PENGGUNAAN PESTISIDA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI SERTA UPAYA RESTORASI AGROEKOSISTIM DI KAWASAN SENTRA SAYURAN KECAMATAN LEMBAH GUMANTI SUMATERA BARAT Reflinaldon1, Oktanis Melinda1 dan Asril2 ABSTRAK Kawasan sentra sayuran sangat beresiko tercemar bahan kimia karena penggunaan pestisida yang sangat intensif dalam budidaya pertanian. Kecamatan Lembah Gumanti sebagai salah satu sentra sayuran di Sumatera Barat belum banyak diungkap mengenai tingkat pencemaran pada komoditi sayuran dan sejauhmana dampaknya terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat residu pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat sekaligus mengetahui dampaknya terhadap kehidupan serangga dan mikroorganisme pada lahan pertanian di Kecamatan Lembah Gumanti. Pelaksanaan analisis residu dilakukan dengan menggunakan metode gas kromatografi sedangkan untuk menghitung sifat kemasaman dan kadar air dilakukan dengan analisis tanah, analisis respirasi untuk menentukan kadar CO2 dan analisis biomassa untuk menentukan bahan organik dan C organik Untuk analisis keanekaragaman artopoda dilakukan dengan menghitung kelimpahan dan kekayaan spesies di pertanaman menggunakan metode idenifikasi secara morfospesies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah ditemukan residu pestisida berbahan aktif diazinon, propenofos, dimetoat (organoposfat) dan sipermetrin (piretroid) pada bawang merah, kubis dan tomat. Kadar residu bahan aktif pestisida tertinggi terdeteksi pada bawang merah diikuti oleh kubis dan tomat berkisar antara 0.067-2.006 mg/kg (ppm). Pada lahan yang intensif digunakan pestisida diperoleh kadar air dan pH lebih rendah sedangkan kandungan C organik dan bahan organik juga rendah. Aktifitas respirasi mikroorganisme menurun dengan kadar CO2 dan biomasa lebih rendah daipada lahan alami dan bera. Pestisida berdampak terhadap penurunan kelimpahan individu dan spesies tertentu di pertanaman yang merupakan indikasi bahwa aplikasi insektisida tidak selalu efektif dalam pengendalian hama. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan kawasan Lembah Gumanti masih rendah dan memerlukan perhatian untuk upaya restorasi melalui peningkatan kepedulian lingkungan dan pengetahuan tentang cara pertanian yang ramah lingkungan sehingga akan dapat menghasilkan komoditi sayuran berkualitas dan aman bagi konsumen. 1 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Korespondensi: [email protected] 2 Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat PENDAHULUAN Budidaya sayuran di daerah tropis memiliki tantangan cukup berat karena tingginya kompleks hama dan penyakit sehingga untuk mengatasinya petani selalu menggunakan pestisida sintetik secara intensif. Hasil penelitian di Brebes, Jawa Tengah menginformasikan bahwa aplikasi pestisida berkisar 20-24 kali dalam satu siklus tanam bawang merah, atau dengan frekuensi sebanyak 3 kali setiap minggu sehingga telah berdampak buruk terhadap kesehatan dengan meningkatnya kasus kerusakan jaringan tubuh dan gangguan pada syaraf serta tercemarnya air susu ibu oleh logam berat (Koster, 1990). Bahan aktif pestisida sintetik bersifat toksik tidak hanya bagi organisme target (hama) tetapi juga pada organisme lain termasuk manusia. Bahan aktif bersifat persisten pada bahan tanaman dan tanah lahan. Pada bahan tanaman beresiko tinggi karena dapat terkonsumsi oleh manusia sedangkan pada tanah dapat menyebabkan kematian organisme penghuni tanah termasuk mikroorganisme. Aplikasi pestisida secara umum menyebabkan efek samping membunuh sejumlah besar serangga bermanfaat seperti predator dan parasitoid termasuk menekan berbagai jenis patogen serangga akibat penggunaan jenis fungisida. Pestisida telah merusak kesimbangan alami pada tanah pertanian dan menyebabkan penurunan kelimpahan keanekaragaman hayati (Khan, 2003). Kecamatan Lembah Gumanti sebagai kawasan sentra sayuran terbesar di Sumatera Barat beresiko tinggi terhadap pencemaran akibat penggunaan pestisida secara intensif. Pada tahun 2004, volume penjualan pestisida di daerah ini mencapai 50 ribu kg dengan nilai penjualan sebesar Rp.2.9 milyar (BPTPH, 2005). Oleh karena itu diyakini terjadi degradasi lingkungan yang berdampak buruk terhadap kehidupan pada kawasan tersebut. Proses ini akan terus berlanjut sehingga bila tidak dicegah akan sampai pada suatu kondisi krisis lingkungan yang tidak lagi mampu untuk mendukung kehidupan masyarakatnya. Penelitian ini sangat penting mengingat fungsi kawasan sayuran di Kecamatan Lembah Gumanti sangat sentral dan vital dalam memenuhi kebutuhan pangan untuk cakupan konsumen yang cukup luas. Daerah ini adalah sentra produksi sayuran terbesar di Sumatera Barat. Produksi kubis pertahun mencapai 63923 ton sedangkan bawang merah 18399 ton, dan tomat 21000 ton (Pemda Solok, 2008). Disamping untuk memenuhi kebutuhan Sumatera Barat, daerah ini juga penyuplai utama untuk provinsi Riau dan Jambi. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan 2 kajian secara komprehensif tentang penggunaan, pencemaran dan dampak pestisida serta upaya restorasi sehingga lingkungan kembali menjadi lebih baik melalui budidaya yang ramah lingkungan.. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat residu pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat sekaligus mengetahui dampaknya terhadap kehidupan serangga dan mikroorganisme pada lahan pertanian di Kecamatan Lembah Gumanti. METODE PENELITIAN Studi Tingkat Pencemaran Pestisida Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Lembah Gumanti. Pada setiap nagari dilakukan pengambilan sampel tanaman dan tanah pada lahan pertanaman sayuran yang sedang diusahakan petani. Analisis residu pestisida akan dilaksanakan di Laboratorium Pestisida Balai Perlindungan Tanaman dan Hortikultura (BPTPH) Sumatera Barat. Analisis residu bahan aktif pestisida pada tanaman Sampel yang digunakan adalah buah tomat, bawang merah dan kubis yang siap panen yang diperoleh secara acak dari lahan petani. Bahan-bahan tanaman yang diperoleh selanjutnya disimpan dalam ice box untuk menjaga kesegarannya dalam pengangkutan dari lapangan ke laboratorium. Bahan-bahan kimia yang diperlukan adalah solven/ pelarut (aseton, CH2Cl2, petroleum eter), sodium sulfat (anhidrous), dan florisil (particle size 0,150-0,250 mm, for column chromatography). Peralatan analisis yang dipergunakan adalah blender, erlenmeyer (ukuran 125 ml dan 250 ml), beaker glass (ukuran 25 ml dan 50 ml), corong, kertas saring, gelas ukur (ukuran 100 ml dan 10 ml), pipet mikro, syrine (10 µl), timbangan (Mettler Toledo), Evaporator (Airflow Monitor, Mach-Aire Ltd), tabung uji, kolom kromatografi dan Gas Chromatography (Model 8000 TOP). Prosedur analisis residu pestisida Analisis residu pestisida dikerjakan berdasarkan metode AOAC (1990) dengan menggunakan Gas Chromatography (Model 8000 TOP yang dilengkapi dengan Electron Capture Detector). Tahapan analisis meliputi: ekstraksi bahan tanaman, pemurnian (Clean up), pembuatan larutan standar dan analisis kuantitatif (perhitungan kadar residu). Recovery test merupakan patokan untuk menilai apakah metode yang digunakan sudah cukup baik. 3 Ekstraksi bahan tanaman Sampel tomat, kubis dan bawang merah yang diambil dari bagian tepi luar, tengah dan tepi dalam yang diambil ± 0,5 kg (pada setiap tepi) dari setiap lahan petani, ditempatkan pada wadah penampungan dan dicampur. Sebanyak 15 g sampel diambil acak lalu diblender dengan aseton 30 ml selama 30 detik, ditambahkan 30 ml petroleum eter dan 30 ml dikloro metan, kemudian diblender kembali selama 30 detik dengan kecepatan tinggi. Bila larutan keruh, lakukan sentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 4000 rpm. Ekstrak (± 80 ml) disaring dengan corong yang dilapisi kertas saring (Whatman No. 40) dan ditempatkan pada beaker glass 50 ml. Ekstrak (± 50 ml) diuapkan (dengan Air Flow suhu 270C) selama 30 menit sampai larutan tinggal ± 2 ml. Pemurnian (clean up) Ekstrak (± 2 ml) dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah diisi florisil (15,7 cc) dan sodium sulfat anhidrous (9,42 cc). Elusi dengan larutan petroleum eter (42,5 ml). Eluat (hasil pemurnian ± 20 ml) ditampung dalam beaker glass 25 ml, kemudian diuapkan (dengan Air Flow suhu 270 C) sampai agak kering (± 1 ml), larutan dipindahkan ke dalam tabung uji dengan bantuan larutan aseton sampai volume 5 ml (Harun, 1995). Pembuatan larutan standar Larutan standar untuk penelitian ini diperoleh dengan melarutkan DCB ,bioaletrin,bioresmetrin,sipermetrin,deltametrin,fenpropatrin,fenvalerat, fenotrin dan permetrin masing-masing dengan konsentrasi 1 µg/ml dalam n-Heksana. Suntikan 1 µl campuran tersebut ke dalam GC dengan kondisi pengoperasian sama dengan kondisi penetapan Analisis kuantitatif (perhitungan kadar residu). Gas Chromatography dengan kondisi siap pakai (standar) pada suhu kolom 2000C, suhu injektor 2300C, kecepatan alir N2 40 ml/ menit, H2 1,3 kg/cm2 dan tekanan udara 1 kg/cm2. Analisis dilakukan pada kondisi tersebut dengan menyuntikkan 1-2 µl larutan standar dan larutan sampel ke dalam Gas Chromatography dan menghasilkan kromatogram dengan waktu retensi tertentu. Konsentrasi residu insektisida dalam sampel dapat dihitung dari grafik kromatogram yang dihasilkan, kemudian dibandingkan dengan kromatogram standar. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar residu untuk jenis bahan aktif ogranoposfat , karbamat dan piretroid. Kadar residu insektisida I yang diperoleh dari hasil analisis di laboratorium dapat dihitung dengan rumus: 4 R= Sx x Ulx Ngs x Ss Fv W Dimana : R = Kadar residu insektisida (mg/kg atau ppm) Sx = Area sampel Ulx = Volume ekstrak sampel yang disuntikkan (µl) Ngs = Jumlah insektisida standar yang disuntikkan (Volume standar yang disuntikkan/ µl x konsentrasi standar/ ppm) Ss = Area standar Fv = Volume akhir ekstrak (ml) W = Berat sampel yang digunakan (g) Residu insektisida pada sampel di masing-masing petani akan dibandingkan dengan nilai batas maksimum residu untuk sayuran. Analisis residu pestisida pada tanah pertanaman sayuran Sampel tanah sedalam 0-15 cm diambil secara random pada lahan pertananaman sayuran intensif sebanyak 12-15 lobang (diameter 2.5 cm). Bahan-bahan sisa pada tanah dibersihkan menggunakan ayakan ( 2 mm mesh). Sampel tanah disimpan pada suhu 40C sampai dilakukan analisis. Suhu, curah hujan dan kelembaban diukur selama periode pengambilan sampel. Metode mengacu pada prosedur standar analisis (Dirjen Perlindungan Tanaman, 2003) sebagai berikut: Sebanyak 25 gr sampel tanah kering angin dilarutkan dalam 100 ml campuran hekasan dan aseton (1:1). Selanjutnya, di shaker selama kurang lebih 1 jam dan disaring dengan kertas saring. Larutkan sisa contoh dengan aseton:heksan (1:1) sebanyak 100 ml selanjutnya di letakkan pada shaker selam 1 jam. Ulangi lagi untuk sisa contoh tersebut dengan prosedur yang sama dan kemudian disaring. Selanjutnya dilakukan penggabungan semua lapisan organik dan diupakan menggunakan rotary sampai hampir kering. Cuplikan yang ada siap disuntikkan ke alat Gas Chromatorgfi (GC). Analisis respirasi mikro organisme tanah Ditimbang sampel tanah sebanyak 180g dan dilembabkan, lalu masukkan kedalam bejana kedap udara. Ambil 2 buah tabung, satu tabung diisi dengan 10 ml KOH 0,5M, sedangkan tabung yang lain diisi aquades 10 ml. Tempatkan kedua tabung tersebut kedalam bejana yang diatur dalam posisi miring 45 derajat. Tutup bejana kedap udara tersebut dan tempatkan dalam inkubator dengan suhu 26 C. Lakukan 5 inkubasi selama 14 hari. Setelah 14 hari , tabung yang berisi KOH ditambahkan BaCL2 0,5M sebanyak 5 ml dan indikator PP sebanyak 4 tetes. Setelah itu dititrasi dengan HCL 0,5N sampai warna merah hilang. Lalu tentukan CO2 yang dihasilkan. Lakukan hal yang sama pada bejana kedap udara tanpa sampel tanah sebagai kontrol. CO2 (mg) = (B-V). N . E Keterangan : B = Volume asam untuk mentitrasi basa pengumpul pada kontrol V = Volume asam untuk mentitrasi basa pada perlakuan N = Normalitas asam E = Bobot equivalen CO2 (22) Analisis Biomassa Karbon Dimasukkan sampel tanah lolos ayakan 2 mm kedalam dua buah tabung masing-masing sebanyak 10g (tabung 1 dan 2). Tabung 1 ditambahkan clorofrom sebanyak 20 ml (tabung 2 tanpa cloroform). Kedua sampel dikeringkan dalam eksikator vakum selama satu minggu. Setelah cloroform kering, sampel pertama dan kedua diekstrak dengan K2SO4 0,5M sebanyak 50 ml dan dikocok selama 30 menit. Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diukur kadar C organiknya dengan metoda Walkley and Black. Penentuan kandungan C organik adalah dengan menggunakan rumus : %C organik = % C organik tanah fumigasi - % C organik tanah non fumigasi Biomassa = % C organik x 2,64 Studi Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Serangga Analisis keragaman serangga hidup di tajuk tanaman, dan tanah Tempat penelitian di lahan petani di Kecamatan Lembah Gumanti yang budidayanya menggunakan pestisida intensif. Dibuat satu jalur transek sepanjang hamparan pertanaman. Pada setiap 100 meter ditentukan titik pengambilan sampel dengan luas unit sampel 1 x 1 m. Pada setiap titik sampel dilakukan koleksi serangga di tajuk tanaman dengan menggunakan farmcorp (alat penghisap debu yang dimodifikasi), sedangkan penggunaan jaring ayunan dilakukan sebanyak 10 ayunan. Untuk serangga penghuni tanahdikumpulkan dengan menggunakan pitfall trap (perangkap jebakan) berupa gelas plastik yang dibenam ke tanah sehingga permukaan atasnya sejajar dengan tanah. Dalam gelas diisi dengan alohol 70% untuk membunuh serangga yang 6 terperangkap. Selanjutnya, semua individu yang diperoleh akan diidentifikasi dengan metode pendekatan berdasarkan morfologi (morfospesies) di laboratorium. Acuan identifikasi antara lain spesimen dan buku identifikasi serangga Borror et al (1992). Selanjutnya dengan menggunakan program Ecological Methods (Krebs, 2000) dilakukan analisis keanekaragaman dan kemerataan. Formula untuk menentukan keanekaragaman menggunakan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut: H Pi(log ePi) i 1 Keterangan: H= indeks keanekaragaman Pi= proporsi spesies ke-I dalam komunitas Studi Tindakan dan Persepsi Petani Terhadap Pestisida Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara kepada petani. Jumlah petani sampel sebagai responden sebanyak 30 orang dipilih acak. Wawancara dilakukan dengan cara mendatangi petani di lahan atau rumah. Materi kuisioner untuk wawancara berisikan antara lain data diri petani, aplikasi pestisida dan persepsi petani tentang pestisida. Hasil wawancara dianalisis dan diskripsikan sesuai dengan proporsi dari setiap jawaban yang diberikan oleh petani. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Residu pestisida Tingkat residu pestisida yang ditemukan berbeda pada setiap produk sayuran di Kecamatan Lembah Gumanti. Ada empat jenis bahan aktif yang terdeteksi yakni 3 jenis dari golongan organoposfat (propenofos, dimetoat dan diazinon) dan lainnya sipermetrin dari golongan pyretroid. Residu bahan aktif pestisida terdeteksi pada tiga jenis sayuran. Pada bawang merah mengandung residu bahan aktif jenis sipermetrin dan diazinon. Pada kubis yang terdeteksi dimetoat, sedangkan pada tomat ditemukan propenofos (Tabel 1). Namun demikian, dua bahan aktif lainnya klorpirifos dan deltametrin ternyata tidak terdeteksi. 7 Tabel 1. Tingkat residu bahan aktif pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat di Kenagarian Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Tingkat residu pada produk sayuran di dua lokasi sampling (mg/kg) Jenis bahan aktif Alahan Panjang Bawang Kubis Sungai Nanam Tomat merah Bawang Kubis Tomat merah Propenofos - - 0.275 - - - Dimetoat - 1.151 - - 0.760 - Sipermetrin 0.067 - - - - - Diazinon 2.006 - - 1.764 - - Klorpirifos - - - - - - Deltametrin - - - - - - Tabel 2. Tingkat residu Bahan aktif pestisida yang terdeteksi pada bawang merah,kubis dan tomat di Kenagarian Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Jenis bahan aktif Heptaklor Aldrin Lindan Endosulfan Tingkat residu pada tanah sayuran di dua lokasi sampling (mg/kg) Alahan Panjang Sungai Nanam Bawang Kubis Tomat Bawang Kubis Tomat merah merah - Sebaliknya, hasil analisis residu pada tanah yang berasal dari pertanaman bawang merah, kubis dan tomat tidak satupun ditemukan adanya jenis-jenis bahan aktif pestisida dari golongan organoklorin yang dianalisis (Tabel 2). Dampak pestisida terhadap tanah dan mikroorganisme tanah Lahan pertanaman intensif sayuran menunjukkan kadar air dan pH paling rendah dibanding dengan lahan alami dan bera. Artinya, sifat tanah pada lahan intensif lebih kering dan lebih masam. Sementara, baik C organik dan bahan organik juga ditemukan paling rendah pada lahan yang diusahakan sayuran secara intensif dibandingkan pada 8 lahan alami dan bera (Tabel 3). Persentase C organik dan bahan organik juga terlihat paling rendah pada lahan intensif. C organik dan bahan organik tertinggi pada lahan bera lapisan 0-10 cm (Tabel 4). Tabel 3. Kadar air dan pH tanah dari berbagai jenis lahan di Kecamatan Lembah Gumanti Jenis lahan Kadar air tanah(%) pH H2O/KCl Lahan alami (0-10 cm) 21.2 6.17/5.58 Lahan alami (10-20 cm) 33.4 6.18/5.59 Lahan bera (0-10 cm) 30.0 6.29/5.70 Lahan bera (10-20 cm) 24.8 6.10/5.58 Lahan intensif (0 – 10 cm) 20.3 5.65/5.07 Tabel 4. Persentase C organik dan bahan organik tanah dari berbagai jenis lahan di Kecamatan Lembah Gumanti Jenis lahan C organik (%) Bahan Organik (%) Lahan alami (0-10 cm) 6.74 11.55 Lahan alami (10-20 cm) 6.63 11.41 Lahan bera (0-10 cm) 7.87 13.54 Lahan bera (10-20 cm) 5.51 9.48 Lahan intensif (0 – 10 cm) 4.19 7.20 Tabel 5. Jumlah CO2 dan biomassa mikroorganisme pada tanah dari tipe lahan berbeda di Kecamatan Lembah Gumanti Jenis lahan CO2 (mg) Biomassa (%) Lahan alami (0-10 cm) 7.48 3.76 Lahan alami (10-20 cm) 6.72 3.35 Lahan bera (0-10 cm) 35.3 6.47 Lahan bera (10-20 cm) 26.70 3.47 Lahan intensif pestisida (0 – 10 cm) 2.92 1.45 9 Dari analisis respirasi dan biomassa mikroorganisme menunjukkan bahwa tanah yang menggunakan pestisida intensif menunjukkan aktifitas respirasi paling rendah dilihat dari persentase CO2 dan biomassa yang terendah (Tabel 5). Keanekaragaman arthropoda di pertanaman sayuran Jumlah individu dan spesies artropoda pada pertanaman bawang merah dan kubis disajikan pada Tabel 6 berikut. Pada lahan di Alahan Panjang dan Sungai Nanam terlihat perbedaan kekayaan spesies dan kelimpahan individu cukup besar. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman artropoda di Alahan Panjang lebih tinggi daripada Sungai Nanam. Sebaliknya di pertanaman kubis, di Sungai Nanam jumlah spesies lebih tinggi dibanding Alahan Panjang (Tabel 7). 900 8 Minggu 765 800 12 Minggu Jumlah individu 700 600 500 400 300 200 100 136 1129 1137 2 0 0 0 Coleo Der Dipl 81 45 38 12 5 3 1 4 7 6 Hem Hom Hym Lepd 1 0 0 Arc Coll Dipt Ort Ordo Gambar 1. Grafik jumlah individu arthropoda pada tanaman kubis umur 8 dan 12 minggu di Alahan panjang 10 300 275 8 Minggu Jumlah individu 250 12 Minggu 180 200 150 100 48 50 67 47 29 11 3 4 4 0 1 0 Coleo Der Dipl 22 20 2 7 4 Hem Hom 22 9 1 3 0 Arc Coll Dipt Hym Lepd Ort Ordo Gambar 2. Grafik jumlah individu arthropoda pada tanaman kubis umur 8 dan 12 minggu di Sungai nanam 120 98 minggu 100 5 minggu 9 80 66 60 49 jumlah individu 36 40 25 21 25 21 13 9 20 11 01 01 4 88 12 4 10 0 Arach Coll Coleop Dipl Derm Hem Dip Hym Hom Orth Lep Odon ordo Gambar 3. Jumlah individu pada dua waktu pengamatan dalam satu periode tanaman bawang merah di Alahan Panjang 11 60 54 50 38 40 36 39 minggu 5 30 minggu 9 jumlah 20 10 13 43 0 arac 2 1 4 0 0 coll coleo derm dipl 10 34 7 2 12 dipt Hem Hom Hym ort odo lep ordo Gambar 4. Jumlah Individu Arthropoda pada Tanaman Bawang Merah Umur 5 Minggu dan 9 Minggu di Nagari Sungai Nanam. Tabel 7. Jumlah individu dan spesies arthropoda di pertanaman kubis dari dua lokasi di Kecamatan Lembah Gumanti Alahan Panjang Sungai Nanam 12 Jumlah individu 59 Jumlah spesies 16 901 1 455 1 Coleoptera 48 5 7 6 Dermaptera 2 2 4 1 Diplura 0 0 1 1 Diptera 126 19 76 15 Hemiptera 17 3 9 3 Homoptera 4 2 24 4 Jumlah individu Jumlah spesies Arachnida 40 Collembola Tindakan dan Persepsi Petani Terhadap Pestisida Usia petani sebagian besar pada kisaran 30 sampai 50 tahun dengan pendidikan formal pada tingkat dasar dan menengah pertama. Pendidikan informal yang berbasis 12 pada pelatihan berwawasan lingkungan atau dikenal dengan SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) masih sangat terbatas. Namun demikian, secara umum petani telah mengerti bahwa pestisida dapat membahayakan lingkungan (Tabel 9). Tabel 8. Indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan spesies di pertanaman kubis Alahan Panjang dan Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti Alahan Panjang Sungai Nanam Indeks keanekaragaman 1,34 1,93 Indeks kemerataan 0.43 0,63 Kekayaan spesies 51 64 Tabel 9. Karakteristik dan pengetahuan petani terhadap bahaya pestisida Pertanyaan Alahan panjang Sungai nanam Umur < 30 26,66 13,33 Umur 30 keatas 73,33 86,66 Tamatan SD 53,33 26,66 Tamatan SLTP 46,66 53,33 Tamatan SMA 0 20 Pernah ikut SLPHT 6,66 13,33 Pengalaman bertani kubis 10 - 30 th 100 93,33 Pestisida berbahaya terhadap lingkungan 100 100 Tabel 10. Sikap dan tindakan petani dalam penggunaan pestisida Jawaban (%) Sikap dan tindakan petani Alahan Panjang Sungai Nanam Mencampur pestisida saat penyemprotan 100 93,33 Menggunakan pengaman saat penyemprotan 20 40 Melihat keadaan hama sebelum penyemprotan Penyemprotan 5-10X dalam satu musim tanam Penyemprotan > 10X dalam satu musim tanam Penyemprotan 1 - 3 hari sebelum panen 13,33 53,33 26,66 40 73,33 60 20 13,33 Penyemprotan 1 minggu sebelum panen 80 86,66 13 Hampir semua petani melakukan tindakan pencampuran pestisida dalam aplikasinya tetapi sangat sedikit yang menggunakan pengaman (masker). Umumnya aplikasi pestisida dalam satu musim tanam kubis lebih dari 10 kali. Tindakan petani menyemprot pestisida menjelang panen juga dilakukan oleh petani secara umum (Tabel 10). Pembahasan Adanya residu pestisida pada tiga jenis produk sayuran utama, bawang merah, kubis dan tomat menngindikasikan bahwa aplikasi pestisida cukup tinggi dan intensif di Kecamatan Lembah Gumanti. Bahan aktif diazinon pestisida yang tergolong organoposfat digunakan oleh petani cukup tinggi. Pada bawang merah jenis tersebut terakumulasi paling tinggi (Tabel 1) Tingginya akumulasi disebabkan karena umbi bawang merah merupakan bagian/jaringan tanaman yang digunakan sebagai penyimpan dan akumulasi dari serapan baik berasal dari tanah melalui akar maupun dari daun yang diaplikasi langsung pestisida pada tanaman. Disamping itu, pada bawang merah juga ditemukan adanya bahan aktif sipermetrin (golongan piretroid) terutama di lahan petani Alahan Panjang. Sementara pada kubis dan tomat kandungan residu pestisida yang terdeteksi adalah dimetoat dan propenofos yang keduanya juga tergolong organoposfat. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa insektisida orgonoposfat paling banyak digunakan oleh petani dalam pengendalian hama pada jenis sayuran tersebut. Insektisida golongan tersebut secara umum lebih banyak dan relatif lebih murah di pasaran. Tingginya residu orgonoposfat diduga juga berkaitan dengan faktor sifatnya yang tidak mudah terdegradasi bila dibandingkan dengan piretroid. Oleh karena itu, bahan aktifnya akan lebih banyak ditemukan terakumulasi pada jaringan tanaman dan tanah. Bahan aktif diazinon juga banyak ditemukan residunya pada sayuran di daerah pusat sayuran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. meskipun masih jauh di bawah nilai MRL (Oshawa et al. 1985; Effendy, 1985; Nugrohati dan Untung, 1986). Sementara tidak adanya residu pada tanah lahan sayuran diduga karena dalam penelitian ini kami hanya membatasi untuk menganalisis insektisida dari golongan organoklor sedangkan dua kelompok lainnya tidak dilakukan. Semula kami beranggapan bahwa jenis tersebut akan lebih banyak terakumulasi pada tanah. 14 Meskipun demikian, hasil analisis terhadap mikroorganisme dan sifat tanah menunjukkan bukti bahwa pestisida telah berdampak buruk baik terhadap sifat tanah maupun kehidupan mikroorganismenya. Pada lahan yang intensif digunakan pestisida telah menyebabkan penurunan kadar air tanah dan peningkatan kemasaman tanah (pH). Dampak lainnya, menyebabkan kehidupan mikroorganisme lebih tertekan yang diindikasikan dengan respirasi (konsentrasi CO2) dan kandungan bahan organik serta biomassa lebih rendah daripada lahan yang alami dan yang diberakan (Tabel 3). Hal tersebut dapat terjadi karena bahan kimia yang diaplikasikan pada lahan dapat terakumulasi pada tanah. Akumulasi bahan kimia tersebut senantiasa meningkat disebabkan karena intensitas aplikasi yang tinggi dan sifatnya yang tidak mudah terurai. Akibatnya, bahan aktif tersebut akan berkontribusi terhadap peningkatan kemasaman tanah. Pada kondisi kemasaman meningkat akan menjadi berpengaruh menekan kehidupan mikroorganisme. Disamping itu, secara langsung bahan aktif tersebut juga akan membunuh karena toksik bagi mikroflora dan fauna dalam tanah dan rizosfer. Moenandir (1990) mengemukakan bahwa dengan semakin banyaknya kandungan unsur-unsur toksik yang ada dalam tanah akibat pemberian pestisida yang relatif tahan terhadap biodegradasi akan dapat membunuh mikroorganisme tanah. Lagi pula, pemakaian pestisida yang intensif dapat merugikan terhadap aktivitas mikroorganisme tanah dan kandungan biomassanya Aplikasi pestisida ternyata tidak selamanya membunuh serangga di pertanaman meskipun tujuannya adalah untuk pengendalian hama di pertanaman sayuran. Pada dua kali aplikasi yang dilakukan di dua lokasi Alahan Panjang dan Sungai Nanam terlihat bahwa kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga tidak sertamerta menurun. Dari pengamatan pertama yakni pada umur 8 minggu tanaman sampai pengamatan kedua umur 12 minggu, memperlihatkan kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga menurun di pertanaman kubis (Gambar 1 dan 2) Colembolla justru lebih tertekan di pertanaman kubis sedangkan jenis spesies lain terutama dari ordo Diptera dan Lepidoptera sebaliknya di Alahan Panjang. Artinya, pestisida ternyata lebih berdampak menekan bagi serangga yang berfungsi sebagai pengurai bahan organik seperti Collembola tetapi tidak berpengaruh terhadap jenis serangga bersifat hama seperti Lepidoptera dan Diptera. Namun demikian, aplikasi pestisida dalam periode musim tanam telah dapat menurunkan keanekaragaman serangga. 15 Tindakan dan persepsi petani secara umum menggambarkan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan memadai tentang pestisida dan dampak yang ditimbulkannnya bagi lingkungan. Bahaya pestisida dalam persepsi petani hanya sebatas pada manusia. Dari hasil wawancara gejala yang telah menimpa petani akibat pestisida secara umum pusing dan gatal. Meskipun demikian, penggunaan pengaman yang dapat melindungi petani dari kontak pestisida samasekali tidak dianggap penting oleh petani. Oleh karena itu, pengetahuan petani tentang budidaya pertanian yang ramah lingkungan terutama menggunakan cara-cara pengendalian berbasis PHT perlu ditingkatkan. Upaya sosialisasi tentang efek residu pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan lainnya harus senantiasa diberikan oleh pihak pemerintah terkait serta melibatkan institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat secara bersinambung dalam jangka panjang agar mencapai perubahan sikap dan perilaku petani. KESIMPULAN 1. Residu pestisida berbahan aktif diazinon, propenofos, dimetoat (organoposfat) dan sipermetrin (piretroid) ditemukan pada bawang merah, kubis dan tomat 2. Pada lahan yang diaplikasi pestisida secara intensif menyebabkan kadar air dan pH tanah lebih rendah serta kandungan C organik, bahan organik, kadar CO dan biomasa juga paling rendah dibandingkan dengan lahan yang alami dan bera 3. Dampak pestisida terhadap kehidupan serangga dan artropoda hanya menekan jenis tertentu sehingga merupakan indikasi bahwa aplikasi insektisida tidak selalu efektif. 4. Persepsi dan tindakan petani didasari oleh pengetahuan tentang pestiisida dan bahaya belum memadai dan menjadi faktor penting tingginya penggunaan pestisida Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang telah menyediakan dana melalui Program Hibah Strategis Nasional tahun 2009. Penghargaan juga disampaikan kepada Rektor Universitas Andalas, Lembaga Penelitian dan Dekan Fakultas Pertanian atas dukungan moril dan administrasi. Terima kasih yang seluasnya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian baik di laboratorium maupun lapangan. 16 DAFTAR PUSTAKA Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat . 2005. Laporan Survei Peredaran, Penggunaan dan Efek Samping Pestisida di Kecamatan Lembah Gumanti. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Padang.11 hal. Borror ,D.J., C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga (terjemahan). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Effendy, F.S., 1985. Analisis Residu Pestisida Tamaron dalam Kubis, kripsi pada Fakulta Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam UGM, Yogyakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman. 2003. Pedoman Pengujian Residu Pestisida Dalam hasil Pertanian. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 283 hal Harun, Y. 1995. Telaah Tingkat Jenis Residu Pestisida pada Beberapa Sayuran yang Dijual di Pasar Swalayan dan Pasar Umum Bogor (tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor Khan, M Z. 2003. Effect of pesticides on biodiversity :comparison of malathion with biosal on protein contents in Calotes versicolor. J. nat. hist. wildl. Vol. 2, No. 1: 2528 Krebs, C.J. 2000. Program for ecological methodology (software) Second Edition. New York: An Print of addison Wesley Longman, Inc. Koster, 1990. Exploratary survey shallot in rice based on cropping system in Brebes. Bul.Penel.Hort. VIII. No.1:19-30 Moenandir, J. 1990. Fisiologi herbisida. Rajawali Press. Jakarta. Nugrohati, S dan K. Untung. 1986. Pestisida dalam sayuran. Proceedings Seminar Kemanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian, PAU Panga dan Gizi, UGM, 1 – 3 September 1986 Ohsawa, K., Hartadi, S., Noegrohati, S., Sastrohamidjojo, H., Untung, K., Arya, N., Sumiartha, K., Kuwatsuka, S. 1985. Residue Analysis Organochlorine and Organophosphaorus Pesticides in Soils, Waters and Vegetables from Central Java and Bali Island, in Ecological Impact of Pest Management in Indonesia, Ed. Yamamoto, I., and Sosrosumarsono, S., Tokyo University of Agriculture. Pemda Solok, 2008. Paparan Bupati Tentang Potensi Kabupaten Solok. Makalah disampaikan pada Temu Pemerintah Daerah dengan Pengusaha, 4 Desember 2008 di Padang. 17 18