PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM IBN KHALDUN Kanthi Pamungkas Sari dan Maghfiroh ABSTRAKSI Penelitian ini merupakan penelitian yang dilatarbelakangi oleh semakin maraknya hak anak yang dirampas oleh orang-orang dewasa dalam dunia pendidikan secara tidak bertanggungjawab. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pandangan Ibn Khaldun tentang perlindungan hak anak dalam pendidikan Islam. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Sedangkan metode analisis data yang telah dikumpulkan menggunakan adalah induksi, deduksi dan analisis isi. Penelitian ini menunjukan bahwa dalam konsep pendidikan Islam Ibn Khaldun memperhatikan perlindungan hak anak ditinjau dari segi tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pengajaran dan prinsip pengajaran. Konsep pendidikan Islam Ibn Khaldun adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang memanusiakan manusia merupakan salah satu bentuk perlindungan anak, dimana pendidikan berupaya memenuhi hak-hak anak secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaannya. Di dalam pendidikan Islam, perlindungan anak dapat dilakukan dengan dua tahap. Pertama, cara pandang terhadap anak. Kedua, cara memperlakukan anak. Pandangan seseorang terhadap anak merupakan langkah pertama dalam pelaksanaan perlindungan anak dalam dunia pendidikan Islam. Setelah mengetahui dan memahami hakikat anak, maka seseorang dapat melaksanakan perlindungan terhadap hak anak. Perlindungan anak dapat dilakukan dengan cara pemenuhan hak-hak anak yang meliputi hak hidup, tumbuh dan berkembang; hak beribadah, berpikir, dan berekspresi; hak memperoleh pendidikan; hak menyatakan dan didengar pendapatnya; dan hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Penanggung jawab hak perlindungan anak yaitu orang tua, sekolah, masyarakat dan negara. Kata Kunci : Perlindungan Hak Anak, Pendidikan Islam, Ibn Khaldun PENDAHULUAN Seseorang dapat dikategorikan sebagai anak apabila orang tersebut belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih di dalam kandungan (Pasal 1/UU No.35 tahun 2014). Anak adalah cikal bakal menjadi orang dewasa yang suatu kelak, dalam bahasa kerennya, menjadi “pemilik dan pengelola masa depan (Soyomukti, 2008: 22).” Untuk dapat mewujudkan anak yang diharapkan, diperlukan perencanaan. Kelangsungan hidup anak adalah hak asasi yang harus dipenuhi. Karena keterbatasan kemampuan anak, maka anak butuh perawatan, pengasuhan dan pendidikan. Perawatan, pengasuhan, dan pendidikan anak harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. 220 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 Pemerintah menaruh perhatian terhadap pendidikan anak. Bentuk perhatian pemerintah terhadap pendidikan terbukti di sahkan UU Sisdiknas N0. 20 tahun 2003. Pasal 3 Bab II UU Sisdiknas (Hasbullah, 2005: 310) menyebutkan bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sayangnya, anak-anak Indonesia belum menikmati apa yang seharusnya dinikmati oleh anak berdasarkan tujuan dari pendidikan nasional. Sebagian dari mereka hidup dengan wajah penuh muram, tekanan dan ancaman. Akhirakhir ini sering terdengar dalam dunia pendidikan tindakan kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu bentuk perampasan hak anak. Pelaku utama kekerasan terhadap anak adalah orang-orang yang berada didekatnya. Bentuk kekerasan terhadap anak beragam meliputi fisik, psikis hingga seksual. Berdasarkan penelitian Riyanto Adi dari Unika yang tertulis dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, menemukan banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah. Hasil penelitian Riyanto Adi di atas adalah provinsi yang tertinggi adanya kasus kekerasan terhadap anak adalah provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Lebih dari 80% dari bulan Desember 2005 hingga Maret 2006, guru melakukan kekerasan dalam bentuk fisik, seksual dan emosional. Baru-baru ini, Jakarta Internasional School (JIS) dihebohkan dengan terjadi kekerasan seksual terhadap siswa. Awalnya korban kekerasan berjumlah satu anak, kemudian korban bertambah satu lagi yang melapor ke KPAI. Pelaku tindak kekerasan di duga yaitu karyawan dari JIS. Info terbaru, di duga pelaku kekerasan dilakukan oleh pengajar di JIS (Saputra dan Syah Ratna Meta, 2014: 4-5). Fenomena kekerasan anak memang seperti fenomena gunung es dan sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan mental anak. Oleh sebab itu, anak harus dilindungi dan dijauhkan dari tindak kekerasan tersebut. Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Perlindungan terhadap anak telah diatur dan dilindungi dalam UU No. 23 tahun 2002 yang kemudian disempurnakan dengan UU No 35 tahun 2014. CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 221 Ibn Khaldun dipandang sebagai salah satu penulis muslim yang ternama dan dijuluki Bapak Sosiologi. Julukan tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah salah seorang ahli teori-teori sosial. Pandangannya mengenai pendidikan dan pengajaran sangat jelas dan realistis.Ibn Khaldun memberikan perhatian yang cukup besar terhadap perlindungan hak anak meskipun tidak dijabarkan secara tegas dan terinci namun pemikirannya dalam dunia pendidikan sangat menarik. Idealnya praktik pendidikan dapat melindungi hak anak. Pendidikan harus dijauhkan dari tindakan kekerasan baik fisik, psikis hingga seksual. Untuk menghilangkan pemicu kekerasan perlu adanya pembenahan proses pendidikan. Pembenahan yang dimaksud yaitu proses pendidikan harus humanis. Penciptaan suasana yang humanis dalam pendidikan sesuai dengan konsep pendidikan Islam menurut Ibn Khaldun. Konsep Ibn Khaldun dalam pendidikan Islam adalah pendidikan yang memanusiakan manusia (peserta didik). Maksudnya, pendidikan menjadikan manusia menjadi manusia sebenarnya sesuai dengan potensi yang ada pada diri anak. Konsep pendidikan ini sesuai dengan konsep perlindungan anak yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 2002 dan disempurnakan dengan UU No 35 tahun 2014. Konsep perlindungan anak tersebut adalah pemenuhan hak-hak anak dengan memperhatikan kondisi anak yang meliputi kondisi psikologi, pedagogi, sosiologi dan religiusitas. Salah satu perspektif pendidikan Ibn Khaldun yang memperhatikan tentang perlindungan anak adalah Ibn Khaldun mengharuskan kepada guru agar bersikap kasih sayang kepada anak dan tidak menggunakan kekerasan terhadapnya. Hal ini dikarenakan sikap kasar atau kekerasan dalam mengajar membahayakan jasmani bagi anak. Jika anak diperlakukan kasar dan keras, hatinya menjadi sempit, hilang kecerdasannya, bahkan ia akan terdorong untuk berdusta dan berbuat kotor (Kosim, 2012: 102). Perspektif tersebut membuktikan bahwa Ibn Khaldun menaruh perhatikan tentang perlindungan anak dalam dunia pendidikan yang mana anak butuh kasih sayang bukan kekerasan. Ini adalah sebagian kecil perspektif pendidikan Ibn Khaldun tentang perlindungan anak dan masih banyak perspektif pendidikannya yang memperhatikan perlindungan anak. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik akan konsep pendidikan Islam Ibn Khaldun dalam rangka perlindungan anak. Untuk itu, penulis mengangkat judul, “Perlindungan Anak Hak dalam Perspektif Pendidikan Islam Ibn Khaldun”. 222 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 Ada tiga rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1) apa saja perlindungan anak menurut UU No. 23 tahun 2002 yang kemudian disempurnakan dengan UU No 35 tahun 2014 ?; 2) bagaimana konsep pendidikan Islam tentang anak?; 3) Bagaimana pandangan Ibn Khaldun tentang hak perlindungan anak dalam pendidikan Islam? PERLINDUNGAN ANAK 1. Latar Belakang UU No. 23 tahun 2002 UU No. 23 tahun 2002 dibuat karena buruknya kondisi anak di Indonesia. Undang-undang ini lahir setelah Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Hak Anak pada tanggal 20 November 1989. Setelah KHA diratifikasi, konvensi tersebut mendapat dukungan yang banyak dari anggota PBB termasuk Indonesia. Langkah selanjutnya setelah meratifikasi KHA, Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 36 tahun 1990 sebagai bukti pengesahan peratifikasian Konvensi Hak Anak. Dengan dikeluarkan keppres tersebut, Indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan hak-hak anak dengan segala konsekuensinya (Hidayah, 2007: 95-96). Setelah KHA diratifikasi Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990 tepatnya tanggal 25 Agustus 1990, Indonesia belum mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi Hak Anak. Indonesia butuh waktu 12 tahun untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang Perlindungan Anak. Pada tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia resmi menetapkan UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang sesuai KHA (Siswadi, 2011: 99-100). Selanjutnya, karena perubahan sosial yang sangat dinamis, muncul kasus-kasus yang belum terakomodir dalam UU No 23 tahun 2002 sehingga muncul UU No 35 tahun 2014 tertanggal 17 oktober 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2. Isi UU Perlindungan Anak Substansi dari UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No 35 tahun 2014 adalah hak anak, prinsip perlindungan anak, kewajiban anak, perlindungan khusus dan ketentuan pidana. Beberapa hak anak yang tertuang dalam undang-undang tersebut yaitu hak kelangsungan hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak berpartisipasi, hak sipil dan CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 223 kebebasan, hak perawatan, hak pengasuhan, hak pemanfaatan waktu luang, hak kesehatan dan kesejahteraan, serta hak pendidikan dan kebudayaan. Prinsip perlindungan anak adalah non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak. Kewajiban anak adalah menghormati orang tua, wali dan guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. Adapun perlindungan khusus ditujukan bagi anak dalam situasi darurat, anak-anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak korban kekerasan, baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, kekerasan seksual dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran . Ketentuan pidana bagi seseorang yang melanggar UU PA (tindak kekerasan, ancaman, eksploitasi, perdagangan anak, perkosaan, pembunuhan) selain dihukum pidana penjara berkisar antara 2 sampai dengan 15 tahun dan atau di denda antara Rp 20.000.000 sampai Rp. 5.000.000.000. 3. Hak Perlindungan Anak Perlindungan berasal dari kata lindung, mendapatkan awalan per- dan akhiran –an. Lindung merupakan kata kerja yang memiliki arti menempatkan dirinya di bawah (berbalik, dibelakang). Adapun perlindungan mempunyai arti hal (perbuatan dsb) memperlindungi (KBBI, 1995: 674). Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 1/UU PA No. 35 tahun 2014). Hak perlindungan anak dapat dilaksanakan dengan menunaikan hak anak dan kewajiban anak. Hak anak tersebut adalah hak hidup, tumbuh dan berkembang; hak beribadah, berpikir, dan berekspresi; hak pendidikan; hak menyatakan dan didengar pendapatnya; dan hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Adapun kewajiban anak adalah menghormati orang tua, wali dan guru; mencintai keluarga, 224 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. 4. Penanggungjawab Perlindungan Anak Telah disebutkan di atas, beberapa hak anak yang harus dipenuhi. Akan tetapi, siapa yang bertanggung jawab atas hak perlindungan anak. Penanggung jawab perlindungan anak adalah sebagai berikut: a. Orang tua Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan /atau ibu tiri, atau ayah dan / atau ibu angkat. Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Orang tua merupakan orang pertama dan utama dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Bentuk kewajiban dan tanggungjawab orang tua terhadap anak yaitu mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai kemampuan, bakat, dan minat anak; mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak (Pasal 26/UU No. 35 tahun 2014). b. Negara dan Pemerintah Pemerintah merupakan salah satu unsur penting daripada negara. Tanpa pemerintah, maka negara tidak ada yang mengatur. Pemerintah merupakan roda negara. Pemerintah yang dimaksud yaitu pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. Negara menurut KBBI (2005: 777) adalah organisasi dalam suatu wilayah tertentu yang diatur oleh kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyat. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan / atau mental. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan fasilitas (sarana prasarana) dalam penyelenggaraan perlindungan anak dan menyediakan aksesbilitas bagi anak dalam menjamin perlindungannya. Selain itu, negara dan pemerintah berkewajiban mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 225 Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah. (Pasal 21,22, dan 23 /UU No. 35 tahun 2014). c. Masyarakat Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan / atau organisasi kemasyarakatan. Menurut Abu Ahmadi (1988: 97), masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindunagn anak. Peran masyarakat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa Masyarakat berperan dalam perlindungan anak dengan cara: memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai hak anak dan peraturan perundang-undangan tentang anak; memberikan masukan dalam perumusan kebijakan yang terkait perlindungan anak; melaporkan kepada pihak berwenang jika terjadi pelanggaran hak anak; berperan aktif dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi anak; melakukan pemantauan, pengawasan dan ikut bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh kembang anak;. berperan aktif dengan menghilangkan pelabelan negatif terhadap anak korban; dan memberikan ruang kepada anak untuk dapat berpartisipasi dan menyampaikan pendapat. (Pasal 72 UU PA No 35 tahun 2014) PENDIDIKAN ISLAM TENTANG ANAK 1. Definisi Pendidikan Islam Kata pendidikan berasal dari kata dasar “didik” dan mendapatkan imbuhan pen- dan akhiran –an. Didik merupakan kata dasar yang mempunyai arti memberi ajaran atau tuntunan mengenai tingkah laku kesopanan dan kecerdasan pikiran. Adapun kata pendidikan merupakan kata benda yang memiliki arti proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha 226 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI, 2011: 225226). Penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses memanusiakan manusia berdasarkan fitrahnya sesuai ajaran Islam, serta memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain untuk mencapai kebahagian di dunia dan diakhirat. 2. Tujuan Pendidikan Islam Pendidikan Islam memiliki tujuan yang berfungsi sebagai standar untuk mengakhiri usaha. Penulis menyimpulkan tujuan pendidikan Islam dibedakan menjadi tiga, yaitu a. Tujuan individu, yaitu pendidikan membentuk manusia menjadi insan kamil seperti Ahmad Tafsir b. Tujuan sosial, pendidikan memberikan perubahan ke arah yang baik bagi masyarakat disekitarnya c. Tujuan profesional, pendidikan merupakan kegiatan pengajaran yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik 3. Prinsip Pendidikan Islam Prinsip dalam KBBI (1995: 321) adalah dasar, asas kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir. Prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak dan sebagainya. Adapun prinsip pendidikan Islam adalah asumsi dasar atau dasar alasan para pencetus atau pembuat konsep bagi eksistensi ilmu pendidikan atau pendidikan Islam. penulis setuju dengan pemikiran Ramayulis bahwa prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, pendidikan integral dan terpadu, pendidikan yang seimbang, pendidikan yang universal dan pendidikan yang dinamis. 4. Konsep Pendidikan Islam tentang Anak Konsep pendidikan Islam tentang anak adalah upaya sadar (kewajiban) yang dilakukan pendidik kepada peserta didik yang bertujuan membentuk anak menjadi insan kamil yang dilakukan dalam lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat yang berpedoman pada prinsip pendidikan dan berlandaskan ajaran Islam. Yang dimaksud insan kamil adalah manusia yang sempurna atau manusia yang bertakwa, atau manusia beriman. Mengambil ungkapan dari Ahmad Tafsir bahwa manusia yang sempurna adalah sehat dan kuat jasmaninya; cerdas dan pandai akalnya; dan takwa CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 227 kepada Allah hatinya. Adapun prinsip pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan manusia seutuhnya; pendidikan yang integral dan terpadu; pendidikan yang seimbang; pendidikan yang universal; dan pendidikan yang dinamis. KONSEP PERLINDUNGAN ANAK IBN KHALDUN 1. Riwayat Hidup Ibn Khaldun Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332 M. Nama lengkapnya adalah Waliyyudin Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Al-Hasan Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Abdurrahman Ibn Khaldun. Ia menyebut asal-usulnya dari bangsa Arab Hadramaut dan silsilahnya dari Wail Ibn Hajar. Kakeknya bernama Khalid yang terkenal dengan nama Khaldun Ibn Usman Ibn Hani Ibn Al-Khattab Ibn Kuraib Ibn Ma’adi Karib Ibn Al-Haris Ibn Wail Hajar (Enan, 2013: 14-15). Nama “Ibn Khaldun “ sendiri dinisbatkan pada kakeknya yang kesembilan yaitu Khalid (Kosim, 2012: 13). Menurut Ali Abdul Wahid Wafi’ yang dikutip oleh Muhammad Kosim (2012: 14-28) kehidupan Ibn Khaldun dibagi empat fase yaitu Fase perkembangan dan menuntut ilmu (732-751H/1332-1350M), Fase Politik dan Kiprahnya dalam bidang pemerintahan di Maroko dan Andalusia (751-776H/1351-1374M), Fase Menulis (776-784 H/1374-1382 M), dan Fase Tugasnya dalam bidang Pengajaran dan Pengadilan di Mesir (784-808H/1382-1406M). Pada tahun 26 Ramadhan 808 H, Ibn Khaldun meninggal dunia dalam usia 76 tahun dan ketika itu ia masih menjabat sebagai hakim. Ibn Khaldun dimakamkan di pekuburan yang berada di Khariju Babu Nasr yang berada dalam daerah Ridaniah yang sekarang disebut dengan Abbasiyah. Perjalanannya yang panjang serta aktivitas politik dan intektualnya membuktikan bahwa Ibn Khaldun adalah tokoh pengembara yang kaya akan ilmu pengetahuan baik secara teoritis maupun praktis. Ibn Khaldun meninggalkan warisan intelektual yaitu kitab muqaddimah, al-‘ibar dan at-ta’rif. 2. Pandangan Ibn Khaldun tentang Pendidikan Islam Manusia merupakan subyek dan sekaligus obyek dalam pendidikan. Sebelum berbicara tentang pendidikan Islam, alangkah baiknya mengetahui hakikat manusia terlebih dahulu. Menurut Ibn Khaldun dalam kitab muqaddimahnya, hakikat manusia di bagi beberapa segi berikut ini: 228 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 a. Manusia sebagai makhluk berpikir b. Manusia sebagai makhluk yang utuh c. Manusia sebagai khalifah fi ardhi d. Manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial Konsep pendidikan Islam Ibn Khaldun adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yang ditinjau dari tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pengajaran, dan prinsip pengajaran. Tujuan pendidikan Islam adalah tujuan peningkatan pemikiran, tujuan peningkatan kemasyarakatan, dan tujuan peningkatan kerohaniahan. Materi pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu ilmu aqly, ilmu naqly, dan ilmu bahasa. Metode pengajaran yaitu metode hafalan, metode dialog, metode widya wisata, metode keteladanan, metode pengulangan dan bertahap, dan metode sanksi edukatif. Prinsip pengajaran adalah mengajarkan materidari inderawi ke rasional, menggunakan sarana untuk pembelajaran, prinsip spesifikasi dan integrasi, prinsip kontinuitas dalam penyajian materi, menghindari kekerasan terhadap murid, dan jangan mengajarkan ilmu dari hasil ringkasan. Ibn Khaldun juga berbicara tentang lingkungan pendidikan. lingkungan pendidikan merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi orang tua (keluarga), masyarakat dan negara. 3. Pandangan Ibn Khaldun tentang Perlindungan Hak Anak dalam Pendidikan Islam Hak hidup merupakan hak dasar yang paling hakiki. Hak hidup anak harus diterima dalam segala bidang kehidupan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Setiap anak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dirasakan oleh semua anak tanpa pandang hulu, tanpa membedakan status sosial, dan tanpa pandang agama. Begitu banyak persoalan yang terjadi dalam dunia pendidikan, yang membahayakan bagi perkembangan mental anak. Untuk itu, pendidikan yang seperti apa yang harus diterima anak di bangsa ini. Pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang didalamnya dapat menjamin hak perlindungan anak. Menurut penulis, konsep pendidikan Islam Ibn Khaldun memperhatikan hak perlindungan anak, meskipun tidak secara rinci. Pandangan Ibn Khladun tentang perlindungan anak dalam pendidikan Islam dibahas menjadi dua komponen yaitu hak CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 229 perlindungan anak dalam pendidikan Islam dan penanggung jawab hak perlindungan anak dalam pendidikan Islam. Hak perlindungan anak dalam pendidikan Islam menurut Ibn Khaldun dapat dilaksanakan dengan dua tahap yaitu cara pandang terhadap anak dan cara memperlakuakan anak. Pertama, cara pandang terhadap anak. Hak perlindungan terhadap anak dapat dilakukan pertama kali dengan mengetahui dan memahami hakikat anak. Pengetahuan hakikat diri anak hanya termasuk dalam takaran kognitif saja. Selanjutnya, pengetahuan tersebut meningkat ke arah pemahaman. Tingkatan pemahaman termasuk dalam takaran afektif. Jadi, mengetahui dan memahami hakikat anak merupakan langkah awal dalam pelaksanaan hak-hak anak. Kedua, cara memperlakukan anak. Apabila seseorang telah tahu dan paham akan hakikat anak tersebut. Langkah selanjutnya, hak perlindungan anak meningkat ke arah aspek psikomotorik yaitu cara memperlakukan anak. Cara memperlakukan anak harus disesuaikan dengan hakikat anak atau kondisi anak tersebut. Di dalam pendidikan, anak harus mendapatkan hak-haknya. Hak anak meliputi hak hidup, tumbuh dan berkembang, hak beribadah, berpikir dan berekspresi, hak memperoleh pendidikan, hak menyatakan pendapat, dan hak perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi. Hak tersebut dapat diterima anak dalam kegiatan belajar mengajar maupun di luar KBM. Hak tersebut bisa didapat anak melalui materi pembelajaran, metode pengajaran dan prinsip pengajaran. Penanggung jawab hak perlindungan anak dalam pendidikan Islam dapat dilakukan oleh orang tua, guru, masyarakat umum, dan negara. Orang tua harus selektif dalam memilih lembaga pendidikan bagi anaknya. Guru dan orang tua harus terjalin komunikasi yang baik dalam rangka pelaksanaan hak perlindungan anak dalam dunia pendidikan. lingkungan disekitar anak harus diwapadai guna menjamin hak perlindungan anak. Selain itu, negara juga menjamin hak perlindungan anak dalam pendidikan Islam melalui kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan. SIMPULAN Kelangsungan hidup anak adalah hak asasi yang harus dipenuhi. Kelangsungan hidup anak dapat dilaksanakan melalui hak perlindungan anak. Hak perlindungan anak dapat dipenuhi dalam dunia pendidikan, tak terkecuali pendidikan Islam. Untuk itu, 230 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul ”Hak Perlindungan Anak dalam Pendidikan Islam (Analisis Undang-Undang Perlindungan Anak dan Ibn Khaldun)”. Dari hasil penelitian tersebut, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut, 1. Perlindungan anak menurut UU No. 23 tahun 2002 yang disempurnakan dalam UU No 35 tahun 2014 adalah hak hidup, tumbuh dan berkembang; hak beribadah, berpikir, dan berekspresi; hak memperoleh pendidikan; hak menyatakan dan didengar pendapatnya; dan hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Konsep pendidikan Islam tentang anak adalah upaya sadar (kewajiban) yang dilakukan pendidik kepada peserta didik yang bertujuan membentuk anak menjadi insan kamil yang dilakukan dalam lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat yang berpedoman pada prinsip pendidikan dan berlandaskan ajaran Islam. Yang dimaksud insan kamil adalah manusia yang sempurna atau manusia yang bertakwa, atau manusia beriman. Mengambil ungkapan dari Ahmad Tafsir bahwa manusia yang sempurna adalah sehat dan kuat jasmaninya; cerdas dan pandai akalnya; dan takwa kepada Allah hatinya. Adapun prinsip pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan manusia seutuhnya; pendidikan yang integral dan terpadu; pendidikan yang seimbang; pendidikan yang universal; dan pendidikan yang dinamis. 3. Ibn Khaldun memandang bahwa konsep pendidikan Islam sangat memperhatikan hak perlindungan anak ditinjau dari segi tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pengajaran, dan prinsip pengajaran. Konsep pendidikan Islam Ibn Khaldun adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang memanusiakan manusia merupakan salah satu hak perlindungan anak yang mana pendidikan berupaya memenuhi hak-hak anak secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiannya. Hak perlindungan anak dalam pendidikan Islam dapat dilaksanakan dengan dua tahap. Pertama, perlindungan anak dimulai dengan cara pandang terhadap anak. Kedua, dengan cara memperlakukan terhadap anak. Hak perlindungan anak dalam dunia pendidikan Islam merupakan tanggung jawab orang tua, guru, masyarakat dan negara. CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015 231 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, J. Athfal al-Muslimin, Kaifa Rabaahum an-Nabiy al-Amin?.(terj.) Ardiangingsih, Jujuk Najibah (2003). Pendidikan Ala Kanjeng Nabi: 120 Cara Rasulullah SAW Mendidik Anak. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Ahmadi, A. (1988). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bina Aksara. Alam, A dan Fauzan. (2008). Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media Group ________. Ihya’ Ulumuddin. (terj.) Zuhri, Moh (1994) Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama Islam Jilid IV. Semarang: CV. Asy-Syifa. Enan, M.A. (1979). Ibn Khaldun : His Life and Work. (terj.) Husein, Machnun (2013) Biografi Ibn Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak Sosiologi Dunia. Jakarta: Zaman. Hasbullah. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hidayah, N. (2007). Sosialisasi Nilai-Nilai Anak Sebagai Upaya Preventif Child Abuse. Ekbisi; Jurnal Humanitas, Vol. 7, No. 2, Agustus 2007. Ismail dkk. (2009). Analisis Semiotika kekerasan Terhadap Anak dalam Film Ekskul. Ekbisi; Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 7, No. 1, Jan-April 2009. Khaldun, Ibn. Muqaddimah. (terj.) Ahmadie Thoha (2000) Muqaddimah Ibn Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus. UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 232 CAKRAWALA, Vol. X, No. 2, Desember 2015