertentu agar para pengikut
atau anak-anak buahnya terpacu
mencapai tujuan tertentu.
Seorang pemimpin bekerja dalam alam
yang realistis, bukan mitos, bukan pula
gossip, atau opini-opini. Ia tahu persis
dan mampu membedakan yang mana
ilusi orang-perorangan dan mana yang
fakta. Oleh karena itu ia harus berani
menantang setiap ‘perlawanan’ bila
akan melakukan perubahan.
Pemimpin juga diharuskan memahami
dan mengikuti etika. Ia peka, humanis,
dan tidak akan melakukan apa pun yang
dianggap dapat merugikan orang lain,
bawahan, atasan, pemegang saham,
komunitas di sekitar perusahaan,
konsumen, warga masyarakat, dan
sebagainya.
Pemimpin yang besar adalah pemimpin
yang sadar akan nama baiknya, dan ia
bekerja dengan kepercayaan. Semua itu
diperoleh karena ia menuntut standar
yang tinggi, yang berawal dari nilai-nilai
yang ia anut.
13
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Pelajaran penting:
1. Setiap pemimpin menyadari
dan mengakui bahwa perubahan
adalah sesuatu yang tidak
terelakkan. Oleh karena itu ia
harus mematahkan ungkapan
bahwa perusahaan keluarga
enggan berubah.
2. Pemimpin berada di garda
terdepan dalam mengawal
perubahan. Agar perubahan
berjalan mulus, ia harus jeli
memilih SDM yang mampu
membantunya melakukan
perubahan.
3. Pada kondisi apa pun,
terutama ketika perubahan
sedang berlangsung, pemimpin
diharapkan bersikap kreatif,
bukan reaktif.
4. Agar bisnis menjadi besar,
perlu penerapan Leadership
Diamond, yang mengintegrasikan
empat unsur penting
kepemimpinan, yaitu visi,
keberanian, jeli melihat realitas,
dan menganut etika (bisnis).
CHAPTER #3
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
14
CHAPTER #4
CHAPTER #4 INOVASI ATAU MATI
K
ata ‘inovasi’ jadi primadona
belakangan karena sebuah peristiwa
fenomenal terjadi di ibukota republik
ini. Pada Maret lalu, ribuan pengemudi
taksi menggerumut di kawasan Balai
Kota DKI Jakarta, Istana Negara,
dan kantor Kementerian Komunikasi
dan Informatika, menolak kehadiran
taksi (dan ojek) yang berbasis aplikasi
online. Penyebabnya gampang diterka,
tergerusnya penghasilan sementara
setoran bertambah.
Ramai publik bersahut-sahutan di
media sosial maupun online, bahkan
juga masih diperbincangkan di whatsapp
group sejumlah teman. Karena
perbincangan di strata konsumen, maka
yang beredar lebih banyak dari sudut
pandang konsumen.
Hampir semua menyalahkan para
eksekutif taksi konvensional. Kok bisa
membiarkan bisnis berjalan seperti
biasa padahal pasar berubah total.
Kok bisa setoran masih tinggi padahal
pendapatan berkurang?
Sebagai pemakai jasa angkutan umum,
banyak konsumen yang prihatin pada
nasib supir taksi. Tapi, datangnya
alternatif baru semacam Uber dan
GrabCar tentu saja disambut baik.
Tarif lebih murah, taksinya wangi,
dan pengemudinya cenderung ramah.
Pilihan untuk membayar beramairamai juga ada. Seperti yang diusung
situs www.nebeng.com, aplikasi
yang mempertemukan pemilik
kendaraan pribadi dengan mereka
yang membutuhkan angkutan ke arah
15
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
yang sama. Ini pasti sesuai dengan
tema ‘hijau’ yang sering dilontarkan
pejabat dan aktivis. Tarif hemat, macet
berkurang karena mobil dipakai samasama.
Inovasi Di Model Bisnis
D
i bisnis taksi konvensional, kita
bukan hanya harus membayar
jasa angkutannya, tetapi secara tidak
langsung juga mesti menanggung
biaya kredit mobilnya, gaji pegawai
perusahaan taksinya, biaya listrik
dan AC, dan sebagainya. Di bisnis
taksi berbasis aplikasi, kita tidak ikut
menanggung biaya-biaya tersebut.
Jadi, kalau rute Kuningan ke Bandara
Soekarno Hatta membuat Anda merogoh
kocek sampai 150 ribu rupiah bila
menumpang taksi konvensional, maka
taksi berbasis aplikasi membuat Anda
lebih berhemat karena tarifnya tak
sampai 90 ribu rupiah.
Inilah yang saya sebut model bisnis
baru: sharing economy. Dan di mata
saya, model bisnis ini adalah inovasi.
Masih banyak contoh-contoh lain dari
keberhasilan inovasi macam ini. Dulu
ada Air Asia, yang membuat setiap orang
bisa terbang. Tak hanya orang berada
saja.
Kini di luar negeri ada www.airbnb.com
yang mempertemukan para pemilik
rumah pribadi yang ingin menyewakan
rumahnya, dengan orang-orang
yang mencari penginapan. Pangsa
CHAPTER #4
pasar bisnis perbankan juga mulai
terganggu oleh hadirnya perusahaanperusahaan crowd funding seperti di
www.lendingclub.com. Perusahaan ini
mengumpulkan dana dari masyarakat
dan menyalurkannya dalam bentuk
kredit ke masyarakat.
Bedanya, proses mendapatkan kreditnya
jauh lebih simpel ketimbang perbankan,
dan suku bunganya pun lebih murah.
Coba cek juga www.gandengtangan.org,
yang mendanai bisnis untuk usaha skala
UMKM dan social enterprise.
Menanggapi perubahan model
bisnis seperti ini, percayalah, kalau
inovasi tidak segera dilakukan taksi
konvensional, bisnisnya akan mati.
IDE-IDE INOVASI
U
ntungnya, manusia dianugerahi
saraf-saraf otak berjumlah jutaan,
yang kalau digunakan terus bukan usang
tetapi malah lebih tajam. Maka tidak
ada kata sulit atau kurang jika ingin
berinovasi.
Iseng-iseng saya mengecek situs www.
mapan.id yang digawangi PT Rekan
Usaha Mikro Anda (RUMA). Situs ini
sebenarnya ‘hanya’ memanfaatkan
hobi arisan kaum perempuan yang
sudah terkenal itu, yaitu pembelian
barang dalam sistem arisan. Maka,
dalam ARISAN MAPAN, begitu produk
ini disebut, setiap pemenang arisan
bukan mendapat uang, tapi bisa memilih
barang yang diinginkan. Barang yang
ditawarkan beragam, dari peranti dapur,
tas bermerek, sampai barang elektronik.
Harganya diklaim lebih murah karena
PT RUMA membelinya langsung dari
distributor.
Yang unik dari inovasi ini adalah si
penjual tak perlu repot mencari pembeli.
Karena untuk menjadi anggota ARISAN
MAPAN, perlu ada ketua arisan yang
mendaftarkan minimal 4 anggota
arisannya. Arisan dikocok, pemenang
menentukan pilihan barang yang dibeli,
maka barang akan dikirim. Cara ini
telah membuat 70 ribu orang dinyatakan
sebagai anggota ARISAN MAPAN.
Aplikasi teknologi memang paling
mudah memperlihatkan diri sebagai
wajah inovasi. Pada perusahaanperusahaan semen misalnya kita
mengenal adanya supply chain
management atau manajemen rantai
pasokan yang lebih maju.
Sebagai produsen, mengidentifikasi
selera konsumen. Lalu mengupayakan
seluruh kebutuhan input dari pemasok.
Memproduksi dan mendistribusikan
produk tersebut sesuai dengan selera
konsumen yang dibidik adalah teori
dasar yang wajib dijalankan.
Agar distribusi material dari pemasok,
aliran material dalam proses produksi
sampai dengan distribusi produk ke
tangan konsumen menjadi optimal,
diterapkanlah konsep Supply Chain
Management (SCM). Konsep ini tidak
baru. Jebarus (2001) menyebutkan
bahwa SCM merupakan pengembangan
lebih lanjut dari manajemen distribusi
produk untuk memenuhi permintaan
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
16
CHAPTER #4
konsumen, yang menekankan pada pola
terpadu setiap proses bisnis.
SCM lalu dikembangkan dengan
aplikasi yang kini juga sedang marak
diperbincangkan di dunia bisnis, yaitu
Enterprise Resources Planning (ERP).
Pada intinya ERP ini adalah sistem yang
dapat mengintegrasikan semua data
dan proses di sebuah perusahaan ke
dalam sebuah sistem tunggal. Tujuannya
adalah efisiensi.
Contoh sederhananya bila Anda
menerima order untuk 100 unit
Produk A. Sistem ERP akan membantu
menghitung berapa yang dapat
diproduksi berdasarkan segala
keterbatasan sumber daya yang
ada. Apabila sumber daya tersebut
tidak mencukupi, sistem ERP dapat
menghitung berapa lagi sumber daya
yang diperlukan, sekaligus membantu
Anda dalam proses pengadaannya.
Ketika hendak mendistribusikan
hasil produksi, sistem ERP juga dapat
menentukan cara pemuatan dan
pengangkutan yang optimal kepada
tujuan yang ditentukan pelanggan.
Pada proses ini semua informasi tercatat
dan diketahui oleh setiap divisi lain yang
berhubungan. Misalnya daftar produk
bisa dipakai oleh bagian pembelian,
bagian perbekalan, bagian produksi,
bagian gudang, bagian pengangkutan,
bagian keuangan dan sebagainya.
Contoh inovasi lain dapat Anda temukan
sendiri ketika melayani pelanggan.
Berbekal data dan informasi, serta
intuisi dalam menentukan arah pasar,
17
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
inovasi bisa dibuat. Bahkan soal sepele
seperti pengantaran barang dalam rute
searah, sudah menjadi inovatif karena
dapat menekan harga dan waktu antar.
Terapkan hal-hal kecil sepele ini kepada
karyawan Anda, dan sejak dari hal
sederhana sampai rumit, karyawan akan
mulai berpikir inovatif dan kreatif.
Pelajaran penting:
1. Inovasi mutlak diperlukan agar
masih bisa bersaing dalam era
bisnis yang kian kompetitif.
2. Pada intinya, inovasi digunakan
untuk mempertahankan
konsumen, mengakuisisi
kosumen baru, menekan harga
jual, serta mendukung efisiensi.
3. Inovasi adalah gabungan
teknologi dan manajemen.
Karena itu menguasai teknologi
adalah keharusan, dan diperlukan
keahlian mengelola supaya
proses bisnis berjalan dengan
baik dan lancar.
CHAPTER #4
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
18
CHAPTER #5
CHAPTER #5 AGAR ANAK TERTARIK
BISNIS ANDA
S
usah-susah merintis bisnis dari
bawah, tentu yang diinginkan orang
adalah agar bisnisnya berkembang dan
langgeng. Kalau sudah bicara langgeng,
maka harapannya adalah agar anakanak mau meneruskan bisnis itu.
Kenyataannya, tidak selamanya bisnis
yang dikelola keluarga menarik bagi
generasi berikutnya. Perusahaan
yang dikelola secara tradisional,
menggunakan teknologi yang
konvensional, mungkin tidak akan dilirik
oleh anak-anak sendiri. Anak-anak
muda sekarang cenderung suka yang
trendi, dari penampilan (baju, sepatu,
tas, ponsel, mobil) sampai pada pilihan
di mana mereka akan bekerja.
Sebagai pelaku bisnis, Anda tentu lebih
tahu bahwa putaran uang miliaran
rupiah setiap harinya tidak berhenti di
lautan beton gedung-gedung pencakar
langit itu. Toko-toko seperti yang
Anda dan sejumlah orang lain miliki
menyumbang sebagian besar dari uang
yang berputar tersebut.
Tapi usia dan pengalaman yang masih
muda mungkin membuat anak-anak
tidak mengendus aroma yang harum
dari bisnis yang dijalankan ayah-ibu
mereka. Mereka mungkin berpikir bisnis
orangtuanya tidak cukup trendi untuk
mereka jalankan.
Daya juang yang cenderung rendah,
juga membuat generasi sekarang lebih
memilih bisnis yang berorientasi jangka
pendek. Cepat berganti jenis usaha
ketika bisnis mengalami kesulitan.
19
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Hal ini menyebabkan anak muda sulit
memahami ide bisnis keluarga sebagai
bisnis yang bisa diturunkan dari
generasi ke generasi.
Pahami
Kekhawatiran Anak
H
arus diakui bahwa pendidikan dasar
di Indonesia tidak mengajarkan
murid-muridnya untuk memiliki
kemampuan berwirausaha. Tidak heran
bila anak-anak muda sekarang merasa
lebih tertarik menjadi pekerja kantoran
atau menjalani karier sebagai eksekutif
di perusahaan besar. Kecuali, bila usaha
yang dijalankan itu sifatnya berbasiskan
teknologi, hal yang disukai generasi
muda sekarang.
Coba lihat event-event yang memberi
kesempatan pada pelaku bisnis start-up
untuk menjalin networking, selalu penuh
dengan deretan peserta yang antusias.
Sebenarnya baik saja, asal core bisnis
yang dijalankan itu dikuasai dengan baik.
Dan jangan lupa, pada suatu waktu, bisa
saja bisnis semacam ini mencapai titik
jenuh.
Hal lain yang membuat anak-anak tidak
tertarik menjalankan bisnis keluarga,
adalah adanya kekhawatiran bahwa
mereka tidak bisa memenuhi harapan
dan sulit bekerjasama dengan generasi
yang lebih tua. Yang lain lagi adalah
kekhawatiran tidak bisa melepaskan
diri dari bayang-bayang pencapaian
orang tua dalam bisnis keluarga, atau
tidak bisa bebas mengambil keputusan
CHAPTER #5
strategis karena kendali orang tua
yang terlalu kuat. Kekhawatirankekhawatiran lain bisa juga menjadi
alasan mengapa bisnis keluarga tidak
menarik bagi anak-anak. Misalnya
khawatir bekerja dengan keluarga akan
memunculkan lebih banyak konflik
karena bisnis keluarga secara alami
memiliki aspek emosional yang kuat.
Anak-anak bisa juga mengkhawatirkan
citra mereka di mata karyawankaryawan yang lain, apakah mereka
akan menghormatinya, apakah mereka
tidak akan memandang sebelah mata
kemampuan anak-anak ini menjalankan
bisnis keluarga, dan lain sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan ini adalah
pertanyaan-pertanyaan yang harus
dicari tahu jawabannya sebelum
meminta anak-anak bergabung dan
meneruskan bisnis keluarga.
Julukan anak kemarin sore, atau
bertemu dengan bos di rumah maupun
di kantor, belum tentu merupakan
kondisi yang bisa dijalankan setiap
orang.
Buat Agar
Mereka Tertarik
A
nak-anak harus bergabung dengan
bisnis keluarga untuk alasan yang
tepat. Bila mereka bergabung dengan
bisnis keluarga untuk mendapatkan
kenyamanan, tempat berlindung yang
aman, dan prestise, maka mereka
bergabung untuk alasan yang salah.
Harus dipastikan bergabungnya mereka
dalam bisnis keluarga tidak secara
otomatis memberikan keistimewaan
bagi mereka sebagai anak pemilik
perusahaan.
Paling baik adalah bila anak merasa
tertarik untuk menjalankan bisnis
yang dikelola keluarga. Apa saja yang
mungkin dilakukan?
1. Mengenalkan anak pada produk,
tempat kerja, dan lingkungan bisnis
keluarga dari kecil.
2. Generasi sekarang besar dengan
kehidupan yang berbeda dari
orangtuanya. Bisnis apa pun, juga
sebaiknya selalu mengikuti tuntutan
zaman.
Berbisnis restoran, misalnya, kalau
tidak enak-enak amat sampai selalu
dicari orang, ya harus mengikuti
selera pasar. W-fi, AC, serba tekno,
suasana yang nyaman, adalah
selera anak sekarang. Anak Anda
juga tidak jauh berbeda. Mungkin
tidak semuanya bisa dipenuhi,
tergantung bisnis yang dijalankan, tapi
penyesuaian tetap harus dilakukan.
3. Memiliki waktu untuk menjelaskan
bisnis Anda, nilai-nilai yang berlaku,
dan rencana masa depan kepada
mereka. Gaya kepemimpinan biasanya
berbeda, pahami bahwa anak Anda
bukan Anda.
4. Libatkan anak-anak dalam rencana
masa depan perusahaan. Melibatkan
tak hanya berarti memberi anak
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
20
CHAPTER #5
segepok berlian yang disajikan di atas
pinggan emas. Justru, anak-anak
harus memahami betapa pentingnya
kehadiran mereka di perusahaan,
sehingga anak-anak merasa mereka
penting. Bukan karena mereka anak
Anda, tapi karena perusahaan juga
membutuhkan mereka.
5. Beri anak bekal yang cukup.
Bekal dalam hal ini adalah investasi
pendidikan dan pengalaman. Anakanak yang kembali ke pangkuan
Anda dengan mata, pikiran, dan hati
terbuka, pasti akan memberikan
kontribusi yang berguna bagi Anda
maupun perusahaan.
6. Beri petunjuk bahwa Anda
percaya anak-anak akan bisa
mengelola perusahaan yang sedang
dijalankan ini. Salah satunya dengan
memberikannya ruang gerak yang
cukup untuk berkreasi dan memimpin
perusahaan.
21
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Pelajaran penting:
1. Agar anak mau meneruskan
usaha keluarga, pengenalan
terhadap produk maupun
lingkungan bisnis sangat
diperlukan sehingga anak bisa
mencintai bisnis itu. Lakukan
sejak mereka kecil.
2. Luangkan waktu untuk
mentransfer pengalaman, ilmu,
dan nilai-nilai perusahaan kepada
anak.
3. Beri kesempatan bagi mereka
untuk memimpin usaha, bila
saatnya tiba.
CHAPTER #5
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
22
CHAPTER #6
CHAPTER #6 KESENJANGAN GENERASI,
BAGAIMANA MENGATASINYA?
D
unia bisnis saat ini sedang mengukir
sejarah baru. Untuk pertama kalinya,
baru sekarang inilah ada empat generasi
bekerja sama dalam satu tim di dunia
kerja.
Mengapa saya berpendapat seperti itu,
bacalah file orang-orang yang bekerja
di perusahaan Anda. Adakah orang yang
lahir di tahun 1947 – mungkin Anda,
pemilik usaha, atau pendiri perusahaan
yang masih rajin bekerja – dan orang
yang lahir di antara tahun itu sampai era
90-an?
Kalau ada, mungkin kita bisa lihat dari
merek ponsel yang dipakainya. Generasi
yang lebih sepuh umumnya masih
setia dengan Nokia dan Blackberry,
sementara yang termuda mungkin
sudah tidak lagi menenteng Iphone, tapi
menggantinya dengan Samsung.
Kalau cuma sekadar beda tentangan
ponsel, tidak ada masalah. Tapi kita tahu
perbedaan generasi juga menciptakan
problema baru: perbedaan cara
berkomunikasi dan pada gilirannya
memengaruhi cara bekerja.
Ciri Setiap Generasi
D
unia barat mencatat 4 generasi
yang dibedakan namanya yaitu
Traditionalist, Baby Boomer, Generasi
X, dan Generasi Y. Nilai-nilai yang
mereka anut juga berbeda. Urutannya
adalah Sejarah, Ekonomi, Budaya, dan
Teknologi.
23
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Ciri Generasi Traditionalist (lahir
terakhir tahun 1947) adalah kesetiaan
dan disiplin. Karena dibesarkan di
zaman perang, tak heran kalau mereka
ini sangat hemat, bahkan mungkin
terlihat orang sebagai sosok yang pelit.
Sedangkan generasi Baby Boomers’
(1948 – 1963) menunjukkan ciri
pemimpin yang luar biasa. Senang
bekerja keras – maklum dididik oleh
orangtua traditionalist di era sesudah
perang membuat mereka adalah orangorang yang optimis, idealis, dan ingin
mendobrak aturan yang mengekang.
Ada yang menyebutnya sebagai generasi
air tajin, karena memang waktu itu hidup
masih susah sehingga minum susu pun
jarang, digantikan air tajin.
Waktu kecil, generasi ini punya hiburan
sangat terbatas. Televisi masih hitam
putih. Bacaannya kalau di Indonesia
masih Khoo Ping Ho, cerita silat dalam
buku-buku kecil yang dijilid berseri-seri.
Kelebihan utama adalah mereka punya
totalitas kerja yang tinggi, tidak mudah
mengeluh dalam kesusahan, disiplin dan
etos kerja tinggi, dan cenderung radikal
kalau menyangkut nilai-nilai tertentu,
sehingga terkesan agak memaksakan.
Namun kekurangannya, kadang mereka
suka bernostalgia, butuh respek atas
pengalaman mereka dan repotnya, agak
gagap teknologi.
Generasi yang sekarang paling banyak
menduduki kursi manajerial adalah
Generasi X (1964 – 1979). Mereka
mandiri, kreatif, dan inovatif. Penemuan-
CHAPTER #6
penemuan teknologi menjadi salah
satu cirinya. Karena daya juang dan
inovasinya yang tinggi, generasi ini
bahkan bisa bekerja sendiri tanpa tim
bila dia merasakan yang lainnya begitu
lambat.
Mereka ini generasi yang sudah
menikmati hidup, tetapi masih
mengadopsi nilai-nilai kedisiplinan.
Berbeda dengan Baby Boomers’ yang
keras, mereka ini berusaha tidak terlalu
keras kepada anak-anaknya.
Hasil sensus global menunjukkan bahwa
inilah generasi yang pendidikan dan
kepedulian masalah sosialnya tinggi
karena mereka memberontak terhadap
sistem sebelumnya. Kelebihan generasi
ini adalah fleksibel, kompromistis
serta moderat. Namun, kekurangannya
kadang Gen X ini masih plin-plan.
Lalu ada lagi generasi termuda di
angkatan kerja, Generasi Y, yang juga
sering disebut Generasi Milenium (lahir
1980-1999). Mereka dipenuhi ide-ide
cemerlang dan brilian, dan dapat
diandalkan menjadi team player.
Cirinya tidak bisa diam, harus bergerak,
dan punya akal banyak agar hidupnya
tidak membosankan. Kelebihan
generasi ini adalah mereka sangat
canggih menggunakan produk baru. Apa
kekurangannya? Kadang mereka sukar
menerima proses yang lama bahkan
cenderung tidak sabaran.
gampang. Pelabelan adalah hal paling
sering terjadi. Yang satu merasa bahwa
generasi termuda – kendati punya modal
banyak dalam dirinya, adalah generasi
yang cenderung cengeng, sangat tidak
sopan, dan egois. Yang lainnya menjuluki
generasi-generasi di atasnya sebagai
kaum yang terlalu banyak nostalgia dan
feodal!
Feodal? Saya kaget juga mendengar
ucapan anak-anak muda di banyak
industri tentang senior-senior mereka.
“Feodal, takut menghadapi perubahan,
bicaranya satu arah, meeting-nya lama
dan tak ada keputusan, semua serba
uang, lamban, berubahnya pelan-pelan.
Itu artinya tidak ada perubahan sama
sekali.”
Bagi saya, pelabelan feodal di dalam
bisnis cukup berat. Sebab biarpun
teknologi baru dapat dipelajari,
kemajuan informasi dikuasai, mengubah
watak feodal yang bersifat satu arah dan
merasa benar sendiri sangat sulit.
Kalau dilihat dari statistik, rata-rata
perusahaan di Indonesia, berhenti
merekrut pegawai sejak krisis moneter
menerpa ekonomi Indonesia (19972007). Birokrasi kita bahkan lebih lama
lagi (sejak awal 1990), sudah melakukan
prinsip zero growth. Praktis birokrasi
dan dunia usaha sama-sama mengalami
kegalauan, tak tahu apa yang harus
diperbuat.
Menyatukan empat generasi dengan
ciri yang berbeda itu tidak selamanya
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
24
CHAPTER #6
Pahami Bahasa
Mereka!
T
api bisnis harus terus berjalan
kendati masalah perbedaan generasi
ini menghantui bisnis Anda. Satusatunya hal yang bisa dilakukan adalah
menjalankan komunikasi yang baik. Dan
komunikasi yang baik ditandai dengan
berbicara dalam ‘bahasa yang sama’.
Saya melihat banyak orang gagal
berkomunikasi juga karena pilihan
saluran komunikasinya tidak tepat.
Bos yang traditionalist pasti akan
tersinggung bila dilapori hanya via email
atau media sosial. Ia akan menginginkan
pertemuan tatap muka.
Sebaliknya, kalau Anda ingin membriefing Gen Y, tak usah banyak
basa-basi. SMS atau Whatsapp, bisa
dilakukan. Jangan sampai cari garagara dengan membuat dia menempuh
separuh Jakarta di Jumat sore yang
macet.
Jadi, bagaimana mengatasi
kesenjangan antargenerasi ini?
Tergantung siapa yang Anda ajak
bicara, kalau yang perlu didekati adalah
bawahan, maka:
1. Kenali bahasa mereka. Kenali
istilah-istilah yang mereka pakai,
dan bergaullah dengan cara
mereka. Atasan pun harus mencoba
menyesuaikan dengan bahasa
mereka, gadget yang digunakan untuk
25
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
berkomunikasi. Kalau perlu jadilah
follower mereka di Twitter ataupun
komunikasikan lewat media sosial.
2. Jangan terlalu menggunakan
pendekatan manajemen mikro
alias terlalu details. Beri mereka
kepercayaan, diskusi dengan mereka
soal tujuan dan cara mengerjakan.
Bebaskan mereka untuk
mengerjakan, tapi seringlah diajak
diskusi soal perkembangan kerja
mereka.
3. Kurangi sekat-sekat birokrasi.
Libatkanlah masukan dari mereka.
4. Beri rewards yang sifatnya lebih
personal. Bukan lagi cuma gaji,
tetapi juga misalkan hadiah berlibur
ataupun hadiah yang lebih sesuai
dengan hobi dan minat mereka.
5. Perusahaan dan manajemen
memang perlu lebih ‘gaul’.
Ciptakanlah ruang bermain dan ruang
game.
Intinya, generasi telah berbeda,
makanya dituntut pula pendekatan
yang juga berbeda! Tahun ini mencari
karyawan akan semakin sulit. Untuk
itu, menjaga karyawan yang sudah ada
sangat membantu menurunkan biaya
rekrutmen yang mahal.
CHAPTER #6
Pelajaran penting:
1. Setiap generasi memiliki sifat
yang berbeda-beda, karena setiap
manusia memiliki 4 dimensi yaitu
tubuh, hati, pikiran dan juga jiwa.
Maka itu pahami cara mereka
berpikir dan berkomunikasi.
2. Percayai generasi di bawah
Anda untuk mengambil
keputusan. Memberi arah pada
mereka itu baik, tapi jangan ambil
semua panggung manajemen
ke dalam tanggung jawab Anda,
supaya mereka bisa belajar dan
tidak manja.
3. Libatkanlah setiap generasi
dalam melakukan pekerjaan
di perusahaan, supaya terjadi
keakraban.
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
26
CHAPTER #6
CHAPTER #7 MENGUBAH MANAJEMEN
KONVENSIONAL KE MODERN
T
elah dipahami bahwa bisnis keluarga
memiliki keunikan tersendiri
dibanding bisnis yang dikelola tenaga
profesional. Salah satu ciri yang
membedakan adalah SDM dan cara
berbisnis di mana banyak perusahaan
keluarga dilabeli manajemen
konvensional. Padahal, cara-cara
manajemen konvensional mungkin
sudah tidak mungkin dilakukan. Sebab,
kita tahu bahwa pasar sudah berubah
dan persaingan makin berat.
Juga perlu diingat bahwa perang
SDM makin ketat. Sebuah survei
memproyeksikan bahwa Indonesia akan
mengalami jurang kekurangan tenaga
profesional yang besar pada tahun
2020, terutama di taraf manajemen
menengah. Jika perusahaan tak
memiliki tawaran yang menarik untuk
mempertahankan SDM, mereka akan
kehilangan orang-orang terbaik.
Tantangan ketiga sekaligus terberat
adalah peralihan generasi. Statistik
menunjukkan, tingkat keberhasilan
(survival) transisi dari generasi ke-1 ke
generasi ke-2 hanya 30 persen. Artinya,
70 persen mengalami kegagalan.
Kemudian tingkat keberhasilan
dari generasi ke-2 ke generasi ke-3
jatuh menjadi 7 persen. Ini cukup
menakutkan. Namun bukan berarti fakta
ini membuat kita berkecil hati. Ada cara
membuat perusahaan keluarga mampu
bertahan. Yaitu bila perusahaan keluarga
diprofesionalisasi dengan baik.
27
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Profesional Seperti
Apa?
U
ntuk mengelola perusahaan
keluarga yang tadinya menganut
manajemen konvensional menjadi
professional. Perlu ada kesadaran
dari anggota keluarga untuk memiliki
pandangan yang jernih seputar sistem
dan proses bisnisnya. Skala bisnis
yang membesar dari tahun ke tahun,
umpamanya naiknya permintaan dari
waktu ke waktu, membutuhkan sistem
dan kontrol yang profesional, termasuk
transparansi.
Mengubah manajemen konvensional ke
profesional bisa dilakukan dengan cara
berikut:
1. Catatan pembelian dan penjualan
yang dulu hanya ada di buku, tentu
harus berganti ke file-file di komputer.
Segala sesuatu di zaman digital
ini mengarah pada penyimpanan
sejumlah data yang besar, namun
dengan peranti (devices) yang makin
mungil. Penyimpanan di file – dalam
bentuk PDF misalnya – juga tidak
memberikan peluang bagi siapa pun
untuk mengutak-atiknya.
2. Berubahnya catatan pembelian dan
penjualan perlu diiringi pelaporan
akuntansi standar yang kredibel.
3. Komputer membutuhkan ruang
kerja yang apik dan berpendingin
(AC). Kalau usaha konvensional biasa
tidak rapi, ini saatnya pengaturannya
diperbaiki. Mungkin juga sampai ke
CHAPTER #7
desain atau lay out ruangan sudah
perlu berubah.
4. Selain untuk kenyamanan SDM,
penting juga diperhatikan adalah
kenyamanan pelanggan. Kita bisa
melihat sekarang bahkan tempat cuci
mobil pun bersalin rupa. Tahu kalau
banyak pelanggan yang mencucikan
mobilnya bukan hanya kaum laki-laki
tapi perempuan juga, ruang-ruang
tunggu di tempat-tempat pencucian
mobil modern bukan lagi tempat
kumuh. AC, TV, koran dan majalah,
serta minuman dalam kemasan pun
disediakan.
Sementara dunia perbankan yang
sudah lebih dulu profesional dari
awal, sejak dulu sudah menyediakan
lounge atau ruangan yang bisa dipakai
pelanggan untuk bertemu dengan
kolega bisnisnya. Bahkan, Bank BTPN
menyediakan ruangan untuk arisan
dan berolahraga buat para pensiunan.
5. Profesional bukan hanya
diwujudkan dalam hal yang
berhubungan dengan fisik saja.
Yang juga sangat diperlukan adalah
membangun platform SDM yang
mapan. Hal ini tidak dapat dilakukan
seketika karena butuh waktu
bertahun-tahun.
6. Khususnya untuk perusahaan
keluarga, dibutuhkan juga tata kelola
keluarga yang lebih modern. Tata
kelola keluarga akan memperjelas
persoalan suksesi supaya perselisihan
tidak terjadi antara anak-anak pendiri.
7. Perbaikan struktur manajemen,
terutama terkait dengan penempatan
anggota keluarga dalam struktur
organisasi beserta kompetensi yang
diperlukannya.
8. Di samping keluarga, eksistensi
perusahaan juga ditentukan oleh
pelanggan, karyawan, dan komunitas.
Euforia reformasi justru makin
memberikan tekanan bagaimana
perusahaan bisa dikelola agar
kompetitif tanpa melupakan aspek
tanggung jawab kepada masyarakat.
Untuk itu, karyawan profesional
yang qualified di bidangnya direkrut
untuk mempromosikan akuntabilitas
manajemen, membuat keputusan
berdasarkan penilaian bisnis murni,
dan memperluas jaringan.
Sinergi Nilai
Keluarga &
Manajemen Modern
B
erbicara tentang perusahaan
keluarga tentu tak luput dari
suksesi. Suksesi merupakan isu yang
paling krusial, terutama kalau kendali
perusahaan sudah mulai bergerak ke
arah generasi kedua, apalagi generasi
ketiga.
Isu-isu dalam suksesi antara lain adalah
rencana suksesi yang tidak jelas dan
konflik antara calon-calon pengganti.
Kata kunci dalam suksesi adalah kapan
perusahaan akan diwariskan dan kepada
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
28
CHAPTER #7
siapa. Secara implisit, komunikasi
mutlak diperlukan di sini. Penunjukan
putra mahkota misalnya, tidak akan
efektif jika tidak dikomunikasikan sejak
awal.
Salah satu strategi yang mungkin
lebih mudah diterapkan adalah
mengombinasikan nilai-nilai keluarga
(family values) dengan konsep
manajemen modern. Inilah yang kita
lihat ketika sebuah bisnis telah dipenuhi
dengan generasi muda lulusan sekolah
manajemen dan bisnis ternama di dunia.
Namun nilai-nilai kehidupan orang tua
atau kakek-neneknya (pendiri) terus
dipahami sebagai nilai fundamental
dalam mengelola perusahaan.
Sinergi antara keduanya memang
memantapkan jejak langkah bisnis di
masa depan. Di satu sisi komitmen
untuk meneruskan warisan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya
dibutuhkan sebagai semangat dalam
mengembangkan bisnis. Di sisi
lain, kemajuan metode pengelolaan
perusahaan seperti prinsip pencatatan
akuntansi yang mengacu pada standar
pelaporan, atau mungkin adanya
tuntutan pendanaan melalui penawaran
publik merupakan konsekuensi dari
perjalanan umur sang bisnis.
Tidak hanya itu, bisnis konvensional
kini mulai dihadapkan pada tuntutan
menjalankan teknik-teknik pemasaran
yang tepat agar tetap dikenal oleh pasar.
Artinya tanpa adanya perpaduan dengan
konsep modern, niscaya bisnis keluarga
akan berjalan lebih lambat, bahkan
29
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
berpotensi lekang oleh waktu.
Menerima perubahan, terlebih jika
kita berbicara tentang pola pikir atau
cara pandang dalam proses seseorang
mengais rezeki memang bukanlah
hal yang sederhana. Kekhawatiran
bahwa konsep modern tak selalu cocok
dengan karakteristik usaha, atau adanya
persepsi bahwa pengelolaan modern
identik dengan pengeluaran yang lebih
besar pada dasarnya merupakan hal
yang perlu dilihat secara lebih bijaksana.
Pelajaran penting:
1. Manajemen modern adalah
keharusan. Cara menerapkannya
bisa dengan mengkombinasikann
dengan family values yang dianut.
2. Manajemen modern identik
dengan profesionalisasi.
3. Investasi pada SDM terbaik
mutlak diperlukan untuk bersaing
di pasar modern.
CHAPTER #7
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
30
CHAPTER #8
CHAPTER #8 KUNCI SUKSES
BISNIS KELUARGA
M
enurut Arie de Geus dalam bukunya
The Living Company, perusahaan
akan mampu bertahan dalam dunia
bisnis jika memiliki empat sifat:
1. Peka terhadap dunia sekeliling.
Perusahaan-perusahaan yang
panjang umur adalah perusahaan
yang mau belajar, dan beradaptasi
dengan apa yang terjadi di sekitarnya.
2. Sadar akan identitasnya.
Perusahaan bisa menjadi sangat
kohesif dan memiliki rasa identitas
yang kuat berkat kemampuan
membangun bersama-sama dengan
masyarakat.
3. Toleran terhadap ide-ide baru. Sifat
seperti ini akan membuat inovasi
mengalir deras dalam perusahaan.
Lalu, seperti halnya manusia,
perusahaan juga mesti memiliki sifat
sabar: memberikan kesempatan
pada anak-anak usaha atau cabangcabangnya untuk mengembangkan
layanan sesuai dengan kebutuhan
stakeholder-nya.
4. Perusahaan perlu mengelola
keuangannya secara konservatif.
Jangan besar pasak daripada tiang.
Apa yang dituliskan Arie de Geus juga
berlaku bagi perusahaan keluarga.
Namun, memang selalu ada sisi unik
dari perusahan keluarga, karena adanya
karakteristik yang khas. Bagaimana
meramu perusahaan keluarga menjadi
sukses dan bertahan adalah dengan
mengenali karakteristik yang berupa
kekuatan dan kelemahan.
31
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Apa Kekuatan Dan
Kelemahan?
K
arakteristik bicara tentang
kekuatan dan kelemahan. Beberapa
faktor yang dominan sebagai kekuatan
perusahaan keluarga, yaitu:
1. Dalam bisnis keluarga, kepentingan
yang utama ada di tangan keluarga.
Kapan pun keluarga membuat
keputusan bisnis, keputusan tersebut
selalu untuk kepentingan keluarga,
dalam hal bisnis. Sementara keadaan
ini tidak selalu terjadi di bisnis
profesional. Kadang eksekutif bisnis
profesional membuat keputusan untuk
melindungi karier masing-masing,
bukan untuk kebaikan perusahaan.
2. Rapat perusahaan keluarga itu
seperti rapat keluarga, sehingga lebih
luwes dalam pengambilan keputusan.
Apa yang dirasakan oleh keluarga
adalah apa yang terjadi di perusahaan.
Jika keluarga rukun maka perusahaan
itu juga rukun, kekal, dan kuat.
Sebaliknya, apabila keluarga
bertengkar, maka perusahaan juga
akan tercerai-berai.
3. Keputusan juga bisa diambil secara
cepat dan tangkas. Pengambilan
keputusan yang biasanya
membutuhkan waktu berbulanbulan di perusahaan profesional bisa
dilakukan kapan saja di mana saja
oleh pemilik perusahaan keluarga.
CHAPTER #8
4. Nilai-nilai keluarga bisa dipahami
sebagai aturan tidak tertulis yang
mengatur dan mengendalikan
perilaku anggota keluarga. Dalam
bisnis keluarga nilai ini juga dibangun
untuk mengatur perilaku anggota
keluarga dalam mencapai visi
keluarga dan misi bisnis mereka.
5. Dalam bisnis keluarga, perilaku
anggota keluarga lebih mudah
ditebak. Akibatnya, konflik yang
mungkin terjadi bisa diprediksi.
Dengan demikian pemecahan
masalahnya pun bisa diprediksi
sebelumnya.
6. Bisnis keluarga juga memiliki
keunggulan dalam soal komitmen.
Mereka yang memulai bisnisnya
sendiri biasanya memiliki ambisi
dan komitmen yang tinggi atas bisnis
tersebut. Hal ini berdampak pula
pada fleksibilitas kerja, waktu, dan
bahkan keuangan. Dengan keluarga,
perusahaan tidak harus bernegosiasi
soal beban kerja, jam kerja dan bonus,
serta uang lembur.
Namun bisnis keluarga tentunya
juga punya beberapa kelemahan, di
antaranya adalah:
1. Seringkali tidak ada keselarasan
visi antara generasi lama, generasi
baru, dan tenaga profesional yang
bekerja di perusahaan itu. Pendiri
bisnis (generasi lama) memiliki tujuan
yang ingin dicapai. Tetapi, generasi
baru tidak paham sebab tujuan
tersebut tidak diartikulasikan oleh si
pendiri.
2. Lemahnya struktur organisasi
di perusahaan keluarga karena
kurangnya transparansi.
3. Tidak jelasnya pembagian
wewenang dan tanggung jawab.
Mungkin saja terjadi dalam bisnis
yang hanya dipimpin suami istri saja,
terjadi kekacauan karena keduanya
tidak membagi pekerjaan dengan baik.
Karyawan bingung ketika mendapat
perintah yang berbeda dari pasangan
suami istri pendiri bisnis itu.
Kunci Sukses Bisnis
Keluarga
A
gar kekuatan bisa dioptimalkan dan
segala kelemahan diminimalkan,
maka perlu dilakukan langkah-langkah
berikut:
1. Pembagian wewenang dan
tanggung jawab dalam sebuah
perusahaan keluarga.
2. Apakah orang yang diberi
wewenang itu punya kemampuan
dan mau menjalankan tugas itu.
Perusahaan lain bisa memperoleh
SDM dari pasar, tetapi perusahaan
keluarga hanya dapat memperolehnya
dari dalam keluarga.
Untuk itu perlu dipersiapkan generasi
penerus yang memenuhi syarat. Kita
mengenal ada 3 model pengembangan
yang perlu dicermati. Pertama, calon
penerus menimba pengalaman dulu
di perusahaan lain, baru masuk ke
dalam bisnis keluarga.
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
32
CHAPTER #8
Kedua, calon penerus langsung
memulai kariernya di perusahaan
keluarga, mulai dari posisi dasar
lalu naik dengan cepat. Yang ketiga,
calon penerus juga bisa langsung
diceburkan ke bisnis keluarga.
Namun, keluarga memberinya lebih
banyak waktu untuk belajar lebih lama
di posisi dasar.
3. Menjalankan regenerasi (suksesi)
yang sebaiknya diumumkan dari awal.
Ini akan menghindari kebingungan
di bisnis keluarga bila pendiri atau
eksekutif mendadak tidak dapat
menjalankan tugas atau bahkan
meninggal dunia.
4. Manajemen konflik. Bisnis keluarga
adalah bisnis yang melibatkan banyak
emosi. Oleh karenanya potensi konflik
yang muncul lebih besar dibandingkan
bisnis yang lain.
Konflik umumnya muncul antara ayah
dan anak laki-laki serta persaingan
antar saudara. Selama ini telah
dipahami sebelumnya, maka gesekan
menuju konflik bisa diminimalkan,
bahkan ditiadakan.
5. Hubungan dengan karyawan
yang bukan keluarga. Begitu bisnis
keluarga berkembang, mulai
ada kebutuhan untuk merekrut
karyawan dari pihak luar. Apabila
perusahaan memutuskan untuk
merekrut karyawan dari pihak luar,
harus dipastikan perusahaan bisa
menciptakan lingkungan yang bebas
konflik.
33
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
Pelajaran penting:
1. Perusahaan keluarga punya
sederet kekuatan yang perlu
dioptimalkan.
2. Suksesi dan regenerasi adalah
hal yang perlu dibicarakan sejak
awal.
3. Perlu penyelarasan visi di
internal perusahaan keluarga,
baik antaranggota keluarga
maupun karyawan profesional.
CHAPTER #8
© Semen Gresik 2016 by Prof. Rhenald Kasali
34
Download