41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Pewarnaan

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Isolasi dan Pewarnaan Gram Bakteri
Tahapan awal proses isolasi bakteri yaitu melakukan penggerusan usus
bagian pyloric caeca, pengenceran, penanaman bakteri pada media agar dan
dilakukan pemurnian bakteri hingga memperoleh koloni tunggal (Lampiran 2).
Berdasarkan hasil isolasi bakteri usus ikan bawal air tawar (Colossoma
macropomum) didapat empat isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik
(Tabel 6). Bobot atau berat bawal air tawar yang digunakan adalah 76,95 g dengan
panjang 18,5 cm. Berat usus ikan tersebut yaitu 1,3 g dengan panjangnya 20 cm
dan derajat keasaman (pH) usus 6,5.
Tabel 6. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal
Air Tawar (Colossoma macropomum)
No
Kode Isolat
Warna Koloni
Bentuk
Gram (+/-)
1
2
3
4
P.1
P.2
P.3
P.4
Putih Pucat
Putih Bening
Putih Bening
Putih Susu
Coccus
Bacillus
Coccus
Bacillus
+
+
-
Sampel berikutnya yaitu ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) dengan
berat 550 gram dan panjang ikan 34,5 cm serta derajat keasaman (pH) usus 6,
berat usus 3,4 g. Isolasi bakteri usus bawal bintang sama hal nya seperti bawal air
tawar yaitu di bagian pyloric caeca dan didapatkan enam isolat bakteri yang
memiliki aktivitas proteolitik. Hasil identifikasi menggunakan pewarnaan bakteri
terhadap isolat-isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
41
42
Tabel 7. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal
Bintang (Trachinotus blochii)
No
Kode Isolat
Warna Koloni
Bentuk
Gram (+/-)
1
2
3
4
5
6
PB.1
PB.2
PB.3
PB.4
PB.5
PB.6
Kuning Pucat
Putih
Putih Bening
Putih susu
Kuning Muda
Kuning
Coccus
Bacillus
Staphylococcus
Bacillus
Bacillus
Coccus
+
-
Bakteri yang terdapat pada usus ikan sebagian besar merupakan bakteri
gram negatif karena sesuai dengan derajat keasaman usus yang mendekati alkalin
sehingga cocok sebagai habitat bakteri tersebut. Menurut Jawetz et al (2001)
bakteri dibagi dalam golongan gram positif dan gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan antara bakteri gram positif dan
gram negatif disebabkan oleh perbedaan dinding sel. Dinding sel bakteri gram
positif sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
suatu struktur yang tebal dan kaku. Peptidoglikan pada dinding sel bakteri ini
membuat bakteri gram positif resisten terhadap lisis osmotik.
Penggolongan bakteri dengan pewarnaan gram dapat
dibedakan
berdasarkan tampilan warna sel bakteri tersebut. Bakteri dikatakan gram negatif
apabila berwarna merah dan bakteri bersifat gram positif apabila tampilan selnya
berwarna ungu.
Menurut Gupta (1990) bakteri gram negatif terdiri atas satu atau sangat
sedikit lapisan peptidoglikan pada dinding selnya. Selain itu dinding sel bakteri
gram negatif ini mengandung sejumlah polisakarida dan lebih rentan terhadap
kerusakan mekanik dan kimia. Perbedaan warna pada koloni bakteri terjadi karena
perbedaan pigmen intraseluler yang dihasilkan oleh bakteri.
43
4.2.
Uji Aktivitas Proteolitik
Pengujian aktivitas proteolitik pada isolat bakteri yang didapat, dilakukan
dengan menambahkan susu skim 1% pada medium agar dan TSB (Tripticase Soy
Broth). Hal ini berfungsi untuk melihat isolat bakteri dalam membentuk zona
bening terhadap protease.
Tabel 8. Uji Aktivitas Proteolitik pada Isolat BakteriIkan Bawal Air Tawar
(Colossoma macropomum)
Diameter Zona Bening (mm) Diameter Bakteri (mm)
Indeks
No
Kode
I
II Rata –rata I
II
Rata-rata Proteolitik
Isolat
1
P.1
4,82
4,07 4,445
2,92 1,51 2,215
2,007
2
P.2
7,98
6,39
7,185
2,99 2,28 2,635
2,727
3
P.3
3,96
3,85 3,905
1,98 1,81 1,895
2,061
4
P.4
6,52
4,35 5,435
2,22 1,85
2,035
2,671
Dari empat isolat bakteri yang didapatkan semuanya menghasilkan zona
bening yang menunjukkan adanya aktivitas proteolitik. Isolat bakteri P.2
merupakan isolat bakteri yang memiliki nilai indeks proteolitik terbesar,
sedangkan bakteri P.1 merupakan isolat bakteri yang memiliki nilai indeks
proteolitik terkecil (Tabel 8). Besarnya indeks proteolitik berkaitan dengan
peningkatan diameter zona hambat yang secara proporsional berhubungan dengan
peningkatan diameter koloni bakteri sebagai contoh pada isolat P.2 memiliki
diameter bakteri terbesar sehingga menunjukkan zona bening dan indeks
proteolitik tertinggi. Hasil isolat bakteri sampel ikan bawal bintang (Trachinotus
blochii) penghitungan aktivitas proteolitik disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Uji Aktivitas Proteolitik pada Isolat Bakteri Ikan Bawal Bintang
(Trachinotus blochii)
Diameter Zona Bening (mm) Diameter Bakteri (mm)
Indeks
No
Kode
I
II Rata –rata I
II
Rata-rata Proteolitik
Isolat
1
PB.1
67,45 53,41
60,43 59,08 39,03
49,055
1,232
2
PB.2
73,38 68,25
70,815 65,43 65,71
65,57
1,079
3
PB.3
49,16 49,98
49,57 43,69 45,03
44.36
1,117
4
PB.4
18,59 18,34
18,465 10,93 10,64
10,785
1,712
5
PB.5
52,25 53,13
52,705 46,36 35,51
40,935
1,288
6
PB.6
72,89 68,25
70,57 64,16 64,81
64,485
1,094
Indeks proteolitik = rata-rata diameter zona bening / rata-rata diameter bakteri
44
Pemilihan susu skim digunakan dalam penentuan aktivitas enzim protease.
Dimana susu skim digunakan sebanyak 1%. Aktivitas protease diuji dengan
mengukur kadar asam amino sebagai produk hidrolisis protein dari susu skim oleh
enzim protease. Susu skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim
merupakan susu yang mengandung protein tinggi 3.7 % dan lemak 0.1% ( Jay,
1991). Susu skim mengandung kasein sebagai protein susu dimana akan dipecah
oleh mikroorganisme proteolitik menjadi senyawa nitrogen terlarut sehingga pada
koloni dikelilingi area bening, menunjukkan mikroba tersebut mempunyai
aktivitas proteolitik ( Fardiaz,1992). Salah satu bakteri dari sampel ikan bawal
bintang (Trachinotus blochii) disajikan dalam Gambar 6.
Gambar. 6
Uji Aktivitas Proteolitik Pada Media Susu Skim(Isolat PB.4)
.
Dari seluruh isolat bakteri yang didapat, hanya bakteri yang memiliki zona
bening yang dipilih karena dengan adanya zona bening menandakan bahwa
bakteri tersbut memiliki aktivitas proteolitik. Isolat yag memiliki aktivitas
proteolitik pada usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropmum) diberi kode
isolat P.1, P.2, P.3 dan P.4. Sedangkan isolat dari usus ikan bawal bintang
(Trachinotus blochii) diberi kode isolat (PB.1, PB.2, PB.3, PB.4, PB.5, dan PB.6)
juga memiliki aktivitas proteolitik. Kemudian pada sepuluh bakteri tersebut hanya
enam isolat yang dilakukan karakterisasi secara molekuler untuk mengetahui
jenis/spesies bakteri tersebut. Pemilihan isolat tersebut berdasarkan indeks
proteolitik yang paling besar dan untuk isolat bawal bintang pemilihan dilakukan
berdasarkan morfologi bakteri yang berbeda dilihat dari warna dan bentuk koloni.
45
4.3.
Karakterisasi Molekuler
4.3.1. Isolasi DNA Genom Bakteri
Isolasi DNA genom menggunakan Wizard Genomic Purification Kit.
Isolasi DNA secara umum mempunyai empat tahap, yaitu pemecahan sel,
ekstraksi DNA presipitasi DNA dan pencucian DNA. Penggunaan Nuclei Lysis
Solution dan RNase Solution berperan dalam proses pemecahan sel dan ekstraksi
DNA sedangkan dalam tahap presipitasi menggunakan Protein Precipitation dan
terakhir pencucian pellet hasil isolasi DNA genom menggunakan etanol 70%.
Elektroforesis dilakukan agar dapat melihat DNA genom yang telah
diamplifikasi. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan agar 1% dengan
tegangan 75 volt selama 85 menit. Dilanjutkan dengan perendaman menggunakan
EtBr (etidium-bromida) dan akuades. Kemudian hasilnya menggunakan sinar UV
dengan panjang gelombang 312 nm (Gambar 7).
Gambar 7. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA GenomIsolat Bawal Air Tawar
Keterangan:
P.1
= Isolat Bakteri Kode P.1
P.2
= Isolat Bakteri Kode P.2
P.3
= Isolat Bakteri Kode P.3
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
46
Berdasarkan visualisasi hasil elektroforesis (Gambar 7), terdapat pita pada
semua sampel tetapi sampel dengan kode P.1 tidak begitu terang pada gel
elektroforesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi DNA genom yang
kecil sehingga menyebabkan tipisnya pita DNA genom pada hasil elektroforesis.
Sampel dengan kode P.2 dan P.3 pita yang didapat tebal. Semua sampel hanya
terdapat satu pita dan tidak menumpuk.
Gambar 8. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA Genom Isolat Bawal Bintang
Keterangan:
PB.1 = Isolat Bakteri Kode PB.1
PB.2 = Isolat Bakteri Kode PB.2
PB.3 = Isolat Bakteri Kode PB.3
PB.4 = Isolat Bakteri Kode PB.4
PB.5 = Isolat Bakteri Kode PB.5
PB.6 = Isolat Bakteri Kode PB.6
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
Pada hasil isolasi DNA genom ikan bawal bintang, pita DNA genom yang
muncul pada semua sampel tidak begitu terang di gel elektroforesis (Gambar 8).
Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa kemungkinan yaitu konsentrasi DNA
genom yang terlalu sedikit atau kualitas etidium-bromida yang digunakan ketika
perendaman memiliki kualitas yang kurang baik sehingga menyebabkan tipisnya
pita DNA genom pada hasil elektroforesis.
4.3.2. Amplifikasi Gen 16S rRNA
Pada tahapan ini, seluruh sampel hasil isolasi DNA genom diambil untuk
dilakukan proses amplifikasi PCR menggunakan gen penyandi 16S rRNA
47
(Tabel 2). Pada proses ini digunakan siklus PCR (Tabel 4) dari penelitian Sadi
(2009) yang dioptimasi oleh Lewaru (2012). Primer yang digunakan adalah
primer universal yang digunakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA dengan target
amplikon 1.500 bp. Gen 16S rRNA pada bakteri memiliki tingkat keragaman
yang tinggi karena terdapat pada organisme prokariotik. Primer merupakan
komponen paling penting dalam reaksi PCR karena dapat menentukan daerah
genom yang akan diamplifikasi.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap
berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA template, penempelan
(annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (elongasi) primer
atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase. Proses pertama
dalam reaksi PCR adalah denaturasi, pada penelitian ini suhu denaturasi yang
digunakan adalah 95oC selama 2 menit.
Tahap kedua yaitu penempelan primer (annealing), primer akan menuju
daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada penelitian
dilakukan pada suhu 55oC selama 1 menit. DNA polymerase akan berikatan
dengan primer sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan
tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya. Tahap
annealing ditandai dengan pelekatan primer ke sequence komplementer pada
kedua sisi sequence target, pada suhu 50-65 °C. Suhu annealing yang baik adalah
5-10 °C di bawah nilai Tm amplifikasi primer.
Proses PCR yang ketiga adalah elongasi. Umumnya, reaksi polimerisasi
atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 75 oC, pada penelitian ini
berlangsung selama 2 menit. Elongasi merupakan tahap pemanjangan untai DNA
baru yang dimulai oleh pemanjangan primer dengan bantuan DNA polimerase,
yaitu Taq DNA polymerase, dari arah 5‘ ke 3‘ yang terjadi pada suhu 72 °C (Klug
et al, 1994). Proses PCR berlangsung 30 siklus. Hasil amplifikasi dengan PCR
dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa dan secara langsung divisualisasikan
setelah pewarnaan dengan etidium-bromida (Gambar 9).
48
Gambar 9. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA (Colossoma
macropomum)
Keterangan:
P.1
= Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri kode P.1
P.2
= Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode P.2
P.3
= Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode P.3
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
Sampel hasil isolasi DNA genom dari ikan bawal air tawar (Colossoma
macropomum) yang diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR yaitu isolat
dengan kode P.1, P.2 dan P.3. Untuk isolat P.3 pita yang didapat tipis sehingga
kurang jelas terlihat di kamera. Kemungkinan hal ini terjadi karena DNA template
yang diambil pada saat elektroforesis terlalu banyak. Pada Gambar 9, menunjukan
bahwa pita dari produk amplifikasi (hasil amplifikasi) berada pada ukuran 1.500
bp sesuai dengan target amplifikasi dari primer 16S rRNA yang digunakan.
Sehingga sampel hasil amplifikasi tersebut dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya
yaitu sekuensing. Pemilihan sampel untuk disekuensing selain dari indeks
proteolitik yang besar juga dilihat dari kualitas pita hasil amplifikasi.
49
Gambar 10. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi oleh 1st BASE
Keterangan:
1. Kode Bakteri P.2
2. Kode Bakteri P.1
Sebelum dilakukan sekuensing, terlebih dahulu dilakukan purifikasi
produk amplifikasi oleh 1st BASE (Gambar 10). Hasil purifikasi produk
amplifikasi menunjukan bahwa pita produk amplifikasi yang akan disekuensing
berada pada ukuran 1.500 bp. Berdasarkan hasil purifikasi untuk isolat P.1 tampak
adanya multiple band dan diduga isolat tersebut belum tunggal. Pita pada isolat
P.1 tida konsisten sehingga isolat tersebut tidak dilanjutkan ke tahap sekuensing.
Selanjutnya dilakukan optimasi kembali pada isolat P.4 untuk mendapatkan dua
isolat terbaik pada sampel bawal air tawar. Untuk isolat P.2 hasil yang didapat
hanya satu pita sehingga dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing. Hasil purifikasi
produk amplifikasi isolat P.2 dan P.4 menunjukan bahwa pita produk amplifikasi
berada pada ukuran 1.500 bp sehingga dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing.
50
Gambar 11. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA (Trachinotus
blochii)
Keterangan:
PB.3 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.3
PB.4 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.4
PB.5 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.5
PB.6 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.6
M
= Marker DNA Ladder 1 kb
Pada Gambar 11, sampel hasil isolasi DNA genom ikan bawal bintang
(Trachinotus blochii) yang diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR yaitu
isolat dengan kode PB.3, PB.4, PB.5 dan PB.6. Isolat tersebut dipilih berdasarkan
koloni bakteri yang sangat berbeda dengan koloni bakteri yang diisolasi dari
bawal air tawar (Colossoma macropomum). Dari semua isolat pita yang didapat
hanya satu dan jika diperhatikan berdasarkan visualisasi pita tersebut dapat
terlihat jelas. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pita dari produk PCR (hasil
amplifikasi) berada pada ukuran 1.500 bp sesuai dengan target amplifikasi dari
primer 16S rRNA yang digunakan. Sehingga sampel hasil amplifikasi tersebut
dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu sekuensing. Pemilihan isolat yang
akan disekuensing berdasarkan dari bentuk bakteri yang sangat berbeda diantara
yang lainnya ketika dilakukan pewarnaan gram dan berdasarkan indeks proteolitik
terbesar maka dipilih PB.4 dan PB.5.
51
Gambar 12. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi oleh 1st BASE
Keterangan:
1. Kode Bakteri PB.4
2. Kode Bakteri PB.5
Hasil purifikasi produk amplifikasi untuk isolat PB.4 dan PB.5
menunjukan bahwa pita produk amplifikasi yang akan disekuensing berada pada
ukuran 1.500 bp (Gambar 12).
4.3.3. Sekuensing Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA
Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA yang telah sesuai pada ukuran target
yaitu 1.500 bp kemudian disekuensing. Pada tahapan ini, sekuensing dilakukan
menggunakan jasa 1stBASE. Pada prosesnya, sekuensing dilakukan dengan
menggunakan primer forward dan reverse 16S rRNA yang sama dengan saat
amplifikasi PCR.
Hasil sekuensing (Lampiran 8 dan 10) berupa urutan basa-basa nukleotida
penyusun DNA gen dari sampel bakteri yang dikarakterisasi secara molekuler.
Sequencing DNA adalah suatu proses untuk menentukan susunan basa (A, T, G,
dan C) yang membentuk DNA. Sequencing DNA pada umumnya menggunakan
primer untuk mengawali sintesis DNA. Primer tersebut menentukan titik awal
sintesis dan arah reaksi sequence DNA (Muladno 2002). Metode sequencing yang
umumnya digunakan, yaitu metode Maxam-Gilbert dan Sanger. Metode MaxamGilbert merupakan metode sequencing yang menggunakan bahan kimia spesifik
52
untuk memotong untai fragmen DNA target, sedangkan metode Sanger
menggunakan enzim DNA polimerase untuk membentuk salinan komplementer
dari fragmen DNA target (Sambrook et al. 1989). Sequencing oleh 1st BASE
menggunakan metode Sanger.
Sebagian besar proses Sequencing telah dimodifikasi menjadi suatu
program pada komputer, sehingga dikenal sebagai automated DNA sequencing.
Proses tersebut merupakan modifikasi dari metode Sanger yang diawali oleh tahap
cyclesequencing.
Cycle
sequencing
adalah
metode
amplifikasi
DNA
menggunakan satu jenis primer dan dua jenis nukleotida yaitu deoksinukleosida
trifosfat (dNTP) dan dideoksinukleosida trifosfat (ddNTP). Pelekatan ddNTP pada
sequence DNA hasil amplifikasi akan menyebabkan proses amplifikasi terhenti
akibat hilangnya gugus oksida pada untai 3‘ sehingga enzim DNA polimerase
tidak dapat menempelkan dNTP pada basa berikutnya. Proses amplifikasi DNA
pada akhirnya akan menghasilkan fragmen yang berbeda-beda ukurannya yang
basa terakhirnya merupakan ddNTP. Automated DNA sequencing menggunakan
ddNTP yang diberi pewarna berfluoresens. Pada saat produk hasil cycle
sequencing dijalankan pada mesin sequencing, maka sinar laser yang mengenai
ddNTP akan berfluoresensi dan dibaca oleh detektor yang terhubung dengan
komputer dan menghasilkan grafik elektroferogram (Griffiths et al, 1996).
4.4.
Analisis Bioinformatik
4.4.1. Pengolahan Data Bioedit
Hasil sekuensing yang diperoleh berupa data mentah (Lampiran 8 dan 10)
yang harus diolah menggunakan perangkat/ program BioEdit selanjutnya diolah
secara manual (Lampiran 8). Data yang diperoleh dari hasil penggunaan program
BioEdit digunakan sebagai data dasar untuk diolah kembali pada multiple
aligment (pensejajaran berganda) dengan database sekuen yang ada diGenBank
dengan NCBIBLAST pada level nukleotida dan dapat diakses di website
www.ncbi.nlm.nih.gov.
Basic local alignment search tool (BLAST) merupakan program dari
NCBI yang digunakan untuk mencari similaritas suatu sequence nukleotida atau
53
protein (query sequence) dengan sequence database (subjectsequence) pada
Genbank. Similaritas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui fungsi dari suatu
gen, memperkirakan anggota baru dari suatu famili gen, dan mengetahui
hubungan kekerabatan (Miftakhunnafisah, 2010).
4.4.2. Analisis Hasil BLAST
Penggunaan pensejajaran berganda ini bertujuan untuk mensejajarkan dan
mencocokan hasil sekuensing yang diperoleh dari sampel penelitian dengan data
yang telah ada di GeneBank. Analisis hasil BLAST tersebut memberikan
informasi dan memverifikasi mengenai organisme atau bakteri apa yang
mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan
untuk identifikasi bakteri. Informasi dari hasil BLAST tersebut berupa score,
Query Coverage dan Maximum identity. Score adalah jumlah keselarasan semua
segmen dari urutan database yang cocok dengan urutan nukleotida. Query
coverage adalah persentasi dari panjang nukleotida yang selaras dengan database
yang terdapat pada BLAST. Max identity adalah nilai tertinggi dari persentasi
identitas atau kecocokan
antara sekuen query dengan sekuen database yang
tersejajarkan (Miller et al, 1990)
Tabel 10. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat P.2
Accesion
Score
Query
Max
Deskripsi
Coverage
Identity
(%)
(%)
NR_074828.1 2002
97
92
Pseudomonas otitidis
NR_074828.1
1903
97
91
Pseudomonas aeruginosa
NR_074829.1
1864
97
90
Pseudomonas stutzeri
NR_041715.1
1864
97
90
Pseudomonas stutzeri
Berdasarkan hasil pensejajaran berganda (Tabel 10),
isolat
P.2
menunjukkan bahwa terdapat empat spesies memiliki score yang besar diantara
yang lainnya yaitu Pseudomonas otitidis dengan Query Coverage 97% dan max
ident 92%, Pseudomonas aeruginosa dengan Query Coverage 97% dan max ident
91%, Pseudomonas stutzeri (accession NR_074829.1) dengan Query Coverage
97% dan max ident 90% serta Pseudomonas stutzeri (accession NR_041715.1)
54
dengan Query Coverage 97% dan max ident 90%. Semakin besar score maka
semakin besar kemungkinan kesesuaian/homologinya. Isolat P.2 yang memiliki
score hasil BLAST yang tertinggi adalah bakteri Pseudomonas otitidis
ditunjukkan dengan Query Coverage 97% dan max ident 92% (Tabel 10).
Berdasarkan hal tersebut maka isolat P.2 kemungkinan besar adalah bakteri
Pseudomonas otitidis. Penelitian yang dilakukan oleh Kyungwong (2012)
memberikan hasil bahwa Pseudomonas otitidis (Gen Bank accession AY953147)
100% sama dengan Pseudomonas aeruginosa berdasarkan analisis gen sekuen
16S rRNA, sehingga pada penelitian ini Pseudomonas otitidis juga disamakan
dengan Pseudomonas aeruginosa.
Tabel 11. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat P.4
Accesion
Score
Query
Max
Deskripsi
Coverage
Identity
(%)
(%)
NR_074883.1
717
83
82
Lysinibacillus sphaericus
NR_042072.1
712
83
82
Lysinibacillus fusiformis
NR_042073.1
684
83
81
Lysinibacillus sphaericus
NR_044607.1
623
81
81
Acetobacter pasteurianus
Data hasil BLAST NCBI isolat P.4 menunjukkan bahwa terdapat empat
spesies bakteri yang memiliki score lebih besar diantara yang lainnya yakni
Lysinibacillus sphaericus (accession NR_074883) dengan Query Coverage 83%
dan max ident 82%, Lysinibacillus fusiformis dengan Query Coverage 83% dan
max ident 82%, Lysinibacillus sphaericus (accession NR_042073.1) dengan
Query Coverage 83% dan max ident 81% serta Acetobacter pasteurianus dengan
Query Coverage 81% dan max ident 81%. Isolat P.4 kemungkinan besar
merupakan bakteri Lysinibacillus sphaericus dilihat dari score hasil BLAST yang
tertinggi (Tabel 11).
55
Tabel 12. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat PB.4
Accesion
Score
Query
Max
Deskripsi
Coverage
Identity
(%)
(%)
NR_074883.1
575
93
75
Bacillus cereus
NR_042072.1
575
93
75
Bacillus thuringiensis
NR_042073.1
564
93
75
Bacillus anthracis
NR_044607.1
553
93
75
Bacillus weihenstephanensis
Berdasarkan hasil pensejajaran berganda (Tabel 12), isolat PB.4
menunjukkan bahwa terdapat empat spesies memiliki score yang besar diantara
yang lainnya yaitu Bacillus cereus, Bacillus thuringiensis, Bacillus anthracis dan
Bacillus weihenstephanensis. Keempat spesies bakteri tersebut memiliki tingkat
kesesuaian/homologi yang sama ditunjukkan Query Coverage 93% dan max ident
75%. Isolat PB.4 kemungkinan besar merupakan bakteri Bacillus cereus atau
Bacillus thuringiensis dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi dan nilai E
value yang terendah (Lampiran 14).
Tabel 13. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat PB.5
Accesion
Score
Query
Max
Deskripsi
Coverage
Identity
(%)
(%)
NR_037067.1 2281
97
95
Vibrio furnisii
NR_036790.1 2255
94
96
Vibrio fluvialis
NR_025491.1
2178
97
94
Vibrio hepatarius
NR_036888.1 2145
94
95
Vibrio fulnivicus
Data hasil BLAST NCBI isolat PB.5 menunjukkan bahwa terdapat empat
spesies bakteri yang memiliki score lebih besar diantara yang lainnya yakni Vibrio
furnisii dengan Query Coverage 97% dan max ident 95%, Vibrio fluvialis dengan
Query Coverage 94% dan max ident 96%, Vibrio hepatarius dengan Query
Coverage 97% dan max ident 94% serta Vibrio fulnivicus dengan Query Coverage
94% dan max ident 95%. Isolat PB.5 kemungkinan besar merupakan bakteri
Vibrio furnisii dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi (Tabel 13).
Berdasarkan data hasil BLAST semua isolat yang didapat memiliki
kesesuaian/homologi yang tinggi kecuali isolat PB.4 (Tabel 14). Khumaida dkk
56
dalam Addinilia (2012) menyatakan bahwa tingkat kesamaan nukleotida sekitar
80% sudah termasuk cukup tinggi. Hasil yang diperoleh dengan pensejajaran
berganda dengan data Gen Bank memberikan informasi mengenai bakteri yang
mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi bakteri.
Tabel. 14 Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Homologi Tertinggi
Sampel
Accesion
Query
Max
Deskripsi
Coverage
Identity
(%)
(%)
P.2
NR 074828.1
97
92
Pseudomonas otitidis
P.4
NR_074883.1
83
82
Lysinibacillus sphaericus
PB.4
NR_074540.1
93
75
Bacillus cereus
PB.5
NR_037067.1
97
95
Vibrio furnissii
4.5 Bakteri Proteolitik Pada Saluran Pencernaan Ikan
Protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan
ikatan peptida pada protein. Untuk menentukan kemampuan mikroorganisme
dalam mensekresikan protease yang dapat mendegradasikan protein, maka pada
medium disertakan susu skim yang mengandung kasein dan TSB (Trypticase Soy
Broth). Media TSB juga mengandung kasein dan pepton kedelai yang
menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya
menjadi media bernutrisi untuk bermacam bakteri terutama bakteri yang memiliki
aktivitas proteolitik (MacFaddin, 1985). Kasein merupakan protein utama susu,
suatu mikromolekul yang tersusun atas sub unit asam amino yang dihubungkan
dengan ikatan peptida. Kasein berfungsi sebagai substrat bagi enzim protease.
Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri merupakan tanda hilangnya
partikel kasein di media susu skim. Adanya enzim proteolitik ekstraseluler
bakteri, kasein akan terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino yang larut.
Komposisi bakteri pada air kolam dan sedimen mempengaruhi komposisi
bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan. Komposisi bakteri pada saluran
pencernaan ikan biasanya
didominasi bakteri rod gram negatif (87%), yaitu
Aeromonas, hydrophila, Bacillus sp., Burkholderia sp., Chryseomonas sp.,
57
Pasteurellapnemotropica, Photobacterium sp., Pseudomonas sp., Serratia
liguefaciens, Shewanella putrefaciens, Staphylococcus sp., Streptococcus sp.,
Vibrio alginolyticus, V. cholerae, V. carchariae, V. fluvialis, V. furnissii, V.
parahaemolyticus, Vibrio sp. V. vulnificus (Al-Harbi dan Uddin 2005).
Pada tingkat mikroorganisme, kelompok bakteri proteolitik adalah
kelompok bakteri yang mampu menghasilkan enzim proteolitik. Beberapa bakteri
penghasil proteolitik antara lain genus Bacillus (B. cereus, B. pumilus, B. subtilis,
B. licheniformis, B. stearothermophilus, B. polymixa), Aeromonas, Lactobacillus,
Pseudomonas,
Serratia,
Streptobacillus,
Streptococcus,
Proteus
Streptomyces dan Staphylococcus (Rao dkk, 1998). Selain itu pada beberapa
genus vibrio juga merupakan bakteri penghasil proteolitik diantaranya adalah V.
parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. furnissii dan V. fluvialis (Desrina et al,
2006). Pada umumnya bakteri proteolitik adalah bakteri dari genus Bacillus,
Pseudomonas,
Proteus,
Streptobacillus,
Staphylococcus,
Streptococcus.
Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis Pseudomonas yang
memproduksi enzim protease.
4.5.1 Potensi Proteolitik Pseudomonas aeruginosa dan Lysinibacillus
sphaericus Pada Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)
Pseudomonas aeruginosaa adalah bakteri berbentuk batang, berwarna
merah muda, merupakan bakteri gram negatif yang berukuran 0,5-1,0 μm. Bakteri
Pseudomonas termasuk golongan bakteri mesofil, bakteri tersebut dapat tumbuh
optimal pada kisaran 25º – 30ºC dengan suhu optimum 40°C (Puspitasari et al,
2012). Pseudomonas sp dapat menyebabkan konjungtivitis akut kecuali
Pseudomonas aeruginosa (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Menurut Takenaka
dan Watanabe (1997) Pseudomonas aeruginosa dapat mendegradasi mikrosistin.
Mikrosistin adalah toksin yang diproduksi oleh genus Microcystis yang
merupakan
senyawa
siklopeptida
dan
dapat
menyebabkan
blooming
(Christoffersen et al. 2002). Pseudomonas aeruginosa, adalah multifungsi karena
dapat bertindak sebagai Purin spesifik, berperan dalam pemeliharaan bentuk sel
dan diperlukan untuk pertumbuhan dalam lingkungan rendah osmolaritas
58
(Rawling et al,1998). Pseudomonas aeruginosa adalah produsen lendir.
Pembentukan lendir yang dapat menyebabkan gaya adesi interseluler, mengambil
nutrisi dan melindungi bakteri terhadap efek buruk dari antibiotik (Donlan dan
Costerton, 2002).
Menurut Jaret (2004) Pseudmonas aeruginosa termasuk protease yang
bersifat logam atau metaloprotease. Protease yang dihasilkan Pseudomonas
aeruginosa dengan substrat yang khusus mempunyai banyak manfaat di luar
bidang perikanan yaitu untuk industri makanan hewan dan minuman dalam
kemasan kaleng, produksi asam amino. Dalam biokimia dapat digunakan untuk
isolasi sel dari berbagai jenis jaringan hewan. Sehingga enzim tersebut dapat
dimanfaatkan secara komersial (Gupta et al. 2002).
Lysinibacillus sphaericus adalah bakteri gram-positif, mesofilik, bakteri
berbentuk batang. Lysinibacillus sphaericus dapat membentuk endospora aktif
yang tahan terhadap panas, bahan kimia, dan sinar ultraviolet. Spora ini dapat
bertahan hidup untuk waktu yang lama (Boudko et al, 2001). Lysinibacillus
sphaericus adalah organisme lingkungan umum yang menghasilkan racun
insektisida mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis. Nama lain
untuk organisme ini adalah Bacillus sphaericus (Hu et al, 2008).
Menurut Hu et al (2008) Bacillus sphaericus memiliki enzim proteolitik
yang melimpah. B. sphaericus telah terbukti sangat toksik terhadap larva nyamuk,
tetapi aman terhadap parasit dan pemangsanya, tidak mencemari lingkungan dan
tidak berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Lysinibacillus sphaericus
digunakan sebagai insektisida karena spora yang melepaskan endotoksin yang
merupakan salah satu jenis protease dapat membunuh larva nyamuk. Bakteri ini
digunakan secara komersial untuk mengendalikan populasi nyamuk. Bakteri dapat
ditambahkan ke air tempat perkembangbiakan nyamuk atau dapat disemprotkan di
udara dalam bentuk cair. Oleh karena itu Bacillus sphaericus dapat dikembangkan
sebagai bio-insektisida dan tampaknya memberi harapan baik sebagai alat
pengendali nyamuk vektor penyakit, khususnya terhadap vektor demam berdarah
dan malaria di Indonesia (Salamun, 1995).
59
4.5.2 Potensi Proteolitik Bacillus cereus dan Vibrio furnissii Pada Ikan Bawal
Bintang (Trachinotus blochii)
Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, berbentuk batang, aerob
fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi
secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora). Menurut Baehaki
(2011), Bacillus sp merupakan salah satu jenis bakteri yang memiliki kemampuan
untuk menghasilkan protease. Protease merupakan satu diantara tiga kelompok
enzim komersial yang diperdagangkan sebagai katalisator hayati. Protease
dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri pangan dan non-pangan. Salah satu
industri non-pangan yang memanfaatkan protease adalah industri biodeterjen.
Bacillus
cereus
dapat bersaing
seperti Salmonella dan Campylobacter
dalam
dengan
usus,
mikroorganisme
sehingga
lain
kehadirannya
mengurangi jumlah mikroorganisme tersebut. Spora Bacillus cereus lebih tahan
pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama pada
produk yang kering. Menurut Prakash et al (2005) Bacillus cereus merupakan
bakteri yang bersifat alkalin protease yang dapat digunakan sebagai bahan aditif
dari detergen sehingga memudahkan kerja dari surfaktan dalam melepaskan
kotoran yang menempel. Penggunaan bahan yang berupa hasil ekstraksi enzim
akan mudah mengalami biodegradable (Suhartono 2000) sehingga akan ramah
lingkungan. Dibidang perikanan sendiri penambahan Bacillus cereus pada pakan
ikan dapat mempercepat laju pertumbuhan karena enzim protease yang dihasilkan
Bacillus cereus daapat mempercepat penyerapan makanan. Disamping itu ikan
yang mengandung Bacillus cereus jika dimakan oleh manusia akan menyebabkan
diare oleh karena itu ikan harus disimpan pada suhu <0°C terlebih dahulu.
Bakteri vibrio adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang
bengkok, oksidase dan katalase positif, memfermentasikan glukosa tanpa
menghasilkan gas dan mempunyai flagel polar (Bauman et al., 1994; Barrow dan
Feltham, 1993). Bakteri ini sangat umum dijumpai di air payau dan laut. Sebagian
bersifat saproba namun ada beberapa spesies yang menyebabkan penyakit
vibriosis pada hewan akuatik termasuk ikan. Salah satu kendala dalam budidaya
60
ikan laut adalah serangan penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio.
Salah satu spesies bakteri vibrio tersebut adalah Vibrio furnissii. Penyakit ini
merupakan penyakit bakterial utama terutama pada benih yang dapat
menimbulkan kematian sampai 100 % dalam waktu 2 minggu. Namun, lain
halnya jika bakteri Vibrio furnisii atau Bacillus cereus hanya terdapat dalam
jumlah sedikit maka tidak akan membahayakan karena bakteri tersebut merupakan
bakteri normal yang terdapat pada usus.
Menurut Aznar (1994) Vibrio furnissii merupakan bakteri yang tergolong
dalam proteobacteria. V. furnissi termasuk bakteri halofilik yang secara alamiah
ditemukan pada perairan pantai. Bakteri ini dapat diisolasi dari air, sedimen,
plankton atau organisme laut. Vibrio furnissii termasuk bakteri yang relatif ganas.
Bakteri ini biasanya sering menyerang ikan sidat pada fase pendederan yang dapat
menyebabkan rongga perut menggembung/hidroperitoneum (Tomiyama dan
Hibiya, 1977).
Keganasan bakteri vibrio berkaitan dengan berbagai jenis protease (Chen
et al., 1999; Deane dan Woo, 2000), toksin (enterotoksin, cytotoksin, endotoksin),
protein yang terikat dengan permukaan (surface-binding protein) seperti fimbriae
dan kapsul, LPS, hemaglutinin, motilitas dengan menggunakan flagella, plasmid
dan produksi siderofor (agen penyapit zat besi) yang berfungsi mengikat zat besi
dari darah inang (Amaro et al., 1997). Vibrio furnissii juga termasuk bakteri
pathogen bagi manusia (Retno, 2008). Selain mempunyai kerugian, Vibrio
furnissii juga mempunya keuntungan yaitu sebagai probiotik terhadap serangan
Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). Uji in vivo
menunjukkan bahwa udang yang diinjeksi probiotik dari isolat Vibrio furnissii
sebelum diuji tantang dengan V. harveyi memiliki kelangsungan hidup lebih
tinggi daripada control (Sukendaet al, 2005).
Download