SIMULASI PENYERAPAN ANGGARAN STIMULUS INFRASTRUKTUR Pendahuluan – SE TJ EN D PR R I Pada awalnya pemberian stimulus fiskal disebabkan karena kolapsenya ekonomi AS karena terjadinya subprime mortgage (krisis kredit perumahan kelas dua). Krisis ini menyebabkan menurunnya nilai mata uang Dollar terhadap mata uang Euro yang akhirnya juga berdampak luas kepada negara-negara lain, termasuk Indonesia. Beberapa dampak krisis tsb yang mempengaruhi perekonomian global antara lain : turunnya volume perdagangan, terjadinya pengangguran/PHK dan jatuhnya beberapa perusahaan besar dunia. PE LA KS AN AA N AP BN Di Indonesia, terkait krisis tersebut pemerintah dan DPR melalui APBN telah mengalokasikan dana sebesar Rp73,3 triliun (1,4% PDB) untuk program stimulus fiskal dengan tujuan mencegah meluas dan membesarnya dampak krisis global ini terhadap perekonomian dalam negeri . Pemerintah menganggarkan Rp12,2 triliun untuk digunakan sebagai stimulus ekonomi melalui pembangunan infrastruktur. Dana stimulus Infrastruktur tersebut selanjutnya dialokasikan ke berbagai K/L yang pada prinsipnya berfungsi sebagai motor pengerak perekonomian. Stimulus infrastruktur tersebut di alokasikan antara lain untuk: pertanian, pendidikan, kesehatan, perhubungan, perdagangan, perikanan, dll. AN AL IS A AN G G AR AN D AN Definisi infrastruktur itu sendiri adalah bentuk fasilitas fisik (jalan, bandara, sistem komunikasi, dll) dan jasa (air, sanitasi, energi,transportasi). Bank Dunia membagi infrastruktur menjadi tiga komponen, yaitu infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial dan infrastruktur administrasi. Infrastruktur ekonomi ditujukan untuk menunjang aktivitas ekonomi. Infrastruktur ini meliputi: public utilities (listrik, telekomunikasi, air, sanitasi,dan gas). Public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang). Infrastruktur sosial diantaranya ialah pendidikan, kesehatan, perumahan sedangkan infrastruktur administrasi, misalnya penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. BI R O Arti Penting Infrastruktur 1. Infrastruktur penting bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, karena pertama infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie, 2002). Berdasarkan riset yang dilakukan Ashauer (1998), Easterly dan Rebelo (1993), Canning dkk (1994), dan Sanches-Robles (1998), 1 investasi infrastruktur di suatu negara memiliki imbal hasil yang sangat tinggi, sehingga begitu berperan dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut (Ahmad Erani Yustika,2008). SE TJ EN D PR R I 2. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat (Aschauer, 1989 dan Munnell, 1990) menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, adalah sebesar 60% (Suyono Dikun, 2003). Bahkan studi dari World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup signifikan. KS AN AA N AP BN – 3. Alasan kedua, infrastruktur merupakan salah satu faktor masuknya FDI (Foreign Direct Investment) ke Indonesia. Sebagaimana studi yang dilakukan Bank Dunia dan LPEM FEUI yang menyatakan bahwa infrastruktur adalah salah satu indikator teratas yang menentukan keputusan untuk berinvestasi di Indonesia selain kondisi makro ekonomi, kematangan institusi (KKN/pungli/Izin), kondisi ketenagakerjaan, dll. BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE LA 4. Ketiga, pembangunan infrastruktur menyerap tenaga kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menunjukkan bahwa kontribusi sektor konstruksi dalam menyerap tenaga kerja pada tahun 2006 mencapai 4.373.950 jiwa, terdiri dari 4.249.018 jiwa pekerja pria dan 124.932 jiwa pekerja wanita. Secara total, penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi mampu menyerap sebesar 4,60 persen dari total angkatan kerja sebesar 95.177.102 jiwa. Apabila dicermati dari data yearto-year, penyerapan tenaga kerja pada sektor ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005. Dari data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pada tahun 2005 tercatat sektor ini mampu menyerap sebanyak 4.299.495 jiwa pekerja pria dan 117.592 jiwa pekerja wanita atau total menyerap 4.417.087 jiwa. Dengan demikian terjadi penurunan sebanyak 43.137 jiwa (tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2005). Dari hasil Studi Pusat Kajian Strategis (Pustra) tahun 2007, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja pada proyek-proyek di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2006 mampu berkontribusi sebesar 7,54 persen dari total tenaga kerja sektor konstruksi yang terserap. Studi Pustra tersebut menunjukkan pula bahwa dari tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum tahun 2000-2007, ditemukan adanya hubungan empiris antara alokasi pendanaan Departemen Pekerjaan Umum dengan tingkat penyerapan tenaga kerja. Hubungan empiris tersebut mengindikasikan bahwa setiap kenaikan sebesar Rp. 1 triliun alokasi anggaran Departemen Pekerjaan Umum, maka tambahan tenaga kerja yang terserap secara langsung mencapai sekitar 27.273 jiwa dan tenaga kerja tidak langsung sebanyak 5.198 jiwa. 2 5. Melihat arti penting infrastruktur maka disadari pembangunan infrastruktur dapat menjadi lokomotif pencapaian pertumbuhan ekonomi. Pemberian stimulus fiskal sektor infrastruktur bertujuan untuk mengurangi dampak krisis ekonomi global terutama dalam hal pemutusan hubungan kerja. AP BN – SE TJ EN D PR R I 6. Pemerintah mengalokasikan anggaran stimulus infrastruktur sebesar Rp 12,2 triliun dan dialokasikan melalui 12 Kementerian/lembaga antara lain Departemen Perhubungan, Departemen ESDM, Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perumahan Rakyat, Departemen Pertanian, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Departemen Perdagangan, Depnakertrans, dan Departemen Kesehatan. Ruang lingkup dari pemberian stimulus infrastruktur ini adalah pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur bidang pekerjaan umum, perhubungan, energi, perumahan rakyat, pasar; dan peningkatan sarana dan prasarana serta pelatihan tenaga kerja. KS AN AA N Kondisi Infrastruktur AN PE LA 1. World Economic Forum (WEF) menyampaikan posisi Indonesia berdasarkan peringkat indeks daya saing global kembali turun setelah sebelumnya sempat mengalami kenaikan. Pada tahun 2005-2006 Indonesia berada pada posisi 69, kemudian tahun 2006-2007 dan tahun 2007-2008 menjadi urutan 54 dan pada tahun 2008-2009 turun menjadi urutan 55 (Ichsanudin Noorsy dan Adi setiyanto, 2009). AN G G AR AN D 2. Sejak otonomi daerah diberlakukan, pembangunan infrastruktur tampaknya bukan lagi menjadi prioritas pembangunan. Setelah otda, daerah memiliki wewenang penuh dalam pembangunan infrastruktur (terutama jalan) namun disayangkan wewenang tersebut belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. BI R O AN AL IS A 3. Selain keterbatasan anggaran APBN dalam membiayai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pembangunan infrastruktur pun tidak merata. Sebagian besar pembangunan infrastruktur masih terpusat di bagian barat dan tengah Indonesia. Pemerataan pembangunan infrastruktur tidak berarti menyamaratakan pembangunan jenis infrastruktur, namun membangun dengan memperhatikan kesesuaian kondisi daerah dan mampu mendorong berkembangnya sektor-sektor ekonomi di daerah tersebut. 4. Jalan Raya 4.1. Ichsanudin Noorsy menyebutkan bahwa penyediaan jalan raya masih sangat terbatas, yakni 1,7 km per 1000 penduduk dan tingkat kepadatan 126 km/ 1 juta penduduk. Dari tabel 1 tampak bahwa panjang jalan dari tahun 2004 sampai dengan perencanaan tahun 2009 tidak mengalami pertambahan. Jalan dalam keadan rusak dari tahun 2004-2009 rata-rata sekitar 21%. Ketersediaan 3 R I jalan dan kondisi jalan yang ada menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan tingginya biaya ekonomi dan biaya sosial. Masalah lain yang tidak kalah penting dihadapi dalam pembangunan infrastruktur jalan adalah kurang terintegrasinya perencanaan pembangunan dengan sektor lain sehingga berdampak pada pelaksanaan fisik di lapangan yang mengalami bongkar pasang. 2005 2006 2007 2008 % Km % Km % Km % Km Baik 12.813,8 37,0 17.037,4 49,2 10.956,6 31,6 34,4 17.200,9 Sedang 15.200,4 43,9 10.873,4 31,4 17.314,3 50,0 R. ringan R. berat Total 2.770,5 3.844,1 34.628,8 8,0 11,1 2.874,2 3.843,8 34.628,8 8,3 11,1 3.210,1 3.147,8 34.628,8 9,3 9,1 11.905. 4 16.565, 7 3.232,7 2.925,0 34.628, 8 % 49,7 18.092,8 52,2 11.620,1 33,6 12.055,9 34,8 13,3 3,4 4.480,1 34.628,8 12,9 - TJ SE 47,8 Km D Km 4.617,9 1.189,9 34.628,8 AP BN – 9,3 8,4 2009 % EN 2004 Kondisi jalan PR Tabel 1. Pencapaian Kondisi Jalan 2004-2008 dan Target 2009 KS AN AA N Sumber : Dept. Pekerjaan Umum AR AN D AN PE LA 4.2. Untuk jalan tol, jalan yang beroperasi baru sekitar 32,21 persen dari yang direncanakan. Panjang jalan yang diharapkan bebas hambatan ini tidak mengalami pertumbuhan nyata sejak dibangun pertama kali pada 1978. Hampir 30 tahun terakhir ini hanya terjadi penambahan 603 km panjang jalan tol (Ahmad Erani Yustika). Malaysia yang baru memulai pembangunan jalan tol 20 tahun lalu, telah berhasil membangun 1.230 km dan RRC juga telah memiliki lebih dari 100.000 km jalan tol dan sekitar 1,7 km jalan arteri. Dari tabel 2 juga terlihat bahwa pembangunan jalan tol belum tersebar merata, sebagian besar jalan tol dibangun di pulau Jawa. G G Tabel 2. Jalan Tol tahun 2005-2010 (Km) Panjang (Km) Operasi Rencana Sumatera 42,70 337,80 Jawa 600,37 1.612,45 Bali 7,50 Sulawesi 6,05 57,60 Indonesia 649,12 2.015,35 Sumber : Dept. Pekerjaan Umum BI R O AN AL IS A AN Pulau 4.3. Rendahnya tingkat pembangunan jalan tol, menurut Ichsanudin Noorsy disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pertama, belum adanya perencanaan sistem jaringan jalan tol yang dapat mendorong terjadinya kompetisi antar operator. Kedua, belum adanya regulasi, tata cara dan aturan yang mengatur penyelenggaraan jalan tol oleh pihak swasta. Ketiga, belum ada prosedur 4 pemilihan investor yang kompetitif, pengadaan lahan rumit dan mahal, cost sharing, masa konsesi dan dasar pembagian pendapatan. D PR R I 4.4. Selain dari segi pembangunan, dari segi pemeliharaan infrastruktur jalan pun banyak pendapat yang menyatakan kurang baik. Jalan yang tidak terpelihara dengan baik akan mudah rusak. Rendahnya kualitas infrastruktur jalan disebabkan antara lain terbatasnya anggaran pemeliharaan infrastruktur, tidak efisiennya pembiayaan pembangunan infrastruktur jalan sehingga kualitas jalan yang terbangun rendah, beban jalan yang berlebih dan bencana alam. KS AN AA N AP BN – SE TJ EN 5. Pelabuhan 5.1. Indonesia memiliki pantai sepanjang 81.000 km (lebih dari dua kali lipat jalan raya nasional). Namun, dari panjang pantai ini hanya ada 18 pelabuhan, di mana lima pelabuhan samudera, dan sisanya pelabuhan nusantara. Data ini menunjukkan bahwa dalam 4.500 km panjang pantai, hanya ada satu pelabuhan laut. Dibandingkan dengan Jepang, jumlah pelabuhan di Indonesia masih tertinggal sekitar 7.364 pelabuhan laut, sebab setiap 11 km pantai di Jepang, terdapat satu pelabuhan laut. Sementara itu, Thailand memiliki 52 pelabuhan dengan pantai sepanjang 2.600 km. Ini berarti setiap 50 km panjang pantai terdapat satu pelabuhan laut (Afifi, 2005). AN D AN PE LA 5.2. Ketua Depalindo, Toto Dirgantoro, menyebutkan bahwa kondisi infrastruktur pelabuhan di Indonesia masih jauh dari memadai. Kondisi tersebut membuat arus barang baik ekspor maupun impor terhambat. Padahal, perbaikan infrastruktur pelabuhan memiliki dampak berantai yang sangat positif bagi perekonomian Indonesia. BI R O AN AL IS A AN G G AR 6. Irigasi 6.1. Irigasi merupakan infrastruktur yang lebih bertujuan kepada pembangunan sektor pertanian. Namun dalam sepuluh tahun terakhir tidak ada irigasi berskala besar yang dibangun, bahkan sebagian besar irigasi-irigasi yang ada sekarang merupkan peninggalan zaman Belanda. Sedangkan untuk irigasi tersier kurang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Daerah dalam pemeliharaannya (Fadhil Hasan). Sebaran pembangunan irigasi ini juga tidak merata, sebagian besar berada di jawa dan kawasan barat Indonesia, seperti tampak dalam tabel 3. Tabel 3. Jumlah Infrastruktur Irigasi menurut Pulau A. Lintas Provinsi B. Lintas Kabupaten/Kota Sumatera Jawa+Bali Nusa Tenggara Luas (Ha) 147.982 1.078.015 141.489 752.639 56.202 Jml Daerah Irigasi 64 7 39 7 5 R PR TJ EN 234 76 70 26 4 46 9 3 I 1 10 D 6.000 121.685 1.652.115 541.049,00 590.943,34 100.667,00 15.090,00 349.181,00 41.534,84 13.650,00 – SE Kalimantan Sulawesi Maluku + Maluku Utara Papua + Irjabar C. Utuh Kabupaten/Kota Sumatera Jawa+Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku + Maluku Utara Papua + Irjabar Sumber : Dept. Pekerjaan Umum KS AN AA N AP BN 6.2. Dalam hal pemeliharaan juga belum dapat dikatakan baik, karena dari kondisinya sekitar 40% irigasi dalam kondisi rusak. Sementara yang masih berfungsi dengan baik kerap terkendala dengan debit air yang terus menurun (Ahmad Erani Yustika). AN D AN PE LA 7. Infrastruktur Energi (listrik) 7.1. Listrik menjadi masalah krusial yang dihadapi Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maraknya berita pemadaman bergilir yang ada di media massa belakangan ini dapat dijadikan indikator yang menunjukkan pertumbuhan suplai listrik kurang mampu memenuhi naiknya permintaan. Bila kondisi ini tidak diperbaiki, maka dalam jangka panjang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. BI R O AN AL IS A AN G G AR 7.2. Pada tahun 2002, produksi listrik (menunjukkan penyediaan listrik) oleh PLN sempat mengalami surplus sebesar 0,98 gigawatt. Namun tahun-tahun selanjutnya kenaikan penyediaan listrik oleh PLN tidak mampu mengimbangi kenaikan kebutuhan/konsumsi listrik sehingga terus mengalami defisit. Pada tahun 2005, meski masih terjadi defisit pasokan listrik, namun bila dilihat dari pertumbuhan konsumsi listrik mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan kebijakan Pemerintah menaikkan BBM. Kenaikan harga BBM yang kemudian diikuti oleh kenaikan BI rate ke level 12,75 persen membuat ekonomi melambat. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi listrik pun mengalami penurunan cukup signifikan. Krisis pasokan listrik kemudian menyebabkan pemadaman bergilir sering terjadi tidak hanya di kawasan permukiman, tetapi juga di kawasan industri (terutama industri kecil). 6 Produksi Konsumsi ∆ produksi 0,98 (0,39) (6,98) (8,86) (10,95) 2,25 3,41 5,44 3,55 3,66 ∆ konsumsi 3,85 10,68 6,93 5,21 6,67 EN D PR 2002 88.068 87.089 2003 90.046 90.441 2004 93.113 100.097 2005 98.177 107.032 2006 101.664 112.609 Rata-rata Sumber : Harian Republika, 28 Mei 2009 Surplus/Defisit R Tahun I Tabel 4. Neraca Listrik PLN (dalam gigawatt) SE TJ Pembahasan AP BN – Mengingat pentingnya infrastruktur sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan infrastruktur menjadi mutlak. Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur tersebut, maka pemerintah menggulirkan anggaran stimulus infrastruktur. KS AN AA N Beberapa catatan yang perlu diperhatikan terhadap paket stimulus fiskal sektor infrastruktur: 1. Penyerapan Anggaran G G AR AN D AN PE LA Data realisasi pelaksanaan program stimulus infrastruktur yang dikeluarkan Departemen Keuangan menunjukkan belanja stimulus infrastruktur akhir Oktober 2009 baru mencapai Rp4.422,3 milyar, atau 36,2% dari total alokasi Rp12.200 milyar. Membaik setelah sebelumnya, per akhir Mei dan Juni 2009, BPS menyebutkan bahwa realisasi stimulus infrastruktur baru mencapai 2%. Tingkat penyerapan tertinggi dengan kapasitas melebihi 50% alokasi anggaran dilakukan oleh dua K/L yaitu Departemen Kesehatan sebesar 76,7% atau Rp115 milyar dari total alokasi Rp150 milyar, dan Kementerian Perumahan Rakyat sebesar 50,8% atau Rp203,3 milyar dari total Rp400 milyar (ditunjukkan pada tabel 5). AN AL IS A AN Tabel 5. Pelaksanaan program Stimulus Fiskal Bidang Infrastruktur tahun 2009 (Realisasi 30 Oktober) Kementerian/lembaga Alokasi stimulus (Rp milyar) BI R O No 1 2 3 4 5 6 7 Dept. Pertanian ESDM Dept. Perhubungan Depnakertrans Dept. Kelautan dan Perikanan Dept. Pekerjaan Umum Dept. Koperasi dan UKM 260,0 500,0 2.198,8 300,0 100,0 6.601,2 100,0 Anggaran terserap (Rp milyar) % penyerapan 0,0 213,2 800,9 60,7 30,9 2.903,9 29,9 0,0 42,6 36,4 20,2 30,9 44,0 29,9 7 8 9 10 11 Dept. Perdagangan Kementerian Perumahan Rakyat Dept. Kesehatan Bendahara Umum Negara Total 335,0 64,5 19,3 400,0 150,0 1255,0 12.200,0 203,3 115,0 0,0 4.422,3 50,8 76,7 0,0 36,2 PR R I Sumber : Departemen Keuangan BN – SE TJ EN D Salah satu penyebab lambannya penyerapan stimulus infrastruktur adalah pertama, proses tender yang membutuhkan waktu lama sehingga pelaksanaan proyek tidak bisa berjalan cepat dan kedua masih tertahannya anggaran stimulus di Departemen Keuangan. Hambatan ini juga yang umumnya terjadi pada penyerapan anggaran reguler di tiap kementerian/ lembaga, sehingga penyerapan anggaran biasanya akan lebih tinggi terjadi pada akhir tahun. AN PE LA KS AN AA N AP Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program stimulus fiskal tahun 2009, Pemerintah sepakat untuk memberikan sanksi kepada K/L termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal tahun 2009. Sanksi yang diberikan berupa pengurangan pagu belanja tahun anggaran 2010 maksimum sebesar sisa anggaran stimulus fiskal 2009 yang tidak terserap. Untuk satuan kerja pusat/ vertikal K/L, pengurangan tersebut dibebankan pada alokasi anggaran pada Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK)/ DIPA satuan kerja pusat/ vertikal K/L yang bersangkutan. Berikut simulasi perhitungan penyerapan anggaran stimulus infrastruktur: BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D Disebutkan sebelumnya bahwa penyerapan stimulus infrastruktur sampai dengan akhir Oktober 2009 sebesar 36,2%. Diasumsikan anggaran stimulus infrastruktur yang terserap secara rata-rata adalah sama besar setiap bulannya yaitu 5,17% dan penyerapan untuk 2 bulan berikutnya mempunyai tingkat penyerapan yang relatif sama dengan sebelumnya. Tambahan penyerapan dalam dua bulan terakhir diperkirakan sekitar 11%, maka total perkiraan penyerapan sampai dengan akhir tahun 2009 sekitar 47% atau sama dengan Rp 5.734 milyar. Dengan demikian anggaran belanja kementerian/lembaga akan terpotong sebesar Rp 6.466 milyar, dan total anggaran belanja tersebut menjadi Rp 333.683 milyar. Adapun perhitungan perkiraan untuk tiap Kementerian/ lembaga hingga akhir Desember sebagai berikut: 8 Tabel 6. Simulasi Perhitungan Realisasi Stimulus Infrastruktur per Kementerian/Lembaga (Rp milyar)1 Pagu Definitif APBN 2010 (SE2679/MK.02/2009) % Perkiraan Realisasi Akhir Desember Pekiraan Pagu Belanja Setelah Pemotongan Anggaran 21389 400,0 150,0 PR 7.804,9 7.559 14.666 2.651,6 3.131,2 31.781,9 673,24 997,3 748,6 EN D 10, 34 52,40 46,74 30,54 41,24 54,34 40,24 29,64 61,14 TJ SE – 260,0 500,0 2.198,8 300,0 100,0 6.601,2 100,0 335,0 BN 8.038 7.797 15.838 2.860 3.190 34.796 733 1.233 904 AP Dept. Pertanian ESDM Dept. Perhubungan Depnakertrans Dept. Kelautan dan Perikanan Dept. Pekerjaan Umum Dept. Koperasi dan UKM Dept. Perdagangan Kementerian Perumahan Rakyat Dept. Kesehatan R I Kementerian/lembaga Alokasi Stimulus 87,04 21.369,56 KS AN AA N Sumber : SE-2679/MK.02/2009 tentang Pagu Definitif Kementerian Negara/lembaga Tahun 2010 dan Departemen Keuangan, diolah BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE LA Mengikuti rata-rata pola penyerapan anggaran negara tiap tahun, dimana penyerapan terbesar baru akan terjadi pada beberapa bulan menjelang berakhirnya tahun anggaran, maka tampaknya pemerintah berusaha mempercepat pencairan anggaran stimulus agar dapat terserap setidaknya 90%. Dengan tingkat penyerapan sebesar 90% atau Rp 10.980 milyar maka anggaran belanja kementerian/lembaga hanya akan terpotong sebesar Rp 1.220 milyar. Dengan demikian total anggaran belanja kementerian/lembaga menjadi Rp 338.929 milyar. Namun penyerapan sebesar yang diharapkan ini memiliki beberapa kendala, antara lain dalam hal pengadaan dimana realisasi kontrak kerja sama sesuai aturan (keppres 80/2003) membutuhkan waktu yang relatif panjang. Penyerapan anggaran stimulus, terutama infrastruktur, memang masih dibutuhkan dalam situasi ekonomi yang belum pulih, namun penyerapan anggaran stimulus yang besar dalam rentang waktu hanya dua bulan akan menimbulkan tekanan inflasi yang cukup besar (Drajad Wibowo, Kompas 12 November 2009)2. Berdasarkan data terbaru dari Departemen Keuangan, didapatkan realisasi belanja stimulus infrastruktur hingga akhir Desember 2009 sebesar 97,1% (Rp11.846 milyar). Bila dibandingkan dengan tingkat penyerapan per Oktober 2009 sebesar 36,2%, maka terjadi percepatan penyerapan hingga 60,9% hanya dalam jangka waktu dua bulan. Tingkat penyerapan sebesar 97,1% 1 Diasumsikan semua K/L penerima dana stimulus infrastruktur tidak memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 2 Sampai dengan tulisan ini selesai, waktu penyerapan anggaran stimulus infrastruktur hanya tinggal kurang dari 1 bulan efektif. 9 mengakibatkan anggaran belanja kementerian/lembaga hanya akan terpotong sebesar Rp 354 milyar. R EN D PR % penyerapan 98,1 99,0 93,5 98,2 94,5 97,5 95,9 99,0 400,0 150,0 1.240,0 11.846,0 100,0 100,0 98,8 97,1 TJ 255,0 495,0 2.055,9 294,6 94,5 6.433,4 95,9 331,7 SE BN AP 400,0 150,0 1255,0 12.200,0 AN PE 9 10 11 260,0 500,0 2.198,8 300,0 100,0 6.601,2 100,0 335,0 KS AN AA N Dept. Pertanian ESDM Dept. Perhubungan Depnakertrans Dept. Kelautan dan Perikanan Dept. Pekerjaan Umum Dept. Koperasi dan UKM Dept. Perdagangan Kementerian Perumahan Rakyat Dept. Kesehatan Bendahara Umum Negara Total LA 1 2 3 4 5 6 7 8 Anggaran terserap (Rp milyar) Alokasi stimulus (Rp milyar) Kementerian/lembaga – N o I Tabel 7. Pelaksanaan program Stimulus Fiskal Bidang Infrastruktur tahun 2009 (Realisasi 31 Desember) AN D Sumber : Departemen Keuangan G AR Adapun perhitungan perkiraan untuk tiap Kementerian/ lembaga hingga akhir Desember sebagai berikut: IS A AN G Tabel 8. Simulasi Perhitungan Realisasi Stimulus Infrastruktur per Kementerian/Lembaga (Rp milyar)3 BI R O AN AL Kementerian/lembaga Dept. Pertanian ESDM Dept. Perhubungan Depnakertrans Dept. Kelautan dan Perikanan Dept. Pekerjaan Umum Dept. Koperasi dan UKM Dept. Perdagangan Pagu Definitif APBN 2010 (SE2679/MK.02/2009) 8.038 7.797 15.838 2.860 3.190 34.796 733 1.233 Alokasi Stimulus 260,0 500,0 2.198,8 300,0 100,0 6.601,2 100,0 335,0 % Realisasi Akhir Desember Pekiraan Pagu Belanja Setelah Pemotongan Anggaran 98,1 99,0 93,5 98,2 94,5 97,5 95,9 99,0 8.033,06 7.792 15.695,08 2,854,6 3,184,5 34.630,97 728,9 1.229,7 3 Diasumsikan semua K/L penerima dana stimukus infrastruktur tidak memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 10 Kementerian Perumahan Rakyat Dept. Kesehatan 904 400,0 150,0 21389 100,0 - 100,0 - Sumber : SE-2679/MK.02/2009 tentang Pagu Definitif Kementerian Negara/lembaga Tahun 2010 dan Departemen Keuangan, diolah SE TJ EN D PR R I Salah satu sebab terjadinya penumpukan realisasi anggaran stimulus infrastruktur di akhir tahun adalah sebagian besar K/L yang bersangkutan baru mencairkan anggaran pada akhir tahun untuk me-reinburse anggaran kegiatan yang sebelumnya ditalangi oleh pihak ketiga pelaksana kegiatan4. Sementara untuk kegiatan lain dimungkinkan berjalan tidak sesuai rencana. Faktor birokrasi yang lemah, seperti proses pengadaan barang dan jasa yang cukup lama, juga menjadi sumber tidak efektifnya realisasi stimulus infrastruktur ini. LA KS AN AA N AP BN – Selain itu, penyaluran anggaran stimulus yang dilakukan dengan sistem desentralisasi juga mempengaruhi kelancaran stimulus Infrastruktur dari pemerintah, hal ini dimungkinkan karena daya serap di daerah ikut memperlambat realisasi stimulus tersebut. Kecuali untuk Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan Umum, semua anggaran harus lewat daerah. Setelah dana dialirkan ke daerah, pemerintah pusat tidak lagi melakukan kontrol. Maka karena itu, pelaksanaannya sangat bergantung pada daya absorbsi setiap daerah yang membutuhkan. AN AL IS A AN G G AR AN D AN PE 2. Pasal 14 ayat (3) poin a Undang-undang No.47/2009 menyebutkan bahwa pengurangan pagu belanja tahun anggaran 2010 hanya dikenakan jika K/L yang bersangkutan tidak dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dibatasi hanya pada 1) efisiensi pelaksanaan program, misalnya, terjadi penghematan dalam pembiayaan pelaksanaan kegiatan. Dan 2) kegiatan yang dilakukan merupakan kewenangan pemerintah daerah dan bukan kewenangan pemerintah pusat sehingga K/L tidak dapat melaksanakan kegiatan sesuai perencanaan. Dalam pelaksanaannya diperlukan ketegasan pemerintah sehingga pada akhirnya mengenakan atau tidak mengenakan sanksi bagi K/L yang bersangkutan karena tanpa hal itu maka ayat ini seperti membuka peluang bagi K/L yang tidak dapat melaksanakan sepenuhnya belanja stimulus untuk tidak dikenakan sanksi. BI R O 3. Melihat pola penyerapan anggaran stimulus infrastruktur, terlihat lambatnya penyerapan yang terjadi. Kalaupun pada akhirnya tercapai penyerapan sampai dengan 97,1%, semata karena percepatan penyerapan pada dua bulan sebelum tahun 2009 berakhir. Dalam pasal 14 Undang-undang No 47 tahun 2009 menyebutkan bahwa paling lambat tanggal 26 Februari 2010, Menteri Keuangan akan menetapkan surat edaran pengurangan pagu kepada K/L yang tidak dapat sepenuhnya melaksanakan program stimulus fiskal dan menyampaikannnya dalam 4 Yonathan Setyanto, disampaikan dalam diskusi dengan Dirjen Anggaran mengenai “Outlook Ekonomi Makro dan Realisasi ABN-P 2009”, bertempat di Sekretariat Jenderal DPR RI tanggal 4 januari 2010. 11 PR R I APBN-Perubahan dan atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Padahal sebagaimana diketahui, Pemerintah juga tengah menyiapkan anggaran stimulus fiskal (infrastruktur) untuk tahun 20105. Diakui, percepatan pembangunan infrastruktur sudah menjadi kebutuhan mendesak saat ini, namun sebaiknya diperlukan tujuan yang lebih fokus dan mengingat pola penyerapan anggaran yang telah terjadi. EN D Bentuk Stimulus di Negara Asia Lainnya BN – SE TJ Sementara itu, beberapa negara juga telah mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup substansial dan ditujukan untuk mendorong permintaan masyarakat, peningkatan pengeluaran infrastruktur, serta pemotongan sementara pajak yang terkait dengan investasi swasta. PE LA KS AN AA N AP Tujuan pemberian paket stimulus di beberapa negara kawasan Asia tidak jauh berbeda. Negara seperti China, India dan Indonesia mengeluarkan paket stimulus ekonomi dalam bentuk peningkatan pengeluaran Infrastruktur dan pengurangan pajak, sedangkan paket stimulus ekonomi di negara Malaysia, Taiwan, dan Korea lebih diarahkan kepada peningkatan pengeluaran infrastruktur (tabel 9). Paket Stimulus Cina senilai USD 586 milliar telah berhasil menjadi penggerak ekonomi, sehingga perekonomian China bisa tumbuh 7,5-8 persen pada tahun 2009. BI R O AN AL IS A AN G G AR AN D AN Berdasarkan perkiraan IMF, dengan berbagai paket stimulus yang dikeluarkan oleh negara maju dan negara berkembang diperkirakan defisit fiskal di negara maju akan semakin besar hingga mencapai kisaran 7% terhadap PDB pada tahun 2009, jauh lebih tinggi dibanding dengan negara berkembang yang diperkirakan hanya sebesar 2% PDB. 5 Alokasi stimulus tahun depan diperkirakan akan kurang dari Rp60 triliun, turun dari anggaran 2009 ini sebesar Rp73,3 triliun. Ini dibawah 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara 2009 sebesar 1,4% dari PDB. 12 BN – SE TJ EN D PR R I Tabel 9. Stimulus fiskal di negara negara Asia KS AN AA N AP Sumber: BI dan berbagai artikel media. Penyerapan Tenaga Kerja dari Anggaran stimulus Infrastruktur D AN PE LA Stimulus fiskal merupakan kebijakan countercyclical yang dilakukan dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat, memperbaiki daya saing, daya tahan sektor usaha dan juga menangani dampak PHK serta dapat mengurangi tingkat pengangguran melalui peningkatan belanja infrastruktur padat karya. IS A AN G G AR AN Perbaikan Infrastruktur di berbagai sektor akan memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian setempat/daerah dan nasional sehingga mempercepat pergerakan ekonomi, khususnya di luar jawa yang sebenarnya memiliki potensi besar. Setidaknya dengan adanya dana stimulus yang diberikan pemerintah pada bidang infrastruktur ini diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan daya beli mereka. BI R O AN AL Pada tahun 2009 , diprediksi tingkat pengangguran akan mencapai 8,87 % dari jumlah angkatan kerja yang mencapai 107 juta orang. Dengan adanya stimulus fiskal, penganguran terbuka diharapkan dapat ditekan sehingga ditargetkan stimulus ini dapat menciptakan sebanyak 1.013.851 lapangan kerja baru. Dari 11 K/L yang mendapatkan stimulus Infrasruktur tersebut hanya 4 K/L yang mencatat target dalam pencapaian lapangan kerja baru, antara lain : Dep.PU, Dephub, Dep Kelautan&Perikanan dan Dep.Koperasi & UKM (Tabel 10). 13 Tabel 10. Target dan Penyerapan Tenaga Kerja dari Stimulus Infrastruktur per Oktober 2009 I R PR D TJ EN 675.160 31.403 8.435 6.943 5.000 0 2.976 4.746 19.094 423 0 0 754.180 SE 944.170 45.962 0 12.450 0 0 5.720 0 0 0 0 0 1.013.851 – Dept. Pekerjaan Umum Dept. Perhubungan ESDM Dept. Kelautan dan Perikanan Kementerian Perumahan Rakyat Dept. Pertanian Dept. Koperasi dan UKM Dept. Perdagangan Depnakertrans Dept. Kesehatan Menneg BUMN (untuk KUR) Bendahara Umum Negara Total AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Naker terserap (orang) KS AN AA N Kementerian/lembaga BN Target naker terserap (orang) No Sumber : Bappenas (dikutip dari harian Kompas: Stimulus Serap 754.180 Tenaga Kerja, oleh Raja Hendrik Napitupulu dan Thomas E. Harefa) AN D AN PE LA Sesuai dengan catatan Bappenas per 30 Oktober 2009, total tenaga kerja yang terserap baru mencapai 754.180 orang. Seperti yang terlihat pada tabel 10, penyerapan terbanyak terjadi di Departemen PU sebanyak 675.160 orang, dari target semula 675.160 orang. G AR Kesimpulan BI R O AN AL IS A AN G 1. Jika anggaran stimulus infrastruktur yang terserap secara rata-rata adalah sama besar setiap bulannya yaitu 5,17%, maka total perkiraan penyerapan sampai dengan akhir tahun 2009 sekitar 47% atau sama dengan Rp 5.734 milyar. Dengan demikian anggaran belanja kementerian/lembaga akan terpotong sebesar Rp 6.466 milyar, dan total anggaran belanja tersebut menjadi Rp 333.683 milyar. 2. Terjadi penumpukan realisasi penyerapan anggaran stimulus infrastruktur pada akhir tahun, meskipun pada akhirnya mampu terserap sebesar 97,1% atau Rp11.846 milyar. Dengan tingkat penyerapan sebesar itu maka anggaran belanja kementerian/lembaga hanya akan terpotong sebesar Rp 354 milyar. 3. Dibandingkan dengan tingkat penyerapan per Oktober 2009 sebesar 36,2%, maka terjadi percepatan penyerapan hingga 60,9% hanya dalam jangka waktu dua bulan. 4. Jika implementasi dari program-program kebijakan pemerintah yang berspektrum jangka pendek terutama implementasi stimulus fiskal, tidak berjalan optimal dan tepat waktu , maka terdapat kemungkinan proses pemulihan ekonomi Indonesia akan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Kondisi ini selanjutnya 14 D PR R I berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah ke lintasan yang lebih rendah dari perkiraan semula. 5. Dari 11 K/L yang mendapatkan stimulus Infrasruktur tersebut hanya 4 K/L yang mencatat target dalam pencapaian lapangan kerja baru. Sesuai dengan catatan Bappenas per 30 Oktober 2009, total tenaga kerja yang terserap baru mencapai 754.180 orang. penyerapan terbanyak terjadi di Departemen PU sebanyak 675.160 orang, dari target semula 675.160 orang. TJ EN Rekomendasi KS AN AA N AP BN – SE 1. Pemerintah diharapkan agar lebih fokus dan lebih terencana dalam menggulirkan anggaran stimulus fiskal tahun 2010, terutama stimulus infrastruktur, untuk menghindari terjadinya keterlambatan penyerapan seperti pada tahun sebelumnya. Karena penumpukan penyerapan yang terjadi di akhir tahun membuka peluang terjadi penyalahgunaan anggaran. AN G G AR AN D AN PE LA 2. Untuk penyerapan anggaran secara normal, Pemerintah hendaknya melakukan penyerderhanaan proses lelang terutama yang terkait dengan belanja stimulus fiskal, himbauan untuk melakukan tender di akhir tahun anggaran sebelumnya, sehingga pada awal tahun berjalan, kegiatan tersebut sudah dapat dilaksanakan. 3. Guna mendorong implementasi paket stimulus fiskal, terutama stimulus Infrastruktur, diperlukan adanya sinergi antara Pemerintah pusat dan daerah melalui sinkronisasi anggaran belanja pusat dan daerah, perbaikan penataan regulasi atau kebijakan yang mendorong perekonomian daerah melalui penghilangan aturan yang kontraproduktif dan dukungan daerah dalam melaksanakan tugas pembantuan/dekonsentrasi stimulus fiskal bersama dengan kementrian/lembaga terkait. IS A Daftar Literatur AN AL Departemen Keuangan :Yonathan Setianto; Outlook Ekonomi Makro dan Realisasi APBN-P 2009, Januari 2010 BI R O Bank Indonesia-Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia, Januari 2009 Kompas: Raja Hendrik Napitupulu dan Thomas E. Harefa, Stimulus Serap 754.180 Tenaga Kerja Berbagai artikel Media lainnya. 15