PEMAHAMAN WARTAWAN TELEVISI TERHADAP KODE ETIK JURNALISTIK (Studi pada Wartawan Redaksi Sore di Trans7) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh Dini Hary Nismawati NIM: 1110051100042 Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1436 H./2015 M. LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 08 April 2015 Dini Hary Nismawati ABSTRAK Dini Hary Nismawati (1110051100042), Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi pada Wartawan Redaksi Sore Trans7), dibawah bimbingan Dr. Fatmawati, MA. Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki nilai dan pesan yang dapat mempengaruhi khalayak secara luas. Berbagai macam program ditayangkan, salah satunya adalah program news (berita), misalnya program news Redaksi Sore yang ada di Trans7. Melihat perkembangan berita saat ini cenderung tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik karena tingkat pemahaman wartawan berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap wartawan harus memahami Kode Etik Jurnalistik baik secara teori maupun prakteknya di lapangan. Dari uraian di atas memunculkan pertanyaan adalah Bagaimanakah pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 terhadap Kode Etik Jurnalistik? Apakah ada pelanggaran yang dilakukan wartawan program berita Redaksi Sore terkait dengan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik? Metodologi penelitian disini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu hanya menjelaskan dan menggambarkan secara kualitatif pemahaman wartawan televisi terhadap Kode Etik Jurnalistik. Data diperoleh melalui pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi. Semua data itu kemudian akan dianalisa dengan mengacu pada kerangka teori. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Fenomenologi milik Husserl. Teori yang menyatakan bahwa dalam memahami suatu objek dan peristiwa yang menjadi pengalaman seseorang secara sadar dan memandang realitas sosial sebagai objek kajian fenomenologi. Dalam teori ini terdapat empat tahapan yang saling berkaitan yaitu Epoche, Reduksi, Variasi Imajinasi dan Sintesis Makna dan Esensi. Dengan melakukan penelitian dan pencarian data melalui pengamatan, wawancara dan dokumentasi, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman wartawan Redaksi Sore Trans7 terhadap Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan teori Husserl yaitu pada tahap epoche, reduksi fenomenologi, variasi imajinasi dan sintesis makna dan esensi, dari sepuluh wartawan Redaksi Sore Trans7 terdapat empat wartawan yang paham akan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik dan dapat menjelaskan sesuai penafsiran Dewan Pers. Sedangkan sisanya enam orang wartawan hanya cukup paham akan Kode Etik Jurnalistik. Karena background dan lamanya mereka bekerja yang berbeda-beda menjadikan faktor penyebab dari tingkat pemahaman mereka terhadap Kode Etik Jurnalistik. Dan dari sepuluh wartawan yang diteliti tidak ada yang melakukan pelanggaranpelanggaran terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Kata Kunci : Media televisi, wartawan, fenomenologi, pemahaman, dan Kode Etik Jurnalistik KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Pada Wartawan Redaksi Sore Trans7). Shalawat serta salam selalu penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan kebaikan kepada kita dan semoga kelak mendapat syafaatnya di akhir zaman. Penulis sadari, dalam penulisan skripsi ini banyak sekali pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga besarku yang telah memberikan doa dan motivasi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Spesial untuk kedua orang tuaku, Almarhum Bapakku Hadi Sunarto dan Mamaku Sunarti, yang telah dengan sabar menghadapi sikap Dini selama ini. Memberikan dukungan, baik materiil maupun moril dan selalu mendoakan Dini, selalu mengingatkan Dini untuk menjadi anak yang sabar, serta bekerja keras sehingga mampu menguliahkan Dini hingga selesai. 2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Dr. H. Arief Subhan, M.Ag. Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Suparto, M.Ed, Ph.D. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. H.Sunandar Ibnu Noor, M.Ag. 3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si, serta Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A, terima kasih telah banyak membantu dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Dosen pembimbing, Dr. Fatmawati, M.A, yang senantiasa membimbing dengan sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk membantu penulis menemukan jawaban atas permasalahan dan menambah banyak informasi dalam menulis skripsi ini. 5. Dosen penasehat akademik, Rulli Nasrullah, M.Si, terima kasih telah banyak memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 6. Dosen Nanang Syaikhu, M.Si, dan Artiarini Puspita A, M.Psi, serta seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terima kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan yang sangat bermanfaat sampai akhir penulisan skripsi ini. 7. Pimpinan dan para staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 8. Kakak dan adikku tercinta, Mba Yati, Mba Muji, Mas Ipung, Mba Iik, Mas Was, Mas Budi, Mba Sugi, Mba Preli, Mas Joko, dan adikku Nunung, yang selalu memberikan semangat dan dukungan bagi penulis untuk cepat lulus dan bisa sarjana, serta Putri, Yunda, Abdan, Fani, Echa, Aulia, Azka, Alifah, keponakanku yang cantik, ganteng dan pintar. 9. Terimakasih sekali buat orang yang sudah aku anggap seperti kakakku sendiri, Kak Raisya Maharani (Detik Tv) yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu dan mengarahkan penulis mulai dari penelitian sampai selesai. Dan juga Kak Nana (Alumni Jurnalistik UIN Jakarta) atas bantuan dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. 10. Pihak-pihak stasiun Trans7, khususnya Mas Asri Rasma (Daenk), Pak Pasaoran Simanjuntak (Bang Saor), Mas Mufthi Akbar, Mba Indri HRD, Mba Egin, Mas Nugie RCD, Mba Aang, Mas Rivo, Mas Alby, Mas Raf-raf, Mba Puti, Mba Astza, Mba Taza, Mas Fandi, Mas Guntur dan Mas Genta serta seluruh staff redaksi bagian News, terima kasih banyak untuk kerja samanya yang telah membantu penulis untuk mengadakan penelitian dan memperoleh informasi yang terkait dengan judul skripsi penulis. 11. Masku sekaligus sahabatku yang paling baik Rahmat Romadhon, terimakasih buat perhatian, semua bentuk bantuan, dukungan penuh serta kesetiannya menemani penulis mulai dari penelitian sampai selesai. Serta Aditya Syahputra, terimakasih untuk semua waktu yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 12. Sahabat-sahabatku di kampus, Fauziah Muslimah, Rafika Dwi Mala, Anisa Aristiani, Sri Wahyuni, dan Fiki Hijriyati Amaly, terima kasih untuk waktu kebersamaannya yang tak mungkin penulis lupakan dari awal kuliah sampai selesai. Teman-teman seperjuangan, angkatan 2010 Journalist B Army, Mae, Hira, Dwiyan, Dede, Fajar, Rahmaidah (Butet), Damar, serta yang lainnya, terimakasih untuk waktu pertemanan kita selama di kampus tercinta ini. 13. Teman-teman KKN KEYS , Iza, Lala, Ega, Anis, Soarez, Badru, Awal, Nanto, Klara, Ello, dan Faqih, terima kasih untuk waktu sebulan bersamanya yang tak mungkin penulis lupakan. 14. Teman-teman Jurnal Wisuda Kampus, Bapak Hamid Nasuhi, M.A, Pak Zaenal, Fau, Fika, Ihda, dan seluruh anggota lainnya yang tidak penulis sebutkan, namun tetap terimakasih untuk kalian semua yang ikut mendukung dan semangat kebersamaan atas pelajarannya di jurnal wisuda. 15. Teman-teman Silat Nasional Indonesia Perisai Diri Unit UIN Jakarta, khususnya Kak Haris, Teh Anis, Kak Youra, Mas Amir, Mas Prima, Kak Kevin, Aditya Rini dan lainnya, terimakasih buat pelajaran dan pengalamannya yang pernah kalian berikan kepadaku selama aku pernah menjadi anggota disini, kalian tetap keluargaku. 16. Semua pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung, tanpa menyebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membacanya. Jakarta, 08 April 2015 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................ KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5 D. Metodologi Penelitian ....................................................................... 6 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10 F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemahaman ..................................................................... 13 B. Wartawan .......................................................................................... 14 C. Televisi .............................................................................................. 15 D. Berita ................................................................................................. 17 E. Kode Etik Jurnalistik ......................................................................... 22 F. Teori Fenomenologi .......................................................................... 24 a. Epoche ......................................................................................... 26 b. Reduksi Fenomenologi ............................................................... 28 c. Variasi Imajinasi ......................................................................... 28 d. Sinteksis Makna dan Esensi ........................................................ 29 G. Teori Konstruksi Realitas Sosial ....................................................... 30 BAB III GAMBARAN UMUM TRANS7 DAN PROGRAM REDAKSI A. Trans7 ................................................................................................ 33 1. Sejarah Trans7 ............................................................................. 33 2. Visi dan Misi Trans7 ................................................................... 34 3. Logo Trans7 ................................................................................ 35 4. Struktur Organisasi Trans7 ......................................................... 36 5. Program Acara Trans7 ................................................................ 37 6. Penghargaan Trans7 .................................................................... 39 B. Program Berita Redaksi Trans7 ........................................................ 41 1. Latar Belakang Program Redaksi................................................ 41 2. Logo Redaksi Sore Trans7 .......................................................... 42 3. Struktur Organisasi Program Redaksi Sore................................. 46 BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Fenomenologi ..................................................................... 47 B. Karakteristik Informan ...................................................................... 51 1. Analisis Informan 1 ..................................................................... 52 2. Analisis Informan 2 ..................................................................... 55 3. Analisis Informan 3 ..................................................................... 58 4. Analisis Informan 4 ..................................................................... 62 5. Analisis Informan 5 ..................................................................... 67 6. Analisis Informan 6 ..................................................................... 70 7. Analisis Informan 7 ..................................................................... 74 8. Analisis Informan 8 ..................................................................... 79 9. Analisis Informan 9 ..................................................................... 82 10. Analisis Informan 10 ................................................................... 85 C. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada Informan ............................ 89 D. Pelanggaran Yang Dilakukan Informan ............................................ 91 E. Kesimpulan Pemahaman Dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik Informan ............................................................................................ 94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 95 B. Saran .................................................................................................. 96 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 98 LAMPIRAN DAFTAR TABEL 1. Tabel 1 Struktur Organisasi Program Redaksi Sore Trans7 ........................ 46 2. Tabel 2 Karakteristik Informan .................................................................... 51 3. Tabel 3 Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada informan .......................... 89 4. Tabel 4 Pelanggaran yang dilakukan informan terkait pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik .................................................................................... 91 5. Tabel 5 Kesimpulan pemahaman dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik pada informan ............................................................................................... 94 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Persembahan Bimbingan Skripsi Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian dari Trans7 Lampiran 4 Hasil Wawancara Penulis dengan Wartawan Redaksi Sore Trans7 Lampiran 5 Dokumentasi Wawancara Lampiran 6 Kode Etik Jurnalistik dari Dewan Pers BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pers adalah lembaga sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah, bahkan menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan ataupun gambar dengan menggunakan media cetak ataupun media elektronik sebagai salurannya. Salah satu peranan pers dalam perkembangan informasi saat ini adalah perkembangan dalam dunia pendidikan, pengetahuan, hiburan bahkan kontrol sosial. Dan peranan pers itu dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan, kepentingan dan kenyamanan masyarakat. Karena sudah sejak lama pers memiliki peran yang besar dalam kehidupan sebuah lembaga, terlebih lembaga yang butuh akan pengakuan masyarakat. Setelah masa reformasi, orang mudah saja mendapatkan informasi. Dan perkembangan pers menjadi begitu pesat. Setiap orang bisa mendirikan koran bahkan televisi lokal. Hal ini berimbas pada ekslusivitas berita. Sehingga muncul berita-berita yang melanggar asas praduga tak bersalah, bahkan jauh melebihi itu. Mereka melanggar Kode Etik dan Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Berbicara tentang pers, tentu tak lepas dari kehidupan profesi wartawan. Karena setiap pers atau media dalam kegiatannya memiliki wartawan yang 1 2 mempunyai kewajiban dalam mencari atau mengumpulkan berita yang diolah untuk dipublikasikan kepada masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalankan hidupnya, tentu memiliki aturan-aturan yang mengatur dirinya dalam menjalankan aktifitasnya. Begitu juga dengan profesi seorang wartawan, dalam menjalankan fungsinya, Wartawan memiliki Kode Etik yang disebut dengan Kode Etik Jurnalistik. Dalam Kode Etik tersebut, wartawan diatur dan dijamin dalam menjalankan profesinya. Profesi wartawan atau reporter adalah profesi yang bukan sekedar mengandalkan keterampilan tetapi juga watak semangat dan dengan cara kerjanya yang berbeda sehingga masyarakat memandang wartawan sebagai professional.1 Dalam penerapannya misalnya, profesi seorang wartawan pada sebuah program berita seperti program Redaksi Trans7. Redaksi adalah salah satu acara televisi dari stasiun televisi Trans7 Acara berita ini ditayangkan setiap pukul 06.30 - 07.00 WIB, 11.30 - 12.00 WIB dan 16.15 - 16.45 WIB setiap Senin hingga Minggu. Redaksi berisikan materi berita dari dalam dan luar negeri yang aktual dan terkini. Khusus untuk berita international, materi yang ditampilkan adalah informasi yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Indonesia. Sementara, kejadian-kejadian yang berlangsung di kawasan Timur Tengah, Asia, dan Asia Tenggara serta beberapa kawasan yang berdekatan dengan Indonesia akan menjadi pilihan utama berita-berita dari luar negeri. Program yang diramu selama enam puluh menit ini akan disajikan ke hadapan pemirsa dengan lima kemasan berita yang berbeda. Materi berita yang ditampilkan diantaranya berupa 1 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori & Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 115. 3 perkembangan berita politik, ekonomi, sosial terkini serta berbagai peristiwa menarik lainnya.2 Terkait dengan produk berita dari dalam negeri maupun luar negeri yang disampaikan kepada masyarakat, dalam mencari berita wartawan juga harus memahami tentang aturan khusus wartawan Indonesia yang sudah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik oleh Dewan Pers. Karena dengan memahami Kode Etik Jurnalistik tersebut berarti wartawan telah mengetahui dan paham akan batasanbatasan yang seharusnya dilakukan agar tidak terjadi pelanggaran dalam setiap pasalnya. “Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Wina Armada Sukardi mengatakan tingkat ketaatan wartawan dalam membaca dan memahami kode etik jurnalistik masih rendah. “Sampai saat ini banyak wartawan yang belum paham dengan kode etik jurnalistik,” ujar Wina dalam acara “Kode Etik Jurnalistik dan Penggunaan Bahasa Dalam Pemberitaan Media Massa,” Kamis (14/03) di Jakarta. Berdasarkan penelitian Dewan Pers tahun 2007 mengenai ketaatan wartawan kepada kode etik, hasil penelitian tersebut menunjukkan wartawan yang membaca kode etik jurnalistik sebesar 19 persen. Pada tahun 2010, dengan tema penelitian yang sama terdapat peningkatan wartawan yang membaca kode etik jurnalistik sebesar 49 persen. “Terdapat peningkatan tetapi kurang dari 50 persen”, katanya.3 Wartawan yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur. 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Redaksi_(acara_televisi) diakses pada Rabu, 30 April 2014 pukul 09.00. 3 Wina Armada Sukardi, “Kode Etik Jurnalistik dan Penggunaan Bahasa Dalam Pemberitaan Media Massa,” artikel diakses pada 17 November 2014 dari http://www.jurnas.com/news/85009/Pemahaman-Wartawan-Terhadap-Kode-Etik-JurnalistikRendah-2013/1/Sosial-Budaya/Humaniora. 4 Tidak hanya itu, dalam mencari berita wartawan juga harus memperhatikan Kode Etik Jurnalistik yang tidak hanya berorientasi hanya sebatas aturan main dan landasan moral bagi media massa dalam menjalankan tugasnya dan fungsi jurnalistiknya, tetapi harus dapat mengarahkan masyarakat untuk memahami nilai dan norma komunikasi dengan memiliki daya guna sosial yang tinggi. Oleh karena itu, Peneliti sangat tertarik dalam mengambil judul ini, karena Peneliti ingin mengetahui bagaimana pemahaman wartawan program berita redaksi sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik dan mengaplikasikannya dalam mencari berita untuk dipublikasikan kepada masyarakat. Berkaitan dengan masalah yang diuraikan, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai , ”Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Pada Wartawan Redaksi Sore Di Trans7)”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembatasan dalam penelitian ini lebih fokus dan terarah serta tidak terjebak pada pembahasan begitu luas, maka penulis membatasi masalahnya yaitu : Pemahaman Wartawan Program Berita Redaksi Sore Trans7 terhadap Kode Etik Jurnalistik. 5 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik? 2. Apakah ada pelanggaran yang dilakukan wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 terkait dengan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik. b. Untuk mengetahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 terkait dengan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. 6 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana keilmuan terutama dalam hal ini, sebuah tayangan televisi terutama program berita, banyak menyampaikan informasi serta mendidik dan memberikan kontribusi dalam bidang penelitian efek media terkait dengan pemahaman wartawan tentang Kode Etik Jurnalistik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu komunikasi terutama dalam bidang jurnalistik. b. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi masyarakat tentang penerapan aturan seperti Kode Etik Jurnalistik terutama pada wartawan dalam sebuah program tayangan televisi. Dalam hal ini pemahaman wartawan televisi tentang Kode Etik Jurnalistik pada sebuah program berita. D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap 7 media dan teks berita yang dihasilkan. Rancangan konstruktivis melihat realitas pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.4 Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksud-maksud dan maknamakna tertentu yang disampaikan oleh sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.5 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.6 Alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif adalah karena jenis penelitian ini berlandaskan pemahaman akan realitas sosial sebagai proses dan merupakan produk dari konstruksi sosial. Jenis penelitian kualitatif juga berusaha memahami pembentukan makna 4 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), cet. Ketiga, h. 204. 5 Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 83. 6 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya ,2006), h. 6. 8 secara utuh di dalam diri seseorang. Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah stasiun televisi Trans7. Dan objek penelitiannya adalah pemahaman wartawan tentang kode etik jurnalistik pada program berita Redaksi Sore Trans7. 4. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans7), Gedung Trans7, Jl. Kapten P. Tendean No. 88 C, Jakarta Selatan. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Sehubungan dengan penelitian, maka teknik pengumpulan datanya yaitu dengan melakukan Observasi. Maka kegiatan observasi ini memusatkan dengan cara mengadakan penelitian langsung ataupun tidak langsung pada objek yang akan diteliti ke Gedung Trans7 untuk memperoleh informasi dan data penelitian. 9 b. Dokumentasi Dokumentasi, yaitu dengan barang-barang tertulis seperti bukubuku, majalah, dokumen, peraturan, dan sebagainya yang didapat dari Trans7 atau sumber lainnya. Dengan mengakses internet ataupun situs resmi dari pihak Trans7. c. Wawancara Wawancara dalam penelitian ini yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari yang diwawancarai. Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang.7 Wawancara dilakukan kepada wakil eksekutif produser dan produser program redaksi untuk menggali lebih dalam tentang konsep program Redaksi ini terkait dengan pemahaman wartawan televisi tentang Kode Etik Jurnalistik. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dimana analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang 7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), cet. ke-5, h. 133. 10 penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.8 Setelah diklasifikasikan, periset melakukan pemaknaan terhadap data. Pemaknaan ini merupakan prinsip dasar riset kualititatif, yaitu bahwa realitas ada pada pikiran manusia, realitas adalah hasil konstruksi sosial manusia.9 . F. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, diambil referensi dari beberapa pustaka untuk memperkuat dan mempertajam analisa. Penulis telah mengadakan tinjauan pustaka di perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maupun perpustakaan yang terdapat di Universitas lainnya. Untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan seperti “menduplikat” hasil karya orang lain, maka penulis mempertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas. Perbedaan pertama terdapat pada skripsi Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 Tahun 2006 (Studi Kasus pada Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan) Oleh Irzon Dwi Darma mahasiswa Universitas Esa Unggul 2013. Skripsi ini membahas tentang wartawan atau jurnalis Indonesia apakah mereka sudah menerapkan kode etik jurnalistik dalam pencarian berita di instasi pemerintah terutama di Badan Kebijakan Fiskal. 8 9 3, h. 194. Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 248. Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke- 11 Perbedaan kedua terdapat pada skripsi Penerapan Kode Etik Jurnalistik Dalam Berita Kejahatan Susila (Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Kode Etik Jurnalistik Dalam Berita Kejahatan Asusila Di Harian Umum Koran Merapi Periode Januari-Juni 2011) oleh Casimirus Winant Marcelino, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012. Skripsi ini membahas tentang bagaimana harian umum koran merapi menerapkan prinsip-prinsip etika moral di dalam berita kejahatan asusila. Sedangkan pada penelitian ini, penulis meneliti tentang Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi pada Wartawan Redaksi Sore Trans7). Skripsi ini membahas tentang bagaimanakah pemahaman Wartawan Program Berita Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik dalam mencari berita dan informasi untuk diolah dan dipublikasikan kepada masyarakat. 12 G. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika Pembahasan dalam penulisan skripsi ini disusun dalam 5 (lima) bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni: Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis, berisi tentang penjelasan teori komunikasi massa, pengertian pemahaman, dan konsep kode etik jurnalistik, pengertian wartawan dan program televisi. Bab III Gambaran umum Trans7 dan Program Redaksi Sore, berisi mengenai Trans7 yang meliputi sejarah berdirinya Trans7, visi dan misi Trans7, logo Trans7, struktur organisasi Trans7, program acara Trans7. Juga berisi mengenai program berita Redaksi yang meliputi, latar belakang program redaksi dan struktur organisasi program redaksi Sore Trans7. Bab IV Temuan dan Hasil, berisi tentang analisa tentang Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Pada Wartawan Program Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik) dan hasil analisis mengenai kode etik tersebut sesuai dengan teori-teori yang terkait. Bab V Penutup, bab ini berisi kesimpulan tentang hasil penelitian secara menyeluruh. Dan berisi saran dari hasil penelitian yang telah ditemukan. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemahaman Menurut kamus ilmiah popular; pemahaman berasal dari kata faham yang mendapat imbuhan pe- dan -an. Faham menurut bahasa artinya tanggap, mengerti benar; pandangan, ajaran.1 Pemahaman didefinisikan proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju kearah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami.2 Sedangkan dalam taksonomi bloom, “kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan”. Namun tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak dipertanyakan sebab untuk memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.3 Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan sesorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, dia tidak sekedar hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, 1 menjelaskan, Paul A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular (Surabaya: Arloka, 2001), h. 172. 2 W.J.S Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 636. 3 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 24. 13 14 mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan dan mengambil keputusan.4 B. Wartawan Menurut Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 (pasal 1 poin 4), wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Menurut Masduki, wartawan adalah orang-orang yang terlibat dalam pencarian, pengolahan, dan penulisan berita, yang nantinya dimuat di media massa. Wartawan bekerja untuk mencari informasi ke segala tempat kejadian yang nantinya diolah menjadi sebuah berita. Pengertian berita itu sendiri adalah laporan peristiwa yang dilaporkan melalui media massa.5 Wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan kegiatan jurnalisme. Wartawan merupakan orang yang secara teratur menuliskan berita dan tulisannya dikirim ke media cetak maupun media elektronik sesuai dengan ketentuan dari media tersebut. Laporan ini selanjutnya akan dipublikasikan kepada khalayak luas dalam media massa seperti koran, televisi, radio, majalah, film maupun internet. Pada dasarnya tugas dan kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri pada kesejahteraan umum dengan memberi 4 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), h. 44 5 Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 40. 15 masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak mendasar.6 C. Televisi Televisi merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang diketemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak dasar utama teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannya tersebut electrische teleskop atau televisi elektris.7 Kata televisi terdiri dari kata tele yang berarti jarak dalam bahasa Yunani dan visi yang berarti citra atau gambar dalam bahasa Latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara dari suatu tempat yang berjarak jauh.8 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa, menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang 6 Ashadi Siregar, Kode Etik Jurnalisme dan Kode Perilaku Profesional Jurnalis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 52. 7 Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 4. 8 Sutisno, P.C.S., Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio (Jakarta: PT Grasindo, 1993), h. 1. 16 listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar.9 Seiring dengan berjalannya waktu, media di Indonesia yang paling berperan pada masyarakat saat ini adalah televisi. Dimana televisi sangat berperan dalam menyampaikan berbagai macam informasi. Tidak hanya itu, televisi juga mempunyai dampak yang besar dalam perkembangan masyarakat saat ini. Dampak atau efek komunikasi tersebut dapat dilihat dari setiap perubahan yang terjadi di dalam diri penerima, yang menerima pesanpesan dari suatu sumber media.10 Siaran televisi pertama kali di Indonesia diperkenalkan pada tahun 1962, ketika Indonesia mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan pesta Olahraga Asian Games di Jakarta. Saat itu, masyarakat Indonesia disuguhi tontonan realita yang begitu memukau. Meskipun hanya siaran televisi hitam putih, tetapi siaran pertama televisi di Indonesia itu menjadi momentum yang sangat bersejarah. Sementara puncak ketenaran (booming) televisi di Indonesia sendiri dimulai tahun 1992 ketika RCTI mulai mengudara dengan bantuan decoder atau alat pemancar. Saat ini, Indonesia sudah mengudara satu televisi pemerintah, yakni TVRI, dan beberapa televisi swasta, antara lain SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, Metro Tv, Trans Tv, Trans7, TVOne, 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1162. 10 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 40. 17 Global Tv, serta stasiun televisi lokal seperti O Channel, Jak-Tv, CTV Banten, dan lain-lain.11 D. Berita 1. Pengertian Berita Berita merupakan produk jurnalistik yang sangat diminati oleh masyarakat. Manusia ternyata membutuhkan berita dan informasi tentang manusia lain dan dunia lain yang melingkupi dan mempengaruhi kehidupannya. Kebutuhan itu terbukti dari banyaknya peminat media yang menyiarkan berita atau informasi.12 Berita berasal dari bahasa Sansekerta vrit, yang dalam bahasa Inggris disebut write, yang arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sementara vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta.13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita adalah catatan laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.14 Sedangkan menurut Williard C. Bleyer, berita adalah suatu kejadian aktual yang diperoleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena menarik atau mempunyai makna bagi pembaca. (Newspaper Writing and Editing). Jakob Oetama dalam bukunya 11 Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 12-14. 12 R. Masri Sareb Putra, Teknik Menulis Berita dan Feature (Jakarta: PT Indeks, 2006), h. 16. 13 Totok Juroto, Manajemen Penerbitan Pers (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. ke-3, h. 46. 14 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 108. 18 Perspektif Pers Indonesia: Berita itu bukan fakta, tapi laporan tentang fakta itu sendiri. Suatu peristiwa menjadi berita hanya apabila ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan atau membuatnya masuk dalam kesadaran publik dan dengan demikian menjadi pengetahuan publik.15 Merujuk dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa berita adalah berbagai macam informasi atau peristiwa terkini, aktual dan penting bagi khalayak dan disebar luaskan melalui media massa, baik media cetak, elektronik maupun online. 2. Jenis-jenis Berita a. Jenis berita berdasarkan jenis peristiwa dan penggalian data 1) Hard News (berita berat) artinya berita tentang peristiwa yang dianggap penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok maupun organisasi. Berita tersebutr misalnya mengenai mulai diberlakukannya suatu kebijakan atau peraturan baru pemerintah. 2) Soft News (berita ringan) seringkali disebut dengan feature, yaitu berita yang tidak terikat dengan aktualitas namun memiliki daya tarik bagi pemirsanya. Berita-berita semacam ini seringkali menitikberatkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan dan mengherankan pemirsa. Misalnya tentang lahirnya hewan langka di kebun binatang dan kejadian unik lainnya. 15 Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 26. 19 3) Investigative Reports (laporan penyeliidikan atau investigasi) adalah jenis berita yang eksklusif. Datanya tidak bisa diperoleh di permukaan tetapi harus dilakukan berdasarkan penyelidikan. Penyajian berita ini membutuhkan waktu lam dan tentu akan menghabiskan energi reporternya.16 b. Jenis berita berdasarkan sifat kejadiannya 1) Berita diduga, artinya peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. 2) Berita tak terduga, artinya peristiwa yang sifatnya tiba-tiba, tidak direncanakan, dan tidak diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera, atau terjadi ledakan bom di pusat keramaian.17 c. Jenis berita berdasarkan lokasi kejadian 1) Berita yang terjadi di tempat tertutup (indoor news) Berita tentang sidang kabinet, seminar, pengadilan, berlangsung ditempat tertutup. Berita jenis ini umumnya masuk kategori berita ringan 16 (soft news), karena berita tersebut tidak sampai Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 40-42. 17 A.S.Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: PT Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 66. 20 mengguncangkan perhatian serta tidak menimbulkan dampak yang luas terhadap masyarakat. 2) Berita yang terjadi di tempat terbuka (outdour news) Berita tentang kerusuhan, bencana alam, peperangan, terjadi di tempat terbuka. Berita jenis ini umumnya masuk kategori berita berat (hard news).18 d. Jenis berita berdasarkan isinya Ditinjau dari segi cakupan isinya, berita terdiri dari berita politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, hukum, seni, agama, kejahatan, olahraga, militer, laporan ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan sebagainya.19 3. Nilai Berita Kriteria umum nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis, yakni para reporter dan editor, untuk memusatkan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik.20 18 A.S.Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional , h. 66-67. 19 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 56. 20 Arifin S. Harahap, Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita Televisi (Bogor: PT.Indeks, 2006), h. 4. 21 a. Keluarbiasaan (unusualness). Dalam pandangan jurnalistik berita bukanlah suatu peristiwa biasa, melainkan suatu yang luar biasa. b. Kebaruan (newness). Berita adalah apa aja yang disebut hasil karya terbaru. c. Akibat (impact). Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas, dan suatu peristiwa yang diberitakan tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. d. Aktual (timeliness). Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana, aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru atau sedang terjadi. e. Kedekatan (proximity). Berita adalah kedekatan. Kedekatan mengandung dua arti: kedekatan geografis, yang menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita, dan kedekatan psikologis, yang lebih ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang terhadap suatu objek peristiwa atau berita. f. Informasi (information). Berita adalah informasi. Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan ketidakpastian. g. Konflik (conflict). Berita daalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung pertengahan. unsur atau sarat dengan dimensi 22 h. Orang penting (public figure, news maker). Berita adalah orang-orang penting, ternama, pesohor, selebriti, figur, dan publik. i. Kejutan (surprising). Kejutan adalah segala sesuatu yang datangnya tiba-tiba, di luar dugaan, tidak direncanakan, di luar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. j. Ketertarikan manusiawi (human interest). Kadang-kadang suatu peristiwa tidak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang, atau bahkan jauh lagi pada suatu masyarakat, tetapi lebih menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya. k. Seks (sex). Berita adalah seks, seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks memang identik dengan perempuan. E. Kode Etik Jurnalistik Pers atau wartawan dalam menjalankan tugasnya tentu memiliki kebebasan yang telah diatur dalam undang-undang dan tetap memiliki batasan-batasan serta aturan-aturan yang mengatur dalam kegiatannya, agar tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam 23 masyarakat. Karena bagaimanapun juga dalam menjalankan tugasnya wartawan memiliki aturan yang disebut dengan Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik pada dasarnya dibuat untuk mengawasi, melindungi sekaligus membatasi kerja sebuah profesi, termasuk profesi sebagai wartawan. Dari segi bahasa, etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal, adat, kebiasaan sikap, cara berfikir. Dalam bentuk jamak (to etho) artinya adalah adat kebiasaan. Sedangkan kode berasal dari bahasa inggris code yang berarti himpunan atau kumpulan peraturan tertulis.21 Menurut Undang-undang No.40 tahun 1999 (pasal 1) tentang pers menyatakan bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Ini menandakan bahwa kode Etik Jurnalistik merupakan amanat dari undang-undang negara. Meskipun kebebasan pers dijamin undang-undang, namun tidak ada satu surat kabar atau majalah, bahkan media massa yang bebas melakukan suatu kesalahan, kejahatan, atau penghinaan dan pencemaran nama terhadap seseorang, kelompok, organisasi, atau instansi tertentu, baik disengaja maupun tidak, karena kelalaian dan kesembronoan.22 21 Wina Armada Sukardi, Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers (Jakarta: Dewan Pers, 2008), h. 5. 22 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik:Seputar Organisasi, Produk,&Kode Etik (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004), h. 205. 24 Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik23 F. Teori Fenomenologi Fenomenologi terbentuk dari kata fenomenon dan logos, fenomenon berarti sesuatu yang menggejala, yang menampakkan diri, sedangkan istilah logos berarti ilmu. Jadi, fenomenologi berarti ilmu tentang fenomena atau pembahasan tentang sesuatu yang menampakkan diri. Dengan demikian, semua wilayah fenomena 23 Sirikat Syah, Rambu-rambu Jurnalistik dari Undang-undang Hingga Hati Nurani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 173-177. 25 (realitas) yang menampakkan diri (manusia, gejala sosial-budaya atau objek-objek lain) dapat dikatakan sebagai objek kajian fenomenologi.24 Fenomena adalah fakta yang disadari dan masuk kedalam pemahaman manusia. Fenomenologi adalah cara berpikir (metode) yang dekemukakan oleh Husserl pada awal abad ke-20. Fenomenologi bagi Husserl adalah gabungan antara psikologi dan logika. Fenomenologi membangun penjelasan dan analisis psikologi tentang tipe-tipe aktivitas mental subjektif, pengalaman, dan tindakan sadar. Saat ini, fenomenologi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang kompleks, karena memiliki metode dan dasar filsafat yang komprehensif dan mandiri.25 Sebagai metode penelitian, fenomenologi sering dikenal sebagai metode deskriptif kualitatif dengan paradigam konstruktivisme. Sesuai dengan asumsi ontologis yang ada dalam paradigma konstruktivisme, peneliti yang menggunakan metode ini akan memperlakukan realitas sebagai konstruksi sosial kebenaran. Secara epistemologi ada interaksi antara peneliti dan subjek yang diteliti. Sementara itu, dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka mengkonstruksi realitas sosial. 24 Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), cet-1, h. 205-206. 25 Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 206. 26 Fenomenologi pada dasarnya adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Little John bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia di sekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut. Dalam fenomenologi Husserl, ada beberapa istilah penting yang perlu dipahami:26 a. Epoche Spielberg mengemukakan beberapa langkah metode fenomenologis, pertama, mengintuisi; kedua, menganalisis; ketiga, menjabarkan. “Mengintuisi” maksudnya adalah mengonsentrasikan atau merenungkan secara penuh (intens) fenomena. Sementara itu, “menganalisis” maksudnya adalah mencari atau menemukan unsurunsur atau bagian-bagian pokok dari fenomena. Dengan kata lain, ini juga berarti menemukan tali temali (korelasi) antara bagian-bagian atau unsur-unsur yang terdapat dalam fenomena tersebut. Adapun “menjabarkan” maksudnya adalah menguraikan fenomena yang telah 26 Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer h. 209. 27 diintuisi dan dianalisis itu (agar fenomena tersebut dapat dipahami oleh orang lain).27 Epoche berasal dari bahasa Yunani yang berarti “menjauh dari” dan “tidak memberikan suara”. Husserl menggunakan epoche untuk term bebas dari prasangka. Dengan epoche kita menyampaikan penilaian, bias, dan pertimbangan awal yang kita miliki terhadap objek. Dengan kata lain, epoche adalah pemutusan hubungan dengan pengalaman dengan pengetahuan yang kita miliki sebelumnya. Epoche adalah syarat agar subjek yang tengah berefleksi menahan untuk sementara keyakinan realitas yang secara normal dan tanpa susah payah muncul bersama citra-citra perseptual dan perbuatan intensional kesadaran lainnya.28 Oleh karena epoche memberikan cara pandang yang sama sekali baru terhadap objek, maka dengan epoche kita dapat menciptakan ide, perasaan, kesadaran dan pemahaman yang baru. Epoche membuat kita masuk ke dalam dunia internal yang murni sehingga memudahkan untuk pemahaman akan diri dan orang lain. Dengan demikian tantangan terbesar ketika melakukan epoche adalah terbuka atau jujur terhadap diri sendiri. Segala sesuatu yang berhubungan dengan penilaian terhadap orang lain harus dikesampingkan. Hanya persepsi dan tindakan sadar kitalah yang menjadi titik untuk menemukan makna, pengetahuan, dan kebenaran. 27 Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 209-210. Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 45. 28 28 b. Reduksi Fenomenologi Ketika epoche adalah langkah awal untuk memurnikan objek dari pengalaman dan prasangka awal, maka tugas dari reduksi fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Fokusnya terletak pada kualitas dari pengalaman, sedangkan tantangan ada pada pemenuhan sifat-sifat alamiah dan makna dari pengalaman. Reduksi fenomenologis bertujuan membendung segenap prasangka subjek mengenai objek yang hendak dicari esensinya. Jelasnya, reduksi model ini dimaksudkan untuk menyaring pengalaman sehingga orang sampai pada fenomen semurni-murninya.29 Epoche bertujuan agar keterangan yang tampak dalam fenomena tersebut benar-benar asli atau tidak terlebih dahulu dicampuri oleh presuposisi pengamat. Reduksi akan membawa kita kembali pada bagaimana kita mengalami sesuatu. c. Variasi Imajinasi Tahap ketiga dari variasi imajinasi ini adalah mencari maknamakna yang mungkin dengan memanfaatkan imajinasi, kerangka rujukan, pemisahan dan pembalikan, serta pendekatan terhadap fenomena dari perspektif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda. 29 Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi, h. 46. 29 Tujuannya tiada lain untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah pengalaman. Target dari tahap ini adalah makna dan bergantung dari intuisi sebagai jalan untuk mengintegrasikan struktur ke dalam esensi fenomena. Dalam berpikir imajinatif, kita dapat menemukan maknamakna potensial yang dapat membuat sesuatu yang asalnya tidak terlihat menjadi terlihat jelas. Membongkar hakikat fenomena dengan memfokuskannya pada kemungkinan-kemungkinan yang murni adalah inti dari variasi imajinasi. Dalam tahap ini, dunia dihilangkan, segala sesuatu menjadi mungkin. Segala pendukung dijauhkan dari fakta dan entitas yang dapat diukur dan diletakkan pada makna dan hakikatnya. Dalam kondisi seperti ini, intuisi tidak lagi empiris namun murni imajinatif. d. Sintesis Makna dan Esensi Sintesis makna dan esensi ini adalah tahap terakhir dalam penelitian fenomenologi. Husserl mendefinisikan esensi sebagai sesuatu yang umum dan universal. Esensi tidak pernah terungkap secara sempurna. Sintesis struktural dan tekstural yang fundamental akan mewakili ini dalam waktu dan tempat tertentu, serta sudut pandang imajinatif dan studi reflektif seseorang terhadap suatu fenomena. 30 Dalam proses terakhir ini, peneliti mendeskripsikan secara tekstural ke dalam sebuah pernyataan. Hal tersebut menjadi hakikat dari fenomena yang diteliti secara keseluruhan. Setelah peneliti melakukan penelitian dengan cara pengamatan dan wawancara mendalam terhadap objek penelitian yaitu Wartawan Program Redaksi Sore Trans7, peneliti akhirnya mendapat sebuah kesimpulan tentang pemahaman wartawan Redaksi Sore tentang Kode Etik Jurnalistik dan apakah ada pelanggaran yang dilakukan berdasarkan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik serta kesimpulan akhir. G. Teori Konstruksi Realitas Sosial Menurut Schwandt, pemikiran konstruktivis memiliki model yang beragam. Salah satunya adalah pendekatan konstruksionisme yang dipakai oleh Peter L.Berger bersama Thomas Luckmann dalam The Social Construction of Reality tahun 1966. Dalam perspektif ini, Berger-Luckmann menyatakan bahwa pengertian dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul akibat komunikasi dengan orang lain. Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari sekedar hasil konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu.30 Begitu juga dengan konstruksi sosial yang dibangun oleh wartawan. Bahwa realitas atau peristiwa politik yang ada di tengah masyarakat 30 akan dikonstruksi menjadi berita oleh wartawan Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010) h. 297. 31 dipengaruhi secara mikro oleh ideologi redaksi dan secara makro oleh ideologi (sistem politik) negara tertentu di mana media massa tempat wartawan itu berada.31 Dengan demikian, paradigma kostruktivisme memandang bahwa berita yang disampaikan oleh media massa pada dasarnya merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah peristiwa. Tugas wartawan, sesuai dengan ideologi media massa bersangkutan, menceritakan kembali suatu peristiwa kepada publik menurut versi dan sudut pandang wartawan tersebut. Dengan demikian, berita yang ada di media massa dan sampai di tangan publik adalah realitas yang sama sekali baru dan berbeda dari realitas yang ada sebagai hasil dari upaya wartawan dalam mengkonstruksi realitas yang melibatkan produksi dan pertukaran makna dalam bahasa sebagai unsur utamanya. Oleh karena itu, realitas bersifat subyektif karena ia dihadirkan oleh konsep subyektifitas wartawan yang mengkonstruksi realitas berdasarkan sudut pandang tertentu.32 Gans memberikan penekanan bahwa bila terjadi suatu peristiwa sosial, maka peristiwa itu akan diangkat oleh wartawan dengan cara yang berbeda. Sebab, peristiwa tidak menghadirkan fakta-fakta apa adanya sebagai bahan berita, melainkan fakta atau realitas yang ada adalah hasil konstruksi yang dilakukan oleh wartawan dan dalam 31 Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 301. 32 Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 303. 32 melakukan konstruksi itu fakta dipahami secara berbeda sesuai dengan sudut pandang atau konsepsi awal wartawan.33 Sedangkan dalam pandangan konstruktivis, media merupakan subyek yang mengkosntruksi realitas atau dengan kata lain media adalah adalah agen konstruksi yang mendefinisikan realitas bukan cerminan dari realitas (mirror of reality). Berita di media bukanlah representasi dari realitas, melainkan hasil dari konstruksi kerja jurnalistik. Proses kerja wartawan mulai dari penentuan pemilihan fakta, sumber, pemakaian kata, gambar atau foto, sampai pada proses penyuntingan merupakan proses kerja bagaimana realitas itu dihadirkan kepada khalayak.34 Wartawan adalah agen konstruksi yang tidak hanya menghadirkan realitas secara apa adanya, tetapi juga turut mendefinisikan realitas tersebut. Namun, proses konstruksi itu tidak hanya terjadi ketika suatu realitas sudah berada di meja redaksi dan siap diolah menjadi berita. Saat menentukan mana realitas yang dipilih dan layak untuk dilakukan peliputan pun sudah ada kriteria-kriteria yang menjadi pedoman bagi wartawan, yaitu kriteria teknis dan criteria yang berkaitan dengan kualitas atau bobot produk berita. 33 Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 303. 34 Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 304. BAB III GAMBARAN UMUM TRANS7 DAN PROGRAM REDAKSI A. Trans7 1. Sejarah Trans7 TRANS7 dengan komitmen menyajikan tayangan berupa informasi dan hiburan, menghiasi layar kaca di ruang keluarga pemirsa Indonesia. Berawal dari kerjasama strategis antara Para Group dan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) pada tanggal 4 Agustus 2006, Trans7 lahir sebagai sebuah stasiun swasta yang menyajikan tayangan yang mengutamakan kecerdasan, ketajaman, kehangatan penuh hiburan serta kepribadian yang aktif. Trans7 yang semula bernama TV7 berdiri dengan izin dari Departemen Perdagangan dan Perindustrian Jakarta Pusat dengan Nomor 809/BH.09.05/III/2000. Pada 22 Maret 2000, keberadaan TV7 telah diumumkan dalam Berita Negara Nomor 8687 sebagai PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh. Dengan kerjasama strategis antara Para Group dan KKG, TV7 melakukan re-launching pada 15 Desember 2006 sebagai Trans7 dan menetapkan tanggal tersebut sebagai hari lahirnya Trans7, di bawah naungan PT. Trans Corpora yang merupakan bagian dari manajemen Para Group yang saat ini telah berubah nama menjadi CT Corp. 33 34 Akhir tahun 2012 bersama dengan Trans TV dan Detikcom dalam media CT Corp di bawah naungan payung TRANSMEDIA, Trans7 diharapkan dapat menjadi televisi yang maju, dengan program-program inhouse productions yang bersifat informatif, kreatif dan inovatif serta komitmen menyajikan yang terbaik bagi pemirsa keluarga Indonesia dengan berbagai pilihan program berupa hiburan, informasi, olah raga dan program anak disajikan secara lengkap. 2. Visi dan Misi Trans7 Visi: a) Dalam jangka panjang, Trans7 menjadi stasiun televisi terbaik di Indonesia dan di ASEAN. b) Trans7 juga berkomitmen selalu memberikan yang terbaik bagi stakeholders dengan menayangkan program berkualitas dan mempertahankan moral serta budaya kerja yang dapat diterima stakeholders. Misi: a) Trans7 menjadi wadah ide dan aspirasi guna mengedukasi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 35 b) Trans7 berkomitmen untuk menjaga keutuhan bangsa serta nilai-nilai demokrasi dengan memperbaharui kualitas tayangan bermoral yang dapat diterima masyarakat dan mitra kerja.1 3. Logo Trans7 Logo dengan simbol "Diamond A" ditengah kata TRANS yang dimiliki TRANSMEDIA termasuk Trans Tv dan Trans7 merefleksikan kekuatan dan semangat baru yang memberikan inspirasi bagi semua orang di dalamnya untuk menghasilkan karya yang gemilang, diversifikasi konten atau keunikan tersendiri serta kepemimpinan yang kuat. Masing-masing warna dalam logo ini memiliki makna dan filosofi. Warna kuning sebagai cerminan warna keemasan pasir pantai yang berbinar dan hasil alam Nusantara sekaligus melambangkan optimis masyarakat Indonesia. Sedangkan rangkaian warna hijau menggambarkan kekayaan alam Indonesia yang hijau dan subur, serta memiliki ketangguhan sejarah bangsa. Warna biru melambangkan luasnya cakrawala dan laut biru sekaligus menggambarkan kekuatan generasi 1 Research and Development Trans7, “Visi dan Misi Trans7,” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 36 muda bangsa Indonesia yang handal dan memiliki harapan tinggi. Yang terakhir adalah rangkaian warna ungu, menggambarkan keagungan dan kecantikan budaya dan seni bangsa Indonesia yang selalu dipuja dan dihargai sepanjang masa.2 Semua rangkaian warna yang mengandung makna cerita di dalamnya, menyatu dengan serasi dan membentuk simbol yang utuh, kuat dan bercahaya di dalam Berlian berbentuk A ini. Sehingga bisa dipahami makna dari logo baru TRANSMEDIA ini menjadi tanda yang menyuarakan sebuah semangat dan perjuangan untuk mencapai keunggulan yang tiada banding mulai dari sekarang hingga masa mendatang. 4. Struktur Organisasi Trans7 Dewan Komisaris Komisaris Utama : Chairul Tanjung Komisaris : Agung Adiprasetyo Ishadi SK Asih Winanti Dewan Direktur Direktur Utama 2 : Atiek Nur Wahyuni Research and Development Trans7, “Logo Trans7,” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 37 Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia : Ch. Suswati Handayani Direktur Programming dan Operasional Broadcast : Achmad Ferizqo Direktur Produksi : Andi Chairil Kepala Divisi Kepala Divisi Sales : Arnie Yuliartiningsih Kepala Divisi Promotion : Tedja Andarwan Kepala Divisi News : Titin Rosmasari Kepala Divisi HR & GS : Latief Harnoko Kepala Divisi Programming : Leona Anggraeni Kepala Divisi Produksi : M. Taufik Hidayat 5. Program Acara Trans7 Sebagai hiburan setiap harinya di layar kaca, Trans7 menghadirkan satu program komedi berbeda yang sanggup mengocok perut dengan candaan cerdas khas masa kini. Bersama dengan Denny Chandra, Cak Lontong, Fitri Tropica, Komeng dan sederat komedian papan atas Indonesia dalam Indonesia Lawak Klub (ILK). Tetap setia menghibur pemirsa Trans7 selama hampir satu dekade, Bukan Empat Mata bersama Tukul Arwana, yang merupakan transformasi dari Empat Mata, program talkshow komedi paling 38 fenomenal di Indonesia. Melengkapi sajian program talkshow di Trans7, hadir juga di layar kaca, program Hitam Putih, talkshow inspiratif yang sudah banyak mengisahkan perjalanan hidup manusia yang menginspirasi dan dipandu oleh Deddy Corbuzier. Dijajaran program informasi, Trans7 menghadirkan sederet program berita dan dokumenter unggulan. Redaksi, hadir setiap pagi, siang, sore, dan malam yang dikemas secara apik dan dinamis, update dan informatif. Program dokumenter unggulan lainnya yaitu Jejak Petualang, Ragam Indonesia, Mancing Mania, Indonesiaku, Orang Pinggiran, memberikan wawasan unik tentang Indonesia dan diharapkan mampu membuka cakrawala dan pandangan berbeda bagi pemirsa. Tidak kalah informatif, program hiburan seperti Selebrita Pagi, Selebrita Siang, dan Seleb Expose, semakin lengkap menambah cakrawala di ruang keluarga dari sisi yang berbeda, serta program variety show trensetter seperti On The Spot dan Spotlite yang kehadirannya selalu dinantikan oleh pemirsa. Trans7 juga menghadirkan beragam program olahraga guna memenuhi hasrat pencinta olahraga akan program olahraga bermutu dan informasi terkini. Para pecinta otomotif dan MotoGP diajak untuk memacu adrenalin di lintasan balap kelas dunia. Trans7 juga menyajikan tayangan informasi olahraga setiap hari di layar pemirsa, 39 di antaranya Sport7, One Stop Football, Galeri Sepak Bola Indonesia, dan Highlights Motogp. Trans7 juga tidak melupakan pemirsa cilik dan remaja dengan memberikan pengetahuan dan hiburan bagi mereka. Bocah Petualang, menghadirkan keunikan kehidupan anak-anak di seluruh penjuru Indonesia. Laptop Si Unyil dan Unyil Keliling Dunia memberikan ilmu pengetahuan yang mendasar bagi para pemirsa cilik. Tau Gak Sih, yang dikemas dalam bentuk tanya jawab untuk menambah wawasan bagi para pemirsa remaja. Tidak ketinggalan program edukasi anak yang sarat informasi, Dunia Binatang, yang mengandalkan kekuatan karakter animasi Dolphino dan Otan sebagai maskot program tersebut. Melengkapi sajian film-film berkualitas, Teater7 hadir pada momenmomen spesial, mengisi layar kaca anda yang menghibur anda dan keluarga.3 6. Penghargaan Trans7 Tahun 2014 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Award 2014 a. Kategori Program Anak Terbaik : Si Bolang KPI Award 2014 a. Kategori Program Feature Terbaik : Merajut Asa 3 Research and Development Trans7, “Program Acara Trans7,” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 40 Tahun 2013 a. Adinegoro 2013 : Indonesiaku b. KPID Award 2013 - Jawa Tengah Kategori Televisi Berjaringan Peduli Jawa Tengah terbaik : Si Bolang c. KPID Award 2013 - Bali Kategori Terbaik Program Feature : Indonesiaku d. Runner Up CNN Television Journalist Award 2013 Kategori Environment/Lingkungan : Merajut Asa e. KPID Award Sulawesi Selatan 2013 Kategori Program Televisi SSJ : Indonesiaku eps. "Beruah Terisolir di Tengah Warisan" f. Anugerah Jurnalistik Pertamina 2013 : Merajut Asa g. Taruna Merah Putih PDI Perjuangan : Indonesiaku h. KPID Award 2013 - Kalimantan Barat Kategori Konten Lokal : Indonesiaku i. Anugerah Peduli Pendidikan Kemendikbud 2013 j. Journalist Award Migran Care - Aji 2013 Untuk Perlindungan Buruh Migran : Redaksi Kontroversi4 4 Research and Development Trans7, “Penghargaan Trans7,” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 41 A. Program Berita Redaksi Trans7 1. Latar Belakang Program Redaksi Divisi news Trans7 hadir bersamaan dengan beroperasinya stasiun televisi Trans7. Program berita pada stasiun Trans7 ini memiliki nama program berita yaitu Redaksi. Redaksi adalah program berita bulletin Trans7. Hadir empat kali sehari yaitu pagi, siang, sore, dan malam. Program yang hadir setiap jam-jam tertentu ini diberi nama sesuai waktu tayangnya. Program Redaksi Pagi hadir setiap hari Senin-Jumat pukul 06.30, Redaksi Siang hadir setiap hari pukul 11.30, Redaksi Sore hadir setiap hari Senin-Jumat pukul 15.45 dan Sabtu-Minggu pukul 16.30, dan Redaksi Malam hadir setiap hari Senin-Jumat pukul 01.15 WIB. “Awalnya sekitar tahun 2006 akhir, dulu nama media ini adalah Tv7 dan berubah menjadi Trans7 yang awalnya nama program beritanya itu Tajuk dan berubah untuk mengganti nama, nama bulletinnya apa dan disepakati di rapat news itu namanya Redaksi dan pada dasarnya kenapa kita punya Redaksi itu sama dengan televisi lain, karena ini kan bulletin, pada dasarnya semua televisi yang mempunyai divisi news tentunya yang menjadi salah satu nilai ukur untuk sebuah televisi yang mempunyai divisi news adalah itu bulletinnya, karena itu adalah pertarungan di mata publik berita-berita update nya apa dan bisa dikatakan yang namanya televisi itu ada divisi beritanya ya wajib punya bulletin. Dan beritanya yang update setiap saat itu ya bulletin, kenapa kita punya yang namanya bulletin, dan kenapa namanya Redaksi ya itu karena hasil diskusi panjang dan muncullah nama Redaksi.”5 Program Redaksi Pagi merupakan sebuah program yang dikemas dalam format soft dan dimana didalamnya penuh dengan informasi yang mengarah ke feature yang menarik, unik, edukatif dan berbeda. Program 5 Wawancara Pribadi dengan Eksekutif Produser Program Redaksi Trans7, Pasaoran Simanjuntak, Rabu, 26 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv. 42 yang tayang setiap pukul 06.30 WIB di setiap Senin sampai Jumat ini berisikan materi berita dari dalam dan luar negeri yang aktual dan terkini. Khusus untuk berita Internasional, materi yang ditampilkan adalah informasi yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Indonesia. Sementara, kejadian-kejadian yang berlangsung di kawasan Timur Tengah, Asia, dan Asia Tenggara serta beberapa kawasan yang berdekatan dengan Indonesia akan menjadi pilihan utama berita-berita dari luar negeri. Program yang diramu selama enam puluh menit ini akan disajikan ke hadapan pemirsa dengan lima kemasan berita yang berbeda. Materi berita yang ditampilkan diantaranya berupa perkembangan berita politik, ekonomi, sosial terkini serta berbagai peristiwa menarik lainnya. 6 Selain itu ada pula Program Redaksi Siang adalah program berita yang mengedepankan prinsip aktualitas yang terjadi sepanjang pagi hingga siang hari. Redaksi siang ditayangkan pada pukul 11.30 WIB. Redaksi Siang akan hadir dengan tiga segmen utama. Segmen pertama akan diisi dengan berita-berita aktual berdasarkan peristiwa yang terjadi sepanjang pagi, dilanjutkan dengan segmen kedua yang bisa merupakan up date terkini dari dalam dan laur negeri. Dalam segmen ini masih dimungkinkan juga untuk menampilkan informasi lain yangpaling terbaru atas peristiwa yang ditampilkan melalui hubungan telepon. Segmen ketiga akan menampilkan informasi ringan yang pasti disukai pemirsa. 6 http://id.wikipedia.org/wiki/Redaksi_(acara_televisi) diakses pada Rabu, 30 April 2014 pukul 09.00 . 43 “Adapun program berita Redaksi Siang itu tayangnya siang dan kebanyakan ibu-ibu yang menonton, jadi lebih ke female, kalau berita politiknya juga yang ada kaitannya dengan perempuan, misalnya Jokowi ketemu dengan Gubernur se-Indonesia dia belum tentu ke angkat naik di berita, tapi kalau misalkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) itu kan kaitannya kerumah tangga, dan berkaitan dengan perempuan, itu pasti naik jadi berita.”7 Redaksi Sore adalah bulletin berita dengan format hard news yang dikombinasikan dengan liputan tematik. Redaksi Sore disajikan secara elegan dengan story telling dan menjadikan setiap persoalan langsung bersentuhan dengan kepentingan pemirsa. Redaksi Sore hadir pada pukul 16.15 WIB. “Kalau sore politiknya kuat, hukum kriminalnya juga kuat, dan punya segmen khusus yang namanya Redaksi Kontroversi dan tayang setiap Sabtu dan Minggu.” 8 Pada waktu malam hadir Redaksi Malam, Redaksi Malam adalah sebuah program bulletin berita hard news yang menawarkan kemasan berita secara lebih cepat. Dengan target mahasiswa kaum laki-laki, Redaksi Malam juga akan diisi dengan berita-berita jenis features yang unik, penuh dengan informasi yang akan menjadi incaran bagi kaum lakilaki. Program berita berdurasi 30 menit ini ditayangkan guna menjadi program berita terbaru dari berita yang telah ditayangkan pada sore harinya. Selain mendistribusikan berita yang dibutuhkan bagi kelompok pria, tak tertutup kemungkinan program yang ditayangkan mulai pukul 7 Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv. 8 Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv. 44 01.15 - 01.45 WIB ini juga menampilkan berita kriminal yang dikemas secara cepat. “Kalau malam sifat beritanya features dan berbeda tentunya yang akan menjadi bagian dalam program berita ini. Salah satu segmen menarik yang dinamakan ‘Jalan Malam’ berupaya menampilkan laporan spesial yang didedikasikan bagi masyarakat pecinta udara segar di waktu malam. Dimana isinya tentang kuliner malam, budaya malam, komunitaskomunitas malam sama misteri-misteri malam.”9 Adapula program Redaksi yang disajikan oleh Trans7 yaitu Redaksi Kontroversi, program ini dikhususkan pada berita-berita dengan topik yang berat. Menggunakan jenis investigative program ini ditayangkan dengan format yang berbeda. Memberikan mahasiswa sajian informasi yang menjadi kebutuhan masyarakat tentang sebuah hal yang menjadi kontroversi. Program Redaksi Kontroversi hadir pada hari sabtu dan minggu pukul 16.30 WIB. Selain melakukan tugas peliputan secara off the record, biasanya program Redaksi Sore Trans7 melakukan kegiatan peliputan secara langsung (live). Biasanya para reporter melakukan peliputan secara langsung apabila terjadi kejadian yang wajib untuk diinformasikan secara cepat kepada masyarakat. Contohnya seperti terjadi gempa bumi, banjir, hingga kejadian-kejadian yang dirasa harus cepat dan langsung diinformasikan kepada masyarakat. Dalam memproduksi berita, para reporter mencari dan menggali setiap peristiwa yang terjadi untuk diinformasikan kepada masyarakat banyak. 9 Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv. 45 Selain mencari berita, reporter pun biasanya menuliskan naskah berita hasil peliputan dilapangan. 2. Logo Redaksi Sore Trans7 Sumber: Data Perusahaan 2014 Logo tersebut merupakan logo dari program Redaksi Sore Trans7. Logo Redaksi Sore Trans7 membentuk empat sisi persegi panjang yang merefleksikan ketegasan, karakter yang kuat, serta kepribadian bersahaja yang akrab dan mudah beradaptasi. Nama Redaksi Sore melambangkan bahwa program ini merupakan program berita yang disiarkan pada sore hari. Selain itu dengan latar bergambar dunia menggambarkan bahwa berita yang disiarkan oleh Redaksi Sore Trans7 berasal dari seluruh dunia.10 10 Research and Development Trans7, “Logo Program Redaksi Sore Trans7,” 46 3. STRUKTUR ORGANISASI PROGRAM REDAKSI SORE PEMIMPIN REDAKSI TITIN ROSMASARI KEPALA DEPARTEMEN SUKARYA WIGUNA EKSEKUTIF PRODUSER PASAORAN SIMANJUNTAK MANYUS PAGAR ALAM PRODUSER KOORDINATOR LIPUTAN KOORDINATOR DAERAH M.GOGOR PAMBUDI TAUFIK IRMANSYAH PURWANTO MUH ASRI RASMA MUFTHI AKBAR CINDY AGUSTINA ERLANGGA WISNUAJI WISNU NURSABDO STEVENS SAUNE ASISTEN PRODUSER IKI RAHAYU NOVIANTO NUGROHO REZA RAMANTA Sumber : Data Trans7 REPORTER CAMERA PERSON AANG WAHYU ARIESTA SARI RIVO PAHLEVI AKBARSYAH ALBY KARUNIA PRATAMA RAF RAF KAHFI FANDI HASIB PUTI NURUL FATIMAH MUMTAZA ASTZA CAHYA PERMATASARI GUNTUR ARBIANSYAH GENTA MUHARDIANSYAH RUTH DAMAI HATI PAKPAHAN EMILIA JUNIARTA FITRIE NURANI SEPTIANI AYA WULANDARI MATIUS UTOMO YAMA PRADHANA SUMBODO AMRU JANURI MONICA NOEVA ANINDITA DITO PRADANA NIKE CAROLINA INDRA SEPTYAWAN HENDRA RUKMANA A.RENDRO BASKORO KURNIA YUNIARWAN AYIP IQBAL W. DONI PRIMO PUTRO HERWONO YOSUA EDDY KURNIAWAN DEDY APRIADI BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Fenomenologi Dalam analisis fenomenologi terdapat empat proses yang dijadikan peneliti dalam memberi gambaran kondisi di lapangan atau pada saat penelitian. Lewat tahapan proses tersebut peneliti akan mengetahui bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik, khususnya dalam dunia televisi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. 1. Epoche Pada proses pertama ini, peneliti melepaskan segala perkiraan dan asumsi terhadap objek penelitian. Dengan epoche kita memberikan cara pandang yang sama sekali baru terhadap objek. Sehingga memudahkan untuk pemahaman akan diri dan orang lain. Hanya persepsi dan tindakan sadar kitalah yang menjadi titik untuk menemukan makna, pengetahuan, dan kebenaran.1 Dengan kata lain, selama peneliti melakukan penelitian terhadap objek penelitian, tahap awal adalah peneliti selalu berusaha tidak mencampuri apa yang peneliti ketahui dan interpretasikan tentang wartawan dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) itu sendiri. Sepuluh wartawan yang menjadi objek penelitian awalnya diamati lewat keseharian mereka di ruang redaksi dan di lapangan. Bagaimana 1 Engkus Kuswarno, Fenomenologi: Metode Penelitian Komunikasi: Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), h. 22. 47 48 wartawan Redaksi Sore meliput, berinteraksi dengan narasumber dan wartawan dari media lain. Sedangkan para koordinator liputan bertugas di ruang redaksi dan mengontrol kinerja para reporter dengan berkoordinasi dengan redaktur yang memuat hasil kinerja mereka dengan menerima berita dari reporter kemudian mengedit dan melakukan check dan recheck terhadap berita tersebut. Selama melakukan penelitian, peneliti berusaha tidak memberikan penilaian apapun terhadap wartawan Redaksi Sore Trans7. Peneliti hanya mengamati cara kerja dan aktivitas mereka dalam bekerja. 2. Reduksi Fenomenologi Proses selanjutnya adalah reduksi fenomenologi yang menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Dengan reduksi ini, peneliti menggambarkan fenomena apa yang terlihat dari objek penelitian. Interaksi dan penilaian awal terhadap wartawan Redaksi Sore mulai diberikan. Penilaian tersebut memberikan kesadaran kepada peneliti tentang pengalaman dari wartawan Redaksi Sore. Pada tahap ini, peneliti menggambarkan apa yang telah disampaikan oleh setiap objek penelitian lewat pengamatan. Pada proses ini, Peneliti memberikan gambaran yang hampir sama terhadap Wartawan Redaksi Sore yang menjadi objek penelitian. Hal itu dikarenakan pemahaman setiap objek penelitian terhadap fenomena apa yang diteliti hampir sama. Mereka memiliki pemahaman yang sama tentang Kode Etik Jurnalistik namun dalam mempraktekkannya berbeda- 49 beda. Ada beberapa wartawan yang paham setiap pasal dan menjadikannya sebagai landasan profesi kewartawannya. Namun, ada juga yang masih kurang paham karena mereka baru berprofesi sebagai wartawan, tetapi mereka tetap menerapkan Kode Etik Jurnalistik itu sebagai pedoman dalam mencari berita di lapangan. Melalui reduksi fenomenologi, peneliti mengidentifikasi unsurunsur hakiki pengalaman akan fenomena yang terjadi di lapangan. Dimana, peneliti sadar akan pengalaman dan pemahaman pada setiap objek penelitian. Penggambaran dalam tahap ini meliputi pengalaman, pemikiran, pemahaman serta perasaan yang muncul dalam kesadaran peneliti ketika mengarahkan kepada fenomena yang dalam penelitian ini adalah Kode Etik Jurnalistik. 3. Variasi Imajinasi Tahap ketiga merupakan variasi imajinasi, dimana peneliti menggunakan imajinasi untuk mempertanyakan bagaimana setiap Wartawan Redaksi Sore membentuk pengalaman dan pemahaman tentang KEJ. Lewat variasi imajinasi peneliti mengidentifikasikan kondisi yang berhubungan dengan fenomena pemahaman KEJ. Mengapa ada beberapa wartawan yang paham dan menjalankan KEJ, serta ada beberapa wartawan yang masih kurang paham tetapi tetap menjalankan KEJ sesuai dengan aturan dan pedoman yang ada. Peneliti mulai melihat latar belakang, hubungan sosial, berapa lama bekerja menjadi wartawan dan faktor 50 lainnya. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah pertanyakan yang membentuk pemahaman wartawan terhadap KEJ itu sendiri. Tugas dari variasi imajinasi ini adalah mencari makna-makna yang memanfaatkan imajinasi serta pendekatan terhadap fenomena dari sudut pandang perspektif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda, yang tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah pengalaman. Dalam tahap ini, makna bergantung pada intuisi sebagai jalan untuk mengintegrasikan struktur ke dalam esesnsi fenomena. Peneliti dapat menemukan makna-makna potensial yang dapat membuat yang mulanya tidak terlihat menjadi terlihat jelas. Untuk itu, peneliti memfokuskan pada apa saja kemungkinan yang membentuk pemahaman wartawan Redaksi Sore tentang KEJ dan bagaimana cara mereka menjalankan KEJ dalam penerapannya di lapangan. 4. Sintesis Makna dan Esensi Tahap ini adalah tahap terakhir dalam penelitian fenomenologi. Husserl mendefinisikan esensi sebagai sesuatu yang umum dan berlaku universal. Karena esensi tidak pernah terungkap secara sempurna. Dimana, sintesis struktural dan dan tekstural yang akan mewakili esensi ini dalam waktu dan tempat tertentu, serta sudut pandang imajinatif seseorang terhadap fenomena.2 2 Engkus Kuswarno, Fenomenologi: Metode Penelitian Komunikasi: Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya, h. 23. 51 Proses terakhir dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan secara tekstural ke dalam sebuah pernyataan. Setelah peneliti melakukan pengamatan dan wawancara mendalam terhadap wartawan Redaksi Sore, peneliti akhirnya mendapat sebuah kesimpulan tentang pemahaman wartawan Redaksi Sore tentang Kode Etik Jurnalistik dan pengaplikasiannya di lapangan serta kesimpulan akhir. B. Karakteristik Informan Tabel 1. Karakteristik Informan Nama Informan Jenis Kelamin (P/L) Latar Belakang Pendidikan Usia (Tahun) Lama Bekerja di Redaksi Sore Aang Wahyu A. P S1 Komunikasi 26 2,5 Tahun Rivo Pahlevi A. L S1 Psikologi 24 1,5 Tahun Alby Karunia P. Raf Raf Kahfi Fandi Hasib Puti Nurul F. Mumtaza L L L P P S1 Komunikasi S1 Komunikasi S1 Komunikasi S1 Psikologi S2 Hukum Internasional 24 29 26 24 25 1 Tahun 2,5 Tahun 8 Bulan 2 Tahun 8 Bulan Astza Cahya P. Guntur A. P L S1 Komunikasi S1 Teknik Informatika 25 24 8 Bulan 8 Bulan Genta M. L S1 Hukum 27 2 Tahun 52 1. Analisis Informan 1 Yang menjadi objek informan pertama adalah Aang Wahyu A.S, perempuan berusia 26 tahun ini sudah bekerja menjadi wartawan di Redaksi Sore selama dua setengah tahun. Memiliki gelar Sarjana Komunikasi dari salah satu universitas di Solo yang menganggap bahwa dunia jurnalistik adalah hobinya. Karena passion di dunia jurnalistik menjadikan dunia jurnalistik sebagai pekerjaan yang cocok baginya. Sebelum bekerja menjadi reporter di Redaksi Sore Trans7, Aang sudah memiliki cukup pengalaman bekerja di media sebagai jurnalis. Karena sebelumnya pernah menjadi reporter “Mengejar Matahari Trans7” dan reporter “Indonesiaku Trans7”. Hal itu menjadikannya memiliki pengalaman yang cukup dalam menganalisis suatu peristiwa untuk dijadikan menjadi sebuah berita. Dengan memiliki pengalaman sebagai jurnalis di media, Aang selalu mengedepankan sikap independen dan paham betul tentang Kode Etik Jurnalistik. “Kode Etik Jurnalistik itu sebagai aturan yang mengatur tentang cara kerja wartawan, dimana kita menyampaikan fakta yang sebenarnya tanpa kita mencampurkan opini-opini kita atau mencampurkan opini orang dan tidak menyebarluaskan berita yang menyangkut suku, agama dan ras (SARA) dan lainnya.”3 Mengenai pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, Aang memang tidak hafal secara keseluruhan, namun jika dihadapkan dengan pasalpasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, Aang mampu menjelaskan pointpoint pentingnya sesuai dengan penafsiran yang ada dalam KEJ itu sendiri. 3 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Aang Wahyu, 17 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 53 Bahkan, Aang mengatakan bahwa KEJ tersebut sudah melekat di otak dan menjadi pedoman profesinya selama menjadi seorang jurnalis. Istilah cover both side, off the record, hak jawab, hak koreksi, dengan mudah ia paparkan dengan jelas. Karena selama menjadi jurnalis setiap point yang ada dalam KEJ sudah pernah ia alami dan laksanakan. Pemahaman tersebut juga didukung oleh pelatihan A to Z jurnalistik yang didapatkan pada awal-awal menjadi seorang jurnalis di Trans7. Mengenai pernah atau tidaknya menerima amplop atau uang dari narasumber, Aang menjawab belum pernah dan jika sampai ada yang memaksa untuk menerimanya, amplop tersebut tetap diterima akan tetapi selanjutnya diserahkan ke kantor. Dan nanti kantor yang akan menindaklanjuti amplop tersebut. Baginya, wartawan yang menerima amplop atau sering disebut dengan wartawan amplop, itu adalah suatu pelanggaran terhadap kode etik, karena itu akan mempengaruhi seseorang dalam penulisan sebuah berita dan menjadikan seseorang itu menjadi tidak independen dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang wartawan yang professional. Menurutnya, wartawan yang professional adalah wartawan yang bekerja sesuai dengan Kode Etik Juranalistiknya dan paham Undang-Undang Pokok Pers No.90 tahun 1999, dia menguasai materi, dia melakukan riset yang mendalam sebelum dia liputan, dia bekerja maksimal dari per pra liputan, liputan hingga pasca liputan. 54 “Karena passion saya tuh di dunia jurnalistik dan saya menganggap pekerjaan yang paling cocok dengan saya dan hobi saya adalah jurnalistik ini.”4 Aang sendiri sudah cukup nyaman dengan profesinya menjadi seorang jurnalis, hal ini dikarenakan ia sudah cukup lama menjadi seorang jurnalis dan sudah paham cara kerja seorang jurnalis. Secara keseluruhan, Aang paham dengan Kode Etik Jurnalistik dan ia sendiri mengatakan sudah melaksanakan dan memegang teguh KEJ tersebut dan menurut dia, dia belum pernah melakukan sebuah pelanggaran. “Karena setiap liputan itu kita harus netral, karena dalam setiap wawancara kita harus wawancara yang namanya cover both side dan harus independen.”5 Kesimpulan Pemahaman Informan 1: Wartawan redaksi sore Trans7 ini paham dengan Kode Etik Jurnalistik. Hal ini dikarenakan pengalaman yang berlatar belakang pendidikan jurnalistik dan cukup lamanya ia berprofesi sebagai seorang jurnalis. Sehingga sangat menerapkan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dan landasannya dalam mencari berita dan menjadikan dirinya tidak pernah menyimpang agar tidak melanggar ketentuan dari KEJ sendiri dan sampai sekarang ia belum pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Esensi dari seorang wartawan tersebut mampu ia tampilkan dalam tugas dan tanggungjawabnya sebagai jurnalis. Sehingga tidak ada pelanggaran yang dilakukan terkait dengan pasal-pasal dalam KEJ. 4 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Aang Wahyu, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 5 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Aang Wahyu, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 55 2. Analisis Informan 2 Informan kedua adalah Rivo Pahlevi A. Laki-laki berusia 24 tahun ini sudah bekerja selama 1,5 tahun sebagai wartawan Redaksi Sore Trans7. Memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Sosiologi di salah satu Universitas di Jakarta tidak membuat Rivo menjadi kesulitan dalam menulis berita. Karena kebiasaan dirinya membaca berita baik cetak maupun online dan suka menonton acara-acara dialog dan juga pemberitaan di televisi, memotivasi dirinya untuk menjadi seorang jurnalis. Meskipun sebelumnya Rivo pernah bekerja di Creative Femina Group dan sebagai Freelance Crew dalam event-event pemerintah. Sebelum turun langsung ke lapangan, Rivo diberi pelatihan dari kantor yang biasa disebut A to Z jurnalistik yang diberikan juga kepada setiap wartawan yang baru masuk di Redaksi Sore ini. Dalam pelatihan itu, ia diberikan arahan dan dilatih dalam menghadapi narasumber agar tahu bagaimana caranya bisa mendapatkan berita atau informasi yang kita butuhkan secara lengkap, sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat dengan baik dan terpercaya. Dari pengamatan peneliti selama liputan di lapangan, Rivo terkesan seorang jurnalis yang sederhana dan tidak suka basa basi. Pola kerjanya selalu pada cover both side. “Kalau yang saya tau sih selama ini seorang wartawan itu harus membuat berita yang berimbang itu yang utama, bukan bagaimana kita menyuarakan 56 masyarakat terhadap program-program berita, tapi bagaimana kita bisa menyampaikan aspirasi pemerintah kenapa mereka melakukan itu, dan untuk apa tujuannya. Selain itu, menyampaikan informasi dengan akurat mengenai data mengenai peristiwa yang terjadi secara benar dan apa adanya.”6 Menurut pemahaman Rivo, esensi dari tugas seorang wartawan adalah menyampaikan informasi apa yang dia terima dari banyak sisi harus berimbang dan penyampaian informasinya jangan sampai salah atau berbelok dari yang aslinya. Berbicara soal Kode Etik Jurnalistik awalnya Rivo tidak mengetahui dan dia mengaku tidak hafal setiap pasalnya, namun jika diminta untuk menjelaskan Rivo cukup paham dalam menjelaskan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun pada saat ditanya tentang istilah-istilah jurnalistik ia belum mampu menjelaskan secara detail sesuai dengan penafsiran yang ada, hanya sesuai dengan pemahamannya dia saja terhadap istilah-istilah tersebut. Saat peneliti bertanya tentang fenomena seputar wartawan amplop yang berkaitan dengan materi. Rivo berpendapat bahwa itu pilihan pribadi dari setiap wartawannya, tapi dia sangat menyayangkan jika ada media yang sampai mau menayangkan ataupun mencetak berita dari hasil suap tersebut. Meski dirinya mengaku pendapatannya sudah tergolong cukup, tetapi ia tidak mau menerima segala bentuk amplop dari narasumber, selain dilarang oleh kantor juga, karena pribadinya menanamkan sikap profesional sebagai seorang 6 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Rivo Pahlevi A, 17 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 57 wartawan. Walaupun pada saat meliput di lapangan banyak yang menawarkan model-model amplop seperti itu, seperti masa kampanye misalnya. “Waktu kampanye pasti banyak sekali yang menawarkan amplop kepada wartawan. Cuma kami dari kantor dilarang menerima itu, karena memang takutnya mempengaruhi opini dan Alhamdulillah dari kantor kita diarahkan untuk tidak memihak partai manapun karena kita tidak teraspirasi dari partai manapun gitu.”7 Oleh karena itu, Kode Etik Jurnalistik memang sudah ditanamkan dalam diri Rivo sejak ia bekerja sebagai jurnalis. Dalam mencari berita di lapangan juga dia sangat berlandasan pada kaidah-kaidah yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, dimana seorang wartawan mampu mempertanggungjawabkan segala bentuk berita yang ia sampaikan kepada publik. “Jadi setiap berita yang tayang ke kita memang harus kita pertanggungjawabkan karena apapun yang tayang kemudian ditanyakan pemirsa kita harus bisa menjawab mengapa tayangannya seperti itu mengapa kontennya berubah dari perjanjiann mengapa mungkin hasil wawancaranya kemudian dipotong dan itu memang hal-hal yang harus kita pertanggungjawabkan karena ada narasumber yang meminta copy tayang sebagai bentuk pertanggungjawaban kita wajib memberikan itu kepada narasumber.”8 Yang terpenting dalam diri Rivo bahwa ia selalu memiliki sikap professional terhadap apapun, terkait dengan masalah-masalh yang ada dalam dunia jurnalistik. Bersikap cover both side dan ia mengaku bahwa dirinya belum pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Jika sampai ada yang melanggar akan diberikan Surat Keputusan (SK) sesuai dengan kebijakan kantor. 7 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Rivo Pahlevi A, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 8 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Rivo Pahlevi, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 58 Kesimpulan Pemahaman Informan 2: Rivo adalah salah satu informan yang memiliki background Sarjana Sosiologi. Memiliki kebiasaan membaca berita baik cetak maupun online serta menonton pemberitaan di televisi memotivasi dirinya menjadi seorang jurnalis. Background yang bukan dari jurnalis tidak menyulitkan Rivo untuk menjadi wartawan professional. Terkait dengan pertanyaan seputar Kode Etik Jurnalistik, Rivo cukup paham dalam menjelaskan isi dari pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik tersebut. Tetapi Rivo tetap menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan dalam bekerja sebagai seorang jurnalis. Ia juga mengaku, selama bekerja menjadi jurnalis belum pernah melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Esensi jiwa dari seorang wartawan mampu ia buktikan selama ia bekerja di lapangan. 3. Analisis Informan 3 Informan yang ketiga adalah Alby Karunia Pratama. Laki-laki yang berusia 24 tahun ini sebelumnya belum pernah memiliki pengalaman bekerja di media manapun kecuali menjadi wartawan Redaksi Sore Trans7 ini. Meskipun latar belakang pendidikannya adalah Sarjana Komunikasi. Namun, sebelum Alby diterima dan bekerja menjadi wartawan, ia aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampusnya yang berhubungan dengan dunia jurnalistik. 59 Ia pernah menjadi anggota pada tahun 2009 sampai 2010 kemudian pada tahun 2010 sampai 2012 ia menjabat sebagai koordinator reporter, karena memang punya skill dan menekuni kegiatannya ini, pada tahun 2012 sampai 2013 ia dipercaya menjadi Asisten Redaktur peliputan komunitas di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Institut Manajemen TELKOM. Menjadi seorang jurnalis memang cita-cita Alby sejak di bangku kuliah, pasalnya selain aktif di kegiatan yang berhubungan dengan jurnalistik itu, dia juga memiliki motivasi yang kuat untuk selalu belajar, dan akhirnya kini Alby menjadi salah satu wartawan yang bekerja di Redaksi Sore Trans7. Ia juga mendapat pelatihan-pelatihan jurnalistik selama seminggu untuk masa training. Akan tetapi, setiap hari juga sering diberikan pelatihan ataupun arahan dalam mencari informasi di lapangan. Karena menurutnya, pembekalan yang diberikan itu memang sangat penting, mengingat sekarang banyak wartawan yang berbelok dari kaidah Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan. Sebelum Alby turun ke lapangan untuk mencari berita yang telah di arahkan oleh Koordinator Liputan (Korlip), ia datang ke kantor sesuai permintaan dari korlip yang kemudian diberikan arahan untuk menghubungi atau bertemu dengan siapa yang akan dijadikan sebagai narasumber sesuai dengan tema liputan yang telah ditentukan. Saat peneliti mengamati Alby di lapangan, ia selalu menyiapkan riset atau beberapa pertanyaan yang akan diajukan sebelum menanyakan kepada narasumber. Misalnya pada saat konferensi pers untuk peristiwa tertentu. Hal 60 itu dilakukan agar pertanyaan yang nanti diajukan memuat semua informasi yang lengkap untuk diberikan kepada masyarakat luas. “Dan jika ada yang masih kurang kita tanya ke wartawan lain nggak apaapa, asalkan narasumber terpercaya sebagai dasar saja, selanjutnya nanti kita yang kroscek sendiri.”9 Untuk penulisan naskahnya, setiap wartawan yang turun langsung ke lapangan membuat naskahnya di lapangan setelah mereka selesai liputan yang kemudian dikirim ke email korlip, tetapi di kantor di ketik ulang di software yang namanya Electronics News Production System (ENPS). Tidak hanya liputan di dalam kota saja, Alby juga sering di kirim ke luar kota atau ke daerah-daerah untuk liputan suatu peristiwa tertentu dan live streaming dalam melaporkan beritanya. Namun, tidak semua wartawan dikirim untuk liputan ke luar kota, yang diberangkatkan hanya yang memenuhi kriteria saja, tergantung spesifikasi fisik dan spesifikasi kemampuannya untuk liputan darurat seperti itu. Menurut Alby itu sebuah pengalaman yang menarik dalam dunia jurnalistik, tidak hanya sekedar mencari berita tapi ia juga bisa sambil jalan-jalan. Dalam mencari berita Alby selalu memegang aturan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik dan peraturan dari kantor Redaksi sendiri. Ia juga setuju dengan setiap pasal yang ada dalam KEJ, terlihat saat peneliti menanyakan tentang hak jawab dan hak koreksi ia menjawabnya dengan benar sesuai dengan penafsiran yang tertulis dalam KEJ. 9 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Alby Karunia Pratama, 20 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 61 “Kalau menurut pasal 11 tentang hak jawab dan hak koreksi yaitu ketika kita dianggap salah memberikan informasi kita berkah memberikan statement dari kita kenapa bisa salah kita punya hak untuk mempertahankan argument kita misalnya kita mendapatkan informasi dari korbannya langsung jadi kita punya hak untuk mengkoreksi dan membenarkan berita yang kita dapet.”10 Mengenai wartawan yang harus bersikap independen, Alby menjawab dengan tegas bahwa wartawan harus mampu memberikan berita yang akurat, tanpa ada campur tangan dari pihak tertentu. “Karena sebagai wartawan yang bertugas menyampaikan sebuah berita dari suatu peristiwa di masyarakat kita harus bertindak dan tidak terikat satu kepentingan, jadi kita harus benar benar apa yang terjadi ya kita beritakan dan gak mikirin jika berita ini ada pihak yang merasa terganggu karena kita memberitakan apa yang sebenarnya terjadi.”11 Pada dasarnya Kode Etik Jurnalistik memang selalu menjadi pedoman buat wartawan karena itu memang sudah aturan yang tertulis sesuai dengan keputusann Dewan Pers. Agar tidak terjadi pelangaran-pelanggaran dan tidak cover both side, apalagi sampai dibilang ada wartawan amplop dan sejenisnya. Saat peneliti menanyakan hal yang berhubungan dengan wartawan amplop, Alby berpendapat bahwa, wartawan amplop itu wartawan yang tidak punya institusi yang merangkul mereka, dan wartawan bebas yang kerjanya menjual berita atau datang ke suatu tempat dan tidak berseragam. Wartawan-wartawan yang seperti itu tentu menyimpang dari kaidah yang ada. Untuk itu, Alby sebisa mungkin untuk tidak pernah menerima uang atau benda dari narasumber. Karena, bagi Alby meskipun pendapatan yang di dapat dari 10 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Alby Karunia Pratama, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 11 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Alby Karunia Pratama, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 62 kerjanya sebagai seorang wartawan tergolong cukup dan pas, tidak membuat ia tergiur dari penawaran amplop-amplop tadi. Kesimpulan Pemahaman Informan 3 Alby Karunia Pratama yang memiliki latar belakang pendidikan jurnalistik paham dalam menjelaskan inti dari pasal-pasal yang ada dalam setiap Kode Etik Jurnalistik. Dan dia menjadikan KEJ sebagai landasan dalam mencari berita. Alby juga bisa menjelaskan istilah-istilah dalam pasal KEJ seperti hak jawab dan hak koreksi. Meskipun dalam menjelaskan embargo Alby masih bingung, walaupun dia paham dengan ketentuan embargo. Dia juga mengerti tentang larangan menerima suap atau amplop dari narasumber, karena berdasarkan pengalaman dia di lapangan, dia pernah menerima namun langsung diserahkan ke kantor, karena jika hal itu terjadi atau diterima maka akan mempengaruhi pemberitaan dan independensinya. Alby juga tidak pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. 4. Analisis Informan 4 Raf Raf Kahfi adalah informan keempat yang memiliki latar belakang Sarjana Komunikasi dari salah satu Universitas di Surabaya. Sebelum bekerja sebagai wartawan di Redaksi Sore Trans7, Rafi mempunyai cukup banyak pengalaman dalam dunia jurnalistik, pasalnya dia pernah bekerja menjadi penyiar radio di salah satu radio pendidikan di Surabaya. Tidak hanya itu, dia 63 juga pernah menjadi presenter televisi Edukasi di Jawa Timur. Hal ini, menjadikan Rafi semakin tertarik dalam dunia broadcast. Motivasi awal Rafi menjadi seorang jurnalis adalah karena memang menurut dia pashionnya ada di dunia jurnalis ini, dia menyukai tempat yang memiliki akses lebih banyak dan menjadi jurnalis ini adalah salah satu aksesnya untuk dia bisa bekerja tidak hanya pada satu tempat saja, tetapi bisa ke tempat-tempat yang berbeda. “Profesi yang saya sekali atau gue banget. Karena profesi ini meskipun tidak menjanjikan gaji yang besar namun kaya pengalaman, kita bisa lebih dulu mengetahui informasi dan berita dari orang kebanyakan karena kita yang menyampaikan berita itu.”12 Tidak hanya itu, lama bekerja di Redaksi Sore Trans7 selama dua setengah tahun juga menambah pengalaman dan wawasan Rafi untuk selalu belajar dan terus belajar dalam mencari berita. Meskipun berasal dari daerah, Rafi tetap bisa beradaptasi dalam bekerja di Ibukota. Rafi juga sering tampil live di depan televisi dan ditugaskan ke luar kota untuk mencari berita dari sebuah peristiwa. Pria kelahiran 29 Januari 1985 ini selalu mengutamakan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang wartawan di media. Karena pada saat peneliti bertanya tentang pengetahuannya seputar Kode Etik Jurnalistik, dia menjawab dengan tegas bahwa KEJ itu seperti batasan atau seperangkat aturan yang membatasi seorang wartwan atau jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya, jadi tidak 12 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, 20 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 64 boleh sembarangan seorang jurnalis itu menceritakan atau memberitakan halhal yang menyangkut isu-isu SARA atau seksualitas dan lainnya, karena menurut Rafi inti dari KEJ adalah seperangkat aturan yang istilahnya menjaga profesi jurnalistik dari hal-hal yang sebenarnya ingin menodai profesi jurnalistik itu sendiri. Berlandasan Kode Etik Jurnalistik menjadikan Rafi bekerja tidak pernah menyimpang dari pasal-pasal yang ada dalam aturan KEJ itu sendiri. Disiplin waktu dalam melaksanakan tugas dan datang ke kantor tepat pada waktunya juga merupakan prioritas utama seorang jurnalis yang siaga dalam menjalankan pekerjaannya. Selalu datang pagi sesuai ketentuan dari petunjuk koordinator lapangan yang memberikan arahan kepadanya. Untuk menyiapkan segala kebutuhan pada saat bekerja di lapangan dalam mencari berita. Bekerja dengan tim liputan juga sangat diutamakan oleh Rafi. Walaupun dia mengetahui bahwa profesi seorang jurnalis banyak resiko dan juga tidak menjanjikan pendapatan yang banyak dan besar, tidak menjadikan Rafi bekerja semaunya sendiri dan tidak berlandasan dengan aturan yang ada. Seperti wartawan-wartawan yang sering melakukan pelanggaran pada zaman orde baru, dimana wartawan mungkin kesejahteraannya tidak sebegitu bagus, dan terlalu banyak kepentingan politik, sehingga wartawan begitu mudah untuk di setir dengan memberikan amplop. “Tidak semua wartawan seperti itu, karena memang masih banyak wartawan yang memiliki idealisme tinggi untuk menyampaikan informasi yang benar dan wartawan-wartawan yang menerima hal seperti itu, saya rasa karena ada banyak kepentingan juga misalnya kepentingan politik atau lainnya.”13 13 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 65 Ia juga merasa memiliki penghasilan yang cukup mensejahterakan dirinya, karena pendapatan seorang wartawan itu tergantung dari wartawan itu sendiri, dimanapun yang namanya gaya hidup itu jauh lebih besar daripada biaya hidup. “Itu tergantung kalau gaya hidup lu gede yaudah pasti lu ngerasa kurang terus, tapi kalau lu ngerasa bahwa biaya hidup lu lebih mudah, lu punya saving dan sebagainya ya mungkin cukup saja.”14 Menjadi seorang wartawan yang professional menurut Rafi adalah wartawan yang memiliki integritas, yang mengerti akan tugasnya. Dan selalu tidak sembarangan untuk menyebarkan berita. Harus memenuhi unsur-unsur cover both side jadi tidak memihak pada satu pihak yang di unggulkan sementara pihak lain di tekan, karena wartawan harus berada di jalur yang netral. Dalam waktu yang sama, saat peneliti bertanya tentang pengetahuaanya terhadap istilah-istilah jurnalistik seperti hak tolak, hak jawab dan istilah embargo, Rafi cukup paham dan bisa menjelaskan makna dari istilah tersebut sesuai dengan penafsiran yang ada pada Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers. Tidak hanya itu, Rafi juga memahami maksud yang ada dalam setiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. Dalam membuat berita, Rafi mengaku tidak selalu murni dari informasi yang diperoleh dari narasumber, karena dia memberikan sedikit opini di dalam naskah beritanya, tetapi masih dalam ruang lingkup yang wajar, tidak menyimpang dari fakta yang ada dan masih dalam kepentingan publik. Karena yang terpenting dalam menjadi wartawan yang professional itu adalah wartawan yang selalu mengedepankan sikap independen terhadap apapun, serta menyampaikan berita yang akurat. 14 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 66 “Menurut saya, wartawan yang bersikap independen itu kita tidak mudah di arahkan, walaupun sebenarnya bagi saya ini rumit dan complicated, masalahnya kitapun dipesan oleh redaktur kita, mau di arahkan kemana karena kebijakan redaksi itu biasanya setiap media berbeda-beda. Jadi tugas wartawan itu adalah menyampaikan, menggali dan mencari informasi sesuai dengan fakta yang ada dilapangan , begitu sampai ke meja redaksi hal tersebut bisa berbeda, dari angelnya atau sudut pandangnya pasti berbeda karena sesuai dengan kebijakan redaksi.”15 Oleh karena itu, Rafi selalu memegang teguh Kode Etik Jurnalistik pada saat dia melakukan liputan dimanapun. “Jika sampai melanggar Kode Etik Jurnalistik itu berarti membunuh diri kita sendiri. Dimana jika kita memberitakan berita secara timpang, maka akan timpang juga kredibilitas kita, karena tidak sesuai dengan aturan yang ada dalam setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.”16 Kesimpulan Pemahaman Informan 4: Rafi memiliki pengalaman yang cukup matang dan paham jika menjelaskan tentang point yang ada pada setiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik dan menjadikannya landasan profesinya. Bahkan, dia sangat setuju dengan peraturan yang ada dalam setiap pasal yang ada, meskipun menurutnya tidak semua wartawan tahu dan paham betul tentang Kode Etik Jurnalistik. Dan berkaitan dengan wartawan amplop yang sekarang sudah tidak asing lagi, Rafi memiliki idealisme tinggi terhadap hal seperti itu. Menurut dia, hanya gaya hidup wartawan itu sendiri yang akan mempengaruhinya, karena wartawan professional yang sebenarnya adalah wartawan yang tidak dipandang serendah harga uang yang ada dalam amplop, akan tetapi wartawan yang mampu mengedepankan sikap independen dan cover both side. Bahkan, 15 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 16 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 67 ia juga tidak pernah melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 5. Analisis Informan 5 Fandi Hasib adalah informan ke lima yang baru bekerja di Redaksi Sore Trans7 sebagai reporter selama delapan bulan sejak April 2014 lalu. Dan waktu delapan bulan itu bukan pengalaman yang pertama baginya dalam dunia jurnalistik. Sebelumnya Fandi pernah bekerja sebagai penyiar radio di Radio Suara Kendari, sebagai presenter di Sindo Televisi dan juga presenter di Televisi Republik Indonesia (TVRI). Hal itu menjadikan Fandi sudah terbiasa dengan dunia jurnalistik meskipun belum turun langsung di lapangan seperti sekarang ini. Keinginan dan tekad kuatlah yang menjadikan Fandi sebagai seorang jurnalis seperti sekarang. Motivasi awal Fandi karena background atau latar belakang pendidikannya memang dari ilmu komunikasi yaitu jurusan jurnalistik. “Jadi memang tujuan saya ketika kuliah adalah menjadi seorang wartawan atau jurnalistik seperti sekarang ini, dengan menjadi seorang jurnalis maka dituntut untuk menjadi seseorang yang mengetahui banyak hal, dan juga tidak sekedar tau tetapi juga bisa menyampaikan hal yang diketahui tersebut secara rinci.”17 Sebelum bekerja menjadi seorang wartawan Fandi sudah mengetahui hal yang harus dan tidak harus dilakukan dalam menyampaikan berita. Karena Fandi cukup paham tentang aturan yang tertulis untuk menjaga profesionalitas 17 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Fandi Hasib, 21 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 68 cara kerjanya. Dimana dia pernah belajar tentang Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan ketentuan dari Dewan Pers, sehingga sebisa mungkin Fandi selalu memegang teguh Kode Etik Jurnalistik sebagai landasannya dalam bekerja. Meskipun ketika peneliti bertanya tentang pengertian-pengertian jurnalistik seperti azas praduga tak bersalah, off the record, cover both side, dan yang lainnya, Fandi hanya bisa menjawab sebagian saja. “Saya lebih memahami secara garis besar mengenai yang saya sebutkan tadi dan memang yang lebih utama untuk dipahami hanya garis besar ketika menjalankan atau melaksanakan sebuah liputan kita tidak boleh berpihak pada satu pihak. Salah satunya seperti itu.”18 Sudah bekerja selama delapan bulan menjadi wartawan dan sebelumnya pernah menjadi presenter, ternyata belum cukup menjadikan Fandi paham betul akan Kode Etik Jurnalistik. Meskipun dia selalu menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang tertulis dalam Kode Etik Jurnalistik. Fandi memang tidak terlalu sering meliput di luar kota. Mungkin karena dirinya masih baru menjadi wartawan di Redaksi Sore Trans7, sehingga harus belajar dan mendalami dulu untuk penugasannya yang hanya di dalam kota. Namun, itu tidak menjadikan Fandi untuk putus semangat dalam menjalani pekerjaannya sebagai seorang jurnalis. Pria asal Kendari ini mengaku, meskipun dirinya baru menjadi wartawan tapi tidak pernah mencampurkan opini pribadi dengan fakta yang ada dalam produk berita yang dia buat. Meski belum cukup paham tentang Kode Etik Jurnalistik, ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang wartawan amplop, 18 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Fandi Hasib, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 69 Fandi juga tidak sependapat dengan adanya wartawan amplop. Menurutnya wartawan amplop adalah wartawan yang bekerja tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik. Menjadi wartawan yang memiliki integritas dan menjadi seorang wartawan yang professional adalah wartawan yang harus mempunyai sifat cover both side. Ia setuju, jika setiap wartawan dari media manapun harus paham tentang Kode Etik Jurnalistik dan Fandi juga menjalani tugasnya sesuai dengan landasan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, meskipun dirinya masih belum cukup paham. Ini bisa dilihat ketika peneliti menanyakan tentang pasal 11 yang berbunyi “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.” Kemudian peneliti bertanya kepada Fandi tentang maksud pasal itu Fandi hanya menjawab: “Ya, kita memberitakan sebuah kejadian ketika ada satu pihak yang ingin mencari tau lebih dalam, kita kan tugasnya memberitakan jadi ketika ada satu pihak yang ingin mencari tahu lebih dalam, si pembuat berita atau wartawan atau jurnalis punya hak untuk memberitahukan yang sudah memang sebelumnya dia sudah mencari informasi mengenai berita yang dia berikan kepada khalayak tersebut jadi memang sebuah kewajiban memberikan informasi secara proporsional kepada pihak yang ingin tau, seperti itu.”19 Ia sama sekali tidak menjelaskan tentang pengertian hak jawab dan hak koreksi secara detail sesuai dengan penafsiran yang ada dalam pasal 11 Kode Etik Jurnalistik. Hanya dengan modal pelatihan, jika tidak diseimbangkan dengan pengetahuan jurnalisme dan menjadikannya landasan untuk menjadi jurnalis yang bersih dan jauh dari pelanggaran akan membuat semua jurnalis yang 19 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Fandi Hasib, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 70 paham dunia jurnalisme hanya akan mengetahui sebatas hal-hal teknis saja. Dan tentunya proses untuk memahami hal tersebut tidak cukup dengan waktu yang sebentar. Kesimpulan Pemahaman Informan 5 Fandi tergolong wartawan baru di Redaksi Sore Trans7 yang cukup paham tentang penafsiran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Meskipun dirinya baru menjadi wartawan, tetapi dirinya mengetahui garis besar yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Karena bagaimanapun juga setiap wartawan memang harus mematuhi peraturan yang tertulis dalam setiap pasal di Kode Etik Jurnalistik. Istilah-istilah yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik hanya bisa djelaskan Fandi sebagian saja tidak secara detail, meskipun istilah tersebut sering diterapkan pada saat mencari berita di lapangan. Fandi selalu berusaha menjadi wartawan yang cover both side dan juga menjadi wartawan yang professional. Belajar dengan menjalani profesi wartawan itu sendiri menjadi prinsip dalam memahami tugas dari seorang jurnalis. Hal ini membuat dirinya menjadi seorang jurnalis yang cukup menjiwai esensi dari tugas seorang jurnalis itu sendiri. 6. Analisis Informan 6 Informan ke enam adalah Puti Nurul Fatimah. Ia merupakan lulusan Sarjana Psikologi dari salah satu Universitas di kota pendidikan Yogyakarta. Meskipun latar belakang pendidikannya bukan dari dunia jurnalistik, namun Puti menganggap bahwa bidang yang paling cocok bagi dirinya dan bisa 71 beraktifitas di luar yang bermanfaat adalah menjadi seorang wartawan. Selain dapat pergi ke beberapa wilayah, juga dapat menambah pengalaman dan pengetahuan jika menjadi seorang wartawan. Disiplin waktu selalu Puti biasakan pada dirinya, begitu juga dengan kedatangannya di kantor sebelum liputan. Puti selalu datang setengah atau satu jam sebelum berangkat liputan di lapangan. Ia mempersiapkan segala sesuatunya yang dibutuhkan ketika akan melakukan liputan di lapangan. Setelah mempersiapkan semuanya Puti langsung menuju tempat dimana ia ditugaskan untuk mencari berita dari tema yang sudah ditentukan oleh Koordinator Liputan. Puti mengaku lebih sering melakukan liputan di Jakarta, meskipun biasanya juga liputan di luar kota seperti Jawa dan Sumatera jika ada bencana atau peristiwa yang terjadi. Dia juga sering membuat konten lokal di luar kota seperti liputan tentang suatu objek wisata. Ia mengaku senang dalam menjalani ini sebagai tugasnya, karena menurutnya tugas seorang wartawan itu memang memberikan informasi kepada masyarakat sesuai dengan fakta yang ada. “Sebagai wartawan itu bisa memberitakan kembali secara benar sesuai dengan fakta kepada masyarakat.”20 Itulah sebabnya setiap wartawan memang benar menjaga kebenaran beritanya. Selama bekerja menjadi wartawan di Redaksi Sore Trans7 sejak dua tahun yang lalu, Puti mengaku bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah pegangan 20 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, 21 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 72 untuk dirinya dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dan ia setuju dengan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik tersebut. Ketika peneliti menanyakan pengetahuannya tentang pengertian Kode Etik Jurnalistik, Puti menjawab dengan tegas: “intinya Kode Etik Jurnalistik itu seperti aturan, seperti di negara ini kita punya hukum punya pasal dan kalaupun ada pelanggaran kita dikenakan hukum begitupun dengan di wartawan kita punya aturan semuanya tercantum di dalam kode etik jurnalistik itu.”21 Puti juga mengaku paham dengan setiap pasal yang ada dalam kode Etik Jurnalistik, menurutnya Kode Etik Jurnalistik itu tidak hanya melihat tetapi juga diterapkan karena sesuai dengan jobdesk dia sebagai seorang wartawan. Jadi setiap aturan yang terkait dengan profesinya selalu ia sesuaikan dengan aturan yang ada. Penjelasannnya saat ditanya peneliti terkait dengan istilah-istilah jurnalistik yang ada seperti off the record, embargo, hak jawab dan hak koreksi juga mampu ia paparkan sesuai dengan penafsiran yang ada dalam setiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun sebelumnya Puti belum pernah bekerja menjadi seorang wartawan, namun pengetahuaannya terhadap hal yang terkait dengan aturan-aturan yang harus diberlakukan dalam profesi jurnalis sangat dipegang teguh. Misalnya juga saat peneliti bertanya terkait opini, apakah pernah memasukkan opini ke dalam produk berita yang ia buat, ia mengaku belum 21 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 73 pernah. Namun jika hanya untuk menganalisa ia tetap lakukan karena analisanya hanya untuk menguatkan berita yang ia peroleh. “Karena sebenernya kalau untuk opini itu seorang wartawan tidak boleh mencampurkan opini kita ke dalam naskah kita, cuma disini sebagai wartawan kita juga perlu menganalisa , opini dengan analisa itu kan hampir mirip, kalau opini tidak boleh tetapi kalau analisa kan untuk menguatkan berita gak apaapa.”22 Itu semua dilakukan untuk menjaga bahwa wartawan memang memiliki Integritas tinggi dan tidak hanya dipandang sebelah mata, karena dirinya ingin selalu menjadi wartawan yang professional. Dengan memberitakan berita secara benar sesuai dengan fakta di lapangan, tidak membesar-besarkan, bersikap adil dan tidak mendapatkan suap ataupun bentuk materi dari narasumber. Dia juga tidak ingin bahwa semua wartawan disamakan seperti wartawan bodrex atau wartawan amplop yang hanya memiliki kepentingan yang berkaitan dengan salary. “Jadi kalau untuk wartawan amplop itu mungkin mereka yang masih belum ngerasa cukup dengan salary mereka, cuma itu kan termasuk kedalam satu KEJ juga berarti secara tidak langsung sedikit demi sedikit udah ngelanggar kode etik juga.”23 Jadi intinya setiap wartawan harus bersikap professional dan menjadikan Kode Etik Jurnalistik itu sebagai pegangannya dalam menjalankan profesinya sehingga tidak melanggar dari ketentuan yang ada. Kesimpulan Pemahaman Informan 6: Bermodalkan pengalamannya bekerja menjadi seorang jurnalis selama dua tahun membuat Puti paham setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalstik. 22 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 23 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 74 Meskipun bukan lulusan sarjana Jurnalistik, namun Puti menjadi kode Etik Jurnalistik sebagai pegangannya dalam bekerja. Merasa cukup dengan hasil yang diperoleh dari salary nya sebagai wartawan juga membuat Puti selalu bersikap professional dalam menjalankan tugasnya. Disiplin waktu juga selalu ia terapkan dalam bekerja, begitu dengan penjelasannya terhadap istilah-istilah jurnalistik yang peneliti tanyakan, mampu ia jawab sesuai dengan penafsiran yang tertulis dalam Kode Etik Jurnalistik pada setiap pasalnya. Puti juga menjalankan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang ada sehingga tidak pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik jurnalistik. 7. Analisis Informan 7 Mumtaza adalah informan ke tujuh yang baru bekerja selama delapan bulan di Redaksi Sore Trans7 sebagai reporter. Dan waktu delapan bulan tersebut merupakan pengalaman pertamanya menjadi seorang wartawan. Mumtaza merupakan salah satu wartawan yang memiliki Gelar Master diantara wartawan yang bekerja di Redaksi Sore Trans7. Mumtaza mempunyai background Sarjana dan Master Hukum Internasional dari salah satu Universitas Islam Internasional di Malaysia. Meskipun pendidikannya sedikit jauh dari dunia jurnalistik, namun M menganggap bahwa untuk bisa memperdayagunakan ilmu yang dia miliki sekarang adalah dengan menjadi seorang jurnalis. Itulah kenapa M menjadi reporter seperti sekarang ini. 75 Pernah bekerja menjadi Penerjemah dan Manager pada tahun 2009 dan 2013 di salah satu kantor Penerjemah Jejantas Dunia di Malaysia tidak memberhentikan langkah dari Mumtaza untuk bisa selalu menggunakan ilmu yang ia miliki dengan hal-hal yang bermanfaat seperti menjadi jurnalis di sebuah media televisi. Berbekal pengalaman tentang dunia politik dan mendapatkan pelatihan-pelatihan jurnalistik dari kantor seperti A to Z jurnalistik menambah pengetahuaannya agar bisa menjadi wartawan yang professional. “Wartawan yang bisa memberikan pemberitaan itu sesuai pemberitaan yang ada, yang baik dan bisa bermanfaat untuk orang.”24 Sebelum ia mendapat pelatihan dari kantor terkait dengan dunia jurnalistik, ia mengaku belum pernah mendapatkan pelatihan jurnalistik sebelumnya. Mumtaza juga belum paham dengan istilah-istilah yang ada dalam dunia jurnalistik. Istilah seperti embargo, hak jawab, dan hak koreksi tidak dapat dijelaskan secara detail oleh Mumtaza sesuai dengan penafsiran yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Ia hanya menjawab “saya rasa sudah jelas ya,” dengan istilah-istilah tersebut. Tentang Kode Etik Jurnalistik sendiri, Mumtaza mengaku tahu dari pelatihan jurnalistik dari kantor pada saat semua wartawan baru masuk dan diterima kerja di Redaksi Sore Trans7 ini. Ia tidak bisa menjelaskan secara mendalam namun hanya secara garis besar saja. “Sepertinya basic ajah contohnya seperti kita menjadi jurnalis tidak memberikan pemberitaan yang bohong itu yang pertama, terus yang kedua 24 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. 76 kalau misalkan ada satu hal yang terkait dengan moral ya kita harus mendukung moral yang baik, seperti itu.”25 Namun, jika ia membaca Kode etik Jurnalistik ia mengaku paham. Sosialisasi dari Redaksi Sore sendiri, menurutnya sangat membantu dirinya dan wartawan lain dalam mempelajari dan menambah pengetahuannya tentang dunia jurnalistik serta aturan kerja wartawan seperti Kode Etik Jurnalistik. Meskipun dia hanya mengetahui garis besar yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, namun dalam menjalankan profesinya Mumtaza selalu berpegang teguh dari aturan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik tersebut. Mumtaza juga sering ditugaskan di luar kota oleh Koordinator Liputan untuk mencari berita dari peristiwa yang sedang terjadi. Kepercayaan yang diberikan kepadanya inilah yang menjadikan Mumtaza selalu ingin berusaha memahami dan mendalami aturan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik untuk bisa menjadi wartawan yang professional. Meskipun Mumtaza mengaku pernah mencampurkan opini pribadinya ke dalam naskahnya, namun Mumtaza menganggap bahwa itu anggapan secara tidak langsung pada saat ia menganalisa berita yang ia dapatkan. “Secara ga langsung mungkin iya gitu, apalagi saya peneliti juga, penganalisa juga, tapi secara tidak disadari saya pasti akan mengeluarkan opini pada tulisan saya.”26 Meski baru dan kurang paham tentang Kode Etik Jurnalistik, Mumtaza juga tidak sependapat tentang wartawan amplop. Menurutnya wartawan 25 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. 26 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. 77 amplop itu tergantung dari konteks penilaiannya terhadap wartawan itu sendiri. “Kalau menurut saya tergantung konteks suapnya seperti apa, karena ada orang yang disuruh datang disuruh membuat berita dan akan dibayarkan itu konteksnya suap, tapi pada saat disuruh datang dan tidak dipaksa untuk mengeluarkan berita tersebut dan dia diberi apresiasi, itu kembali kepada wartawannya sendiri apakah itu akan mengubah pemikirannya dia atau tidak.”27 Meski kurang paham dengan Kode Etik Jurnalistik, sebisa mungkin ia bekerja sesuai dengan aturan yang ada. Saat peneliti juga bertanya tentang pendapatannya terkait dengan wartawan amplop yang selalu berkaitan dengan materi, Mumtaza mengaku penghasilannya sekarang masih kurang cukup terkait dengan resiko yang para wartawan hadapi di lapangan dan dengan background pendidikannya yang tinggi. “Kalau secara materi gitu ya, bekerja menjadi wartawan memang susah susah gampang, tapi dengan uang yang saya dapatkan ya nggak cukup, karena apa, tidak sesuai dengan bahaya yang mungkin saya hadapin tidak sesuai sekali apalagi standar kehidupan saya dengan standar kehidupan seorang wartawan dengan gaji yang saya dapet tidak sesuai gitu.”28 Namun, terkait dengan pemahaman Mumtaza tentang Kode Etik Jurnalistik di lapangan dan salary yang ia dapat belum sesuai dengan keinginannya, Mumtaza selalu berusaha untuk bersikap professionalitas dalam menjalani tugasnya. Salah satunya dengan menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai salah satu pedomannya dalam bekerja dan berusaha untuk tidak melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 27 28 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, di Gedung Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, di Gedung Trans Tv. 78 Meskipun masih kurang paham terkait dengan isi yang ada dalam setiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, namun esensi dari sebuah wartawan mampu ia tunjukkan bahwa M bisa menjadi wartawan yang dapat bekerja dengan professional serta menjalankan Kode Etik Jurnalistik untuk tidak menyimpang dari aturan-aturan yang ada, Kesimpulan Pemahaman Informan 7: Baru bekerja selama delapan bulan menjadi wartawan, membuat Mumtaza cukup paham dalam menjelaskan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun demikian, tidak memberhentikan langkah Mumtaza untuk selalu berusaha belajar dan memahami tentang semua yang ada dalam dunia jurnalistik tempat ia bekerja. Jika secara teori Mumtaza masih kurang paham, tetapi dalam praktiknya ia mampu mengikuti semua aturan yang ada terkait dengan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dalam praktiknya Mumtaza selalu berusaha memegang teguh kaidah yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik dan juga menerapkannnya pada saat mencari berita di lapangan. Background pendidikannya yang bukan dari dunia jurnalistik juga tidak membuat Mumtaza menjadi wartawan yang bebas akan aturan, tetapi dia selalu berusaha untuk bisa menjadi wartawan yang professional. Esensi dari seorang wartawan mampu ia buktikan dengan tidak melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 79 8. Analisis Informan 8 Informan yang ke delapan adalah Astza Cahya. Ia juga baru bekerja selama delapan bulan sebagai reporter di Redaksi Sore Trans7. Latar belakang pendidikan Astza berbeda dengan Mumtaza, Astza merupakan lulusan jurnalistik dari salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi di Jakarta. Pengalaman yang cukup di dunia jurnalistik sangat Astza dapatkan sebelum ia bekerja menjadi reporter seperti sekarang ini. Meski berlatar belakang pendidikan dari dunia jurnalistik, namun Astza masih tergolong baru dalam menjalani profesinya sebagai wartawan. Karena, sebelumnya Astza pernah bekerja di Lembaga Kantor Berita Antara Televisi bukan sebagai reporter melainkan sebagai news presenter. Ketertarikannya dalam dunia jurnalistik terutama televisi sudah ada dalam diri Astza sejak ia duduk di bangku kuliah. Selain sering belajar tentang dunia broadcast, Astza juga sering mengikuti lomba-lomba yang berhubungan dengan dunia jurnalistik. Hal itu menjadikan Astza semakin tertarik dan mendalami dunia jurnalistik, apalagi dunia televisi seperti sekarang ini. Sepemahaman Astza, dunia jurnalistik itu menantang dan menarik untuk dipelajari lebih dalam. Sebelum menjadi wartawan, Astza mengaku baru mendapatkan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan dunia jurnalistik dari kantor tempat ia sekarang bekerja. Meskipun waktu kuliah sering belajar tentang dunia jurnalistik, tapi untuk pembelajarannya secara khusus, Astza mendapatkannya di pelatihan A to Z jurnalistik yang ada di Redaksi Sore Trans7 ini. 80 Pembekalan sebelum bekerja seperti memberi pelatihan-pelatihan bertujuan untuk menjadikan para wartawan di Redaksi Sore ini bisa menjadi wartawan yang professional. Pada saat peneliti bertanya tentang wartawan professional itu yang seperti apa, Astza menjawab dengan tegas: “professional itu tidak hanya sebagai seorang wartawan, entah itu guru atau sebagai orang kantor, orang yang professional adalah orang yang bisa bertanggungjawab atas pekerjaan yang ia lakukan, mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan itu yang menurut saya professional.”29 Menjadi wartawan yang professional tentu harus mengikuti aturan yang sesuai dengan kaidah dalam Kode Etik Jurnalistik. Berbicara tentang Kode Etik Jurnalistik Astza cukup paham untuk menjelaskan 11 pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun tidak hafal mati dari setiap pasal yang ada, namun jika dihadapkan dengan pasal-pasal tersebut, ia mampu menjelaskan maksud dari setiap pasal sesuai dengan pemahamannya. Istilah-istilah jurnalistik seperti hak jawab dan hak koreksi sudah bisa dijelaskan sesuai dengan pemahaman Astza, tetapi untuk lebih detailnya ia belum bisa menjelaskan arti dari istilah tersebut sesuai dengan penafsiran yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. “Ketika orang mendapatkan informasi soal berita, biasanya wartawan kan tahu segalanya, kita juga mempunyai hak informasi itu kepada masyarakat tentang apa yang kita tahu di lapangan kita punya hak memberikan informasi itu kepada masyarakat yang belum tahu ada kejadian apa sih ada peristiwa apa sih di luar sana itu yang menjadi hak wartawan untuk menginformasikan kepada masyarakat,”30 29 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Astza Cahya, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. 30 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Astza Cahya, di Gedung Trans Tv. 81 Sedangkan untuk pengertian lain seperti off the record, cover both side, dan independensi seorang wartawan mampu ia jawab dengan santai dan sesuai dengan penafsiran yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Astza mengaku, dengan adanya pelatihan jurnalistik dari kantor sangat mendukung dan menambah wawasan dari wartawan yang baru masuk meskipun berlatar pendidikan sebagai jurnalis atau jurusan yang lainnya. Namun, yang berperan dalam mengembangkan Kode Etik Jurnalistik itu bukan dari media tempat ia bekerja, tapi dari diri wartawan itu sendiri untuk bisa mengaplikasikannya dalam mencari berita. Astza juga selalu berpedoman pada setiap pasal yang ada dala Kode Etik Jurnalistik. Saat peneliti bertanya tentang wartawan amplop yang sering dikaitkan dengan kesejahteraan wartawan. Astza menjawab dengan tegas bahwa wartawan yang sering disebut dengan wartawan amplop atau wartawan bodrex seringkali turun ke lapangan hanya untuk mengejar amplop. Mereka tidak mempedulikan aturan yang melarang bahwa wartawan tidak boleh menerima suap dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Meskipun Astza merasa bahwa pendapatannya dalam bekerja menjadi wartawan tergolong cukup, tetapi untuk kategori standarisasi gaji dari seorang wartawan, Astza merasa bahwa sebuah media juga harus memperhatikan pada background pendidikan seorang wartawan, mereka lulusan dari sarjana atau tergolong master. Namun, melihat dari itu semua Astza ataupun wartawan dari Redaksi Sore Trans7 selalu menghindari dengan apa yang berhubungan 82 dengan materi atau amplop dari narasumber, dan ia mengaku belum pernah menerima materi dari narasumber dalam bentuk apapun. Kesimpulan Pemahaman Informan 8: Astza merupakan wartawan baru yang bekerja di kantor Redaksi Sore Trans7 dan menyukai dunia jurnalistik sejak ia duduk di bangku kuliah. Astza cukup paham dalam menjelaskan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan penafsiran yang ada. Ia juga menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dalam mencari berita di lapangan. Esensi dan tanggungjawab dari seorang wartawan mampu ia tunjukkan dengan tidak pernah menerima amplop dari narasumber dan juga menjaga independensi seorang wartawan. Bahkan ia juga belum pernah melakukan pelanggaran terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 9. Analisis Informan 9 Informan yang ke sembilan ini adalah Guntur Arbiansyah, ia juga seorang wartawan yang baru bekerja di kantor redaksi Sore Trans7 selama delapan bulan. Memiliki background pendidikan Sarjana Teknik Informatika dari salah satu Perguruan Tinggi Teknorat di Lampung. Ia memutuskan bekerja menjadi jurnalis karena memiliki rasa sosial tinggi terhadap masyarakat dan baginya dunia jurnalistik lebih identik untuk dekat dengan masyarakat. “Motivasi seperti itu saja, dan juga menyampaikan ke masyarakat bahwa dimana ada daerah yang tertinggal atau memberitahukan kepada masyarakat bahwa kesenjangan itu masih ada, motivasi saya lebih ke sosial.”31 31 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Guntur Arbiansyah, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. 83 Sebelum menjadi wartawan Guntur sama sekali tidak pernah mendapatkan pelatihan-pelatihan jurnalistik. Ia mengaku baru mendapatkan pelatihan jurnalistik itu dari kantor Redaksi Trans7, termasuk tentang Kode Etik Jurnalistik. Meskipun sebelumnya Guntur pernah bekerja di Radar Televisi Lampung sebagai presenter namun Guntur masih belum cukup paham dalam menjelaskan istilah-istilah jurnalistik yang ada belum sesuai dengan penafsiran yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Tentang Kode Etik Jurnalistik sendiri, Guntur tetap mengaplikasikannya dalam mencari berita di lapangan, ia tidak sekedar tahu saja karena kode etik itu memang harus dipatuhi. Karena ia ingin menjadi wartawan yang professional meskipun latar belakangnya bukan dari dunia jurnalistik. Pada saat peneliti memberikan pertanyaan tentang wartawan yang professional, Guntur menjawab dengan tegas bahwa professional baginya adalah yang mengikuti kode etik kemudian memberikan berita yang berimbang cover both side, tidak memihak pada satu pihak atau pihak manapun dan harus bersikap netral. Yang intinya sebagai wartawan harus bersikap netral terhadap segala bentuk masalah yang ada yang akan di angkat untuk dijadikan berita. Wartawan professional memang harus berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik, karena jika tidak mereka akan melanggar ketentuan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dan sekarang ini masih banyak juga wartawan yang tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik dalam mencari atau memberikan informasi berita kepada masyarakat. Mungkin karena banyak oknum tertentu 84 yang ingin menaikan berita dengan memanfaatkan sejumlah wartawan dengan pemberian materi tetapi tidak sesuai dengan fakta yang ada. Hal seperti itu akan menjadikan nama dunia wartawan menjadi jelek. Seperti halnya sekarang banyak yang disebut dengan wartawan amplop, dimana wartawan tersebut hanya mencari berita dan memberitakan kepada masyarakat menyimpang dari fakta yang ada. Terkait dengan masalah tersebut Guntur menganggap bahwa wartawan amplop tetap tidak sesuai dengan kode etik yang ada. Itu akan menjadikan wartawan berani menjual idealismenya hanya untuk kepentingan tertentu. Bagi Guntur Kode Etik Jurnalistik adalah pegangan yang harus selalu diterapkan dalam mencari berita. Berbicara tentang berita tentu berkaitan dengan isi produk berita yang ada. Guntur mengaku meskipun ia masih baru menjadi wartawan, namun dalam membuat naskah berita ia tidak pernah mencampurkan opini pribadi ke dalam produk berita yang ia buat. “Dari awal pelatihan jurnalistik kita sudah di wanti-wanti jangan pernah memberikan opini apapun ke dalam sebuah paket berita, karena opini pribadi kalau sudah disampaikan di sebuah media dan lebih penting itu media massa itu bisa fatal nanti masyarakat akan mengikuti opini apa yang kita sampaikan.”32 Oleh karena itu, dalam mencari berita dan kemudian mengirim naskah beritanya Guntur selalu berlandasan dengan kode etik, dimana seorang wartawan tetap selalu bersikap independen dan akurat seperti yang ada dalam pasal pertama Kode Etik Jurnalistik. Baginya, seorang jurnalis itu harus 32 Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Guntur Arbiansyah, di Gedung 85 menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman hidupnya di lapangan, termasuk dalam penulisan berita. Kesimpulan Pemahaman Informan 9: Meskipun berlatar belakang pendidikan bukan dari dunia jurnalis, namun Guntur mampu mengaplikasikan hal-hal yang berkaitan dengan jurnalistik seperti Kode Etik Jurnalistik dalam mencari dan membuat naskah berita di lapangan. Guntur juga cukup paham dalam menjelaskan pemahamannya untuk setiap pasal yang ada, meskipun ada istilah-istilah jurnalistik tertentu yang masih kurang dia pahami. Tanggapannya tentang wartawan amplop juga ia menilai itu tidak sesuai dengan kode etik yang ada. Guntur selalu belajar untuk memahami dunia jurnalistik sebagai pekerjaannya sekarang, karena dunia jurnalistik menjadikan dirinya dekat dengan masyarakat. Sehingga mampu menjadi penampung aspirasi masyarakat dari kalangan sosial, dimana ia mampu memberikan informasi kepada publik bahwa masih ada kesenjangan masyarakat yang perlu dibantu oleh pihak terkait seperti pemerintah. Hal ini membuat dirinya menjadi seorang jurnalis yang menjiwai esensi dari tugas seorang jurnalis itu sendiri. Guntur juga belum pernah melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 10. Analisis Informan 10 Informan terakhir dalam penelitian ini adalah Genta Muhardiansyah. Ia merupakan wartawan yang bukan berlatar pendidikan dari dunia jurnalis. Genta merupakan lulusan dari salah satu Universitas di Riau sebagai Sarjana 86 Hukum. Keingintahuan dirinya dalam hal politik menjadikan Genta terjun langsung menjadi reporter. Ia ingin lebih tahu politiknya dunia jurnalisme itu seperti apa, yang bisa dekat dengan orang-orang penting terutama presiden. Sudah bekerja menjadi reporter selama dua tahun ini, Genta selalu menanamkan sikap idealisme dalam hal apapun, terutama dalam mencari berita di lapangan. Baginya tugas dari seorang wartawan itu mencari berita dan menyampaikan berita dengan secara aktual tanpa dibuat dan direkayasa sesuai dengan kode etik yang ada. Mengenai Kode Etik Jurnalistik, Genta mendefinisikannya sebagai sesuatu yang tidak boleh dilanggar dan selalu bersikap idealis terhadap apa yang ia terima di lapangan dan tidak terpengaruh oleh keadaan yang membuat idealisnya tergoda dan melanggar ketentuan dari Kode Etik Jurnalistik itu sendiri. Sama seperti reporter yang lain Genta cukup paham ketika menjelaskan setiap pasal namun tidak hafal satu persatu, bahkan dia tidak tau bahwa Kode Etik Jurnalistik ada 11 pasal. “Saya nggak tahu kalau ada 11 pasal, kalau secara general 11 pasal saya tidak ingat tapi secara general saya paham.”33 Istilah-istilah dalam Kode Etik Jurnalistik juga masih kurang dipahami oleh Genta. Ia mengatakan bahwa pertama kali tahu Kode Etik Jurnalistik itu dari pelatihan jurnalistik di kantor dan juga membaca buku. Selain menambah pengalamannya dalam bidang jurnalistik, ini juga memantapkan Genta dalam menambah keahliannya di dunia jurnalistik. 33 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Genta Muhardiansyah, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. 87 Kode Etik Jurnalistik bagi Genta sudah menjadi pedoman dalam menjalankan profesinya sebagai jurnalis, karena itu dia selalu bersikap idealis. Bahkan kerika peneliti bertanya tentang wartawan amplop, ia menjawab dengan tegas. “Bahwa wartawan amplop sangat tidak baik dan lebih hilang keidealisan dari seorang wartawan karena itu bisa ada jual beli berita sehingga menimbulkan rekayasa-rekayasa dalam pemberitaan.”34 Bagi Genta, dia tidak tertarik dengan penawaran materi yang akan mempengaruhi beritanya. Dia sudah merasa cukup dalam hal salary, sehingga tetap mempertahankan idealismenya sebagai seorang wartawan yang professional. Tetapi dalam hal mencampurkan opini pribadi dengan naskah berita yang ia buat. Genta mengaku pernah, meskipun itu tidak memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa berita yang ia buat berdasarkan pandangan dirinya, tetapi tetap pada fakta yang ada di lapangan. Karena bagaimanapun juga, Genta selalu berpegang pada pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dan bagi Genta tidak ada proses jual beli dalam mencari berita di lapangan. Oleh sebab itu Genta memiliki idealism tinggi dalam hal apapun. Ia juga mengaku belum pernah melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Misalkan ada yang pernah memberinya amplop atau sejenisnya, dia langsung menghubungi koordinator liputan yang kemudian akan di tindak lanjuti oleh kantor. 34 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Genta Muhardiansyah, di Gedung Trans Tv. 88 Kesimpulan Pemahaman Informan 10: Menanamkan sikap idealisme yang tinggi dalam hal apapun terutama bidang jurnalistik, Genta sebagai salah satu reporter yang memiliki background pendidikan dalam dunia hukum cukup paham dalam menjelaskan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun ia mengaku bahwa tidak tahu jika Kode Etik Jurnalistik itu jumlahnya ada 11 pasal, tetapi dia cukup mengerti tentang istilah-istilah jurnalistik pada umumnya dan dapat mengaplikasikannya dalam mencari berita di lapangan. Meskipun salary yang diterima Genta masih tergolong cukup, ia tidak mau menerima penawaran yang berkaitan dengan materi yang mempengaruhi nilai beritanya. Karena ia menganggap bahwa dalam mencari berita tidak ada yang namanya proses jual beli, jadi berita yang akan disampaikan kepada publik harus sesuai dengan fakta yang ada dan bersifat cover both side, dimana berita tidak dilebihlebihkan. Tidak hanya itu, Genta juga menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagi pedomannya dalam mencari berita di lapangan, sehingga dia menunjukkan bahwa meskipun dirinya bukan dari lulusan jurnalistik, tapi dirinya mampu menunjukkan esensi jiwa dari seorang wartawan dengan tidak pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 89 C. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada Informan Tabel 2. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada Informan Nama Informan Tingkat Pemahaman Aang Wahyu A.S Paham Rivo Pahlevi A. Cukup Paham Alby Karunia Pratama Paham Raf Raf Kahfi Paham Fandi Hasib Cukup Paham Puti Nurul Fatimah Paham Mumtaza Cukup Paham Astza Cahya P. Cukup Paham Guntur Arbiansyah Cukup Paham Genta Muhardiansyah Cukup Paham Dari hasil penelitian dan wawancara mendalam terhadap sepuluh wartawan di Redaksi Sore Trans7, peneliti menemukan dua kategori bagaimana informan memahami Kode Etik Jurnalistik. Adapun kedua kategori tersebut adalah Paham dan Cukup Paham. 1. Paham Kategori “Paham” adalah informan yang dapat menjelaskan lebih dari delapan hingga sebelas pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan penafsiran Dewan Pers. Istilah-istilah jurnalistik yang ada juga mampu diterangkan secara sederhana namun esensi dari pengertiannya 90 tetap jelas dan dapat dipahami. Informan yang masuk dalam kategori ini kebanyakan tidak hafal pasal per pasal secara berurutan, tetapi ketika peneliti membacakan setiap pasal dan meminta informan menjelaskan sesuai pemahaman mereka, para informan tersebut mampu menjelaskan secara baik sesuai dengan penafsiran yang ada. Dari sepuluh informan yang diteliti terdapat empat orang yang paham tentang Kode Etik Jurnalistik. 2. Cukup Paham Kategori “Cukup Paham” adalah jika informan yang hanya mampu menjelaskan empat hingga tujuh pasal dari sebelas pasal dari jumlah keseluruhan dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan penafsiran Dewan Pers. Pada saat peneliti membacakan setiap pasal dan meminta informan untuk menjelaskan secara singkat dan padat, mereka hanya memahami beberapa point saja sesuai dengan penafsiran yang ada. Namun mereka cukup memahami pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dari sepuluh informan terdapat enam informan yang masih tergolong cukup paham dalam menjelaskan Kode Etik Jurnalistik seseuai dengan penafsiran yang ada. 91 D. Pelanggaran Yang dilakukan Informan Tabel 3. Pelanggaran Yang dilakukan Informan Nama Informan Pelanggaran Yang dilakukan Terkait Kode Etik Jurnalistik Aang Wahyu A.S Tidak Pernah Rivo Pahlevi A. Tidak Pernah Alby Karunia P. Tidak Pernah Raf Raf Kahfi Tidak Pernah Fandi Hasib Tidak Pernah Puti Nurul F. Tidak Pernah Mumtaza Tidak Pernah Astza Cahya P. Tidak Pernah Guntur Arbiansyah Tidak Pernah Genta Muhardiansyah Tidak Pernah Dari hasil penelitian terhadap sepuluh wartawan Redaksi Sore Trans7, hampir seluruh wartawan tersebut paham dalam menjelaskan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, namun masih ada beberapa pasal yang hanya cukup mereka pahami. Mungkin karena background pendidikan mereka yang berbeda-beda. Misalnya pasal pertama yang berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap Independen, menghasilkan berita akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk”. Dalam 92 penafsiran Dewan Pers pasal pertama dijelaskan bahwa “Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Disini dijelaskan bahwa setiap wartawan memang harus bersikap independen dan tidak memihak pada salah satu pihak dalam pemberitaan. Dimana para wartawan Redaksi Sore memberikan komentar bahwa mereka selalu bersikap independen, selain media Trans7 adalah salah satu media yang independen, tetapi memang karena mereka juga ingin menjadi wartawan yang professional dengan mengedepankan sikap independen itu sendiri. Tidak hanya itu, penjelasan dalam pasal enam seperti “Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap”. Dalam penafsiran Dewan Pers, pasal enam dijelaskan bahwa “Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Sedangkan suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi”. Disini jelas disampaikan bahwa setiap wartawan juga tidak boleh menyalahgunakan profesi, dalam arti bahwa segala informasi yang mereka dapatkan di lapangan harus dilaporkan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Tidak mengambil keuntungan pribadi bahwa mereka tidak boleh menerima materi dari narasumber dan tidak mempengaruhi pemberitaan mereka. Untuk jangka panjang bisa saja 93 itu mempengaruhi pemberitaan mereka, jika mereka mau menerima materi dari narasumber. Hal ini akan mempengaruhi pemberitaan mereka meskipun dalam porsi kecil. Secara teori, hampir seluruh wartawan Redaksi Sore Trans7 cukup memahami tentang Kode Etik Jurnalistik. Sedangkan untuk pemahaman dalam praktiknya, mereka lebih paham. Karena Kode Etik Jurnalistik memang sudah menjadi landasan dalam mereka bekerja di lapangan. Sehingga untuk kemungkinan mereka melakukan pelanggaran terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik sangat sedikit. Meskipun semua wartawan yang menjadi informan belum pernah melakukan pelanggaran. Untuk hasil penelitian di lapangan dan lewat wawancara mendalam terhadap sepuluh informan, Peneliti mengkategorikan ke dalam dua bagian. Dua kategori tersebut adalah “Ya” dan “Tidak”. Bagaimana para wartawan menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesi mereka dan tidak melakukan pelanggaran terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Pelanggaran disini adalah informan yang bukan melanggar seluruh pasal, tetapi jika ada salah satu pasal saja yang dilanggar maka akan dikategorikan informan yang “Tidak” menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai pegangan dalam mereka bekerja sebagai seorang jurnalis. Sedangkan untuk kategori “Ya” adalah informan yang mampu menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai etika profesinya di 94 lapangan dan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. E. Kesimpulan Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik pada Informan Tabel 4. Kesimpulan Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik pada Informan Nama Informan Kategori Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik Aang Wahyu A.S Wartawan Professional Rivo Pahlevi A. Wartawan Professional Alby Karunia P. Wartawan Professional Raf Raf Kahfi Wartawan Professional Fandi Hasib Wartawan Professional Puti Nurul F. Wartawan Professional Mumtaza Wartawan Professional Astza Cahya P. Wartawan Professional Guntur Arbiansyah Wartawan Professional Genta Muhardiansyah Wartawan Professional Seorang wartawan yang professional adalah mereka yang memiliki kemampuan serta pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik dibuat dan disepakati oleh organisasi wartawan seperti yang ditulis oleh Dewan Pers berguna untuk menciptakan wartawan-wartawan yang professional. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah mendeskripsikan dan menganalisis hasil temuan data pada tahap yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik jurnalistik adalah: a. Bahwa sepuluh wartawan Redaksi Sore Trans7 yang diwawancarai secara mendalam dan melalui pengamatan peneliti terdapat empat wartawan yang paham akan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik dan dapat menjelaskan sesuai penafsiran Dewan Pers. Sedangkan sisanya enam orang wartawan yang hanya cukup paham akan Kode Etik Jurnalistik. Karena background dan lamanya mereka bekerja yang berbeda-beda menjadikan faktor penyebab dari tingkat pemahaman mereka terhadap Kode Etik Jurnalistik. b. Sepuluh wartawan yang menjadi informan disini sudah menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesi dalam mereka bekerja menjadi seorang jurnalis dan mampu menjalankan Kode Etik Jurnalistik dengan baik. 95 96 2. Terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, dari sepuluh wartawan yang diwawancarai secara mendalam, mereka termasuk kategori wartawan yang professional. Esensi dari seorang wartawan mampu mereka tunjukkan dengan tanggungjawab profesinya sebagai jurnalis. Secara teori mereka masih cukup paham meskipun ada juga yang sudah paham, tetapi dalam prakteknya di lapangan mereka semua menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesi dalam mencari berita. Sehingga dari sepuluh wartawan yang menjadi informan disini tidak ada satupun dari mereka yang melakukan pelanggaran terkait pasalpasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. B. Saran 1. Dewan Pers sebagai lembaga pengawas agar memaksimalkan fungsi kontrolnya untuk mengawasi produk-produk dari media massa terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. 2. Untuk media massa terutama televisi agar menegakkan setiap pasal dari Kode Etik Jurnalistik kepada wartawan yang mencari berita di lapangan agar tetap menjaga kaidah yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik dan menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesinya. 3. Untuk para wartawan Indonesia agar menerapkan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik dengan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan pasal-pasal tersebut dalam proses peliputan 97 maupun dalam penulisan berita. Terutama pasal enam yang menjelaskan masalah suap dan tidak menyalahgunakan profesi, sehingga wartawan memang independen dan tidak memihak pada satu pihak saja melainkan bersikap netral. Selain itu wartawan juga harus memahami setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, baik secara teori maupun dalam prakteknya di lapangan. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002. Baksin, Askurifai. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006. Barus, Sedia Willing. Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta: Erlangga, 2010. Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Harahap, Arifin S. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Bogor: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006. Juroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Kusumaningrat P.K, Hikmat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Kriyantono, Rahmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2008. Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT Remaja Grafindo Persada, 2014. Masduki. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta: UII Press, 2004. Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. 98 99 Muda, Deddy Iskandar. Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Nasrullah, Rully. Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di Media. Dakwah Vol.XIV No.2 (Desember 2010), h. 297-304. Partanto Paul A. dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Arloka, 2001. P.C.S, Sutisno. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio. Jakarta: PT Grasindo, 1993. Poerwadarminto W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Putra, R. Masri Sareb. Teknik Menulis Berita dan Feature. Jakarta: PT Indeks, 2006. Siregar, Ashadi. Kode Etik Jurnalisme dan Kode Perilaku Profesional Jurnalis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Sobur, Alex. Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013. Suhaemi dan Jumroni. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, & Kode Etik. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004. Sukardi, Wina Armada. Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers. Jakarta: Dewan Pers, 2008. Sumadiria, A.S. Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: PT Simbiosa Rekatama media, 2006. Syah, Sirikat. Rambu-rambu Jurnalistik dari Undang-undang Hingga Hati Nurani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia, 2005. 100 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1998. B. Internet “Program Redaksi.” artikel diakses pada 30 April 2014 pukul 09.00 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Redaksi_(acara_televisi) Research and Development Trans7, “Logo Trans7.” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 Research and Development Trans7, “Penghargaan Trans7,” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 Research and Development Trans7, “Program Acara Trans7.” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 Research and Development Trans7, “Visi dan Misi Trans7.” diakses pada 17 November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37 Wina Armada Sukardi, “Kode Etik Jurnalistik dan Penggunaan Bahasa Dalam Pemberitaan Media Massa,” artikel diakses pada 17 November 2014 dari http://www.jurnas.com/news/85009/Pemahaman-Wartawan-TerhadapKode-Etik-Jurnalistik-Rendah-2013/1/Sosial-Budaya/Humaniora. C. Hasil Wawancara Wawancara Pribadi dengan Eksekutif Produser Program Redaksi Trans7, Pasaoran Simanjuntak, Rabu, 26 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Aang Wahyu, 17 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Rivo Pahlevi, 17 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. 101 Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Alby Karunia Pratama, 20 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Raf Raf Kahfi, 20 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Fandi Hasib, 21 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Puti Nurul Fatimah, 21 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Astza Cahya, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Guntur Arbiansyah, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Genta Muhardiansyah, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv. LAMPIRAN-LAMPIRAN DOKUMENTASI WAWANCARA Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. Penafsiran a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Penafsiran a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.