hubungan antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Penyesuaian Sosial
2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial
Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa,
Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively and
wholesomely to sosial realities, situation and relations do that the
requirement for sosial living are fulfilled in an acceptable and satisfactory
manner. Penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk bereaksi secara efektif
dan sehat terhadap situasi, realitas dan relasi sosial, sehingga tuntutan hidup
bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Sehingga penyesuaian sosial merupakan suatu usaha yang bisa dilakukan
seseorang untuk merespon, bertindak dan melakukan sesuatu secara efektif dan
normal sesuai masyarakat, kenyataan, dan hubungan sosial, sehingga tuntutan
hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan berhasil atau
bermanfaat.
Penyesuaian sosial akan terasa menjadi penting, manakala individu
dihadapkan pada kesenjangan-kesenjangan yang timbul dalam hubungan
sosialnya dengan orang lain. Betapapun kesenjangan-kesenjangan itu dirasakan
sebagai hal yang menghambat, akan tetapi sebagai makhluk sosial, kebutuhan
individu akan pergaulan, penerimaan, dan pengakuan orang lain atas dirinya tidak
dapat dielakan sehingga dalam situasi tersebut, penyesuaian sosial akan menjadi
wujud kemampuan yang dapat mengurangi atau mengatasi kesenjangankesenjangan tersebut.
8
2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial
Schneiders (1964) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial
sebagi berikut :
a. Keadaan Fisik dan Jenis Kelamin Individu
Keadaan fisik sangat mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang.
Adanya cacat fisik atau mengidap penyakit kronis sering menjadi latar
belakang terjadinya hambatan-hambatan sosial. Selain lingkungan
memberikan perlakuan yang berbeda terhadap pria dan wanita. Pria lebih
cenderung lebih dapat diterima jika menentang suatu aturan dibanding
dengan wanita.
b. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, penuh penerimaan,
penuh pengertian, dan memberikan perlindungan kepada individu,
merupakan lingkungan yang memperlancar proses penyesuaian individu.
c. Pengaruh Kebudayaan dan Agama
Kebudayaan secara langsung meupun tidak langsung berpengaruh pada
pembentukan perilaku individu. hal ini dapat memudahkan bahkan
menyulitkan penyesuaian sosial seseorang. individu yang dapat berperilaku
sesuai budayanya akan mudah menyesuaikan dirinya dengan orang lain.
Agama yang dianut oleh individu juga berperan penting pada penyesuaian
sosial individu, khususnya karena melalui agama individu diajarkan untuk
saling mengasihi, mencintai, mengurangi konflik, dan ketegangan fisik serta
saling menghargai satu sama lain.
d. Tingkat Pendidikan dan Intelegensi
Tingkat pendidikan berpengaruh pada penyesuaian seseorang. Individu
yang punya tingkat pendidikan tinggi cenderung dapat melakukan
penyesuaian sosial dengan baik jika dibandingkan dengan individu yang
tingkat penyesuaian intelegensinya rendah.
e. Keadaan Psikologis Individu
Individu yang sehat dan matang secara psikologis akan dapat
menyelaraskan dorongan-dorongan internalnya dnegan tuntutan yang
berasal dari lingkungan. Keadaan psikologis tersebut paling tidak tercakup
dalam tiga hal yaitu : a) Emosi, emosi yang menyenangkan akan
menumbuhkan emosi yang baik. b) Ciri pribadi, ciri pribadi merupakan
penentu utama dalam penyesuaian sosial karena ciri pribadi merupakan
penentu suatu totalitas yang menentukan reaksi terhadap konflik stress dan
frustasi. c) Penerimaan diri, Penyesuaian sosial melibatkan pengertian
terhadap dirinya. Individu merasa yakin akan kemampuan diri sendiri.
9
Penerimaan diri yang baik itu syarat tercapainya penyesuaian sosial yang
baik.
2.1.3. Aspek-Aspek Penyesuaian Sosial
Schneiders (1964) aspek-aspek penyesuaian sosial yang sehat sebagai
berikut :
a. Adanya kebutuhan untuk mengenali dan menghargai hak orang lain dalam
lingkungan sosial
Kriteria ini merupakan kriteria dasar yang diperlukan dalam
penyesuaian sosial yang baik. Konflik yang terjadi dalam masyarakat sering
kali disebabkan karena kurangnya pengenalan terhadap hak orang lain dan
cara menghargai hak tersebut. Terbuka menyikapi berbagai keberagaman
yang ada di lingkungan sosial, memahami kebudayaan lain di lingkungan
sosial.
b. Mampu menjalin relasi dengan orang lain dan menjaga relasi tersebut dalam
waktu yang lama
Salah satu indikasi buruknya penyesuaian sosial individu adalah
kriteria individu tersebut tidak mempunyai teman. Relasi seseorang akan
dapat terbentuk ketika relasi tersebut bersifat saling menguntungkan.
Penyesuaian sosial akan dinilai baik ketika individu tersebut merasa nyaman
dengan relasi yang dijalaninya dan merasa menjadi bagian dari relasi
tersebut.
c. Memiliki minat dan rasa simpati pada kesejahteraan orang lain
Kepekaan individu untuk menyadari kebutuhan orang lain akan
memudahkan individu tersebut dalam melakukan penyesuaian sosial melalui
10
kesediaan untuk membantu. Kesejahteraan tidak hanya mengacu pada
materi saja namun juga pada persoalan yang dihadapi orang lain. Individu
harus peka terhadap masalah dan kesulitan orang lain yang ada disekitanya
dan jika mungkin mau membantu meringankan masalah tersebut. Selain itu,
harus memenuhi minat pada apa yang menjadi harapan, cita-cita, dan tujuan
orang lain yang ada disekitarnya
d. Altruisme
Tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengaharpkan
imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga tindakan tanpa pamrih.
e. Menghargai nilai dan integrasi hukum, tradisi dan norma sosial
Menerima aturan yang ada tidak hanya mengikuti tanpa mengerti
maksud aturan tersebut tanpa memperhatikan baik buruknya nilai yang
berlaku dalam masyarakat
2.2.
Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)
2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Goleman
(2001)
mendefinisikan
kecerdasan
emosional
sebagai
kemampuan mengenali perasaan kita dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Tingkat kecerdasan emosi tidak
terikat dengan faktor genetis, tidak juga hanya dapat berkembang selama masa
kanak-kanak. Kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh lewat belajar, dan terus
berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari pengalaman sendiri. Seseorang
11
makin lama makin baik dalam kemampuan ini sejalan dengan makin terampilnya
mereka dalam menangani emosi dan impulsnya sendiri, dalam memotivasi diri,
dan dalam mengasah empati dan kecakapan sosial (Goleman, 2005).
2.2.2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Goleman (2005) mengungkapkan lima aspek dalam kecerdasan emosional,
yaitu :
a. Kesadaran diri
Kesadaran diri merupakan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi. Menurut Mayer (Goleman, 2005) kesadaran diri adalah waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan
dikuasai oleh emosi.
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun
merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi
sehingga individu mudah menguasai emosi. Orang yang mempunyai
kesadaran emosi menyadari apa yang sedang kita pikirkan dan apa yang kita
rasakan saat ini. Kesadaran diri terhadap emosi merupakan inti kecerdasan
emosi, apabila kita ingin mengembangkan kecerdasan emosi, kita harus
memulai dengan meningkatkan kesadaran diri.
b. Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras sehingga tercapai
12
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi yang
berlebihan, meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak
kestabilan kita. Kemampuan ini mencangkup kemampuan untuk menghibur
diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan dan
akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari
perasaan-perasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga
menuntun seseorang untuk menuju sasaran, dan membantu dalam
mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif untuk bertahan menghadapi
kegagalan dan frustasi. Orang yang mempunyai motivasi diri serta dapat
memanfaatkan emosi secara produktif memliki ketekunan dalam usaha
mencapai tujuan, kemampuan untuk menguasai diri, bertanggung jawab,
dapat membuat rencana-rencana inovatif-kreatif ke depan dan mampu
menyesuaikan diri dan optimis.
d. Mengenali Emosi Orang lain (Empati)
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain yaitu merasakan yang
dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih
mampu
menangkap
sinyal-sinyal
13
sosial
yang
tersembunyi
yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih
mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang
lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukan bahwa orang-orang yang
mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu
menyesuaikan diri secara emosional, lebih popular, lebih mudah bergaul,
dan lebih peka (Goleman, 2005). Seseorang yang mampu membaca emosi
orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu
terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya
sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca
perasaan orang lain.
e. Membina hubungan
Membina hubungan dengan orang lain yaitu menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat
membaca situasi dan jaringan sosial,
berinteraksi dengan lancar,
menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk
bekerja sama dan bekerja dalam tim. Keterampilan untuk berhubungan
dengan orang lain merupakan kecakapan emosional yang mendukung
keberhasilan dalam bergaul dengan orang lain dan sesuatu kemampuan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar
dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan
14
apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan
orang
lain.
Seseorang
berhasil
dalam
pergaulan
karena
mampu
berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer
dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena
kemampuannya berkomunikasi.
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Goleman (2005) menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi
kecerdasan emosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor internal yaitu faktor
otak. Mengungkapkan bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi
amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak. Amigdala
berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional dan demikian makna
emosional itu sendiri hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa makna
pribadi sama sekali. Faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah
faktor eksternal yaitu yang datang dari luar individu. Sepanjang perkembangan
sejarah manusia menunjukkan seseorang sejak kecil mempelajari keterampilan
sosial dasar maupun emosional dari orang tua dan kaum kerabat, tetangga, teman
bermain, lingkungan pembelajaran di sekolah dan dari dukungan social lainnya.
Demikian pula pada kecerdasan emosional seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan tidak bersifat menetap. Oleh karena itu faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional yaitu a) pengaruh keluarga, b) lingkungan sekolah, dan c)
lingkungan sosial.
15
Demikianlah beberapa hal yang mempengaruhi kecerdasan emosi yang
secara garis besar dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu dan faktor dari luar
individu selanjutnya kedua faktor ini saling berinteraksi dalam proses belajar dan
latihan selama rentang kehidupannya.
2.3. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Sosial
Dalam salah satu tugas perkembangannya diharapkan setiap individu
mampu melakukan penyesuaian sosial baik itu di lingkungan rumah, sekolah,
maupun masyarakat. Kemampuan individu untuk melakukan penyesuaian sosial
dengan baik salah satunya tergantung pada kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional dibutuhkan oleh semua pihak untuk dapat hidup berinteraksi guna
menjaga keutuhan hubungan sosial, dan hubungan sosial yang baik akan mampu
menuntun seseorang untuk memperoleh sukses di dalam hidup seperti yang
diharapkan (Amar, 2009). Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk
dapat mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain sehingga
nantinya dapat menyesuaiakan dengan lingkungan yang sedang dihadapinya.
Seseorang yang memiliki emosi buruk seringkali mengalami penolakan
dalam pergaulannya. Disebutkan oleh Nowicki (Goleman, 2005) bahwa individu
yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus
menerus mengalami frustrasi. Kekeliruan dalam mengirim pesan-pesan emosional
seperti kebahagiaan yang dialami oleh individu diekspresikan secara berlebihan
atau justru berlawanan. Hal ini menyebabkan orang lain menjadi marah. Sehingga,
16
mereka sering kali dikucilkan dalam pergaulannya dan mereka seringkali tampak
menyendiri, serta juga tidak mempunyai teman. Menurut Goleman (2005),
keberhasilan seseorang dalam melakukan penyesuaian sosial salah satunya
dipengaruhi oleh baik buruknya emosional yang dimiliki oleh individu tersebut
karena, membina hubungan dengan orang lain merupakan salah satu keterampilan
seseorang dalam mengelola emosi.
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut
“Ada hubungan signifikan, antara kecerdasan emosional dan penyesuaian sosial
siswa kelas X SMK PGRI 02 Salatiga”.
17
Download