POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F14103033 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: DEWI WULAN RATNASARI F14103033 Dilahirkan di Banjar pada tanggal 14 Februari 1985 Tanggal lulus : 17 September 2007 Bogor, 21 September 2007 Menyetujui : Dr. Ir. Erizal, M. Agr Dosen Pembimbing Akademik Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Banjar, pada tanggal 14 Februari 1985, dan dibesarkan di Banjar. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan H. Yaya S. dan Hj. Liesye Kartini Budiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Banjar 1 tahun 1997, dan pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Banjar. Pendidikan menengah atas ditamatkan penulis pada tahun 2003 di SMUN 1 Banjar. Pada tahun yang sama (2003) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2005 penulis memilih Laboratorium Teknik Tanah dan Air (TTA) dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Erizal M.Agr. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya : UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB periode 2003/2004, UKM Teater Ladang Seni 2003/2004, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F) periode 2004/2005, Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2005/2006. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan, dengan judul laporan “Mempelajari Perencanaan Konstruksi Bangunan Air dari Aspek Mekanika Tanah dan Hidrologi di Induk Pelaksana Kegiatan Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan”. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul “ Pola Aliran di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm” di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M Agr. Dewi Wulan Ratnasari. F14103033. Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah 1 mm. Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. H. Erizal, M.Agr. 2007 RINGKASAN Tanggul adalah salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Dalam keadaan alamiah tanah atau lereng berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya–gaya yang bekerja. Apabila karena suatu sebab yang mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka masalah yang akan timbul adalah terjadi longsoran. Terjadinya longsor diawali dengan adanya rembesan dari tubuh tanggul yang dilanjutkan dengan adanya sufosi (piping). Peristiwa sufosi ini jika tidak teratasi akan menyebabkan sembulan (boiling) yang pada akhirnya akan mengurangi kestabilan tanggul sehingga terjadi longsor. Cara menstabilkan lereng ada dua yaitu: memperbesar gaya penahan dan memperkecil gaya penggerak. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperbesar gaya penahan adalah dengan mengurangi tegangan pori yaitu dengan membuat saluran drainase. Tujuan penelitian kali ini adalah menganalisa pola aliran di dalam tubuh model tanggul menggunakan ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dan membandingkan pola aliran menggunakan hasil perhitungan, analisis grafis, dan program GEO-SLOPE baik pada kondisi tanpa drainase maupun menggunakan drainase horizontal. Model tanggul dibuat berdasarkan dimensi tanggul yang direncanakan, yaitu tinggi muka air adalah 1.5 m, lebar mercu (w) tanggul sebesar 1.5 m, tinggi jagaan (freeboard) tanggul sebesar 0.6 m serta kemiringan talud 1:3 untuk bagian hulu maupun bagian hilir tanggul. Panjang saluran drainase horizontal 0.7 m dan dibuat dengan menggunakan bahan filter pasir dan pembatas capiphon yang kedap terhadap air. Model tanggul secara keseluruhan menggunakan perbandingan skala 1:12 dari ukuran dimensi tanggul yang umum ditetapkan oleh DPU. Model tanggul dibuat dalam kotak acrylic yang dilengkapi dengan inlet, outlet dan spillway. Contoh tanah yang diambil sebagai bahan timbunan model tanggul adalah tanah latosol yang ada di Leuwikopo Darmaga, Bogor pada kedalaman 20-40 cm dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Hasil analisa distribusi partikel tanah yang lolos saringan 1 mm memiliki batas cair pada kadar air 61.25 %, batas plastis pada kadar air 40.56 %, dan indeks plastisitas pada kadar air 20.69 %. Klasifikasi tanah Latosol Darmaga berdasarkan sistem klasifikasi unified diperoleh bahwa tanah Latosol Darmaga termasuk dalam golongan MH artinya tanah tersebut termasuk jenis lanau anorganik dengan plastisitas tinggi. Kadar air optimum tanah Latosol pada kedalaman 20-40 cm adalah 33.02 %. Pada proses pemadatan, tanah model tanggul dipadatkan pada kadar air 32.4 % dengan menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat 2.14 kg. Pemadatan tanah di laboratorium dilakukan dengan menggunakan kotak yang memiliki volume 9000 cm3. Jumlah tumbukkan yang diberikan sebanyak 150 kali dengan tinggi jatuhnya 20 cm. Pemadatan tanah yang dilakukan menggunakan nisbah kepadatan sebesar 84.13 %. Nilai koefisien permeabilitas didapatkan dari rata-rata 3 kali ulangan yang dilakukan dengan menggunakan metode falling head karena contoh tanah yang diambil termasuk tanah yang berbutir halus. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari tubuh tanggul baik tanpa drainase maupun menggunakan drainase horizontal. Nilai permeabilitas rata-rata yang didapat masing-masing sebesar 2.89x10-4 cm/detik dan 8.41x10-5 cm/detik. Nilai permeabilitas pasir yang digunakan sebagai bahan untuk membuat drainase sebesar 1.84x10-2 cm/detik. Penentuan garis freatik dilakukan secara analisis grafis, pengamatan model, dan program GEO-SLOPE. Pada pengamatan di laboratorium untuk kondisi model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal tidak didapatkan zona basah (a) ini menunjukkan bahwa air mengalir melalui saluran drainase yang dibuat langsung menuju outlet. Untuk model tanggul tanpa drainase diperoleh nilai a secara analisis grafis sebesar 12.2 cm. Pada pengamatan terhadap model tanggul diperoleh nilai a rata-rata sebesar 20.5 cm. Sedangkan dari analisa dengan GEO-SLOPE diperoleh nilai a sebesar 18.6 cm. Perbedaan yang cukup besar antara analisis grafis dengan pengamatan dan GEO-SLOPE disebabkan adanya beberapa parameter pressure, permeabilitas, dan kepadatan tanah yang tidak diperhitungkan dalam analisis grafis. Sedangkan metode pengamatan di laboratorium dengan program GEO-SLOPE menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda jauh. Pada penelitian kali ini ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm berpengaruh terhadap derajat kepadatan tanah yang semakin kecil dan nilai permeabilitasnya semakin besar menyebabkan kenaikan air melalui celah kapiler semakin tinggi sehingga zona basah yang terbentuk semakin panjang menyebabkan kestabilannya semakin berkurang. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika dan Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dari bulan Februari sampai dengan Juli 2007 dengan judul ”Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partkel Tanah Maksimum 1 mm”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. H. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya. 2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis. 3. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji pada ujian akhir penulis. 4. Bapak Trisnadi sebagai teknisi laboratorium yang selalu memberikan arahan dan bantuannya. 5. Mamah, bapak, teteh & mas yayat, aa & teh desi, ne & a rilki serta Za(koe) yang telah memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan secara moril dan materil. 6. Teman seperjuangan Dias Kurniasari dan Erly Pratita yang selalu bersamasama dalam suka dan duka selama penelitian. 7. Teman - teman terbaikku Em, Ane, Rani, Leni, Gilar, Fuad, Ojan , khususnya Topik yang selalu siap setiap penulis memerlukan bantuan (makasih yach my best friend) 8. Teman-teman kost ”Wisma Ayu” yang telah memberikan dukungan dan doa selama penelitian ini. 9. Teman-teman TEP’40, khususnya TTA’40 yang telah memberikan kenangan yang terindah yang tidak akan pernah terlupakan. 10. P.T. Gudang Garam yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini dapat lebih bermanfaat dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terma kasih. Bogor, September 2007 Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR..................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG......................................................................... B. TOPIK PENELITIAN ......................................................................... C. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................... 1 2 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH SECARA UMUM................................................................. B. SIFAT FISIK TANAH ........................................................................ 1. Tekstur Tanah................................................................................ 2. Kadar Air Tanah............................................................................ 3. Berat Jenis Partikel Tanah ............................................................. 4. Porositas........................................................................................ 5. Permeabilitas ................................................................................. C. SIFAT MEKANIKA TANAH............................................................. 1. Pemadatan Tanah .......................................................................... 2. Konsistensi Tanah ......................................................................... D. MODEL .............................................................................................. E. UKURAN PARTIKEL TANAH ......................................................... F. TANGGUL ......................................................................................... G. DRAINASE ........................................................................................ H. REMBESAN DAN TEORI JARINGAN ALIRAN ............................. I. PROGRAM GEO-SLOPE ................................................................... 3 4 4 6 7 8 8 10 10 11 12 13 14 16 17 22 III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ............................................ B. BAHAN DAN ALAT ......................................................................... 1. Bahan ............................................................................................ 2. Alat ............................................................................................... C. TAHAPAN PENELITIAN.................................................................. D. METODE PENELITIAN .................................................................... 1. Pengambilan Contoh Tanah ........................................................... 2. Pengukuran Kadar Air ................................................................... 3. Pengujian Konsistensi Tanah ......................................................... 4. Pengukuran Berat Isi .................................................................... 5. Porositas........................................................................................ 6. Pembuatan Kotak Model Tanggul.................................................. 7. Uji Tumbuk Manual ...................................................................... 8. 26 26 26 26 27 28 28 28 28 30 31 32 32 Halaman 9. Pembuatan Model Tanggul ............................................................ 10. Drainase Horizontal....................................................................... 11. Pengaliran Air ............................................................................... 12. Garis Aliran (Freatik) Pada Tubuh Tanggul................................... 13. Pembongkaran Tanggul ................................................................. 14. Permeabilitas ................................................................................. 32 34 35 36 37 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH ........................................................................ B. UJI PEMADATAN ............................................................................. C. UJI TUMBUK MANUAL................................................................... D. MODEL TANGGUL .......................................................................... E. GARIS ALIRAN................................................................................. 1. Pengamatan di Laboratorum .......................................................... 2. Analisis Grafis............................................................................... 3. Program Geo-Slope ....................................................................... 39 41 42 44 46 46 51 53 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN................................................................................... 57 B. SARAN............................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 58 LAMPIRAN .................................................................................................. 60 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas .............................................................. 9 Tabel 2. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah................................... 11 Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional ..................................................................... 13 Tabel 4. Kemiringan saluran berdasarkan jenis bahan ................................ 16 Tabel 5. Dimensi Tanggul .......................................................................... 35 Tabel 6. Sifat fisik tanah latosol ................................................................. 39 Tabel 7. Hasil uji pemadatan tanah latosol diameter 1 mm ......................... 42 Tabel 8. Spesifikasi pemadatan uji tumbuk manual .................................... 43 Tabel 9. Hasil uji pemadatan...................................................................... 44 Tabel 10. Jumlah tumbukan tiap lapisan pada model tanggul ....................... 45 Tabel 11. Spesifikasi pemadatan pada model tanggul ................................... 46 Tabel 12. Sifat fisik bahan tanah model tanggul setelah pengaliran .............. 47 Tabel 13. Data hasil pengamatan model tanggul tanpa drainase.................... 48 Tabel 14. Nilai titik-titik yang terdapat pada garis freatik............................. 52 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS (Kalsim dan Sapei, 1992).......................................................... 5 Gambar 2 Diagram segtiga tekstur (Hillel,1998) ....................................... 5 Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem unified (Terzaghi dan Peck, 1987) ........................................................ 6 Gambar 4. Pembentukan garis freatik......................................................... 19 Gambar 5. Jaringan alran pada tubuh tanggul ............................................. 20 Gambar 6. Gradien rembesan..................................................................... 21 Gambar 7. Diagram Alir Tahapan Penelitian.............................................. 27 Gambar 8. Pengujian batas cair .................................................................. 29 Gambar 9. pengujian batas plastis .............................................................. 30 Gambar 10. Kotak model tanggul................................................................. 32 Gambar 11. Kotak tumbuk manual (a), rammer (b)...................................... 33 Gambar 12. Proses pembuatan tanggul......................................................... 34 Gambar 13. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase horizontal .... 35 Gambar 14. Proses pengaliran air................................................................. 36 Gambar 15 Pengukuran debit outlet ............................................................ 36 Gambar 16. Uji permeabilitas ...................................................................... 38 Gambar 17. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem unified............................. 40 Gambar 18. Diagram segtiga tekstur ............................................................ 40 Gambar 19. Grafik Hubungan antar Kadar Air dengan Berat Isi Kering ....... 41 Gambar 20. Penampang melintang tanggul sebelum dialiri .......................... 45 Gambar 21. Zona basah dengan drainase horizontal ..................................... 49 Gambar 22. Zona basah tanpa drainase ....................................................... 50 Gambar 23. Pola aliran pada tubuh tanggul tanpa drainase........................... 50 Gambar 24. Pola aliran pada tubuh tanggul drainase horizontal.................... 50 Gambar 25. Pembentukan Garis Freatik dari 3 metode................................. 52 Gambar 26. Pembentukan Garis Freatik dari 2 metode................................. 53 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Batas cair dan batas plastis tanah ukuran 1 mm ....................... 60 Lampiran 2. Perhitungan data pada uji tumbuk manual .............................. 62 Lampiran 3. Uji pemadatan standar (proctor) tanah Latosol, Darmaga-Bogor dengan ukuran partikel 1 mm . 63 Lampiran 4. Hasil pegukuran permeabilitas pada tanggul............................ 65 Lampiran 5. Hasil pengukuran permeabilitas pasir...................................... 67 Lampiran 6. Dimensi tanggul dan penampang melintang ............................ 68 Lampiran 7. Perhitungan zona basah dengan analisis grafis......................... 69 Lampiran 8. Tahap-tahap penggambaran pada SEEP/W model tanggul tanpa drainase ......................................................................... 70 Lampiran 9. Tahap-tahap penggambaran pada SEEP/W pada drainase horizontal................................................................................ 80 Lampiran10. Pengamatan langsung pola rembesan pada model tanggul Tanpa drainase......................................................................... Lampiran 11. Pengamatan langsung pola rembesan pada model tanggul tanpa drainase 90 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanggul adalah salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan air. Kegunaan tanggul itu sendiri adalah untuk menyimpan atau menampung air yang digunakan untuk irigasi, bahan baku air minum, pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir, rekreasi dan berbagai kegunaan lainnya yang secara ekonomis dapat menguntungkan bagi manusia. Dalam keadaan alamiah, tanah atau lereng berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya–gaya yang bekerja. Apabila karena suatu sebab yang mengakibatkan perubahan keseimbangan, maka masalah yang akan timbul adalah terjadi longsoran. Terjadinya longsor diawali dengan adanya rembesan dari tubuh tanggul yang dilanjutkan dengan adanya sufosi (piping). Peristiwa sufosi ini jika tidak teratasi akan menyebabkan sembulan (boiling) yang pada akhirnya akan mengurangi kestabilan tanggul sehingga terjadi longsor. Rembesan disebabkan oleh kenaikan permukaan air pada saluran sungai maupun waduk. Rembesan ini akan membentuk aliran air di dalam tubuh tanggul. Dengan adanya aliran air atau garis rembesan pada tubuh tanggul tersebut, akan menyebabkan menurunnya kekuatan geser tanah dan kestabilan lereng akan berkurang. Aliran infiltrasi ini akan menimbulkan pola aliran dalam tubuh tanggul. Gaya-gaya inilah yang menyebabkan piping (erosi dalam). Cara menstabilkan lereng ada dua yaitu: memperbesar gaya penahan dan memperkecil gaya penggerak. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperbesar gaya penahan adalah dengan mengurangi tegangan pori yaitu dengan membuat saluran drainase. Ukuran partikel tanah juga berpengaruh terhadap pola aliran. Ukuran partikel tanah yang digunakan didasarkan kepada pembuatan model tanggul menurut standar perencanaan DPU (1986) yaitu perbandingannya 1:12 dengan ukuran yang sebenarnya di lapangan maka ukuran partikel tanahnya juga harus sesuai dengan standar tersebut. Beberapa keuntungan penggunaan model antara lain: efisiensi biaya, efisiensi waktu, dan mengurangi resiko yang terjadi. Sakai, Erizal dan Tanaka (1998) menyatakan bahwa perbedaan ukuran partikel tanah yang digunakan maka hasil yang didapatkan akan berbeda pula.. Pada penelitian kali ini dilakukan analisa pola aliran air pada model tanggul menggunakan ukuran partikel tanah 1 mm. Hasil penelitian dapat menjelaskan proses pola aliran pada tubuh tanggul serta pengaruhnya terhadap kestabilan. B. TOPIK PENELITIAN Topik penelitian ini adalah ” Pola Aliran Di Dalam Tubuh Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm”. C. TUJUAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengamati pola aliran melalui pengamatan di laboratorium, analisis grafis dan program geo-slope dengan menggunakan model tanggul. 2. Membandingkan pola aliran menggunakan metode pengamatan secara langsung, analisis grafis, dan program geo-slope. 3. Untuk mengetahui pengaruh drainase terhadap pola aliran pada tubuh model tanggul. 4. Untuk menganalisa pengaruh ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dibandingkan dengan ukuran partikel tanah maksimum 4760 µm terhadap pola aliran di dalam tubuh model tanggul. II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH SECARA UMUM Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin “solum” yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan (soil), cairan (liquid) dan gas (udara). Fase padatan terdiri dari bahan mineral, bahan organik dan organisme hidup (Kalsim dan Sapei, 2003). Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agrerat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang sudah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut (Das, 1988). Istilah “tanah” dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan untuk mencakup semua bahan dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (batubatu yang besar), jadi semua endapan alam yang bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan tetap. Semua macam tanah ini secara umum terdiri dari tiga bahan, yaitu butiran tanahnya sendiri, serta air dan udara yang terdapat dalam ruangan antara butir-butir tersebut. Ruangan ini disebut pori (voids) (Wesley, 1973). Berdasarkan asalnya tanah, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi tanah organik atau inorganik. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil. Tanah anorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia maupun fisik (Dunn et al., 1980). Beberapa sifat latosol antara lain berwarna merah atau kuning, terutama pada horizon B merupakan kesimpulan pertama. Akan tetapi, bila tanah atas tererosikan biasanya berwarna coklat atau kelabu. Sifat lain yang menonjol dan penting dari latosol adalah terbentuknya keadaan granular. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik (Soepardi, 1983). Tanah latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang bercurah hujan sekitar 2000-4000 mm tiap tahun, bulan kering lebih kecil dari tiga bulan tipe iklim A-B (Schmidt dan Ferguson), dengan bahan induk tufa vulkanik pada daerah bertopografi berombak sampai bergunung dengan ketinggian berkisar 10-1000 m di atas permukaan laut dan biasanya ditumbuhi oleh hutan hujan tropis (Supraptohardjo, 1961 dalam Damastuti, 2005). B. SIFAT FISIKA TANAH Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk atau kondisi asli tanah. Sifat ini tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk, susunan dan komposisi mineral dari partikel tanah. Selain itu juga dipengaruhi oleh macam dan jumlah bahan organik, volume dan bentuk pori-porinya serta perbandingan air dan udara dalam menempati pori-pori pada waktu tertentu ( Hakim et al., 1986 dalam Latif, 2004). Beberapa sifat fisik tanah antara lain kadar air tanah, tekstur, berat isi, porositas dan permeabilitas. 1. Tekstur Tanah Sebaran relatif ukuran partikel tanah mineral disebut sebagi kelas tekstur (Kalsim dan Sapei, 1992). Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada di dalam tanah (Das, 1988). Soepardi (1983) menyatakan bahwa dalam waktu singkat sifat tanah tidak akan banyak berubah, walaupun proses yang berlangsung sangat aktif. Nisbah antara beberapa kelompok ukuran suatu tanah (tekstur) merupakan ciri khas yang tidak mudah berubah dan dianggap sebagai ciri dasar. Partikel-partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut tanah yang bertekstur kasar. Gabungan partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur sedang, dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang bertekstur halus (Bowles, 1989). Berdasarkan teksturnya, tanah diklasifikasikan dengan menekankan pada ukuran butiran, bentuk dan susunan dari unsur-unsur penyusun tanah. Klasifikasi ukuran partikel menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan International Soil Science Society (ISSS) secara skematis disajikan pada Gambar 1. Klasifikasi tanah juga dapat dilakukan dengan menggunakan segitiga tekstur seperti pada Gambar 2. Segitiga tekstur dipakai untuk tanah mineral berdasarkan klasifikasi sistem USDA. US Department of agriculture classification (USDA) 0.02 clay 0.05 0.1 very fine silt 0.25 0.5 1.0 2.0 medi- coarse very fine um coarse gravel sand sand clay silt gravel fine 2 20 coarse 200 2000 µm Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut USDA dan ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003) Persen berat pasir Gambar 2. Diagram segitiga tekstur menurut USDA (Hillel, 1998) Berdasarkan klasifikasi tekstur tanah sistem Unified Soil Classification (USC), tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai-nilai konsistensi tanah, yaitu batas cair dan indeks plastisitas tanah. Sistem klasifikasi ini paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknis pondasi seperti bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis. Gambar 3 memperliharkan grafik penentuan klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified. Indeks Plastisitas PI (%) 60 Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran 50 halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang 40 diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. CH Garis A 30 20 MH atau OH LH CL-ML 10 7 4 10 20 30 ML atau OL 40 50 60 70 80 90 10 Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20) Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (Terzaghi dan Peck, 1987) 2. Kadar Air Tanah Tanah menahan air di dalam ruang pori-porinya (void). Perubahan kandungan air merupakan hasil dari perubahan proporsi antara air dan udara di ruang pori, ataupun dari perubahan volume ruang pori itu sendiri. Beberapa sifat tanah seperti kekuatan, kompresibilitas, plastisitas dan hantaran hidrolik berubah dengan berubahnya kandungan air (Kalsim dan Sapei, 2003). Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air dengan berat butir padat (Soedibyo, 1993). Rumus :w= Dimana : w Ww ……………………….......................................(1) Ws = Kadar air tanah Ww = Berat jenis air Ws = Berat butir padat Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau volume air dibagi volume tanah (basis volume). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sapei et al., 1990). Rumus : w = Dimana: m a − mb * 100% ……………………….........................(2) mb − mc w = Kadar Air Tanah (%) ma = Berat tanah basah dan wadah (g) mb = Berat tanah kering oven dan wadah (g) mc = Berat wadah (g) 3. Berat Jenis Partikel Tanah Berat jenis butiran tanah adalah perbandingan antara berat isi butiran tanah dan berat isi air murni (aquades) dalam volume yang sama dan pada temperatur yang sama (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Rumus : G s = Dimana : GS Ws 1 . ……………………………………………….(3) Vs γ w = Berat jenis butiran tanah (g/cm3) Ws = Berat butiran Vs = Volume butiran γw =Berat isi air pada temperature tertentu, sesuai dengan temperatur tanah (biasanya diambil pada temperatur 15 0C). γw = 1 (Pada temperature 4 0C) Biasanya pada pengujian untuk mendapatkan berat jenis butiran tanah sebagai patokan diambil pada temperatur 15 0C dan karena temperatur contoh bahan yang sebenarnya tidak jauh di sekitar 15 0C, sehingga pengujian dapat dilakukan pada keadaan sesuai dengan temperatur udara setempat. 4. Porositas (n) Porositas “n” adalah bagian dari volume tanah yang diisi oleh pori-pori dan didefinisikan sebagai : n = Vv/Vt..............................................................................................(4) Porositas tanah umumnya antara selang 0.3-0.6, tetapi untuk gambut nilai n dapat lebih besar dari 0.8. Lebih penting dari porositas adalah sebaran ukuran pori. Tanah sifat-sifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, ketersediaan air dan aliran lengas tanah sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena pada tanah pasir diameter pori relatif lebih besar daripada tanah liat (Kalsim dan Sapei, 2003). Soedibyo (1993) menyatakan padat tidaknya suatu jenis tanah dapat dilihat dari kadar porinya (n) yaitu perbandingan antara volume pori (e) yang merupakan perbandingan antara volume pori dengan volume butir padatnya (tanpa pori). Dapat pula dinyatakan dengan angka pori (e) yang merupakan perbandingan antara volume pori dengan volume butir padatnya. 5. Permeabilitas Tingkat permeabilitas suatu bahan biasanya ditandai dengan angka koefisien permeabilitas atau koefisien filtrasi dengan satuan cm/detik. Untuk memperoleh koefisien permeabilitas dan koefisien filtrasi biasanya bahan diuji di dalam laboratorium atau diuji dalam kondisi aslinya di lapangan. Rumus Dimana :Q = K * i * A.................................................(5) : Q = Debit yang mengalir pada suatu penampang per satuan waktu (cm3/detik) i = Gradien hydrolis K = Koefisien filtrasi (cm/detik), yang menunjukkan tingkat permeabilitas suatu bahan tanah A = Penampang lintang (cm2) Berdasarkan besarnya angka koefisien filtrasi, maka tingkat permeabilitas dari tanah dibedakan dalam tiga kelompok, sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) : a. Lulus air (permeable) = K > 1x10-4 (cm/detik ) b. Semi lulus air (semi-permeable) = K ≈ 1x10-4 (cm/detik ) c. Kedap air = K <1x10-4 (cm/detik ) (impermeable) Permeabilitas dari tanah biasanya tergantung dari jenis tanah, gradasi, berat isi, angka pori, tingkat kejenuhan, besarnya beban konsolidasi, viskositas air yang ada di dalamnya, dan lain-lain (Dunn et al., 1980). Wesley (1973) mengatakan semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (void) antar butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruangan pori tersebut. Proses ini disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut daya rembesan (permeability). Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas Permeabilitas (cm/jam) Kelas < 0.125 Sangat rendah 0.25 – 0.5 Rendah 0.5 – 2 Agak rendah 2.0 – 6.35 Sedang 6.35 – 12.7 Agak cepat 12.7 – 25.4 Cepat > 25.4 Sangat cepat Sumber : Sitorus et al. (1980) dalam Ishak (1991) C. SIFAT MEKANIKA TANAH 1. Pemadatan Tanah Wesley (1973) pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada poripori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Di lapangan biasanya dipakai cara menggilas, sedangkan di laboratorium dipakai cara memukul. Untuk setiap pemadatan tertentu (certain compactive effort) kepadatan yang tercapai tergantung kepada banyaknya air di dalam tanah tersebut, yaitu kepada kadar airnya. Tujuan dari pemadatan, yaitu: a. Menaikkan kekuatannya. b. Memperkecil “compressibility” nya dan daya rembesan airnya. c. Memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut. Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat pemadatan suatu tanah adalah kadar air, gradasinya dan besarnya energi yang diberikan pada pemadatan bahan tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengujian pemadatan untuk memperoleh karakteristik mekanis berupa tingkat kepadatan suatu bahan tanah, juga untuk mengetahui kemampuan pemadatan bahan tersebut. Pengujian pemadatan di laboratorium dilakukan dengan beberapa metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanan pemadatannya, antara lain adalah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977): a. Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk diatas contoh bahan. b. Pemadatan tekan yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip pengoperasian pada contoh bahan dengan dongkrak hidrolis. c. Pemadatan getar yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran mesin vibrasi. Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunaannya adalah metode penumbukan dan dianggap sebagai metode yang standar. Hal ini disebabkan karena peralatannya cukup sederhana demikian pula pelaksanaan pengujiannya, sedang hasilnya paling memadai. Das (1988) menyatakan pemadatan berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemantapan lereng. Pemadatan tanah adalah cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan dukung tanah. Pemadatan didefinisikan sebagai proses menaikkan berat unit tanah dengan memaksa butiran-butiran tanah menjadi lebih rapat dan mengurangi pori-pori udara. Hal ini dilakukan dengan menggunakan beban statis maupun dinamis pada tanah. Tujuan pemadatan adalah untuk memperoleh tanah yang mempunyai sifat-sifat fisis yang sesuai bagi suatu pekerjaan tertentu. (Dunn et al., 1980). 2. Konsistensi Tanah Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel tanah dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung berubah atau meruntuhkan agregat tanah. Berdasarkan konsistensinya tanah dapat dibedakan atas keras, kaku, rapuh, lengket, plastis, dan lunak (Terzaghi dan Peck, 1987). Konsistensi dari lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi oleh kadar air dari tanah. Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas plastis (disebut juga batas Atterberg) (Dunn et al., 1980) : Tabel 2. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah PI Sifat 0 <7 Jenis tanah Kohesi Nonplastis Pasir Nonkohesif Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian 7 – 17 > 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif Plastisitas tinggi Lempung Kohesif Sumber : Hakim, et al., (1986). D. MODEL Definisi model antara lain : model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. model adalah sutau penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji (Suwarto, 2007). • Jenis-jenis model : 1. Ikonik Adalah perwakilan fisik dari hal: berdimensi 2 yaitu foto, peta, cetak biru dan berdimensi 3 yaitu prototipe alat atau mesin. 2. Analog mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah menurut waktu. Berkemampuan mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Banyak berkesuaian dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dan kelas-kelas yang berbeda. Contoh: kurva permintaan, diagram alir. 3. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan atau equation. • Kegunaan model antara lain: 1. Untuk Berfikir atau melakukan analisis. Contohnya: Analisis terhadap cara kerja perangkat elektronik dilakukan dengan bantuan diagram rangkaian. 2. Untuk berkomunikasi. Cotohnya: Masalah kependudukan dengan jelas disampaikan melalui grafik 3. Kegunaan model untuk berlatih/simulasi. Contohnya: calon astronot berlatih dengan model pesawat ruang angkasa 4. Kegunaan model untuk kontrol/pengendalian 5. Kegunaan model untuk melakukan prediksi (ramalan) E. UKURAN PARTIKEL TANAH Bowles (1989) menyatakan bahwa ukuran butiran ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lobang yang paling besar berada paling atas, dan makin ke bawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tertentu disebut sebagai salah satu dari ukuran butiran contoh tanah tersebut. Ukuran partikel tanah berkisar dari batu bulat dengan diameter lebih dari 1 m sampai dengan partikel berukuran lempung dengan diameter kurang dari 0.001 mm. Pada umumnya, dasar-dasar mekanika tanah yang dikembangkan adalah mempelajari tanah-tanah dengan ukuran partikel berkisar dari ukuran lempung sampai kerikil (Dunn et al., 1980). Partikel-partikel pasir ukurannya jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan partikelpartikel debu dan liat (Tabel 3). Semakin tinggi persentasi pasir dalam tanah, semakin banyak ruang pori-pori diantara partikel-partikel tanah dan semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al., 1986). Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional Diameter (cm) Jumlah Luas permukaan Jenis Tanah Sistem USDA Sistem partikel/gram untuk 1 gram Internasional tanah (cm2) Pasir sangat kasar 2-1 - 90 11 Pasir kasar 1-0.50 2-0.2 720 23 Pasir sedang 0.50-0.25 - 5700 45 Pasir halus 0.25-0.10 0.2-0.02 46000 91 Pasir sangat halus 0.10-0.05 - 722000 227 Debu 0.05-0.02 0.02-0.002 5776000 454 Liat <0.02 <0.002 90260853000 8000000 Sumber : Hakim, et al., (1986). Hakim et al. (1986) menyatakan fraksi liat memiliki luas permukaan yang besar. Didalam tanah molekul-molekul air mengelilingi partikel-partikel liat berbentuk seperti selaput tipis, sehingga jumlah liat akan menentukan kapasitas memegang air dalam tanah. Wesley (1973) menyatakan bahwa kerikil dan pasir seringkali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir kasar, sedang golongan lanau dan lempung dikenal sebagai bahan-bahan yang berbutir halus. Lanau adalah bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir halus, kurang plastis dan lebih mudah ditembus air. Ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap koefisien permeabilitas dan pola aliran. Pada hakekatnya semakin halus butiran suatu tanah, maka koefisien filtrasinya semakin rendah dibandingkan dengan tanah yang yang berbutir kasar. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap pola penyebaran aliran pada model tanggul dengan menggunakan ukuran partikel tanah maksimum 4760 µm, untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah terhadap pola aliran pada model tanggul, pada penelitian kali ini digunakan partikel tanah yang berbeda yaitu partikel tanah berukuran maksimum 1 mm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sakai, Erizal dan Tanaka (1998) menyatakan bahwa perbedaan ukuran partikel tanah yang digunakan maka hasil yang didapat akan berbeda pula. F. TANGGUL Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Dikatakan demikian karena ia mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan bendungan. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai penyangga atau penyangga aliran air dan sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Ditinjau dari sudut pelaksanaannya, bendungan homogen merupakan bendungan yang paling sederhana dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya, akan tetapi senantiasa dihadapkan pada problema stabilitas tubuh bendungan tersebut. Hal ini disebabkan karena di seluruh tubuh bendungan yang terletak di bawah garis depresi (seepage line), senantiasa dalam kondisi jenuh, sehingga daya dukung, kekuatan geser, serta sudut luncur alamiahnya menurun pada tingkat-tingkat yang lebih rendah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benarbenar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986). DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul adalah sebagai berikut: 1. Tinggi Tanggul. Tinggi tanggul adalah beda tinggi antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Sedangkan mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran. 2. Tinggi jagaan Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Elevasi permukaan air penuh normal atau elevasi permukaan banjir rencana, dalam keadaan demikian yang disebut elevasi pemukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut. 3. Panjang Lereng Sosrodarsono dan Takeda (1977) menyatakan bahwa panjang bendungan adalah bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut. 4. Kemiringan Lereng (Talud). Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui masing-masing lereng tersebut. Craig (1994) menyatakan bahwa kemiringan saluran biasanya ditentukan oleh keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung kegunaan saluran. Kemiringan dinding saluran terutama tergantung pada jenis bahan. Tabel 4. Kemiringan saluran berdasarkan jenis bahan Bahan Batu Tanah gambut (peat), rawang (muck) Lempung teguh atau tanah berlapis beton Tanah berlapis batu atau tanah bagi saluran yang lebar Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil Kemiringan Hampir tegak lurus ¼:1 ½ : 1 sampai 1 : 1 1:1 1 1/2 : 1 Tanah berlapis lepas 2:1 Lempung berpasir atau lempung berpori 3:1 Sumber : Chow (1989) G. DRAINASE Sistem drainase diperlukan untuk mengatur aliran air di dalam dan di permukaan tanah. Saluran drainase dapat dibuat dari bahan dengan butiran yang lebih kasar (pasir). Bila air merembes dari lapisan dengan butiran halus menuju lapisan dengan butiran kasar, maka bahan butiran halus dapat terangkut lolos melewati lapisan dengan butiran kasar. Proses ini akan menyumbat ruang pori di dalam lapisan dengan butiran kasar. Erosi butiran mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolik. Bila kecepatan aliran air membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, maka akan terjadi peningkatan erosi butiran, sehingga membentuk pipa-pipa dalam tanah yang akhirnya dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter di antara dua lapisan tersebut (Soedibyo, 1993). Beberapa macam drainase yang digunakan pada bendungan urugan tanah: 1. Saluran drainase kaki 2. Saluran drainase horizontal 3. Saluran drainase tegak 4. Saluran drainase kombinasi. Model tanggul dimodifikasi dengan pemakaian filter (capiphon) yang diletakan antara tanah pada tubuh tanggul dengan pasir dibagian hilir sepanjang 25 cm. Perancangan filter (capiphon) ini didesain guna memenuhi 2 kriteria dasar yaitu (Dunn et al., 1980) : 1. Gradasi dari bahan harus sedemikian sehingga butir halus dari tanah disampingnya tidak akan migrasi melaui drain. 2. Kapasitas debit aliran dari bahan harus cukup tinggi untuk menyalurkan semua air rembesan tanpa menimbulkan tinggi tenaga hidrostatik ekses. Capiphon merupakan filter berupa lajur terbuat dari plastik yang juga memiliki daya hisap, kekuatan menahan beban dan gravitasi yang baik untuk menghambat penyumbatan. Penentuan ketebalan pasir pada drainase horizontal bukan hanya didasarkan pada perhitungan-perhitungan teoritis, tetapi juga dipertimbangkan faktor-faktor praktis serta faktor keamanan lainnya. Apabila yang digunakan adalah bahan pasir sungai berbutir hampir seragam dan berbentuk bulat dengan koefisien filtrasi (k) = 1x10-2 ~ 1x10-3 cm/detik atau menggunakan bahan dengan koefisien filtrasi (k) 20-100 kali lebih besar daripada harga k dari bahan tubuh bendungan, maka secara teoritis bahan seperti ini dapat digunakan sebagai filter dengan ketebalan 20-30 cm (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). H. REMBESAN DAN TEORI JARINGAN ALIRAN Semua jenis tanah bersifat lulus air (permeable), dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) diantara butiran-butiran tanah. Di bawah muka air tanah, tanah diasumsikan jenuh, walaupun sebenarnya tidak demikian karena adanya rongga-rongga udara. Dengan demikian tingkat kejenuhan tanah biasanya di bawah 100%. Di bawah muka air tanah, air pori dapat berada dalam keadaan statis, dengan tekanan hidrostatik tergantung pada kedalamannya, atau dapat juga merembes ke lapisan-lapisan tanah karena adanya gradien hidrolik. Dalam zona di bawah muka air, perubahan-perubahan tekanan dan elevasi adalah penyebab utama terjadinya aliran. Sifat tanah yang memungkinkan lewatnya air akibat adanya gradien gaya disebut permeabilitas. Seep/W diformulasikan sebagai dasar dari aliran air pada tanah jenuh maupun tak jenuh, berdasarkan pada persamaan Darcy : q = k * i * A ..............................................................................................(6) Dimana: q = Debit aliran k = Koefisien Permeabilitas i = Gradien Hidrolik. A = Luas seluruh tampang tanah Persamaan Darcy juga sering ditulis : v = k * i......................................................................................................(7) Dimana : v = Kecepatan Darcian atau disebut juga kecepatan sebenarnya. k = Koefisien Permeabilitas i = Gradien Hidrolik. Garis rembesan (garis freatik) adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan. Jadi sebenarnya garis rembesan adalah sama dengan muka air tanah. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini, sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran (Wesley, 1973). Pembentukan garis freatik pada tubuh tanggul dapat dilihat pada Gambar 4. Pada titik koordinat (x,y) yang diukur dari kaki hilir seperti terlihat kita dapatkan i= dy ………………………………………………………………..….(8) ds v=k*i=k dy ……………………………………………………….…(9) ds A = y * lebar............................................................................................(10) Untuk kasus dimana β kecil (biasanya β<30o), kita dapat gantikan dy/ds dengan i = dy/dx. Dengan substitusi ini dan menyelesaikanya untuk laju aliran per lebar saluran diperoleh : q=v*A=k* dy ( y ) .............................................................................(11) dx Dengan memisahkan variable-variabel, kita dapatkan persamaan : q (dx) = k(y) dy…………………………………………………………(12) Gambar 4. Pembentukan garis freatik (Bowles, 1989) Garis equipotensial adalah garis-garis yang mempunyai tinggi tekanan yang sama (h konstan). Kemiringan garis equipotensial adalah tegak lurus terhadap garis aliran. Pada tanah yang seragam hal ini selalu benar, sehingga rembesan air di dalam tanah dapat digambarkan sebagai deretan garis equipotensial dan deretan garis aliran yang saling berpotongan secara tegak lurus. (Hardiyatmo, 1992). Wesley (1973) menyatakan pembuatan “flow net”, sebaiknya dilaksanakan dengan menjadikan jarak antara garis-garis equipotential sama dengan jarak antara garis-garis aliran. Dengan cara ini, flow net akan terdiri dari poligonpoligon yang bentuknya mendekati bujur sangkar. Cara yang sebaiknya kita pergunakan untuk menggambarkan “flow net” adalah sebagai berikut: 1. Gambarkan daerah rembesan air dengan semua pembatasan- pembatasannya, dengan skala sedemikian rupa sehingga pada gambar tersebut dapat dimasukkan semua garis aliran dan garis equipotential sampai ujung-ujungnya, jadi jangan sampai ada garis aliran atau garis equipotential yang tidak masuk seluruhnya pada gambar tersebut. 2. Gambarkanlah tiga atau empat garis aliran dengan mengingat bahwa jarak antara garis aliran tergantung pada lengkungnya. Makin lengkung garis aliran berarti makin dekat satu sama lain. 3. Masukkanlah garis-garis equipotential dengan memperhatikan bahwa perpotongannya dengan garis aliran harus secara tegak lurus sehingga bentuk poligon-poligon mendekati bujur sangkar Robahlah tempat dan bentuk garis-garis aliran dan equipotential seperlunya sampai semua syarat-syarat cukup dipenuhi. Gambar 5. Jaringan aliran pada tubuh tanggul (Wesley, 1973) Untuk menggambarkan garis freatik seperti pada Gambar 4, bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Bowles, 1989): 1. Beberapa jarak xi ditentukan untuk menghitung yi berdasarkan persamaan garis freatik, dengan ketentuan nilai xi ≤ xo. 2. Dari titik-titik (xi, yi) yang diperoleh, dapat digambarkan kurva mulus (smooth) dari titik-titik tersebut. Parabola tersebut akan meyinggung muka tanggul di bagian hilir pada bagian atas dari bagian bawah (titik A) dan berangsur-angsur menjadi tegak lurus terhadap muka tanggul di bagian hulu pada garis air. Muka tanggul bagian hulu merupakan garis equipotensial dan garis freatik merupakan garis aliran. Selain dengan analisis grafis, penggambaran garis aliran dapat pula dilakukan dengan pengamatan dari sebuah model di laboratorium. Selain itu juga dengan adanya program (software) komputer yang dikeluarkan oleh geo-slope tahun 2002, penggambaran garis aliran semakin mudah dilakukan. Gambar 6. Gradien Rembesan (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) Panjang zona basah (a) dapat dihitung dengan rumus berikut (Bowles, 1989): a= d d2 H2 − − ..................................................(13) Cosβ Cos 2 β Cos 2 β Dimana : a d = Panjang Zona Basah = Jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir (cm) H = Tinggi tekan air (beda tinggi muka air hulu dan muka air hilir) (cm) β = Sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul Karena garis freatik merupakan parabola, maka dapat digunakan persamaan sederhana berikut: y = Kx2 ....................................................................................................(14) Untuk xo nilai y = yo. Maka besarnya nilai K bisa ditentukan dengan rumus sebagai berikut: K = yo/ xo2................................................................................................(15) Dimana: y = jarak vertikal pada garis freatik (cm) K = Koefisien x = Jarak horizontal pada garis freatik (cm) I. PROGRAM GEO-SLOPE Geo-Slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh Geo-Slope Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program geo-slope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W, Sigma/W, Quake/W, Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap-tiap masalah yang berbeda (Http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap program tersebut adalah sebagai berikut: 1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng. 2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah 3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan masalah deformasi 4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, dan kemiringan lereng, 5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal 6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan Seep/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar. Seep/W merupakan suatu software yang digunakan dalam menganalisis rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material menyerap air seperti tanah dan batu. Seep/W dapat diaplikasikan dalam menganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika, dan proyek pembangunan tambang. Seep/W diformulasikan sebagai dasar dari aliran air pada tanah jenuh maupun tak jenuh, berdasarkan pada persamaan Darcy : v= −k hL = −ki ......................................................................................(16) L q = vn . An = v A.......................................................................................(17) Dimana : q = Debit aliran hL = Kehilangan tenaga persatuan berat (.kehilangan tinggi tenaga) v = Kecepatan Darcy (kecepatan semu) vn = Kecepatan sebenarnya An = Luas pori pada tampang tanah A = Luas seluruh tampang tanah L = Panjang lintasan i hL = Gradien hidraulik = L k = Koefisien permeabilitas Air di bawah bidang muka air maupun dalam zona kapiler dipengaruhi oleh gaya-gaya yang dapat menyebabkan aliran. Dalam zona di bawah muka air, perubahan-perubahan tekanan dan elevasi adalah penyebab utama terjadinya aliran. Sifat tanah yang memungkinkan lewatnya air akibat adanya gradien gaya disebut permeabilitas. Dalam menyelesaikan masalah aliran dalam tanah adalah lebih mudah menggunakan luas tampang lintang total dari tanah yang dialiri daripada menghitung luas pori (Persamaan 16 dan 17). Program Seep/W mampu memecahkan hampir semua masalah yang berhubungan dengan air tanah, meliputi: 1. Penghilangan tekanan air pori setelah kondisi waduk drawdown (muka air surut tiba-tiba). 2. Jumlah rembesan yang mengalir pada penggalian. 3. Drawdown dari suatu permukaan air di bawah tanah dalam kaitannya dengan pemompaan dari suatu aquifer. 4. Pengaruh dari saluran di bawah permukaan tanah dan sumur-sumur injeksi (injeksi wells). Adapun keunggulan yang dimiliki oleh program Seep/W diantaranya adalah: 1. Jenis analisa meliputi kondisi aliran steady state (mantap), aliran transient (tidak mantap) aliran 2D, dan aliran 3D. 2. Jenis boundary conditions (kondisi batas) meliputi total head, pressure head dan lain sebagainya. Kondisi batas dapat diatur dan dibatalkan untuk mengetahui bentuk kondisi rembesan. 3. Volume air dan fungsi konduktivitas dapat diperkirakan dari parameter dasar dan fungsi grain size (ukuran butiran). 4. Dapat melakukan penggambaran aliran air. 5. Membatalkan dan mengulangi perintah-perintah pada program Seep/W. Data-data yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas (konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head pressure), pressure, Flux, atau dengan kombinasi data-data yang tersedia tersebut. Dalam hal ini, data yang dipergunakan untuk penggambaran garis aliran dengan program Seep/W adalah data konduktivitas hidrolik dan pressure (Damastuti, 2005). Program Seep/W ditampilkan dalam format windows sehingga memudahkan didalam penggunaan program ini. Adapun tahap-tahap penggambaran dari persiapan, input data sampai running semua tersedia pada menu bar dan tools bar. Tahapan penggambaran dengan program Seep/W adalah sebagai berikut: 1. Atur skala dan grid untuk membatasi daerah penggambaran dan menentukan ukuran terkecil dari dimensi tersebut. 2. Sketsa model tanggul digambarkan berdasarkan dimensi yang sudah ada dengan menggunakan metode penggambaran dua dimensi. 3. Masukkan data konduktivitas hidrolik dan pressure ke dalam persamaan (key in). 4. Bagi sketsa model menjadi beberapa elemen melalui perintah draw lalu lanjutkan ke elemens. Maka sketsa model tanggul yang sudah ada sudah terbagi menjadi beberapa bagian (elemen). 5. Tentukan kondisi batas (boundary conditions) dengan cara klik menu draw lalu lanjutkan ke boundary condition. Kemudian klik pada bagian hulu data pressure head (p) sedangkan pada bagian hilir klik data debit (Q). 6. Untuk menentukan flux section maka klik menu draw lalu lanjutkan ke flux section kemudian klik bagian sketsa tanggul dari bawah sampai atas. 7. Periksa data dan pisahkan data dengan menggunakan menu verify/sort data, apabila masih terjadi error maka periksa ulang data yang dimasukkan melauli key in, elemen, maupun boundary condition. 8. Setelah itu pecahkan permasalahan dengan menggunakan menu tools kemudian ketik solve untuk mendefinisikan data tiap elemen agar tergambar dalam hasil running. 9. Melihat hasil running dengan cara klik menu tools pada bagian atas kemudian klik contour. Dari hasil akhir penggunaan program Seep/W dapat diketahui arah/vector aliran, garis rembesan, pola aliran air, (flow net), debit rembesan dan lain sebagainya (http://www.geo-slope.com). III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika serta Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2007. B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Contoh tanah jenis Latosol yang berasal dari lahan percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model 2. Alat a. Cangkul j. Desikator b. Penumbuk tanah k. Penyemprot air c. Wadah/ember l. Cetakan d. Saringan 1 mm m. Sendok pengaduk e. Pisau n. Pelantak (rammer) f. Timbangan o. Gelas ukur g. Oven p. Stopwatch h. Alat uji falling head q. Alat uji kuat geser tanah i. LL Device Groving tools r. Gelas kalibrasi C. TAHAPAN PENELITIAN Mulai Pembuatan Kotak Model Tanggul Pengambilan Contoh Tanah Penghalusan Tanah Pengujian Sifat Fisik Tanah Uji tumbuk manual Ya Pembuatan Model Tanggul Pengaliran Air Pengamatan Pembongkaran Tanggul Uji Permeabilitas Program GEO-SLOPE Selesai Gambar 7. Diagram Alir Tahapan Penelitian D. METODE PENELITIAN 1. Pengambilan Contoh Tanah Contoh tanah yang diambil sebagai bahan timbunan model tanggul adalah tanah latosol yang ada di Leuwikopo. Contoh tanah tersebut termasuk kategori contoh tanah terganggu. Contoh tanah diambil dengan menggunakan cangkul pada kedalaman 20-40 cm, kemudian tanah tersebut dikering udarakan dengan tujuan untuk mengurangi kadar airnya. Tanah yang kering tersebut selanjutnya disaring dengan menggunakan saringan 1 mm. Contoh tanah tak terganggu diambil dengan menggunakan cincin silinder (ring sample), kemudian contoh tanah tersebut dimasukkan dalam plastik dan ditutup rapat untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan air yang berlebihan 2. Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS 1203 – 1978. Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau volume air dibagi volume tanah (basis volume). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003) : w= Dimana: w m a − mb * 100% ..................................................................(18) mb − mc = Kadar Air Tanah (%) ma = Berat tanah basah dan wadah (g) mb = Berat tanah kering oven dan wadah (g) mc = Berat wadah (g) 3. Pengujian Konsistensi Tanah Pengujian konsistensi tanah terdiri dari 2 jenis pengujian, yaitu : penentuan batas cair, batas plastis, dan indeks plastisitas. Atterberg (1911) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. a. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis (yaitu batas atas dari batas plastis). Batas cair biasanya ditentukan dari pengujian Cassagrande. Metode pengukuran yang digunakan merupakan standar JIS A 1205-1980. Peralatan yang digunakan disebut LL Device Groving Tools. Cara pengujiannya yaitu tanah yang telah dicampur dengan air ditaruh dalam cawan dan dilamnya dibuat alur dengan memakai alat grooving tool. Engkol alat diputar sehingga cawan dinaikkan dan dijatuhkan pada dasar, dan banyaknya pukulan dihitung sampai kedua tepi alur berimpit. Percobaan ini dilakukan terhadap beberapa contoh dengan kadar air yang berbeda, dan banyaknya pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air. Dengan demikian dapat dibuat suatu grafik kadar air terhadap banyaknya pukulan. Batas cair adalah kadar air tanah dengan 25 pukulan. Gambar 8. Pengujian batas cair b. Batas Plastis (Plastic Limit) Menurut definisi batas plastis (PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis. Metode yang digunakan adalah metode standar JIS A 1206-1970 (1978). Kadar air ini ditentukan dengan menggiling tanah pada plat kaca sehingga diameter dari batang tanah yang dibentuk demikian, mencapai 1/8 inci atau sekitar 3.2 cm. Bilamana tanah mulai pecah pada saat diameternya mencapai 1/8 inci atau sekitar 3.2 cm maka kadar air tanah itu adalah batas plastis. Gambar 9. Pengujian batas plastis c. Indeks Plastis Selisih antara batas cair dan batas plastis ialah daerah dimana tanah tersebut adalah dalam keadaan plastis. Ini disebut ”plasticity index” (PI). PI = LL – PL....................................................................(19) PI menunjukkan sifat keplastisan tanahnya. Jika tanah mempunyai kadar interval air di daerah plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut tanah kurus. Sebaliknya jika tanah mempunyai interval kadar air daerah batas plastis yang besar disebut tanah gemuk (Bowles, 1989). 4. Pengukuran Berat Isi (Bulk Density) Berat isi (bulk density) dari tanah tergantung pada kadar airnya. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah diman berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungan menggunakan persamaan berikut: Rumus: ρw = Wtb .....................................................................................(20) V ρd = Wtk 100 ρ w atauρ d = ..................................................(21) V (100 + w) Dimana: ρw = Berat isi basah (g/cm3) ρd = Berat isi kering (g/cm3) Wtb = Berat tanah basah (g) Wtk = Berat tanah kering oven (g) V = Volume tanah (cm3) W = Kadar air (%) Kepadatan tanah biasanya diukur (dinilai) dengan menentukan berat isi keringnya, bukan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi kering berarti lebih kecil angka pori dan lebih tinggi derajat kepadatannya. 5. Porositas (n) Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume tanah total (Das, 1988). n= Vv .........................................................................................(22) V Sedangkan angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat e= VV .........................................................................................(23) VS Dimana: Vv = Vw+Va n = Porositas e = Angka pori V = Volume total contoh tanah (cm3) Vv = Volume pori (cm3) Vs = Volume butiran padatan (cm3) Vw = Volume air dalam pori (cm3) Va = Volume udara di dalam pori (cm3) 6. Pembuatan Kotak Model Tanggul Model tanggul dibuat diatas kotak model tanggul. Kotak model dibuat dengan menggunakan bahan acrylic (fiberglass) dan dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai kontrol ketinggian air, outlet untuk pembuangan rembesan air dan saluran drainase horizontal. Gambar 10. Kotak model tanggul 7. Uji Tumbuk Manual Uji tumbuk manual ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual yang mempunyai berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum bahan tersebut. Nilai RC didapatkan dari persamaan berikut : a. Berat isi basah (ρt, g/cm3) m2 − m1 .................................................................................(24) V ρt = b. Berat isi kering (ρd, g/cm3) ρd = 100 ρ t ................................................................................(25) 100 + w RC = ρ d dilapangan ρ d max UjiS tan dar Pr octor .....................................................(26) dengan : m1 = berat cetakan uji tumbuk manual (gram) m2 = berat tanah dengan cetakannya (gram) V = volume cetakan (cm3) w = kadar air tanah (%) (a) (b) Gambar 11. Kotak tumbuk manual (a), rammer (b) Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan tanah dihitung dengan persamaan : CE = WxHxNxLxg ...................................................................(27) L dengan : CE = jumlah energi pemadatan (kJ/m3) W = berat rammer (kg) H = tinggi jatuhan rammer (m) N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan L = jumlah lapisan V = volume cetakan (m3) g = gravitasi (m/detik2) 8. Pembuatan Model Tanggul Model tanggul dibuat berdasarkan ukuran model tanggul yang direncanakan, mulai dari tinggi tanggul, tinggi jagaan, panjang tanggul, volume tanggul, kemiringan lereng dan sebagainya. Perbandingan ukuran dimensi model tanggul dengan tanggul sebenarnya adalah 1:12, yang mengacu pada kriteria yang disebutkan DPU (1986). Sedangkan kemiringan lereng dibuat 1: 3 yaitu berdasarkan jenis tanahnya. Bahan timbunan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah latosol yang dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan berdasarkan perbandingan luas dari permukaan model tanggul dengan luas kotak uji tumbuk manual dikalikan jumlah tumbukan pada uji tumbuk manual. Proses pembuatan model tanggul terdapat pada Gambar 12. (a) (b) (c) Gambar 12. (a), (b), (c) Proses pembuatan tanggul Tabel 5. Dimensi Tanggul Dimensi Tanggul (cm) Model Lapangan 12.5 150 Hf (tinggi jagaan) 5 60 Hd (tinggi tanggul) 17.5 210 B (lebar atas/mercu) 12.5 150 L (Lebar bawah) 140 1680 C (Batas filter) 25 300 Hp (tinggi tekanan air) 15 180 H (tinggi muka air) Sumber : DPU (1986). 9. Drainase Horizontal Pada penelitian kali ini, menggunakan model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal. Panjang filter yang akan digunakan sepanjang 25 cm yang dapat merembeskan air. Saluran drainase terbuat dari bahan pasir dan kerikil yang bergradasi baik. Sedangkan bahan yang digunakan sebagai filter adalah caphiphon drain belt. Dengan membuat saluran drainase pada model tanggul akan mengurangi tegangan air pori pada tanah. Saluran Drainase Horizontal dibuat di bagian bawah dari tanggul. Urugan tanah filter saluran drainase Gambar 13. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase horizontal 10. Pengaliran Air Apabila model tanggul telah dibentuk tahapan selanjutnya adalah proses pengaliran air. Air diambil adalah air yang dari saluran terbuka yang terdapat di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Fluida. Air dialirkan melalui inlet pada debit yang telah ditentukan, kelebihan air akan diatasi dengan menggunakan spillway. Gambar 14. Proses pengaliran air Gambar 15. Pengukuran debit oulet Pengamatan yang dilakukan antara lain : a. Pengambilan Foto Rembesan Pengambilan foto rembesan merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk mengetahui pola penyebaran alran di tubuh model tanggul. Pengambilan foto dilakukan setiap 3 menit sekali sampai rembesan mencapai ujung tanggul b. Pengukuran Debit Pengukuran debit yang dilakukan adalah pengukuran debit di spillway dan di outlet. Pengukuran debit di inlet dilakukan diawal sebanyak tiga kali. Pengukuran debit di spillway dilakukan tiga kali ulangan, sedangkan untuk mengukur debit di outlet dilakukan setelah debit mulai konstan. c. Pengukuran Panjang Zona Basah Pada saat debit mulai konstan, kemudian lakukan pengukuran zona basah (a) yang terbentuk. Panjang zona basah adalah jarak antara garis freatik memotong dan keluar tubuh tanggul sampai muka hilir bagian bawah dan catat waktu yang diperlukan sampai garis freatik memotong tubuh tanggul. Proses pengaliran pada tubuh tanggul dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan dimensi dan tinggi muka air yang sama. Selain itu setiap kali ulangan dimulai dari proses pemadatan dengan jumlah tumbukan yang sama pada masing-masing lapisan. Pengaliran air dilakukan pada model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal dan pada model tanggul tanpa drainase. 11. Garis Freatik Pada Tubuh Tanggul Garis rembesan adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan berjalan. Jadi sebenarnya garis rembesan adalah sama dengan muka air tanah. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini, sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran. Sebuah zona basah akan terbentuk diatas garis freatik ini. Pendugaan garis freatik dan untuk mendapatkan panjang zona basah (a) pada penelitian kali ini, dilakukan dengan tiga metode yaitu : metode pengamatan langsung, analisis grafis, dan dengan menggunakan program geoslope dengan melakukan pengamatan pada model tanggul yang menggunakan drainase horizontal maupun pada model tanggul tanpa drainase. 12. Pembongkaran Tanggul Setelah pengaliran selesai, dan sesudah pengukuran panjang zona basah sampai debit di outlet konstan selesai dilakukan maka tahapan selanjutnya dilakukan pembongkaran tanggul. Sebelum pembongkaran tanggul, contoh tanah diambil dengan menggunakan ring sampel tanah untuk pengujian permeabilitas dan uji kuat geser tanah. Sisa tanah yang sudah dibongkar kemudian dikering udarakan dan disaring kembali dengan menggunakan saringan 1 mm, untuk pengujian untuk ulangan berikutnya. 13. Permeabilitas Kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut daya rembesan (permeability) (Wesley, 1973). Pengujian permeabilitas menggunakan metode falling head permeability test. Pada metode ini sumber air yang masuk contoh adalah melaui pipa dengan diameter yang kecil. Penentuan nilai K dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut dalam jangka waktu tertentu. Diameter pipa dapat diatur sesuai dengan sifat contoh yang akan diperiksa. Untuk contoh dengan daya rembesan lebih besar maka sebaiknya diameter pipa juga lebih besar. h axl K r = 2 .3 * log 1 ................................................................. (28) h2 AxT Dimana : Kr = koefisien permeabilitas tanah pada (cm/detik) a = luas permukaan pipa gelas (cm2) l = panjang contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm2) T = waktu (detik) h1 = tinggi minikus atas (cm) h2 = tinggi minikus bawah (cm) Gambar 16. Uji Permeabilitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH Sifat dari suatu jenis tanah banyak ditentukan oleh sifat fisiknya. Pada penelitian kali ini tanah yang digunakan adalah tanah Latosol yang diambil pada kedalaman 20-40 cm dan lolos saringan 1 mm. Beberapa sifat fisik tanah Latosol Darmaga, Bogor yang lolos saringan 1 mm dan 4760 µm terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat Fisik Tanah Latosol, Darmaga, Bogor Sifat Fisik 3 Saringan 1 mm Saringan 4760 µm (Dewi dkk, 2007) (Herlina, 2003) Berat isi kering (g/cm ) 1.26 1.30 Kadar air optimum (%) 33.02 33.5 Fraksi Liat (%) 27.49 62.13 Debu (%) 40.24 12.94 Pasir (%) 32.27 24.93 Batas Cair (%) 67.87 61.42 Batas Plastis (%) 44.63 41.36 Indeks Plastisitas (%) 23.24 20.06 Berat jenis tanah (%) 2.65 2.64 Permeabilitas (cm/dtk) 6.7 x 10-4 4.28 x 10-6 Angka pori 1.67 0.61 Porositas 0.62 1.55 Hasil analisis sifat fisik tanah yang lolos saringan 4760 µm pada penelitian sebelumnya (Herlina, 2003), dibandingkan dengan penelitian kali ini yang menggunakan tanah lolos saringan 1 mm terdapat sedikit perbedaan. Perbedaan hanya terlihat pada nilai permeabilitas, berat isi kering, persentase fraksi tanah, angka pori. Pada penelitian sebelumnya (Herlina, 2003) nilai berat isi kering lebih besar dibandingkan penelitian kali ini sedangkan nilai angka pori dan permeabilitas lebih kecil. Wesley (1973) menyatakan lebih tinggi berat isi kering berarti lebih kecil angka pori maka nilai permeabilitasnya akan lebih kecil pula. Nilai koefisien permeabilitas didapatkan menggunakan metode falling head. Berdasarkan hasil penelitian (Sumarno, 2003), besarnya nilai koefisien permeabilitas juga dipengaruhi oleh porositas dan angka pori. Semakin besar porositas dan angka pori maka semakin maka semakin besar pula koefisien permeabilitasnya. Indeks Plastisitas PI (%) 60 Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran 50 halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang 40 diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. CH Garis A 30 20 MH atau OH LH ML atau OL CL-ML 10 7 4 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20) Gambar 17. Klasifikasi tanah latosol berdasarkan sistem Unified Gambar 18. Klasifikasi tanah latosol berdasarkan sistem USDA Keterangan : Contoh tanah 10 Berdasarkan sifat-sifat fisik tanah Latosol diatas, dapat diklasifikasikan menurut sistem klasifikasi tanah Unified yang didasarkan pada analisis konsistensi tanah yaitu dengan menggunakan batas cair dan batas plastis tanah. Sistem ini banyak digunakan untuk pekerjaan teknik pondasi seperti bendungan, bangunan, dan konstruksi yang sejenis. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah dengan ukuran partikel 1 mm memiliki nilai batas cair (LL) 61.25 %, dan indeks plastisitas (PI) 20.69 %. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kemudian nilai-nilai batas cair dan indeks plastisitas diplotkan ke dalam grafik klasifikasi tanah pada Gambar 17, sehingga didapatkan hasil berupa titik di bawah garis A, pada daerah MH. Daerah MH menunjukkan bahwa klasifikasi tanah tersebut adalah lanau anorganik plastisitas tinggi. Sedangkan klasifikasi menurut segitiga tekstur sistem USDA, tanah latosol yang lolos saringan 1 mm pada penelitian kali ini tergolong dalam kelas lempung, dapat kita lihat pada Gambar 18. B. UJI PEMADATAN Pemadatan (compaction) adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara. Karakteristik pemadatan dari suatu jenis tanah dapat diketahui dari uji standar di laboratorium. Dari uji ini akan diperoleh kadar air tertentu, yang dikenal sebagai kadar air optimum (OMC) yang akan menghasilkan nilai berat kering maksimum (ρdmaks). Adapun data hasil uji pemadatan disajikan pada Tabel 7 berikut: 3 B erat Isi K erin g(gr/cm ) 1.80 1.60 Hasil uji pemadatan ZAV 1.40 1.20 1.00 0.80 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 Kadar Air (%) Gambar 19. Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Berat Isi Kering Tabel 7. Hasil uji pemadatan tanah Latosol diameter 1 mm Kadar Air (%) Berat isi basah (g/cm3) Berat isi kering (g/cm3) Berat isi jenuh (g/cm3) 20.60 1.25 1.04 1.71 25.25 1.37 1.10 1.59 28.60 1.53 1.19 1.51 30.98 1.61 1.23 1.46 *33.02 1.68 1.26 1.41 34.63 1.69 1.26 1.38 38.25 1.71 1.24 1.32 42.39 1.68 1.18 1.25 *) Kadar air optimum Dari pengujian tersebut diperoleh kadar air optimum sebesar 33.02 % dengan berat isi kering maksimum sebesar 1.26 g/cm3. Kedua nilai tersebut merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik uji pemadatan maupun pada proses pemadatan model tanggul. Pada penelitian kali ini nilai kadar air dan berat isi kering maksimum nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Herlina, 2003) yang menggunakan partikel tanah yang lolos saringan 4760µm, nilai kadar air optimum sebesar 33.5 % dan berat isi kering maksimum 1.30 g/cm3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Herlina (2003) yaitu dengan bertambahnya kadar air, berat isi kering semakin besar dan koefisien permeabilitasnya semakin kecil. C. UJI TUMBUK MANUAL Uji tumbuk manual ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan daya tumbukan (dinamik) untuk menentukan nilai ρd dari pemadatan di lapangan. Alat yang digunakan dalam uji tumbuk manual maupun proses pemadatan tanggul adalah penumbuk (rammer) buatan dari kayu juga cetakan yang telah disesuaikan dengan rammer buatan. Jumlah tumbukkan pada Tabel 8, diperoleh dari pengujian yang dilaksanakan dengan variasi jumlah tumbukan untuk mendapatkan kadar air dan berat isi kering yang mendekati kadar air optimum dan berat isi kering maksimum dari hasil pengujian standar. Berat isi kering dihitung berdasarkan persamaan 25. Dari hasil uji tumbuk manual, meskipun nilai RC yang didapat < 90 % diperoleh jumlah tumbukan sebesar 150 tumbukan dengan berat isi kering 1.06 g/cm3 dan RC 84.13 %, maka nilai berat isi kering lapangan tersebut dapat dijadikan nilai pemadatan maksimum. Lee dan Singh dalam Bowles (1989) menyebutkan bahwa kepadatan relatif yang bersesuaian dengan kerapatan relatif nol adalah 80 % sehingga kepadatan relatif (Dr) tidak akan pernah kurang dari 80%. Kepadatan relatif (Dr) sendiri adalah tolak ukur angka pori di lapangan yang dinyatakan dalam berat isi maksimm (ρdmaks), berat isi minimum(ρdmin), dan berat isi di lapangan (ρdn) sebagai: Dr = ρ dmaks ρ dn − ρ d min * ρ dn ρ dmaks − ρ d min Tabel 8. Spesifikasi pemadatan uji tumbuk manual No Elemen Nilai 1 Berat Rammer (kg) 2.14 2 Tinggi jatuh rammer (cm) 20 3 Volume cetakan (cm3) 9000 4 Tanah Saringan 1 mm 5 Jumlah tumbukan 150 6 Jumlah lapisan 3 7 Berat isi kering (ρd) (kg/cm3) 1.06 8 Kadar air (%) 32.4 9 RC (%) 84.13 8 Energi pemadatan (CE) (kg/cm3) 2.14 . Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penelitian sebelumnya dapat disimpulkan semakin banyak tumbukan, maka nilai berat isi kering, compaction energy (CE), Ratio compaction (RC) semakin besar tetapi nilai permemeabilitas menurun. Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian kali ini yaitu dengan menambah jumlah tumbukan menjadi 150 kali, nilai CE bertambah menjadi 2.14 kg/cm3, tetapi menghasilkan nilai berat isi kering (ρd) 1.06 kg/cm3 , RC 84.13 % yang lebih kecil dan nilai permeabilitas yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena ukuran diameter partikel tanah yang digunakan berbeda Perbedaan ini menyebabkan kandungan liat yang berbeda dan kepadatannya pun akan berbeda sehingga akan menghasilkan nilai RC yang berbeda pula. Ukuran diameter partikel tanah yang lolos saringan 1 mm memerlukan jumlah tumbukan dan energi pemadatan (CE) yang lebih besar untuk mendapatkan kadar air optimum (OMC) dan berat isi kering (ρd) yang mendekati hasil pengujian standar dibandingkan dengan ukuran diameter partikel tanah yang lolos saringan 4760µm, meskipun nilai permeabilitas yang diperoleh lebih besar yang disebabkan oleh kepadatan relatif (RC) masih kurang dari 90%. Tabel 9. Hasil uji pemadatan No Jumlah Berat isi kering RC CE Permeabilitas Tumbukan (kg/cm3) (%) (kg/cm3) (cm/detik) 1 50 * 0.879 87.62 0.79 2.40 x 10-5 2 75** 1.2 91.44 1.07 2.57 x 10-6 3 100*** 1.19 95.40 1.43 2.31 x 10-6 4 150 1.06 84.13 2.14 2.89 x 10-4 Ket : * Latif (2004) ** Suherlan (2005) *** Leli (2005) D. MODEL TANGGUL Model tanggul dibuat dalam kotak model. Dimensi tanggul yang dibuat berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh DPU (1986), dapat dilihat pada Tabel 5. Ukuran model yang akan dibuat 1 : 12 dari ukuran yang umum di lapangan, sedangkan kemiringan lereng dibuat 1 : 3 sesuai dengan jenis tanahnya (Latosol). Tanah dipadatkan menggunakan rammer dengan jumlah tumbukan, jumlah lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Proses pembuatan model tanggul dapat dilihat pada Gambar 12. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan dengan persamaan berikut : Gambar 20. Penampang melintang tanggul sebelum dialiri Nmodel = Luas lapisan model ke - n x N box Luas lapisan box Tabel 10. Jumlah tumbukan tiap lapisan pada model tanggul 1 Luas lapisan (cm2) 140 x 50 = 7000 Jumlah tumbukan 875 2 130 x 50 = 6500 813 3 115 x 50 = 5750 719 4 112 x 50 = 5600 700 5 91 x 50 = 4550 569 6 88 x 50 = 4400 550 7 75 x 50 = 3750 469 8 68 x 50 = 3400 425 Total 5120 Lapisan E. GARIS FREATIK 1. Pengamatan di laboratorium. Pengamatan langsung terhadap model tanggul mempermudah dalam mempelajari teori garis aliran pada tubuh tanggul. Melalui pengamatan ini, visualisasi proses perembesan air dapat terlihat jelas. Sehingga dapat dibandingkan dengan teori yang sudah ada. Jumikis (1962) menyatakan bahwa kelebihan yang diperoleh dari penggunaan model untuk menggambarkan batas atas dari rembesan adalah bahwa garis aliran yang terjadi bisa diperoleh secara lebih tepat untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya di lapangan. Perbedaan hasil antara teori dan kondisi di lapang disebabkan adanya kemungkinan beberapa macam kondisi batas yang tidak diperhitungkan dalam teori. Model kotak tanggul dibuat dari sebuah kotak acrylic yang transparan. Pembuatan kotak model seperti ini dilakukan untuk mempermudah dalam mengamati pola aliran yang terjadi di tubuh tanggul. Spesifikasi pemadatan pada model tanggul dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Spesifikasi pemadatan pada model tanggul Elemen Uji Tumbuk 2 Pemadatan Luasan rata-rata (cm ) 1200 5118.75 Jumlah tumbuk rata-rata 150 640 3 8 Jumah lapisan Tabel 11 menunjukkan elemen-elemen pemadatan model tanggul dan nilainya pada uji tumbuk. Nilai-nilai uji tumbuk diperoleh dengan acuan dari pemadatan standar dengan menggunakan ukuran diameter partikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Proses pemadatan yang dilakukan pada saat pembuatan tanggul tidak terlalu mengalami kesulitan, yang paling penting diperhatikan adalah kadar air tanah yang digunakan untuk pembuatan tanggul harus sama atau mendekati kadar air optimum pada uji pemadatan standar agar menghasilkan pola aliran dalam tubuh tanggul yang sesuai dengan teori yang ada. Pengamatan terhadap model tanggul dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu 3 kali ulangan untuk model tanggul tanpa drainase dan 1 kali ulangan untuk model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal. Nilai permeabilitas yang didapatkan dari model tanggul tanpa drainase untuk ulangan I, II, dan III yaitu 2.3 x 10-4 cm/detik, 3.24 x 10-4 cm/detik, 3.13 x 10-4 cm/detik, sedangkan untuk model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal sebesar 8.41 x 10-5 cm/detik. Nilai permeabilitas yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu 2.31 x 10-6 cm/detik (Damastuti, 2005). Hal ini disebabkan karena ukuran diameter partikel tanah yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan ukuran diameter partikel tanah yang digunakan sangat berpengaruh karena meskipun jumlah tumbukan lebih banyak dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, tetapi memberikan nilai RC yang lebih kecil sehingga nilai permeabilitasnya menjadi lebih besar. Tabel 12. Sifat fisik bahan tanah model tanggul setelah pengaliran Tanggul Tanpa Drainase Tanggul Dengan Sifat Fisik Drainase Horizontal I II III -4 I 2.3 x 10 3.24 x 10 3.13 x 10 8.41 x 10-5 Pressure (-) Kpa 0.92 1.55 1.45 2.01 Kadar Air (%) 50.65 43.77 44.78 40.24 Permeabilitas -4 -4 (cm/detik) Berdasarkan Tabel 12, nilai permeabilitas yang didapatkan berdasarkan pengujian sifat fisik tanah pada model tanggul setelah pengaliran dan nilai Pressure yang didapatkan sangat diperlukan dalam penggunaan program GeoSlope. Pengamatan terhadap model tanggul diawali dengan proses pengaliran air yang secara kontinu (steady-state) dengan ketinggian yang tetap dan dikontrol dengan adanya spillway yang fungsinya untuk membuang kelebihan air. Pengamatan terhadap model tanggul dihentikan sampai terjadi garis freatik yang memotong dan keluar dari tubuh model tanggul pada jarak a dari muka hilir bagian bawah juga sampai mencapai debit rembesan yang konstan. Data hasil pengamatan model tanggul tanpa drainase dapat dilihat pada Tabel 13. Dari hasil pengamatan, nilai permeabilitas yang didapatkan dari 3 kali ulangan hasilnya tidak berbeda jauh. Hal ini disebabkan spesifikasi pemadatan yang dilakukan sudah sama pada setiap kali ulangan. Tabel 13. Data hasil pengamatan model tanggul tanpa drainase Ulangan Zona Basah Waktu Debit (cm) (menit) (m3/detik) I 21.3 137 2.73 x 10-7 II 20.5 85 2.48 x 10-7 III 18 60 2.36 x 10-7 Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai zona basah (a) rata-rata pada model tanggul tanpa drainase yang didapatkan pada penelitian kali ini, nilainya lebih besar yaitu 19.9 cm dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Latif (2004) dengan RC 67.62 % nilai a rata-rata 17.6 cm, Damastuti (2005) dengan RC 95.4 % nilai a rata-rata 10 cm. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu nilai berat isi kering yang digunakan lebih kecil berarti jumlah angka pori dan nilai permeabilitas ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm semakin besar sehingga menyebabkan kenaikan air melalui celah kapiler semakin tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran partikel tanah, penyebaran air pada tubuh tanggul lebih besar dan akibatnya panjang zona basah akan menjadi besar pula. Drainase horizontal pada model tanggul, dibuat dari pasir yang dilengkapi dengan capiphon. Pasir memiliki ukuran pori-pori yang cukup kecil untuk mencegah butir-butir tanah terbawa aliran. Selain itu pasir memiliki nilai permeabilitas yang cukup tinggi. Berdasarkan pengujian, permeabilitas pasir lebih besar yaitu 1.84 x 10-2 (cm/detik) dibandingkan dengan tanah latosol yang digunakan untuk bahan model tanggul. Capiphon itu sendiri memiliki sifat kuat menahan tekanan dan mempunyai daya hisap dan gravitasi yang baik untuk mencegah penyumbatan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pada model tanggul menggunakan drainase horizontal tidak terbentuk zona basah (a), ini menunjukkan bahwa air mengalir melalui saluran drainase yang dibuat langsung menuju outlet. Di bagian hilir terlihat bagian yang basah (jenuh) hanya berada pada lapisan pasir. Penggunaan drainase horizontal pada tubuh tanggul merupakan salah satu cara menstabilkan lereng yaitu dengan memperbesar gaya penahan sehingga dapat memperkecil daya rembesan pada tanggul dan juga mengurangi terbentuknya zona basah di bagian hilir tanggul. Semakin rendah elevasi garis depresi di bagian hilir dari tubuh tanggul, maka ketahanannya terhadap gejala longsoran akan semakin meningkat dan stabilitasnya semakin tinggi (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Gambar zona basah pada kedua kondisi dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Gambar 21 . Zona Basah dengan drainase horizontal Gambar 22 . Zona Basah Tanpa drainase Baik pada model tanggul tanpa drainase maupun dengan menggunakan drainase horizontal, pada bagian hilir tanggul sebelah atas lama-lama terlihat basah. Bagian ini bukan merupakan zona basah (a) karena lebih disebabkan oleh daya kapilaritas. Dunn et al (1980) menyatakan bahwa pada tanah berbutir halus daya kapilaritas mencapai ketinggian yang cukup besar. Gambar 23. Pola aliran pada model tanggul tanpa drainase Gambar 24. Pola aliran pada model tanggul drainase horizontal 2. Analisis grafis Penggambaran grafis dengan metode ini besarnya nilai H, β, dan S ditentukan berdasarkan dimensi dan penampang melintang tanggul pada Lampiran 6. Dengan nilai-nilai tersebut, dapat dihitung panjang zona basah a dengan meggambarkan persamaan (13). Adapun perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Kemudian untuk menggambarkan garis freatik digunakan persamaan (14) dan (15) dan mengikuti langkah-langkah penggambaran garis freatik yang dikemukakan Bowles (1989). Perhitungan nilai zona basah dilakukan terhadap model tanggul dan keadaan sebenarnya untuk model tanggul tanpa drainase, sehingga terbentuk zona basah. Perhitungan nilai zona basah dilakukan terhadap model dan keadaan sebenarnya. Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai a sebesar 12.2 cm. Sedangkan pada keadaan sebenarnya diperoleh nilai a sebesar 146.6 cm. Sehingga perbandingan antara nilai a model dengan nilai a pada kondisi sebenarnu 12.2 : 146.6 atau 1 : 12, dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat kesesuaian antara model dengan kenyataan dengan skala yang digunakan, yaitu 1 : 12 dari hasil ini dapat ditentukan bahwa analisa terhadap model adalah cukup baik untuk melakukan analisa terhadap keadaan yang sebenarnya (Latif, 2004). Nilai a sebesar 12.2 cm pada model tanggul menunjukkan titik perpotongan antara garis aliran dengan muka tanggul di bagian hilir. Nilai ini juga dapat diartikan bahwa permulaan aliran air yang keluar dari tubuh tanggul terletak pada jarak 12.2 cm dari ujung bawah permukaan tanggul bagian hulu. Titik inilah selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam perhitungan dan pengggambaran garis freatik. Dengan menggunakan nilai a sebesar 12.2 cm sebagai acuan, dapat ditentukan nilai-nilai x, y, xo, yo. Nilai-nilai x dan y merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan lapisan kedap air atau dasar tanggul. Sedangkan nilai xo dan yo merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan titik pada jarak 0.3 S (titik asal garis freatik). Dari perhitungan tersebut maka diperoleh nilai xo sebesar 81.9 cm dan yo sebesar 11.1 cm. Karena garis freatik merupakan kurva parabola, maka dalam penentuannya digunakan persamaan parabol sederhana, yaitu pada persamaan (14) yang menghasilkan nilai K sebesar 1.65 x 10-3/cm. Dengan memasukkan nilai K dan nilai x sepanjang jarak xo(xi) ke dalam persamaan (15) maka didapatkan titik-titik sepanjang jarak yo(yi) dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat di bawah ini. Kemudian dengan menghubungkan pasangan koefisien xi dan yi maka dapat digambarkan kurva/garis freatik yang terlihat pada Gambar 25 (b). Perhitungan ini berdasarkan pada Lampiran 7 diketahui nilai-nilai: a = 12.2 cm β = 18.40 x = a cos β y = a sin β = 12.2 cos 18.40 = 12.2 sin18.40 = 11.6 cm = 3.9 cm xo = d – x K = yo/ xo2 yo = Hp – y = 93.5 – 11.6 = 15 – 3.9 = 11.1 / 81.92 = 81.9 cm = 11.1 cm =1.65x 10-3/cm Tabel 14. Nilai titik-titik yang terdapat pada garis freatik Parameter xi yi= K *xi2 Nilai dan Perhitungan 0 10 11.25 20 30 40 50 60 70 80 83.2 0 0.165 0.209 0.662 1.489 2.648 4.137 5.957 8.109 10.591 11.455 Dari Gambar 25 (b), dapat dilihat garis aliran dengan garis tanggul tidak terletak pada garis freatik yang berbentuk parabola. Akan tetapi mengalami penyesuaian, yaitu berubah berangsur-angsur menjadi tegak lurus terhadap muka tanggul pada garis muka air. Hal ini disebabkan karena muka tanggul bagian hulu merupakan garis equi-potensial dan garis freatik merupakan garis aliran sedangkan kemiringan garis equi-potensial adalah tegak lurus terhadap garis aliran sesuai dengan penelitian Wesley (1973). 3. Program GEO-SLOPE Program ini merupakan program komputer yang terdiri dari 5 jenis program yang berbeda fungsi dan pemakaiannya. Untuk menggambarkan garis freatik dan hal-hal lain yang berhubungan dengan rembesan, program yang digunakan adalah SEEP/W. Penggambaran garis freatik dengan program ini juga memperhitungkan sifat fisik tanah. Data-data yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas (konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head pressure), pressure, flux, dan lain-lain atau dengan kombinasi data-data yang tersedia tersebut. Dalam hal ini, data yang digunakan untuk penggambaran garis aliran dengan program SEEP/W adalah data konduktivitas hidrolik dan pressure. Data dimensi yang dimasukkan ke dalam program SEEP/W adalah dimensi model tanggul yang terdapat pada Lampiran 6. Panjang model tanggul yang dimasukkan ke dalam program SEEP/W sebesar 1.4 m dan tinggi model tanggul 0.2 m. Nilai ini sesuai dengan nilai yang terdapat pada model tanggul yang dibuat. Setiap satuan yang digunakan disesuaikan dengan satuan dalam SI. Dalam pengambaran dengan menggunakan SEEP/W ini dilakukan perbandingan antara model tanggul dengan kondisi tanpa drainase dan menggunakan drainase horizontal. Tampilan program SEEP/W baik pada tanggul tanpa drainase maupun tanggul dengan menggunakan drainase horizontal dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Sedangkan hasil running berupa garis freatik yang terjadi pada tubuh model tanggul tanpa drainase dan dengan drainase horizontal dapat dilihat pada Gambar 25 (c) dan 26 (b). Dari Gambar 25(c) tersebut terlihat garis freatik yang memotong garis tanggul di hulu secara tegak lurus dan memotong garis tanggul di hilir dengan panjang sebesar a dari ujung bawah muka tanggul bagian hilir. Panjang a dihitung dengan menghitung jarak antara titik koordinat 1 dan titik koordinat 2 menggunakan rumus phytagoras. Titik 1 memiliki koordinat (1.2250 ; 0.0625) dan titik 2 memiliki koordinat (14.0 ; 0). Sehingga panjang zona basah (a) adalah (1.4 −1.2250)2 + (0.0625− 0)2 = 0.186 m = 18.6 cm. Dari ketiga metode tersebut dihasilkan bahwa nilai zona basah antara metode pengamatan di laboratorium dengan program GEO-SLOPE tidak terlalu berbeda jauh karena kedua metode tersebut sama-sama memperhitungkan dimensi tanggul dan sifat-sifat fisik tanah dari model tanggul, tetapi cukup berbeda jauh dengan nilai zona basah yang dihasilkan dari metode analisis grafis. Hal ini terjadi karena pada metode analisis grafis hanya memasukkan data dimensi tanggul saja tetapi tidak memperhitungkan sifat-sifat fisik tanah dari model tanggul itu sendiri. Hasil yang diperoleh dari ketiga metode pada model tanggul tanpa drainase maupun baik model tanggul dengan drainase horizontal dapat kita lihat pada Gambar 25 dan Gambar 26. (a) (b) Flux section 200 1 (1.2250;0.0625) 150 4 .4 9 5 0 e -0 0 8 K e d a la m a n (m ) (x 0 .0 0 1 ) Garis freatik 100 2 (1.4 ; 0) 50 0 -50 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 Jarak (m) (c) Gambar 25. Pembentukan Garis Freatik dari 3 metode. (a). Pengamatan Langsung, (b). Analisis grafis, (c). Program Geo-Slope (a) Flux section 1 (1.3250 ; 0.0250) 2 (1.4 ; 0) 200 150 5.0815e-008 Kedalaman (m) (x 0.001) Garis freatik 100 50 0 -50 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 Jarak (m) (b) Gambar 26. Pembentukan Garis Freatik dari 2 metode (a). Pengamatan Langsung, (b). Program Geo-Slope 1.4 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Ukuran diameter partikel tanah berpengaruh terhadap derajat kepadatan tanah. 2. Semakin kecil ukuran partikel tanah yang digunakan maka derajat kepadatannya semakin kecil,dan nilai permeabilitasnya semakin besar sehingga zona basah yang didapat semakin besar dan tingkat kestabilannya menurun. 3. Pola aliran pada tubuh tanggul yang tidak menggunakan drainase menunjukkan adanya zona basah pada bagian hilir. 4. Dari pengamatan langsung di laboratorium nilai a rata-rata sebesar 19.9 cm, dengan analisis grafis nilai a sebesar 12.2 cm, sedangkan dengan program Geo-Slope nilai a sebesar 18.6 cm. 5. Pada model tanggul menggunakan drainase horizontal, tidak terbentuk zona basah di bagian hilir tanggul ini menunjukkan bahwa air mengalir melalui saluran drainase yang dibuat langsung menuju outlet. 6. Metode pendugaan garis freatik dengan analisis grafis sangat berbeda jauh dari kedua metode lainnya. B. SARAN 1. Disarankan dilakukan penelitian lanjutan menggunakan ukuran partikel yang berbeda dan kandungan liat yang lebih tinggi. 2. Pada saat pembuatan tanggul sebaiknya digunakan sensor atau pendeteksi kadar air sehingga diperoleh kadar air tanah yang benar-benar sesuai dengan kadar air optimum pada uji standar. DAFTAR PUSTAKA Bowles, J. E. diterjemahkan oleh Halnim J.K. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Erlangga. Jakarta. Chow. V. T. Diterjemahkan oleh S. Sopandji. 1994. Hidrolika Saluran Terbuka. Penerbit Erlangga. Jakarta. Craig, R. F. Diterjemahkan oleh S. Soepandji. 1994. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. Das M, Braja, dkk. 1988. Mekanika Tanah. Surabaya. Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP – 04. C. V. Galang Persada, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1994. Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. PT. Medisa. Bandung Dunn, I.S., L.R. Anderson, dan F.W. Kiefer. 1992. Dasar-Dasar Analitis Geoteknik. IKIP Semarang Press, Semarang. Damastuti, L. 2005. Analisis Debit Rembesan Pada Model Tanggul Yang Dilengkapi Saluran Drainase Kaki Untuk Jenis Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika tanah 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta http://www.geo-slope.com. 2002. OfficeV5. Manuals. GEO-SLOPE International, Canada. Jumikis, A. R. 1962. Soil Mechanics. D Van Nostrand Company, Inc., New York. Kalsim, D. K dan A. Sapei. 2003. Fisika Lengas Tanah. Bagian Teknik Tanah dan Air. Departemen Teknik Pertanian. FATETA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Latief, A. Y. 2004. Pola Penyebaran Aliran Air (Rembesan) di dalam tubuh Model Tanggul pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Departemen Teknik Pertanian IPB. Perwira, Z. Y. 2004. Analisa Stabilitas Lereng pada Model Tanggul dengan Bahan Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Rahardjo, L. 1991. Pengaruh Tinggi Permukaan Air Terhadap Kemantapan Lereng Tanggul Saluran Irigasi di Darmaga, Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sakai T. et al. 1998. Particle Size Effect of Anchor Problem with Granular Materials, Proc. 4th European Conf. Numerical Methods in Geotechnical Engineering, Udine, pp. 191-200. Sapei A. et al. 1990. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA-DGHE/IPB PROJECT : JIA-9a (132). IPB. Bogor. Sosrodarsono, S dan K. Takeda. 1977. Bendungan Tipe Urugan. Pradnya Paramita. Jakarta. Soedibyo. 1993. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita. Jakarta. Suherlan. 2005. Pola Penyebaran Aliran (Rembesan) di Dalam Tubuh Tanggul menggunakan Pemadatan Dengan RC>90% Pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Suherman, C. 2004. Stabilitas Lereng Model Tanggul Jenis Tanah Latosol Darmaga, Bogor menggunakan Pemadatan Tanah dengan Ratio Compaction lebih dari 90%. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Suwarto. SISTEM_DAN_MODEL. www. dephut. go.id / INFORMASI/ INTAG/ PKN/ Makalah/ SISTEM_DAN_MODEL [18 September 2007]. Terzhagi, K. Dan R. B. Peck. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa. Erlangga. Jakarta. Wesley, L.D. 1973. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta. Lampiran 1. Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah 1 mm. • Batas Cair Ulangan ke- Ketukan 1 63 2 60 3 56 4 53 5 43 6 26 7 23 8 10 No Wadah 102 40 27 129 53 12 101 44 78 45 43 10 105 20 123 133 28 73 50 82 41 89 118 108 Ma (gram) 26.27 29.01 28.28 27.17 24.92 26.27 26.04 25.44 25.53 25.11 25.71 25.67 25.77 25.00 25.42 24.71 25.26 27.19 26.44 26.61 26.21 26.57 29.04 27.62 Mb (gram) 25.07 27.32 27.07 25.70 23.84 25.37 25.10 24.44 24.87 24.65 25.06 25.03 24.84 24.28 24.53 23.73 24.21 25.98 25.20 25.61 24.83 25.34 26.69 25.92 Mc (gram) 22.39 23.58 24.42 22.77 21.53 23.50 23.33 22.55 23.59 23.83 23.85 23.88 23.23 23.03 22.99 22.08 22.50 23.98 23.19 23.96 22.63 23.45 23.08 23.31 Keterangan : Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) Kadar air pada ketukan ke- 25 = 61.25 % w (%) 44.78 45.19 45.66 50.17 46.75 48.13 53.11 52.91 51.56 56.10 53.72 55.65 57.76 57.60 57.79 59.39 61.40 60.50 61.69 60.61 62.73 65.08 65.10 65.13 w rata-rata 45.21 48.35 52.53 55.16 57.72 60.43 61.67 65.10 Lampiran 1. lanjutan Kurva Hubungan antara Kadar Air dengan Jumlah Ketukan Kadar Air (%) 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1 • 10 Jum lah Ketukan (sem i log) 100 Batas Plastis Ulangan No Mc Ma Mb Wadah (gram) (gram) (gram) 130 23.64 26.62 25.77 39.91 1 22.50 24.81 24.14 40.85 110 22.87 24.67 24.17 38.46 67 22.95 25.13 24.49 41.56 93 23.62 25.75 25.12 42.00 1 2 w (%) Kadar air rata-rata (%) = Keterangan : • Ma = berat tanah basah dan wadah (gram) Mb = berat tanah kering dan wadah (gram) Mc = berat wadah (gram) w = kadar air tanah (%) Indeks Plastisitas (IP) = batas cair – batas plastis = 61.25% - 40.56 % = 20.69 % 40.56 Lampiran 2. Perhitungan data pada uji tumbuk manual Diketahui : a. Massa box (m1) = 5916.3 gram Massa tanah + box (m2) = 18620 gram Volume cetakan = 9000 cm3 Kadar air = 32.4 % Berat jenis (Gs) = 2.65 Berat jenis air (ρw) = 1 kg/cm3 Jumlah lapisan (L) =3 Jumlah tumbukan (N) =150 Berat palu (W) =2.14kg Tinggi jatuhan (H) = 20 cm Berat isi kering percobaan di laboratorium = 1.26 kg/cm3 Berat isi tanah (ρt) m − m1 ρt = 2 V 18620 − 5916.3 = 9000 = 1.41 b. c. Berat isi kering (ρd) 100 ρ t ρd = 100 + w 100 * 1.41 = 100 + 32.4 = 1.06 Berat isi jenuh (ρ dsat ) ρ dsat = ρw 1 Gs + w 100 1 = 1 2.65 + 32.4 100 = 1.43 RC = ρ d Laboratorium * 100 ρ d Lapangan 1.06 * 100 1.26 = 84.13 % = CE = W *H *L*N 2.14 * 20 * 3 * 150 = = 21.14 Kg / cm 3 V 9000 Lampiran 3. Uji pemadatan standar (proctor) tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel 1 mm Ulangan 1 2 3 4 No wadah 117 5 12 47 91 111 23 57 31 86 101 10 38 104 81 134 130 110 77 108 85 116 13 28 Ma Mb (gram) (gram) 27.65 27.14 28.00 27.13 27.15 26.53 29.03 28.02 29.13 28.08 31.54 30.18 Kadar air rata-rata = 32.45 30.63 32.17 30.30 33.48 31.46 28.54 27.54 27.80 27.00 32.70 30.88 Kadar air rata-rata = 29.54 27.99 29.94 28.55 28.16 26.94 29.72 28.43 29.38 28.12 30.18 28.53 Kadar air rata-rata = 32.87 30.32 31.39 29.47 31.18 29.38 34.20 31.80 28.36 27.28 34.40 31.51 Kadar air rata-rata = Mc (gram) 24.61 23.12 23.50 23.61 22.65 23.05 23.54 23.11 23.64 23.72 23.33 23.88 22.63 23.79 22.65 23.78 23.64 22.87 22.33 23.31 23.55 23.67 23.72 22.50 w (%) 20.16 21.70 20.46 22.90 19.34 19.07 20.60 25.67 26.01 25.83 26.18 21.80 26.00 25.25 28.92 29.20 28.44 27.74 28.13 29.15 28.60 31.91 31.17 30.87 29.52 30.34 32.08 30.98 m1 (ton) m2 (ton) V (m3) ρt (ton/m3) ρd (ton/m3) ρdsat (ton/m3) 0.0046096 0.0058674 0.001 1.26 1.04 1.71 0.0046096 0.005984 0.001 1.37 1.10 1.59 0.0046096 0.0061409 0.001 1.53 1.19 1.51 0.0046096 0.0062217 0.001 1.61 1.23 1.46 Lampiran 3. Lanjutan Ulangan 5 6 7 8 No wadah 93 78 133 99 46 50 114 123 62 122 87 64 88 69 52 26 16 125 20 41 59 15 98 17 Ma (gram) 33.20 32.44 30.48 29.83 29.93 29.44 Mb (gram) 30.81 30.21 28.36 28.16 28.02 27.90 Kadar air rata-rata *) = 33.81 31.23 33.27 30.97 36.26 32.99 31.14 29.48 30.62 28.59 28.31 26.89 Kadar air rata-rata = 35.33 32.14 36.16 32.84 34.75 31.80 30.65 28.71 33.55 30.61 34.64 31.62 Kadar air rata-rata = 48.27 40.59 35.51 31.68 49.84 41.77 32.72 29.52 30.91 28.80 34.75 31.49 Kadar air rata-rata = Mc (gram) 23.62 23.59 22.08 23.03 22.09 23.19 23.78 24.42 23.80 24.48 22.58 22.89 23.78 24.19 24.24 23.61 22.80 23.72 23.03 22.63 23.52 21.84 23.62 23.67 w (%) 33.24 33.69 33.76 32.55 32.21 32.70 33.02 34.63 35.11 35.58 33.20 33.78 35.50 34.63 38.16 38.38 39.02 38.04 37.64 38.23 38.25 43.74 42.32 44.22 41.67 40.73 41.69 42.39 m1 (ton) m2 (ton) V (m3) ρt (ton/m3) ρd (ton/m3) ρdsat (ton/m3) 0.0046096 0.0062866 0.001 1.68 1.26068 *) 1.41 0.0046096 0.0063068 0.001 1.70 1.26060 1.38 0.0046096 0.006317 0.001 1.71 1.24 1.32 0.0046096 0.0062908 0.001 1.68 1.18 1.25 Lampiran 4. Hasil Pengukuran permeabilitas tanah pada model tanggul A. TANPA DRAINASE Ulangan 1 No T (detik) Ring h1 h2 KT (cm/det) (cm) (cm) 1 KT 2 3 4 K20 (cm/det) rata-rata 1 2 K20 3 4 rata- 1 2 3 4 B2 5816 5801 5766 5627 17,5 7,5 1,87E-05 1,88E-05 1,89E-05 1,93E-05 1,89E-05 1,53E-05 1,54E-05 1,55E-05 1,59E-05 1,55E-05 H2 197 198 202 202 17,5 7,5 5,53E-04 5,50E-04 5,39E-04 5,39E-04 5,45E-04 4,53E-04 4,51E-04 4,42E-04 4,42E-04 4,47E-04 E 11 859 862 864 862 17,5 7,5 1,27E-04 1,26E-04 1,26E-04 1,26E-04 1,26E-04 1,04E-04 1,04E-04 1,03E-04 1,04E-04 1,04E-04 2,30E-04 rata 1,89E-04 Ulangan 2 No T (detik) Ring h1 h2 1 2 3 4 (cm) (cm) E 16 302 304 304 305 17,5 J 22 281 284 287 292 17,5 E 13 467 466 466 466 17,5 KT (cm/det) KT rata-rata K20 (cm/det) 1 2 3 4 7,5 3,60E-04 3,58E-04 3,58E-04 3,57E-04 3,58E-04 3,06E-04 7,5 3,87E-04 3,83E-04 3,79E-04 3,73E-04 3,81E-04 3,29E-04 7,5 2,33E-04 2,34E-04 2,34E-04 2,34E-04 2,33E-04 1,98E-04 3,24E-04 1 2 K20 3 4 rata-rata 3,04E-04 3,04E-04 3,03E-04 3,05E-04 3,26E-04 3,22E-04 3,17E-04 3,24E-04 1,99E-04 1,99E-04 1,99E-04 1,98E-04 2,76E-04 Lampiran 4. Lanjutan Ulangan 3 No Ring T (detik) 1 J 22 E 16 E 13 275 589 306 h1 h2 2 3 4 (cm) (cm) 283 409 310 288 596 313 289 599 312 17,5 17,5 17,5 7,5 7,5 7,5 KT (cm/det) KT K20 (cm/det) K20 1 2 3 4 rata-rata 1 2 3 4 rata-rata 3,96E-04 1,85E-04 3,56E-04 3,85E-04 2,66E-04 3,51E-04 3,78E-04 1,83E-04 3,48E-04 3,77E-04 1,82E-04 3,49E-04 3,84E-04 2,04E-04 3,51E-04 3,13E-04 3,36E-04 1,57E-04 3,02E-04 3,27E-04 2,26E-04 2,98E-04 3,21E-04 1,55E-04 2,96E-04 3,20E-04 1,54E-04 2,97E-04 3,26E-04 1,73E-04 2,98E-04 2,66E-04 B. DRAINASE HORIZONTAL Ulangan 1 No Ring T (detik) 1 E 13 E 16 B2 3600 3600 3600 2 3 3600 3600 3600 3600 3600 3600 h1 (cm) 17,5 17,5 17,5 KT (cm/det) h2 (cm) 1 1,75 3,7 0,7 2 1,7 3,7 0,7 3 1,8 3,75 0,7 1 8,22E-05 5,54E-05 1,15E-04 2 8,32E-05 5,54E-05 1,15E-04 3 8,12E-05 5,50E-05 1,15E-04 KT rata-rata 8,22E-05 5,53E-05 1,15E-04 8,41E-05 K20 (cm/det) 1 6,98E-05 4,71E-05 9,76E-05 2 7,07E-05 4,71E-05 9,76E-05 3 6,9E-05 4,67E-05 9,76E-05 K20 ratarata 6,98E-05 4,7E-05 9,76E-05 7,15E-05 Lampiran 5. Hasil pengukuran permeabilitas pasir No Ring E 13 E 16 B5 1 11 6 4 2 11 6 4 T (detik) 3 12 6 4 4 11 6 4 5 11 6 4 h1 (cm) 17.5 17.5 17.5 h2 (cm) 7.5 7.5 7.5 1 9.90E-03 1.81E-02 2.72E-02 2 9.90E-03 1.81E-02 2.72E-02 KT (cm/det) 3 9.07E-03 1.81E-02 2.72E-02 4 9.90E-03 1.81E-02 2.72E-02 5 9.90E-03 1.81E-02 2.72E-02 KT rata-rata 9.73E-03 1.81E-02 2.72E-02 1.84 E-02 Lampiran 6. Dimensi tanggul dan penampang melintang A. DIMENSI TANGGUL Dimensi Ukuran sebenarnya Model H (tinggi muka air), cm 150 12.5 Hf (tinggi jagaan), cm 60 5 Hd (tinggi tanggul), cm 210 17.5 B (lebar atas/mercu), cm 150 12.5 L (lebar bawah), cm 1500 125 C (lebar drainase), cm 840 70 Hp (tinggi tekanan air), cm 180 15 Talud 1:3 1:3 B. PENAMPANG MELINTANG TANGGUL 0.3 S S B Hf 1 d Hd 3 H L Hp 15 cm 42.5 cm 12.5 cm 70 cm Lampiran 7. Perhitungan zona basah dengan metode analisis grafis Berdasarkan gambar pada Lampiran 6 diketahui nilai-nilai sebagai berikut : A. MODEL Hp = 15 cm β = tan-1(1/3) L = 125 cm a= d d2 Hp 2 − − cos β cos 2 β sin 2 β a= 93.5 93.5 2 15 2 − − cos 18.4 cos 2 18.4 sin 2 18.4 Talud = 1 : 3 S = 3H = 45 Cm d = L – S + 3S – 0.7S a = 98.5 − 9709 .7 − 2258 .3 a = 98.5 − 7451.4 = 125 – (0.7)(45 ) = 93.5 cm a = 98.5 − 86.3 = 12.2 cm B. SEBENARNYA Hp = 180 cm L = 1500 cm Talud = 1 : 3 S = 3H = 540 cm d = L – S + 3S = L – 0.7S β = tan-1(1/3) a= d d2 Hp 2 − − cos β cos 2 β sin 2 β a= 1122 1122 2 180 2 − − cos 18.4 cos 2 18.4 sin 2 18.4 a = 1182 .5 − 1398191 .9 − 325189 .2 a = 1182 .5 − 1073002 .7 a = 1182.5 − 1035.9 = 1500 – (0.7)(540 ) = 1122 cm a = 146.6 cm =L Lampiran 8. Tahap-tahap penggambaran dalam program SEEP/W model tanggul tanpa drainase A. Mengatur ukuran kertas 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Page, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Pilih mm sebagai satuan unit pada kotak dialog Units. 3. Masukan panjang ukuran kertas (330) pada kotak dialog Width, lalu tekan TAB. 4. Masukan tinggi ukuran kertas (200) pada kotak dialog Height. 5. Klik OK B. Mengatur skala 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutntya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : Lampiran 8. Lanjutan. 2. Pilih meters pada kotak dialog Engineering Units 3. Masukan nilai pada kotak dialog Scale Horz. 1: 5.5 Vert. 1 : 5.5 4. Masukan nilai pada kotak dialog Problem Extents Minimum : x = -0.2 y = -0.4 Maximum : x = 1.45 y = 0.7 5. Klik OK.. C. Mengatur jarak grid 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutntya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Masukan nilai (0.0125) pada kotak dialog Grid Spacing (Eng. Units). 3. Klik Display Grid dan Snap to Grid. 4. Klik OK. D. Mengatur ukuran gambar 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Axes, selanjutntya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : Lampiran 8. Lanjutan. 2. Klik Left Axis dan Bottom Axis pada menu dialog Display. 3. Cantumkan keterangan Jarak (m) pada Bottom X dan Kedalaman (m) pada Left Y di kotak dialog Axis Titles 4. Klik OK, kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini : 5. Masukan nilai pada menu dialog X Axis sebagai berikut : Min : -0.1 Increment Size : 0.1 # of Increment : 15 6. Masukan nilai pada menu dialog Y Axis sebagai berikut : Min : -0.05 Increment Size : 0.05 # of Increment : 5 7. Klik OK E. Penggambaran sketsa model tanggul Lampiran 8. Lanjutan F. Analisis Permasalahan 1. Pilih menu KeyIn, Lalu klik Analyis Settings, selanjutnya akan tampak kotak dialog 2. Pilih menu Type, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih Steady-state : 3. Pilih menu Control, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih 2-Dimensional Lampiran 8. Lanjutan G. Penentuan nilai Konduktivitas hidrolik 1. Pilih menu Keyin lalu klik Function-Conductivity, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Masukkan nilai permeabilitas yang didapatkan dan nilai pressure 2. Grafik akan muncul seperti pada gambar di bawah Lampiran 8. Lanjutan H. Pengaturan spesifikasi tanah 1. Pilih menu Keyin, lalu klik Properties, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Masukkan karakter-karakter untuk setiap jenis model yang akan dianalisis 3. Klik OK ] J. Verifity/sort data 1. Pilih menu Tool, lalu klik verfy, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Hasil dari penggambaran Boundary condition dan flux section harus menghasilkan 0 error, jika masih ada yang error berarti harus diukang dalam penggambarannya. K. Solving the problem 1. Pilih menu Tool, lalu klik Solve selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Grafik akan muncul seperti pada kotak dialog dibawah ini : Lampiran 9. Tahap-tahap penggambaran dalam program SEEP/W model tanggul drainase horizontal A. Mengatur ukuran kertas 6. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Page, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 7. Pilih mm sebagai satuan unit pada kotak dialog Units. 8. Masukan panjang ukuran kertas (330) pada kotak dialog Width, lalu tekan TAB. 9. Masukan tinggi ukuran kertas (200) pada kotak dialog Height. 10. Klik OK B. Mengatur skala 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutntya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : Lampiran 9. Lanjutan. 6. Pilih meters pada kotak dialog Engineering Units 7. Masukan nilai pada kotak dialog Scale Horz. 1: 5.5 Vert. 1 : 5.5 8. Masukan nilai pada kotak dialog Problem Extents Minimum : x = -0.2 y = -0.4 Maximum : x = 1.45 y = 0.7 9. Klik OK. C. Mengatur jarak grid 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutntya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 5. Masukan nilai (0.0125) pada kotak dialog Grid Spacing (Eng. Units). 6. Klik Display Grid dan Snap to Grid. 7. Klik OK. D. Mengatur ukuran gambar 8. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Axes, selanjutntya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : Lampiran 9. Lanjutan. 9. Klik Left Axis dan Bottom Axis pada menu dialog Display. 10. Cantumkan keterangan Jarak (m) pada Bottom X dan Kedalaman (m) pada Left Y di kotak dialog Axis Titles 11. Klik OK, kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini : 12. Masukan nilai pada menu dialog X Axis sebagai berikut : Min : -0.1 Increment Size : 0.1 # of Increment : 15 13. Masukan nilai pada menu dialog Y Axis sebagai berikut : Min : -0.05 Increment Size : 0.05 # of Increment : 5 14. Klik OK E. Penggambaran sketsa model tanggul Lampiran 9. Lanjutan F. Analisis Permasalahan 1. Pilih menu KeyIn, Lalu klik Analyis Settings, selanjutnya akan tampak kotak dialog 4. Pilih menu Type, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperto di bawah ini dan pilih Steady-state : 5. Pilih menu Control, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih 2-Dimensional Lampiran 9. Lanjutan G. Penentuan nilai Konduktivitas hidrolik 1. Pilih menu eyin lalu klik Function-Conductivity, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Masukkan nilai permeabilitas yang didapatkan dan pressure dari tanggul 3. Grafik akan muncul seperti pada gambar di bawah Lampiran 9. Lanjutan H. Pengaturan spesifikasi tanah 1. Pilih menu Keyin, lalu klik Properties, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 2. Masukkan karakter-karakter untuk setiap jenis model yang akan dianalisis 3. Klik OK Lampiran 9. Lanjutan J. Verifity/sort data 3. Pilih menu Tool, lalu klik verfy, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 4. Hasil dari penggambaran Boundary condition dan flux section harus menghasilkan 0 error, jika masih ada yang error berarti harus diulang dalam penggambarannya. K. Solving the problem 3. Pilih menu Tool, lalu klik Solve selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini : 4. Grafik akan muncul seperti pada kotak dialog dibawah ini :