Krisis Ekonomi Global dan Indonesia Presented For: Seminar Forum Kajian Pembangunan Anwar Nasution, USAID-SEADI Project Jakarta, 10 Oktober 2012 Pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin lemah • • • • Pada awal Oktober 2012 IMF menurunkan prediksinya akan tingkat laju perekonomian dunia tahun 2012 dan 2013 masing-masing menjadi 3.3 persen dan 3.6 persen dari tadinya 3.4 persen dan 3.9 persen; Ekonomi Euro diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 0.4 persen pada tahun 2012 dan mulai tumbuh sebesar 0.2 persen pada tahun 2013; EU dan USA adalah merupakan pasar terbesar ekspor negaranegara Asia, termasuk RRC dan India. Dengan demikian, tingkat laju pertumbuhan EU dan USA sangat mengganggu ekspor dan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia tersebut; Persentase tingkat laju pertumbuhan Cina diperkirakan turun dari 8.4 persen tahun 2013 menjadi 8.2 persen, India turun dari 6.6 persen menjadi 6 persen dan Brazil turun dari 4.7 persen menjadi 4 persen. 2 Esensi kebijakan ekonomi EU, USA dan Jepang • • • • Polarisasi politik menyebabkan penanganan kebijakan ekonomi di EU, USA dan Jepang semakin tidak pasti sehingga menjadi sulit untuk memperkirakan kapan resesi akan dapat berakhir; Karena tidak dapat melakukan devaluasi mata uang, negaranegara EU menempuh kebijakan “devaluasi internal”. Kebijakan ini menuntut “pengencangan ikat pinggang” termasuk penurunan upah, bantuan sosial dan peningkatan penerimaan pajak yang sangat memberatkan rakyat. Kebijakan lain adalah deregulasi diberbagai sektor perekonomian untuk meningkatkan produktipitas perekonomiannya agar dapat bersaing di pasar dunia; USA memilih “fiscal cliff” dengan mengurangi bantuan sosial dan mengurangi pajak bagi orang kaya; Jepang meningkatkan pajak pertambahan nilai dan mengurangi pengeluaran negara. 3 Peranan Ekonomi RRC dan India yang semakin besar • Resesi ekonomi dunia telah mengakhiri “commodity boom” yang telah berlangsung selama 3 dasawarsa terakhir sehingga menimbulkan dampak negatip terhadap “terms of trade” bagi Indonesia; • Sejak Deng Xiaoping mengundang pemasukan modal asing pada tahun 1978 dan RRC menjadi anggota WTO pada tahun 2001, ekonomi negara itu telah tumbuh pesat rata-rata sebesar 9-10 persen setahun selama rentang waktu lebih dari 30 tahun tersebut; • Ekonomi India juga tumbuh rata-rata sebesar 9-10 setahun setelah melakukan deregulasi sejak awal 1990an; 4 Dampak Resesi Ekonomi Dunia Pada Ekonomi Indonesia • Pada hakikatnya, ekonomi Indonesia telah menjadi pemasok bahan mentah terutama ke RRC dan India serta sekaligus menjadi pasar bagi kedua negara itu. Indonesia juga menjadi pemasok tenaga kerja kurang terampil ke seluruh dunia; • Resesi ekonomi dunia sekarang ini akan menimbulkan dampak negatip pada semua sendi perekonomian Indonesia, terutama melalui lima jalur, yakni: (i) negative terms of trade, (ii) turunnya remittances, (iii) capital flow reversal; (iv) penurunan penerimaan negara dan (v) meningkatnya kredit bank yang bermasalah; • Dampak negatip yang pertama adalah penurunan ekspor akibat dari “negative terms of trade” karena penurunan permintaan tingkat harga komoditas primer maupun penurunan permintaan akan industri manufaktur (seperti tekstil, alas sepatu dan perabotan) yang kita ekspor. 5 Penurunan nilai ekspor dan kenaikan impor • Harga komoditi ekspor penting Indonesia (seperti batubara, minyak kelapa sawit, karet dan hasil laut) telah merosot hampir sebesar 40 persen; • Sebahagian terbesar dari ekspor enerji, bahan mentah dan makanan ini adalah di ekspor ke RRC dan India. Ekonomi kedua negara itu yang tumbuh pesat memerlukan segala jenis bahan baku termasuk yang kita ekspor. Rakyat kedua negara itu yang semakin makmur memerlukan makanan yang lebih baik. Ini yang menyebabkan “commodity boom” yang kita nikmati selama ini; 6 Indonesia diluar global supply chains • Karena “bottlenecks” pembangunan ekonomi nasional tidak pernah diatasi oleh Pemerintah, Indonesia tidak masuk dalam “global supply chains” atau “global production networks” di sektor industri manufaktur yang diprakarsai oleh investasi modal swasta, utamanya perusahaan multi nasional yang melakukan integrasi horisontal; • Melewati Indonesia, “global supply chains” di Asia memanjang di sepanjang pantai mulai dari Asia Timur, Philipina, Singapura, Malaysia, Thailand hingga ke India. Walaupun jaraknya lebih dekat dengan Singapura, Batam dan Bintan bukanlah merupakan saingan Johor maupun Malaka apalagi Penang; • Karena bottlenecks tidak pernah diatasi, MP3EI hanya merupakan rencana diatas kertas tanpa adanya realisasi; 7 Indonesia diluar ……….. • Setiap simpul dalam supply chains memprodusir komponen serta suku cadang komoditi industri manufaktur, terutama otomotip maupun industri elektronik, yang diekspor yang seharusnya dapat menggantikan penurunan ekspor komoditi primer tersebut; • Penang merupakan perakitan HP Blackberry yang pasar terbesarnya adalah Indonesia. Ipad maupun IPhone adalah didesain di USA tapi dirakit di RRC dengan menggunakan komponen yang berasal dari berbagai negara; 8 “Bottlenecks” pembangunan • Bottlenecks yang menghambat ekspor dan pemasukan modal swasta di sektor industri manufaktur itu adalah terdiri dari: kurangnya prasarana ekonomi, buruknya iklim usaha, penguatan nilai tukar Rupiah, larangan investasi oleh pemodal asing, lemahnya lembaga publik, serta langkanya tenaga kerja terampil; • Lembaga publik mempunyai empat fungsi, yakni: (i) menciptakan pasar yang efektip dan efisien dengan melindungi hak milik individu, memaksakan berlakunya kontrak dan memelihara tertib hukum; (ii) mengatur ketertiban pasar dan mengoreksi kegagalannya, seperti pengawasan industri perbankan; (iii) menstabilisir ekonomi makro (termasuk kurs devisa) untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha bagi pengembangan usahanya, dan (iv) mengoreksi kegagalan pasar dalam pemilikan BUMN dan BUMD. 9 Kasus hambatan ekspor emas tambang Martabe • Gabungan dari kelemahan lembaga publik dan tertib hukum serta tidak jalannya keputusan Pemerintah Pusat dilapangan telah menyebabkan buruknya iklim investasi dan menghentikan produksi tambang emas Martabe milik pemodal asing di Batangtoru, Sumatera Utara. Perusahaan itu telah menanamkan modalnya sebesar $900 juta; • Sekelompok masyarakat menggagalkan pembangunan pipa pembuangan air limbah Martabe ke Sungai Batangtoru walaupun sudah memiliki ijin lengkap dari yang berwenang dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun instansi daerah. Air limbah yang akan dibuang tersebut terlebih dahulu dibersihkan oleh pabrik pembersih air (water treatment facility) yang sangat canggih yang tidak dimiliki oleh kota-kota besar kita termasuk Jakarta dan Medan; 10 Hambatan ekspor emas ….. • Seyogyanya ekspor emas tambang Martabe tersebut dapat mengkompensir penurunan ekspor komoditi lainnya. Emas mendapatkan tempat khusus karena merupakan alternatip penempatan tabungan serta kekayaan masyarakat. Penempatan tabungan masyarakat pada emas semakin meningkat ditengah ketidak percayaan dewasa ini pada nilai mata uang, termasuk US Dollar dan Euro; 11 Makna lain dari Martabe • Tambang Martabe sekaligus diharapkan akan menciptaan lapangan pekerjaan dan ikut memodernisir perekonomian daerah itu yang tidak banyak berubah dari jaman kolonial, yakni berkebun karet dengan kualitas rendah; • Mendahului jadwal Indonesianisasi kepemilikan, Martabe sudah memberikan 5 persen sahamnya kepada Pemda Provinsi Sumut dan Kabupaten Tapsel sejak mulai berproduksi, seharusnya mulai tanggal 25 Juli 2012; • Sebagaimana dengan perusahaan tambang lainnya, Martabe membayar “royalty” dan pajak pendapatan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah. 12 Musim kering dunia dan kembalinya TKI ke Tanah Air • Resesi ekonomi global dewasa ini diikuti oleh kekeringan yang melanda berbagai pelosok dunia. Pada gilirannya, bencana alam itu telah menimbulkan gagal panen dan meningkatkan harga pangan seperti gandum, jagung serta kedele sehingga semakin meningkatkan harga impor dan memberatkan neraca perdagangan; • Dampak negatip kedua dari krisis ekonomi global adalah penurunan kiriman uang (remittances) dari TKI ke kampung halamannya. Remittances merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan investasi dan pengeluaran konsumsi dalam negeri terutama di daerah asal TKI; • Karena di PHK kan di luar negeri, sebahagian dari TKI akan terpaksa pulang ke Tanah Air sehingga meningkatkan tingkat laju pengangguran tenaga kerja di Indonesia; 13 Pelarian modal ke luar negeri • Dampak negatip yang ketiga dari resesi ekonomi dunia adalah berupa pelarian modal ke luar negeri (‘capital flow reversal’). Sekitar sepertiga dari pasar SBI dan SUN adalah dikuasai oleh pemodal asing jangka pendek yang sangat peka terhadap gejolak pasar dan sosial-politik (‘volatile’); • Walaupun BI memonopoli pengedaran uang tapi neracanya semakin lemah karena kerugiannya dari (i) operasi sterilisasi dan (ii) penguatan nilai tukar Rupiah. 14 Operasi sterilisasi • Untuk mencegah terjadinya tambahan jumlah uang beredar, BI melakukan sterilisasi dengan menyerap devisa yang masuk (dari hasil ekspor dan pemasukan modal asing jangka pendek) dengan menjual SBI (dengan bunga hampir 7 persen); • Pada gilirannya, devisa tersebut digunakan untuk memupuk cadangan luar negeri BI yang ditempatkannya dalam bentuk obligasi negara-negara maju (seperti USA) yang bunganya hampir mendekati 0 persen; • Dengan demikian, BI menanggung kerugian dari selisih tingkat suku bunga SBI dengan balas jasa investasinya. 15 Nilai tukar Rupiah yang menguat • Sumber kerugian BI yang kedua adalah bersumber dari strateginya yang menguatkan nilai tukar Rupiah. BI mengalami kerugian karena menjual devisa dengan harga yang lebih murah dari harga pembeliannya; • Nilai tukar Rupiah yang semakin menguat itu membuat harga komoditi impor menjadi semakin murah sehingga lebih mudah untuk mencapai target inflasi yang dibuat oleh BI sendiri; • Dewasa ini, hampir semua buah-buahan, kembang maupun pakaian kita adalah diimpor dari luar negeri, utamanya dari RRC. 16 Ekonomi yang kurang efisien • Sebaliknya, ada dua dampak dari penguatan nilai tukar Rupiah tersebut. Dampak pertama, menyebabkan produsen komoditi ekspor dan pengganti impor kalah bersaing. • Produsen Indonesia semakin kalah bersaing karena CAFTA menurunkan hambatan perdagangan dan Renminbi dibiarkan melemah sebagai strategi untuk mendorong ekspor RRC. Sementara itu, hampir tidak ada upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produktipitas ekonominya; • Dampak kedua dari penguatan Rupiah adalah merangsang penggunaan sumber-sumber ekonomi pada sektor ‘non-traded’ yang kurang efisien; • Dengan demikian, nilai tukar Rupiah yang menguat itu adalah “good for image but bad for economic growth”; 17 Cadangan luar negeri yang mulai terkuras • Defisit neraca berjalan serta defisit neraca modal telah menyebabkan mulai digunakannya cadangan luar negeri untuk membelanjai defisit kedua neraca tersebut; • Penggunaan cadangan luar negeri semakin besar bilamana ada keinginan untuk mencegah kenaikan kurs devisa yang terlalu cepat. 18 Penurunan Penerimaan Negara • Dampak keempat dari resesi ekonomi global adalah pada penurunan penerimaan pajak negara. Penurunan penerimaan itu bukan saja karena basis pengenaan pajak yang mengalami erosi tapi juga karena buruknya administrasi perpajakan. Dewasa ini, penerimaan negara semakin tergantung kepada “royalty” serta pajak pendapatan perusahaan tambang dan perkebunan besar; • Tax evasion dan tax avoidance semakin marak termasuk tax transfer melalui Singapura yang dilakukan oleh perusahaan besar. Baru-baru ini Dirjen Pajak mengeluh karena para Bupati/Walikota tidak memberikan informasi tentang surat ijin usaha pertambangan dan perkebunan yang dikeluarkannya; 19 Peningkatan kredit macet perbankan • Dampak kelima dari krisis ekonomi global adalah peningkatan kredit macet perbankan. Pada waktu boom harga komoditas dimasa lalu, pertambangan serta perkebunan, real estate maupun durable consumption merupakan penerima kredit bank yang utama. Sebagaimana tercermin dari pemberitaan kesulitan perusahaan pertambangan serta perkebunan besar, pada umumnya perusahaan itu melakukan high leverage financing dengan mengandalkan kredit bank asing dengan agunan saham; 20 Apa yang harus dilakukan? • Penurunan ekspor (X) dan kenaikan impor (M) akan menurunkan tingkat laju pertumbuhan ekonomi (Y): • Y = C + I + G + (X – M) • dimana: C merupakan pengeluaran konsumsi masyarakat, I pengeluaran investasi swasta dan G merupakan pengeluaran negara; • Untuk mempertahankan momentum tingkat laju pertumbuhan yang tinggi diperlukan kenaikan I dan G maupun C. 21 Stimulus fiskal • Karena dua alasan, masih dimungkinkan peningkatan G. Pertama, rasio defisit APBN terhadap PDB tahunan (2012: 1.8 persen) masih dibawah batas maksimum 3 persen. Kedua, rasio hutang Pemerintah terhadap PDB masih berada dibawah batas maksimum 60 persen; • Realisasi anggaran juga perlu dipercepat. Sementara itu, subsidi BBM dan listrik perlu dikurangi sehingga dapat meningkatkan pengeluaran pembangunan. Selain bersifat regressip subsidi BBM mendorong penyeludupannya ke negara tetangga. 22 Pembelanjaan defisit APBN • Karena buruknya administrasi perpajakan, ekspansi fiskal hanya mungkin dilakukan dengan menambah hutang Pemerintah, khususnya hutang luar negeri; • Hutang luar negeri sekaligus memanfaatkan tingkat suku bunga internasional yang rendah dewasa ini dan mencegah terjadinya “crowding out” yang meningkatkan tingkat suku bunga di pasar uang nasional. Hutang itu akan dilunasi kembali dengan peningkatan produksi nasional; 23 Arah pengeluaran negara • Ekspansi fiskal seyogyanya digunakan untuk mengatasi “bottlenecks” pembangunan ekonomi nasional dewasa ini: kekurangan infrastruktur, lemahnya lembaga sosialekonomi, kurangnya tenaga terampil dan terdidik. Perbaikan iklim usaha, seperti penyederhanaan perijinan usaha, tidak memerlukan ongkos; • Hanya dengan pemecahan “bottlenecks” pembangunan dan penegakan aturan hukum tersebut ekspor dapat digalakkan, investasi modal swasta dapat dirangsang masuk dan MP3EI dapat direalisir guna pemelihara momentum pertumbuhan ekonomi nasional; 24 Rendahnya dampak multiplier C dan I • Kurangnya kiriman uang dari TKI yang bekerja di luar negeri mempengaruhi pengeluaran konsumsi dan investasi di pedesaan. Dampak pengganda (multiplier) pengeluaran konsumsi dan investasi masyarakat sangat kecil karena besarnya “marginal propensity to import”; • Pada hakikatnya, impor yang membeli produk asing adalah merupakan kebocoran dari arus pendapatan nasional; • Dalam kebijakan moneter, kurs devisa dan kredit perbankan perlu dirubah untuk membelanjai kegiatan ekonomi produktip yang berorientasi pada ekspor; 25