Psikologi Sosial II Representasi Sosial A. Konsep Umum Representasi sosial merupakan suatu teori yang dirintis oleh pemikiran seorang peneliti Psikologi Sosial, Serge Moscovici, sehingga teori representasi sosial berada di bawah teori besar psikologi sosial. Menurut Hollander (1981) dalam Pidarta (2007), psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antarindividu. Jodelet (2005) dalam Putera dkk (2009) menjelaskan istilah representasi sosial pada dasarnya mengacu kepada hasil dan proses yang menjelaskan mengenai pikiran umum (common sense). Beberapa kritik terhadap konsep representasi sosial didasarkan pada asumsi bahwa tidak pernah ada definisi yang jelas dan berbeda dari representasi sosial. Tetapi, Moscovici sendiri mendefinisikan representasi sosial sebagai berikut: Suatu sistem nilai, ide-ide dan praktik yang memiliki dua fungsi: 1) Membangun suatu tatanan yang akan memampukan individu untuk mengorientasikan dirinya dalam lingkungan material dan sosial serta untuk menguasainya. 2) Kedua untuk memampukan komunikasi yang terjadi diantara anggota komunitas dengan menghadirkan suatu kode bagi pertukaran sosial dan suatu kode untuk penamaan dan pengklasifikasian secara jelas terhdap berbagai aspek lingkungan meraka serta sejarah individu dan kelompok. (Moscovici, 1973) Dalam pengertian ini, representasi sosial merupakan suatu proses yang dimiliki secara sosial dan dihasilkan secara interaktif atas pemahaman objek dan proses serta suatu cara untuk mengkomunikasikan tentang mereka dengan orang lain. Secara lebih umum, 1|Representasi Sosial proses ini merupakan bagian dari proses sosial dalam mengkonstruksi realitas—baik melalui pengetahuan maupun melalui praktik sosial. Kesimpulannya adalah representasi sosial akan membentuk pemahaman dan perilaku seseorang terhadap suatu objek. Jadi representasi sosial sebenarnya memperkenalkan adanyasintesis yang baru antara individu dengan lingkup sosialnya. Posisi individu dalam teori ini dinilai tidak menghasilkan pola pikir dalam situasi yang terisolasi, namun dari basis saling mempengaruhi satu sama lain. Hal tersebut menjadi dasar bagi munculnya pemaknaan bersama tentang suatu obyek dan mempengaruhi perilaku individu berdasarkan makna bersama tersebut. B. Teori Khusus Teori ini berkembang dari pemikiran Serge Moscovici (Laureat Balzan Prix 2003, dan Wilhelm Wundt 2006) pada awal tahun 60an di Perancis ketika dia melihat bahwa sebenarnya masyarakat modern yang begitu rigid dan terstruktur oleh rasionalitas pengetahuan dan Negara, ternyata tetap merupakan "tambang pemikiran" tentang masyarakat yang memberi nafas dan banyak kemungkinan terciptanya pengertian baru untuk setiap anggotanya. Tambang ini selalu akan kaya karena proses interaksi serta komunikasi anggota di dalamnya memungkinkan masyarakat itu bergerak dan selalu menghasilkan pemikiran baru tanpa harus terbelenggu pada pemikiran ilmiah, yang selama ini diasumsikan berpusat di perguruan tinggi, dalam hal ini pengetahuan, dan kemudian mewujud dalam praktek bernegara. Proses untuk selalu membentuk dan dibentuk oleh kegiatan interaksi inilah yang kemudian melahirkan pemikiran pengetahuan bahwa seluruh dunia sosial, apapun bentuk, jenis dan skala ukurannya, sebenarnya adalah dunia yang secara sosial direpresentasikan karena dunia ini sebenarnya hanya tercipta oleh proses untuk saling membentuk dan membagi pengetahuan bersama. Dari pandangan awal tersebut, Moscovici melalui teori Representasi Sosial telah mengubah tiga pandangan utama dalam ilmu sosial. Pertama adalah bahwa kenyataan tidak pernah bersifat tunggal dan obyektif. Kenyataan hanyalah representasi dari apa yang pernah dipikirkan dan diolah bersama secara 2|Representasi Sosial sosial. Implikasinya adalah bahwa kenyataan selalu bersifat sosial, dan yang sosial selalu berwatak kontekstual pada keadaan budaya dan sejarah setempat. Kedua adalah sosial (masyarakat) yang menurut Moscovici bukan hanya sekedar kumpulan individu akan tetapi adalah sebuah dunia yang dinamis, berpola, dan akan selalu bergerak untuk mempengaruhi setiap anggotanya, Ketiga adalah bahwa letak individu yang sebelumnya adalah sebuah entitas mutlak yang mampu menentukan arah dan tujuan bagi dirinya sendiri menjadi individu yang akan selalu lekat dengan masyarakat atau kelompoknya, Dari tiga posisi awal tersebut teori ini mengantarkan pada kemungkinan baru untuk mempersoalkan hal paling mendasar dalam pemikiran ilmu sosial, yaitu bahwa kebenaran tidak akan pernah berwajah dan bersifat tunggal karena pada setiap tempat dengan konteks budaya dan sejarah yang berbeda akan selalu ada kebenaran yang didefinisikan dengan cara yang berbeda pula. Teori ini sendiri berkembang pesat di Eropa Barat dan mewarnai hampir seluruh bidang-bidang ilmu sosial lainnya antara lain Sosiologi (Bourdieu, Baudrillard, etc), Anthropologi (Chombrad de Lauwe, Michel de Certeau, etc), dan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti Ekonomi, Politik, Seni, Bisnis, dan sebagainya. Fungsi Representasi Sosial Moscovici (1973) dalam Adriana (2009) menyebutkan bahwa representasi sosial memiliki dua fungsi sekaligus, antara lain: 1) Representasi sosial berfungsi sebagai tata aturan bagi individu untuk menyesuaikan diri dan memahami (serta menguasai keadaan pada lingkungan fisik ataupun lingkungan sosialnya. 2) Selain itu, representasi sosial juga dapat memungkinkan terjadinya aktivitas pertukaran sosial mereka, dan sebagai kode untuk menamai serta mengklasifikasikan dengan jelas berbagai macam aspek pada lingkungan, kesejahteraan individu dan kesejarahan kelompoknya. Bergman (1998) dalam Wesman (2011) juga menyatakan bahwa teori sosial terlihat pada pemikiran subyektif seseorang individu yang menciptakan sebuah kenyataan dari kenyataan yang tidak diketahui sebelumnya. Oleh sebab itu, representasi sosial memiliki 3|Representasi Sosial fungsi sebagai alat untuk memberikan arti bagi setiap istilah yang asing atau abstrak bagi mereka. Pembentukan Representasi Sosial Menurut Moscovici (1984) dalam Deaux dan Philogene (2001) representasi sosial tersebut dibentuk melalui dua buah proses, yaitu anchoring dan objectifying. 1) Anchoring mengacu kepada proses pengenalan atau pengaitan (to anchor) suatu obyek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses anchoring, informasi baru diintegrasikan kedalam sistempemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek diterjemahkan dalam kategori dan gambar yang lebih sederhana dalam konteks yang familiar bagi individu. 2) Objectifications, mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau dengan mengaitkan abstraksi tersebut dengan obyek-obyek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif dan juga dipengaruhi oleh efek dari komunikasi dalam pemilihan dan penataan representasi mental atas obyek tersebut. Pengukuran Representasi Sosial Pengukuran suatu representasi sosial dapat dilakukan melalui beberapa metode, di antaranya: percobaan, kuesioner, asosiasi kata, dan metode diferensiasi semantik. Dalam Wagner dan Hayes (2005) sebagaimana dikutip oleh Johar (2011) dikatakan bahwa pada percobaan, variabel percobaan yang digunakan adalah variabel terikat dan bukan variabel bebas. Percobaan pada proses representasi sosial mengungkapkan struktur, organisasi, dan komponen tindakan individu, serta tidak bersifat universal tergantung pada populasi yang digunakan. Selain itu, Wagner dan Hayes (2005) dalam Johar (2011) juga mengatakan bahwa pada asosiasi kata, representasi dilihat dari penghitungan kata-kata stimulus mengenai suatu objek yang dinyatakan oleh para subjek. Pada asosiasi kata, para subjek akan memberikan secara spontan jawaban atau pandangan nya dari suatu objek yang diberikan dan mereka diminta untuk menuliskan lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata mengenai objek tersebut. 4|Representasi Sosial Selanjutnya, kata-kata yang didapatkan dari subjek diurutkan mulai dari kata-kata yang paling menggambarkan objek sampai kata-kata yang kurang menggambarkan objek yang akan diukur representasinya (Nadra, 2010). Pada penelitian ini, responden hanya diminta untuk menyebutkan minimal satu kata yang dianggap paling mewakili objek penelitian, yaitu TPI Cituis. Hal ini dilakukan karena responden menemukan kesulitan ketika diminta untuk menyebutkan lima kata untuk mewakili TPI Cituis. Skala Likert digunakan untuk mengukur elemen sikap dan keyakinan dalam representasi sosial. C. Kasus dan Analisa Kasus 1 Pond`s merupakan produk kecantikan bagi wajah yang sudah dikenal oleh perempuan di Indonesia. Melalui iklan di televisi, Pond`s ingin menyampaikan bahwa brand Pond`s dapat membantu mewujudkan impian perempuan Indonesia untuk memiliki kecantikan wajah dengan standar yang dikomunikasikan melalui iklan Pond`s dan menjadi awet muda. Kecantikan tersebut menambah rasa percaya diri, sehingga memunculkan aura cantik yang inspiratif dan membawa pengaruh positif bagi orang-orang sekitarnya. Untuk mempromosikan produk Pond`s, selebriti sering digunakan untuk menyampaikan pesan promosi, termasuk Pond`s. Beberapa selebriti pernah menjadi brand ambassador produk Pond`s. Dalam memilih seorang selebriti sebagai brandambassador, pastinya Pond`s sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan, karena brand ambassador cukup penting untuk merek yang dibintanginya. Seorang brand ambassador memegang peranan penting karena brand ambassador merupakan bagian dari penciptaanimage dimata perempuan Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal tersebut diatas, Pond`s berusaha mengkonstruksi sebuah pemahaman baru mengenai sosok wanita cantik Indonesia yaitu seoranng wanita yang memiliki kecantikan kulit wajah putih alami, bebas kerutan yang dijaga sejak dini disertai sosok yang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat memancarkan aura cantik yang inspiratif dan dapat memberikan pengaruh positif bagi orang-orang disekitarnya. Untuk menyampaikan makna cantik seorang perempuan versi Pond`s, maka Pond`s memilih beberapa selebriti sebagai brand ambassador yang mereka anggap sesuai dengan akarakter brand untuk menjadicelebrity endorser dalam iklan Pond`s. 5|Representasi Sosial Analisa Kasus 1. Definisi mengenai kecantikan perempuan terus berubah dari era ke era sampai saat ini, salah satunya merupakan hasil bentukan dan tempaan iklan yang terus menerus. Iklaniklan yang membentuk standar kecantikan tersebut adalah iklan-iklan kosmetik dari produk kecantikan perempuan yang rata-rata iklannya menggunakan perempuan dengan berbagai kriteria cantik yang ingin disampaikan. 2. Konstruksi mengenai konsep kecantikan dalam iklan Pond`s di televisi dapat dilihat dari wujud visual dan copy yang ditampilkan dalam iklan tersebut yang menjadi representasi dan konsepsi mengenai kecantikan. Dalam iklan Pond`s di televisi versi Bunga Citra Lestari bersama Ashraf Sinclair, versi Bow Benchawan Artner, versi Bunga Citra Lestari dengan Gita Gutawa serta Rianti dan sosok selebriti lainnya, menggambarkan bahwa sosok selebriti inilah yang menjadi tanda untuk representasi dominan dan konsep kecantikan yang ingin disampaikan oleh Pond`s. Bahwa perempuan “cantik” menurut Pond`s wujudnya adalah artis yang menjadi brand ambassador. Sedangkan tanda-tanda yang lain bersifat memperkuat keberadaan mereka sebagai representasi dari tema kecantikan. 3. Hampir keseluruhan iklan Pond`s di televisi yang dibintangi oleh para selebritis mengangkat tema-tema kecantikan dari sisi fisik seperti tubuh Iangsing, kulit wajah putih mulus, bebas jerawat, bebas bintik hitam, tanpa kerutan di wajah dan awet rnuda, masih. Hal tersebut yang membentuk representasi dari konsep kecantikan. Ini berarti kecantikan secara fisik masih menjadi acuan utama dalam merepresentasikan makna kecantikan. Makna tentang perempuan “cantik” dikonstruksi dari ketertarikan kaum pria disebabkan oleh kecantikan yang dimiliki oleh perempuan secara fisik, seperti kulit wajah putih bersih, tanpa jerawat, tanpa noda hitam, tanpa kerutan wajah dan awet muda. Kasus dan Analisa 2 Bagaimana bentuk dan cara sebuah ‘realitas kekerasan’ direpresentasikan di dalam berbagai media representasi telah merupakan sebuah bentuk ‘kekerasan’ itu sendiri. Sehingga sikap tidak empatis pada korban, dan bias gender yang berpihak pada pelaku pada berita merupakan sebuah representasi dari kekerasan terhadap perempuan itu sendiri dalam media. Apalagi jika perempuan korban kekerasan diberi stigma sebagai “bukan perempuan 6|Representasi Sosial baik-baik”. Sehingga secara tidak sadar, memaksa masyarakat memberikan arti bahwa kekerasan terhadap perempuan diawali oleh perempuan itu sendiri sebagai penyebab terjadinya kekerasan. Sungguh suatu pemaksaan yang tidak adil, yang melanggengkan budaya patriarki itu sendiri dalam masyarakat. Contoh yang sangat konkret adalah terlihat dari pemilahan bahasa yang digunakan media untuk menggambarkan suatu kejadian perkosaaan. Dengan menggunakan ”bahasa banci” yang memaksa masyarakat meraba-raba dan menebak-nebak makna yang terkandung. Misalnya saja contoh judul berita perkosaan di media cetak ”Remaja ABG Digarap Sepulang Sekolah” atau ”Digauli ayah Tiri selama 1 Tahun”. Kedua contoh judul diatas merupakan sebuah bentuk representasi kekerasan terhadap perempuan dalam media massa. Bagaimana tidak, perempuan diposisikan sebagai kaum yang lemah yang hanya ingin diposisikan sebagai ”korban” yang tak berdaya. Penulisan judul saja sudah membuat asumsi dalam benak masyarakat bahwa perempuan merupakan mahluk yang bisa diperlakukan semena-mena. Ini belum lagi termasuk kedalam isi yang juga sarat akan kekerasan terhadap perempuan pada tingkat representasi. Seringkali deskripsi korban dijadikan senjata secara sengaja untuk menggambarkan bahwa perempuan juga merupakan pelaku. Contohnya saja, ”Gadis (Bunga bukan nama sebenarnya, 16 tahun), bertubuh sintal dan kulit putih digarap pada saat pulang sekolah disebuah gubuk”. Secara naluriah, jika kita membaca tulisan ini, maka kita akan berasumsi bahwa perempuan tersebut memancing laki-laki untuk melakukan tindakan kekerasan. Kasus 3 Masyarakat terkejut ketika suatu pagi di hari Minggu 22 Januari 2012 seorang perempuan yang mengemudikan mobil Daihatsu Xenia menabrak pejalan kaki di dekat Tugu Pak Tani dan mengakibatkan sembilan orang tewas ditempat. Beberapa dari mereka merupakan remaja yang baru selesai berolahraga sepak bola di Lapangan Monas. Dan yang membuat masyarakat terkejut adalah pengemudi mobil naas itu, Afriani, mengemudikan mobil tersebut tanpa memiliki SIM dan setelah sehari semalam berpesta shabu dengan teman temannya. Segera setelah kasus Afriani Susanti, 29 tahun, (selanjutnya akan disingkat AS) diekspose, maka muncullah berbagai gerakan mendukung hukuman mati bagi AS di internet 7|Representasi Sosial dan media sosial Facebook. Sampai tanggal 25 April 2012 ada kurang lebih 22 pengguna Facebook yang menggunakan nama AS. Misalnya Mendukung Hukuman Mati AS, yang disukai 27,130 orang, Mendukung Hukuman Mati Afriani Susanti dengan 5,593 yang suka, Mendukung Hukuman Mati Afriani Susanti Tersangka Tragedi Gambir dengan 5,593 orang yang suka, Rakyat Indonesia Mendukung Hukuman Mati AS dengan 1.853 yang suka, Gerakan Pendukung Hukuman Mati untuk AS dengan 1,145 yang suka, Anti Afriani Susanti dengan 300 yang suka dan 250.000.000 rakyat Indonesia Mendukung AS dihukum Mati dengan 1.226 yang suka. Sementara di YouTube terdapat Gerakan Hukum Berat AS. Ada juga video yang berjudul “Si Gendut Muka Jamban”yang menggambarkan ketika kecelakaan maut tersebut baru terjadi. Selain itu ada Forum SCPGSM yang menulis surat terbuka melalui internet berisi “Setelah kamu keluar penjara akan kami sediakan satu unit mobil Xenia baru, 2 kg shabu shabu kualitas nomor satu, 3 hektar kebun ganja. Semuanya gratis buat kamu. Hanya satu permintaan kami, tolong ngebut di kompleks gedung DPR”. Akan tetapi yang menarik tercatat juga ada 2 pengguna yang mendukung keringanan hukum untuk AS di facebook yaitu “Dukung Keringanan Hukum AS” dengan 13 orang yang suka dan “AS tidak bersalah” dengan 27 orang yang suka. Afriani Susanti telah diletakan dalam posisi terpojok, padahal pada dasarnya semua orang adalah sama kedudukannya dimata hukum. Akan tetapi para pengguna media social telah memainkan peranan sebagai hakim dengan mengutuk menghujat perempuan ini. Analisa Kasus Dengan mengendarai sebuah mobil, Afriani Susanti (AS), 29 tahun, pada tanggal 22 Januari 2012 menabrak sekumpulan orang di dekat Patung Pak Tani. Sembilan orang tewas ditempat. Dalam sekejab, media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadikan sosok AS sebagai bulan bulanan. Tercatat ada 22 pengguna di Facebook yang menggalang hukuman mati bagi AS. Beberapa diantaranya menggunakan julukan yang mengacu pada bentuk tubuh AS, seperti “Badak Bermuka Lima”, “Si Tampang Babi”. Sementara di youtube ada yang menjuluki AS sebagai “Si Gendut Bermuka Jamban”. Afriani sudah ditekan dan dipojokan jauh sebelum persidangan dirinya dimulai. Sementara hamper semua pengemudi lain yang 8|Representasi Sosial juga mencelakakan orang, tidak mendapat reaksi sekeras seperti terhadap AS. Dalam hal ini media sosial telah berperan sebagai hakim. Kasus ini membahas mengapa representasi perempuan seperti dalam kasus AS mendapat kutukan dobel dibanding pelaku kejahatan laki laki? Pendekatan budaya bahwa dalam masyarakat terdapat dualisme buruk dan baik bila menyangkut tindakan perempuan dan laki laki merupakan teori yang akan digunakan. Juga teori kekerasan simbolik yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu yang menyatakan bahwa kekerasan simbolik dilakukan oleh suatu kelompok yang lebih dominan dengan melalui pemaksaan pemikiran dan persepsi terhadap kelompok lain yang tersubordinat dalam masyarakat sehingga lama kelamaan masyarakat menganggap pemaksaan tersebut sebagai sesuatu hal yang sah dan adil. Kekerasan yang dilakukan di media sosial tersebut sedikit banyak merupakan tanggung jawab media karena diakui atau tidak telah melakukan pengkotak kotakan antara pelaku kejahatan perempuan dan laki laki, atau dengan kata lain mengentalkan dunia maskulin. 9|Representasi Sosial Daftar Pustaka http://akhfa14.wordpress.com/2012/02/06/representasi-sosial/ http://sr-indonesia.org/id/pengantar.php http://mitrapustaka.blogspot.com/2011/01/representasi-sosial.html?m=1 Le Dictionnaire des Sciences Humaines », Paris, PUF, 2006, Representation Sociales » oleh Denise Jodelet. 10 | R e p r e s e n t a s i S o s i a l