KATA PENGANTAR

advertisement
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pokok Bahasan V
KERANGKA DASAR KEBIJAKAN PUBLIK
Sub Pokok Bahasan
5.1.
5.2.
5.3.
Halaman
Dasar Analisa Kebijakan Publik
Analisa dengan pendekatan sistem
Hakekat Permasalahan Publik
Bahan Bacaan
39
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pokok Bahasan V
Judul Pokok Bahasan
Kerangka Dasar Kebijakan Publik
Tujuan Interaksional
Pada akhir materi, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai : (1)
Dasar Analisa Kebijakan Publik, (2) Analisa dengan pendekatan sistem, dan (3)
Hakekat Permasalahan Publik
Sub Pokok Bahasan
5.1. Dasar Analisa Kebijakan Publik
Seperti yang dipaparkan terdahulu, pengertian kebijakan publik adalah
keputusan yang diambil pemerintah atau oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah dengan cara mengalokasikan nilai-nilai secara paksa untuk suatu tujuan
tertentu kepada seluruh anggota masyarakat. Pertanyaannya adalah bagaimanakah
keputusan tersebut harus diambil.
Menurut pendapatan Quade seperti yang dikutip oleh Dunn (2000:95), suatu
keputusan yang diambil membutuhkan informasi. Untuk itu perlu dilakukan analisis
untuk menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat
menjadi landasan dari para pengambil pembuat kebijakan dalam membuat dan
menilai berbagai keputusan. Seluruh proses atau rangkaian kegiatan dalam rangka
memperoleh informasi itu kemudiaan disebut ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK.
Dalam perkuliahan ini, informasi yang dicari dan dikembangkan yang
kemudiaan digunakan untuk melakukan analisis adalah : (1) Sebab munculnya
Kebijakan dan Program Publik, (2) Akibat dari adanya Kebijakan dan
Program Publik, dan (3) Kinerja dari adanya Kebijakan dan Program Publik.
Menurut Dunn (2000:97), ada tiga pertanyaan yang dapat membantu kita dalam
mencari informasi tersebut:
1. Nilai yang pencapaian merupakan tolak ukur utama untuk melihat apakah
kebijakan dan program publik yang diputuskan dapat mengatasi
permasalahan publik,
2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan
pencapaian nilai-nilai, dan
3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
Untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal,
Dunn (2000:97) mengatakan ada tiga pendekatan yang dapat digunakan: empiris,
valuatif, dan normatif. Pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan
berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini
menggunakan pertanyaan utama bersifat faktual (apakah sesuatu ada?) dan
macam informasi yang dihasilkan bersifat deskriptif. Contohnya: mendeskripsikan,
menjelaskan, meramalkan pengeluaran publik untuk kesehatan.
40
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pendekatan valuatif terutama ditekankan pada penentuan bobot atau nilai
beberapa kajian. Pertanyaan berkaitan dengan nilai (berapa nilainya?) dan tipe
informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Sebagai contoh, setelah memberikan
informasi deskripsi mengenai berbagai macam kebijakan perpajakan, analis dapat
mengevaluasi berbagai cara yang berbeda dalam mendistribusikan beban pajak
menurut konsekuensi etis dan moral mereka.
Pendekatan terkahir adalah pendekatan normatif. Pendekatan ini
menekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang yang dapat
menyelesaikan masalah-masalah publik. Pertanyaan berkaitan dengan tindakan
adalah (apa yang harus dilakukan?) dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat
preskriptif1. Sebagai contoh, kebijakan jaminan pendapatan minimum tahunan
dapat direkomendasikan sebagai cara menyelesaikan masalah kemiskinan.
Dalam melakukan analisis, dapat menggunakan satu pendekatan atau lebih
dari pendekatan-pendekatan tersebut. Namun menurut Dunn (2000:98-99)
pendekatan valuatif dan normatif sering dihindari karena kecenderungan adanya
keyakinan perlunya pemisahan antara nilai-nilai dan fakta-fakta didasarkan pada
kesalahpahaman metodologi dan tujuan-tujuan dari analisis kebijakan. Kesalah-lain
muncul berkaitan adanya pemahaman bahwa preskritif atau rekomendasi
diidentikkan dengan advokasi kebijakan2, yang umumnya dipandang sebagai cara
untuk membuat tuntutan emosional dan keputusan ideologi atau proses nonrasional (subjektif) dalam aktifitas politik ketimbang suatu cara untuk menghasilkan
informasi kebijakan yang relevan dan argumen-argumen yang masuk akal
mengenai solusi-solusi bagi masalah-masalah publik.
Meskipun terjadi berbagai perdebatan tentang pendekatan seperti yang
diutarakan di atas, namun pada akhirnya sebagai calon sarjana ilmu sosial
pendekatan yang lebih tepat digunakan adalah pendekatan empiris dan pendekatan
valuatif. Penggunaan pendekatan empiris adalah untuk mendeskripsikan secara rinci
tentang permasalahan sosial masyarakat dimana kebijakan tersebut akan
dijalankan, sedangkan pendekatan valuatif memberikan nilai-nilai yang harus tetap
dipertahankan atas dasar sosial budaya pada masyarakat setempat. Untuk jelasnya
lihat tabel 5.1. dibawah ini.
Tabel 5.1.
Tiga Pendekatan dalam Analisis Kebijakan
PENDEKATAN
PERTANYAAN UTAMA
EMPIRIS
ADALAH/AKAN ADAKAH (Fakta)
VALUATIF
APA MANFAAT (Nilai)
NORMATIF
APA YANG HARUS DIPERBUAT (Aksi)
Sumber : Dunn (2000:98)
TIPE INFORMASI
DEKSRIPSI/ PREDIKTIF
VALUATIF
PRESKRIPSI
Preskritif berasal dari kata latin yang asli “to prescribe´menunjuk pada tindakan
mengarahkan, memerintahkan, atau menyuruh dalam hubungan dengan wewenang.
2 Advokasi kebijakan sebagai suatu proses non-rasional mempunyai kaitan yang erat dengan
relativisme nilai, yaitu keyakinan bahwa nilai-nilai secara murni adalah subjektif dan relatif
terhadap orang yang memegang nilai-nilai tersebut.
1
41
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Untuk memperoleh informasi yang relevan seperti yang dijelaskan di atas
diperlukan kombinasi berbagai metode pengkajian (deskriptif, valuatif, atau
preskriptif) dan dilakukan melalui prosedur. Misalnya prediksi secara khusus
digunakan sebelum suatu tindakan diadopsi (ex ante), sementara deskripsi dan
evaluasi lazim dilakukan setelah suatu tindakan berlangsung (ex post). Prediksi dan
preskripsi berhubungan dengan masa depan, sementara deskripsi dan evaluasi
berhubungan dengan masa lalu. Semua itu dilakukan untuk mencari argumenargumen terhadap kebijakan yang akan diambil seperti yang ditampilkan pada
gambar. 5.1. dibawah ini.
Gambar 5.1.
Elemen-elemen Argumen Kebijakan
(Dunn, 2000:106)
(I) Informasi yang
relevan dengan
kebijakan
(Q) Karena itu
(C) Klaim
Kebijakan
Kesimpulan
Tenaga Nuklir adalah
dua sampai tiga kali
lebih efisien dibanding
sumber tenaga
konvensional
Sebab
(W) Pembenaran
Produksi tenaga nuklir
adalah satu-satunya
cara yang tersedia
untuk menjaga
pertumbuhan ekonomi
Karena
(B) Dukungan
Negara-negara Arab
dapat terus
mengembargo minyak
sumber energi lain
terbatas
Pemerintah harus
investasi dalam
pengembangan
pusat tenaga
nuklir
Bantahan
Kecuali
(R) Bantahan
Energi Solar dapat
dibangun dalam skala
besar
Karena
(B) Dukungan
Inilah kesimpulan para
panel ahli
Pada pokok bahasan II telah dipaparkan secara khusus tentang prosuder
analisis kebijakan publik menyangkut : (1) pemantauan atau deskripsi, (2)
peramalan atau prediksi, (3) evaluasi, (4) rekomendasi, dan (5) perumusan
masalah. Kelima prosedur bersifat hirarkis – tidak mungkin untuk menggunakan
beberapa metode tanpa terlebih dahulu menggunakan metode-metode lainnya.
Sebagai contoh, untuk memantau kebijakan hal yang terlebih dahulu harus
dilakukan adalah meramalkan konsekuensinya dan sebaliknya. Akhirnya
42
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
merekomendasikan kebijakan umumnya mengharuskan analis untuk terlebih dahulu
terlibat dalam pemantauan, peramalan dan evaluasi.
Berdasarkan prosuder di atas, hal yang perlu menjadi perhatian berkaitan
dengan perumusan masalah. Keberadaan suatu masalah pada dasarnya
berhubungan dengan suatu situasi yang menyulitkan, membingungkan, dimana
kesulitan memang tersebar keseluruh situasi yang kesemuanya membentuk suatu
keutuhan kesatuan masalah. Kepekaan terhadap masalah-masalah kebijakan dan
kemungkinan pemecahannya harus dimiliki setiap analis, karena masalah itu sendiri
jarang muncul dan sudah terdefinisi, seperti pada gambar 5.2. dibawah. Untuk itu,
pada sub pokok bahasan 5.3. akan dibahas lebih lanjut tentang hakikat
permasalahan publik.
Gambar 5.2.
Analisis Kebijakan Yang Berorientasi Pada Masalah
(Dunn, 2000:112)
Keterangan :
1. Masa Depan Kebijakan (policy future) adalah konsekuensi dari serangkaian
tindakan untuk pencapaian nilai-nilai dan merupakan penyelesaian terhadap
suatu masalah kebijakan.
2. Aksi Kebijakan (policy action) adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan
yang dituntut oleh alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai hasil
dimasa depan yang bernilai.
3. Hasil Kebijakan (policy outcome) merupakan konsekuensi yang teramati dari
aksi kegiatan.
4. Kinerja Kebijakan (policy performent) merupakan derajat di mana hasil
kebijakan yang ada, memberi kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.
43
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
5.2. Analisa dengan pendekatan sistem
Menurun Dunn (2000:109), sistem kebijakan (policy system) atau seluruh
pola institusional di mana di dalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan
timbal balik diantara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan dan
lingkungan kebijakan, seperti yang ditampilkan pada gambar 5.3. dibawah ini
Gambar 5.3.
Tiga Elemen Sistem Kebijakan
(Dunn, 2000:110)
PELAKU
KEBIJAKAN
LINGKUNGAN
KEBIJAKAN
Kriminilitas
Inflasi
Pengangguran
Diskriminasi
Gelandangan
KEBIJAKAN
PUBLIK
Analisis Kebijakan
Kelompok Warga Negara
Serikat Pekerja
Partai
Instansi
Penegakan hukum
Ekonomi
Kesejahteraan
Personil
Perkotaan
Dari gambar 5.3. dapat diartikan bahwa masalah kebijakan tergantung pada
pelaku kebijakan (policy stakeholder) yang khusus dan terkait dengan masalah.
Lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus dimana kejadiankejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Dengan gambaran ini, maka sistem
kebijakan dapat dipahami sebagai produk manusia yang subjektif yang diciptakan
melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh pelaku kebijakan. Sistem kebijakan juga
dapat diartikan sebagai sebagai realitas objektif yang dimanifestasikan ke dalam
tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya. Para pelaku kebijakan
merupakan produk dari sistem kebijakan dan menghasilkan sistem kebijakan itu
sendiri.
Karenanya pada pokok bahasan I, sistem kebijakan yang seharusnya
dikembangkan dan perlu dianalisis dalam konteks Indonesia adalah kebijakan publik
yang partisipatif. Realitas objektifnya terlihat dari berbagai keputusan yang diambil
dalam sistem politik seperti yang dimbarkan Wahab (2002:14) dan bandingkan
gambar 1, halaman 7. Karenanya dalam analisis pendekatan sistem digunakan
dimana di dalamnya terdapat lingkungan yang digunakan sebagai dasar untuk
pengembilan keputusan kebijakan, sistem politik yang digunakan sebagai prosedur
pengambilan keputusan dan kebijaksanaan negara yang merupakan produk
kebijakan publik itu sendiri.
44
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Gambar 5.4.
Kebijaksanaan negara dilihat sebagai variabel bebas
dan variabel tergantung
(Wahab, 2002 : 14)
Tugas kemudiaan untuk dijawab adalah kekuatan dan kondisi lingkungan
seperti apakah yang kemudiaan menjadi perhatian lembaga politik, dan bagaimana
proses dijalankan dan perilaku seperti apakah yang diharapkan kepada para politisi
(A) dan seterusnya sampai F dan berikan contohnya. Namun dengan pendekatan
sistem, rumusan masalah yang kemudiaan menjadi penentu seperti yang
dipaparkan dibawah ini.
5.3. Hakikat Permasalahan Publik
Dalam konteks permasalahan publik atau permasalahan sosial mulai
diperdebatkan pada awal tahun 1970-an. Bidang ini sebelumnya didominasi oleh
pendekatan-pendekatan yang memperlakukan permasalahan sosial sebagai aspekaspek realitas yang obyektif dan dapat diamati. Karenanya permasalahan sosial
didefinisikan sebagai kondisi yang tidak diinginkan, tidak adil, berbahaya, ofensif
dan dalam pengertian tertentu mengancam kehidupan masyarakat. Perhatian
utama kelompok yang memakai pendekatan realis dan obyektif adalah
mengidentifikasi berbagai kondisi dan kekuatan dasar yang menjadi sebab dari
permasalahan tersebut, seringkali dengan sebuah pandangan yang mengutamakan
tindakan amelioratif 3.
Sejak
tahun
1970-an,
muncul
sebuah
perspektif
alternatif,
"Konstruksionisme sosial". Pendekatan ini bermula dari premis bahwa apa yang
dilihat sebagai permasalahan sosial adalah permasalahan definisi. Banyak dari
kondisi dan perilaku yang saat ini dianggap sebagai permasalahan sosial tidak selalu
bersifat problematis. Dahulu orang tua memiliki hak untuk mendisiplinkan anakanaknya sesuai dengan pandangan mereka. Saat ini kita menganggap beberapa
bentuk disiplin tersebut sebagai penganiayaan anak. Perkosaan saat kencan, krisis
Amelioratif atau ameliorasi adalah tindakan untuk meningkatkan nilai dari makna yang
biasa atau buruk menjadi makna yang baik.
3
45
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
lingkungan, mengendarai mobil di saat mabuk, tuna wisma dan AIDS telah menjadi
bagian yang integral dari kesadaran dan debat publik, meski beberapa waktu
belakangan masih belum menjadi perhatian. Kondisi dan perilaku lain seperti homoseksualitas serta seks pra-nikah atau di luar-nikah mungkin dianggap sebagai
permasalahan sosial di masa lalu yang pada saat ini tidak dilihat dari kacamata
seperti itu. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pengalaman dan interpretasi
kita atas perubahan kondisi dan apa yang menjadi permasalahan sosial pada
dasarnya merupakan penilaian subyektif. Jika memang demikian, bagaimana
permasalahan sosial dapat dipelajari?
Kelompok konstruksionis tidak memusatkan perhatian pada kondisi-kondisi
obyektif, tapi mengarahkan perhatiannya pada proses sosial di mana kondisi
tersebut muncul sebagai permasalahan. Dalam Constructing Social Problems,
sebuah buku yang digambarkan sebagai "pembatas" (watershed) dalam
perkembangan dari sosiologi kontemporer dari permasalahan sosial" (Miller dan
Holstein 1989: 2), Spectordan Kitsuse (1977) mendorong para sosiolog untuk
meninggalkan pemikiran permasalahan sosial sebagai sebuah kondisi dan
menggantikannya dengan konsepsi permasalahan sosial sebagai sebuah tindakan.
Mereka mendefinisikan permasalahan sosial sebagai tindakan kelompok yang
mengekspresikan kedukaan dan menyatakan klaim tentang kondisi yang
dihadapinya. Tugas para ahli sosiologi permasalahan sosial, kata mereka, bukan
untuk mengevaluasi atau menilai klaim-klaim seperti itu tetapi mencari penjelasan
kegiatan pembuatan klaim dan hasil-hasilnya. Bahkan, agar tidak jatuh kedalam
analisis kondisi, Spector dan Kitsuse mendesak bahwa seluruh asumsi tentang
kondisi-kondisi obyektif, termasuk asumsi tentang keberadaannya, ditunda. Sampai
pada tingkat di mana para ahli sosiologi menghadirkan kondisi-kondisi itu sendiri,
mereka menjadi partisipan dalam - bukannya para analis dari - proses-proses yang
seharusnya mereka pelajari. Orientasi dari kajian permasalahan sosial ini dan
terutama konsep "pembuatan klaim" telah menjadi inti dari pendekatan
konstruksionis. Bertentangan dengan kaum obyektifis yang melihat pada kondisikondisi sosial, penyebab dan solusinya, kaum konstruksionis lebih tertarik pada
pembuatan klaim tentang kondisi-kondisi, cara-cara di mana makna tentang
kondisi-kondisi yang tidak diinginkan dihasilkan dan tanggapan-tanggapan
yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan ini.
Makna terobosan baru dalam kajian permasalahan sosial ini tidak hanya
dalam hal memberikan para ahli sosiologi dan ilmuwan sosial lain cara untuk
menghadapi sifat subyektif dari permasalahan sosial, tetapi juga dalam hal
memunculkan pokok bahasan yang menonjol untuk bidang ini. Pendekatan
obyektifis yang tradisional menghasilkan analisis kondisi-kondisi sosial yang
memiliki kesamaan hanya berdasarkan penilaian-penilaian para analis tentang
kondisi-kondisi ini sebagai sesuatu yang tidak dikehendaki. Kondisi-kondisi itu
sendiri tidak memiliki persamaan apapun, sehingga pemahaman tentang sebuah
kondisi tidak memberi sumbangan bagi pemahaman atas kondisi yang lain. Dalam
mengkonseptualisasi bidang ini dalam pengertian tindakan penetapan-klaim,
konstruksionisme mempunyai fokus yang terpisah, seperangkat pertanyaan yang
spesifik untuk menuntun riset, dan kerangka untuk membangun sebuah teori
permasalahan sosial yang berbeda dari teori-teori tentang kondisi-kondisi yang
tidak dikehendaki (Best 1989: xvii; Schneider 1985: 210).
Sejak kemunculannya, perspektif konstruksionis telah merevitalisasi kajian
permasalahan sosial. Perspektif ini membangkitkan banyak karya empiris yang
46
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
menyelidiki usaha-usaha pembuatan-klaim di seputar isu-isu prostitusi, anak hilang,
rokok, kopi, pelecehan seksual, dan lingkungan kerja yang beracun sampai homoseksualitas, AIDS, minum minuman keras di kalangan remaja, musik rock,
pemasaran formula makanan bayi di dunia ketiga, serta anak-anak, pemanjaan dan
penganiayaan. Literatur tidak hanya mencakup isu-isu kontemporer tetapi juga
upaya-upaya historis seperti pembentukan margarin sebagai sebuah permasalahan
sosial pada abad ke-19 dan eugenics campaigns awal terhadap kemelaratan
perempuan. Perlahan-lahan muncul kajian yang melihat proses permasalahan sosial
dalam konteks silang-budaya. Sebuah tema yang berpengaruh sejak awal tahun
1980-an adalah "medikalisasi" yang makin meningkat dari permasalahan sosial.
Medikalisasi merujuk pada tendensi untuk melihat kondisi dan perilaku yang tidak
dikehendaki sebagai permasalahan medis dan/atau berusaha mendapatkan solusi
atau kontrol medis. Kaum konstruksionis telah meneliti medikalisasi dari kondisikondisi seperti alkoholisme, kecanduan obat, keanggotaan sebuah sekte, prestasi
pendidikan yang rendah, pengendalian kejahatan, perjudian, kematian bayi
mendadak, transeksualisme serta ketidak-cakapan dokter (physician impairment).
Berkembangnya sejumlah studi kasus telah menciptakan landasan yang
kuat bagi bidang ini untuk mendukung pembuatan teori tentang peran unik
lembaga-lembaga publik, pemerintahan, gerakan sosial, media masa, para "ahli"
termasuk ilmuwan sosial, serta berbagai peserta lain dalam proses permasalahan
sosial, strategi-strategi retoris serta vernacular resources (Ibarra dan Kitsuse 1993)
yang dipergunakan oleh para pembuat klaim, dan konsekuensi dari pembuatan
klaim dalam pengertian siapa yang berhak memiliki permasalahan sosial
serta kebijaksanaan dan prosedur kelembagaan seperti apa yang mereka
terapkan dalam menghadapinya.
Pendekatan konstruksionis terhadap permasalahan sosial juga telah
membangkitkan perdebatan teoretis tentang asumsi-asumsi yang dibuat
pendekatan tersebut, bagaimana asumsi tersebut diterapkan, serta arahan masa
depan apa yang mungkin ditempuh. Sebagian besar dari debat tersebut berpusat
pada sejauh mana para sosiolog bisa tetap setia dengan formulasi asli pendekatan
tersebut yang mensyaratkan bahwa acuan apapun terhadap kondisi-kondisi obyektif
harus dihindari. Beberapa sosiolog telah berusaha mempertahankan netralitas yang
seutuhnya (complete impartiality) dalam hal validitas klaim-klaim yang dibuat dan
karakteristik kondisi yang mendasari pembuatan klaim tersebut, membatasi
analisisnya pada kegiatan definisional dan interpretasi dari pembuat klaim.
Sebagian sosiologi lainnya tidak melihat adanya kebutuhan akan interpretasi yang
tegas, dan juga tidak melihat melihat kebutuhan mengizinkan diri untuk menentang
nilai kebenaran dari klaim yang mereka "ketahui" salah. Terdapat ketidaksepakatan tentang apakah posisi subyektivis radikal seperti yang diserukan Spector
dan Kitsuse (1977) itu diinginkan, atau - bahkan - apakah mungkin (Best 1989;
Troyer 1992; Woolgar dan Pawluch 1985). Dari sudut pandang mereka yang berada
diluar perspektif konstruksionis tetap terdapat pertanyaan tentang permasalahan
sosial riil yang memiliki suatu kemandirian terhadap bagaimana ia seharusnya
dilihat dan kewajiban moral yang diemban oleh ilmuwan sosial untuk menyerukan
dan bahkan bertindak terhadap kondisi-kondisi yang mereka anggap tidak benar
(unjust) (Eitzen 1984). Meski terdapat perdebatan ini, yang tetap jelas adalah
bahwa pendekatan konstruksionis telah dan barangkali akan tetap menjadi sumber
yang produktif bagi teori dan riset permasalahan sosial. Pertanyaannya adalah
bagaimanakah harus memulai memahami permasalahan sosial atau permasalahan
publik?
47
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Jones (1994:70), menyatakan inti dasar munculnya permasalahan publik
dapat digali dari berbagai jenis peristiwa dan isu penting dalam rangka
mendudukkan konteks politik (lokal), dengan mengacu pada :
1. Peristiwa-peristiwa (events): tindakan yang bersifat alami dan manusiawi
yang dirasa memiliki konsekuensi-konsekuensi sosial;
2. Permasalahan (problems): kebutuhan manusia, entah bagaimana cara
mengenalnya, yang tetap ada jalan keluarnya;
3. Permasalahan Publik (publik problems): kebutuhan manusia, entah
bagaimana cara mengenalnya, yang tak dapat ditangani secara
perseorangan;
4. Isu-isu (issues): permasalahan umum yang bersifat kontroversial;
5. Bidang-bidang isu (issues area): kumpulan permasalahan umum yang
bersifat kontroversial.
Untuk memberikan contoh agar dapat memahami bagaimana kelima hal di
atas digunakan, ditampilkan pada gambar 5.5. dibawah ini.
48
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Masalah : situasi/kondisi yang menghasilkan kebutuhan/ketidak puasan
rakyat banyak yang tidak dapat di atasi secara individual (dapat membangkitkan
banyak orang untuk bertindak) adalah : (1) Situasi, (2) Kebutuhan/Ketidak puasan,
(3) Menyangkut orang banyak, (4) Dirasakan secara bersama bukan individual, dan
(5) Membangkitkan banyak orang untuk bertindak




Masalah
Masalah
Masalah
Masalah
diiidentifikasi mana yang benar dan masalah yang bukan akibat.
diidentifikasi apa masyarakat sadar.
diidentifikasi apa oleh pembuat keputusan
diidentifikasi baru dirumuskan masalahnnya
PENYUSUNAN AGENDA PEMERINTAH
AGENDA : menggambarkan problem-problem atau isu-isu dimana
keputusan merasa harus memberikan perhatian yang aktif dan serius
pembuat
Agenda Sistematik : agenda yang sistematik (kumpulan berurutan) :
a. Isu memperoleh perhatian yang luas
b. Publik merasa perlu diambil tindakan
c. Publik merasa isu menjadi tanggungjawab pemerintah
d. Diperlukan media untuk penyampaian isu tersebut.
2.2.
Agenda Institusional/Govermental Agenda : agenda yang lebih kongkrit dan
jelas pemecahannya.
KAPAN ISU DAPAT MENJADI AGENDA PEMERINTAH?






Bila ada ancaman keseimbangan antar kelompok dalam masyarakat.
Bila Kepemimpinan Politik menentukan sebagai agenda.
Bila timbul krisis yang besar.
Bila timbul gerakan protes dan cenderung menjerus kekerasan.
Bila media memberi perhatian penuh.
Hasilnya adalah tawar menawar dengan pembuat keputusan
ISU DAPAT DILIHAT DARI :




RUANG LINGKUPNYA
ORGANISASI KELOMPOK
CARA PENCAPAIAN KEKUASAAN
PROSES KEBIJAKAN
URUTAN PENENTUAN AGENDA
 Problem Definisi
 Proposal Agenda
 Bagaimana Agenda
 Kesinambungan Agenda
49
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
5.4.
Memformulasi Usulan Kebijakan Publik
PERUMUSAN USULAN KP (SUDAH MASUK DALAM AGENDA PEMERINTAH)
1)
2)
3)
4)
Mengidentifikasi untuk menghasilkan alternatif
Mendefinisikan dan merumuskan alternatif
Menilai alternatif
Memilih alternatif uang memuaskan
BENTUK RUMUSAN KP
1. Routine Formulation (mengulang)
2. Analogius Formulation (baru-logis)
Bentuk Rumusan KP sangat tergantung pada sistem politik di Indonesia
:
(1) Rakyat
(2) Partai Politik
(3) Interest Group
(4) Media Massa
(5) Presiden/Birokrasi
(6) DPR/DPD = MPR
(7) Peradilan/Mahkamah Agung
Eksekutif/Yudkatif/Legeslatif
Parpol
Interest Group
KP
Media
Rakyat
PENGESAHAN KP
BENTUK PENGESAHAN TERGANTUNG PROSES
 Collective Proses langsung disahkan (Legeslatif ikut membahas
 Individual Proses memerlukan pengesahan dari Legeslatif/Pemerintah
50
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Kalau sudah sah akan punya otoritas atau memaksa
PENGESAHAN dapat lewat
 Majority Coalism
 Mojority Vote
 Musyawarah/Mufakat
PELAKSANAN KP
TIPOLOGINYA
1. Substantive dan Procendeal Policies
2. Distributif, Redistributif, Regulatory dan Self Regulatory Policies.
3. Material dan Symbolic Policies
4. Collective goods dan Private goods Policies
5. Liberal dan Consevatif Policies.
MENGAPA MASYARAKAT MAU MELAKSANAKAN KP
Sebab-sebab mengapa?
1. Masyarakat respek terhadap pemerintah
2. Masyarakat sadar
3. Masyarakat yakin KP dibuat secara syah
4. Masyarakat mempunyai kepentingan
5. Masyarakat takut hukum atau dipaksa
6. Masalah waktu
MASYARAKAT MENOLAK PELAKSANAAN KP
1.
2.
3.
4.
5.
Kebijakan yang diambil bertentangan dengan nilai masyarakat.
Ketidak patuhan selektif.
Keanggotaan seseorang dalam kelompok.
Ingin mencari keuntungan
Ketidak pastian
PENILAIAN KP
6.1. CARA PENILAIAN
 Sudut teknis meliputi: cara mengumpulkan data (kualitatif dan
kualitatif)
 Sudut Metode Analisis
6.2. DIMENSI DAMPAK KP
 Dampak yang diharapkan/tidak diharapkan
 Limbah KP terhadap orang yang tidak menjadi sasaran
 Dampaknya pada masa kini dan dimasa yang akan datang
 Dampaknya terhadap biaya langsung
 Dampaknya terhadap biaya tak langsung
6.3. KP TIDAK MENCAPAI SASARAN
 Sumber Daya yang terbatas
 Kesalahan dalam
 Faktor-faktor yang dipertimbangkan tidak lengkap
51
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik






Masyarakat memberi respon yang berbeda atau tidak sesuai dengan
petunjuk
Ada KP yang saling bertentangan
Biaya untuk memecahkan masalah lebih besar dari masalahnya
Banyak problem publik yang tidak dapat di atasi secara tuntas.
Terjadi perubahan terhadap sifat masalahnya.
Ada masalah baru yang lebih menarik atau penting
52
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
BAHAN BACAAN UTAMA
Jones, Charles O, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, Halaman 69 – 92.
Dunn, William N, 2000, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta, Gajah
Mada University Press, Halaman 95 – 128.
Budiharjo, Eko, 1995, Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang Pembangunan Daerah.
Halaman 1 – 19.
53
Download