KATA PENGANTAR

advertisement
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pokok Bahasan V
KERANGKA DASAR KEBIJAKAN PUBLIK
Sub Pokok Bahasan
5.1.
5.2.
5.3.
Dasar Analisa Kebijakan Publik
Analisa dengan pendekatan system
Hakekat Permasalahan Publik
Bahan Bacaan
Halaman
40
44
45
51
42
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pokok Bahasan V
Judul Pokok Bahasan
Kerangka Dasar Kebijakan Publik
Tujuan Interaksional
Pada akhir materi, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai : (1)
Dasar Analisa Kebijakan Publik, (2) Analisa dengan pendekatan sistem, dan (3) Hakekat
Permasalahan Publik
Sub Pokok Bahasan
5.1. Dasar Analisa Kebijakan Publik
Seperti yang dipaparkan terdahulu, pengertian kebijakan publik adalah
keputusan yang diambil pemerintah atau oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah dengan cara mengalokasikan nilai-nilai secara paksa untuk suatu tujuan
tertentu kepada seluruh anggota masyarakat. Pertanyaannya adalah bagaimanakah
keputusan tersebut harus diambil.
Menurut pendapatan Quade seperti yang dikutip oleh Dunn (2000:95), suatu
keputusan yang diambil membutuhkan informasi. Untuk itu perlu dilakukan analisis
untuk menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat
menjadi landasan dari para pengambil pembuat kebijakan dalam membuat dan menilai
berbagai keputusan. Seluruh proses atau rangkaian kegiatan dalam rangka
memperoleh informasi itu kemudiaan disebut ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK.
Dalam perkuliahan ini, informasi yang dicari dan dikembangkan yang kemudiaan
digunakan untuk melakukan analisis adalah : (1) Sebab munculnya Kebijakan dan
Program Publik, (2) Akibat dari adanya Kebijakan dan Program Publik, dan
(3) Kinerja dari adanya Kebijakan dan Program Publik. Menurut Dunn
(2000:97), ada tiga pertanyaan yang dapat membantu kita dalam mencari informasi
tersebut:
1. Nilai yang pencapaian merupakan tolak ukur utama untuk melihat apakah
kebijakan dan program publik yang diputuskan dapat mengatasi permasalahan
publik,
2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian
nilai-nilai, dan
3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
Untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal, Dunn
(2000:97) mengatakan ada tiga pendekatan yang dapat digunakan: empiris, valuatif,
dan normatif. Pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai
43
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini menggunakan
pertanyaan utama bersifat faktual (apakah sesuatu ada?) dan macam informasi yang
dihasilkan bersifat deskriptif. Contohnya: mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan
pengeluaran publik untuk kesehatan.
Pendekatan valuatif terutama ditekankan pada penentuan bobot atau nilai
beberapa kajian. Pertanyaan berkaitan dengan nilai (berapa nilainya?) dan tipe
informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Sebagai contoh, setelah memberikan
informasi deskripsi mengenai berbagai macam kebijakan perpajakan, analis dapat
mengevaluasi berbagai cara yang berbeda dalam mendistribusikan beban pajak
menurut konsekuensi etis dan moral mereka.
Pendekatan terakhir adalah pendekatan normatif. Pendekatan ini menekankan
pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang yang dapat menyelesaikan
masalah-masalah publik. Pertanyaan berkaitan dengan tindakan adalah (apa yang
harus dilakukan?) dan tipe informasi yang dihasilkan bersifat preskriptif1. Sebagai
contoh, kebijakan jaminan pendapatan minimum tahunan dapat direkomendasikan
sebagai cara menyelesaikan masalah kemiskinan.
Dalam melakukan analisis, dapat menggunakan satu pendekatan atau lebih dari
pendekatan-pendekatan tersebut. Namun menurut Dunn (2000:98-99) pendekatan
valuatif dan normatif sering dihindari karena kecenderungan adanya keyakinan
perlunya pemisahan antara nilai-nilai dan fakta-fakta didasarkan pada kesalahpahaman
metodologi dan tujuan-tujuan dari analisis kebijakan. Kesalah-lain muncul berkaitan
adanya pemahaman bahwa preskritif atau rekomendasi diidentikkan dengan advokasi
kebijakan2, yang umumnya dipandang sebagai cara untuk membuat tuntutan emosional
dan keputusan ideologi atau proses non-rasional (subjektif) dalam aktifitas politik
ketimbang suatu cara untuk menghasilkan informasi kebijakan yang relevan dan
argumen-argumen yang masuk akal mengenai solusi-solusi bagi masalah-masalah
publik.
Meskipun terjadi berbagai perdebatan tentang pendekatan seperti yang
diutarakan di atas, namun pada akhirnya sebagai calon sarjana ilmu sosial pendekatan
yang lebih tepat digunakan adalah pendekatan empiris dan pendekatan valuatif.
Penggunaan pendekatan empiris adalah untuk mendeskripsikan secara rinci tentang
permasalahan sosial masyarakat dimana kebijakan tersebut akan dijalankan, sedangkan
pendekatan valuatif memberikan nilai-nilai yang harus tetap dipertahankan atas dasar
sosial budaya pada masyarakat setempat. Untuk jelasnya lihat tabel 5.1. dibawah ini.
Preskritif berasal dari kata latin yang asli “to prescribe´menunjuk pada tindakan
mengarahkan, memerintahkan, atau menyuruh dalam hubungan dengan wewenang.
2 Advokasi kebijakan sebagai suatu proses non-rasional mempunyai kaitan yang erat dengan
relativisme nilai, yaitu keyakinan bahwa nilai-nilai secara murni adalah subjektif dan relatif
terhadap orang yang memegang nilai-nilai tersebut.
1
44
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Tabel 5.1.
Tiga Pendekatan dalam Analisis Kebijakan
PENDEKATAN
PERTANYAAN UTAMA
EMPIRIS
ADALAH/AKAN ADAKAH (Fakta)
VALUATIF
APA MANFAAT (Nilai)
NORMATIF
APA YANG HARUS DIPERBUAT (Aksi)
Sumber : Dunn (2000:98)
TIPE INFORMASI
DEKSRIPSI/ PREDIKTIF
VALUATIF
PRESKRIPSI
Untuk memperoleh informasi yang relevan seperti yang dijelaskan di atas
diperlukan kombinasi berbagai metode pengkajian (deskriptif, valuatif, atau preskriptif)
dan dilakukan melalui prosedur. Misalnya prediksi secara khusus digunakan sebelum
suatu tindakan diadopsi (ex ante), sementara deskripsi dan evaluasi lazim dilakukan
setelah suatu tindakan berlangsung (ex post). Prediksi dan preskripsi berhubungan
dengan masa depan, sementara deskripsi dan evaluasi berhubungan dengan masa lalu.
Semua itu dilakukan untuk mencari argumen-argumen terhadap kebijakan yang akan
diambil seperti yang ditampilkan pada gambar. 5.1. dibawah ini.
Gambar 5.1.
Elemen-elemen Argumen Kebijakan
(Dunn, 2000:106)
(I) Informasi yang
relevan dengan
kebijakan
(Q) Karena itu
Kesimpulan
Tenaga Nuklir adalah
dua sampai tiga kali
lebih efisien dibanding
sumber tenaga
konvensional
Sebab
(W) Pembenaran
Produksi tenaga nuklir
adalah satu-satunya
cara yang tersedia
untuk menjaga
pertumbuhan ekonomi
Karena
(B) Dukungan
Negara-negara Arab
dapat terus
mengembargo minyak
sumber energi lain
terbatas
(C) Klaim
Kebijakan
Pemerintah harus
investasi dalam
pengembangan
pusat tenaga
nuklir
Bantahan
Kecuali
(R) Bantahan
Energi Solar dapat
dibangun dalam skala
besar
Karena
(B) Dukungan
Inilah kesimpulan para
panel ahli
45
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pada pokok bahasan II telah dipaparkan secara khusus tentang prosuder
analisis kebijakan publik menyangkut : (1) pemantauan atau deskripsi, (2) peramalan
atau prediksi, (3) evaluasi, (4) rekomendasi, dan (5) perumusan masalah. Kelima
prosedur bersifat hirarkis – tidak mungkin untuk menggunakan beberapa metode tanpa
terlebih dahulu menggunakan metode-metode lainnya. Sebagai contoh, untuk
memantau kebijakan hal yang terlebih dahulu harus dilakukan adalah meramalkan
konsekuensinya dan sebaliknya. Akhirnya merekomendasikan kebijakan umumnya
mengharuskan analis untuk terlebih dahulu terlibat dalam pemantauan, peramalan dan
evaluasi.
Berdasarkan prosuder di atas, hal yang perlu menjadi perhatian berkaitan
dengan perumusan masalah. Keberadaan suatu masalah pada dasarnya
berhubungan dengan suatu situasi yang menyulitkan, membingungkan, dimana
kesulitan memang tersebar keseluruh situasi yang kesemuanya membentuk suatu
keutuhan kesatuan masalah. Kepekaan terhadap masalah-masalah kebijakan dan
kemungkinan pemecahannya harus dimiliki setiap analis, karena masalah itu sendiri
jarang muncul dan sudah terdefinisi, seperti pada gambar 5.2. dibawah. Untuk itu,
pada sub pokok bahasan 5.3. akan dibahas lebih lanjut tentang hakikat permasalahan
publik.
Gambar 5.2.
Analisis Kebijakan Yang Berorientasi Pada Masalah
(Dunn, 2000:112)
Keterangan :
46
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
1. Masa Depan Kebijakan (policy future) adalah konsekuensi dari
serangkaian tindakan untuk pencapaian nilai-nilai dan merupakan
penyelesaian terhadap suatu masalah kebijakan.
2. Aksi Kebijakan (policy action) adalah suatu gerakan atau serangkaian
gerakan yang dituntut oleh alternatif kebijakan yang dirancang untuk
mencapai hasil dimasa depan yang bernilai.
3. Hasil Kebijakan (policy outcome) merupakan konsekuensi yang teramati
dari aksi kegiatan.
4. Kinerja Kebijakan (policy performent) merupakan derajat di mana hasil
kebijakan yang ada, memberi kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.
5.2. Analisa dengan pendekatan sistem
Menurun Dunn (2000:109), sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola
institusional di mana di dalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan timbal balik
diantara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan,
seperti yang ditampilkan pada gambar 5.3. dibawah ini
Gambar 5.3.
Tiga Elemen Sistem Kebijakan
(Dunn, 2000:110)
PELAKU
KEBIJAKAN
LINGKUNGAN
KEBIJAKAN
Kriminilitas
Inflasi
Pengangguran
Diskriminasi
Gelandangan
KEBIJAKAN
PUBLIK
Analisis Kebijakan
Kelompok Warga Negara
Serikat Pekerja
Partai
Instansi
Penegakan hukum
Ekonomi
Kesejahteraan
Personil
Perkotaan
Dari gambar 5.3. dapat diartikan bahwa masalah kebijakan tergantung pada
pelaku kebijakan (policy stakeholder) yang khusus dan terkait dengan masalah.
Lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus dimana kejadiankejadian di sekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Dengan gambaran ini, maka sistem kebijakan
dapat dipahami sebagai produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihanpilihan yang sadar oleh pelaku kebijakan. Sistem kebijakan juga dapat diartikan sebagai
47
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
sebagai realitas objektif yang dimanifestasikan ke dalam tindakan-tindakan yang
teramati berikut konsekuensinya. Para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem
kebijakan dan menghasilkan sistem kebijakan itu sendiri.
Karenanya pada pokok bahasan I, sistem kebijakan yang seharusnya
dikembangkan dan perlu dianalisis dalam konteks Indonesia adalah kebijakan publik
yang partisipatif. Realitas objektifnya terlihat dari berbagai keputusan yang diambil
dalam sistem politik seperti yang dimbarkan Wahab (2002:14) dan bandingkan gambar
1, halaman 7. Karenanya dalam analisis pendekatan sistem digunakan dimana di
dalamnya terdapat lingkungan yang digunakan sebagai dasar untuk pengembilan
keputusan kebijakan, sistem politik yang digunakan sebagai prosedur pengambilan
keputusan dan kebijaksanaan negara yang merupakan produk kebijakan publik itu
sendiri.
Gambar 5.4.
Kebijaksanaan negara dilihat sebagai variabel bebas
dan variabel tergantung
(Wahab, 2002 : 14)
Tugas kemudiaan untuk dijawab adalah kekuatan dan kondisi lingkungan
seperti apakah yang kemudiaan menjadi perhatian lembaga politik, dan bagaimana
proses dijalankan dan perilaku seperti apakah yang diharapkan kepada para politisi (A)
dan seterusnya sampai F dan berikan contohnya. Namun dengan pendekatan sistem,
rumusan masalah yang kemudiaan menjadi penentu seperti yang dipaparkan dibawah
ini.
5.3. Hakikat Permasalahan Publik
Dalam konteks permasalahan sosial atau permasalahan publik sudah mulai
diperdebatkan pada awal tahun 1970-an, sehingga konsep permasalahan sosial perlu
48
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
dibahas terlebih dahulu sebelum kita membahas lebih dalam berkaitan dengan hakikat
permasalahan publik.
Sebelum awal tahun 1970-an, pembahasan mengenai permasalahan sosial lebih
didominasi oleh pendekatan-pendekatan yang memperlakukan permasalahan sosial
sebagai aspek-aspek realitas yang obyektif dan dapat diamati. Perhatian utama
pendekatan ini adalah mengidentifikasi berbagai kondisi dan kekuatan dasar yang
menjadi sebab dari permasalahan tersebut, seringkali dengan sebuah pandangan yang
mengutamakan tindakan amelioratif3. Pendekatan ini kemudiaan mendapat kritik
karena permasalahan sosial didefinisikan sebagai kondisi yang tidak diinginkan, tidak
adil, berbahaya, ofensif dan dalam pengertian tertentu mengancam kehidupan
masyarakat.
Sejak tahun 1970-an, muncul sebuah perspektif alternatif yaitu pendekatan
konstruksionisme sosial. Pendekatan ini bermula dari premis bahwa apa yang dilihat
sebagai permasalahan sosial adalah permasalahan definisi. Banyak dari kondisi dan
perilaku yang saat ini dianggap sebagai permasalahan sosial tidak selalu bersifat
problematis. Dahulu orang tua memiliki hak untuk mendisiplinkan anak-anaknya sesuai
dengan pandangan mereka. Saat ini kita menganggap beberapa bentuk disiplin
tersebut sebagai penganiayaan anak. Perkosaan saat kencan, krisis lingkungan,
mengendarai mobil di saat mabuk, tuna wisma dan AIDS telah menjadi bagian yang
integral dari kesadaran dan debat publik, meski beberapa waktu belakangan masih
belum menjadi perhatian. Kondisi dan perilaku lain seperti homoseksualitas serta seks
pra-nikah atau di luar-nikah mungkin dianggap sebagai permasalahan sosial di masa
lalu yang pada saat ini tidak dilihat dari kacamata seperti itu. Contoh-contoh di atas
menunjukkan bahwa pengalaman dan interpretasi kita atas perubahan kondisi dan apa
yang menjadi permasalahan sosial pada dasarnya merupakan penilaian subyektif. Jika
memang demikian, bagaimana permasalahan sosial dapat dipelajari?
Kelompok konstruksionis tidak memusatkan perhatian pada kondisi-kondisi
obyektif, tapi mengarahkan perhatiannya pada proses sosial di mana kondisi tersebut
muncul sebagai permasalahan. Karenanya pemikiran mengenai permasalahan sosial
sebagai sebuah kondisi mulai ditinggalkan dan menggantikannya dengan konsepsi
permasalahan sosial sebagai sebuah tindakan. Mereka mendefinisikan permasalahan
sosial sebagai tindakan kelompok yang mengekspresikan kedukaan dan menyatakan
klaim tentang kondisi yang dihadapinya. Tugas kita sebagai ahli sosiologi bukan untuk
mengevaluasi atau menilai klaim-klaim4 seperti itu tetapi mencari penjelasan kegiatan
pembuatan klaim dan hasil-hasilnya.
Sampai pada tingkat di mana para ahli sosiologi menghadirkan kondisi-kondisi
itu sendiri, mereka menjadi partisipan didalamnya - bukannya para analis dari - prosesproses yang seharusnya mereka pelajari. Orientasi dari kajian permasalahan sosial ini
dan terutama konsep "pembuatan klaim" telah menjadi inti dari pendekatan
Amelioratif atau ameliorasi adalah tindakan untuk meningkatkan nilai dari makna yang
biasa atau buruk menjadi makna yang baik.
4 Klaim merupakan tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki
atau mempunyai) atas sesuatu.
3
49
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
konstruksionis. Bertentangan dengan kaum obyektifis yang melihat pada kondisi-kondisi
sosial, penyebab dan solusinya, kaum konstruksionis lebih tertarik pada pembuatan
klaim tentang kondisi-kondisi, cara-cara di mana makna tentang kondisikondisi yang tidak diinginkan dihasilkan dan tanggapan-tanggapan yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan ini dan bagaimana memecahkannya.
Makna terobosan baru dalam kajian permasalahan sosial ini tidak hanya dalam
hal memberikan para ahli sosiologi dan ilmuwan sosial lain cara untuk menghadapi sifat
subyektif dari permasalahan sosial, tetapi juga dalam hal memunculkan pokok bahasan
yang menonjol untuk bidang ini. Pendekatan obyektifis yang tradisional menghasilkan
analisis kondisi-kondisi sosial yang memiliki kesamaan hanya berdasarkan penilaianpenilaian para analis tentang kondisi-kondisi ini sebagai sesuatu yang tidak
dikehendaki. Kondisi-kondisi itu sendiri tidak memiliki persamaan apapun, sehingga
pemahaman tentang sebuah kondisi tidak memberi sumbangan bagi pemahaman atas
kondisi yang lain. Dalam mengkonseptualisasi bidang ini dalam pengertian tindakan
penetapan-klaim, konstruksionisme mempunyai fokus yang terpisah, seperangkat
pertanyaan yang spesifik untuk menuntun riset, dan kerangka untuk membangun
sebuah teori permasalahan sosial yang berbeda dari teori-teori tentang kondisi-kondisi
yang tidak dikehendaki.
Sejak kemunculannya, perspektif konstruksionis telah merevitalisasi kajian
permasalahan sosial. Perspektif ini membangkitkan banyak karya empiris yang
menyelidiki usaha-usaha pembuatan-klaim di seputar isu-isu prostitusi, anak hilang,
rokok, kopi, pelecehan seksual, dan lingkungan kerja yang beracun sampai homoseksualitas, AIDS, minum minuman keras di kalangan remaja, musik rock, pemasaran
formula makanan bayi di dunia ketiga, serta anak-anak, pemanjaan dan penganiayaan.
Perlahan-lahan muncul pula kajian yang melihat proses permasalahan sosial dalam
konteks silang-budaya. Sebuah tema yang berpengaruh sejak awal tahun 1980-an
adalah "medikalisasi" yang makin meningkat dari permasalahan sosial. Medikalisasi
merujuk pada tendensi untuk melihat kondisi dan perilaku yang tidak dikehendaki
sebagai permasalahan medis dan/atau berusaha mendapatkan solusi atau kontrol
medis. Kaum konstruksionis telah meneliti medikalisasi dari kondisi-kondisi seperti
alkoholisme, kecanduan obat, keanggotaan sebuah sekte, prestasi pendidikan yang
rendah, pengendalian kejahatan, perjudian, kematian bayi mendadak, transeksualisme
serta ketidak-cakapan dokter (physician impairment).
Berkembangnya sejumlah studi kasus telah menciptakan landasan yang kuat
bagi bidang ini untuk mendukung pembuatan teori tentang peran unik lembagalembaga publik, pemerintahan, gerakan sosial, media masa, para "ahli" termasuk
ilmuwan sosial, serta berbagai peserta lain dalam proses permasalahan sosial yang
dipergunakan oleh para pembuat klaim, dan konsekuensi dari pembuatan klaim dalam
pengertian siapa yang berhak memiliki permasalahan sosial serta
kebijaksanaan dan prosedur kelembagaan seperti apa yang mereka terapkan
dalam menghadapinya.
Pendekatan konstruksionis terhadap permasalahan publik juga telah
membangkitkan perdebatan teoretis tentang asumsi-asumsi yang dibuat pendekatan
50
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
tersebut, bagaimana asumsi tersebut diterapkan, serta arahan masa depan apa yang
mungkin ditempuh. Sebagian besar dari debat tersebut berpusat pada sejauh mana
para sosiolog bisa tetap setia dengan formulasi asli pendekatan tersebut yang
mensyaratkan bahwa acuan apapun terhadap kondisi-kondisi obyektif harus dihindari.
Beberapa sosiolog telah berusaha mempertahankan netralitas yang seutuhnya
(complete impartiality) dalam hal validitas klaim-klaim yang dibuat dan karakteristik
kondisi yang mendasari pembuatan klaim tersebut, membatasi analisisnya pada
kegiatan definisional dan interpretasi dari pembuat klaim. Sebagian sosiologi lainnya
tidak melihat adanya kebutuhan akan interpretasi yang tegas, dan juga tidak melihat
melihat kebutuhan mengizinkan diri untuk menentang nilai kebenaran dari klaim yang
mereka "ketahui" salah. Terdapat ketidak-sepakatan tentang apakah posisi subyektivis
radikal itu diinginkan, atau - bahkan - apakah mungkin. Dari sudut pandang mereka
yang berada diluar perspektif konstruksionis tetap terdapat pertanyaan tentang
permasalahan sosial riil yang memiliki suatu kemandirian terhadap bagaimana ia
seharusnya dilihat dan kewajiban moral yang diemban oleh ilmuwan sosial untuk
menyerukan dan bahkan bertindak terhadap kondisi-kondisi yang mereka anggap tidak
benar (unjust). Meski terdapat perdebatan ini, yang tetap jelas adalah bahwa
pendekatan konstruksionis telah dan barangkali akan tetap menjadi sumber yang
produktif bagi teori dan riset permasalahan sosial. Pertanyaannya adalah
bagaimanakah harus memulai memahami permasalahan sosial atau permasalahan
publik?
Atas dasar pemahaman di atas, maka hakekat masalah publik dapat
didefinisikan sebagai suatu klaim atas situasi/kondisi yang menghasilkan
kebutuhan/ketidak puasan rakyat banyak yang tidak dapat di atasi secara individual
(dapat membangkitkan banyak orang untuk bertindak). Dengan Kata lain: (1) hakekat
masalah diiidentifikasi mana yang benar dan masalah yang bukan akibat, (2) hakekat
masalah diidentifikasi apa masyarakat sadar, (3) hakekakt masalah diidentifikasi apa
oleh pembuat keputusan, dan (4) hakekat masalah diidentifikasi baru dirumuskan
masalahnya.
Menurut Jones (1994:63) perihal mendefinisikan permasalahan publik
mempunyai berbagai kendala, diantaranya: (1) peristiwa-peristiwa dalam masyarakat
ditafsirkan orang dalam berbagai cara dan dalam berbagai waktu, (2) berbagai
bersoalan mungkin muncul dari peristiwa yang sama, (3) tidak semua permasalahan
publik diselesaikan oleh pemerintah, (4) beberapa masalah privat (private problems)
oleh pemerintah, (5) beberapa masalah privat yang diselesaikan oleh pemerintah
seolah-olah masalah publik, (6) sebagian terbesar permasalahan tidak dipecahkan oleh
pemerintah, meskipun sebagian besar penyebabnya terletak pada pemerintah, (7) para
pembuat kebijakan tidak hanya dihadapkan dengan masalah tertentu, (8) banyak orang
yang merasa tak berkepentingan dengan masalah orang lain, dan (9) masalah-masalah
umum kurang mendapat dukungan dari mereka yang justru terkena langsung.
Atas dasar kendala pendefinisian tersebut, Jones (1994:70), menyatakan inti
dasar permasalahan publik dapat dilakukan melalui suatu survey dari berbagai jenis
peristiwa dan isu penting dalam rangka mendudukkan konteks politik lokal, dengan
mengacu pada :
51
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
1. Peristiwa-peristiwa (events) merupakan tindakan yang bersifat alami dan
manusiawi yang dirasa memiliki konsekuensi-konsekuensi atau klaim-klaim
sosial. Sejumlah peristiwa yang mempengaruhi pembentukan isu-isu adalah:
a. Penemuan
Penemuan-penemuan di dalam bidang teknologi memberikan kemajuan
yang berarti bagi kehidupan manusia dimana ilmu pengetahuan dan
teknologi terus berkembang untuk menjawab tujuan-tujuan serta
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Masalah kemudiaan muncul ketika
teknologi sangat berperan dalam kehidupan masyarakat, dilain pihak
pemerintah perlu menangani secara serius akan dampak yang
ditimbulkannya.
b. Pengembangan dan Aplikasi
Muncul isu-isu yang kemudiaan menjadi masalah berkaitan dengan dampak
diterapkan ide, eksperimen ataupun penemuan yang mengakibatkan
berbagai kemudahan yang disediakan untuk kegunaan tersebut serta
meredakan efek-efek yang ditimbulkannya.
c. Komunikasi
Berkembangnya arus informasi menyebabkan berbagai kegiatan menjadi
terbuka yang kemudiaan memunculkan berbagai isu yang spesifik dan dapat
menjadi suatu kekuatan untuk mempengaruhi para pengambil kebijakan.
d. Konflik
Berkembangnya suatu masyarakat selalu diiringi dengan munculnya
berbagai kepentingan yang apabila tidak ditangani secara baik akan
memunculkan konflik. Karenanya konflik merupakan isu untuk merumuskan
permasalahan publik.
e. Pengawasan
Pengawasan yang dimaksudkan adalah dititik beratkan pada pengawasan
tingkah laku sosial, baik yang bersifat perorangan maupun publik. Hal ini
tentunya memunculkan berbagai tanggapan sebagai isu yang selanjutnya
dapat menjadi permasalahan publik, seperti: rancangan UU Militer,
penerapan Daerah Operasi Militer dan lain-lain.
2. Permasalahan (problems): kebutuhan manusia, entah bagaimana cara
mengenalnya, yang tetap ada jalan keluarnya;
3. Permasalahan Publik (publik problems): kebutuhan manusia, entah bagaimana
cara mengenalnya, yang tak dapat ditangani secara perseorangan;
4. Isu-isu (issues). Isu-isu merupakan permasalahan umum yang bersifat
kontroversial. Menurut Dunn (2003:219), isu-isu dapat dikategorikan menjadi:
a. Isu-isu Utama secara khusus ditemui pada tingkat pemerintah yang
mengambil kebijakan karena diberikan kewenangan yang besar. Isu muncul
dari sejumlah pertanyaan mengenai sifat, tujuan organisasi-organisasi
pemerintah.
b. Isu-isu Sekunder terletak pada tingkat instansi pelaksana program-program.
Hal yang selalu dipertanyakan adalah isu priroitas program dan definisi
kelompok-kelompok sasaran dan penerima dampak.
c. Isu-isu Fungsional terletak pada tingkat program dan proyek berkaitan
dengan anggaran, keuangan dan usaha untuk memperolehnya.
52
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
d. Isu-isu Minor ditemukan oada tingkat proyek-proyek spesifik berkaitan
dengan personal, staff, jam kerja, waktu libur dan lain sebagainya.
5. Bidang-bidang isu (issues area): kumpulan permasalahan umum yang bersifat
kontroversial. Karenanya isu-isu memerlukan definisi yang sifatnya harus
berkesinambungan. Pada umumnya anggaran pemerintah menjadi bidang isu
yang utama, karena anggaran adalah pernyataan terbaik tentang prioritasprioritas yang diproyeksikan dan direncanakan, meskipun hal ini tidak selalu
menjadi inventaris yang paling dapat dipercaya. Selain itu anggaran juga
merupakan tolak ukur dari komitmen pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan yang dipimpinnya. Bidang isu utama lainnya yang juga
diperhatikan berkaitan penentuan prioritas terhadap bidang-bidang; pendidikan,
transportasi, energi dan lain-lain.
Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan hakekat masalah publik,
menurut Jones, (1991:72) :
1. Problem dikatakan bersifat pribadi apabila problem tersebut dapat di atasi tanpa
mempengaruhi orang lain atau yang mempunyai akibat terbatas atau
menyangkut pada satu atau sejumlah kecil orang yang terlibat secara langsung.
Hal ini tentunya berbeda dengan masalah publik yang dipahami sebagai
masalah-masalah yang mempunyai akibat luas termasuk akibat-akibat yang
mengenai orang-orang yang secara tidak langsung terlibat.
2. Pendapat lain melihat bahwa masalah publik terdiri dari semua masalah yang
dipengaruhi oleh klaim-klaim tak langsung dari pelbagai transaksi hingga pada
semacam tingkatan dianggap perlu memiliki klaim-klaim yang terpelihara secara
sistematis.
3. Mempertentangkan antara masalah yang dirasakan dan dengan akibat-akibat
pemerintah adalah masalah publik, seperti kelompok-kelompok yang terdiri dari
partai-partai berpengaruh yang menggerakkan dan terlibat dalam kegiatan yang
sifatnya kerjasama, membutuhkan kesadaran diri, mengorganisasikan dan
berusaha mempengaruhi para pejabat.
53
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
BAHAN BACAAN UTAMA
Jones, Charles O, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
Halaman 69 – 92.
Dunn, William N, 2000, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, Halaman 95 – 128.
Budiharjo, Eko, 1995, Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang Pembangunan Daerah.
Halaman 1 – 19.
54
Download