Studi pada Wartawan Redaksi Sore di Trans7

advertisement
PEMAHAMAN WARTAWAN TELEVISI TERHADAP KODE ETIK JURNALISTIK
(Studi pada Wartawan Redaksi Sore di Trans7)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Dini Hary Nismawati
NIM: 1110051100042
Konsentrasi Jurnalistik
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
1436 H./2015 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 08 April 2015
Dini Hary Nismawati
ABSTRAK
Dini Hary Nismawati (1110051100042), Pemahaman Wartawan Televisi
Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi pada Wartawan Redaksi Sore Trans7),
dibawah bimbingan Dr. Fatmawati, MA.
Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki nilai dan pesan
yang dapat mempengaruhi khalayak secara luas. Berbagai macam program
ditayangkan, salah satunya adalah program news (berita), misalnya program news
Redaksi Sore yang ada di Trans7. Melihat perkembangan berita saat ini cenderung
tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik karena tingkat pemahaman wartawan
berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap wartawan harus memahami Kode Etik
Jurnalistik baik secara teori maupun prakteknya di lapangan.
Dari uraian di atas memunculkan pertanyaan adalah Bagaimanakah
pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 terhadap Kode Etik
Jurnalistik? Apakah ada pelanggaran yang dilakukan wartawan program berita
Redaksi Sore terkait dengan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik?
Metodologi penelitian disini menggunakan metode deskriptif kualitatif
yaitu hanya menjelaskan dan menggambarkan secara kualitatif pemahaman
wartawan televisi terhadap Kode Etik Jurnalistik. Data diperoleh melalui
pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi. Semua data itu kemudian akan
dianalisa dengan mengacu pada kerangka teori.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Fenomenologi
milik Husserl. Teori yang menyatakan bahwa dalam memahami suatu objek dan
peristiwa yang menjadi pengalaman seseorang secara sadar dan memandang
realitas sosial sebagai objek kajian fenomenologi. Dalam teori ini terdapat empat
tahapan yang saling berkaitan yaitu Epoche, Reduksi, Variasi Imajinasi dan
Sintesis Makna dan Esensi.
Dengan melakukan penelitian dan pencarian data melalui pengamatan,
wawancara dan dokumentasi, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman
wartawan Redaksi Sore Trans7 terhadap Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan teori
Husserl yaitu pada tahap epoche, reduksi fenomenologi, variasi imajinasi dan
sintesis makna dan esensi, dari sepuluh wartawan Redaksi Sore Trans7 terdapat
empat wartawan yang paham akan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik dan dapat menjelaskan sesuai penafsiran Dewan Pers. Sedangkan
sisanya enam orang wartawan hanya cukup paham akan Kode Etik Jurnalistik.
Karena background dan lamanya mereka bekerja yang berbeda-beda menjadikan
faktor penyebab dari tingkat pemahaman mereka terhadap Kode Etik Jurnalistik.
Dan dari sepuluh wartawan yang diteliti tidak ada yang melakukan pelanggaranpelanggaran terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
Kata Kunci : Media televisi, wartawan, fenomenologi, pemahaman, dan Kode
Etik Jurnalistik
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi
Pada Wartawan Redaksi Sore Trans7). Shalawat serta salam selalu penulis
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan
kebaikan kepada kita dan semoga kelak mendapat syafaatnya di akhir zaman.
Penulis sadari, dalam penulisan skripsi ini banyak sekali pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Keluarga besarku yang telah memberikan doa dan motivasi sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Spesial untuk kedua orang tuaku, Almarhum
Bapakku Hadi Sunarto dan Mamaku Sunarti, yang telah dengan sabar
menghadapi sikap Dini selama ini. Memberikan dukungan, baik materiil
maupun moril dan selalu mendoakan Dini, selalu mengingatkan Dini untuk
menjadi anak yang sabar, serta bekerja keras sehingga mampu menguliahkan
Dini hingga selesai.
2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah,
Dr. H. Arief Subhan, M.Ag. Wakil Dekan 1 Bidang Akademik, Suparto,
M.Ed, Ph.D. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si.
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. H.Sunandar Ibnu Noor, M.Ag.
3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si, serta Sekretaris Konsentrasi
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A, terima kasih telah banyak
membantu dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dosen pembimbing, Dr. Fatmawati, M.A, yang senantiasa membimbing
dengan sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk membantu penulis
menemukan jawaban atas permasalahan dan menambah banyak informasi
dalam menulis skripsi ini.
5. Dosen penasehat akademik, Rulli Nasrullah, M.Si, terima kasih telah banyak
memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
6. Dosen Nanang Syaikhu, M.Si, dan Artiarini Puspita A, M.Psi, serta seluruh
dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terima kasih untuk semua
ilmu yang telah diberikan yang sangat bermanfaat sampai akhir penulisan
skripsi ini.
7. Pimpinan dan para staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
8. Kakak dan adikku tercinta, Mba Yati, Mba Muji, Mas Ipung, Mba Iik, Mas
Was, Mas Budi, Mba Sugi, Mba Preli, Mas Joko, dan adikku Nunung, yang
selalu memberikan semangat dan dukungan bagi penulis untuk cepat lulus dan
bisa sarjana, serta Putri, Yunda, Abdan, Fani, Echa, Aulia, Azka, Alifah,
keponakanku yang cantik, ganteng dan pintar.
9. Terimakasih sekali buat orang yang sudah aku anggap seperti kakakku sendiri,
Kak Raisya Maharani (Detik Tv) yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membantu dan mengarahkan penulis mulai dari penelitian sampai selesai. Dan
juga Kak Nana (Alumni Jurnalistik UIN Jakarta) atas bantuan dan
masukannya dalam penulisan skripsi ini.
10. Pihak-pihak stasiun Trans7, khususnya Mas Asri Rasma (Daenk), Pak
Pasaoran Simanjuntak (Bang Saor), Mas Mufthi Akbar, Mba Indri HRD, Mba
Egin, Mas Nugie RCD, Mba Aang, Mas Rivo, Mas Alby, Mas Raf-raf, Mba
Puti, Mba Astza, Mba Taza, Mas Fandi, Mas Guntur dan Mas Genta serta
seluruh staff redaksi bagian News, terima kasih banyak untuk kerja samanya
yang telah membantu penulis untuk mengadakan penelitian dan memperoleh
informasi yang terkait dengan judul skripsi penulis.
11. Masku sekaligus sahabatku yang paling baik Rahmat Romadhon, terimakasih
buat perhatian, semua bentuk bantuan, dukungan penuh serta kesetiannya
menemani penulis mulai dari penelitian sampai selesai. Serta Aditya
Syahputra, terimakasih untuk semua waktu yang telah diberikan kepada
penulis selama ini.
12. Sahabat-sahabatku di kampus, Fauziah Muslimah, Rafika Dwi Mala, Anisa
Aristiani, Sri Wahyuni, dan Fiki Hijriyati Amaly, terima kasih untuk waktu
kebersamaannya yang tak mungkin penulis lupakan dari awal kuliah sampai
selesai. Teman-teman seperjuangan, angkatan 2010 Journalist B Army, Mae,
Hira, Dwiyan, Dede, Fajar, Rahmaidah (Butet), Damar, serta yang lainnya,
terimakasih untuk waktu pertemanan kita selama di kampus tercinta ini.
13. Teman-teman KKN KEYS , Iza, Lala, Ega, Anis, Soarez, Badru, Awal, Nanto,
Klara, Ello, dan Faqih, terima kasih untuk waktu sebulan bersamanya yang tak
mungkin penulis lupakan.
14. Teman-teman Jurnal Wisuda Kampus, Bapak Hamid Nasuhi, M.A, Pak
Zaenal, Fau, Fika, Ihda, dan seluruh anggota lainnya yang tidak penulis
sebutkan, namun tetap terimakasih untuk kalian semua yang ikut mendukung
dan semangat kebersamaan atas pelajarannya di jurnal wisuda.
15. Teman-teman Silat Nasional Indonesia Perisai Diri Unit UIN Jakarta,
khususnya Kak Haris, Teh Anis, Kak Youra, Mas Amir, Mas Prima, Kak
Kevin,
Aditya
Rini
dan
lainnya,
terimakasih
buat
pelajaran
dan
pengalamannya yang pernah kalian berikan kepadaku selama aku pernah
menjadi anggota disini, kalian tetap keluargaku.
16. Semua pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung,
tanpa menyebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih
penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak yang membacanya.
Jakarta, 08 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 5
D. Metodologi Penelitian ....................................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pemahaman ..................................................................... 13
B. Wartawan .......................................................................................... 14
C. Televisi .............................................................................................. 15
D. Berita ................................................................................................. 17
E. Kode Etik Jurnalistik ......................................................................... 22
F. Teori Fenomenologi .......................................................................... 24
a. Epoche ......................................................................................... 26
b. Reduksi Fenomenologi ............................................................... 28
c. Variasi Imajinasi ......................................................................... 28
d. Sinteksis Makna dan Esensi ........................................................ 29
G. Teori Konstruksi Realitas Sosial ....................................................... 30
BAB III GAMBARAN UMUM TRANS7 DAN PROGRAM REDAKSI
A. Trans7 ................................................................................................ 33
1. Sejarah Trans7 ............................................................................. 33
2. Visi dan Misi Trans7 ................................................................... 34
3. Logo Trans7 ................................................................................ 35
4. Struktur Organisasi Trans7 ......................................................... 36
5. Program Acara Trans7 ................................................................ 37
6. Penghargaan Trans7 .................................................................... 39
B. Program Berita Redaksi Trans7 ........................................................ 41
1. Latar Belakang Program Redaksi................................................ 41
2. Logo Redaksi Sore Trans7 .......................................................... 42
3. Struktur Organisasi Program Redaksi Sore................................. 46
BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Analisis Fenomenologi ..................................................................... 47
B. Karakteristik Informan ...................................................................... 51
1. Analisis Informan 1 ..................................................................... 52
2. Analisis Informan 2 ..................................................................... 55
3. Analisis Informan 3 ..................................................................... 58
4. Analisis Informan 4 ..................................................................... 62
5. Analisis Informan 5 ..................................................................... 67
6. Analisis Informan 6 ..................................................................... 70
7. Analisis Informan 7 ..................................................................... 74
8. Analisis Informan 8 ..................................................................... 79
9. Analisis Informan 9 ..................................................................... 82
10. Analisis Informan 10 ................................................................... 85
C. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada Informan ............................ 89
D. Pelanggaran Yang Dilakukan Informan ............................................ 91
E. Kesimpulan Pemahaman Dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
Informan ............................................................................................ 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 95
B. Saran .................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 98
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Struktur Organisasi Program Redaksi Sore Trans7 ........................ 46
2. Tabel 2 Karakteristik Informan .................................................................... 51
3. Tabel 3 Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada informan .......................... 89
4. Tabel 4 Pelanggaran yang dilakukan informan terkait pasal-pasal dalam
Kode Etik Jurnalistik .................................................................................... 91
5. Tabel 5 Kesimpulan pemahaman dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
pada informan ............................................................................................... 94
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persembahan Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian dari Trans7
Lampiran 4 Hasil Wawancara Penulis dengan Wartawan Redaksi Sore Trans7
Lampiran 5 Dokumentasi Wawancara
Lampiran 6 Kode Etik Jurnalistik dari Dewan Pers
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pers adalah lembaga sosial yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam
mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah, bahkan menyampaikan informasi
dalam bentuk tulisan ataupun gambar dengan menggunakan media cetak ataupun
media elektronik sebagai salurannya.
Salah satu peranan pers dalam perkembangan informasi saat ini adalah
perkembangan dalam dunia pendidikan, pengetahuan, hiburan bahkan kontrol
sosial. Dan peranan pers itu dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan,
kepentingan dan kenyamanan masyarakat. Karena sudah sejak lama pers memiliki
peran yang besar dalam kehidupan sebuah lembaga, terlebih lembaga yang butuh
akan pengakuan masyarakat.
Setelah masa reformasi, orang mudah saja mendapatkan informasi. Dan
perkembangan pers menjadi begitu pesat. Setiap orang bisa mendirikan koran
bahkan televisi lokal. Hal ini berimbas pada ekslusivitas berita. Sehingga muncul
berita-berita yang melanggar asas praduga tak bersalah, bahkan jauh melebihi itu.
Mereka melanggar Kode Etik dan Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999
tentang Pers.
Berbicara tentang pers, tentu tak lepas dari kehidupan profesi wartawan.
Karena setiap pers atau media dalam kegiatannya memiliki wartawan yang
1
2
mempunyai kewajiban dalam mencari atau mengumpulkan berita yang diolah
untuk dipublikasikan kepada masyarakat.
Manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalankan hidupnya, tentu
memiliki aturan-aturan yang mengatur dirinya dalam menjalankan aktifitasnya.
Begitu juga dengan profesi seorang wartawan, dalam menjalankan fungsinya,
Wartawan memiliki Kode Etik yang disebut dengan Kode Etik Jurnalistik. Dalam
Kode Etik tersebut, wartawan diatur dan dijamin dalam menjalankan profesinya.
Profesi wartawan atau reporter adalah profesi yang bukan sekedar
mengandalkan keterampilan tetapi juga watak semangat dan dengan cara kerjanya
yang berbeda sehingga masyarakat memandang wartawan sebagai professional.1
Dalam penerapannya misalnya, profesi seorang wartawan pada sebuah
program berita seperti program Redaksi Trans7. Redaksi adalah salah satu acara
televisi dari stasiun televisi Trans7 Acara berita ini ditayangkan setiap pukul
06.30 - 07.00 WIB, 11.30 - 12.00 WIB dan 16.15 - 16.45 WIB setiap Senin
hingga Minggu. Redaksi berisikan materi berita dari dalam dan luar negeri yang
aktual dan terkini. Khusus untuk berita international, materi yang ditampilkan
adalah informasi yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Indonesia.
Sementara, kejadian-kejadian yang berlangsung di kawasan Timur Tengah, Asia,
dan Asia Tenggara serta beberapa kawasan yang berdekatan dengan Indonesia
akan menjadi pilihan utama berita-berita dari luar negeri. Program yang diramu
selama enam puluh menit ini akan disajikan ke hadapan pemirsa dengan lima
kemasan berita yang berbeda. Materi berita yang ditampilkan diantaranya berupa
1
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori & Praktik
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 115.
3
perkembangan berita politik, ekonomi, sosial terkini serta berbagai peristiwa
menarik lainnya.2
Terkait dengan produk berita dari dalam negeri maupun luar negeri yang
disampaikan kepada masyarakat, dalam mencari berita wartawan juga harus
memahami tentang aturan khusus wartawan Indonesia yang sudah diatur dalam
Kode Etik Jurnalistik oleh Dewan Pers. Karena dengan memahami Kode Etik
Jurnalistik tersebut berarti wartawan telah mengetahui dan paham akan batasanbatasan yang seharusnya dilakukan agar tidak terjadi pelanggaran dalam setiap
pasalnya.
“Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Wina
Armada Sukardi mengatakan tingkat ketaatan wartawan dalam membaca dan
memahami kode etik jurnalistik masih rendah. “Sampai saat ini banyak wartawan
yang belum paham dengan kode etik jurnalistik,” ujar Wina dalam acara “Kode
Etik Jurnalistik dan Penggunaan Bahasa Dalam Pemberitaan Media Massa,”
Kamis (14/03) di Jakarta.
Berdasarkan penelitian Dewan Pers tahun 2007 mengenai ketaatan
wartawan kepada kode etik, hasil penelitian tersebut menunjukkan wartawan yang
membaca kode etik jurnalistik sebesar 19 persen. Pada tahun 2010, dengan tema
penelitian yang sama terdapat peningkatan wartawan yang membaca kode etik
jurnalistik sebesar 49 persen. “Terdapat peningkatan tetapi kurang dari 50
persen”, katanya.3
Wartawan yang baik selalu menyadari bahwa mereka selalu harus
bertanggungjawab akan kebenaran berita atau laporan mereka. Seorang wartawan
juga selalu belajar mengenai bagaimana cara mengkomunikasikan ide secara teliti
dan efektif dan paham apa yang disebut berita yang disuguhkan secara jujur.
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Redaksi_(acara_televisi) diakses pada Rabu, 30 April 2014
pukul 09.00.
3
Wina Armada Sukardi, “Kode Etik Jurnalistik dan Penggunaan Bahasa Dalam
Pemberitaan Media Massa,” artikel diakses pada 17 November 2014 dari
http://www.jurnas.com/news/85009/Pemahaman-Wartawan-Terhadap-Kode-Etik-JurnalistikRendah-2013/1/Sosial-Budaya/Humaniora.
4
Tidak
hanya
itu,
dalam
mencari
berita
wartawan
juga
harus
memperhatikan Kode Etik Jurnalistik yang tidak hanya berorientasi hanya sebatas
aturan main dan landasan moral bagi media massa dalam menjalankan tugasnya
dan fungsi jurnalistiknya, tetapi harus dapat mengarahkan masyarakat untuk
memahami nilai dan norma komunikasi dengan memiliki daya guna sosial yang
tinggi.
Oleh karena itu, Peneliti sangat tertarik dalam mengambil judul ini, karena
Peneliti ingin mengetahui bagaimana pemahaman wartawan program berita
redaksi sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik dan mengaplikasikannya dalam
mencari berita untuk dipublikasikan kepada masyarakat.
Berkaitan dengan masalah yang diuraikan, maka penulis ingin melakukan
penelitian mengenai , ”Pemahaman Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik
Jurnalistik (Studi Pada Wartawan Redaksi Sore Di Trans7)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembatasan dalam penelitian ini lebih fokus dan terarah serta
tidak terjebak pada pembahasan begitu luas, maka penulis membatasi
masalahnya yaitu : Pemahaman Wartawan Program Berita Redaksi Sore
Trans7 terhadap Kode Etik Jurnalistik.
5
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan yang
akan di angkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7
tentang Kode Etik Jurnalistik?
2. Apakah ada pelanggaran yang dilakukan wartawan program berita
Redaksi Sore Trans7 terkait dengan pasal-pasal dalam Kode Etik
Jurnalistik?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman wartawan program berita
Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik.
b. Untuk mengetahui apakah ada pelanggaran yang dilakukan
wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 terkait dengan
pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik.
6
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah
wacana keilmuan terutama dalam hal ini, sebuah tayangan televisi
terutama program berita, banyak menyampaikan informasi serta
mendidik dan memberikan kontribusi dalam bidang penelitian efek
media terkait dengan pemahaman wartawan tentang Kode Etik
Jurnalistik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya kajian ilmu komunikasi terutama dalam bidang
jurnalistik.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan bagi masyarakat tentang penerapan aturan seperti Kode
Etik Jurnalistik terutama pada wartawan dalam sebuah program
tayangan televisi. Dalam hal ini pemahaman wartawan televisi
tentang Kode Etik Jurnalistik pada sebuah program berita.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
paradigma
konstruktivisme.
Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap
7
media dan teks berita yang dihasilkan. Rancangan konstruktivis
melihat realitas pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.4
Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi
gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam
bahasa itu, sehingga analisis yang disampaikan menurut pandangan ini
adalah suatu analisis yang membongkar maksud-maksud dan maknamakna
tertentu
yang
disampaikan
oleh
sang
subjek
yang
mengemukakan suatu pernyataan.5
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami subjek penelitian, perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.6
Alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif adalah karena
jenis penelitian ini berlandaskan pemahaman akan realitas sosial
sebagai proses dan merupakan produk dari konstruksi sosial. Jenis
penelitian kualitatif juga berusaha memahami pembentukan makna
4
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004),
cet. Ketiga, h. 204.
5
Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), h. 83.
6
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
,2006), h. 6.
8
secara utuh di dalam diri seseorang. Pendekatan yang digunakan
adalah fenomenologi.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah stasiun televisi
Trans7. Dan objek penelitiannya adalah pemahaman wartawan tentang
kode etik jurnalistik pada program berita Redaksi Sore Trans7.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di PT. Duta Visual Nusantara Tivi
Tujuh (Trans7), Gedung Trans7, Jl. Kapten P. Tendean No. 88 C,
Jakarta Selatan.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Sehubungan dengan penelitian, maka teknik pengumpulan
datanya yaitu dengan melakukan Observasi. Maka kegiatan observasi
ini memusatkan dengan cara mengadakan penelitian langsung ataupun
tidak langsung pada objek yang akan diteliti ke Gedung Trans7 untuk
memperoleh informasi dan data penelitian.
9
b. Dokumentasi
Dokumentasi, yaitu dengan barang-barang tertulis seperti bukubuku, majalah, dokumen, peraturan, dan sebagainya yang didapat dari
Trans7 atau sumber lainnya. Dengan mengakses internet ataupun situs
resmi dari pihak Trans7.
c. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini yaitu sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh
informasi dari yang diwawancarai. Interview digunakan oleh peneliti
untuk menilai keadaan seseorang.7 Wawancara dilakukan kepada wakil
eksekutif produser dan produser program redaksi untuk menggali lebih
dalam tentang konsep program Redaksi ini terkait dengan pemahaman
wartawan televisi tentang Kode Etik Jurnalistik.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan teknik
analisis data kualitatif. Dimana analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002), cet. ke-5, h. 133.
10
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.8
Setelah diklasifikasikan, periset melakukan pemaknaan terhadap
data. Pemaknaan ini merupakan prinsip dasar riset kualititatif, yaitu
bahwa realitas ada pada pikiran manusia, realitas adalah hasil
konstruksi sosial manusia.9
.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, diambil referensi dari beberapa pustaka untuk
memperkuat dan mempertajam analisa. Penulis telah mengadakan tinjauan
pustaka di perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maupun
perpustakaan yang terdapat di Universitas lainnya. Untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan seperti “menduplikat” hasil karya orang lain,
maka penulis mempertegas perbedaan antara masing-masing judul dan
masalah yang akan dibahas.
Perbedaan pertama terdapat pada skripsi Penerapan Kode Etik
Jurnalistik Pasal 2 Tahun 2006 (Studi Kasus pada Badan Kebijakan Fiskal
Kementrian Keuangan) Oleh Irzon Dwi Darma mahasiswa Universitas
Esa Unggul 2013. Skripsi ini membahas tentang wartawan atau jurnalis
Indonesia apakah mereka sudah menerapkan kode etik jurnalistik dalam
pencarian berita di instasi pemerintah terutama di Badan Kebijakan Fiskal.
8
9
3, h. 194.
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 248.
Rahmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2008), cet. ke-
11
Perbedaan kedua terdapat pada skripsi Penerapan Kode Etik Jurnalistik
Dalam Berita Kejahatan Susila (Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Kode
Etik Jurnalistik Dalam Berita Kejahatan Asusila Di Harian Umum Koran
Merapi Periode Januari-Juni 2011) oleh Casimirus Winant Marcelino,
mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana harian umum koran merapi
menerapkan prinsip-prinsip etika moral di dalam berita kejahatan asusila.
Sedangkan pada penelitian ini, penulis meneliti tentang Pemahaman
Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi pada Wartawan
Redaksi Sore Trans7). Skripsi ini membahas tentang bagaimanakah
pemahaman Wartawan Program Berita Redaksi Sore Trans7 tentang Kode
Etik Jurnalistik dalam mencari berita dan informasi untuk diolah dan
dipublikasikan kepada masyarakat.
12
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika Pembahasan dalam penulisan skripsi ini disusun dalam 5
(lima) bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab, yakni:
Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teori serta sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teoritis, berisi tentang penjelasan teori komunikasi
massa, pengertian pemahaman, dan konsep kode etik jurnalistik,
pengertian wartawan dan program televisi.
Bab III Gambaran umum Trans7 dan Program Redaksi Sore, berisi
mengenai Trans7 yang meliputi sejarah berdirinya Trans7, visi dan misi
Trans7, logo Trans7, struktur organisasi Trans7, program acara Trans7.
Juga berisi mengenai program berita Redaksi yang meliputi, latar belakang
program redaksi dan struktur organisasi program redaksi Sore Trans7.
Bab IV Temuan dan Hasil, berisi tentang analisa tentang Pemahaman
Wartawan Televisi Terhadap Kode Etik Jurnalistik (Studi Pada Wartawan
Program Redaksi Sore Trans7 tentang Kode Etik Jurnalistik) dan hasil
analisis mengenai kode etik tersebut sesuai dengan teori-teori yang terkait.
Bab V Penutup, bab ini berisi kesimpulan tentang hasil penelitian secara
menyeluruh. Dan berisi saran dari hasil penelitian yang telah ditemukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pemahaman
Menurut kamus ilmiah popular; pemahaman berasal dari kata
faham yang mendapat imbuhan pe- dan -an. Faham menurut bahasa
artinya tanggap, mengerti benar; pandangan, ajaran.1 Pemahaman
didefinisikan proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena
untuk menuju kearah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan
berpikir. Pemahaman
merupakan proses,
perbuatan dan cara
memahami.2 Sedangkan dalam taksonomi bloom, “kesanggupan
memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan”. Namun
tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak dipertanyakan sebab untuk
memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.3
Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan
sesorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang
diketahuinya. Dalam hal ini, dia tidak sekedar hafal secara verbalitas,
tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan,
maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan,
menyajikan,
mengatur,
menginterpretasikan,
1
menjelaskan,
Paul A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular (Surabaya: Arloka,
2001), h. 172.
2
W.J.S Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
h. 636.
3
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 24.
13
14
mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan
dan mengambil keputusan.4
B. Wartawan
Menurut Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 (pasal 1 poin 4),
wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan
jurnalistik.
Menurut Masduki, wartawan adalah orang-orang yang terlibat
dalam pencarian, pengolahan, dan penulisan berita, yang nantinya
dimuat di media massa. Wartawan bekerja untuk mencari informasi ke
segala tempat kejadian yang nantinya diolah menjadi sebuah berita.
Pengertian berita itu sendiri adalah laporan peristiwa yang dilaporkan
melalui media massa.5
Wartawan atau jurnalis adalah seseorang yang melakukan kegiatan
jurnalisme.
Wartawan
merupakan
orang
yang
secara
teratur
menuliskan berita dan tulisannya dikirim ke media cetak maupun
media elektronik sesuai dengan ketentuan dari media tersebut. Laporan
ini selanjutnya akan dipublikasikan kepada khalayak luas dalam media
massa seperti koran, televisi, radio, majalah, film maupun internet.
Pada dasarnya tugas dan kewajiban seorang wartawan adalah
mengabdikan diri pada kesejahteraan umum dengan memberi
4
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1997), h. 44
5
Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik (Yogyakarta: UII Press, 2004), h.
40.
15
masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat
penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak
boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan
yang tak mendasar.6
C. Televisi
Televisi merupakan perkembangan medium berikutnya setelah
radio yang diketemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio
visual. Peletak dasar utama teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul
Nipkow dari Jerman pada tahun 1884. Ia menemukan sebuah alat yang
kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe.
Penemuannya tersebut electrische teleskop atau televisi elektris.7
Kata televisi terdiri dari kata tele yang berarti jarak dalam bahasa
Yunani dan visi yang berarti citra atau gambar dalam bahasa Latin.
Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara
dari suatu tempat yang berjarak jauh.8 Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai bunyi
(suara) melalui kabel atau melalui angkasa, menggunakan alat yang
mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang
6
Ashadi Siregar, Kode Etik Jurnalisme dan Kode Perilaku Profesional Jurnalis
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 52.
7
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 4.
8
Sutisno, P.C.S., Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio (Jakarta: PT
Grasindo, 1993), h. 1.
16
listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat
dilihat dan bunyi yang dapat didengar.9
Seiring dengan berjalannya waktu, media di Indonesia yang paling
berperan pada masyarakat saat ini adalah televisi. Dimana televisi
sangat berperan dalam menyampaikan berbagai macam informasi.
Tidak hanya itu, televisi juga mempunyai dampak yang besar dalam
perkembangan masyarakat saat ini.
Dampak atau efek komunikasi tersebut dapat dilihat dari setiap
perubahan yang terjadi di dalam diri penerima, yang menerima pesanpesan dari suatu sumber media.10
Siaran televisi pertama kali di Indonesia diperkenalkan pada tahun
1962, ketika Indonesia mendapat kehormatan untuk menyelenggarakan
pesta Olahraga Asian Games di Jakarta. Saat itu, masyarakat Indonesia
disuguhi tontonan realita yang begitu memukau. Meskipun hanya
siaran televisi hitam putih, tetapi siaran pertama televisi di Indonesia
itu menjadi momentum yang sangat bersejarah. Sementara puncak
ketenaran (booming) televisi di Indonesia sendiri dimulai tahun 1992
ketika RCTI mulai mengudara dengan bantuan decoder atau alat
pemancar. Saat ini, Indonesia sudah mengudara satu televisi
pemerintah, yakni TVRI, dan beberapa televisi swasta, antara lain
SCTV, TPI, ANTV, Indosiar, Metro Tv, Trans Tv, Trans7, TVOne,
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), h. 1162.
10
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 40.
17
Global Tv, serta stasiun televisi lokal seperti O Channel, Jak-Tv, CTV
Banten, dan lain-lain.11
D. Berita
1. Pengertian Berita
Berita merupakan produk jurnalistik yang sangat diminati oleh
masyarakat. Manusia ternyata membutuhkan berita dan informasi
tentang manusia lain dan dunia lain yang melingkupi dan
mempengaruhi kehidupannya. Kebutuhan itu terbukti dari banyaknya
peminat media yang menyiarkan berita atau informasi.12 Berita berasal
dari bahasa Sansekerta vrit, yang dalam bahasa Inggris disebut write,
yang arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sementara vritta dalam
bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta.13 Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita adalah catatan laporan
mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.14
Sedangkan menurut Williard C. Bleyer, berita adalah suatu
kejadian aktual yang diperoleh wartawan untuk dimuat dalam surat
kabar karena menarik atau mempunyai makna bagi pembaca.
(Newspaper Writing and Editing). Jakob Oetama dalam bukunya
11
Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2006), h. 12-14.
12
R. Masri Sareb Putra, Teknik Menulis Berita dan Feature (Jakarta: PT Indeks, 2006), h.
16.
13
Totok Juroto, Manajemen Penerbitan Pers (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
cet. ke-3, h. 46.
14
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, h. 108.
18
Perspektif Pers Indonesia: Berita itu bukan fakta, tapi laporan tentang
fakta itu sendiri. Suatu peristiwa menjadi berita hanya apabila
ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan atau membuatnya masuk
dalam kesadaran publik dan dengan demikian menjadi pengetahuan
publik.15
Merujuk dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
berita adalah berbagai macam informasi atau peristiwa terkini, aktual
dan penting bagi khalayak dan disebar luaskan melalui media massa,
baik media cetak, elektronik maupun online.
2. Jenis-jenis Berita
a. Jenis berita berdasarkan jenis peristiwa dan penggalian data
1) Hard News (berita berat) artinya berita tentang peristiwa yang
dianggap penting bagi masyarakat baik sebagai individu, kelompok
maupun organisasi. Berita tersebutr misalnya mengenai mulai
diberlakukannya suatu kebijakan atau peraturan baru pemerintah.
2) Soft News (berita ringan) seringkali disebut dengan feature, yaitu
berita yang tidak terikat dengan aktualitas namun memiliki daya
tarik bagi pemirsanya. Berita-berita semacam ini seringkali
menitikberatkan pada hal-hal yang dapat menakjubkan dan
mengherankan pemirsa. Misalnya tentang lahirnya hewan langka di
kebun binatang dan kejadian unik lainnya.
15
Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga,
2010), h. 26.
19
3) Investigative Reports (laporan penyeliidikan atau investigasi)
adalah jenis berita yang eksklusif. Datanya tidak bisa diperoleh di
permukaan tetapi harus dilakukan berdasarkan penyelidikan.
Penyajian berita ini membutuhkan waktu lam dan tentu akan
menghabiskan energi reporternya.16
b. Jenis berita berdasarkan sifat kejadiannya
1) Berita diduga, artinya peristiwa yang direncanakan atau sudah
diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum,
peringatan hari-hari bersejarah.
2) Berita tak terduga, artinya peristiwa yang sifatnya tiba-tiba, tidak
direncanakan, dan tidak diketahui sebelumnya, seperti kereta api
terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal
tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera, atau
terjadi ledakan bom di pusat keramaian.17
c. Jenis berita berdasarkan lokasi kejadian
1) Berita yang terjadi di tempat tertutup (indoor news)
Berita tentang sidang kabinet, seminar, pengadilan, berlangsung
ditempat tertutup. Berita jenis ini umumnya masuk kategori berita
ringan
16
(soft
news),
karena
berita
tersebut
tidak
sampai
Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 40-42.
17
A.S.Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan
Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: PT Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 66.
20
mengguncangkan perhatian serta tidak menimbulkan dampak yang
luas terhadap masyarakat.
2) Berita yang terjadi di tempat terbuka (outdour news)
Berita tentang kerusuhan, bencana alam, peperangan, terjadi di
tempat terbuka. Berita jenis ini umumnya masuk kategori berita
berat (hard news).18
d. Jenis berita berdasarkan isinya
Ditinjau dari segi cakupan isinya, berita terdiri dari berita politik,
ekonomi, kebudayaan, pendidikan, hukum, seni, agama, kejahatan,
olahraga, militer, laporan ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan
sebagainya.19
3. Nilai Berita
Kriteria umum nilai berita (news value) merupakan acuan yang
dapat digunakan oleh para jurnalis, yakni para reporter dan editor,
untuk memusatkan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih
mana yang lebih baik.20
18
A.S.Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan
Praktis Jurnalis Profesional , h. 66-67.
19
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 56.
20
Arifin S. Harahap, Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita
Televisi (Bogor: PT.Indeks, 2006), h. 4.
21
a. Keluarbiasaan (unusualness). Dalam pandangan jurnalistik
berita bukanlah suatu peristiwa biasa, melainkan suatu yang
luar biasa.
b. Kebaruan (newness). Berita adalah apa aja yang disebut hasil
karya terbaru.
c. Akibat (impact). Berita adalah segala sesuatu yang berdampak
luas, dan suatu peristiwa yang diberitakan tidak jarang
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat.
d. Aktual (timeliness). Berita adalah peristiwa yang sedang atau
baru terjadi. Secara sederhana, aktual berarti menunjuk pada
peristiwa yang baru atau sedang terjadi.
e. Kedekatan (proximity). Berita adalah kedekatan. Kedekatan
mengandung dua arti: kedekatan geografis, yang menunjuk
pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat
tinggal kita, dan kedekatan psikologis, yang lebih ditentukan
oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan
seseorang terhadap suatu objek peristiwa atau berita.
f. Informasi (information). Berita adalah informasi. Menurut
Wilbur
Schramm,
informasi
adalah
segala
yang
bisa
menghilangkan ketidakpastian.
g. Konflik (conflict). Berita daalah konflik atau segala sesuatu
yang
mengandung
pertengahan.
unsur
atau
sarat
dengan
dimensi
22
h. Orang penting (public figure, news maker). Berita adalah
orang-orang penting, ternama, pesohor, selebriti, figur, dan
publik.
i. Kejutan (surprising). Kejutan adalah segala sesuatu yang
datangnya tiba-tiba, di luar dugaan, tidak direncanakan, di luar
perhitungan, tidak diketahui sebelumnya.
j. Ketertarikan manusiawi (human interest). Kadang-kadang
suatu peristiwa tidak menimbulkan efek berarti pada seseorang,
sekelompok orang, atau bahkan jauh lagi pada suatu
masyarakat, tetapi lebih menimbulkan getaran pada suasana
hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya.
k. Seks (sex). Berita adalah seks, seks adalah berita. Sepanjang
sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan
perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks
memang identik dengan perempuan.
E. Kode Etik Jurnalistik
Pers atau wartawan dalam menjalankan tugasnya tentu memiliki
kebebasan yang telah diatur dalam undang-undang dan tetap memiliki
batasan-batasan serta aturan-aturan yang mengatur dalam kegiatannya,
agar tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
23
masyarakat. Karena bagaimanapun juga dalam menjalankan tugasnya
wartawan memiliki aturan yang disebut dengan Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik pada dasarnya dibuat untuk mengawasi, melindungi
sekaligus membatasi kerja sebuah profesi, termasuk profesi sebagai
wartawan. Dari segi bahasa, etika berasal dari bahasa Yunani kuno
ethos. Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu
tempat tinggal, adat, kebiasaan sikap, cara berfikir. Dalam bentuk
jamak (to etho) artinya adalah adat kebiasaan. Sedangkan kode berasal
dari bahasa inggris code yang berarti himpunan atau kumpulan
peraturan tertulis.21
Menurut Undang-undang No.40 tahun 1999 (pasal 1) tentang pers
menyatakan bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika
profesi kewartawanan. Ini menandakan bahwa kode Etik Jurnalistik
merupakan amanat dari undang-undang negara.
Meskipun kebebasan pers dijamin undang-undang, namun tidak
ada satu surat kabar atau majalah, bahkan media massa yang bebas
melakukan
suatu
kesalahan,
kejahatan,
atau
penghinaan
dan
pencemaran nama terhadap seseorang, kelompok, organisasi, atau
instansi tertentu, baik disengaja maupun tidak, karena kelalaian dan
kesembronoan.22
21
Wina Armada Sukardi, Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers (Jakarta: Dewan Pers,
2008), h. 5.
22
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik:Seputar Organisasi, Produk,&Kode Etik
(Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004), h. 205.
24
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh
informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan
kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya
kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat,
dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut
profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik
untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia
memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman
operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas, serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia
menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik23
F. Teori Fenomenologi
Fenomenologi terbentuk dari kata fenomenon dan
logos,
fenomenon berarti sesuatu yang menggejala, yang menampakkan diri,
sedangkan istilah logos berarti ilmu. Jadi, fenomenologi berarti ilmu
tentang
fenomena
atau
pembahasan
tentang
sesuatu
yang
menampakkan diri. Dengan demikian, semua wilayah fenomena
23
Sirikat Syah, Rambu-rambu Jurnalistik dari Undang-undang Hingga Hati Nurani,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 173-177.
25
(realitas) yang menampakkan diri (manusia, gejala sosial-budaya atau
objek-objek lain) dapat dikatakan sebagai objek kajian fenomenologi.24
Fenomena adalah fakta yang disadari dan masuk kedalam pemahaman
manusia.
Fenomenologi adalah cara berpikir (metode) yang dekemukakan
oleh Husserl pada awal abad ke-20. Fenomenologi bagi Husserl adalah
gabungan antara psikologi dan logika. Fenomenologi membangun
penjelasan dan analisis psikologi tentang tipe-tipe aktivitas mental
subjektif, pengalaman, dan tindakan sadar. Saat ini, fenomenologi
dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang kompleks, karena memiliki
metode dan dasar filsafat yang komprehensif dan mandiri.25
Sebagai metode penelitian, fenomenologi sering dikenal sebagai
metode deskriptif kualitatif dengan paradigam konstruktivisme. Sesuai
dengan asumsi ontologis yang ada dalam paradigma konstruktivisme,
peneliti yang menggunakan metode ini akan memperlakukan realitas
sebagai konstruksi sosial kebenaran. Secara epistemologi ada interaksi
antara peneliti dan subjek yang diteliti. Sementara itu, dari sisi
aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral
sebagai bagian integral dari penelitian. Peneliti merupakan fasilitator
yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam
rangka mengkonstruksi realitas sosial.
24
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2014), cet-1, h. 205-206.
25
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 206.
26
Fenomenologi pada dasarnya adalah suatu tradisi pengkajian yang
digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang
dikemukakan oleh Little John bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi
untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini ada
asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia di sekelilingnya sebagai
sebuah
pengalaman
hidupnya
dan
aktif
menginterpretasikan
pengalaman tersebut.
Dalam fenomenologi Husserl, ada beberapa istilah penting yang
perlu dipahami:26
a. Epoche
Spielberg
mengemukakan
beberapa
langkah
metode
fenomenologis, pertama, mengintuisi; kedua, menganalisis; ketiga,
menjabarkan.
“Mengintuisi”
maksudnya
adalah
mengonsentrasikan
atau
merenungkan secara penuh (intens) fenomena. Sementara itu,
“menganalisis” maksudnya adalah mencari atau menemukan unsurunsur atau bagian-bagian pokok dari fenomena. Dengan kata lain, ini
juga berarti menemukan tali temali (korelasi) antara bagian-bagian
atau unsur-unsur yang terdapat dalam fenomena tersebut. Adapun
“menjabarkan” maksudnya adalah menguraikan fenomena yang telah
26
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer h. 209.
27
diintuisi dan dianalisis itu (agar fenomena tersebut dapat dipahami
oleh orang lain).27
Epoche berasal dari bahasa Yunani yang berarti “menjauh dari”
dan “tidak memberikan suara”. Husserl menggunakan epoche untuk
term bebas dari prasangka. Dengan epoche kita menyampaikan
penilaian, bias, dan pertimbangan awal yang kita miliki terhadap
objek. Dengan kata lain, epoche adalah pemutusan hubungan dengan
pengalaman dengan pengetahuan yang kita miliki sebelumnya.
Epoche adalah syarat agar subjek yang tengah berefleksi menahan
untuk sementara keyakinan realitas yang secara normal dan tanpa
susah payah muncul bersama citra-citra perseptual dan perbuatan
intensional kesadaran lainnya.28 Oleh karena epoche memberikan cara
pandang yang sama sekali baru terhadap objek, maka dengan epoche
kita dapat menciptakan ide, perasaan, kesadaran dan pemahaman yang
baru. Epoche membuat kita masuk ke dalam dunia internal yang murni
sehingga memudahkan untuk pemahaman akan diri dan orang lain.
Dengan demikian tantangan terbesar ketika melakukan epoche
adalah terbuka atau jujur terhadap diri sendiri. Segala sesuatu yang
berhubungan
dengan
penilaian
terhadap
orang
lain
harus
dikesampingkan. Hanya persepsi dan tindakan sadar kitalah yang
menjadi titik untuk menemukan makna, pengetahuan, dan kebenaran.
27
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, h. 209-210.
Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013), h. 45.
28
28
b. Reduksi Fenomenologi
Ketika epoche adalah langkah awal untuk memurnikan objek dari
pengalaman
dan
prasangka
awal,
maka
tugas
dari
reduksi
fenomenologi adalah menjelaskan dalam susunan bahasa bagaimana
objek itu terlihat. Fokusnya terletak pada kualitas dari pengalaman,
sedangkan tantangan ada pada pemenuhan sifat-sifat alamiah dan
makna dari pengalaman.
Reduksi fenomenologis bertujuan membendung segenap prasangka
subjek mengenai objek yang hendak dicari esensinya. Jelasnya, reduksi
model ini dimaksudkan untuk menyaring pengalaman sehingga orang
sampai pada fenomen semurni-murninya.29
Epoche bertujuan agar keterangan yang tampak dalam fenomena
tersebut benar-benar asli atau tidak terlebih dahulu dicampuri oleh
presuposisi pengamat. Reduksi akan membawa kita kembali pada
bagaimana kita mengalami sesuatu.
c. Variasi Imajinasi
Tahap ketiga dari variasi imajinasi ini adalah mencari maknamakna yang mungkin dengan memanfaatkan imajinasi, kerangka
rujukan, pemisahan dan pembalikan, serta pendekatan terhadap
fenomena dari perspektif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda.
29
Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi, h. 46.
29
Tujuannya tiada lain untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah
pengalaman.
Target dari tahap ini adalah makna dan bergantung dari intuisi
sebagai jalan untuk mengintegrasikan struktur ke dalam esensi
fenomena. Dalam berpikir imajinatif, kita dapat menemukan maknamakna potensial yang dapat membuat sesuatu yang asalnya tidak
terlihat menjadi terlihat jelas. Membongkar hakikat fenomena dengan
memfokuskannya pada kemungkinan-kemungkinan yang murni adalah
inti dari variasi imajinasi.
Dalam tahap ini, dunia dihilangkan, segala sesuatu menjadi
mungkin. Segala pendukung dijauhkan dari fakta dan entitas yang
dapat diukur dan diletakkan pada makna dan hakikatnya. Dalam
kondisi seperti ini, intuisi tidak lagi empiris namun murni imajinatif.
d. Sintesis Makna dan Esensi
Sintesis makna dan esensi ini adalah tahap terakhir dalam
penelitian fenomenologi. Husserl mendefinisikan esensi sebagai
sesuatu yang umum dan universal. Esensi tidak pernah terungkap
secara sempurna. Sintesis struktural dan tekstural yang fundamental
akan mewakili ini dalam waktu dan tempat tertentu, serta sudut
pandang imajinatif dan studi reflektif seseorang terhadap suatu
fenomena.
30
Dalam proses terakhir ini, peneliti mendeskripsikan secara
tekstural ke dalam sebuah pernyataan. Hal tersebut menjadi hakikat
dari fenomena yang diteliti secara keseluruhan. Setelah peneliti
melakukan penelitian dengan cara pengamatan dan wawancara
mendalam terhadap objek penelitian yaitu Wartawan Program Redaksi
Sore Trans7, peneliti akhirnya mendapat sebuah kesimpulan tentang
pemahaman wartawan Redaksi Sore tentang Kode Etik Jurnalistik dan
apakah ada pelanggaran yang dilakukan berdasarkan pasal-pasal yang
ada dalam Kode Etik Jurnalistik serta kesimpulan akhir.
G. Teori Konstruksi Realitas Sosial
Menurut Schwandt, pemikiran konstruktivis memiliki model yang
beragam. Salah satunya adalah pendekatan konstruksionisme yang
dipakai oleh Peter L.Berger bersama Thomas Luckmann dalam The
Social Construction of Reality tahun 1966. Dalam perspektif ini,
Berger-Luckmann menyatakan bahwa pengertian dan pemahaman kita
terhadap sesuatu muncul akibat komunikasi dengan orang lain.
Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari sekedar hasil konstruksi
sosial dalam komunikasi tertentu.30
Begitu juga dengan konstruksi sosial yang dibangun oleh
wartawan. Bahwa realitas atau peristiwa politik yang ada di tengah
masyarakat
30
akan
dikonstruksi
menjadi
berita
oleh
wartawan
Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di
Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010) h. 297.
31
dipengaruhi secara mikro oleh ideologi redaksi dan secara makro oleh
ideologi (sistem politik) negara tertentu di mana media massa tempat
wartawan itu berada.31
Dengan demikian, paradigma kostruktivisme memandang bahwa
berita yang disampaikan oleh media massa pada dasarnya merupakan
hasil konstruksi realitas dari sebuah peristiwa. Tugas wartawan, sesuai
dengan ideologi media massa bersangkutan, menceritakan kembali
suatu peristiwa kepada publik menurut versi dan sudut pandang
wartawan tersebut. Dengan demikian, berita yang ada di media massa
dan sampai di tangan publik adalah realitas yang sama sekali baru dan
berbeda dari realitas yang ada sebagai hasil dari upaya wartawan
dalam mengkonstruksi realitas yang melibatkan produksi dan
pertukaran makna dalam bahasa sebagai unsur utamanya. Oleh karena
itu, realitas bersifat subyektif karena ia dihadirkan oleh konsep
subyektifitas wartawan yang mengkonstruksi realitas berdasarkan
sudut pandang tertentu.32
Gans memberikan penekanan bahwa bila terjadi suatu peristiwa
sosial, maka peristiwa itu akan diangkat oleh wartawan dengan cara
yang berbeda. Sebab, peristiwa tidak menghadirkan fakta-fakta apa
adanya sebagai bahan berita, melainkan fakta atau realitas yang ada
adalah hasil konstruksi yang dilakukan oleh wartawan dan dalam
31
Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di
Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 301.
32
Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di
Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 303.
32
melakukan konstruksi itu fakta dipahami secara berbeda sesuai dengan
sudut pandang atau konsepsi awal wartawan.33
Sedangkan dalam pandangan konstruktivis, media merupakan
subyek yang mengkosntruksi realitas atau dengan kata lain media
adalah adalah agen konstruksi yang mendefinisikan realitas bukan
cerminan dari realitas (mirror of reality). Berita di media bukanlah
representasi dari realitas, melainkan hasil dari konstruksi kerja
jurnalistik. Proses kerja wartawan mulai dari penentuan pemilihan
fakta, sumber, pemakaian kata, gambar atau foto, sampai pada proses
penyuntingan merupakan proses kerja bagaimana realitas itu
dihadirkan kepada khalayak.34
Wartawan adalah agen konstruksi yang tidak hanya menghadirkan
realitas secara apa adanya, tetapi juga turut mendefinisikan realitas
tersebut. Namun, proses konstruksi itu tidak hanya terjadi ketika suatu
realitas sudah berada di meja redaksi dan siap diolah menjadi berita.
Saat menentukan mana realitas yang dipilih dan layak untuk dilakukan
peliputan pun sudah ada kriteria-kriteria yang menjadi pedoman bagi
wartawan, yaitu kriteria teknis dan criteria yang berkaitan dengan
kualitas atau bobot produk berita.
33
Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di
Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 303.
34
Rulli Nasrullah, “Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap Berita di
Media,” Dakwah, Vol.XIV, No.2 (Desember 2010), h. 304.
BAB III
GAMBARAN UMUM TRANS7 DAN PROGRAM REDAKSI
A. Trans7
1. Sejarah Trans7
TRANS7 dengan komitmen menyajikan tayangan berupa informasi
dan hiburan, menghiasi layar kaca di ruang keluarga pemirsa Indonesia.
Berawal dari kerjasama strategis antara Para Group dan Kelompok
Kompas Gramedia (KKG) pada tanggal 4 Agustus 2006, Trans7 lahir
sebagai sebuah stasiun swasta yang menyajikan tayangan yang
mengutamakan kecerdasan, ketajaman, kehangatan penuh hiburan serta
kepribadian yang aktif.
Trans7 yang semula bernama TV7 berdiri dengan izin dari
Departemen Perdagangan dan Perindustrian Jakarta Pusat dengan Nomor
809/BH.09.05/III/2000. Pada 22 Maret 2000, keberadaan TV7 telah
diumumkan dalam Berita Negara Nomor 8687 sebagai PT. Duta Visual
Nusantara Tivi Tujuh. Dengan kerjasama strategis antara Para Group dan
KKG, TV7 melakukan re-launching pada 15 Desember 2006 sebagai
Trans7 dan menetapkan tanggal tersebut sebagai hari lahirnya Trans7, di
bawah naungan PT. Trans Corpora yang merupakan bagian dari
manajemen Para Group yang saat ini telah berubah nama menjadi CT
Corp.
33
34
Akhir tahun 2012 bersama dengan Trans TV dan Detikcom dalam
media CT Corp di bawah naungan payung TRANSMEDIA, Trans7
diharapkan dapat menjadi televisi yang maju, dengan program-program inhouse productions yang bersifat informatif, kreatif dan inovatif serta
komitmen menyajikan yang terbaik bagi pemirsa keluarga Indonesia
dengan berbagai pilihan program berupa hiburan, informasi, olah raga dan
program anak disajikan secara lengkap.
2. Visi dan Misi Trans7
Visi:
a) Dalam jangka panjang, Trans7 menjadi stasiun televisi terbaik
di Indonesia dan di ASEAN.
b) Trans7 juga berkomitmen selalu memberikan yang terbaik bagi
stakeholders dengan menayangkan program berkualitas dan
mempertahankan moral serta budaya kerja yang dapat diterima
stakeholders.
Misi:
a) Trans7 menjadi wadah ide dan aspirasi guna mengedukasi dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
35
b) Trans7 berkomitmen untuk menjaga keutuhan bangsa serta
nilai-nilai demokrasi dengan memperbaharui kualitas tayangan
bermoral yang dapat diterima masyarakat dan mitra kerja.1
3. Logo Trans7
Logo dengan simbol "Diamond A" ditengah kata TRANS yang
dimiliki TRANSMEDIA termasuk Trans Tv dan Trans7 merefleksikan
kekuatan dan semangat baru yang memberikan inspirasi bagi semua orang
di dalamnya untuk menghasilkan karya yang gemilang, diversifikasi
konten atau keunikan tersendiri serta kepemimpinan yang kuat.
Masing-masing warna dalam logo ini memiliki makna dan filosofi.
Warna kuning sebagai cerminan warna keemasan pasir pantai yang
berbinar dan hasil alam Nusantara sekaligus melambangkan optimis
masyarakat Indonesia. Sedangkan rangkaian warna hijau menggambarkan
kekayaan alam Indonesia yang hijau dan subur, serta memiliki
ketangguhan sejarah bangsa. Warna biru melambangkan luasnya
cakrawala dan laut biru sekaligus menggambarkan kekuatan generasi
1
Research and Development Trans7, “Visi dan Misi Trans7,” diakses pada 17 November
2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
36
muda bangsa Indonesia yang handal dan memiliki harapan tinggi. Yang
terakhir adalah rangkaian warna ungu, menggambarkan keagungan dan
kecantikan budaya dan seni bangsa Indonesia yang selalu dipuja dan
dihargai sepanjang masa.2
Semua rangkaian warna yang mengandung makna cerita di dalamnya,
menyatu dengan serasi dan membentuk simbol yang utuh, kuat dan
bercahaya di dalam Berlian berbentuk A ini. Sehingga bisa dipahami
makna dari logo baru TRANSMEDIA ini menjadi tanda yang
menyuarakan
sebuah
semangat
dan
perjuangan
untuk
mencapai
keunggulan yang tiada banding mulai dari sekarang hingga masa
mendatang.
4. Struktur Organisasi Trans7
Dewan Komisaris
Komisaris Utama
: Chairul Tanjung
Komisaris
: Agung Adiprasetyo
Ishadi SK
Asih Winanti
Dewan Direktur
Direktur Utama
2
: Atiek Nur Wahyuni
Research and Development Trans7, “Logo Trans7,” diakses pada 17 November 2014
dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
37
Direktur Keuangan dan
Sumber Daya Manusia : Ch. Suswati Handayani
Direktur Programming dan
Operasional Broadcast : Achmad Ferizqo
Direktur Produksi
: Andi Chairil
Kepala Divisi
Kepala Divisi Sales
: Arnie Yuliartiningsih
Kepala Divisi Promotion : Tedja Andarwan
Kepala Divisi News
: Titin Rosmasari
Kepala Divisi HR & GS : Latief Harnoko
Kepala Divisi Programming : Leona Anggraeni
Kepala Divisi Produksi : M. Taufik Hidayat
5. Program Acara Trans7
Sebagai hiburan setiap harinya di layar kaca, Trans7 menghadirkan
satu program komedi berbeda yang sanggup mengocok perut dengan
candaan cerdas khas masa kini. Bersama dengan Denny Chandra, Cak
Lontong, Fitri Tropica, Komeng dan sederat komedian papan atas
Indonesia dalam Indonesia Lawak Klub (ILK).
Tetap setia menghibur pemirsa Trans7 selama hampir satu dekade,
Bukan Empat Mata bersama Tukul Arwana, yang merupakan
transformasi dari Empat Mata, program talkshow komedi paling
38
fenomenal di Indonesia. Melengkapi sajian program talkshow di
Trans7, hadir juga di layar kaca, program Hitam Putih, talkshow
inspiratif yang sudah banyak mengisahkan perjalanan hidup manusia
yang menginspirasi dan dipandu oleh Deddy Corbuzier.
Dijajaran program informasi, Trans7 menghadirkan sederet
program berita dan dokumenter unggulan. Redaksi, hadir setiap pagi,
siang, sore, dan malam yang dikemas secara apik dan dinamis, update
dan informatif. Program dokumenter unggulan lainnya yaitu Jejak
Petualang, Ragam Indonesia, Mancing Mania, Indonesiaku, Orang
Pinggiran, memberikan wawasan unik tentang Indonesia dan
diharapkan mampu membuka cakrawala dan pandangan berbeda bagi
pemirsa.
Tidak kalah informatif, program hiburan seperti Selebrita Pagi,
Selebrita Siang, dan Seleb Expose, semakin lengkap menambah
cakrawala di ruang keluarga dari sisi yang berbeda, serta program
variety show trensetter seperti On The Spot dan Spotlite yang
kehadirannya selalu dinantikan oleh pemirsa.
Trans7 juga menghadirkan beragam program olahraga guna
memenuhi hasrat pencinta olahraga akan program olahraga bermutu
dan informasi terkini. Para pecinta otomotif dan MotoGP diajak untuk
memacu adrenalin di lintasan balap kelas dunia. Trans7 juga
menyajikan tayangan informasi olahraga setiap hari di layar pemirsa,
39
di antaranya Sport7, One Stop Football, Galeri Sepak Bola Indonesia,
dan Highlights Motogp.
Trans7 juga tidak melupakan pemirsa cilik dan remaja dengan
memberikan pengetahuan dan hiburan bagi mereka. Bocah Petualang,
menghadirkan keunikan kehidupan anak-anak di seluruh penjuru
Indonesia. Laptop Si Unyil dan Unyil Keliling Dunia memberikan
ilmu pengetahuan yang mendasar bagi para pemirsa cilik. Tau Gak Sih,
yang dikemas dalam bentuk tanya jawab untuk menambah wawasan
bagi para pemirsa remaja. Tidak ketinggalan program edukasi anak
yang sarat informasi, Dunia Binatang, yang mengandalkan kekuatan
karakter animasi Dolphino dan Otan sebagai maskot program tersebut.
Melengkapi sajian film-film berkualitas, Teater7 hadir pada momenmomen spesial, mengisi layar kaca anda yang menghibur anda dan
keluarga.3
6. Penghargaan Trans7
Tahun 2014
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Award 2014
a. Kategori Program Anak Terbaik : Si Bolang
KPI Award 2014
a. Kategori Program Feature Terbaik : Merajut Asa
3
Research and Development Trans7, “Program Acara Trans7,” diakses pada 17
November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
40
Tahun 2013
a. Adinegoro 2013 : Indonesiaku
b. KPID Award 2013 - Jawa Tengah
Kategori Televisi Berjaringan Peduli Jawa Tengah terbaik : Si
Bolang
c. KPID Award 2013 - Bali
Kategori Terbaik Program Feature : Indonesiaku
d. Runner Up CNN Television Journalist Award 2013
Kategori Environment/Lingkungan : Merajut Asa
e. KPID Award Sulawesi Selatan 2013
Kategori Program Televisi SSJ : Indonesiaku eps. "Beruah
Terisolir di Tengah Warisan"
f. Anugerah Jurnalistik Pertamina 2013 : Merajut Asa
g. Taruna Merah Putih PDI Perjuangan : Indonesiaku
h. KPID Award 2013 - Kalimantan Barat
Kategori Konten Lokal : Indonesiaku
i. Anugerah Peduli Pendidikan Kemendikbud 2013
j. Journalist Award Migran Care - Aji 2013
Untuk Perlindungan Buruh Migran : Redaksi Kontroversi4
4
Research and Development Trans7, “Penghargaan Trans7,” diakses pada 17 November
2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
41
A. Program Berita Redaksi Trans7
1. Latar Belakang Program Redaksi
Divisi news Trans7 hadir bersamaan dengan beroperasinya stasiun
televisi Trans7. Program berita pada stasiun Trans7 ini memiliki nama
program berita yaitu Redaksi. Redaksi adalah program berita bulletin
Trans7. Hadir empat kali sehari yaitu pagi, siang, sore, dan malam.
Program yang hadir setiap jam-jam tertentu ini diberi nama sesuai waktu
tayangnya.
Program Redaksi Pagi hadir setiap hari Senin-Jumat pukul 06.30,
Redaksi Siang hadir setiap hari pukul 11.30, Redaksi Sore hadir setiap hari
Senin-Jumat pukul 15.45 dan Sabtu-Minggu pukul 16.30, dan Redaksi
Malam hadir setiap hari Senin-Jumat pukul 01.15 WIB.
“Awalnya sekitar tahun 2006 akhir, dulu nama media ini adalah Tv7
dan berubah menjadi Trans7 yang awalnya nama program beritanya itu
Tajuk dan berubah untuk mengganti nama, nama bulletinnya apa dan
disepakati di rapat news itu namanya Redaksi dan pada dasarnya kenapa
kita punya Redaksi itu sama dengan televisi lain, karena ini kan bulletin,
pada dasarnya semua televisi yang mempunyai divisi news tentunya yang
menjadi salah satu nilai ukur untuk sebuah televisi yang mempunyai divisi
news adalah itu bulletinnya, karena itu adalah pertarungan di mata publik
berita-berita update nya apa dan bisa dikatakan yang namanya televisi itu
ada divisi beritanya ya wajib punya bulletin. Dan beritanya yang update
setiap saat itu ya bulletin, kenapa kita punya yang namanya bulletin, dan
kenapa namanya Redaksi ya itu karena hasil diskusi panjang dan
muncullah nama Redaksi.”5
Program Redaksi Pagi merupakan sebuah program yang dikemas
dalam format soft dan dimana didalamnya penuh dengan informasi yang
mengarah ke feature yang menarik, unik, edukatif dan berbeda. Program
5
Wawancara Pribadi dengan Eksekutif Produser Program Redaksi Trans7, Pasaoran
Simanjuntak, Rabu, 26 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv.
42
yang tayang setiap pukul 06.30 WIB di setiap Senin sampai Jumat ini
berisikan materi berita dari dalam dan luar negeri yang aktual dan terkini.
Khusus untuk berita Internasional, materi yang ditampilkan adalah
informasi yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Indonesia.
Sementara, kejadian-kejadian yang berlangsung di kawasan Timur
Tengah, Asia, dan Asia Tenggara serta beberapa kawasan yang berdekatan
dengan Indonesia akan menjadi pilihan utama berita-berita dari luar
negeri.
Program yang diramu selama enam puluh menit ini akan disajikan ke
hadapan pemirsa dengan lima kemasan berita yang berbeda. Materi berita
yang ditampilkan diantaranya berupa perkembangan berita politik,
ekonomi, sosial terkini serta berbagai peristiwa menarik lainnya. 6
Selain itu ada pula Program Redaksi Siang adalah program berita yang
mengedepankan prinsip aktualitas yang terjadi sepanjang pagi hingga
siang hari. Redaksi siang ditayangkan pada pukul 11.30 WIB. Redaksi
Siang akan hadir dengan tiga segmen utama. Segmen pertama akan diisi
dengan berita-berita aktual berdasarkan peristiwa yang terjadi sepanjang
pagi, dilanjutkan dengan segmen kedua yang bisa merupakan up date
terkini dari dalam dan laur negeri. Dalam segmen ini masih dimungkinkan
juga untuk menampilkan informasi lain yangpaling terbaru atas peristiwa
yang ditampilkan melalui hubungan telepon. Segmen ketiga akan
menampilkan informasi ringan yang pasti disukai pemirsa.
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Redaksi_(acara_televisi) diakses pada Rabu, 30 April 2014
pukul 09.00 .
43
“Adapun program berita Redaksi Siang itu tayangnya siang dan
kebanyakan ibu-ibu yang menonton, jadi lebih ke female, kalau berita
politiknya juga yang ada kaitannya dengan perempuan, misalnya Jokowi
ketemu dengan Gubernur se-Indonesia dia belum tentu ke angkat naik di
berita, tapi kalau misalkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
itu kan kaitannya kerumah tangga, dan berkaitan dengan perempuan, itu
pasti naik jadi berita.”7
Redaksi Sore adalah bulletin berita dengan format hard news yang
dikombinasikan dengan liputan tematik. Redaksi Sore disajikan secara
elegan dengan story telling dan menjadikan setiap persoalan langsung
bersentuhan dengan kepentingan pemirsa. Redaksi Sore hadir pada pukul
16.15 WIB.
“Kalau sore politiknya kuat, hukum kriminalnya juga kuat, dan punya
segmen khusus yang namanya Redaksi Kontroversi dan tayang setiap
Sabtu dan Minggu.” 8
Pada waktu malam hadir Redaksi Malam, Redaksi Malam adalah
sebuah program bulletin berita hard news yang menawarkan kemasan
berita secara lebih cepat. Dengan target mahasiswa kaum laki-laki,
Redaksi Malam juga akan diisi dengan berita-berita jenis features yang
unik, penuh dengan informasi yang akan menjadi incaran bagi kaum lakilaki. Program berita berdurasi 30 menit ini ditayangkan guna menjadi
program berita terbaru dari berita yang telah ditayangkan pada sore
harinya. Selain mendistribusikan berita yang dibutuhkan bagi kelompok
pria, tak tertutup kemungkinan program yang ditayangkan mulai pukul
7
Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad
Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv.
8
Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad
Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv.
44
01.15 - 01.45 WIB ini juga menampilkan berita kriminal yang dikemas
secara cepat.
“Kalau malam sifat beritanya features dan berbeda tentunya yang akan
menjadi bagian dalam program berita ini. Salah satu segmen menarik yang
dinamakan ‘Jalan Malam’ berupaya menampilkan laporan spesial yang
didedikasikan bagi masyarakat pecinta udara segar di waktu malam.
Dimana isinya tentang kuliner malam, budaya malam, komunitaskomunitas malam sama misteri-misteri malam.”9
Adapula program Redaksi yang disajikan oleh Trans7 yaitu Redaksi
Kontroversi, program ini dikhususkan pada berita-berita dengan topik
yang berat. Menggunakan jenis investigative program ini ditayangkan
dengan format yang berbeda. Memberikan mahasiswa sajian informasi
yang menjadi kebutuhan masyarakat tentang sebuah hal yang menjadi
kontroversi. Program Redaksi Kontroversi hadir pada hari sabtu dan
minggu pukul 16.30 WIB.
Selain melakukan tugas peliputan secara off the record, biasanya
program Redaksi Sore Trans7 melakukan kegiatan peliputan secara
langsung (live). Biasanya para reporter melakukan peliputan secara
langsung apabila terjadi kejadian yang wajib untuk diinformasikan secara
cepat kepada masyarakat. Contohnya seperti terjadi gempa bumi, banjir,
hingga kejadian-kejadian yang dirasa harus cepat dan langsung
diinformasikan kepada masyarakat.
Dalam memproduksi berita, para reporter mencari dan menggali setiap
peristiwa yang terjadi untuk diinformasikan kepada masyarakat banyak.
9
Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7, Muhammad
Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung Trans Tv.
45
Selain mencari berita, reporter pun biasanya menuliskan naskah berita
hasil peliputan dilapangan.
2. Logo Redaksi Sore Trans7
Sumber: Data Perusahaan 2014
Logo tersebut merupakan logo dari program Redaksi Sore Trans7.
Logo Redaksi Sore Trans7 membentuk empat sisi persegi panjang yang
merefleksikan ketegasan, karakter yang kuat, serta kepribadian bersahaja
yang akrab dan mudah beradaptasi. Nama Redaksi Sore melambangkan
bahwa program ini merupakan program berita yang disiarkan pada sore
hari. Selain itu dengan latar bergambar dunia menggambarkan bahwa
berita yang disiarkan oleh Redaksi Sore Trans7 berasal dari seluruh
dunia.10
10
Research and Development Trans7, “Logo Program Redaksi Sore Trans7,”
46
3. STRUKTUR ORGANISASI PROGRAM REDAKSI SORE
PEMIMPIN REDAKSI
TITIN ROSMASARI
KEPALA DEPARTEMEN
SUKARYA WIGUNA
EKSEKUTIF PRODUSER
PASAORAN SIMANJUNTAK
MANYUS PAGAR ALAM
PRODUSER
KOORDINATOR LIPUTAN
KOORDINATOR DAERAH
M.GOGOR PAMBUDI
TAUFIK IRMANSYAH
PURWANTO
MUH ASRI RASMA
MUFTHI AKBAR
CINDY AGUSTINA
ERLANGGA WISNUAJI
WISNU NURSABDO
STEVENS SAUNE
ASISTEN PRODUSER
IKI RAHAYU
NOVIANTO NUGROHO
REZA RAMANTA
Sumber : Data Trans7
REPORTER
CAMERA PERSON
AANG WAHYU ARIESTA SARI
RIVO PAHLEVI AKBARSYAH
ALBY KARUNIA PRATAMA
RAF RAF KAHFI
FANDI HASIB
PUTI NURUL FATIMAH
MUMTAZA
ASTZA CAHYA PERMATASARI
GUNTUR ARBIANSYAH
GENTA MUHARDIANSYAH
RUTH DAMAI HATI PAKPAHAN
EMILIA JUNIARTA
FITRIE NURANI
SEPTIANI AYA WULANDARI
MATIUS UTOMO
YAMA PRADHANA SUMBODO
AMRU JANURI
MONICA NOEVA
ANINDITA DITO PRADANA
NIKE CAROLINA
INDRA SEPTYAWAN
HENDRA RUKMANA
A.RENDRO BASKORO
KURNIA YUNIARWAN
AYIP IQBAL W.
DONI PRIMO PUTRO
HERWONO
YOSUA EDDY KURNIAWAN
DEDY APRIADI
BAB IV
DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Analisis Fenomenologi
Dalam analisis fenomenologi terdapat empat proses yang dijadikan
peneliti dalam memberi gambaran kondisi di lapangan atau pada saat
penelitian. Lewat tahapan proses tersebut peneliti akan mengetahui
bagaimana narasumber memberikan pemahaman tentang Kode Etik
Jurnalistik, khususnya dalam dunia televisi berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki.
1. Epoche
Pada proses pertama ini, peneliti melepaskan segala perkiraan dan
asumsi terhadap objek penelitian. Dengan epoche kita memberikan cara
pandang yang sama sekali baru terhadap objek. Sehingga memudahkan
untuk pemahaman akan diri dan orang lain. Hanya persepsi dan tindakan
sadar kitalah yang menjadi titik untuk menemukan makna, pengetahuan,
dan kebenaran.1 Dengan kata lain, selama peneliti melakukan penelitian
terhadap objek penelitian, tahap awal adalah peneliti selalu berusaha tidak
mencampuri apa yang peneliti ketahui dan interpretasikan tentang
wartawan dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) itu sendiri.
Sepuluh wartawan yang menjadi objek penelitian awalnya diamati
lewat keseharian mereka di ruang redaksi dan di lapangan. Bagaimana
1
Engkus Kuswarno, Fenomenologi: Metode Penelitian Komunikasi: Konsepsi, Pedoman,
dan Contoh Penelitiannya (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), h. 22.
47
48
wartawan Redaksi Sore meliput, berinteraksi dengan narasumber dan
wartawan dari media lain. Sedangkan para koordinator liputan bertugas di
ruang redaksi dan mengontrol kinerja para reporter dengan berkoordinasi
dengan redaktur yang memuat hasil kinerja mereka dengan menerima
berita dari reporter kemudian mengedit dan melakukan check dan recheck
terhadap berita tersebut.
Selama melakukan penelitian, peneliti berusaha tidak memberikan
penilaian apapun terhadap wartawan Redaksi Sore Trans7. Peneliti hanya
mengamati cara kerja dan aktivitas mereka dalam bekerja.
2. Reduksi Fenomenologi
Proses selanjutnya adalah reduksi fenomenologi yang menjelaskan
dalam susunan bahasa bagaimana objek itu terlihat. Dengan reduksi ini,
peneliti menggambarkan fenomena apa yang terlihat dari objek penelitian.
Interaksi dan penilaian awal terhadap wartawan Redaksi Sore mulai
diberikan. Penilaian tersebut memberikan kesadaran kepada peneliti
tentang pengalaman dari wartawan Redaksi Sore. Pada tahap ini, peneliti
menggambarkan apa yang telah disampaikan oleh setiap objek penelitian
lewat pengamatan.
Pada proses ini, Peneliti memberikan gambaran yang hampir sama
terhadap Wartawan Redaksi Sore yang menjadi objek penelitian. Hal itu
dikarenakan pemahaman setiap objek penelitian terhadap fenomena apa
yang diteliti hampir sama. Mereka memiliki pemahaman yang sama
tentang Kode Etik Jurnalistik namun dalam mempraktekkannya berbeda-
49
beda.
Ada
beberapa
wartawan
yang
paham
setiap
pasal
dan
menjadikannya sebagai landasan profesi kewartawannya. Namun, ada juga
yang masih kurang paham karena mereka baru berprofesi sebagai
wartawan, tetapi mereka tetap menerapkan Kode Etik Jurnalistik itu
sebagai pedoman dalam mencari berita di lapangan.
Melalui reduksi fenomenologi, peneliti mengidentifikasi unsurunsur hakiki pengalaman akan fenomena yang terjadi di lapangan.
Dimana, peneliti sadar akan pengalaman dan pemahaman pada setiap
objek penelitian. Penggambaran dalam tahap ini meliputi pengalaman,
pemikiran, pemahaman serta perasaan yang muncul dalam kesadaran
peneliti ketika mengarahkan kepada fenomena yang dalam penelitian ini
adalah Kode Etik Jurnalistik.
3. Variasi Imajinasi
Tahap ketiga merupakan variasi imajinasi, dimana peneliti
menggunakan
imajinasi untuk mempertanyakan bagaimana
setiap
Wartawan Redaksi Sore membentuk pengalaman dan pemahaman tentang
KEJ. Lewat variasi imajinasi peneliti mengidentifikasikan kondisi yang
berhubungan dengan fenomena pemahaman KEJ. Mengapa ada beberapa
wartawan yang paham dan menjalankan KEJ, serta ada beberapa wartawan
yang masih kurang paham tetapi tetap menjalankan KEJ sesuai dengan
aturan dan pedoman yang ada. Peneliti mulai melihat latar belakang,
hubungan sosial, berapa lama bekerja menjadi wartawan dan faktor
50
lainnya. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah pertanyakan yang
membentuk pemahaman wartawan terhadap KEJ itu sendiri.
Tugas dari variasi imajinasi ini adalah mencari makna-makna yang
memanfaatkan imajinasi serta pendekatan terhadap fenomena dari sudut
pandang perspektif, posisi, peranan, dan fungsi yang berbeda, yang
tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural dari sebuah
pengalaman.
Dalam tahap ini, makna bergantung pada intuisi sebagai jalan
untuk mengintegrasikan struktur ke dalam esesnsi fenomena. Peneliti
dapat menemukan makna-makna potensial yang dapat membuat yang
mulanya tidak terlihat menjadi terlihat jelas. Untuk itu, peneliti
memfokuskan pada apa saja kemungkinan yang membentuk pemahaman
wartawan Redaksi Sore tentang KEJ dan bagaimana cara mereka
menjalankan KEJ dalam penerapannya di lapangan.
4. Sintesis Makna dan Esensi
Tahap ini adalah tahap terakhir dalam penelitian fenomenologi.
Husserl mendefinisikan esensi sebagai sesuatu yang umum dan berlaku
universal. Karena esensi tidak pernah terungkap secara sempurna. Dimana,
sintesis struktural dan dan tekstural yang akan mewakili esensi ini dalam
waktu dan tempat tertentu, serta sudut pandang imajinatif seseorang
terhadap fenomena.2
2
Engkus Kuswarno, Fenomenologi: Metode Penelitian Komunikasi: Konsepsi, Pedoman,
dan Contoh Penelitiannya, h. 23.
51
Proses terakhir dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan
secara tekstural ke dalam sebuah pernyataan. Setelah peneliti melakukan
pengamatan dan wawancara mendalam terhadap wartawan Redaksi Sore,
peneliti akhirnya mendapat sebuah kesimpulan tentang pemahaman
wartawan
Redaksi
Sore
tentang
Kode
Etik
Jurnalistik
dan
pengaplikasiannya di lapangan serta kesimpulan akhir.
B. Karakteristik Informan
Tabel 1. Karakteristik Informan
Nama Informan
Jenis
Kelamin
(P/L)
Latar
Belakang
Pendidikan
Usia
(Tahun)
Lama
Bekerja di
Redaksi
Sore
Aang Wahyu A.
P
S1 Komunikasi
26
2,5 Tahun
Rivo Pahlevi A.
L
S1 Psikologi
24
1,5 Tahun
Alby Karunia P.
Raf Raf Kahfi
Fandi Hasib
Puti Nurul F.
Mumtaza
L
L
L
P
P
S1 Komunikasi
S1 Komunikasi
S1 Komunikasi
S1 Psikologi
S2 Hukum
Internasional
24
29
26
24
25
1 Tahun
2,5 Tahun
8 Bulan
2 Tahun
8 Bulan
Astza Cahya P.
Guntur A.
P
L
S1 Komunikasi
S1 Teknik
Informatika
25
24
8 Bulan
8 Bulan
Genta M.
L
S1 Hukum
27
2 Tahun
52
1. Analisis Informan 1
Yang menjadi objek informan pertama adalah Aang Wahyu A.S,
perempuan berusia 26 tahun ini sudah bekerja menjadi wartawan di Redaksi
Sore selama dua setengah tahun. Memiliki gelar Sarjana Komunikasi dari
salah satu universitas di Solo yang menganggap bahwa dunia jurnalistik
adalah hobinya. Karena passion di dunia jurnalistik menjadikan dunia
jurnalistik sebagai pekerjaan yang cocok baginya. Sebelum bekerja menjadi
reporter di Redaksi Sore Trans7, Aang sudah memiliki cukup pengalaman
bekerja di media sebagai jurnalis. Karena sebelumnya pernah menjadi reporter
“Mengejar Matahari Trans7” dan reporter “Indonesiaku Trans7”. Hal itu
menjadikannya memiliki pengalaman yang cukup dalam menganalisis suatu
peristiwa untuk dijadikan menjadi sebuah berita.
Dengan memiliki pengalaman sebagai jurnalis di media, Aang selalu
mengedepankan sikap independen dan paham betul tentang Kode Etik
Jurnalistik.
“Kode Etik Jurnalistik itu sebagai aturan yang mengatur tentang cara kerja
wartawan, dimana kita menyampaikan fakta yang sebenarnya tanpa kita
mencampurkan opini-opini kita atau mencampurkan opini orang dan tidak
menyebarluaskan berita yang menyangkut suku, agama dan ras (SARA) dan
lainnya.”3
Mengenai pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, Aang
memang tidak hafal secara keseluruhan, namun jika dihadapkan dengan pasalpasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, Aang mampu menjelaskan pointpoint pentingnya sesuai dengan penafsiran yang ada dalam KEJ itu sendiri.
3
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Aang Wahyu, 17 November
2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
53
Bahkan, Aang mengatakan bahwa KEJ tersebut sudah melekat di otak dan
menjadi pedoman profesinya selama menjadi seorang jurnalis.
Istilah cover both side, off the record, hak jawab, hak koreksi, dengan
mudah ia paparkan dengan jelas. Karena selama menjadi jurnalis setiap point
yang ada dalam KEJ sudah pernah ia alami dan laksanakan. Pemahaman
tersebut juga didukung oleh pelatihan A to Z jurnalistik yang didapatkan pada
awal-awal menjadi seorang jurnalis di Trans7.
Mengenai pernah atau tidaknya menerima amplop atau uang dari
narasumber, Aang menjawab belum pernah dan jika sampai ada yang
memaksa untuk menerimanya, amplop tersebut tetap diterima akan tetapi
selanjutnya diserahkan ke kantor. Dan nanti kantor yang akan menindaklanjuti
amplop tersebut. Baginya, wartawan yang menerima amplop atau sering
disebut dengan wartawan amplop, itu adalah suatu pelanggaran terhadap kode
etik, karena itu akan mempengaruhi seseorang dalam penulisan sebuah berita
dan menjadikan seseorang itu menjadi tidak independen dalam melaksanakan
tugasnya sebagai seorang wartawan yang professional.
Menurutnya, wartawan yang professional adalah wartawan yang bekerja
sesuai dengan Kode Etik Juranalistiknya dan paham Undang-Undang Pokok
Pers No.90 tahun 1999, dia menguasai materi, dia melakukan riset yang
mendalam sebelum dia liputan, dia bekerja maksimal dari per pra liputan,
liputan hingga pasca liputan.
54
“Karena passion saya tuh di dunia jurnalistik dan saya menganggap
pekerjaan yang paling cocok dengan saya dan hobi saya adalah jurnalistik
ini.”4
Aang sendiri sudah cukup nyaman dengan profesinya menjadi seorang
jurnalis, hal ini dikarenakan ia sudah cukup lama menjadi seorang jurnalis dan
sudah paham cara kerja seorang jurnalis.
Secara keseluruhan, Aang paham dengan Kode Etik Jurnalistik dan ia
sendiri mengatakan sudah melaksanakan dan memegang teguh KEJ tersebut
dan menurut dia, dia belum pernah melakukan sebuah pelanggaran.
“Karena setiap liputan itu kita harus netral, karena dalam setiap
wawancara kita harus wawancara yang namanya cover both side dan harus
independen.”5
Kesimpulan Pemahaman Informan 1:
Wartawan redaksi sore Trans7 ini paham dengan Kode Etik Jurnalistik.
Hal ini dikarenakan pengalaman yang berlatar belakang pendidikan jurnalistik
dan cukup lamanya ia berprofesi sebagai seorang jurnalis. Sehingga sangat
menerapkan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dan landasannya dalam
mencari berita dan menjadikan dirinya tidak pernah menyimpang agar tidak
melanggar ketentuan dari KEJ sendiri dan sampai sekarang ia belum pernah
melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode
Etik Jurnalistik. Esensi dari seorang wartawan tersebut mampu ia tampilkan
dalam tugas dan tanggungjawabnya sebagai jurnalis. Sehingga tidak ada
pelanggaran yang dilakukan terkait dengan pasal-pasal dalam KEJ.
4
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Aang Wahyu, di Lower Ground
Gedung Menara Bank Mega.
5
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Aang Wahyu, di Lower Ground
Gedung Menara Bank Mega.
55
2. Analisis Informan 2
Informan kedua adalah Rivo Pahlevi A. Laki-laki berusia 24 tahun ini
sudah bekerja selama 1,5 tahun sebagai wartawan Redaksi Sore Trans7.
Memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Sosiologi di salah satu
Universitas di Jakarta tidak membuat Rivo menjadi kesulitan dalam menulis
berita. Karena kebiasaan dirinya membaca berita baik cetak maupun online
dan suka menonton acara-acara dialog dan juga pemberitaan di televisi,
memotivasi dirinya untuk menjadi seorang jurnalis. Meskipun sebelumnya
Rivo pernah bekerja di Creative Femina Group dan sebagai Freelance Crew
dalam event-event pemerintah.
Sebelum turun langsung ke lapangan, Rivo diberi pelatihan dari kantor
yang biasa disebut A to Z jurnalistik yang diberikan juga kepada setiap
wartawan yang baru masuk di Redaksi Sore ini. Dalam pelatihan itu, ia
diberikan arahan dan dilatih dalam menghadapi narasumber agar tahu
bagaimana caranya bisa mendapatkan berita atau informasi yang kita butuhkan
secara lengkap, sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat dengan baik
dan terpercaya.
Dari pengamatan peneliti selama liputan di lapangan, Rivo terkesan
seorang jurnalis yang sederhana dan tidak suka basa basi. Pola kerjanya selalu
pada cover both side.
“Kalau yang saya tau sih selama ini seorang wartawan itu harus membuat
berita yang berimbang itu yang utama, bukan bagaimana kita menyuarakan
56
masyarakat terhadap program-program berita, tapi bagaimana kita bisa
menyampaikan aspirasi pemerintah kenapa mereka melakukan itu, dan untuk
apa tujuannya. Selain itu, menyampaikan informasi dengan akurat mengenai
data mengenai peristiwa yang terjadi secara benar dan apa adanya.”6
Menurut pemahaman Rivo, esensi dari tugas seorang wartawan adalah
menyampaikan informasi
apa yang dia terima dari banyak sisi harus
berimbang dan penyampaian informasinya jangan sampai salah atau berbelok
dari yang aslinya.
Berbicara soal Kode Etik Jurnalistik awalnya Rivo tidak mengetahui dan
dia mengaku tidak hafal setiap pasalnya, namun jika diminta untuk
menjelaskan Rivo cukup paham dalam menjelaskan pasal-pasal yang ada
dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun pada saat ditanya tentang istilah-istilah
jurnalistik ia belum mampu menjelaskan secara detail sesuai dengan
penafsiran yang ada, hanya sesuai dengan pemahamannya dia saja terhadap
istilah-istilah tersebut.
Saat peneliti bertanya tentang fenomena seputar wartawan amplop yang
berkaitan dengan materi. Rivo berpendapat bahwa itu pilihan pribadi dari
setiap wartawannya, tapi dia sangat menyayangkan jika ada media yang
sampai mau menayangkan ataupun mencetak berita dari hasil suap tersebut.
Meski dirinya mengaku pendapatannya sudah tergolong cukup, tetapi ia tidak
mau menerima segala bentuk amplop dari narasumber, selain dilarang oleh
kantor juga, karena pribadinya menanamkan sikap profesional sebagai seorang
6
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Rivo Pahlevi A, 17 November
2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
57
wartawan. Walaupun pada saat meliput di lapangan banyak yang menawarkan
model-model amplop seperti itu, seperti masa kampanye misalnya.
“Waktu kampanye pasti banyak sekali yang menawarkan amplop kepada
wartawan. Cuma kami dari kantor dilarang menerima itu, karena memang takutnya
mempengaruhi opini dan Alhamdulillah dari kantor kita diarahkan untuk tidak
memihak partai manapun karena kita tidak teraspirasi dari partai manapun gitu.”7
Oleh karena itu, Kode Etik Jurnalistik memang sudah ditanamkan dalam
diri Rivo sejak ia bekerja sebagai jurnalis. Dalam mencari berita di lapangan
juga dia sangat berlandasan pada kaidah-kaidah yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik, dimana seorang wartawan mampu mempertanggungjawabkan
segala bentuk berita yang ia sampaikan kepada publik.
“Jadi setiap berita yang tayang ke kita memang harus kita
pertanggungjawabkan karena apapun yang tayang kemudian ditanyakan
pemirsa kita harus bisa menjawab mengapa tayangannya seperti itu mengapa
kontennya berubah dari perjanjiann mengapa mungkin hasil wawancaranya
kemudian dipotong dan itu memang hal-hal yang harus kita
pertanggungjawabkan karena ada narasumber yang meminta copy tayang
sebagai bentuk pertanggungjawaban kita wajib memberikan itu kepada
narasumber.”8
Yang terpenting dalam diri Rivo bahwa ia selalu memiliki sikap
professional terhadap apapun, terkait dengan masalah-masalh yang ada dalam
dunia jurnalistik. Bersikap cover both side dan ia mengaku bahwa dirinya
belum pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal yang
ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Jika sampai ada yang melanggar akan
diberikan Surat Keputusan (SK) sesuai dengan kebijakan kantor.
7
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Rivo Pahlevi A, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
8
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Rivo Pahlevi, di Lower Ground
Gedung Menara Bank Mega.
58
Kesimpulan Pemahaman Informan 2:
Rivo adalah salah satu informan yang memiliki background Sarjana
Sosiologi. Memiliki kebiasaan membaca berita baik cetak maupun online serta
menonton pemberitaan di televisi memotivasi dirinya menjadi seorang
jurnalis. Background yang bukan dari jurnalis tidak menyulitkan Rivo untuk
menjadi wartawan professional. Terkait dengan pertanyaan seputar Kode Etik
Jurnalistik, Rivo cukup paham dalam menjelaskan isi dari pasal-pasal yang
ada dalam Kode Etik Jurnalistik tersebut. Tetapi Rivo tetap menjadikan Kode
Etik Jurnalistik sebagai landasan dalam bekerja sebagai seorang jurnalis. Ia
juga mengaku, selama bekerja menjadi jurnalis belum pernah melakukan
pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
Esensi jiwa dari seorang wartawan mampu ia buktikan selama ia bekerja di
lapangan.
3. Analisis Informan 3
Informan yang ketiga adalah Alby Karunia Pratama. Laki-laki yang
berusia 24 tahun ini sebelumnya belum pernah memiliki pengalaman bekerja
di media manapun kecuali menjadi wartawan Redaksi Sore Trans7 ini.
Meskipun latar belakang pendidikannya adalah Sarjana Komunikasi. Namun,
sebelum Alby diterima dan bekerja menjadi wartawan, ia aktif mengikuti
kegiatan organisasi di kampusnya yang berhubungan dengan dunia jurnalistik.
59
Ia pernah menjadi anggota pada tahun 2009 sampai 2010 kemudian pada
tahun 2010 sampai 2012 ia menjabat sebagai koordinator reporter, karena
memang punya skill dan menekuni kegiatannya ini, pada tahun 2012 sampai
2013 ia dipercaya menjadi Asisten Redaktur peliputan komunitas di Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Institut Manajemen TELKOM.
Menjadi seorang jurnalis memang cita-cita Alby sejak di bangku kuliah,
pasalnya selain aktif di kegiatan yang berhubungan dengan jurnalistik itu, dia
juga memiliki motivasi yang kuat untuk selalu belajar, dan akhirnya kini Alby
menjadi salah satu wartawan yang bekerja di Redaksi Sore Trans7. Ia juga
mendapat pelatihan-pelatihan jurnalistik selama seminggu untuk masa
training. Akan tetapi, setiap hari juga sering diberikan pelatihan ataupun
arahan dalam mencari informasi di lapangan. Karena menurutnya, pembekalan
yang diberikan itu memang sangat penting, mengingat sekarang banyak
wartawan yang berbelok dari kaidah Kode Etik Jurnalistik yang telah
ditetapkan.
Sebelum Alby turun ke lapangan untuk mencari berita yang telah di
arahkan oleh Koordinator Liputan (Korlip), ia datang ke kantor sesuai
permintaan dari korlip yang kemudian diberikan arahan untuk menghubungi
atau bertemu dengan siapa yang akan dijadikan sebagai narasumber sesuai
dengan tema liputan yang telah ditentukan.
Saat peneliti mengamati Alby di lapangan, ia selalu menyiapkan riset atau
beberapa pertanyaan yang akan diajukan sebelum menanyakan kepada
narasumber. Misalnya pada saat konferensi pers untuk peristiwa tertentu. Hal
60
itu dilakukan agar pertanyaan yang nanti diajukan memuat semua informasi
yang lengkap untuk diberikan kepada masyarakat luas.
“Dan jika ada yang masih kurang kita tanya ke wartawan lain nggak apaapa, asalkan narasumber terpercaya sebagai dasar saja, selanjutnya nanti kita
yang kroscek sendiri.”9
Untuk penulisan naskahnya, setiap wartawan yang turun langsung ke
lapangan membuat naskahnya di lapangan setelah mereka selesai liputan yang
kemudian dikirim ke email korlip, tetapi di kantor di ketik ulang di software
yang namanya Electronics News Production System (ENPS).
Tidak hanya liputan di dalam kota saja, Alby juga sering di kirim ke luar
kota atau ke daerah-daerah untuk liputan suatu peristiwa tertentu dan live
streaming dalam melaporkan beritanya. Namun, tidak semua wartawan
dikirim untuk liputan ke luar kota, yang diberangkatkan hanya yang
memenuhi kriteria saja, tergantung spesifikasi fisik dan spesifikasi
kemampuannya untuk liputan darurat seperti itu. Menurut Alby itu sebuah
pengalaman yang menarik dalam dunia jurnalistik, tidak hanya sekedar
mencari berita tapi ia juga bisa sambil jalan-jalan.
Dalam mencari berita Alby selalu memegang aturan yang ada dalam Kode
Etik Jurnalistik dan peraturan dari kantor Redaksi sendiri. Ia juga setuju
dengan setiap pasal yang ada dalam KEJ, terlihat saat peneliti menanyakan
tentang hak jawab dan hak koreksi ia menjawabnya dengan benar sesuai
dengan penafsiran yang tertulis dalam KEJ.
9
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Alby Karunia Pratama, 20
November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
61
“Kalau menurut pasal 11 tentang hak jawab dan hak koreksi yaitu ketika
kita dianggap salah memberikan informasi kita berkah memberikan statement
dari kita kenapa bisa salah kita punya hak untuk mempertahankan argument
kita misalnya kita mendapatkan informasi dari korbannya langsung jadi kita
punya hak untuk mengkoreksi dan membenarkan berita yang kita dapet.”10
Mengenai wartawan yang harus bersikap independen, Alby menjawab
dengan tegas bahwa wartawan harus mampu memberikan berita yang akurat,
tanpa ada campur tangan dari pihak tertentu.
“Karena sebagai wartawan yang bertugas menyampaikan sebuah berita
dari suatu peristiwa di masyarakat kita harus bertindak dan tidak terikat satu
kepentingan, jadi kita harus benar benar apa yang terjadi ya kita beritakan dan
gak mikirin jika berita ini ada pihak yang merasa terganggu karena kita
memberitakan apa yang sebenarnya terjadi.”11
Pada dasarnya Kode Etik Jurnalistik memang selalu menjadi pedoman
buat wartawan karena itu memang sudah aturan yang tertulis sesuai dengan
keputusann Dewan Pers. Agar tidak terjadi pelangaran-pelanggaran dan tidak
cover both side, apalagi sampai dibilang ada wartawan amplop dan sejenisnya.
Saat peneliti menanyakan hal yang berhubungan dengan wartawan amplop,
Alby berpendapat bahwa, wartawan amplop itu wartawan yang tidak punya
institusi yang merangkul mereka, dan wartawan bebas yang kerjanya menjual
berita atau datang ke suatu tempat dan tidak berseragam. Wartawan-wartawan
yang seperti itu tentu menyimpang dari kaidah yang ada. Untuk itu, Alby
sebisa mungkin untuk tidak pernah menerima uang atau benda dari
narasumber. Karena, bagi Alby meskipun pendapatan yang di dapat dari
10
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Alby Karunia Pratama, di
Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
11
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Alby Karunia Pratama, di
Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
62
kerjanya sebagai seorang wartawan tergolong cukup dan pas, tidak membuat
ia tergiur dari penawaran amplop-amplop tadi.
Kesimpulan Pemahaman Informan 3
Alby Karunia Pratama yang memiliki latar belakang pendidikan jurnalistik
paham dalam menjelaskan inti dari pasal-pasal yang ada dalam setiap Kode
Etik Jurnalistik. Dan dia menjadikan KEJ sebagai landasan dalam mencari
berita. Alby juga bisa menjelaskan istilah-istilah dalam pasal KEJ seperti hak
jawab dan hak koreksi. Meskipun dalam menjelaskan embargo Alby masih
bingung, walaupun dia paham dengan ketentuan embargo. Dia juga mengerti
tentang larangan menerima suap atau amplop dari narasumber, karena
berdasarkan pengalaman dia di lapangan, dia pernah menerima namun
langsung diserahkan ke kantor, karena jika hal itu terjadi atau diterima maka
akan mempengaruhi pemberitaan dan independensinya. Alby juga tidak
pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal dalam Kode
Etik Jurnalistik.
4. Analisis Informan 4
Raf Raf Kahfi adalah informan keempat yang memiliki latar belakang
Sarjana Komunikasi dari salah satu Universitas di Surabaya. Sebelum bekerja
sebagai wartawan di Redaksi Sore Trans7, Rafi mempunyai cukup banyak
pengalaman dalam dunia jurnalistik, pasalnya dia pernah bekerja menjadi
penyiar radio di salah satu radio pendidikan di Surabaya. Tidak hanya itu, dia
63
juga pernah menjadi presenter televisi Edukasi di Jawa Timur. Hal ini,
menjadikan Rafi semakin tertarik dalam dunia broadcast.
Motivasi awal Rafi menjadi seorang jurnalis adalah karena memang
menurut dia pashionnya ada di dunia jurnalis ini, dia menyukai tempat yang
memiliki akses lebih banyak dan menjadi jurnalis ini adalah salah satu
aksesnya untuk dia bisa bekerja tidak hanya pada satu tempat saja, tetapi bisa
ke tempat-tempat yang berbeda.
“Profesi yang saya sekali atau gue banget. Karena profesi ini meskipun
tidak menjanjikan gaji yang besar namun kaya pengalaman, kita bisa lebih
dulu mengetahui informasi dan berita dari orang kebanyakan karena kita yang
menyampaikan berita itu.”12
Tidak hanya itu, lama bekerja di Redaksi Sore Trans7 selama dua setengah
tahun juga menambah pengalaman dan wawasan Rafi untuk selalu belajar dan
terus belajar dalam mencari berita. Meskipun berasal dari daerah, Rafi tetap
bisa beradaptasi dalam bekerja di Ibukota. Rafi juga sering tampil live di
depan televisi dan ditugaskan ke luar kota untuk mencari berita dari sebuah
peristiwa.
Pria kelahiran 29 Januari 1985 ini selalu mengutamakan Kode Etik
Jurnalistik sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang
wartawan
di
media.
Karena
pada
saat
peneliti
bertanya
tentang
pengetahuannya seputar Kode Etik Jurnalistik, dia menjawab dengan tegas
bahwa KEJ itu seperti batasan atau seperangkat aturan yang membatasi
seorang wartwan atau jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya, jadi tidak
12
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, 20 November
2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
64
boleh sembarangan seorang jurnalis itu menceritakan atau memberitakan halhal yang menyangkut isu-isu SARA atau seksualitas dan lainnya, karena
menurut Rafi inti dari KEJ adalah seperangkat aturan yang istilahnya menjaga
profesi jurnalistik dari hal-hal yang sebenarnya ingin menodai profesi
jurnalistik itu sendiri.
Berlandasan Kode Etik Jurnalistik menjadikan Rafi bekerja tidak pernah
menyimpang dari pasal-pasal yang ada dalam aturan KEJ itu sendiri. Disiplin
waktu dalam melaksanakan tugas dan datang ke kantor tepat pada waktunya
juga merupakan prioritas utama seorang jurnalis yang siaga dalam
menjalankan pekerjaannya. Selalu datang pagi sesuai ketentuan dari petunjuk
koordinator lapangan yang memberikan arahan kepadanya. Untuk menyiapkan
segala kebutuhan pada saat bekerja di lapangan dalam mencari berita. Bekerja
dengan tim liputan juga sangat diutamakan oleh Rafi.
Walaupun dia mengetahui bahwa profesi seorang jurnalis banyak resiko
dan juga tidak menjanjikan pendapatan yang banyak dan besar, tidak
menjadikan Rafi bekerja semaunya sendiri dan tidak berlandasan dengan
aturan yang ada. Seperti wartawan-wartawan yang sering melakukan
pelanggaran
pada
zaman
orde
baru,
dimana
wartawan
mungkin
kesejahteraannya tidak sebegitu bagus, dan terlalu banyak kepentingan politik,
sehingga wartawan begitu mudah untuk di setir dengan memberikan amplop.
“Tidak semua wartawan seperti itu, karena memang masih banyak wartawan
yang memiliki idealisme tinggi untuk menyampaikan informasi yang benar dan
wartawan-wartawan yang menerima hal seperti itu, saya rasa karena ada banyak
kepentingan juga misalnya kepentingan politik atau lainnya.”13
13
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
65
Ia juga merasa memiliki penghasilan yang cukup mensejahterakan dirinya,
karena pendapatan seorang wartawan itu tergantung dari wartawan itu sendiri,
dimanapun yang namanya gaya hidup itu jauh lebih besar daripada biaya hidup.
“Itu tergantung kalau gaya hidup lu gede yaudah pasti lu ngerasa kurang
terus, tapi kalau lu ngerasa bahwa biaya hidup lu lebih mudah, lu punya
saving dan sebagainya ya mungkin cukup saja.”14
Menjadi seorang wartawan yang professional menurut Rafi adalah
wartawan yang memiliki integritas, yang mengerti akan tugasnya. Dan selalu tidak
sembarangan untuk menyebarkan berita. Harus memenuhi unsur-unsur cover both
side jadi tidak memihak pada satu pihak yang di unggulkan sementara pihak lain di
tekan, karena wartawan harus berada di jalur yang netral.
Dalam waktu yang sama, saat peneliti bertanya tentang pengetahuaanya terhadap
istilah-istilah jurnalistik seperti hak tolak, hak jawab dan istilah embargo, Rafi cukup
paham dan bisa menjelaskan makna dari istilah tersebut sesuai dengan penafsiran
yang ada pada Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers. Tidak hanya itu,
Rafi juga memahami maksud yang ada dalam setiap pasal dalam Kode Etik
Jurnalistik.
Dalam membuat berita, Rafi mengaku tidak selalu murni dari informasi yang
diperoleh dari narasumber, karena dia memberikan sedikit opini di dalam naskah
beritanya, tetapi masih dalam ruang lingkup yang wajar, tidak menyimpang dari fakta
yang ada dan masih dalam kepentingan publik.
Karena yang terpenting dalam menjadi wartawan yang professional itu adalah
wartawan yang selalu mengedepankan sikap independen terhadap apapun, serta
menyampaikan berita yang akurat.
14
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
66
“Menurut saya, wartawan yang bersikap independen itu kita tidak mudah di
arahkan, walaupun sebenarnya bagi saya ini rumit dan complicated, masalahnya
kitapun dipesan oleh redaktur kita, mau di arahkan kemana karena kebijakan redaksi
itu biasanya setiap media berbeda-beda. Jadi tugas wartawan itu adalah
menyampaikan, menggali dan mencari informasi sesuai dengan fakta yang ada
dilapangan , begitu sampai ke meja redaksi hal tersebut bisa berbeda, dari angelnya
atau sudut pandangnya pasti berbeda karena sesuai dengan kebijakan redaksi.”15
Oleh karena itu, Rafi selalu memegang teguh Kode Etik Jurnalistik pada
saat dia melakukan liputan dimanapun.
“Jika sampai melanggar Kode Etik Jurnalistik itu berarti membunuh diri
kita sendiri. Dimana jika kita memberitakan berita secara timpang, maka akan
timpang juga kredibilitas kita, karena tidak sesuai dengan aturan yang ada
dalam setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.”16
Kesimpulan Pemahaman Informan 4:
Rafi memiliki pengalaman yang cukup matang
dan paham jika
menjelaskan tentang point yang ada pada setiap pasal dalam Kode Etik
Jurnalistik dan menjadikannya landasan profesinya. Bahkan, dia sangat setuju
dengan peraturan yang ada dalam setiap pasal yang ada, meskipun menurutnya
tidak semua wartawan tahu dan paham betul tentang Kode Etik Jurnalistik.
Dan berkaitan dengan wartawan amplop yang sekarang sudah tidak asing lagi,
Rafi memiliki idealisme tinggi terhadap hal seperti itu. Menurut dia, hanya
gaya hidup wartawan itu sendiri yang akan mempengaruhinya, karena
wartawan professional yang sebenarnya adalah wartawan yang tidak
dipandang serendah harga uang yang ada dalam amplop, akan tetapi wartawan
yang mampu mengedepankan sikap independen dan cover both side. Bahkan,
15
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
16
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Raf Raf Kahfi, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
67
ia juga tidak pernah melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang
ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
5. Analisis Informan 5
Fandi Hasib adalah informan ke lima yang baru bekerja di Redaksi Sore
Trans7 sebagai reporter selama delapan bulan sejak April 2014 lalu. Dan
waktu delapan bulan itu bukan pengalaman yang pertama baginya dalam
dunia jurnalistik. Sebelumnya Fandi pernah bekerja sebagai penyiar radio di
Radio Suara Kendari, sebagai presenter di Sindo Televisi dan juga presenter di
Televisi Republik Indonesia (TVRI). Hal itu menjadikan Fandi sudah terbiasa
dengan dunia jurnalistik meskipun belum turun langsung di lapangan seperti
sekarang ini.
Keinginan dan tekad kuatlah yang menjadikan Fandi sebagai seorang
jurnalis seperti sekarang. Motivasi awal Fandi karena background atau latar
belakang pendidikannya memang dari ilmu komunikasi yaitu jurusan
jurnalistik.
“Jadi memang tujuan saya ketika kuliah adalah menjadi seorang wartawan
atau jurnalistik seperti sekarang ini, dengan menjadi seorang jurnalis maka
dituntut untuk menjadi seseorang yang mengetahui banyak hal, dan juga tidak
sekedar tau tetapi juga bisa menyampaikan hal yang diketahui tersebut secara
rinci.”17
Sebelum bekerja menjadi seorang wartawan Fandi sudah mengetahui hal
yang harus dan tidak harus dilakukan dalam menyampaikan berita. Karena
Fandi cukup paham tentang aturan yang tertulis untuk menjaga profesionalitas
17
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Fandi Hasib, 21 November
2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
68
cara kerjanya. Dimana dia pernah belajar tentang Kode Etik Jurnalistik sesuai
dengan ketentuan dari Dewan Pers, sehingga sebisa mungkin Fandi selalu
memegang teguh Kode Etik Jurnalistik sebagai landasannya dalam bekerja.
Meskipun
ketika
peneliti
bertanya
tentang
pengertian-pengertian
jurnalistik seperti azas praduga tak bersalah, off the record, cover both side,
dan yang lainnya, Fandi hanya bisa menjawab sebagian saja.
“Saya lebih memahami secara garis besar mengenai yang saya sebutkan
tadi dan memang yang lebih utama untuk dipahami hanya garis besar ketika
menjalankan atau melaksanakan sebuah liputan kita tidak boleh berpihak pada
satu pihak. Salah satunya seperti itu.”18
Sudah bekerja selama delapan bulan menjadi wartawan dan sebelumnya
pernah menjadi presenter, ternyata belum cukup menjadikan Fandi paham
betul akan Kode Etik Jurnalistik. Meskipun dia selalu menjalankan tugasnya
sesuai dengan aturan yang tertulis dalam Kode Etik Jurnalistik.
Fandi memang tidak terlalu sering meliput di luar kota. Mungkin karena
dirinya masih baru menjadi wartawan di Redaksi Sore Trans7, sehingga harus
belajar dan mendalami dulu untuk penugasannya yang hanya di dalam kota.
Namun, itu tidak menjadikan Fandi untuk putus semangat dalam menjalani
pekerjaannya sebagai seorang jurnalis.
Pria asal Kendari ini mengaku, meskipun dirinya baru menjadi wartawan
tapi tidak pernah mencampurkan opini pribadi dengan fakta yang ada dalam
produk berita yang dia buat. Meski belum cukup paham tentang Kode Etik
Jurnalistik, ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang wartawan amplop,
18
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Fandi Hasib, di Lower Ground
Gedung Menara Bank Mega.
69
Fandi juga tidak sependapat dengan adanya wartawan amplop. Menurutnya
wartawan amplop adalah wartawan yang bekerja tidak sesuai dengan Kode
Etik Jurnalistik.
Menjadi wartawan yang memiliki integritas dan menjadi seorang
wartawan yang professional adalah wartawan yang harus mempunyai sifat
cover both side. Ia setuju, jika setiap wartawan dari media manapun harus
paham tentang Kode Etik Jurnalistik dan Fandi juga menjalani tugasnya sesuai
dengan landasan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, meskipun dirinya
masih belum cukup paham. Ini bisa dilihat ketika peneliti menanyakan tentang
pasal 11 yang berbunyi “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak
koreksi secara proporsional.” Kemudian peneliti bertanya kepada Fandi
tentang maksud pasal itu Fandi hanya menjawab:
“Ya, kita memberitakan sebuah kejadian ketika ada satu pihak yang ingin
mencari tau lebih dalam, kita kan tugasnya memberitakan jadi ketika ada satu
pihak yang ingin mencari tahu lebih dalam, si pembuat berita atau wartawan
atau jurnalis punya hak untuk memberitahukan yang sudah memang
sebelumnya dia sudah mencari informasi mengenai berita yang dia berikan
kepada khalayak tersebut jadi memang sebuah kewajiban memberikan
informasi secara proporsional kepada pihak yang ingin tau, seperti itu.”19
Ia sama sekali tidak menjelaskan tentang pengertian hak jawab dan hak
koreksi secara detail sesuai dengan penafsiran yang ada dalam pasal 11 Kode
Etik Jurnalistik.
Hanya dengan modal pelatihan, jika tidak diseimbangkan dengan
pengetahuan jurnalisme dan menjadikannya landasan untuk menjadi jurnalis
yang bersih dan jauh dari pelanggaran akan membuat semua jurnalis yang
19
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Fandi Hasib, di Lower Ground
Gedung Menara Bank Mega.
70
paham dunia jurnalisme hanya akan mengetahui sebatas hal-hal teknis saja.
Dan tentunya proses untuk memahami hal tersebut tidak cukup dengan waktu
yang sebentar.
Kesimpulan Pemahaman Informan 5
Fandi tergolong wartawan baru di Redaksi Sore Trans7 yang cukup paham
tentang penafsiran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Meskipun dirinya baru
menjadi wartawan, tetapi dirinya mengetahui garis besar yang ada dalam Kode
Etik Jurnalistik. Karena bagaimanapun juga setiap wartawan memang harus
mematuhi peraturan yang tertulis dalam setiap pasal di Kode Etik Jurnalistik.
Istilah-istilah yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik hanya bisa djelaskan
Fandi sebagian saja tidak secara detail, meskipun istilah tersebut sering
diterapkan pada saat mencari berita di lapangan. Fandi selalu berusaha
menjadi wartawan yang cover both side dan juga menjadi wartawan yang
professional. Belajar dengan menjalani profesi wartawan itu sendiri menjadi
prinsip dalam memahami tugas dari seorang jurnalis. Hal ini membuat dirinya
menjadi seorang jurnalis yang cukup menjiwai esensi dari tugas seorang
jurnalis itu sendiri.
6. Analisis Informan 6
Informan ke enam adalah Puti Nurul Fatimah. Ia merupakan lulusan
Sarjana Psikologi dari salah satu Universitas di kota pendidikan Yogyakarta.
Meskipun latar belakang pendidikannya bukan dari dunia jurnalistik, namun
Puti menganggap bahwa bidang yang paling cocok bagi dirinya dan bisa
71
beraktifitas di luar yang bermanfaat adalah menjadi seorang wartawan. Selain
dapat pergi ke beberapa wilayah, juga dapat menambah pengalaman dan
pengetahuan jika menjadi seorang wartawan.
Disiplin waktu selalu Puti biasakan pada dirinya, begitu juga dengan
kedatangannya di kantor sebelum liputan. Puti selalu datang setengah atau satu
jam sebelum berangkat liputan di lapangan. Ia mempersiapkan segala
sesuatunya yang dibutuhkan ketika akan melakukan liputan di lapangan.
Setelah mempersiapkan semuanya Puti langsung menuju tempat dimana ia
ditugaskan untuk mencari berita dari tema yang sudah ditentukan oleh
Koordinator Liputan.
Puti mengaku lebih sering melakukan liputan di Jakarta, meskipun
biasanya juga liputan di luar kota seperti Jawa dan Sumatera jika ada bencana
atau peristiwa yang terjadi. Dia juga sering membuat konten lokal di luar kota
seperti liputan tentang suatu objek wisata.
Ia mengaku senang dalam menjalani ini sebagai tugasnya, karena
menurutnya tugas seorang wartawan itu memang memberikan informasi
kepada masyarakat sesuai dengan fakta yang ada.
“Sebagai wartawan itu bisa memberitakan kembali secara benar sesuai
dengan fakta kepada masyarakat.”20
Itulah sebabnya setiap wartawan memang benar menjaga
kebenaran
beritanya. Selama bekerja menjadi wartawan di Redaksi Sore Trans7 sejak dua
tahun yang lalu, Puti mengaku bahwa Kode Etik Jurnalistik adalah pegangan
20
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, 21
November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
72
untuk dirinya dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya dan ia setuju dengan
setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik tersebut.
Ketika peneliti menanyakan pengetahuannya tentang pengertian Kode Etik
Jurnalistik, Puti menjawab dengan tegas:
“intinya Kode Etik Jurnalistik itu seperti aturan, seperti di negara ini kita
punya hukum punya pasal dan kalaupun ada pelanggaran kita dikenakan
hukum begitupun dengan di wartawan kita punya aturan semuanya tercantum
di dalam kode etik jurnalistik itu.”21
Puti juga mengaku paham dengan setiap pasal yang ada dalam kode Etik
Jurnalistik, menurutnya Kode Etik Jurnalistik itu tidak hanya melihat tetapi
juga diterapkan karena sesuai dengan jobdesk dia sebagai seorang wartawan.
Jadi setiap aturan yang terkait dengan profesinya selalu ia sesuaikan dengan
aturan yang ada.
Penjelasannnya saat ditanya peneliti terkait dengan istilah-istilah
jurnalistik yang ada seperti off the record, embargo, hak jawab dan hak
koreksi juga mampu ia paparkan sesuai dengan penafsiran yang ada dalam
setiap pasal dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun sebelumnya Puti belum
pernah bekerja menjadi seorang wartawan, namun pengetahuaannya terhadap
hal yang terkait dengan aturan-aturan yang harus diberlakukan dalam profesi
jurnalis sangat dipegang teguh.
Misalnya juga saat peneliti bertanya terkait opini, apakah pernah
memasukkan opini ke dalam produk berita yang ia buat, ia mengaku belum
21
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
73
pernah. Namun jika hanya untuk menganalisa ia tetap lakukan karena
analisanya hanya untuk menguatkan berita yang ia peroleh.
“Karena sebenernya kalau untuk opini itu seorang wartawan tidak boleh
mencampurkan opini kita ke dalam naskah kita, cuma disini sebagai wartawan
kita juga perlu menganalisa , opini dengan analisa itu kan hampir mirip, kalau
opini tidak boleh tetapi kalau analisa kan untuk menguatkan berita gak apaapa.”22
Itu semua dilakukan untuk menjaga bahwa wartawan memang memiliki
Integritas tinggi dan tidak hanya dipandang sebelah mata, karena dirinya ingin
selalu menjadi wartawan yang professional. Dengan memberitakan berita
secara benar sesuai dengan fakta di lapangan, tidak membesar-besarkan,
bersikap adil dan tidak mendapatkan suap ataupun bentuk materi dari
narasumber. Dia juga tidak ingin bahwa semua wartawan disamakan seperti
wartawan bodrex atau wartawan amplop yang hanya memiliki kepentingan
yang berkaitan dengan salary.
“Jadi kalau untuk wartawan amplop itu mungkin mereka yang masih
belum ngerasa cukup dengan salary mereka, cuma itu kan termasuk kedalam
satu KEJ juga berarti secara tidak langsung sedikit demi sedikit udah
ngelanggar kode etik juga.”23
Jadi intinya setiap wartawan harus bersikap professional dan menjadikan
Kode Etik Jurnalistik itu sebagai pegangannya dalam menjalankan profesinya
sehingga tidak melanggar dari ketentuan yang ada.
Kesimpulan Pemahaman Informan 6:
Bermodalkan pengalamannya bekerja menjadi seorang jurnalis selama dua
tahun membuat Puti paham setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalstik.
22
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
23
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Puti Nurul Fatimah, di Lower
Ground Gedung Menara Bank Mega.
74
Meskipun bukan lulusan sarjana Jurnalistik, namun Puti menjadi kode Etik
Jurnalistik sebagai pegangannya dalam bekerja. Merasa cukup dengan hasil
yang diperoleh dari salary nya sebagai wartawan juga membuat Puti selalu
bersikap professional dalam menjalankan tugasnya. Disiplin waktu juga selalu
ia terapkan dalam bekerja, begitu dengan penjelasannya terhadap istilah-istilah
jurnalistik yang peneliti tanyakan, mampu ia jawab sesuai dengan penafsiran
yang tertulis dalam Kode Etik Jurnalistik pada setiap pasalnya. Puti juga
menjalankan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang ada sehingga tidak
pernah melakukan pelanggaran yang terkait dengan pasal-pasal yang ada
dalam Kode Etik jurnalistik.
7. Analisis Informan 7
Mumtaza adalah informan ke tujuh yang baru bekerja selama delapan
bulan di Redaksi Sore Trans7 sebagai reporter. Dan waktu delapan bulan
tersebut merupakan pengalaman pertamanya menjadi seorang wartawan.
Mumtaza merupakan salah satu wartawan yang memiliki Gelar Master
diantara wartawan yang bekerja di Redaksi Sore Trans7. Mumtaza
mempunyai background Sarjana dan Master Hukum Internasional dari salah
satu Universitas Islam Internasional di Malaysia. Meskipun pendidikannya
sedikit jauh dari dunia jurnalistik, namun M menganggap bahwa untuk bisa
memperdayagunakan ilmu yang dia miliki sekarang adalah dengan menjadi
seorang jurnalis. Itulah kenapa M menjadi reporter seperti sekarang ini.
75
Pernah bekerja menjadi Penerjemah dan Manager pada tahun 2009 dan
2013 di salah satu kantor Penerjemah Jejantas Dunia di Malaysia tidak
memberhentikan langkah dari Mumtaza untuk bisa selalu menggunakan ilmu
yang ia miliki dengan hal-hal yang bermanfaat seperti menjadi jurnalis di
sebuah media televisi. Berbekal pengalaman tentang dunia politik dan
mendapatkan pelatihan-pelatihan jurnalistik dari kantor seperti A to Z
jurnalistik menambah pengetahuaannya agar bisa menjadi wartawan yang
professional.
“Wartawan yang bisa memberikan pemberitaan itu sesuai pemberitaan
yang ada, yang baik dan bisa bermanfaat untuk orang.”24
Sebelum ia mendapat pelatihan dari kantor terkait dengan dunia
jurnalistik, ia mengaku belum pernah mendapatkan pelatihan jurnalistik
sebelumnya. Mumtaza juga belum paham dengan istilah-istilah yang ada
dalam dunia jurnalistik. Istilah seperti embargo, hak jawab, dan hak koreksi
tidak dapat dijelaskan secara detail oleh Mumtaza sesuai dengan penafsiran
yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Ia hanya menjawab “saya rasa sudah
jelas ya,” dengan istilah-istilah tersebut. Tentang Kode Etik Jurnalistik
sendiri, Mumtaza mengaku tahu dari pelatihan jurnalistik dari kantor pada saat
semua wartawan baru masuk dan diterima kerja di Redaksi Sore Trans7 ini. Ia
tidak bisa menjelaskan secara mendalam namun hanya secara garis besar saja.
“Sepertinya basic ajah contohnya seperti kita menjadi jurnalis tidak
memberikan pemberitaan yang bohong itu yang pertama, terus yang kedua
24
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di
Gedung Trans Tv.
76
kalau misalkan ada satu hal yang terkait dengan moral ya kita harus
mendukung moral yang baik, seperti itu.”25
Namun, jika ia membaca Kode etik Jurnalistik ia mengaku paham.
Sosialisasi dari Redaksi Sore sendiri, menurutnya sangat membantu dirinya
dan wartawan lain dalam mempelajari dan menambah pengetahuannya tentang
dunia jurnalistik serta aturan kerja wartawan seperti Kode Etik Jurnalistik.
Meskipun dia hanya mengetahui garis besar yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik, namun dalam menjalankan profesinya Mumtaza selalu berpegang
teguh dari aturan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik tersebut.
Mumtaza juga sering ditugaskan di luar kota oleh Koordinator Liputan
untuk mencari berita dari peristiwa yang sedang terjadi. Kepercayaan yang
diberikan kepadanya inilah yang menjadikan Mumtaza selalu ingin berusaha
memahami dan mendalami aturan yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik untuk
bisa menjadi wartawan yang professional. Meskipun Mumtaza mengaku
pernah mencampurkan opini pribadinya ke dalam naskahnya, namun Mumtaza
menganggap bahwa itu anggapan secara tidak langsung pada saat ia
menganalisa berita yang ia dapatkan.
“Secara ga langsung mungkin iya gitu, apalagi saya peneliti juga,
penganalisa juga, tapi secara tidak disadari saya pasti akan mengeluarkan
opini pada tulisan saya.”26
Meski baru dan kurang paham tentang Kode Etik Jurnalistik, Mumtaza
juga tidak sependapat tentang wartawan amplop. Menurutnya wartawan
25
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di
Gedung Trans Tv.
26
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, 22 November 2014 di
Gedung Trans Tv.
77
amplop itu tergantung dari konteks penilaiannya terhadap wartawan itu
sendiri.
“Kalau menurut saya tergantung konteks suapnya seperti apa, karena ada
orang yang disuruh datang disuruh membuat berita dan akan dibayarkan itu
konteksnya suap, tapi pada saat disuruh datang dan tidak dipaksa untuk
mengeluarkan berita tersebut dan dia diberi apresiasi, itu kembali kepada
wartawannya sendiri apakah itu akan mengubah pemikirannya dia atau
tidak.”27
Meski kurang paham dengan Kode Etik Jurnalistik, sebisa mungkin ia
bekerja sesuai dengan aturan yang ada. Saat peneliti juga bertanya tentang
pendapatannya terkait dengan wartawan amplop yang selalu berkaitan dengan
materi, Mumtaza mengaku penghasilannya sekarang masih kurang cukup
terkait dengan resiko yang para wartawan hadapi di lapangan dan dengan
background pendidikannya yang tinggi.
“Kalau secara materi gitu ya, bekerja menjadi wartawan memang susah
susah gampang, tapi dengan uang yang saya dapatkan ya nggak cukup, karena
apa, tidak sesuai dengan bahaya yang mungkin saya hadapin tidak sesuai
sekali apalagi standar kehidupan saya dengan standar kehidupan seorang
wartawan dengan gaji yang saya dapet tidak sesuai gitu.”28
Namun, terkait dengan pemahaman Mumtaza tentang Kode Etik
Jurnalistik di lapangan dan salary yang ia dapat belum sesuai dengan
keinginannya, Mumtaza selalu berusaha untuk bersikap professionalitas dalam
menjalani tugasnya. Salah satunya dengan menjadikan Kode Etik Jurnalistik
sebagai salah satu pedomannya dalam bekerja dan berusaha untuk tidak
melakukan pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik.
27
28
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, di Gedung Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Mumtaza, di Gedung Trans Tv.
78
Meskipun masih kurang paham terkait dengan isi yang ada dalam setiap
pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, namun esensi dari sebuah wartawan
mampu ia tunjukkan bahwa M bisa menjadi wartawan yang dapat bekerja
dengan professional serta menjalankan Kode Etik Jurnalistik untuk tidak
menyimpang dari aturan-aturan yang ada,
Kesimpulan Pemahaman Informan 7:
Baru bekerja selama delapan bulan menjadi wartawan, membuat Mumtaza
cukup paham dalam menjelaskan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik. Meskipun demikian, tidak memberhentikan langkah Mumtaza
untuk selalu berusaha belajar dan memahami tentang semua yang ada dalam
dunia jurnalistik tempat ia bekerja. Jika secara teori Mumtaza masih kurang
paham, tetapi dalam praktiknya ia mampu mengikuti semua aturan yang ada
terkait dengan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dalam
praktiknya Mumtaza selalu berusaha memegang teguh kaidah yang ada dalam
Kode Etik Jurnalistik dan juga menerapkannnya pada saat mencari berita di
lapangan. Background pendidikannya yang bukan dari dunia jurnalistik juga
tidak membuat Mumtaza menjadi wartawan yang bebas akan aturan, tetapi dia
selalu berusaha untuk bisa menjadi wartawan yang professional. Esensi dari
seorang wartawan mampu ia buktikan dengan tidak melakukan pelanggaran
terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
79
8. Analisis Informan 8
Informan yang ke delapan adalah Astza Cahya. Ia juga baru bekerja
selama delapan bulan sebagai reporter di Redaksi Sore Trans7. Latar belakang
pendidikan Astza berbeda dengan Mumtaza, Astza merupakan lulusan
jurnalistik dari salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi di Jakarta.
Pengalaman yang cukup di dunia jurnalistik sangat Astza dapatkan sebelum ia
bekerja menjadi reporter seperti sekarang ini. Meski berlatar belakang
pendidikan dari dunia jurnalistik, namun Astza masih tergolong baru dalam
menjalani profesinya sebagai wartawan. Karena, sebelumnya Astza pernah
bekerja di Lembaga Kantor Berita Antara Televisi bukan sebagai reporter
melainkan sebagai news presenter.
Ketertarikannya dalam dunia jurnalistik terutama televisi sudah ada dalam
diri Astza sejak ia duduk di bangku kuliah. Selain sering belajar tentang dunia
broadcast, Astza juga sering mengikuti lomba-lomba yang berhubungan
dengan dunia jurnalistik. Hal itu menjadikan Astza semakin tertarik dan
mendalami dunia jurnalistik, apalagi dunia televisi seperti sekarang ini.
Sepemahaman Astza, dunia jurnalistik itu menantang dan menarik untuk
dipelajari lebih dalam. Sebelum menjadi wartawan, Astza mengaku baru
mendapatkan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan dunia jurnalistik
dari kantor tempat ia sekarang bekerja. Meskipun waktu kuliah sering belajar
tentang dunia jurnalistik, tapi untuk pembelajarannya secara khusus, Astza
mendapatkannya di pelatihan A to Z jurnalistik yang ada di Redaksi Sore
Trans7 ini.
80
Pembekalan sebelum
bekerja seperti memberi pelatihan-pelatihan
bertujuan untuk menjadikan para wartawan di Redaksi Sore ini bisa menjadi
wartawan yang professional. Pada saat peneliti bertanya tentang wartawan
professional itu yang seperti apa, Astza menjawab dengan tegas:
“professional itu tidak hanya sebagai seorang wartawan, entah itu guru
atau sebagai orang kantor, orang yang professional adalah orang yang bisa
bertanggungjawab atas pekerjaan yang ia lakukan, mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan itu yang menurut saya professional.”29
Menjadi wartawan yang professional tentu harus mengikuti aturan yang
sesuai dengan kaidah dalam Kode Etik Jurnalistik. Berbicara tentang Kode
Etik Jurnalistik Astza cukup paham untuk menjelaskan 11 pasal dalam Kode
Etik Jurnalistik. Meskipun tidak hafal mati dari setiap pasal yang ada, namun
jika dihadapkan dengan pasal-pasal tersebut, ia mampu menjelaskan maksud
dari setiap pasal sesuai dengan pemahamannya.
Istilah-istilah jurnalistik seperti hak jawab dan hak koreksi sudah bisa
dijelaskan sesuai dengan pemahaman Astza, tetapi untuk lebih detailnya ia
belum bisa menjelaskan arti dari istilah tersebut sesuai dengan penafsiran yang
ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
“Ketika orang mendapatkan informasi soal berita, biasanya wartawan kan
tahu segalanya, kita juga mempunyai hak informasi itu kepada masyarakat
tentang apa yang kita tahu di lapangan kita punya hak memberikan informasi
itu kepada masyarakat yang belum tahu ada kejadian apa sih ada peristiwa apa
sih di luar sana itu yang menjadi hak wartawan untuk menginformasikan
kepada masyarakat,”30
29
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Astza Cahya, 22 November
2014 di Gedung Trans Tv.
30
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Astza Cahya, di Gedung Trans
Tv.
81
Sedangkan untuk pengertian lain seperti off the record, cover both side,
dan independensi seorang wartawan mampu ia jawab dengan santai dan sesuai
dengan penafsiran yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Astza mengaku,
dengan adanya pelatihan jurnalistik dari kantor sangat mendukung dan
menambah wawasan dari wartawan yang baru masuk meskipun berlatar
pendidikan sebagai jurnalis atau jurusan yang lainnya. Namun, yang berperan
dalam mengembangkan Kode Etik Jurnalistik itu bukan dari media tempat ia
bekerja, tapi dari diri wartawan itu sendiri untuk bisa mengaplikasikannya
dalam mencari berita. Astza juga selalu berpedoman pada setiap pasal yang
ada dala Kode Etik Jurnalistik.
Saat peneliti bertanya tentang wartawan amplop yang sering dikaitkan
dengan kesejahteraan wartawan. Astza menjawab dengan tegas bahwa
wartawan yang sering disebut dengan wartawan amplop atau wartawan bodrex
seringkali turun ke lapangan hanya untuk mengejar amplop. Mereka tidak
mempedulikan aturan yang melarang bahwa wartawan tidak boleh menerima
suap dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Meskipun Astza merasa bahwa pendapatannya dalam bekerja menjadi
wartawan tergolong cukup, tetapi untuk kategori standarisasi gaji dari seorang
wartawan, Astza merasa bahwa sebuah media juga harus memperhatikan pada
background pendidikan seorang wartawan, mereka lulusan dari sarjana atau
tergolong master. Namun, melihat dari itu semua Astza ataupun wartawan dari
Redaksi Sore Trans7 selalu menghindari dengan apa yang berhubungan
82
dengan materi atau amplop dari narasumber, dan ia mengaku belum pernah
menerima materi dari narasumber dalam bentuk apapun.
Kesimpulan Pemahaman Informan 8:
Astza merupakan wartawan baru yang bekerja di kantor Redaksi Sore
Trans7 dan menyukai dunia jurnalistik sejak ia duduk di bangku kuliah. Astza
cukup paham dalam menjelaskan setiap pasal yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik sesuai dengan penafsiran yang ada. Ia juga menjadikan Kode Etik
Jurnalistik sebagai pedoman dalam mencari berita di lapangan. Esensi dan
tanggungjawab dari seorang wartawan mampu ia tunjukkan dengan tidak
pernah menerima amplop dari narasumber dan juga menjaga independensi
seorang wartawan. Bahkan ia juga belum pernah melakukan pelanggaran
terkait pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
9. Analisis Informan 9
Informan yang ke sembilan ini adalah Guntur Arbiansyah, ia juga seorang
wartawan yang baru bekerja di kantor redaksi Sore Trans7 selama delapan
bulan. Memiliki background pendidikan Sarjana Teknik Informatika dari salah
satu Perguruan Tinggi Teknorat di Lampung. Ia memutuskan bekerja menjadi
jurnalis karena memiliki rasa sosial tinggi terhadap masyarakat dan baginya
dunia jurnalistik lebih identik untuk dekat dengan masyarakat.
“Motivasi seperti itu saja, dan juga menyampaikan ke masyarakat bahwa
dimana ada daerah yang tertinggal atau memberitahukan kepada masyarakat
bahwa kesenjangan itu masih ada, motivasi saya lebih ke sosial.”31
31
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Guntur Arbiansyah, 22
November 2014 di Gedung Trans Tv.
83
Sebelum menjadi wartawan Guntur sama sekali tidak pernah mendapatkan
pelatihan-pelatihan jurnalistik. Ia mengaku baru mendapatkan pelatihan
jurnalistik itu dari kantor Redaksi Trans7, termasuk tentang Kode Etik
Jurnalistik. Meskipun sebelumnya Guntur pernah bekerja di Radar Televisi
Lampung sebagai presenter namun Guntur masih belum cukup paham dalam
menjelaskan istilah-istilah jurnalistik yang ada belum sesuai dengan
penafsiran yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
Tentang Kode Etik Jurnalistik sendiri, Guntur tetap mengaplikasikannya
dalam mencari berita di lapangan, ia tidak sekedar tahu saja karena kode etik
itu memang harus dipatuhi. Karena ia ingin menjadi wartawan yang
professional meskipun latar belakangnya bukan dari dunia jurnalistik.
Pada saat peneliti memberikan pertanyaan tentang wartawan yang
professional, Guntur menjawab dengan tegas bahwa professional baginya
adalah yang mengikuti kode etik kemudian memberikan berita yang
berimbang cover both side, tidak memihak pada satu pihak atau pihak
manapun dan harus bersikap netral. Yang intinya sebagai wartawan harus
bersikap netral terhadap segala bentuk masalah yang ada yang akan di angkat
untuk dijadikan berita.
Wartawan professional memang harus berpegang teguh pada Kode Etik
Jurnalistik, karena jika tidak mereka akan melanggar ketentuan yang ada
dalam Kode Etik Jurnalistik. Dan sekarang ini masih banyak juga wartawan
yang tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik dalam mencari atau memberikan
informasi berita kepada masyarakat. Mungkin karena banyak oknum tertentu
84
yang ingin menaikan berita dengan memanfaatkan sejumlah wartawan dengan
pemberian materi tetapi tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Hal seperti itu akan menjadikan nama dunia wartawan menjadi jelek.
Seperti halnya sekarang banyak yang disebut dengan wartawan amplop,
dimana wartawan tersebut hanya mencari berita dan memberitakan kepada
masyarakat menyimpang dari fakta yang ada.
Terkait dengan masalah tersebut Guntur menganggap bahwa wartawan
amplop tetap tidak sesuai dengan kode etik yang ada. Itu akan menjadikan
wartawan berani menjual idealismenya hanya untuk kepentingan tertentu.
Bagi Guntur Kode Etik Jurnalistik adalah pegangan yang harus selalu
diterapkan dalam mencari berita.
Berbicara tentang berita tentu berkaitan dengan isi produk berita yang ada.
Guntur mengaku meskipun ia masih baru menjadi wartawan, namun dalam
membuat naskah berita ia tidak pernah mencampurkan opini pribadi ke dalam
produk berita yang ia buat.
“Dari awal pelatihan jurnalistik kita sudah di wanti-wanti jangan pernah
memberikan opini apapun ke dalam sebuah paket berita, karena opini pribadi
kalau sudah disampaikan di sebuah media dan lebih penting itu media massa
itu bisa fatal nanti masyarakat akan mengikuti opini apa yang kita
sampaikan.”32
Oleh karena itu, dalam mencari berita dan kemudian mengirim naskah
beritanya Guntur selalu berlandasan dengan kode etik, dimana seorang
wartawan tetap selalu bersikap independen dan akurat seperti yang ada dalam
pasal pertama Kode Etik Jurnalistik. Baginya, seorang jurnalis itu harus
32
Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Guntur Arbiansyah, di Gedung
85
menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman hidupnya di lapangan,
termasuk dalam penulisan berita.
Kesimpulan Pemahaman Informan 9:
Meskipun berlatar belakang pendidikan bukan dari dunia jurnalis, namun
Guntur mampu mengaplikasikan hal-hal yang berkaitan dengan jurnalistik
seperti Kode Etik Jurnalistik dalam mencari dan membuat naskah berita di
lapangan. Guntur juga cukup paham dalam menjelaskan pemahamannya untuk
setiap pasal yang ada, meskipun ada istilah-istilah jurnalistik tertentu yang
masih kurang dia pahami. Tanggapannya tentang wartawan amplop juga ia
menilai itu tidak sesuai dengan kode etik yang ada. Guntur selalu belajar untuk
memahami dunia jurnalistik sebagai pekerjaannya sekarang, karena dunia
jurnalistik menjadikan dirinya dekat dengan masyarakat. Sehingga mampu
menjadi penampung aspirasi masyarakat dari kalangan sosial, dimana ia
mampu memberikan informasi kepada publik bahwa masih ada kesenjangan
masyarakat yang perlu dibantu oleh pihak terkait seperti pemerintah. Hal ini
membuat dirinya menjadi seorang jurnalis yang menjiwai esensi dari tugas
seorang jurnalis itu sendiri. Guntur juga belum pernah melakukan pelanggaran
terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
10. Analisis Informan 10
Informan terakhir dalam penelitian ini adalah Genta Muhardiansyah. Ia
merupakan wartawan yang bukan berlatar pendidikan dari dunia jurnalis.
Genta merupakan lulusan dari salah satu Universitas di Riau sebagai Sarjana
86
Hukum. Keingintahuan dirinya dalam hal politik menjadikan Genta terjun
langsung menjadi reporter. Ia ingin lebih tahu politiknya dunia jurnalisme itu
seperti apa, yang bisa dekat dengan orang-orang penting terutama presiden.
Sudah bekerja menjadi reporter selama dua tahun ini, Genta selalu
menanamkan sikap idealisme dalam hal apapun, terutama dalam mencari
berita di lapangan. Baginya tugas dari seorang wartawan itu mencari berita
dan menyampaikan berita dengan secara aktual tanpa dibuat dan direkayasa
sesuai dengan kode etik yang ada.
Mengenai Kode Etik Jurnalistik, Genta mendefinisikannya sebagai sesuatu
yang tidak boleh dilanggar dan selalu bersikap idealis terhadap apa yang ia
terima di lapangan dan tidak terpengaruh oleh keadaan yang membuat
idealisnya tergoda dan melanggar ketentuan dari Kode Etik Jurnalistik itu
sendiri. Sama seperti reporter yang lain Genta cukup paham ketika
menjelaskan setiap pasal namun tidak hafal satu persatu, bahkan dia tidak tau
bahwa Kode Etik Jurnalistik ada 11 pasal.
“Saya nggak tahu kalau ada 11 pasal, kalau secara general 11 pasal saya
tidak ingat tapi secara general saya paham.”33
Istilah-istilah dalam Kode Etik Jurnalistik juga masih kurang dipahami
oleh Genta. Ia mengatakan bahwa pertama kali tahu Kode Etik Jurnalistik itu
dari pelatihan jurnalistik di kantor dan juga membaca buku. Selain menambah
pengalamannya dalam bidang jurnalistik, ini juga memantapkan Genta dalam
menambah keahliannya di dunia jurnalistik.
33
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Genta Muhardiansyah, 22
November 2014 di Gedung Trans Tv.
87
Kode Etik Jurnalistik bagi Genta sudah menjadi pedoman dalam
menjalankan profesinya sebagai jurnalis, karena itu dia selalu bersikap idealis.
Bahkan kerika peneliti bertanya tentang wartawan amplop, ia menjawab
dengan tegas.
“Bahwa wartawan amplop sangat tidak baik dan lebih hilang keidealisan
dari seorang wartawan karena itu bisa ada jual beli berita sehingga
menimbulkan rekayasa-rekayasa dalam pemberitaan.”34
Bagi Genta, dia tidak tertarik dengan penawaran materi yang akan
mempengaruhi beritanya. Dia sudah merasa cukup dalam hal salary, sehingga
tetap mempertahankan idealismenya sebagai seorang wartawan yang
professional. Tetapi dalam hal mencampurkan opini pribadi dengan naskah
berita yang ia buat. Genta mengaku pernah, meskipun itu tidak memberikan
pandangan kepada masyarakat bahwa berita yang ia buat berdasarkan
pandangan dirinya, tetapi tetap pada fakta yang ada di lapangan.
Karena bagaimanapun juga, Genta selalu berpegang pada pasal-pasal yang
ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dan bagi Genta tidak ada proses jual beli
dalam mencari berita di lapangan. Oleh sebab itu Genta memiliki idealism
tinggi dalam hal apapun. Ia juga mengaku belum pernah melakukan
pelanggaran terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
Misalkan ada yang pernah memberinya amplop atau sejenisnya, dia langsung
menghubungi koordinator liputan yang kemudian akan di tindak lanjuti oleh
kantor.
34
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Trans7, Genta Muhardiansyah, di
Gedung Trans Tv.
88
Kesimpulan Pemahaman Informan 10:
Menanamkan sikap idealisme yang tinggi dalam hal apapun terutama
bidang jurnalistik, Genta sebagai salah satu reporter yang memiliki
background pendidikan dalam dunia hukum cukup paham dalam menjelaskan
setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Meskipun ia mengaku
bahwa tidak tahu jika Kode Etik Jurnalistik itu jumlahnya ada 11 pasal, tetapi
dia cukup mengerti tentang istilah-istilah jurnalistik pada umumnya dan dapat
mengaplikasikannya dalam mencari berita di lapangan. Meskipun salary yang
diterima Genta masih tergolong cukup, ia tidak mau menerima penawaran
yang berkaitan dengan materi yang mempengaruhi nilai beritanya. Karena ia
menganggap bahwa dalam mencari berita tidak ada yang namanya proses jual
beli, jadi berita yang akan disampaikan kepada publik harus sesuai dengan
fakta yang ada dan bersifat cover both side, dimana berita tidak dilebihlebihkan. Tidak hanya itu, Genta juga menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagi
pedomannya dalam mencari berita di lapangan, sehingga dia menunjukkan
bahwa meskipun dirinya bukan dari lulusan jurnalistik, tapi dirinya mampu
menunjukkan esensi jiwa dari seorang wartawan dengan tidak pernah
melakukan pelanggaran yang terkait dengan setiap pasal yang ada dalam Kode
Etik Jurnalistik.
89
C. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada Informan
Tabel 2. Pemahaman Kode Etik Jurnalistik pada Informan
Nama Informan
Tingkat Pemahaman
Aang Wahyu A.S
Paham
Rivo Pahlevi A.
Cukup Paham
Alby Karunia Pratama
Paham
Raf Raf Kahfi
Paham
Fandi Hasib
Cukup Paham
Puti Nurul Fatimah
Paham
Mumtaza
Cukup Paham
Astza Cahya P.
Cukup Paham
Guntur Arbiansyah
Cukup Paham
Genta Muhardiansyah
Cukup Paham
Dari hasil penelitian dan wawancara mendalam terhadap sepuluh
wartawan di Redaksi Sore Trans7, peneliti menemukan dua kategori
bagaimana informan memahami Kode Etik Jurnalistik. Adapun kedua kategori
tersebut adalah Paham dan Cukup Paham.
1. Paham
Kategori “Paham” adalah informan yang dapat menjelaskan lebih dari
delapan hingga sebelas pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai
dengan penafsiran Dewan Pers. Istilah-istilah jurnalistik yang ada juga
mampu diterangkan secara sederhana namun esensi dari pengertiannya
90
tetap jelas dan dapat dipahami. Informan yang masuk dalam kategori ini
kebanyakan tidak hafal pasal per pasal secara berurutan, tetapi ketika
peneliti membacakan setiap pasal dan meminta informan menjelaskan
sesuai pemahaman mereka, para informan tersebut mampu menjelaskan
secara baik sesuai dengan penafsiran yang ada. Dari sepuluh informan
yang diteliti terdapat empat orang yang paham tentang Kode Etik
Jurnalistik.
2. Cukup Paham
Kategori “Cukup Paham” adalah jika informan yang hanya mampu
menjelaskan empat hingga tujuh pasal dari sebelas pasal dari jumlah
keseluruhan dalam Kode Etik Jurnalistik sesuai dengan penafsiran Dewan
Pers. Pada saat peneliti membacakan setiap pasal dan meminta informan
untuk menjelaskan secara singkat dan padat, mereka hanya memahami
beberapa point saja sesuai dengan penafsiran yang ada. Namun mereka
cukup memahami pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik. Dari
sepuluh informan terdapat enam informan yang masih tergolong cukup
paham dalam menjelaskan Kode Etik Jurnalistik seseuai dengan penafsiran
yang ada.
91
D. Pelanggaran Yang dilakukan Informan
Tabel 3. Pelanggaran Yang dilakukan Informan
Nama Informan
Pelanggaran Yang dilakukan Terkait Kode
Etik Jurnalistik
Aang Wahyu A.S
Tidak Pernah
Rivo Pahlevi A.
Tidak Pernah
Alby Karunia P.
Tidak Pernah
Raf Raf Kahfi
Tidak Pernah
Fandi Hasib
Tidak Pernah
Puti Nurul F.
Tidak Pernah
Mumtaza
Tidak Pernah
Astza Cahya P.
Tidak Pernah
Guntur Arbiansyah
Tidak Pernah
Genta Muhardiansyah
Tidak Pernah
Dari hasil penelitian terhadap sepuluh wartawan Redaksi Sore
Trans7, hampir seluruh wartawan tersebut paham dalam menjelaskan
setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, namun masih ada
beberapa pasal yang hanya cukup mereka pahami. Mungkin karena
background pendidikan mereka yang berbeda-beda. Misalnya pasal
pertama yang berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap Independen,
menghasilkan berita akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk”. Dalam
92
penafsiran Dewan Pers pasal pertama dijelaskan bahwa “Independen
berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa
campur tangan paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers. Disini dijelaskan bahwa setiap wartawan memang harus
bersikap independen dan tidak memihak pada salah satu pihak dalam
pemberitaan. Dimana para wartawan Redaksi Sore memberikan komentar
bahwa mereka selalu bersikap independen, selain media Trans7 adalah
salah satu media yang independen, tetapi memang karena mereka juga
ingin menjadi wartawan yang professional dengan mengedepankan sikap
independen itu sendiri.
Tidak hanya itu, penjelasan dalam pasal enam seperti “Wartawan
Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap”.
Dalam penafsiran Dewan Pers, pasal enam dijelaskan bahwa “Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan
pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi
tersebut menjadi pengetahuan umum.
Sedangkan suap adalah segala
pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi”. Disini jelas disampaikan bahwa setiap
wartawan juga tidak boleh menyalahgunakan profesi, dalam arti bahwa
segala informasi yang mereka dapatkan di lapangan harus dilaporkan
sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Tidak mengambil keuntungan
pribadi bahwa mereka tidak boleh menerima materi dari narasumber dan
tidak mempengaruhi pemberitaan mereka. Untuk jangka panjang bisa saja
93
itu mempengaruhi pemberitaan mereka, jika mereka mau menerima materi
dari narasumber. Hal ini akan mempengaruhi pemberitaan mereka
meskipun dalam porsi kecil.
Secara teori, hampir seluruh wartawan Redaksi Sore Trans7 cukup
memahami tentang Kode Etik Jurnalistik. Sedangkan untuk pemahaman
dalam praktiknya, mereka lebih paham. Karena Kode Etik Jurnalistik
memang sudah menjadi landasan dalam mereka bekerja di lapangan.
Sehingga untuk kemungkinan
mereka melakukan pelanggaran terkait
pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik sangat sedikit. Meskipun
semua wartawan yang menjadi informan belum pernah melakukan
pelanggaran.
Untuk hasil penelitian di lapangan dan lewat wawancara mendalam
terhadap sepuluh informan, Peneliti mengkategorikan ke dalam dua
bagian. Dua kategori tersebut adalah “Ya” dan “Tidak”. Bagaimana para
wartawan menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesi
mereka dan tidak melakukan pelanggaran terkait pasal-pasal yang ada
dalam Kode Etik Jurnalistik. Pelanggaran disini adalah informan yang
bukan melanggar seluruh pasal, tetapi jika ada salah satu pasal saja yang
dilanggar maka akan dikategorikan informan yang “Tidak” menjadikan
Kode Etik Jurnalistik sebagai pegangan dalam mereka bekerja sebagai
seorang jurnalis. Sedangkan untuk kategori “Ya” adalah informan yang
mampu menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai etika profesinya di
94
lapangan dan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terkait pasal-pasal
yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
E. Kesimpulan Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
pada Informan
Tabel 4. Kesimpulan Pemahaman dan Pelaksanaan Kode Etik
Jurnalistik pada Informan
Nama Informan
Kategori Pemahaman dan
Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
Aang Wahyu A.S
Wartawan Professional
Rivo Pahlevi A.
Wartawan Professional
Alby Karunia P.
Wartawan Professional
Raf Raf Kahfi
Wartawan Professional
Fandi Hasib
Wartawan Professional
Puti Nurul F.
Wartawan Professional
Mumtaza
Wartawan Professional
Astza Cahya P.
Wartawan Professional
Guntur Arbiansyah
Wartawan Professional
Genta Muhardiansyah
Wartawan Professional
Seorang wartawan yang professional adalah mereka yang memiliki
kemampuan serta pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik
Jurnalistik dibuat dan disepakati oleh organisasi wartawan seperti yang ditulis
oleh Dewan Pers berguna untuk menciptakan wartawan-wartawan yang
professional.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mendeskripsikan dan menganalisis hasil temuan data pada tahap
yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini peneliti
akan menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemahaman wartawan program berita Redaksi Sore Trans7 tentang Kode
Etik jurnalistik adalah:
a. Bahwa sepuluh wartawan Redaksi Sore Trans7 yang diwawancarai
secara mendalam dan melalui pengamatan peneliti terdapat empat
wartawan yang paham akan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik dan dapat menjelaskan sesuai penafsiran Dewan Pers.
Sedangkan sisanya enam orang wartawan yang hanya cukup paham
akan Kode Etik Jurnalistik. Karena background dan lamanya mereka
bekerja yang berbeda-beda menjadikan faktor penyebab dari tingkat
pemahaman mereka terhadap Kode Etik Jurnalistik.
b. Sepuluh wartawan yang menjadi informan disini sudah menjadikan
Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesi dalam mereka bekerja
menjadi seorang jurnalis dan mampu menjalankan Kode Etik
Jurnalistik dengan baik.
95
96
2. Terkait dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, dari
sepuluh wartawan yang diwawancarai secara mendalam, mereka termasuk
kategori wartawan yang professional. Esensi dari seorang wartawan
mampu mereka tunjukkan dengan tanggungjawab profesinya sebagai
jurnalis. Secara teori mereka masih cukup paham meskipun ada juga yang
sudah paham, tetapi dalam prakteknya di lapangan mereka semua
menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan profesi dalam mencari
berita. Sehingga dari sepuluh wartawan yang menjadi informan disini
tidak ada satupun dari mereka yang melakukan pelanggaran terkait pasalpasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
B. Saran
1. Dewan Pers sebagai lembaga pengawas agar memaksimalkan fungsi
kontrolnya untuk mengawasi produk-produk dari media massa terkait
dengan pasal-pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik.
2. Untuk media massa terutama televisi agar menegakkan setiap pasal
dari Kode Etik Jurnalistik kepada wartawan yang mencari berita di
lapangan agar tetap menjaga kaidah yang ada dalam Kode Etik
Jurnalistik dan menjadikan Kode Etik Jurnalistik sebagai landasan
profesinya.
3. Untuk para wartawan Indonesia agar menerapkan pasal-pasal yang ada
dalam Kode Etik Jurnalistik dengan selalu memperhatikan dan
mempertimbangkan pasal-pasal tersebut dalam proses peliputan
97
maupun dalam penulisan berita. Terutama pasal enam yang
menjelaskan masalah suap dan tidak menyalahgunakan profesi,
sehingga wartawan memang independen dan tidak memihak pada satu
pihak saja melainkan bersikap netral. Selain itu wartawan juga harus
memahami setiap pasal yang ada dalam Kode Etik Jurnalistik, baik
secara teori maupun dalam prakteknya di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2002.
Baksin, Askurifai. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2006.
Barus, Sedia Willing. Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta:
Erlangga, 2010.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo,
2004.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Harahap, Arifin S. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita.
Bogor: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006.
Juroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Kusumaningrat P.K, Hikmat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009.
Kriyantono, Rahmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana,
2008.
Lubis, Akhyar Yusuf. Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer. Jakarta: PT
Remaja Grafindo Persada, 2014.
Masduki. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta: UII Press,
2004.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
98
99
Muda, Deddy Iskandar. Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Nasrullah, Rully. Konstruksi Media;Pembentukan dan Kebijakan terhadap
Berita di Media. Dakwah Vol.XIV No.2 (Desember 2010), h. 297-304.
Partanto Paul A. dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Popular. Surabaya:
Arloka, 2001.
P.C.S, Sutisno. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio.
Jakarta: PT Grasindo, 1993.
Poerwadarminto W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1991.
Putra, R. Masri Sareb. Teknik Menulis Berita dan Feature. Jakarta: PT Indeks,
2006.
Siregar, Ashadi. Kode Etik Jurnalisme dan Kode Perilaku Profesional
Jurnalis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Sobur, Alex. Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Suhaemi dan Jumroni. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2008.
Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, &
Kode Etik. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004.
Sukardi, Wina Armada. Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers. Jakarta:
Dewan Pers, 2008.
Sumadiria, A.S. Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: PT Simbiosa Rekatama
media, 2006.
Syah, Sirikat. Rambu-rambu Jurnalistik dari Undang-undang Hingga Hati
Nurani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Ciputat: Kalam Indonesia, 2005.
100
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 1998.
B. Internet
“Program Redaksi.” artikel diakses pada 30 April 2014 pukul 09.00 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Redaksi_(acara_televisi)
Research and Development Trans7, “Logo Trans7.” diakses pada 17
November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
Research and Development Trans7, “Penghargaan Trans7,” diakses pada 17
November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
Research and Development Trans7, “Program Acara Trans7.” diakses pada 17
November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
Research and Development Trans7, “Visi dan Misi Trans7.” diakses pada 17
November 2014 dari http://www.trans7.co.id/?halaman=artikel&id=37
Wina Armada Sukardi, “Kode Etik Jurnalistik dan Penggunaan Bahasa Dalam
Pemberitaan Media Massa,” artikel diakses pada 17 November 2014 dari
http://www.jurnas.com/news/85009/Pemahaman-Wartawan-TerhadapKode-Etik-Jurnalistik-Rendah-2013/1/Sosial-Budaya/Humaniora.
C. Hasil Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Eksekutif Produser Program Redaksi Trans7,
Pasaoran Simanjuntak, Rabu, 26 November 2014 di Lantai 5 Gedung
Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan Produser Koordinator Liputan Redaksi Trans7,
Muhammad Asri Rasma, Sabtu, 29 November 2014 di Lantai 5 Gedung
Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Aang Wahyu, 17
November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Rivo Pahlevi, 17
November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
101
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Alby Karunia
Pratama, 20 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank
Mega.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Raf Raf Kahfi,
20 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Fandi Hasib, 21
November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank Mega.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Puti Nurul
Fatimah, 21 November 2014 di Lower Ground Gedung Menara Bank
Mega.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Mumtaza, 22
November 2014 di Gedung Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Astza Cahya, 22
November 2014 di Gedung Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Guntur
Arbiansyah, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv.
Wawancara Pribadi dengan wartawan Redaksi Sore Trans7, Genta
Muhardiansyah, 22 November 2014 di Gedung Trans Tv.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DOKUMENTASI WAWANCARA
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani
tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi
dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi
itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing
pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal
yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan
susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi
atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi
pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain
yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh
disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat
jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui
secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain
yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak
ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan
atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Download