BAB II KECERDASAN EMOSIONAL Banyak contoh di sekitar kita

advertisement
BAB II
KECERDASAN EMOSIONAL
Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki
kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia
pekerjaan. Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak
ternyata yang berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada
kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan
kecerdasan emosi seperti: ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan
beradaptasi. Kecerdasan memungkinkan manusia maju dalam bersikap, berbuat,
dan berkarya secara dinamis dan konstruktif. Beberapa kecerdasan tersebut antara
lain: kecerdasan intelegensi, emosi, spiritual, linguistik, bodi kinestik, dan
interpersonal, kecerdasan EQ. Dan dalam bab ini akan diuraikan tentang konsep
kecerdasan emosional.
A. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan merupakan perbuatan pandai yang terdiri dari pemahaman
hal-hal yang pokok di dalam suatu keadaan dan penanggapan secara tepat
terhadap keadaan tersebut.1 Kecerdasan dapat diartikan sebagai suatu
kecakapan untuk menanggapi yang lain, kemampuan berurutan dengan
kerumitan-kerumitan / dengan abstrak, kemampuan berpikir.2
Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang berarti
“menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti “bergerak
menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
1
Malcon Hardy dan steve Heyes, Pengantar Psikologi (Jakarta: Erlangga, 1985), hlm. 71.
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.
111.
2
17
18
dalam emosi. Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak,
rencana seketika untuk mengatasi masalah.3
Menurut English and English, yang dikutip oleh Syamsu yusuf, emosi
adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and
glandular activies” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai
karakteristik kegiatan kelenjar motoris). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono
berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna yang efektif (perasaan tertentu pada saat menghadapi situasi
tertentu seperti bahagia, putus asa, terharu, dan sebagainya) baik tingkat lemah
(dangkal) maupun tingkat yang luas (mendalam).4
Emosi adalah getaran pada kalbu seperti haru, sedih, kecewa, marah, atau
bahagia yang terjadi akibat tersentuhnya spiritualitas seseorang. Emosi mudah
tersentuh melalui panca indra seperti penglihatan dan pendengaran.5
Sedangkan emosional adalah (1) berkaitan dengan ekspresi emosi. (2)
mencirikan individu yang sudah terangsang untuk menampilkan tingkah laku
emosional.6 Emosional menunjukkan berbagai perubahan motor dan kelenjar
yang menyertai rangsangan emosi tertentu yang menimbulkan suatu gambaran
yang sedikit banyak bersifat khusus dan dapat diamati dari luar. 7 Emosional
3
Daniel Goleman, Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih
penting dari pada IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm.7.
4
Syamsu Yusuf LN, Psikoogi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Remaja
Rosdakarya,d 2006), hlm. 114-115.
5
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Mengembangkan ESQ Power Sebuah Inner
Journey Melalui Al-Ihsan (Jakarta: Arga, 2004), hlm. 100.
6
J.P. Chaplin, op.cit., hlm. 165
7
Sudarsono, Kamus Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 66.
19
juga diartikan sebagai kencenderungan sikap yang emosi untuk melihat atau
menafsirkan sesuatu yang dapat dilihat akal, indera mata / fakta.8
Sedangkan menurut Davies dan rekan-rekannya dalam buku Emosional
Intelligence,
yang dikutip oleh Monti P. Setiadarma menjelaskan bahwa
intelegensi emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi
dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dengan yang lainnya,
dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir serta
prilaku seseorang. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang unik dan
penting dalam kemampuan psikologis seseorang.9
Kecerdasam emosional adalah kemampuan mengindera, memahami dan
dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber
energi informasi dan pengaruh. Apabila dipercaya dan dihormati, kecerdasan
emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh
tentng diri sendiri dan orang lain di sekitar kita.10
Menurut Daniel Goleman kecerdasan emosional menunjuk pada
kemampuan menyikapi dan mengenali perasaan kita sendiri juga perasaan
orang lain. Kemampuan memotivasi diri dan kemampuan mengelola emosi diri
sendiri dengan baik dan dalam hubungannya dengan orang lain.11
8
Ibid., hlm. 66.
Monty P. Satiadarma dan Fedelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003), hlm. 27.
10
Robert, K. Cooper dan A, Saraf, Executif EQ, Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 495.
11
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta:
Gramedia, 1999), hlm. 513.
9
20
Ary Ginanjar menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan
serangkaian kecakapan untuk melapangkan jalan didunia yang penuh liku-liku
permasalahan sosial.12
Dari berbagai pengertian tentang kecerdasan emosional diatas, dapat
dikatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan keterampilan atau
kemampuan seseorang dalam mengenal, mengelola dan mengendalikan emosi
diri, dari kemampuan ini seseorang akan memotivasi diri, memiliki kepekaan
terhadap emosi orang lain (empati), serta mampu membina hubungan baik
dengan orang lain.
B. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional
1. Kesadaran Diri
Kesadaran diri yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu
saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri. Memilki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan
kepercayaan diri yang kuat.13 Kesadaran diri adalah kemampuan untuk
mengetahui keadaan internal, pilihan pilihan, sumber yang mempengaruhi
emosi dn intuisinya.14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesadaran diri mengacu
pada perhatian seseorang yang bersifat instropeksi dan bercermin pada diri
12
13
Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hlm. 61.
FKBA, Kecerdasaan Emosi dan Quantum Learning (Yogyakarta: FKBA, 2000), hlm.
14
Ibid., hlm. 14.
7.
21
dan pengalamannya.15 Kesadaran diri meliputi kesadaran emosi, penilaian
diri secara teliti dan percaya diri.
Dalam buku Kecerdasan Emosional, Goleman memaparkan contoh
kesadaran diri yaitu :16
“Alkisah, di Jepang ada seorang Samurai yang suka bertarung.
Samurai ini menantang seorang guru Zen untuk menjelaskan
konsep surga dan neraka. Tetapi pendeta menjawab dengan nada
menghina, ”Kau hanyalah orang bodoh, aku tidak mau menyianyiakan waktu untuk orang macam kamu.” Merasa harga diri
direndahkan, Samurai itu naik darah. Sambil menghunus pedang,
ia
berteriak,
”Aku
dapat
membunuhmu
karena
kekurangajaranmu.” “Nah,” jawab pendeta itu dengan tenang,
”Itulah neraka.” Takjub melihat kebenaran yang ditunjukkan
oleh sang guru, amarah yang menguasai diri samurai itu menjadi
tenang, menyarungkan pedangnya, dan membungkuk sambil
mengucapkan terima kasih pada sang pendeta itu atas
penjelasannya. ”Dan” kata sang pendeta, ”Itulah surga.”
Kesadaran mendadak Samurai terhadap gejolak perasaannya adalah inti dari
kecerdasan emosional, yaitu kesadaran akan perasaan diri sendiri waktu
perasaan itu timbul.
Menurut Goleman, dalam bukunya kecerdasan emosi untuk meraih
puncak prestasi. Kesadaran diri tidak terbatas pada mengamati diri dan
mengenali perasaan akan tetapi juga menghimpun kosa kata untuk perasaan
dan mengetahui hubungan antara fikiran, perasaan, dan reaksi.17
Menurut Goleman mengatakan bahwa kesadaran seseorang
terhadap titik lemah serta kemampuan pribadi seseorang juga merupakan
15
Ibid., hlm. 14.
Daniel Goleman, Emotional Intellegence (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 62.
17
Ibid., hlm. 428.
16
22
bagian dari kesadaran diri. Adapun ciri orang yang mampu mengukur diri
secara akurat adalah:18
1) Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
2) Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman.
3) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima
perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri sendiri.
4) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri
sendiri dengan perspektif yang luas dengan pandai menangani
kesedihan.
2. Pengaturan Diri
Pengaturan diri yaitu menangani emosi kita sedemikisn rupa
sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata
hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran,
mampu segera pulih kembali dari tekanan emosi.19
Menurut
Goleman
dalam
bukunya
Kecerdasan
Emosional
pengaturan diri adalah pengelolaan impuls dan perasaan yang menekan.
Dalam kata Yunani kuno, kemampuan ini disebut sophrosyne, “hati-hati dan
cerdas dalam mengatur kehidupan, keseimbangan, dan kebijaksanaan yang
terkendali” sebagaimana yang diterjemahkan oleh Page Dubois, seorang
pakar bahasa Yunani. Menurut Goleman, lima kemampuan pengaturan diri
18
19
Ibid., hlm. 95-97.
Ibid., hlm. 44.
23
yang umumnya dimiliki oleh star performer adalah pengendalian diri, dapat
dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas, dan inovasi .20
Seseorang dikatakan mempunyai keterampilan pengturan diri jika
memiliki kemampuan mengendalikan diri (sabar), dapat dipercaya, berhatihati, keluwesan dalam menghadapi perubahan dan tantangan (adaptibilitas),
bersikap terbuka terhadap gagasan dan pendekatan-pendekatan baru serta
informasi terkini (inovasi).
3. motivasi (motivation)
Motivasi berasal dari kata motiv yang berarti segala sesuatu yang
mendorong untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Motiv adalah sesuatu
pernyataan yang kompleks dalam suatu organisme yang mempengaruhi
tingkah laku perbuatan kesatu tujuan perangsang.21
Motivasi yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu untuk mengambil
inisiatif untuk bertindak secara efektif, dan untuk bertahan menghadapi
kegagalan atau frustasi.22
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang
sangat penting yang berkaitan dengan memberi perhatian, memotivasi diri
sendiri, menguasai diri sendiri, dan berkreasi. Untuk menumbuhkan
motivasi seseorang perlu adanya kondisi flow pada diri orang tersebut. Flow
adalah keadaan lupa sekitar, lawan dari lamunan dan kekhawatiran,
20
21
Ibid., hlm. 77.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hlm.
22
Daniel Goleman, op.cit., hlm. 514.
60.
24
bukannya tenggelam dalam kesibukan yang tak tentu arah. Momen flow
tidak lagi bermuatan ego. Orang yang dalam keadaan flow menampilkan
penguasaan hebat terhadap apa yang mereka kerjakan, respon mereka
sempurna senada dengan tuntutan yang selalu berubah dalam tugas itu, dan
meskipun orang menampilkan puncak kinerja saat sedang flow, mereka
tidak lagi peduli pada bagaimana mereka bekerja, pada fikiran sukses atau
gagal. Kenikmatan tindakan itu sendiri yang memotivasi mereka. Flow
merupakan puncak kecerdasan emosional. Dalam flow emosi tidak hanya
ditampung dan disalurkan, akan tetapi juga bersifat mendukung, memberi
tenaga, dan selaras dengan tugas yang dihadapi. Terperangkap dalam
kebosanan, depresi, atau kemeranaan kecemasan menghalangi tercapainya
keadaan flow.23
Menurut Goleman, salah satu cara untuk mencapai flow adalah
dengan sengaja memusatkan perhatian sepenuhnya pada tugas yang sedang
dihadapi. Keadaan konsentrasi tinggi merupakan inti dari kinerja yang flow.
Flow merupakan keadaan yang bebas dari gangguan emosional, jauh dari
paksaan, perasaan penuh motivasi yang ditimbulkan oleh ekstase ringan.
Ekstase itu tampaknya merupakan hasil samping dari fokus perhatian yang
merupakan hasil prasyarat keadaan flow. Mengamati seseorang yang dalam
keadaan flow memberi kesan bahwa yang sulit itu mudah, puncak performa
23
Ibid., hlm. 128-129.
25
tampak alamiah dan lumrah. Ketika dalam keadaan flow otak berada pada
keadaan “dingin”.24
Fungsi
motivasi
secara
umum
adalah
menggerakkan
atau
menggugah seseorang agar tumbuh keinginan, kemauan untuk melakukan
sesuatu, sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian orang
yang cerdas emosinya akan memotivasi diri sendiri dan orang lain untuk
lebih maju atau lebih baik. Adapun unsur motivasi adalah berupa dorongan
berprestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.
4. Empati (empathy)
Empati yaitu merasakan yang dirasakan orang lain, mampu
memahami perspektif mereka, menumbuhkan rasa saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.25 Dengan kemampuan
empati yang dimiliki orang bisa memahami bahasa emosi baik verbal
maupun non verbal. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung
keberhasilan pergaulan dengan orang lain.
Tingkat empati tiap individu berbeda-beda. Menurut Goleman,
pada tingkat yang paling rendah, empati mempersyaratkan kemampuan
membaca emosi orang lain, pada tataran yang lebih tinggi, empati
mengharuskan seseorang mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan atau
perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata. Diantara yang
24
25
Ibid., hlm. 128-129.
FKBA, op.cit., hlm. 7.
26
paling tinggi, empati adalah menghayati masalah atau kebutuhan-kebutuhan
yang tersirat di balik perasaan seseorang.26
Adapun kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu
membaca pesan non-verbal seperti ekspresi wajah, gerak-gerik dan nada
bicara. Hal ini terbukti dalam tes terhadap lebih dari tujuh ribu orang di
Amerika Serikat serta delapan belas negara lainnya. Dari hasil tes ini
diketahui bahwa orang yang mampu membaca pesan orang lain dari isyarat
non-verbal ternyata lebih pandai menyesuaikan diri secara emosional, lebih
populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka dibandingkan dengan orang
yang tidak mampu membaca isyarat non-verbal.27
Namun ada kalanya seseorang tidak memiliki kemampuan
berempati, empati tidak ditemukan kepada orang yang melakukan
kejahatan-kejahatan sadis. Suatu cacat psikologis yang ada umumnya
ditemukan pada pemerkosa, pemerkosa anak-anak, dan para pelaku tindak
kejahatan rumah tangga. Orang-orang ini tidak mampu berempati,
ketidakmampuan untuk merasakan penderitaan korbannya memungkinkan
mereka melontarkan kebohongan kepada diri mereka sendiri sebagai
pembenaran atas kejahatannya. Hilangnya empati sewaktu orang-orang
melakukan kejahatan pada korbannya hampir senantiasa merupakan bagian
dari siklus emosional yang mempercepat tindakan kejamnya.28
Selain itu, empati tidak ditemukan pada penderita eleksitimia
(ketidakmampuan mengungkapkan emosi). Hal ini disebabkan oleh
26
Daniel Goleman, op.cit., hlm. 215
Ibid., hlm. 136.
28
Ibid., hlm. 149-150.
27
27
ketidakmampuan mereka untuk mengetahui apa yang sedang mereka
rasakan. Selain bingung dengan perasaannya sendiri, penderita eleksitimia
juga bingung apabila ada orang lain yang mengungkapkan perasaan
kepadanya. Secara emosional, penderita ini tuli nada, tidak bisa mendeteksi
kata atau tindakan yang bersifat emosional.
Empati yang berlebihan dapat mendatangkan stres, kondisi ini
disebut “empathy distruss”, stres akibat empati. Stres akibat empati ini
sangat lazim terjadi bila seseorang merasakan kesusahan yang mendalam,
karena seseorang sangat empati berhadapan dengan seseorang yang sedang
dalam suasana hati negatif, dan kemampuan pengaturan dirinya tidak
mampu untuk menenangkan stres akibat simpati mereka sendiri. Untuk
menghindari stres ini, diperlukan suatu seni mengelola emosi, sehingga
manusia tidak terbebani oleh rasa tertekan yang menular dari orang yang
sedang dihadapi.29
5. Keterampilan Sosial (social skill)
Keterampilan Sosial yaitu mengenal emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain, dengan cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilanketerampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan
menyelesaikan perselisihan serta bekerjasama dan bekerja dalam tim.30
Keterampilan sosial (social skills), adalah kemampuan untuk
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
29
30
Ibid., hlm.230.
Ibid., hlm. 50.
28
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan
lancar, menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan untuk bekerjasama dalam tim.
Dalam memanifestasikan kemampuan ini dimulai dengan mengelola emosi
sendiri yang pada akhirnya manusia harus mampu menangani emosi orang
lain. Menurut Goleman, menangani emosi orang lain adalah seni yang
mantap untuk menjalin hubungan, membutuhkan kematangan dua
keterampilan emosional lain, yaitu manajemen diri dan empati. Dengan
landasan keduanya, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan
matang. Ini merupakan kecakapan sosial yang mendukung keberhasilan
dalam pergaulan dengan orang lain. Tidak dimilikinya kecakapan ini akan
membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial atau berulangnya
bencana
antar
pribadi.
Sesungguhnya
karena
tidak
dimilikinya
keterampilan-keterampilan inilah yang menyebabkan orang-orang yang
mempunyai
nilai
akademik
yang
tinggi
gagal
dalam
membina
hubungannya.31
C. Melatih Kecerdasan Emosional
Menurut John Gotman dan Joan De Claire dalam buku mereka kiatkiat Mencerdaskan Anak yang memiliki Kecerdasan emosional, terdapat lima
langkah yang dapat dilakukan untuk membantu melatih ketrampilan-
31
Ibid., hlm. 158-159.
29
keterampilan dalam kecerdasan emosional. Lima langkah tersebut antara
lain:32
1. Menyadari setiap emosi
Kesadaran emosi merupakan kemampuan mengenali setiap emosi
diri, dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan tersebut, dan peka terhadap
hadirnya emosi-emosi dalam diri orang lain agar seseorang mampu
merasakan emosi dari orang lain, maka ia harus menyadari setiap emosi
diri terlebih dahulu.
2. Mengakui emosi
Dengan berlatih mengakui dan mengenali emosi-emosi yang
intensitasnya rendah, akan sangat membantu sebelum emosi tersebut
meningkat, serta akan memperkecil resiko yang menyertainya. Hal ini juga
dapat melatih kemampuan mendengarkan dan menyelesaikan masalah.
3. Mendengarkan dengan empati
Maksud dari mendengarkan dengan empati adalah berlatih
menggunakan mata untuk mengenali petunjuk fisik dari setiap bentuk
emosi orang lain, dan menggunakan hati untuk mengenali apa yang
dirasakan orang lain.
4. Memberi nama emosi dengan kata-kata
Salah satu langkah yang sangat mudah namun penting dalam
pelatihan emosi adalah memberi nama emosi setiap kali emosi-emosi
32
John Gottman dan Joa De Claire, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki
Kecerdasan Emosional (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 73-114.
30
dialami. Tindakan ini mampu memberi efek menentramkan sistem syaraf
dan lebih cepat memulihkan kembali emosi-emosi yang dirasakan.
5. Menentukan batas-batas emosi sambil memecahkan masalah
Hal ini dapat dilakukan melalui lima tahap, antara lain:
a.
Menentukan batas-batas emosi
b.
Menentukan sasaran sekitar pemecahan
c.
Memikirkan berbagai alternatif pemecahan yang mungkin dilakukan
d.
Mengevaluasi pemecahan berdasarkan nilai-nilai yang ada
e.
Memilih satu pemecahan dari sekian alternatif yang ada.33
Dengan cara-cara peningkatan kecerdasan emosional diatas,
diharapkan seseorang mampu mengelola dan memanfaatkan potensi
kecerdasan emosisonalnya dengan baik. Setiap orang memiliki
kemampuan mengendalikan emosi diri, untuk memaksimalkan hasilnya,
harus dilatih dengan baik dan terus menerus.
D. Tujuan Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang,
baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Kecerdasan emosional seseorang
akan terlihat melalaui bagaimana ia menyikapi setiap masalah, dan seperti apa
kehidupan sosialnya diantara orang lain. Secara jelasnya tujuan kecerdasan
emosionaal antara lain sebagai berikut:34
1. Mengenali emosi diri
Dengan mengenal emosi diri, seseorang akan mampu:
33
34
Ibid., hlm. 73-114.
Syamsu Yusuf LN., op.cit., hlm. 113-114.
31
a. Mengenal dan merasakan emosi diri
b. Memahami penyebab dari perasaan yang timbul
c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan
2. Mengelola emosi
Melalui pengenalan emosi yang baik, seseorang akan mampu:
a. Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah
dengan lebih baik.
b. Mengungkapkan amarah tanpa kekerasan
c. Mengendalikan prilaku agresif yang merusak diri sendiri maupun
orang lain.
d. Memiliki perasaan positif tentang diri sendiri maupun orang lain
e. Mengurangi perasaan kesepian dan cemas dalam pergaulan
3. Memotivasi diri sendiri
Dengan memotivasi diri sendiri, seseorang akan:
a. Memiliki rasa tanggung jawab
b. Memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan
c. Optimis, tidak mudah putus asa
4. Mengenali emosi orang lain (empati)
Dengan memilikiempati, seseorang akan mampu:
a. Menerima sudut pandang pemikiran orang lain
b. Memiliki kepekaan terhadap orang lain
c. Mendengarkan orang lain, tidak egois
5. Membina hubungan
32
Melalui kemampuan membina hubungan, seseorang akan :
a. Mudah bergaul
b. Memiliki jiwa sosial yang tinggi
c. Mudah bekerjasama dengan orang lain
d. Mampu memahami dan menganalisis hubungan dengan orang lain
Dari uraian di atas dapat dikatakan, melalui ketrampilan-ketrampilan
mengendalikan emosi dan memiliki kecakapan sosial yang baik akan
sangat bermanfaat bagi seseorang, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
orang lain.
E. Penerapan Kecerdasan Emosional
Tiga bagian otak manusia dibagi menjadi dua belahan yang biasa
disebut otak kanan dan otak kiri. Eksperimen menunjukkaan bahwa masingmasing bertanggung jawab terhadap cara berpikir dan masing-masing
mempunyai spesialisasi dalam kemampuan tertentu, walaupun ada persilangan
dan interaksi antara dua sisi.
Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, lenear dan rasional,
sedangkan otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitik dan holistik.35 Dan
kecerdasan emosional adalah masuk pada bagian dari otak kanan.
Dalam buku emotional intellegence dijelaskan bahwa perbedaan dalam
didikan emosi ini menghasilkan keterampilan-keterampilan yang sangat
berbeda. Anak perempuan jadi mahir membaca signal emosi verbal maupun
non verbal, mahir mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan35
Bobby Deporter dan Mike Hernacki, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 37-38.
33
perasaannya. Dan anak-anak laki-laki cakap dalam meredam emosi yang
berkaitan dengan perasaan rentan, salah, takut dan sakit.36 Artinya bahwa usaha
untuk dapat menerapkan agar seseorang mempunyai kecerdasan emosional
tinggi itu dapat dilakukan sejak kecil. Dan ternyata ada perbedaan yang begitu
jelas antara emosi anak laki-laki dan perempuan.
Kecerdasan emosional dapat diimplementasikan sebagai cara yang
sangat baik untuk membesarkan ide. Dengan penalaran tentang diri, kecerdasan
emosional adalah modal penting bagi seseorang untuk mengembangkan bakat,
kepemimpinan dalam bidang apapun juga. Dengan bekal kecerdasan
emosional, seseorang akan mampu mendeterminasi kesadaran setiap orang,
untuk mendapatkan simpati dan dukungan serta kebersamaan dalam
melaksanakan atau mengimplementasikan sebuah ide atau cita-cita.37
Kecerdasan emosional memberikan implikasi positif lebih dari sekedar
teori ilmiah atau kesuksesan di tempat kerja, karena berfokus pada
intrapersonal dan interpersonal. Orang yang ber EQ tinggi atau yang sedang
belajar menerapkan EQ menemukan hidupnya lebih bermakna melebihi
kesuksesan di tempat kerja, mereka dapat hidup bahagia, menikmati proses
kehidupan, secara tulus saling berbagi, saling mencintai, barkat EQ yang
diterapkan dalam kehidupan.38
36
Daniel Goleman, op.cit., hlm. 185.
Jean Seagel, Melejitkan Kepekaan Emosional (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 115.
38
Suharsono, Membelajarkan Anak dengan Cinta (Jakarta: Inisiasi Press, 2003), hlm.
37
237.
34
F. Pentingnya Kecerdasan Emosional
Orang yang berbakat dan produktif sering dirugikan di tempat kerja
oleh kesenjangan kecerdasan emosional dalam diri mereka sendiri dan orangorang di sekitar mereka. Dibanyak perusahaan, orang tertangkap di lingkungan
yang bersifat otokratis dan kadang-kadang dibawah manajemen yang salah
kaprah dengan sejumlah peraturan dan larangan, serta iklim yang tidak pasti
dan menakutkan, ketidakadilan yang terang-terangan, kebencian dan kekuasaan
kadang ada kalanya berakhir dengan permusuhan, sehingga orang banyak
bekerja namun dengan hati tertutup dan kepala menunduk, hanya
mengharapkan waktu segera berlalu dan tiba saatnya mengambil amplop gaji.
Sesungguhnya dalam keadaan yang begini banyak orang dalam dunia kerja
yang hampir tak mempunyai tenaga lagi, kalaupun masih, tidak cukup untuk
meniti karir ke masa depan yang sukses.39
Begitupun dalam dunia pendidikan, mengenai pentingnya kecerdasan
emosional, bisa dilihat dari dalam dunia pendidikan di Indonesia selama ini,
terlalu menekankan pentingnya arti nilai akademik, kecerdasan intelektual saja,
mulai dari bangku SD sampai bangku perguruan tinggi sedikit sekali
ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosional, padahak justru inilah
yang terpenting, mungkin kita bisa lihat dari hasil bentukan karakter dan
kualitas SDM era 2000 yang patut kontribusi yang sangat besar dalam
mencapai keberhasilan hidup. Penelitian-penelitian yang dilakukan Daniel
Goleman dan kawan-kawannya tentang kompetensi-kompetensi aktual yang
39
Robert, K. Cooper dan A. Saraf, op.cit., hlm. 497.
35
membuat orang sukses dalam pekerjaan apapun, membuktikan bahwa peran
kecerdasan emosional juga penting disamping kecerdasan intelektual.40
Kesadaran emosional ini tidak sekedar dikenali, tapi lebih lanjut perlu
disadari eksistensinya dalam mempengaruhi kehidupan emosional manusia.
Ilmu-ilmu psikologi moderen menyebutnya metamood untuk melukiskan
adanya kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Goleman mewacanakan
self awareness dengan aksentuasi pada perhatian secara kontinu pada emosi
diri manusia. Dengan menyadari eksistensi emosi ini, manusia tidak lagi
dikuasai emosi, tetapi justru sebaliknya. Oleh karen itu lah kecerdasan
emosional perlu, di samping IQ atau kecerdasan intelektual.41
Berdasarkan pengamatan, banyak orang yang gagal dalam hidupnya
bukan karena kecerdasan intelektualnya rendah, namun karena mereka kurang
memiliki kecerdasan emosional. Tidak sedikit orang yang sukses dalam
hidupnya
karena
mereka
memeliki
kecerdasan
emosional
meskipun
intelegensinya hanya pada tingkat rata-rata.42 Hal ini menggambarkan
pentingnya kecerdasan emosional bagi setiap orang, begitu juga pelajar.
Seorang anak didik yang memiliki kecerdasan emosional tinggi digambarkan
dengan seseorang yang dapat mengetahui seperti apa emosinya, bagaimana
mengatur suasana hati, mampu mengendalikan dirinya saat emosi, mampu
memotifasi diri sendiri, dan mampu bertahan menghadapi frustasi.43 Serta
40
Daniel Goleman, Working With Emotional Intellegence (Jakarta: GramedianPustaka
Utama, 2001), hlm. 13-14.
41
Sukidi, New Age, Wisata Spiritual Lintas Agama (Yogyakarta : Pusat Pelajar, 1996),
hlm. 135.
42
Syamsu Yusuf LN., op.cit., hlm. 113.
43
Daniel Goleman, op.cit., hlm. 5.
36
memiliki empati dan mampu membina hubungan baik dengan orang-orang
disekitarnya.
G. Mengukur Kecerdasan Emosional
1. EQ-I (Emotional Quotient inventory)
EQ-I (Emotional Quotient Inventory) adalah ujian untuk mengetahui
kesehatan emosi seseorang. Tehnik EQ-I (Emotional Quotient Inventory)
ditemukan oleh Dr. Reuven Baron. Ini adalah ujian yang dilakukan oleh
peserta ujian. Caranya : seorang menjawab sendiri daftar pertanyaanpertanyaan yang diajukan.
Ujian ini diciptakan dalam rangka terapi klinis untuk mengetahui
kesehatan emosi seseorang. Hingga kini, ujian ini telah dilakukan pada
ribuan orang dan hasilnya dianggap cuup akurat, meski kita belum yakin
akan kemampuannya memprediksi sejauh mana seseorang akan berhasil
dalam kerjanya.
Ujian ini tersusun atas 133 pertanyaan dan berjalan hanya sekitar
setengah jam. Jawaban yang diberikan oleh peserta ujian memberikan
estimasi umum tingkatEQ-nya, selain juga memberikan estimasi yang
berkaitan dengan 5 dimensi sebagai berikut:44
a. Sikap atau hubungan seseorang terhadap dirinya sendiri
44

Menghargai diri sendiri

Mengenali emosi diri sendiri

Merasa independen
Makmun Mubayidah, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak (Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, 2006), hlm. 33-34.
37

Mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sendiri
b. Hubungan seseorang dengan orang lain

Empati terhadap orang lain

Punya tanggung jawab sosial

Karakter hubungannya dengan orang lain
c. Mampu beradaptasi

Aktif merespon realitas

Memiliki fleksibilitas atau kelenturan

Menangani masalah
d. Cara menyikapi kesulitan

Mampu mengatasi kesulitan

Mampu mengendalikan reaksi diri sendiri
e. Emosi secara umum

Optimis

Bahagia
2. Skala EQ Multifaktor (MEIS – Multifactor Emotional Intelligence scale)
Skala EQ Multifaktor (MEIS – Multifactor Emotional Intelligence
scale) adalah ujian untuk mengukur kemampuan seseorang dalam
menghadapi, membedakan, memahami dan menyikapi emosi.
3. Menghitung Kemampuan Emosi (ECI – Inventory Emotional Competence)
Menghitung Kemampuan Emosi (ECI – Inventory Emotional
Competence) adalah proses perhitungan untuk mengukur kompetensi emosi
seseorang. Ini adalah ujian 360, di mana seseorang diminta menjawab
38
pertanyaan-pertnyaan seputar orang yang hendak dihitung EQ-nya.
Pertanyaan-pertanyaan dipilah-pilah untuk menghitung 20 kemampuan atau
dimensi EQ. Ini adalah skala baru dan setengah bagianya diadopsi dari
skala-skala lain yang beragam. Dewasa ini, tidak ada kajian yang
mengisyaratkan kemampuan rekaan yang dihasilkan oleh ujian ini.
4. EQ Map
EQ Map adalah ujian yang ditetapkan dalam kerja-kerja
perdagangan. Akurasi ujian ini masih perlu dikaji dan di uji lagi. Materi
ujian ini bersifat individual dan cakupanya terbatas sebagian diantaranya
hanya mencakup 12 sampai 33 pertanyaan.45
45
Ibid., hlm. 34-35.
Download