1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Emosi 2.1.1 Definisi Emosi Kata

advertisement
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Emosi
2.1.1 Definisi Emosi
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal
mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2009) emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan
untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana
hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat
merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu
perilaku intensional manusia. (Goleman, 2009).
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain
Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci),
Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).
Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan),
Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2009) mengemukakan beberapa
macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
a. Amarah
: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan
: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa
c. Rasa takut
: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri
d. Kenikmatan
: bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
e. Cinta
: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
5
6
6
dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih
f. Terkejut
: terkesiap, terkejut
g. Jengkel
: hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. malu
: malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu
mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus
yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat
tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai
kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan
memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan
hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu
seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas,
melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman,
2009).
Menurut Mayer (Goleman, 2009) orang cenderung menganut gaya-gaya khas
dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam
permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap
individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan
tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan penulis menyimpulkan bahwa emosi
adalah suatu perasaan atau suatu keadaan kondisi biologis dan psikologis untuk
memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus.
2.2 Kecerdasan Emosional
2.2.1 Definisi Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2009), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness
of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
7
Kecerdasan Emosional mengacu pada potensi alamiah untuk merasa,
menggunakan, mengkomunikasikan, mengenal, mempelajari, mengatur dan
memahami emosi-emosi (Hein, 2005).
Mayer & Salovey (2000) menjelaskan kecerdasan emosional sebagai sejumlah
keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri
sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi,
merencanakan dan meraih tujuan hidup.
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan penulis menyimpulkan bahwa
kecerdasan emosional adlaah kemampuan memantau, mengendalikan, mengetahui,
dan mengerti emosi diri sendiri maupun orang lain dalam bersosialisasi.
2.2.2 Faktor Kecerdasan Emosional
Goleman (2009) menempatkan kecerdasan emosional menjadi lima faktor, yaitu :
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai
metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer
(Goleman, 2009) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun
pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi
mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri
memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah
menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan,
yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan
kita (Goleman, 2009). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau
8
8
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan
untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang
positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut
Goleman (2009) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain
sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap
perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
e. Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi
(Goleman, 2009). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan
dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan
serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan
sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu
berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena
kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2009). Ramah tamah, baik hati,
hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana
siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana
kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal
yang dilakukannya
9
2.3 Belajar
2.3.1 Definisi Belajar
Djamarah (2008) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Menurut Winkel (2005) belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Hakim (2005) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia
dan perubahan tersebut tampak dalam peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seperti peningkatan kecakapan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya
pikir, dan kemampuan lainnya.
Syah, M (2001) belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri
siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena
perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas antara
lain :
a. Perubahan Intensional
Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang
dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa
ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan
keterampilan.
b. Perubahan Positif dan aktif
Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta
sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik
dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena
adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.
c. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu
bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam
10
10
diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut
dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
2.3.2 Ciri-ciri Belajar
Bukti bahwa seseorang telah belajar yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Menurut Djamarah (2008) ciriciri perubahan tingkah laku dalam pengertia belajar meliputi:
1. Perubahan Yang Terjadi Secara Sadar
Berarti seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau
sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam
dirinya.
2. Perubahan Dalam Belajar Bersifat Fungsional
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang terjadi secara terus menerus dan
tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya dan akan berguna bagi proses belajar berikutnya.
3. Perubahan Dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh
sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4. Perubahan Dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
Misalnya kecakapan yang dimiliki seseorang akan terus berkembang kalai
terus dipergunakan atau dilatih.
5. Perubahan Dalam Belajar Bertujuan Atau Terarah
Perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perubahan terarah merupakan perubahan tingkah laku yang benar-benar
disadari.
6. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
11
2.4 Prestasi Belajar
2.4.1 Definisi Prestasi Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar diartikan sebagai
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Abdurrahman, M (2008) prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar.
Djamarah (2008) prestasi belajar merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok.
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan penulis menyimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil kegiatan belajar individu yang sudah mempelajari suatu pelajaran
lalu ditunjukkan dengan nilai tes.
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Belajar merupakan suatu proses untuk menghasilkan suatu prestasi. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yang sekaligus mempengaruhi prestasi
belajar yang dicapai seseorang. Faktor-faktor tersebut digolongkan ke dalam dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada
dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar
individu (Slameto, 2010).
a. Faktor Internal
Faktor internal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor
jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan (Slameto, 2010).
1. Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah di sini ialah kesehatan. Kesehatan seseorang berpengaruh
terhadap proses belajarnya dan dapat berpengaruh juga pada pencapaian
prestasi belajarnya. Agar seseorang dapat belajar dan meraih prestasi belajar
dengan baik maka seseorang tersebut harus mengusahakan agar kesehatan
badannya tetap terjaga agar dapat berusaha dengan maksimal dalam meraih
prestasi.
12
12
2. Faktor psikologis
Faktor psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas belajar dan
prestasi seseorang. Banyak faktor yang merupakan aspek psikis berpengaruh
terhadap proses belajar dan prestasi belajar. Faktor-faktor tersebut adalah
inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan (Slameto,
2010).
3. Faktor kelelahan
Kelelahan yang dialami seseorang dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan
jasmani dan kelelahan rohani (Slameto, 2010). Kelelahan jasmani terlihat
dengan lemah lunglainya tubuh, kelelahan ini terjadi karena terjadinya
kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh sehingga darah kurang
lancar pada bagian-bagian tubuh tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat
terjadi karena terus-menerus memikirkan permasalahan yang dianggap berat.
Kelelahan rohani terlihat dengan adanya kelesuan, kelelahan ini terasa pada
bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi
seolah kehabisan daya untuk bekerja.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan
faktor masyarakat (Slameto, 2010).
1. Faktor keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Sebelum
seorang anak mendapatkan pendidikan di sekolah, seorang anak mendapatkan
pendidikan yang pertama dari keluarganya. Keluarga menjadi faktor
terpenting dalam membentuk dan peningkatan prestasi anak. Hal yang dapat
mempengaruhi belajar maupun prestasi belajar anak adalah cara orang tua
dalam mendidik anak, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, perhatian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah
Sekolah merupakan sarana belajar anak setelah lingkungan keluarga.
Lingkungan sekolah memiliki pengaruh yang kuat dalam proses belajar
13
maupun pencapaian hasil belajar (prestasi belajar). Terdapat beberapa hal
dalam lingkungan sekolah yang mempengaruhi belajar dan prestasi mahasiswa
yaitu metode mengajar yang digunakan oleh guru, kurikulum, relasi guru
dengan mahasiswa, relasi mahasiswa dengan mahasiswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar mahasiswa dan tugas rumah (Slameto, 2010). Semua faktor
tersebut dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga mempengaruhi belajar dan
prestasi belajar mahasiswa. Hal-hal yang dapat mengganggu proses belajar
dan pencapaian prestasi belajar mahasiswa di lingkungan masyarakat
diantaranya adalah kegiatan dalam masyarakat, mass media, teman bergaul
dan bentuk kehidupan masyarakat. Semua hal tersebut dapat menjadi faktorfaktor penguat atau bahkan menjadi faktor penghambat mahasiswa dalam
belajar dan pencapaian prestasinya.
2.4.3 Pengukuran Prestasi Belajar
Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat
ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. Di
Indonesia, kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik di sekolah-sekolah
dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui
sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal
dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Sumadi Suryabrata (2008)
bahwa rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai
kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu.
Syaifuddin Azwar (2008) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian
dalam pendidikan, yaitu :
a. Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif)
Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan
hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau
tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian
berfungsi untuk membantu guru mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa,
misalnya :
14
14
1. Memilih siswa yang akan diterima di sekolah
2. Memilih siswa untuk dapat naik kelas
3. Memilih siswa yang seharusnya dapat beasiswa
b. Penilaian berfungsi diagnostik
Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga
mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru
dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru
dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera
diperbaiki.
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement)
Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian
dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan
sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi
belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan nilai rapor SMU
kelas II menentukan jurusan studi di kelas III.
d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif)
Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat
diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap semester di sekolah-sekolah
tingkat dasar dan menegah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program
pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa
tersebut.
2.5 Tahapan Perkembangan Anak Erikson
Santrock (2007) mengemukakan tahapan perkembangan anak menurut Teori
Erikson sebagai berikut:
1. Usia Sekolah (6 – 12 tahun)
Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak
bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini
keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan
dasar menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual
sangat penting karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk
15
mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis
psikososial pada tahap ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior
(industry – inveriority). Dari konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak
mengembangkan kekuatan dasar: kemampuan (competency). Di sekolah, anak
banyak belajar tentang sistem, aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan
dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
2. Adolesen (12 – 20 tahun)
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan
lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik.
Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual,
tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan
datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika
remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang
muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity);
yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih
dan memiliki ediologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana
berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.
2.6 Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Kecerdasan
Emosional
Prestasi
Belajar
Goleman (2009) Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih
baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, lebih
terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang
lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah
lebih baik.
Menurut Dianasari (2007) itu pencapaian hasil belajar yang baik didukung dengan
kemampuan siswa dalam mengelola emosi sehingga berdampak positif terhadap
pelaksanaan tugas. Siswa yang dapat mengelola emosi dengan baik akan dapat
16
16
melakukan manajemen stress, ceria, optimis, tenang dalam menghadapi setiap
masalah, dan cerdas dalam menentukan strategi pemecahan masalah, sehingga dapat
mencapai hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan paparan teori di atas, prestasi belajar erat kaitannya dengan
kecerdasan emosional yaitu dilihat dari 5 (lima) faktor kecerdasan emosional. Dimana
faktor pertama adalah mengenali emosi diri faktor pertama ini menjelaskan
bagaimana individu mengambil keputusan sendiri untuk mengaktualisasikan diri
sehingga akan mampu memperoleh prestasi belajar yang baik. Faktor kedua adalah
mengelola emosi jika individu dapat mengelola emosi dengan baik dan tenang dalam
menghadapi setiap masalah yang di alami sehingga individu dapat mencapai hasil
belajar yang optimal. Faktor ketiga adalah memotivasi diri sendiri dengan adanya
motivasi mendorong sesorang untuk berbuat dan bertindak dalam mencapi tujuan dan
memberikan energi untuk melakukan tugas-tugas ekolah secara optimal. Faktor
keempat untuk mencapai keberhasil belajar adalah mengenali emosi orang lain
bagaimana individu mampu memahami, bersikap empati dan membangun hubungan
saling percaya terhadap orang lain. Hal tersebut mampu memberi pikiran positif
terhadap orang lain untuk belajar baik dan memperoleh hasil yang baik. Faktor
terakhir dari kecerdasan emosional adalah membina hubungan, kemampuan dalam
membina hubungan dengan orang lain sangat diperlukan untuk keberhasilan prestasi
seorang siswa. Kelima faktor ini membentuk variabel kecerdasan emosional sehingga
pada penelitian ini tidak akan diolah secara terpisah melainkan menyatu dalam satu
variabel yaitu kecerdasan emosional. Erindra (2012) mengatakan bahwa terdapat
hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Salah satu
penelitian ini, mendukung pemikiran peneliti bahwa kecerdasan emosional memiliki
hubungan dengan prestasi belajar.
Download