Restorasi Agroekosistim Sayuran Melalui

advertisement
PENGGUNAAN PESTISIDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEANEKARAGAMAN
HAYATI SERTA UPAYA RESTORASI AGROEKOSISTIM DI KAWASAN SENTRA
SAYURAN KECAMATAN LEMBAH GUMANTI SUMATERA BARAT
Reflinaldon1, Oktanis Melinda1 dan Asril2
ABSTRAK
Kawasan sentra sayuran sangat beresiko tercemar bahan kimia karena
penggunaan pestisida yang sangat intensif dalam budidaya pertanian. Kecamatan
Lembah Gumanti sebagai salah satu sentra sayuran di Sumatera Barat belum banyak
diungkap mengenai tingkat pencemaran pada komoditi sayuran dan sejauhmana
dampaknya terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat
residu pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat sekaligus mengetahui
dampaknya terhadap kehidupan serangga dan mikroorganisme pada lahan pertanian di
Kecamatan Lembah Gumanti.
Pelaksanaan analisis residu dilakukan dengan menggunakan metode gas
kromatografi sedangkan untuk menghitung sifat kemasaman dan kadar air dilakukan
dengan analisis tanah, analisis respirasi untuk menentukan kadar CO2 dan analisis
biomassa untuk menentukan bahan organik dan C organik Untuk analisis
keanekaragaman artopoda dilakukan dengan menghitung kelimpahan dan kekayaan
spesies di pertanaman menggunakan metode idenifikasi secara morfospesies.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah ditemukan residu pestisida berbahan
aktif diazinon, propenofos, dimetoat (organoposfat) dan sipermetrin (piretroid) pada
bawang merah, kubis dan tomat. Kadar residu bahan aktif pestisida tertinggi terdeteksi
pada bawang merah diikuti oleh kubis dan tomat berkisar antara 0.067-2.006 mg/kg
(ppm). Pada lahan yang intensif digunakan pestisida diperoleh kadar air dan pH lebih
rendah sedangkan kandungan C organik dan bahan organik juga rendah. Aktifitas
respirasi mikroorganisme menurun dengan kadar CO2 dan biomasa lebih rendah
daipada lahan alami dan bera. Pestisida berdampak terhadap penurunan kelimpahan
individu dan spesies tertentu di pertanaman yang merupakan indikasi bahwa aplikasi
insektisida tidak selalu efektif dalam pengendalian hama. Berdasarkan hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan kawasan Lembah Gumanti masih
rendah dan memerlukan perhatian untuk upaya restorasi melalui peningkatan
kepedulian lingkungan dan pengetahuan tentang cara pertanian yang ramah lingkungan
sehingga akan dapat menghasilkan komoditi sayuran berkualitas dan aman bagi
konsumen.
1
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Korespondensi:
[email protected]
2
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat
PENDAHULUAN
Budidaya sayuran di daerah tropis memiliki tantangan cukup berat karena
tingginya kompleks hama dan penyakit sehingga untuk mengatasinya petani selalu
menggunakan pestisida sintetik secara intensif. Hasil penelitian di Brebes, Jawa Tengah
menginformasikan bahwa aplikasi pestisida berkisar 20-24 kali dalam satu siklus tanam
bawang merah, atau dengan frekuensi sebanyak 3 kali setiap minggu sehingga telah
berdampak buruk terhadap kesehatan dengan meningkatnya kasus kerusakan jaringan
tubuh dan gangguan pada syaraf serta tercemarnya air susu ibu oleh logam berat
(Koster, 1990).
Bahan aktif pestisida sintetik bersifat toksik tidak hanya bagi organisme target
(hama) tetapi juga pada organisme lain termasuk manusia. Bahan aktif bersifat persisten
pada bahan tanaman dan tanah lahan. Pada bahan tanaman beresiko tinggi karena
dapat terkonsumsi oleh manusia sedangkan pada tanah dapat menyebabkan kematian
organisme penghuni tanah termasuk mikroorganisme. Aplikasi pestisida secara umum
menyebabkan efek samping membunuh sejumlah besar serangga bermanfaat seperti
predator dan parasitoid termasuk menekan berbagai jenis patogen serangga akibat
penggunaan jenis fungisida. Pestisida telah merusak kesimbangan alami pada tanah
pertanian dan menyebabkan penurunan kelimpahan keanekaragaman hayati (Khan,
2003).
Kecamatan Lembah Gumanti sebagai kawasan sentra sayuran terbesar di
Sumatera Barat beresiko tinggi terhadap pencemaran akibat penggunaan pestisida
secara intensif. Pada tahun 2004, volume penjualan pestisida di daerah ini mencapai 50
ribu kg dengan nilai penjualan sebesar Rp.2.9 milyar (BPTPH, 2005). Oleh karena itu
diyakini terjadi degradasi lingkungan yang berdampak buruk terhadap kehidupan pada
kawasan tersebut. Proses ini akan terus berlanjut sehingga bila tidak dicegah akan
sampai pada suatu kondisi krisis lingkungan yang tidak lagi mampu untuk mendukung
kehidupan masyarakatnya. Penelitian ini sangat penting mengingat fungsi kawasan
sayuran di Kecamatan
Lembah Gumanti sangat sentral dan vital dalam memenuhi
kebutuhan pangan untuk cakupan konsumen yang cukup luas. Daerah ini adalah sentra
produksi sayuran terbesar di Sumatera Barat. Produksi kubis pertahun mencapai 63923
ton sedangkan bawang merah 18399 ton, dan tomat 21000 ton (Pemda Solok, 2008).
Disamping untuk memenuhi kebutuhan Sumatera Barat, daerah ini juga penyuplai
utama untuk provinsi Riau dan Jambi. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan
2
kajian secara komprehensif tentang penggunaan, pencemaran dan dampak pestisida
serta upaya restorasi sehingga lingkungan kembali menjadi lebih baik melalui budidaya
yang ramah lingkungan.. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat residu
pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat sekaligus mengetahui dampaknya
terhadap kehidupan serangga dan mikroorganisme pada lahan pertanian di Kecamatan
Lembah Gumanti.
METODE PENELITIAN
Studi Tingkat Pencemaran Pestisida
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Lembah Gumanti. Pada setiap nagari
dilakukan pengambilan sampel tanaman dan tanah pada lahan pertanaman sayuran
yang sedang diusahakan petani. Analisis residu pestisida akan dilaksanakan di
Laboratorium Pestisida Balai Perlindungan Tanaman dan Hortikultura (BPTPH)
Sumatera Barat.
Analisis residu bahan aktif pestisida pada tanaman
Sampel yang digunakan adalah buah tomat, bawang merah dan kubis yang siap
panen yang diperoleh secara acak dari lahan petani. Bahan-bahan tanaman yang
diperoleh selanjutnya disimpan dalam ice box untuk menjaga kesegarannya dalam
pengangkutan dari lapangan ke laboratorium.
Bahan-bahan kimia yang diperlukan adalah solven/ pelarut (aseton, CH2Cl2,
petroleum eter), sodium sulfat (anhidrous), dan florisil (particle size 0,150-0,250 mm, for
column chromatography). Peralatan analisis yang dipergunakan adalah blender,
erlenmeyer (ukuran 125 ml dan 250 ml), beaker glass (ukuran 25 ml dan 50 ml), corong,
kertas saring, gelas ukur (ukuran 100 ml dan 10 ml), pipet mikro, syrine (10 µl),
timbangan (Mettler Toledo), Evaporator (Airflow Monitor, Mach-Aire Ltd), tabung uji,
kolom kromatografi dan Gas Chromatography (Model 8000 TOP).
Prosedur analisis residu pestisida
Analisis residu pestisida dikerjakan berdasarkan metode AOAC (1990) dengan
menggunakan Gas Chromatography (Model 8000 TOP yang dilengkapi dengan Electron
Capture Detector). Tahapan analisis meliputi: ekstraksi bahan tanaman, pemurnian
(Clean up), pembuatan larutan standar dan analisis kuantitatif (perhitungan kadar
residu). Recovery test merupakan patokan untuk menilai apakah metode yang
digunakan sudah cukup baik.
3
Ekstraksi bahan tanaman
Sampel tomat, kubis dan bawang merah yang diambil dari bagian tepi luar,
tengah dan tepi dalam yang diambil ± 0,5 kg (pada setiap tepi) dari setiap lahan petani,
ditempatkan pada wadah penampungan dan dicampur. Sebanyak 15 g sampel diambil
acak lalu diblender dengan aseton 30 ml selama 30 detik, ditambahkan 30 ml petroleum
eter dan 30 ml dikloro metan, kemudian diblender kembali selama 30 detik dengan
kecepatan tinggi. Bila larutan keruh, lakukan sentrifugasi selama 2 menit pada
kecepatan 4000 rpm. Ekstrak (± 80 ml) disaring dengan corong yang dilapisi kertas
saring (Whatman No. 40) dan ditempatkan pada beaker glass 50 ml. Ekstrak (± 50 ml)
diuapkan (dengan Air Flow suhu 270C) selama 30 menit sampai larutan tinggal ± 2 ml.
Pemurnian (clean up)
Ekstrak (± 2 ml) dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah diisi florisil
(15,7 cc) dan sodium sulfat anhidrous (9,42 cc). Elusi dengan larutan petroleum eter
(42,5 ml). Eluat (hasil pemurnian ± 20 ml) ditampung dalam beaker glass 25 ml,
kemudian diuapkan (dengan Air Flow suhu 270 C) sampai agak kering (± 1 ml), larutan
dipindahkan ke dalam tabung uji dengan bantuan larutan aseton sampai volume 5 ml
(Harun, 1995).
Pembuatan larutan standar
Larutan
standar
untuk
penelitian
ini
diperoleh
dengan
melarutkan
DCB ,bioaletrin,bioresmetrin,sipermetrin,deltametrin,fenpropatrin,fenvalerat, fenotrin dan
permetrin masing-masing dengan konsentrasi 1 µg/ml dalam n-Heksana. Suntikan 1 µl
campuran tersebut ke dalam GC dengan kondisi pengoperasian sama dengan kondisi
penetapan
Analisis kuantitatif (perhitungan kadar residu).
Gas Chromatography dengan kondisi siap pakai (standar) pada suhu kolom
2000C, suhu injektor 2300C, kecepatan alir N2 40 ml/ menit, H2 1,3 kg/cm2 dan tekanan
udara 1 kg/cm2. Analisis dilakukan pada kondisi tersebut dengan menyuntikkan 1-2 µl
larutan standar dan larutan sampel ke dalam Gas Chromatography dan menghasilkan
kromatogram dengan waktu retensi tertentu. Konsentrasi residu insektisida dalam
sampel dapat dihitung dari grafik kromatogram yang dihasilkan, kemudian dibandingkan
dengan kromatogram standar. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar
residu untuk jenis bahan aktif ogranoposfat , karbamat dan piretroid. Kadar residu
insektisida I yang diperoleh dari hasil analisis di laboratorium dapat dihitung dengan
rumus:
4
R=
Sx x
Ulx
Ngs x
Ss
Fv
W
Dimana :
R = Kadar residu insektisida (mg/kg atau ppm)
Sx = Area sampel
Ulx = Volume ekstrak sampel yang disuntikkan (µl)
Ngs = Jumlah insektisida standar yang disuntikkan
(Volume standar yang disuntikkan/ µl x konsentrasi standar/ ppm)
Ss = Area standar
Fv = Volume akhir ekstrak (ml)
W = Berat sampel yang digunakan (g)
Residu insektisida pada sampel di masing-masing petani akan dibandingkan dengan
nilai batas maksimum residu untuk sayuran.
Analisis residu pestisida pada tanah pertanaman sayuran
Sampel tanah sedalam 0-15 cm diambil secara random pada lahan
pertananaman sayuran intensif sebanyak 12-15 lobang (diameter 2.5 cm). Bahan-bahan
sisa pada tanah dibersihkan menggunakan ayakan ( 2 mm mesh). Sampel tanah
disimpan pada suhu 40C sampai dilakukan analisis. Suhu, curah hujan dan kelembaban
diukur selama periode pengambilan sampel.
Metode mengacu pada prosedur standar analisis (Dirjen Perlindungan Tanaman,
2003) sebagai berikut: Sebanyak 25 gr sampel tanah kering angin dilarutkan dalam 100
ml campuran hekasan dan aseton (1:1). Selanjutnya, di shaker selama kurang lebih 1
jam dan disaring dengan kertas saring. Larutkan sisa contoh dengan aseton:heksan (1:1)
sebanyak 100 ml selanjutnya di letakkan pada shaker selam 1 jam. Ulangi lagi untuk
sisa contoh tersebut dengan prosedur yang sama dan kemudian disaring. Selanjutnya
dilakukan penggabungan semua lapisan organik dan diupakan menggunakan rotary
sampai hampir kering. Cuplikan yang ada siap disuntikkan ke alat Gas Chromatorgfi
(GC).
Analisis respirasi mikro organisme tanah
Ditimbang sampel tanah sebanyak 180g dan dilembabkan, lalu masukkan
kedalam bejana kedap udara. Ambil 2 buah tabung, satu tabung diisi dengan 10 ml
KOH 0,5M, sedangkan tabung yang lain diisi aquades 10 ml. Tempatkan kedua tabung
tersebut kedalam bejana yang diatur dalam posisi miring 45 derajat.
Tutup bejana
kedap udara tersebut dan tempatkan dalam inkubator dengan suhu 26 C. Lakukan
5
inkubasi selama 14 hari. Setelah 14 hari , tabung yang berisi KOH ditambahkan BaCL2
0,5M sebanyak 5 ml dan indikator PP sebanyak 4 tetes. Setelah itu dititrasi dengan
HCL 0,5N sampai warna merah hilang. Lalu tentukan CO2 yang dihasilkan. Lakukan hal
yang sama pada bejana kedap udara tanpa sampel tanah sebagai kontrol.
CO2 (mg) = (B-V). N . E
Keterangan :
B = Volume asam untuk mentitrasi basa pengumpul pada kontrol
V = Volume asam untuk mentitrasi basa pada perlakuan
N = Normalitas asam
E = Bobot equivalen CO2 (22)
Analisis Biomassa Karbon
Dimasukkan sampel tanah lolos ayakan 2 mm kedalam dua buah tabung
masing-masing sebanyak 10g (tabung 1 dan 2).
Tabung 1 ditambahkan clorofrom
sebanyak 20 ml (tabung 2 tanpa cloroform). Kedua sampel dikeringkan dalam eksikator
vakum selama satu minggu.
Setelah cloroform kering, sampel pertama dan kedua
diekstrak dengan K2SO4 0,5M sebanyak 50 ml dan dikocok selama 30 menit. Hasil
ekstraksi disaring dengan kertas saring.
Filtrat yang diperoleh diukur kadar C
organiknya dengan metoda Walkley and Black.
Penentuan kandungan C organik
adalah dengan menggunakan rumus :
%C organik = % C organik tanah fumigasi - % C organik tanah non fumigasi
Biomassa
= % C organik x 2,64
Studi Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Serangga
Analisis keragaman serangga hidup di tajuk tanaman, dan tanah
Tempat penelitian di lahan petani di Kecamatan Lembah Gumanti yang
budidayanya menggunakan pestisida intensif. Dibuat satu jalur transek sepanjang
hamparan pertanaman. Pada setiap 100 meter ditentukan titik pengambilan sampel
dengan luas unit sampel 1 x 1 m. Pada setiap titik sampel dilakukan koleksi serangga di
tajuk tanaman dengan menggunakan farmcorp (alat penghisap debu yang dimodifikasi),
sedangkan penggunaan jaring ayunan dilakukan sebanyak 10 ayunan. Untuk serangga
penghuni tanahdikumpulkan dengan menggunakan pitfall trap (perangkap jebakan)
berupa gelas plastik yang dibenam ke tanah sehingga permukaan atasnya sejajar
dengan tanah. Dalam gelas diisi dengan alohol 70% untuk membunuh serangga yang
6
terperangkap. Selanjutnya, semua individu yang diperoleh akan diidentifikasi dengan
metode pendekatan berdasarkan morfologi (morfospesies) di laboratorium. Acuan
identifikasi antara lain spesimen dan buku identifikasi serangga Borror et al (1992).
Selanjutnya dengan menggunakan program Ecological Methods (Krebs, 2000) dilakukan
analisis
keanekaragaman
dan
kemerataan.
Formula
untuk
menentukan
keanekaragaman menggunakan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut:
H 
 Pi(log ePi)
i 1
Keterangan:
H= indeks keanekaragaman
Pi= proporsi spesies ke-I dalam komunitas
Studi Tindakan dan Persepsi Petani Terhadap Pestisida
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara kepada petani. Jumlah petani
sampel sebagai responden sebanyak 30 orang dipilih acak. Wawancara dilakukan
dengan cara mendatangi petani di lahan atau rumah. Materi kuisioner untuk wawancara
berisikan antara lain data diri petani, aplikasi pestisida dan persepsi petani tentang
pestisida. Hasil wawancara dianalisis dan diskripsikan sesuai dengan proporsi dari
setiap jawaban yang diberikan oleh petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Residu pestisida
Tingkat residu pestisida yang ditemukan berbeda pada setiap produk sayuran di
Kecamatan Lembah Gumanti. Ada empat jenis bahan aktif yang terdeteksi yakni 3 jenis
dari golongan organoposfat (propenofos, dimetoat dan diazinon) dan lainnya sipermetrin
dari golongan pyretroid. Residu bahan aktif pestisida terdeteksi pada tiga jenis sayuran.
Pada bawang merah mengandung residu bahan aktif jenis sipermetrin dan diazinon.
Pada kubis yang terdeteksi dimetoat, sedangkan pada tomat ditemukan propenofos
(Tabel 1). Namun demikian, dua bahan aktif lainnya klorpirifos dan deltametrin ternyata
tidak terdeteksi.
7
Tabel 1. Tingkat residu bahan aktif pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat di
Kenagarian Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti
Tingkat residu pada produk sayuran di dua lokasi sampling
(mg/kg)
Jenis bahan
aktif
Alahan Panjang
Bawang
Kubis
Sungai Nanam
Tomat
merah
Bawang
Kubis
Tomat
merah
Propenofos
-
-
0.275
-
-
-
Dimetoat
-
1.151
-
-
0.760
-
Sipermetrin
0.067
-
-
-
-
-
Diazinon
2.006
-
-
1.764
-
-
Klorpirifos
-
-
-
-
-
-
Deltametrin
-
-
-
-
-
-
Tabel 2. Tingkat residu Bahan aktif pestisida yang terdeteksi pada bawang merah,kubis
dan tomat di Kenagarian Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah
Gumanti
Jenis bahan aktif
Heptaklor
Aldrin
Lindan
Endosulfan
Tingkat residu pada tanah sayuran di dua lokasi sampling
(mg/kg)
Alahan Panjang
Sungai Nanam
Bawang
Kubis
Tomat
Bawang
Kubis
Tomat
merah
merah
-
Sebaliknya, hasil analisis residu pada tanah yang berasal dari pertanaman
bawang merah, kubis dan tomat tidak satupun ditemukan adanya jenis-jenis bahan aktif
pestisida dari golongan organoklorin yang dianalisis (Tabel 2).
Dampak pestisida terhadap tanah dan mikroorganisme tanah
Lahan pertanaman intensif sayuran menunjukkan kadar air dan pH paling rendah
dibanding dengan lahan alami dan bera. Artinya, sifat tanah pada lahan intensif lebih
kering dan lebih masam. Sementara, baik C organik dan bahan organik juga ditemukan
paling rendah pada lahan yang diusahakan sayuran secara intensif dibandingkan pada
8
lahan alami dan bera (Tabel 3). Persentase C organik dan bahan organik juga terlihat
paling rendah pada lahan intensif. C organik dan bahan organik tertinggi pada lahan
bera lapisan 0-10 cm (Tabel 4).
Tabel 3. Kadar air dan pH tanah dari berbagai jenis lahan di Kecamatan Lembah
Gumanti
Jenis lahan
Kadar air tanah(%)
pH H2O/KCl
Lahan alami (0-10 cm)
21.2
6.17/5.58
Lahan alami (10-20 cm)
33.4
6.18/5.59
Lahan bera (0-10 cm)
30.0
6.29/5.70
Lahan bera (10-20 cm)
24.8
6.10/5.58
Lahan intensif (0 – 10 cm)
20.3
5.65/5.07
Tabel 4. Persentase C organik dan bahan organik tanah dari berbagai jenis lahan di
Kecamatan Lembah Gumanti
Jenis lahan
C organik (%)
Bahan Organik (%)
Lahan alami (0-10 cm)
6.74
11.55
Lahan alami (10-20 cm)
6.63
11.41
Lahan bera (0-10 cm)
7.87
13.54
Lahan bera (10-20 cm)
5.51
9.48
Lahan intensif (0 – 10 cm)
4.19
7.20
Tabel 5. Jumlah CO2 dan biomassa mikroorganisme pada tanah dari tipe lahan berbeda
di Kecamatan Lembah Gumanti
Jenis lahan
CO2 (mg)
Biomassa (%)
Lahan alami (0-10 cm)
7.48
3.76
Lahan alami (10-20 cm)
6.72
3.35
Lahan bera (0-10 cm)
35.3
6.47
Lahan bera (10-20 cm)
26.70
3.47
Lahan intensif pestisida (0 – 10 cm)
2.92
1.45
9
Dari analisis respirasi dan biomassa mikroorganisme menunjukkan bahwa tanah
yang menggunakan pestisida intensif menunjukkan aktifitas respirasi paling rendah
dilihat dari persentase CO2 dan biomassa yang terendah (Tabel 5).
Keanekaragaman arthropoda di pertanaman sayuran
Jumlah individu dan spesies artropoda pada pertanaman bawang merah dan
kubis disajikan pada Tabel 6 berikut. Pada lahan di Alahan Panjang dan Sungai Nanam
terlihat perbedaan kekayaan spesies dan kelimpahan individu cukup besar. Perbedaan
tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman artropoda di Alahan Panjang lebih tinggi
daripada Sungai Nanam. Sebaliknya di pertanaman kubis, di Sungai Nanam jumlah
spesies lebih tinggi dibanding Alahan Panjang (Tabel 7).
900
8 Minggu
765
800
12 Minggu
Jumlah individu
700
600
500
400
300
200
100
136
1129
1137
2 0
0 0
Coleo
Der
Dipl
81
45
38
12 5
3 1
4 7
6
Hem
Hom
Hym
Lepd
1 0
0
Arc
Coll
Dipt
Ort
Ordo
Gambar 1. Grafik jumlah individu arthropoda pada tanaman kubis umur 8 dan 12 minggu
di Alahan panjang
10
300
275
8 Minggu
Jumlah individu
250
12 Minggu
180
200
150
100
48
50
67
47
29
11
3 4
4 0
1 0
Coleo
Der
Dipl
22
20
2 7
4
Hem
Hom
22
9
1 3
0
Arc
Coll
Dipt
Hym
Lepd
Ort
Ordo
Gambar 2. Grafik jumlah individu arthropoda pada tanaman kubis umur 8 dan 12
minggu di Sungai nanam
120
98
minggu
100
5
minggu 9
80
66
60
49
jumlah individu
36
40
25
21
25
21
13
9
20
11
01
01
4
88
12
4
10
0
Arach
Coll
Coleop
Dipl
Derm
Hem
Dip
Hym
Hom
Orth
Lep
Odon
ordo
Gambar 3. Jumlah individu pada dua waktu pengamatan dalam satu periode
tanaman bawang merah di Alahan Panjang
11
60
54
50
38
40
36
39
minggu 5
30
minggu 9
jumlah
20
10
13
43
0
arac
2
1
4
0
0
coll
coleo derm dipl
10
34
7
2
12
dipt Hem Hom Hym
ort odo
lep
ordo
Gambar 4. Jumlah Individu Arthropoda pada Tanaman Bawang Merah Umur 5 Minggu
dan 9 Minggu di Nagari Sungai Nanam.
Tabel 7. Jumlah individu dan spesies arthropoda di pertanaman kubis dari dua lokasi di
Kecamatan Lembah Gumanti
Alahan Panjang
Sungai Nanam
12
Jumlah
individu
59
Jumlah
spesies
16
901
1
455
1
Coleoptera
48
5
7
6
Dermaptera
2
2
4
1
Diplura
0
0
1
1
Diptera
126
19
76
15
Hemiptera
17
3
9
3
Homoptera
4
2
24
4
Jumlah individu
Jumlah spesies
Arachnida
40
Collembola
Tindakan dan Persepsi Petani Terhadap Pestisida
Usia petani sebagian besar pada kisaran 30 sampai 50 tahun dengan pendidikan
formal pada tingkat dasar dan menengah pertama. Pendidikan informal yang berbasis
12
pada pelatihan berwawasan lingkungan atau dikenal dengan SLPHT (Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu) masih sangat terbatas. Namun demikian, secara umum
petani telah mengerti bahwa pestisida dapat membahayakan lingkungan (Tabel 9).
Tabel 8. Indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan spesies di pertanaman
kubis Alahan Panjang dan Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti
Alahan Panjang
Sungai Nanam
Indeks keanekaragaman
1,34
1,93
Indeks kemerataan
0.43
0,63
Kekayaan spesies
51
64
Tabel 9. Karakteristik dan pengetahuan petani terhadap bahaya pestisida
Pertanyaan
Alahan panjang
Sungai nanam
Umur < 30
26,66
13,33
Umur 30 keatas
73,33
86,66
Tamatan SD
53,33
26,66
Tamatan SLTP
46,66
53,33
Tamatan SMA
0
20
Pernah ikut SLPHT
6,66
13,33
Pengalaman bertani kubis 10 - 30 th
100
93,33
Pestisida berbahaya terhadap lingkungan
100
100
Tabel 10. Sikap dan tindakan petani dalam penggunaan pestisida
Jawaban (%)
Sikap dan tindakan petani
Alahan Panjang
Sungai Nanam
Mencampur pestisida saat penyemprotan
100
93,33
Menggunakan pengaman saat penyemprotan
20
40
Melihat keadaan hama sebelum
penyemprotan
Penyemprotan 5-10X dalam satu musim
tanam
Penyemprotan > 10X dalam satu musim
tanam
Penyemprotan 1 - 3 hari sebelum panen
13,33
53,33
26,66
40
73,33
60
20
13,33
Penyemprotan 1 minggu sebelum panen
80
86,66
13
Hampir semua petani melakukan tindakan pencampuran pestisida dalam
aplikasinya tetapi sangat sedikit yang menggunakan pengaman (masker). Umumnya
aplikasi pestisida
dalam satu musim tanam kubis lebih dari 10 kali. Tindakan petani
menyemprot pestisida menjelang panen juga dilakukan oleh petani secara umum (Tabel
10).
Pembahasan
Adanya residu pestisida pada tiga jenis produk sayuran utama, bawang merah,
kubis dan tomat menngindikasikan bahwa aplikasi pestisida cukup tinggi dan intensif di
Kecamatan Lembah Gumanti. Bahan aktif diazinon pestisida yang tergolong
organoposfat digunakan oleh petani cukup tinggi. Pada bawang merah jenis tersebut
terakumulasi
paling tinggi (Tabel 1) Tingginya akumulasi disebabkan karena umbi
bawang merah merupakan bagian/jaringan tanaman yang digunakan sebagai
penyimpan dan akumulasi dari serapan baik berasal dari tanah melalui akar maupun
dari daun yang diaplikasi langsung pestisida pada tanaman. Disamping itu, pada
bawang merah juga ditemukan adanya bahan aktif sipermetrin (golongan piretroid)
terutama di lahan petani Alahan Panjang. Sementara pada kubis dan tomat kandungan
residu pestisida yang terdeteksi adalah dimetoat dan propenofos yang keduanya juga
tergolong organoposfat. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa insektisida
orgonoposfat
paling banyak digunakan oleh petani dalam pengendalian hama pada
jenis sayuran tersebut. Insektisida golongan tersebut secara umum lebih banyak dan
relatif lebih murah di pasaran. Tingginya residu orgonoposfat diduga juga berkaitan
dengan faktor sifatnya yang tidak mudah terdegradasi bila dibandingkan dengan
piretroid. Oleh karena itu, bahan aktifnya akan lebih banyak ditemukan terakumulasi
pada jaringan
tanaman dan tanah. Bahan aktif diazinon juga banyak ditemukan
residunya pada sayuran di daerah pusat sayuran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. meskipun masih jauh di bawah nilai MRL (Oshawa et al. 1985; Effendy,
1985; Nugrohati dan Untung, 1986).
Sementara tidak adanya residu pada tanah lahan sayuran diduga karena dalam
penelitian ini kami hanya membatasi untuk menganalisis insektisida dari golongan
organoklor
sedangkan
dua
kelompok
lainnya
tidak
dilakukan.
Semula
kami
beranggapan bahwa jenis tersebut akan lebih banyak terakumulasi pada tanah.
14
Meskipun
demikian,
hasil
analisis
terhadap
mikroorganisme
dan
sifat
tanah
menunjukkan bukti bahwa pestisida telah berdampak buruk baik terhadap sifat tanah
maupun kehidupan mikroorganismenya. Pada lahan yang intensif digunakan pestisida
telah menyebabkan penurunan kadar air tanah dan peningkatan kemasaman tanah (pH).
Dampak lainnya, menyebabkan kehidupan mikroorganisme lebih tertekan yang
diindikasikan dengan respirasi (konsentrasi CO2) dan kandungan bahan organik serta
biomassa lebih rendah daripada lahan yang alami dan yang diberakan (Tabel 3). Hal
tersebut dapat terjadi karena bahan kimia yang diaplikasikan pada lahan dapat
terakumulasi pada tanah. Akumulasi bahan kimia tersebut senantiasa meningkat
disebabkan karena intensitas aplikasi yang tinggi dan sifatnya yang tidak mudah terurai.
Akibatnya, bahan aktif tersebut akan berkontribusi terhadap peningkatan kemasaman
tanah. Pada kondisi kemasaman meningkat akan menjadi berpengaruh menekan
kehidupan mikroorganisme. Disamping itu, secara langsung bahan aktif tersebut juga
akan membunuh karena toksik bagi mikroflora dan fauna dalam tanah dan rizosfer.
Moenandir (1990) mengemukakan bahwa dengan semakin banyaknya kandungan
unsur-unsur toksik yang ada dalam tanah akibat pemberian pestisida yang relatif tahan
terhadap biodegradasi
akan dapat membunuh mikroorganisme tanah. Lagi pula,
pemakaian pestisida yang intensif dapat merugikan terhadap aktivitas mikroorganisme
tanah dan kandungan biomassanya
Aplikasi pestisida ternyata tidak selamanya membunuh serangga di pertanaman
meskipun tujuannya adalah untuk pengendalian hama di pertanaman sayuran. Pada
dua kali aplikasi yang dilakukan di dua lokasi Alahan Panjang dan Sungai Nanam
terlihat bahwa kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga tidak sertamerta
menurun.
Dari pengamatan pertama yakni pada umur 8 minggu tanaman sampai
pengamatan kedua umur 12 minggu, memperlihatkan kelimpahan individu dan
kekayaan spesies serangga menurun di pertanaman kubis (Gambar 1 dan 2)
Colembolla justru lebih tertekan di pertanaman kubis sedangkan jenis spesies lain
terutama dari ordo Diptera dan Lepidoptera sebaliknya di Alahan Panjang.
Artinya,
pestisida ternyata lebih berdampak menekan bagi serangga yang berfungsi sebagai
pengurai bahan organik seperti Collembola tetapi tidak berpengaruh terhadap jenis
serangga bersifat hama seperti Lepidoptera dan Diptera. Namun demikian, aplikasi
pestisida dalam periode musim tanam telah dapat menurunkan keanekaragaman
serangga.
15
Tindakan dan persepsi petani secara umum menggambarkan bahwa mereka
tidak
memiliki
pengetahuan
memadai
tentang
pestisida
dan
dampak
yang
ditimbulkannnya bagi lingkungan. Bahaya pestisida dalam persepsi petani hanya
sebatas pada manusia. Dari hasil wawancara gejala yang telah menimpa petani akibat
pestisida secara umum pusing dan gatal. Meskipun demikian, penggunaan pengaman
yang dapat melindungi petani dari kontak pestisida samasekali tidak dianggap penting
oleh petani. Oleh karena itu, pengetahuan petani tentang budidaya pertanian yang
ramah lingkungan terutama menggunakan cara-cara pengendalian berbasis PHT perlu
ditingkatkan. Upaya sosialisasi tentang efek residu pestisida terhadap kesehatan dan
lingkungan lainnya harus senantiasa diberikan oleh pihak pemerintah terkait serta
melibatkan institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat secara bersinambung
dalam jangka panjang agar mencapai perubahan sikap dan perilaku petani.
KESIMPULAN
1. Residu pestisida berbahan aktif diazinon, propenofos, dimetoat (organoposfat) dan
sipermetrin (piretroid) ditemukan pada bawang merah, kubis dan tomat
2. Pada lahan yang diaplikasi pestisida secara intensif menyebabkan kadar air dan pH
tanah lebih rendah serta kandungan C organik, bahan organik, kadar CO dan
biomasa juga paling rendah dibandingkan dengan lahan yang alami dan bera
3. Dampak pestisida terhadap kehidupan serangga dan artropoda hanya menekan
jenis tertentu sehingga merupakan indikasi bahwa aplikasi insektisida tidak selalu
efektif.
4. Persepsi dan tindakan petani didasari oleh pengetahuan tentang pestiisida dan
bahaya belum memadai dan menjadi faktor penting tingginya penggunaan pestisida
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Jendral Pendidikan Tinggi
yang telah menyediakan dana melalui Program Hibah Strategis Nasional tahun 2009.
Penghargaan juga disampaikan kepada Rektor Universitas Andalas, Lembaga
Penelitian dan Dekan Fakultas Pertanian atas dukungan moril dan administrasi. Terima
kasih yang seluasnya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
penelitian baik di laboratorium maupun lapangan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat . 2005. Laporan
Survei Peredaran, Penggunaan dan Efek Samping Pestisida di Kecamatan
Lembah Gumanti. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Padang.11
hal.
Borror ,D.J., C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga
(terjemahan). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Effendy, F.S., 1985. Analisis Residu Pestisida Tamaron dalam Kubis, kripsi pada
Fakulta Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam UGM, Yogyakarta.
Direktorat Perlindungan Tanaman. 2003. Pedoman Pengujian Residu Pestisida Dalam
hasil Pertanian. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 283 hal
Harun, Y. 1995. Telaah Tingkat Jenis Residu Pestisida pada Beberapa Sayuran yang
Dijual di Pasar Swalayan dan Pasar Umum Bogor (tesis). Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Khan, M Z. 2003. Effect of pesticides on biodiversity :comparison of malathion with
biosal on protein contents in Calotes versicolor. J. nat. hist. wildl. Vol. 2, No. 1: 2528
Krebs, C.J. 2000. Program for ecological methodology (software) Second Edition. New
York: An Print of addison Wesley Longman, Inc.
Koster, 1990. Exploratary survey shallot in rice based on cropping system in Brebes.
Bul.Penel.Hort. VIII. No.1:19-30
Moenandir, J. 1990. Fisiologi herbisida. Rajawali Press. Jakarta.
Nugrohati, S dan K. Untung. 1986. Pestisida dalam sayuran. Proceedings Seminar
Kemanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian, PAU Panga dan Gizi, UGM,
1 – 3 September 1986
Ohsawa, K., Hartadi, S., Noegrohati, S., Sastrohamidjojo, H., Untung, K., Arya, N.,
Sumiartha, K., Kuwatsuka, S. 1985. Residue Analysis Organochlorine and
Organophosphaorus Pesticides in Soils, Waters and Vegetables from Central Java
and Bali Island, in Ecological Impact of Pest Management in Indonesia, Ed.
Yamamoto, I., and Sosrosumarsono, S., Tokyo University of Agriculture.
Pemda Solok, 2008. Paparan Bupati Tentang Potensi Kabupaten Solok. Makalah
disampaikan pada Temu Pemerintah Daerah dengan Pengusaha, 4 Desember
2008 di Padang.
17
18
Download