perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin

advertisement
PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN
JENIS KELAMIN REMAJA TERHADAP KENAKALAN REMAJA
DI KELURAHAN GILINGAN KECAMATAN BANJARSARI
KOTA SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
ANITA KURNIASARI
K 8406013
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN
JENIS KELAMIN REMAJA TERHADAP KENAKALAN REMAJA
DI KELURAHAN GILINGAN KECAMATAN BANJARSARI
KOTA SURAKARTA
Oleh :
ANITA KURNIASARI
K 8406013
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Tentrem Widodo, M.Pd
Drs. Hj. Siti Rochani, M.Pd
NIP. 19491221 197903 1 001
NIP. 19540213 198003 2 001
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
: Selasa
Tanggal
: 13 Juli 2010
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang
1. Ketua
Tanda Tangan
: Drs. Soeparno,M.Si
1.
2. Sekertaris : Drs. Slamet Subagya, M.Pd
3. Anggota I : Drs. Tentrem Widodo, M.Pd
4. Anggota II : Dra. Hj. Siti Rochani, M.Pd
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
2.
3.
4.
ABSTRAK
Anita Kurniasari. PERBEDAAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG
TUA DAN JENIS KELAMIN REMAJA TERHADAP KENAKALAN
REMAJA DI KELURAHAN GILINGAN KECAMATAN BANJARSARI
KOTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, tahun 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan status sosial
ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, Kota Surakarta. (2) Perbedaan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
(3) Perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
Karakteristik Kelurahan Gilingan adalah berada di utara Kota Surakarta, terdapat
terminal Tirtonadi. Kelurahan Gilingan terletak didaerah pinggiran kota sehingga
banyak pendatang yang singgah. Banyaknya pendatang dengan latar belakang
tidak jelas membuat Kelurahan Gilingan dipandangan masyarakat luar adalah
tempat yang negatif. Berbeda dengan asumsi publik tersebut, dalam penelitian ini
menunjukkan kenakalan yang dilakukan remaja di Kelurahan Gilingan rendah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari,
Kota Surakarta, sebanyak 4464 remaja, sampelnya terdiri dari 31 remaja laki-laki
dan 51 remaja perempuan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
multistage random sampling. Teknik pengumpulan data variabel status sosial
ekonomi orang tua, jenis kelamin dan kenakalan remaja menggunakan kuesioner
sebagai metode utama dan sebagai metode bantu menggunakan teknik
dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Anakova Jenjang 2 Jalur.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Tidak ada
perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan
dengan p = 0,564 > 0,05. (2) Ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta,
yang ditunjukkan dengan p = 0,001 < 0,05. (3) Tidak ada perbedaan status sosial
ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan
dengan p = 0,579 > 0,05.
ABSTRACT
Anita Kurniasari. THE DIFFERENCES OF SOCIAL ECONOMIC STATUS
PARENTS
AND
ADOLESCENT
SEX
ABOUT
JUVENILE
DELINQUENCY AT KELURAHAN GILINGAN, KECAMATAN
BANJARSARI, SURAKARTA CITY. Thesis, Surakarta: Teacher Training and
Education Faculty, Sebelas Maret University, years 2010.
The purposes of this research to know: (1) The difference of social
economic status parent with juvenile delinquency at Kelurahan
Gilingan,Kecamatan Banjarsari,Surakarta City. (2) The difference adolescent sex
with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari,
Surakarta City. (3) The difference of social economic status parent and adolescent
sex with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan,Kecamatan
Banjarsari,Surakarta City. Added the characteristics of the Gilingan to be north
Surakarta City, to be found Tirtonadi terminal. Gilingan in side Surakarta City
until many people to drop in. Many people with background not clear to make
Gilingan in assumption public negative location. To be different with the
assumption public, the research to pint out that the juvenile delinquen in Gilingan
is low.
This research used description comparative metode. The population this
research is all adolescent at Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta
City, are 4464 population. the sampel 38 boys and 51 girls. Sampling technique
used by multistage random sampling. The technique of collecting data of social
economic status parent variable, sex and juvenile delinquency were questionnaire
and structure technique documentary. Technique analyze data was Anakova two
way.
Based on the result can be concluded : (1) There is no deference of social
economic status parent with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan,
Kecamatan Banjarsari, Surakarta City, with p = 0,564 > 0,05. (2) ) There is
deference adolescents sex with juvenile delinquency at Kelurahan Gilingan,
Kecamatan Banjarsari, Surakarta City, with p = 0,001 < 0,05. (3) There are no
deference of social economic status parent and adolescent sex with juvenile
delinquency at Kelurahan Gilingan,Kecamatan Banjarsari,Surakarta City, with p =
0,579 > 0,05.
MOTTO
Seorang yang menyerah terhadap godaan setelah lima menit tidak akan tahu apa
sebenarnya yang akan terjadi jika dia menahan godaan itu selama satu jam.
Inilah sebabnya orang-orang yang perilakunya buruk hanya mengetahui sedikit
sekali mengenai keburukan. Mereka telah menjalani kehidupan yang terkukung
karena selalu menyerah terhadap godaan.
( C S Lewis)
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada :
Bapakku Giyono,SP dan Ibuku Lasmini, terima kasih atas cinta, kasih sayang,
perhatian dan doa untukku.
Kakak-kakakku, mbak Nunung, mas Aris, mbak Danik dan kakak-kakak iparku
serta keponakanku terima kasih sudah mendukungku dalam kuliah dan skripsi.
Sahabat-sahabatku, Yanti, Kasih, Fajar, Meli, Arik, terima kasih atas persahabatan
kalian yang membuat aku menjadi lebih dewasa, dan terima kasih untuk support
kalian untuk skripsi ini.
Terima kasih untuk mas Onci yang selalu memberikan semangat kepadaku dalam
mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini.
Teman-teman seperjuangan kuliah di Program Sosiologi Antropologi angkatan
2006, terima kasih untuk semuanya.
Almamater
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Penulisan skripsi
ini bertujuan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi
Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak
membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa nasihat, bimbingan
maupun pengarahan. Karena tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak tersebut,
maka skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
3. Bapak Drs. H. MH. Sukarno, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Sosiologi
dan Antropologi Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Drs. Tentrem Widodo, M.Pd., sebagai Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan nasihat akademis demi kelancaran
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Hj. Siti Rochani, M.Pd., sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan nasihat demi kelancaran
penulisan skripsi ini.
6. Bapak Nurhadi, S,Ant. M.Hum., sebagai Pembimbing Akademis yang
lama senantiasa memberikan nasihat, semangat, arahan dan bimbingan
yang sangat berharga.
7. Bapak Drs. Slamet Subagya, M.Pd., sebagai Pembimbimg Akademis yang
baru senantiasa memberikan bimbingannya.
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sosiologi Antropologi FKIP
Universitas Sebelas Maret yang telah mendidik saya selama di bangku
kuliah.
9. Bapak Kepala Kelurahan Gilingan beserta seluruh staffnya yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak
membantu memberikan informasi kepada penulis.
10. Seluruh Remaja Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
11. Teman Pendidikan Sosiologi Antropologi angkatan 2006. Terima kasih
banyak untuk kalian selama ini, kalian teman-teman yang banyak
memberikan inspirasi.
12. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat balasan dari Allah
SWT.
Segala kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta,
Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………… i
PENGAJUAN …………………………………………………………… ii
PERSETUJUAN ………………………………………………………… iii
PENGESAHAN ………………………………………………………… iv
ABSTRAK ……………………………………………………………… v
MOTTO …………………………………………………………………. vii
PERSEMBAHAN ………………………………………………………. viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………...
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………...
xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah ………………………………………… 6
C. Pembatasan Masalah ………………………………………... 7
D. Perumusan Masalah ………………………………………… 8
E. Tujuan Penelitian …………………………………………… 8
F. Manfaat Penelitian ………………………………………….
9
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ……………………………………………
10
1. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja …………………..
10
2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi Orang Tua …..
28
3. Tinjauan Tentang Jenis Kelamin Remaja ………………
48
B. Penelitian Yang Relevan ……………………………………
65
C. Kerangka Berfikir …………………………………………..
66
D. Perumusan Hipotesis ……………………………………….
68
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………..
69
B. Metode Penelitian …………………………………………
71
C. Populasi dan Sampel ………………………………………
75
D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………..
80
E. Teknik Analisis Data ……………………………………..
88
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian ……………………………..
92
B. Deskripsi Data Penelitian …………………………………
97
C. Uji Persyaratan Analisis ………………………………….
101
D. Pengujian Hipotesis ………………………………………
105
E. Pembahasan Hasil Analisis Data …………………………
110
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….
116
B. Implikasi ………………………………………………….
117
C. Saran ……………………………………………………...
119
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...
120
LAMPIRAN ………………………………………………………….
123
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Lapangan, Status dan Jenis Pekerjaan ………………………..
30
Tabel 2. Perbedaan Remaja Laki-laki dan Remaja Perempuan ……….
62
Tabel 3. 1. Tahap Kegiatan Penelitian ………………………………...
69
Tabel 3. 2. Daftar RW, RT, dan Remaja Terpilih di Kelurahan Gilingan
80
Tabel 4. 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ……………
93
Tabel 4. 2. Komposisi Penduduk Menurut Usia ………………………
93
Tabel 4. 3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ………..
94
Tabel 4. 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ………
95
Tabel 4. 5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ……………………
98
Tabel 4. 6. Jumlah Remaja Berdasarkan Golongan Status Sosial Ekono
mi Orang Tua ………………………………………………
97
Tabel 4. 7. Klasifikasi Jumlah Remaja Berdasarkan Status Sosial Ekono
mi dan Jenis Kelamin Remaja ……………………………...
98
Tabel 4. 8. Jumlah Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin ………………
99
Tabel 4. 9. Sebaran Frekuensi Kenakalan Remaja …………………….
100
Tabel 4. 10. Rangkuman Analisis Variabel X1 dengan Y …………….
103
Tabel 4. 11. Rangkuman Analisis Variabel X2 dengan Y …………….
104
Tabel 4. 12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalur ………….
105
Tabel 4. 13. Uji t Antar Rerata A ……………………………………...
106
Tabel 4. 14. Uji t Antar Rerata B ……………………………………...
106
Tabel 4. 15. Uji t Inter AB …………………………………………….
107
DAFTAR GAMBAR
Bagan 1. Skema Kerangka Berpikir ……………………………………
67
Gambar 1. Bagan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Gilingan ……...
96
Gambar 2. a. Histogram Status Sosial Ekonomi Orang Tua …………...
98
Gambar 2. b. Histogram Jenis Kelamin Remaja ……………………….
99
Gambar 2. c. Histogram Kenakalan Remaja …………………………...
101
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi Angket Try Out …………………………………… 123
Lampiran 2. Try Out Angket …………………………………………….. 124
Lampiran 3. Kisi-kisi Angket ……………………………………………. 130
Lampiran 4. Angket ……………………………………………………… 139
Lampiran 5. Analisis Kesahihan Butir …………………………………... 147
Lampiran 6. Uji Keandalan ……………………………………………… 150
Lampiran 7. Sebaran Frekuensi dan Histogram …………………………. 154
Lampiran 8. Uji Normalitas ……………………………………………… 157
Lampiran 9. Uji Linieritas ……………………………………………….. 160
Lampiran 10. Analisis Anakova 2 Jalur …………………………………. 163
Lampiran 11. Tabel Rekapitulasi Skor Angket Variabel Status Sosial Eko
nomi Orang Tua …………………………………………… 168
Lampiran 12. Tabel Rekapitulasi Skor Angket Variabel Kenakalan Remaja172
Lampiran 13. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ……………….. 176
Lampiran 14. Curriculum Vitae …………………………………………. 183
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa pertumbuhan atau perkembangan. Pada
masa remaja, dapat dikatakan seseorang mengalami perkembangan yang khusus.
Dalam perkembangan, seorang remaja berada dalam masa peralihan, yaitu
perkembangan dari seorang anak menjadi seorang dewasa. Masa remaja
merupakan fase perkembangan yang penuh dengan goncangan-goncangan
kejiwaan yang timbul karena dorongan seksual atau dorongan jasmani maupun
emosional. Dalam stadium tersebut, terutama dalam menghadapi goncangangoncangan, anak remaja sering merasa resah, cemas, gelisah bahkan kecewa.
Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anakanak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya
perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga
masa ini disebut sebagai periode sturn and drang (ketegangan dan kebimbangan).
Karena mereka mengalami penuh gejolak dan emosi dan tekanan jiwa sehingga
mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma social yang berlaku di kalangan
masyarakat.
Kondisi psikis remaja yang cenderung negatif apabila tidak segera di atasi
akan berdampak negatif bagi remaja. Dalam kondisi ini perhatian orang tua sangat
diperlukan, pengalaman-pengalaman dalam interaksi sosial dalam keluarga turut
menentukan pula cara-cara tingkah laku remaja terhadap orang lain dalam
pergaulan sosial di luar keluarga yaitu di masyarakat. Apabila di dalam keluarga
saja tidak harmonis, kemungkinan besar perilaku remaja juga akan terganggu di
lingkungannya, dan menjadi tidak wajar. Dan hal ini dapat menyebabkan
perkembangan remaja mengalami distorsi atau kelainan dalam penyesuain dirinya
dan remaja menjadi nakal (deliquen).
Kenakalan yang dimaksud dengan istilah delinquency bukanlah menunjuk
suatu perbuatan biasa sehingga dapat dimaklumi atau diterima begitu saja. Arti
kenakalan di sini juga tidak dapat disamakan begitu saja dengan perbuatan
1
2
kejahatan (crime) yang dipakai untuk menunjukkan perbuatan kriminal orang
dewasa. Karena kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa sudah didasari
dengan kesengajaan dalam arti penuh. Sedangkan perbuatan remaja didasari atas
masa mencari identitas diri di usia pertumbuhan dan pengaruh lingkungan yang
membentuk kepribadiannya. Sebab itu pengaruh lingkungan atau faktor eksternal
masih banyak mempengaruhi pembentukan identitas dirinya. Bila lingkungannya
baik akan memungkinkan dia menjadi seseorang yang matang pribadinya, tanpa
harus
mengalami
masalah-masalah
atau
beban
yang
menghambat
perkembangannya. Sedangkan lingkungan yang buruk dapat mendorongnya ke hal
yang negatif.
Menurut Kartini Kartono (1992 : 7) “Kenakalan adalah perilaku jahat /
dursila, atau kejahatan / kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku yang menyimpang”. Perbuatan remaja dikatakan nakal karena remaja
dianggap belum matang, belum dewasa dan perbuatan yang mereka lakukan
kadang tidak dikenakan hukuman berat. Dari pendapat di atas perlu digaris
bawahi, bahwa anak-anak muda yang delinquen itu adalah anak cacat sosial.
Mereka menderita cacat sosial yang disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di
tengah masyarakat, dan mereka mengalami pengabaian sosial. Mereka
membutuhkan perhatian yang lebih terutama orang tua, jika remaja mengalami
pengabaian sosial pada saat mereka bingung akan problem-problem yang
dihadapinya, maka remaja akan frustasi dan melakukan kenakalan.
Kenakalan remaja juga timbul karena proses sosialisasi terjadi dengan
tidak benar, terutama dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar remaja yang akan
mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Sesuai dengan
pendapat Eitzen (1986:400) yang dikutip dari Blog Archive Yuliana Sulistiawati
bahwa “ tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya
berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di
bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta
komposisi penduduk yang tidak stabil”. Penelitian inipun dilakukan di daerah
3
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta tampak ciri-ciri seperti
disebutkan Eitzen di atas. Kelurahan Gilingan adalah kelurahan yang berada di
utara kota Surakarta dan termasuk dalam daerah pinggiran, dan di Kelurahan
Gilingan sebagian penduduknya adalah pendatang. Letak wilayah Kelurahan
Gilingan yang berdekatan dengan terminal Tirtonadi yang sangat rawan terhadap
hal-hal yang negatif, membuat warga yang tinggal di daerah tersebut, khususnya
remaja yang tidak bisa mengontrol diri dalam bergaul, dapat terpengaruhi oleh
hal-hal yang negatif seperti minum-minuman keras, berjudi dan sebagainya, yang
membuat anak menjadi delinquen. Apabila lingkungan interaksi cenderung
devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar
tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan
untuk menumbuhkan tindakan kriminal.
Melihat hasil penelitian LSM tentang kasus kekerasan terhadap anak di
Surakarta (http://SUARAMERDEKA.com/2005/03/Menakar-Potensi-KekerasanTerhadap-Anak.html/04/03/2005)kondisinya sangat memprihatinkan. Kasusnya
mencapai 32% pada tahun 2005, seperti 376 kasus anak jalanan, 645 kasus buruh
anak, 120 kenakalan remaja, dan 28 kasus anak yang berkonflik dengan hukum.
Selain itu, 54 anak dilacurkan dan 260 anak usia wajib belajar lainnya putus
sekolah. Kita lihat dari hasil penelitian LSM tersebut ada 120 kenakalan remaja,
kenakalan tersebut antara lain adalah kenakalan yang tidak melanggar hukum
seperti berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit, keluyuran, begadang,
membolos sekolah, berkelahi dengan teman, berkelahi antar sekolah, buang
sampah sembarangan, membaca buku porno dan sebagainya. Kemudian
kenakalan remaja yang tergolong melanggar hukum dan mengarah pada tindakan
kriminal, diperoleh data dari BAPAS Surakarta, pada tahun 2009 terdapat 72
pelanggaran yang dilakukan anak. Pelanggaran tersebut seperti pencurian, asusila,
narkoba, penganiayaan, perkelahian, penipuan, pengrusakan, perjudian, dan
penjambretan.
Dari hasil LSM terdapat 120 kenakalan remaja yang tidak melanggar
hukum dan 72 kasus kenakalan remaja yang melanggar hukum yang diperoleh
dari data BAPAS Surakarta. Angka tersebut perlu di waspadai lagi agar setiap
4
tahunnya tidak meningkat. Khususnya di Kelurahan Gilingan tempat penelitian
dilakukan, yang menurut banyak orang rawan terjadi kenakalan yang dilakukan
remaja, kemungkinan banyak terdapat kenakalan remaja yang tidak melanggar
hukum. Tetapi dalam data BAPAS tersebut hanya satu remaja yang melakukan
kenakalan remaja yang melanggar hukum berasal dari Kelurahan Gilingan.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar
adalah berasal dari kondisi dari keluarga yaitu status sosial ekonominya. Perlu
diketahui bahwa remaja yang melakukan kenakalan tersebut banyak yang berasal
dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi rendah. Menurut Kartini Kartono
(2003 : 90), “ jumlah kenakalan remaja paling banyak adalah terkonsentrasi pada
kelas ekonomi rendah yang menghuni daerah perkampungan miskin ditengah dan
tepian kota”. Perbandingan jumlah delikuensi diantara daerah perkampungan
miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege. Secara tidak
langsung anak-anak dari status sosial ekonomi rendah kurang sekali diberi
tuntunan dan pendidikan yang baik, kurang mendapatkan tuntunan hidup
berdisiplin dan susila. Dengan sendirinya anak-anak dan remaja miskin ini kurang
dapat bersaing melawan para remaja dari kelas sosial ekonomi menengah dan
tinggi, khususnya ditengah masyarakat kota yang serba keras. Remaja yang
berasal dari status sosial ekonomi rendah merasa kecewa tidak bisa mendapatkan
objek yang sangat diinginkannya sehingga mereka mengalami frustasi dan
tekanan batin.
Tidak menutup kemungkinan juga kenakalan terjadi pada remaja yang
berstatus sosial ekonomi menengah dan tinggi. Kenakalan yang di lakukan oleh
remaja yang berstatus sosial ekonomi menengah dan tinggi ini, kemungkinan
disebabkan oleh terlalu ketatnya pengawasan orang tua, didikan yang otoriter,
sehingga remaja tidak dapat bebas dalam mengeluarkan pendapatnya dan
berkreasi. Sehingga mereka mengaktualisasikan dirinya di luar rumah, dan kurang
mengontrol diri dan kemudian melakukan kenakalan. Demikian fenomena yang
ada di Kelurahan Gilingan, seperti yang dikemukakan di atas sebagian besar
penduduknya adalah pendatang, dan diperoleh data dari kelurahan bahwa
sebagain besar penduduknya bekerja sebagai buruh bangunan dan buruh industri,
5
yaitu sebanyak 7428 jiwa. Dalam penelitian ini justru kenakalan remaja bisa
terjadi pada golongan status sosial ekonomi manapun, tetapi bila dibandingkan
antar golongan tersebut ternyata status sosial ekonomi rendah lebih tinggi
kecenderungan kenakalannya dari pada status sosial ekonomi menengah dan
tinggi.
Jenis kelamin mempunyai latar belakang yang penting dalam melakukan
kecenderungan kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Status sosial ekonomi
orang tua dan jenis kelamin adalah dua hal yang penting dalam kaitannya dengan
kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sudah jelas bahwa jenis kelamin laki-laki
dan perempuan berbeda, di mulai dari tahap perkembangan fisik sampai psikisnya
berbeda, laki-laki cenderung agresif dalam melakukan suatu hal, dan perempuan
cenderung halus dan berperasaan. Remaja mengalami gejolak emosi yang tinggi,
pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, jenis
emosi yang secara normal dialami adalah : cinta/kasih sayang, gembira, amarah,
takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada
macam derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola
pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja
laki-laki lebih mengandalkan fisik yang kuat dalam menyelesaikan masalah,
mereka dianggap kuat jika bisa berkelahi. Seperti yang sering terjadi di Kelurahan
Gilingan, remaja laki-laki becanda, kemudian ada yang tersinggung, kemudian
mereka beradu fisik. Sedangkan remaja perempuan lebih menonjolkan fisik,
dalam masa puber, remaja perempuan ingin menjadi seperti perempuan dewasa
yang berdandan. Sehingga remaja perempuan selalu ingin berdandan agar tampil
beda di depan lawan jenisnya, segalanya dilakukan untuk mendapatkan
pengakuan oleh lawan jenisnya. Bahkan seringnya ingin tampil lebih dari remaja
perempuan lainnya, mereka sampai berkelahi seperti adu mulut.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Status Sosial Ekonomi Orang
Tua Dan Jenis Kelamin Remaja Terhadap Kenakalan Remaja Di Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta”.
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang
muncul dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Remaja dalam perkembangannya penuh dengan gejolak, merasa resah, cemas,
gelisah dan bahkan kecewa yang mengiringi proses kematangannya menuju
dewasa.
2.
Remaja mencari jati diri dan ingin mengaktualisasikan diri mereka di
masyarakat, sehingga mereka rentan oleh hal-hal yang negatif dikarenakan
jiwa mereka penuh dengan memberontak dan bergejolak.
3.
Keluarga dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja
4.
Pengaruh keluarga dan lingkungan yang tidak baik menimbulkan remaja
menjadi delinquen.
5.
Status sosial ekonomi orang tua tiap remaja tidak sama, ada yang golongan
tinggi/kaya, golongan menengah bahkan golongan rendah/miskin.
6.
Status sosial ekonomi orang tua berpengaruh terhadap didikan terhadap anak,
dan cara berteman anak remaja, misalnya saja anak orang miskin lebih
membebaskan anaknya bergaul dengan siapa saja dan kurang memperhatikan
dengan siapa anaknya bergaul.
7.
Kenakalan remaja berbeda-beda. Hal ini bukan saja dilihat dari status sosial
ekonomi orang tuanya, tetapi juga di di lihat dari jenis kelamin remaja, yaitu
remaja laki-laki dan remaja perempuan.
8.
Perbedaan psikis dan fisik dari remaja laki-laki dan remaja perempuan
berbeda, maka cara mereka menghadapi masalah berbeda-beda pula.
9.
Remaja laki-laki lebih agresif dan kasar dalam menghadapi suatu masalah.
10. Remaja perempuan lebih halus dan perasaan dalam menghadapi suatu
masalah seperti menangis.
7
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar permasalahan dalam penelitian
menjadi jelas dan terarah. Hal ini didasarkan bahwa pada penelitian berbagai
muncul secara bersama dan saling mempengaruhi satu sama lain sehingga sulit
untuk mengadakan penelitian yang menyeluruh.
Berdasarkan identifikasi masalah, maka pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Status sosial ekonomi orang tua
Adalah suatu rangkaian strata yang tersusun secara hierarkis yang merupakan
kesatuan seimbang dari hal-hal yang menjadi nilai dalam masyarakat yang
biasanya dikenal sebagai priviliese ( kekayaan, pendapatan, barang-barang
konsumsi ), prestise ( status serta gaya hidup ) dan kekuasaan. Status sosial
ekonomi orang tua yang dibatasi pada dari mana remaja tersebut berasal, dan
dari keluarga berlatar belakang sosial ekonomi tinggi, menengah ataukah
rendah, yang dapat mempengaruhi remaja berperilaku didalam keluarga,
sekolah dan masyarakat dan dapat mempengaruhi mereka melakukan
kenakalan.
2.
Jenis kelamin remaja
Adalah perbedaan jenis kelamin antara remaja laki-laki dan remaja
perempuan dilihat dari faktor fisik dan psikis yang membedakan tindakan
kenakalan yang dilakukan masing-masing remaja tersebut dan remaja lakilaki dan perempuan tersebut dilihat dari keluarga berstatus sosial ekonomi
tinggi, menengah atau rendah.
3.
Kenakalan remaja
Adalah tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial dan
bertentangan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, dan perbuatan yang merujuk
pada aktivitas remaja yang berlawanan dengan norma-norma masyarakat,
undang-undang Negara dan agama. Perbuatan remaja dikatakan nakal karena
remaja dianggap belum matang, perbuatan yang mereka lakukan kadang tidak
dikenakan hukuman berat. Kenakalan tersebut dilihat dari jenis kelamin
remaja dan status sosial ekonomi orang tua. Kenalan yang tidak dikenakan
8
hukuman adalah kenakalan tingkat ringan seperti minum-minuman,
berpakaian tidak sopan, berkata kotor dan lain-lain yang tergolong tidak
terkena hukum.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta ?
2.
Apakah ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta ?
3.
Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin
remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.
Perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
2.
Perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
3.
Perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta.
9
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dalam bidang Ilmu Pendidikan dan Sosiologi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk
penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan masalah kenakalan
remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi orang tua
untuk lebih memperhatikan anak remaja mereka yang sedang
mengalami perkembangan dalam fisik dan psikisnya yang penuh
gejolak, sehingga perlunya pengawasan pergaulan anak remaja mereka
di luar rumah agar anak remaja mereka tidak terjebak dalam pergaulan
yang salah. Dan menginformasikan bahwa tidak melihat status sosial
ekonomi orang tua itu baik tinggi, menengah maupun rendah, anak
remaja mereka bisa melakukan kenakalan jika pengawasan dari orang
tua kurang.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pemerintah kelurahan dalam penanggulangan masalah kenakalan
remaja.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada remaja,
baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan, mereka harus dapat
mengontrol diri agar tidak melakukan kenakalan.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Kenakalan Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolesentia yang
mempunyai arti ke arah kematangan. Masa remaja merupakan suatu masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau merupakan
perpanjangan dari masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Jadi anakanak pada umur ini tidak dapat dikatakan sebagai anak lagi, tapi juga belum dapat
dikatakan sebagai golongan orang dewasa.
Masa remaja adalah masa “stress and strain” (kegoncangan dan
kebimbangan). Menurut Sudarsono (1995:13), “massa remaja awal adalah umur
13 atau 14 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun”.
Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono (2004:14) mengemukakan bahwa
“Seseorang dapat dikatakan sebagai remaja bila usianya 11-24 tahun dan belum
menikah”. Dapat dikatakan bahwa status pernikahan juga dapat menjadi penentu
seorang individu disebut remaja karena di Indonesia kriteria remaja selain
ditentukan oleh batasan umur juga ditentukan oleh status pernikahan. Sedangkan
pendapat Luella Cole dalam Bambang Mulyono (1998 : 10 ) “masa adolesensi
adalah sekitar umur 13 sampai 21 tahun. Beliau membagi tiga tingkatan yaitu
pertama awal adolesensi umur 13-15 tahun, kedua pertengahan adolesensi 16 – 18
tahun, dan ketiga akhir adolesensi 19 – 21 tahun”. Lain halnya dengan pendapat
Singgih D Gunarsa (2004: 128 ) yang membagi umur remaja menjadi tiga
tahapan, pertama umur 12-14 tahun remaja awal, kedua umur 15-17 tahun
dinamakan remaja, selanjutnya umur 18-21 tahun disebut remaja lanjut.
Menurut Hurlock dalam Sunarto dan Agung Hartono (2006:57)
mengemukakan bahwa rentangan usia remaja itu antara 13 – 21 tahun, yang
dibagi pula dalam usia masa remaja awal 13 atau 14 sampai 17 tahun dan remaja
akhir 17 sampai 21 tahu. WHO menetapkan batas usia 19 – 20 tahun sebagai
11
batasan usia remaja. WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama di
dasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga
untuk remaja pria, dan WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja
awal 10 – 14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun. Sebagai seorang yang sedang
masuk dalam tahap dewasa, remaja mengalami perkembangan atau pertumbuhanpertumbuhan bentuk memungkinkan menjadi seorang dewasa. Pada setiap tahap
atau masa perkembangan terdapat ciri perkembangan yang berbeda-beda. Masa
remaja memiliki ciri-ciri perkembangan yang khas dan kelihatan menonjol yang
jauh berbeda dengan ciri-ciri perkembangan masa anak atau masa dewasa penuh.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas diambil kesimpulan yang
dimaksud remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak sebelum
mencapai masa dewasa, berusia antara 13 – 18 tahun.
b. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, dimana remaja
mengalami banyak perubahan yang disebabkan mereka sedang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Keadaan batin yang
penuh gejolak serta perubahan-perubahan fisik dan psikisnya mempengaruhi
tingkah laku remaja. Keadaan batin yang bergejolak tersebut menyebabkan emosi
remaja tidak stabil, pemalu, mudah tersinggung, menjadi pemarah dan sulit diatur.
Ketidakstabilan emosi tersebut tidak selalu terjadi pada seorang remaja. Hal ini
tergantung pada usaha remaja dalam menyesuaikan diri terhadap setiap masukan
atau inpuls yang datang dan diterima.
Masa remaja merupakan suatu masa yang relatif singkat dan mempunyai
ciri-ciri tersendiri. Soerjono Soekanto (1990:52) menyebutkan ciri-ciri remaja
dilihat dari sudut kepribadian, yaitu :
1.) Adanya perkembangan fisik yang pesat
2.) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan orang
yang lebih dewasa.
3.) Keinginan untuk mendapatkan kepercayaan dari orang dewasa
4.) Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri
5.) Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk mendapatkan
identitas diri.
12
6.) Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan
atau keinginannya.
Berdasarkan pendapat di atas diartikan bahwa masa remaja merupakan
masa yang khusus, sehingga remaja memiliki ciri-ciri yang unik, dikatakan
demikian karena masa remaja merupakan masa awal menuju kedewasaan, secara
fisik bertumbuh dengan pesat, selalu bertanya dengan orang yang lebih dewasa,
mulai mandiri, mencari identitas diri, melakukan sesuatu sesuai keinginannya.
Sehingga dari ciri tersebut sebagai orang tua atau orang yang lebih dewasa dari
remaja, kita harus mengarahkan dan mengawasi remaja. Agar remaja dalam
perkembangannya tidak mengalami hambatan dan terkena hal-hal yang negatif,
dan mendukung sesuatu yang diinginkan oleh remaja, jika keinginan remaja tidak
mendapat dukungan dari orang sekitar, remaja akan memberontak, dan hal
demikian akan mengganggu perkembangan remaja, dan rentan terkena hal yang
negatif.
Menurut
Muangman
dalam
Sarlito
Wirawan
Sarwono
(2004:9)
mengemukakan bahwa ciri-ciri remaja yaitu suatu masa di mana :
1.) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksualnya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2.) Individu yang mengalami perkembangan psikologi dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3.) Terjadi peralihan dari pola ketergantungan sosial ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif mandiri.
Dari pendapat di atas diartikan bahwa remaja tersebut adalah masa
individu berkembang pertama kalinya, sehingga munculnya tanda seksual sampai
mencapai kematangan seksual. Meninggalkan masa kanak-kanak dan penuh
dengan kemandirian. Disaat munculnya tanda seksual, remaja harus lebih di
awasi, karena keingintahuan remaja sangat besar dalam segala hal, maka perlunya
pengawasan dari orang sekitar yang lebih dewasa.
Menurut Elizabet Hurlock ( alih bahasa : Istiwidayanti, 2000:207 )
mengemukakan ciri-ciri remaja :
1.) Periode yang penting
2.) Periode peralihan
13
3.)
4.)
5.)
6.)
7.)
8.)
Periode perubahan
Usia bermasalah
Masa mencari identitas
Usia yang menimbulkan ketakutan
Usia yang tidak realistis
Ambang masa dewasa.
Ciri-ciri remaja tersebut diuraikan sebagai berikut :
1.) Masa remaja sebagai periode yang penting
Masa remja dikatakan sebagai periode penting karena pada masa ini terjadi
perubahan fisik dan psikologis yang cukup pesat. Perkembangan fisik yang
pesat tersebut diikuti dengan perkembangan mental sehingga dapat
mempengaruhi sikap, nilai-nilai dan minat baru dalam diri seorang remaja.
Masa remaja ini merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Perubahan yang terjadi sangat drastis dan mempunyai keunikan
tersendiri.
2.) Masa remaja sebagai periode peralihan
Masa remaja merupakan masa perlaihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Dalam setiap periode peralihan ini, status remaja ini menjadi kurang
jelas dan terdapat keraguan dalam melakukan perannya. Bila anak beralih dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala
sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan sekaligus harus mempelajari pola
perilaku dan sikap baru sebagai individu yang dewasa. Remaja tidak dapat
digolongkan sebagai anak lagi, namun mereka juga bukan orang dewasa
karena belum dapat hidup mandiri. Status remaja yang belum jelas ini juga
menguntungkan, karena status tersebut memberikan kesempatan baginya
untuk mencoba hal-hal baru agar dapat menentukan pola perilaku, nilai dan
sikap yang paling sesuai dengan dirinya.
3.) Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan
tingkat perubahan fisik. Pada awal masa remaja, ketika perubahan fisik cukup
pesat, perubahan sikap dan perilaku juga berlangsung pesat. Jika perubahan
fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. Perubahan-
14
perubahan tersebut di antaranya, pertama meningginya emosi yang
intensitasnya sesuai dengan perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Kedua, perubahan minat dan peran yang biasanya terbentuk dalam kelompok
sosial. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai
juga berubah. Anggapan bahwa masa kanak-kanak penting sekarang ini mulai
berkurang. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap
setiap perubahan dan mereka menginginkan dan menuntut kebebasan.
4.) Masa remaja sebagai usia bermasalah
Remaja merasa sudah dapat mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri dan menolak bantuan dari orang tua atau guru. mereka
merasa bahwa usaha pemecahan masalah menurut cara yang diyakininya
tidak akan sesuai dengan kehendak orang tua.
5.) Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Remaja sudah tidak puas lagi menjadi sama dengan teman dalam segala hal
seperti
keinginannya
pada
masa
kanak-kanak.
Ia
mulai
berusaha
memperlihatkan ciri-ciri tertentu yang berbeda dan dianggap menonjol dari
teman-temannya.
6.) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Masa remaja membutuhkan perhatian khusus dari orang dewasa khususnya
orang tua. Orang tua diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan anak
agar menjadi pribadi yang baik karena secara umum remaja memberikan
kesan tidak rapi, kurang dapat dipercaya, cenderung merusak serta
berperilaku tidak baik. Dalam hal ini orang tua akan mencemaskan keadaan
anaknya.
7.) Masa remaja sebagai usia yang tidak realistis
Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan
(sesuai pandangannya sendiri ) dan bukanlah berdasarkan realita yang ada.
Oleh karena itu masa remaja terkesan tidak realistis.
8.) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
15
Semakin bertambahnya usia remaja, akan memberikan kesan bahwa mereka
sudah hampir dewasa. Hal ini terlihat dari perilakunya berusaha mengikuti
gaya orang dewasa.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja sebagai
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa mempunyai ciri-ciri
tersendiri, antara lain adanya perubahan fisik, mental, intelektual, sikap dan
perilaku. Dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut, diperlukan kontrol
diri yang kuat dan perlunya pengawasan orang-orang yang ada disekitarnya. Jika
perubahan-perubahan terjadi dengan tidak seimbang dan remaja mendapat
perlakuan yang tidak sesuai dengan keingianannya, maka ia akan memberontak,
dan terjadilah kenakalan.
c. Problem Masa Remaja
Masalah remaja sebenarnya bukanlah masalah baru, dan bukanlah masalah
suatu bangsa saja, tapi masalah yang dihadapi oleh setiap bangsa, bahkan setiap
manusia hidup secara normal melalui masa remaja. Menurut Sofyan S Willis
dalam Panut Panuju dan Ida Umami (2005:146) yang dimaksud dengan problema
remaja adalah “masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan
dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri
terhadap lingkungannya”.
Secara garis besar, masalah yang dihadapi oleh kaum remaja sebagai
berikut :
1.) Masalah yang menyangkut jasmani
Pada permulaan masa remaja kira-kira umur 11 tahun terjadi perubahan
yang cepat, masalah akan timbul apabila perubahan yang dialaminya itu tidak
dipahami, karena akan terjadi perubahan-perubahan yang belum dikenalnya pada
masa anak-anak yaitu pertumbuhan secara fisik pada remaja.
2.) Masalah hubungan dengan orang tua
Diantara kesulitan yang dihadapi oleh remaja jika orang tua kurang
mengerti ciri-ciri dan sifat-sifat yang sedang terjadi pada anak-anak, mereka lupa
bahwa anak-anak pada permulaan remaja bukan anak kecil lagi yang mendapat
perlakuan sama saat mereka masih anak-anak, sikap perilaku dan tindakan
16
orangtua yang seperti itu menyebabkan anak-anak tidak senang. Sebaliknya ada
orang tua yang kadang memperlakukan dan menganggap anak mereka sudah
dewasa. Mereka lupa bahwa walaupun pertumbuhan jasmaninya sudah seperti
orang dewasa tetapi sikap, pikiran dan emosinya masih belum stabil (labil).
3.) Masalah agama
Perubahan yang cepat pada tubuh remaja yang disertai oleh dorongan yang
kadang-kadang berlawanan dengan nilai yang diperolehnya kurang merasa puas
pada orang tua, guru atau pemimpin masyarakat, perasaan ini menyebabkan
semakin tidak tenang, gelisah, cemas , marah, sedih bahkan kadang-kadang
kepercayaan kepada Allah itu terganggu. Kadang sangat rajin ibadah, kadang lalai
dan seakan kurang percaya kepada Allah, sedang dipihak lain ia memerlukan
agama dan di lain pihak ia tidak mengerti maksud dan tuntunan agama itu berat,
terutama bila ia tidak mengerti maksud dari ajaran agama.
4.) Masalah hari depan
Setelah pertumbuhan jasmaninya berhenti, remaja merasa bahwa dirinya
sudah seperti orang dewasa, kemampuan untuk berfikir logis yang sudah matang
oleh karena mereka memikirkan masa depannya semacam pekerjaan apa yang
akan dilakukannya setelah tamat sekolah. Mereka membayangkan segala yang
indah, hari depan yang gemilang, hidup enak, bahagia. Akan tetapi di lain pihak
mereka tidak melihat jalan untuk itu, karena kenyataan hidupnya yang tida
memberikan kepastian kepadanya. Maka tidak jarang sebagian dari mereka ada
yang mengatakan masa depannya suram.
5.) Masalah akhlaq
Sering terlihat kelakuan remaja yang semakin mencemaskan, banyak
terjadi kenakalan remaja, perkelahian, bahkan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang dan masih banyak lagi penyimpangan yang dilakukan oleh remaja
dewasa ini. Dipandang dari segi kejiwaan keadaan ini berhubungan dengan tidak
adanya ketenangan dan kepuasan terhadap kehidupan yang dilaluinya akhirnya
mereka berkelakuan yang dapat mengembalikan kestabilan mentalnya, walaupun
hanya sementara waktu. Remaja yang menghadapi gejala ini akan sangat mudah
terpengaruh dengan pengaruh buruk dari lingkungan. dampaknya, remaja akan
17
mengalami kemrosotan moral dan mental. Misalkan saja kemrosotan moral seperti
mabuk-mabukan, dan kemrosotan mental seperti menjadi pemberontak berani
berkelahi dengan siapa saja.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa problem masa remaja
yang sering terjadi adalah problem menyangkut jasmani, problem dengan
orangtua, problem agama, problem hari depan dan problem masalah akhlaq. Dari
berbagai problem yang dialami remaja, penelitian ini difokuskan pada masalah
remaja khususnya kenakalan remaja yang sering kita dengar dengan istilah
juvenile delinquency untuk lebih jelasnya berikut pembahasan khusus kenakalan
remaja.
d. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja merupakan perwujudan atau termasuk dalam perilaku
menyimpang. Bukanlah hal mudah untuk dapat mengartikan kenakalan remaja,
karena kenakalan remaja yang dimaksud bukan menunjuk pada perbuatan yang
sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Sebab kita harus dapat
membedakan sifat dan bentuk perbuatan seorang anak (remaja) dengan perbuatan
seorang dewasa. Perbuatan orang dewasa sudah didasari sikap kesengajaan dalam
arti penuh, telah dipertimbangkan dan dipikirkan secara masak. Artinya tanggung
jawab pribadi dan sosial, sehingga pelanggaran yang dilakukan tidak dapat
dianggap sebagai sesuatu yang berada di luar tanggung jawab. Sedangkan
perbuatan seorang anak (remaja) di satu pihak berada dalam masa mencari
identitas diri, remaja sedang mengalami perkembangan atau pertumbuhan fisik
dan mental yang belum stabil / matang, sehingga dapat dikatakan masa remaja
merupakan masa krisis identitas. Lingkungan yang ikut menentukan pembentukan
identitas atau pribadinya, bila lingkungan baik maka remaja akan menjadi seorang
yang matang pribadinya, sedangkan lingkungan buruk biasanya mendorong ke hal
yang negatif.
Menurut Simandjuntak dalam Bambang Mulyono (1998:24), “Juvenile
delinquency adalah perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma baik
norma sosial, norma hukum, norma kelompok, mengganggu ketenteraman
masyarakat sehingga yang berwajib mengambil suatu tindakan pengasingan”.
18
Kemudian definisi kenakalan remaja dikemukakan oleh para ahli seperti William
C. Kvaraceus yang dikutip oleh Bambang Mulyono (1998:21) : “behaviorally, the
delinquent child is expressing himself by aggressive, over-action which does not
coincide with the demands and expectation of society” dari pengertian tersebut
dapat diartikan bahwa tingkah laku, kenakalan anak adalah ungkapan diri anak
yang agresif, berlebihan yang tidak sesuai dengan tuntutan dan harapan
masyarakat. Menurut Kartini Kartono (1992:7) “kenakalan adalah perilaku
jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku yang menyimpang”.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kenakalan remaja adalah perbuatan anti sosial yang melanggar norma,
baik norma sosial, norma agama ataupun norma hukum yang di lakukan remaja
berusia 13 sampai 18 tahun yang dilakukan karena ekspresi diri yang berlebihan
sehingga melanggar aturan masyarakat dan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh
orang dewasa di kualifikasikan sebagai tindakan kejahatan.
e. Ciri-ciri Kenakalan Remaja
Tindakan kenakalan remaja atau sering disebut delinquen, dapat
diidentifikasi dengan memperhatikan ciri-ciri tingkah laku yang diperlihatkan.
Menurut Kartini Kartono (1992:18), “ Anak-anak delinquen mempunyai
karakteristik umum yang berbeda dengan anak-anak non delinquen, yaitu berbeda
dalam struktur intelektual, perbedaan fisik dan psikis serta perbedaan ciri
individual”. Ketiga perbedaan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1.) Struktur Intelektual
Pada umumnya intelegensi anak delinquen tidak berbeda jauh dengan
intelegensi anak-anak non delinquen, hanya saja terdapat perbedaan fungsifungsi kognitif khusus. Anak delinquen biasanya mendapatkan nilai lebih
tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal.
19
2.) Perbedaan Fisik dan Psikis
Bentuk tubuh mereka lebih mesomarrph yaitu relative berotot, kekar dan
umumnya lebih bersifat agresif. Selain itu, dalam diri remaja delinquen (pelaku
tindakan kenakalan) juga terdapat gangguan neurologis.
3.) Perbedaan Ciri Individual
Anak-anak delinquen mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang,
antara lain :
a. Hampir semua anak muda jenis ini cuma berorientasi pada “masa
sekarang”, bersenang-senang dan puas pada hari ini. Mereka tidak mau
mempersiapkan bekal hidup bagi hari esok. Mereka tidak mampu membuat
rencana bagi hari depan.
b. Kebanyakan dari mereka itu terganggu secara emosional.
c. Mereka kurang tersosialisasi dalam masyarakat normal, sehingga tidak
mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab
secara sosial.
d. Mereka senang menyeburkan diri kedalam kegiatan yang merangsang
kejahatan “tanpa pikir” terlebih dahulu, walaupun sebenarnya mereka
menyadari besarnya resiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.
Agar
dapat
membedakan
kenakalan
remaja
dari
aktifitas
yang
menunjukkan cirri khas remaja, perlu juga diketahui ciri-ciri pokok dari kenakalan
remaja. Berikut ini dikemukakan ciri-ciri kenakalan remaja menurut Yulia
Singgih D Gunarsa (1991:19) :
1.) Dalam pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan atau
tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang berlaku dan
pelanggaran nilai-nilai moral.
2.) Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang a-sosial yakni dengan
perbuatan atau tingkah laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau
norma sosial yang ada di lingkungan hidupnya.
3.) Kenakalan remaja merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka
yang berumur antara 13-17 tahun. Mengingat di Indonesia pengertian
dewasa selain ditentukan oleh batas-batas umur, juga ditentukan oleh
status pernikahan, maka dapat ditambahkan bahwa kenakalan remaja
adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mereka yang
berumur antara 13-17 tahun dan belum menikah.
20
4.) Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja, atau dapat
juga dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok remaja.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri remaja yang
berperilaku nakal/delinquen berbeda dengan anak yang tidak berperilaku nakal
dalam hal struktur intelektual, perbedaan fisik dan psikis serta ciri-ciri individual.
Kemudian kenakalan tersebut di lakukan oleh remaja yang berusia 13-17 tahun
atau yang belum menikah.
f. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan seorang anak dalam rangka mencari
jati dirinya sebagai seorang individu. Masa ini penuh dengan gejolak sebagai
akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa ini tidak diiringi dengan
bimbingan dan pengarahan dari orang tua, maka remaja tersebut dapat melangkah
pada tindakan atau perilaku yang menyimpang atau biasa dikenal dengan
kenakalan remaja. Menurut Y Bambang Mulyono (1998:22) :
Bentuk-bentuk kenakalan remaja dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1.) Kenakalan remaja yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran
hukum.
2.) Kenakalan yang digolongkan dalam pelanggaran terhadap hukum dan
mengarah pada tindakan kriminal.
Berikut ini disebutkan beberapa jenis kenakalan remaja yang dapat dikategorikan
sebagai tindakan kenakalan remaja :
1.) Kenakalan remaja yang tidak digolongkan kepada pelanggaran hukum atau
kenakalan ringan antara lain :
a. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau
menutup kesalahan.
b. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan sekolah.
c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan
orang tua.
d. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah
menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
21
e. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga
mudah terangsang untuk mempergunakannya.
f. Bergaul dengan teman yang memberikan pengaruh buruk, sehingga mudah
terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
g. Berpesta pora tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan
yang kurang bertanggung jawab ( amoral dan asusila )
h. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang
tidak sopan, yang tidak senonoh.
i. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, baik dengan tujuan ekonomis
maupun tujuan yang lain.
j. Berpakaian yang tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap
ganja sehingga merusak dirinya, dll.
2.) Kenakalan yang dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum dan mengarah
pada tindakan kriminal, seperti :
a. Berjudi sampai mempergunakan uang dan benda lain untuk taruhan.
b. Mencuri, mencopet, menjabret, merampas dengan kekerasan atau tanpa
kekerasan.
c. Penggelapan barang
d. Penipuan dan pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi
e. Pelanggaran tata susila dan tindakan anti sosial
f. Pengguguran kandungan
g. Pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatlkan kematian seseorang.
Sudarsono (1995:16) membedakan bentuk-bentuk kenakalan remaja
berdasarkan tingkatannya, “Kenakalan remaja dapat diklasifikasikan dalam
berbagai tingkatan yaitu tingkat sangat berat, berat dan ringan”. Jenis kenakalan
yang termasuk dalam ketiga tingkatan tersebut antara lain :
1. Kenakalan dengan tingkat sangat berat
a) Pembunuhan dengan rencana dan sengaja
b) Penganiayaan dengan rencana
c) Pencurian dengan kekerasan (perampokan)
d) Pencurian berat dan ringan
22
2. Kenakalan dengan tingkat berat
a) Penipuan dengan segala bentuk manifestasinya (penipuan barang,
penipuan upah kerja, pemalsuan tanda tangan)
b) Pemalsuan surat dan materai
c) Perjudian dengan segala bentuk manifestasinya serta perjudian dengan
cara undian
d) Penyalahgunaan obat bius untuk melakukan kejahatan
e) Pemerkosaan
3. Kenakalan dengan tingkat ringan
a) Minum-minuman keras
b) Menentang orangtua/wali
c) Pergi tanpa pamit atau izin dari orang tua
d) Suka keluyuran
e) Berpakaian tidak sopan/tidak senonoh
f) Membolos sekolah/menentang guru
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
yang di maksud dengan kenakalan remaja adalah perbuatan anak yang melanggar
norma-norma, baik norma sosial, norma hukum, dan norma kelompok, dan
merupakan ekspresi diri yang berlebihan yang disebabkan oleh kondisi fisik dan
psikis yang belum stabil. Berdasarkan pendapat di atas penulis dapat di simpulkan
bahwa tindakan kenakalan remaja dibedakan menjadi dua yaitu yang dapat
digolongkan sebagai pelanggaran hukum dan tidak dapat digolongkan sebagai
pelanggaran hukum. Kenakalan yang tidak dapat digolongkan sebagai
pelanggaran hukum meliputi tindakan kenakalan yang masih dalam taraf ringan.
Tindakan kenakalan berat dan sangat berat dapat digolongkan sebagai
pelanggaran hukum. Secara umum tindakan kenakalan yang dilakukan remaja
yang bersekolah belum dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum karena
kenakalan yang dilakukan biasanya masih merupakan jenis kenakalan yang
ringan.
23
g.
Penyebab Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja dapat muncul karena disebabkan oleh beberapa faktor.
Menurut Kartini Kartono (1992:112), “Kenakalan remaja disebabkan oleh adanya
dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal”. Faktor internal ialah faktor yang
datangnya dari diri manusia tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab kenakalan yang datang dari
luar individu yaitu lingkungan sekitar.
1) Faktor dari dalam (internal)
Faktor yang berasal dari dalam diri remaja tanpa ada pengaruh dari
lingkungan sekitar. Penyebab kenakalan remaja yang berasal dari dalam diri
remaja antara lain sebagai berikut :
a) Kepribadian
Kepribadian sangat menentukan remaja dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Pribadi yang terbuka akan mudah bergaul dan pribadi yang
tertutup akan menutup diri dan lebih kaku dalam bergaul.
b) Intelegensi
Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi tertentu
dan untuk mengetahui atau memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sesuai dengan kemampuan pada umumnya.
c) Jenis kelamin
Dalam hal jenis kelamin, kecenderungan untuk melakukan kenakalan
banyak dilakukan oleh remaja putra walaupun untuk sekarang ini remaja putri
juga banyak melakukan kenakalan.
d) Kedudukan anak dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga adalah urutan kelahiran seorang anak
dalam keluarga, bisa anak sulung, tengah, bungsu, ataupun anak tunggal.
2) Faktor dari luar (eksternal)
Yaitu faktor penyebab kenakalan yang berasal dari luar remaja atau
lingkungan sekitar remaja tersebut. Lingkungan yang menjadi penyebab
kenakalan remaja antara lain sebagai berikut :
a) Lingkungan keluarga
24
Keluarga merupakan wadah pertama yang merupakan dasar bagi
perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak. Kebiasaan dan adat istiadat
orangtua memberikan pengetahuan dasar bagi anak dalam menempuh kehidupan
yang lebih besar. Keadaan keluarga yang tidak menjamin keselarasan dalam
hubungan akan berdampak buruk terhadap anak dan akan menghasilkan
kenakalan.
b) Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai tempat mencari
pengetahuan dan pengalaman. Faktor lingkungan sekolah ini meliputi temanteman sekolah, pengajar dan karyawan, sistem pengajaran dan kurikulum dan
kondisi sekolah. Kondisi sekolah dan sistem pengajarannya yang tidak
menguntungkan anak mungkin menjurus kepada kenakalan anak. Mereka merasa
bosan akan pelajaran yang tidak menarik, sehingga sering tidak mencapai hasil
yang baik. ketidakpuasan anak kepada sekolahan sering mengakibatkan anak
meninggalkan sekolah atau membolos. Kesempatan ini bisa diisi anak dengan
keluyuran atau bergabung dengan anak tidak sekolah untuk berbuat yang jahat.
c) Lingkungan masyarakat
Remaja sebagai anggota masyarakat akan selalu mendapatkan pengaruh
dari masyarakat dan lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Namun perubahan yang dominan adalah adanya akselerasi perubahan sosial yang
ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menimbulkan ketegangan, misalnya
adanya persaingan dalam bidang ekonomi, semakin meningkatnya pengagguran,
mass media. Lingkungan masyarakat yang kurang baik akan berdampak kurang
baik pula bagi remaja, misalnya lingkungan yang masyarakatnya suka berjudi,
minum-minuman keras, suka berkelahi akan mempengaruhi remaja untuk
mengikuti perbuatan serupa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa timbulnya kenakalan
remaja dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam yaitu faktor
(kepribadian, intelegensi, jenis kelamin dan kedudukan sosial anak dalam
keluarga) dan faktor dari luar (faktor keluarga, sekolah dan masyarakat).
25
h. Usaha Penanggulangan Kenakalan Remaja
Remaja memiliki emosi yang sangat stabil dan sering berubah-ubah,
remaja cepat sekali tersinggung jika mendapat larangan. Maka dengan itu dalam
menanggulangi kenakalan remaja diperlukan kesabaran dan berhati-hati. Singgih
D Gunarsa (1991:140), “dalam penanggulangan kenakalan remaja ada tiga tahap,
yaitu : preventif, represif dan kuratif”.Penjelasannya sebagai berikut :
1) Usaha Preventif
Yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalan.
Pencegahan dilakukan dengan usaha pembinaan yang terarah pada remaja
sehingga keseimbangan diri akan dicapai dan pada akhirnya dapat tercipta
hubungan yang serasi antara aspek rasio dan emosi.
2) Tindakan Represif
Yaitu usaha mengatasi kenakalan remaja yang melakukan pelanggaran
norma-norma sosial dan moral dengan mengadakan hukuman terhadap setiap
perbuatan pelanggaran tersebut.
3) Tindakan Kuratif
Yaitu usaha penanggulangan kenakalan remaja yang dilakukan setelah
usaha preventif maupun represif dilakukan tapi tidak membuahkan hasil. Usaha
yang dilakukan adalah dengan cara memberikan pendidikan lagi sampai perilaku
remaja tersebut berubah. Pendidikan di ulangi dengan pembinaan khusus.
Misalnya ke psikolog maupun pekerja sosial.
Penanggulangan masalah kenakalan remaja ini demikian sulit karena
permasalahan bertaut satu sama lain. Hal ini dapat dipahami mengingat interaksi
dalam masyarakat merupakan suatu sistem. Menurut B. Simadjuntak (1981:292) ,
“secara umum ada tiga usaha penanggulangan kenakalan remaja, yaitu usaha
pencegahan, usaha penindakan, dan usaha khusus (rehabilitasi)”. Dari sekian luas
penanggulangan yang dapat dilakukan bisa dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pencegahan
a) Usaha pencegahan yang bersifat umum
Berupa pemberian pendidikan prenatal kepada ibu (calon ibu), pemberian
pendidikan mental spiritual bagi agama, pendidikan yang bersifat peningkatan
26
ketrampilan dan kecerdasan dalam lingkungan keluarga, integrasi yang baik antar
media massa agar memilih materi yang baik dalam sajian-sajiannya. Selain itu
yang paling penting adalah penyediaan sekolah yang baik, yang dapat membawa
remaja kearah pemahaman tentang remaja adalah calon pemimpin bangsa.
b) Usaha perbaikan lingkungan serta kondisi sosial
Perbaikan yang membantu terciptanya pertumbuhan remaja yang sehat
fisik dan psikis. Hal ini menyangkut perbaikan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Walaupun tidak semua pengaruh dari lingkungan akan bersemi dalam diri remaja,
tetapi akan lebih baik tindakan untuk menghindari daripada mengobati.
Penempatan diskotik, klub malam hendaknya tidak berdekatan dengan lingkungan
pendidikan agar para remaja tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal tidak baik.
c) Usaha pengadaan sarana vital dalam menunjang pembinaan mental
Pembangunan tempat-tempat seperti gedung olah raga, gedung pemuda,
tempat pertunjukkan dan sebagainya sangat berguna untuk menyalurkan hasrat
remaja untuk berekspresi agar mereka tidak salah dalam menyalurkan hasrat
mereka itu.
d) Usaha yang bersifat khusus
Usaha ini bertujuan untuk menegakkan ketertiban umum, pemberian
penyuluhan dan bimbingan bagi remaja, pendidikan khusus bagi remaja yang
frekuensi menyimpangnya tinggi.
2. Usaha Penindakan (represif)
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat
dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.
Di rumah dan dalam lingkungan keluarga, remaja dapat mentaati peraturan tata
cara yang berlaku. Disamping peraturan tentu perlu adanya semacam hukuman
yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga.
Sedangkan di lingkungan sekolah kepala sekolahlah yang berwenang dalam
pelaksanaan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa
hal guru juga berhak bertindak. Usaha yang perlu di lakukan adalah langkah
antisipasi dengan memberi pembinaan yang baik untuk remaja.
27
3. Usaha Khusus (rehabilitasi)
Biasanya usaha ini dilakukan setelah usaha represif, bilamana mengingat
perlu rehabilitasi. Bimbingan diberi baik bagi remaja, orangtua, pengasuh
sehingga mereka memiliki kesamaan irama dalam memberi perlakuan terhadap
remaja yang bermasalah. Usaha ini dapat berbentuk reedukasi dalam pendidikan
khusus remaja nakal, pengembalian ke masyarakat setelah mematangkan sikap
masyarakat penerima, penyaluran ke pendidikan dan pekerjaan, pengawasan
khusus.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha
penanggulangan kenakalan remaja yaitu usaha preventif, represif, kuratif dan
rehabilitasi. Maka penanggulangan masalah kenakalan remaja ini perlu
ditekankan bahwa segala usaha harus ditujukan kearah tercapainya kepribadian
yang mantap, serasi dan dewasa. Remaja diharapkan menjadi orang dewasa yang
berkepribadian kuat, sehat jasmani, rohani, kuat iman sebagai anggota
masyarakat, bangsa dan tanah airnya.
i. Cara Mengukur Kenakalan Remaja
Dalam penelitian ini variabel kenakalan remaja akan diukur dengan
menggunakan angket. Sebelum angket dibuat, harus ditentukan terlebih dahulu
indikator-indikatornya, yaitu sebagai berikut :1) Berkata-kata kasar atau kotor, 2)
Berbohong, 3) Keluyuran, 4) Menentang orangtua, 5) Mencuri / merampas, 6)
Tawuran, 7) Membawa senjata tajam, 8) Meminum-minuman keras, 9) Berjudi,
10) Tindakan pornografi, 11) Membawa kaset atau gambar pornografi.
Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator
akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur
variabel kenakalan remaja.
28
2. Tinjauan Tentang Status Sosial Ekonomi Orang Tua
a. Status Sosial Ekonomi Orang Tua
1) Status
Pengertian istilah status menurut Hendro Puspito (1989:103) berasal dari
bahasa Latin “stare” yang artinya berdiri. Selanjutnya pengertian ini
(status=berdiri) disamakan artinya dengan istilah kedudukan, yang maksudnya
adalah status seseorang itu merupakan kedudukan atau posisi seseorang dalam
suatu kelompok sehubungan dengan orang lainnya atau masyarakat di
sekelilingnya dimana ia berada dan disitulah ia bergantung kepada orang-orang di
sekitarnya.
Menurut Phil Astrid S.Susanto (1999:75), “status merupakan kedudukan
objektif yang memberi hak dan kewajiban kepada yang menempati kedudukan
tadi”. Tentang status ahli lain seperti Soerjono Soekanto (1996:42) memberikan
konsep mengenai status sebagai berikut :
“ Tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan
dengan orang orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat
suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam
yang lebih besar lagi. Status atau kedudukan sosial artinya tempat
seseorang secara umum di dalam masyarakatnya sehubungan dengan
orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisnya dan hakhak serta kewajibannya”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa status adalah
keadaan atau kedudukan seseorang dalam kelompok yang membedakan hak dan
kewajiban seseorang tersebut dengan orang-orang di lingkungan (kelompok)
dimana ia berada.
2) Status Sosial
Kata social berasal dari bahasa Latin “socius” yang artinya kawan atau
teman dan “sociates” yang maknanya adalah masyarakat. Gerungan (1996:72)
menjelaskan bahwa “yang dimaksud situasi sosial adalah setiap situasi dimana
saling berhubungan antara manusia satu dengan manusia lain”. Berarti sosial
adalah suatu keadaan dimana manusia saling berhubungan dengan manusia yang
lain dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial maka ia akan
29
berintegrasi dengan lingkungan yang ada di sekelilingnya dan keluarga
merupakan bentuk sosial pertama kehidupan anak dimana didalamnya akan
terbentuk adanya situasi sosial. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan
status sosial adalah kedudukan individu dalam masyarakat hubungannya dengan
orang lain atau kelompok lain dalam menjalankan peran di masyarakat.
3) Status Ekonomi
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani “oikonomis” yang terdiri dari
kata “oikos” yang berarti rumah tangga dan kata “nomos” yang berarti aturan.
Sunarjadi Prawirodiharjo (1980:5) menjelaskan “ Ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari tentang usaha manusia untuk mencapai kemakmuran, yaitu usaha
supaya dapat memenuhi kebutuhannya”. Status ekonomi merupakan salah satu
bentuk dari stratifikasi sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial dalam
masyarakat mencakup berbagai dimensi antara lain berdasarkan usia, jenis
kelamin, agama, kelompok etnis, kelompok ras, pendidikan formal, pekerjaan dan
ekonomi.
Menurut Weber dalam Kamanto Sunarto (1999:112) kelas ditandai oleh
beberapa hal, antara lain “kelas merupakan sejumlah orang yang mempunyai
persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib”. Peluang untuk hidup
orang-orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan
atas barang serta kesempatan untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran
komoditi atau pasaran kerja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa status ekonomi adalah
kedudukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun beberapa
kriterium tinggi rendahnya status ekonomi dalam penelitian ini adalah pekerjaan,
besarnya anggota keluarga, pola konsumsi, tingkat kesejahteraan keluarga,
keadaan rumah beserta perabotnya.
a. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan aktifitas sehari-hari untuk mempertahankan hidup
dengan tujuan memperoleh taraf hidup yang lebih baik dari hasil pekerjaan
30
tersebut. Sebaran pekerjaan angkatan kerja dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu
lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan.
1) Lapangan pekerjaan
Sebaran angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan menggambarkan di
sektor produksi apa saja maupun dimana saja para pekerja menyandarkan
sumber nafkahnya.
2) Status pekerjaan
Sebaran menurut status pekerjaan menjelaskan kedudukan pekerja di dalam
pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan.
3) Jenis pekerjaan
Sebaran menurut jenis pekerjaan menunjukkan kegiatan kongkret apa yang
dikerjakan oleh pekerja yang bersangkutan. Menurut catatan Biro Pusat
Statistik (2004) lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan
dikualifikasikan dalam Tabel I, sebagai berikut :
Tabel 1. Lapangan, Status dan Jenis Pekerjaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Lapangan Pekerjaan
Pertanian, kehutanan,
perkebunan, peternakan
dan perikanan.
Pertambangan,
penggalian.
Industry pengolahan.
Listrik, gas dan air
Bangunan
Perdagangan besar,
eceran, rumah makan
dan hotel.
Angkutan, pergudangan
dan komunikasi.
Keuangan,asuransi, sewa
bangunan, tanah dan jasa
perusahaan.
Jasa kemasyarakatan.
1.
2.
3.
4.
5.
Status Pekerjaan
Berusaha sendiri
tanpa dibantu orang
lain.
Berusaha dengan
dibantu anggota
keluarga / buruh
tidak tetap.
Berusaha dengan
buruh / pekerja
tetap.
Buruh / karyawan /
pegawai.
Pekerja keluarga.
Jenis Pekerjaan
1. Tenaga
professional,tekni
si dan yang
sejenisnya.
2. Tenaga
kepemimpinan
dan
ketatalaksanaan.
3. Tenaga usaha
penjualan.
4. Tenaga usaha
jasa.
5. Tenaga usaha
pertanian,
kehutanan,
perkebunana dan
perikanan.
6. Tenaga produksi.
7. Tenaga operator.
8. Pekerja kasar.
31
b. Tingkat Penghasilan
Menurut Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers (1982:8) “Tingkat
penghasilan adalah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga beserta anggota
keluarganya yang bersumber dari sektor formal, sektor informal dan sektor
subsistem dalam waktu satu bulan yang diukur berdasarkan rupiah”.
Pada umumnya tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu
faktor penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan meeka. Tinggi
rendahnya taraf hidup seseorang tergantung pada tinggi rendahnya penghasilan
seseorang, makin banyak penghasilan seseorang makin tinggi taraf hidupnya.
Menurut Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers (1982:292) cara
menghitung pendapatan atau penghasilan tersebut dapat dihitung berdasarkan
tiga sumber utama yaitu :
1) Pendapatan tetap (formal), yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil
pekerjaan pokok.
2) Pendapatan tidak tetap (informal), yaitu pendapatan yang diperoleh dari
hasil pekerjaan sampingan.
3) Pekerjaan subsistem, yaitu pendapatan yang tidak dengan uang atau tanpa
menukar barang.
c. Jumlah Anggota Keluarga
Bentuk keluarga pada umumnya terdiri dari seorang suami, seorang istri
dan anak-anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama atau biasa
disebut sebagai keluarga inti. Menurut Munandar Soelaeman (2001:115),
“Keluarga diartikan sebagai suatu satuan terkecil yang memiliki manusia
sebagai makhluk sosial yang ditandai adanya kerjasama ekonomi”. Besarnya
anggota keluarga akan ikut menentukan besar kecilnya kegiatan dalam
subsistem dan pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan konsumsi. Perilaku
konsumsi dipengaruhi beberapa variabel yang relevan seperti pendapatan
(income), jumlah anggota keluarga (family size), jumlah anak (the number of
children) dan sebagainya.
d. Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Kesejahteraan atau keadaan tidak miskin merupakan keinginan lahiriah
setiap orang. Keadaan semacam ini barulah sekedar memnuhi kepuasan hidup
32
manusia sebagai mahkluk individu, padahal disamping sebagai makhluk
individu manusia juga merupakan makhluk sosial.
Penilaian kesejahteraan penduduk tidak cukup hanya dengan melihat
besar kecilnya pendapatan tetapi harus pula memperhatikan distribusi
pendapatan di kalangan penduduk. Tolak ukur mengenai kesejahteraan
(sekaligus kemiskinan) penduduk baik yang berpendekatan ekonomi maupun
sosial.
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2004 dikutip oleh Ika Rusmawati (2006:15), maka
keluarga sejahtera dikelompokkan atas lima tahap dilihat dari segi tahapan
pencapaian kesejahteraannya, yaitu :
1) Keluarga Pra Sejahtera
a) Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya
b) Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari
c) Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk
dirumah, bekerja, sekolah dan berpergian.
d) Bagian terluas dari rumah berlantai tanah.
e) Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
2) Keluarga Sejahtera Tahap I
a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama
b) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
c) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah,
bekerja, sekolah dan berpergian.
d) Bagian lantai yang luas bukan dari tanah.
e) Anak sakit atau PUS ingin ber KB dibawa ke sarana kesehatan.
3) Keluarga Sejahtera tahap II
a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama secara
teratur.
b) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging, ikan atau telur.
c) Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru.
d) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.
e) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan dapat
melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing.
f) Ada anggota keluarga umur 15 tahun keatas berpenghasilan tetap.
g) Anggota keluarga umur 10 – 60 tahun bisa baca tulis latin.
h) Anak umur 7 – 15 tahun bersekolah.
i) PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai kontrasepsi.
4) Keluarga Sejahtera Tahap III
a) Berupaya meningkatkan pengetahuan agama
b) Sebagian penghasilan keluarga ditabung
33
c) Kebiasaan keluarga makan bersma paling kurang sekali sehari dan
dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
d) Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat
tinggal.
e) Keluarga berekreasi di luar rumah paling kurang sekali dalam enam
bulan.
f) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar, radio, tv dan majalah.
g) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi setempat.
5) Keluarga Sejahtera tahap III Plus
a) Keluarga secara teraur dengan sukarela memberikan sumbangan
materiil untuk kegiatan sosial.
b) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan atau
yayasan atau institusi masyarakat.
e. Pola Konsumsi
Pola konsumsi atau bentuk penggunaan suatu bahan atau barang dapat
dilihat melalui alokasi konsumsinya. Semakin sejahtera penduduk semakin
kecil pengeluaran konsumsinya untuk bahan pangan. Alokasi pengeluaran
konsumsi masyarakat secara garis besar digolongkan ke dalam dua kelompok
penggunaan yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeleuaran bukan
makanan.
Dalam perekonomian yang taraf perkembangannya masih rendah,
sebagian besar pendapatan dikeluarkan untuk pembelian makanan dan pakaian
sebagai keperluan sehari-hari yang paling pokok. Pada tingkat perkembangan
ekonomi yang lebih maju pengeluaran untuk pembelian makanan bukan lagi
merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga, sedangkan
pengeluaran-pengeluaran lain seperti untuk pendidikan, perumahan dan
rekreasi menjadi bertambah penting. Pendapatan yang tidak dikonsumsi
disisihkan untuk ditabung. Penabungan ini dilakukan untuk memperoleh
bungan atau deviden dan dana dalam menghadapai kemungkinan kesusahan
dimasa depan.
f. Kondisi Rumah
Rumah adalah tempat untuk tumbuh dan berkembang baik secara
jasmani, rohani dan sosial. Sesuai fungsinya rumah adalah sebagai tempat
tinggal dalam satu lingkungan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
34
yang diperlukan manusia sehingga rumah diharapkan memberi ketentraman
hidup, pengamanan dan pusat kegiatan sosial.
Rumah merupakan salah satu alat untuk mengekspresikan status
seseorang termasuk bentuk dan lokasinya. Rumah juga merupakan suatu
indicator penting untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk dan biasanya
mencerminkan pula tingkat pendapatan dan pengeluaran suatu rumah tangga
terutama di kota, karena itu tempat tinggal merupakan suatu faktor yang
memegang peranan penting dalam hubungannya dengan kebutuhan rumah
tangga.
Pada umumnya bentuk atau tipe rumah yang biasa ditinggali penduduk
Indonesia adalah rumah gubug, tidak permanen, semi permanen dan permanen.
Keempat bentuk rumah tersebut dapat dilihat berdasarkan konstruksi
bangunannya.
Konstruksi rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Konstruksi bangunan tidak permanen yaitu :
a) Dinding luar bambu atau kayu dengan pemisah ruangan dari bamboo
atau tanpa pemisah ruangan.
b) Lantai tanah atau bambu
c) Atap dari daun atau rumbia.
2) Konstruksi bangunana semi permanen yaitu :
a) Dinding luar tembok dengan pemisah ruangan dari triplek atau bamboo,
dinding luar setengah tembok.
b) Lantai semua
c) Atap dari genteng atau asbes.
3) Konstruksi bangunan permanen yaitu :
a) Dinding luar dari tembok atau beton
b) Lantai dari tegel atau semen
c) Atap dari genteng atau asbes.
g. Kepemilikan Barang-barang
Disamping tipe atau konstruksi bangunan rumah, bentuk dan letaknya
maka isi rumah atau perabot rumah seperti almari, meja, radio, TV, peralatan
35
elektronik lainnya, dan kendaraan juga dapat dijadikan tolak ukur tingkat
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Di pedesaan selain kepemilikan
perabot rumah tangga seperti tersebut diatas yang juga dapat diperhitungkan
dalam mencerminkan tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga adalah
jumlah dan macam kepemilikan hewan piaraan atau ternak seperti sapi, kerbau,
kuda, kambing, itik dan ayam.
h. Luas Lahan
Indonesia adalah Negara agraris, karena sebagian besar wilayah di
Indonesia sawah. Mata pencaharian masyarakat Indonesia mayoritas sebagai
petani. Terutama di daerah jawa, mayoritas penduduknya bekerja sebagai
petani.
Sayogya dalam Kamanto Sunarto (1999:110) membagi petani miskin di
Jawa dalam tiga lapisan yaitu :
1) Petani lapisan III (kaya) : yang luas tanahnya di atas 0,5 ha
2) Petani lapisan II (sedang) : yang luas tanahnya antara 0,25 – 0,5 ha
3) Petani lapisan I (miskin) : yang luas tanahnya dibawah 0,25 ha atau buruh
tani yang tidak memiliki tanah.
4) Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Berdasarkan pengertian tentang status sosial dan status ekonomi diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah
kedudukan orangtua dalam hubungannya dengan orang lain atau masyarakat
mengenai kehidupan sehari-hari dan cara mendapatkannya serta usaha memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.
Konsep status social ekonomi menurut Mifflen sebagai berikut :
“ Status social ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam suatu
rangkaian strata yang tersusun secara hierarkis yang merupakan kesatuan
seimbang dari hal-hal yang menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya
dikenal sebagai previlese (kekayaan, pendapatan, barang-barang
konsumsi), prestise (status serta gaya hidup), dan kekuasaan”.( Mifflen &
Mifflen,1986 ).
Dari pendapat di atas diartikan bahwa status sosial ekonomi terdiri dari
priviliese yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang, penghasilan, barang-barang
yang dimiliki dan yang digunakan, kemudian adanya prestise yaitu gaya hidup
serta kekuasaan. Semua itu menentukan status sosial ekonomi seseorang di
36
masyarakat, jika previlese dan prestise tinggi maka mendapatkan kekuasaan dan
penghormatan yang tinggi dari masyarakat, tetapi jika previliese dan prestise
rendah, maka tidak adanya kekuasaan yang diperoleh. Dapat disimpulkan bahwa
status social ekonomi orang tua adalah kedudukan orang tua dalam suatu
masyarakat yang diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, berkaitan pula dengan hak dan kewajiban serta
segala sesuatu di lingkungan masyarakat sekitar.
b. Faktor-faktor yang Menentukan Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Status sosial ekonomi ditinjau secara sosio-kultural ditentukan oleh
beberapa faktor faktor yaitu: kelahiran, unsur-unsur biologi (jenis kelamin dan
keturunan), harta kekayaan, pekerjaan dan peran dalam masyarakat. Status
merupakan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan peran.
Menurut Nasikun (1994:24) kedudukan sosial dalam masyarakat ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1)
2)
3)
4)
5)
Faktor Kelahiran (birth)
Unsur-unsur biologis (biological properties)
Faktor harta kekayaan (fortune)
Faktor pekerjaan (profession)
Faktor peran (role)
Dari pengertian di atas dapat peneliti jelaskan satu persatu sebagai berikut :
1) Kelahiran (birth)
Keluarga
merupakan
institusi
pertama
dan
utama
dalam
memperkenalkan system nilai yang berkembang dalam masyarakat, termasuk
status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut.
2) Unsur biologis (biological properties)
Jenis kelamin dan garis keturunan juga ikut menentukan kedudukan
seseorang baik secara individu maupun kelompok.
3) Harta kekayaan (fortune)
Dalam hal ini akan sangat tampak perbedaan antara golongan yang
mempunyai kekayaan (orang kaya) dengan golongan yang tidak punya (orang
miskin), karena orang kaya akan mendapat kedudukan dan penghormatan yang
37
lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang miskin, bahkan tidak jarang
ditemui dalam suatu masyarakat jika golongan orang miskin dituntut untuk
menghormati golongan orang kaya.
4) Pekerjaan (profession)
Pekerjaan yang dinilai memerlukan pemikiran akal (otak) umumnya
lebih dihargai dan dianggap berkedudukan lebih tinggi dari pada pekerjaan
tangan (kasar). Dalam masyarakat modern, ijasah yang diraih juga termasuk
faktor penting dalam menentukan jenis pekerjaan dan kedudukan.
5) Peran (role)
Peran seseorang dalam masyarakat akan mempengaruhi penghargaan
dan penghormatan seseorang dalam masyarakat. Orang yang memiliki
kewenangan dan tanggung jawab dalam kegiatan kemasyarakatan akan
ditempatkan pada status yang lebih tinggi pada masyarakatnya.
Menurut Gerungan (1996:183) mengatakan, “yang menjadi kriteria tinggi
rendahnya status sosial ekonomi dalam masyarakat antara lain: tempat tinggal
(rumah), penghasilan keluarga dan beberapa kriteria lainnya yang berkaitan
dengan kesejahteraan keluarga”.
Menurut Soerjono Soekanto (1996:237)mengatakan, “status sosial
ekonomi seseorang di ukur dari: (1) Ukuran kekayaan, (2) Ukuran kekuasaan, (3)
Ukuran kehormatan, (4) Ukuran Ilmu Pengetahuan”.
Dari pengertian di atas dapat peneliti jelaskan satu persatu sebagai berikut :
1) Ukuran kekayaan
Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda atau materi oleh
seseorang. Ukuran kekayaan dapat dilihat dari bentuk dan luas rumah yang
bersangkutan, luas kepemilikan tanah, kepemilikan barang berharga serta
fasilitas-fasilitas yang ada.
2) Ukuran kekuasaan
Ukuran kekuasaan merupakan wewenang atau kewenangan yang
dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam masyarakat, lembaga atau
suatu perusahaan dipimpin.
3) Ukuran kehormatan
38
Ukuran kehormatan berkaitan dengan kewibaan yang dimiliki
seseorang karena pembawaan atau kedudukan atau hal lain yang dianggap oleh
orang lain sebagai sesuatu yang terpandang. Umumnya mereka adalah
golongan tua dan mereka yang pernah berjasa pada masyarakat.
4) Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan dapat dilihat dari sesuatu diperoleh seseorang
melalui proses belajar dalam proses pendidikan baik pendidikan formal dan
informal.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa untuk mengukur tinggi rendahnya
status sosial ekonomi orangtua adalah pendidikan orangtua, pekerjaan dan
penghasilan orangtua, pemilikan barang atau kekayaan, jumlah anggota keluarga
dan macam kebutuhan. Aspek-aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri, artinya
bahwa untuk menetapkan tingkat atau status sosial ekonomi orangtua tidak hanya
melihat satu aspek saja, melainkan kita harus menghubungkan satu aspek dengan
aspek lain. Pendidikan orangtua, tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang
dimiliki atau dicapai oleh orangtua dimungkinkan akan membawa pengaruh
kepada anak-anaknya. Pekerjaan dan penghasilan orangtua menentukan terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan keluarga. Sedangkan materi atau kekayaan merupakan
petunjuk tingkat kemakmuran suatu keluarga.
Dari uraian di atas, maka ada tiga faktor utama yang menentukan status
sosial ekonomi seseorang yaitu :
a) Pendidikan
b) Pekerjaan dan penghasilan
c) Sosial
Masing-masing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a)
Pendidikan
Pendidikan mempunyai peranan sangat besar di dalam membentuk
tingkah laku seseorang., karena salah satu faktor yang penting dari usaha
pendidikan adalah pembentukan watak seseorang dimana watak seseorang
akan berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Seseorang yang mempunyai
tingkat pendidikan tinggi, biasanya memiliki intelektual yang lebih baik,
39
dapat berfikir kritis yang akan memberikan prasyarat untuk meningkatkan
kualitas hidupnya.
Pendidikan menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:70)
menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung
seumur hidup”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada
hakekatnya adalah usaha secara sadar dan sengaja dilakukan oleh seseorang
untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam usaha mencapai
kedewasaan yang berlangsung secara terus menerus.
Menurut bentuknya pendidikan dibedakan menjadi tiga :
(1)Pendidikan formal, adalah cara pendidikan yang terselenggara melalui
sekolah-sekolah, melalui jenjang tertentu atau bertingkat. Seperti pendapat
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:162) menyatakan “sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal perlu diketahui dikatakan formal karena
sekolah atau tempat tertentu, teratur, sistematis mempunyai jenjangjenjang dan dalam kurun waktu serta berlangsung mulai TK sampai
Perguruan Tinggi”.
Menurut Crow and Crow dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati
(1991:96) jenjang atau tingkat pendidikan meliputi :
(a) Tingkat pendidikan Taman kanak-kanak nol kecil disebut
Nersey Education
(b) Tingkat pendidikan Taman kanak-kanak nol besar disebut
Intant Education
(c) Tingkat pendidikan dasar disebut Elementary Education
(d) Tingkat pendidikan SMTP disebut Yunior High School
(e) Tingkat SMTA disebut Senior High School
(f) Tingkat sekolah tinggi disebut Unversity.
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa jenjang pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah adalah jenis pendidikan formal,
sedangkan jenjang pendidikan formal itu mulai dari TK sampai Perguruan
Tinggi.
40
(2) Pendidikan Non Formal adalah cara pendidikan yanga da di luar sekolah
yang masih terencana dengan tujuan tertentu. Jenjang pendidikan ini
terjadi di luar kerangka pendidikan sekolah. Pendidikan non formal dapat
dilihat pada penyelenggara kursus dan upaya pemberantasan buta huruf.
Semua penyelenggara pendidikan non formal bertujuan menambah
pengetahuan dan ketrampilan masyarakat agar mempunyai kemampuan
belajar.
(3) Pendidikan Informal adalah cara pendidikan yang pertama kali dialami
oleh manusia, yakni dari lingkungan keluarga. Pendidikan ini terjadi
sepanjang hidupnya yang merupakan pengalaman yang diperoleh di
lingkungan sekitar. Proses pendidikan ini terjadi baik disadari maupun
tidak disadari.
Faktor pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan yang pernah
ditempuh oleh orangtua pada pendidikan formal. Tingkat pendidikan orangtua
sangat mempengaruhi pandangan anak-anaknya dalam menempuh pendidikan
yang akan dijalaninya. Sebab semakin tinggi pendidikan orang tua semakin tinggi
pula kemampuan untuk membimbing dan mengarahkan anaknya untuk melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu di dalam masyarakat maupun dilingkungan sekolahnya.
b) Pekerjaan dan penghasilan
Pekerjaan merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang di suatu tempat untuk menghasilkan barang dan jasa. Pekerjaan
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang. Adanya pekerjaan, maka seseorang akan mengharapkan pendapatan
sehingga imbalan dari kerja seseorang dan merupakan penghasilan keluarga yang
akan menghasilkan sejumlah barang yang dimilikinya.
Kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang menyebabkan tidak
terhitungnya jumlah pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Dimana masingmasing pekerjaan memerlukan bakat, keahlian atau kemampuan yang berbeda
untuk mendudukinya. Seperti yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto
(1990:84) bahwa :
41
Pesatnya kemajuan di segala lapangan seperti: konflik ekonomi, sosial,
perindustrian dan lain-lain menyebabkan tidak terhitungnya jumlah
pekerjaan dimana masing-masing memerlukan bakat dan kemampuan
yang berbeda dari pada pemakainya sehingga spesialisasi dalam lapangan
penghidupan makin diperlukan.
Melihat banyaknya jenis pekerjaan yang ada dalam masyarakat yang tidak
mungkin dibahas satu persatu, maka dalam penelitian ini peneliti menggolongkan
jenis pekerjaan menjadi dua golongan yaitu pegawai yang meliputi pegawai
negeri dan swasta dan non pegawai atau bukan pegawai. Adapun penjelasan dari
masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :
1) Pegawai negeri dan swasta
Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan digaji
menurut Undang-undang yang berlaku.
2) Non pegawai
Jenis pekerjaan non pegawai adalah jenis pekerjaan selain pegawai.
Dengan batasan atau dengan criteria bahwa pekerjaan tersebut tidak
membutuhkan kualifikasi atau standar pendidikan tertentu, tidak
bernaung di bawah suatu instansi, organisasi atau yayasan tertentu
tidak memerlukan jam kerja yang pasti, penghasilan yang diperoleh
sifatnya hanya upah, tidak terikat adanya undang-undang atau
peraturan tertentu. Misalnya kuli bangunan, buruh, pekerja kasar,
tukang becak, pedagang, petani dan lain-lain.
Macam dan jenis pekerjaan yang dilakukan ataupun dimiliki sangat
berpengaruh terhadap kemampuan individu tersebut untuk dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya dan juga akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
status sosial ekonomi di masyarakat.
Penghasilan atau pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang
maupun barang dari hasil sendiri yang dinilai dengan uang. Pendapatan atau
penghasilan yang diterima oleh seseorang dapat diperoleh dari bermacam-macam
sumber, pendapatan pada dasarnya dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu :
42
(1) Pendapatan berupa uang, adalah segala penghasilan berupa uang yang
sifatnya regular dan biasanya dierima sebagai balas jasa. Sumber-sumber
yang utama adalah gaji dan upah, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan
pekerjaan bebas, pendapatan dari penjualan barang atau ternak yang
dipelihara dan sebagainya.
(2) Pendapatan berupa barang adalah penghasilan yang sifatnya regular dan
biasanya diterima dalam bentuk barang dan jasa. Dapat berupa
pembayaran gaji atau upah yang diwujudkan dalam bentuk barang,
misalnya beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan lain-lain.
(3) Lain-lain penerimaan uang dan barang, yang dipakai sebagai pedoman
dalam segala penerimaan yang bersifat transfer redistributif biasanya
membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga, misalnya warisan,
penagihan hutang, kiriman uang dan lain-lain.
Pendapatan yang diperoleh dari suatu pekerjaan akan berkaitan dengan
kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan merupakan
salah satu faktor dalam menentukan kedudukan atau status sosial ekonomi.
1) Sumber Pendapatan Keluarga
Tiap-tiap keluarga dalam memenuhi kebutuhannya memerlukan
pendapatan yang sumbernya berbeda-beda dengan yang lainnya. Mulyanto
Sumardi dan Hans-Dieter Evers (1982:323) mengemukakan “Pendapatan
rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan dari sektor
formal, sektor informal, dan pendapatan dari sektor sub sistem”.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut :
(1) Pendapatan dari sektor formal
Pendapatan sektor formal adalah pendapatan yang diperoleh melalui
pekerjaan pokok. Pendapatan ini dapat berupa uang atau barang yang
sifatnya regular. Sedangkan yang dimaksud sector formal tersebut ialah
sector pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar yang resmi terdaftar
pada pemerintah.
(2) Pendapatan dari sektor informal
43
Pendapatan sector informal adalah segala pendapatan baik berupa uang
atau barang yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi
dari sektor informal. Pendapatan informal ini berupa pendapatan dari usaha
atau hasil usaha, pendapatan dari kerajinan rumah, pendapatan dari
keuntungan sosial.
(3) Pendapatan dari sektor sub sistem
Pendapatan sektor sub sistem merupakan pendapatan yang diperoleh dari
barang yang diproduksi sendiri, dikonsumsi sendiri.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan pokok menurut M. Sumardi dan
Hans-Dieters Evers, (1995:300), “pekerjaan atau jabatan, pendidikan, masa
kerja dan jumlah anggota keluarga”.
Penjelasan faktor-faktor tersebut di atas adalah sebagai berikut :
a) Pangkat atau jabatan
Pangkat atau jabatan dapat dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu pangkat
atau jabatan basah yaitu pangkat atau jabatan yang dianggap banyak
member kesejahteraan kepada para karyawan, misalnya pekerjaan pada
departemen keuangan, perdagangan, dan lain-lain. Pangkat atau jabatan
kering yaitu pangkat atau jabatan yang dianggap kurang member dana
kesejahteraan pada karyawan, misalnya pekerjaan kantor, instansi yang
bernaung di bawah departemen pendidikan, departemen tenaga kerja, dan
sebagainya.
b) Pendidikan
Pendidikan diukur berdasarkan pengalaman pendidikan rendah yaitu
mereka yang lulus SLTP atau sederajat dan pendidikan tinggi yaitu mereka
yang lulus sekolah lanjutan atas atau perguruan tinggi.
c) Masa Kerja
Masa kerja diukur berdasarkan pengelompokan terhadap masa kerja rendah
yaitu masa kerja yang belum mencapai 17 tahun dan masa kerja tinggi yaitu
mereka yang masa kerja 17 atau lebih dimana makin lama makin akan
berpengaruh terhadap gaji pokok para pegawai.
d) Jumlah anggota keluarga
44
Jumlah anggota keluarga kemungkinan dapat meningkatkan pendapatan
karena makin banyak jumlah anggota keluarga makin banyak pula jumlah
keluarga yang ikut bekerja untuk menghasilkan pendapatan, tetapi
kemungkinan juga terjadi bahwa jumlah anggota keluarga yang besar tidak
menambah pendapatan karena makin besar julamh anggota keluarga
mengakibatkan bertambahnya kesejahteraan orang tua untuk mengurus
anaknya.
3) Tingkat Pendapatan
Distribusi pendapatan dalam suatu Negara akan berpengaruh besar pada
munculnya
golongan-golongan
berpenghasilan
rendah,
golongan
berpenghasilan menengah dan golongan berpenghasilan tinggi.
Menurut Badan Pusat Statistik (2009) tingkat pendapatan dapat
dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
1) Golongan sangat tinggi : lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan
2) Golongan tinggi
: Rp. 2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan
3) Golongan sedang
: Rp. 1.500.000,00 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan
4) Golongan rendah
: kurang dari Rp. 1.500.000,00 per bulan
c) Sosial
Kedudukan sosial dalam masyarakat mempunyai peranan yang penting
dalam membentuk tingkah laku, cara bersikap seseorang. Kedudukan sosial juga
dapat mempengaruhi cara pandang orang terhadap pribadi seseorang. Sosial yang
dimaksud dilihat dari kedudukan seseorang dalam suatu pekerjaan yang dimiliki
atau yang dilakukan. Jika seseorang tersebut sebagai pemilik atau kepala dalam
suatu pekerjaan, orang tersebut dapat memiliki kekuasaan dan wewenang lebih
dari bawahannya. Orang tersebut lebih dihormati dan mempunyai wibawa yang
terpandang. Jika hanya sebagai bawahan kemungkinan orang memandangnya
biasa saja. Demikian pula kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat
dilingkungan tempat tinggal, jika orangtua memegang peranan penting dalam
organisasi kemasyarakatan seperti RW, RT dan sebagainya, jika mendapat
kedudukan sebagai ketua, maka orangtua lebih mendapat kehormatan yang tinggi
dibandingkan anggota-anggotanya.
45
Kriteria di atas didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa tingkat
pendidikan seseorang akan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi
bidang lainnya, misalnya seseorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung
untuk menduduki jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi pula. Dengan jabatan
yang tinggi maka seseorang juga akan mendapatkan imbalan yang tinggi,
sehingga pendapatan atau kekayaannya akan semakin bertambah. Selain
pendapatan yang tinggi, seseorang akan mendapat kehormatan yang tinggi dari
pada anggotanya. Dengan demikian aspek-aspek tersebut tidak dapat berdiri
sendiri, artinya untuk menetapkan tingkat atau status sosial ekonomi seseorang
tidak hanya dapat dilihat dari satu aspek saja, melainkan harus menghubungkan
antara aspek yang satu dengan aspek yang lain.
c. Penggolongan Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Menurut Soerjono Soekanto (1996:283), “Pembagian pelapisan sosial
ekonomi dalam masyarakat terbagi menjadi tiga golongan yaitu lapisan atas
(upper class), lapisan menengah (middle class), dan lapisan bawah (lower class)”.
Adapun penggolongan status sosial ekonomi berdasarkan kelas sosial ekonomi
yang ada dalam masyarakat adalah sebagai berikut :
1.) Kelompok Sosial Ekonomi Atas
Yang termasuk dalam kelas ini adalah orang tua yang dapat memenuhi
semua kebutuhan hidup keluarganya baik kebutuhan primer maupun
kebutuhan sekunder, bahkan dapat memenuhi kebutuhan tergolong mewah.
Menurut Solaeman B Taneko (1990:99) “Lapisan ekonomi mampu terdiri
dari pejabat pemerintahan, para dokter dan kelompok professional lainnya”.
2.) Kelompok Sosial Ekonomi Menengah
Orang tua yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang tua dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggunakan penghasilan keluarga
secara ketat terhadap kebutuhan dianggap penting. Soleman B Taneko
(1990:100) menengemukakan “Lapisan ekonomi menengah terdiri dari alim
ulama, pegawai dan kelompok wirausaha”.
3.) Kelompok Sosial Ekonomi Bawah
46
Kelompok yang termasuk kelas ini mengalami kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kebutuhan yang paling sederhana
kadang-kadang masih dapat terpenuhi, akan tetapi ada pula sebagian keluarga
dari kelas ini yang tidak dapat memenuhinya. Sehubungan dengan kelas ini
Soleman B Taneko (1990:100) menengemukakan bahwa, “ lapisan ekonomi
miskin terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruhburuh yang sejenis”.
d. Peranan Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Status sosial ekonomi orang tua sangat berpengaruh dalam berbagi aspek
kehidupan dari suatu keluarga karena status sosial ekonomi orang tua memegang
peranan penting dalam keluarga.
Keadaan
ekonomi
keluarga
juga
dapat
berpengaruh
terhadap
perkembangan pendidikan anak. Ini dapat diartikan bahwa sikap, cita-cita, minat
anak pada suatu obyek akan dipengaruhi oleh keadaan ekonomi orang tuanya.
Seperti dikemukakan Gerungan (1996:102) bahwa “Dengan kondisi ekonomi
keluarga yang cukup ia akan mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk
mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan
apabila tidak ada alat-alatnya”.
Dari pendapat tersebut diatas dapat diartikan bahwa anak-anak yang
berasal dari keluarga ekonominya cukup, kebutuhan-kebutuhan pokok tersedia
dan mempunyai fasilitas lengkap, mempunyai sikap, cita-cita dan minat berbeda
dengan anak yang berasal dari keluarga tingkat ekonominya rendah, sehingga
anak yang memiliki orang tua dengan status ekonomi tinggi mempunyai
kesempatan mengembangkan kemampuannya daripada anak yang berasal dari
keluarga tingkat ekonominya rendah, karena anak dengan orang tua berstatus
ekonomi rendah tidak memiliki fasilitas yang dibutuhkan untuk mengembangkan
kemampuannya. Keadaan status sosial ekonomi orang tua juga berpengaruh
terhadap perkembangan anak remaja dalam bertingkah laku baik di keluarga,
sekolah maupun masyarakat.
47
e.
Indikator Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Dalam penelitian ini yang dimaksud status sosial ekonomi orang tua
adalah kedudukan orang tua dalam suatu masyarakat yang diukur berdasarkan
kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, yang
berkaitan pula dengan hak dan kewajiban serta segala sesuatu di lingkungan
masyarakat sekitarnya. Adapun faktor untuk mengukur tinggi rendahnya status
sosial ekonomi orang tua adalah pendidikan orang tua, pekerjaan atau mata
pencaharian orang tua, tingkat penghasilan atau pendapatan orang tua, jumlah
anggota keluarga, macam kebutuhan, hak milik dan kekayaan, kekuasaan atau
wewenang serta peran orang tua didalam masyarakat. Indikator yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1.) Pendidikan orang tua
a.) Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua
b.) Pendidikan non formal yang pernah diikuti oleh orang tua
2.) Pekerjaan dan penghasilan orangtua
a.) Pekerjaan tetap orang tua
b.) Penghasilan orang tua rata-rata setiap bulan
c.) Penghasilan orang tua setiap bulan
d.) Macam kebutuhan yang harus dipenuhi
e.) Status kepemilikan rumah orang tua
f.) Kondisi rumah orang tua
g.) Luas tanah yang dimiliki orang tua
3.) Kedudukan sosial orangtua
a.) Jabatan orangtua dalam masyarakat
b.) Jabatan orangtua dalam profesi
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa status sosial
ekonomi orang tua adalah kedudukan orangtua dalam hubungannya dengan orang
lain atau masyarakat mengenai kehidupan sehari-hari dan cara mendapatkannya
serta usaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Status sosial ekonomi orangtua
mempengaruhi perilaku anak. Menurut Hawari (1996), “faktor yang dapat
mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar kemungkinan besar antara lain berasal
48
dari kondisi keluarga itu sendiri yaitu status sosial ekonomi”. Dari pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa kenakalan remaja dipengaruhi oleh kondisi status
sosial ekonomi orangtua. Kenakalan remaja cenderung dalam terjadi pada tingkat
sosial ekonomi rendah karena remaja berkembang dalam keadaan bebas, tertekan
dan selalu banyak masalah seperti anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang
dan
tuntunan
pendidikan
orangtua,
karena
kurangnya
pendidikan
dan
pengetahuan, kebutuhan fisik maupun psikis remaja yang tidak terpenuhi sehingga
keinginan dan harapan anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan. Anak-anak
tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk
bertindak susila seperti kebiasaan disiplin dan mengontrol diri yang baik.
Pengaruh demikian ini akan menjadikan jiwa remaja mudah terkena hal yang
negatif dan menjadi nakal. Tetapi tidak semua anak yang nakal hanya berasal dari
keluarga yang status sosial ekonominya rendah, bisa juga berasal dari anak yang
berstatus sosial ekonomi menengah dan rendah, mungkin saja segala keperluan
cukup, tetapi kurangnya pengawasan dari orangtua karena orangtuanya bekerja.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti kenakalan bisa terjadi pada golongan status
sosial ekonomi manapun.
3. Tinjauan Tentang Jenis Kelamin Remaja
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara kodrat dibedakan menjadi
dua jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.
Antara kedua jenis kelamin tersebut terdapat perbedaan karakteristik khas yang
dapat membedakan satu dengan yang lainnya, baik ditinjau dari segi fisik maupun
dari segi psikis. Meskipun keduanya memiliki perbedaan karakteristik fisik dan
psikis akan tetapi keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam
menjalankan kehidupan sosial maupun non sosial. Dan perbedaan fisik dan psikis
ini dapat mempengaruhi cara remaja berperilaku dirumah dan di masyarakat. Pada
penelitian ini mengenai kenakalan remaja dilihat dari perbedaan jenis kelamin,
penulis berusaha memfokuskan objek yang akan diteliti yaitu dilihat dari
perkembangan remaja, karakteristik /sifat remaja laki-laki dan perempuan dalam
perbedaan fisik dan psikis dan perkembangan sosial remaja.
49
a.
Perkembangan Remaja (11 – 21 tahun)
Masa remaja merupakan suatu masa dimana secara fisik pada tahap ini
individu baik laki-laki maupun perempuan tanda-tanda alat kelaminnya
mengalami perkembangan dan mencapai kematangan. Secara psikis remaja
ditandai dengan adanya sebuah kondisi baik kesadaran pikiran, perasaan, maupun
sikap yang belum tersusun secara rapih beralih kepada kondisi baik kesadaran
pikiran, perasaan, maupun sikap telah tersusun secara rapih, sehingga tujuan
manusia akan hidup terlihat secara jelas. Akan tetapi masa remaja juga menjadi
suatu masa yang sangat sulit untuk dilewati, karena pada masa ini banyak terjadi
perubahan fisik yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan psikis seperti
munculnya sifat emosional dan sentimental yang merujuk pada sikap melankolik
sehingga menyebabkan terjadinya goncangan batin, banyak mengalami konflik
dengan orang tua, serta mulai mengenal minatnya terhadap lawan jenis. Menurut
Syamsu Yusuf (2004:184) ,”masa remaja pada dasarnya dikelompokkan menjadi
tiga tahapan yaitu masa remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir, dimana
masing-masing tahap tersebut memiliki ciri tersendiri yang membedakan antara
satu dengan yang lainnya”.
Adapun periode remaja dari pendapat di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a) Remaja awal (pubertas)
Masa peural atau remaja awal berlangsung dari umur 11 sampai 14
tahun. Masa ini ditandai dengan adanya sifat suka menentang terhadap orang
tua dan suka berkelompok dengan teman-teman sebaya. Pada masa ini terjadi
perubahan biologis yang mengakibatkan pertumbuhan fisik yang pesat serta
diikuti perkembangan pikiran-pikiran dan fantasi baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, kepekaan berlebihan, serta berkurangnya kendali ego sehingga
remaja awal sulit dimengerti orang dewasa, dan mereka suka membuat suatu
perbuatan yang unik.
50
b) Remaja madya
Remaja madya berlangsung dari umur 14 – 18 tahun. Pada masa ini
menunjukkan ciri-ciri membutuhkan kawan, cenderung narcissistic (menyukai
diri sendiri dan kawan-kawan yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan
dirinya), merasa kebingungan memilih, peka/tidak peduli (ramai-ramai, sendiri,
optimis/pesimis, meterialis/idealis) sehingga disebut juga dengan masa mencari
identitas diri. Pada masa ini remaja lebih cenderung mengalami kebingungan
dan adanya ketergantungan yang besar terhadap teman sebaya, oleh karena itu
diperlukan bimbingan dari orang tua bersifat mengarahkan bukan untuk
memaksa.
c) Remaja akhir
Remaja akhir berlangsung pada umur 18 tahun sampai 21 tahun. Ciriciri yang menonjol pada masa ini adalah minat semakin mantap terhadap
fungsi intelek, mencari kesempatan penyesuaian ego, terbentuknya identitas
diri menjadi pendirian hidup, hilangnya egosentrisme diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain,
tumbuh dinding pemisah antara private self dan the public . pada masa ini
individu menemukan pendirian hidup dan memantapkannya serta tugas-tugas
perkembangan telah terpenuhi, hal ini terjadi karena secara fisik maupun secara
psikis mereka sudah mencapai kematangannya.
Berdasarkan perkembangan masa remaja yang telah diulas di atas, maka
penulis berusaha memfokuskan objek penelitian pada remaja yang tergolong
remaja awal dan remaja madya dengan usia sekitar 13 – 18 tahun. Pada remaja
yang berusia 13 – 18 tahun masih sekolah tingkat SMP dan SMA, dimana masa
usia SMP dan SMA remaja masih penuh gejolak dalam mencari jati dirinya.
b. Perbedaan
Karakteristik
antara
Remaja
Laki-laki
dan
Remaja
Perempuan
Laki-laki dan perempuan terlahir dalam jenis kelamin yang berbeda yang
berakibat pula pada perbedaan fisik dan psikis dari luar dirinya. Laki-laki
memiliki ciri-ciri biologis tersendiri berbeda dari perempuan, begitu pula dengan
perempuan.
Perbedaan
tersebut
juga
akan
menimbulkan
perbedaan
51
karakteristik/sifat dari psikis individu yang bersangkutan. Berikut ini akan lebih
dipaparkan lagi oleh penulis mengenai perbedaan fisik, perbedaan psikis dan
emosi remaja.
1. Perbedaan Fisik
Pertumbuhan fisik remaja laki-laki dan remaja perempuan selalu
berubah setiap masanya. Masing-masing memiliki ciri dan kekhasan tersendiri.
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan
merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini
meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciriciri kelamin yang utama (primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder).
Menurut Muss yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam buku
Perkembangan Peserta Didik ditulis oleh Sunarto dan B. Agung Hartono
(2006:79), urutan perubahan-perubahan fisik adalah sebagai berikut :
1) Pada anak perempuan
a. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota
badan menjadi panjang)
b. Pertumbuhan payudara
c. Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan
d. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap
tahunnya
e. Bulu kemaluan menjadi keriting
f. Menstruasi atau haid
g. Tumbuh bulu-bulu ketiak.
2) Pada anak laki-laki
a. Pertumbuhan tulang-tulang
b. Testis (buah pelir) membesar
c. Tumbuh bulu kemaluan yang halus,lurus,dan berwarna gelap
d. Awal perubahan suara
e. Ejakulasi (keluarnya air mani)
f. Bulu kemaluan menjadi keriting
g. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap
tahunnya
h. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis,jenggot)
i. Tumbuh bulu ketiak
j. Akhir perubahan suara
k. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap
l. Tumbuh bulu di dada.
52
Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2006:81), perubahan-perubahan
fisik yang penting dan yang terjadi pada masa remaja adalah :
1) Perubahan Ukuran Tubuh
Irama perubahan mendadak menjadi cepat sekitar 2 tahun sebelum anak
mencapai taraf pematangan kelaminnya. Setahun sebelum pematangan ini,
anak akan bertambah tinggi 10 sampai 15 cm dan bertambah berat 5 sampai 10
kg setelah terjadi pematangan kelamin ini. Pertumbuhan tubuh selanjutnya
masih terus terjadi namun dalam tempo yang sedikit lebih lamban. Selama 4
tahun pertumbuhan tinggi badan anak akan bertambah 25 persen dan berat
tubuhnya hampir mencapai dua kali lipat. Anak laki-laki tumbuh terus lebih
cepat daripada anak perempuan. Pertumbuhan anak laki-laki akan mencapai
bentuk tubuh dewasa pada usia 19 sampai 20 tahun sedang bagi anak
perempuan pada usia 18 tahun.
2) Perubahan Proporsi Tubuh
Ciri tubuh yang kurang proporsional pada masa remaja ini tidak sama
dengan seluruh tubuh, ada pula bagian tubuh yang semakin proporsional.
Proporsi yang tidak seimbang ini akan berlangsung terus sampai seluruh masa
puber selesai dilalui sepenuhnya sehingga akhirnya proporsi tubuhnya mulai
tampak seimbang menjadi proporsi orang dewasa. Perubahan ini terjadi baik di
dalam maupun di bagian luar tubuh anak. Misalnya, di masa kanak-kanak
jantungnya kecil sedangkan pembuluh darah kulit kurang begitu tampak. Pada
masa puber yang terjadi malah sebaliknya. Di bagian luar tampak pertumbuhan
kaki dan tangan lebih panjang disbanding dengan tubuh.
3) Ciri Kelamin yang Utama
Pada masa kanak-kanak, alat kelamin yang utama masih belum
berkembang dengan sempurna. Ketika memasuki masa remaja alat kelamin
mulai berfungsi pada saat ia berumur 14 tahun, yaitu saat pertama kali anak
laki-laki mengalami “mimpi basah”. Sedangkan pada anak perempuan, indung
telurnya mulai berfungsi pada usia 13 tahun, yaitu saat pertama kali mengalami
menstruasi atau haid. Bagian lain dari alat perkembangbiakan pada anak
perempuan saat ini masih belum berkembang dengan sempurna, sehingga
53
belum mampu mengandung anak untuk beberapa bulan atau setahun lebih.
Masa interval ini disebut sebagai “saat steril” masa remaja.
4) Ciri Kelamin Kedua
Yang dimaksud dengan ciri kelamin kedua pada anak perempuan
adalah membesarnya buah dada dan mencuatnya putting susu, pinggul melebar
lebih lebar daripada bahu, tumbuh rambut di sekitar alat kelamin, tumbuh
rambut di ketiak, dan suara bertambah nyaring. Sedang cirri kelamin kedua
pada anak laki-laki adalah tumbuh kumis dan jenggot, otot-otot mulai tampak,
bahu melebarlebih lebar daripada pinggul, nada suara mmebesar, tumbuh
jakun, tumbuh bulu ketiak, bulu dada, dan bulu di sekitar alat kelamin, serta
perubahan jaringan kulit menjadi lebih kasar dan pori-pori membesar.
Ciri-ciri kelamin kedua inilah yang membedakan bentuk fisik antara lakilaki dan perempuan. Ciri ini pula yang seringkali merupakan daya tarik antarjenis
kelamin. Pertumbuhan tersebut berjalan seiring dengan perkembangan ciri
kelamin yang utama, dan keduanya akan mencapai taraf kematangan pada tahun
pertama atau tahun kedua masa remaja.
Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2006:84), ada tiga kriteria yang
membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, yaitu dalam hal :
(1) Kriteria kematangan seksual
(2) Permulaan kematangan seksual
(3) Urutan gejala-gejala kematangan
Adapun penjelasan dari ketiga kriteria yang membedakan anak laki-laki
dan anak perempuan sebagai berikut :
(1) Kriteria kematangan seksual
Kriteria kematangan seksual tampak lebih jelas pada anak perempuan
daripada anak laki-laki. Menarche atau menstruasi pertama dipakai sebagai
tanda permulaan pubertas. Sesudah itu masih dibutuhkan satu sampai satu
setengah tahun lagi sebelum anak perempuan dapat betul-betul matang untuk
bereproduksi.
Menarche merupakan ukuran yang baik karena hal itu menemukan
salah satu cirri kematangan seksual yang pokok., yaitu disposisi untuk konsep
54
(hamil) dan melahirkan. Di samping itu menarche juga merupakan manifestasi
yang jelas meskipun pada permulaannya terjadi pendarahan yang masih sedikit.
Kriteria sejelas ini tidak terdapat pada anak laki-laki. Sehubungan
dengan ejakulasi (pelepasan air mani) pada laki-laki permulaannya masih
sangat sedikit, sehingga tidak jelas. Sering dipakai percepatan pertumbuhan
sebagai kriteria penetapan titik awal masa remaja, karena diketahui adanya
korelasi antara percepatan pertumbuhan itu dengan timbulnya tanda-tanda
kelamin sekunder maupun primer.
(2) Permulaan kematangan seksual
Permulaan kematangan seksual pada anak perempuan kira-kira 2
tahun lebih cepat mulainya daripada anak laki-laki. Menarche merupakan
tanda permulaan kematangan seksual dan terjadi sekitar usia 13 tahun dengan
penyebaran normal antara 10 sampai 16,5, jadi kira-kira satu tahun sesudah
dilaluinya puncak percepatan pertumbuhan.
Pada anak laki-laki baru terjadi produksi spermatozoa hidup selama
kira-kira satu tahun sesudah puncak percepatan perkembangan (kurang lebih
umur 14 tahun). Namun ejakulasi pertama (mimpi pertama) mendahului
puncak percepatan perkembangan, tetapi dalam air mani baru terdapat sedikit
sperma.
(3) Urutan gejala-gejala kematangan seksual
Pada anak perempuan dimulai dari tumbuhnya buah dada, munculnya
putting dan kemudian menghasilkan kelenjar untuk menyusui di saat dewasa.
Dan untuk laki-laki, kematangan seksual dimulai dengan pertumbuhan testis,
kemudian tumbuhnya jakun pada tenggorokan, dan pita suara menjadi lebih
panjang.
2. Perbedaan Psikis
Pada usia 13 – 18 tahun perkembangan fisik masih berubah-ubah. Hal
ini akan berdampak kepada psikis dari orang tersebut dimana psikis mereka
akan terganggu dengan perubahan fisik yang dialami. Selain itu terjadi
perubahan nilai-nilai dalam kehidupan dan mulai memiliki tanggung jawab
sebagai warga Negara. Adapun perkembangan intelegensi laki-laki dan
55
perempuan dan perkembangan perasaan laki-laki dan perempuan, yang dapat
menjelaskan perkembangan psikis remaja laki-laki dan remaja perempuan.
Adapun penjelasan dari perkembangan intelegensi laki-laki dan perkembangan
perasaan laki-laki dan perempuan.
a) Perkembangan Intelegensi laki-laki dan perempuan
Setiap individu memerlukan intelegensi dalam memecahkan
masalah, sehingga apabila hasil intelegensinya berkembang dengan baik
maka akan lebih cepat menyelesaikan masalah daripada orang yang punya
intelegensi yang kurang. Secara umum intelegensi (kecerdasan) diartikan
sebagai sesuatu kemampuan mental yang abstrak dari seseorang untuk
memecahkan problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Perbedaan intelegensi antara laki-laki dan perempuan terutama
dalam menyelesaikan masalah atau problema kehidupan sehari-hari dimana
laki-laki cenderung menggunakan kemampuan daya pikir mereka,
sedangkan perempuan lebih banyak menggunakan emosional. Hal ini
disebabkan karena secara sosial dan budaya masyarakat kita, laki-laki lebih
diutamakan dalam hal pendidikan daripada perempuan, sehingga
perempuan kurang dapat berpikir secara abstrak dan kurang mendapat porsi
yang sesuai dalam dunia pendidikan.
b) Perkembangan Perasaan Laki-laki dan Perempuan
Perasaan atau feeling adalah suatu keadaan pribadi yang secara
terus menerus menerima rangsangan dari dalam maupun dari luar pribadi.
Rangsangan dari dalam bersumber pada kebutuhan, dorongan, dan nafsu,
sedangkan untuk rangsangan dari luar misalnya bertemu teman lama
perasaan menjadi senang, bertemu dengan lawan perasaan menjadi kacau,
dan sebagainya. Menurut Cole yang dikutip Warkitri (2002:26) jenis
perasaan dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
(1) Perasaan yang bersifat menyenangkan, misalnya perasaan
gembira, bahagia, cinta, kasih sayang.
(2) Perasaan yang bersifat emosional, misalnya marah, benci,
cemburu, permusuhan, dan sebagainya.
(3) Perasaan yang bersifat terhalang, misalnya sedih, menyesal,
cemas, takut, malu dan sebagainya.
56
Masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu
masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan
fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak (laki-laki
ataupun perempuan) berada di bawah tekanan sosial dan mereka
menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang
mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua
remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga bila
sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu
sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru
dan harapan sosial baru.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa
kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah: cinta/kasih
sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain.
Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang
membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang
dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Menurut Biehler dalam Sunarto dan Agung Hartono (2006:155 )
menyatakan bahwa “membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua
rentang usia, yaitu usia 12 – 15 tahun dan usia 15 – 18 tahun”.
Adapun penjelasan dari ciri-ciri emosional tersebut sebagai berikut :
a) Ciri-ciri emosional remaja usia 12 – 15 tahun :
1.) Pada usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan
tidak dapat diterka. Sebagian kemurungan sebagai akibat dari
perubahan-perubahan
biologis
dalam
hubungannya
dengan
kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam
menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai
seorang dewasa.
2.) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan
dalam rasa hal percaya diri.
57
3.) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini
seringkali terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan
psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja
terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak
cukup.
b) Ciri-ciri emosional remaja usia 15 – 18 tahun :
1.) “Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan-pernyataan /
ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke
dewasa.
2.) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang
mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka mungkin
mengharapkan simpati dan nasihat orang tua atau guru.
3.) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan
mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsir
kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk
memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih
lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi
yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang
menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi
emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi
itu diekspresikan secara lebih terbuka. Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh
keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan
sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak laki-laki lebih sering dan
lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka.
Sedangkan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi
perempuan. David O. Sears, Jonathan L. Freedman dan L. Anne Peplau (2000:
213) mengatakan “ Di masa kanak-kanak, anak laki-laki biasanya dinilai lebih
agresif daripada anak perempuan oleh guru, orang tua, dan teman-teman sebaya”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa masyarakat kita lebih toleran
terhadap agresi pada pria dibandingkan pada perempuan, karena laki-laki diberi
58
ganjaran yang lebih saat melakukan kesalahan, sedangkan perempuan dibuat
merasa bersalah dan kurang adanya ganjaran, dan perempuan ditekan oleh
tekanan-tekanan situasional yang menghambatnya untuk agresi daripada laki-laki.
Dari perbedaan tersebut kita bisa melihat kenakalan apa yang sering di
lakukan oleh anak laki-laki dan anak perempuan sesuai dengan perbedaan fisik
dan emosi mereka. Menurut Simadjuntak (1981:196) :
Pada umumnya laki-laki lebih banyak melakukan kejahatan dibandingkan
dengan wanita. Perbandingan seks dalam kejahatan berbeda disebabkan
antara lain :
a. Di Negara yang kebebasan dan derajat wanitanya sama dengan lakilaki akan jauh lebih tinggi frekuensi kejahatan wanita dibandingkan
dengan Negara yang wanita-wanitanya sangat diawasi.
b. Perubahan kedudukan sosial dari jenis kelamin akan merubah
perbandingan seks yang melakukan kejahatan.
c. Di kota besar angka kejahatan wanita lebih besar daripada di kota
kecil.
d. Perbandingan antara delinquent wanita dan laki-laki berubah dari satu
kota ke kota lain sesuai dengan besarnya angka kejahatan di kota itu.
e. Angka kejahatan laki-laki selalu meningkat, tapi kejahatan wanita
lebih sering menurun kecuali saat-saat tertentu.
f. Kejahatan wanita naik pada waktu perang.
g. Perbandingan angka kejahatan wanita dan laki-laki berubah-ubah
dalam perbedaan usia.
h. Rumah tangga yang broken home akan meningkatkan kejahatan
wanita.
i. Seorang wanita di antara saudara-saudaranya yang semua laki-laki,
mempunyai angka kejahatan lebih tinggi daripada yang berada dalam
saudaranya semua wanita atau campuran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa laki-laki lebih banyak
melakukan kejahatan dibandingkan dengan perempuan, tetapi keadaan fisik dan
keadaan tubuh tidak tentu sebagai penyebab kejahatan atau delinquency. Tapi
keadaan ini penting sebagi sebab-musabab kejahatan, paling tidak adanya
kecenderungan untuk saling mempengaruhi sebagai faktor dalam masyarakat.
c. Perkembangan Sosial Remaja
Pada masa remaja berkembang social cognition. Yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat
pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Kehidupan sosial pada jenjang
59
remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Seseorang
remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan
dengan masalah yang di alami remaja. Dalam masa ini remaja mengalami krisis
identitas. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri sesorang adalah
sesuatu yang kompleks. Konsep diri anak tidak hanya terbentuk dari bagaimana
anak percaya tentang keberadaan dirinya sendiri, tetapi juga terbentuk dari
bagaimana orang lain percaya tentang keberadaan dirinya.
Perkembangan sosial remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
Sunarto dan Agung Hartono ( 2006 :130),yaitu :
a.) Keluarga
b.) Kematangan
c.) Status sosial ekonomi
d.) Pendidikan
e.) Kapasitas mental, emosi, dan intelegensi
Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja dijelaskan sebagai
berikut :
a.) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan remaja, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang
kondusif bagi sosialisasi remaja. Di dalam keluarga berlaku norma-norma
kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa
perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian remaja
lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma
dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan
diarahkan oleh keluarga.
b.) Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu,
kemapuan berbahasa ikut pula menentukan.
60
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
c.) Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya
yang utuh dalam keluarga anak itu, “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan
norma yang berlaku dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganyanya. Sehubungan dengan
hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan
ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial
keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial
yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan
normanya sendiri.
d.) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidkan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi
warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa
yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku benar secara sengaja diberikan kepada
peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan ( sekolah ).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma
lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa ( nasional )
dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan
secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
61
e.) Kematangan mental, emosi dan intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. perkembangan emosi
berpengaruh
sekali
terhadap
perkembangan
sosial
anak.
Anak
yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik.
Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik dan
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
Karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja menurut
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004:91), yaitu :
a.) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan
pergaulan.
b.) Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial
c.) Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis.
d.) Mulai timbul kecenderungan memilih karir tertentu.
Karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja akan dijelaskan
sebagai berikut :
a.) Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan.
Semakin berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk
bergaul, seringkali menyebabkan remaja memiliki solidaritas yang amat tinggi
dan kuat dengan kelompok sebayanya jauh melebihi kelompok lain bahkan
dengan orangtuanya sekalipun. Keadaan tersebut seorang individu remaja akan
lebih sering berada di luar rumah untuk lebih mengintensifkan hubungan dengan
teman sebaya. Agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan yang buruk, maka
orangtua perlu memberikan perhatian pada anak dengan cara melakukan interaksi
dan komunikasi secara terbuka dan hangat.
b.) Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial
Hal ini menyebabkan remaja senantiasa mencari nilai-nilai sosial dengan
cara mengimitasi dari lingkungan untuk dijadikan sebagai pedoman. Jika remaja
tidak menemukan nilai-nilai yang dirasa cocok dengan kelompok, maka mereka
akan menciptakan nilai-nilai yang khas dalam kelompoknya sendiri. Nilai yang
62
ada akan dijadikan sebagai pedoman atau patokan dalam bertingkah laku dalam
kelompok.
c.) Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis
Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan jenis.
Dengan semakin meningkatnya ketertarikan kepada lawan jenis dapat
menyebabkan remaja berusaha keras untuk memiliki teman dekat yang merupakan
lawan jenisnya, hal ini sering disebut dengan pacaran. Jika dalam hal ini orang tua
kurang mengerti, kemudian melarangnya maka akan menimbulkan masalah bagi
remaja dan menyebabkan remaja akan bersikap tertutup terhadap orangtua. Untuk
mencegah hal tersebut, remaja perlu diajak berkomunikasi secara rileks dan
terbuka untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis.
d.) Mulai timbulnya kecenderungan memilih karir tertentu
Dalam perkembangan sosial remaja, salah satu cirri yang muncul ialah
adanya kecenderungan untuk memilih karir tertentu walaupun sebenarnya
perkembangan sosial remaja masih berada pada taraf pencarian karir. Untuk itu
remaja perlu mendapatkan wawasan pengetahuan tentang karir dari orang dewasa
dengan disertai kekurangan dan kelebihan jenis karir tersebut.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu remaja
mengalami perkembangan yang meliputi aspek fisik, sosial, dan emosi. Selain itu
ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang perlu
ditanamkan secara baik sebagai dasar anak atau remaja dalam bergaul di
masyarakat.
Tabel 2. Perbedaan Remaja Laki-laki dan Remaja Perempuan
No
Aspek
1
Fisik
Laki-laki
Tinggi :
Perempuan
Tinggi :
Mencapai tinggi yang matang Mencapai tinggi yang matang
pada usia 19 tahun.
pada usia 18 tahun.
Berat :
Berat :
Perubahan berat badan yang Perubahan berat badan yang
matang mengikuti tinggi yaitu matang
mengikuti
tinggi
63
sekitar 19 tahun.
yaitu sekitar usia 18 tahun.
Proporsi Tubuh :
Proporsi Tubuh :
Proporsi tubuh secara fisik Proporsi tubuh secara fisik
ideal (tidak terlalu panjang dan ideal (tidak terlalu panjang
tidak terlalu melebar)
dan tidak terlalu melebar)
Organ Seks :
Organ Seks :
Pada usia 14 tahun mengalami Pada usia 13 tahun indung
mimpi
basah
dan
organ telur baru berfungsi yaitu
reproduksi mulai bekerja.
mengalami menstruasi.
Ciri-ciri Seksualitas :
Ciri-ciri Seksualitas :
Ciri Seks Primer :
Ciri Seks Primer :
Testis (buah pelir) membesar.
Tumbuhnya
dan
rahim,vagina
ovarium
bulannya
dan
secara
setiap
normal
terjadi menstruasi apabila sel
telur tidak dibuahi.
Ciri Seks Sekunder :
Bagian
tubuhnya
ditumbuhi rambut.
Ciri Seks Sekunder :
mulai Rambut
tubuhnya
pada
lebih
anggota
halus
daripada laki-laki.
Tumbuhnya jakun
Tumbuh buah dada
Suara berubah besar
Suara halus
Bahu dada bidang
Pinggul membesar
Ciri Seks Tersier :
Ciri Seks Tersier :
Mempergunakan
Banyak
kecenderungan akal.
perasaan.
menggunakan
64
2
Psikis
Sikap maskulin.
Sikap feminim
Tertarik pada kegiatan di luar
Tertarik pada kegiatan di
rumah.
dalam rumah.
Intelegensi :
Intelegensi :
Laki-laki lebih menggunakan Perempuan
daya
3
Sosial
pikir
atau
berfikir berfikir
kurang
abstrak
rasional.
menggunakan emosi.
Perasaan :
Perasaan :
Emosi tinggi.
Sensitif
Laki-laki
ingin
menguasai Menerima
keadaan
dapat
dan
terhadap
perubahan-perubahan
yang
terjadi.
Memperhatikan
nilai-nilai Memperhatikan
kultural
masalah
kehidupan.
Lebih besar mendapat peluang Dalam masyarakat tradisional
dalam pendidikan
lebih kecil mendapat peluang
dalam pendidikan
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin remaja
terdiri dari dua yaitu remaja laki-laki dan remaja perempuan. Masing-masing
remaja tersebut memiliki perbedaan fisik dan psikis yang berbeda yang dapat
mempengaruhi perilaku remaja dalam bergaul. Biasanya remaja laki-laki lebih
banyak melakukan kenakalan daripada remaja perempuan, banyak faktor yang
mempengaruhinya, perbedaan psikis yang berbeda seperti remaja laki-laki lebih
menggunakan emosi dalam menyelesaikan masalah, sedangkan remaja perempuan
lebih menggunakan perasaan. Perilaku remaja juga dipengaruhi oleh status sosial
ekonomi orangtua, biasanya remaja yang berasal dari golongan status sosial
ekonomi rendah lebih banyak melakukan kenakalan daripada remaja yang berasal
dari status sosial ekonomi menengah dan tinggi.
65
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai pendukung dalam sebuah penelitian baru.
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian yang penulis lakukan.
Penelitian Wahyuni yang dilakukan pada tahun 2006 berjudul Korelasi
Pergaulan Kelompok Sebaya dan Pola Asuh Orangtua Dengan Kenakalan Remaja
pada siswa kelas XI di SMA Negeri I Kartasura. Dalam penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa (1) Ada hubungan antara pergaulan kelompok
sebaya dengan kenakalan remaja, (2) Ada hubungan antara pola asuh orangtua
terhadap kenakalan remaja, (3) Ada hubungan antara pergaulan kelompok sebaya
dan pola asuh orangtua dengan kenakalan remaja.
Penelitian Muhamad Arif Munandar yang dilakukan pada tahun 2007
berjudul Hubungan Antara Ketaatan Beribadah dan Perhatian Orangtua dengan
Kenakalan Remaja Di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali
Tahun 2007. Dalam penelitian tersebut diperoleh keimpulan bahwa : (1) Ada
hubungan negatif yang signifikan antara ketaatan beribadah dengan kenakalan
remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali, (2) Ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara perhatian orangtua dengan
kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali,
(3) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara ketaatan beribadah dan
perhatian orangtua dengan kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan
Nogosari Kabupaten Boyolali.
66
C. Kerangka Pemikiran
Kenakalan remaja berhubungan dengan beberapa faktor baik itu dari
dalam maupun dari luar. Jenis kelamin remaja merupakan faktor internal yaitu
faktor yang datangnya dari dalam diri manusia tersebut, tanpa dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, jenis kelamin remaja dimungkinkan
mempengaruhi kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sudah kita ketahui bahwa
jenis kelamin remaja ada dua jenis, yaitu remaja laki-laki dan remaja perempuan.
Masing-masing jenis kelamin tersebut memiliki perbedaan fisik dan psikis yang
berbeda yang dapat mempengaruhi remaja dalam berperilaku dan mengatasi
problem-problem yang dihadapinya. Usia remaja adalah usia yang rentan oleh halhal yang negatif, karena pada usia remaja mereka sedang mencari identitas
dirinya. Jika remaja tidak dapat mengontrol diri dalam bersikap dan bergaul baik
dirumah, sekolah maupun masyarakat, kemungkinan mereka akan melakukan halhal yang negatif, sehingga mereka menjadi delinquen atau nakal. Biasanya remaja
laki-laki lebih banyak melakukan kenakalan daripada remaja perempuan.
Kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki misalnya bertengkar dengan adu fisik,
kebut-kebutan dan sebagainya. Kenakalan yang dilakukan remaja perempuan
misalnya saling mengejek dan menjadi permusuhan bahkan sampai adu fisik.
Tetapi perlu diketahui bahwa kenakalan yang dilakukan remaja bukan kenakalan
yang disengaja seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam penelitian ini
kenakalan difokuskan pada kenakalan yang tidak terkena hukum atau ringan.
Status sosial ekonomi orang tua merupakan faktor eksternal yaitu faktor
yang datang dari luar tubuh anak atau disebut faktor lingkungan. Sikap remaja
dalam berperilaku tidak lepas dari status sosial ekonomi orangtuanya. Status
sosial ekonomi orang tua dari remaja tidaklah sama, ada yang golongan kaya,
golongan menengah, dan golongan miskin. Perbedaan status sosial ekonomi
orangtua kemungkinan mempengaruhi remaja dalam bergaul yaitu dengan siapa
mereka bergaul dan berperilaku. Kenakalan remaja dalam penelitian ini selain
dilihat dari jenis kelamin remaja, juga dilihat dari status sosial ekonomi orang tua,
dengan kata lain melihat latar belakang sosial ekonomi orang tua. Kenakalan
67
remaja cenderung terjadi pada tingkat sosial ekonomi rendah karena remaja
berkembang dalam keadaan bebas, tertekan dan selalu banyak masalah seperti
kurang mendapat perhatian, kebutuhan fisik maupun psikis yang tidak terpenuhi
oleh orang tua. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kenakalan remaja di
lakukan oleh remaja yang berasal dari status sosial ekonomi tinggi dan menengah,
dimungkinkan karena didikan orang tua mereka terlalu mengekang anak dan kaku,
sehingga apa yang ingin dilakukan selalu dibatasi, anak kurang dapat berekspresi,
sehingga disaat mereka di luar rumah tidak dapat mengontrol diri dalam bergaul
dan terpengaruh ke hal-hal yang negatif. Dengan adanya faktor tersebut maka
penulis mencoba untuk membahas perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan
jenis kelamin remaja dengan kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta terhadap kenakalan remaja sebagai variabel terikat,
status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja sebagai variabel bebas.
Adapun model kerangka berfikir antar variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Status Sosial Ekonomi
Orang Tua ( X1)
Kenakalan Remaja
(Y)
Jenis Kelamin Remaja
( X2 )
Bagan 1. Skema Kerangka Berpikir
68
D. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji melalui kegiatan
penelitian. Perumusan hipotesis yang penulis kemukakan sebagai berikut :
1.
Ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
2.
Ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
3.
Ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja
terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta.
69
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari,
Kota Surakarta. Adapun alasan penulis mengambil lokasi tersebut karena :
a. Di Kelurahan tersebut belum pernah dijadikan objek penelitian dengan materi
yang sama sehingga diharapkan dapat memberi manfaat bagi kelurahan
tersebut.
b. Lokasi Kelurahan tersebut mudah dijangkau penelitian sehingga menghemat
biaya, waktu dan tenaga.
c. Di Kelurahan Gilingan tersedia data yang diperlukan sesuai dengan masalah
yang diteliti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan selama 5 bulan. Mulai bulan februari sampai
dengan bulan Juni tahun 2010 sampai penyusunan hasil penelitian. Secara rinci
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Tahap Kegiatan Penelitian
Bulan dan Tahun
No
Kegiatan
1
Pengajuan Proposal
2
Perizinan
3
Penyusunan Instrumen
4
Pengumpulan Data
5
Analisis Data
6
Penulisan Laporan
Feb’
Maret
April
Mei
Juni
2010
2010
2010
2010
2010
70
B. Metode Penelitian
1. Pengertian Metode Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari metode penelitian, karena dengan
pemilihan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan penelitian. Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Sasaran dalam kegiatan penelitian akan dicapai
apabila di dalam penelitian ikut menunjang proses penyelesaian permasalahan
yang sedang dibahas. Dalam rangka mengetahui lebih dalam mengenai metode
penelitian yang ada, maka para ahli membuat definisi operasional metode
penelitian. Menurut Winarno Surakhmad (1998: 131) menyatakan metode
penelitian adalah “ Cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan,
misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknikteknik serta alat-alat tertentu”. Hal ini mengandung maksud bahwa untuk
mencapai tujuan dalam sebuah penelitian diperlukan suatu cara dengan
mempergunakan teknik-teknik tersendiri serta alat-alat yang turut mendukungnya.
Menurut Kartini Kartono (1992: 20) menyatakan “metode penelitian adalah caracara berpikir dan berbuat, yang dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan
penelitian dan untuk mencapai tujuan penelitian”. Hal ini mengandung maksud
bahwa dalam sebuah penelitian digunakan suatu cara tersendiri untuk
mendapatkan data yang valid dan reliabel untuk mencapai tujuan dan kegunaan
tertentu. Metode penelitian harus dilakukan dengan cara ilmiah, maksudnya
adalah kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional,
empiris dan sistematis.
Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
adalah suatu cara ilmiah yang dipergunakan untuk memperoleh data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu dengan menggunakan teknik dan alat-alat tertentu.
Metode penelitian dipergunakan dalam pengumpulan dan analisis data yang
dipergunakan untuk menjawab persoalan yang hadapi. Metode penelitian yang
dilakukan menghasilkan sebuah data yang valid dan reliabel.
71
2. Macam-Macam Metode Penelitian
Ada berbagai metode yang dipergunakan dalam penelitian. Menurut
Consulle G. Sevella dkk (1992: 40) ada 5 macam, yaitu metode penelitian:
1.
2.
3.
4.
5.
Sejarah (historis)
Deskriptif
Eksperimen
Ex post facto (kausal komparatif)
Partisipatoris
Adapun uraian dari kelima metode penelitian tersebut adalah :
1. Metode Penelitian Sejarah ( Historis)
Metode penelitian sejarah adalah penelitian yang bertujuan untuk
membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta mensintesiskan bukti-bukti
untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Metode ini
digunakan untuk penelitian yang bertujuan meneliti sesuatu yang terjadi pada
masa lampau. Kegunaan metode ini adalah penelitian sejarah membantu
memperluas pengalaman kita, membuat kita lebih mengerti dan lebih
menghargai tingkah laku manusia dan segala keunikannya.
2. Metode Penelitian Deskriptif
Metode penelitian deskriptif adalah proses pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan keadaan suatu objek atau subjek penelitian
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. Tujuan utama menggunakan metode deskriptif adalah untuk
menggambarkan sifat atau suatu keadaan yang ada pada waktu penelitian
dilakukan dan menjelajahi penyebab dari gejala-gejala tertentu. Ada beberapa
penelitian deskriptif menurut Winarno Surakhmad (1998: 141) yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Studi kasus
Teknik survey
Studi komparatif
Studi waktu dan gerak
Analisis tingkah laku
Analisis kuantitatif
Studi operasional
72
Adapun penjelasan dari beberapa penelitian deskriptif di atas adalah :
a. Studi Kasus
Studi kasus sering dapat memberikan kemungkinan kepada peneliti
untuk memperoleh wawasan yang mendalam mengenai aspek-aspek dasar
perilaku manusia. Studi kasus melibatkan satu orang atau beberapa orang
selama kurun waktu yang lama.
b. Teknik Survey
Menekankan pada penentuan informasi tentang variabel dari pada
informasi tentang individu dimana survey digunakan untuk mengukur
yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala tersebut ada. Survey
menyangkut kasus yang besar jumlahnya. Metode teknik survey
dikelompokkan lagi menjadi lima macam yaitu :
1) Studi Komparatif
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berusaha mencari
pemecahan analisis tentang perubahan perhubungan-perhubungan
sebab akibat, yakni yang meliputi faktor-faktor tertentu yang
berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan
membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lain.
2) Studi Waktu dan Gerak
Digunakan untuk memenuhi cara-cara mempertinggi efisiensi
produksi dengan menyelidiki subjek yang diamati dan pada akhirnya
dapat dianalisa gerak-gerak mana yang harus dibuang, diperbaiki, atau
dilatih untuk mengurangi waktu yang dipakai subjek tertentu.
3) Analisis Tingkah Laku
Teknik ini banyak persamaannya dengan studi tentang gerak manusia,
yaitu dengan mengamati dan menganalisa tingkah laku manusia dalam
melakukan suatu tugas. Hal ini berguna untuk menetapkan kriteria
penilaian pekerjaan yang baik dan untuk menyusun rencana-rencana
latihan.
4)
Analisis Kuantitatif
73
Analisis ini akan menghasilkan gambaran statistic mengenai isi suatu
dokumen. Dokumen tersebut diteliti isinya, kemudian diklasifikasi
menurut kriteria atau pola tertentu, dan dianalisa atau dinilai.
5) Studi Operasional
Pada dasarnya studi ini adalah penyelidikan di tengah-tengah situasi
yang riil dalam mencari dasar bagi petugas-petugas untuk bertindak
(operasi, aksi) mengatasi suatu kebutuhan praktis yang mendesak.
3. Metode Penelitian Eksperimen
Metode
penelitian
eksperimen
bertujuan
untuk
menyelidiki
kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara membandingkan berbagai
peristiwa dimana terdapat fenomena tertentu. Metode ini digunakan pada
penelitian-penelitian dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat
atau memperoleh suatu hasil dan mempunyai tujuan untuk meneliti pengaruh
dari beberapa kondisi terhadap suatu gejala.
4. Metode Penelitian Ex Postfacto (Kausal Komparatif)
Penyelidikan ex post facto diartikan sebagai suatu penyelidikan yang
menguji hubungan variabel yang terwujud sebelumnya. Jenis pendekatan
penelitian ini seringkali digunakan dalam bidang pendidikan, psikologi, dan
sosiologi karena sebagian besar variabel yang diselidiki dalam bidang-bidang
tersebut tidak secara langsung dapat dimanipulasi oleh peneliti.
5. Metode Partisipatoris
Pendekatan partisipatoris dalam penelitian saat ini telah meningkat
digunakan oleh para agen pembangunan khususnya mereka yang bekerja di
Negara-negara dunia ketiga. Penelitian partisipatoris memerlukan waktu yang
panjang, lamban, dan sulit tetapi menciptakan proses. Penelitian ini
berorientasi kepada orang-orang yang akhirnya banyak mengalami tantangan.
3. Metode Penelitian Yang Digunakan
Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, maka penelitian ini
menggunakan metode deskriptif komparatif sebab penelitian ini bertujuan
membuat deskripsi, gambaran/ lukisan secara sistematis, factual dan akurat
74
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan serta perbedaan antar fenomena
yang diselidiki dan perbedaan yang ditimbulkan faktor-faktor tersebut. Menurut
Hadari Nawawi (1995: 63) “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada
saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya”. Berdasarkan
pernyataan tersebut metode dalam penelitian deskriptif berarti mengungkap fakta
pada masa sekarang dengan penggambaran subjek dan objek penelitian. Alasan
peneliti menggunakan metode deskriptif adalah :
a.
Permasalahan yang dihadapi merupakan permasalahan yang ada pada masa
sekarang.
b.
Data
yang
dikumpulkan
mula-mula
disusun,
dianalisis
kemudian
diintepretasikan.
c.
Dalam penulisan deskriptif menjelaskan pengaruh antara unsur satu dengan
yang lain.
d.
Hasil penelitian ini nantinya suatu gambaran hasil penelitian secara
sistematis, nyata dan cermat.
Suharsimi Arikunto (2006: 236) menjelaskan “Penelitian komparasi pada
pokoknya adalah penelitian yang berusaha untuk menemukan persamaan dan
perbedaan tentang suatu benda, orang, prosedur kerja, ide, kritik terhadap orang,
kelompok, sesuai ide dan prosedur kerja”. Metode komparatif mempunyai
kelebihan seperti dapat menggantikan penggunaan metode eksperimen yang
dianggap banyak mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu diantaranya yang
utama adalah tidak mudahnya mengontrol variabel-variabel penyebab, terutama
pada suatu penyelidikan dimana banyak kemungkinan terdapat saling pengaruh
antara banyak faktor, kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh faktor tertentu
yang sulit diketahui, atau situasi yang dihadapi terlalu terbatas untuk dapat
memperoleh data secukupnya.
75
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Suharsimi Arikunto (2002:18) mengemukakan “Populasi penelitian adalah
keseluruhan dari subyek yang diteliti”. Ditambahkan oleh Sutrisno Hadi (1995:43)
“Populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit
mempunyai sifat yang sama”. Menurut Gay dalam Consulle G. Sevella
(1993:160) yang mengatakan “Populasi sebagai kelompok dimana peneliti akan
menggeneralisasikan hasil penelitiannya”. Menurut Hadari Nawari (1995: 141)
“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,
benda , hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala yang mempunyai karakteristik tertentu
dalam suatu penelitian”. Dari pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa
populasi adalah kelompok besar yang berada di wilayah generalisasi terdiri atas
subjek/objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi
mencakup total dari subyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh remaja di kelurahan Gilingan yang berusia antara 13 sampai dengan 18
tahun. Total populasi berjumlah 4464 remaja, masing-masing sebanyak 2160
remaja laki-laki dan 2304 remaja perempuan.
2. Sampel Penelitian
a. Pengertian Sampel
Dalam penelitian ini tidak semua populasi akan diselidiki, tetapi cukup
mengambil wakil populasi yang dijadikan obyek penelitian. Menurut Consuelo G.
Sevila (1993:160) “Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati”. Winarno
Surakhmad (1994:100) menyatakan “Sampel adalah sebagian dari populasi untuk
mewakili seluruh populasi”. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota
populasi yang di peroleh dengan cara-cara tertentu untuk menjadi wakil dari
populasi yang diteliti.
76
b. Penentuan Besarnya Sampel (Sampel Size)
Mengingat populasi yang ada dalam jumlah besar, sedangkan waktu, biaya
dan tenaga yang tersedia terbatas yang tidak memungkinkan untuk mengadakan
penelitian ini hanya diambil sebagian saja dari populasi. Untuk pengambilan
jumlah sampel atau responden tidak ada aturan yang mutlak berapa harus
mengambil dari populasi tertentu. Dalam penelitian yang baik, sampel yang
diambil haruslah representative, artinya sampel benar-benar mencerminkan
populasinya.
Dalam penelitian ini, populasi yang dijadikan subyek penelitian adalah
remaja di Kelurahan Gilingan usia 13 sampai 18 tahun yang berjumlah 4464
remaja, masing-masing 2160 remaja laki-laki dan 2304 remaja perempuan. Agar
mendapatkan jumlah sampel yang representatif, maka teknik penarikan sampel
menggunakan rumus sebagai berikut :
Rumus :
n = ’.
’
ǁ
Keterangan :
n
= Jumlah sampel
N
= Jumlah populasi
d2
= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir / diinginkan. Burhan Bungin
(2006: 105).
Berdasarkan rumus di atas, peneliti menghendaki nilai kritis 15 %, maka
taraf kepercayaan 85 %. Artinya, kira-kira 15 dari 100 kesimpulan akan menolak
hipotesis yang seharusnya diterima atau kira-kira 85 % percaya bahwa kesimpulan
yang dibuat adalah benar. Untuk lebih jelasnya penghitungannya sebagai berikut :
Sampel remaja laki-laki :
n = ’.
’
ǁ
¸ǁǑො
n = ¸ǁǑො. ො,ǁ
n=
¸ǁǑො
,Ǒො ǁ
ǁ
77
n=
¸ǁǑො
7,Ǒො
n = 43,54 (dibulatkan menjadi 44 orang)
sampel remaja perempuan :
n = ’.
n=¸
n=
n=
’
¸ ො
ො . ො,ǁ
¸ ො
ǁ,
¸ ො
¸,
ǁ
ǁ
ǁ
n = 43,60 (dibulatkan menjadi 44 orang)
Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 88
remaja, masing-masing 44 sampel remaja laki-laki dan 44 sampel remaja
perempuan. Dengan besaran populasi berjumlah 4464 remaja di Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, masing-masing 2160 populasi
remaja laki-laki dan 2304 populasi remaja perempuan.
c. Teknik Sampling
Teknik penarikan suatu sampel adalah bahwa sampel yang ditarik haruslah
mewakili populasi atau representatif. Sanapiah Faisal (2001: 58) mengatakan
bahwa perancangan pengambilan sampel pada dasarnya ada 2 yaitu: “rancangan
sampel probabilitas (probability sampling design) dan rancangan sampel non
probabilitas (non probability sampling)”.
Berikut penjelasan rancangan pengambilan sampel, rancangan sampel
probabilitas disebut juga dengan rancangan sampel secara random (setiap anggota
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel). Menurut
Fraenkell,J.R & Wallen,N.E dalam T. Widodo (2008:49-50), memperkenalkan
beberapa teknik random sampling yang sering digunakan dalam penelitian
kuantitatif, yaitu :
1. Simpel random sampling (random sampling sederhana)
Random sampling sederhana digunakan bila peneliti memandang populasi
mempunyai karakteristik homogin yang setara.
2. Stratified random sampling (random sampling berlapis)
78
Random sampling berlapis digunakan bila populasi terdiri dari sub-su
populasi dalam beberapa lapisan yang dimasukkan ke dalam variabel
penelitian. Setiap lapisan sub populasi harus diambil sampel individunya
secara acak.
3. Cluster random sampling ( random sampling bergolong)
Random sampling bergolong digunakan bila populasi terdiri dari sub-sub
populasi dalam golongan/pengelompokan tertentu yang bersetara. Setiap
kelompok dari sub populasi harus diambil sampel individunya secara acak.
Populasi warga masyarakat yang memperhatikan variabel penggolongan.
4. Two / Multy stage random sampling ( random sampling bertingkat )
Random sampling bertingkat digunakan bila populasi penelitian terdiri
dari dua atau banyak tingkat sub-sub penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sampling multy stage
random sampling. Prosedur pengambilan sampel dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan yang disebut sampling frame, seperti di bawah ini :
a. Sampling frame I
Membuat sampling frame yang terdiri dari RW-RW yang ada di
Kelurahan Gilingan. Kemudian dilakukan pengundian dari sampling frame
tersebut untuk memilih RW sampel sejumlah 3 RW. Setelah dilakukan
pengundian terhadap 21 RW yang ada di Kelurahan Gilingan, terpilih RW
I, RW VIII, RW XV sebagai sampel RW.
b. Sampling frame II
Membuat sampling frame bagi masing-masing RW terpilih yang terdiri
dari RT-RT. Dari sampling frame setiap RW diambil 2 RT yang akan
dijadikan sampel. Sehingga diperoleh sampel RT dari RW I sejumlah 2 RT
(RT 02,RT 04), dari RW VIII sejumlah 2 RT (RT 01,RT 03), dari RW XV
sejumlah 2 RT (RT 01,RT 04). Secara keseluruhan ada 6 RT terpilih.
c. Sampling frame III
Membuat sampling frame bagi setiap RT terpilih yang memuat daftar
nama-nama remaja. Dalam mengambil sampel pada tiap RT, digunakan
teknik pengambilan sampel yaitu teknik proporsional random sampling,
79
diambil 50% dari jumlah populasi pada tiap RT yang terpilih. Dari
sampling frame setiap RT diambil sejumlah remaja dengan perincian
sebagai berikut :
(1) RT 02 RW I terdiri dari 15 remaja, terpilih 3 remaja laki-laki dan 5
remaja perempuan sebagai sampel.
(2) RT 04 RW I terdiri dari 20 remaja, terpilih 4 remaja laki-laki dan 6
remaja perempuan sebagai sampel.
(3) RT 01 RW VIII terdiri dari 35 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan
10 remaja perempuan sebagai sampel.
(4) RT 03 RW VIII terdiri dari 32 remaja, terpilih 7 remaja laki-laki dan 9
remaja perempuan sebagai sampel.
(5) RT 01 RW XV terdiri dari 34 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan 9
remaja perempuan sebagai sampel.
(6) RT 04 RW XV terdiri dari 40 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan
12 remaja perempuan.
Jadi secara keseluruhan ada 89 remaja yang terpilih sebagai sampel.
d. Sampling frame IV
Membuat sampling frame yang memuat nama-nama dari 89 remaja terpilih
yang berusia 13 sampai 18 tahun. Selanjutnya diambil sejumlah sampel
yang sebenarnya dengan cara undian atau secara random. Sehingga
terdaftar remaja usia 13 sampai 18 tahun sejumlah 38 remaja laki-laki dan
51 remaja perempuan, total keseluruhan 89 remaja.
Berikut ini daftar komposisi remaja dalam setiap RT sebagai pedoman
dalam langkah pengambilan sampel di atas.
80
Tabel 3.2. Daftar RW, RT, dan remaja terpilih di Kelurahan Gilingan
No.
Nama RW
Sampel
1
RW I
2
RW VIII
3
RW XV
Jml
3 RW
Nama RT
Sampel
Jumlah Remaja
02
04
01
03
01
04
6 RT
15
20
35
32
34
40
176
Sampel
Remaja
Remaja
Laki-laki
Perempuan
3
5
4
6
8
10
7
9
8
9
8
12
38
51
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Variabel merupakan suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai.
Sifat yang dimiliki ini berupa kondisi-kondisi atau karakteristik yang oleh
pengeksperimen dimanipulasi, dikontrol atau diobservasi. Menurut Sutrisno
Hadi (2004: 79) menyatakan “variabel adalah derajat penyebaran nilai-nilai
variabel dari suatu tendensi sentral dalam suatu distribusi”.
Variabel dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu variabel bebas yang
merupakan variabel yang dipandang sebagai sebab kemunculan variabel
terikat. Jenis variabel yang kedua adalah variabel terikat yaitu variabel yang
dianggap sebagai akibatnya. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini
ada tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat.
Adapun penjelasan dari variabel-variabel tersebut adalah :
a.
Variabel bebas 1 : Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Status sosial ekonomi orangtua adalah kedudukan orangtua dalam
hubungannya dengan orang lain / masyarakat mengenai kehidupan seharihari dan cara mendapatkannya serta usaha memenuhi kebutuhan hidup
keluarga. Status sosial ekonomi orang tua terdiri dari tiga golongan, yaitu
status sosial ekonomi tinggi (dengan kode 3), status sosial ekonomi
menengah atau sedang (dengan kode 2), dan status sosial ekonomi rendah
(dengan kode 1).
81
b.
Variabel bebas 2 : Jenis Kelamin Remaja
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara kodrat dibedakan menjadi
dua jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin
perempuan. Remaja laki-laki (dengan kode 1) dan remaja perempuan
dengan kode 2).
c.
Variabel terikat : Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja adalah perbuatan anti sosial yang melanggar norma,
baik norma sosial, norma agama ataupun norma hukum yang di lakukan
remaja berusia 13 sampai 18 tahun yang dilakukan karena ekspresi diri
yang berlebihan sehingga melanggar aturan masyarakat dan
jika
perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa di kualifikasikan sebagai
tindakan kejahatan.
2. Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara untuk
memperoleh atau mengumpulkan data yang akan diteliti, sedangkan instrument
penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan
untuk penelitian. Sesuai dengan variabel dalam penelitian ini, maka instrument
yang digunakan adalah :
a. Angket atau Kuesioner
Salah satu cara untuk mempermudah proses pengumpulan data
yang akan diteliti adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner.
Angket atau kuesioner menurut Kartini Kartono (1976: 246) adalah “Suatu
penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut
kepentingan umum (orang banyak)”. Menurut Hadari Nawawi (1998:
117)
menyatakan
“angket
atau
kuesioner
adalah
usaha
untuk
mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan
tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 128), jenis angket ada
beberapa macam dilihat dari sudut pandangnya, antara lain adalah :
1) Di pandang dari cara menjawab, maka ada :
a) Angket terbuka
82
Angket ini memberikan kesempatan pada responden untuk
menjawab dengan kalimat sendiri.
b) Angket tertutup
Angket ini berisi tentang jawaban yang sudah disediakan, sehingga
responden tinggal memilih.
2) Dipandang dari jawaban yang diberikan, maka ada :
a) Angket langsung
Dalam angket ini responden langsung menjawab tentang dirinya.
b) Angket tidak langsung
Dalam angket ini responden menjawab tentang orang lain.
3) Dipandang dari bentuknya, maka ada :
a) Angket pilihan ganda
Angket ini berisi tentang jawaban yang sudah disediakan, sehingga
responden tinggal memilih.
b) Angket isian
Angket ini memberikan kesempatan pada responden untuk
menjawab dengan kalimat sendiri.
c) Check list
Angket ini berupa sebuah daftar pertanyaan dimana responden
tinggal membubuhkan tanda cek.
d) Rating scale
Merupakan sebuah pertanyaan diikuti dengan kolom-kolom yang
menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari, sellau,
sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah.
Menurut Burhan Bungin (2005: 123-125), angket dibedakan
menjadi beberapa golongan, yaitu :
1) Angket langsung tertutup, adalah angket yang dirancang sedemikian
rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh responden
sendiri, kemudian semua alternatif jawaban yang harus dijawab
responden telah tertera dalam angket tersebut.
2) Angket langsung terbuka, adalah daftar pertanyaan yang dibuat dengan
sepenuhnya memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab
tentang keadaan yang dialami sendiri, tanpa ada alternatif jawaban dari
peneliti.
3) Angket tak langsung tertutup, adalah bentuk angket dikonstruksikan
dengan maksud untuk menggali atau merekam data mengenai apa yang
diketahui responden perihal objek dan subjek tertentu serta data tersebut
tidak dimaksud perihal mengenai diri responden bersangkutan.
Disamping itu alternatif jawaban telah disiapkan sehingga responden
tinggal memilih jawaban mana yang sesuai untuk dipilih.
4) Angket tak langsung terbuka, adalah bentuk angket dikonstruksikan
dengan ciri-ciri yang sama dengan angket terbuka serta disediakan
kemungkinan satu alternatif jawaban, sehingga responden
memformulasikan jawaban yang dipandang sesuai.
83
Berdasarkan pendapat tersebut, jenis angket yang digunakan dalam
penelitian adalah angket langsung bersifat tertutup dalam bentuk pilihan
ganda yaitu jenis angket berupa daftar pertanyaan disertai dengan alternatif
jawaban yang dijawab atau ditanggapi oleh responden sendiri secara
langsung. Peneliti menggunakan angket jenis ini karena mudah diisi oleh
responden, membutuhkan waktu yang relatif singkat, memusatkan
responden pada pokok persoalan, objektif, mudah ditabulasikan serta
mudah dianalisis. Angket tertutup juga memiliki kelemahan yaitu
memaksa responden untuk memilih alternatif jawaban yang mungkin
sebenarnya tidak mencerminkan sikap mereka.
Untuk memperkecil kesalahan tersebut maka diusahakan :
1) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan ganda.
2) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.
3) Perhatikan jumlah dan pemilihan kata-kata.
4) Hindarkan
pertanyaan-pertanyaan
yang
abstrak
dan
berikan
pertanyaan-pertanyaan yang konkrit.
5) Hindarkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan.
6) Hindarkan
jawaban-jawaban
yang
mengarah
kepada
social
desirability bias.
Dalam membuat angket, peneliti melakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Menentukan variabel yang akan diukur yaitu kenakalan remaja
2) Menyusun kisi-kisi angket dalam bentuk matriks yang terdiri dari
indikator-indikator yang dirumuskan berdasarkan teori.
3) Menyusun item (butir) angket sesuai dengan indikator yang telah
dibuat.
4) Menyusun alternatif jawaban dilengkapi dengan petunjuk cara
mengerjakan dan lembar jawaban.
5) Berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk perbaikan.
6) Melakukan uji coba angket
7) Merevisi angket dengan menghilangkan angket yang tidak valid
84
8) Memperbanyak angket.
b. Dokumentasi
Selain angket atau kuesinoner, pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan dokumentasi. Suharsimi Arikunto (1998: 236)
menjelaskan metode dokumentasi adalah “Mencari data mengenai hal-hal
variabel yang berupa catatan buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan
notulen”. Dokumentasi dalam hal ini untuk memperoleh jumlah remaja di
Kelurahan Gilingan, baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan,
nama remaja, dan informasi mengenai Kelurahan Gilingan.
3.
Uji Coba Instrumen
Instrumen penelitian yang berupa angket yang dibuat oleh peneliti
sendiri perlu dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas angket sebagai syarat instrumen yang baik. uji coba angket
dilakukan terhadap sejumlah remaja yang dapat digolongkan setara dengan
jumlah responden penelitian.
a. Uji Validitas Angket
Menurut Saifudin Azwar (1997: 5) berpendapat “ validitas berasal dari
kata ‘validity’ yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya”.
Menurut Saifuddin Azwar (1997: 45) mengatakan, “ validitas
dibagi menjadi 3, yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk
(construct validity) dan validitas berdasarkan kriteria (criterion related
validity)”. antara lain adalah sebagai berikut :
a) Validitas isi (content validity)
Validitas ini untuk mengetahui sejauh mana item-item dalam tes
mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur. Validitas
ini terbagi menjadi dua tipe yaitu validitas muka (face validity) dan
validitas logic (logic validity).
b) Validitas konstruk (construct validity)
85
Validitas ini menunjukkan sejauh mana tes mengungkapkan suatu
trait atau konstruk teoritik yang hendak diukurnya. Pengujian dalam
validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistika yang
lebih komplek.
c) Validitas berdasarkan kriteria (criterion related validity)
Validitas ini untuk mengetahui tingginya tingkat validitas
dilakukan dengan komputasi antar skor tes dengan skor kriteria. Validitas
berdasarkan kriteria dapat digolongkan lagi menjadi dua macam, yaitu
validitas prediktif dan validitas konkuren.
Validitas yang dicari dalam uji coba penelitian ini adalah validitas
konstruksi (Construt Validity) yaitu menunjukkan kepada seberapa jauh
suatu alat mengukur sifat atau konstruk tertentu. Rumus yang digunakan
dalam analisis validitas konstrak adalah dengan korelasi product moment
Pearson yang diikuti oleh Saifudin Azwar, yaitu :
o=
∑ŵ −
∑ ŵ¸ −
∑ŵ
∑ŵ ∑
¸
∑
¸
−
∑
¸
( Saifuddin Azwar, 1997: 19)
Dimana :
rxy
: koefisien
∑ŵ
: Jumlah
∑Y
korelasi product moment Pearson
skor dalam sebaran X
: Jumlah skor dalam sebaran Y
∑ XY : Jumlah hasil skor X dan skor Y yang berpasangan
∑ X2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑ Y2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
N
: Banyaknya sampel
Semua item yang valid menjadi kesatuan dalam pengukuran
validitas konstruk, sedangkan item yang tidak valid dibuang. Kriteria uji
validitas tersebut adalah jika pengukuran koefisien korelasi dengan p <
0,050 maka dapat disimpulkan bahwa butir item valid, sebaliknya jika
hasil pengukuran koefisien korelasi dengan p > 0,050 maka butir item
86
tidak valid. Berdasarkan hasil uji coba yang dilaksanakan dengan jumlah
responden sebanyak 15 remaja melalui komputer paket seri program
statistik (SPS) 2000 program uji kesahihan butir edisi Sutrisno Hadi dan
Yuni Pamardiningsih maka diperoleh hasil validitas sebagai berikut :
a) Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1)
Jumlah item diuji coba 25 item pertanyaan. Jumlah item yang
dinyatakan valid atau sahih sebanyak 17 butir yaitu nomor : 1 , 2, 4, 5, 6,
8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20 dan 23. Keseluruhan item tersebut
dinyatakan valid karena masing-masing item memiliki p < 0,050. Jumlah
item yang dinyatakan tidak valid atau gugur adalah sebanyak 8 butir yaitu
nomor: 3 , 7, 14, 19, 21, 22, 24 dan 25. Ketujuh item tersebut dinyatakan
tidak valid karena masing-masing item memiliki p > 0,050.
b) Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Jumlah item yang diuji cobakan 32 item pertanyaan. Jumlah item yang
dinyatakan valid atau sahih adalah sebanyak 18 butir yaitu nomor : 1, 3, 4,
6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 25 dan 31. Keseluruhan item
tersebut dinyakatan valid karena maisng-masing item memiliki p < 0,050.
Jumlah item yang dinyatakan tidak valid atau gugur adalah sebanyak 14
butir yaitu nomor: 2, 5, 10, 12, 18, 20, 22, 29, 26, 27, 28, 29, 30 dan 32.
Keempatbelas item tersebut dinyatakan tidak valid karena masing-maisng
memiliki p > 0,050.
b. Uji Reliabilitas Angket
Uji reliabilitas angket digunakan untuk mengetahui keandalan
angket apakah dipercaya atau tidak untuk mengumpulkan data penelitian.
Uji reliabilitas angket dalam penelitian ini menggunakan formula alpha
Cronbach yaitu :
87
=
ǁ
1−
∑
( Saifuddin Azwar, 1997: 78 )
Dimana :
k
: Banyaknya item
Sj2
: Variabel belahan j :j = 1,2,3
Sx2
: Varians skor
Kriteria koefisien korelasi reliabilitas, yaitu :
0,00 – 0,20
: Reliabilitas rendah sekali
0,20 – 0,40
: Reliabilitas rendah
0,40 – 0,70
: Reliabilitas sedang
0,70 – 0,90
: Reliabilitas tinggi
0,90 – 1,00
: Reliabilitas tinggi sekali
Jika hasil pengukuran reliabilitas instrumen dengan p < 0,050 maka
dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran reliabel, sebaliknya jika hasil
pengukuran reliabilitas instrumen dengan p > 0,050 maka hasil pengukuran
tidak reliabel. Adapun hasil dari uji keandalan item dengan teknik alpha
cronbach melalui komputer paket Seri program Statistik (SPS) 2000 program
uji kesahihan butir edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih maka dapat
diperoleh hasil sebagai berikut :
a) Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1)
Variabel status sosial ekonomi orang tua menghasilkan koefisien
instrument (rtt) = 0,937 dan p = 0,000. Hal ini berarti bahwa reliabilitas
instrument tinggi atau andal.
b) Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Variabel kenakalan remaja menghasilkan koefisien instrumen (rtt) =
0,949 dan p = 0,000. Hal ini berarti bahwa reliabilitas instrumen tinggi atau
andal.
88
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik statistik dengan
menggunakan Anava Dua Jalur, yang digunakan untuk menguji hipotesis
perbandingan lebih dari dua sampel dan setiap sampel terdiri atas dua jenis atau
lebih secara bersama-sama. Langkah-langkah analisisnya sebagai berikut :
1. Menyusun Tabulasi Data
Penyusunan tabulasi didasarkan atas angket yang telah disebarkan kepada
responden. Kemudian nilai item-item dalam angket direkap menjadi satu dalam
tabulasi data.
2. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang
didapat berdistribusi normal. Untuk menguji normalitas data digunakan uji
Chi Kuadrat (Sutrisno Hadi, 2001:346) :
X2 = ∑
Keterangan :
X2 = koefisien chi kuadrat
fo = jumlah frekuensi yang telah diperoleh
fh = jumlah frekuensi yang diharapkan
Berdasarkan kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih Versi : IBM/IN adalah jika p > 0,050 maka sebarannya
normal dan jika p < 0,050 maka sebarannya tidak normal.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui hubungan yang linier antara
masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat yaitu antara X1 dengan
Y dan antara X2 dengan Y.
Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan rumus dari Riduwan
(2010:200) sebagai berikut :
89
∑
a. JK Reg (a)
=
b. JK Reg (bIa)
c. JK Res
= b ∑ŵ −
d. RJK Reg (a)
=∑
= JK Reg (a)
e. RJK Reg (aIb)
= JK Reg (bIa)
f. RJK Res
=
g. JK E
h. JKTC
=∑ 1 ∑
i. RJK TC
=
j. RJK E
=
k. Fhitung
=
¸
∑
–
.∑
(
)
−
( )
es
¸
¸
= JKRes – JKE
−
∑
¸
l. Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka terima Ho berarti linier
Ha = Tidak Linier
Ho = Linier
Keterangan :
JK Reg
= Jumlah Kuadrat Regresi
JK Res
= Jumlah Kuadrat Residu
RJKReg
= Rata-rata Jumlah Kuadrat Regresi
RJK
= Rata-rata Jumlah Kuadrat Residu
JKE
= Jumlah Kuadrat Error
JKTC
= Jumlah Kuadrat Tuna Cocok
RJK TC
= Rata-rata Jumlah Kuadrat Tuna Cocok
RJK E
= Rata-rata Jumlah Kuadrat Error
Berdasarkan kaidah uji linieritas Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih
versi IBM/IN adalah jika p > 0,050 maka korelasinya linier dan jika p < 0,050
maka korelasinya tidak linier.
90
3. Uji Hipotesis
Uji ini menggunakan rumus Anava dua jalur dalam buku Riduwan
(2010:222). Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan uji
Anava adalah dengan :
1) Membuat hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk kalimat.
2) Membentuk hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk statistic.
3) Membuat data statistik induk.
4) Menghitung jumlah kuadrat total (JKT)
JKT = ∑ ŵ ¸ −
∑
’
5) Menghitung jumlah kuadrat antar group A (JKA) dengan rumus :
JKA = ∑
∑
JKB = ∑
∑
∑
−
’
6) Menghitung jumlah kuadrat antar group B (JKB) dengan rumus :
∑
−
’
7) Menghitung jumlah kuadrat antar group A dan B (JKAB) dengan
rumus:
JKAB = ∑
∑
−
∑
’
−
−
8) Menghitung jumlah kuadrat dalam (residu) antar group (JKD) dengan
rumus :
JKD = JKT – JKA – JKB - JKAB
9) Mencari derajat bebas (dbA,dbB,dbAB, dan dbD,dbT) dengan rumus :
dbA (baris) = b – 1
dbB (kolom) = k – 1
dbAB (interaksi) = (dbA).(dbB)
dbT (total) = N - 1
10) Menghitung kuadrat rerata antar group (KRA,KRB,KRAB,KRdbD,KRT)
KRA =
KRB =
KRAB =
.
.
.
91
KRD =
.
11) Mencari Fhitung (FA,FB,FAB) maisng-masing group dengan rumus :
FA =
FB =
FAB =
12) Mencari Ftabel (FA,FB,FAB) masing-masing group
13) Kriteria pengujian, jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak berarti
signifikan.
92
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
a. Keadaan Geografis
Kelurahan Gilingan ada di Wilayah Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Propinsi Jawa Tengah. Kelurahan ini memliliki luas wilayah 127,8 Ha dengan
batas wilayah :
Sebelah Utara
: Kelurahan Nusukan
Sebelah Timur
: Kelurahan Tegalharjo
Sebelah Selatan
: Kelurahan Stabelan, Kelurahan Kestalan
Dan Kelurahan Mangkubumen.
Sebelah Barat
: Kelurahan Manahan.
Kondisi geografis Kelurahan Gilingan yang memiliki suhu udara rata-rata
30-32 C. Kondisi tanah di Kelurahan Gilingan adalah tanah lempung berpasir.
Luas wilayah Kelurahan Gilingan tidak terlalu luas, luas tanah yang hanya 127,8
Ha sebagian besar sudah di penuhi bangunan seperti rumah dan pertokoan. Tidak
ada lagi lahan yang digunakan untuk kebun dan sawah. Kelurahan Gilingan
memiliki 21 Rukun Warga (RW), setiap RW dikepalai Ketua RW. Tiap RW
terdiri dari 4 sampai 6 RT.
b. Keadaan Demografis
Jumlah Penduduk Kelurahan Gilingan triwulan tiga bulan Desember 2009
di bedakan menjadi lima kategori yaitu jumlah penduduk menurut jenis kelamin,
jumlah penduduk menurut usia, jumlah penduduk menurut mata pencaharian,
penduduk menurut pendidikan, penduduk menurut agama. Jumlah penduduk
Kelurahan Gilingan triwulan tiga bulan Desember 2009 menurut jenis kelamin
berjumlah 21.585, terdiri atas 10.599 penduduk laki-laki dan 10.986 penduduk
perempuan, meliputi 4658 KK (Kepala Keluarga). Adapun perincian jumlah
penduduk menurut usia dan jenis kelamin di Kelurahan Gilingan adalah sebagai
berikut :
93
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No
Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk
1
Laki-laki
10.599
2
Perempuan
10.986
Jumlah
21.585
Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009
1) Jumlah Penduduk Menurut Usia
Komposisi penduduk Kelurahan Gilingan berdasar usia pada triwulan tiga
bulan Desember 2009 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia.
Kelompok Usia
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0–4
323
608
931
5–9
985
843
1828
10 – 14
1076
1158
2234
15 – 19
1084
1146
2230
20 – 24
1213
1323
2536
25 – 29
1130
1138
2268
30 – 39
1265
1197
2462
40 – 49
1237
1205
2442
50 – 59
1217
1045
2262
60 +
1069
1323
2392
Jumlah
10.599
10.986
21585
Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009
Jumlah penduduk tertinggi ditempati oleh kelompok usia 20 – 24 tahun
sebesar 2.536 jiwa, kelompok usia terendah ditempati oleh kelompok usia 0 – 4
tahun sebesar 931 jiwa. Kelompok-kelompok usia selanjutnya yaitu 5 – 9 tahun
sebesar 1.828 jiwa, kelompok usia 10 – 14 tahun sebesar 2234 jiwa, kelompok
usia 15 – 19 tahun sebesar 2.230 jiwa, kelompok usia 25 – 29 tahun 2.268 jiwa,
kelompok usia 30 – 39 tahun sebesar 2.462 jiwa, kelompok usia 40 – 49 tahun
sebesar 2.442 jiwa, kelompok usia 50 – 59 tahun 2.262 jiwa dan kelompok usia
94
yang terakhir kelompok usia 60 tahun ke atas sebesar 2.392 jiwa. Dari data di atas
usia remaja dalam penelitian ini yaitu remaja antara usia 13 – 18 tahun yaitu
sebanyak 4.464 remaja, diperoleh dari penjumlahan antara kelompok usia 10 – 14
tahun sebanyak 2.234 jiwa dengan kelompok usia 16 – 19 tahun sebesar 2.230
jiwa.
2) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu mempunyai cara-cara
tertentu seperti yang terlihat dalam berbagai macam mata pencaharian. Berbagai
mata pencaharian atau pekerjaan penduduk ini dilakukan sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Dengan mata pencaharian atau pekerjaan yang
dilakukan, mereka akan memperoleh pendapatan yang akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikutnya ini adalah jumlah penduduk
berdasarkan mata pencaharian.
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
(Bagi Umur 10 tahun keatas)
No
1
Mata Pencaharian
Jumlah
a. Petani Sendiri
-
b. Buruh Tani
-
c. Nelayan
-
d. Pengusaha
816
e. Buruh Industri
1.647
f. Buruh Bangunan
4.781
g. Pedagang
1.593
h. Pengangkutan
1.455
i. Peg.Negeri (Sipil/ABRI)
1.324
j. Pensiunan
1.418
k. Lain-lain
4.792
Jumlah
18.826
Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009
Penduduk Kelurahan Gilingan seperti pada umumnya bermata pencaharian
sebagai buruh bangunan. Masyarakat di Kelurahan Gilingan bekerja sebagai
95
buruh bangunan karena pembangunan di Kota Surakarta saat ini mengalami
kemajuan. Kelurahan Gilingan sudah termasuk kota, sehingga wilayah pertanian
sudah tidak ada lagi, maka warganya lebih banyak bekerja sebagai buruh
bangunan.
3) Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam rangka mencerdaskan
bangsa. Pendidikan ini dapat menjadi salah satu sarana untuk memperbaiki
kualitas hidup masyarakat. Di Kelurahan Gilingan terdapat beberapa pendidikan
Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas. Mengenai tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No
1
Tingkat Pendidikan
Jumlah
a. Tamat Akademi/Perguruan
1.715
Tinggi
b. Tamat SMA
3.173
c. Tamat SLTP
3.819
d. Tamat SD
3.815
e. Tidak Tamat SD
1.982
f. Belum Tamat SD
4.983
g. Tidak Sekolah
1.167
Jumlah
20.654
Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009
Kelurahan Gilingan merupakan salah satu kelurahan yang masyarakatnya
sudah sadar akan pendidikan. Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa angka
warga yang mengenyam pendidikan lebih tinggi dari pada warga yang tidak
bersekolah.
4) Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Gilingan mayoritas beragama Islam dari monografi
Kelurahan tercatat 14.248 penduduk, dan pemeluk agama Budha adalah yang
terkecil sebanyak 213. Sebagai berikut mengenai Agama di Kelurahan Gilingan :
96
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Menurut Agama
No
1
Agama
Jumlah
a. Islam
14.248
b. Kristen Katholik
3.356
c. Kristen Protestan
3.768
d. Budha
213
e. Hindu
Jumlah
21.585
Sumber : Monografi Kelurahan Gilingan Tahun 2009
c. Struktur Organisasi
Dalam menjalankan pemerintahan, seorang Lurah akan dibantu oleh para
staf-stafnya yang memberikan layanan kepada masyarakat. Staf-stafnya tersebut
terdiri dari Sekertaris Kelurahan, Kasi Tata Pemerintahan, Kasi Pembangunan
Masyarakat, Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup dan Kasi Budaya dan
Agama. Organisasi pemerintahan Kelurahan Gilingan dapat dilihat dalam bagan
di bawah ini :
Kepala Kelurahan Gilingan
Drs. Mardiono Joko Setiawan
Kelompok Jabatan
d.
Fungsional
Sekertaris Kelurahan
( Wisnu Sutopo)
Bendahara
( Diyono)
Pembantu Bendahara
( Budiyono)
Kasi Tata
Kasi Pembangunan Masyarakat
Pemerintahan
(Setiawan Irianto,SE)
Register
Pengadaan Barang
( Sanyoto )
( FX. Cahyono Heri )
Kasi Pembangunan
Dan Lingkungan
Hidup
( Suparwan. ST )
Kasi Budaya
dan Agama
(Siti Ngaisah )
Gambar.1. Bagan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Gilingan
97
B. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan gambaran hasil pengumpulan data
tiap-tiap variabel yang diteliti. Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut :
1. Status sosial ekonomi orang tua sebagai variabel bebas pertama (X1)
2. Jenis Kelamin Remaja sebagai variabel bebas kedua (X2)
3. Kenakalan Remaja sebagai variabel terikat (Y)
Berdasarkan data yang dikumpulkan demi membuktikan hipotesis yang
telah dikemukakan di depan, maka dalam pengumpulan data digunakan teknik
angket yang diisi oleh remaja di Kelurahan Gilingan sebanyak 89 responden yang
terdiri dari 38 remaja laki-laki dan 51 remaja perempuan.
a. Deskripsi Data Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1)
Status sosial ekonomi orang tua merupakan variabel bebas pertama (X1)
dari penelitian ini. Berdasarkan data induk penelitian, maka data mengenai status
sosial ekonomi orang tua di bagi menjadi tiga (3) golongan, yaitu status sosial
ekonomi orang tua rendah (A1), status sosial ekonomi orang tua sedang (A2) dan
status sosial ekonomi orang tua tinggi (A3). Dari 89 responden yang terdiri dari
remaja laki-laki dan remaja perempuan terdapat 55 remaja berasal status sosial
ekonomi rendah (A1), 31 remaja berasal dari status sosial ekonomi orang tua
sedang (A2) dan 3 remaja yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi.
Data tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Jumlah Remaja Berdasarkan Golongan Status Sosial Ekonomi
Orang Tua
Status Sosial Ekonomi Orang Tua (A)
Jumlah Remaja
Status sosial ekonomi rendah (A1)
55 remaja
Status sosial ekonomi sedang (A2)
31 remaja
Status sosial ekonomi tinggi
3 remaja
Total
(A3)
89 remaja
98
Jika disajikan dalam bentuk grafik histogram, maka dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Jumlah Remaja Berdasarkan Status
Sosial Ekonomi Orang Tua
60
Frekuensi
50
40
30
20
10
0
SSE Rendah
SSE Sedang
SSE Tinggi
Golongan
Gambar 2.a Histogram Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Berdasarkan data induk penelitian, maka data mengenai jumlah remaja
menurut golongan status sosial ekonomi (A) dan jenis kelamin (B) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 4.7 Klasifikasi jumlah remaja berdasarkan status sosial ekonomi dan
jenis kelamin remaja.
Status Sosial Ekonomi Orang Tua
(A)
Jenis Kelamin
Remaja
(B)
Status sosial ekonomi orang tua Laki-laki
rendah (A1)
(B1)
21
Perempuan (B2)
34
Status sosial ekonomi orang tua Laki-laki
sedang (A2)
(B1)
15
Perempuan (B2)
16
Status sosial ekonomi orang tua Laki-laki
tinggi (A3)
Total
(B1)
2
Perempuan (B2)
1
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahu bahwa remaja laki-laki yang
berasal dari status sosial ekonomi rendah sebanyak 21 orang, dan remaja
99
perempuan sebanyak 34 orang. Remaja laki-laki yang berasal dari status sosial
ekonomi orang tua sedang sebanyak 15 orang dan remaja perempuan sebanyak 16
orang. Dan remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua
tinggi sebanyak 2 orang dan remaja perempuan hanya 1 orang. Dapat disimpulkan
bahwa remaja di Kelurahan Gilingan mayoritas berasal dari keluarga yang
berstatus sosial ekonomi orang tua rendah.
b. Deskripsi Data Jenis Kelamin Remaja (X2)
Jenis kelamin merupakan variabel bebas kedua (X2) dari penelitian ini.
Berdasarkan data induk penelitian, maka data mengenai jumlah remaja laki-laki
dan remaja perempuan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8 Jumlah Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin (B)
Laki-laki
Jumlah Remaja
(B1)
38
Perempuan (B2)
51
Total
89
Jika disajikan dalam bentuk grafik histogram, maka dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Frekuensi
Jumlah Remaja Berdasarkan
Jenis Kelamin
60
50
40
30
20
10
0
B1
B2
Jenis Kelamin Remaja
B1: Laki-laki
B2: Perempuan
Gambar 2.b Histogram Jenis Kelamin Remaja
100
Berdasarkan histogram di atas maka jumlah remaja perempuan lebih
banyak dari pada jumlah remaja laki-laki. Dimana jumlah laki-laki sebanyak 38
orang dan remaja perempuan 51 orang.
c. Deskripsi Data Kenakalan Remaja (Y)
Kenakalan remaja merupakan variabel terikat dari penelitian ini. Data
tentang kenakalan remaja (Y) diperoleh melalui teknik angket. Berdasarkan hasil
penghitungan dengan bantuan komputer Seri Program Statistik / SPS 2000,
diperoleh distribusi frekuensi sebagai berikut :
Tabel 4.9 Sebaran Frekuensi Kenakalan Remaja
Variat
f
fX
fX2
F%
Fk% -naik
53,5 – 62,5
6
339,00
19.185,00
6,74
100.00
44,5 – 53,5
4
192,00
9.220,00
4,49
93,26
35,5 – 44,5
21
826,00
32.544,00
23,60
88,76
26,5 – 35,5
19
584,00
18.096,00
21,35
65,17
17,5 – 26,5
39
890,00
20.546,00
43,82
43,82
Total
89
2.831,00
99,591,00
100,00
-
Mean (Rerata)
: 31,81
Median
: 29,11
Mode (Modus)
: 22,00
S.B
: 10,41
S.R
: 8,34
Nilai Terendah
: 18,00
Nilai Tertinggi
: 61,00
Berdasarkan tabel sebaran Frekuensi Y dapat diketahui bahwa frekuensi
kenakalan remaja tertinggi terletak pada interval 17,5 – 26,5 yaitu sebanyak 39
orang. Frekuensi terendah terletak pada interval 44,5 – 53,5 yaitu sebanyak 4
orang. Untuk mengetahui tinggi rendahnya kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan dapat dilihat dari histogram sebagai berikut :
101
Frekuensi
Sebaran Frekuensi Kenakalan Remaja
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
17,5-26,5
26,5-35,5
35,5-44,5
44,5-53,5
53,5-62,5
Interval
Gambar 2.c Histogram Kenakalan Remaja
Berdasarkan histogram di atas, tinggi rendahnya kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan dapat dijelaskan dengan memberi kategori dari masingmasing interval. Terdapat lima interval dengan lima kategori untuk kategori
kenakalan remaja. Kategori kenakalan remaja sangat rendah yaitu 17,5 – 26,5,
kategori kenakalan remaja rendah yaitu 26,5 – 35,5, kategori kenakalan remaja
cukup berada di interval 35,5 – 44,5, kategori kenakalan remaja tinggi berada di
interval 44,5 – 53,5, kategori kenakalan remaja sangat tinggi berada di interval
53,5 – 62,5. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan berada dalam posisi rendah yaitu pada
interval 26,5 – 35,5. Hal ini juga dapat dibuktikan dari nilai rata-rata empiris atau
mean yang diperoleh sebesar 31,81 berada di dalam skor 26,5 – 35,5.
C. Uji Persyaratan Analisis
Dalam penelitian ini, pengujian persyaratan analisis dilakukan dengan
menggunakan uji normalitas dan uji linieritas, sebagai berikut :
1.) Uji Normalitas
Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data.
Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistic
102
parametric. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik parametric,
asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut terdestribusi
secara normal. Maksud data terdestribusi secara normal adalah bahwa data akan
mengikuti bentuk distribusi normal dimana data memusat pada nilai rata-rata dan
median.
Uji normalitas dilakukan terhadap masing-masing variabel penelitian
untuk mengetahui apakah variabel tersebut memiliki skor yang distribusinya
normal atau tidak. Dalam penelitian ini ada tiga variabel, tetapi variabel yang bisa
di uji normalitas adalah variabel Y atau Kenakalan Remaja. Variabel X1 dan X2
tidak bisa karena tergolong variabel kategorik. Penggunaan grafik distribusi
merupakan cara yang paling gampang dan sederhana. Cara ini dilakukan karena
bentuk data yang terdistribusi secara normal akan mengikuti pola distribusi
normal dimana grafiknya mengikuti bentuk lonceng. Untuk lebih jelasnya hasil uji
normalitas pada vaiabel kenakalan remaja dipaparkan sebagai berikut :
a. Uji Normalitas Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Berdasarkan uji normalitas dengan analisis Chi Kuadrat diperoleh hasil
sebagai berikut :
Mean (Rerata)
: 31,809
Kai Kuadrat (X2)
: 2,760
Standart Deviasi (S.B)
: 10,412
db
:2
p
: 0,252
Hasil perhitungan tersebut diketahui X2 = 2,760 dan p = 0,252, dari sampel
sebanyak 89, kelas (k) adalah 3 dengan demikian derajat kebebasan (db) adalah k1 = 2 dengan taraf signifikansi 5%. Menurut kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi
dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN, yaitu apabila p > 0,05 maka distribusinya
normal dan jika p < 0,05 maka distribusinya tidak normal. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa p > 0,05, yaitu 0,252 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
103
2.) Uji Linieritas
Uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas
dengan variabel terikat (Kriterium) bersifat linier. Adapun hasil pengujian
persyaratan analisis setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan komputer SPS
2000 edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM versi IBM/IN antara
Status sosial ekonomi orang tua (X1) dengan Kenakalan Remaja (Y) dan antara
Jenis kelamin remaja (X2) dengan Kenakalan remaja (Y) adalah sebagai berikut :
a. Uji Linieritas Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1) dengan
Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Berdasarkan uji linieritas variabel status sosial ekonomi orang tua (X1)
dengan variabel Kenakalan Remaja (Y) diperoleh nilai sebagai berikut :
Tabel 4.10. Tabel Rangkuman Analisis Variabel X1 dengan Y
Sumber
Regresi
Derajat
Ke 1
Residu
R2
db
Var
F
p
0,009
1
0,009
0,765
0,612
0,991
87
0,011
-
-
Regresi
Ke 2
0,012
2
0,006
0,514
0,606
Beda
Ke 2- Ke 1
0,003
1
0,003
0,268
0,612
0,988
86
0,011
-
-
Residu
Korelasinya Linier
F
= 0,268
p
= 0,612
Hasil di atas menunjukkan p > 0,050, yaitu 0,612 > 0,050, dan F = 0,268.
Dapat disimpulkan bahwa X1 dengan Y memiliki korelasi linier.
104
b. Uji Linieritas Variabel Jenis Kelamin Remaja (X2) dengan Kenakalan
Remaja (Y)
Berdasarkan uji linieritas variabel jenis kelamin remaja (X2) dengan
variabel kenakalan remaja (Y), diperoleh nilai sebagai berikut :
Tabel 4.11. Tabel Rangkuman Analisis Variabel X2 dengan Y
Sumber
Regresi
Derajat
Ke 1
Residu
R2
db
Var
F
p
0,135
1
0,135
13,540
0,612
0,865
87
0,010
-
-
Regresi
Ke 2
0,135
2
0,067
6,692
0,002
Beda
Ke 2- Ke 1
0,000
1
0,000
0,000
1,000
0,865
86
0,010
-
-
Residu
Korelasinya Linier
F
= 0,000
p
= 1,000
Hasil di atas menunjukkan p > 0,050, yaitu 1,000 > 0,050 dan F = 0,000
dapat disimpulkan bahwa X2 dengan Y memiliki korelasi linier.
105
D. Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Dua jalur
Dalam penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
teknik analisis variansi dua jalur. Adapun hasil perhitungan analisis variansi dua
jalur disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua jalur
Sumber
JK
db
RK
F
R2
p
Status sosial
ekonomi
orang tua
Tidak
112,590
2
56,295
0,586
0,012 0,564
Kelamin (B)
terdapat
perbedaan
(A)
Jenis
Kesimpulan
1.284,731
1
1.284,731 13,374 0,135 0,001
Terdapat
perbedaan
Tidak
Inter (AB)
169,448
2
84,724
0,882
0,018 0,579
terdapat
perbedaan
Galat (G)
7.972,982
83
96,060
-
-
-
-
Total
9.539,750
88
-
-
-
-
-
2. Uji Lanjut Pasca Anava
Pengujian pasca anava pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
uji t pasca anava. Pengujian komparasi pasca anava dalam penelitian ini hanya di
lakukan antar kolom karena dari ketiga hipotesis hanya hipotesis perbedaan
kenakalan remaja berdasarkan jenis kelamin saja yang terbukti. Adapun hasil
komparasi antar kolom disajikan pada kolom sebagai berikut :
106
a) Kolom Uji t Antar A ( Status Sosial Ekonomi Orang Tua )
Tabel 4.13. Uji t Antar Rerata A
Komparasi
p
Rerata
Kesimpulan
A1 vs A2
0,638
A1 = 32,673
Tidak
A1 vs A3
0,834
A2 = 30,290
yang tidak siginifikan antara
A2 vs A1
0,638
A3 = 31,667
A1, A2 dan A3.
A2 vs A3
0,779
A3 vs A1
0,834
A3 vs A2
0,779
terdapat
perbedaan
Keterangan :
A1 = Status sosial ekonomi orang tua rendah
A2 = Status sosial ekonomi orang tua sedang
A3 = Status sosial ekonomi orang tua tinggi
Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas, dapat diperoleh
kesimpulan yaitu tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua baik itu
rendah, sedang maupun tinggi antara remaja laki-laki dan remaja perempuan
karena p > 0,05. A1 vs A2 dan A2 vs A1 memiliki p = 0,638 > 0,05, A1 vs A3
dan A3 vs A1 memiliki p = 0,834 > 0,05, dan A2 vs A3 dan A3 vs A2 memiliki p
= 0,779 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang tidak signifikan pada status sosial ekonomi orang tua antara
remaja laki-laki dengan remaja perempuan.
b) Kolom Uji t Antar Rerata B (Jenis Kelamin)
Tabel 4.14. Uji t Antar Rerata B (Jenis Kelamin Remaja)
Komparasi
p
B1 vs B2
Atau
B2 vs B1
0,001
Rerata
B1 = 36,211
B2 = 28,529
Kesimpulan
Terdapat
perbedaan
signifikan
antara
yang
kenakalan
remaja laki-laki (B1) dengan
kenakalan remaja perempuan
(B2).
107
Keterangan :
B1
= Remaja Laki-laki
B2
= Remaja Perempuan
Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas, dapat diperoleh
kesimpulan yaitu terdapat perbedaan kenakalan remaja antara remaja laki-laki
dengan remaja perempuan dengan p = 0,001 < 0,05. Sedangkan dilihat dari rerata
laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan, dimana rerata remaja laki-laki
(B1) = 36,211 > rerata remaja perempuan (B2) = 28,529. Maka dapat di tarik
kesimpulan bahwa kenakalan remaja laki-laki dengan rerata 36,211 lebih tinggi
daripada remaja perempuan dengan rerata 28,529.
Maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja laki-laki di Kelurahan
Gilingan lebih tinggi dari pada kenakalan yang di lakukan remaja perempuan.
c. Kolom Uji t Inter AB (Status sosial ekonomi orang tua dan Jenis kelamin
remaja )
Tabel 4.15. Uji t Inter AB
Komparasi
p
1,1 vs 1,2
0,205
1,2 vs 1,1
Rerata
Kesimpulan
30,147 Terdapat perbedaan yang kurang siginifikan
antara status sosial ekonomi orang tua
rendah jenis kelamin laki-laki terhadap
status sosial ekonomi orang tua rendah jenis
kelamin perempuan.
1,1 vs 2,2
0,035
2,2 vs 1,1
25,750 Terdapat perbedaan yang siginfikan antara
status sosial ekonomi orang tua rendah jenis
kelamin laki-laki terhadap status sosial
ekonomi orang tua sedang jenis kelamin
perempuan.
1,2 vs 3,1
3,1 vs 1,2
0,109
38,500 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan
antara status sosial ekonomi orang tua
rendah jenis kelamin perempuan terhadap
status sosial ekonomi tinggi jenis kelamin
108
laki-laki.
2,1 vs 2,2
0,079
2,2 vs 2,1
25,750 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan
antara status sosial ekonomi orang tua
sedang jenis kelamin laki-laki terhadap
status sosial ekonomi orang tua sedang jenis
kelamin perempuan.
2,2 vs 3,1
3,1 vs 2,2
0,016
25,750 Terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara status sosial ekonomi orang tua
sedang jenis kelamin perempuan terhadap
status sosial ekonomi orang tua tinggi jenis
kelamin laki-laki.
Keterangan :
1,1
= Status sosial ekonomi orang tua rendah, jenis kelamin laki-laki
1,2
= Status sosial ekonomi orang tua rendah, jenis kelamin perempuan
2,1
= Status sosial ekonomi orang tua sedang, jenis kelamin laki-laki
2,2
= Status sosial ekonomi orang tua sedang, jenis kelamin perempuan
3,1
= Status sosial ekonomi orang tua tinggi, jenis kelamin laki-laki
3,2
= Status sosial ekonomi orang tua tingi, jenis kelamin perempuan.
Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas signifikan yang
digunakan menurut signifikan komputer, dapat diperoleh kesimpulan adalah
sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang kurang signifikan antara remaja
laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap
remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah.
Karena memiliki p = 0,209 dan rerata 30,147. Dimana menurut uji signifikan
komputer p < 0,30 adalah kurang signifikan, berarti p = 0,209 < 0,30.
2. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang signifikan antara remaja laki-laki
yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap remaja
perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang. Karena
memiliki p = 0,035 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan komputer
p < 0,05 adalah signifikan, berarti p = 0,035 < 0,05.
109
3. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang cukup signifikan antara remaja
perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap
remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi.
Karena memiliki p = 0,109 dan rerata 38,500. Dimana menurut uji signifikan
komputer p < 0,15 adalah cukup signifikan, berarti p = 0,109 < 0,15.
4. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang cukup signifikan antara remaja
laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang terhadap
remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang.
Karena memiliki p = 0,079 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan
komputer p < 0,15 adalah cukup signifikan, berarti p = 0,079 < 0,15.
5. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara remaja perempuan yang
berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang terhadap remaja laki-laki
yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua tinggi. Karena memiliki p =
0,016 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan komputer p < 0,01
adalah sangat signifikan, berarti p = 0,016 < 0,01.
3. Kesimpulan Pengujian Hipotesis
Setelah melakukan uji hipotesis, maka peneliti dapat menyimpulkan
sebagai berikut :
a) Hipotesis Pertama
Ho diterima karena p = 0,564 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan
status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Sehingga hipotesis yang
berbunyi: “Ada perbedaan antara status sosial ekonomi orang tua rendah,
sedang dan tinggi terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta”. ditolak.
b) Hipotesis Kedua
Ho ditolak karena p = 0,001 < 0,05 artinya terdapat perbedaan jenis
kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta. Sehingga hipotesis yang berbunyi : “Ada
perbedaan antara jenis kelamin remaja laki-laki dan remaja perempuan
110
terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta”. diterima.
c) Hipotesis Ketiga
Ho diterima karena p = 0,579 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan
status sosial ekonomi orang tua rendah, sedang, tinggi dan jenis kelamin
remaja laki-laki, remaja perempuan terhadap kenakalan remaja. Sehingga
hipotesis yang berbunyi : “Ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan
jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. ditolak.
E. Pembahasan Hasil Analisis Data
Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian hipotesis kemudian
dilakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data sebagai
berikut :
1. Hipotesis Pertama
Dari analisis variansi dua jalur, diperoleh p = 0,564 > 0,05. Ini berarti
tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua, baik status sosial
ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang dan status
sosial ekonomi orang tua tinggi terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
Dari hasil uji komparasi pasca anava antar kolom dengan menggunakan
metode uji t yang disajikan, diperoleh p seluruhnya > 0,05, rerata status sosial
ekonomi orang tua rendah (A1) = 32,673, rerata status sosial ekonomi orang tua
sedang (A2) = 30,290, rerata status sosial ekonomi orang tua tinggi (A3) = 31,
667. Sehingga dengan demikian tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi
orang tua baik status sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi
orang tua sedang dan status sosial ekonomi orang tua tinggi terhadap kenakalan
remaja.
Status sosial ekonomi orang tua adalah kedudukan orang tua dalam suatu
masyarakat yang diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, yang berkaitan pula dengan hak dan kewajiban
111
serta segala sesuatu di lingkungan masyarakat sekitar. Menurut Soerjono
Soekanto (2002:283), “Pembagian pelapisan sosial ekonomi dalam masyarakat
terbagi menjadi tiga golongan yaitu lapisan atas (upper class), lapisan menengah
(middle class), dan lapisan bawah (lower class)”. Adapun penggolongan status
sosial ekonomi berdasarkan kelas sosial ekonomi yang ada dalam masyarakat
adalah sebagai berikut :
1.) Kelompok Sosial Ekonomi Atas
Yang termasuk dalam kelas ini adalah orang tua yang dapat memenuhi
semua kebutuhan hidup keluarganya baik kebutuhan primer maupun
kebutuhan sekunder, bahkan dapat memenuhi kebutuhan yang tergolong
mewah. Menurut Solaeman B Taneko (1990:99) bahwa, ‘Lapisan ekonomi
mampu terdiri dari pejabat pemerintahan, para dokter dan kelompok
professional lainnya”.
2.) Kelompok Sosial Ekonomi Menengah
Orang tua yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang tua yang
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggunakan penghasilan
keluarga secara ketat terhadap kebutuhan yang dianggap penting. Soleman B
Taneko (1990:100) mengemukakan bahwa, “Lapisan ekonomi menengah
terdiri dari alim ulama, pegawai dan kelompok wirausaha”.
3.) Kelompok Sosial Ekonomi Bawah
Kelompok yang termasuk kelas ini mengalami kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kebutuhan yang paling sederhana
kadang-kadang masih dapat terpenuhi, akan tetapi ada pula sebagian keluarga
dari kelas ini yang tidak dapat memenuhinya. Sehubungan dengan kelas ini
Soleman B Taneko (1990:100) menengemukakan bahwa, “ lapisan ekonomi
miskin terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruhburuh yang sejenis”.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas, bahwa remaja di Kelurahan
Gilingan mayoritas berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah, dengan
hasil perhitungan induk sebanyak 55 remaja berasal dari status sosial ekonomi
rendah, terdiri 21 remaja laki-laki dan 34 remaja perempuan. Sedangkan 31
112
remaja berasal dari status sosial ekonomi sedang, terdiri dari 15 remaja laki-laki
dan 16 remaja perempuan. 3 remaja berasal dari status sosial ekonomi orang tua
tinggi, terdiri dari 2 remaja laki-laki dan 1 remaja perempuan. Demikian pula
dengan kenakalan yang dilakukan oleh remaja, kenakalan di Kelurahan Gilingan
tergolong kenakalan rendah. Ada kenakalan yang dilakukan remaja tetapi rendah.
Ternyata status sosial ekonomi orang tua tidak mempengaruhi kenakalan yang di
lakukan oleh remaja, remaja yang melakukan kenakalan bisa berasal dari status
sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang dan
status sosial ekonomi orang tua tinggi. Kesimpulannya kenakalan yang di lakukan
remaja bisa saja dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua golongan status
sosial ekonomi orang tua. Kesimpulan tersebut dapat diperkuat oleh pendapat
yang dikemukakan oleh Gerungan (1996:196),” Status sosial ekonomi orang tua
itu tidak merupakan faktor mutlak dalam perkembangan sosial karena hal ini
bergantung kepada sikap-sikap orang tuanya dan bagaimana corak interaksi di
dalam keluarganya. Walaupun status sosial ekonomi orang tua memuaskan, tetapi
apabila mereka tidak memperhatikan pendidikan anaknya atau senantiasa
berselisih, hal tersebut juga tidak menguntungkan perkembangan sosial anakanaknya”. Hal ini diperkuat pula pada hasil penelitian bahwa tidak ada perbedaan
antara status sosial ekonomi orang tua dengan kenakalan remaja.
2. Hipotesis Kedua
Dari analisis variansi dua jalur, diperoleh p = 0,001 < 0,05. Hal ini berarti
terdapat perbedaan jenis kelamin remaja baik remaja laki-laki dan remaja
perempuan terhadap kenakalan remaja.
Dari hasil uji komparasi pasca anava antar kolom dengan menggunakan
metode uji t yang disajikan dapat diperoleh p = 0,001 < 0,05 ,dimana rerata jenis
kelamin laki-laki 36,211 dan rerata jenis kelamin perempuan 28,529. Dengan
demikian terdapat perbedaan jenis kelamin remaja laki-laki dan remaja perempuan
terhadap kenakalan remaja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan tergolong rendah, tetapi kenakalan yang dilakukan remaja
laki-laki lebih tinggi daripada kenakalan yang dilakukan remaja perempuan di
113
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam masalah kenakalan faktor jenis kelamin sangat berpengaruh
terhadap perbedaan tersebut. Perbedaan kenakalan dilihat dari faktor jenis kelamin
terjadi karena adanya perbedaan dilihat dari faktor fisik, psikis dan perkembangan
sosial. (Hal ini sesuai dengan teori pada halaman 50 - 65). Remaja laki-laki lebih
nakal dari pada remaja perempuan, Hal ini diperkuat juga oleh teori yang
mengatakan bahwa anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan
emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Sedangkan emosi takut, cemas,
dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. David O. Sears,
Jonathan L. Freedman dan L. Anne Peplau (2000: 213) mengatakan “ Di masa
kanak-kanak, anak laki-laki biasanya dinilai lebih agresif daripada anak
perempuan oleh guru, orang tua, dan teman-teman sebaya”. Berdasarkan pendapat
di atas dapat diartikan bahwa masyarakat kita lebih toleran terhadap agresi pada
pria dibandingkan pada perempuan, karena laki-laki diberi ganjaran yang lebih
saat melakukan kesalahan, sedangkan perempuan dibuat merasa bersalah dan
kurang adanya ganjaran, dan perempuan ditekan oleh tekanan-tekanan situasional
yang menghambatnya untuk agresi daripada laki-laki.
3. Hipotesis Ketiga
Dari analisis varian dua jalur diperoleh p = 0,579 > 0,05. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan
jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja. Kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan tergolong rendah, berbeda dengan asumsi publik bahwa di Kelurahan
Gilingan remajanya tergolong sangat nakal, karena dekat dengan terminal
sehingga mereka berasumsi demikian. Dari penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dengan memberikan angket kepada remaja asli penduduk kelurahan
gilingan, bahwa hasilnya rendah. Sesuai dengan latar belakang yang ada di bab 1
bahwa, di Kelurahan Gilingan banyak warga pendatang, dan remaja yang berasal
dari pendatang tersebut lebih condong melakukan kenakalan, karena Kelurahan
Gilingan hanya dijadikan tempat persinggahan. Ada daya tarik tersendiri
pendatang memilih pergi ke kota. Sesuai dengan pendapat Eitzen (1986:400) yang
dikutip dari Blog Archive Yuliana Sulistiawati bahwa “Proses sosialisasi terjadi
114
dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media
atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan
tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang
diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah
perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi
tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu,
misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam
masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin,
dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan
rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil”.
Kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan tergolong rendah, karena remaja
di Kelurahan Gilingan mayoritas bersekolah, sehingga mereka lebih bisa
mengendalikan kenakalan. Banyak faktor lain yang menyebabkan kenakalan di
Kelurahan Gilingan tergolong rendah, hal ini sesuai dengan pendapat Bambang
Mulyono ( 1998 : 51 ) mengenai social equilibrium masyarakat agar masyarakat
mampu mengadakan penyesuaian diri, agar anak-anak mereka tidak melakukan
kenakalan. Social equilibrium tersebut meliputi perubahan teknik, pengisian
waktu senggang, pendidikan, aktivitas dalam masyarakat, suasana dalam rumah
tangga (keluarga), dan agama. Dalam usaha mencapai social equilibrium tersebut
dititikberatkan pada pendidikan dan pengawasan di dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat itu sendiri, karena ketiganya merupakan lingkungan yang utama untuk
perkembangan pribadi seorang anak, agar terhindar dari tindakan kenakalan atau
kriminal.
Perbedaan status sosial ekonomi orang tua digolongkan menjadi tiga yaitu
status sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang,
dan status sosial ekonomi orang tua tinggi. Perbedaan status sosial ekonomi orang
tua tidak langsung didapat secara instan, diperlukan adanya oleh usaha manusia
khususnya orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya.
Tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua dapat dilihat dari pendidikan,
pekerjaan, penghasilan dan sosial yang dimiliki. Faktor luar seperti status sosial
115
ekonomi orang tua tidaklah berpengaruh terhadap kenakalan yang dilakukan oleh
remaja.
Faktor intern yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin remaja. Dimana dalam variabel jenis kelamin
kita dapat melihat perbedaan karakteristik antara remaja laki-laki dan remaja
perempuan dari segi fisik, psikis dan perkembangan sosial.
Dalam penelitian ini adanya perbedaan status sosial ekonomi orang tua
(rendah, sedang dan tinggi) dan jenis kelamin remaja (remaja laki-laki dan remaja
perempuan) secara bersamaan tidak akan menyebabkan perbedaan kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hal ini
dikarenakan latar belakang status sosial ekonomi orang tua merupakan faktor
eksternal
yang
menyebabkan
perbedaan
kenakalan
remaja
dan
hanya
menunjukkan dari mana remaja itu berasal. Jadi baik remaja yang berjenis
kelamin laki-laki dari status sosial ekonomi orang tua rendah dan remaja
perempuan dari status sosial ekonomi orang tua rendah, remaja laki-laki dari
status sosial ekonomi orang tua sedang dan remaja perempuan dari status sosial
ekonomi orang tua sedang, dan remaja laki-laki dari status sosial ekonomi orang
tua tinggi dan remaja perempuan dari status sosial ekonomi orang tua tinggi, tidak
menunjukkan perbedaan kenakalan remaja yang berarti. Hanya variabel jenis
kelamin yang menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kenakalan remaja.
116
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Dengan
kata lain dapat disimpulkan bahwa kenakalan bisa saja dilakukan oleh remaja
yang berasal dari semua golongan status sosial ekonomi orang tua, baik status
sosial ekonomi rendah, sedang maupun tinggi. Status sosial ekonomi orang tua
hanya menunjukkan dari mana remaja tersebut berasal.
2. Terdapat perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Ada kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan tetapi tergolong rendah. Walaupun tergolong
rendah, tetapi terlihat perbedaan kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki dan
remaja perempuan. Kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki lebih tinggi
daripada kenakalan yang dilakukan remaja perempuan di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
3. Tidak terdapat perbedaan kenakalan remaja dilihat dari perbedaan status sosial
ekonomi orang tua dan jenis kelamin secara bersamaan, khususnya di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Penyebabnya
adalah tidak terdapatnya interaksi yang nyata antara status sosial ekonomi
orang tua terhadap jenis kelamin remaja yang mengakibatkan kenakalan
remaja.
117
B. Implikasi
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di atas,
maka penelitian ini memiliki beberapa implikasi sebagai berikut :
1. Tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan
remaja.
Penelitian ini memberikan wacana baru bahwa, kenakalan bisa saja
dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua status sosial ekonomi orang tua,
baik status sosial ekonomi rendah, status sosial ekonomi sedang dan status
sosial ekonomi tinggi, dengan kata lain tidak memandang golongan. Status
sosial ekonomi orang tua hanya menunjukkan dari mana remaja tersebut
berasal, bukan latar belakang yang menyebabkan remaja melakukan kenakalan.
Hal ini perlu di waspadai oleh orang tua, bahwa anak remaja mereka rentan
melakukan kenakalan. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonomi
tinggi, dan memberikan fasilitas yang lengkap dan lebih kepada anaknya,
merasa anaknya mudah dikendalikan, tetapi jika orang tua jarang dirumah dan
hanya sibuk mencari uang dan melupakan perhatiannya kepada anak remaja
mereka sehingga anak remaja mereka mencari kesenangan diluar, bermain
tanpa kontrol dan bisa melakukan kenakalan. Demikian pula dengan orang tua
yang berstatus sosial sedang dan rendah. Semua orang tua hendaknya waspada
dan selalu memberi perhatian, pengarahan dan pengawasan kepada anak
remaja mereka, agar mereka tidak melakukan kenakalan, karena usia remaja
adalah usia mencari jati diri yang rentan akan hal-hal yang negatif.
2. Jenis kelamin remaja secara empiris dapat menyebabkan perbedaan kenakalan
remaja.
Jenis kelamin dalam kehidupan sosial sangat berpengaruh, ditambah
lagi masyarakat adanya toleransi dengan agresi yang dilakukan laki-laki lebih
kuat daripada perempuan. Secara kodrat laki-laki dan perempuan sudah
berbeda dari bentuk fisik, psikis dan perkembangan sosialnya. Sejak awal
remaja, perbedaan tersebut mulai tampak, anak remaja memulai mencari jati
dirinya. Sehingga para orang tua agar lebih mengarahkan anak remaja kearah
118
yang positif dalam hal bergaul, agar anak remaja tidak melakukan kenakalan.
Remaja laki-laki lebih agresif dan emosinya cepat meledak jika menghadapi
sesuatu yang tidak sesuai keinginannya daripada perempuan yang lebih
memendam sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginanya. Sehingga sesuai
dengan penelitian ini bahwa remaja laki-laki lebih tinggi melakukan kenakalan
daripada remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih tinggi melakukan
kenakalan, sehingga orang tua dan orang yang berada disekitar remaja tersebut
harus selalu memberikan pengarahan yang positif, dan pengawasan terhadap
remaja laki-laki agar tidak mudah cepat melakukan kenakalan. Kenakalan yang
dilakukan remaja perempuan lebih rendah, walaupun rendah, remaja
perempuan juga harus selalu diberi perhatian dan pengawasan dari orang tua
dan orang sekitar remaja, agar remaja perempuan terhindar dari hal-hal yang
negatif yang mengarah pada kenakalan.
3. Secara nyata tidak menunjukkan perbedaan antara status sosial ekonomi orang
tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh antara status sosial ekonomi
orang tua dan jenis kelamin remaja di Kelurahan Gilingan terhadap kenakalan
remaja. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial ekonomi orang tua bukan
satu-satunya faktor yang mutlak yang menyebabkan remaja melakukan
kenakalan, karena kenakalan bisa dilakukan oleh semua remaja dengan tidak
melihat golongan. Hanya jenis kelamin remaja yang dapat menunjukkan
perbedaan terhadap kenakalan remaja. Tetapi secara bersamaan kedua variabel
tersebut tidak menunjukkan perbedaan. Ada faktor lain seperti perhatian orang
tua, pengaruh lingkungan, dan keluarga yang dapat menjadi faktor remaja
melakukan kenakalan. Sehingga penelitian ini penting bagi peneliti lain untuk
dapat memilih penggabungan dua variabel bebas lain untuk membuktikan ada
pengaruh secara gabungan dari variabel bebas lain tersebut terhadap kenakalan
remaja.
119
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas,
maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Remaja
Remaja laki-laki sebaiknya lebih mendengar nasehat dari orang tua atau
orang lain yang lebih tua agar ke depannya lebih bersikap kearah yang positif
dan terhindar dari kenakalan. Bagi remaja perempuan, walaupun kenakalannya
lebih rendah daripada remaja laki-laki, tetapi sebaiknya terus berhati-hati
dalam bergaul sehingga terhindar dari kenakalan.
2. Bagi Orang Tua Remaja
Orang tua hendaknya selalu memberi perhatian dan pengawasan
terhadap anak remajanya, serta memberikan bimbingan atau arahan kepada
anak remajanya agar tidak melakukan kenakalan atau hal-hal yang negatif.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya menciptakan suasana yang sesuai dengan nilainilai dan norma-norma, agar menjadi tauladan bagi generasi berikutnya.
Masyarakat lebih tegas menegur jika ada remaja yang melakukan hal-hal yang
negatif.
4. Bagi Pemerintah
Pemerintah hendaknya memberikan perhatian yang lebih dan
mensosialisasikan akibat kenakalan remaja terutama sanksi hukum yang akan
diterima, dan sanksi tersebut harus tegas
dan keras bagi remaja yang
melakukan tindakan kenakalan.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini masih bersifat sederhana, tetapi penelitian ini dapat
dijadikan acuan dan referensi untuk penelitian yang sejenis.
120
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan: Rineka Cipta
Bambang Mulyono Y. 1998. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja Dan
Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius
Burhan Bungin. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi, Dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
Consuelo G. Seville et, al. 1992. Pengantar Metode Penelitian Terjemahan
Alimuddin Tuwu. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco
Hadari Nawawi. 1995. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM
Press
. 1998. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press
Hendro Puspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius
Http://skripsipsikologi.com/Kecenderungan Kenakalan Remaja Karena Pola Aush
Otoriter.html/
http://SUARAMERDEKA.com/2005/03/Menakar-Potensi-Kekerasan-TerhadapAnak.html/04/03/2005
Http://yulianasulistiawati.blogarchive/pasti kalian tau, apa sih KENAKALAN
REMAJA itu???.html/05/02/2010
Hurlock Elizabeth B. 2000. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan Terjemahan Istiwidayanti. Jakarta:
Erlangga
Ika Rusmawati. 2006. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan
Motivasi Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas II
SMAN I Pacitan Tahun Pelajaran 2004/2005
Kamanto Sunarto. 1999. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI
Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Alumni
1992. Pathologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers
1992. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Alumni
121
Ngalim Purwanto M. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosda Karya
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik. Bandung: CV. Rajawali Pers
Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers. 1982. Kemiskinan Dan Kebutuhan
Pokok. Jakarta: CV Rajawali
1995. Kemiskinan Dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV Rajawali
Munandar Soelaeman. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Eresco
Nasikun. 1994. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Panut Panuju dan Ida Umami. 1999. Psikologi Remaja. Bandung: Cahaya Tiara
2005. Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Phil Astrid S Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Anggota IKAPI
Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta
Saifuddin Azwar. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sanapiah Faisal. 2001. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
2004. Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali
Sears David O, Jonathan LF dan L. Anne Peplau. 2000. Psikologi Remaja Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Simadjuntak B. 1981. Pengantar Kriminologi Dan Patologi Sosial. Bandung:
Tarsito
Singgih D Gunarsa. 1991. Dinamika Kelompok. Jakarta: Rajawali Pers
2004. Psikologi Praktis, Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Slamet Y. 2008. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press
Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja
dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta
122
1996. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Solaeman B Taneko. 1990. Struktur dan Proses Sosial, Pengantar Sosiologi
Pembangunan. Jakarta: Rajawali
Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Sunarjadi Prawirodiharjo. 1980. Wajah Masyarakat Indonesia. Jakarta : Rajawali
Sunarto dan B Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta
Sutrisno Hadi. 2001. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi Offset
2004. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset
Syamsu Yusuf LN. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Widodo T. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Surakarta: UNS Press
Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar : Metode dan
Teknik. Bandung: CV. Tarsito
1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar : Metode dan Teknik.
Bandung: CV. Tarsito
123
124
125
Download