PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN REMAJA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI KELURAHAN GILINGAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : ANITA KURNIASARI K 8406013 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN REMAJA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI KELURAHAN GILINGAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Oleh : ANITA KURNIASARI K 8406013 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Pembimbing II Drs. Tentrem Widodo, M.Pd Drs. Hj. Siti Rochani, M.Pd NIP. 19491221 197903 1 001 NIP. 19540213 198003 2 001 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Selasa Tanggal : 13 Juli 2010 Tim Penguji Skripsi : Nama Terang 1. Ketua Tanda Tangan : Drs. Soeparno,M.Si 1. 2. Sekertaris : Drs. Slamet Subagya, M.Pd 3. Anggota I : Drs. Tentrem Widodo, M.Pd 4. Anggota II : Dra. Hj. Siti Rochani, M.Pd Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001 2. 3. 4. ABSTRAK Anita Kurniasari. PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN REMAJA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI KELURAHAN GILINGAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. (2) Perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. (3) Perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Karakteristik Kelurahan Gilingan adalah berada di utara Kota Surakarta, terdapat terminal Tirtonadi. Kelurahan Gilingan terletak didaerah pinggiran kota sehingga banyak pendatang yang singgah. Banyaknya pendatang dengan latar belakang tidak jelas membuat Kelurahan Gilingan dipandangan masyarakat luar adalah tempat yang negatif. Berbeda dengan asumsi publik tersebut, dalam penelitian ini menunjukkan kenakalan yang dilakukan remaja di Kelurahan Gilingan rendah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, sebanyak 4464 remaja, sampelnya terdiri dari 31 remaja laki-laki dan 51 remaja perempuan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik multistage random sampling. Teknik pengumpulan data variabel status sosial ekonomi orang tua, jenis kelamin dan kenakalan remaja menggunakan kuesioner sebagai metode utama dan sebagai metode bantu menggunakan teknik dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Anakova Jenjang 2 Jalur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Tidak ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan dengan p = 0,564 > 0,05. (2) Ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan dengan p = 0,001 < 0,05. (3) Tidak ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan dengan p = 0,579 > 0,05. ABSTRACT Anita Kurniasari. THE DIFFERENCES OF SOCIAL ECONOMIC STATUS PARENTS AND ADOLESCENT SEX ABOUT JUVENILE DELINQUENCY AT KELURAHAN GILINGAN, KECAMATAN BANJARSARI, SURAKARTA CITY. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, years 2010. The purposes of this research to know: (1) The difference of social economic status parent with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan,Kecamatan Banjarsari,Surakarta City. (2) The difference adolescent sex with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta City. (3) The difference of social economic status parent and adolescent sex with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan,Kecamatan Banjarsari,Surakarta City. Added the characteristics of the Gilingan to be north Surakarta City, to be found Tirtonadi terminal. Gilingan in side Surakarta City until many people to drop in. Many people with background not clear to make Gilingan in assumption public negative location. To be different with the assumption public, the research to pint out that the juvenile delinquen in Gilingan is low. This research used description comparative metode. The population this research is all adolescent at Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta City, are 4464 population. the sampel 38 boys and 51 girls. Sampling technique used by multistage random sampling. The technique of collecting data of social economic status parent variable, sex and juvenile delinquency were questionnaire and structure technique documentary. Technique analyze data was Anakova two way. Based on the result can be concluded : (1) There is no deference of social economic status parent with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta City, with p = 0,564 > 0,05. (2) ) There is deference adolescents sex with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta City, with p = 0,001 < 0,05. (3) There are no deference of social economic status parent and adolescent sex with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan,Kecamatan Banjarsari,Surakarta City, with p = 0,579 > 0,05. MOTTO Seorang yang menyerah terhadap godaan setelah lima menit tidak akan tahu apa sebenarnya yang akan terjadi jika dia menahan godaan itu selama satu jam. Inilah sebabnya orang-orang yang perilakunya buruk hanya mengetahui sedikit sekali mengenai keburukan. Mereka telah menjalani kehidupan yang terkukung karena selalu menyerah terhadap godaan. ( C S Lewis) PERSEMBAHAN Karya ini penulis persembahkan kepada : Bapakku Giyono,SP dan Ibuku Lasmini, terima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian dan doa untukku. Kakak-kakakku, mbak Nunung, mas Aris, mbak Danik dan kakak-kakak iparku serta keponakanku terima kasih sudah mendukungku dalam kuliah dan skripsi. Sahabat-sahabatku, Yanti, Kasih, Fajar, Meli, Arik, terima kasih atas persahabatan kalian yang membuat aku menjadi lebih dewasa, dan terima kasih untuk support kalian untuk skripsi ini. Terima kasih untuk mas Onci yang selalu memberikan semangat kepadaku dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman seperjuangan kuliah di Program Sosiologi Antropologi angkatan 2006, terima kasih untuk semuanya. Almamater KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Penulisan skripsi ini bertujuan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa nasihat, bimbingan maupun pengarahan. Karena tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak tersebut, maka skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. DR. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2. Bapak Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Drs. H. MH. Sukarno, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak Drs. Tentrem Widodo, M.Pd., sebagai Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasihat akademis demi kelancaran penulisan skripsi ini. 5. Ibu Dra. Hj. Siti Rochani, M.Pd., sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan nasihat demi kelancaran penulisan skripsi ini. 6. Bapak Nurhadi, S,Ant. M.Hum., sebagai Pembimbing Akademis yang lama senantiasa memberikan nasihat, semangat, arahan dan bimbingan yang sangat berharga. 7. Bapak Drs. Slamet Subagya, M.Pd., sebagai Pembimbimg Akademis yang baru senantiasa memberikan bimbingannya. 8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sosiologi Antropologi FKIP Universitas Sebelas Maret yang telah mendidik saya selama di bangku kuliah. 9. Bapak Kepala Kelurahan Gilingan beserta seluruh staffnya yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak membantu memberikan informasi kepada penulis. 10. Seluruh Remaja Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 11. Teman Pendidikan Sosiologi Antropologi angkatan 2006. Terima kasih banyak untuk kalian selama ini, kalian teman-teman yang banyak memberikan inspirasi. 12. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat balasan dari Allah SWT. Segala kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Surakarta, Juli 2010 Penulis DAFTAR ISI JUDUL …………………………………………………………………… i PENGAJUAN …………………………………………………………… ii PERSETUJUAN ………………………………………………………… iii PENGESAHAN ………………………………………………………… iv ABSTRAK ……………………………………………………………… v MOTTO …………………………………………………………………. vii PERSEMBAHAN ………………………………………………………. viii KATA PENGANTAR ………………………………………………….. ix DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... xiv DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1 B. Identifikasi Masalah ………………………………………… 6 C. Pembatasan Masalah ………………………………………... 7 D. Perumusan Masalah ………………………………………… 8 E. Tujuan Penelitian …………………………………………… 8 F. Manfaat Penelitian …………………………………………. 9 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka …………………………………………… 10 1. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja ………………….. 10 2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi Orang Tua ….. 28 3. Tinjauan Tentang Jenis Kelamin Remaja ……………… 48 B. Penelitian Yang Relevan …………………………………… 65 C. Kerangka Berfikir ………………………………………….. 66 D. Perumusan Hipotesis ………………………………………. 68 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….. 69 B. Metode Penelitian ………………………………………… 71 C. Populasi dan Sampel ……………………………………… 75 D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………….. 80 E. Teknik Analisis Data …………………………………….. 88 BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian …………………………….. 92 B. Deskripsi Data Penelitian ………………………………… 97 C. Uji Persyaratan Analisis …………………………………. 101 D. Pengujian Hipotesis ……………………………………… 105 E. Pembahasan Hasil Analisis Data ………………………… 110 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………. 116 B. Implikasi …………………………………………………. 117 C. Saran ……………………………………………………... 119 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 120 LAMPIRAN …………………………………………………………. 123 DAFTAR TABEL Tabel 1. Lapangan, Status dan Jenis Pekerjaan ……………………….. 30 Tabel 2. Perbedaan Remaja Laki-laki dan Remaja Perempuan ………. 62 Tabel 3. 1. Tahap Kegiatan Penelitian ………………………………... 69 Tabel 3. 2. Daftar RW, RT, dan Remaja Terpilih di Kelurahan Gilingan 80 Tabel 4. 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin …………… 93 Tabel 4. 2. Komposisi Penduduk Menurut Usia ……………………… 93 Tabel 4. 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ……….. 94 Tabel 4. 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ……… 95 Tabel 4. 5. Komposisi Penduduk Menurut Agama …………………… 98 Tabel 4. 6. Jumlah Remaja Berdasarkan Golongan Status Sosial Ekono mi Orang Tua ……………………………………………… 97 Tabel 4. 7. Klasifikasi Jumlah Remaja Berdasarkan Status Sosial Ekono mi dan Jenis Kelamin Remaja ……………………………... 98 Tabel 4. 8. Jumlah Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin ……………… 99 Tabel 4. 9. Sebaran Frekuensi Kenakalan Remaja ……………………. 100 Tabel 4. 10. Rangkuman Analisis Variabel X1 dengan Y ……………. 103 Tabel 4. 11. Rangkuman Analisis Variabel X2 dengan Y ……………. 104 Tabel 4. 12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalur …………. 105 Tabel 4. 13. Uji t Antar Rerata A ……………………………………... 106 Tabel 4. 14. Uji t Antar Rerata B ……………………………………... 106 Tabel 4. 15. Uji t Inter AB ……………………………………………. 107 DAFTAR GAMBAR Bagan 1. Skema Kerangka Berpikir …………………………………… 67 Gambar 1. Bagan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Gilingan ……... 96 Gambar 2. a. Histogram Status Sosial Ekonomi Orang Tua …………... 98 Gambar 2. b. Histogram Jenis Kelamin Remaja ………………………. 99 Gambar 2. c. Histogram Kenakalan Remaja …………………………... 101 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kisi-kisi Angket Try Out …………………………………… 123 Lampiran 2. Try Out Angket …………………………………………….. 124 Lampiran 3. Kisi-kisi Angket ……………………………………………. 130 Lampiran 4. Angket ……………………………………………………… 139 Lampiran 5. Analisis Kesahihan Butir …………………………………... 147 Lampiran 6. Uji Keandalan ……………………………………………… 150 Lampiran 7. Sebaran Frekuensi dan Histogram …………………………. 154 Lampiran 8. Uji Normalitas ……………………………………………… 157 Lampiran 9. Uji Linieritas ……………………………………………….. 160 Lampiran 10. Analisis Anakova 2 Jalur …………………………………. 163 Lampiran 11. Tabel Rekapitulasi Skor Angket Variabel Status Sosial Eko nomi Orang Tua …………………………………………… 168 Lampiran 12. Tabel Rekapitulasi Skor Angket Variabel Kenakalan Remaja172 Lampiran 13. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ……………….. 176 Lampiran 14. Curriculum Vitae …………………………………………. 183 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa pertumbuhan atau perkembangan. Pada masa remaja, dapat dikatakan seseorang mengalami perkembangan yang khusus. Dalam perkembangan, seorang remaja berada dalam masa peralihan, yaitu perkembangan dari seorang anak menjadi seorang dewasa. Masa remaja merupakan fase perkembangan yang penuh dengan goncangan-goncangan kejiwaan yang timbul karena dorongan seksual atau dorongan jasmani maupun emosional. Dalam stadium tersebut, terutama dalam menghadapi goncangangoncangan, anak remaja sering merasa resah, cemas, gelisah bahkan kecewa. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anakanak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini disebut sebagai periode sturn and drang (ketegangan dan kebimbangan). Karena mereka mengalami penuh gejolak dan emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma social yang berlaku di kalangan masyarakat. Kondisi psikis remaja yang cenderung negatif apabila tidak segera di atasi akan berdampak negatif bagi remaja. Dalam kondisi ini perhatian orang tua sangat diperlukan, pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial dalam keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah laku remaja terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga yaitu di masyarakat. Apabila di dalam keluarga saja tidak harmonis, kemungkinan besar perilaku remaja juga akan terganggu di lingkungannya, dan menjadi tidak wajar. Dan hal ini dapat menyebabkan perkembangan remaja mengalami distorsi atau kelainan dalam penyesuain dirinya dan remaja menjadi nakal (deliquen). Kenakalan yang dimaksud dengan istilah delinquency bukanlah menunjuk suatu perbuatan biasa sehingga dapat dimaklumi atau diterima begitu saja. Arti kenakalan di sini juga tidak dapat disamakan begitu saja dengan perbuatan 1 2 kejahatan (crime) yang dipakai untuk menunjukkan perbuatan kriminal orang dewasa. Karena kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa sudah didasari dengan kesengajaan dalam arti penuh. Sedangkan perbuatan remaja didasari atas masa mencari identitas diri di usia pertumbuhan dan pengaruh lingkungan yang membentuk kepribadiannya. Sebab itu pengaruh lingkungan atau faktor eksternal masih banyak mempengaruhi pembentukan identitas dirinya. Bila lingkungannya baik akan memungkinkan dia menjadi seseorang yang matang pribadinya, tanpa harus mengalami masalah-masalah atau beban yang menghambat perkembangannya. Sedangkan lingkungan yang buruk dapat mendorongnya ke hal yang negatif. Menurut Kartini Kartono (1992 : 7) “Kenakalan adalah perilaku jahat / dursila, atau kejahatan / kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang”. Perbuatan remaja dikatakan nakal karena remaja dianggap belum matang, belum dewasa dan perbuatan yang mereka lakukan kadang tidak dikenakan hukuman berat. Dari pendapat di atas perlu digaris bawahi, bahwa anak-anak muda yang delinquen itu adalah anak cacat sosial. Mereka menderita cacat sosial yang disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat, dan mereka mengalami pengabaian sosial. Mereka membutuhkan perhatian yang lebih terutama orang tua, jika remaja mengalami pengabaian sosial pada saat mereka bingung akan problem-problem yang dihadapinya, maka remaja akan frustasi dan melakukan kenakalan. Kenakalan remaja juga timbul karena proses sosialisasi terjadi dengan tidak benar, terutama dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar remaja yang akan mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Sesuai dengan pendapat Eitzen (1986:400) yang dikutip dari Blog Archive Yuliana Sulistiawati bahwa “ tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil”. Penelitian inipun dilakukan di daerah 3 Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tampak ciri-ciri seperti disebutkan Eitzen di atas. Kelurahan Gilingan adalah kelurahan yang berada di utara kota Surakarta dan termasuk dalam daerah pinggiran, dan di Kelurahan Gilingan sebagian penduduknya adalah pendatang. Letak wilayah Kelurahan Gilingan yang berdekatan dengan terminal Tirtonadi yang sangat rawan terhadap hal-hal yang negatif, membuat warga yang tinggal di daerah tersebut, khususnya remaja yang tidak bisa mengontrol diri dalam bergaul, dapat terpengaruhi oleh hal-hal yang negatif seperti minum-minuman keras, berjudi dan sebagainya, yang membuat anak menjadi delinquen. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal. Melihat hasil penelitian LSM tentang kasus kekerasan terhadap anak di Surakarta (http://SUARAMERDEKA.com/2005/03/Menakar-Potensi-KekerasanTerhadap-Anak.html/04/03/2005)kondisinya sangat memprihatinkan. Kasusnya mencapai 32% pada tahun 2005, seperti 376 kasus anak jalanan, 645 kasus buruh anak, 120 kenakalan remaja, dan 28 kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu, 54 anak dilacurkan dan 260 anak usia wajib belajar lainnya putus sekolah. Kita lihat dari hasil penelitian LSM tersebut ada 120 kenakalan remaja, kenakalan tersebut antara lain adalah kenakalan yang tidak melanggar hukum seperti berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit, keluyuran, begadang, membolos sekolah, berkelahi dengan teman, berkelahi antar sekolah, buang sampah sembarangan, membaca buku porno dan sebagainya. Kemudian kenakalan remaja yang tergolong melanggar hukum dan mengarah pada tindakan kriminal, diperoleh data dari BAPAS Surakarta, pada tahun 2009 terdapat 72 pelanggaran yang dilakukan anak. Pelanggaran tersebut seperti pencurian, asusila, narkoba, penganiayaan, perkelahian, penipuan, pengrusakan, perjudian, dan penjambretan. Dari hasil LSM terdapat 120 kenakalan remaja yang tidak melanggar hukum dan 72 kasus kenakalan remaja yang melanggar hukum yang diperoleh dari data BAPAS Surakarta. Angka tersebut perlu di waspadai lagi agar setiap 4 tahunnya tidak meningkat. Khususnya di Kelurahan Gilingan tempat penelitian dilakukan, yang menurut banyak orang rawan terjadi kenakalan yang dilakukan remaja, kemungkinan banyak terdapat kenakalan remaja yang tidak melanggar hukum. Tetapi dalam data BAPAS tersebut hanya satu remaja yang melakukan kenakalan remaja yang melanggar hukum berasal dari Kelurahan Gilingan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar adalah berasal dari kondisi dari keluarga yaitu status sosial ekonominya. Perlu diketahui bahwa remaja yang melakukan kenakalan tersebut banyak yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah. Menurut Kartini Kartono (2003 : 90), “ jumlah kenakalan remaja paling banyak adalah terkonsentrasi pada kelas ekonomi rendah yang menghuni daerah perkampungan miskin ditengah dan tepian kota”. Perbandingan jumlah delikuensi diantara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege. Secara tidak langsung anak-anak dari status sosial ekonomi rendah kurang sekali diberi tuntunan dan pendidikan yang baik, kurang mendapatkan tuntunan hidup berdisiplin dan susila. Dengan sendirinya anak-anak dan remaja miskin ini kurang dapat bersaing melawan para remaja dari kelas sosial ekonomi menengah dan tinggi, khususnya ditengah masyarakat kota yang serba keras. Remaja yang berasal dari status sosial ekonomi rendah merasa kecewa tidak bisa mendapatkan objek yang sangat diinginkannya sehingga mereka mengalami frustasi dan tekanan batin. Tidak menutup kemungkinan juga kenakalan terjadi pada remaja yang berstatus sosial ekonomi menengah dan tinggi. Kenakalan yang di lakukan oleh remaja yang berstatus sosial ekonomi menengah dan tinggi ini, kemungkinan disebabkan oleh terlalu ketatnya pengawasan orang tua, didikan yang otoriter, sehingga remaja tidak dapat bebas dalam mengeluarkan pendapatnya dan berkreasi. Sehingga mereka mengaktualisasikan dirinya di luar rumah, dan kurang mengontrol diri dan kemudian melakukan kenakalan. Demikian fenomena yang ada di Kelurahan Gilingan, seperti yang dikemukakan di atas sebagian besar penduduknya adalah pendatang, dan diperoleh data dari kelurahan bahwa sebagain besar penduduknya bekerja sebagai buruh bangunan dan buruh industri, 5 yaitu sebanyak 7428 jiwa. Dalam penelitian ini justru kenakalan remaja bisa terjadi pada golongan status sosial ekonomi manapun, tetapi bila dibandingkan antar golongan tersebut ternyata status sosial ekonomi rendah lebih tinggi kecenderungan kenakalannya dari pada status sosial ekonomi menengah dan tinggi. Jenis kelamin mempunyai latar belakang yang penting dalam melakukan kecenderungan kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin adalah dua hal yang penting dalam kaitannya dengan kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sudah jelas bahwa jenis kelamin laki-laki dan perempuan berbeda, di mulai dari tahap perkembangan fisik sampai psikisnya berbeda, laki-laki cenderung agresif dalam melakukan suatu hal, dan perempuan cenderung halus dan berperasaan. Remaja mengalami gejolak emosi yang tinggi, pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, jenis emosi yang secara normal dialami adalah : cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja laki-laki lebih mengandalkan fisik yang kuat dalam menyelesaikan masalah, mereka dianggap kuat jika bisa berkelahi. Seperti yang sering terjadi di Kelurahan Gilingan, remaja laki-laki becanda, kemudian ada yang tersinggung, kemudian mereka beradu fisik. Sedangkan remaja perempuan lebih menonjolkan fisik, dalam masa puber, remaja perempuan ingin menjadi seperti perempuan dewasa yang berdandan. Sehingga remaja perempuan selalu ingin berdandan agar tampil beda di depan lawan jenisnya, segalanya dilakukan untuk mendapatkan pengakuan oleh lawan jenisnya. Bahkan seringnya ingin tampil lebih dari remaja perempuan lainnya, mereka sampai berkelahi seperti adu mulut. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Jenis Kelamin Remaja Terhadap Kenakalan Remaja Di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta”. 6 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang muncul dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Remaja dalam perkembangannya penuh dengan gejolak, merasa resah, cemas, gelisah dan bahkan kecewa yang mengiringi proses kematangannya menuju dewasa. 2. Remaja mencari jati diri dan ingin mengaktualisasikan diri mereka di masyarakat, sehingga mereka rentan oleh hal-hal yang negatif dikarenakan jiwa mereka penuh dengan memberontak dan bergejolak. 3. Keluarga dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja 4. Pengaruh keluarga dan lingkungan yang tidak baik menimbulkan remaja menjadi delinquen. 5. Status sosial ekonomi orang tua tiap remaja tidak sama, ada yang golongan tinggi/kaya, golongan menengah bahkan golongan rendah/miskin. 6. Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh terhadap didikan terhadap anak, dan cara berteman anak remaja, misalnya saja anak orang miskin lebih membebaskan anaknya bergaul dengan siapa saja dan kurang memperhatikan dengan siapa anaknya bergaul. 7. Kenakalan remaja berbeda-beda. Hal ini bukan saja dilihat dari status sosial ekonomi orang tuanya, tetapi juga di di lihat dari jenis kelamin remaja, yaitu remaja laki-laki dan remaja perempuan. 8. Perbedaan psikis dan fisik dari remaja laki-laki dan remaja perempuan berbeda, maka cara mereka menghadapi masalah berbeda-beda pula. 9. Remaja laki-laki lebih agresif dan kasar dalam menghadapi suatu masalah. 10. Remaja perempuan lebih halus dan perasaan dalam menghadapi suatu masalah seperti menangis. 7 C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar permasalahan dalam penelitian menjadi jelas dan terarah. Hal ini didasarkan bahwa pada penelitian berbagai muncul secara bersama dan saling mempengaruhi satu sama lain sehingga sulit untuk mengadakan penelitian yang menyeluruh. Berdasarkan identifikasi masalah, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Status sosial ekonomi orang tua Adalah suatu rangkaian strata yang tersusun secara hierarkis yang merupakan kesatuan seimbang dari hal-hal yang menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya dikenal sebagai priviliese ( kekayaan, pendapatan, barang-barang konsumsi ), prestise ( status serta gaya hidup ) dan kekuasaan. Status sosial ekonomi orang tua yang dibatasi pada dari mana remaja tersebut berasal, dan dari keluarga berlatar belakang sosial ekonomi tinggi, menengah ataukah rendah, yang dapat mempengaruhi remaja berperilaku didalam keluarga, sekolah dan masyarakat dan dapat mempengaruhi mereka melakukan kenakalan. 2. Jenis kelamin remaja Adalah perbedaan jenis kelamin antara remaja laki-laki dan remaja perempuan dilihat dari faktor fisik dan psikis yang membedakan tindakan kenakalan yang dilakukan masing-masing remaja tersebut dan remaja lakilaki dan perempuan tersebut dilihat dari keluarga berstatus sosial ekonomi tinggi, menengah atau rendah. 3. Kenakalan remaja Adalah tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial dan bertentangan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, dan perbuatan yang merujuk pada aktivitas remaja yang berlawanan dengan norma-norma masyarakat, undang-undang Negara dan agama. Perbuatan remaja dikatakan nakal karena remaja dianggap belum matang, perbuatan yang mereka lakukan kadang tidak dikenakan hukuman berat. Kenakalan tersebut dilihat dari jenis kelamin remaja dan status sosial ekonomi orang tua. Kenalan yang tidak dikenakan 8 hukuman adalah kenakalan tingkat ringan seperti minum-minuman, berpakaian tidak sopan, berkata kotor dan lain-lain yang tergolong tidak terkena hukum. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta ? 2. Apakah ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta ? 3. Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. 2. Perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. 3. Perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. 9 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang Ilmu Pendidikan dan Sosiologi. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan masalah kenakalan remaja. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi orang tua untuk lebih memperhatikan anak remaja mereka yang sedang mengalami perkembangan dalam fisik dan psikisnya yang penuh gejolak, sehingga perlunya pengawasan pergaulan anak remaja mereka di luar rumah agar anak remaja mereka tidak terjebak dalam pergaulan yang salah. Dan menginformasikan bahwa tidak melihat status sosial ekonomi orang tua itu baik tinggi, menengah maupun rendah, anak remaja mereka bisa melakukan kenakalan jika pengawasan dari orang tua kurang. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah kelurahan dalam penanggulangan masalah kenakalan remaja. c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada remaja, baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan, mereka harus dapat mengontrol diri agar tidak melakukan kenakalan. 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Kenakalan Remaja a. Pengertian Remaja Remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolesentia yang mempunyai arti ke arah kematangan. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau merupakan perpanjangan dari masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Jadi anakanak pada umur ini tidak dapat dikatakan sebagai anak lagi, tapi juga belum dapat dikatakan sebagai golongan orang dewasa. Masa remaja adalah masa “stress and strain” (kegoncangan dan kebimbangan). Menurut Sudarsono (1995:13), “massa remaja awal adalah umur 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun”. Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono (2004:14) mengemukakan bahwa “Seseorang dapat dikatakan sebagai remaja bila usianya 11-24 tahun dan belum menikah”. Dapat dikatakan bahwa status pernikahan juga dapat menjadi penentu seorang individu disebut remaja karena di Indonesia kriteria remaja selain ditentukan oleh batasan umur juga ditentukan oleh status pernikahan. Sedangkan pendapat Luella Cole dalam Bambang Mulyono (1998 : 10 ) “masa adolesensi adalah sekitar umur 13 sampai 21 tahun. Beliau membagi tiga tingkatan yaitu pertama awal adolesensi umur 13-15 tahun, kedua pertengahan adolesensi 16 – 18 tahun, dan ketiga akhir adolesensi 19 – 21 tahun”. Lain halnya dengan pendapat Singgih D Gunarsa (2004: 128 ) yang membagi umur remaja menjadi tiga tahapan, pertama umur 12-14 tahun remaja awal, kedua umur 15-17 tahun dinamakan remaja, selanjutnya umur 18-21 tahun disebut remaja lanjut. Menurut Hurlock dalam Sunarto dan Agung Hartono (2006:57) mengemukakan bahwa rentangan usia remaja itu antara 13 – 21 tahun, yang dibagi pula dalam usia masa remaja awal 13 atau 14 sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 sampai 21 tahu. WHO menetapkan batas usia 19 – 20 tahun sebagai 11 batasan usia remaja. WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama di dasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria, dan WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10 – 14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun. Sebagai seorang yang sedang masuk dalam tahap dewasa, remaja mengalami perkembangan atau pertumbuhanpertumbuhan bentuk memungkinkan menjadi seorang dewasa. Pada setiap tahap atau masa perkembangan terdapat ciri perkembangan yang berbeda-beda. Masa remaja memiliki ciri-ciri perkembangan yang khas dan kelihatan menonjol yang jauh berbeda dengan ciri-ciri perkembangan masa anak atau masa dewasa penuh. Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas diambil kesimpulan yang dimaksud remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa, berusia antara 13 – 18 tahun. b. Ciri-ciri Remaja Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, dimana remaja mengalami banyak perubahan yang disebabkan mereka sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Keadaan batin yang penuh gejolak serta perubahan-perubahan fisik dan psikisnya mempengaruhi tingkah laku remaja. Keadaan batin yang bergejolak tersebut menyebabkan emosi remaja tidak stabil, pemalu, mudah tersinggung, menjadi pemarah dan sulit diatur. Ketidakstabilan emosi tersebut tidak selalu terjadi pada seorang remaja. Hal ini tergantung pada usaha remaja dalam menyesuaikan diri terhadap setiap masukan atau inpuls yang datang dan diterima. Masa remaja merupakan suatu masa yang relatif singkat dan mempunyai ciri-ciri tersendiri. Soerjono Soekanto (1990:52) menyebutkan ciri-ciri remaja dilihat dari sudut kepribadian, yaitu : 1.) Adanya perkembangan fisik yang pesat 2.) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan orang yang lebih dewasa. 3.) Keinginan untuk mendapatkan kepercayaan dari orang dewasa 4.) Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri 5.) Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk mendapatkan identitas diri. 12 6.) Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya. Berdasarkan pendapat di atas diartikan bahwa masa remaja merupakan masa yang khusus, sehingga remaja memiliki ciri-ciri yang unik, dikatakan demikian karena masa remaja merupakan masa awal menuju kedewasaan, secara fisik bertumbuh dengan pesat, selalu bertanya dengan orang yang lebih dewasa, mulai mandiri, mencari identitas diri, melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Sehingga dari ciri tersebut sebagai orang tua atau orang yang lebih dewasa dari remaja, kita harus mengarahkan dan mengawasi remaja. Agar remaja dalam perkembangannya tidak mengalami hambatan dan terkena hal-hal yang negatif, dan mendukung sesuatu yang diinginkan oleh remaja, jika keinginan remaja tidak mendapat dukungan dari orang sekitar, remaja akan memberontak, dan hal demikian akan mengganggu perkembangan remaja, dan rentan terkena hal yang negatif. Menurut Muangman dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2004:9) mengemukakan bahwa ciri-ciri remaja yaitu suatu masa di mana : 1.) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksualnya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2.) Individu yang mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3.) Terjadi peralihan dari pola ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri. Dari pendapat di atas diartikan bahwa remaja tersebut adalah masa individu berkembang pertama kalinya, sehingga munculnya tanda seksual sampai mencapai kematangan seksual. Meninggalkan masa kanak-kanak dan penuh dengan kemandirian. Disaat munculnya tanda seksual, remaja harus lebih di awasi, karena keingintahuan remaja sangat besar dalam segala hal, maka perlunya pengawasan dari orang sekitar yang lebih dewasa. Menurut Elizabet Hurlock ( alih bahasa : Istiwidayanti, 2000:207 ) mengemukakan ciri-ciri remaja : 1.) Periode yang penting 2.) Periode peralihan 13 3.) 4.) 5.) 6.) 7.) 8.) Periode perubahan Usia bermasalah Masa mencari identitas Usia yang menimbulkan ketakutan Usia yang tidak realistis Ambang masa dewasa. Ciri-ciri remaja tersebut diuraikan sebagai berikut : 1.) Masa remaja sebagai periode yang penting Masa remja dikatakan sebagai periode penting karena pada masa ini terjadi perubahan fisik dan psikologis yang cukup pesat. Perkembangan fisik yang pesat tersebut diikuti dengan perkembangan mental sehingga dapat mempengaruhi sikap, nilai-nilai dan minat baru dalam diri seorang remaja. Masa remaja ini merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahan yang terjadi sangat drastis dan mempunyai keunikan tersendiri. 2.) Masa remaja sebagai periode peralihan Masa remaja merupakan masa perlaihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dalam setiap periode peralihan ini, status remaja ini menjadi kurang jelas dan terdapat keraguan dalam melakukan perannya. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan sekaligus harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru sebagai individu yang dewasa. Remaja tidak dapat digolongkan sebagai anak lagi, namun mereka juga bukan orang dewasa karena belum dapat hidup mandiri. Status remaja yang belum jelas ini juga menguntungkan, karena status tersebut memberikan kesempatan baginya untuk mencoba hal-hal baru agar dapat menentukan pola perilaku, nilai dan sikap yang paling sesuai dengan dirinya. 3.) Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Pada awal masa remaja, ketika perubahan fisik cukup pesat, perubahan sikap dan perilaku juga berlangsung pesat. Jika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. Perubahan- 14 perubahan tersebut di antaranya, pertama meningginya emosi yang intensitasnya sesuai dengan perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan minat dan peran yang biasanya terbentuk dalam kelompok sosial. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Anggapan bahwa masa kanak-kanak penting sekarang ini mulai berkurang. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan dan mereka menginginkan dan menuntut kebebasan. 4.) Masa remaja sebagai usia bermasalah Remaja merasa sudah dapat mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan dari orang tua atau guru. mereka merasa bahwa usaha pemecahan masalah menurut cara yang diyakininya tidak akan sesuai dengan kehendak orang tua. 5.) Masa remaja sebagai masa mencari identitas Remaja sudah tidak puas lagi menjadi sama dengan teman dalam segala hal seperti keinginannya pada masa kanak-kanak. Ia mulai berusaha memperlihatkan ciri-ciri tertentu yang berbeda dan dianggap menonjol dari teman-temannya. 6.) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Masa remaja membutuhkan perhatian khusus dari orang dewasa khususnya orang tua. Orang tua diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi pribadi yang baik karena secara umum remaja memberikan kesan tidak rapi, kurang dapat dipercaya, cenderung merusak serta berperilaku tidak baik. Dalam hal ini orang tua akan mencemaskan keadaan anaknya. 7.) Masa remaja sebagai usia yang tidak realistis Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan (sesuai pandangannya sendiri ) dan bukanlah berdasarkan realita yang ada. Oleh karena itu masa remaja terkesan tidak realistis. 8.) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. 15 Semakin bertambahnya usia remaja, akan memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Hal ini terlihat dari perilakunya berusaha mengikuti gaya orang dewasa. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa mempunyai ciri-ciri tersendiri, antara lain adanya perubahan fisik, mental, intelektual, sikap dan perilaku. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, diperlukan kontrol diri yang kuat dan perlunya pengawasan orang-orang yang ada disekitarnya. Jika perubahan-perubahan terjadi dengan tidak seimbang dan remaja mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan keingianannya, maka ia akan memberontak, dan terjadilah kenakalan. c. Problem Masa Remaja Masalah remaja sebenarnya bukanlah masalah baru, dan bukanlah masalah suatu bangsa saja, tapi masalah yang dihadapi oleh setiap bangsa, bahkan setiap manusia hidup secara normal melalui masa remaja. Menurut Sofyan S Willis dalam Panut Panuju dan Ida Umami (2005:146) yang dimaksud dengan problema remaja adalah “masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungannya”. Secara garis besar, masalah yang dihadapi oleh kaum remaja sebagai berikut : 1.) Masalah yang menyangkut jasmani Pada permulaan masa remaja kira-kira umur 11 tahun terjadi perubahan yang cepat, masalah akan timbul apabila perubahan yang dialaminya itu tidak dipahami, karena akan terjadi perubahan-perubahan yang belum dikenalnya pada masa anak-anak yaitu pertumbuhan secara fisik pada remaja. 2.) Masalah hubungan dengan orang tua Diantara kesulitan yang dihadapi oleh remaja jika orang tua kurang mengerti ciri-ciri dan sifat-sifat yang sedang terjadi pada anak-anak, mereka lupa bahwa anak-anak pada permulaan remaja bukan anak kecil lagi yang mendapat perlakuan sama saat mereka masih anak-anak, sikap perilaku dan tindakan 16 orangtua yang seperti itu menyebabkan anak-anak tidak senang. Sebaliknya ada orang tua yang kadang memperlakukan dan menganggap anak mereka sudah dewasa. Mereka lupa bahwa walaupun pertumbuhan jasmaninya sudah seperti orang dewasa tetapi sikap, pikiran dan emosinya masih belum stabil (labil). 3.) Masalah agama Perubahan yang cepat pada tubuh remaja yang disertai oleh dorongan yang kadang-kadang berlawanan dengan nilai yang diperolehnya kurang merasa puas pada orang tua, guru atau pemimpin masyarakat, perasaan ini menyebabkan semakin tidak tenang, gelisah, cemas , marah, sedih bahkan kadang-kadang kepercayaan kepada Allah itu terganggu. Kadang sangat rajin ibadah, kadang lalai dan seakan kurang percaya kepada Allah, sedang dipihak lain ia memerlukan agama dan di lain pihak ia tidak mengerti maksud dan tuntunan agama itu berat, terutama bila ia tidak mengerti maksud dari ajaran agama. 4.) Masalah hari depan Setelah pertumbuhan jasmaninya berhenti, remaja merasa bahwa dirinya sudah seperti orang dewasa, kemampuan untuk berfikir logis yang sudah matang oleh karena mereka memikirkan masa depannya semacam pekerjaan apa yang akan dilakukannya setelah tamat sekolah. Mereka membayangkan segala yang indah, hari depan yang gemilang, hidup enak, bahagia. Akan tetapi di lain pihak mereka tidak melihat jalan untuk itu, karena kenyataan hidupnya yang tida memberikan kepastian kepadanya. Maka tidak jarang sebagian dari mereka ada yang mengatakan masa depannya suram. 5.) Masalah akhlaq Sering terlihat kelakuan remaja yang semakin mencemaskan, banyak terjadi kenakalan remaja, perkelahian, bahkan penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan masih banyak lagi penyimpangan yang dilakukan oleh remaja dewasa ini. Dipandang dari segi kejiwaan keadaan ini berhubungan dengan tidak adanya ketenangan dan kepuasan terhadap kehidupan yang dilaluinya akhirnya mereka berkelakuan yang dapat mengembalikan kestabilan mentalnya, walaupun hanya sementara waktu. Remaja yang menghadapi gejala ini akan sangat mudah terpengaruh dengan pengaruh buruk dari lingkungan. dampaknya, remaja akan 17 mengalami kemrosotan moral dan mental. Misalkan saja kemrosotan moral seperti mabuk-mabukan, dan kemrosotan mental seperti menjadi pemberontak berani berkelahi dengan siapa saja. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa problem masa remaja yang sering terjadi adalah problem menyangkut jasmani, problem dengan orangtua, problem agama, problem hari depan dan problem masalah akhlaq. Dari berbagai problem yang dialami remaja, penelitian ini difokuskan pada masalah remaja khususnya kenakalan remaja yang sering kita dengar dengan istilah juvenile delinquency untuk lebih jelasnya berikut pembahasan khusus kenakalan remaja. d. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja merupakan perwujudan atau termasuk dalam perilaku menyimpang. Bukanlah hal mudah untuk dapat mengartikan kenakalan remaja, karena kenakalan remaja yang dimaksud bukan menunjuk pada perbuatan yang sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Sebab kita harus dapat membedakan sifat dan bentuk perbuatan seorang anak (remaja) dengan perbuatan seorang dewasa. Perbuatan orang dewasa sudah didasari sikap kesengajaan dalam arti penuh, telah dipertimbangkan dan dipikirkan secara masak. Artinya tanggung jawab pribadi dan sosial, sehingga pelanggaran yang dilakukan tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang berada di luar tanggung jawab. Sedangkan perbuatan seorang anak (remaja) di satu pihak berada dalam masa mencari identitas diri, remaja sedang mengalami perkembangan atau pertumbuhan fisik dan mental yang belum stabil / matang, sehingga dapat dikatakan masa remaja merupakan masa krisis identitas. Lingkungan yang ikut menentukan pembentukan identitas atau pribadinya, bila lingkungan baik maka remaja akan menjadi seorang yang matang pribadinya, sedangkan lingkungan buruk biasanya mendorong ke hal yang negatif. Menurut Simandjuntak dalam Bambang Mulyono (1998:24), “Juvenile delinquency adalah perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma baik norma sosial, norma hukum, norma kelompok, mengganggu ketenteraman masyarakat sehingga yang berwajib mengambil suatu tindakan pengasingan”. 18 Kemudian definisi kenakalan remaja dikemukakan oleh para ahli seperti William C. Kvaraceus yang dikutip oleh Bambang Mulyono (1998:21) : “behaviorally, the delinquent child is expressing himself by aggressive, over-action which does not coincide with the demands and expectation of society” dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa tingkah laku, kenakalan anak adalah ungkapan diri anak yang agresif, berlebihan yang tidak sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Menurut Kartini Kartono (1992:7) “kenakalan adalah perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kenakalan remaja adalah perbuatan anti sosial yang melanggar norma, baik norma sosial, norma agama ataupun norma hukum yang di lakukan remaja berusia 13 sampai 18 tahun yang dilakukan karena ekspresi diri yang berlebihan sehingga melanggar aturan masyarakat dan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa di kualifikasikan sebagai tindakan kejahatan. e. Ciri-ciri Kenakalan Remaja Tindakan kenakalan remaja atau sering disebut delinquen, dapat diidentifikasi dengan memperhatikan ciri-ciri tingkah laku yang diperlihatkan. Menurut Kartini Kartono (1992:18), “ Anak-anak delinquen mempunyai karakteristik umum yang berbeda dengan anak-anak non delinquen, yaitu berbeda dalam struktur intelektual, perbedaan fisik dan psikis serta perbedaan ciri individual”. Ketiga perbedaan tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1.) Struktur Intelektual Pada umumnya intelegensi anak delinquen tidak berbeda jauh dengan intelegensi anak-anak non delinquen, hanya saja terdapat perbedaan fungsifungsi kognitif khusus. Anak delinquen biasanya mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal. 19 2.) Perbedaan Fisik dan Psikis Bentuk tubuh mereka lebih mesomarrph yaitu relative berotot, kekar dan umumnya lebih bersifat agresif. Selain itu, dalam diri remaja delinquen (pelaku tindakan kenakalan) juga terdapat gangguan neurologis. 3.) Perbedaan Ciri Individual Anak-anak delinquen mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, antara lain : a. Hampir semua anak muda jenis ini cuma berorientasi pada “masa sekarang”, bersenang-senang dan puas pada hari ini. Mereka tidak mau mempersiapkan bekal hidup bagi hari esok. Mereka tidak mampu membuat rencana bagi hari depan. b. Kebanyakan dari mereka itu terganggu secara emosional. c. Mereka kurang tersosialisasi dalam masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial. d. Mereka senang menyeburkan diri kedalam kegiatan yang merangsang kejahatan “tanpa pikir” terlebih dahulu, walaupun sebenarnya mereka menyadari besarnya resiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya. Agar dapat membedakan kenakalan remaja dari aktifitas yang menunjukkan cirri khas remaja, perlu juga diketahui ciri-ciri pokok dari kenakalan remaja. Berikut ini dikemukakan ciri-ciri kenakalan remaja menurut Yulia Singgih D Gunarsa (1991:19) : 1.) Dalam pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral. 2.) Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang a-sosial yakni dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau norma sosial yang ada di lingkungan hidupnya. 3.) Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17 tahun. Mengingat di Indonesia pengertian dewasa selain ditentukan oleh batas-batas umur, juga ditentukan oleh status pernikahan, maka dapat ditambahkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17 tahun dan belum menikah. 20 4.) Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja, atau dapat juga dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok remaja. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri remaja yang berperilaku nakal/delinquen berbeda dengan anak yang tidak berperilaku nakal dalam hal struktur intelektual, perbedaan fisik dan psikis serta ciri-ciri individual. Kemudian kenakalan tersebut di lakukan oleh remaja yang berusia 13-17 tahun atau yang belum menikah. f. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Masa remaja adalah masa peralihan seorang anak dalam rangka mencari jati dirinya sebagai seorang individu. Masa ini penuh dengan gejolak sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa ini tidak diiringi dengan bimbingan dan pengarahan dari orang tua, maka remaja tersebut dapat melangkah pada tindakan atau perilaku yang menyimpang atau biasa dikenal dengan kenakalan remaja. Menurut Y Bambang Mulyono (1998:22) : Bentuk-bentuk kenakalan remaja dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : 1.) Kenakalan remaja yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum. 2.) Kenakalan yang digolongkan dalam pelanggaran terhadap hukum dan mengarah pada tindakan kriminal. Berikut ini disebutkan beberapa jenis kenakalan remaja yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kenakalan remaja : 1.) Kenakalan remaja yang tidak digolongkan kepada pelanggaran hukum atau kenakalan ringan antara lain : a. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan. b. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan sekolah. c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan orang tua. d. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. 21 e. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. f. Bergaul dengan teman yang memberikan pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. g. Berpesta pora tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab ( amoral dan asusila ) h. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, yang tidak senonoh. i. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, baik dengan tujuan ekonomis maupun tujuan yang lain. j. Berpakaian yang tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya, dll. 2.) Kenakalan yang dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum dan mengarah pada tindakan kriminal, seperti : a. Berjudi sampai mempergunakan uang dan benda lain untuk taruhan. b. Mencuri, mencopet, menjabret, merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan. c. Penggelapan barang d. Penipuan dan pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi e. Pelanggaran tata susila dan tindakan anti sosial f. Pengguguran kandungan g. Pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatlkan kematian seseorang. Sudarsono (1995:16) membedakan bentuk-bentuk kenakalan remaja berdasarkan tingkatannya, “Kenakalan remaja dapat diklasifikasikan dalam berbagai tingkatan yaitu tingkat sangat berat, berat dan ringan”. Jenis kenakalan yang termasuk dalam ketiga tingkatan tersebut antara lain : 1. Kenakalan dengan tingkat sangat berat a) Pembunuhan dengan rencana dan sengaja b) Penganiayaan dengan rencana c) Pencurian dengan kekerasan (perampokan) d) Pencurian berat dan ringan 22 2. Kenakalan dengan tingkat berat a) Penipuan dengan segala bentuk manifestasinya (penipuan barang, penipuan upah kerja, pemalsuan tanda tangan) b) Pemalsuan surat dan materai c) Perjudian dengan segala bentuk manifestasinya serta perjudian dengan cara undian d) Penyalahgunaan obat bius untuk melakukan kejahatan e) Pemerkosaan 3. Kenakalan dengan tingkat ringan a) Minum-minuman keras b) Menentang orangtua/wali c) Pergi tanpa pamit atau izin dari orang tua d) Suka keluyuran e) Berpakaian tidak sopan/tidak senonoh f) Membolos sekolah/menentang guru Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang di maksud dengan kenakalan remaja adalah perbuatan anak yang melanggar norma-norma, baik norma sosial, norma hukum, dan norma kelompok, dan merupakan ekspresi diri yang berlebihan yang disebabkan oleh kondisi fisik dan psikis yang belum stabil. Berdasarkan pendapat di atas penulis dapat di simpulkan bahwa tindakan kenakalan remaja dibedakan menjadi dua yaitu yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum dan tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Kenakalan yang tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum meliputi tindakan kenakalan yang masih dalam taraf ringan. Tindakan kenakalan berat dan sangat berat dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Secara umum tindakan kenakalan yang dilakukan remaja yang bersekolah belum dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum karena kenakalan yang dilakukan biasanya masih merupakan jenis kenakalan yang ringan. 23 g. Penyebab Kenakalan Remaja Kenakalan remaja dapat muncul karena disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Kartini Kartono (1992:112), “Kenakalan remaja disebabkan oleh adanya dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal”. Faktor internal ialah faktor yang datangnya dari diri manusia tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab kenakalan yang datang dari luar individu yaitu lingkungan sekitar. 1) Faktor dari dalam (internal) Faktor yang berasal dari dalam diri remaja tanpa ada pengaruh dari lingkungan sekitar. Penyebab kenakalan remaja yang berasal dari dalam diri remaja antara lain sebagai berikut : a) Kepribadian Kepribadian sangat menentukan remaja dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Pribadi yang terbuka akan mudah bergaul dan pribadi yang tertutup akan menutup diri dan lebih kaku dalam bergaul. b) Intelegensi Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi tertentu dan untuk mengetahui atau memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sesuai dengan kemampuan pada umumnya. c) Jenis kelamin Dalam hal jenis kelamin, kecenderungan untuk melakukan kenakalan banyak dilakukan oleh remaja putra walaupun untuk sekarang ini remaja putri juga banyak melakukan kenakalan. d) Kedudukan anak dalam keluarga Kedudukan anak dalam keluarga adalah urutan kelahiran seorang anak dalam keluarga, bisa anak sulung, tengah, bungsu, ataupun anak tunggal. 2) Faktor dari luar (eksternal) Yaitu faktor penyebab kenakalan yang berasal dari luar remaja atau lingkungan sekitar remaja tersebut. Lingkungan yang menjadi penyebab kenakalan remaja antara lain sebagai berikut : a) Lingkungan keluarga 24 Keluarga merupakan wadah pertama yang merupakan dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak. Kebiasaan dan adat istiadat orangtua memberikan pengetahuan dasar bagi anak dalam menempuh kehidupan yang lebih besar. Keadaan keluarga yang tidak menjamin keselarasan dalam hubungan akan berdampak buruk terhadap anak dan akan menghasilkan kenakalan. b) Lingkungan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai tempat mencari pengetahuan dan pengalaman. Faktor lingkungan sekolah ini meliputi temanteman sekolah, pengajar dan karyawan, sistem pengajaran dan kurikulum dan kondisi sekolah. Kondisi sekolah dan sistem pengajarannya yang tidak menguntungkan anak mungkin menjurus kepada kenakalan anak. Mereka merasa bosan akan pelajaran yang tidak menarik, sehingga sering tidak mencapai hasil yang baik. ketidakpuasan anak kepada sekolahan sering mengakibatkan anak meninggalkan sekolah atau membolos. Kesempatan ini bisa diisi anak dengan keluyuran atau bergabung dengan anak tidak sekolah untuk berbuat yang jahat. c) Lingkungan masyarakat Remaja sebagai anggota masyarakat akan selalu mendapatkan pengaruh dari masyarakat dan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun perubahan yang dominan adalah adanya akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menimbulkan ketegangan, misalnya adanya persaingan dalam bidang ekonomi, semakin meningkatnya pengagguran, mass media. Lingkungan masyarakat yang kurang baik akan berdampak kurang baik pula bagi remaja, misalnya lingkungan yang masyarakatnya suka berjudi, minum-minuman keras, suka berkelahi akan mempengaruhi remaja untuk mengikuti perbuatan serupa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa timbulnya kenakalan remaja dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam yaitu faktor (kepribadian, intelegensi, jenis kelamin dan kedudukan sosial anak dalam keluarga) dan faktor dari luar (faktor keluarga, sekolah dan masyarakat). 25 h. Usaha Penanggulangan Kenakalan Remaja Remaja memiliki emosi yang sangat stabil dan sering berubah-ubah, remaja cepat sekali tersinggung jika mendapat larangan. Maka dengan itu dalam menanggulangi kenakalan remaja diperlukan kesabaran dan berhati-hati. Singgih D Gunarsa (1991:140), “dalam penanggulangan kenakalan remaja ada tiga tahap, yaitu : preventif, represif dan kuratif”.Penjelasannya sebagai berikut : 1) Usaha Preventif Yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalan. Pencegahan dilakukan dengan usaha pembinaan yang terarah pada remaja sehingga keseimbangan diri akan dicapai dan pada akhirnya dapat tercipta hubungan yang serasi antara aspek rasio dan emosi. 2) Tindakan Represif Yaitu usaha mengatasi kenakalan remaja yang melakukan pelanggaran norma-norma sosial dan moral dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran tersebut. 3) Tindakan Kuratif Yaitu usaha penanggulangan kenakalan remaja yang dilakukan setelah usaha preventif maupun represif dilakukan tapi tidak membuahkan hasil. Usaha yang dilakukan adalah dengan cara memberikan pendidikan lagi sampai perilaku remaja tersebut berubah. Pendidikan di ulangi dengan pembinaan khusus. Misalnya ke psikolog maupun pekerja sosial. Penanggulangan masalah kenakalan remaja ini demikian sulit karena permasalahan bertaut satu sama lain. Hal ini dapat dipahami mengingat interaksi dalam masyarakat merupakan suatu sistem. Menurut B. Simadjuntak (1981:292) , “secara umum ada tiga usaha penanggulangan kenakalan remaja, yaitu usaha pencegahan, usaha penindakan, dan usaha khusus (rehabilitasi)”. Dari sekian luas penanggulangan yang dapat dilakukan bisa dikelompokkan sebagai berikut : 1. Pencegahan a) Usaha pencegahan yang bersifat umum Berupa pemberian pendidikan prenatal kepada ibu (calon ibu), pemberian pendidikan mental spiritual bagi agama, pendidikan yang bersifat peningkatan 26 ketrampilan dan kecerdasan dalam lingkungan keluarga, integrasi yang baik antar media massa agar memilih materi yang baik dalam sajian-sajiannya. Selain itu yang paling penting adalah penyediaan sekolah yang baik, yang dapat membawa remaja kearah pemahaman tentang remaja adalah calon pemimpin bangsa. b) Usaha perbaikan lingkungan serta kondisi sosial Perbaikan yang membantu terciptanya pertumbuhan remaja yang sehat fisik dan psikis. Hal ini menyangkut perbaikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Walaupun tidak semua pengaruh dari lingkungan akan bersemi dalam diri remaja, tetapi akan lebih baik tindakan untuk menghindari daripada mengobati. Penempatan diskotik, klub malam hendaknya tidak berdekatan dengan lingkungan pendidikan agar para remaja tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal tidak baik. c) Usaha pengadaan sarana vital dalam menunjang pembinaan mental Pembangunan tempat-tempat seperti gedung olah raga, gedung pemuda, tempat pertunjukkan dan sebagainya sangat berguna untuk menyalurkan hasrat remaja untuk berekspresi agar mereka tidak salah dalam menyalurkan hasrat mereka itu. d) Usaha yang bersifat khusus Usaha ini bertujuan untuk menegakkan ketertiban umum, pemberian penyuluhan dan bimbingan bagi remaja, pendidikan khusus bagi remaja yang frekuensi menyimpangnya tinggi. 2. Usaha Penindakan (represif) Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Di rumah dan dalam lingkungan keluarga, remaja dapat mentaati peraturan tata cara yang berlaku. Disamping peraturan tentu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Sedangkan di lingkungan sekolah kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanaan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal guru juga berhak bertindak. Usaha yang perlu di lakukan adalah langkah antisipasi dengan memberi pembinaan yang baik untuk remaja. 27 3. Usaha Khusus (rehabilitasi) Biasanya usaha ini dilakukan setelah usaha represif, bilamana mengingat perlu rehabilitasi. Bimbingan diberi baik bagi remaja, orangtua, pengasuh sehingga mereka memiliki kesamaan irama dalam memberi perlakuan terhadap remaja yang bermasalah. Usaha ini dapat berbentuk reedukasi dalam pendidikan khusus remaja nakal, pengembalian ke masyarakat setelah mematangkan sikap masyarakat penerima, penyaluran ke pendidikan dan pekerjaan, pengawasan khusus. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha penanggulangan kenakalan remaja yaitu usaha preventif, represif, kuratif dan rehabilitasi. Maka penanggulangan masalah kenakalan remaja ini perlu ditekankan bahwa segala usaha harus ditujukan kearah tercapainya kepribadian yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja diharapkan menjadi orang dewasa yang berkepribadian kuat, sehat jasmani, rohani, kuat iman sebagai anggota masyarakat, bangsa dan tanah airnya. i. Cara Mengukur Kenakalan Remaja Dalam penelitian ini variabel kenakalan remaja akan diukur dengan menggunakan angket. Sebelum angket dibuat, harus ditentukan terlebih dahulu indikator-indikatornya, yaitu sebagai berikut :1) Berkata-kata kasar atau kotor, 2) Berbohong, 3) Keluyuran, 4) Menentang orangtua, 5) Mencuri / merampas, 6) Tawuran, 7) Membawa senjata tajam, 8) Meminum-minuman keras, 9) Berjudi, 10) Tindakan pornografi, 11) Membawa kaset atau gambar pornografi. Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur variabel kenakalan remaja. 28 2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi Orang Tua a. Status Sosial Ekonomi Orang Tua 1) Status Pengertian istilah status menurut Hendro Puspito (1989:103) berasal dari bahasa Latin “stare” yang artinya berdiri. Selanjutnya pengertian ini (status=berdiri) disamakan artinya dengan istilah kedudukan, yang maksudnya adalah status seseorang itu merupakan kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sehubungan dengan orang lainnya atau masyarakat di sekelilingnya dimana ia berada dan disitulah ia bergantung kepada orang-orang di sekitarnya. Menurut Phil Astrid S.Susanto (1999:75), “status merupakan kedudukan objektif yang memberi hak dan kewajiban kepada yang menempati kedudukan tadi”. Tentang status ahli lain seperti Soerjono Soekanto (1996:42) memberikan konsep mengenai status sebagai berikut : “ Tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam yang lebih besar lagi. Status atau kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum di dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisnya dan hakhak serta kewajibannya”. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa status adalah keadaan atau kedudukan seseorang dalam kelompok yang membedakan hak dan kewajiban seseorang tersebut dengan orang-orang di lingkungan (kelompok) dimana ia berada. 2) Status Sosial Kata social berasal dari bahasa Latin “socius” yang artinya kawan atau teman dan “sociates” yang maknanya adalah masyarakat. Gerungan (1996:72) menjelaskan bahwa “yang dimaksud situasi sosial adalah setiap situasi dimana saling berhubungan antara manusia satu dengan manusia lain”. Berarti sosial adalah suatu keadaan dimana manusia saling berhubungan dengan manusia yang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial maka ia akan 29 berintegrasi dengan lingkungan yang ada di sekelilingnya dan keluarga merupakan bentuk sosial pertama kehidupan anak dimana didalamnya akan terbentuk adanya situasi sosial. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan status sosial adalah kedudukan individu dalam masyarakat hubungannya dengan orang lain atau kelompok lain dalam menjalankan peran di masyarakat. 3) Status Ekonomi Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani “oikonomis” yang terdiri dari kata “oikos” yang berarti rumah tangga dan kata “nomos” yang berarti aturan. Sunarjadi Prawirodiharjo (1980:5) menjelaskan “ Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang usaha manusia untuk mencapai kemakmuran, yaitu usaha supaya dapat memenuhi kebutuhannya”. Status ekonomi merupakan salah satu bentuk dari stratifikasi sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial dalam masyarakat mencakup berbagai dimensi antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, kelompok ras, pendidikan formal, pekerjaan dan ekonomi. Menurut Weber dalam Kamanto Sunarto (1999:112) kelas ditandai oleh beberapa hal, antara lain “kelas merupakan sejumlah orang yang mempunyai persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib”. Peluang untuk hidup orang-orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan atas barang serta kesempatan untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran komoditi atau pasaran kerja. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa status ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun beberapa kriterium tinggi rendahnya status ekonomi dalam penelitian ini adalah pekerjaan, besarnya anggota keluarga, pola konsumsi, tingkat kesejahteraan keluarga, keadaan rumah beserta perabotnya. a. Pekerjaan Pekerjaan merupakan aktifitas sehari-hari untuk mempertahankan hidup dengan tujuan memperoleh taraf hidup yang lebih baik dari hasil pekerjaan 30 tersebut. Sebaran pekerjaan angkatan kerja dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan. 1) Lapangan pekerjaan Sebaran angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan menggambarkan di sektor produksi apa saja maupun dimana saja para pekerja menyandarkan sumber nafkahnya. 2) Status pekerjaan Sebaran menurut status pekerjaan menjelaskan kedudukan pekerja di dalam pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan. 3) Jenis pekerjaan Sebaran menurut jenis pekerjaan menunjukkan kegiatan kongkret apa yang dikerjakan oleh pekerja yang bersangkutan. Menurut catatan Biro Pusat Statistik (2004) lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan dikualifikasikan dalam Tabel I, sebagai berikut : Tabel 1. Lapangan, Status dan Jenis Pekerjaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Lapangan Pekerjaan Pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pertambangan, penggalian. Industry pengolahan. Listrik, gas dan air Bangunan Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel. Angkutan, pergudangan dan komunikasi. Keuangan,asuransi, sewa bangunan, tanah dan jasa perusahaan. Jasa kemasyarakatan. 1. 2. 3. 4. 5. Status Pekerjaan Berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain. Berusaha dengan dibantu anggota keluarga / buruh tidak tetap. Berusaha dengan buruh / pekerja tetap. Buruh / karyawan / pegawai. Pekerja keluarga. Jenis Pekerjaan 1. Tenaga professional,tekni si dan yang sejenisnya. 2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan. 3. Tenaga usaha penjualan. 4. Tenaga usaha jasa. 5. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perkebunana dan perikanan. 6. Tenaga produksi. 7. Tenaga operator. 8. Pekerja kasar. 31 b. Tingkat Penghasilan Menurut Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers (1982:8) “Tingkat penghasilan adalah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga beserta anggota keluarganya yang bersumber dari sektor formal, sektor informal dan sektor subsistem dalam waktu satu bulan yang diukur berdasarkan rupiah”. Pada umumnya tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan meeka. Tinggi rendahnya taraf hidup seseorang tergantung pada tinggi rendahnya penghasilan seseorang, makin banyak penghasilan seseorang makin tinggi taraf hidupnya. Menurut Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers (1982:292) cara menghitung pendapatan atau penghasilan tersebut dapat dihitung berdasarkan tiga sumber utama yaitu : 1) Pendapatan tetap (formal), yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil pekerjaan pokok. 2) Pendapatan tidak tetap (informal), yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil pekerjaan sampingan. 3) Pekerjaan subsistem, yaitu pendapatan yang tidak dengan uang atau tanpa menukar barang. c. Jumlah Anggota Keluarga Bentuk keluarga pada umumnya terdiri dari seorang suami, seorang istri dan anak-anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama atau biasa disebut sebagai keluarga inti. Menurut Munandar Soelaeman (2001:115), “Keluarga diartikan sebagai suatu satuan terkecil yang memiliki manusia sebagai makhluk sosial yang ditandai adanya kerjasama ekonomi”. Besarnya anggota keluarga akan ikut menentukan besar kecilnya kegiatan dalam subsistem dan pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan konsumsi. Perilaku konsumsi dipengaruhi beberapa variabel yang relevan seperti pendapatan (income), jumlah anggota keluarga (family size), jumlah anak (the number of children) dan sebagainya. d. Tingkat Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan atau keadaan tidak miskin merupakan keinginan lahiriah setiap orang. Keadaan semacam ini barulah sekedar memnuhi kepuasan hidup 32 manusia sebagai mahkluk individu, padahal disamping sebagai makhluk individu manusia juga merupakan makhluk sosial. Penilaian kesejahteraan penduduk tidak cukup hanya dengan melihat besar kecilnya pendapatan tetapi harus pula memperhatikan distribusi pendapatan di kalangan penduduk. Tolak ukur mengenai kesejahteraan (sekaligus kemiskinan) penduduk baik yang berpendekatan ekonomi maupun sosial. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004 dikutip oleh Ika Rusmawati (2006:15), maka keluarga sejahtera dikelompokkan atas lima tahap dilihat dari segi tahapan pencapaian kesejahteraannya, yaitu : 1) Keluarga Pra Sejahtera a) Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya b) Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari c) Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan berpergian. d) Bagian terluas dari rumah berlantai tanah. e) Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. 2) Keluarga Sejahtera Tahap I a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama b) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. c) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan berpergian. d) Bagian lantai yang luas bukan dari tanah. e) Anak sakit atau PUS ingin ber KB dibawa ke sarana kesehatan. 3) Keluarga Sejahtera tahap II a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama secara teratur. b) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging, ikan atau telur. c) Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru. d) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni. e) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan dapat melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing. f) Ada anggota keluarga umur 15 tahun keatas berpenghasilan tetap. g) Anggota keluarga umur 10 – 60 tahun bisa baca tulis latin. h) Anak umur 7 – 15 tahun bersekolah. i) PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai kontrasepsi. 4) Keluarga Sejahtera Tahap III a) Berupaya meningkatkan pengetahuan agama b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung 33 c) Kebiasaan keluarga makan bersma paling kurang sekali sehari dan dimanfaatkan untuk berkomunikasi. d) Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. e) Keluarga berekreasi di luar rumah paling kurang sekali dalam enam bulan. f) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar, radio, tv dan majalah. g) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi setempat. 5) Keluarga Sejahtera tahap III Plus a) Keluarga secara teraur dengan sukarela memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial. b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan atau yayasan atau institusi masyarakat. e. Pola Konsumsi Pola konsumsi atau bentuk penggunaan suatu bahan atau barang dapat dilihat melalui alokasi konsumsinya. Semakin sejahtera penduduk semakin kecil pengeluaran konsumsinya untuk bahan pangan. Alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat secara garis besar digolongkan ke dalam dua kelompok penggunaan yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeleuaran bukan makanan. Dalam perekonomian yang taraf perkembangannya masih rendah, sebagian besar pendapatan dikeluarkan untuk pembelian makanan dan pakaian sebagai keperluan sehari-hari yang paling pokok. Pada tingkat perkembangan ekonomi yang lebih maju pengeluaran untuk pembelian makanan bukan lagi merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga, sedangkan pengeluaran-pengeluaran lain seperti untuk pendidikan, perumahan dan rekreasi menjadi bertambah penting. Pendapatan yang tidak dikonsumsi disisihkan untuk ditabung. Penabungan ini dilakukan untuk memperoleh bungan atau deviden dan dana dalam menghadapai kemungkinan kesusahan dimasa depan. f. Kondisi Rumah Rumah adalah tempat untuk tumbuh dan berkembang baik secara jasmani, rohani dan sosial. Sesuai fungsinya rumah adalah sebagai tempat tinggal dalam satu lingkungan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana 34 yang diperlukan manusia sehingga rumah diharapkan memberi ketentraman hidup, pengamanan dan pusat kegiatan sosial. Rumah merupakan salah satu alat untuk mengekspresikan status seseorang termasuk bentuk dan lokasinya. Rumah juga merupakan suatu indicator penting untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk dan biasanya mencerminkan pula tingkat pendapatan dan pengeluaran suatu rumah tangga terutama di kota, karena itu tempat tinggal merupakan suatu faktor yang memegang peranan penting dalam hubungannya dengan kebutuhan rumah tangga. Pada umumnya bentuk atau tipe rumah yang biasa ditinggali penduduk Indonesia adalah rumah gubug, tidak permanen, semi permanen dan permanen. Keempat bentuk rumah tersebut dapat dilihat berdasarkan konstruksi bangunannya. Konstruksi rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Konstruksi bangunan tidak permanen yaitu : a) Dinding luar bambu atau kayu dengan pemisah ruangan dari bamboo atau tanpa pemisah ruangan. b) Lantai tanah atau bambu c) Atap dari daun atau rumbia. 2) Konstruksi bangunana semi permanen yaitu : a) Dinding luar tembok dengan pemisah ruangan dari triplek atau bamboo, dinding luar setengah tembok. b) Lantai semua c) Atap dari genteng atau asbes. 3) Konstruksi bangunan permanen yaitu : a) Dinding luar dari tembok atau beton b) Lantai dari tegel atau semen c) Atap dari genteng atau asbes. g. Kepemilikan Barang-barang Disamping tipe atau konstruksi bangunan rumah, bentuk dan letaknya maka isi rumah atau perabot rumah seperti almari, meja, radio, TV, peralatan 35 elektronik lainnya, dan kendaraan juga dapat dijadikan tolak ukur tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Di pedesaan selain kepemilikan perabot rumah tangga seperti tersebut diatas yang juga dapat diperhitungkan dalam mencerminkan tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga adalah jumlah dan macam kepemilikan hewan piaraan atau ternak seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, itik dan ayam. h. Luas Lahan Indonesia adalah Negara agraris, karena sebagian besar wilayah di Indonesia sawah. Mata pencaharian masyarakat Indonesia mayoritas sebagai petani. Terutama di daerah jawa, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Sayogya dalam Kamanto Sunarto (1999:110) membagi petani miskin di Jawa dalam tiga lapisan yaitu : 1) Petani lapisan III (kaya) : yang luas tanahnya di atas 0,5 ha 2) Petani lapisan II (sedang) : yang luas tanahnya antara 0,25 – 0,5 ha 3) Petani lapisan I (miskin) : yang luas tanahnya dibawah 0,25 ha atau buruh tani yang tidak memiliki tanah. 4) Status Sosial Ekonomi Orang Tua Berdasarkan pengertian tentang status sosial dan status ekonomi diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah kedudukan orangtua dalam hubungannya dengan orang lain atau masyarakat mengenai kehidupan sehari-hari dan cara mendapatkannya serta usaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Konsep status social ekonomi menurut Mifflen sebagai berikut : “ Status social ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian strata yang tersusun secara hierarkis yang merupakan kesatuan seimbang dari hal-hal yang menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya dikenal sebagai previlese (kekayaan, pendapatan, barang-barang konsumsi), prestise (status serta gaya hidup), dan kekuasaan”.( Mifflen & Mifflen,1986 ). Dari pendapat di atas diartikan bahwa status sosial ekonomi terdiri dari priviliese yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang, penghasilan, barang-barang yang dimiliki dan yang digunakan, kemudian adanya prestise yaitu gaya hidup serta kekuasaan. Semua itu menentukan status sosial ekonomi seseorang di 36 masyarakat, jika previlese dan prestise tinggi maka mendapatkan kekuasaan dan penghormatan yang tinggi dari masyarakat, tetapi jika previliese dan prestise rendah, maka tidak adanya kekuasaan yang diperoleh. Dapat disimpulkan bahwa status social ekonomi orang tua adalah kedudukan orang tua dalam suatu masyarakat yang diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, berkaitan pula dengan hak dan kewajiban serta segala sesuatu di lingkungan masyarakat sekitar. b. Faktor-faktor yang Menentukan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Status sosial ekonomi ditinjau secara sosio-kultural ditentukan oleh beberapa faktor faktor yaitu: kelahiran, unsur-unsur biologi (jenis kelamin dan keturunan), harta kekayaan, pekerjaan dan peran dalam masyarakat. Status merupakan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan peran. Menurut Nasikun (1994:24) kedudukan sosial dalam masyarakat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : 1) 2) 3) 4) 5) Faktor Kelahiran (birth) Unsur-unsur biologis (biological properties) Faktor harta kekayaan (fortune) Faktor pekerjaan (profession) Faktor peran (role) Dari pengertian di atas dapat peneliti jelaskan satu persatu sebagai berikut : 1) Kelahiran (birth) Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam memperkenalkan system nilai yang berkembang dalam masyarakat, termasuk status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut. 2) Unsur biologis (biological properties) Jenis kelamin dan garis keturunan juga ikut menentukan kedudukan seseorang baik secara individu maupun kelompok. 3) Harta kekayaan (fortune) Dalam hal ini akan sangat tampak perbedaan antara golongan yang mempunyai kekayaan (orang kaya) dengan golongan yang tidak punya (orang miskin), karena orang kaya akan mendapat kedudukan dan penghormatan yang 37 lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang miskin, bahkan tidak jarang ditemui dalam suatu masyarakat jika golongan orang miskin dituntut untuk menghormati golongan orang kaya. 4) Pekerjaan (profession) Pekerjaan yang dinilai memerlukan pemikiran akal (otak) umumnya lebih dihargai dan dianggap berkedudukan lebih tinggi dari pada pekerjaan tangan (kasar). Dalam masyarakat modern, ijasah yang diraih juga termasuk faktor penting dalam menentukan jenis pekerjaan dan kedudukan. 5) Peran (role) Peran seseorang dalam masyarakat akan mempengaruhi penghargaan dan penghormatan seseorang dalam masyarakat. Orang yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam kegiatan kemasyarakatan akan ditempatkan pada status yang lebih tinggi pada masyarakatnya. Menurut Gerungan (1996:183) mengatakan, “yang menjadi kriteria tinggi rendahnya status sosial ekonomi dalam masyarakat antara lain: tempat tinggal (rumah), penghasilan keluarga dan beberapa kriteria lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga”. Menurut Soerjono Soekanto (1996:237)mengatakan, “status sosial ekonomi seseorang di ukur dari: (1) Ukuran kekayaan, (2) Ukuran kekuasaan, (3) Ukuran kehormatan, (4) Ukuran Ilmu Pengetahuan”. Dari pengertian di atas dapat peneliti jelaskan satu persatu sebagai berikut : 1) Ukuran kekayaan Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda atau materi oleh seseorang. Ukuran kekayaan dapat dilihat dari bentuk dan luas rumah yang bersangkutan, luas kepemilikan tanah, kepemilikan barang berharga serta fasilitas-fasilitas yang ada. 2) Ukuran kekuasaan Ukuran kekuasaan merupakan wewenang atau kewenangan yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam masyarakat, lembaga atau suatu perusahaan dipimpin. 3) Ukuran kehormatan 38 Ukuran kehormatan berkaitan dengan kewibaan yang dimiliki seseorang karena pembawaan atau kedudukan atau hal lain yang dianggap oleh orang lain sebagai sesuatu yang terpandang. Umumnya mereka adalah golongan tua dan mereka yang pernah berjasa pada masyarakat. 4) Ukuran ilmu pengetahuan Ukuran ilmu pengetahuan dapat dilihat dari sesuatu diperoleh seseorang melalui proses belajar dalam proses pendidikan baik pendidikan formal dan informal. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa untuk mengukur tinggi rendahnya status sosial ekonomi orangtua adalah pendidikan orangtua, pekerjaan dan penghasilan orangtua, pemilikan barang atau kekayaan, jumlah anggota keluarga dan macam kebutuhan. Aspek-aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri, artinya bahwa untuk menetapkan tingkat atau status sosial ekonomi orangtua tidak hanya melihat satu aspek saja, melainkan kita harus menghubungkan satu aspek dengan aspek lain. Pendidikan orangtua, tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki atau dicapai oleh orangtua dimungkinkan akan membawa pengaruh kepada anak-anaknya. Pekerjaan dan penghasilan orangtua menentukan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan keluarga. Sedangkan materi atau kekayaan merupakan petunjuk tingkat kemakmuran suatu keluarga. Dari uraian di atas, maka ada tiga faktor utama yang menentukan status sosial ekonomi seseorang yaitu : a) Pendidikan b) Pekerjaan dan penghasilan c) Sosial Masing-masing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a) Pendidikan Pendidikan mempunyai peranan sangat besar di dalam membentuk tingkah laku seseorang., karena salah satu faktor yang penting dari usaha pendidikan adalah pembentukan watak seseorang dimana watak seseorang akan berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, biasanya memiliki intelektual yang lebih baik, 39 dapat berfikir kritis yang akan memberikan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:70) menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah usaha secara sadar dan sengaja dilakukan oleh seseorang untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam usaha mencapai kedewasaan yang berlangsung secara terus menerus. Menurut bentuknya pendidikan dibedakan menjadi tiga : (1)Pendidikan formal, adalah cara pendidikan yang terselenggara melalui sekolah-sekolah, melalui jenjang tertentu atau bertingkat. Seperti pendapat Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:162) menyatakan “sekolah sebagai lembaga pendidikan formal perlu diketahui dikatakan formal karena sekolah atau tempat tertentu, teratur, sistematis mempunyai jenjangjenjang dan dalam kurun waktu serta berlangsung mulai TK sampai Perguruan Tinggi”. Menurut Crow and Crow dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:96) jenjang atau tingkat pendidikan meliputi : (a) Tingkat pendidikan Taman kanak-kanak nol kecil disebut Nersey Education (b) Tingkat pendidikan Taman kanak-kanak nol besar disebut Intant Education (c) Tingkat pendidikan dasar disebut Elementary Education (d) Tingkat pendidikan SMTP disebut Yunior High School (e) Tingkat SMTA disebut Senior High School (f) Tingkat sekolah tinggi disebut Unversity. Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa jenjang pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah adalah jenis pendidikan formal, sedangkan jenjang pendidikan formal itu mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. 40 (2) Pendidikan Non Formal adalah cara pendidikan yanga da di luar sekolah yang masih terencana dengan tujuan tertentu. Jenjang pendidikan ini terjadi di luar kerangka pendidikan sekolah. Pendidikan non formal dapat dilihat pada penyelenggara kursus dan upaya pemberantasan buta huruf. Semua penyelenggara pendidikan non formal bertujuan menambah pengetahuan dan ketrampilan masyarakat agar mempunyai kemampuan belajar. (3) Pendidikan Informal adalah cara pendidikan yang pertama kali dialami oleh manusia, yakni dari lingkungan keluarga. Pendidikan ini terjadi sepanjang hidupnya yang merupakan pengalaman yang diperoleh di lingkungan sekitar. Proses pendidikan ini terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Faktor pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan yang pernah ditempuh oleh orangtua pada pendidikan formal. Tingkat pendidikan orangtua sangat mempengaruhi pandangan anak-anaknya dalam menempuh pendidikan yang akan dijalaninya. Sebab semakin tinggi pendidikan orang tua semakin tinggi pula kemampuan untuk membimbing dan mengarahkan anaknya untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu di dalam masyarakat maupun dilingkungan sekolahnya. b) Pekerjaan dan penghasilan Pekerjaan merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang di suatu tempat untuk menghasilkan barang dan jasa. Pekerjaan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Adanya pekerjaan, maka seseorang akan mengharapkan pendapatan sehingga imbalan dari kerja seseorang dan merupakan penghasilan keluarga yang akan menghasilkan sejumlah barang yang dimilikinya. Kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang menyebabkan tidak terhitungnya jumlah pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Dimana masingmasing pekerjaan memerlukan bakat, keahlian atau kemampuan yang berbeda untuk mendudukinya. Seperti yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1990:84) bahwa : 41 Pesatnya kemajuan di segala lapangan seperti: konflik ekonomi, sosial, perindustrian dan lain-lain menyebabkan tidak terhitungnya jumlah pekerjaan dimana masing-masing memerlukan bakat dan kemampuan yang berbeda dari pada pemakainya sehingga spesialisasi dalam lapangan penghidupan makin diperlukan. Melihat banyaknya jenis pekerjaan yang ada dalam masyarakat yang tidak mungkin dibahas satu persatu, maka dalam penelitian ini peneliti menggolongkan jenis pekerjaan menjadi dua golongan yaitu pegawai yang meliputi pegawai negeri dan swasta dan non pegawai atau bukan pegawai. Adapun penjelasan dari masing-masing kelompok adalah sebagai berikut : 1) Pegawai negeri dan swasta Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan digaji menurut Undang-undang yang berlaku. 2) Non pegawai Jenis pekerjaan non pegawai adalah jenis pekerjaan selain pegawai. Dengan batasan atau dengan criteria bahwa pekerjaan tersebut tidak membutuhkan kualifikasi atau standar pendidikan tertentu, tidak bernaung di bawah suatu instansi, organisasi atau yayasan tertentu tidak memerlukan jam kerja yang pasti, penghasilan yang diperoleh sifatnya hanya upah, tidak terikat adanya undang-undang atau peraturan tertentu. Misalnya kuli bangunan, buruh, pekerja kasar, tukang becak, pedagang, petani dan lain-lain. Macam dan jenis pekerjaan yang dilakukan ataupun dimiliki sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dan juga akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya status sosial ekonomi di masyarakat. Penghasilan atau pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang dari hasil sendiri yang dinilai dengan uang. Pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh seseorang dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, pendapatan pada dasarnya dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu : 42 (1) Pendapatan berupa uang, adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya regular dan biasanya dierima sebagai balas jasa. Sumber-sumber yang utama adalah gaji dan upah, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas, pendapatan dari penjualan barang atau ternak yang dipelihara dan sebagainya. (2) Pendapatan berupa barang adalah penghasilan yang sifatnya regular dan biasanya diterima dalam bentuk barang dan jasa. Dapat berupa pembayaran gaji atau upah yang diwujudkan dalam bentuk barang, misalnya beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan lain-lain. (3) Lain-lain penerimaan uang dan barang, yang dipakai sebagai pedoman dalam segala penerimaan yang bersifat transfer redistributif biasanya membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga, misalnya warisan, penagihan hutang, kiriman uang dan lain-lain. Pendapatan yang diperoleh dari suatu pekerjaan akan berkaitan dengan kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan merupakan salah satu faktor dalam menentukan kedudukan atau status sosial ekonomi. 1) Sumber Pendapatan Keluarga Tiap-tiap keluarga dalam memenuhi kebutuhannya memerlukan pendapatan yang sumbernya berbeda-beda dengan yang lainnya. Mulyanto Sumardi dan Hans-Dieter Evers (1982:323) mengemukakan “Pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan dari sektor formal, sektor informal, dan pendapatan dari sektor sub sistem”. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut : (1) Pendapatan dari sektor formal Pendapatan sektor formal adalah pendapatan yang diperoleh melalui pekerjaan pokok. Pendapatan ini dapat berupa uang atau barang yang sifatnya regular. Sedangkan yang dimaksud sector formal tersebut ialah sector pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar yang resmi terdaftar pada pemerintah. (2) Pendapatan dari sektor informal 43 Pendapatan sector informal adalah segala pendapatan baik berupa uang atau barang yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi dari sektor informal. Pendapatan informal ini berupa pendapatan dari usaha atau hasil usaha, pendapatan dari kerajinan rumah, pendapatan dari keuntungan sosial. (3) Pendapatan dari sektor sub sistem Pendapatan sektor sub sistem merupakan pendapatan yang diperoleh dari barang yang diproduksi sendiri, dikonsumsi sendiri. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan pokok menurut M. Sumardi dan Hans-Dieters Evers, (1995:300), “pekerjaan atau jabatan, pendidikan, masa kerja dan jumlah anggota keluarga”. Penjelasan faktor-faktor tersebut di atas adalah sebagai berikut : a) Pangkat atau jabatan Pangkat atau jabatan dapat dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu pangkat atau jabatan basah yaitu pangkat atau jabatan yang dianggap banyak member kesejahteraan kepada para karyawan, misalnya pekerjaan pada departemen keuangan, perdagangan, dan lain-lain. Pangkat atau jabatan kering yaitu pangkat atau jabatan yang dianggap kurang member dana kesejahteraan pada karyawan, misalnya pekerjaan kantor, instansi yang bernaung di bawah departemen pendidikan, departemen tenaga kerja, dan sebagainya. b) Pendidikan Pendidikan diukur berdasarkan pengalaman pendidikan rendah yaitu mereka yang lulus SLTP atau sederajat dan pendidikan tinggi yaitu mereka yang lulus sekolah lanjutan atas atau perguruan tinggi. c) Masa Kerja Masa kerja diukur berdasarkan pengelompokan terhadap masa kerja rendah yaitu masa kerja yang belum mencapai 17 tahun dan masa kerja tinggi yaitu mereka yang masa kerja 17 atau lebih dimana makin lama makin akan berpengaruh terhadap gaji pokok para pegawai. d) Jumlah anggota keluarga 44 Jumlah anggota keluarga kemungkinan dapat meningkatkan pendapatan karena makin banyak jumlah anggota keluarga makin banyak pula jumlah keluarga yang ikut bekerja untuk menghasilkan pendapatan, tetapi kemungkinan juga terjadi bahwa jumlah anggota keluarga yang besar tidak menambah pendapatan karena makin besar julamh anggota keluarga mengakibatkan bertambahnya kesejahteraan orang tua untuk mengurus anaknya. 3) Tingkat Pendapatan Distribusi pendapatan dalam suatu Negara akan berpengaruh besar pada munculnya golongan-golongan berpenghasilan rendah, golongan berpenghasilan menengah dan golongan berpenghasilan tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) tingkat pendapatan dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : 1) Golongan sangat tinggi : lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan 2) Golongan tinggi : Rp. 2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan 3) Golongan sedang : Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan 4) Golongan rendah : kurang dari Rp. 1.500.000,00 per bulan c) Sosial Kedudukan sosial dalam masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam membentuk tingkah laku, cara bersikap seseorang. Kedudukan sosial juga dapat mempengaruhi cara pandang orang terhadap pribadi seseorang. Sosial yang dimaksud dilihat dari kedudukan seseorang dalam suatu pekerjaan yang dimiliki atau yang dilakukan. Jika seseorang tersebut sebagai pemilik atau kepala dalam suatu pekerjaan, orang tersebut dapat memiliki kekuasaan dan wewenang lebih dari bawahannya. Orang tersebut lebih dihormati dan mempunyai wibawa yang terpandang. Jika hanya sebagai bawahan kemungkinan orang memandangnya biasa saja. Demikian pula kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat dilingkungan tempat tinggal, jika orangtua memegang peranan penting dalam organisasi kemasyarakatan seperti RW, RT dan sebagainya, jika mendapat kedudukan sebagai ketua, maka orangtua lebih mendapat kehormatan yang tinggi dibandingkan anggota-anggotanya. 45 Kriteria di atas didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi bidang lainnya, misalnya seseorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung untuk menduduki jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi pula. Dengan jabatan yang tinggi maka seseorang juga akan mendapatkan imbalan yang tinggi, sehingga pendapatan atau kekayaannya akan semakin bertambah. Selain pendapatan yang tinggi, seseorang akan mendapat kehormatan yang tinggi dari pada anggotanya. Dengan demikian aspek-aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri, artinya untuk menetapkan tingkat atau status sosial ekonomi seseorang tidak hanya dapat dilihat dari satu aspek saja, melainkan harus menghubungkan antara aspek yang satu dengan aspek yang lain. c. Penggolongan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Menurut Soerjono Soekanto (1996:283), “Pembagian pelapisan sosial ekonomi dalam masyarakat terbagi menjadi tiga golongan yaitu lapisan atas (upper class), lapisan menengah (middle class), dan lapisan bawah (lower class)”. Adapun penggolongan status sosial ekonomi berdasarkan kelas sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat adalah sebagai berikut : 1.) Kelompok Sosial Ekonomi Atas Yang termasuk dalam kelas ini adalah orang tua yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup keluarganya baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, bahkan dapat memenuhi kebutuhan tergolong mewah. Menurut Solaeman B Taneko (1990:99) “Lapisan ekonomi mampu terdiri dari pejabat pemerintahan, para dokter dan kelompok professional lainnya”. 2.) Kelompok Sosial Ekonomi Menengah Orang tua yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang tua dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggunakan penghasilan keluarga secara ketat terhadap kebutuhan dianggap penting. Soleman B Taneko (1990:100) menengemukakan “Lapisan ekonomi menengah terdiri dari alim ulama, pegawai dan kelompok wirausaha”. 3.) Kelompok Sosial Ekonomi Bawah 46 Kelompok yang termasuk kelas ini mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kebutuhan yang paling sederhana kadang-kadang masih dapat terpenuhi, akan tetapi ada pula sebagian keluarga dari kelas ini yang tidak dapat memenuhinya. Sehubungan dengan kelas ini Soleman B Taneko (1990:100) menengemukakan bahwa, “ lapisan ekonomi miskin terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruhburuh yang sejenis”. d. Peranan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Status sosial ekonomi orang tua sangat berpengaruh dalam berbagi aspek kehidupan dari suatu keluarga karena status sosial ekonomi orang tua memegang peranan penting dalam keluarga. Keadaan ekonomi keluarga juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak. Ini dapat diartikan bahwa sikap, cita-cita, minat anak pada suatu obyek akan dipengaruhi oleh keadaan ekonomi orang tuanya. Seperti dikemukakan Gerungan (1996:102) bahwa “Dengan kondisi ekonomi keluarga yang cukup ia akan mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada alat-alatnya”. Dari pendapat tersebut diatas dapat diartikan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga ekonominya cukup, kebutuhan-kebutuhan pokok tersedia dan mempunyai fasilitas lengkap, mempunyai sikap, cita-cita dan minat berbeda dengan anak yang berasal dari keluarga tingkat ekonominya rendah, sehingga anak yang memiliki orang tua dengan status ekonomi tinggi mempunyai kesempatan mengembangkan kemampuannya daripada anak yang berasal dari keluarga tingkat ekonominya rendah, karena anak dengan orang tua berstatus ekonomi rendah tidak memiliki fasilitas yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuannya. Keadaan status sosial ekonomi orang tua juga berpengaruh terhadap perkembangan anak remaja dalam bertingkah laku baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat. 47 e. Indikator Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dalam penelitian ini yang dimaksud status sosial ekonomi orang tua adalah kedudukan orang tua dalam suatu masyarakat yang diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, yang berkaitan pula dengan hak dan kewajiban serta segala sesuatu di lingkungan masyarakat sekitarnya. Adapun faktor untuk mengukur tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua adalah pendidikan orang tua, pekerjaan atau mata pencaharian orang tua, tingkat penghasilan atau pendapatan orang tua, jumlah anggota keluarga, macam kebutuhan, hak milik dan kekayaan, kekuasaan atau wewenang serta peran orang tua didalam masyarakat. Indikator yang digunakan adalah sebagai berikut : 1.) Pendidikan orang tua a.) Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua b.) Pendidikan non formal yang pernah diikuti oleh orang tua 2.) Pekerjaan dan penghasilan orangtua a.) Pekerjaan tetap orang tua b.) Penghasilan orang tua rata-rata setiap bulan c.) Penghasilan orang tua setiap bulan d.) Macam kebutuhan yang harus dipenuhi e.) Status kepemilikan rumah orang tua f.) Kondisi rumah orang tua g.) Luas tanah yang dimiliki orang tua 3.) Kedudukan sosial orangtua a.) Jabatan orangtua dalam masyarakat b.) Jabatan orangtua dalam profesi Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi orang tua adalah kedudukan orangtua dalam hubungannya dengan orang lain atau masyarakat mengenai kehidupan sehari-hari dan cara mendapatkannya serta usaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Status sosial ekonomi orangtua mempengaruhi perilaku anak. Menurut Hawari (1996), “faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar kemungkinan besar antara lain berasal 48 dari kondisi keluarga itu sendiri yaitu status sosial ekonomi”. Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kenakalan remaja dipengaruhi oleh kondisi status sosial ekonomi orangtua. Kenakalan remaja cenderung dalam terjadi pada tingkat sosial ekonomi rendah karena remaja berkembang dalam keadaan bebas, tertekan dan selalu banyak masalah seperti anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orangtua, karena kurangnya pendidikan dan pengetahuan, kebutuhan fisik maupun psikis remaja yang tidak terpenuhi sehingga keinginan dan harapan anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan. Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk bertindak susila seperti kebiasaan disiplin dan mengontrol diri yang baik. Pengaruh demikian ini akan menjadikan jiwa remaja mudah terkena hal yang negatif dan menjadi nakal. Tetapi tidak semua anak yang nakal hanya berasal dari keluarga yang status sosial ekonominya rendah, bisa juga berasal dari anak yang berstatus sosial ekonomi menengah dan rendah, mungkin saja segala keperluan cukup, tetapi kurangnya pengawasan dari orangtua karena orangtuanya bekerja. Sehingga dalam penelitian ini peneliti kenakalan bisa terjadi pada golongan status sosial ekonomi manapun. 3. Tinjauan Tentang Jenis Kelamin Remaja Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara kodrat dibedakan menjadi dua jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Antara kedua jenis kelamin tersebut terdapat perbedaan karakteristik khas yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi psikis. Meskipun keduanya memiliki perbedaan karakteristik fisik dan psikis akan tetapi keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam menjalankan kehidupan sosial maupun non sosial. Dan perbedaan fisik dan psikis ini dapat mempengaruhi cara remaja berperilaku dirumah dan di masyarakat. Pada penelitian ini mengenai kenakalan remaja dilihat dari perbedaan jenis kelamin, penulis berusaha memfokuskan objek yang akan diteliti yaitu dilihat dari perkembangan remaja, karakteristik /sifat remaja laki-laki dan perempuan dalam perbedaan fisik dan psikis dan perkembangan sosial remaja. 49 a. Perkembangan Remaja (11 – 21 tahun) Masa remaja merupakan suatu masa dimana secara fisik pada tahap ini individu baik laki-laki maupun perempuan tanda-tanda alat kelaminnya mengalami perkembangan dan mencapai kematangan. Secara psikis remaja ditandai dengan adanya sebuah kondisi baik kesadaran pikiran, perasaan, maupun sikap yang belum tersusun secara rapih beralih kepada kondisi baik kesadaran pikiran, perasaan, maupun sikap telah tersusun secara rapih, sehingga tujuan manusia akan hidup terlihat secara jelas. Akan tetapi masa remaja juga menjadi suatu masa yang sangat sulit untuk dilewati, karena pada masa ini banyak terjadi perubahan fisik yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan psikis seperti munculnya sifat emosional dan sentimental yang merujuk pada sikap melankolik sehingga menyebabkan terjadinya goncangan batin, banyak mengalami konflik dengan orang tua, serta mulai mengenal minatnya terhadap lawan jenis. Menurut Syamsu Yusuf (2004:184) ,”masa remaja pada dasarnya dikelompokkan menjadi tiga tahapan yaitu masa remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir, dimana masing-masing tahap tersebut memiliki ciri tersendiri yang membedakan antara satu dengan yang lainnya”. Adapun periode remaja dari pendapat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Remaja awal (pubertas) Masa peural atau remaja awal berlangsung dari umur 11 sampai 14 tahun. Masa ini ditandai dengan adanya sifat suka menentang terhadap orang tua dan suka berkelompok dengan teman-teman sebaya. Pada masa ini terjadi perubahan biologis yang mengakibatkan pertumbuhan fisik yang pesat serta diikuti perkembangan pikiran-pikiran dan fantasi baru, cepat tertarik pada lawan jenis, kepekaan berlebihan, serta berkurangnya kendali ego sehingga remaja awal sulit dimengerti orang dewasa, dan mereka suka membuat suatu perbuatan yang unik. 50 b) Remaja madya Remaja madya berlangsung dari umur 14 – 18 tahun. Pada masa ini menunjukkan ciri-ciri membutuhkan kawan, cenderung narcissistic (menyukai diri sendiri dan kawan-kawan yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan dirinya), merasa kebingungan memilih, peka/tidak peduli (ramai-ramai, sendiri, optimis/pesimis, meterialis/idealis) sehingga disebut juga dengan masa mencari identitas diri. Pada masa ini remaja lebih cenderung mengalami kebingungan dan adanya ketergantungan yang besar terhadap teman sebaya, oleh karena itu diperlukan bimbingan dari orang tua bersifat mengarahkan bukan untuk memaksa. c) Remaja akhir Remaja akhir berlangsung pada umur 18 tahun sampai 21 tahun. Ciriciri yang menonjol pada masa ini adalah minat semakin mantap terhadap fungsi intelek, mencari kesempatan penyesuaian ego, terbentuknya identitas diri menjadi pendirian hidup, hilangnya egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain, tumbuh dinding pemisah antara private self dan the public . pada masa ini individu menemukan pendirian hidup dan memantapkannya serta tugas-tugas perkembangan telah terpenuhi, hal ini terjadi karena secara fisik maupun secara psikis mereka sudah mencapai kematangannya. Berdasarkan perkembangan masa remaja yang telah diulas di atas, maka penulis berusaha memfokuskan objek penelitian pada remaja yang tergolong remaja awal dan remaja madya dengan usia sekitar 13 – 18 tahun. Pada remaja yang berusia 13 – 18 tahun masih sekolah tingkat SMP dan SMA, dimana masa usia SMP dan SMA remaja masih penuh gejolak dalam mencari jati dirinya. b. Perbedaan Karakteristik antara Remaja Laki-laki dan Remaja Perempuan Laki-laki dan perempuan terlahir dalam jenis kelamin yang berbeda yang berakibat pula pada perbedaan fisik dan psikis dari luar dirinya. Laki-laki memiliki ciri-ciri biologis tersendiri berbeda dari perempuan, begitu pula dengan perempuan. Perbedaan tersebut juga akan menimbulkan perbedaan 51 karakteristik/sifat dari psikis individu yang bersangkutan. Berikut ini akan lebih dipaparkan lagi oleh penulis mengenai perbedaan fisik, perbedaan psikis dan emosi remaja. 1. Perbedaan Fisik Pertumbuhan fisik remaja laki-laki dan remaja perempuan selalu berubah setiap masanya. Masing-masing memiliki ciri dan kekhasan tersendiri. Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciriciri kelamin yang utama (primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder). Menurut Muss yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam buku Perkembangan Peserta Didik ditulis oleh Sunarto dan B. Agung Hartono (2006:79), urutan perubahan-perubahan fisik adalah sebagai berikut : 1) Pada anak perempuan a. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang) b. Pertumbuhan payudara c. Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan d. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya e. Bulu kemaluan menjadi keriting f. Menstruasi atau haid g. Tumbuh bulu-bulu ketiak. 2) Pada anak laki-laki a. Pertumbuhan tulang-tulang b. Testis (buah pelir) membesar c. Tumbuh bulu kemaluan yang halus,lurus,dan berwarna gelap d. Awal perubahan suara e. Ejakulasi (keluarnya air mani) f. Bulu kemaluan menjadi keriting g. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya h. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis,jenggot) i. Tumbuh bulu ketiak j. Akhir perubahan suara k. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap l. Tumbuh bulu di dada. 52 Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2006:81), perubahan-perubahan fisik yang penting dan yang terjadi pada masa remaja adalah : 1) Perubahan Ukuran Tubuh Irama perubahan mendadak menjadi cepat sekitar 2 tahun sebelum anak mencapai taraf pematangan kelaminnya. Setahun sebelum pematangan ini, anak akan bertambah tinggi 10 sampai 15 cm dan bertambah berat 5 sampai 10 kg setelah terjadi pematangan kelamin ini. Pertumbuhan tubuh selanjutnya masih terus terjadi namun dalam tempo yang sedikit lebih lamban. Selama 4 tahun pertumbuhan tinggi badan anak akan bertambah 25 persen dan berat tubuhnya hampir mencapai dua kali lipat. Anak laki-laki tumbuh terus lebih cepat daripada anak perempuan. Pertumbuhan anak laki-laki akan mencapai bentuk tubuh dewasa pada usia 19 sampai 20 tahun sedang bagi anak perempuan pada usia 18 tahun. 2) Perubahan Proporsi Tubuh Ciri tubuh yang kurang proporsional pada masa remaja ini tidak sama dengan seluruh tubuh, ada pula bagian tubuh yang semakin proporsional. Proporsi yang tidak seimbang ini akan berlangsung terus sampai seluruh masa puber selesai dilalui sepenuhnya sehingga akhirnya proporsi tubuhnya mulai tampak seimbang menjadi proporsi orang dewasa. Perubahan ini terjadi baik di dalam maupun di bagian luar tubuh anak. Misalnya, di masa kanak-kanak jantungnya kecil sedangkan pembuluh darah kulit kurang begitu tampak. Pada masa puber yang terjadi malah sebaliknya. Di bagian luar tampak pertumbuhan kaki dan tangan lebih panjang disbanding dengan tubuh. 3) Ciri Kelamin yang Utama Pada masa kanak-kanak, alat kelamin yang utama masih belum berkembang dengan sempurna. Ketika memasuki masa remaja alat kelamin mulai berfungsi pada saat ia berumur 14 tahun, yaitu saat pertama kali anak laki-laki mengalami “mimpi basah”. Sedangkan pada anak perempuan, indung telurnya mulai berfungsi pada usia 13 tahun, yaitu saat pertama kali mengalami menstruasi atau haid. Bagian lain dari alat perkembangbiakan pada anak perempuan saat ini masih belum berkembang dengan sempurna, sehingga 53 belum mampu mengandung anak untuk beberapa bulan atau setahun lebih. Masa interval ini disebut sebagai “saat steril” masa remaja. 4) Ciri Kelamin Kedua Yang dimaksud dengan ciri kelamin kedua pada anak perempuan adalah membesarnya buah dada dan mencuatnya putting susu, pinggul melebar lebih lebar daripada bahu, tumbuh rambut di sekitar alat kelamin, tumbuh rambut di ketiak, dan suara bertambah nyaring. Sedang cirri kelamin kedua pada anak laki-laki adalah tumbuh kumis dan jenggot, otot-otot mulai tampak, bahu melebarlebih lebar daripada pinggul, nada suara mmebesar, tumbuh jakun, tumbuh bulu ketiak, bulu dada, dan bulu di sekitar alat kelamin, serta perubahan jaringan kulit menjadi lebih kasar dan pori-pori membesar. Ciri-ciri kelamin kedua inilah yang membedakan bentuk fisik antara lakilaki dan perempuan. Ciri ini pula yang seringkali merupakan daya tarik antarjenis kelamin. Pertumbuhan tersebut berjalan seiring dengan perkembangan ciri kelamin yang utama, dan keduanya akan mencapai taraf kematangan pada tahun pertama atau tahun kedua masa remaja. Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2006:84), ada tiga kriteria yang membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, yaitu dalam hal : (1) Kriteria kematangan seksual (2) Permulaan kematangan seksual (3) Urutan gejala-gejala kematangan Adapun penjelasan dari ketiga kriteria yang membedakan anak laki-laki dan anak perempuan sebagai berikut : (1) Kriteria kematangan seksual Kriteria kematangan seksual tampak lebih jelas pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Menarche atau menstruasi pertama dipakai sebagai tanda permulaan pubertas. Sesudah itu masih dibutuhkan satu sampai satu setengah tahun lagi sebelum anak perempuan dapat betul-betul matang untuk bereproduksi. Menarche merupakan ukuran yang baik karena hal itu menemukan salah satu cirri kematangan seksual yang pokok., yaitu disposisi untuk konsep 54 (hamil) dan melahirkan. Di samping itu menarche juga merupakan manifestasi yang jelas meskipun pada permulaannya terjadi pendarahan yang masih sedikit. Kriteria sejelas ini tidak terdapat pada anak laki-laki. Sehubungan dengan ejakulasi (pelepasan air mani) pada laki-laki permulaannya masih sangat sedikit, sehingga tidak jelas. Sering dipakai percepatan pertumbuhan sebagai kriteria penetapan titik awal masa remaja, karena diketahui adanya korelasi antara percepatan pertumbuhan itu dengan timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder maupun primer. (2) Permulaan kematangan seksual Permulaan kematangan seksual pada anak perempuan kira-kira 2 tahun lebih cepat mulainya daripada anak laki-laki. Menarche merupakan tanda permulaan kematangan seksual dan terjadi sekitar usia 13 tahun dengan penyebaran normal antara 10 sampai 16,5, jadi kira-kira satu tahun sesudah dilaluinya puncak percepatan pertumbuhan. Pada anak laki-laki baru terjadi produksi spermatozoa hidup selama kira-kira satu tahun sesudah puncak percepatan perkembangan (kurang lebih umur 14 tahun). Namun ejakulasi pertama (mimpi pertama) mendahului puncak percepatan perkembangan, tetapi dalam air mani baru terdapat sedikit sperma. (3) Urutan gejala-gejala kematangan seksual Pada anak perempuan dimulai dari tumbuhnya buah dada, munculnya putting dan kemudian menghasilkan kelenjar untuk menyusui di saat dewasa. Dan untuk laki-laki, kematangan seksual dimulai dengan pertumbuhan testis, kemudian tumbuhnya jakun pada tenggorokan, dan pita suara menjadi lebih panjang. 2. Perbedaan Psikis Pada usia 13 – 18 tahun perkembangan fisik masih berubah-ubah. Hal ini akan berdampak kepada psikis dari orang tersebut dimana psikis mereka akan terganggu dengan perubahan fisik yang dialami. Selain itu terjadi perubahan nilai-nilai dalam kehidupan dan mulai memiliki tanggung jawab sebagai warga Negara. Adapun perkembangan intelegensi laki-laki dan 55 perempuan dan perkembangan perasaan laki-laki dan perempuan, yang dapat menjelaskan perkembangan psikis remaja laki-laki dan remaja perempuan. Adapun penjelasan dari perkembangan intelegensi laki-laki dan perkembangan perasaan laki-laki dan perempuan. a) Perkembangan Intelegensi laki-laki dan perempuan Setiap individu memerlukan intelegensi dalam memecahkan masalah, sehingga apabila hasil intelegensinya berkembang dengan baik maka akan lebih cepat menyelesaikan masalah daripada orang yang punya intelegensi yang kurang. Secara umum intelegensi (kecerdasan) diartikan sebagai sesuatu kemampuan mental yang abstrak dari seseorang untuk memecahkan problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan intelegensi antara laki-laki dan perempuan terutama dalam menyelesaikan masalah atau problema kehidupan sehari-hari dimana laki-laki cenderung menggunakan kemampuan daya pikir mereka, sedangkan perempuan lebih banyak menggunakan emosional. Hal ini disebabkan karena secara sosial dan budaya masyarakat kita, laki-laki lebih diutamakan dalam hal pendidikan daripada perempuan, sehingga perempuan kurang dapat berpikir secara abstrak dan kurang mendapat porsi yang sesuai dalam dunia pendidikan. b) Perkembangan Perasaan Laki-laki dan Perempuan Perasaan atau feeling adalah suatu keadaan pribadi yang secara terus menerus menerima rangsangan dari dalam maupun dari luar pribadi. Rangsangan dari dalam bersumber pada kebutuhan, dorongan, dan nafsu, sedangkan untuk rangsangan dari luar misalnya bertemu teman lama perasaan menjadi senang, bertemu dengan lawan perasaan menjadi kacau, dan sebagainya. Menurut Cole yang dikutip Warkitri (2002:26) jenis perasaan dibedakan menjadi 3 macam yaitu : (1) Perasaan yang bersifat menyenangkan, misalnya perasaan gembira, bahagia, cinta, kasih sayang. (2) Perasaan yang bersifat emosional, misalnya marah, benci, cemburu, permusuhan, dan sebagainya. (3) Perasaan yang bersifat terhalang, misalnya sedih, menyesal, cemas, takut, malu dan sebagainya. 56 Masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak (laki-laki ataupun perempuan) berada di bawah tekanan sosial dan mereka menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah: cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Menurut Biehler dalam Sunarto dan Agung Hartono (2006:155 ) menyatakan bahwa “membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12 – 15 tahun dan usia 15 – 18 tahun”. Adapun penjelasan dari ciri-ciri emosional tersebut sebagai berikut : a) Ciri-ciri emosional remaja usia 12 – 15 tahun : 1.) Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka. Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa. 2.) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam rasa hal percaya diri. 57 3.) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup. b) Ciri-ciri emosional remaja usia 15 – 18 tahun : 1.) “Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan-pernyataan / ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa. 2.) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka mungkin mengharapkan simpati dan nasihat orang tua atau guru. 3.) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Sedangkan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. David O. Sears, Jonathan L. Freedman dan L. Anne Peplau (2000: 213) mengatakan “ Di masa kanak-kanak, anak laki-laki biasanya dinilai lebih agresif daripada anak perempuan oleh guru, orang tua, dan teman-teman sebaya”. Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa masyarakat kita lebih toleran terhadap agresi pada pria dibandingkan pada perempuan, karena laki-laki diberi 58 ganjaran yang lebih saat melakukan kesalahan, sedangkan perempuan dibuat merasa bersalah dan kurang adanya ganjaran, dan perempuan ditekan oleh tekanan-tekanan situasional yang menghambatnya untuk agresi daripada laki-laki. Dari perbedaan tersebut kita bisa melihat kenakalan apa yang sering di lakukan oleh anak laki-laki dan anak perempuan sesuai dengan perbedaan fisik dan emosi mereka. Menurut Simadjuntak (1981:196) : Pada umumnya laki-laki lebih banyak melakukan kejahatan dibandingkan dengan wanita. Perbandingan seks dalam kejahatan berbeda disebabkan antara lain : a. Di Negara yang kebebasan dan derajat wanitanya sama dengan lakilaki akan jauh lebih tinggi frekuensi kejahatan wanita dibandingkan dengan Negara yang wanita-wanitanya sangat diawasi. b. Perubahan kedudukan sosial dari jenis kelamin akan merubah perbandingan seks yang melakukan kejahatan. c. Di kota besar angka kejahatan wanita lebih besar daripada di kota kecil. d. Perbandingan antara delinquent wanita dan laki-laki berubah dari satu kota ke kota lain sesuai dengan besarnya angka kejahatan di kota itu. e. Angka kejahatan laki-laki selalu meningkat, tapi kejahatan wanita lebih sering menurun kecuali saat-saat tertentu. f. Kejahatan wanita naik pada waktu perang. g. Perbandingan angka kejahatan wanita dan laki-laki berubah-ubah dalam perbedaan usia. h. Rumah tangga yang broken home akan meningkatkan kejahatan wanita. i. Seorang wanita di antara saudara-saudaranya yang semua laki-laki, mempunyai angka kejahatan lebih tinggi daripada yang berada dalam saudaranya semua wanita atau campuran. Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan kejahatan dibandingkan dengan perempuan, tetapi keadaan fisik dan keadaan tubuh tidak tentu sebagai penyebab kejahatan atau delinquency. Tapi keadaan ini penting sebagi sebab-musabab kejahatan, paling tidak adanya kecenderungan untuk saling mempengaruhi sebagai faktor dalam masyarakat. c. Perkembangan Sosial Remaja Pada masa remaja berkembang social cognition. Yaitu kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Kehidupan sosial pada jenjang 59 remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Seseorang remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang di alami remaja. Dalam masa ini remaja mengalami krisis identitas. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri sesorang adalah sesuatu yang kompleks. Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana anak percaya tentang keberadaan dirinya sendiri, tetapi juga terbentuk dari bagaimana orang lain percaya tentang keberadaan dirinya. Perkembangan sosial remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam Sunarto dan Agung Hartono ( 2006 :130),yaitu : a.) Keluarga b.) Kematangan c.) Status sosial ekonomi d.) Pendidikan e.) Kapasitas mental, emosi, dan intelegensi Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja dijelaskan sebagai berikut : a.) Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan remaja, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi remaja. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian remaja lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. b.) Kematangan Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu, kemapuan berbahasa ikut pula menentukan. 60 Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik. c.) Status sosial ekonomi Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganyanya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri. d.) Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidkan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan ( sekolah ). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa ( nasional ) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 61 e.) Kematangan mental, emosi dan intelegensi Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004:91), yaitu : a.) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. b.) Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial c.) Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis. d.) Mulai timbul kecenderungan memilih karir tertentu. Karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja akan dijelaskan sebagai berikut : a.) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Semakin berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk bergaul, seringkali menyebabkan remaja memiliki solidaritas yang amat tinggi dan kuat dengan kelompok sebayanya jauh melebihi kelompok lain bahkan dengan orangtuanya sekalipun. Keadaan tersebut seorang individu remaja akan lebih sering berada di luar rumah untuk lebih mengintensifkan hubungan dengan teman sebaya. Agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan yang buruk, maka orangtua perlu memberikan perhatian pada anak dengan cara melakukan interaksi dan komunikasi secara terbuka dan hangat. b.) Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial Hal ini menyebabkan remaja senantiasa mencari nilai-nilai sosial dengan cara mengimitasi dari lingkungan untuk dijadikan sebagai pedoman. Jika remaja tidak menemukan nilai-nilai yang dirasa cocok dengan kelompok, maka mereka akan menciptakan nilai-nilai yang khas dalam kelompoknya sendiri. Nilai yang 62 ada akan dijadikan sebagai pedoman atau patokan dalam bertingkah laku dalam kelompok. c.) Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan jenis. Dengan semakin meningkatnya ketertarikan kepada lawan jenis dapat menyebabkan remaja berusaha keras untuk memiliki teman dekat yang merupakan lawan jenisnya, hal ini sering disebut dengan pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti, kemudian melarangnya maka akan menimbulkan masalah bagi remaja dan menyebabkan remaja akan bersikap tertutup terhadap orangtua. Untuk mencegah hal tersebut, remaja perlu diajak berkomunikasi secara rileks dan terbuka untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis. d.) Mulai timbulnya kecenderungan memilih karir tertentu Dalam perkembangan sosial remaja, salah satu cirri yang muncul ialah adanya kecenderungan untuk memilih karir tertentu walaupun sebenarnya perkembangan sosial remaja masih berada pada taraf pencarian karir. Untuk itu remaja perlu mendapatkan wawasan pengetahuan tentang karir dari orang dewasa dengan disertai kekurangan dan kelebihan jenis karir tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu remaja mengalami perkembangan yang meliputi aspek fisik, sosial, dan emosi. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang perlu ditanamkan secara baik sebagai dasar anak atau remaja dalam bergaul di masyarakat. Tabel 2. Perbedaan Remaja Laki-laki dan Remaja Perempuan No Aspek 1 Fisik Laki-laki Tinggi : Perempuan Tinggi : Mencapai tinggi yang matang Mencapai tinggi yang matang pada usia 19 tahun. pada usia 18 tahun. Berat : Berat : Perubahan berat badan yang Perubahan berat badan yang matang mengikuti tinggi yaitu matang mengikuti tinggi 63 sekitar 19 tahun. yaitu sekitar usia 18 tahun. Proporsi Tubuh : Proporsi Tubuh : Proporsi tubuh secara fisik Proporsi tubuh secara fisik ideal (tidak terlalu panjang dan ideal (tidak terlalu panjang tidak terlalu melebar) dan tidak terlalu melebar) Organ Seks : Organ Seks : Pada usia 14 tahun mengalami Pada usia 13 tahun indung mimpi basah dan organ telur baru berfungsi yaitu reproduksi mulai bekerja. mengalami menstruasi. Ciri-ciri Seksualitas : Ciri-ciri Seksualitas : Ciri Seks Primer : Ciri Seks Primer : Testis (buah pelir) membesar. Tumbuhnya dan rahim,vagina ovarium bulannya dan secara setiap normal terjadi menstruasi apabila sel telur tidak dibuahi. Ciri Seks Sekunder : Bagian tubuhnya ditumbuhi rambut. Ciri Seks Sekunder : mulai Rambut tubuhnya pada lebih anggota halus daripada laki-laki. Tumbuhnya jakun Tumbuh buah dada Suara berubah besar Suara halus Bahu dada bidang Pinggul membesar Ciri Seks Tersier : Ciri Seks Tersier : Mempergunakan Banyak kecenderungan akal. perasaan. menggunakan 64 2 Psikis Sikap maskulin. Sikap feminim Tertarik pada kegiatan di luar Tertarik pada kegiatan di rumah. dalam rumah. Intelegensi : Intelegensi : Laki-laki lebih menggunakan Perempuan daya 3 Sosial pikir atau berfikir berfikir kurang abstrak rasional. menggunakan emosi. Perasaan : Perasaan : Emosi tinggi. Sensitif Laki-laki ingin menguasai Menerima keadaan dapat dan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Memperhatikan nilai-nilai Memperhatikan kultural masalah kehidupan. Lebih besar mendapat peluang Dalam masyarakat tradisional dalam pendidikan lebih kecil mendapat peluang dalam pendidikan Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin remaja terdiri dari dua yaitu remaja laki-laki dan remaja perempuan. Masing-masing remaja tersebut memiliki perbedaan fisik dan psikis yang berbeda yang dapat mempengaruhi perilaku remaja dalam bergaul. Biasanya remaja laki-laki lebih banyak melakukan kenakalan daripada remaja perempuan, banyak faktor yang mempengaruhinya, perbedaan psikis yang berbeda seperti remaja laki-laki lebih menggunakan emosi dalam menyelesaikan masalah, sedangkan remaja perempuan lebih menggunakan perasaan. Perilaku remaja juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orangtua, biasanya remaja yang berasal dari golongan status sosial ekonomi rendah lebih banyak melakukan kenakalan daripada remaja yang berasal dari status sosial ekonomi menengah dan tinggi. 65 B. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai pendukung dalam sebuah penelitian baru. Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan. Penelitian Wahyuni yang dilakukan pada tahun 2006 berjudul Korelasi Pergaulan Kelompok Sebaya dan Pola Asuh Orangtua Dengan Kenakalan Remaja pada siswa kelas XI di SMA Negeri I Kartasura. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa (1) Ada hubungan antara pergaulan kelompok sebaya dengan kenakalan remaja, (2) Ada hubungan antara pola asuh orangtua terhadap kenakalan remaja, (3) Ada hubungan antara pergaulan kelompok sebaya dan pola asuh orangtua dengan kenakalan remaja. Penelitian Muhamad Arif Munandar yang dilakukan pada tahun 2007 berjudul Hubungan Antara Ketaatan Beribadah dan Perhatian Orangtua dengan Kenakalan Remaja Di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun 2007. Dalam penelitian tersebut diperoleh keimpulan bahwa : (1) Ada hubungan negatif yang signifikan antara ketaatan beribadah dengan kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali, (2) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara perhatian orangtua dengan kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali, (3) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara ketaatan beribadah dan perhatian orangtua dengan kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. 66 C. Kerangka Pemikiran Kenakalan remaja berhubungan dengan beberapa faktor baik itu dari dalam maupun dari luar. Jenis kelamin remaja merupakan faktor internal yaitu faktor yang datangnya dari dalam diri manusia tersebut, tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, jenis kelamin remaja dimungkinkan mempengaruhi kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sudah kita ketahui bahwa jenis kelamin remaja ada dua jenis, yaitu remaja laki-laki dan remaja perempuan. Masing-masing jenis kelamin tersebut memiliki perbedaan fisik dan psikis yang berbeda yang dapat mempengaruhi remaja dalam berperilaku dan mengatasi problem-problem yang dihadapinya. Usia remaja adalah usia yang rentan oleh halhal yang negatif, karena pada usia remaja mereka sedang mencari identitas dirinya. Jika remaja tidak dapat mengontrol diri dalam bersikap dan bergaul baik dirumah, sekolah maupun masyarakat, kemungkinan mereka akan melakukan halhal yang negatif, sehingga mereka menjadi delinquen atau nakal. Biasanya remaja laki-laki lebih banyak melakukan kenakalan daripada remaja perempuan. Kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki misalnya bertengkar dengan adu fisik, kebut-kebutan dan sebagainya. Kenakalan yang dilakukan remaja perempuan misalnya saling mengejek dan menjadi permusuhan bahkan sampai adu fisik. Tetapi perlu diketahui bahwa kenakalan yang dilakukan remaja bukan kenakalan yang disengaja seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam penelitian ini kenakalan difokuskan pada kenakalan yang tidak terkena hukum atau ringan. Status sosial ekonomi orang tua merupakan faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar tubuh anak atau disebut faktor lingkungan. Sikap remaja dalam berperilaku tidak lepas dari status sosial ekonomi orangtuanya. Status sosial ekonomi orang tua dari remaja tidaklah sama, ada yang golongan kaya, golongan menengah, dan golongan miskin. Perbedaan status sosial ekonomi orangtua kemungkinan mempengaruhi remaja dalam bergaul yaitu dengan siapa mereka bergaul dan berperilaku. Kenakalan remaja dalam penelitian ini selain dilihat dari jenis kelamin remaja, juga dilihat dari status sosial ekonomi orang tua, dengan kata lain melihat latar belakang sosial ekonomi orang tua. Kenakalan 67 remaja cenderung terjadi pada tingkat sosial ekonomi rendah karena remaja berkembang dalam keadaan bebas, tertekan dan selalu banyak masalah seperti kurang mendapat perhatian, kebutuhan fisik maupun psikis yang tidak terpenuhi oleh orang tua. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kenakalan remaja di lakukan oleh remaja yang berasal dari status sosial ekonomi tinggi dan menengah, dimungkinkan karena didikan orang tua mereka terlalu mengekang anak dan kaku, sehingga apa yang ingin dilakukan selalu dibatasi, anak kurang dapat berekspresi, sehingga disaat mereka di luar rumah tidak dapat mengontrol diri dalam bergaul dan terpengaruh ke hal-hal yang negatif. Dengan adanya faktor tersebut maka penulis mencoba untuk membahas perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja dengan kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta terhadap kenakalan remaja sebagai variabel terikat, status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja sebagai variabel bebas. Adapun model kerangka berfikir antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Status Sosial Ekonomi Orang Tua ( X1) Kenakalan Remaja (Y) Jenis Kelamin Remaja ( X2 ) Bagan 1. Skema Kerangka Berpikir 68 D. Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian. Perumusan hipotesis yang penulis kemukakan sebagai berikut : 1. Ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. 2. Ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. 3. Ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 69 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Adapun alasan penulis mengambil lokasi tersebut karena : a. Di Kelurahan tersebut belum pernah dijadikan objek penelitian dengan materi yang sama sehingga diharapkan dapat memberi manfaat bagi kelurahan tersebut. b. Lokasi Kelurahan tersebut mudah dijangkau penelitian sehingga menghemat biaya, waktu dan tenaga. c. Di Kelurahan Gilingan tersedia data yang diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan selama 5 bulan. Mulai bulan februari sampai dengan bulan Juni tahun 2010 sampai penyusunan hasil penelitian. Secara rinci sebagai berikut : Tabel 3.1 Tahap Kegiatan Penelitian Bulan dan Tahun No Kegiatan 1 Pengajuan Proposal 2 Perizinan 3 Penyusunan Instrumen 4 Pengumpulan Data 5 Analisis Data 6 Penulisan Laporan Feb’ Maret April Mei Juni 2010 2010 2010 2010 2010 70 B. Metode Penelitian 1. Pengertian Metode Penelitian Penelitian ini tidak terlepas dari metode penelitian, karena dengan pemilihan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan penelitian. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sasaran dalam kegiatan penelitian akan dicapai apabila di dalam penelitian ikut menunjang proses penyelesaian permasalahan yang sedang dibahas. Dalam rangka mengetahui lebih dalam mengenai metode penelitian yang ada, maka para ahli membuat definisi operasional metode penelitian. Menurut Winarno Surakhmad (1998: 131) menyatakan metode penelitian adalah “ Cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknikteknik serta alat-alat tertentu”. Hal ini mengandung maksud bahwa untuk mencapai tujuan dalam sebuah penelitian diperlukan suatu cara dengan mempergunakan teknik-teknik tersendiri serta alat-alat yang turut mendukungnya. Menurut Kartini Kartono (1992: 20) menyatakan “metode penelitian adalah caracara berpikir dan berbuat, yang dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai tujuan penelitian”. Hal ini mengandung maksud bahwa dalam sebuah penelitian digunakan suatu cara tersendiri untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel untuk mencapai tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian harus dilakukan dengan cara ilmiah, maksudnya adalah kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara ilmiah yang dipergunakan untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu dengan menggunakan teknik dan alat-alat tertentu. Metode penelitian dipergunakan dalam pengumpulan dan analisis data yang dipergunakan untuk menjawab persoalan yang hadapi. Metode penelitian yang dilakukan menghasilkan sebuah data yang valid dan reliabel. 71 2. Macam-Macam Metode Penelitian Ada berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian. Menurut Consulle G. Sevella dkk (1992: 40) ada 5 macam, yaitu metode penelitian: 1. 2. 3. 4. 5. Sejarah (historis) Deskriptif Eksperimen Ex post facto (kausal komparatif) Partisipatoris Adapun uraian dari kelima metode penelitian tersebut adalah : 1. Metode Penelitian Sejarah ( Historis) Metode penelitian sejarah adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Metode ini digunakan untuk penelitian yang bertujuan meneliti sesuatu yang terjadi pada masa lampau. Kegunaan metode ini adalah penelitian sejarah membantu memperluas pengalaman kita, membuat kita lebih mengerti dan lebih menghargai tingkah laku manusia dan segala keunikannya. 2. Metode Penelitian Deskriptif Metode penelitian deskriptif adalah proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan suatu objek atau subjek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Tujuan utama menggunakan metode deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat atau suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu. Ada beberapa penelitian deskriptif menurut Winarno Surakhmad (1998: 141) yaitu : a. b. c. d. e. f. g. Studi kasus Teknik survey Studi komparatif Studi waktu dan gerak Analisis tingkah laku Analisis kuantitatif Studi operasional 72 Adapun penjelasan dari beberapa penelitian deskriptif di atas adalah : a. Studi Kasus Studi kasus sering dapat memberikan kemungkinan kepada peneliti untuk memperoleh wawasan yang mendalam mengenai aspek-aspek dasar perilaku manusia. Studi kasus melibatkan satu orang atau beberapa orang selama kurun waktu yang lama. b. Teknik Survey Menekankan pada penentuan informasi tentang variabel dari pada informasi tentang individu dimana survey digunakan untuk mengukur yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala tersebut ada. Survey menyangkut kasus yang besar jumlahnya. Metode teknik survey dikelompokkan lagi menjadi lima macam yaitu : 1) Studi Komparatif Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berusaha mencari pemecahan analisis tentang perubahan perhubungan-perhubungan sebab akibat, yakni yang meliputi faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lain. 2) Studi Waktu dan Gerak Digunakan untuk memenuhi cara-cara mempertinggi efisiensi produksi dengan menyelidiki subjek yang diamati dan pada akhirnya dapat dianalisa gerak-gerak mana yang harus dibuang, diperbaiki, atau dilatih untuk mengurangi waktu yang dipakai subjek tertentu. 3) Analisis Tingkah Laku Teknik ini banyak persamaannya dengan studi tentang gerak manusia, yaitu dengan mengamati dan menganalisa tingkah laku manusia dalam melakukan suatu tugas. Hal ini berguna untuk menetapkan kriteria penilaian pekerjaan yang baik dan untuk menyusun rencana-rencana latihan. 4) Analisis Kuantitatif 73 Analisis ini akan menghasilkan gambaran statistic mengenai isi suatu dokumen. Dokumen tersebut diteliti isinya, kemudian diklasifikasi menurut kriteria atau pola tertentu, dan dianalisa atau dinilai. 5) Studi Operasional Pada dasarnya studi ini adalah penyelidikan di tengah-tengah situasi yang riil dalam mencari dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak (operasi, aksi) mengatasi suatu kebutuhan praktis yang mendesak. 3. Metode Penelitian Eksperimen Metode penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara membandingkan berbagai peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu. Metode ini digunakan pada penelitian-penelitian dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat atau memperoleh suatu hasil dan mempunyai tujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa kondisi terhadap suatu gejala. 4. Metode Penelitian Ex Postfacto (Kausal Komparatif) Penyelidikan ex post facto diartikan sebagai suatu penyelidikan yang menguji hubungan variabel yang terwujud sebelumnya. Jenis pendekatan penelitian ini seringkali digunakan dalam bidang pendidikan, psikologi, dan sosiologi karena sebagian besar variabel yang diselidiki dalam bidang-bidang tersebut tidak secara langsung dapat dimanipulasi oleh peneliti. 5. Metode Partisipatoris Pendekatan partisipatoris dalam penelitian saat ini telah meningkat digunakan oleh para agen pembangunan khususnya mereka yang bekerja di Negara-negara dunia ketiga. Penelitian partisipatoris memerlukan waktu yang panjang, lamban, dan sulit tetapi menciptakan proses. Penelitian ini berorientasi kepada orang-orang yang akhirnya banyak mengalami tantangan. 3. Metode Penelitian Yang Digunakan Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif sebab penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran/ lukisan secara sistematis, factual dan akurat 74 mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan serta perbedaan antar fenomena yang diselidiki dan perbedaan yang ditimbulkan faktor-faktor tersebut. Menurut Hadari Nawawi (1995: 63) “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya”. Berdasarkan pernyataan tersebut metode dalam penelitian deskriptif berarti mengungkap fakta pada masa sekarang dengan penggambaran subjek dan objek penelitian. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif adalah : a. Permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan yang ada pada masa sekarang. b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dianalisis kemudian diintepretasikan. c. Dalam penulisan deskriptif menjelaskan pengaruh antara unsur satu dengan yang lain. d. Hasil penelitian ini nantinya suatu gambaran hasil penelitian secara sistematis, nyata dan cermat. Suharsimi Arikunto (2006: 236) menjelaskan “Penelitian komparasi pada pokoknya adalah penelitian yang berusaha untuk menemukan persamaan dan perbedaan tentang suatu benda, orang, prosedur kerja, ide, kritik terhadap orang, kelompok, sesuai ide dan prosedur kerja”. Metode komparatif mempunyai kelebihan seperti dapat menggantikan penggunaan metode eksperimen yang dianggap banyak mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu diantaranya yang utama adalah tidak mudahnya mengontrol variabel-variabel penyebab, terutama pada suatu penyelidikan dimana banyak kemungkinan terdapat saling pengaruh antara banyak faktor, kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh faktor tertentu yang sulit diketahui, atau situasi yang dihadapi terlalu terbatas untuk dapat memperoleh data secukupnya. 75 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Suharsimi Arikunto (2002:18) mengemukakan “Populasi penelitian adalah keseluruhan dari subyek yang diteliti”. Ditambahkan oleh Sutrisno Hadi (1995:43) “Populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama”. Menurut Gay dalam Consulle G. Sevella (1993:160) yang mengatakan “Populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya”. Menurut Hadari Nawari (1995: 141) “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda , hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala yang mempunyai karakteristik tertentu dalam suatu penelitian”. Dari pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa populasi adalah kelompok besar yang berada di wilayah generalisasi terdiri atas subjek/objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi mencakup total dari subyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di kelurahan Gilingan yang berusia antara 13 sampai dengan 18 tahun. Total populasi berjumlah 4464 remaja, masing-masing sebanyak 2160 remaja laki-laki dan 2304 remaja perempuan. 2. Sampel Penelitian a. Pengertian Sampel Dalam penelitian ini tidak semua populasi akan diselidiki, tetapi cukup mengambil wakil populasi yang dijadikan obyek penelitian. Menurut Consuelo G. Sevila (1993:160) “Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati”. Winarno Surakhmad (1994:100) menyatakan “Sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi”. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota populasi yang di peroleh dengan cara-cara tertentu untuk menjadi wakil dari populasi yang diteliti. 76 b. Penentuan Besarnya Sampel (Sampel Size) Mengingat populasi yang ada dalam jumlah besar, sedangkan waktu, biaya dan tenaga yang tersedia terbatas yang tidak memungkinkan untuk mengadakan penelitian ini hanya diambil sebagian saja dari populasi. Untuk pengambilan jumlah sampel atau responden tidak ada aturan yang mutlak berapa harus mengambil dari populasi tertentu. Dalam penelitian yang baik, sampel yang diambil haruslah representative, artinya sampel benar-benar mencerminkan populasinya. Dalam penelitian ini, populasi yang dijadikan subyek penelitian adalah remaja di Kelurahan Gilingan usia 13 sampai 18 tahun yang berjumlah 4464 remaja, masing-masing 2160 remaja laki-laki dan 2304 remaja perempuan. Agar mendapatkan jumlah sampel yang representatif, maka teknik penarikan sampel menggunakan rumus sebagai berikut : Rumus : n = . ǁ Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d2 = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir / diinginkan. Burhan Bungin (2006: 105). Berdasarkan rumus di atas, peneliti menghendaki nilai kritis 15 %, maka taraf kepercayaan 85 %. Artinya, kira-kira 15 dari 100 kesimpulan akan menolak hipotesis yang seharusnya diterima atau kira-kira 85 % percaya bahwa kesimpulan yang dibuat adalah benar. Untuk lebih jelasnya penghitungannya sebagai berikut : Sampel remaja laki-laki : n = . ǁ ¸ǁǑො n = ¸ǁǑො. ො,ǁ n= ¸ǁǑො ,Ǒො ǁ ǁ 77 n= ¸ǁǑො 7,Ǒො n = 43,54 (dibulatkan menjadi 44 orang) sampel remaja perempuan : n = . n=¸ n= n= ¸ ො ො . ො,ǁ ¸ ො ǁ, ¸ ො ¸, ǁ ǁ ǁ n = 43,60 (dibulatkan menjadi 44 orang) Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 88 remaja, masing-masing 44 sampel remaja laki-laki dan 44 sampel remaja perempuan. Dengan besaran populasi berjumlah 4464 remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, masing-masing 2160 populasi remaja laki-laki dan 2304 populasi remaja perempuan. c. Teknik Sampling Teknik penarikan suatu sampel adalah bahwa sampel yang ditarik haruslah mewakili populasi atau representatif. Sanapiah Faisal (2001: 58) mengatakan bahwa perancangan pengambilan sampel pada dasarnya ada 2 yaitu: “rancangan sampel probabilitas (probability sampling design) dan rancangan sampel non probabilitas (non probability sampling)”. Berikut penjelasan rancangan pengambilan sampel, rancangan sampel probabilitas disebut juga dengan rancangan sampel secara random (setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel). Menurut Fraenkell,J.R & Wallen,N.E dalam T. Widodo (2008:49-50), memperkenalkan beberapa teknik random sampling yang sering digunakan dalam penelitian kuantitatif, yaitu : 1. Simpel random sampling (random sampling sederhana) Random sampling sederhana digunakan bila peneliti memandang populasi mempunyai karakteristik homogin yang setara. 2. Stratified random sampling (random sampling berlapis) 78 Random sampling berlapis digunakan bila populasi terdiri dari sub-su populasi dalam beberapa lapisan yang dimasukkan ke dalam variabel penelitian. Setiap lapisan sub populasi harus diambil sampel individunya secara acak. 3. Cluster random sampling ( random sampling bergolong) Random sampling bergolong digunakan bila populasi terdiri dari sub-sub populasi dalam golongan/pengelompokan tertentu yang bersetara. Setiap kelompok dari sub populasi harus diambil sampel individunya secara acak. Populasi warga masyarakat yang memperhatikan variabel penggolongan. 4. Two / Multy stage random sampling ( random sampling bertingkat ) Random sampling bertingkat digunakan bila populasi penelitian terdiri dari dua atau banyak tingkat sub-sub penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sampling multy stage random sampling. Prosedur pengambilan sampel dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yang disebut sampling frame, seperti di bawah ini : a. Sampling frame I Membuat sampling frame yang terdiri dari RW-RW yang ada di Kelurahan Gilingan. Kemudian dilakukan pengundian dari sampling frame tersebut untuk memilih RW sampel sejumlah 3 RW. Setelah dilakukan pengundian terhadap 21 RW yang ada di Kelurahan Gilingan, terpilih RW I, RW VIII, RW XV sebagai sampel RW. b. Sampling frame II Membuat sampling frame bagi masing-masing RW terpilih yang terdiri dari RT-RT. Dari sampling frame setiap RW diambil 2 RT yang akan dijadikan sampel. Sehingga diperoleh sampel RT dari RW I sejumlah 2 RT (RT 02,RT 04), dari RW VIII sejumlah 2 RT (RT 01,RT 03), dari RW XV sejumlah 2 RT (RT 01,RT 04). Secara keseluruhan ada 6 RT terpilih. c. Sampling frame III Membuat sampling frame bagi setiap RT terpilih yang memuat daftar nama-nama remaja. Dalam mengambil sampel pada tiap RT, digunakan teknik pengambilan sampel yaitu teknik proporsional random sampling, 79 diambil 50% dari jumlah populasi pada tiap RT yang terpilih. Dari sampling frame setiap RT diambil sejumlah remaja dengan perincian sebagai berikut : (1) RT 02 RW I terdiri dari 15 remaja, terpilih 3 remaja laki-laki dan 5 remaja perempuan sebagai sampel. (2) RT 04 RW I terdiri dari 20 remaja, terpilih 4 remaja laki-laki dan 6 remaja perempuan sebagai sampel. (3) RT 01 RW VIII terdiri dari 35 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan 10 remaja perempuan sebagai sampel. (4) RT 03 RW VIII terdiri dari 32 remaja, terpilih 7 remaja laki-laki dan 9 remaja perempuan sebagai sampel. (5) RT 01 RW XV terdiri dari 34 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan 9 remaja perempuan sebagai sampel. (6) RT 04 RW XV terdiri dari 40 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan 12 remaja perempuan. Jadi secara keseluruhan ada 89 remaja yang terpilih sebagai sampel. d. Sampling frame IV Membuat sampling frame yang memuat nama-nama dari 89 remaja terpilih yang berusia 13 sampai 18 tahun. Selanjutnya diambil sejumlah sampel yang sebenarnya dengan cara undian atau secara random. Sehingga terdaftar remaja usia 13 sampai 18 tahun sejumlah 38 remaja laki-laki dan 51 remaja perempuan, total keseluruhan 89 remaja. Berikut ini daftar komposisi remaja dalam setiap RT sebagai pedoman dalam langkah pengambilan sampel di atas. 80 Tabel 3.2. Daftar RW, RT, dan remaja terpilih di Kelurahan Gilingan No. Nama RW Sampel 1 RW I 2 RW VIII 3 RW XV Jml 3 RW Nama RT Sampel Jumlah Remaja 02 04 01 03 01 04 6 RT 15 20 35 32 34 40 176 Sampel Remaja Remaja Laki-laki Perempuan 3 5 4 6 8 10 7 9 8 9 8 12 38 51 D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Variabel merupakan suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai. Sifat yang dimiliki ini berupa kondisi-kondisi atau karakteristik yang oleh pengeksperimen dimanipulasi, dikontrol atau diobservasi. Menurut Sutrisno Hadi (2004: 79) menyatakan “variabel adalah derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari suatu tendensi sentral dalam suatu distribusi”. Variabel dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu variabel bebas yang merupakan variabel yang dipandang sebagai sebab kemunculan variabel terikat. Jenis variabel yang kedua adalah variabel terikat yaitu variabel yang dianggap sebagai akibatnya. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Adapun penjelasan dari variabel-variabel tersebut adalah : a. Variabel bebas 1 : Status Sosial Ekonomi Orang Tua Status sosial ekonomi orangtua adalah kedudukan orangtua dalam hubungannya dengan orang lain / masyarakat mengenai kehidupan seharihari dan cara mendapatkannya serta usaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Status sosial ekonomi orang tua terdiri dari tiga golongan, yaitu status sosial ekonomi tinggi (dengan kode 3), status sosial ekonomi menengah atau sedang (dengan kode 2), dan status sosial ekonomi rendah (dengan kode 1). 81 b. Variabel bebas 2 : Jenis Kelamin Remaja Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara kodrat dibedakan menjadi dua jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Remaja laki-laki (dengan kode 1) dan remaja perempuan dengan kode 2). c. Variabel terikat : Kenakalan Remaja Kenakalan remaja adalah perbuatan anti sosial yang melanggar norma, baik norma sosial, norma agama ataupun norma hukum yang di lakukan remaja berusia 13 sampai 18 tahun yang dilakukan karena ekspresi diri yang berlebihan sehingga melanggar aturan masyarakat dan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa di kualifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 2. Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara untuk memperoleh atau mengumpulkan data yang akan diteliti, sedangkan instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan untuk penelitian. Sesuai dengan variabel dalam penelitian ini, maka instrument yang digunakan adalah : a. Angket atau Kuesioner Salah satu cara untuk mempermudah proses pengumpulan data yang akan diteliti adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner menurut Kartini Kartono (1976: 246) adalah “Suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak)”. Menurut Hadari Nawawi (1998: 117) menyatakan “angket atau kuesioner adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 128), jenis angket ada beberapa macam dilihat dari sudut pandangnya, antara lain adalah : 1) Di pandang dari cara menjawab, maka ada : a) Angket terbuka 82 Angket ini memberikan kesempatan pada responden untuk menjawab dengan kalimat sendiri. b) Angket tertutup Angket ini berisi tentang jawaban yang sudah disediakan, sehingga responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan, maka ada : a) Angket langsung Dalam angket ini responden langsung menjawab tentang dirinya. b) Angket tidak langsung Dalam angket ini responden menjawab tentang orang lain. 3) Dipandang dari bentuknya, maka ada : a) Angket pilihan ganda Angket ini berisi tentang jawaban yang sudah disediakan, sehingga responden tinggal memilih. b) Angket isian Angket ini memberikan kesempatan pada responden untuk menjawab dengan kalimat sendiri. c) Check list Angket ini berupa sebuah daftar pertanyaan dimana responden tinggal membubuhkan tanda cek. d) Rating scale Merupakan sebuah pertanyaan diikuti dengan kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari, sellau, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Menurut Burhan Bungin (2005: 123-125), angket dibedakan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1) Angket langsung tertutup, adalah angket yang dirancang sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh responden sendiri, kemudian semua alternatif jawaban yang harus dijawab responden telah tertera dalam angket tersebut. 2) Angket langsung terbuka, adalah daftar pertanyaan yang dibuat dengan sepenuhnya memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab tentang keadaan yang dialami sendiri, tanpa ada alternatif jawaban dari peneliti. 3) Angket tak langsung tertutup, adalah bentuk angket dikonstruksikan dengan maksud untuk menggali atau merekam data mengenai apa yang diketahui responden perihal objek dan subjek tertentu serta data tersebut tidak dimaksud perihal mengenai diri responden bersangkutan. Disamping itu alternatif jawaban telah disiapkan sehingga responden tinggal memilih jawaban mana yang sesuai untuk dipilih. 4) Angket tak langsung terbuka, adalah bentuk angket dikonstruksikan dengan ciri-ciri yang sama dengan angket terbuka serta disediakan kemungkinan satu alternatif jawaban, sehingga responden memformulasikan jawaban yang dipandang sesuai. 83 Berdasarkan pendapat tersebut, jenis angket yang digunakan dalam penelitian adalah angket langsung bersifat tertutup dalam bentuk pilihan ganda yaitu jenis angket berupa daftar pertanyaan disertai dengan alternatif jawaban yang dijawab atau ditanggapi oleh responden sendiri secara langsung. Peneliti menggunakan angket jenis ini karena mudah diisi oleh responden, membutuhkan waktu yang relatif singkat, memusatkan responden pada pokok persoalan, objektif, mudah ditabulasikan serta mudah dianalisis. Angket tertutup juga memiliki kelemahan yaitu memaksa responden untuk memilih alternatif jawaban yang mungkin sebenarnya tidak mencerminkan sikap mereka. Untuk memperkecil kesalahan tersebut maka diusahakan : 1) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan ganda. 2) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan. 3) Perhatikan jumlah dan pemilihan kata-kata. 4) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan yang abstrak dan berikan pertanyaan-pertanyaan yang konkrit. 5) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan. 6) Hindarkan jawaban-jawaban yang mengarah kepada social desirability bias. Dalam membuat angket, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menentukan variabel yang akan diukur yaitu kenakalan remaja 2) Menyusun kisi-kisi angket dalam bentuk matriks yang terdiri dari indikator-indikator yang dirumuskan berdasarkan teori. 3) Menyusun item (butir) angket sesuai dengan indikator yang telah dibuat. 4) Menyusun alternatif jawaban dilengkapi dengan petunjuk cara mengerjakan dan lembar jawaban. 5) Berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk perbaikan. 6) Melakukan uji coba angket 7) Merevisi angket dengan menghilangkan angket yang tidak valid 84 8) Memperbanyak angket. b. Dokumentasi Selain angket atau kuesinoner, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi. Suharsimi Arikunto (1998: 236) menjelaskan metode dokumentasi adalah “Mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan notulen”. Dokumentasi dalam hal ini untuk memperoleh jumlah remaja di Kelurahan Gilingan, baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan, nama remaja, dan informasi mengenai Kelurahan Gilingan. 3. Uji Coba Instrumen Instrumen penelitian yang berupa angket yang dibuat oleh peneliti sendiri perlu dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket sebagai syarat instrumen yang baik. uji coba angket dilakukan terhadap sejumlah remaja yang dapat digolongkan setara dengan jumlah responden penelitian. a. Uji Validitas Angket Menurut Saifudin Azwar (1997: 5) berpendapat “ validitas berasal dari kata ‘validity’ yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya”. Menurut Saifuddin Azwar (1997: 45) mengatakan, “ validitas dibagi menjadi 3, yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity) dan validitas berdasarkan kriteria (criterion related validity)”. antara lain adalah sebagai berikut : a) Validitas isi (content validity) Validitas ini untuk mengetahui sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur. Validitas ini terbagi menjadi dua tipe yaitu validitas muka (face validity) dan validitas logic (logic validity). b) Validitas konstruk (construct validity) 85 Validitas ini menunjukkan sejauh mana tes mengungkapkan suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak diukurnya. Pengujian dalam validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistika yang lebih komplek. c) Validitas berdasarkan kriteria (criterion related validity) Validitas ini untuk mengetahui tingginya tingkat validitas dilakukan dengan komputasi antar skor tes dengan skor kriteria. Validitas berdasarkan kriteria dapat digolongkan lagi menjadi dua macam, yaitu validitas prediktif dan validitas konkuren. Validitas yang dicari dalam uji coba penelitian ini adalah validitas konstruksi (Construt Validity) yaitu menunjukkan kepada seberapa jauh suatu alat mengukur sifat atau konstruk tertentu. Rumus yang digunakan dalam analisis validitas konstrak adalah dengan korelasi product moment Pearson yang diikuti oleh Saifudin Azwar, yaitu : o= ∑ŵ − ∑ ŵ¸ − ∑ŵ ∑ŵ ∑ ¸ ∑ ¸ − ∑ ¸ ( Saifuddin Azwar, 1997: 19) Dimana : rxy : koefisien ∑ŵ : Jumlah ∑Y korelasi product moment Pearson skor dalam sebaran X : Jumlah skor dalam sebaran Y ∑ XY : Jumlah hasil skor X dan skor Y yang berpasangan ∑ X2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X ∑ Y2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y N : Banyaknya sampel Semua item yang valid menjadi kesatuan dalam pengukuran validitas konstruk, sedangkan item yang tidak valid dibuang. Kriteria uji validitas tersebut adalah jika pengukuran koefisien korelasi dengan p < 0,050 maka dapat disimpulkan bahwa butir item valid, sebaliknya jika hasil pengukuran koefisien korelasi dengan p > 0,050 maka butir item 86 tidak valid. Berdasarkan hasil uji coba yang dilaksanakan dengan jumlah responden sebanyak 15 remaja melalui komputer paket seri program statistik (SPS) 2000 program uji kesahihan butir edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih maka diperoleh hasil validitas sebagai berikut : a) Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1) Jumlah item diuji coba 25 item pertanyaan. Jumlah item yang dinyatakan valid atau sahih sebanyak 17 butir yaitu nomor : 1 , 2, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20 dan 23. Keseluruhan item tersebut dinyatakan valid karena masing-masing item memiliki p < 0,050. Jumlah item yang dinyatakan tidak valid atau gugur adalah sebanyak 8 butir yaitu nomor: 3 , 7, 14, 19, 21, 22, 24 dan 25. Ketujuh item tersebut dinyatakan tidak valid karena masing-masing item memiliki p > 0,050. b) Variabel Kenakalan Remaja (Y) Jumlah item yang diuji cobakan 32 item pertanyaan. Jumlah item yang dinyatakan valid atau sahih adalah sebanyak 18 butir yaitu nomor : 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 25 dan 31. Keseluruhan item tersebut dinyakatan valid karena maisng-masing item memiliki p < 0,050. Jumlah item yang dinyatakan tidak valid atau gugur adalah sebanyak 14 butir yaitu nomor: 2, 5, 10, 12, 18, 20, 22, 29, 26, 27, 28, 29, 30 dan 32. Keempatbelas item tersebut dinyatakan tidak valid karena masing-maisng memiliki p > 0,050. b. Uji Reliabilitas Angket Uji reliabilitas angket digunakan untuk mengetahui keandalan angket apakah dipercaya atau tidak untuk mengumpulkan data penelitian. Uji reliabilitas angket dalam penelitian ini menggunakan formula alpha Cronbach yaitu : 87 = ǁ 1− ∑ ( Saifuddin Azwar, 1997: 78 ) Dimana : k : Banyaknya item Sj2 : Variabel belahan j :j = 1,2,3 Sx2 : Varians skor Kriteria koefisien korelasi reliabilitas, yaitu : 0,00 – 0,20 : Reliabilitas rendah sekali 0,20 – 0,40 : Reliabilitas rendah 0,40 – 0,70 : Reliabilitas sedang 0,70 – 0,90 : Reliabilitas tinggi 0,90 – 1,00 : Reliabilitas tinggi sekali Jika hasil pengukuran reliabilitas instrumen dengan p < 0,050 maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran reliabel, sebaliknya jika hasil pengukuran reliabilitas instrumen dengan p > 0,050 maka hasil pengukuran tidak reliabel. Adapun hasil dari uji keandalan item dengan teknik alpha cronbach melalui komputer paket Seri program Statistik (SPS) 2000 program uji kesahihan butir edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut : a) Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1) Variabel status sosial ekonomi orang tua menghasilkan koefisien instrument (rtt) = 0,937 dan p = 0,000. Hal ini berarti bahwa reliabilitas instrument tinggi atau andal. b) Variabel Kenakalan Remaja (Y) Variabel kenakalan remaja menghasilkan koefisien instrumen (rtt) = 0,949 dan p = 0,000. Hal ini berarti bahwa reliabilitas instrumen tinggi atau andal. 88 E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik statistik dengan menggunakan Anava Dua Jalur, yang digunakan untuk menguji hipotesis perbandingan lebih dari dua sampel dan setiap sampel terdiri atas dua jenis atau lebih secara bersama-sama. Langkah-langkah analisisnya sebagai berikut : 1. Menyusun Tabulasi Data Penyusunan tabulasi didasarkan atas angket yang telah disebarkan kepada responden. Kemudian nilai item-item dalam angket direkap menjadi satu dalam tabulasi data. 2. Uji Persyaratan Analisis a. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang didapat berdistribusi normal. Untuk menguji normalitas data digunakan uji Chi Kuadrat (Sutrisno Hadi, 2001:346) : X2 = ∑ Keterangan : X2 = koefisien chi kuadrat fo = jumlah frekuensi yang telah diperoleh fh = jumlah frekuensi yang diharapkan Berdasarkan kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih Versi : IBM/IN adalah jika p > 0,050 maka sebarannya normal dan jika p < 0,050 maka sebarannya tidak normal. b. Uji Linieritas Uji linieritas digunakan untuk mengetahui hubungan yang linier antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat yaitu antara X1 dengan Y dan antara X2 dengan Y. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan rumus dari Riduwan (2010:200) sebagai berikut : 89 ∑ a. JK Reg (a) = b. JK Reg (bIa) c. JK Res = b ∑ŵ − d. RJK Reg (a) =∑ = JK Reg (a) e. RJK Reg (aIb) = JK Reg (bIa) f. RJK Res = g. JK E h. JKTC =∑ 1 ∑ i. RJK TC = j. RJK E = k. Fhitung = ¸ ∑ – .∑ ( ) − ( ) es ¸ ¸ = JKRes – JKE − ∑ ¸ l. Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka terima Ho berarti linier Ha = Tidak Linier Ho = Linier Keterangan : JK Reg = Jumlah Kuadrat Regresi JK Res = Jumlah Kuadrat Residu RJKReg = Rata-rata Jumlah Kuadrat Regresi RJK = Rata-rata Jumlah Kuadrat Residu JKE = Jumlah Kuadrat Error JKTC = Jumlah Kuadrat Tuna Cocok RJK TC = Rata-rata Jumlah Kuadrat Tuna Cocok RJK E = Rata-rata Jumlah Kuadrat Error Berdasarkan kaidah uji linieritas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN adalah jika p > 0,050 maka korelasinya linier dan jika p < 0,050 maka korelasinya tidak linier. 90 3. Uji Hipotesis Uji ini menggunakan rumus Anava dua jalur dalam buku Riduwan (2010:222). Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan uji Anava adalah dengan : 1) Membuat hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk kalimat. 2) Membentuk hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk statistic. 3) Membuat data statistik induk. 4) Menghitung jumlah kuadrat total (JKT) JKT = ∑ ŵ ¸ − ∑ 5) Menghitung jumlah kuadrat antar group A (JKA) dengan rumus : JKA = ∑ ∑ JKB = ∑ ∑ ∑ − 6) Menghitung jumlah kuadrat antar group B (JKB) dengan rumus : ∑ − 7) Menghitung jumlah kuadrat antar group A dan B (JKAB) dengan rumus: JKAB = ∑ ∑ − ∑ − − 8) Menghitung jumlah kuadrat dalam (residu) antar group (JKD) dengan rumus : JKD = JKT – JKA – JKB - JKAB 9) Mencari derajat bebas (dbA,dbB,dbAB, dan dbD,dbT) dengan rumus : dbA (baris) = b – 1 dbB (kolom) = k – 1 dbAB (interaksi) = (dbA).(dbB) dbT (total) = N - 1 10) Menghitung kuadrat rerata antar group (KRA,KRB,KRAB,KRdbD,KRT) KRA = KRB = KRAB = . . . 91 KRD = . 11) Mencari Fhitung (FA,FB,FAB) maisng-masing group dengan rumus : FA = FB = FAB = 12) Mencari Ftabel (FA,FB,FAB) masing-masing group 13) Kriteria pengujian, jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak berarti signifikan. 92 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian a. Keadaan Geografis Kelurahan Gilingan ada di Wilayah Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Kelurahan ini memliliki luas wilayah 127,8 Ha dengan batas wilayah : Sebelah Utara : Kelurahan Nusukan Sebelah Timur : Kelurahan Tegalharjo Sebelah Selatan : Kelurahan Stabelan, Kelurahan Kestalan Dan Kelurahan Mangkubumen. Sebelah Barat : Kelurahan Manahan. Kondisi geografis Kelurahan Gilingan yang memiliki suhu udara rata-rata 30-32 C. Kondisi tanah di Kelurahan Gilingan adalah tanah lempung berpasir. Luas wilayah Kelurahan Gilingan tidak terlalu luas, luas tanah yang hanya 127,8 Ha sebagian besar sudah di penuhi bangunan seperti rumah dan pertokoan. Tidak ada lagi lahan yang digunakan untuk kebun dan sawah. Kelurahan Gilingan memiliki 21 Rukun Warga (RW), setiap RW dikepalai Ketua RW. Tiap RW terdiri dari 4 sampai 6 RT. b. Keadaan Demografis Jumlah Penduduk Kelurahan Gilingan triwulan tiga bulan Desember 2009 di bedakan menjadi lima kategori yaitu jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut usia, jumlah penduduk menurut mata pencaharian, penduduk menurut pendidikan, penduduk menurut agama. Jumlah penduduk Kelurahan Gilingan triwulan tiga bulan Desember 2009 menurut jenis kelamin berjumlah 21.585, terdiri atas 10.599 penduduk laki-laki dan 10.986 penduduk perempuan, meliputi 4658 KK (Kepala Keluarga). Adapun perincian jumlah penduduk menurut usia dan jenis kelamin di Kelurahan Gilingan adalah sebagai berikut : 93 Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk 1 Laki-laki 10.599 2 Perempuan 10.986 Jumlah 21.585 Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009 1) Jumlah Penduduk Menurut Usia Komposisi penduduk Kelurahan Gilingan berdasar usia pada triwulan tiga bulan Desember 2009 adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia. Kelompok Usia Laki-laki Perempuan Jumlah 0–4 323 608 931 5–9 985 843 1828 10 – 14 1076 1158 2234 15 – 19 1084 1146 2230 20 – 24 1213 1323 2536 25 – 29 1130 1138 2268 30 – 39 1265 1197 2462 40 – 49 1237 1205 2442 50 – 59 1217 1045 2262 60 + 1069 1323 2392 Jumlah 10.599 10.986 21585 Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009 Jumlah penduduk tertinggi ditempati oleh kelompok usia 20 – 24 tahun sebesar 2.536 jiwa, kelompok usia terendah ditempati oleh kelompok usia 0 – 4 tahun sebesar 931 jiwa. Kelompok-kelompok usia selanjutnya yaitu 5 – 9 tahun sebesar 1.828 jiwa, kelompok usia 10 – 14 tahun sebesar 2234 jiwa, kelompok usia 15 – 19 tahun sebesar 2.230 jiwa, kelompok usia 25 – 29 tahun 2.268 jiwa, kelompok usia 30 – 39 tahun sebesar 2.462 jiwa, kelompok usia 40 – 49 tahun sebesar 2.442 jiwa, kelompok usia 50 – 59 tahun 2.262 jiwa dan kelompok usia 94 yang terakhir kelompok usia 60 tahun ke atas sebesar 2.392 jiwa. Dari data di atas usia remaja dalam penelitian ini yaitu remaja antara usia 13 – 18 tahun yaitu sebanyak 4.464 remaja, diperoleh dari penjumlahan antara kelompok usia 10 – 14 tahun sebanyak 2.234 jiwa dengan kelompok usia 16 – 19 tahun sebesar 2.230 jiwa. 2) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu mempunyai cara-cara tertentu seperti yang terlihat dalam berbagai macam mata pencaharian. Berbagai mata pencaharian atau pekerjaan penduduk ini dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan mata pencaharian atau pekerjaan yang dilakukan, mereka akan memperoleh pendapatan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikutnya ini adalah jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian. Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Bagi Umur 10 tahun keatas) No 1 Mata Pencaharian Jumlah a. Petani Sendiri - b. Buruh Tani - c. Nelayan - d. Pengusaha 816 e. Buruh Industri 1.647 f. Buruh Bangunan 4.781 g. Pedagang 1.593 h. Pengangkutan 1.455 i. Peg.Negeri (Sipil/ABRI) 1.324 j. Pensiunan 1.418 k. Lain-lain 4.792 Jumlah 18.826 Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009 Penduduk Kelurahan Gilingan seperti pada umumnya bermata pencaharian sebagai buruh bangunan. Masyarakat di Kelurahan Gilingan bekerja sebagai 95 buruh bangunan karena pembangunan di Kota Surakarta saat ini mengalami kemajuan. Kelurahan Gilingan sudah termasuk kota, sehingga wilayah pertanian sudah tidak ada lagi, maka warganya lebih banyak bekerja sebagai buruh bangunan. 3) Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam rangka mencerdaskan bangsa. Pendidikan ini dapat menjadi salah satu sarana untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Di Kelurahan Gilingan terdapat beberapa pendidikan Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Mengenai tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No 1 Tingkat Pendidikan Jumlah a. Tamat Akademi/Perguruan 1.715 Tinggi b. Tamat SMA 3.173 c. Tamat SLTP 3.819 d. Tamat SD 3.815 e. Tidak Tamat SD 1.982 f. Belum Tamat SD 4.983 g. Tidak Sekolah 1.167 Jumlah 20.654 Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009 Kelurahan Gilingan merupakan salah satu kelurahan yang masyarakatnya sudah sadar akan pendidikan. Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa angka warga yang mengenyam pendidikan lebih tinggi dari pada warga yang tidak bersekolah. 4) Jumlah Penduduk Menurut Agama Penduduk Kelurahan Gilingan mayoritas beragama Islam dari monografi Kelurahan tercatat 14.248 penduduk, dan pemeluk agama Budha adalah yang terkecil sebanyak 213. Sebagai berikut mengenai Agama di Kelurahan Gilingan : 96 Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Menurut Agama No 1 Agama Jumlah a. Islam 14.248 b. Kristen Katholik 3.356 c. Kristen Protestan 3.768 d. Budha 213 e. Hindu Jumlah 21.585 Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009 c. Struktur Organisasi Dalam menjalankan pemerintahan, seorang Lurah akan dibantu oleh para staf-stafnya yang memberikan layanan kepada masyarakat. Staf-stafnya tersebut terdiri dari Sekertaris Kelurahan, Kasi Tata Pemerintahan, Kasi Pembangunan Masyarakat, Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup dan Kasi Budaya dan Agama. Organisasi pemerintahan Kelurahan Gilingan dapat dilihat dalam bagan di bawah ini : Kepala Kelurahan Gilingan Drs. Mardiono Joko Setiawan Kelompok Jabatan d. Fungsional Sekertaris Kelurahan ( Wisnu Sutopo) Bendahara ( Diyono) Pembantu Bendahara ( Budiyono) Kasi Tata Kasi Pembangunan Masyarakat Pemerintahan (Setiawan Irianto,SE) Register Pengadaan Barang ( Sanyoto ) ( FX. Cahyono Heri ) Kasi Pembangunan Dan Lingkungan Hidup ( Suparwan. ST ) Kasi Budaya dan Agama (Siti Ngaisah ) Gambar.1. Bagan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Gilingan 97 B. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data penelitian merupakan gambaran hasil pengumpulan data tiap-tiap variabel yang diteliti. Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah sebagai berikut : 1. Status sosial ekonomi orang tua sebagai variabel bebas pertama (X1) 2. Jenis Kelamin Remaja sebagai variabel bebas kedua (X2) 3. Kenakalan Remaja sebagai variabel terikat (Y) Berdasarkan data yang dikumpulkan demi membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan di depan, maka dalam pengumpulan data digunakan teknik angket yang diisi oleh remaja di Kelurahan Gilingan sebanyak 89 responden yang terdiri dari 38 remaja laki-laki dan 51 remaja perempuan. a. Deskripsi Data Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1) Status sosial ekonomi orang tua merupakan variabel bebas pertama (X1) dari penelitian ini. Berdasarkan data induk penelitian, maka data mengenai status sosial ekonomi orang tua di bagi menjadi tiga (3) golongan, yaitu status sosial ekonomi orang tua rendah (A1), status sosial ekonomi orang tua sedang (A2) dan status sosial ekonomi orang tua tinggi (A3). Dari 89 responden yang terdiri dari remaja laki-laki dan remaja perempuan terdapat 55 remaja berasal status sosial ekonomi rendah (A1), 31 remaja berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang (A2) dan 3 remaja yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi. Data tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Jumlah Remaja Berdasarkan Golongan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Status Sosial Ekonomi Orang Tua (A) Jumlah Remaja Status sosial ekonomi rendah (A1) 55 remaja Status sosial ekonomi sedang (A2) 31 remaja Status sosial ekonomi tinggi 3 remaja Total (A3) 89 remaja 98 Jika disajikan dalam bentuk grafik histogram, maka dapat dilihat pada gambar berikut ini : Jumlah Remaja Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Orang Tua 60 Frekuensi 50 40 30 20 10 0 SSE Rendah SSE Sedang SSE Tinggi Golongan Gambar 2.a Histogram Status Sosial Ekonomi Orang Tua Berdasarkan data induk penelitian, maka data mengenai jumlah remaja menurut golongan status sosial ekonomi (A) dan jenis kelamin (B) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Tabel 4.7 Klasifikasi jumlah remaja berdasarkan status sosial ekonomi dan jenis kelamin remaja. Status Sosial Ekonomi Orang Tua (A) Jenis Kelamin Remaja (B) Status sosial ekonomi orang tua Laki-laki rendah (A1) (B1) 21 Perempuan (B2) 34 Status sosial ekonomi orang tua Laki-laki sedang (A2) (B1) 15 Perempuan (B2) 16 Status sosial ekonomi orang tua Laki-laki tinggi (A3) Total (B1) 2 Perempuan (B2) 1 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahu bahwa remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi rendah sebanyak 21 orang, dan remaja 99 perempuan sebanyak 34 orang. Remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang sebanyak 15 orang dan remaja perempuan sebanyak 16 orang. Dan remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi sebanyak 2 orang dan remaja perempuan hanya 1 orang. Dapat disimpulkan bahwa remaja di Kelurahan Gilingan mayoritas berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi orang tua rendah. b. Deskripsi Data Jenis Kelamin Remaja (X2) Jenis kelamin merupakan variabel bebas kedua (X2) dari penelitian ini. Berdasarkan data induk penelitian, maka data mengenai jumlah remaja laki-laki dan remaja perempuan adalah sebagai berikut : Tabel 4.8 Jumlah Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin (B) Laki-laki Jumlah Remaja (B1) 38 Perempuan (B2) 51 Total 89 Jika disajikan dalam bentuk grafik histogram, maka dapat dilihat pada gambar berikut ini : Frekuensi Jumlah Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin 60 50 40 30 20 10 0 B1 B2 Jenis Kelamin Remaja B1: Laki-laki B2: Perempuan Gambar 2.b Histogram Jenis Kelamin Remaja 100 Berdasarkan histogram di atas maka jumlah remaja perempuan lebih banyak dari pada jumlah remaja laki-laki. Dimana jumlah laki-laki sebanyak 38 orang dan remaja perempuan 51 orang. c. Deskripsi Data Kenakalan Remaja (Y) Kenakalan remaja merupakan variabel terikat dari penelitian ini. Data tentang kenakalan remaja (Y) diperoleh melalui teknik angket. Berdasarkan hasil penghitungan dengan bantuan komputer Seri Program Statistik / SPS 2000, diperoleh distribusi frekuensi sebagai berikut : Tabel 4.9 Sebaran Frekuensi Kenakalan Remaja Variat f fX fX2 F% Fk% -naik 53,5 – 62,5 6 339,00 19.185,00 6,74 100.00 44,5 – 53,5 4 192,00 9.220,00 4,49 93,26 35,5 – 44,5 21 826,00 32.544,00 23,60 88,76 26,5 – 35,5 19 584,00 18.096,00 21,35 65,17 17,5 – 26,5 39 890,00 20.546,00 43,82 43,82 Total 89 2.831,00 99,591,00 100,00 - Mean (Rerata) : 31,81 Median : 29,11 Mode (Modus) : 22,00 S.B : 10,41 S.R : 8,34 Nilai Terendah : 18,00 Nilai Tertinggi : 61,00 Berdasarkan tabel sebaran Frekuensi Y dapat diketahui bahwa frekuensi kenakalan remaja tertinggi terletak pada interval 17,5 – 26,5 yaitu sebanyak 39 orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 44,5 – 53,5 yaitu sebanyak 4 orang. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan dapat dilihat dari histogram sebagai berikut : 101 Frekuensi Sebaran Frekuensi Kenakalan Remaja 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 17,5-26,5 26,5-35,5 35,5-44,5 44,5-53,5 53,5-62,5 Interval Gambar 2.c Histogram Kenakalan Remaja Berdasarkan histogram di atas, tinggi rendahnya kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan dapat dijelaskan dengan memberi kategori dari masingmasing interval. Terdapat lima interval dengan lima kategori untuk kategori kenakalan remaja. Kategori kenakalan remaja sangat rendah yaitu 17,5 – 26,5, kategori kenakalan remaja rendah yaitu 26,5 – 35,5, kategori kenakalan remaja cukup berada di interval 35,5 – 44,5, kategori kenakalan remaja tinggi berada di interval 44,5 – 53,5, kategori kenakalan remaja sangat tinggi berada di interval 53,5 – 62,5. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan berada dalam posisi rendah yaitu pada interval 26,5 – 35,5. Hal ini juga dapat dibuktikan dari nilai rata-rata empiris atau mean yang diperoleh sebesar 31,81 berada di dalam skor 26,5 – 35,5. C. Uji Persyaratan Analisis Dalam penelitian ini, pengujian persyaratan analisis dilakukan dengan menggunakan uji normalitas dan uji linieritas, sebagai berikut : 1.) Uji Normalitas Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistic 102 parametric. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametric, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut terdestribusi secara normal. Maksud data terdestribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana data memusat pada nilai rata-rata dan median. Uji normalitas dilakukan terhadap masing-masing variabel penelitian untuk mengetahui apakah variabel tersebut memiliki skor yang distribusinya normal atau tidak. Dalam penelitian ini ada tiga variabel, tetapi variabel yang bisa di uji normalitas adalah variabel Y atau Kenakalan Remaja. Variabel X1 dan X2 tidak bisa karena tergolong variabel kategorik. Penggunaan grafik distribusi merupakan cara yang paling gampang dan sederhana. Cara ini dilakukan karena bentuk data yang terdistribusi secara normal akan mengikuti pola distribusi normal dimana grafiknya mengikuti bentuk lonceng. Untuk lebih jelasnya hasil uji normalitas pada vaiabel kenakalan remaja dipaparkan sebagai berikut : a. Uji Normalitas Variabel Kenakalan Remaja (Y) Berdasarkan uji normalitas dengan analisis Chi Kuadrat diperoleh hasil sebagai berikut : Mean (Rerata) : 31,809 Kai Kuadrat (X2) : 2,760 Standart Deviasi (S.B) : 10,412 db :2 p : 0,252 Hasil perhitungan tersebut diketahui X2 = 2,760 dan p = 0,252, dari sampel sebanyak 89, kelas (k) adalah 3 dengan demikian derajat kebebasan (db) adalah k1 = 2 dengan taraf signifikansi 5%. Menurut kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN, yaitu apabila p > 0,05 maka distribusinya normal dan jika p < 0,05 maka distribusinya tidak normal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p > 0,05, yaitu 0,252 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 103 2.) Uji Linieritas Uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas dengan variabel terikat (Kriterium) bersifat linier. Adapun hasil pengujian persyaratan analisis setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan komputer SPS 2000 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM versi IBM/IN antara Status sosial ekonomi orang tua (X1) dengan Kenakalan Remaja (Y) dan antara Jenis kelamin remaja (X2) dengan Kenakalan remaja (Y) adalah sebagai berikut : a. Uji Linieritas Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1) dengan Variabel Kenakalan Remaja (Y) Berdasarkan uji linieritas variabel status sosial ekonomi orang tua (X1) dengan variabel Kenakalan Remaja (Y) diperoleh nilai sebagai berikut : Tabel 4.10. Tabel Rangkuman Analisis Variabel X1 dengan Y Sumber Regresi Derajat Ke 1 Residu R2 db Var F p 0,009 1 0,009 0,765 0,612 0,991 87 0,011 - - Regresi Ke 2 0,012 2 0,006 0,514 0,606 Beda Ke 2- Ke 1 0,003 1 0,003 0,268 0,612 0,988 86 0,011 - - Residu Korelasinya Linier F = 0,268 p = 0,612 Hasil di atas menunjukkan p > 0,050, yaitu 0,612 > 0,050, dan F = 0,268. Dapat disimpulkan bahwa X1 dengan Y memiliki korelasi linier. 104 b. Uji Linieritas Variabel Jenis Kelamin Remaja (X2) dengan Kenakalan Remaja (Y) Berdasarkan uji linieritas variabel jenis kelamin remaja (X2) dengan variabel kenakalan remaja (Y), diperoleh nilai sebagai berikut : Tabel 4.11. Tabel Rangkuman Analisis Variabel X2 dengan Y Sumber Regresi Derajat Ke 1 Residu R2 db Var F p 0,135 1 0,135 13,540 0,612 0,865 87 0,010 - - Regresi Ke 2 0,135 2 0,067 6,692 0,002 Beda Ke 2- Ke 1 0,000 1 0,000 0,000 1,000 0,865 86 0,010 - - Residu Korelasinya Linier F = 0,000 p = 1,000 Hasil di atas menunjukkan p > 0,050, yaitu 1,000 > 0,050 dan F = 0,000 dapat disimpulkan bahwa X2 dengan Y memiliki korelasi linier. 105 D. Pengujian Hipotesis 1. Analisis Variansi Dua jalur Dalam penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis variansi dua jalur. Adapun hasil perhitungan analisis variansi dua jalur disajikan pada tabel berikut : Tabel 4.12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua jalur Sumber JK db RK F R2 p Status sosial ekonomi orang tua Tidak 112,590 2 56,295 0,586 0,012 0,564 Kelamin (B) terdapat perbedaan (A) Jenis Kesimpulan 1.284,731 1 1.284,731 13,374 0,135 0,001 Terdapat perbedaan Tidak Inter (AB) 169,448 2 84,724 0,882 0,018 0,579 terdapat perbedaan Galat (G) 7.972,982 83 96,060 - - - - Total 9.539,750 88 - - - - - 2. Uji Lanjut Pasca Anava Pengujian pasca anava pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji t pasca anava. Pengujian komparasi pasca anava dalam penelitian ini hanya di lakukan antar kolom karena dari ketiga hipotesis hanya hipotesis perbedaan kenakalan remaja berdasarkan jenis kelamin saja yang terbukti. Adapun hasil komparasi antar kolom disajikan pada kolom sebagai berikut : 106 a) Kolom Uji t Antar A ( Status Sosial Ekonomi Orang Tua ) Tabel 4.13. Uji t Antar Rerata A Komparasi p Rerata Kesimpulan A1 vs A2 0,638 A1 = 32,673 Tidak A1 vs A3 0,834 A2 = 30,290 yang tidak siginifikan antara A2 vs A1 0,638 A3 = 31,667 A1, A2 dan A3. A2 vs A3 0,779 A3 vs A1 0,834 A3 vs A2 0,779 terdapat perbedaan Keterangan : A1 = Status sosial ekonomi orang tua rendah A2 = Status sosial ekonomi orang tua sedang A3 = Status sosial ekonomi orang tua tinggi Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas, dapat diperoleh kesimpulan yaitu tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua baik itu rendah, sedang maupun tinggi antara remaja laki-laki dan remaja perempuan karena p > 0,05. A1 vs A2 dan A2 vs A1 memiliki p = 0,638 > 0,05, A1 vs A3 dan A3 vs A1 memiliki p = 0,834 > 0,05, dan A2 vs A3 dan A3 vs A2 memiliki p = 0,779 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada status sosial ekonomi orang tua antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan. b) Kolom Uji t Antar Rerata B (Jenis Kelamin) Tabel 4.14. Uji t Antar Rerata B (Jenis Kelamin Remaja) Komparasi p B1 vs B2 Atau B2 vs B1 0,001 Rerata B1 = 36,211 B2 = 28,529 Kesimpulan Terdapat perbedaan signifikan antara yang kenakalan remaja laki-laki (B1) dengan kenakalan remaja perempuan (B2). 107 Keterangan : B1 = Remaja Laki-laki B2 = Remaja Perempuan Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas, dapat diperoleh kesimpulan yaitu terdapat perbedaan kenakalan remaja antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan dengan p = 0,001 < 0,05. Sedangkan dilihat dari rerata laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan, dimana rerata remaja laki-laki (B1) = 36,211 > rerata remaja perempuan (B2) = 28,529. Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa kenakalan remaja laki-laki dengan rerata 36,211 lebih tinggi daripada remaja perempuan dengan rerata 28,529. Maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja laki-laki di Kelurahan Gilingan lebih tinggi dari pada kenakalan yang di lakukan remaja perempuan. c. Kolom Uji t Inter AB (Status sosial ekonomi orang tua dan Jenis kelamin remaja ) Tabel 4.15. Uji t Inter AB Komparasi p 1,1 vs 1,2 0,205 1,2 vs 1,1 Rerata Kesimpulan 30,147 Terdapat perbedaan yang kurang siginifikan antara status sosial ekonomi orang tua rendah jenis kelamin laki-laki terhadap status sosial ekonomi orang tua rendah jenis kelamin perempuan. 1,1 vs 2,2 0,035 2,2 vs 1,1 25,750 Terdapat perbedaan yang siginfikan antara status sosial ekonomi orang tua rendah jenis kelamin laki-laki terhadap status sosial ekonomi orang tua sedang jenis kelamin perempuan. 1,2 vs 3,1 3,1 vs 1,2 0,109 38,500 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi orang tua rendah jenis kelamin perempuan terhadap status sosial ekonomi tinggi jenis kelamin 108 laki-laki. 2,1 vs 2,2 0,079 2,2 vs 2,1 25,750 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi orang tua sedang jenis kelamin laki-laki terhadap status sosial ekonomi orang tua sedang jenis kelamin perempuan. 2,2 vs 3,1 3,1 vs 2,2 0,016 25,750 Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara status sosial ekonomi orang tua sedang jenis kelamin perempuan terhadap status sosial ekonomi orang tua tinggi jenis kelamin laki-laki. Keterangan : 1,1 = Status sosial ekonomi orang tua rendah, jenis kelamin laki-laki 1,2 = Status sosial ekonomi orang tua rendah, jenis kelamin perempuan 2,1 = Status sosial ekonomi orang tua sedang, jenis kelamin laki-laki 2,2 = Status sosial ekonomi orang tua sedang, jenis kelamin perempuan 3,1 = Status sosial ekonomi orang tua tinggi, jenis kelamin laki-laki 3,2 = Status sosial ekonomi orang tua tingi, jenis kelamin perempuan. Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas signifikan yang digunakan menurut signifikan komputer, dapat diperoleh kesimpulan adalah sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang kurang signifikan antara remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah. Karena memiliki p = 0,209 dan rerata 30,147. Dimana menurut uji signifikan komputer p < 0,30 adalah kurang signifikan, berarti p = 0,209 < 0,30. 2. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang signifikan antara remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang. Karena memiliki p = 0,035 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan komputer p < 0,05 adalah signifikan, berarti p = 0,035 < 0,05. 109 3. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang cukup signifikan antara remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi. Karena memiliki p = 0,109 dan rerata 38,500. Dimana menurut uji signifikan komputer p < 0,15 adalah cukup signifikan, berarti p = 0,109 < 0,15. 4. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang cukup signifikan antara remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang terhadap remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang. Karena memiliki p = 0,079 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan komputer p < 0,15 adalah cukup signifikan, berarti p = 0,079 < 0,15. 5. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang terhadap remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi. Karena memiliki p = 0,016 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan komputer p < 0,01 adalah sangat signifikan, berarti p = 0,016 < 0,01. 3. Kesimpulan Pengujian Hipotesis Setelah melakukan uji hipotesis, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai berikut : a) Hipotesis Pertama Ho diterima karena p = 0,564 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Sehingga hipotesis yang berbunyi: “Ada perbedaan antara status sosial ekonomi orang tua rendah, sedang dan tinggi terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta”. ditolak. b) Hipotesis Kedua Ho ditolak karena p = 0,001 < 0,05 artinya terdapat perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Sehingga hipotesis yang berbunyi : “Ada perbedaan antara jenis kelamin remaja laki-laki dan remaja perempuan 110 terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta”. diterima. c) Hipotesis Ketiga Ho diterima karena p = 0,579 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua rendah, sedang, tinggi dan jenis kelamin remaja laki-laki, remaja perempuan terhadap kenakalan remaja. Sehingga hipotesis yang berbunyi : “Ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. ditolak. E. Pembahasan Hasil Analisis Data Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian dilakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai berikut : 1. Hipotesis Pertama Dari analisis variansi dua jalur, diperoleh p = 0,564 > 0,05. Ini berarti tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua, baik status sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang dan status sosial ekonomi orang tua tinggi terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Dari hasil uji komparasi pasca anava antar kolom dengan menggunakan metode uji t yang disajikan, diperoleh p seluruhnya > 0,05, rerata status sosial ekonomi orang tua rendah (A1) = 32,673, rerata status sosial ekonomi orang tua sedang (A2) = 30,290, rerata status sosial ekonomi orang tua tinggi (A3) = 31, 667. Sehingga dengan demikian tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua baik status sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang dan status sosial ekonomi orang tua tinggi terhadap kenakalan remaja. Status sosial ekonomi orang tua adalah kedudukan orang tua dalam suatu masyarakat yang diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, yang berkaitan pula dengan hak dan kewajiban 111 serta segala sesuatu di lingkungan masyarakat sekitar. Menurut Soerjono Soekanto (2002:283), “Pembagian pelapisan sosial ekonomi dalam masyarakat terbagi menjadi tiga golongan yaitu lapisan atas (upper class), lapisan menengah (middle class), dan lapisan bawah (lower class)”. Adapun penggolongan status sosial ekonomi berdasarkan kelas sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat adalah sebagai berikut : 1.) Kelompok Sosial Ekonomi Atas Yang termasuk dalam kelas ini adalah orang tua yang dapat memenuhi semua kebutuhan hidup keluarganya baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder, bahkan dapat memenuhi kebutuhan yang tergolong mewah. Menurut Solaeman B Taneko (1990:99) bahwa, ‘Lapisan ekonomi mampu terdiri dari pejabat pemerintahan, para dokter dan kelompok professional lainnya”. 2.) Kelompok Sosial Ekonomi Menengah Orang tua yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang tua yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggunakan penghasilan keluarga secara ketat terhadap kebutuhan yang dianggap penting. Soleman B Taneko (1990:100) mengemukakan bahwa, “Lapisan ekonomi menengah terdiri dari alim ulama, pegawai dan kelompok wirausaha”. 3.) Kelompok Sosial Ekonomi Bawah Kelompok yang termasuk kelas ini mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kebutuhan yang paling sederhana kadang-kadang masih dapat terpenuhi, akan tetapi ada pula sebagian keluarga dari kelas ini yang tidak dapat memenuhinya. Sehubungan dengan kelas ini Soleman B Taneko (1990:100) menengemukakan bahwa, “ lapisan ekonomi miskin terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruhburuh yang sejenis”. Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas, bahwa remaja di Kelurahan Gilingan mayoritas berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah, dengan hasil perhitungan induk sebanyak 55 remaja berasal dari status sosial ekonomi rendah, terdiri 21 remaja laki-laki dan 34 remaja perempuan. Sedangkan 31 112 remaja berasal dari status sosial ekonomi sedang, terdiri dari 15 remaja laki-laki dan 16 remaja perempuan. 3 remaja berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi, terdiri dari 2 remaja laki-laki dan 1 remaja perempuan. Demikian pula dengan kenakalan yang dilakukan oleh remaja, kenakalan di Kelurahan Gilingan tergolong kenakalan rendah. Ada kenakalan yang dilakukan remaja tetapi rendah. Ternyata status sosial ekonomi orang tua tidak mempengaruhi kenakalan yang di lakukan oleh remaja, remaja yang melakukan kenakalan bisa berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang dan status sosial ekonomi orang tua tinggi. Kesimpulannya kenakalan yang di lakukan remaja bisa saja dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua golongan status sosial ekonomi orang tua. Kesimpulan tersebut dapat diperkuat oleh pendapat yang dikemukakan oleh Gerungan (1996:196),” Status sosial ekonomi orang tua itu tidak merupakan faktor mutlak dalam perkembangan sosial karena hal ini bergantung kepada sikap-sikap orang tuanya dan bagaimana corak interaksi di dalam keluarganya. Walaupun status sosial ekonomi orang tua memuaskan, tetapi apabila mereka tidak memperhatikan pendidikan anaknya atau senantiasa berselisih, hal tersebut juga tidak menguntungkan perkembangan sosial anakanaknya”. Hal ini diperkuat pula pada hasil penelitian bahwa tidak ada perbedaan antara status sosial ekonomi orang tua dengan kenakalan remaja. 2. Hipotesis Kedua Dari analisis variansi dua jalur, diperoleh p = 0,001 < 0,05. Hal ini berarti terdapat perbedaan jenis kelamin remaja baik remaja laki-laki dan remaja perempuan terhadap kenakalan remaja. Dari hasil uji komparasi pasca anava antar kolom dengan menggunakan metode uji t yang disajikan dapat diperoleh p = 0,001 < 0,05 ,dimana rerata jenis kelamin laki-laki 36,211 dan rerata jenis kelamin perempuan 28,529. Dengan demikian terdapat perbedaan jenis kelamin remaja laki-laki dan remaja perempuan terhadap kenakalan remaja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan tergolong rendah, tetapi kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki lebih tinggi daripada kenakalan yang dilakukan remaja perempuan di 113 Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masalah kenakalan faktor jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. Perbedaan kenakalan dilihat dari faktor jenis kelamin terjadi karena adanya perbedaan dilihat dari faktor fisik, psikis dan perkembangan sosial. (Hal ini sesuai dengan teori pada halaman 50 - 65). Remaja laki-laki lebih nakal dari pada remaja perempuan, Hal ini diperkuat juga oleh teori yang mengatakan bahwa anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Sedangkan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. David O. Sears, Jonathan L. Freedman dan L. Anne Peplau (2000: 213) mengatakan “ Di masa kanak-kanak, anak laki-laki biasanya dinilai lebih agresif daripada anak perempuan oleh guru, orang tua, dan teman-teman sebaya”. Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa masyarakat kita lebih toleran terhadap agresi pada pria dibandingkan pada perempuan, karena laki-laki diberi ganjaran yang lebih saat melakukan kesalahan, sedangkan perempuan dibuat merasa bersalah dan kurang adanya ganjaran, dan perempuan ditekan oleh tekanan-tekanan situasional yang menghambatnya untuk agresi daripada laki-laki. 3. Hipotesis Ketiga Dari analisis varian dua jalur diperoleh p = 0,579 > 0,05. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja. Kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan tergolong rendah, berbeda dengan asumsi publik bahwa di Kelurahan Gilingan remajanya tergolong sangat nakal, karena dekat dengan terminal sehingga mereka berasumsi demikian. Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan memberikan angket kepada remaja asli penduduk kelurahan gilingan, bahwa hasilnya rendah. Sesuai dengan latar belakang yang ada di bab 1 bahwa, di Kelurahan Gilingan banyak warga pendatang, dan remaja yang berasal dari pendatang tersebut lebih condong melakukan kenakalan, karena Kelurahan Gilingan hanya dijadikan tempat persinggahan. Ada daya tarik tersendiri pendatang memilih pergi ke kota. Sesuai dengan pendapat Eitzen (1986:400) yang dikutip dari Blog Archive Yuliana Sulistiawati bahwa “Proses sosialisasi terjadi 114 dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil”. Kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan tergolong rendah, karena remaja di Kelurahan Gilingan mayoritas bersekolah, sehingga mereka lebih bisa mengendalikan kenakalan. Banyak faktor lain yang menyebabkan kenakalan di Kelurahan Gilingan tergolong rendah, hal ini sesuai dengan pendapat Bambang Mulyono ( 1998 : 51 ) mengenai social equilibrium masyarakat agar masyarakat mampu mengadakan penyesuaian diri, agar anak-anak mereka tidak melakukan kenakalan. Social equilibrium tersebut meliputi perubahan teknik, pengisian waktu senggang, pendidikan, aktivitas dalam masyarakat, suasana dalam rumah tangga (keluarga), dan agama. Dalam usaha mencapai social equilibrium tersebut dititikberatkan pada pendidikan dan pengawasan di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat itu sendiri, karena ketiganya merupakan lingkungan yang utama untuk perkembangan pribadi seorang anak, agar terhindar dari tindakan kenakalan atau kriminal. Perbedaan status sosial ekonomi orang tua digolongkan menjadi tiga yaitu status sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang, dan status sosial ekonomi orang tua tinggi. Perbedaan status sosial ekonomi orang tua tidak langsung didapat secara instan, diperlukan adanya oleh usaha manusia khususnya orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya. Tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua dapat dilihat dari pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan sosial yang dimiliki. Faktor luar seperti status sosial 115 ekonomi orang tua tidaklah berpengaruh terhadap kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Faktor intern yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja dalam penelitian ini adalah jenis kelamin remaja. Dimana dalam variabel jenis kelamin kita dapat melihat perbedaan karakteristik antara remaja laki-laki dan remaja perempuan dari segi fisik, psikis dan perkembangan sosial. Dalam penelitian ini adanya perbedaan status sosial ekonomi orang tua (rendah, sedang dan tinggi) dan jenis kelamin remaja (remaja laki-laki dan remaja perempuan) secara bersamaan tidak akan menyebabkan perbedaan kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan latar belakang status sosial ekonomi orang tua merupakan faktor eksternal yang menyebabkan perbedaan kenakalan remaja dan hanya menunjukkan dari mana remaja itu berasal. Jadi baik remaja yang berjenis kelamin laki-laki dari status sosial ekonomi orang tua rendah dan remaja perempuan dari status sosial ekonomi orang tua rendah, remaja laki-laki dari status sosial ekonomi orang tua sedang dan remaja perempuan dari status sosial ekonomi orang tua sedang, dan remaja laki-laki dari status sosial ekonomi orang tua tinggi dan remaja perempuan dari status sosial ekonomi orang tua tinggi, tidak menunjukkan perbedaan kenakalan remaja yang berarti. Hanya variabel jenis kelamin yang menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kenakalan remaja. 116 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kenakalan bisa saja dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua golongan status sosial ekonomi orang tua, baik status sosial ekonomi rendah, sedang maupun tinggi. Status sosial ekonomi orang tua hanya menunjukkan dari mana remaja tersebut berasal. 2. Terdapat perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Ada kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan tetapi tergolong rendah. Walaupun tergolong rendah, tetapi terlihat perbedaan kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki dan remaja perempuan. Kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki lebih tinggi daripada kenakalan yang dilakukan remaja perempuan di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 3. Tidak terdapat perbedaan kenakalan remaja dilihat dari perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin secara bersamaan, khususnya di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya interaksi yang nyata antara status sosial ekonomi orang tua terhadap jenis kelamin remaja yang mengakibatkan kenakalan remaja. 117 B. Implikasi Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa implikasi sebagai berikut : 1. Tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja. Penelitian ini memberikan wacana baru bahwa, kenakalan bisa saja dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua status sosial ekonomi orang tua, baik status sosial ekonomi rendah, status sosial ekonomi sedang dan status sosial ekonomi tinggi, dengan kata lain tidak memandang golongan. Status sosial ekonomi orang tua hanya menunjukkan dari mana remaja tersebut berasal, bukan latar belakang yang menyebabkan remaja melakukan kenakalan. Hal ini perlu di waspadai oleh orang tua, bahwa anak remaja mereka rentan melakukan kenakalan. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi, dan memberikan fasilitas yang lengkap dan lebih kepada anaknya, merasa anaknya mudah dikendalikan, tetapi jika orang tua jarang dirumah dan hanya sibuk mencari uang dan melupakan perhatiannya kepada anak remaja mereka sehingga anak remaja mereka mencari kesenangan diluar, bermain tanpa kontrol dan bisa melakukan kenakalan. Demikian pula dengan orang tua yang berstatus sosial sedang dan rendah. Semua orang tua hendaknya waspada dan selalu memberi perhatian, pengarahan dan pengawasan kepada anak remaja mereka, agar mereka tidak melakukan kenakalan, karena usia remaja adalah usia mencari jati diri yang rentan akan hal-hal yang negatif. 2. Jenis kelamin remaja secara empiris dapat menyebabkan perbedaan kenakalan remaja. Jenis kelamin dalam kehidupan sosial sangat berpengaruh, ditambah lagi masyarakat adanya toleransi dengan agresi yang dilakukan laki-laki lebih kuat daripada perempuan. Secara kodrat laki-laki dan perempuan sudah berbeda dari bentuk fisik, psikis dan perkembangan sosialnya. Sejak awal remaja, perbedaan tersebut mulai tampak, anak remaja memulai mencari jati dirinya. Sehingga para orang tua agar lebih mengarahkan anak remaja kearah 118 yang positif dalam hal bergaul, agar anak remaja tidak melakukan kenakalan. Remaja laki-laki lebih agresif dan emosinya cepat meledak jika menghadapi sesuatu yang tidak sesuai keinginannya daripada perempuan yang lebih memendam sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginanya. Sehingga sesuai dengan penelitian ini bahwa remaja laki-laki lebih tinggi melakukan kenakalan daripada remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih tinggi melakukan kenakalan, sehingga orang tua dan orang yang berada disekitar remaja tersebut harus selalu memberikan pengarahan yang positif, dan pengawasan terhadap remaja laki-laki agar tidak mudah cepat melakukan kenakalan. Kenakalan yang dilakukan remaja perempuan lebih rendah, walaupun rendah, remaja perempuan juga harus selalu diberi perhatian dan pengawasan dari orang tua dan orang sekitar remaja, agar remaja perempuan terhindar dari hal-hal yang negatif yang mengarah pada kenakalan. 3. Secara nyata tidak menunjukkan perbedaan antara status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh antara status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja di Kelurahan Gilingan terhadap kenakalan remaja. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial ekonomi orang tua bukan satu-satunya faktor yang mutlak yang menyebabkan remaja melakukan kenakalan, karena kenakalan bisa dilakukan oleh semua remaja dengan tidak melihat golongan. Hanya jenis kelamin remaja yang dapat menunjukkan perbedaan terhadap kenakalan remaja. Tetapi secara bersamaan kedua variabel tersebut tidak menunjukkan perbedaan. Ada faktor lain seperti perhatian orang tua, pengaruh lingkungan, dan keluarga yang dapat menjadi faktor remaja melakukan kenakalan. Sehingga penelitian ini penting bagi peneliti lain untuk dapat memilih penggabungan dua variabel bebas lain untuk membuktikan ada pengaruh secara gabungan dari variabel bebas lain tersebut terhadap kenakalan remaja. 119 C. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Remaja Remaja laki-laki sebaiknya lebih mendengar nasehat dari orang tua atau orang lain yang lebih tua agar ke depannya lebih bersikap kearah yang positif dan terhindar dari kenakalan. Bagi remaja perempuan, walaupun kenakalannya lebih rendah daripada remaja laki-laki, tetapi sebaiknya terus berhati-hati dalam bergaul sehingga terhindar dari kenakalan. 2. Bagi Orang Tua Remaja Orang tua hendaknya selalu memberi perhatian dan pengawasan terhadap anak remajanya, serta memberikan bimbingan atau arahan kepada anak remajanya agar tidak melakukan kenakalan atau hal-hal yang negatif. 3. Bagi Masyarakat Masyarakat hendaknya menciptakan suasana yang sesuai dengan nilainilai dan norma-norma, agar menjadi tauladan bagi generasi berikutnya. Masyarakat lebih tegas menegur jika ada remaja yang melakukan hal-hal yang negatif. 4. Bagi Pemerintah Pemerintah hendaknya memberikan perhatian yang lebih dan mensosialisasikan akibat kenakalan remaja terutama sanksi hukum yang akan diterima, dan sanksi tersebut harus tegas dan keras bagi remaja yang melakukan tindakan kenakalan. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini masih bersifat sederhana, tetapi penelitian ini dapat dijadikan acuan dan referensi untuk penelitian yang sejenis. 120 DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan: Rineka Cipta Bambang Mulyono Y. 1998. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja Dan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius Burhan Bungin. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, Dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Consuelo G. Seville et, al. 1992. Pengantar Metode Penelitian Terjemahan Alimuddin Tuwu. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco Hadari Nawawi. 1995. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press . 1998. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press Hendro Puspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius Http://skripsipsikologi.com/Kecenderungan Kenakalan Remaja Karena Pola Aush Otoriter.html/ http://SUARAMERDEKA.com/2005/03/Menakar-Potensi-Kekerasan-TerhadapAnak.html/04/03/2005 Http://yulianasulistiawati.blogarchive/pasti kalian tau, apa sih KENAKALAN REMAJA itu???.html/05/02/2010 Hurlock Elizabeth B. 2000. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Terjemahan Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga Ika Rusmawati. 2006. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Motivasi Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas II SMAN I Pacitan Tahun Pelajaran 2004/2005 Kamanto Sunarto. 1999. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Alumni 1992. Pathologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers 1992. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Alumni 121 Ngalim Purwanto M. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Rajawali Pers Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers. 1982. Kemiskinan Dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV Rajawali 1995. Kemiskinan Dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV Rajawali Munandar Soelaeman. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Eresco Nasikun. 1994. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Panut Panuju dan Ida Umami. 1999. Psikologi Remaja. Bandung: Cahaya Tiara 2005. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya Phil Astrid S Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Anggota IKAPI Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta Saifuddin Azwar. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sanapiah Faisal. 2001. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali Sears David O, Jonathan LF dan L. Anne Peplau. 2000. Psikologi Remaja Jilid 2. Jakarta: Erlangga Simadjuntak B. 1981. Pengantar Kriminologi Dan Patologi Sosial. Bandung: Tarsito Singgih D Gunarsa. 1991. Dinamika Kelompok. Jakarta: Rajawali Pers 2004. Psikologi Praktis, Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia Slamet Y. 2008. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta 122 1996. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Solaeman B Taneko. 1990. Struktur dan Proses Sosial, Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Rajawali Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Sunarjadi Prawirodiharjo. 1980. Wajah Masyarakat Indonesia. Jakarta : Rajawali Sunarto dan B Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta Sutrisno Hadi. 2001. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset 2004. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset Syamsu Yusuf LN. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Widodo T. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Surakarta: UNS Press Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar : Metode dan Teknik. Bandung: CV. Tarsito 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar : Metode dan Teknik. Bandung: CV. Tarsito 123 124 125