PEMAHAMAN KONSEP SEHAT ANAK TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT Oleh: B. Suhartini Dosen Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY Abstrak Pemahaman konsep sehat anak tentang kesehatan mempengaruhi beberapa hal, antara lain kepatuhan seseorang dalam melakukan pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya. Untuk mencapai derajad kesehatan perlu adanya pondasi yang kuat dan benar tentang pengetahuan kesehatan. Tahap untuk mencapai tujuan adalah dengan cara memberi informasi tentang konsep sehat secara benar sebagai dasar untuk pemeliharaan kesehatan, dan menimbulkan perilaku yang baik terhadap pemeliharaan kesehatan salah satunya adalah kepatuhan berobat. Materi kepatuhan berobat berdasarkan definisi kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter. Kepatuhan berobat bisa dilihat dari cara minum obat sesuai dengan aturan yang diberikan dokter dan mematuhi anjuran dokter. Selain di atas kepatuhan berobat dengan cara menghitung pil dan botol, tes darah dan urine atau melihat langsung hasil dari pengobatan yang dilakukan. Kepatuhan berobat merupakan masalah medis yang berat, sebagian besar anak dan keluarga gagal untuk mentaati pengobatan medis yang dianjurkan dokter untuk berbagai penyakit, dari penyakit akut sampai pada kondisi yang kronis. Akibat kegagalan tersebut banyak anak yang sulit atau lama sembuhnya. Dunyatakan bahwa kegagalan atau kepatuhan berobat disebabkan anak belum mempunyai pengertian sakit atau sehat yang sebenarnya. Kata Kunci: Pemahaman konsep sehat, Kepatuhan berobat Pemahaman konsep sehat merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajad kesehatan anak, maka perlu adanya pondasi yang kuat dan benar tentang pengetahuan kesehatan. Memberikan pengertian tentang konsep sehat bagi anak sangat berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan secara jelas. Program pendidikan kesehatan di sekolah bertujuan untuk memberikan konsep sehat yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap diri sendiri maupun lingkungannya. Tahap-tahap untuk mencapai tujuan tersebut di atas dengan cara memberi informasi tentang pemeliharaan kesehatan, salah satunya kepatuhan berobat anak akan membantu dalam meningkatkan kesehatan dan meningkatan ketaatan aturan-aturan medis bila menderita sakit. Perilaku kepatuhan berobat akan terjadi apabila hilangnya atau berkurangnya sakit atau penyakit, ini merupakan suatu kesembuhan penderita. Penderita cenderung untuk menghentikan pengobatannya, dan di samping hal tersebut berat ringannya gejala penyakit juga mempengaruhi kepatuhan berobat. Hal lain yang mempengaruhi kepatuhan adalan pelayanan kesehatan yang menyebabkan penderita menghindar dari pengobatan. Salah satu contoh apabila penderita tersinggung karena adanya perlakuan yang kurang memuaskan atau kurang bijaksana dalam memberikan informasi kesehatan, hal ini akan menyebabkan penderita lari dari pengobatan. Tulisan ini mencoba untuk membahas pemahaman konsep sehat pada kepatuhan berobat anak. Selain itu yang paling penting adalah upaya memberikan informasi yang benar, jelas tentang kesehatan agar anak bisa memelihara kesehatannya sehingga akan mempunyai perilaku hidup sehat dan derajad kesehatan yang tinggi. PEHAMAN KONSEP SEHAT Kesehatan merupakan konsep holistik yang mencakup aspek-aspek fisik, mental, dan sosial. Hubungan antara kesehatan fisik dengan perilaku manusia dan proses-proses psikologi yang ada di dalam lingkungan sosial menjadi sasaran dalam pembinaan kesehatan. Pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan sangat dibutuhkan untuk berperilaku sehat, kebiasaan yang dilakukan berdasarkan pemahaman yang baik. Untuk mencapai derajad kesehatan diperlukan pondasi yang kuat dan benar tentang pengetahuan kesehatan, oleh karena itu konsep sehat yang benar diberikan pada anak-anak yang masih berada di sekolah dasar (Entjang,1999). Pendidikan kesehatan di sekolah sangat berperan dalam memberikan pemahaman kesehatan yang benar dan jelas, karena program pendidikan di sekolah bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman kesehatan secara benar kepada anak agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan dapat menghadapi masalah-masalah kesehatan (Chatarina, 1996). Minat awal mempelajari cara memperoleh pengertian sesuatu telah dibangkitkan oleh Hall (1991) mengenai konsepsi yang salah pada seseorang. Dalam penelitian dilaporkan bahwa bila seseorang ditanya arti kata tertentu lebih sering mengasosiakan arti yang salah daripada arti yang benar. Salah satu gambaran mengenai konsep salah adalah jawaban pada beberapa anak yang diberi pertanyaan apakah sehat itu jawaban anak-anak terhadap pertanyaan tersebut adalah sehat sama dengan kuat (Smet, 1996) Pengertian didasarkan pada konsep, konsep bukan kesan indera langsung melainkan hasil pengolahan dan kombinasi, penggabungan, atau perpaduan kesan indera terpisah-pisah. Unsur bersama dalam berbagai obyek atau situasi menyatukan kumpulan benda atau situasi menjadi suatu konsep ( Hurlock, 1994). Konsep bersifat simbolis, sebab tergantung pada sifat situasi yang dihadapi maupun situasi lain dan bersifat benda. Konsep seringkali mempunyai sifat efektif, yaitu suatu bobot emosional yang menjadi bagian dari konsep tersebut dan menentukan perasaan seorang terhadap orang, benda, atau situasi yang digambarkan konsep. Bobot emosional sebagian besar menentukan respon seseorang, maka konsep merupakan hubungan kompleks yang berubah secara berkesinambungan dengan adanya pengalaman dan penambahan pengetahuan baru. Konsep sangat penting karena konsep menentukan hal-hal yang diketahui dan diyakini seseorang dan untuk sebagian besar yang dilakukan seseorang. Apabila konsep mencakup sikap positif, atau apabila secara emosional dibebani emosi yang menyenangkan akan memberi dororanga perilaku positif dalam bentuk penerimaan dan pencarian. Sebaliknya apabila konsep yang diberikan terlalu membebani emosi yang tidak menyenangkan, maka akan mendorong ke tindakan negatif dalam bentuk penghindaran dan cenderung tidak melakukan (Sarwono, 1996). Akurat tidaknya konsep yang dimiliki anak semakin baik perkembangannya serta semakin tepat dan besar pengertiannya. Sebagian besar konsep awal berkaitan dengan pengalaman sehari-hari, pada saat anak mencapai masa remaja telah memiliki perbendaharaan konsep yang lebih benar daripada pada saat masa kanak-kanak. Semakin lama anak akan menambahkan arti baru pada konsep yang lama dan membetulkan banyak hal yang tidak tepat dalam konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Perkembangan konsep sehat merupakan proses panjang dan sulit, karena terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.tiap orang mempunyai tingkat pengetahuan dan pemahaman konsep yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh pengalaman di dalam maupun di luar rumah. Ada beberapa factor yang menentukan perkembangan konsep (Hurock, 1984), antara lain adalah; 1). kondisi organ penginderaan, karena organ pengindraan mempengaruhi kesan indera dalam perjalanan ke otak, kondisi organ penginderaan mempengaruhi perkembangan konsep. Sebagai contoh adalah citra benda yang ditangkap anak buta warna dan citra anak dengan penglihatan normal akan berbeda 2). intelegensi, tingkat intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk menangkap dan mengerti yaitu aspek kognitif namun tidak mempengaruhi aspek afektif 3) kesempatan belajar, bila anak-anak masih muda konsep yang mereka pelajari akan tergantung pada kesempatan belajar yang disesuaikan lingkungan rumah. Dengan bertambahnya usia, sekolah dan masyarakat menyediakan kesempatan belajar yang serupa bagi semua anak 4) tipe pengalaman perkembangan konsep periode awal didasarkan pada pengalaman melalui pengalaman orang lain, terutama dalam informasi dalam buku, film, radio, dan televisi 5) jenis kelamin, karena anak-anak sejak awal masa kanak-kanak telah dilatih untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang dianggap sesuai dengan jenis kelamin, hal ini tercermin dalam arti yang mereka asosiasikan dengan berbagai benda dan pengalaman 6) kepribadian anak-anak yang memandang kehidupan dengan menggunakan suatu kerangka acuan, tempat mereka memainkan peranan sentral. Lebih lanjut Smet (1994) menyatakan konsep sakit tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan kognitif saja tetapi juga oleh crri-ciri atau sifat-sifat khusus dari penyakit. Menurut Hurlock (1984) mengerti adalah kemampuan untuk menangkap sifat, arti atau keterangan mengenai sesuatu dan mempunyai gambaran jelas atau lengkap tentang hal tersebut. Menyimpulkan artinya ialah kemampuan untuk memahami, sedangkan pengertian yang dicapai dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya ke pengalaman dan situasi yang baru. Jenis penyesuaian yang dilakukan anak pada kehidupan sebagian besar dipengaruhi oleh pengertian mereka akan lingkungan, orang tua dan diri sendiri atau pengaruh eksternal dan internal. Sebagai contoh anak yang mengerti arti kesehatan yang sebenarnya, akan menjaga kondisi badannya dan lingkungannya supaya tidak terganggu kesehatannya yang akan mengganggu kehidupannya (Anwar, 1995). Salah satu nilai tertinggi pengertian ialah bahwa memungkinkan anak-anak untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, baik perubahan pribadi maupun perubahan lingkungan (Hurlock, 1984). Perubahan perilaku dan minat merupakan contoh yang baik. Anak yang mengerti bahwa perubahan tersebut terjadi menurut pola yang diramalkan, seperti teori Piaget dan mengetahui sebab bisa menderita sakit gigi, maka anak tersebut akan tahu penyebabnya salah satunya karena tidak pernah gosok gigi sebelum tidur dan sesudah makan (Syariffudin, 1983). Menurut Ritser (cit. Sarwono, 1993) individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas suatu proses mental yang aktif dan kreatif, serta yang utama bukanlah tindakan individual, melainkan norma-norma dan nilai-nilai social yang menentukan dan mengatur perilaku (Poloma, 1978). Setiap sistem individu menduduki suatu tempat tertentu dan bertindak sesuai dengan norma atau aturan yang disebut oleh sistem dan perilaku individu yang ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya (Awar, 1988). Sebagai contoh keputusan anak untuk berobat tergantung dari pemahaman arti sehat bagi anak maupun orang tuanya. Anak akan tetap mau disuntik dan minum obat walaupun tidak enak, demi kesembuhan dan kesehatannya (Notoatmodjo, 1993). Secara skematis teori aksi dapat digambarkan sebagai berikut: Individu Pengalaman Stimulus Persepsi Tindakan Pemahaman Penafsiran Gambar 1 . Teori Weber ( cit. Sarwono, 1993) Dari teori Weber dikembangkan teori Parsons (cit. Sarwono, 1993) sebagai berikut : Sistem sosial Sistem budaya individu Perilaku Sistem kepribadian Gambar 2. Teori Parsons ( cit. Sarwono, 1993) Berdasarkan teori-teori yang telah disebut sebelumnya diketahui bahwa suatu pemahaman sebelumnya perlu ada informasi yang diberikan pada anak agar terjadi suatu tindakan dan perubahan perilaku dari individu yang bersangkutan. Namun perubahan perilaku dari individu juga sangat dipengaruhi oleh sistem social budaya, dan kepribadian dari individu tersebut. Penelitian dibaca dan Walsh ( cit. Smet, 1994) yang diberikan pada anak umur 12 tahun dengan cara menanyakan pada anak “apakah kesehatan itu”, menunjukkan hasil sebagian besar anak-anak memahami sehat sebagai tidak sakit sebanyak 53,2%. Anakanak yang menjawab sebagai kekuatan tubuh sebanyak 14,8%, 7,7% menjawab kombinasi tidak sakit dan kekuatan tubuh, dan yang menjawab gangguan aktivitas saharihari 6,2%. Sedangkan kebersihan makan dan kebersihan pribadi serta merta mau berobat tidak disebutkan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan tentang konsep-konsep berdasarkan usia. Eiser (cit. Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dengan bertambahnya umur anak Inggris mengertikan kesehatan sebagai tidak sakit. Untuk kombinasi umur, anak-anak berpendapat bahwa untuk menjaga kesehatan yang penting adalah dengan melakukan olahraga dan penuh semangat kerja serta makan makanan yang baik. Perbedaanperbedaan tersebut sangat mempengaruhi anak-anak dalam menghadapi masalah kesehatannya, sehingga perlu persepsi yang senada bagi anak-anak demi kebihdupan selanjutnya. Untuk menerapkan konsep sehat yang benar pada usia sekolah dasar sangat bermanfaat untuk perkembangan konsep selanjutnya. Oleh karena itu konsep sekolah dasar perlu mendapat dasar pengetahuan yang benar tentang arti kesehatan, agar anak mempunyai pengetahuan dan perilaku sehat dalam kehidupan sehari-hari, konsep sehat pada anak antara lain berdasarkan pada pengalaman, kesempatan belajar yang diperoleh, keadaan intelegensi, serta jenis kelamin. Adapun konsep sehat yang dimiliki anak sangat bervariasi ini tergantung dari lingkungannya tempat mereka hidup. Bagi anak-anak usia sekolah perkembangan konsep sehat sesuai dengan yang diberikan di sekolah oleh gurunya. Jadi konsep sehat dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan yang diberikan di sekolah, pengalaman, intelegensi anak, dan guru kesehatan. Pengetahuan sehat penting bagi anak untuk menerangkan kesehatan, seperti dikatakan Eiser (1987) bahwa semua anak perlu mengembangkan sikap-sikap positif terhadap perawatan diri sendiri dan perilaku kesehatan terhadap perawatan diri sendiri. Anak-anak yang menderita sakit mempunyai persepsi bahwa minum obat akan menyembuhkan penyakit. Konsep-konsep yang salah tentang proses penyakit dan efek pada badan mungkin mengurangi keinginan untuk menerima pengobatan yang diharuskan. Informasi yang lebih banyak dan lebih baik, seharusnya mengacu ke persiapan yang lebih baik bagi anak yang sakit (Leimena, 1995). KEPATUHAN BEROBAT Berdasarkan definisi kepatuhan menurut Sarafino (1990) adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter. Pengukuran kepatuhan anak terhadap pengobatan meliputi: a) minum obat sesuai dengan aturan yang diberikan dokter b) minum obat tambahan tanpa resep dokter c) mematuhi anjuran dokter. Metode lain untuk mengukur sejauh mana kepatuhan berobat dengan cara menghitung pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat mekanis, dan observasi langsung hasil pengobatan (Ley, 1992). Adam (1982) mengemukakan bahwa setiap pendidikan kesehatan masyarakat pasti telah memberikan penyuluhan mengenai penyuluhan mengenai keharusan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum makan. Sasaran strategi untuk penyuluhan mengenai hal kesehatan adalah anak sekolah. Segala yang dapat direncanakan dan dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kesehatan anak sekolah baik jasmani, rohani maupun mental sosial sesungguhnya dapat disalurkan melalui proses pendidikan di sekolah dan lingkungan, baik dari luar maupun dalam, sehingga anak mempunyai pengetahuan, sikap, dan perilaku positif terhadap kesehatan. Health Belief Model (Smet, 1994) merupakan suatu model yang mempunyai kemampuan untuk meramalkan perilaku seseorang terhadap kesehatan (health behaviour), serta perilaku terhadap penyakit yang dirasakan (illness behaviour), dan perilaku terhadap penyakit yang dirasakan (illness behaviour), dan perilaku terhadap penyakit yang diderita (sick role behaviour). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan penyakit bagi individu adalah persepsi individu tentang konsep sehat, kerentanan terhadap penyakit, persepsi terhadap kegawatan penyakit, faktor-faktor sosiopsikologis, faktor demografis, pengaruh media masa, anjuran dokter dan perhitungan untung rugi dari tindakannya. Sedangkan pengetahuan individu tentang pencegahannya akan mempengaruhi motivasi individu untuk berperilaku sehat, mempengaruhi persepsinya tentang kegawatan penyakit dan persepsinya tentang kegawatan penyakit serta tentang keuntungan dari erilaku tersebut (Becker 1983). Sangatlah penting untuk membedakan antara kebutuhan kesehatan yang objektif dan yang subjektif. Kebutuhan kesehatan yang objektif ialah diidentifikasikan oleh petugas kesehatan berdasarkan penilaian secara professional, yaitu adanya gejala yang dapat mengganggu atau membahayakan kesehatan individu. Sebaliknya individu menentukan sendiri apakah dirinya mengandung penyakit, berdasarkan perasaan dan penilaian sendiri (Smet, 1994). Pendapat atau kepercayaan dapat sesuai dengan realitas, namun dapat pula berbeda dengan kenyataan yang dilihat oleh orang lain. Menurut Soesanto (1982) pendapat subjektif merupakan kunci dari dilakukannya suatu tindakan kesehatan. Artinya individu baru akan melakukan tindakan untuk menyembuhkan penyakitnya jika benar-benar merasa terancam oleh penyakit tersebut. Jika tidak, maka tidak akan melakukan tindakan apapun. Model kepercayaan kesehatan menurut Soesanto (1982) mencakup persepsi induvidu tentang kemungkinan terkena penyakit (ancaman) dan pandangan individu tentang berat ringan penyakit, yaitu resiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit tersebut. Makin berat resiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa individu itu terserang penyakit tersebut makin dirasakan besar ancamannya. Ancaman tersebut akan mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit. Komponen dasar dari Health Belief Model adalah didasarkan pada teori psikologis dan perilaku yang antara lain diungkapkan bahwa perilaku seseorang tergantung pada dua variabel yaitu: 1) nilai yang diberikan individu pada suatu tujuan 2) perkiraan individu terhadap kemungkinan bahwa dengan tindakan akan mencapai tujuan tersebut. Variabel-variabel tersebut dapat diterapkan dalam perilaku sehat dan kepatuhan berobat, karena perilaku seseorang tergantung dari adanya keinginan untuk menghindari suatu penyakit dengan menjaga kebersihan diri, dan adanya kepercayaan bahwa perilaku sehat dilakukan dengan tujuan mencegah dan menyembuhkan penyakit (Janz, 1984). Hubungan antar pengetahuan dan perilaku sehat yaitu seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang hidup sehat. Pengetahuan yang positif tentang konsep dan hidup sehat akan mendorong individu bersikap positif terhadap hidup sehat. Sikap positif terhadap hidup sehat akan mendorong individu untuk selalu menjaga kebersihan dan kesehatan pribadinya. Data-data Depkes, 1995 menunjukkan bahwa Puskesmas dan Posyandu di daerah-daerah tertentu tidak dimanfaatkan secara optimal. Oleh sebab itu jika menginginkan peningkatn derajat kesehatan masyarakat, maka harus bersedia dan mampu mengubah perilaku masyarakat. Dalam bidang kesehatan merupakan tugas dari pendidik kesehatan (health educationist). Khan (cit. Soesanto, 1982) menyatakan bahwa setiap pendidikan kesehatan masyarakat pasti telah memberikan penyuluhan mengenai mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum makan. Tetapi hal ini belum pernah diadakan penilaian mengenai efektifitas dalam mengubah kebiasaan masyarakat yang mungkin belum dengan norma hidup sehat. Sejalan dengan tujuan pendidikan pemeliharaan kesehatan seseorang, tidak bisa lepas dari pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Pengetahuan tentang sehat akan mempengaruhi perilaku sehat seseorang dalam kehidupannya sehari-hari dan penjagaan kesehatan selanjutnya. Perilaku berobat akan terjadi apabila hilangnya atau berkurangnya sakit/penyakit, ini adalah suatu kesembuhan dari penderita, sehingga penderita cenderung untuk menghentikan pengobatannya, dan di samping hal tersebut berat atau ringannya gejala penyakit juga mempengaruhi kepatuhan berobat (Zoebir, 1981). Pelayanan kesehatan yang tidak tepat menyebabkan penderita menghindar terhadap pengobatan. Sebagai contoh penderita tersinggung karena adanya perlakuan yang kurang memuaskan atau kurang bijaksana dalam memberikan informasi kesehatan, sehingga hal itu menyebabkan penderita lari dari pengobatan (Becker, 1983). Menurut Sarwono (1993) proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam luar individu. Aspek-aspek di dalam individu yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan dan perubahan perilaku ialah persepsi, motivasi, dan emosi. Sedang dari luar individu antara lain berupa aspek budaya, komunikasi atau motivasi untuk berbuat dari orang lain atau lingkungannya. Selain itu tingkat pendidikan orang tua juga sangat berpengaruh dalam perubahan perilaku anak. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KEPATUHAN BEROBAT Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting karena berkaitan erat dengan faktor sosio ekonomi yang meliputi: pendapatan, pekerjaan, kondisi perumahan, dan kebiasaan hidup. Pendidikan ibu menurut Myrnawati (1984), sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan perawatan anak-anak dan keluarganya, baik dalam rangka mencegah penyakit maupun mengusahakan pengobatan dengan timbulnya penyakit maupun mengusahakan pengobatan dengan menggunakan sarana pelayanan kesehatan yang diinginkan. Faktor pendidikan ibu juga mempengeruhi besarnya bimbingan yang diberikan kepada keluarganya. Pendidikan yang tidak serasi atau seimbang antara suami istri menurut Pujosuwarno (1981) kadang-kadang dapat menimbulkan masalah dalam berkeluarga. Ketidaksimbangan itu biasanya terjadi dalam hal mendidik putra-putrinya serta kesepakatan dalam mengambil keputusan. Ibu yang berpendidikan rendah pada umumnya dalam menghadapi masalah keluarga sering tergantung kepada keputusan suaminya. Dengan demikian sifat ketergantungan ibu yang berpendidikan rendah lebih besar apabila dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan lebih tinggi. Kepatuhan berobat berarti patuh mengikuti petunjuk penggunaan medikasi, dan lebih dari pada itu menerapkan dan mempertahankan perilaku teraupetik. Agar sesorang patuh diperlukan komitmen dan partisipasi semua stakeholders di sistem pelayanan kesehatan Ketidak patuhan berobat merupakan problem multidimensional, yang membutuhkan strategi inovatif yang berbeda, tergantung ketersediaan sumber di lingkungan tersebut dan kerjasama serta dukungan petugas kesehatan, konselor, masyarakat dan anggota keluarga. Intervensi untuk memperbaiki kepatuhan berobat dananya cukup rendah, studi membuktikan adanya penghematan dan peningkatan efektifitas intervensi kesehatan yang mempunyai WHO biaya rendah merekomendasikan untuk kepatuhan meningkatkan berobat dipromosikan kepatuhan. sebagai penyederhanaan resimen, sesedikit mungkin jumlah obat, diberikan tidak lebih dari dua kali sehari. Konseling lanjutan dan strategi konseling merupakan alat untuk dapat meningkatkan kepatuhan pada resimen terapi. Faktor keberhasilan bagi kepatuhan berobat meliputi pendidikan dalam manajemen diri sendiri, program manajemen farmasi, perawat, apoteker/asisten apoteker dan petugas kesehatan profesional non medik lainnya membuat protokol intervensi , konseling, intervensi perilaku, tindak lanjut. Kepatuhan berobat akan membantu kondisi kesehatan individu, pemahaman yang lebih baik tentang konsep sehat akan membantu para petugas kesehatan mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepatuhan pada aturan medis. Konsep-konsep yang salah tentang penyakit dan efek pada badan akan mengurangi keinginan untuk menerima pengobatan yang diharuskan. Informasi yang lebih banyak dan lebih baik akan memberi persiapan bagi anak apabila menderita sakit (Smet, 1994). Komunikasi terapeutik kesehatan i pada pasien dengan melibatkan pemberi pesan dan penerima pesan maka terjadi suatu proses komunikasi interpesonal meliputi verbal dan non verbal. Dari segi psikologi dengan adanya hubungan interpersonal maka: (1) anak makin terbuka mengungkapkan perasaannya; (2) naka mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasehat yang diberikan oleh dokter. Setelah anak memperoleh informasi, pesan, perawatan, petunjuk, bimbingan, dorongan, nasehat .dan mendapat kesempatan untuk bertanya, maka pasien akan mengetahui bahwa untuk mencapai kesembuhan maka harus patuh berobat hingga perawatan selesai. Komunikasi terapeutik yang diberikan oleh dokter kepada anak akan terjadi komunikasi secara dua arah dan terbuka sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan berobat anak. PERILAKU KEPATUHAN BEROBAT Kepatuhan berobat anak atau ketaatan berobat anak tingkat melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain. Ada beberapa faktor yang mendukung kepatuhan berobat anak / pasien yaitu: 1. pendidikan yang diperoleh pasien / anak, misalkan membaca buku-buku, mendengarkan kaset tentang kesehatan; 2. memahami kepribadian pasien /anak. sehingga menimbulkan empati perasaan anak / pasien; 3. adanya dukungan sosial dari keluarga atau teman-teman; 4. perawatan dibuat sederhana; 5. meningkatkan interaksi profesional kesehatan merupakan ha1 penting untuk memberi umpan-balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnois . STRATEGI KEPATUHAN BEROBAT Kepatuhan berobat berarti patuh mengikuti petunjuk penggunaan medikasi, dan lebih dari pada itu menerapkan dan mempertahankan perilaku teraupetik. Agar sesorang patuh diperlukan komitmen dan partisipasi semua stakeholders di sistem pelayanan kesehatan ketidak patuhan berobat merupakan problem multidimensional, yang membutuhkan strategi inovatif yang berbeda, tergantung ketersediaan sumber di lingkungan tersebut dan kerjasama serta dukungan petugas kesehatan, konselor, masyarakat dan anggota keluarga. Intervensi untuk memperbaiki kepatuhan berobat dananya cukup rendah, studi membuktikan adanya penghematan dan peningkatan efektifitas intervensi kesehatan yang berbiaya rendah untuk meningkatkan kepatuhan. WHO merekomendasikan kepatuhan berobat dipromosikan sebagai penyederhanaan resimen, sesedikit mungkin jumlah obat, diberikan tidak lebih dari dua kali sehari. Konseling lanjutan dan strategi konseling merupakan alat untuk dapat meningkatkan kepatuhan pada resimen terapi. Faktor keberhasilan bagi kepatuhan berobat meliputi pendidikan dalam manajemen diri sendiri, program manajemen farmasi, perawat, apoteker/asisten apoteker dan petugas kesehatan profesional non medik lainnya membuat protokol intervensi , konseling, intervensi perilaku, tindak lanjut. Manajemen diri sendiri dalam kepatuhan berobat hal yang sangat menentukan kesembuhan penyakit, bagaimana penderita harus dapat mengatur diri kapan obat harus diminum atau obat dihabiskan. Program manajemen farmasi adalah ketepatan ukuran obat, ketepatan obat terhadap kesembuhan sakit penderita. Manajemen pelayanan rumah sakit dari semua unsur juga ikut menentukan seorang pasien patuh minum obat, lingkungan keluarga juga perlu memberi dukungan terhadap anggota keluarganya yaang menderita sakit sehingga akan selalu terpantau perilaku yang sakit. KESIMPULAN Tingkat pemahaman konsep sehat mempunyai peran yang sangat besar terhadap kepatuhan berobat seseorang, perilaku pencarian pengobatan atau pelayanan kesehatan erat kaitannya terhadap pengetahuan dan pemahaman konsep sehat. Melalui anak informasi yang didapat akan banyak mengetahui tentang arti kesehatan, sesuai dengan hasil-hasil penelitian. Rendahnya pengetahuan dari sebagian penderita menyebabkan kurangnya pengertian penderita terhadap penyakit dan bahayanya. Pemahaman konsep sehat terhadap kepatuhan berobat akan meningkatkan derajat kesehatan individu, dengan demikian menunjukan bahwa pemahaman konsep sehat mempengaruhi kepatuhan berobat. Dapat dikatakan pula bahwa semakin tinggi pemahaman konsep sehat maka semakin baik pula perilaku kepatuhan berobat, namun demikian pemahaman konsep sehat bukan merupakan satu-satunya pengetahuan yang harus dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Adam, S. (1998). Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Bathara Karya Aksara, , 10-12 Bartlett, E.E. (1991). The Contribution of School Health Eduation to Community Health Promotion : What can we reasonably expect. Am. J. Pub. Health, 1384-1391 Becker, M .H, (1996). Patien adhere to prescribed the raps. Medical Care, 539 Chatarina. (1996). Kesehatan Pribadi, Jakarta: Rora Karya,. 23-27 Eiser, Ch. (1997). Children’s Consepts of Illness: a Critique of the “stage” Approach, notpublished paper Entjang, E. (1999). Pendidikan Kesehatan Sekolah, Bandung: Cipta. 58 Hall, GS. (1991). The Contents of Children Mind on Entering School, New York:. Holf 264 Hurlock, E. ( 1984 ) Perkembangan Anak, Jakarta:. Erlangga. 26 Leimena, (1995). Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Van Dorp and CO Mar’at. (!982 ). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. 27 Pujosuwarno,S. (1991). Bimbingan Keluarga, Yogyakarta: P4T IKIP Sarwono, Solita. (!993). Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya Sosiologi Kesehatan, Yogyakarta: Mada University Press cetakan . 30 Sarafino,EP. (1990). Health Psycology: Biopsychosocisl Interaction, New York: Holf Smet, B. (!994). Psikologi Kesehatan, Jakarta: PT Grasindo, 36