BAB II KECERDASAN EMOSIONAL Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak ternyata yang berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti: ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi. Kecerdasan memungkinkan manusia maju dalam bersikap, berbuat, dan berkarya secara dinamis dan konstruktif. Beberapa kecerdasan tersebut antara lain: kecerdasan intelegensi, emosi, spiritual, linguistik, bodi kinestik, dan interpersonal, kecerdasan EQ. Dan dalam bab ini akan diuraikan tentang konsep kecerdasan emosional. A. Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan merupakan perbuatan pandai yang terdiri dari pemahaman hal-hal yang pokok di dalam suatu keadaan dan penanggapan secara tepat terhadap keadaan tersebut.1 Kecerdasan dapat diartikan sebagai suatu kecakapan untuk menanggapi yang lain, kemampuan berurutan dengan kerumitan-kerumitan / dengan abstrak, kemampuan berpikir.2 Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak 1 Malcon Hardy dan steve Heyes, Pengantar Psikologi (Jakarta: Erlangga, 1985), hlm. 71. J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 111. 2 17 18 dalam emosi. Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah.3 Menurut English and English, yang dikutip oleh Syamsu yusuf, emosi adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activies” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar motoris). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna yang efektif (perasaan tertentu pada saat menghadapi situasi tertentu seperti bahagia, putus asa, terharu, dan sebagainya) baik tingkat lemah (dangkal) maupun tingkat yang luas (mendalam).4 Emosi adalah getaran pada kalbu seperti haru, sedih, kecewa, marah, atau bahagia yang terjadi akibat tersentuhnya spiritualitas seseorang. Emosi mudah tersentuh melalui panca indra seperti penglihatan dan pendengaran.5 Sedangkan emosional adalah (1) berkaitan dengan ekspresi emosi. (2) mencirikan individu yang sudah terangsang untuk menampilkan tingkah laku emosional.6 Emosional menunjukkan berbagai perubahan motor dan kelenjar yang menyertai rangsangan emosi tertentu yang menimbulkan suatu gambaran yang sedikit banyak bersifat khusus dan dapat diamati dari luar. 7 Emosional 3 Daniel Goleman, Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting dari pada IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm.7. 4 Syamsu Yusuf LN, Psikoogi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya,d 2006), hlm. 114-115. 5 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Mengembangkan ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan (Jakarta: Arga, 2004), hlm. 100. 6 J.P. Chaplin, op.cit., hlm. 165 7 Sudarsono, Kamus Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 66. 19 juga diartikan sebagai kencenderungan sikap yang emosi untuk melihat atau menafsirkan sesuatu yang dapat dilihat akal, indera mata / fakta.8 Sedangkan menurut Davies dan rekan-rekannya dalam buku Emosional Intelligence, yang dikutip oleh Monti P. Setiadarma menjelaskan bahwa intelegensi emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dengan yang lainnya, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir serta prilaku seseorang. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang unik dan penting dalam kemampuan psikologis seseorang.9 Kecerdasam emosional adalah kemampuan mengindera, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi informasi dan pengaruh. Apabila dipercaya dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentng diri sendiri dan orang lain di sekitar kita.10 Menurut Daniel Goleman kecerdasan emosional menunjuk pada kemampuan menyikapi dan mengenali perasaan kita sendiri juga perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi diri dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan dalam hubungannya dengan orang lain.11 8 Ibid., hlm. 66. Monty P. Satiadarma dan Fedelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003), hlm. 27. 10 Robert, K. Cooper dan A, Saraf, Executif EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 495. 11 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 513. 9 20 Ary Ginanjar menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan serangkaian kecakapan untuk melapangkan jalan didunia yang penuh liku-liku permasalahan sosial.12 Dari berbagai pengertian tentang kecerdasan emosional diatas, dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan keterampilan atau kemampuan seseorang dalam mengenal, mengelola dan mengendalikan emosi diri, dari kemampuan ini seseorang akan memotivasi diri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain (empati), serta mampu membina hubungan baik dengan orang lain. B. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional 1. Kesadaran Diri Kesadaran diri yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Memilki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.13 Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengetahui keadaan internal, pilihan pilihan, sumber yang mempengaruhi emosi dn intuisinya.14 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesadaran diri mengacu pada perhatian seseorang yang bersifat instropeksi dan bercermin pada diri 12 13 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hlm. 61. FKBA, Kecerdasaan Emosi dan Quantum Learning (Yogyakarta: FKBA, 2000), hlm. 14 Ibid., hlm. 14. 7. 21 dan pengalamannya.15 Kesadaran diri meliputi kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti dan percaya diri. Dalam buku Kecerdasan Emosional, Goleman memaparkan contoh kesadaran diri yaitu :16 “Alkisah, di Jepang ada seorang Samurai yang suka bertarung. Samurai ini menantang seorang guru Zen untuk menjelaskan konsep surga dan neraka. Tetapi pendeta menjawab dengan nada menghina, ”Kau hanyalah orang bodoh, aku tidak mau menyianyiakan waktu untuk orang macam kamu.” Merasa harga diri direndahkan, Samurai itu naik darah. Sambil menghunus pedang, ia berteriak, ”Aku dapat membunuhmu karena kekurangajaranmu.” “Nah,” jawab pendeta itu dengan tenang, ”Itulah neraka.” Takjub melihat kebenaran yang ditunjukkan oleh sang guru, amarah yang menguasai diri samurai itu menjadi tenang, menyarungkan pedangnya, dan membungkuk sambil mengucapkan terima kasih pada sang pendeta itu atas penjelasannya. ”Dan” kata sang pendeta, ”Itulah surga.” Kesadaran mendadak Samurai terhadap gejolak perasaannya adalah inti dari kecerdasan emosional, yaitu kesadaran akan perasaan diri sendiri waktu perasaan itu timbul. Menurut Goleman, dalam bukunya kecerdasan emosi untuk meraih puncak prestasi. Kesadaran diri tidak terbatas pada mengamati diri dan mengenali perasaan akan tetapi juga menghimpun kosa kata untuk perasaan dan mengetahui hubungan antara fikiran, perasaan, dan reaksi.17 Menurut Goleman mengatakan bahwa kesadaran seseorang terhadap titik lemah serta kemampuan pribadi seseorang juga merupakan 15 Ibid., hlm. 14. Daniel Goleman, Emotional Intellegence (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 62. 17 Ibid., hlm. 428. 16 22 bagian dari kesadaran diri. Adapun ciri orang yang mampu mengukur diri secara akurat adalah:18 1) Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. 2) Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman. 3) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri sendiri. 4) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang luas dengan pandai menangani kesedihan. 2. Pengaturan Diri Pengaturan diri yaitu menangani emosi kita sedemikisn rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu segera pulih kembali dari tekanan emosi.19 Menurut Goleman dalam bukunya Kecerdasan Emosional pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan perasaan yang menekan. Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut sophrosyne, “hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan, dan kebijaksanaan yang terkendali” sebagaimana yang diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang pakar bahasa Yunani. Menurut Goleman, lima kemampuan pengaturan diri 18 19 Ibid., hlm. 95-97. Ibid., hlm. 44. 23 yang umumnya dimiliki oleh star performer adalah pengendalian diri, dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas, dan inovasi .20 Seseorang dikatakan mempunyai keterampilan pengturan diri jika memiliki kemampuan mengendalikan diri (sabar), dapat dipercaya, berhatihati, keluwesan dalam menghadapi perubahan dan tantangan (adaptibilitas), bersikap terbuka terhadap gagasan dan pendekatan-pendekatan baru serta informasi terkini (inovasi). 3. motivasi (motivation) Motivasi berasal dari kata motiv yang berarti segala sesuatu yang mendorong untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Motiv adalah sesuatu pernyataan yang kompleks dalam suatu organisme yang mempengaruhi tingkah laku perbuatan kesatu tujuan perangsang.21 Motivasi yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu untuk mengambil inisiatif untuk bertindak secara efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan atau frustasi.22 Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting yang berkaitan dengan memberi perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri, dan berkreasi. Untuk menumbuhkan motivasi seseorang perlu adanya kondisi flow pada diri orang tersebut. Flow adalah keadaan lupa sekitar, lawan dari lamunan dan kekhawatiran, 20 21 Ibid., hlm. 77. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 22 Daniel Goleman, op.cit., hlm. 514. 60. 24 bukannya tenggelam dalam kesibukan yang tak tentu arah. Momen flow tidak lagi bermuatan ego. Orang yang dalam keadaan flow menampilkan penguasaan hebat terhadap apa yang mereka kerjakan, respon mereka sempurna senada dengan tuntutan yang selalu berubah dalam tugas itu, dan meskipun orang menampilkan puncak kinerja saat sedang flow, mereka tidak lagi peduli pada bagaimana mereka bekerja, pada fikiran sukses atau gagal. Kenikmatan tindakan itu sendiri yang memotivasi mereka. Flow merupakan puncak kecerdasan emosional. Dalam flow emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, akan tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga, dan selaras dengan tugas yang dihadapi. Terperangkap dalam kebosanan, depresi, atau kemeranaan kecemasan menghalangi tercapainya keadaan flow.23 Menurut Goleman, salah satu cara untuk mencapai flow adalah dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya pada tugas yang sedang dihadapi. Keadaan konsentrasi tinggi merupakan inti dari kinerja yang flow. Flow merupakan keadaan yang bebas dari gangguan emosional, jauh dari paksaan, perasaan penuh motivasi yang ditimbulkan oleh ekstase ringan. Ekstase itu tampaknya merupakan hasil samping dari fokus perhatian yang merupakan hasil prasyarat keadaan flow. Mengamati seseorang yang dalam keadaan flow memberi kesan bahwa yang sulit itu mudah, puncak performa 23 Ibid., hlm. 128-129. 25 tampak alamiah dan lumrah. Ketika dalam keadaan flow otak berada pada keadaan “dingin”.24 Fungsi motivasi secara umum adalah menggerakkan atau menggugah seseorang agar tumbuh keinginan, kemauan untuk melakukan sesuatu, sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian orang yang cerdas emosinya akan memotivasi diri sendiri dan orang lain untuk lebih maju atau lebih baik. Adapun unsur motivasi adalah berupa dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme. 4. Empati (empathy) Empati yaitu merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan rasa saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.25 Dengan kemampuan empati yang dimiliki orang bisa memahami bahasa emosi baik verbal maupun non verbal. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan pergaulan dengan orang lain. Tingkat empati tiap individu berbeda-beda. Menurut Goleman, pada tingkat yang paling rendah, empati mempersyaratkan kemampuan membaca emosi orang lain, pada tataran yang lebih tinggi, empati mengharuskan seseorang mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Diantara yang 24 25 Ibid., hlm. 128-129. FKBA, op.cit., hlm. 7. 26 paling tinggi, empati adalah menghayati masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang tersirat di balik perasaan seseorang.26 Adapun kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan non-verbal seperti ekspresi wajah, gerak-gerik dan nada bicara. Hal ini terbukti dalam tes terhadap lebih dari tujuh ribu orang di Amerika Serikat serta delapan belas negara lainnya. Dari hasil tes ini diketahui bahwa orang yang mampu membaca pesan orang lain dari isyarat non-verbal ternyata lebih pandai menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka dibandingkan dengan orang yang tidak mampu membaca isyarat non-verbal.27 Namun ada kalanya seseorang tidak memiliki kemampuan berempati, empati tidak ditemukan kepada orang yang melakukan kejahatan-kejahatan sadis. Suatu cacat psikologis yang ada umumnya ditemukan pada pemerkosa, pemerkosa anak-anak, dan para pelaku tindak kejahatan rumah tangga. Orang-orang ini tidak mampu berempati, ketidakmampuan untuk merasakan penderitaan korbannya memungkinkan mereka melontarkan kebohongan kepada diri mereka sendiri sebagai pembenaran atas kejahatannya. Hilangnya empati sewaktu orang-orang melakukan kejahatan pada korbannya hampir senantiasa merupakan bagian dari siklus emosional yang mempercepat tindakan kejamnya.28 Selain itu, empati tidak ditemukan pada penderita eleksitimia (ketidakmampuan mengungkapkan emosi). Hal ini disebabkan oleh 26 Daniel Goleman, op.cit., hlm. 215 Ibid., hlm. 136. 28 Ibid., hlm. 149-150. 27 27 ketidakmampuan mereka untuk mengetahui apa yang sedang mereka rasakan. Selain bingung dengan perasaannya sendiri, penderita eleksitimia juga bingung apabila ada orang lain yang mengungkapkan perasaan kepadanya. Secara emosional, penderita ini tuli nada, tidak bisa mendeteksi kata atau tindakan yang bersifat emosional. Empati yang berlebihan dapat mendatangkan stres, kondisi ini disebut “empathy distruss”, stres akibat empati. Stres akibat empati ini sangat lazim terjadi bila seseorang merasakan kesusahan yang mendalam, karena seseorang sangat empati berhadapan dengan seseorang yang sedang dalam suasana hati negatif, dan kemampuan pengaturan dirinya tidak mampu untuk menenangkan stres akibat simpati mereka sendiri. Untuk menghindari stres ini, diperlukan suatu seni mengelola emosi, sehingga manusia tidak terbebani oleh rasa tertekan yang menular dari orang yang sedang dihadapi.29 5. Keterampilan Sosial (social skill) Keterampilan Sosial yaitu mengenal emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilanketerampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan serta bekerjasama dan bekerja dalam tim.30 Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan 29 30 Ibid., hlm.230. Ibid., hlm. 50. 28 dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam tim. Dalam memanifestasikan kemampuan ini dimulai dengan mengelola emosi sendiri yang pada akhirnya manusia harus mampu menangani emosi orang lain. Menurut Goleman, menangani emosi orang lain adalah seni yang mantap untuk menjalin hubungan, membutuhkan kematangan dua keterampilan emosional lain, yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan keduanya, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan matang. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tidak dimilikinya kecakapan ini akan membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial atau berulangnya bencana antar pribadi. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan inilah yang menyebabkan orang-orang yang mempunyai nilai akademik yang tinggi gagal dalam membina hubungannya.31 C. Melatih Kecerdasan Emosional Menurut John Gotman dan Joan De Claire dalam buku mereka kiatkiat Mencerdaskan Anak yang memiliki Kecerdasan emosional, terdapat lima langkah yang dapat dilakukan untuk membantu melatih ketrampilan- 31 Ibid., hlm. 158-159. 29 keterampilan dalam kecerdasan emosional. Lima langkah tersebut antara lain:32 1. Menyadari setiap emosi Kesadaran emosi merupakan kemampuan mengenali setiap emosi diri, dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan tersebut, dan peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri orang lain agar seseorang mampu merasakan emosi dari orang lain, maka ia harus menyadari setiap emosi diri terlebih dahulu. 2. Mengakui emosi Dengan berlatih mengakui dan mengenali emosi-emosi yang intensitasnya rendah, akan sangat membantu sebelum emosi tersebut meningkat, serta akan memperkecil resiko yang menyertainya. Hal ini juga dapat melatih kemampuan mendengarkan dan menyelesaikan masalah. 3. Mendengarkan dengan empati Maksud dari mendengarkan dengan empati adalah berlatih menggunakan mata untuk mengenali petunjuk fisik dari setiap bentuk emosi orang lain, dan menggunakan hati untuk mengenali apa yang dirasakan orang lain. 4. Memberi nama emosi dengan kata-kata Salah satu langkah yang sangat mudah namun penting dalam pelatihan emosi adalah memberi nama emosi setiap kali emosi-emosi 32 John Gottman dan Joa De Claire, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 73-114. 30 dialami. Tindakan ini mampu memberi efek menentramkan sistem syaraf dan lebih cepat memulihkan kembali emosi-emosi yang dirasakan. 5. Menentukan batas-batas emosi sambil memecahkan masalah Hal ini dapat dilakukan melalui lima tahap, antara lain: a. Menentukan batas-batas emosi b. Menentukan sasaran sekitar pemecahan c. Memikirkan berbagai alternatif pemecahan yang mungkin dilakukan d. Mengevaluasi pemecahan berdasarkan nilai-nilai yang ada e. Memilih satu pemecahan dari sekian alternatif yang ada.33 Dengan cara-cara peningkatan kecerdasan emosional diatas, diharapkan seseorang mampu mengelola dan memanfaatkan potensi kecerdasan emosisonalnya dengan baik. Setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan emosi diri, untuk memaksimalkan hasilnya, harus dilatih dengan baik dan terus menerus. D. Tujuan Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Kecerdasan emosional seseorang akan terlihat melalaui bagaimana ia menyikapi setiap masalah, dan seperti apa kehidupan sosialnya diantara orang lain. Secara jelasnya tujuan kecerdasan emosionaal antara lain sebagai berikut:34 1. Mengenali emosi diri Dengan mengenal emosi diri, seseorang akan mampu: 33 34 Ibid., hlm. 73-114. Syamsu Yusuf LN., op.cit., hlm. 113-114. 31 a. Mengenal dan merasakan emosi diri b. Memahami penyebab dari perasaan yang timbul c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan 2. Mengelola emosi Melalui pengenalan emosi yang baik, seseorang akan mampu: a. Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah dengan lebih baik. b. Mengungkapkan amarah tanpa kekerasan c. Mengendalikan prilaku agresif yang merusak diri sendiri maupun orang lain. d. Memiliki perasaan positif tentang diri sendiri maupun orang lain e. Mengurangi perasaan kesepian dan cemas dalam pergaulan 3. Memotivasi diri sendiri Dengan memotivasi diri sendiri, seseorang akan: a. Memiliki rasa tanggung jawab b. Memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan c. Optimis, tidak mudah putus asa 4. Mengenali emosi orang lain (empati) Dengan memilikiempati, seseorang akan mampu: a. Menerima sudut pandang pemikiran orang lain b. Memiliki kepekaan terhadap orang lain c. Mendengarkan orang lain, tidak egois 5. Membina hubungan 32 Melalui kemampuan membina hubungan, seseorang akan : a. Mudah bergaul b. Memiliki jiwa sosial yang tinggi c. Mudah bekerjasama dengan orang lain d. Mampu memahami dan menganalisis hubungan dengan orang lain Dari uraian di atas dapat dikatakan, melalui ketrampilan-ketrampilan mengendalikan emosi dan memiliki kecakapan sosial yang baik akan sangat bermanfaat bagi seseorang, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. E. Penerapan Kecerdasan Emosional Tiga bagian otak manusia dibagi menjadi dua belahan yang biasa disebut otak kanan dan otak kiri. Eksperimen menunjukkaan bahwa masingmasing bertanggung jawab terhadap cara berpikir dan masing-masing mempunyai spesialisasi dalam kemampuan tertentu, walaupun ada persilangan dan interaksi antara dua sisi. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, lenear dan rasional, sedangkan otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitik dan holistik.35 Dan kecerdasan emosional adalah masuk pada bagian dari otak kanan. Dalam buku emotional intellegence dijelaskan bahwa perbedaan dalam didikan emosi ini menghasilkan keterampilan-keterampilan yang sangat berbeda. Anak perempuan jadi mahir membaca signal emosi verbal maupun non verbal, mahir mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan35 Bobby Deporter dan Mike Hernacki, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 37-38. 33 perasaannya. Dan anak-anak laki-laki cakap dalam meredam emosi yang berkaitan dengan perasaan rentan, salah, takut dan sakit.36 Artinya bahwa usaha untuk dapat menerapkan agar seseorang mempunyai kecerdasan emosional tinggi itu dapat dilakukan sejak kecil. Dan ternyata ada perbedaan yang begitu jelas antara emosi anak laki-laki dan perempuan. Kecerdasan emosional dapat diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk membesarkan ide. Dengan penalaran tentang diri, kecerdasan emosional adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat, kepemimpinan dalam bidang apapun juga. Dengan bekal kecerdasan emosional, seseorang akan mampu mendeterminasi kesadaran setiap orang, untuk mendapatkan simpati dan dukungan serta kebersamaan dalam melaksanakan atau mengimplementasikan sebuah ide atau cita-cita.37 Kecerdasan emosional memberikan implikasi positif lebih dari sekedar teori ilmiah atau kesuksesan di tempat kerja, karena berfokus pada intrapersonal dan interpersonal. Orang yang ber EQ tinggi atau yang sedang belajar menerapkan EQ menemukan hidupnya lebih bermakna melebihi kesuksesan di tempat kerja, mereka dapat hidup bahagia, menikmati proses kehidupan, secara tulus saling berbagi, saling mencintai, barkat EQ yang diterapkan dalam kehidupan.38 36 Daniel Goleman, op.cit., hlm. 185. Jean Seagel, Melejitkan Kepekaan Emosional (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 115. 38 Suharsono, Membelajarkan Anak dengan Cinta (Jakarta: Inisiasi Press, 2003), hlm. 37 237. 34 F. Pentingnya Kecerdasan Emosional Orang yang berbakat dan produktif sering dirugikan di tempat kerja oleh kesenjangan kecerdasan emosional dalam diri mereka sendiri dan orangorang di sekitar mereka. Dibanyak perusahaan, orang tertangkap di lingkungan yang bersifat otokratis dan kadang-kadang dibawah manajemen yang salah kaprah dengan sejumlah peraturan dan larangan, serta iklim yang tidak pasti dan menakutkan, ketidakadilan yang terang-terangan, kebencian dan kekuasaan kadang ada kalanya berakhir dengan permusuhan, sehingga orang banyak bekerja namun dengan hati tertutup dan kepala menunduk, hanya mengharapkan waktu segera berlalu dan tiba saatnya mengambil amplop gaji. Sesungguhnya dalam keadaan yang begini banyak orang dalam dunia kerja yang hampir tak mempunyai tenaga lagi, kalaupun masih, tidak cukup untuk meniti karir ke masa depan yang sukses.39 Begitupun dalam dunia pendidikan, mengenai pentingnya kecerdasan emosional, bisa dilihat dari dalam dunia pendidikan di Indonesia selama ini, terlalu menekankan pentingnya arti nilai akademik, kecerdasan intelektual saja, mulai dari bangku SD sampai bangku perguruan tinggi sedikit sekali ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosional, padahak justru inilah yang terpenting, mungkin kita bisa lihat dari hasil bentukan karakter dan kualitas SDM era 2000 yang patut kontribusi yang sangat besar dalam mencapai keberhasilan hidup. Penelitian-penelitian yang dilakukan Daniel Goleman dan kawan-kawannya tentang kompetensi-kompetensi aktual yang 39 Robert, K. Cooper dan A. Saraf, op.cit., hlm. 497. 35 membuat orang sukses dalam pekerjaan apapun, membuktikan bahwa peran kecerdasan emosional juga penting disamping kecerdasan intelektual.40 Kesadaran emosional ini tidak sekedar dikenali, tapi lebih lanjut perlu disadari eksistensinya dalam mempengaruhi kehidupan emosional manusia. Ilmu-ilmu psikologi moderen menyebutnya metamood untuk melukiskan adanya kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Goleman mewacanakan self awareness dengan aksentuasi pada perhatian secara kontinu pada emosi diri manusia. Dengan menyadari eksistensi emosi ini, manusia tidak lagi dikuasai emosi, tetapi justru sebaliknya. Oleh karen itu lah kecerdasan emosional perlu, di samping IQ atau kecerdasan intelektual.41 Berdasarkan pengamatan, banyak orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun karena mereka kurang memiliki kecerdasan emosional. Tidak sedikit orang yang sukses dalam hidupnya karena mereka memeliki kecerdasan emosional meskipun intelegensinya hanya pada tingkat rata-rata.42 Hal ini menggambarkan pentingnya kecerdasan emosional bagi setiap orang, begitu juga pelajar. Seorang anak didik yang memiliki kecerdasan emosional tinggi digambarkan dengan seseorang yang dapat mengetahui seperti apa emosinya, bagaimana mengatur suasana hati, mampu mengendalikan dirinya saat emosi, mampu memotifasi diri sendiri, dan mampu bertahan menghadapi frustasi.43 Serta 40 Daniel Goleman, Working With Emotional Intellegence (Jakarta: GramedianPustaka Utama, 2001), hlm. 13-14. 41 Sukidi, New Age, Wisata Spiritual Lintas Agama (Yogyakarta : Pusat Pelajar, 1996), hlm. 135. 42 Syamsu Yusuf LN., op.cit., hlm. 113. 43 Daniel Goleman, op.cit., hlm. 5. 36 memiliki empati dan mampu membina hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya. G. Mengukur Kecerdasan Emosional 1. EQ-I (Emotional Quotient inventory) EQ-I (Emotional Quotient Inventory) adalah ujian untuk mengetahui kesehatan emosi seseorang. Tehnik EQ-I (Emotional Quotient Inventory) ditemukan oleh Dr. Reuven Baron. Ini adalah ujian yang dilakukan oleh peserta ujian. Caranya : seorang menjawab sendiri daftar pertanyaanpertanyaan yang diajukan. Ujian ini diciptakan dalam rangka terapi klinis untuk mengetahui kesehatan emosi seseorang. Hingga kini, ujian ini telah dilakukan pada ribuan orang dan hasilnya dianggap cuup akurat, meski kita belum yakin akan kemampuannya memprediksi sejauh mana seseorang akan berhasil dalam kerjanya. Ujian ini tersusun atas 133 pertanyaan dan berjalan hanya sekitar setengah jam. Jawaban yang diberikan oleh peserta ujian memberikan estimasi umum tingkatEQ-nya, selain juga memberikan estimasi yang berkaitan dengan 5 dimensi sebagai berikut:44 a. Sikap atau hubungan seseorang terhadap dirinya sendiri 44 Menghargai diri sendiri Mengenali emosi diri sendiri Merasa independen Makmun Mubayidah, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 33-34. 37 Mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sendiri b. Hubungan seseorang dengan orang lain Empati terhadap orang lain Punya tanggung jawab sosial Karakter hubungannya dengan orang lain c. Mampu beradaptasi Aktif merespon realitas Memiliki fleksibilitas atau kelenturan Menangani masalah d. Cara menyikapi kesulitan Mampu mengatasi kesulitan Mampu mengendalikan reaksi diri sendiri e. Emosi secara umum Optimis Bahagia 2. Skala EQ Multifaktor (MEIS – Multifactor Emotional Intelligence scale) Skala EQ Multifaktor (MEIS – Multifactor Emotional Intelligence scale) adalah ujian untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menghadapi, membedakan, memahami dan menyikapi emosi. 3. Menghitung Kemampuan Emosi (ECI – Inventory Emotional Competence) Menghitung Kemampuan Emosi (ECI – Inventory Emotional Competence) adalah proses perhitungan untuk mengukur kompetensi emosi seseorang. Ini adalah ujian 360, di mana seseorang diminta menjawab 38 pertanyaan-pertnyaan seputar orang yang hendak dihitung EQ-nya. Pertanyaan-pertanyaan dipilah-pilah untuk menghitung 20 kemampuan atau dimensi EQ. Ini adalah skala baru dan setengah bagianya diadopsi dari skala-skala lain yang beragam. Dewasa ini, tidak ada kajian yang mengisyaratkan kemampuan rekaan yang dihasilkan oleh ujian ini. 4. EQ Map EQ Map adalah ujian yang ditetapkan dalam kerja-kerja perdagangan. Akurasi ujian ini masih perlu dikaji dan di uji lagi. Materi ujian ini bersifat individual dan cakupanya terbatas sebagian diantaranya hanya mencakup 12 sampai 33 pertanyaan.45 45 Ibid., hlm. 34-35.