PEMBERIAN ASI DINI DENGAN KEJADIAN IKTERUS FISIOLOGIS DI RUANG PERINATOLOGI RSUD DR.HARJONO PONOROGO Author : Farkhanul Ulla Dosen STIKes Satria Bhakti Nganjuk Abstrak Introduction. Ikterus neonatus merupakan fenomena fisiologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya sekresi bilirubin selama transisi pada neonatus.Ikterus neonatus yang berat dan tidak ditatalaksana dengan baik dapat menimbulkan komplikasi encepalopati bilirubin Methods. Desain penelitian menggunakan metode korelasi dengan pendekatan kohort.Populasi adalah semua bayi baru lahir yang di rawat di Ruang Perinatologi RSUD Dr.Harjono Ponorogo tanggal 1-30 september 2010 jumlah responden 40, dengan teknik accidental sampling, analisa data menggunakan SPSS Versi 16 dengan Uji x2 [chi kuadrat] Result. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 16 responden (40%) diberi ASI dini, 24 responden (60%) diberi ASI tidak dini dan sebanyak 22 responden (55%) terjadi ikterus fisiologis, 18 responden (45%) tidak terjadi ikterus. Hasil analisis chi kuadrat dimana P . Value=0,001< α =0,05, ada hubungan pemberian ASI dini dengan kejadian ikterus fisiologis. Discussion. Pemberian cairan terutama ASI lebih dini akan mempercepat pembuangan isi usus sehingga mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus dan menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Perlu peran petugas kesehatan dalam memberikan motivasi kepada ibu hamil dan menyusui tentang penting nya ASI. Kata kunci : ASI dini,kejadian ikterus fisiologis setelah melahirkan, 2 bayi pada usia 2 hari dan 1 Pendahuluan Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil bayi pada usia 4 hari setelah melahirkan. (bayi dengan berat badan kurang 2500 gram atau Angka kejadian ikterus pada bayi sangat usia gestasi kurang 37 minggu) mengalami ikterus bervariasi di Amerika dilihat dari 4 juta yang lahir pada Ikterus tiap tahunnya sekitar 65% mengalami ikterus. neonatus merupakan fenomena fisiologis yang Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia tahun timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya 1998 menunjukkan sekitar 75% bayi baru lahir sekresi bilirubin selama transisi pada neonatus. mengalami ikterus pada minggu pertama. Di Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali Indonesia didapatkan data ikterus neonatus di lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini beberapa rumah sakit di RS Cipto Mangunkusumo dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus selama tahun 2003, menemukan ikterus pada bayi lebih banyak dan usianya lebih pendek. Ikterus baru lahir sebanyak 58% pada bayi cukup bulan fisiologis paling umum terjadi, ikterus ringan dengan kadar bilirubin diatas 12 mg/dl pada minggu karena fungsi hati yang belum matang pada bayi pertama kehidupan. Di RS. Dr. Sardjito sebanyak baru lahir yang menyebabkan proses pengeluaran 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin berjalan lambat umumnya muncul pada bilirubin diatas 5 mg/dl dan 23,8 % memiliki kadar usia 2 sampai 3 hari dan menghilang pada usia 1 bilirubin diatas 13 mg/dl. Insiden ikterus neonatus sampai 2 minggu (Milissehat, 2010). Berdasarkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada studi pendahuluan dari 5 bayi baru lahir yang terjadi tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Berdasarkan ikterus fisiologis sebanyak 2 bayi pada usia 3 hari pengamatan sesaat yang dilakukan di Ruang minggu pertama kehidupannya. Perinatologi RSUD Dr. Harjono S. Ponorogo pada teknik accidental sampling, analisa data bulan April 2010 kejadian ikterus fisiologis menggunakan SPSS Versi 16 dengan Uji x2 [chi sebanyak 35 bayi(37,2%) terjadi pada hari ke 3 dan kuadrat] ikterus patologis sebanyak 7 bayi (7,5%) pada 24 jam pertama dari 94 bayi. Hasil Bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Kejadian Ikterus Pemberian ASI Fisiologis Tidak Ikterus f % Total f % f % ASI Dini 3 13,64 13 72,2 16 40 ASI Tidak Dini 19 86,36 5 27,8 24 60 cerebellum yang menyebabkan kematian sel. Bayi Total 22 100 18 100,0 40 10 0 yang Hasil uji Chi-Square P-Value = 0.001 < α = 0.05 Ikterus neonatus yang berat dan tidak ditatalaksana dengan baik dapat menimbulkan komplikasi encefalopati bilirubin. Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding sel neuron di ganglia basal, batang otak dan selamat setelah mengalami enselopati bilirubin akan mengalami kerusakan otak yang permanen dengan mengalami beberapa serebral Hasil penelitian didapatkan sebanyak 16 palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau responden (40%) diberi ASI dini, 24 responden hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan (60%) diberi ASI tidak dini dan sebanyak 22 perceptual motor disorder. responden (55%) terjadi ikterus fisiologis, 18 Banyaknya bayi baru lahir yang terjadi ikterus responden (45%) tidak terjadi ikterus. Hasil analisis fisiologis dikarenakan terlambatnya pemberian chi kuadrat dimana P . Value=0,001< α =0,05, ada nutrisi dini. Peneliti berharap bayi baru lahir hubungan pemberian ASI dini dengan kejadian sebaiknya diberi cairan atau nutrisi terutama ASI ikterus fisiologis. lebih dini pembuangan yang isi mana usus akan sehingga mempercepat mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus dan tabulasi silang dan menggunakan SPSS v 16 di dapatkan uji x 2 (chi kuadrat) P. Value = menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Berdasarkan keterangan di Pembahasan atas peneliti 0,001 < = 0,05 artinya menolak Ho dan tertarik untuk meneliti tentang pemberian ASI dini menerima H1 sehingga ada hubungan antara dengan kejadian ikterus fisiologis. pemberian ASI dini dengan kejadian ikterus fisiologis di Ruang Perinatologi RSUD Dr Metode Desain Harjono S Ponorogo. penelitian menggunakan metode Hal ini di karenakan bayi yang mengalami korelasi dengan pendekatan kohort.Populasi adalah ikterus fisiologis di sebabkan terlambatnya semua bayi baru lahir yang di rawat di Ruang pemberian ASI, ASI di berikan > 1 jam setelah Perinatologi RSUD Dr.Harjono Ponorogo tanggal lahir. Sedang, bayi yang diberikan ASI kurang 1 1-30 september 2010 jumlah responden 40, dengan jam setelah lahir tidak mengalami ikterus, karena pemberian mempercepat ASI yang dini akan pembuangan isi usus sehingga mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus dan menurunkan kadar bilirubin (Sholeh Daftar Pustaka Arikunto (1994). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT.Rineka Cipta Kosim, 2008). ASI lebih bisa menghadapi efek kuning dalam (joundice), level bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrom dan mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut di berikan ASI sesering mungkin dan tanpa pengganti ASI (Roesli Utami, 2002). Bayi yang di beri ASI dini masih bisa mengalami ikterus fisiologis bisa di sebabkan faktor usia kehamilan (post date, kehamilan kurang bulan), ketuban pecah dini, partus lama. Sedang bayi yang di beri ASI tidak dini Asrining (2003). Perawatan Bayi Resiko Tinggi . Jakarta: EGC Catzel, Pincus (1990). Kapita Selecta Pediatri. Jakarta: EGC Notoatmodjo. (2002). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Nursalam. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: SA Lembaga Medika Roesli Utami. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya Sholeh Kosim, Yunanto, Dewi R. Saroso, Usman Ali. (2008). Buku Ajar Neonatologi. IDAI tidak mengalami ikterus mungkin di sebabkan Soetjiningsih. (1997). ASI Petunjuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC faktor nutrisi ibu. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi kurang dari 6 bulan. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Mengatasi ikterus pada bayi yang sehat dapat di lakukan dengan cara memberi minum ASI sedini mungkin. Bila keadaan tertentu bayi tidak bisa menetek langsung dari ibunya, ASI bisa diberikan dengan cara memberikan ASI perasan. Perawatan payudara waktu hamil dan setelah melahirkan serta nutrisi ibu yang memadai akan memperlancar pengeluaran ASI sehingga ASI dapat di berikan secara dini. Kesimpulan Ada hubungan antara pemberian ASI dini dengan kejadian ikterus fisiologis di Ruang Perinatologi RSUD Dr Harjono S Ponorogo. Sugiyono. (2002). Statistik Penelitian. Alfa Beta Bandung