teori psikoanalisis

advertisement
TEORI PSIKOANALISIS
SIFAT MANUSIA
- sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik
- perilaku manusia ditentukan oleh kekutan2 irasional, motivasi, dn peristiwa psikoseksual tertentu pada
masa enam tahun pertama kehidupannya.
// dengan bertumpu pad dialektika sadar dan tidak sadar aliran \freud luluh
- insting adalah sentral,
libido / energi seksual
--> insting kehidupan (eros): sumber motivasi yang mencaup energi
seksual tetapi yang bergerak melampauinya
untuk bertahan hidup
--> Insting maut (thanatos)/ dorongan agresif: keinginan yang tidak disadari untuk mati atau untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain. tantangan manusia terbesar adalah untuk mengendalikan dorongan
agresif itu.
STRUKTUR KEPRBADIAN
- Kepribadian terdiri dari 3 sistem: Id Ego dan Superego
- ketignya adalah nama proses peikologi, kepribadian seseoran bertindak secara utuh bukan segmen2
tersendiri.
- Id : komponen biologi
Ego : komponen psikologi
Superego : komponen sosial
Dinamika kepribadian -> cara pendistribusian energi psikik kepada id, ego dan superego.
Energi tsb terbata sehingga satu dari 3 sistem itu memegang kontrol atas eergi yangada dengan
mengorbankan kedua yang lain.
Perilaku sitentukan ole energi psikik
ID
tempat kedudukan insting
banyak tuntutan dan memaksakan kehendak
semangat menyala-nyala, tidak bisa mentolerir ketegangan
// kondisi homeostatik = mekanisme untuk tetap konstan apabila kedaan itu terganggu
tidak pernah berfikir hnaya berkeinginan dan berbuat
EGO
mengadakan konak dengan dunia realitas yang ada diluar dirinya
bersifat "eksekutif" mengatur kepribadian
tempat kedudukan intelegensi dan rasionalitas
SUPEREGO
pemegang keadialan dan kepribadian
merupakan kode moral seseorang
mewakili yang ideal bukan yang riil
mewakili nilai serta ideal yang tradisiona dari masyarakat yang telah diwarikan ortu pd anaknya
oleh karenanya dihubungkan ganjaran (rasa bangga dan rasa mencintai diri sendiri) dan
hukuman psikologi (rsa bersalah dan inferioritas)
MEKANISME PERTAHANAN EGO
merpakan perilaku normal, bukan bersifat patologis
perthanan yang digunakan seseorang tergantung pada tingkat perkembangan dan tingkat kerisauan ssorang
- Represi
dasar dari banyak pertahanan ego serta kekacauan neurotik
bisa mengusir pokiran serta perasaan yg menyakitkan dan mengancam eluar dari kesadaran
- Memungkiri
- Pembentukan reaksi
- Proyeki
- Pergeseran
- Rasionalisasi
- Sublimasi
- Regresi
- Introjeksi
- Identifikasi
- KOmpnsasi
- Ritual dan penghapusan
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
penggambaran yang teliti mengenai jenjang-jenjang perkembangan psikososial dan psikoseksual
dari lahir sampe dewasa
Psikososial Erikson
SELF PSYCHOLOGY dan OBJECT RELATION THEORY
neo-psikoanalitik -> menggabungkan pengaruh busaya dan sosial pada pribadi seseorang
object berarti sesuatu yang memuaskan kebutuhan, merupakan sasaran dari perasaan atau dorongan
seseorang
tidak dipandang sebagai pribadi yang memilik i identitas terpisah melainan dianggap sebagai
objek tempat memuas kebutuhan
relasi-objek adalah hubungan interpersonal yang membentuk perilaku interaksi yang terjadi
pada saat ini antara seorang pribadi dengan orang lain, baik yang nyata ada atau yang
hanya ada dalam alam hayal
-------------------------------------------------------------------------------TEoRi PSIKOLOGI ADLER
Alfred Adler
Rudolf Dreikurs
- pendeketan psikodinamika
- manusia bersifat sosial-psikolois dan non-deterministik biologis
- pribadi mnusia adalah pelaku dan pencipta dari kehidupan kita,
bukan diciptakan oleh penglaman kita dimsa kanak-kanak
- tidak percaa pada penekanan Freud pada kekuaan bilogisdan insting sangatlah penting
- tidak hanya menggali peristiwa masa lalu tapi persepsi seseorang pada masa lalu dan
interpretasinya pada masa lalu itu memiliki pengaruh yang berkelnjutan
- manusia bermotivasi pertama-tama dari dorongan sosial bukan dorongan seksual
- perasaan rendah diri bisa merupakan sumber kreatiitas
- sasaran hidup menentukan, sudah ada sejak usia 6 tahun diungkapkan dlm bentuk
perjuangan mendapatkan rasa aman dan mengatasi perasaan rendah diri
- manusia ditentukan oleh: keturunan, lingkungan ++ emampuan untuk menginterpretasi,
mempengaruhi serta menciptakan peristiwa
- isu sentral/krusial : apa yang kita perbuat dengan kemampuan yang kita miliki
- pendekatan model pertumbuhan: reedukasi individu dan msyarakat
- perintis pendekatan subjektif (psikologi individual) memberi tekanan pada determinan
dari perilaku, spt nilai, keyakinan, sikap,sasaran mina serta persepsi individual
pada realitas
- perintis pendekatan holistik, sosial berorientasi pada tujuan dan humanistik
PERSEPSI SUBJEKTIF tentang REALITAS
- orentientasi fenomenologis: berusaha untuk melihat dunia dari kerangka referensi
subjektif si klien
KESATUAN SERTA POLA KEPRIBADIAN MANUSIA
premis dasar: kepribadian bisa dipahami sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dibagi-bagi
(pandangan holistik kepribadian)
//pribadi manusia menjadi terpadu lewat tujuan hidup
// teologikal -> bertujuan dan berorientasi pada sasaran
asumsi : orang adalah mahluk sosial
semua perilaku manusia mempunyai maksud
seorang klien adalah suau bagian integral dari sistem sosial.
Fokus: hubungan interpersonal daripada psikodinamika internal si sindividu
Finalisme fiksional: sasaran sentral yang ada dalam angan2 yang membimbing perilaku seseorang.
// dipengruhi pandangn silosof Hans Vaihinger bahwa orang itu hidup dari suatu fiksi
(atau pandangan bagaimana dunia itu seharusnya)
Tujuan akhir tersebut memiliki kekuatan kreatif untuk
memilih apa yang bisa diterima sebagai hal yang benar
bagaimana kita akan berperilaku
bagaimana kita menginterpretasikan suatu peritiwa
Perjuangan untuk menjadipenting dan superioritas (menangani inferioritas) -> sifat bawaan
superioritas berati: meraih derajat yang tinggi sari potensi yang dimiliki sebelumnya
mencari jalan mengubah kelemahan mjd kekuatan
berjaya pada sau budang sbg kompensasi kekurangan pada bidang lain
GAYA HIDUP
orientasi dasar seseorang tentang hidup atau kepribadian dan tema yang mewarnai
eksistensi si individu.
- terdiri dari pandangan orla thd dirinya dan dunia dan perilaku/kebiasaan mereka yang distingtif
- masing-masing indv mempunya gaya hidup yang unik yang diasumsian terbentuk pada
saat 6 tahun pertama (tapi yang penting adaah interpretasi kita sekarang thd peristiwa2 itu)
INTEREST SOSIAL (gemeneinschaftsgefuhl)
- kesadaran indivisu akan kedudukannya sebgai bagian dari masyarakant manusia dan
sikap seseorang dalam menaganani dunia sosial
- rasa indentifikasi dan empati oranglain "mengunakan kaca mata orang lain"
- tingkat seberapa sukses kita dengan oranglain merupakan ukuran esehatan mental
Urut2an kelahiran dan hubungan adik-kakak dalam keluarga
-> interpretasi individual tentang keduduan dalam keluarga
Mengenal Psikologi Analitik
Carl Gustav Jung
Tokoh psikoanalisis lainnya selain Freud adalahCarl Gustav Jung, dia adalah
pencetus ide ketaksadaran kolektif (collective unconscious). Sistem
psikologinya hampir sama dengan Freud, tapi memiliki beberapa jalan yang
berbeda. Dia menyebut sistemnya 'Psikologi analitik' (Analitical Psycology).
Perbedaan Utama pada Teori Libido.
Freud memperlihatkan libido terutama dalam konteks seksual, sedangkan Jung
memperlihatkan sex sebagai hanya salah satu bagian penggerak kekuatan dari
libido. Jung berpendapat bahwa libido sapat mengekspresikan dirinya salam
cara yang lain tergantung dari apa yang paling penting bagi individu pada
suatu saat. Jung menolak dasar teorinya sebagai seksual secara eklusif
yang memberikannya interpretasi pada kelakuan Feud yang mengekspresikan
hanya pada term seksual.
Contoh dari ini adalah selama pase pre-seksual (3-5 tahun pertama) Jung
berpendepat energi libido (libidinal energy) merupakan fungsi dari nutrisi
dan pertumbuhan, tanpa adanya pengaruh dari libido seksual seperti pada
pemikiran Freudian. Dia juga menolak Oedipal complex-nya Freud dan dia
lebih berpandangan terhadap penggabungan antara perasaan seksual dengan
tendensi pertahanan hidup daripada konsep Freud tentang ketergantungan
(misalnya: makanan, kelangsungan hidup) anak yang diperlihatkan pada
ibunya. Jung berpendapat bahwa perasaan sexual merupakan faktor yang
memberikan kontribusi, tapi bukan faktor yang utama.
Pandangan Jung terhadap Pikiran (mind)
Menggunakan psyche untuk merujuk pada pikiran. 3 level pikiran
1. Kesadaran (Conscious)
2. Ketidakesadaran personal (Personal Unconscious)
3. Ketidaksadaran kolektif (Collective Unconscious)
Jung percaya, terlalu banyak hal penting yang diletakan pada alam pikiran
sadar (conscious). Dia memperlihatkan ketaksadaran sebagai bagian yang
paling penting dalam alam pikiran (mind), dan membaginya kedalam dua
bagian:
Ketaksadaran Personal yang dimiliki tiap individu, dan berisi
impuls-impuls, harapan, dan pengalaman personal.
Ketaksadaran Kolektif yang merupakan bagian yang paling besar pada
ketaksadaran, dan merupakan teori intriguing terpenting dari Jung. Dia
menteorisasi bahwa ada bagian pokok ketidaksadaran dari pikiran yang penuh
ide dan pengalaman yang terbangun hingga sangat kuat, dan tersembunyi
dalam sektor masing-masing alam pikiran ketidaksadaran kita yang dimulai
sejak keberadaan ras manusia.
Buku Schultz "A History OF Modern Psychology" menjelaskan teori ini
seperti sekumpulan kepulauan. Pulau-pulau muncul ke permukaan air seperti
kedaran individu, dan bagian dataran yang berada dibawah air seperti
ketidaksadaran personal. Bagian dasar yang sangat luas adalah analogi
untuk ketidaksadaran kolektif.
Empat Pola Dasar (The Four Archetypes)
Jung meperkenalkan ketaksadaran kolektif sebagai pembentuk tendensi
pewarisan, yang dinamakannya "archetypes", dan ini adalah "pre-existing
determinants of mental experience" yaitu berarti ketaksadaran kolektif
menentukan bagaimana kita berperilaku secara luas.
Acrhetypes adalah pengalaman, menurut Jung, layaknya emosi dan gambaran
mental. Jung dalam studinya tentang kultur dan cara berfikir menemukan 4
archetypes utama yang menonjol.
Persona
Merupakan sebuah penutup menyembunyikan orang sebenarnya. Orang
menggunakan ini untuk tampil berbeda pada orang-orang tertentu dan pada
situasi sosial dimana ia menginginkan interaksi yang lebih baik. Penutupan
seringkali tidak merefleksikan kepribadian orang itu sebenernya.
Anima dan Animus
Merupakan karakteristik gender manusia. Animus berarti karakter maskulin
yang ada pada wanita, dan Anima berarti suatu karakteristik wanita
(feminim) yang ada pada pria.
Shadow
Merupakan bagian kepribadian yang seperti kepribadian hewan. Pola dasar
ini yang memberikan aspek tak bermoral (immoral) pada manusia. Jung
mengklain bahwa ketika kita melakukan sesuatu yang 'jelek' maka penyebab
perilaku tersebut adalah shadow personality.
Intro/Extroversion
Teori Jung yang paling populer adalah pembagian sifat manusia kedalam
sifat introvert dan ekstrovert.
Introversion
Merupakan bagian libido yang mengatur kedalam diri (Inwards). Dengan
bagian ini individu mejadi lebih memiliki keinginan untuk berusaha,
berinstrospeksi, dan memiliki ketahanan terhadap pengaruh dari
luar. pengaruh dari luar. Kurang percaya diri ketika berhubungan dengan
dunia luar dan cenderung menjadi malu atau anti-sosial.
Extroverted
Merupakan libido yang mengatur keluar dari diri manusia, kejadian dan
situasi tertentu. Seseorang yang bertipe ini memiliki pengaruh yang sangat
kuat pada lingkungannya dan sangat berdifat sosial, memiliki kepercayaan
diri yang baik pada banyak situasi.
Jung percaya bahwa kedua sisi tersebut ada pada individu secara luas, dan
kita tidak mungkin menemukan seseorang yang yang introvert total atau
extrovert total. Faktor-faktor eksternal cenderung memiliki pengaruh yang
besar pada sisi dominan mana yang akan muncul dan seberapa besar sisi
kepribadian tersebut mendominasi seseorang. Sebagai contoh, orang yang
secara normal pemalu bisa menjadi extrovert pada situasi ketika dia merasa
benar-benar tertarik dan merasa nyaman.
Tulisan ini adalah terjemahan dr. Hudoyo H. Tidak lengkap tapi cokup informatif
untuk mengenal Pskologi Transpersonal yang banyak membicarakan tentang keadaan
spiritual manusia. -er-
INTRODUCTION TO TRANSPERSONAL PSYCHOLOGY Part One
John Davis, Ph.D. Department of Psychology Metropolitan State College of Denver
Halaman ini adalah bagian dari situs yang dikembangkan untuk kuliah Psikologi
Transpersonal saya di The Metropolitan State College Denver. Tulisan ini
menyajikan gambaran umum dan ringkasan beberapa aspek dari Psikologi
Transpersonal. Saya berhadap tulisan ini bermanfaat untuk Anda.
DAFTAR ISI:
Bagian 1: Kata Pengantar: Sebuah Contoh
Bagian 2: Psikologi dan Spiritualitas
Bagian 3: Sejarah Psikologi Transpersonal
Bagian 4: Beberapa Konsep Dasar
Bagian 5: Psikoterapi Transpersonal
Bagian 6: Aspek Multikultural dari Psikologi Transpersonal
Bagian 7: Psikologi dan Hal-Hal Transpersonal
Bagian 8: Psikologi Transpersonal dan Tradisi-Tradisi Kearifan
Bagian 9: Alasan-Alasan Penolakan terhadap Psikologi Transpersonal
Bagian 10: Keterbatasan Psikologi Transpersonal
Bagian 11: Evaluasi dan Kesimpulan
Bagian 12: Rujukan
KATA PENGANTAR: SEBUAH CONTOH
Klien itu berpakaian rapi dan mampu berbicara dengan baik, tetapi anehnya tampak
kusut. Tampak jelas bahwa ia mengalami banyak stres belakangan ini. Ia tampak
tenang, tetapi duduk di pinggir kursinya seperti orang yang punya misi tertentu.
Sang psikolog menyimak dengan penuh perhatian sambil membuat catatan awal.
"Jadi Anda melihat dan mendengar hal-hal tertentu yang Anda ragukan
kebenarannya?" tanyanya. "Yah, tampaknya cukup nyata buat saya. Kadang-kadang
saya pikir hal-hal itu tidak nyata, tetapi sekarang tidak tahu. Setidak
tidaknya, hal-hal itu sangat aneh," jawab klien itu, sambil menggelengkan
kepala. Suaranya agak meninggi karena stres emosional itu, dan ia menggeser
duduknya di kursi.
"Dapatkah Anda menceritakannya kepada saya?"
"Saya melihat sebuah semak di gurun pasir yang tampak seolah-olah terbakar,
tetapi tidak ada asap. Saya merasakan panasnya dan melihat api yang menjilat
jilat, tetapi semak itu tidak hangus. Lalu, tentu saja, ada suara Tuhan."
"Apa yang dikatakan suara itu?"
"Suara itu memberikan perintah-perintah kepada saya dan menyuruh saya memimpin
bangsa saya menuju Tanah Perjanjian."
"Baiklah," kata psikolog itu dengan nada welas asih. Ia membuat beberapa catatan
dengan cepat: halusinasi visual dan auditoris, ideasi referensial, waham
kebesaran, corak berpikir magis.
"Dapatkah Anda menceritakan tentang masa kecil Anda?" lanjutnya.
"Yah, saya tidak pernah mengenal ibu maupun ayah saya. Anda lihat, saya
ditinggalkan ketika masih bayi. Dari cerita yang saya dengar, mereka meletakkan
saya di rumpun-rumpun bambu di tepi sungai. Saya dipungut oleh keluarga
Firaun..."
Sementara ia terus bercerita, psikolog itu membuat catatan lagi: ditinggalkan
orang tua waktu kecil, ikatan terputus secara mencolok.
"Tidak heran orang yang malang ini mengira dirinya dipilih Tuhan untuk memimpin
bangsanya," pikir psikolog itu. "Karena putusnya hubungan dengan realitas
berlangsung relatif akut, mungkin kita dapat melakukan sesuatu untuk Tuan Musa
ini."
Dia membuat catatan lagi dari detail-detail yang diberikan oleh kliennya.
Diagnosis kemungkinan: Skizofrenia paranoid, subkhronik, kode DSM: 295.31.
Tetapi, fungsi mentalnya tidak begitu terganggu. Kemungkinan: Psikosis Atipikal:
298.90.
*****
Kisah ini sangat mungkin pula mengenai Yesus, yang kembali dari 40 hari puasa di
padang liar, kelaparan dan kurang tidur dengan visiun Tuhan dan Iblis. Atau
kisah Gautama, pangeran muda yang mengalami "trance katatonik" di bawah sebuah
pohon, dan ketika bangun kembali menyatakan bahwa tidak ada yang eksis, bahwa
realitas adalah kosong, dan penuh kedamaian. Atau kisah Black Elk, sebagai anak
muda yang kembali dari pengasingannya selama beberapa hari tanpa makanan dan
minuman, dan takut membicarakan halusinasi yang dialaminya. Bisa menjadi kisah
ahli mistik dan guru spiritual mana pun sepanjang sejarah.
Di dalam suasana cara berpikir psikologi masa kini, orang-orang ini akan
mengalami kesukaran untuk menawarkan pengalaman mistikal mereka untuk diterima
seperti apa adanya. Tidak heran bila kebanyakan dari mereka akan harus menjalani
pengobatan psikiatris melalui terapi rawat jalan untuk waktu lama.
Bandingkan kisah-kisah ini dengan suatu contoh yang lebih mutakhir. Sehabis
diskusi dalam kelas tentang pengalaman puncak [peak experiences], seorang
mahasiswi datang kepada saya untuk menceritakan pengalaman-dekat-maut [near
death experience] yang pernah dialaminya. Waktu itu ia berumur 19 tahun, dan
setelah disengat seekor lebah, ia mengalami syok anafilaktik. Ia dilarikan ke
bagian gawat darurat sebuah rumah sakit dalam keadaan koma. Selama 24 jam
berikutnya ia "mati", dan beberapa kali "dihidupkan" kembali oleh staf rumah
sakit. Ia menulis, selama episode-episode ini, ia meninggalkan tubuhnya dan
melayang-layang di bagian atas ruang tempat ia melihat para dokter dan perawat
sibuk menangani tubuhnya. Ia merasa dirinya tertarik menuju sebuah cahaya putih
yang cemerlang dan menceritakan beberapa unsur yang biasa terdapat dalam
pengalaman-dekat-maut. Ia melaporkan suatu pengalaman-di-luar-tubuh [out-of
body-experience], yang di situ ia bertemu dengan Tuhan, yang menunjukkan
kepadanya bahwa hakikat alam semesta ini adalah cinta kasih. Ia merasakan welas
asih yang dalam, kuat, dan mendasar terhadap dirinya dan terhadap seluruh
kehidupan.
Untuk beberapa minggu ia mencoba menceritakan pengalamannya kepada orang lain.
Rasa cinta kasih tanpa syarat tidak hilang, tetapi mulai luntur. Ia sendiri
mulai meragukannya. "Kalau itu begitu indah, mengapa tidak ada orang mau percaya
kepadaku?" Reaksi orang beraneka ragam, mulai dari kaget dan menolak sampai
merasa kasihan, tetapi tidak seorang pun yang diajaknya bicara sungguh-sungguh
menyimak. Ia menjadi makin bingung dan menderita. Akhirnya, sebulan setelah
pengalaman-dekat-mautnya, ia menjadi putus asa mencari orang yang mau diajak
bicara, dan konflik batinnya --"Apakah ini nyata? Apakah saya gila?"-- meningkat
sampai menjadi krisis. Ia pergi ke pusat kesehatan jiwa masyarakat untuk
menceritakan pengalamannya dan kebingungannya. Di situ ia didiagnosis sebagai
mengalami episode psikotik akut yang dipicu oleh keadaan syoknya dan diberi
resep Stelazine. Setelah diobati berbulan-bulan, ia belajar untuk tidak
menceritakan pengalamannya kepada orang lain. Namun, di dalam batinnya ia yakin
bahwa pengalamannya itu nyata, lebih nyata daripada segala yang lain dalam
hidupnya. Membicarakan pengalaman-dekat-mautnya dengan saya, dan menemukan bahwa
dia tidak sendirian dalam hal itu, merupakan pengalaman yang sangat menyembuhkan
baginya.**
PSIKOLOGI DAN SPIRITUALITAS
Sepanjang sejarah yang tercatat, manusia selalu melaporkan pengalaman-pengalaman
yang di situ diri dirasakan meluas melampaui batas-batas dan limit-limit normal,
dan menyatu dengan kosmos. Pengalaman mistikal dan transenden seperti itu
biasanya dihormati secara khusus dan sering menjadi pusat kehidupan dari
individu bersangkutan beserta komunitasnya. Sesungguhnya, mayoritas penduduk
Amerika melaporkan pernah mempunyai pengalaman mistikal dalam salah satu bentuk
(Greeley, 1987), dan, dalam penelitian kami, 79% dari suatu sampel yang luas
melaporkan pernah mengalami pengalaman puncak (Davis, Lockwood, dan Wright,
1991). Pengalaman puncak didefinisikan sebagai pengalaman yang paling baik,
paling penting, dan paling bermakna dalam hidup seseorang dan dalam banyak hal
mirip dengan pengalaman mistikal dan spiritual. Kebanyakan pendekatan psikologis
masa kini mengkategorikan pengalaman-pengalaman ini sebagai fantasi, patologi,
atau pikiran terdistorsi. Bergantung pada orientasi teoretis bersangkutan,
pengalaman itu dilihat sebagai pemenuhan keinginan untuk dilindungi oleh seorang
Ibu yang mahabaik, sebagai akibat dari abnormalitas neurofisiologis seperti
anoksia serebral atau kegiatan syaraf mirip-ayan, atau ketidakmampuan membedakan
gambar-gambar internal dari realitas lahiriah.
Namun, sementara psikolog memandang pengalaman mistikal dan motivasi untuk
transendensi-diri sebagai aspek penting dari pengalaman manusia, dan dengan
demikian menjadi suatu topik yang patut dikaji oleh psikologi. Suatu pendekatan
yang terfokus pada pengalaman-pengalaman ini, disebut psikologi transpersonal,
telah muncul sejak 20 tahun terakhir. Istilah 'transpersonal' mengacu kepada
pengakuan bidang kajian ini akan suatu realitas psikologis yang meluas keluar
dari identifikasi dengan kepribadian individual. Psikologi transpersonal
berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual di dalam konteks psikologis,
serta memasukkan spiritualitas dan pengalaman spiritual ke dalam psikologi. Sama
seperti 'psikologi kesehatan' adalah jembatan antara psikologi dan kedokteran,
atau 'psikologi industri' adalah jembatan antara psikologi dan bisnis,
'psikologi transpersonal' adalah jembatan antara psikologi dan aspek spiritual
pengalaman keagamaan (bukan aspek-aspek sosial atau politik agama). Bidang itu
mengintegrasikan konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode psikologis dengan
bahan kajian dan praktek berbagai disiplin spiritual, misalnya, transendensi,
spiritualitas, tingkat kesadaran mistikal, pengalaman tentang makna dan tujuan
tertinggi, meditasi, kesadaran dan ritual shamanik.
Definisi ini menunjukkan sumbangan ganda dari psikologi transpersonal. Psikologi
memperoleh manfaat dari konsep-konsep spiritualitas, dan memberi kita pemahaman
lebih lengkap tentang pengalaman dan potensi manusia. Di pihak lain, berbagai
disiplin dan praktek spiritual memperoleh manfaat dari penggunaan konsep-konsep
psikologis. Misalnya, kita dapat lebih mudah memahami seluk-beluk jiwa dan
perlawanan terhadap berbagai praktek spiritual dengan menerapkan apa yang telah
diketahui oleh para psikolog. Baik psikologi maupun disiplin-disiplin spiritual
dapat mengambil manfaat satu dari yang lain melalui psikologi transpersonal.
Dengan meningkatnya kontak dengan tradisi-tradisi spiritual dan bertambah
matangnya psikologi, ini merupakan kesempatan luar biasa bagi pemahaman dan
pengembangan yang lebih luas.***
SEJARAH PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
William James, yang sering dijuluki psikolog Amerika pertama, adalah salah
seorang yang pertama kali meneliti pengalaman-pengalaman mistikal sebagai
fenomena psikologis, alih-alih fenomena religius. Dalam bukunya, The Varieties
of Religious Experience (1902, cetakan ulang 1958), James mengemukakan bahwa
pengalaman mistikal adalah akar dari semua agama di dunia, dan ini merupakan
dorongan [impulse] yang wajar dan sehat. Ia mengidentifikasikan empat sifat umum
dari pengalaman mistikal. Namun kemudian Freud dan pengikut-pengikutnya
mengesampingkan pengalaman mistikal sebagai sekadar fantasi dan regresi ke dalam
keadaan yang mirip rahim. Kaum psikolog Behavioris awal, dengan mengalihkan
fokus psikologi dari kesadaran kepada perilaku, menutup sama sekali kemungkinan
penelitian ilmiah terhadap pengalaman-pengalaman ini.
Sekalipun ada kecenderungan seperti ini, beberapa psikolog tetap berminat
terhadap transendensi. Yang terpenting di antara mereka adalah Carl Jung. Dalam
salah satu tulisan awalnya, ia menyebutkan Bawah-Sadar Kolektif sebagai
"Ueberpersonliche (Transpersonal) Unconscious". Jung berpendapat bahwa Bawah
Sadar Kolektif ini dimiliki bersama oleh semua orang; melalui itu kita
berhubungan satu sama lain dan dengan alam semesta secara mendasar dan tak
terputuskan. Wujud-wujud asali [archetypes] seperti Diri, Bayangan, Pahlawan,
dan Bayi Ilahi, mewakili isi dari Bawah-Sadar Kolektif dan merupakan landasan
bagi pengalaman transpersonal. Sementara kita biasanya mengalami wujud-wujud
asali itu secara tidak langsung melalui mimpi, ritual, dan simbol, ia
berpendapat bahwa pengalaman mistikal adalah pengalaman wujud-wujud asali itu
secara langsung. Jung sering kali menulis bahwa pengalaman spiritual adalah
tanda kesehatan jiwa dan, pada akhirnya, merupakan satu-satunya obat bagi
neurosis. Pengaruhnya terhadap psikologi transpersonal tetap kuat.
Abraham Maslow, yang banyak bertanggung jawab dalam pembentukan psikologi
humanistik, juga berjasa dalam melahirkan psikologi transpersonal sebagai bidang
kajian. Ia menjulukinya "Psikologi Kelompok Keempat", berdampingan dengan ketiga
kelompok psikologi lainnya: psikoanalisis, behaviorisme, dan psikologi
humanistik. Baginya, psikologi transpersonal adalah langkah selanjutnya yang
logis dari Psikologi Humanistik. Dalam tahun 1968 ia menulis, "Saya menganggap
Psikologi Ketiga Humanistik, sebagai transisional, suatu persiapan bagi
Psikologi Keempat yang 'lebih tinggi', yang bersifat transpersonal, transhuman,
berpusat pada kosmos dan bukan pada kebutuhan dan minat manusia, yang akan
melampaui kemanusiaan, identitas, aktualisasi-diri dan sebagainya." Maslow
menemukan bahwa beberapa orang yang mencapai aktualisasi-diri sering mempunyai
pengalaman puncak atau transenden, sedangkan yang lain tidak. Ini menunjukkan
perbedaan penting antara aktualisasi-diri dan transendensi-diri. Telah
dikemukakan pula, bahwa ini menunjukkan pergeseran melampaui psikologi
humanistik menuju psikologi transpersonal. Dua dari bukunya yang belakangan,
Toward a Psychology of Being (1968) dan The Farther Reaches of Human Nature
(1971), memaparkan banyak ide-ide transpersonalnya dan masih berharga untuk
dikaji secara teliti.
Psikolog lain yang berpengaruh, yang konsep-konsepnya sedikit banyak bersifat
transpersonal adalah Mary Calkins, yang menganjurkan suatu pendekatan holistik
dalam psikologi; Karen Horney, yang mempelajari Zen dan memperkenalkan konsep
"Diri Sejati"; dan Victor Frankl, yang karyanya tentang pencarian makna
didasarkan pada paham tentang transendensi-diri. Carl Rogers memasukkan
"kekuatan spiritual transenden" ke dalam daftar karakteristik dari orang-orang
yang berfungsi secara penuh; dan Fritz Perls, pembangun Terapi Gestalt,
meluangkan waktu di sebuah biara Zen. Ide-ide transpersonal terjalin dalam
banyak teori dan metode psikologis tanpa dikenali sebagai transpersonal.
Para teoretikus masa kini memperluas psikologi transpersonal, dan yang lebih
penting lagi, menghubungkannya dengan konsep-konsep yang telah digunakan secara
luas di dalam psikologi. Perkembangan itu mencakup karya Stan dan Christina Grof
tentang kedaruratan spiritual; Ken Wilber tentang Model Spektrum Developmental
yang memadukan berbagai model dari pertumbuhan kognitif, moral, kepribadian, dan
spiritual; serta kaum Ekopsikolog tentang integrasi dari psikologi transpersonal
dengan masalah-masalah ekologis.**
INTRODUCTION TO TRANSPERSONAL PSYCHOLOGY
Part Four: Some Basic Concepts of Transpersonal Psychology John Davis, Ph.D.
Department of Psychology Metropolitan State College of Denver
Psikologi Transpersonal menyelidiki sejumlah besar konsep (Walsh & Vaughan,
1993). Beberapa konsep dasarnya adalah:
(1) PENGALAMAN PUNCAK, yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh Maslow (mis.,
1971). Ia bermaksud meneliti pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman
lain pada keadaan kesehatan psikologis yang optimal, tetapi ia merasa bahwa
konotasi-konotasi keagamaan dan spiritualitas akan terlalu membatasi. Oleh
karena itu ia mulai menggunakan 'pengalaman puncak' sebagai istilah yang netral.
Sebuah pengalaman puncak memiliki beberapa (tetapi tidak semua) dari
karakteristik berikut:
* emosi yang amat kuat dan mendalam mirip seperti ekstase;
* merasakan kedamaian atau ketenangan yang mendalam;
* merasa selaras, harmonis, atau menyatu dengan alam semesta;
* merasa tahu secara lebih mendalam atau memiliki pemahaman yang mendalam;
* merasa bahwa itu suatu pengalaman yang sangat istimewa yang sukar atau
mustahil diceritakan secara memadai dengan kata-kata (tak terperikan).
Penelitian tentang pengalaman puncak telah mengidentifikasikan frekuensi,
faktor-faktor pemicu, faktor-faktor psikososial yang berkaitan dengannya, dan
konsekuensi dari pengalaman puncak. Misalnya, hampir semua orang dalam survei
representative melaporkan pengalaman puncak tertentu, dan suatu persentase kecil
melaporkan pengalaman puncak yang mendalam yang mirip dengan pengalaman mistikal
yang klasik. Telah dibuktikan pula bahwa orang cenderung untuk tidak
membicarakan pengalaman puncak mereka dengan orang lain. Alasan yang paling
banyak adalah bahwa mereka merasa pengalaman itu bersifat sangat personal,
intim, dan tidak ingin mereka bagi; bahwa mereka tidak mempunyai kata-kata yang
memadai untuk menceritakannya; atau bahwa mereka takut orang akan melecehkan
pengalaman itu atau menganggap mereka tidak waras (Davis, et al., 1991). Under
-reporting dari pengalaman puncak ini mungkin ikut berperan menyebabkan hal itu
tidak dibahas dalam banyak ilmu psikologi, dan jelas bahwa memusatkan
pertimbangan pada pengalaman puncak tidak dianjurkan dalam banyak pendekatan
psikologis. Psikologi Transpersonal mendorong pemasukan pengalaman puncak
sebagai jendela yang penting bagi kesehatan jiwa dan bagi berfungsinya seorang
manusia secara penuh.
Menjelang akhir hidupnya, Maslow juga memperkenalkan istilah "pengalaman
dataran" [plateau experience]. Ini adalah pengalaman positif yang berlangsung
lebih lama dengan intensitas lebih rendah dibandingkan pengalaman puncak.
Contohnya adalah keadaan meditatif dan kontemplasi dalam keheningan. Ia juga
menyebut-nyebut tentang "pengalaman nadir" [nadir experience], yakni lawan dari
pengalaman puncak. Ini adalah pengalaman yang sangat negatif sekali yang berubah
menjadi pengalaman positif. Upaya mengidentifikasikan dan mengkategorikan
pengalaman-pengalaman transpersonal masih terus berlanjut. Walsh dan Vaughan
(1993) dan lainnya telah mulai memetakan secara sistematik sifat-sifat berbagai
pengalaman itu.
(2) TRANSENDENSI-DIRI, yakni keadaan kesadaran yang di situ rasa tentang diri
meluas melampaui definisi-definisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian
individual bersangkutan. Transendensi-diri mengacu pada pengalaman langsung akan
suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan dengan
alam semesta. "Diri" yang ditransendensikan adalah kepribadian atau diri-ego,
yakni kumpulan konsep-konsep diri, citra-citra diri, dan peran-peran diri yang
berkembang melalui interaksi diri dengan dunia luar. Pendekatan-pendekatan
transpersonal berpendapat bahwa diri-ego ini tidak sama dengan hakikat atau
esensi diri kita, dan bahwa transendensi-diri mengantarkan kita untuk mengalami
hakikat yang lebih dalam itu.
Pengertian transendensi-diri adalah bagian kunci dari pemikiran Maslow, dan
merupakan akar dari Psikologi Transpersonal. Menjelang akhir karirnya, minat
transpersonal dari Maslow mendorongnya untuk menambahkan tingkat keenam pada
Hirarki Kebutuhan [Hiearchy of Needs] yang terkenal. Tingkat keenam ini, yakni
suatu meta-kebutuhan untuk transendensi-diri serta motivasi menuju suatu
pengalaman puncak, meluas melampaui kebutuhan-kebutuhan untuk memenuhi
kekurangan dan kebutuhan aktualisasi-diri. Ia menemukan bahwa kebutuhan seperti
itu terdapat pada beberapa, tetapi tidak semua, orang yang mencapai aktualisasi
-diri. Suatu rasa transendensi-diri adalah sifat yang merupakan definisi dari
pengalaman mistikal.
(3) KESEHATAN JIWA OPTIMAL, yang melampaui apa yang dimungkinkan dalam
pendekatan-pendekatan lain dalam psikologi. Kesehatan jiwa biasanya dilihat
sebagai penanganan yang memadai dari tuntutan-tuntutan lingkungan dan pemecahan
konflik-konflik pribadi; namun pandangan Psikologi Transpersonal juga memasukkan
suatu kesadaran, pemahaman-diri, dan pemenuhan-diri yang lebih penuh. Kesehatan
jiwa optimal juga mencakup pengertian melayani orang lain. 'Pengalaman puncak'
dan 'pengalaman dataran' adalah contoh pendek dari keadaan kesehatan jiwa
optimal, namun kesadaran yang meluas, kebebasan dari konflik serta kekurangan
internal, dan hubungan otentik dengan orang lain mungkin pula dialami sebagai
sifat-sifat yang menetap. Psikologi transpersonal berupaya menyelidiki dan
memvalidasikan keadaan-keadaan batin yang sejak dulu disebut 'pencerahan',
'kebangkitan', atau 'pembebasan' oleh disiplin-disiplin spiritual. (Walsh &
Vaughan, 1993)
(4) KEDARURATAN SPIRITUAL, yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang
disebabkan oleh suatu pengalaman (atau "kebangunan") spiritual. Pada umumnya,
Psikologi Transpersonal berpendapat bahwa krisis-krisis psikologis dapat menjadi
bagian dari suatu kebangkitan yang sehat dan bahwa kejadian-kejadian itu tidak
selalu merupakan tanda-tanda psikopatologi. Berkaitan erat dengan ini adalah
pandangan bahwa orang yang bersangkutan adalah sehat secara intrinsik, dan bahwa
kesehatan jiwa ini mungkin termanifestasi sedemikian rupa sehingga tampak
patologis. Di dalam cara berpikir dan perilaku yang paling patologis terdapat
intisari yang sehat. Psikoterapi transpersonal berupaya menggali dan mendukung
intisari ini.
Suatu contoh spesifik dari pandangan transpersonal tentang krisis psikologis
telah dikembangkan oleh Stan Grof, yang juga telah memberikan sumbangan
-sumbangan penting lainnya kepada teori transpersonal, dan Christina Grof (Grof
& Grof, 1989). Mereka melihat bahwa suatu pengalaman transpersonal, atau
kebangkitan spiritual, dalam kondisi-kondisi tertentu, mungkin menjadi begitu
mengganggu dan menggoncangkan sehingga terasa lebih sebagai kedaruratan
spiritual dengan banyak karakteristik dari beberapa psikopatologi (lihat juga
Bragdon, 1987). Lukoff (1985) dan lainnya telah memperlihatkan bahwa ada
manfaatnya membedakan antara "pengalaman mistikal disertai ciri-ciri psikotik"
(mystical experiences with psychotic features -- MEPF) dengan psikosis dan mania
reaktif jangka pendek. Sebagian berkat hasil penelitian-penelitian ini, versi
terbaru dari Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) sekarang memuat kategori
"Psychospiritual Problems", yang mencakup pengertian MEPF. Suami-istri Grof dan
lainnya telah mengembangkan buku panduan untuk merawat orang dengan kedaruratan
spiritual, dengan menyadari kedua sisi: baik penderitaannya saat ini maupun
potensinya untuk pertumbuhan yang mendalam. Bagi orang-orang demikian, seperti
contoh perempuan yang diceritakan pada awal makalah ini, yang telah salah
didiagnosis sebagai mengalami breakdown psikotik padahal mereka mengalami
breakthrough spiritual, pembedaan itu dapat bermakna sangat banyak.
(5) SPEKTRUM PERKEMBANGAN, yakni suatu pengertian yang memasukkan banyak konsep
psikologi dan filsafat ke dalam kerangka transpersonal. Secara filosofis, model
ini adalah contoh dari Filsafat Perenial. Pandangan ini mengisyaratkan adanya
tingkat-tingkat realitas, dari tingkat material melalui tingkat
psikologis/mental sampai ke tingkat spiritual, dan bahwa masing-masing tingkat
yang berturutan mencakup sifat-sifat dari tingkat-tingkat sebelumnya bersama
sifat-sifat yang baru muncul. Ini telah menjadi dasar dari kebanyakan sistem
filsafat dan spiritual, dan juga ditemukan dalam hampir semua pendekatan
psikologis (Wilber, 1993).
Secara psikologis, model ini tersusun dari berbagai deskripsi tingkat-tingkat
perkembangan, seperti yang diajukan oleh Freud, Erikson, Piaget, Maslow,
Loevinger, Kohlberg, dan Gilligan. Perkembangan secara psikologis, kognitif,
motorik, sosial, dan moral berlangsung melalui urutan tingkat-tingkat yang dapat
diramalkan. Para psikolog transpersonal mengemukakan bahwa model-model itu
adalah akurat sejauh itu, namun biasanya tidak sampai pada pemahaman secara
lengkap. Misalnya, kebanyakan model psikologis beranggapan bahwa terbentuknya
suatu ego yang stabil, terintegrasi dan terindividuasi adalah tahap akhir dari
perkembangan. Psikologi Transpersonal menyelidiki tingkat-tingkat perkembangan
kepribadian yang meluas melampaui ego individual ke dalam lingkup transpersonal.
Model Spektrum Perkembangan (mis.: Wilber, Engler & Brown, 1987) membedakan
berbagai tingkat perkembangan "Pra-personal", sebelum terbentuknya rasa diri
yang stabil; tahap-tahap "Personal", yang di situ perkembangan dan penghalusan
rasa diri individual diperoleh; dan tahap-tahap "Transpersonal", berdasarkan
identifikasi dengan suatu keseluruhan yang lebih besar daripada ego individual.
Patut pula dicatat bahwa, terlepas dari Psikologi Transpersonal, beberapa ahli
teori perkembangan, seperti Kohlberg dan Erikson, memperluas model-model mereka
ke dalam wilayah transpersonal.
(5) MEDITASI, yakni berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan proses
-proses mental dan memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti conditioning
merupakan metode kunci dalam behaviorisme, 'interpretasi' serta 'katarsis'
merupakan metode kunci dalam psikoanalisis, maka meditasi adalah metode kunci
bagi Psikologi Transpersonal. Diadaptasikan dari tradisi-tradisi spiritual dari
Timur dan Barat, kebanyakan bentuk meditasi menyangkut entah perhatian yang
terfokus pada satu obyek (seperti napas sendiri atau sebuah kata yang diulang
-ulang dalam hati), entah memperhatikan dengan sadar semua isi kesadaran.
Teknik-teknik spesifiknya berbeda-beda, tetapi kedua bentuk meditasi itu
mempunyai tujuan akhir yakni meluasnya kesadaran dan transendensi-diri.
Transendensi-diri, menyelidiki hakikat batin dan identitas, dan meluaskan rasa
diri sejak dulu merupakan tujuan tradisional dari meditasi dan tetap merupakan
nilai primer meditasi di dalam kerangka transpersonal. Namun, meditasi sering
pula digunakan sebagai teknik relaksasi atau teknik psikoterapeutik. Banyak
riset empiris telah diterbitkan selama tahun-tahun belakangan, yang menguraikan
dan memvalidasikan berbagai efek meditasi, baik untuk pengendalian-diri maupun
untuk memperluas kesadaran. Terlepas dari apakah sistem transpersonal mencakup
praktek meditasi formal atau tidak (dan kebanyakan sistem memang mencakupnya),
pelatihan dan penanganan kesadaran dari saat-ke-saat merupakan salah satu
landasan Psikologi Transpersonal.***
Download