STRATEGI EFEKTIF MENARIK CALON NASABAH (STUDI EMPIRIS

advertisement
STRATEGI EFEKTIF MENARIK CALON NASABAH
(STUDI EMPIRIS DAN INTUITIF)
Drs.Kalis Purwanto,MM, STMIK Amikom Yogyakarta,[email protected]
I. Strategi adalah Ilmu Pilih Memilih
Berbicara strategi tak ubahnya berbicara seni memilih.Banyak pilihan tersedia
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Setiap pilihan akan membawa konskuensinya
masing-masing. Setiap orang bebas memilih apa pun dan dengan cara apa pun, namun
yang tidak boleh dipilih adalah akibat dari pilihan yang ditetapkannya. Sebagai ilustrasi
sederhana; pada saat ini kita berada di ruangan ini untuk suatu tujuan, artinya kita telah
menjatuhkan satu pilihan. Pada saat ini juga
kita menolak tawaran dari luar, kita
mengorbankan kesenangan di luar, pun kita menafikan peluang bisnis berseliweran yang
ada di luar sana. Keputusan untuk berada di sini pastilah melalui pertimbangan panjang
sebelumnya. Dasar pertimbangan yang digunakan adalah menyaring informasi dengan cara
sensing, thinking, feeling atau pun intuiting.
Berbicara bank dan nasabah seperti halnya berbicara antara perangko dan lem.
Keduanya terjadi dan menjalin interdependensi mutualistis. Yang satu tidak bisa overclaim bahwa lebih berperan dari yang lain. Maka idealnya antara keduanya harus
didekatkan dalam situasi suka maupun duka untuk tujuan yang sama, yakni tercapainya
tujuan masing-masing dengan tanpa mencederai pihak lain. Para ahli merumuskan bahwa
bank bertugas; menciptakan uang giral, memperlancar pembayaran, menghimpun dana
masyarakat, menyimpan asset masyarakat dan memberikan jasa lain atas transaksi
masyarakat. Sekalipun demikian, masyarakat dalam hal ini nasabahlah the power
resolution of trust dari kegiatan perbankan. Segalanya berbasis pada masyarakat; dari oleh
dan untuk masyarakat. Merekalah pemilik kedaulatan penuh atas kebijakan.
1
Untuk menjalankan kegiatan perbankan, tidak ada kata lain kecuali memahami
seluk beluk tentang masyarakat. Mochtar Lubis dalam ”manusia Indonesia” menyebutkan
ciri kita sebagai orang Indonesia. Ada tujuh ciri khas manusia Indonesia; feodal, hipokrik,
pandai berkilah,
senang pujian, artistik, percaya tahayul dan pemboros. Sampai
sekarang tidak ada yang membantah atas terbitnya buku tersebut. Sebaliknya banyak
kalangan membahasnya dan justru dijadikan rujukan untuk menentukan cara untuk
mengenal orang Indonesia. Tampak terkesan aneh, orang Indonesia belajar memahami
corak orang Indonesia. Tidak jadi apa, yang begini ini bagian dari dinamika. Paper ini akan
berbicara seputar nasabah, yang orang Indonesia,yang corak komunikasinya seperti yang
telah ditulis di atas. Semoga bermanfaat, jika ada komentar email aja ke alamat di atas.
II.Pemasaran dan Penjualan Bertumpu pada Pelayanan
Inti dari pemasaran dan penjuanlan adalah pelayanan. Jiwa pelayanan adalah
mengalahkan diri sendiri. Belum bisa disebut melayani jika kita masih berharap
“kemenangan” dari proses pelayanan. Jangan banyak berharap akan hasil penjualan jika
tidak berbasis pada layanan. Selanjutnya tidak akan banyak membantu jika marketing yang
cenderung above the line tidak diimbangi pada detail selling below the line. Kita pahami
bahwa proses pemasaran adalah dasyatnya perang di benak konsumen atas sebuah produk.
Para konsumen memiliki persepsi dan cara berpikir tersendiri dari sebuah produk yang bisa
jadi sama sekali tidak kita sadari.
Pada saat kuliah dulu diberi tahu bahwa ada seorang ahli yakni William J. Stanton,
berpendapat ; “ Pasar adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan dan kemampuan
finansial
untuk memenuhi keinginannya”. Sebenarnya masih ada puluhan ahli yang
memberi batasan tentang pasar, konsumen dan perilakunya, namun saya menilai pendapat
ini yang paling to the point and smart street. Tiga hal utama terjadinya transaksi disebut
2
dalam satu kalimat; yakni kebutuhan, keinginan dan kemampuan. Kebutuhan dan keinginan
adalah sesuatu yang given, namun jika dicermati amatlah jauh implikasinya. Kebutuhan
adalah sesuatu yang ada batas atasnya; limited sementara keinginan tak terbatas;unlimited.
Dalam praktik di lapangan keinginanlah yang mendominasi seseorang untuk melakukan
transaksi. Mereka tidak lagi mempedulikan butuh atau tidak butuh tentang produk itu yang
penting beli. Mereka juga sering tidak melihat kemampuan finansialnya yang penting
beli. Ada gejala apa dengan perilaku yang begini? Sulit dijelaskan namun banyak yang
menilai karena pengaruh agresivitas marketer dari produk-produk yang berada di pasar.
Untuk bisa melayani dengan optimal diperlukan kecermatan pada calon nasabah
atau pasar sasaran. Banyak pandangan tentang stratifikasi dan pengelompokan konsumen
untuk mendekatkan produk/jasa pada end user. Kelompok umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, suku bangsa, jabatan serta klasifikasi sosial merupakan contoh yang
selama ini dipakai marketer dalam membuat pembedaan. Tujuan pengelompokan ini
sekedar untuk menentukan perbedaan preferensi lanjutan dari para konsumen. Jika telah
diketahui preferensinya maka relatif lebih mudah cara menentukan bentuk layanan yang
efektif.
Kata kunci pelayanan yang efektif adalah berasal dari hati. Untuk mengalahkan diri
sendiri dalam proses pelayanan bukan kerja logika, namum kerja kalbu atau hati. Yang bisa
mengatakan “konsumen adalah raja” hanyalah marketer yang mampu mengalahkan
pikirannya. Biasa seorang marketer tersenyum ramah saat berhadapan dengan klien yang
prospektif, tetapi jika ada marketer yang bisa ramah pada klien bermasalah itu luar biasa.
Biasa seorang penjual yang proaktif pada calon nasabah cash cow dan star position, tetapi
jika ada penjual yang tetap proaktif pada calon nasabah trouble maker dan dead wood itu
luar biasa. Jika dalam berbagai workshop dibahas tentang tiga ranah pelayanan yakni
attitude, attention dan action, maka attitude-lah yang harus dibereskan dulu agar hasilnya
tidak mengecewakan.
3
III. Menarik Calon Nasabah adalah Seni Berkomunikasi
Sesuatu yang berkaitan dengan seni endingnya adalah keselarasan, keserasian dan
keindahan. Proses yang menyangkut tentang seni sulit distandarkan dan diduplikasi secara
masif. Komunikasi adalah ketrampilan menyangkut seni yang di dalamnya ada tanggung
jawab tidak saja ilmiah namun juga amaliah yang berbasis moralitas. Komunikasi efektif
dalam perspektif ini bukan sekedar lancar menyampaikan ide dan gampang dipahami pihak
lawan, namun lebih dari itu. Maknanya , hal-hal yang disampaikan pun bisa dipastikan
sesuatu yang mengandung kebenaran dan mendatangkan kemaslahatan bersama.
Pendeknya, komunikasi efektif dalam hal ini adalah adanya interaksi atas materi yang
benar dan menguntungkan dengan seni penyampaian yang menyejukkan.
Dalam slogan komunikasi ada istilah action things louder than speak once,
tindakan akan lebih berdampak daripada ucapan. Pada saat marketer melakukan presentasi
dan memprospek calon nasabah haruslah ada kesadaran bahwa dia “mengajak bersama”,
bukan “menyuruh melakukan”. Seorang nasabah akan merasa at home and save jika
marketer
bisa merepresentasikan dirinya sebagai wakil share-holders. Hal hal yang
potensial memunculkan keraguan nasabah atas sebuah produk/jasa akan tertutup oleh
integritas para person yang tampil. Satunya perbuatan dan tindakan para pemasar, pemandu
dan administrator akan memantapkan para calon nasabah untuk bergabung. Produk
perbankan adalah jasa berbasis kepercayaan. Kepercayaan hanya dapat dibangun dengan
mengkomunikasikan kebenaran secara benar dan didukung seni yang menenteramkan.
Secara basic normatif para calon nasabah sebenarnya telah memiliki persepsi dalam
berpreferensi terhadap sebuah lembaga keuangan baik perbankan maupun non bank.
Informasi tentang kondisi lembaga di sekitarnya dan yang tepat menjadi mitranya pastilah
telah mereka terima dari berbagai sumber. Mereka telah memiliki preferensi awal atas
4
sebuah tempat berkolaburasi. Preferensi itulah yang harus dijawab dengan cermat dan
bijak oleh para pemasar agar ketemu dalam titik pemahaman yang sama. Dari sitlah
terbangun komunikasi berkelanjutan dan produk-produk jasa keuangan bisa ditawarkan.
Bukan sesuatu yang sulit untuk mengajak bergabung jika mereka memang sudah punya
kesadaran pentingnya jasa perbankan. Persoalan yang tidak gampang juga bagi pemasar
adalah menentukan apakah mereka itu pasar potensial saja atau pasar riil. Ada baiknya
dipastikan dalam posisi seperti apa, lapisan mana, serta dalam kerangka apa calon nasabah
yang sedang dan telah kita prospek tersebut.
Perlu dipikirkan nasabah lama yang mungkin bisa jadi calon nasabah kita atas
pertimbangan tertentu karena memiliki tujuan tertentu dalam menginvestasikan dananya
atau sebaliknya. Nasabah yang seperti ini biasanya rasional dan kritis. Pertimbangannya
lebih panjang dari eksekusinya. Kriteria lembaga keuangan yang ingin dijadikan mitra
disesuaikan dengan karakter usahanya. Beberapa kelasiman lembaga keuangan saat
menawarkan produk/jasanya yang biasa dipersepsi positip oleh nasabah kritis antara lain;
a. Reputasi ; standar kesehatan bank terpenuhi, memberi jaminan dan fasilitas
yang memadai, tingkat keuntungan kompetitif
b. Tidak fluktuatif; operasionalisasi lembaga normal-normal saja, tidak agresif
menawarkan interes rate sebagai opsi dominan
c. Fokus dan prudent; memiliki keunggulan deferensial, kehatihatian sebagai
pemegang amanah menjadi acuan
d. Tim leader dan kaderisasi; memiliki karyawan berintegritas tinggi, budaya
perusahaan kondusif
e. Berorientasi dan komitmen religi; pertanggungjawaban kinerja tidak hanya
horizontal namun juga fertikal
5
IV.Pengalaman Empiris dan Intuitif
Pengalaman empiris adalah guru yang tak pernah keliru. Orang yang pandai belajar
dari pengalaman disebut David Mc Clalland sebagai penakluk dunia. Tentu tidak hanya itu
syaratnya. Ada baiknya jika diingat konsep ahli psikologi perkembangan ini dengan lima
senjata menaklukkan dunia. Kelima itu salah satu adalah belajar dari pengalaman, sedang
empat lainnya; senang tantangan, realistis, berorientasi pada tujuan dan bertanggung
jawab/fokus secara personal. Pengalaman empiris tidak mesti mengalami sendiri.
Mengambil pengalaman dari orang lain dan diinternalisasikan dalam langkah akan sangat
efektif dan tidak memakan waktu lama dibandingkan harus menunggu mengalami sendiri.
Intuitisi adalah suatu keniscayaan, karena tidak semua masalah dapat didekati
dengan logika. Realitas yang bisa dijelaskan secara argumentatif hanya bisa “meyakinkan”
jika proses logis dan analitis diurai dalam konseptual yang sistematis. Pencapaian bisa
“meyakini” tidak seharusnya dibatasi dengan pendekatan rasio semata. Selain bahasa
argumentasi (rasio) akal kehidupan juga memiliki bahasa hati (intuisi). Emosi dan intuisi
memiliki sumber yang dekat sekali di kedalaman otak. Bisa jadi syaraf-syaraf dendritnya
saling bersilangan. Itulah sebabnya intuisi sangat rentan terhadap pengaruh emosi baik yang
positif maupun sebaliknya.
Langkah bijak yang bisa diambil dalam kerangka mengoptimalkan pengalaman
empiris yang cenderung linier dan intuisi yang lateral adalah;
1. Memandang uang; jangan dinomorsatukan tetapi juga jangan dinomorduakan.
Dengan begitu bisa memaknai bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan
di bawah.
6
2. Memandang orang; jangan melihat kelemahannya kita akan sakit, dengan
melihat keungulannya maka akan terobsesi
3. Memandang tantangan; boleh dengan target tinggi, namun mesti realistis dalam
proses. Tuhan tidak pernah bertanya hasil, tapi menuntut proses
4. Memandang keikhlasan; sebaiknya ditempatkan di depan. Jika ditempatkan di
belakang cenderung hanya pembenaran. Contoh, “ Kerugian kemarin itu sudah
saya ikhlaskan”. Itu bukan ikhlas namun penghiburan saja.
5. Memandang kesuksesan; kombinasi dari kemampuan menahan diri dari
ketidaknyaman dengan doa sebagai pengakuan bahwa segala eksistensi adalah
milik-Nya
6. Memandang Indonesia; lihat pendapat Mochtar Lubis sebagaimana yang telah
disitir di atas
7. Memandang Calon Nasabah; mereka adalah keluarga besar kita juga yang
memiliki cipta, rasa dan karsa seperti keluarga kita
============================================
7
8
Download