BAB II KAJIAN TEORETIS A. Konsep Dasar

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Konsep Dasar Koordinasi Pemerintah Desa
1) Pengertian Koordinasi
Koordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen. Fungsi ini dilakukan
sebagai salah satu bentuk upaya untuk menjalin komunikasi dan sikronisasi dalam
melaksanakan pekerjaan.Andini dkk (2010:1) mengemukakan bahwa Koordinasi
didefinisikan sebagai proses pengintegrasian (penyatuan) tujuan dan kegiatan
perusahaan pada satuan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Koordinasi dibutuhkan sekali oleh para karyawan, sebab
tanpa koordinasi setiap karyawan tidak mempunyai pegangan mana yang harus
diikuti, yang akhirnya akan merugikan organisasi itu sendiri.Menurut Terry
(2006:23) bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk
menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk
menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah
ditentukan.
Brech, (dalam Hasibuan, 2007:85) mengemukakan bahwa koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan
yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan
dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri Pendapat di
atas menunjukkan bahwa koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan
mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan
menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Proses koordinasi
dilakukan untuk mengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuansatuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
2) Fungsi dan Tujuan Koordinasi
Menurut Handoko (2003:196) fungsi koordinasi yaitu karena adanya
kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam
pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan
pelaksananya. Hal ini juga ditegaskan oleh Handayaningrat (2005:88) bahwa
koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu,
Handayaningrat juga mengatakan bahwa koordinasi dan kepemimpinan (leadership)
adalah tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena satu sama lain saling
mempengaruhi.
Terdapat 3 (tiga) tujuan koordinasi sebagaimana yang dikemukakan oleh oleh
James D. Thompson (Handoko, 2003:196), yaitu:1)saling ketergantungan yang
menyatu (pooled interdependence), bila satuan-satuan organisasi tidak saling
tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi
tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil
akhir, 2) saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependece), di mana
suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum satuan
yang lain dapat bekerja, dan 3) saling ketergantungan timbal balik (reciprocal
interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan
organisasi.Ketiga hubungan saling ketergantungan ini dapat digambarkan seperti
terlihat pada diagram berikut ini.
Lebih lanjut Handoko (2003:196), juga menyebutkan bahwa derajat
koordinasi yang tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak
dapat diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling
ketergantungan adalah tinggi. Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi organisasiorganisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.
Menurut Hasibuan (2007:86-87) terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:
a) koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unti, kesatuan-kesatuan kerja yang ada
di bawah wewenang dan tanggungjawabnya, dan b) koordinasi horisontal adalah
mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan
yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan
terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
Menurut Hasibuan (2007:87), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu: a)
koordinasi adalah dinamis bukan statis, b) koordinasi menekankan pandangan
menyeluruh oleh seorang koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran dan
c) koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Asas koordinasi adalah asas skala (hirarki) artinya koordinasi itu dilakukan
menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang disesuaikan dengan
jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hirarki ini bahwa
setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasikan bawahan langsungnya.
3) Proses Koordinasi
Pencapaian koordinasi yang optimal sangat tergantung pada pemenuhan
proses koordinasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:88), terdapat
4 (empat) syarat koordinasi, yaitu: a) sense of cooperation (perasaan untuk
bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan
orang per orang, b) rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan
persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk
mencapai kemajuan, c) team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus
saling menghargai, dan d) esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan
atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi
semakin
besar
derajat
spesialisasi,
semakin
sulit
bagi
manajer
untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Paul
R. Lawrence dan Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197), mengungkapkan 4 (empat) tipe
perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian,
yaitu:
1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan
mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik.
Misalnya bagian penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih
diutamakan daripada kualtias produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya
sebagai faktor paling penting sukses organisasi.
2. Perbedaan dalam orientasi waktu.
Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus
dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan
pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.
3. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang
cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin
dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi
satu dengan yang lain.
4. Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan
standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas
jasa bagi karyawan.
Menurut Handayaningrat (2005:89-90), koordinasi mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: a) bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan.
Oleh karena itu, koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering
dicampur-adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang
berbeda. Sekalipun demikian pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi
apabila mereka tidak melakukan kerjasama. Oleh kaerna itu, maka kerjasama
merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan
koordinasi, b) Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah
pekerjaan pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan
sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. c) Pengaturan secara teratur usaha
kelompok. Oleh karena koordinasi adalah konsep yang ditetapkan di dalam
kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah individu yang
bekerjasama, di mana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang
sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi.
Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda
kurang sempurnanya koordinasi. d) Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah
merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur
sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya
keserasian di dalam mencapai hasil.
Menurut Suryadi (2008:1), menngemukakan bahwa tujuan koordinasi adalah
tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu pengertian kepada semua
individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai kelompok di mana mereka
bekerja.
Pendekatan ini dapat di tempuh dengan dua jalan yaitu: 1) Pendekatan Potensi
Koordinasi.Pendekatan koordinasi ini meliputi system.
Sistem
Informasi
Vertical.Adalah suatu sistem di mana informasi dapat di kirimkan ke atas dan
kebawah jenjang organisasi. Misalnya penanganan IDT (inpres desa tertinggal) dari
menteri dalam negeri sampai ke desa tertinggal dan sebaliknya. Sistem Informasi
Lateral.Sistem ini mengabaikan rantai komando. Hubungan lateral (hubungan ke
samping atau sejajar) ini memungkinkan adanya pertukaran informasi yang di
butuhkan dapat di pertanggung jawabkan. Misalnya dalam kasus tanah perlu adanya
informasi lateral atau badan pertanahan nasional, departemen dalam negeri,
departemen kehutanan, dan departemen kehutanan, dan Sistem Informasi Manajer
Penghubung.Manajer penghubung mempunyai wewenang formal atas semua unit
yang terlibat dalam sebuah proyek. Manajer penghubung perlu di laksanakan apabila
di perkirakan koordinasi secara efektif tidak berhasil di laksanakan. 2) Pendekatan
Struktur.Pendekatan ini di lakukan apabila perusahaan merasakan adanya iklim yang
tidak sehat pada unit-unit karena adanya penunpukan kegiatan pada satu unit.
Pendekatan ini di kenal sebagai organisasi matrik. Yaitu mencirikan adanya satuan
tugas atau proyek. Satuan tugas ini dapat di bubarkan apabila proyek telah selesai.
Mengurangi kebutuhan akan koordinasi, ada dua metode pengurangan
kebutuhan koordinasi, yaitu : 1) penciptaan sumberdaya tambahan yang memberikan
kelonggaran bagi satuan kerja, misalnya penambahan tenaga kerja, bahan dasar dan
pembantu, modal, pengurangan tugas dan masalah-masalah yang timbul sekarang,
2) penciptaan tugas–tugas yang dapat berdiri sendiri, dengan cara mengubah karakter
satuan organisasi.
B. Fungsi Sarana dan Prasarana dalam Proses Pendidikan di Sekolah
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang meliputi
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana dan prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang alat peraga, instalasi
daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, ruang kantin dan ruang/tempat lain yang diperlukan.
Pembangunan pendidikan dititik beratkan pada peningkatan mutu dan
perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan mulai dari Taman KanakKanak sampai kepada Perguruan Tinggi.Upaya peningkatan pendidikan yang ingin
dicapai tersebut dimaksudkan agar menghasilkan manusia seutuhnya sedangkan
perluasan kesempatan belajar dimaksudkan agar penduduk usia sekolah yang setiap
tahunnya mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dapat
memperoleh kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya secara merata.
Andini (2010:3), mengemukakan bahwa terdapat beberapa cara dalam mengadakan
koordinasi sebagai berikut:
a) Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan mengenai
pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan yang tepat haru sdiambil untuk
menciptakan, menghasilkan koordinasi yang diharapkan.
b) Mensosialisasikan tujuan kepada para anggota, agar tujuan tersebut berjalan
secarabersama, tidak sendiri-sendiri.
c) Mendorong anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide, dll.
d) Mendorong anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan dan penciptaan
sasaran.
e) Coordination dan Cooperation :- Koordinasi berhubungan dengan sinkronisasi,
jumlah, waktu, arah dan mempunyai arti lebih luas daripada kooperasi.Kooperasi adalah tindakan bersama oleh sejumlah orang terhadap tujuan yang
sama.
Menurut Suryosubroto (2010:114),bahwa ditinjau dari fungsi atau perannya
terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, maka sarana dan prasarana pendidikan
yang material dibedakan menjadi 3 macam yaitu alat pelajaran, alat peraga dan
media pelajaran.
Depdiknas
(2009:1),
pendidikaadalah
mengemukakan
bahwa
salah
sarana
dan
satu
dayayang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan
prasarana
sumber
terusmenerus
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiyang cukup canggih.
Manajemen
sarana
pendidikan
dan
yang
prasaranasangat
sekaligus
diperlukandalam menunjang tujuan
menunjangpembangunannasional,
oleh karena itu diperlukan pengetahuan danpemahaman konseptual yang
jelas agar dalam implementasinya tidaksalah arah
Sedangkan
sarana
dan
prasarana
berarti alat langsung untuk
mencapai tujuanpendidikan. misalnya; ruang, buku, perpustakaan, laboratorium
dsb.Dengan demikian dapat di tarik suatu kesimpulan bahwaAdministrasi saranadan
prasarana pendidikan itu adalah semuakomponen yang secara langsung maupun tidak
langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam
pendidikanitusendiri.
Menurut keputusan menteri Pendidikan
NasionalNo 079/2008, sarana
pendidikanterdiri dari 3 kelompok besar yaitu :a) Bangunan dan perabot yang
dimiliki
sekolah,
b)
alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan , alat-
alat peraga danlaboratorium,c)media
pendidikan yang dapat di kelompokkan menjadi audiovisualyang menggunakan alat p
enampil dan media yang tidakmenggunaakan alat penampil.
C. Peran Pemerintah Desa Dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah
Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan
keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu adanya
Peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa
yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan
dengan optimal.
Menurut Hidayat (2009:2), bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat
dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih,
atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Desa dapat diubah atau
disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa
bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa
yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri
sipil. Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi
kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan
masyarakat setempat.Desa mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal yang
sangat urgen.
Blau dan Meyer (dalam Indarwanto, 2001;16), dikatakan; secara praktis
sebenarnya birokrasi atau pemerintahan telah diterapkan masyarakat Mesir Kuno dan
Romawi Kuno berabad-abad lamanya, pada saat mereka sibuk mengatur jaringan
irigasi, membagi secara adil dan membuat dam-dam(bak penampung air) telah
diterapkan prinsip-prinsip pemerintahan/birokrasi. Demikian pula dikatakan oleh
Indarwanto (2001;16); masyarakat Jawa Kuno yang konon dahulu Jawa Dwipa atau
Pulau Jawa dijuluki sebagai Lumbung Padi di Kepulauan Nusantara ini, sebenarnya
telah terbiasa dengan aturan-aturan; Jaga Tirto, Ulu-ulu atau Kuwowo bertalian
dengan jaringan irigas, merupakan bentuk dari penerapan bentuk pemerintahan.
Undang-Undang No, 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Menyebutkan bahwa “Desa berdasarkan undang-undang ini adalah Desa atau yang
disebut dengan nama lain sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa,
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan
masyarakat.Penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa
merupakan
subsistem
penyelenggaraan pemerintahan sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat. Kepala Desa bertanggung jawab pada badan
perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada
Bupati.
Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum
perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan
menuntut di pengadilan. Untuk itu Kepala Desa dengan persetujuan Badan
Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan
mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.Sebagai perwujudan demokrasi,
di Desa di bentuk Badan Perwakilan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan
budaya yang berkembang di Desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai
lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa lainnya sesuai dengan
kebutuhan Desa. Lembaga dimaksud merupakan mitra Pemerintah Desa dalam
rangka pemberdayaan masyarakat Desa.
Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan
pemerintah dan Pemerintah Daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak
ketiga dan pinjaman Desa.Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkutan, Kepala
Desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara/sengketa dari para
warganya.
D. Mekanisme
Koordinasi
Sekolah
dengan
Pemerintah
Desa
Dalam
Peningkatan Sarana dan prasarana Pendidikan di Sekolah
Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat
yang bercirikan perkotaan dibentuk Kelurahan sebagai unit Pemerintah Kelurahan
yang berada di dalam daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota.
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk
satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan
Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh
penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sebagai berikut: 1) Bertakwa kepada Tuhan YME, 2)
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta
Pemerintah, 3) Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat, 4) Berusia paling
rendah 25 tahun, 5) Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa, 6) Penduduk desa
setempat, 7) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan
hukuman paling singkat 5 tahun, 8) Tidak dicabut hak pilihnya, 9) Belum pernah
menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan, dan
Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
10)
Implementasi tugas-tugas pemerintahan perlu didukung oleh perangkat desa.
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari
Pegawai
Negeri
Sipil.
Sekretaris
Desa
diangkat
oleh
Sekretaris
Daerah
Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota. Perangkat Desa lainnya diangkat oleh
Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Badan Permusyawaratan Desa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan
lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota
BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan
wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan
profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan
anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa
jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas jelas menunjukkan bahwa system pemerintah di
desa didukung oleh berbagai eleman yang membantu dalam proses pemerintahan
desa. Dukungan dari berbagai elemen tersebut semakin mengoptimalkan
E. Strategi PeningkatanKoordinasi Sekolah dengan Pemerintah Desa dalam
Peningkatan Sarana dan prasarana Pendidikan
Sekolah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk menyelenggarakan program pendidikan. Penyediaan sarana dan prasarana
yang memenuhi tuntutan pedagogik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya
proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai
karakteristik mata pelajaran dan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan
psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan prasarana yang dimaksud
meliputi
gedung,
ruang
kelas,
laboratorium,
perpustakaan,
pusat
sumber
pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran, bahan/material, sarana dan
prasarana pendidikan jasmani dan olahraga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan keselamatan bagi peserta didik
dan penyelenggara pendidikan,sarana dan prasaranalain sesuai tuntutan programprogram pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.
Ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana merupakan hal
esensial bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Hal esensial lain adalah
pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan/ mengoperasikan
sarana dan prasarana . Disamping itu, secara periodik, sarana dan prasarana sekolah
perlu dievaluasi secara sistematis sesuai dengan tuntutan kurikulum, guru, dan peserta
didik. Pengadaan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan prinsip kecukupan,
relevansi, dan kualitas serta berpegang pada esensi manajemen berbasis sekolah.
Standar idealnya sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi tujuan
sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya
proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai
tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan perkembangan psikomotor,
kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan prasarana yang dimaksud meliputi,
media pembelajaran, bahan/material, sarana dan prasarana pendidikan jasmani dan
olah raga. Sekolah menjamin ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan
prasarana mutakhir, serta cara-cara menggunakannya.
Namun dalam realisasinya bahwa sekolah sering mengalami masalah dalam
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Hal ini yang menyebabkan
perlunya kontribusi dari pemerintah desa sebagai pihak eksekutif yang berada di desa
untuk membantu dalam pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di desa.
Pemerintah desa dinilai memiliki peluang untuk membantu pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah karena memiliki jaringan emosional dengan warga
masyarakat dan kelompok pengusaha yang ada di desa. Fungsi utama yang
diharapkan dapat dilakukan oleh pemerintah desa yaitu melakukan koordinasi dengan
pihak-pihak tersebut sehingga
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan ke
sekolah dapat terfasilitasi dengan baik.
Mooney (dalam Sutarto, 2008: 141) mengemukakan bahwa pengertian
koordinasi adalah “The orderly arrangement of group effort, to provide unity of
action in the pursuit of common purpose.” Dengan demikian Mooney memandang
bahwa koordinasi merupakan suatu pengaturan usaha sekelompok orang secara
teratur untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mengusahakan tercapainya suatu
tujuan. Pengaturan usaha kelompok atau organisasi memang diperlukan, mengingat
organisasi terdiri atas sejumlah unit kerja yang berlainan fungsi namun diikat oleh
satu kesatuan tujuan tertentu.
Selaras dengan pendapat di atas Benn dalam Sutarto (2008 : 141) mengatakan
bahwa ”Coordination: A Continuous, harmonious action toward the objectives,
attained through leadership, organization, and administration; The arrangement of
group efforts in a continuous and orderly manner so as to provide unification of
action in the pursuit of a common goal.”
Dari pendapat di atas diperoleh suatu konsep pemahaman bahwa koordinasi
suatu kelangsungan, keharmonisan mencapai tujuan, yang dapat dicapai melalui
kepemimpinan, organisasi dan administrasi; dan koordinasi juga dipandang sebagai
suatu penyusunan usaha-usaha kelompok di dalam suatu kelangsungan dan
keteraturan sikap sehingga menciptakan kesatuan tindakan dalam mengusahakan
tercapainya tujuan bersama. Dalam pendapat ini, faktor kepemimpinan, organisasi
dan administrasi tampaknya dijadikan faktor-faktor yang memerlukan keharmonisan
dan keteraturan yang dikondisikan melalui kegiatan koordinasi.
Hidayat (2009:1) mengemukakan bahwa koordinasi pemerintah desa dalam
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan cara:
a)
Memfasilitasi pengadaan sarana dan prasarana minimal dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah dalam bentuk ruang kelas atau ruang belajar lainnya.
b)
Membantu pengadaan sarana dan prasarana pendukung seperti alat peraga, WC,
taman belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan minimal peserta didik.
c)
Memfasilitasi pihak swasta atau dunia usaha dan dunia industri dalam membantu
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah melalui bantuan langsung
atau subsisdi.
d)
Memediasi dan bekerja sama dengan pihak yang memiliki kewenangan untuk
membantu mengadakan sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan
sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas jelas menunjukkan bahwa koordinasi dalam
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah sangat memerlukan
kontribusi berbagai pihak terutama pemerintah desa sebagai bagian dari pemerintah
pusat yang bertanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan di
desa. Melalui koordinasi yang dilakukan secara efektif dengan pihak sekolah
diharapkan mampu mengoptimalkan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
yang diperlukan sekolah.
F. Kendala yang dihadapi sekolah dalam Melaksanakan Koordinasi dengan
Pemerintah Desa
Upaya sekokolah untuk meningkatkan penyelenggaraan sarana dan prasarana
pendidikan di Sekolah sering terkendala oleh banyak hal. Menurut Andini dkk
(2010:3) bahwa terdapat empat hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
koordinasi sebagai berikut:
1) Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandanganpandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi
yang baik.
2) Perbedaan dalam oriantasi waktu
Manajer akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan
segera atau dalam periode waktu pendek. Bagian penelitian dan pengembangan lebih
terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.
3) Perbedaan dalam orientasi antar pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang
cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin
dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi
satu dengan yang lain.
4) Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metoda-metoda dan
standar-standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk
balas jasa bagi karyawan.
Menurut Sutomo (209:1) terdapat beberapa kendala sekolah dalam
melaksanakan
koordinasi
dengan
pemerintah
desa
untuk
meningkatkan
penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut:
1) Faktor Waktu
Menurut shovoong (2011:1) bahwa waktu adalah besaran yang menunjukkan
lamanya suatu peristiwa berlangsung. Waktu termasuk besaran scalar. Satuan waktu
antara lain sekon atau detik dalam Standar Internasional yang disingkat SI, menit, jam
dan hari. Alat untuk mengukur waktu biasanya arloji, stopwatch dan ticker time.
Waktu merupakan salah satu hal yang sering menjadi kendala dalam
melaksanakan koordinasi dengan pemerintah desa. Masalah waktu menjadi sangat
krusial, karena pemerintah harus menjalankan fungsi ganda sebagai pemerintah dan
sebagai mediator dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah.
Terkait dengan hal ini maka pemerintah desa hendaknya dapat membagi waktu secara
baik agar tugas dan fungsinya sebagai tetap dapat dijalankan dengan baik demikian
juga tugas memediasi penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah
tidak terabaikan. Dengan pengaturan waktu yang dilakukan secara baik akan
mengantisipasi faktor penghambat peemrintah desa dalam melaksanakan tugasnya
dalam memediasi penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah.
2) Faktor Kompetensi
Istilah kompetensi berhubungan dengan dunia pekerjaan. Menurut Rustyah,
(dalam Abdulhanstoe, 2009:2) bahwa kompetensi mengandung pengertian pemilikan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu.
Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula
dimaksudkan sebaai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui
pendidikan dan/atau latihan.
Spencer (2010:1) memberikan sebuah definisi bahwa kompetensi adalah
karakteristik dasar seseorang (individu) yang mempengaruhi cara berpikir dan
bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan
cukup lama dalam diri manusia. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dimiliki
oleh
seseorang
dalam
melaksanakan
tugasnya.
Pengetahuan
dan
keterampilan tersebut dapat diperoleh dari latihan atau pembinaan.
Terkait dengan penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di Sekolah
jelas menunjukkan bahwa kompetensi tinggi yang dimiliki kepala desa terkait tugas
yang akan dilaksanakan sangat menentukan kelancaran untuk mengaktulisasikan
tugas-tugasnya. Sebaliknya kompetensi yang rendah menjadi faktor kendala dalam
penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di Sekolah.
3) Faktor Motivasi
Zurnali (2004:1) mengemukakan bahwa motivasi adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya.Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan
ketekunan. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y
Douglas
McGregor
maupun
teori
motivasi
kontemporer,
arti
motivasi
adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam
pengertian
yang
berkembang
di
masyarakat
yang
seringkali
disamakan
dengan semangat.
Terkait dengan motivasi penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di
Sekolah, maka pemerintah desa perlu memiliki motivasi yang tinggi sehingga upaya
untuk memediasi penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan dapat
dilaksanakan dengan baik
4) Faktor Dana
Dana merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi koordinasi
penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di Sekolah. Terbatasnya dana
menyebabkan pemerintah desa tidak dapat menjalankan tugasnya dengan optimal.
Sebaliknya dengan dana yang tersedia maka hal tersebut akan mendukung
pelaksanaan program sehingga membantu penyelenggaraan sarana dan prasarana
pendidikan di Sekolah
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa koordinasi pemerintah desa
dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana pendidikan di Sekolahsering terhambat
oleh berbagai faktor. Terkait dengan hal tersebut maka perlu antisipasi diantaranya
dengan melakukan pendekatan secara persuasif agar berbagai kendala dapat dihadapi
dengan baik dan.
Download