BAB II

advertisement
BAB II
KECERDASAN EMOSI (EMOTIONAL QUOTIENT)
A. Pengertian Kecerdasan Emosi
Setiap manusia mempunyai potensi yang bisa berkembang. Salah satu dari
potensi tersebut adalah kecerdasan. Seseorang yang mempunyai kecerdasan
intelektual dapat dikatakan cerdas secara intelektual atau mempunyai Intelligent
Quotient (IQ) yang tinggi. Di samping itu seseorang yang mempunyai kecerdasan
emosi dapat dikategorikan orang yang memiliki kecerdasan emosi atau Emotional
Quotient (EQ) yang tinggi. Sedikit menyinggung tentang kecerdasan intelektual
para pakar psikologi mempunyai pandangan dan pengertian yang berbeda.
Anita FE. Woolfolk yang dikutip oleh Yusuf al-Uqshari mengemukakan
pengertian kecerdasan inteligensi sebagai:
"Satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan
pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan
lingkungan. Dengan demikian yang dimaksud kecerdasan merupakan
kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta
mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi”.1
Uswah Wardiana mendefinisikan kecerdasan inteligensi adalah daya
menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berfikir
menurut tujuannya. Menitik beratkan kepada soal adjusment terhadap masalah
yang dihadapi. Pada orang yang cerdas akan lebih cepat dan tepat di dalam
1
Yusuf al-Uqshari, Menjadi Pribadi yang Berpengaruh, (Jakarta : Gema Insani, 2005), hal 106
19
20
menghadapi masalah-masalah baru bila dibandingkan dengan orang yang kurang
cerdas.2
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan
proses kogitif seperti berfikir, daya menghubungkan, dan menilai atau
mempertimbangkan sesuatu. Atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi
pemecahan masalah dengan menggunakan logika.3
Dalam perkembangan selanjutnya, pemahaman tentang kecerdasan telah
berkembang. Inteligensi itu terdiri dari beberapa kawasan utama yaitu Multiple
Intelligence. Kecerdasan itu antara lain:
1. Kecerdasan linguistik yaitu kemampuan menggunakan kata secara efektif baik
lisan maupun tertulis.
2. Kecerdasan matematis logis yaitu kemampuan menggunakan angka dengan
baik dan melakukan penalaran dengan benar.
3. Kecerdasan spasial yaitu kemampuan memersepsi dunia spasial visual secara
akurat dan mentransformasikan persepsi dunia spasial visual tersebut.
4. Kecerdasan kinestesis-jasmani yaitu keahlian menggunakan seluruh tubuh
untuk mengekspresikan ide dan perasaan serta ketrampilan menggunakan
tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu.
5. Kecerdasan musikal yaitu kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal,
dengan cara memersepsi, membedakan, mengubah, mengekspresikan musik.
2
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal 159
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), hal 319
3
21
6. Kecerdasan interpersonal yaitu kemampuan memersepsi dan membedakan
suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain.
7. Kecerdasan intrapersonal yaitu kemampuan memahami diri sendiri dan
bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.
8. Kecerdasan naturalis yaitu keahlian mengenali dan mengkategorisasikan
spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar.4
Dua kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner yaitu kecerdasan
interpersonal dan kecerdasan intrapersonal inilah oleh Goleman dinamakan
kecerdasan emosi atau kecerdasan emotional intelligence (EQ). Untuk
pembahasan awal ini maka penulis akan menyajikan definisi tentang kecerdasan
emosional yang diklarifikasikan kedalam dua tinjauan yaitu:
1. Tinjauan secara etimologi
a. Kata emosi memiliki persamaan arti dengan emotion yang artinya
perasaan, emosi.5
b. Dalam kamus bahasa Indonesia kata emosi berarti luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu singkat, keadaan dan reaksi psikologis
dan filosofis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan),
keberanian yang bersifat subyektif.6
4
Ach. Saifullah, Nine Adien Maulana, Melejitkan ESQ, (Jogjakarta: Kata Hati, 2005), hal 35-38
Jhon.M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), hal.
5
26
6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
cet 2, 2002), hal 298
22
c. Emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan didalam oxford english
dictionary sebagai "setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan,
nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap, sedangkan
Daniel Goleman menyatakan bahwa " emosi merujuk pada suatu perasaan
dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecerdasan untuk bertindak. Pada dasarnya, semua emosi
adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi
masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur.7
d. William James (dalam wedge) mengatakan bahwa yang dimaksud emosi
adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas apabila
berhadapan dengan obyek tertentu dalam lingkungannya. Adapun Crow &
Crows mengartikan emosi sebagai sesuatu keadaan yang bergejolak pada
diri individu yang berfungsi sebagai inner adjusment (penyesuaian diri
dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan
keselamatan individu.8 Menurut Carr, mengemukakan teori organic
adjustment (penyesuaian organis). Menurut teori ini emosi adalah
penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada manusia dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu. Misalnya emosi marah timbul jika
organisme dihadapkan pada rintangan yang menghambat kebebasannya
untuk bergerak, sehingga semua tenaga dan daya dikerahkan untuk
7
8
Yasin Musthofa, EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam,(Sketsa, 2007), hal 23-24
Netty Hartaty et.al, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 90
23
mengatasi rintangan itu dengan diiringi oleh gejala-gejala denyut jantung
yang meninggi, pernafasan semakin cepat dan sebagainya.9 Emosi yakni
satu reaksi komplek yang mengait satu tingkat tinggi kegiatan dan
perubahan-perubahan secara mendalam serta dibarengi dengan perasaan
(feeling) yang kuat atau disertai dengan keadaan afektif. Perasaan
merupakan pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang
eksternal maupun oleh motivasi, sehingga antara emosi dan motivasi
terjadi hubungan interaktif.10
e. Coleman dan Hammer menyebutkan ada empat fungsi dari emosi :
pertama, emosi sebagai pembangkit energi. Kedua, emosi adalah
pembawa informasi. Ketiga, emosi bukan hanya pembawa informasi
dalam komunikasi intrapersonal. Keempat, emosi merupakan sumber
informasi tentang keberhasilan kita.11
f. Jeane Segal mengemukakan bahwa emosi adalah penyambung hidup bagi
kesadaran diri dan kelangsungan diri secara mendalam menghubungkan
kita sendiri dengan orang serta dengan alam.12
g. Di pihak kaum empiristik dapat kita catat nama-nama William James
(1842-1910), Amerika Serikat, dan Carl Lange (Denmark). Menurut
pendapat atau teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap
Ibid…,hal. 91
Netty Hartaty et.al, Islam…, hal 106
11
Wardiana,Psikilogi…,hal 165
12
Jeans Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, (Bandung: Kaifa, 2002), hal. 19
9
10
24
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari luar.13
h. Nana Syaodih Sukmadinata mengatakan bahwa emosi merupakan
perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif
tinggi, dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin, suatu stirred up or
aroused state of the human organization. Emosi seperti halnya perasaan
juga membentuk suatu kontinum, bergerak dari emosi positif sampai
dengan yang bersifat negatif.14
2. Tinjauan secara terminologi.
a. Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional merupakan kemampuankemampuan yang dimiliki seseorang yang mencakup pengendalian diri,
semangat dan ketekunan. Serta mampu untuk memotivasi diri sendiri.
Menurutnya pula dalam bukunya yang lain menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi
diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.15
13
Abdul Rahman Shaleh, Muhib Abdul Wahab, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif
islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal 168
14
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), hal 80
15
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal 512
25
b. Menurut Usman Najati, mengartikan emotional quotient (EQ) sebagai
sebuah kecerdasan yang bias memotivasi kondisi psikologis menjadi
pribadi-pribadi yang matang.16
c. Kecerdasan emosional, menurut Ary Ginanjar Agustian. Secara luas dapat
diartikan sebagai kecerdasan yang mengantarkan kita kepada hubungan
kebendaan dan hubungan antar manusia. Secara khusus lagi, Agustian
mengatakan bahwa EQ yang tinggi dapat diindikasikan melalui
kemampuan seseorang untuk menstabilkan tekanan pada amygdale
(system syaraf emosi), sehingga emosi selalu terkendali.17
d. Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk
menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri.
Mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat,
memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain, dan membina hubungan
dengan orang lain.18
e. Menurut Suharsono, keadaan emosional adalah kemampuan untuk
melihat, mengamati, mengenali, bahkan mempertanyakan tentang diri.19
f. Pengertian berikutnya tentang kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan perasaan orang lain dan mengambilnya sebagai inspirasi untuk
menentukan keputusan. Setelah seseorang mampu mengendalikan
16
17
M. Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, (Jakarta: Hikmah, 2002), hal xi
Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga, 2005),
hal 218
18
Abdul Mujib, Jusuf Muzdakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islami, (Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2002), hal 321
19
Suharsono, Melejitkan IQ, EQ, SQ, (Depok: Insani Press, 2005), hal 114
26
emosinya sendiri, akan lebih mudah baginya untuk memahami perasaan
orang lain, lantas menyelesaikan segala sesuatu permasalahan bukan
hanya dengan mempertimbangkan persepsi, pandangan dan pendapat
sendiri, tetapi dengan memperhatikan dan menggunakan cara pandang
orang lain.20
g. Robert K. Cooper mendefinisikan kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menetapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh
manusiawi.21
Merujuk dari beberapa teori tentang kecerdasan emosi diatas maka penulis
menyimpulkan pengertian kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Dengan demikian bahwa
kecerdasan emosi sangat penting mengingat didalamnya terdapat sebuah interaksi
antara manusia yang memerlukan kemampuan bagaimana seseorang mampu
mengelola emosinya ketika bersosialisasi dan komunikasi dengan orang lain.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual seseorang, hal ini menyangkut kepada
proses berfikir seseorang dalam mengoptimalkan kinerja otak sehingga mampu
memberikan sinyal-sinyal untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan
dalam rangka untuk memecahkan masalah dan mampu untuk beradaptasi dengan
20
Hamim Thohari, Ika Rais,Tim Nasma, Tumbuh Kembang Kecerdasan Emosi Nabi, (Bekasi:
Pustaka Inti, 2006), hal 1
21
Achmad Patoni, Dinamika Pendidikan Anak, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), hal 188
27
lingkungan. Dengan demikian disamping mampu dalam berfikir diperlukan juga
mampu untuk mengendalikan emosinya sehingga kedua kecerdasan ini bisa saling
melengkapi dan mendukung segala aktifitas yang dilakukan oleh seseorang baik
secara individu maupun sosial.
B. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki beberapa komponen penting. Masing-masing
pakar mengemukakan pendapat yang berbeda-beda terkait dengan komponen atau
ciri-ciri tentang kecerdasan emosi tersebut.
Berikut ini adalah pemaparan dari masing-masing pakar mengenai
kecerdasan emosi :
Salovey membagi kecerdasan emosi menjadi lima wilayah utama yaitu
kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotifasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.22
Jeans Segal menjelaskan wilayah kecerdasan emosi adalah hubungan
pribadi antar pribadi, tanggung jawab akan harga diri, kesadaran diri, kepekaan
sosial, kemampuan adaptasi sosial.23
Sedangkan Ary Ginanjar Agustian mengemukakan komponen-komponen
dalam mengembangkan kecerdasan emosi yaitu integritas, kejujuran, komitmen,
22
23
Goleman, Kecerdasan Emosional…, hal 58-59
Segal, Melejitkan…, hal 27
28
visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan,
penguasaan diri atau sinergi.24
Di samping itu ciri-ciri kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman
sebagai berikut:
1. Kecakapan pribadi, yaitu kecakapan tentang bagaimana kita mengelola diri
sendiri.
2. Kesadaran diri, yaitu mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya,
dan intuisi. Kecakapan ini meliputi:
a. Kesadaran emosi, yaitu mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.
b. Penilaian diri secara teliti, yaitu mengetahui kekuatan dan batas diri
sendiri.
c. Percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri.
3. Pengaturan diri, yaitu mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri.
Kecakapan ini meliputi:
a. Kendalikan diri, yaitu mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan yang
merusak.
b. Sifat-sifat yang dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran.
c. Kewaspadaan, yaitu tanggung jawab atas kinerja pribadi.
d. Adaptabilitas, yaitu keluwesan dalam menghadapi perubahan.
24
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan
Spiritual,(Jakarta: Arga, 2003), hal xiii
29
e. Inovasi, yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan
dan informasi-informasi baru.
4. Motivasi, yaitu kecenderungan emosi yang mengantarkan atau memudahkan
peraihan sasaran. Kecakapan ini meliputi:
a. Dorongan prestasi, yaitu dorongan untuk menjadi lebih atau memenuhi
standar keberhasilan.
b. Komitmen, yaitu menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau
perusahaan.
c. Inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
d. Optimisme, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada
halangan atau kegagalan.
e. Kecakapan sosial, yaitu kecakapan tentang bagaimana menentukan
hubungan dengan orang lain.
5. Empati, yaitu kesadaran terhadap perasaan atau kebutuhan orang lain.
Kecakapan ini antara lain:
a. Memahami orang lain, yaitu mengindra perasaan dan perspektif orang
lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
b. Orientasi pelayanan, yaitu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha
memenuhi kebutuhan pelanggan.
c. Mengembangkan orang lain, merasakan kebutuhan perkembangan orang
lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
30
d. Mengatasi keragaman, yaitu menumbuhkan peluang melalui pergaulan
dengan bermacam-macam orang.
e. Kesadaran politis, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah
kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
6. Ketrampilan sosial, yaitu kepintaran dalam menggugah tanggapan yang
dikehendaki pada orang lain. Kecakapan ini meliputi:
a. Pengaruh, yaitu memiliki taktik untuk persuasi.
b. Komunikasi, yaitu mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.
c. Kepemimpinan yaitu membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok
dan orang lain. Katalisator perubahan, yaitu memulai dan mengelola
perubahan.
d. Manajemen konflik, yaitu negosiasi dan pemecahan silat pendapat.
e. Kolaborasi dan kooperasi, yaitu kerjasama dengan orang lain demi tujuan
bersama.
f. Kemampuan
tim,
yaitu
menciptakan
sinergi
kelompok
dalam
memperjuangkan tujuan mereka.25
Dalam bukunya Nana Syaodih Sukmadinata ada beberapa ciri-ciri tentang
emosi, yaitu :
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi
Kehidupan emosional seseorang individu tumbuh dari pengalaman
emosionalnya sendiri. Pengalaman emosional ini sangat subyektif dan bersifat
25
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi…, hal 34-35
31
pribadi, berbeda antara seorang individu satu dengan individu yang lainnya.
Ada perangsang-perangsang tertentu yang secara umum menimbulkan
rangsangan emosional yang sama kepada individu, seperti rasa takut akan
binatang buas, api, suara yang sangat keras dan lain sebagainya. Dengan
demikian pengalaman sangat memegang peranan penting dalam pertumbuhan
rasa takut, dan jenis-jenis emosi lainnya. Pengalaman emosi ini tidak selalu
terjadi secara sadar, bisa juga berlangsung dengan tidak sadar. Kadang
sesesorang tidak mengerti mengapa ia merasa takut pada sesuatu yang
sesungguhnya tidak perlu ditakuti, merasa benci pada sesuatu atau seseorang
yang tidak diketahui kesalahannya. Pengalaman emosi tersebut terjadi secara
tidak disadari.
2. Perubahan aspek jasmaniah
Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi beberapa
perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu
terjadi secara serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya.
Demikian juga intensitas kekuatan perubahan pada sesuatu aspek berbeda
dengan aspek lainnya, dan pada seseorang individu berbeda dengan individu
yang lainnya.
3. Emosi diekspresikan dalam perilaku
Emosi yang dihayati oleh seseorang dalam perilakunya, terutama dalam
ekspresi roman muka dan suara/bahasa. Seseorang yang sedang mengalami
rasa takut atau marah, akan dapat dilhat dari gerak-gerak tubuhnya, tetapi
32
akan lebih jelas nampak pada roman mukanya. Ekspresi ini juga dipengaruhi
oleh pengalaman, belajar dan kematangan.
4. Emosi sebagai motif
Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk
melakukan kegiatan. Demikian juga halnya dengan emosi, dapat mendorong
sesuatu kegiatan apakah menjauhi atau mendekati sesuatu obyek yang
memberikan rangsangan emosional. Emosi merupakam suatu motif, sebab
keduanya berasal dari bahasa latin yang seakar, yaitu motive dari movere yang
berarti to move (bergerak), sedang emotion dari emovere yang berarti to move
out bergerak keluar dari. Keduanya berarti bergerak atau menggerakkan.26
Berdasarkan definisi kecerdasan emosi di atas, maka dapat dipahami
ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi. Diantaranya sebagai
berikut :
a. Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi memiliki kemampuan
untuk mempertahankan kondisi biologis tetap baik dengan adanya
keyakinan, optimisme, positif thingking.27
b. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu untuk
mengontrol setiap emosi yang ada dalam dirinya yang cenderung merusak
atau berekses negative seperti permusuhan, perkelahian, emosi.28
26
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan..., hal 81-82
Najati, Belajar EQ…, hal. vi
28
Ibid, hal.
27
33
c. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki
kemampuan mengenali dan mengelola emosi diri setiap marah, takut,
sedih, gembira, malu dan lain sebagainya. Juga kemampuan memotivasi
diri sendiri, kemampuan mengenali emosi atau perasaan orang lain
(empati), serta kemampuan untuk membina dengan orang lain atau
masyarakat.29
d. Orang
yang
memiliki
kecerdasan
emosi
yang
tinggi
mampu
mensinergiskan fungsi IQ dan EQ dalam sosialisasinya dengan
masyarakat. Interaksi dalam seluruh tatanan sosial tidak bisa didasarkan
pada logika atau sistematik. Dalam hal itu, manusia memerlukan adanya
dimensi lain sebagai penyeimbang yang berupa kecerdasan intuitif yaitu
kecerdasan emosional.30
e. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mempunyai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber energi informasi, koneksi dan
pengarah manusia. Selain ciri tersebut, kecerdasan emosional dapat dilihat
dari kemampuan kreatifitas, kolaborasi, inisiatif, dan transformasi yang
tinggi.31
Muhammad Albani, Anak Cerdas Dunia Akhirat, Membangun…, (Bandung: Mujahid Press,
2004), hal 17-18
30
Usman Najati, Belajar EQ…,hal. vi
31
Ibid, hal vii
29
34
Ada beberapa ciri dari individu yang memiliki kecerdasan emosional,
antara lain:
1. Pengendalian Diri
Pengendalian diri yaitu pengendalian tindakan emosional yang
berlebihan. Tujuannya adalah untuk keseimbangan emosi bukan untuk
menekannya, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna tertentu bagi
kehidupan manusia. Apabila emosi terlalu ditekan, maka akan menimbulkan
kebosanan. Namun, bila emosi tidak terkendali dan terus- menerus, maka akan
menimbulkan stress, depresi dan marah yang meluap-luap.
Pengendalian diri juga memungkinkan seseorang untuk mengetahui
apa yang dirasakan orang lain pada suatu saat dan menggunakannya untuk
membantu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang
realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Pengendalian
diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk
menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Pengendalian diri
dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta
menyadari emosi dan pikiran sendiri. Semakin tinggi pengendalian diri
seseorang, maka ia akan semakin pandai dalam menangani perilaku negatif
diri sendiri.32
32
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 171
35
2. Empati
Empati yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan
saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat.
Hal ini berarti orang yang mempunyai kecerdasan emosional ditandai dengan
kemampuannya untuk memahami perasaan atau emosi orang lain. Emosi
jarang diungkapkan dengan kata-kata, melainkan lebih sering diungkapkan
melalui pesan non-verbal, seperti melalui nada suara, akspresi wajah, gerakgerik dan sebagainya. Kemampuan mengindra, memahami dan membaca
perasaan atau emosi orang lain melalui pesan-pesan non-verbal ini merupakan
inti sari empati.33
3. Pengaturan diri
Mengatur emosi adalah menangani emosi sendiri agar berdampak
positif terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu tujuan, serta mampu
menetralisir tekanan emosi.
Orang yang mempunyai kecerdasan emosional adalah orang yang
mampu menguasai, mengelola dan mengarahkan emosinya dengan baik.
Pengendalian emosi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan
33
Ibid, hal. 171
36
gejolak emosi, melainkan juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu
emosi, termasuk emosi yang tidak menyenangkan.34
4. Motivasi
Motivasi diri adalah menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil
inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan
frustasi.
Kunci motivasi adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat
mendukung kesuksesan hidup seseorang. Ini berarti bahwa antara motivasi
dan emosi mempunyai hubungan yang sangat erat. Perasaan (emosi)
menentukan tindakan seseorang dan sebaliknya perilaku sering kali
menentukan bagaimana emosinya. Motivasi dan emosi
pada dasarnya
memiliki kesamaan, yakni sama-sama saling menggerakkan. Motivasi
menggerakkan manusia untuk meraih sasaran, sedangkan emosi menjadi
bahan bakar untuk motivasi dan motivasi pada gilirannya menggerakkan
persepsi dan membentuk tindakan-tindakan.35
5. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan ini
34
Ibid, hal.171
Ibid, hal. 171
35
37
untuk mempengaruhi dan memimpin. Keterampilan sosial digunakan juga
untuk bermusyawarah serta menyelesaikan perselisihan dan bekerja sama
dengan orang lain. Orang yang cakap dalam keperampilan sosial ini akan
mampu menghormati dam menghargai keberhasilan dan perkembangan orang
lain. Di samping itu, ia akan mampu menampilkan umpan balik
yang
bermanfa’at dan mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang.36
Memperhatikan ciri-ciri kecerdasan emosional di atas, dapat dipahami
bahwa kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka
mencapai kesuksesan, baik di bidang akademis, karir, maupun dalam
kehidupan sosial. Bahkan belakangan ini, beberapa ahli dalam bidang tes
kecerdasan telah menemukan bahwa anak-anak yang memiliki IQ tinggi
(cerdas) dapat mengalami kegagalan dalam bidang akademis, karir dan
kehidupan sosialnya. Sebaliknya, banyak anak yang mempunyai IQ rata-rata
mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya. Berdasarkan fakta tersebut,
maka para ahli tes kecerdasan berkesimpulan bahwa tes IQ hanya dapat
mengukur sebagian kecil dari kemampuan manusia dan belum menjaring
keterampilan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan yang lain.
Faktor IQ hanya dianggap menyumbang 20% dalam keberhasilan masa depan
anak. Dalam penelitian dalam bidang psikologi anak telah dibuktikan bahwa
anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih
percaya diri, lebih bahagia dan populer serta sukses di sekolah. Mereka lebih
36
Ibid, hal. 172
38
mampu menguasai emosinya, dapat menjalin hubungan yang baik dengan
orang lain, mampu mengelola stress dan memiliki kesehatan mental yang
baik. Anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi dianggap oleh gurunya
di sekolah sebagai murid yang tekun dan disukai oleh teman-temannya.
Sejumlah penelitian terbaru mengenai otak manusia semakin
membuktikan dan memperkuat keyakinan bahwa emosi mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan belajar anak. Pengertian Le
Doux misalnya, yang menunjukkan betapa pentingnya integrasi antara emosi
dan akal dalam kegiatan belajar. Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak
akan berkurang dari yang dibutuhkan untuk menyimpan pelajaran dalam
memori. Hal ini karena pesan-pesan dari indera-indera kita, yaitu dari mata
dan telinga terlebih dahulu tercatat dalam struktur otak yang paling terlibat
dalam memori emosi, yaitu amigdala sebelum masuk ke neocortex.
Perangsang amigdala agaknya lebih kuat mematrikan kejadian dengan
perangsangan emosional dalam memori. Semakin kuat rangsangan amigdala,
semakin kuat pula pematrian dalam memori.
Demikian pentingnya faktor emosi dalam menentukan keberhasilan
belajar anak, maka DePorter, Reardon dan singer Nourie, dalam buku mereka
yang sangat terkenal Quantum Teaching: Orchestrating Student Success,
menyarankan agar guru memahami emosi para siswa mereka. 37 Dengan
memahami dan memperhatikan emosi siswa, akan dapat membantu guru
37
Ibid, hal. 172
39
dalam mempercepat proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen.
Memperhatikan dan memahami emosi siswa berarti membangun ikatan
emosional dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan
dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Dengan kondisi
belajar yang demikian, para siswa akan lebih sering ikut serta dalam kegiatan
sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Untuk membangun
hubungan emosional dengan siswa tersebut, ada hal-hal yang harus dilakukan,
antara lain:
1. Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat, tanpa harus mebedabedakan status mereka
2. Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka dan perasaan mereka
mengenai hal-hal yang terjadi dalam kehidupan mereka
3. Bayangkan apa yang mereka katakan pada diri sendiri dan mengenai diri
sendiri
4. Ketahuilah apa yang menghambat mereka untuk memperoleh hal yang
benar-benar mereka inginkan. Jika anda tidak tahu, maka tanyakanlah
5. Berbicaralah dengan jujur kepada mereka, dengan cara yang membuat
mereka mendengarnya dengan jelas dan halus
6. Bersenang-senanglah dengan mereka.38
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa ciri dari kecerdasan emosi
dapat diketahui dari kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengelola
38
Ibid, hal. 173
40
emosinya. Pengendalian emosi seseorang sangat berpengaruh dalam hubungan
dengan masyarakat (sosial), seseorang yang mampu mengelola emosinya dengan
baik dan mampu menempatkan dirinya (empati dan simpati) tentu hubungan
sosial kemasyarakatan akan baik. Begitu pula sebaliknya, seseorang yang tidak
dapat mengendalikan emosinya tentu akan mengalami kesulitan dalam
bermasyarakat. oleh karena itu, kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang
berhubungan sangat erat dengan sosial. Kemampuan sosial ini memungkinkan
seseorang membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orangorang lain membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi,
membuat orang merasa nyaman. Hal ini merupakan kecakapan sosial yang
mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Itulah komponen
kecerdasan sosial yang bisa memberi manfaat dalam pembentukan kepribadian
yang baik. Dengan kecerdasan emosi tersebut akan mengarahkan sikap dan
perilaku seseorang kearah yang positif.
C. Dasar-dasar Kecerdasan Emosi
Dalam kaitannya dengan ciri-ciri kecerdasan emosi, Goleman menjelaskan
lima dasar kecakapan emosi sebagai berikut:39
1. Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu ketika dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri.
39
Goleman, Kecerdasan Emosi…, hal. 513-514
41
Memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri
yang kuat.
2. Pengaturan diri, yaitu kemampuan untuk menangani emosi sedemikian rupa
sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati
dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3. Motivasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan hasrat untuk menggerakkan
dan menuntun kita menuju sasaran, juga membantu dalam mengambil inisiatif
dan bertindak sangat efektif, serta mampu bertahan menghadapi kegagalan
dan frustasi.
4. Empati, yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan kepercayan antara
satu dengan yang lain serta mampu menyelaraskan diri dengan bermacammacam orang.
5. Ketrampilan sosial, yaitu kemampuan untuk memahami emosi dengan baik
ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan teliti membaca situasi dan
kondisi sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan kemampuan ini
untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan
persoalan dan untuk kerjasama dalam sebuah tim.
Dari pembahasan panjang lebar di atas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa kecakapan emosi seseorang secara garis besar dapat dikategorikan
kedalam dua kelompok, yaitu kecakapan pribadi dan sosial. Kecakapan pribadi
42
adalah kemampuan emosional seseorang untuk mengelola emosi internal dalam
kaitannya dengan manajemen diri, sedangkan kecakapan sosial adalah
kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dalam kaitannya dengan
hubungan pribadi dengan orang lain yang ada disekitarnya. Dasar-dasar
kecakapan emosi tersebut merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh
orang yang memiliki kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi.
D. Cabang Emotional Quotient (EQ)
Menurut Mayer dan Salovey, istilah ini lebih dikenal dengan istilah four
branch model of emotional intelligence40. Keempat cabang ini disususn dasar
hingga yang kompleks (yang membutuhkan penggabungan dari beberapa proses
psikologi). Di bawah ini akan dipaparkan penjelasan mengenai keempat cabang
tersebut, yaitu:
1. Persepsi Emosi (Emotional Perception)
The ability to accurately recognize how you and those around you
are feelings. Artinya adalah kemampuan individu untuk mengenal emosi, baik
yang dirasakan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain.
Cabang pertama dari kecerdasan emosional ini dititik beratkan pada
persepsi emosi, yaitu kemampuan individu untuk mengidentifikasi emosi
secara akurat. Sejak bayi sampai dengan masa awal masa kanak-kanak, anak
40
Wordpress.com/…/cara-meningkatkan-kecerdasan-emosi-eq
43
mulai belajar untuk mengidentifikasi serta membedakan emosi yang dirasakan
oleh diri sendiri dan oleh orang lain.
Pada awalnya, bayi akan belajar untuk membedakan emosi
berdasarkan ekspresi wajah yang ditampilkan, kemudian ia akan memberikan
respon terhadap reaksi yang ditampilkan tersebut. Semakin ia tumbuh besar,
ia akan semakin akurat dalam mengidentifikasi sensasi tubuh yang dirasakan,
baik sensasi yang dirasakan oleh diri sendiri maupun sensasi yang terjadi di
lingkungan sekitarnya.
2. Intregasi Emosi (Emotional Integration)
The ability to generate emotions and to use emotions in cognitive
tasks such as problem solving and creativity. Artinya adalah kemampuan
individu dalam memanfaatkan sensasi emosi yang dirasakan untuk
menghadapi masalah-masalah yang berkenaan dengan system kognitif.
Cabang kedua ini menitik beratkan pada peran emosi dalam
menghadapi masalah-masalah yang berkenaan dengan system kognisi. Emosi
bertindak sebagai suatu system yang memberikan tanda-tanda atau signalsignal tertentu sejak lahir. Semakin ia tumbuh dan matang, signal-signal
tersebut akan mulai dapat dimanfaatkan dalam aktifitas kognisi, yaitu dengan
cara mengarahkan perhatian anak pada hal-hal yang penting.
Kontribusi cabang emosi yang kedua ini dalam melakukan aktifitas
kognisi adalah dengan menempatkan emosi pada suatu hal sehingga dapat
lebih mudah untuk dipahami. Individu akan mencoba untuk menempatkan
44
dirinya pada posisi orang lain yang merasakan emosi tertentu dan mencoba
merasakan emosi tersebut pada dirinya sendiri, karakter pada sebuah cerita
atau pada saat diminta untuk menentukan emosi yang dirasakan oleh orang
lain.
Dalam perkembangannya, kemampuan untuk merasakan sensasi
emosi yang dirasakanakan disertai dengan perencanaan. Ia mampu untuk
membuat antisipasi pada saat memasuki sekolah baru. Dengan kata lain,
terdapat
sebuah proses
dimana emosi
dapat
dihasilkan, dirasakan,
dimanipulasi, serta diuji sehingga emosi tersebut dapat lebih mudah untuk
dipahami. Semakin akurat individu merasakan emosi tertentu dan semakkin
realistis proses tersebut terjadi, individu akan lebih terbantu untuk
menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan.
Perputaran mood yang dirasakan individu dapat merubah cara
pandang individu, sehingga mendorong individu untuk melihat suatu hal dari
berbagai sudut pandang. Lebih lanjut, individu akan mampu untuk memahami
bahwa perbedaan tingkah laku serta pemikiran yang ditampilkan disebabkan
oleh jenis mood yang berbeda-beda.
3. Pemahaman Emosi (Emotional Understanding)
The ability to understand complex emotions and emotional
“chains”, how emotions transition from one stage to another. Artinya adalah
kemampuan individu untuk memahami emosi yang dirasakan serta untuk
mengetahui bagaimana penerapannya dalam kehidupan.
45
Cabang ketiga adalah pemahaman emosi yang menitik beratkan serta
bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Setelah nama dan
menyadari hubungan yang terjadi di antara emosi-emosi yang telah ia beri
nama.
Kemampuan yang paling mendasar dari cabang ketiga ini adalah
individu mampu untuk memberi nama pada emosi yang sedang ia rasakan
serta menyadari persamaan dan perbedaan yang mendasari terjadinya emosi
tersebut. Ia mulai memahami persamaan dan perbedaan antara suka dan cinta,
antara gangguan dan marah dan lain sebagainya. Secara bersamaan, individu
juga belajar untuk memahami emosi yang dirasakan pada saat berinteraksi
dengan orang lain.
Mengajarkan anak mengenai hubungan antara emosi dengan suatu
situasi tertentu. Misalnya, orang tua mengajarkan tentang hubungan antara
rasa sedih dan kehilangan dengan cara membantu anak untuk menyadari
bahwa ia merasa sedih karena teman dekatnya tidak mau berteman dengannya
lagi.
Pengetahuan mengenai emosi yang dirasakan dimulai sejak masa
kanak-kanak dan akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu, dimana
individu akan semakin memahami arti dari emosi-emosi yang dirasakan
tersebut. Semakin berkembang individu akan menyadari adanya emosi yang
kompleks dan kontradiktif pada beberapa situasi tertentu. Anak akan belajar
bahwa mungkin saja ia merasakan benci dan cinta pada satu orang yang sama.
46
Kombinasi atau percampuran antara beberapa emosi mulai terbentuk.
Misalnya, perasaan kagum kadang kala dilihat sebagai kombinasi antara rasa
takut dan terkejut.
Emosi biasanya terbentuk seperti rangkaian rantai yang berpola.
Misalnya, rasa marah akan diikuti rasa marah-marah yang diekspresikan,
kemudian akan diikuti dengan rasa puas atau perasaan bersalah, tergantung
pada situasi yang sedang ia hadapi. Individu mempunyai alasan tersendiri
pada saat menampilkan suatu urutan emosi. Misalnya, individu yang merasa
tidak dicintai, cenderung untuk menolak pethatian dari orang lain, karena
nantinya ia takut untuk disakiti. Pemikiran atau pertimbangan mengenai
urutan emosi atau perasaan yang akan ditampilkandalam hubungan
interpersonal merupakan inti dari kecerdasan emosional.
4. Pengaturan Emosi (Emotional Management)
The ability which in other in order in device effective strategies that
help you achieve positives outcomes allows you to intelligently integrate the
date of emotions in your self and. Artinya adalah kemampuan individu dalam
memadukan data-data mengenai emosi yang dirasakan oleh diri sendiri
maupun oleh orang lain untuk menentukan tingkah laku yang paling efektif
yang akan ditampilkan pada saat berinteraksi dengan orang lain.
Cabang keempat dari kecerdasan emosional adalah pengaturan
emosi yang menitikberatkan pada kemampuan individu dalam meragulasi
emosi yang dirasakan. Individu diharapkan terbuka dan mempunyai toleransi
47
pada reaksi emosi yang timbul, baik reaksi emosi yang menyenangkan
maupun reaksi emosi yang tidak menyenangkan. Hal ini dapat menjadi
pembelajaran untuk dapat melakukan regulasi emosi ketika merasakan sensasi
emosi yang sama dalam situasi tertentu.
Dalam pertumbuhannya, orang tua mengajarkan anak untuk tidak
mengekspresikan perasaan tertentu. Misalnya, orang tua mengajarkan anak
untuk tetap tersenyum di depan umum ketika ia merasa sedih, mengajarkan
anak untuk pergi ke kamar mandi ketika ia merasa marah. Anak akan
menginternalisasikan pembagian antara perasaan dan tindakan. Anak mulai
belajar bahwa emosi dapat dipisahkan dari tingkah laku. Orang tua juga mulai
mengajarkan kepada anak mengenai strategi yang dapat digunakan untuk
mengontrol suatu reaksi emosi. Misalnya, mengajarkan anak untuk
menghitung sampai sepuluh ketika ia merasa marah. Hal ini akan membantu
individu untuk dapat menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan,
meskipun
anak
merasakan
sensasi
emosi
yang
tidak
menyenangkan.
Semakin matang, individu akan semakin mampu untuk meregulasi
emosi yng dirasakan. Ia mulai dapat memilah sebarapa besar atensi yang
harus ia berikan pada mood tertentu yang sedang ia rasakan dan ia mengetahui
dengan jelas bagaimana mood tersebut mempengaruhi dirinya dalam
berinteraksi dengan lingkungan sosial. Regulasi tetap menjadi perhatian
meskipun individu mencoba untuk meningkatkan mood yang buruk,
48
meminimalisir mood yang baik, atau mencoba untuk tidak merasakan mood
itu sama sekali. Dengan demikian, pengaturan individu dikatakan optimal bila
ia mampu untuk memahami dan mengatur emosi.
E. Fungsi Kecerdasan Emosi
Daniel Goleman menyatakan bahwa “manusia memiliki dua jenis
kecerdasan yang berlainan yaitu kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional.
Keberhasilan kita dalam kehidupan ditentukan oleh keduanya, tidak hanya oleh
IQ, tetapi kecerdasan emosi-lah yang memegang peranan. Intelektualitas tidak
dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosi”.41
Secara lebih luas lagi, kecerdasan emosi tidak hanya berfungsi sebagai diri
semata akan tetapi lebih dari itu, kecerdasan emosioanal juga mencerminkan
kemampuan untuk mengolah atau mengelola ide, konsep, karya atau produk
sehingga hal itu menjadi minat bagi orang banyak. Menurut Suharsono,
menyatakan bahwa:
Orang-orang yang mempunyai IQ tinggi bisa saja gagal mengenali diri
sendiri. Karena itu ketika muncul problem-problem kedirian ia bisa gagal
mengantisipasinya. Sebaliknya, orang-orang yang IQ nya biasa saja bisa
sukses besar, karena sense emotionality nya cukup memadai.42
41
42
Goleman, Emotional… hal 38
Suharsono, Melejitkan…, hal 7
49
Berikut ini, penulis akan memaparkan tentang kegunaan kecerdasan emosi
yang berpijak pada komponen-komponen kecerdasan emosi yang sudah
dipaparkan di atas diantaranya sebagai berikut:
1. Mampu memegang kendali emosi, berkemampuan mengelola perasaannya,
terhindar jauh dari pertentangan yang berkecamuk didalam diri sendiri,
dengan kendali yang baik emosi dapat menjadi teman dalam meraih sukses.
2. Mempunyai pandangan optimis, semangat bertanding dengan diri sendiri, bila
jatuh gagal akan selalu siap mencoba lagi, berpotensi memfokuskan diri untuk
bekerja secara sistematis dan tuntas, berfikir jernih dan dalam.
3. Berperasaan halus dan tenggang rasa: selalu menggalang kerja sama secara
harmonis dalam meraih cita-cita dan hasil maksimal.43
4. Mampu menentukan pilihan-pilihan terbaik tentang segala sesuatu dan
menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi kita dengan kebutuhan orang
lain.44
5. Dengan kecerdasan emosi dapat digunakan sebagai alat pengendalian diri
sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan
diri sendiri maupun orang lain.
6. Dengan memiliki kecerdasan emosi seseorang dapat memasarkan atau
membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk.
43
44
Achmad Patoni, Dinamika…, hal 218-219
Segal, Melejitkan…, hal 27
50
7. Dengan memiliki kecerdasan emosi maka dapat digunakan untuk modal
dalam mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun.45
8. Dengan kecerdasan emosi dapat hidup bermasyarakat termasuk didalamnya
menjaga keutuhan hubungan sosial yang baik yang mampu menuntun
seseorang untuk memperoleh sukses didalam hidup seperti yang diharapkan.
Di dalam bukunya Yasin Musthofa tentang EQ untuk anak usia dini dalam
pendidikan Islam menyebutkan tentang manfaat kecerdasan emosi antara lain:
1. Bahwa pada dasarnya emosi mempunyai kemanfaatan bagi keberlangsungan
hidup manusia, dengan emosi maka manusia bisa merasakan hal-hal yang
bersifat manusiawi.
2. Orang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki kemampuan untuk
melepaskan diri dari suasana hati yang tidak mengenakkan seperti marah,
khawatir dan kesedihan.
3. Orang yang cerdas emosinya akan dapat menjalani kehidupannya dengan
tenteram, bahagia dan wajar, karena dia dapat mengenali dan mengelola
emosinya memberi makna yang lebih baik.
4. Orang yang memiliki kecerdasan emosi lebih memiliki harapan yang lebih
tinggi karena ia tidak terjebak didalam kecemasan dan depresi.
5. Dengan kecerdasan emosi orang akan memiliki sikap optimisme yang
merupakan sikap pendukung bagi seseorang agar tidak terjatuh dalam
keputus asaan bila menghadapi kesulitan dan kegagalan karena dia melihat
45
Suharsono, Melejitkan…, hal 121
51
kesulitan sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan dan melihat kegagalan
adalah sesuatu yang dapat diperbaiki.46
Dari penjelasan di atas, penulis dapat memberikan pernyataan bahwa
dengan adanya kecerdasan emosi seseorang itu mampu memegang kendali emosi
dan mampu mengelola perasaannya, maka ia akan jauh dari konflik yang ada
dalam pribadinya, pada dasarnya adalah bagaimana seseorang itu mampu
mengoptimalkan dalam proses pengendalian emosi yang ada pada dirinya, ia akan
lebih mampu mengontrol dalam segala keputusan yang akan ia jalankan, akan
lebih berhati-hati dalam setiap pengambilan keputusan dan juga menghargai
sebuah keputusan yang telah ia buat dan konsekwensinya ia sendiri yang akan
menanggung. Demikianlah, kenapa kecerdasan emosi sangat menentukan
keberhasilan seseorang dalam hidup, jadi perlu kajian yang lebih dalam
menyikapi tentang kecerdasan emosi ini sehingga potensi-potensi sosial akan
terwujud ketika kecerdasan emosi ini mampu dijalankan dengan cara seksama dan
kontinu untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik.
F. Pengaruh Kecerdasan Emosi Dalam Kehidupan
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa kesuksesan seseorang
tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual seseorang (IQ) semata,
namun justru lebih banyak dipergunakan oleh kecerdasan emosi indikator kunci
46
Yasin Musthofa, EQ untuk Anak..., hal 48-50
52
bagi kesuksesan.47 Oleh karena itu, kecerdasan emosional seseorang berpengaruh
terhadap keberhasilan hidupnya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan
emosional anda semakin dapat diprediksikan keberhasilan hidupnya akan lebih
baik daripada mereka yang memiliki EQ rendah. Penemuan menghebohkan ini
dikemukakan oleh Daniel Goleman yang telah melakukan riset sebelumnya
tentang kecerdasan emosional dan pengaruhnya dalam kehidupan seseorang.
Sebelum adanya penemuan tentang superioritas kecerdasan emosional
(EQ), pendidikan sangat mengagung-agungkan kecerdasan intelektual (IQ)
seseorang
dalam
menentukan
kesuksesan
hidup.
Pendidikan
sangat
mendikotomikan peran dan fungsi otak kiri. Otak kiri merupakan bagian vital
otak manusia yang membentuk seluruh kemampuan intelektual yang bersifat
sistematik. Adapun peranan otak kanan sangat terabaikan sehingga kecerdasan
emosi, kreatifitas seseorang terpasung oleh pola pendidikan tersebut. Akibatnya
banyak sekali orang-orang yang memiliki kemampuan intelektual tinggi. Namun
memiliki kecerdasan sosial dan kreatifitas yang cukup rendah. Lebih jauh lagi,
siswa sebagai hasil produk pendidikan otak kiri cenderung menggunakan
logiknya semata tanpa mempertimbangkan faktor sosial, empati dan lain-lain
dalam menjalankan aktifitasnya. Tak sedikit diantara mereka yang rela
mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri, atau mereka memanfaatkan
kecerdasan intelektualnya untuk kepentingan pribadi walaupun harus merugikan
orang lain. Oleh karenanya, banyak diantara mereka tidak mampu survive di
47
Pesiak, Rev. IQ/EQ/SQ…, hal. 17
53
tengah masyarakat karena keegoisan maupun individualisnya. Kondisi seperti ini
dikarenakan porsi pendidikan untuk otak kanan tidak seimbang dengan otak kiri.
Fungsi perhatian pendidikan terhadap otak kanan tidak hanya berpengaruh
terhadap kreatifitas saja. Namun terhadap manajemen emosi anak didik. Untuk
memahami peran dan kontribusi kecerdasan emosi terhadap keberhasilan hidup
seseorang dapat kita pahami dari beberapa contoh di bawah ini:
1. Terdapat seorang anak "A" yang memiliki kemampuan sangat menonjol
dintara teman-temannya karena dia mempunyai intelektual (IQ) tinggi. Secara
umum dapat dikatakan bahwa ia adalah the best dikelasnya, karena setiap nilai
mata pelajaran (terutama exact) adalah diatas rat-rata dan selalu memiliki skor
yang paling tinggi. Beberapa tahun kemudian setelah lulus, siswa tersebut
masih kebingungan mencari tempat pekerjaan di perusahaan atau pabrik dan
pada akhirnya ia menjadi salah satu karyawan disebuah perusahaan swasta.
Berbeda halnya dengan kondisi tersebut, seorang anak "B" teman satu kelas
"A" tersebut diatas adalah anak yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ)
yang biasa-biasa saja, namun keberhasilan hidupnya melebihi temannya yang
memiliki IQ tinggi darinya. Anak ini adalah siswa yang memiliki kecerdasan
emosional (EQ) yang lebih tinggi dengan indikasi bertanggungjawab, tegas,
kemampuan kerja sama dengan orang lain dan mampu membaca peluang.48
Hasilnya ia mampu menciptakan peluang kerja dan menjadi pengusaha besar
karena ia mampu berempati dan bekerjasama dengan orang lain. Kemampuan
48
Goleman, Kecerdasan Emosi..., hal. 430
54
pengendalian emosi itulah yang tidak dimiliki oleh siswa "A" yang cenderung
menggunakan kemampuan logiknya semata dalam menjalani kehidupan.
2. Salah satu hasil pendidikan kecerdasan emosional adalah toleransi terhadap
frustasi.49 Frustasi adalah ungkapan perasaan atau emosi seseorang dalam
keadaan tertentu, misalnya adanya problem atau konflik internal atau eksternal
yang kuat dan lain-lain. Luapan emosi frustasi yang berlebihan dapat
berakibat fatal terhadap diri sendiri atau orang lain. Emosi seperti ini apabila
tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan seseorang mengalami depresi
atau putus asa. Seseorang yang memiliki emosi tinggi memiliki kemampuan
mengelola perasaan tersebut. Mereka yang mempunyai EQ tinggi mampu
untuk menyelesaikan koflik internal ini secara efektif. Tidak ada putus asa dan
tidak ada kata menyerah dalam menghadapi permasalahan, atau bahkan
kegagalan hidup, dengan demikian, seseorang yang memiliki EQ tinggi akan
mampu mengendalikan dirinya dan mampu memotivasi dirinya dalam
berbagai situasi dan kondisi. Apabila mereka adalah pengusaha, mereka akan
menjadi orang yang gigih dan pantang menyerah sampai keberhasilan dapat
diraih.
3. Dalam dunia politik, kemampuan untuk mengendalikan diri, empati serta seni
mendengarkan, menyelesaikan pertentangan dan kerjasama mutlak diperlukan
untuk mencapai keberhasilan.50 Sebagaimana yang kita ketahui dalam
49
50
Ibid, hal. 431
Ibid, hal. xvi
55
pertentangan politik seseorang politikus harus bermain cantik dalam
melakukan manuver-manuver politik dalam mencapai apa yang diinginkan.
Tidak hanya di tengah-tengah para pendukungnya semata. Bahkan didepan
lawan politiknya. Seseorang politikus harus mampu menempatkan dirinya di
tengah mereka tanpa harus menunjukkan sikap bertentangan atau permusuhan.
Mereka harus mampu mengekspresikan empati mereka sehingga konflik dapat
diminimalisir. Dengan demikian kebutuhan terhadap kecerdasan emosional
(EQ) mutlak diperlukan.
Dari berbagai uraian di atas dapat diketahui bahwa keberhasilan seseorang
dalam menggapai kesuksesan hidup sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi
yang dimiliki seseorang. Ini berarti bahwa, semakin tinggi kecerdasan emosi
seseorang maka hal tersebut dapat menjadi indikator kesuksesan dalam hidupnya.
Hal ini dapat dipahami karena seseorang yang mempunyai EQ tinggi mempunyai
kemampuan tinggi dalam bersosialisasi, bekerjasama, empati dan bergaul dengan
orang lain, pantang menyerah serta mampu memotivasi dirinya. Sehingga ia
mampu menempatkan diri sesuai dengan kondisi yang ada. Orang yang cerdas
emosinya mampu membaca peluang, tantangan, kelebihan dan kekurangan yang
ada dalam dirinya. Kecerdasan intelektual saja tidak cukup memberikan
kontribusi keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Akan tetapi seseorang yang
mampu dalam mengolah emosinya justru dia yang akan mendapat simpati dari
orang lain, lebih pandai dalam interaksi, sosialisasi dan menjalin hubungan
dengan orang lain.
Download