BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Pewarnaan Gram Bakteri Tahapan awal proses isolasi bakteri yaitu melakukan penggerusan usus bagian pyloric caeca, pengenceran, penanaman bakteri pada media agar dan dilakukan pemurnian bakteri hingga memperoleh koloni tunggal (Lampiran 2). Berdasarkan hasil isolasi bakteri usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) didapat empat isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik (Tabel 6). Bobot atau berat bawal air tawar yang digunakan adalah 76,95 g dengan panjang 18,5 cm. Berat usus ikan tersebut yaitu 1,3 g dengan panjangnya 20 cm dan derajat keasaman (pH) usus 6,5. Tabel 6. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) No Kode Isolat Warna Koloni Bentuk Gram (+/-) 1 2 3 4 P.1 P.2 P.3 P.4 Putih Pucat Putih Bening Putih Bening Putih Susu Coccus Bacillus Coccus Bacillus + + - Sampel berikutnya yaitu ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) dengan berat 550 gram dan panjang ikan 34,5 cm serta derajat keasaman (pH) usus 6, berat usus 3,4 g. Isolasi bakteri usus bawal bintang sama hal nya seperti bawal air tawar yaitu di bagian pyloric caeca dan didapatkan enam isolat bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik. Hasil identifikasi menggunakan pewarnaan bakteri terhadap isolat-isolat tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. 41 42 Tabel 7. Hasil Isolasi dan Identifikasi Pewarnaan Isolat Bakteri Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) No Kode Isolat Warna Koloni Bentuk Gram (+/-) 1 2 3 4 5 6 PB.1 PB.2 PB.3 PB.4 PB.5 PB.6 Kuning Pucat Putih Putih Bening Putih susu Kuning Muda Kuning Coccus Bacillus Staphylococcus Bacillus Bacillus Coccus + - Bakteri yang terdapat pada usus ikan sebagian besar merupakan bakteri gram negatif karena sesuai dengan derajat keasaman usus yang mendekati alkalin sehingga cocok sebagai habitat bakteri tersebut. Menurut Jawetz et al (2001) bakteri dibagi dalam golongan gram positif dan gram negatif berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan antara bakteri gram positif dan gram negatif disebabkan oleh perbedaan dinding sel. Dinding sel bakteri gram positif sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk suatu struktur yang tebal dan kaku. Peptidoglikan pada dinding sel bakteri ini membuat bakteri gram positif resisten terhadap lisis osmotik. Penggolongan bakteri dengan pewarnaan gram dapat dibedakan berdasarkan tampilan warna sel bakteri tersebut. Bakteri dikatakan gram negatif apabila berwarna merah dan bakteri bersifat gram positif apabila tampilan selnya berwarna ungu. Menurut Gupta (1990) bakteri gram negatif terdiri atas satu atau sangat sedikit lapisan peptidoglikan pada dinding selnya. Selain itu dinding sel bakteri gram negatif ini mengandung sejumlah polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia. Perbedaan warna pada koloni bakteri terjadi karena perbedaan pigmen intraseluler yang dihasilkan oleh bakteri. 43 4.2. Uji Aktivitas Proteolitik Pengujian aktivitas proteolitik pada isolat bakteri yang didapat, dilakukan dengan menambahkan susu skim 1% pada medium agar dan TSB (Tripticase Soy Broth). Hal ini berfungsi untuk melihat isolat bakteri dalam membentuk zona bening terhadap protease. Tabel 8. Uji Aktivitas Proteolitik pada Isolat BakteriIkan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Diameter Zona Bening (mm) Diameter Bakteri (mm) Indeks No Kode I II Rata –rata I II Rata-rata Proteolitik Isolat 1 P.1 4,82 4,07 4,445 2,92 1,51 2,215 2,007 2 P.2 7,98 6,39 7,185 2,99 2,28 2,635 2,727 3 P.3 3,96 3,85 3,905 1,98 1,81 1,895 2,061 4 P.4 6,52 4,35 5,435 2,22 1,85 2,035 2,671 Dari empat isolat bakteri yang didapatkan semuanya menghasilkan zona bening yang menunjukkan adanya aktivitas proteolitik. Isolat bakteri P.2 merupakan isolat bakteri yang memiliki nilai indeks proteolitik terbesar, sedangkan bakteri P.1 merupakan isolat bakteri yang memiliki nilai indeks proteolitik terkecil (Tabel 8). Besarnya indeks proteolitik berkaitan dengan peningkatan diameter zona hambat yang secara proporsional berhubungan dengan peningkatan diameter koloni bakteri sebagai contoh pada isolat P.2 memiliki diameter bakteri terbesar sehingga menunjukkan zona bening dan indeks proteolitik tertinggi. Hasil isolat bakteri sampel ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) penghitungan aktivitas proteolitik disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Uji Aktivitas Proteolitik pada Isolat Bakteri Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Diameter Zona Bening (mm) Diameter Bakteri (mm) Indeks No Kode I II Rata –rata I II Rata-rata Proteolitik Isolat 1 PB.1 67,45 53,41 60,43 59,08 39,03 49,055 1,232 2 PB.2 73,38 68,25 70,815 65,43 65,71 65,57 1,079 3 PB.3 49,16 49,98 49,57 43,69 45,03 44.36 1,117 4 PB.4 18,59 18,34 18,465 10,93 10,64 10,785 1,712 5 PB.5 52,25 53,13 52,705 46,36 35,51 40,935 1,288 6 PB.6 72,89 68,25 70,57 64,16 64,81 64,485 1,094 Indeks proteolitik = rata-rata diameter zona bening / rata-rata diameter bakteri 44 Pemilihan susu skim digunakan dalam penentuan aktivitas enzim protease. Dimana susu skim digunakan sebanyak 1%. Aktivitas protease diuji dengan mengukur kadar asam amino sebagai produk hidrolisis protein dari susu skim oleh enzim protease. Susu skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim merupakan susu yang mengandung protein tinggi 3.7 % dan lemak 0.1% ( Jay, 1991). Susu skim mengandung kasein sebagai protein susu dimana akan dipecah oleh mikroorganisme proteolitik menjadi senyawa nitrogen terlarut sehingga pada koloni dikelilingi area bening, menunjukkan mikroba tersebut mempunyai aktivitas proteolitik ( Fardiaz,1992). Salah satu bakteri dari sampel ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) disajikan dalam Gambar 6. Gambar. 6 Uji Aktivitas Proteolitik Pada Media Susu Skim(Isolat PB.4) . Dari seluruh isolat bakteri yang didapat, hanya bakteri yang memiliki zona bening yang dipilih karena dengan adanya zona bening menandakan bahwa bakteri tersbut memiliki aktivitas proteolitik. Isolat yag memiliki aktivitas proteolitik pada usus ikan bawal air tawar (Colossoma macropmum) diberi kode isolat P.1, P.2, P.3 dan P.4. Sedangkan isolat dari usus ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) diberi kode isolat (PB.1, PB.2, PB.3, PB.4, PB.5, dan PB.6) juga memiliki aktivitas proteolitik. Kemudian pada sepuluh bakteri tersebut hanya enam isolat yang dilakukan karakterisasi secara molekuler untuk mengetahui jenis/spesies bakteri tersebut. Pemilihan isolat tersebut berdasarkan indeks proteolitik yang paling besar dan untuk isolat bawal bintang pemilihan dilakukan berdasarkan morfologi bakteri yang berbeda dilihat dari warna dan bentuk koloni. 45 4.3. Karakterisasi Molekuler 4.3.1. Isolasi DNA Genom Bakteri Isolasi DNA genom menggunakan Wizard Genomic Purification Kit. Isolasi DNA secara umum mempunyai empat tahap, yaitu pemecahan sel, ekstraksi DNA presipitasi DNA dan pencucian DNA. Penggunaan Nuclei Lysis Solution dan RNase Solution berperan dalam proses pemecahan sel dan ekstraksi DNA sedangkan dalam tahap presipitasi menggunakan Protein Precipitation dan terakhir pencucian pellet hasil isolasi DNA genom menggunakan etanol 70%. Elektroforesis dilakukan agar dapat melihat DNA genom yang telah diamplifikasi. Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan agar 1% dengan tegangan 75 volt selama 85 menit. Dilanjutkan dengan perendaman menggunakan EtBr (etidium-bromida) dan akuades. Kemudian hasilnya menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 312 nm (Gambar 7). Gambar 7. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA GenomIsolat Bawal Air Tawar Keterangan: P.1 = Isolat Bakteri Kode P.1 P.2 = Isolat Bakteri Kode P.2 P.3 = Isolat Bakteri Kode P.3 M = Marker DNA Ladder 1 kb 46 Berdasarkan visualisasi hasil elektroforesis (Gambar 7), terdapat pita pada semua sampel tetapi sampel dengan kode P.1 tidak begitu terang pada gel elektroforesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi DNA genom yang kecil sehingga menyebabkan tipisnya pita DNA genom pada hasil elektroforesis. Sampel dengan kode P.2 dan P.3 pita yang didapat tebal. Semua sampel hanya terdapat satu pita dan tidak menumpuk. Gambar 8. Hasil Elektroforesis Isolasi DNA Genom Isolat Bawal Bintang Keterangan: PB.1 = Isolat Bakteri Kode PB.1 PB.2 = Isolat Bakteri Kode PB.2 PB.3 = Isolat Bakteri Kode PB.3 PB.4 = Isolat Bakteri Kode PB.4 PB.5 = Isolat Bakteri Kode PB.5 PB.6 = Isolat Bakteri Kode PB.6 M = Marker DNA Ladder 1 kb Pada hasil isolasi DNA genom ikan bawal bintang, pita DNA genom yang muncul pada semua sampel tidak begitu terang di gel elektroforesis (Gambar 8). Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa kemungkinan yaitu konsentrasi DNA genom yang terlalu sedikit atau kualitas etidium-bromida yang digunakan ketika perendaman memiliki kualitas yang kurang baik sehingga menyebabkan tipisnya pita DNA genom pada hasil elektroforesis. 4.3.2. Amplifikasi Gen 16S rRNA Pada tahapan ini, seluruh sampel hasil isolasi DNA genom diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR menggunakan gen penyandi 16S rRNA 47 (Tabel 2). Pada proses ini digunakan siklus PCR (Tabel 4) dari penelitian Sadi (2009) yang dioptimasi oleh Lewaru (2012). Primer yang digunakan adalah primer universal yang digunakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA dengan target amplikon 1.500 bp. Gen 16S rRNA pada bakteri memiliki tingkat keragaman yang tinggi karena terdapat pada organisme prokariotik. Primer merupakan komponen paling penting dalam reaksi PCR karena dapat menentukan daerah genom yang akan diamplifikasi. PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA template, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (elongasi) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase. Proses pertama dalam reaksi PCR adalah denaturasi, pada penelitian ini suhu denaturasi yang digunakan adalah 95oC selama 2 menit. Tahap kedua yaitu penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada penelitian dilakukan pada suhu 55oC selama 1 menit. DNA polymerase akan berikatan dengan primer sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya. Tahap annealing ditandai dengan pelekatan primer ke sequence komplementer pada kedua sisi sequence target, pada suhu 50-65 °C. Suhu annealing yang baik adalah 5-10 °C di bawah nilai Tm amplifikasi primer. Proses PCR yang ketiga adalah elongasi. Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 75 oC, pada penelitian ini berlangsung selama 2 menit. Elongasi merupakan tahap pemanjangan untai DNA baru yang dimulai oleh pemanjangan primer dengan bantuan DNA polimerase, yaitu Taq DNA polymerase, dari arah 5‘ ke 3‘ yang terjadi pada suhu 72 °C (Klug et al, 1994). Proses PCR berlangsung 30 siklus. Hasil amplifikasi dengan PCR dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan etidium-bromida (Gambar 9). 48 Gambar 9. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA (Colossoma macropomum) Keterangan: P.1 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri kode P.1 P.2 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode P.2 P.3 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode P.3 M = Marker DNA Ladder 1 kb Sampel hasil isolasi DNA genom dari ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR yaitu isolat dengan kode P.1, P.2 dan P.3. Untuk isolat P.3 pita yang didapat tipis sehingga kurang jelas terlihat di kamera. Kemungkinan hal ini terjadi karena DNA template yang diambil pada saat elektroforesis terlalu banyak. Pada Gambar 9, menunjukan bahwa pita dari produk amplifikasi (hasil amplifikasi) berada pada ukuran 1.500 bp sesuai dengan target amplifikasi dari primer 16S rRNA yang digunakan. Sehingga sampel hasil amplifikasi tersebut dapat dilanjutkan ketahap selanjutnya yaitu sekuensing. Pemilihan sampel untuk disekuensing selain dari indeks proteolitik yang besar juga dilihat dari kualitas pita hasil amplifikasi. 49 Gambar 10. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi oleh 1st BASE Keterangan: 1. Kode Bakteri P.2 2. Kode Bakteri P.1 Sebelum dilakukan sekuensing, terlebih dahulu dilakukan purifikasi produk amplifikasi oleh 1st BASE (Gambar 10). Hasil purifikasi produk amplifikasi menunjukan bahwa pita produk amplifikasi yang akan disekuensing berada pada ukuran 1.500 bp. Berdasarkan hasil purifikasi untuk isolat P.1 tampak adanya multiple band dan diduga isolat tersebut belum tunggal. Pita pada isolat P.1 tida konsisten sehingga isolat tersebut tidak dilanjutkan ke tahap sekuensing. Selanjutnya dilakukan optimasi kembali pada isolat P.4 untuk mendapatkan dua isolat terbaik pada sampel bawal air tawar. Untuk isolat P.2 hasil yang didapat hanya satu pita sehingga dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing. Hasil purifikasi produk amplifikasi isolat P.2 dan P.4 menunjukan bahwa pita produk amplifikasi berada pada ukuran 1.500 bp sehingga dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing. 50 Gambar 11. Elektroforesis Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA (Trachinotus blochii) Keterangan: PB.3 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.3 PB.4 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.4 PB.5 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.5 PB.6 = Hasil Amplifikasi 16S rRNA Isolat Bakteri Kode PB.6 M = Marker DNA Ladder 1 kb Pada Gambar 11, sampel hasil isolasi DNA genom ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) yang diambil untuk dilakukan proses amplifikasi PCR yaitu isolat dengan kode PB.3, PB.4, PB.5 dan PB.6. Isolat tersebut dipilih berdasarkan koloni bakteri yang sangat berbeda dengan koloni bakteri yang diisolasi dari bawal air tawar (Colossoma macropomum). Dari semua isolat pita yang didapat hanya satu dan jika diperhatikan berdasarkan visualisasi pita tersebut dapat terlihat jelas. Berdasarkan gambar terlihat bahwa pita dari produk PCR (hasil amplifikasi) berada pada ukuran 1.500 bp sesuai dengan target amplifikasi dari primer 16S rRNA yang digunakan. Sehingga sampel hasil amplifikasi tersebut dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu sekuensing. Pemilihan isolat yang akan disekuensing berdasarkan dari bentuk bakteri yang sangat berbeda diantara yang lainnya ketika dilakukan pewarnaan gram dan berdasarkan indeks proteolitik terbesar maka dipilih PB.4 dan PB.5. 51 Gambar 12. Hasil Purifikasi Produk Amplifikasi oleh 1st BASE Keterangan: 1. Kode Bakteri PB.4 2. Kode Bakteri PB.5 Hasil purifikasi produk amplifikasi untuk isolat PB.4 dan PB.5 menunjukan bahwa pita produk amplifikasi yang akan disekuensing berada pada ukuran 1.500 bp (Gambar 12). 4.3.3. Sekuensing Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA yang telah sesuai pada ukuran target yaitu 1.500 bp kemudian disekuensing. Pada tahapan ini, sekuensing dilakukan menggunakan jasa 1stBASE. Pada prosesnya, sekuensing dilakukan dengan menggunakan primer forward dan reverse 16S rRNA yang sama dengan saat amplifikasi PCR. Hasil sekuensing (Lampiran 8 dan 10) berupa urutan basa-basa nukleotida penyusun DNA gen dari sampel bakteri yang dikarakterisasi secara molekuler. Sequencing DNA adalah suatu proses untuk menentukan susunan basa (A, T, G, dan C) yang membentuk DNA. Sequencing DNA pada umumnya menggunakan primer untuk mengawali sintesis DNA. Primer tersebut menentukan titik awal sintesis dan arah reaksi sequence DNA (Muladno 2002). Metode sequencing yang umumnya digunakan, yaitu metode Maxam-Gilbert dan Sanger. Metode MaxamGilbert merupakan metode sequencing yang menggunakan bahan kimia spesifik 52 untuk memotong untai fragmen DNA target, sedangkan metode Sanger menggunakan enzim DNA polimerase untuk membentuk salinan komplementer dari fragmen DNA target (Sambrook et al. 1989). Sequencing oleh 1st BASE menggunakan metode Sanger. Sebagian besar proses Sequencing telah dimodifikasi menjadi suatu program pada komputer, sehingga dikenal sebagai automated DNA sequencing. Proses tersebut merupakan modifikasi dari metode Sanger yang diawali oleh tahap cyclesequencing. Cycle sequencing adalah metode amplifikasi DNA menggunakan satu jenis primer dan dua jenis nukleotida yaitu deoksinukleosida trifosfat (dNTP) dan dideoksinukleosida trifosfat (ddNTP). Pelekatan ddNTP pada sequence DNA hasil amplifikasi akan menyebabkan proses amplifikasi terhenti akibat hilangnya gugus oksida pada untai 3‘ sehingga enzim DNA polimerase tidak dapat menempelkan dNTP pada basa berikutnya. Proses amplifikasi DNA pada akhirnya akan menghasilkan fragmen yang berbeda-beda ukurannya yang basa terakhirnya merupakan ddNTP. Automated DNA sequencing menggunakan ddNTP yang diberi pewarna berfluoresens. Pada saat produk hasil cycle sequencing dijalankan pada mesin sequencing, maka sinar laser yang mengenai ddNTP akan berfluoresensi dan dibaca oleh detektor yang terhubung dengan komputer dan menghasilkan grafik elektroferogram (Griffiths et al, 1996). 4.4. Analisis Bioinformatik 4.4.1. Pengolahan Data Bioedit Hasil sekuensing yang diperoleh berupa data mentah (Lampiran 8 dan 10) yang harus diolah menggunakan perangkat/ program BioEdit selanjutnya diolah secara manual (Lampiran 8). Data yang diperoleh dari hasil penggunaan program BioEdit digunakan sebagai data dasar untuk diolah kembali pada multiple aligment (pensejajaran berganda) dengan database sekuen yang ada diGenBank dengan NCBIBLAST pada level nukleotida dan dapat diakses di website www.ncbi.nlm.nih.gov. Basic local alignment search tool (BLAST) merupakan program dari NCBI yang digunakan untuk mencari similaritas suatu sequence nukleotida atau 53 protein (query sequence) dengan sequence database (subjectsequence) pada Genbank. Similaritas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui fungsi dari suatu gen, memperkirakan anggota baru dari suatu famili gen, dan mengetahui hubungan kekerabatan (Miftakhunnafisah, 2010). 4.4.2. Analisis Hasil BLAST Penggunaan pensejajaran berganda ini bertujuan untuk mensejajarkan dan mencocokan hasil sekuensing yang diperoleh dari sampel penelitian dengan data yang telah ada di GeneBank. Analisis hasil BLAST tersebut memberikan informasi dan memverifikasi mengenai organisme atau bakteri apa yang mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan untuk identifikasi bakteri. Informasi dari hasil BLAST tersebut berupa score, Query Coverage dan Maximum identity. Score adalah jumlah keselarasan semua segmen dari urutan database yang cocok dengan urutan nukleotida. Query coverage adalah persentasi dari panjang nukleotida yang selaras dengan database yang terdapat pada BLAST. Max identity adalah nilai tertinggi dari persentasi identitas atau kecocokan antara sekuen query dengan sekuen database yang tersejajarkan (Miller et al, 1990) Tabel 10. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat P.2 Accesion Score Query Max Deskripsi Coverage Identity (%) (%) NR_074828.1 2002 97 92 Pseudomonas otitidis NR_074828.1 1903 97 91 Pseudomonas aeruginosa NR_074829.1 1864 97 90 Pseudomonas stutzeri NR_041715.1 1864 97 90 Pseudomonas stutzeri Berdasarkan hasil pensejajaran berganda (Tabel 10), isolat P.2 menunjukkan bahwa terdapat empat spesies memiliki score yang besar diantara yang lainnya yaitu Pseudomonas otitidis dengan Query Coverage 97% dan max ident 92%, Pseudomonas aeruginosa dengan Query Coverage 97% dan max ident 91%, Pseudomonas stutzeri (accession NR_074829.1) dengan Query Coverage 97% dan max ident 90% serta Pseudomonas stutzeri (accession NR_041715.1) 54 dengan Query Coverage 97% dan max ident 90%. Semakin besar score maka semakin besar kemungkinan kesesuaian/homologinya. Isolat P.2 yang memiliki score hasil BLAST yang tertinggi adalah bakteri Pseudomonas otitidis ditunjukkan dengan Query Coverage 97% dan max ident 92% (Tabel 10). Berdasarkan hal tersebut maka isolat P.2 kemungkinan besar adalah bakteri Pseudomonas otitidis. Penelitian yang dilakukan oleh Kyungwong (2012) memberikan hasil bahwa Pseudomonas otitidis (Gen Bank accession AY953147) 100% sama dengan Pseudomonas aeruginosa berdasarkan analisis gen sekuen 16S rRNA, sehingga pada penelitian ini Pseudomonas otitidis juga disamakan dengan Pseudomonas aeruginosa. Tabel 11. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat P.4 Accesion Score Query Max Deskripsi Coverage Identity (%) (%) NR_074883.1 717 83 82 Lysinibacillus sphaericus NR_042072.1 712 83 82 Lysinibacillus fusiformis NR_042073.1 684 83 81 Lysinibacillus sphaericus NR_044607.1 623 81 81 Acetobacter pasteurianus Data hasil BLAST NCBI isolat P.4 menunjukkan bahwa terdapat empat spesies bakteri yang memiliki score lebih besar diantara yang lainnya yakni Lysinibacillus sphaericus (accession NR_074883) dengan Query Coverage 83% dan max ident 82%, Lysinibacillus fusiformis dengan Query Coverage 83% dan max ident 82%, Lysinibacillus sphaericus (accession NR_042073.1) dengan Query Coverage 83% dan max ident 81% serta Acetobacter pasteurianus dengan Query Coverage 81% dan max ident 81%. Isolat P.4 kemungkinan besar merupakan bakteri Lysinibacillus sphaericus dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi (Tabel 11). 55 Tabel 12. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat PB.4 Accesion Score Query Max Deskripsi Coverage Identity (%) (%) NR_074883.1 575 93 75 Bacillus cereus NR_042072.1 575 93 75 Bacillus thuringiensis NR_042073.1 564 93 75 Bacillus anthracis NR_044607.1 553 93 75 Bacillus weihenstephanensis Berdasarkan hasil pensejajaran berganda (Tabel 12), isolat PB.4 menunjukkan bahwa terdapat empat spesies memiliki score yang besar diantara yang lainnya yaitu Bacillus cereus, Bacillus thuringiensis, Bacillus anthracis dan Bacillus weihenstephanensis. Keempat spesies bakteri tersebut memiliki tingkat kesesuaian/homologi yang sama ditunjukkan Query Coverage 93% dan max ident 75%. Isolat PB.4 kemungkinan besar merupakan bakteri Bacillus cereus atau Bacillus thuringiensis dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi dan nilai E value yang terendah (Lampiran 14). Tabel 13. Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Isolat PB.5 Accesion Score Query Max Deskripsi Coverage Identity (%) (%) NR_037067.1 2281 97 95 Vibrio furnisii NR_036790.1 2255 94 96 Vibrio fluvialis NR_025491.1 2178 97 94 Vibrio hepatarius NR_036888.1 2145 94 95 Vibrio fulnivicus Data hasil BLAST NCBI isolat PB.5 menunjukkan bahwa terdapat empat spesies bakteri yang memiliki score lebih besar diantara yang lainnya yakni Vibrio furnisii dengan Query Coverage 97% dan max ident 95%, Vibrio fluvialis dengan Query Coverage 94% dan max ident 96%, Vibrio hepatarius dengan Query Coverage 97% dan max ident 94% serta Vibrio fulnivicus dengan Query Coverage 94% dan max ident 95%. Isolat PB.5 kemungkinan besar merupakan bakteri Vibrio furnisii dilihat dari score hasil BLAST yang tertinggi (Tabel 13). Berdasarkan data hasil BLAST semua isolat yang didapat memiliki kesesuaian/homologi yang tinggi kecuali isolat PB.4 (Tabel 14). Khumaida dkk 56 dalam Addinilia (2012) menyatakan bahwa tingkat kesamaan nukleotida sekitar 80% sudah termasuk cukup tinggi. Hasil yang diperoleh dengan pensejajaran berganda dengan data Gen Bank memberikan informasi mengenai bakteri yang mempunyai kesamaan dengan urutan DNA sampel sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Tabel. 14 Hasil Pensejajaran Berganda BLAST NCBI Homologi Tertinggi Sampel Accesion Query Max Deskripsi Coverage Identity (%) (%) P.2 NR 074828.1 97 92 Pseudomonas otitidis P.4 NR_074883.1 83 82 Lysinibacillus sphaericus PB.4 NR_074540.1 93 75 Bacillus cereus PB.5 NR_037067.1 97 95 Vibrio furnissii 4.5 Bakteri Proteolitik Pada Saluran Pencernaan Ikan Protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada protein. Untuk menentukan kemampuan mikroorganisme dalam mensekresikan protease yang dapat mendegradasikan protein, maka pada medium disertakan susu skim yang mengandung kasein dan TSB (Trypticase Soy Broth). Media TSB juga mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi untuk bermacam bakteri terutama bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik (MacFaddin, 1985). Kasein merupakan protein utama susu, suatu mikromolekul yang tersusun atas sub unit asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Kasein berfungsi sebagai substrat bagi enzim protease. Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri merupakan tanda hilangnya partikel kasein di media susu skim. Adanya enzim proteolitik ekstraseluler bakteri, kasein akan terhidrolisis menjadi peptida dan asam amino yang larut. Komposisi bakteri pada air kolam dan sedimen mempengaruhi komposisi bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan. Komposisi bakteri pada saluran pencernaan ikan biasanya didominasi bakteri rod gram negatif (87%), yaitu Aeromonas, hydrophila, Bacillus sp., Burkholderia sp., Chryseomonas sp., 57 Pasteurellapnemotropica, Photobacterium sp., Pseudomonas sp., Serratia liguefaciens, Shewanella putrefaciens, Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Vibrio alginolyticus, V. cholerae, V. carchariae, V. fluvialis, V. furnissii, V. parahaemolyticus, Vibrio sp. V. vulnificus (Al-Harbi dan Uddin 2005). Pada tingkat mikroorganisme, kelompok bakteri proteolitik adalah kelompok bakteri yang mampu menghasilkan enzim proteolitik. Beberapa bakteri penghasil proteolitik antara lain genus Bacillus (B. cereus, B. pumilus, B. subtilis, B. licheniformis, B. stearothermophilus, B. polymixa), Aeromonas, Lactobacillus, Pseudomonas, Serratia, Streptobacillus, Streptococcus, Proteus Streptomyces dan Staphylococcus (Rao dkk, 1998). Selain itu pada beberapa genus vibrio juga merupakan bakteri penghasil proteolitik diantaranya adalah V. parahaemolyticus, V. alginolyticus, V. furnissii dan V. fluvialis (Desrina et al, 2006). Pada umumnya bakteri proteolitik adalah bakteri dari genus Bacillus, Pseudomonas, Proteus, Streptobacillus, Staphylococcus, Streptococcus. Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis Pseudomonas yang memproduksi enzim protease. 4.5.1 Potensi Proteolitik Pseudomonas aeruginosa dan Lysinibacillus sphaericus Pada Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Pseudomonas aeruginosaa adalah bakteri berbentuk batang, berwarna merah muda, merupakan bakteri gram negatif yang berukuran 0,5-1,0 μm. Bakteri Pseudomonas termasuk golongan bakteri mesofil, bakteri tersebut dapat tumbuh optimal pada kisaran 25º – 30ºC dengan suhu optimum 40°C (Puspitasari et al, 2012). Pseudomonas sp dapat menyebabkan konjungtivitis akut kecuali Pseudomonas aeruginosa (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Menurut Takenaka dan Watanabe (1997) Pseudomonas aeruginosa dapat mendegradasi mikrosistin. Mikrosistin adalah toksin yang diproduksi oleh genus Microcystis yang merupakan senyawa siklopeptida dan dapat menyebabkan blooming (Christoffersen et al. 2002). Pseudomonas aeruginosa, adalah multifungsi karena dapat bertindak sebagai Purin spesifik, berperan dalam pemeliharaan bentuk sel dan diperlukan untuk pertumbuhan dalam lingkungan rendah osmolaritas 58 (Rawling et al,1998). Pseudomonas aeruginosa adalah produsen lendir. Pembentukan lendir yang dapat menyebabkan gaya adesi interseluler, mengambil nutrisi dan melindungi bakteri terhadap efek buruk dari antibiotik (Donlan dan Costerton, 2002). Menurut Jaret (2004) Pseudmonas aeruginosa termasuk protease yang bersifat logam atau metaloprotease. Protease yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa dengan substrat yang khusus mempunyai banyak manfaat di luar bidang perikanan yaitu untuk industri makanan hewan dan minuman dalam kemasan kaleng, produksi asam amino. Dalam biokimia dapat digunakan untuk isolasi sel dari berbagai jenis jaringan hewan. Sehingga enzim tersebut dapat dimanfaatkan secara komersial (Gupta et al. 2002). Lysinibacillus sphaericus adalah bakteri gram-positif, mesofilik, bakteri berbentuk batang. Lysinibacillus sphaericus dapat membentuk endospora aktif yang tahan terhadap panas, bahan kimia, dan sinar ultraviolet. Spora ini dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama (Boudko et al, 2001). Lysinibacillus sphaericus adalah organisme lingkungan umum yang menghasilkan racun insektisida mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis. Nama lain untuk organisme ini adalah Bacillus sphaericus (Hu et al, 2008). Menurut Hu et al (2008) Bacillus sphaericus memiliki enzim proteolitik yang melimpah. B. sphaericus telah terbukti sangat toksik terhadap larva nyamuk, tetapi aman terhadap parasit dan pemangsanya, tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya. Lysinibacillus sphaericus digunakan sebagai insektisida karena spora yang melepaskan endotoksin yang merupakan salah satu jenis protease dapat membunuh larva nyamuk. Bakteri ini digunakan secara komersial untuk mengendalikan populasi nyamuk. Bakteri dapat ditambahkan ke air tempat perkembangbiakan nyamuk atau dapat disemprotkan di udara dalam bentuk cair. Oleh karena itu Bacillus sphaericus dapat dikembangkan sebagai bio-insektisida dan tampaknya memberi harapan baik sebagai alat pengendali nyamuk vektor penyakit, khususnya terhadap vektor demam berdarah dan malaria di Indonesia (Salamun, 1995). 59 4.5.2 Potensi Proteolitik Bacillus cereus dan Vibrio furnissii Pada Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, berbentuk batang, aerob fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi secara anaerobik), dan dapat membentuk spora (endospora). Menurut Baehaki (2011), Bacillus sp merupakan salah satu jenis bakteri yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan protease. Protease merupakan satu diantara tiga kelompok enzim komersial yang diperdagangkan sebagai katalisator hayati. Protease dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri pangan dan non-pangan. Salah satu industri non-pangan yang memanfaatkan protease adalah industri biodeterjen. Bacillus cereus dapat bersaing seperti Salmonella dan Campylobacter dalam dengan usus, mikroorganisme sehingga lain kehadirannya mengurangi jumlah mikroorganisme tersebut. Spora Bacillus cereus lebih tahan pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama pada produk yang kering. Menurut Prakash et al (2005) Bacillus cereus merupakan bakteri yang bersifat alkalin protease yang dapat digunakan sebagai bahan aditif dari detergen sehingga memudahkan kerja dari surfaktan dalam melepaskan kotoran yang menempel. Penggunaan bahan yang berupa hasil ekstraksi enzim akan mudah mengalami biodegradable (Suhartono 2000) sehingga akan ramah lingkungan. Dibidang perikanan sendiri penambahan Bacillus cereus pada pakan ikan dapat mempercepat laju pertumbuhan karena enzim protease yang dihasilkan Bacillus cereus daapat mempercepat penyerapan makanan. Disamping itu ikan yang mengandung Bacillus cereus jika dimakan oleh manusia akan menyebabkan diare oleh karena itu ikan harus disimpan pada suhu <0°C terlebih dahulu. Bakteri vibrio adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang bengkok, oksidase dan katalase positif, memfermentasikan glukosa tanpa menghasilkan gas dan mempunyai flagel polar (Bauman et al., 1994; Barrow dan Feltham, 1993). Bakteri ini sangat umum dijumpai di air payau dan laut. Sebagian bersifat saproba namun ada beberapa spesies yang menyebabkan penyakit vibriosis pada hewan akuatik termasuk ikan. Salah satu kendala dalam budidaya 60 ikan laut adalah serangan penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio. Salah satu spesies bakteri vibrio tersebut adalah Vibrio furnissii. Penyakit ini merupakan penyakit bakterial utama terutama pada benih yang dapat menimbulkan kematian sampai 100 % dalam waktu 2 minggu. Namun, lain halnya jika bakteri Vibrio furnisii atau Bacillus cereus hanya terdapat dalam jumlah sedikit maka tidak akan membahayakan karena bakteri tersebut merupakan bakteri normal yang terdapat pada usus. Menurut Aznar (1994) Vibrio furnissii merupakan bakteri yang tergolong dalam proteobacteria. V. furnissi termasuk bakteri halofilik yang secara alamiah ditemukan pada perairan pantai. Bakteri ini dapat diisolasi dari air, sedimen, plankton atau organisme laut. Vibrio furnissii termasuk bakteri yang relatif ganas. Bakteri ini biasanya sering menyerang ikan sidat pada fase pendederan yang dapat menyebabkan rongga perut menggembung/hidroperitoneum (Tomiyama dan Hibiya, 1977). Keganasan bakteri vibrio berkaitan dengan berbagai jenis protease (Chen et al., 1999; Deane dan Woo, 2000), toksin (enterotoksin, cytotoksin, endotoksin), protein yang terikat dengan permukaan (surface-binding protein) seperti fimbriae dan kapsul, LPS, hemaglutinin, motilitas dengan menggunakan flagella, plasmid dan produksi siderofor (agen penyapit zat besi) yang berfungsi mengikat zat besi dari darah inang (Amaro et al., 1997). Vibrio furnissii juga termasuk bakteri pathogen bagi manusia (Retno, 2008). Selain mempunyai kerugian, Vibrio furnissii juga mempunya keuntungan yaitu sebagai probiotik terhadap serangan Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). Uji in vivo menunjukkan bahwa udang yang diinjeksi probiotik dari isolat Vibrio furnissii sebelum diuji tantang dengan V. harveyi memiliki kelangsungan hidup lebih tinggi daripada control (Sukendaet al, 2005).