II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dan Ruang Lingkup Produk Produk adalah suatu sifat yang kompleks baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan dan kebutuhannya. (Irawan & Bayu Swastha, Manajemen Pemasaran Modern, 2000) Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk terdiri atas barang, jasa, pengalaman, event, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide. Jadi produk dapat berbentuk sesuatu yang berwujud maupun yang tidak berwujud (bersifat fisik atau non fisik), seperti barang dan jasa, orang, tempat, organisasi dan ide. Sebagai contohnya; barang fisik (seperti sepeda motor, mobil, komputer), jasa (seperti restoran, penginapan, transportasi), orang atau pribadi, tempat dan ide. Dalam hal ini produk tersebut memiliki seperangkat atribut baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang dapat diterima oleh pembeli sebagai suatu pembelian. Semuanya itu untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Konsumen tidak hanya membeli produk yang dapat memuaskan kebutuhan tetapi dapat memuaskan keinginan. Jadi, produk bisa berupa manfaat tangible maupun intangible yang dapat memuaskan pelanggan. Suatu produk senantiasa dikembangkan untuk memberikan kepuasan pada konsumen. Namun di dalam perkembangannya produk tetap mempunyai suatu inti yang sangat berhubungan erat dengan maksud dan tujuan dibuatnya produk tersebut. Bentuk produk tersebut mungkin berubah karena disesuaikan dengan kondisi yang ada, dimana produk yang sudah mempunyai bentuk diberi tambahan yang akhirnya tiba di tangan konsumen dalam suatu bentuk yang utuh. Produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan II-2 kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu, produk juga dapat pula didefinisikan sebagai persepsi yang dijabarkan oleh produsen melalui produksinya. (Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, 1997) Philip Kotler dalam bukunya Manajemen pemasaran jilid 2 (2002 : 449) menerangkan mengenai tingkatan produk, dimana produk dapat dikategorikan kedalam lima tingkatan, yaitu: 1. Manfaat Inti (Core Benefit) Manfaat inti merupakan tingkatan yang paling dasar dari tingkatan produk dan berisikan manfaat atau jasa inti yang sebenarnya dibeli oleh konsumen. Misalnya seorang tamu hotel membeli “istirahat dan tidur”. 2. Produk Generik (Generic Product) Produk generik merupakan manfaat umum yang diperoleh para konsumen dari produk yang dikonsumsinya. Misalnya sebuah kamar hotel merupakan sebuah produk yang mempunyai kamar-kamar untuk disewakan kepada tamunya. Jadi hotel tersebut memberikan manfaat umum kepada konsumen dari sewa kamarnya. 3. Produk Yang Diharapkan (Expected Product) Yaitu serangkaian atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh pembeli ketika membeli produk tersebut. Misalnya tamu hotel dapat mengharapkan tempat tidur yang bersih, handuk bersih, lampu baca dan ketenangan. 4. Tambahan Produk (Augmented Product) Adalah adanya manfaat tambahan yang ditawarkan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Misalnya suatu hotel meningkatkan produknya dengan menyertakan pesawat televisi dengan alat pengendali jarak jauh, bunga segar, makanan dan pelayanan kamar yang baik, dan sebagainya. 5. Produk Potensial (Potential Product) Merupakan produk yang secara potensial mempunyai manfaat untuk dikonsumsi (mencakup semua peningkatan transformasi yang pada akhirnya akan dialami oleh produk tersebut dimasa depan). Misalnya perusahaan secara agresif mencari berbagai cara baru untuk memuaskan pelanggan dan membedakan tawarannya dengan cara II-3 kemunculan hotel yang seluruhnya berkamar suite dimana tamu menempati kamar yang baru itu. Apabila seseorang membutuhkan suatu produk, maka yang terbayang terlebih dahulu ialah manfaat dari produknya, setelah itu baru mempertimbangkan faktor- faktor lain diluar manfaat. Faktor itulah yang membuat konsumen mengambil keputusan untuk membeli atau tidak. 5 4 3 2 1 Gambar 2.1 Lima Tingkatan Produk Keterangan : 1. Manfaat inti 2. Produk Dasar 3. Produk yang diharapkan 4. Produk yang ditingkatkan 5. Produk Potensial (Sumber : Kotler, P.,Manajemen Pemasaran jilid 2 (2002 : 449) Pada dasarnya tiap produk berkaitan dengan produk- produk lain tertentu. Hierarki produk dimulai dari kebutuhan dasar sampai dengan tipe produk yang akan memuaskan kebutuhan tersebut. Philip Kotler dalam bukunya Manajemen pemasaran jilid 2 (2002 : 450), mengidentifikasikan 7 (tujuh) tingkatan hierarki produk yaitu: 1. Rumpun Kebutuhan (Need Family) Merupakan kebutuhan inti yang mendasari keberadaan suatu kelompok produk. Contoh: Keamanan. II-4 2. Rumpun Produk (Product Family) Yaitu semua kelas produk yang dapat memenuhi kebutuhan inti, baik dengan tingkat efektifitas yang memadai. Contoh: tabungan dan penghasilan. 3. Kelas Produk (Product Class) Merupakan sekelompok produk dalam rumpun produk yang dianggap mempunyai hubungan fungsional tertentu. Contoh: instrumen finansial. 4. Lini Produk (Product Line) Merupakan sekelompok produk dalam suatu kelas produk yang memiliki hubungan sangat erat karena produk- produk tersebut melakukan fungsi yang serupa dijual pada kelompok pelanggan yang sama, dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama, atau berada pada rentang harga tertentu. Contoh: Asuransi jiwa 5. Tipe Produk (Product Type) Merupakan sekelompok produk dalam lini produk yang sama- sama memiliki sejumlah kemungkinan bentuk produk. Contoh: Asuransi yang berjangka. 6. Merk (Brand) Merupakan nama yang dihubungkan dengan satu atau berapa produk dalam lini produk, yang digunakan untuk mengidentifikasikan sumber atau karakter suatu produk. Misalnya Prudential. 7. Unit (Item) Merupakan satu unit tersendiri dalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan menurut ukuran, harga, penampilan atau atribut lain. Contoh: asuransi jiwa berjangka yang dapat diperpanjang dari prudential. 2.2 Klasifikasi Produk Menurut Philip Kotler dalam buku manajemen pemasaran menyatakan bahwa berdasarkan konsumen yang menggunakannya, produk dibedakan menjadi dua kategori yaitu produk konsumen (consumer product) dan produk industri (industrial product). Secara luas yang didefinisikan secara luas produk juga meliputi sesuatu yang dapat dipasarkan seperti pengalaman, orgnisasi, orang tempat , dan ide. II-5 Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran jilid 2 (2002 : 449), mengklasifikasikan produk berdasarkan daya tahan dan keberwujudan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1. Barang tidak tahan lama Adalah produk yang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali, misalnya garam, pasta gigi, makanan kaleng, dll. Barang ini dikonsumsi dengan cepat dan sering dibeli. 2. Barang tahan lama Merupakan produk yang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan pemakaian yang relatif banyak. Misalnya mobil, komputer, pakaian, mesin cuci, dll. 3. Jasa Adalah kegiatan, manfaat, atau kepuasan, yang ditawarkan, untuk dijual, misalnya bengkel kendaraan, biro jasa, kursus- kursus, dll.. Jadi jasa terdiri atas aktifitas, benefit, dan satisfication karena jasa tidak berwujud, sulit dipisahkan, bervariasi, dan tidak tahan lama, maka umumnya diperlukan lebih banyak pengawasan mutu, tingkat kepercayaan sangat tinggi dan kesesuaian. 2.2.1 Produk Konsumen (Consumer Product) Produk konsumen adalah semua produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Para pemasar umumnya mengklasifikasikan produk lebih lanjut berdasarkan cara konsumen membelinya. Produk konsumen meliputi: 1. Produk sehari-hari (convenience product) Adalah produk yang diberi oleh konsumen secara teratur, cepat dan dengan perbandingan dengan produk lain yang minimal serta usaha untuk mendapatkan produk tersebut yang juga minimal. Contohnya adalah sabun, permen, Koran, dan makanan cepat saji. Umumnya produk jenis itu mempunyai harga rendah, dan para pemasar harus menempatkan produk tersebut pada berbagai lokasi sehingga konsumen dapat dengan mudah mendapatkan ketika menginginkannya. 2. Produk belanja (shopping product) Adalah barang yang frekuensi pembeliannya tidak sesering produk sehari-hari dan dalam pembeliannya konsumen melakukan pembandingan dengan produk lain II-6 berdasarkan kecocokan, kualitas, harga, dan gaya. Produk yang termasuk dalam kategori itu adalah parabot, pakaian, mobil bekas, peralatan-peralatan utama, dan jasa hotel serta motel. Para pemasar produk belanja biasanya mendistribusikan produknya melalui lebih sedikit gerai (outlets) tetapi menyediakan dukungan penjualan yang lebih dalam untuk membantu konsumen melakukan perbandingan. 3. Produk khusus (specialty product) Adalah produk konsumen yang karakteristik dan identifikasi merek yang unik sehingga kelompok pembeli yang cukup signifikan bersedia melakukan usaha pembelian yang khusus. Contohnya adalah mobil dengan spesefikasi merk dan tipe tertentu, peralata fotografi berharga mahal, pakaian yang dibuat oleh perancang tertentu. Pembeli biasanya tidak melakukan perbandingan untuk produk khusus. 4. Produk yang tidak dicari (unsought product) Adalah produk konsumen yang konsumen tidak mengetahui ataupun mengetahuinya tetapi biasanya tidak terpikirkan untuk membeli produk tersebut. Kebanyakan barang inovasi utama adalah tidak dicari sampai konsumen menyadari keberadaan produk tersebut melalui iklan. Cntoh paling klasik produk dan jasa yang diketahui dan merupakan produk atau jasa yang tidak dicari adalah asuransi jiwa dan donor darah ke PMI. Produk-produk itu memerlukan usaha pemasaran yang besar seperti iklan dengan frekuensi tinggi, penjualan pribadi, dan usaha pemasaran lainnya. 2.2.2 Produk Industri (Industrial Product) Produk industri adalah produk yang dibeli dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut atau digunakan untuk menjalankan bisnis. Oleh karena itu, perbedaan antara produk konsumen dan produk industri didasarkan pada tujuan pembelian produk itu. Jika konsumen membeli pemotong rumput untuk digunakan dirumah, pemotong rumput tersebut disebut produk konsumen. Jika konsumen membeli pemotong rumput serupa untuk digunakan pada bisnis lanskap, pemotong rumput tersebut disebut produk industri. Tiga kategori produk industri yang diklasifikasikan dari segi bagaimana mereka memasuki proses produksi dan dari segi biaya relatifnya. Kita dapat membedakan menjadi tiga kelompok yaitu: II-7 1. Bahan Baku dan Suku Cadang Adalah barang –barang yang secara keseluruhan masuk kedalam produk akhir atau produk jadi, yang terdiri dari: a) Bahan Mentah, merupakan bahan baku pokok untuk membuat barang lain, bahan baku dibedakan kedalam dua kelas besar: - Bahan hasil pertanian, seperti: Beras, kapas, buah-buahan, sayuran, dan lain-lain. - Barang hasil alam, seperti: Kayu, minyak bumi, ikan. b) Bahan jadi dan suku cadang, merupakan barang-barang yang sudah masuk dalam proses produksi dan diperlukan untuk produk akhir, yang dibagi lagi menjadi: - Bahan Komponen, seperti: Semen, kawat, benang. - Komponen penunjang, seperti: Ban, kaca, spion, dan lain-lain. 2. Barang Modal Adalah barang-brang yang sebagian masuk kedalam barang jadi akhir, yang terdiri atas: a) Instalasi, yaitu alat bantu utama dalam sebuah pabrik yang dipakai dalam jangka waktu yang lama (merupakan tulang punggung perusahaan), yang didalamnya termasuk: - Bangunan, seperti: kantor dan pabrik. - Peralatan tetap, seperti: Komputer, generator, mesin-mesin. b) Peralatan ekstra, yaitu alat-alat yang dipakai untuk membantu instalasi, yang terdiri dari: - Peralatan pabrik dan perkakas yang bias dibawa kemana-mana, seperti: Perkakas tangan, alat angkut pabrik. - Peralatan kantor, seperti: Meja kantor, kursi, dan lain-lain. 3. Perlengkapan dan Pelayanan Adalah barang-barang yang tidak masuk ke barang akhir sama sekali, terdiri atas: a) Alat-alat, yang dibedakan menjadi: - Perlengkapan operasi, misalnya pelumas dan batu bara. - Alat-alat perawatan dan perbaikan, seperti cat, paku, sapu. II-8 b) Usaha pelayanan, yang terdiri dari: - Jasa perawatan dan perbaikan, seperti: Pembersih kaca, perbaikan kantor dan lain-lain. - Jasa konsultasi perusahaan, seperti: Konsultasi, hokum, manajemen, iklan, dan lain-lain. Irawan dan Bayu Swastha DH dalam bukunya Manajemen pemasaran modern (2000:167), menerangkan penggolongan produk berdasarkan kepuasan segera dan kesejahteraan jangka panjang. Produk dapat digolongkan dalam 4 (empat) golongan yaitu : 1. Barang yang bermanfaat (Solutary product) Yaitu barang yang memiliki daya penarik yang rendah tetapi dapat memberikan manfaat yang tinggi kepada konsumen dalam jangka panjang. Misalnya: detergen dengan fosfat rendah, gula rendah kalori, dan lain-lain.. 2. Barang yang kurang sempurna (deficient product) Yaitu barang yang tidak mempunyai baik dari daya penarik yang tinggi maupun kualitas yang bermanfaat. Misalnya obat- obatan yang berasa pahit. 3. Barang yang menyenangkan (pleasing product) Yaitu barang yang dapat segera memberikan kepuasan tetapi dapat berakibat buruk bagi konsumen dalam jangka panjang. Misalnya rokok, makanan yang mengandung zat pewarna tinggi, dll.. 4. Barang yang sangat diperlukan (desirable product) Yaitu barang yang dapat memberikan kepuasan dengan segera dan sangat bermanfaat dalam jangka panjang. Misalnya makanan yang bergizi tinggi. Dalam penggolongan yang pertama ini dapatlah dibuat tingkatan pada kedua dimensi yang ada (tinggi dan rendah). Setiap kombinasi dari tingkatan dimensi tersebut akan menciptakan golongan produk tersendiri seperti yang terlihat dalam gambar 2.2. II-9 KEPUASAN SEGERA KESEJAHTERAAN KONSUMEN DALAM JANGKA PANJANG g Tin Re gi nda h Tinggi Rendah Barang yang sangat diperlukan Barang yang menyenangkan Barang yang sangat bermanfaat Barang yang kurang sempurna Gambar 2.2 Penggolongan produk berdasarkan pada kepuasan segera dan kesejahteraan konsumen jangka panjang Sumber: Irawan & Bayu Swastha, Manajemen pemasaran modern, (2000:167) 2.3 Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) Siklus hidup produk adalah suatu grafik yang menggambarkan riwayat suatu produk sejak diperkenalkan ke pasar sampai dengan ditarik dari pasar. Siklus hidup produk (PLC) merupakan konsep yang penting dalam pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam mengenai dinamika bersaing suatu produk. Suatu perusahaan harus mengetahui siklus hidup suatu produknya di pasar. Hal ini disamping mengetahui life time produk itu sendiri, tetapi harus juga mengetahui tingkat kejenuhan pasar atas produk itu sendiri. 2.3.1 Konsep Tentang Siklus hidup Produk Menurut philip Kotler dalam bukunya manajemen pemasaran edisi millennium jilid 3 (2002 : 347), mengatakan bahwa sebuah produk memiliki siklus hidup berarti menegaskan empat hal, yaitu: 1. Produk memiliki umur terbatas. 2. Penjualan produk melalui berbagai tahap yang berbeda, masing –masing memberikan tantangan, peluang dan masalah yang berbeda bagi penjual. 3. Laba naik dan turun pada berbagai tahap yang berbeda selama siklus hidup produk. 4. Produk memerlukan strategi pemasaran, keuangan, manufaktur pembelian, dan sumber daya manusia yang berbeda dalam tiap tahap siklus hidupnya. II-10 Siklus hidup produk akan menentukan apakah perusahaan akan mulai mengusulkan dan mendesain suatu produk baru. Kebanyakan pembahasan mengenai siklus hidup produk selalu menggambarkan riwayat penjualan dengan kurva yang berbentuk S seperti terlihat dalam gambar berikut. Kurva ini digambarkan memiliki empat tahapan utama, yaitu biasa disebut dengan tahap: 1. Perkenalan (Introduction) Pertumbuhan penjualan lambat karena produk baru saja yang diperkenalkan kepada konsumen. Biaya sangat tinggi sehingga produk tidak menghasilkan keuntungan sama sekali. Tahap perkenalan ini dimulai bili produk baru sudah didistribusukan untuk pertama kalinya dan tersedia dipasar untuk dibeli masyarakat 2. Pertumbuhan (Growth) Pasar dengan cepat menerima produk baru sehingga penjualan melonjak dan menghasilkan keuntungan yang besar. Melonjaknya hasil penjualan merupakan tanda yang jelas berlangsungnya tahap pertumbuhan. Pada tahap ini jumlah keuntungan ikut membumbung tinggi yang disebabkan oleh biaya promosi yang dibebankan pada volume yang jauh lebih besar dan oleh lebih banyak penurunan biaya produksi per unitdibandingkan penurunan harga jual. Hal ini disebabkan karena adanya dampak “kurva pembelajaran” (learning-curve). 3. Kedewasaan (Maturity) Periode dimana pertumbuhan penjualan mulai menurun karena produk sudah bisa diterima oleh sebagian besar pembeli potensial. Jumlah keuntungan mantap, stabil atau menurun yang disebabkan oleh meningkatnya biaya pemasaran untuk melawan persaingan yang ketat. Tahap ini biasanya berlangsung lebih lama dibandingkan tahaptahap sebelumnya serta menghadapi tantangan- tantangan berat dalam manajemen pemasarannya. 4. Kemunduran (Decline) Dalam periode ini penjualan menurun dengan tajam diikuti dengan menyusutnya keuntungan. Penurunan penjualan ini bisa diakibatkan oleh perkembangan teknologi, perubahan selera konsumen, atau meningkatnya persaingan di dalam dan luar negeri. Semua ini kelebihan kapasitas mengakibatkan menghebatnya persaingan harga yang akhirnya akan menurunkan keuntungan perusahaan. II-11 Maturity Growth Laba Decline Introduction Waktu GAMBAR 2.3 Siklus Hidup Produk Sumber : Drs., Djaslim Saladin, Manajemen Pemasaran (2004 : 101) Konsep siklus hidup produk dapat digunakan untuk Menganalisis kategori produk (minuman ringan), bentuk produk (minuman ringan botol), produk (air mineral), merek (Aqua). 1. Kategori Produk (Product Category) Memiliki siklus hidup yang paling panjang. Banyak kategori produk yang berada pada tahap kedewasaan untuk jangka waktu yang tak terbatas, karena mereka bertumbuh mengikuti tingkat pertumbuhan penduduk. Beberapa kategori produk utama: rokok, surat kabar, tampaknya telah memasuki tahap penurunan dalam siklus hidup produk. Sementara produk yang lain: mesin faks, telepon genggam, air botolan jelas berada pada tahap pertumbuhan. 2. Bentuk Produk (Product Form) Lebih mengikuti siklus hidup produk yang standar dari pada kategori produk. Jenis mesin tik manual melewati tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Penggantinya: mesin tik listrik dan mesin tik elektronik juga melewati tahap-tahap yang sama. 3. Produk (Product) Mungkin mengikuti siklus hidup yang standar atau salah satu bentuk yang lain. 4. Produk Bermerk (Branded Product) Dapat memiliki siklus hidup produk yang pendek atau panjang. Walau banyak merek baru yang mati muda, beberapa merek seperti: Ivory, Jell-O, Hershey’s memiliki siklus hidup produk yang sangat panjang dan digunakan untuk menamakan dan II-12 meluncurkan produk-produk baru. Misalnya, sementara kita memikirkan Hersheys Kisses, Hersheys juga berhasil memperkenalkan Hersheys Hugs, Hersheys Kisses dengan Almond, dan permen batangan Hersheys Cookies & Mint. P&G yakin bahwa ia dapat mempertahankan merek yang kuat itu selamanya. 2.3.2 Karakteristik Tahap- Tahap Dalam PLC Karakteristik dan tujuan pemasaran pada setiap tahap PLC dapat disajikan secara ringkas dalam Tabel 2.1. Gambar 2.4 Empat Tahap PLC Sumber: Tjiptono, F., Strategi Pemasaran Edisi II, (1997 : 95) TABEL 2.1 Karakteristik dan Tujuan Pemasaran Dalam PLC PENJUALAN BIAYA LABA PELANGGAN KARAKTERISTIK Penjualan Meningkat Puncak rendah dengan cepat penjualan Biaya per Biaya per Biaya per konsumen konsumen konsumen tinggi sedang rendah Negatif Meningkat Tinggi Jumlahnya Jumlahnya Sedikit tetap meski meningkat menurun Sumber: Drs. Djaslim Saladin, Manajemen Pemasaran, (2004 : 104) Penjualan menurun Biaya per konsumen rendah Menurun Jumlahnya Menurun II-13 Pada tiap tahap tersebut terdapat peluang dan masalah yang berbeda- beda dalam kaitannya dengan strategi pemasaran dan potensi laba. Dengan mengenali tahap di mana suatu produk sedang berada, atau yang akan dituju, pihak manajemen dapat merumuskan rencana dan strategi pemasaran yang tepat. Perlu untuk diperhatikan bahwa aplikasi konsep PLC tidaklah terbatas pada product form life cycle saja, tetapi juga meliputi product line life cycle, product category life cycle, industry product life cycle, individual product life cycle, bahkan brand life cycle. Meskipun demikian, ada pula pakar yang tidak sependapat, diantaranya McCarthy dan Perreault (1990) serta Dhalla dan Yuspeh (dalam Weitz dan Wensley, 1988) yang menyatakan bahwa produk dan merek individual tidak memiliki PLC. Argumen yang dikemukakannya adalah bahwa produk dan merek individual dapat diperkenalkan di tahap mana saja dalam PLC (kasus me-too product). Di samping itu, penjualan dari produk individual seringkali tidak mengikuti pola umum PLC. Melengkapi kritiknya tersebut, McCarthy dan Perreault menyarankan penggunaan istilah Market Life Cycle atau Product-market Life Cycle daripada Product Life Cycle. Dalam buku ini istilah yang akan digunakan adalah Product Life Cycle, karena istilah ini telah diterima secara umum dan dipakai secara luas. Selain karakteristik di atas, PLC juga memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Tidak setiap produk melalui semua tahapan. Beberapa produk bahkan ada yang tidak pernah melewati tahap perkenalan. Umumnya produk yang gagal memasuki semua tahapan ini adalah produk-produk yang berkaitan dengan teknologi dan mode (fad). Contohnya: produk-produk elektronik (walkman, tape recorder, komputer dan aksesorinya, dan lain-lain), komponen-komponen tertentu (transistor, IC, dan lain-lain), perangkat lunak komputer (baik application programming maupun language programming), dan masih banyak lagi. 2. Panjang suatu tahap PLC untuk tiap produk sangat bervariasi. Product category memiliki PLC yang paling lama, product form cenderung mengikuti pola PLC standar (bentuk S), sedangkan merek memiliki PLC yang paling pendek. Kenyataan membuktikan tidak semua produk memiliki PLC yang berbentuk S, seperti yang disajikan di kebanyakan buku teks. Sementara itu, style life cycle II-14 mempunyai daur hidup yang panjang, sedangkan fad life cycle hanya berlangsung singkat. 3. PLC dapat diperpanjang dengan inovasi dan repositioning. Banyak contoh perusahaan-perusahaan yang berhasil memperpanjang PLC produknya sehingga penjualannya tidak menurun tetapi malahan terus meningkat. Contoh klasik yang dapat kita lihat adalah keberhasilan Du Pont dalam memperpanjang PLC produknya, yakni nylon. Sebelumnya nylon hanya dipergunakan untuk parasut pada waktu Perang Dunia II. Tetapi kemudian perusahaan berhasil menunjukkan alternatif penggunaan nylon untuk industri pakaian. Pakaian wanita dengan bermacam-macam tekstur dan warna yang terbuat dari nylon dipromosikan. Jaket dan macam-macam variasi lainnya dari nylon berkembang di kalangan konsumen dan industri sampai sekarang. Untuk contoh Indonesia, misalnya Rinso yang berhasil memperpanjang PLCnya dengan memperkenalkan Rinso Baru, Rinso Ultra, Rinso Formula Plus, serta Rinso Warna. Demikian pula halnya dengan Pepsodent yang memperkenalkan Pepsodent yang khusus memelihara kesehatan gusi. 2.4 Pengertian Produk Baru Menurut Djaslim Saladin dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2004 : 106), menyatakan : Produk baru adalah produk asli (originalproduct), produk yang disempurnakan (improved products), produk yang dimodifikasi (modified product), dan merek-merek baru yang dikembangkan sendiri oleh sebagian penelitian dan pengembangan perusahaan. Sedangkan Irawan dan Basu Swastha DH (2000:167) dalam bukunya Manajemen pemasaran modern menyatakan: Produk baru dapat didefinisikan sebagai barang dan jasa yang pada pokoknya berbeda dengan produk yang telah dipasarkan oleh sebuah perusahaan. Definisi tersebut dianggap luas sehingga dapat menimbulkan pengetianpengertian yang agak berbeda. Oleh karena itu perlu kiranya kita menentukan tentang produk baru. Termasuk kriteria produk baru disini adalah: II-15 1. produk yang betul- betul baru, tidak ada produk subtitusinya. Misalnya obat kangker. Dalam kriteria ini termasuk juga produk- produk yang pergantiannya sangat berbeda, misalnya tenaga nuklir menggantikan tenaga air, dan disel tenaga listrik. 2. Produk yang sama jenisnya, dengan model yang baru. Sebagai contoh mobil model tahun 1981. 3. Produk tiruan yang baru bagi perusahaan tetapi tidak untuk pasar. Misalnya kamera digital, sikat gigi dengan model terbaru, dll.. Menurut Booz, Allen, dan Hamilton yang dikutip oleh Drs. Djaslim Saladin dalam bukunya Manajemen Pemasaran (1997 : 274) terdapat enam golongan produk baru, yaitu: 1. Produk baru bagi dunia (new-to-the-world product), Yaitu produk yang dapat menciptakan pasar yang baru sama sekali. 2. Line produk baru (new-product linies), Yaitu line produk yang benar-benar baru pertama kali dipasarkan oleh perusahaan. 3. Tambahan line produk yang sudah ada (addition to existing product line), yaitu Perusahaan menambah line produk yang sudah ada. 4. Merevisi produk yang sudah ada (improvements in revisions ti existing product), yaitu merevisi atau menyempurnakan produk yang sudah ada sehingga memberikan nilai yang lebih tinggi atau mengganti dengan yang baru. 5. Penempatan kembali (repositioning), yaitu memposisikan kembali pada segmen pasar yang baru atau yang sudah ada. 6. Penekanan biaya (cost reduction), yaitu produk baru dengan penampilan yang sama, tetapi melalui biaya yang rendah. Buchari Alma dalam bukunya manajemen pemasaran dan pemasaran jasa (2004:143) menyatakan ciri- ciri sebuah produk baru, yaitu: 1. Produk tersebut betul- betul merupakan inovasi baru. Namun ada juga produk baru yang fungsinya sama dengan produk yang sudah ada, seperti televisi yang fungsinya sama dengan radio dan bioskop, plastik menyaingi barang dari kayu dan metal. II-16 2. Pengganti produk lama, tetapi beda pemakaiannya, seperti instant coffe mengganti kopi biasa, mobil tahun terbaru berbeda dengan model lama, demikian dengan pakaian model baru mengalahkan pakaian model lama. 3. Produk imitasi adalah barang- barang baru bagi perusahaan tertentu tetapi bukan baru bagi masyarakat. Sebagai kesimpulan, apakah suatu produk itu baru atau bukan, sangat tergantung pada tanggapan masyarakat konsumen. Jika konsumen menyatakan bahwa produk itu memang berbeda dengan barang yang sudah ada di pasar, maka produk tersebut adalah produk baru (misalnya berbeda karena daya tarik, model, penampilan dan sebagainya). Umumnya tujuan yang ingin dicapai perusahaan dari penciptaan produk baru adalah: 1. Untuk memenuhi kebutuhan baru dan memperkuat reputasi perusahaan sebagai inovator, yaitu dengan menawarkan produk yang lebih baru dari pada produk sebelumnya. Dalam hal ini strategi produk baru merupakan strategi ofensif. 2. Untuk mempertahankan daya saing terhadap produk yang sudah ada, yaitu dengan jalan menawarkan produk yang dapat memberikan jenis kepuasan yang baru. Bentuknya bisa tambahan terhadap lini produk yang sudah ada maupun revisi terhadap yang telah ada. Dalam hal ini strategi produk baru merupakan strategi defensive. 2.4.1 Jenis Produk Baru Menurut David Inwood dan Jean Hammond dalam bukunya Pengembangan Produk (1995 : 6) menyatakan bahwa: Dari sudut pandang pelanggan, sebuah produk lebih dari pada bentuk fisik yang anda produksi termasuk jasa, kemasan dan unsure tertentu yang tidak berwujud. Sebenarnya, dapat dibuktikan bahwa dalam setiap pasar “produk total”, berbeda. Hal ini memperkenalkan konsep “produk pasar”, dimana perubahan baik pada produkmaupun pasarnya dilihat sebagai pengembangan keseluruhan, dengan mempertimbangkan semua aspek. Apa artinya? Mulai memasarkan produk yang telah ada ke dalam pasar yang baru harus menjadi aktivitas pengembangan produk pasar dengan mempertimbangkan apakah II-17 pasangan fungsi produk dan nilai pelanggan cukup baik dan adaptasi apa yang perlu dibuat pada produk total, dengan tim yang lebih banyak terlibat dalam proses. Adapun sembilan jenis produk baru, antara lain: 1. Produk yang memberikan fungsi baru. 2. Produk yang menawarkan kinerja yang lebih baik dari fungsi yang sudah ada. 3. Produk yang memberikan penerapan / inovasi baru. 4. Produk yang memberikan fungsi tambahan. Contoh: Hand phone dengan tambahan aplikasi / fungsi tambahannya seperti: Kalkulator, waktu, kamera, video, dan lain-lain. 5. Produk yang ada ditawarkan dipasaran baru. 6. Produk dengan penurunan biaya. 7. Produk yang di-Upgrade, yaitu penggabungan dari 2 jenis atau lebih produk yang berbeda. 8. Produk yang di-Downgrade. 9. Produk dengan gaya baru. 2.4.2 Strategi Produk Baru Dalam strategi produk baru terdapat tiga alternatif, yaitu penyempurnaan atau modifikasi, produk tiruan atau imitasi, dan inovasi produk. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan perlunya penambahan produk baru. 1. Harus ada permintaan pasar yang cukup besar. 2. Produk harus sesuai dengan standar sosial lingkungan. 3. Produk harus sesuai dengan struktur pemasaran, perusahaan memegang peranan penting disini. 4. Gagasan produk hendaknya cocok dengan fasilitas produksi, tenaga kerja, dan kemampuan manajemen yang ada. 5. Produk harus layak secara finansial, artinya bisa memberikan laba yang memadai. 6. Harus tidak ada permasalahan hukum. 7. Manajemen perusahaan harus memiliki waktu dan kemampuan mengelola produk baru tersebut. 8. Produk harus sesuai dengan citra dan tujuan pemasaran. II-18 Produk yang dihasilkan oleh perusahaan harus diciptakan agar penggunaannya lebih bervariasi dengan cara: 1. Menciptakan tambahan penggunaan dari produk yang sudah ada seperti sabun cuci, yang biasanya dipakai untuk mencuci pakaian, sekarang diciptakan agar bisa pula dipergunakan untuk cuci piring, cuci mobil, cuci lantai, dan sebagainya. Dengan demikian volume penjualan akan meningkat 2. Produk yang biasanya dijual untuk kaum wanita, sekarang juga dipasarkan untuk kaum pria, seperti alat- alat kecantikan sekarang mulai dibeli oleh kaum pria; produk susu bubuk yang biasanya dibuat buat untuk anak- anak , sekarang bisa dikonsumsi orang dewasa (dengan kandungan nutrisi yang berbeda), dan sebagainya. 3. Digunakan dalam hubungan kebersamaaan dengan produk lain, misalnya pemasaran kain pel, dikombinasikan dengan pemasaran cairan pembersih. 4. Biasa digunakan untuk industri- industri baru, jika suatu perusahaan berdiri maka bisa pula berdiri perusahaan baru yang mempergunakan hasil industri lama. Dengan demikian usaha menciptakan produk baru harus sejalan pula dengan strategi perluasan pasar melalui: 1. Pencarian pemakai baru. Setiap produk mempunyai segmentasi pasarnya, produk dengan mutu tertentu memiliki pemakai tersendiri. Mungkin saja sebuah produk belum dibeli oleh sekelompok masyarakat, karena alasan harga tinggi, belum dikenal dan sebagainya. Para pengusaha harus menciptakan harga, mutu, atau formula yang digunakan sehingga sesuai dengan lingkungan yang dituju. Akhirnya produk yang sudah dikembangkan tersebut dapat mencapai pemakai baru. Misalnya pada sabun bayi dapat pula dipergunakan oleh orang tuanya. 2. Menciptakan pemakaian baru, misalnya sabun cuci disamping untuk mencuci pakaian dapat pula dipakai untuk lantai, mobil dan sebagainya. Alat semprot pembunuh serangga, sekarang dapat digunakan dirumah untuk nyamuk bahkan ditambah dengan wewangian yang beragam. 3. Memperluas pemakaian, dengan cara memberi petunjuk kepada konsumen, agar produk ini digunakan seringkali. Pada tiap kali penggunaan harus digunakan lebih banyak, misalnya menggunakan pasta gigi, harus digunakan sesuai dengan iklan di televisi, dioleskan diatas sikat gigi penuh dan banyak, memakai shampo belum akan II-19 efektif jika hanya satu kali, tapi harus dua kali agar rambut benar- benar bersih, produk mie instant harus didiamkan selama 10 menit. 2.5 Perspektif Pelanggan Menurut David Inwood dan Jean Hammond (1995 : 10) dalam bukunya Pengembangan Produk menyatakan bahwa: Sebelum memulai proyek, anda harus memahami siapa yang ingin anda puaskan. Bila anda tidak dapat mengidentifikasi pelanggan, Anda tidak dapat menentukan dengan tepat apa yang harus dicapai perusahaan supaya berhasil. Anda juga harus menyadari bahwa akan ada beberapa pelanggan yang berbeda untuk setiap proyek. Dalam hal proyek pengembangan produk hal ini mencakup: 1. Pengguna akhir produk. 2. Distributor dan pengecer (pelanggan langsung perusahaan). 3. Orang lain di Perusahaan dan pemasok yang akan mengimplementasikan desain produk anda. Setelah mengidentifikasi siapa pelanggan Anda, Anda harus berusaha untuk mencapai “kepuasan pelanggan”. Istilah yang kurang jelas ini dapat dibagi menjadi empat topic, “Empat C”: 1. Customer value (Nilai pelanggan) Sebagai hasil dari proyek Anda, Anda berharap untuk mendapatkan pertukaran nilai yang adil, berharap pelanggan memberikan imbalan kepada perusahaan anda dengan uang atau ketenaran sebagai ganti dari produksi barang yang memperoleh nilai dari pelanggan. Untuk itu Anda harus memahami dengan baik apa yang akan menghasilkan nilai pelanggan ini. Diantaranya berupa produk nyata yang menghasilkan produk tertentu, dan biasanya harus dikemas atau disajikan dengan cara yang sesuai. 2. Cost (Biaya) Perusahaan cenderung berpikir dalam halharga produk mereka, sedangkan pelanggan dalam hal biaya total pembelian dan kepemilikan. Minimal, ini merupakan kebalikan dari perhitungan harga pelanggan, yaitu apa yang harus dibayar pelanggan untuk II-20 paket total produk. Tetapi, biasanya pokok permasalahan ini lebih kompleks ketimbang hanya menentukan harga pengguna akhir. 3. Communication (Komunikasi) Hal yang seringkali tidak diperhatikan dalam pengembangan produk teknologi baru ialah seluruh persoalan tentang bagaimana pelanggan akan menemukan dan mengerti manfaat dari apa yang Anda ciptakan. Unsur-unsur yang umumnya tidak diperhatukan ialah: 1. Menjamin bahwa anda dapat mengkomunikasikan manfaat produk Anda dengan cara yang dapat dimengerti pelanggan. 2. Tersedianya sebuah saluran komunikasi dengan biaya efektif untuk pasar anda. 4. Convenience (Kemudahan untuk memperolehnya) Cara paling mudah untuk melakukan pendekatan terhadap kemudahan untuk memperoleh produk ialah mengajukan pertanyaan: ”Bagaimana pelanggan akhir memperoleh produk itu?” Hal ini membawa kita kepada penelitian tentang bagaimana produk didistribusukan dari dari perusahaan Anda, melalui perantara kepada pengecer akhir. Pertanyaan mengenai penyimpanan dan transportasi yang diajukan harus memberikan petunjuk yang berguna mengenai beberapa aspek rancangan produk jadi dan pengepakannya. Jadi, sebagai hasil dari pemakaian pendekatan ini Anda harus mengetahui segala sesuatu yang perlu anda ketahui tentang hasil akhir dari proyek pengembangan Anda. Pelajaran terpenting adalah bahwa sifat, isi dan biaya hasil proyek harus diteliti dari sudut pandang pelanggan. Setelah Anda mengetahuinya, Anda dapat mulai menentukan apayang harus Anda lakukan untuk mencapainya. Hal ini seringkali merupakan proses yang harus dilakukan berulang kali, dan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dapat dilakukan dapat mengubah sasaran proyek. Bila hal ini terjadi, pikirkan kembali tentang sudut pandang pelanggan: dalam beberapa hal pemecahan yang lunak tidak akan memberikan ”nilai pelanggan” yang cukup berharga untuk dikejar. 2.6 Pengembangan Produk (Product Development) Menurut Wiliam J Stanton dalam bukunya fundamental of marketing (1991:182), menyatakan bahwa : II-21 “Product development a limited term, encom passes the technical activities of product research engineering and design” Selanjutnya Glen L. Urban dan John R. Hauser dalam bukunya Design and Marketing of New Product yang dikutip oleh Wiliam J. Stanton (1990:183) dalam bukunya fundamental of marketing menyatakan bahwa Product development meliputi keputusan: 1. Produk mana yang akan dibuat atau dibeli oleh perusahaan. 2. Apakah perusahaan akan menambah atau mengurangi jenis produk yang akan dijual. 3. Apakah ada cara penggunaan baru dari masing- masing produk. 4. Bagaimana dengan kemasan, merek, label yang akan dipakai pada masing- masing produk. 5. Bagaimana produk tersebut akan dijual dalam hal ukurannya, warna, bahan yang dipakai, corak dan desainnya. 6. Dalam jumlah berapa masing- masing produk dibuat. 7. Dalam harga berapa produk itu dibuat. 2.6.1 Faktor- faktor pendorong dan penghambat perusahaan melakukan pengembangan produk Ada beberapa faktor yang mendorong perusahaan melakukan product development. Faktor- faktor inilah yang perlu dipertimbangkan demi terlaksananya product development yang berhasil. Menurut Glen L. Urban dan John R. Hauser dalam bukunya Design and Marketing of New Product yang dikutip Kotler (1990-3-9) terdapat minimal 10 faktor yang mendorong perusahaan melakukan product development, yaitu: 1. Finansial Goal Merupakan ketidakmampuan perusahaan dalam mencapai target laba yang ditetapkan, atau dimana perusahaan berada pada keadaan dimana laba sedang mengalami penurunan, dimana faktor finansial sangat mendorong untuk melakukan product development. II-22 2. Sales Growth Merupakan pertumbuhan penjualan yang merupakan salah satu tujuan utama yang harus dimiliki oleh suatu perusahaan. Hal tersebut untuk menjamin pertumbuhan baik dalam penjualan dan pangsa pasar yang dimiliki. 3. Competitif Position Tindakan- tindakan yang dilakukan oleh para pesaing juga merupakan faktor pendorong bagi perusahaan untuk melakukan product development. 4. Product Life Cycle Suatu produk dalam daur hidupnya mempunyai pola penjualan dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh peningkatan laba kembali maka perusahaan harus memperbaharui life cycle produknya dengan cara mengganti produk lama dengan produk yang baru yang lebih menguntungkan. 5. Technology Teknologi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Product life cycle suatu produk menjadi lebih panjang atau pendek, namun dengan teknologi pula perusahaan dapat melakukan product development dengan lebih cepat. 6. Invention Hasil- hasil penemuan baru dibidang ilmu pengetahuan dapat menjadi pendorong dilakukannya product development. 7. Regulation Peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat membuat para produsen untuk melakukan product development, terutama produk yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan tersebut. 8. Material Cost and Availability Kesulitan memperoleh bahan baku dan tidak stabilnya harga bahan baku, menyebabkan perusahaan melakukan pengembangan produk dengan memperlihatkan perubahan struktur. 9. Demographic and Life Cycle Change Struktur demografi yang berubah akan menyebabkan permintaan produk berubah pula. Demikian pula perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan pola konsumsi. II-23 Oleh karena itu dilakukan pengembangan produk untuk mengantisipasi perubahan tersebut. 10. Customer Request Salah satu sumber munculnya gagasan pengembangan produk adalah permintaan konsumen atau pelanggan akan suatu produk yang dibuat menurut kebutuhan dan kepercayaan. Dengan adanya tingkat persaingan yang amat ketat sekarang ini, perusahaan yang gagal mengembangkan produk baru menghadapi resiko yang besar. Produk baru amat rentan terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen, teknologi baru, penurunan siklus hidup produk, dan peningkatan persaingan dalam dan luar negeri. Pengembangan baru produk baru ini harus dilakukan dengan cermat karena tidak ada jaminan bahwa produk baru pasti akan sukses bila perusahaan telah sukses meluncurkan beberapa produk sebelumnya. Umumnya ada empat faktor utama penyebab kegagalan pengembangan produk, yaitu : 1. Target pasar yang dituju terlalu kecil, sehingga penjualan tidak dapat menutupi biaya riset dan pengembangan, biaya produksi dan biaya pemasaran. 2. Kualitas produk yang tidak baik. 3. Perusahaan tidak memiliki akses ke distributor dan pasar. 4. Timingnya tidak tepat, artinya produk baru diluncurkan terlalu cepat atau telalu lambat, atau bahkan selera konsumen berubah secara drastis. Pengembangan produk baru yang berhasil dihalangi oleh beberapa faktor : 1. Kekurangan ide produk baru yang penting baru yang penting dalam bidang- bidang tertentu 2. Pasar yang terbagi- bagi 3. Kendala sosial dan pemerintah 4. Mahalnya proses pengembangan produk baru 5. Kekurangan modal 6. Waktu pengembangan yang lebih cepat 7. Siklus hidup produk yang lebih pendek II-24 Di samping itu, keberhasilan peluncuran produk baru akan semakin besar seiring dengan semakin tingginya pemahaman akan kebutuhan konsumen, semakin tingginya rasio kinerja terhadap biaya, semakin awal produk tersebut diluncurkan dibanding pesaingnya, semakin tinggi kerja sama pengembangan antar fungsi, semakin banyak dana yang diluncurkan untuk mengumumkan dan meluncurkan produk, dan semakin besar dukungan manajemen puncak. 2.6.2 Tahapan- tahapan dalam proses Pengembangan Produk Dalam proses pengembangan produk baru, terlebih dahulu dilakukan strategi terhadap produk baru tersebut. Seleksi ini dilakukan untuk mengidentifikasi peranan strategi produk baru yang sesuai dengan tujuan pemasaran dan strategi perusahaan. Berikut ini adalah tahapan- tahapan dalam proses product development:: 1. Ide Generation Pengembangan produk dimulai dari suatu penggalian gagasan atau ide. Ide produk baru dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain adalah: a. Costumer needs, wants and perhaps b. Scientists c. Competion product d. Sales representative and middleman e. Top Manajement f. Sumber- sumber lain, seperti konsultan, laboratorium 2. Screening Idea Pada tahap ini perusahaan menyaring dan menilai gagasan guna menentukan yang terbaik untuk dikembangkan. Dalam tahap ini pula, terdapat dua kesalahan yang harus dihindari, yaitu: a. Drop Error, jenis kesalahan ini terjadi apabila ternyata perusahaan membuang ide yang sebenarnya baik. b. Go Error, yaitu sebaliknya dari drop error dimana kesalahan ini terjadi jika perusahaan ternyata meloloskan gagasan yang sebenarnya tidak baik ke tahap berikutnya. II-25 Tahapan ini mempunyai tujuan utama yaitu memilih dan membuang gagasan yang tidak baik seawal mungkin, sebab biaya pengembangan produk akan semakin meningkat sejalan dengan semakin jauhnya proses yang terjadi. Pada tahap ini diuraikan dan dijelaskan apa dan bagaimana produk tersebut, siapa target marketnya, tingkat persiangan, perkiraan pasar tentang luasnya pasar, kapan dan berapa biaya pengembangan yang diperlukan, biaya produksi, serta tingkat keuntungan yang sekiranya akan diperoleh. Namun meskipun variabel- variabel tersebut menunjukan nilai yang positif, tetapi menjadi keharusan untuk menganalisa apakah produk tersebut sejalan dengan tujuan, strategi dan seluruh sumber daya perusahaan yang ada. 3. Concept Development and Testing Ide yang lolos dari tahap penyaringan kemudian dibuat konsep produknya. Konsep pengembangan produk ini perlu dilakukan karena hakikatnya konsumen tidak membeli product ideas melainkan product concept. Dan berbagai product concept yang ada kemudian dilakukan pengujian lalu dipilih konsep yang paling tetap. 4. Marketing Strategy Analysis Langkah berikutnya adalah strategi pemasaran. Dalam hal ini pemimpin harus menyusun suatu konsep permulaan strategi pemasaran untuk memperkenalkan produk- produk baru di pasar. Strategi pemasaran ini mencakup tiga bagian pokok, yaitu: a. Bagian pertama, menguraikan tentang ukuran, struktur, dan tingkah laku dari target pasar, perencanaan posisi induk, penjualan, market share, serta sasaran keuntungan untuk tahun pertama. b. Bagian kedua, menguraikan tentang harga yang direncanakan, strategi saluran distribusi dan anggaran pemasaran untuk tahu pertama. c. Bagian ketiga, menguraikan tentang sasaran jangka panjang dalam penjualan, target laba, dan mix marketing yang akan diterapkan pada tahun- tahun berikutnya. 5. Business Analysis Setelah product concept dan marketing strategy diterapkan, kita dapat mengevaluasi berapa besar daya tarik bisnis dari suatu usulan. Tetapi hal ini masih II-26 belum cukup, karena masih harus diikuti dengan perhitungan proyeksi penjualan, biaya dan keuntungan yang akan diperoleh untuk menetapkan apakah variabelvariabel ini dapat memuaskan target yang ditetapkan oleh perusahaan. 6. Product Development Setelah product concept melewati proses bussines analysis dan dari segi bisnis dikatakan layak, maka selanjutnya kita masuk kedalam tahap perekayasaan untuk dikembangkan secara fisik dibagian produksi. Di bagian ini akan dibuat contoh produk (product prototype) dan diharapkan dapat memenuhi 3 (tiga) persyaratan sebagai berikut : a. Prototype harus dilihat oleh konsumen sebagai suatu perwujudan atribut- atribut pokok product concept yang telah dinyatakan sebelumnya. b. Prototype harus digunakan dengan aman pada pemakaian kondisi normal. c. Prototype harus dibuat atau diproduksi sesuai dengan biaya yang telah dianggarkan. 7. Market Testing Pada tahap ini perusahaan membuat produknya dalam jumlah yang terbatas dan memasarkan produk tersebut pada pasar yang terbatas pula. Sasaran pokok pada pengujian pasar adalah untuk mempelajari mengetahui bagaimana reaksi konsumen dan penyalur terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan, apakah konsumen dapat terpuaskan kebutuhan dan keinginannya, sehingga konsumen melakukan ulang terhadap produk tersebut. Keuntungan yang diharapkan dengan melakukan testing ini yakni perusahaan dapat memperoleh masukan dalam memasarkan produknya dan menelusuri masalah- masalah yang mungkin timbul sebelum perusahaan terlanjur mengeluarkan biaya yang besar saat melakukan produksi secara penuh. Tidak semua perusahaan melakukan market testing ini. Dan dalam hal ini terdapat 4 (empat) hal atau alasan mengapa perusahaan tidak melakukan market testing, yaitu : a. Permintaan akan produk ini tidak berlangsung lama atau takut pesaing akan meniru produk perusahaan. b. Volume penjualan dan keuntungan yang diperkirakan kecil, sehingga tidak mampu untuk menutupi biaya yang akan digunakan untuk market testing. c. Sifat pembelian produk ini tidak berlangsung terus- menerus. II-27 d. Produsen yakin produk ini akan sukses. Luasnya pengujian pasar harus diadakan bergantung pada dua segi, yaitu biaya dan resiko penanaman modal di satu pihak, serta keterbatasan waktu dan biaya. Jadi bagi produk baru memerlukan penanaman modal dan tingkat resiko yang tinggi jelas memerlukan adanya market testing. 8. Commercialization Market testing diharapkan akan memberikan informasi yang cukup untuk keputusan yang berikutnya, apakah akan meluncurkan produk baru atau tidak. Pada tahap terakhir ini diharapkan perusahaan telah mendapatkan gambaran yang cukup jelas mengenai prospek yang akan dihadapi oleh produk baru, tetapi sebelum kita memasarkan produk tersebut, terdapat 4 (empat) hal yang harus diputuskan, yaitu: a. When (Timing) Perusahaan harus mencari waktu yang tepat untuk meluncurkan produk baru tersebut. b. Where (Geographical Strategy) Perusahaan harus memutuskan apakah akan memasarkan produk baru regional, nasional atau internasional. c. Whom (Ttarget Market Prospect) Perusahaan harus menetapkan siapa kelompok pembeli potensial terbaik (segmen pasar) yang akan dijadikan sasaran promosi dan program distribusinya. d. How (Introducing Market Strategy) Perusahaan harus menyusun suatu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan di pasar. Setelah perusahaan dapat memutuskan 4 (empat) persoalan pokok diatas, maka jelaslah kiranya bagi perusahaan untuk melakukan suatu proses pengembangan produk, agar tujuan perusahaan dalam melakukannya dapat tercapai dengan baik. 2.7 Segmentasi Pasar Pasar terdiri dari para pembeli, dan para pembeli berbeda dalam satu dan lain hal. Mereka bias berbeda keinginan , sumber daya yang mereka miliki, tempat, sikap II-28 pembelian, dan praktek-praktek pembelian yang mereka lakukan. Melalui segmentasi pasar, perusahaan membagi pasar yang besar dan heterogen ke dalam segmen-segmen yang kecil, sehingga dapat dijangkau oleh perusahaan secara lebih efisien dan efektif dengan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumendalam segmen tersebut. Dalam bagian ini, kita akan mendiskusikan lima topik utama segmentasi: tingkatan segmentasi pasar, segmentasi pasar konsumen, segmentasi pasar industri, segmentasi pasar internasional, dan persyaratan yang diperlukan supaya segmentasi bisa efektif. 2.7.1 Tingkatan Segmentasi Pasar Karena Pembeli memiliki kebutuhan dan keinginan yang unik, setiap pembeli sebenarnya memiliki potensi sebagai pasar yang terpisah. Oleh karena itu, idealnya, seorang penjual harus membuat program pemasaran terpisah bagi tiap-tiap pembeli. Akan tetapi, walaupun ada peusahaan yang berusaha melayani pembeli secara individual, tetapi banyak juga perusahaan lain yang menangani lebih banyak pembeli dengan daya beli yang lebih kecildan tidak menganggap perlu segmentasi yang utuh. Sebaliknya, mereka malahan mencari kelas-kelas pembeli yang lebih luas dan berbeda kebutuhan akan produk atau reaksi pembelian mereka. Jadi, segmentasi pasar dapat dilakukan dalam tingkatan yang berbeda-beda. Gambar 7.2 menunjukkan bahwa perusahaan-perisahaan dapat mempraktekkan tanpa segmentasi sama sekali (pemasaran massal), segmentasi menyeluruh (pemasaran mikro), atau sesuatu diantara keduanya (pemasaran segmen atau pemasaran relung). Pemasaran Massal (Tanpa Segmentasi) Pemasaran Segmen Pemasaran Relung Pemasaran Mikro (Segmentasi Penuh) GAMBAR 2.5 Tingkatan Segmentasi Pasar (Sumber : Kotler & Armstrong, 2003, Dasar-Dasar Pemasaran) 1. Pemasaran Massal Pemasaran Massal yaitu memproduksi secara massal, mendistribusikan secara massal dan mempromosikan secara massal produk yang nyaris sama dengan cara yang nyaris sama kepada semua konsumen. Argumen tradisional mengenai pemasaran massal adalah bahwa ia akan menciptakan potensi pasar yang paling besar. II-29 2. Pemasaran Segmen Pemasaran segmen adalah memisah-misahkan segmen-segmen yang luas yang membentuk suatu pasar dan mengadaptasi tawarannya supaya sesuai dengan kebutuhan satu atau lebih segmen tersebut. Pemasaran segmen memberikan beberapa manfaat dibandingkan dengan pemasaran massal. Perusahaan dapat menawarkan barang dan jasanya secara lebih efisien, membidikkan produk dan jasa, saluran distribusi, dan program komunikasinya kepada konsumen yang sanggup dilayaninya secara sangat baik dan yang paling menguntungkan. 3. Pemasaran Relung Pemasaran relung memfokuskan diri pada subkelompok yang ada di dalam segmen-segmen tersebut. Suatu relung (niche) merupakan kelompok yang didefinisikan secara lebih sempit, biasanya diidentifikasi dengan membagi sebuah segmen menjadi subsegmen atau dengan mendefinisikan suatu kelompok yang memiliki sejumlah cirri bawaan yang khas yang mundkin mencari kombinasi sejumlah manfaat yang khusus. 4. Pemasaran Mikro Pemasaran mikro adalah praktek perancangan produk dan program pemasaran supaya sesuai benar dengan selera individu dan lokasi yang spesifik. Pemasaran mikro mencakup pemasaran lokal dan pemasaran individual. a. Pemasaran Lokal Pemasaran lokal melibatkan perancangan merek dan promosi supaya sesuai benar dengan kebutuhan dan keinginan kelompok pelanggan lokal: kota-kota, pemukiman, bahkan took yang spesifik. b. Pemasaran Individual Perancangan produk dan program pemasaran supaya sesuai benar dengan kebutuhan dan preferensi pelanggan secara individual. Pemasaran Individual juga dikenal dengan sebutan pemasaran satu ke satu (one-to-one marketing), pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan (customized marketing), dan pemasaran yang terdiri dari satu orang (markets-of-one marketing). II-30 2.7.2 Mensegmentasi Pasar Konsumen Tidak ada cara yang baku untuk mensegmen sebuah pasar. Seorang pemasar harus mencoba menggunakan variabel segmentasi yang berbeda-beda baik dengan satu variabel saja maupun dengan mengkombinasikan variabel-variabel tersebut, untuk mencari data terbaik memandang struktur pasar. Variabel-variabel utama tersebut yaitu geografi, demografi, psikografi, dan perilaku. 1. Segmentasi Geografis Segmentasi geografi yaitu membagi pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda-beda seperti negara, wilayah, negara bagian, kabupaten, kota, atau pemukiman. Perusahaan kemudian memilih satu atau beberapa area geografis sebagai tempat operasinya, atau dapat memilih semua area yang ada, namun tetap memfokuskan pada perbedaan geografis dalam kebutuhan dan keinginan. 2. Segmentasi Demografi Segmentasi demografis membagi pasar menjadi sejumlah kelompok berdasarkan variabel-variabel seperti usia, jender, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. Faktor-faktor demografi tersebut merupakan dasar yang paling popular dalam mensegmentasi kelompok pelanggan. Salah satu alasannya adalah bahwa kebutuhan, keinginan, dan tingkat penggunaan konsumen terhadap produk biasanya bertalian erat dengan variabel-variabel demografi. Alasan lain adalah variabel demografi lebih mudah diukur dibandingkan kebanyakan jenis variabel lain. a. Segmentasi Usia dan Tahap Siklus Hidup Segmentasi Usia dan Tahap Siklus Hidup merupakan Upaya membagi pasar ke dalam kelompok usia dan siklus hidup yang berbeda. Kebutuhan dan keinginan konsumen berubah sesuai dengan usia. Beberapa perusahaan menggunakan segmentasi usia dan siklus hidup, dengan menawarkan produk dan menggunakan pendekatan pemasaran yang berbeda-beda bagi tiap-tiap usia maupun kelompok siklus hidup yang berbeda. II-31 b. Segmentasi Berdasarkan Jender atau Jenis Kelamin Segmentasi Berdasarkan Jender atau Jenis Kelamin adalah membagi suatu pasar ke sejumlah kelompok yang berbeda-beda menurut jenis kelamin. Segmentasi ini sudah lama digunakan dalam industri pakaian, kosmetika, kebersihan di kamar mandi (toiletries), dan majalah, bahkan Industri otomotif juga sekarang menggunakan segmentasi jender atau jenis kelamin secara luas. c. Segmentasi Pendapatan Segmentasi Pendapatan merupakan upaya membagi suatu pasar ke dalam kelompok pendapatan yang berbeda-beda. Segmentasi ini sudah lama digunakan oleh para pemasar produk dan jasa dalam industri automobile, perahu, pakaian, kosmetika, layanan keuangan, dan perjalanan wisata. Banyak perusahaan yang membidik konsumen kalangan atas dengan menyediakan barang-barang mewah dan layanan yang menyenangkan. Akan tetapi, tidak semua perusahaan yang menggunakan segmentasi pendapatan membidik kalangan atas. Walaupun daya beli mereka lebih rendah, hampir 40 persen dari rumah tangga yang pendapatannya lebih rendah dari kalangan atas atau kalangan menengah merupakan pasar yang cukup menarik. d. Segmentasi Psikografis Segmentasi psikografis merupakan upaya membagi pembeli menjadi kelompokkelompok yang berbeda berdasarkan kelas social, gaya hidup, atau karakteristik kepribadian. Orang-orang yang berada dalam kelompok demografi yang sama bias saja memiliki tampilan psikografis yang berbeda. e. Segmentasi Perilaku Segmentasi Perilaku merupakan upaya membagi suatu pasar ke dalam sejumlah kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, kegunaan, atau tanggapan terhadap suatu produk. Banyak pemasar percaya bahwa variable-variabel perilaku merupakan gagasan awal yang paling dalam membangun segmen pasar. f. Segmentasi Situasi Segmentasi situasi merupakan suatu upaya pasar menurutsituasi pada saat mereka mempunyai keinginan untuk membeli, saat mereka benar-benar membeli, atau II-32 benar-benar menggunakan barang yang mereka beli. Segmentasi situasi dapat membantu perusahaan memperkuat kegunaan suatu produk. g. Segmentasi Manfaat Segmentasi manfaat merupakan upaya membagi pasar ke sejumlah kelompok berdasarkan manfaat-manfaat yang berbeda yang mereka cari dari suatu produk. Segmentasi manfaat menurut perusahaan menemukan manfaat-manfaat utama yang dicari orang dalam sebuah kelas produk, tipe orang apa yang mencari tiaptiap manfaat tersebut, dan merek-merek utama yang memberikan tiap-tiap manfaat tersebut. 2.7.3 Mensegmentasi Pasar Industri Pemasar konsumen dan pasar industri menggunakan banyak variable yang sama untuk mensegmen pasar mereka. Pembeli di pasar industri dapat disegmentasi berdasarkan geografis, demografis, (industri, ukuran perusahaan), atau berdasarkan manfaat yang dicari oleh pembeli, tingkat penggunaan,dan status kesetiaan. Akan tetapi, pemasar di pasar industri juga dapat menggunakan beberapa variable tambahan, seperti karakteristik operasi, pendekatan pembelian, faktor-faktor situasional, dan karakteristik pribadi pelanggan. Dengan melayani segmen dan bukan pasar secara keseluruhan, perusahaan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk dapat menyampaikan nilai kepada konsumen dan menerima imbalan yang maksimum atas perhatiannya kepada kebutuhan pelanggan. Perusahaan dapat mensegmen lebih lanjut berdasarkan ukuran pelanggan atau lokasi geografis. Di dalam sebuah target industri dan ukuran pelanggan sasaran tertentu, perusahaan dapat mensegmentasi berdasarka pendekatan dan kriteria pembelian. Sama dengan segmentasi konsumen, banyak pemasar yang percaya bahwa perilaku pembelian dan manfaat merupakan dasar yang terbaik untuk mensegmentasi pasar industri. Variabel-variabel utama segmentasi untuk pasar industri: a. Demografis 1. Industri: Ke industri-industri mana yang membeli produk ini kita harus memfokuskan diri? II-33 2. Ukuran perusahaan: Ke ukuran perusahaan seperti apa kita harus memfokuskan diri? 3. Lokasi: Ke wilayah geografi yang mana kita harus memfukuskan diri? b. Variabel Operasional 1. Teknologi: Ke teknologi yang mana kita memfokuskan diri? 2. Status pelanggan-bukan pelanggan: Haruskah kira berfokus pada pengguna kelas berat,sedang, ringan, atau bukan pengguna? 3. Kemampuan pelanggan: Haruskah kita berfokus pada pelanggan yang membutuhkan banyak jasa atau yang sedikit? c. Pendekatan Pembelian 1. Organisasi fungsi pembelian: Haruskah kita berfokus pada perusahaan dengan pembelian yang terpusat atau terdesentralisasi? 2. Struktur kekuasaan: Haruskah kita berfokus pada perusahaan yang didominasi oleh teknik, didominasi oleh keuangan, atau didominasi oleh pemasaran? 3. Sifat hubungan yang ada: Haruskah kita berfokus pada pelanggan yang hubungannya dengan kita telah erat atau mencari saja perusahaan yang sangat kita inginkan? 4. Kebijakan pembelian umum: Haruskah kita berfokus pada perusahaan yang lebih suka leasing? Kontrak jasa? Pembelian system? Tender tertutup? 5. Kriteria pembelian: Haruskah kita berfokus pada perusahaan yang berfokus pada kualitas? Jasa? Harga? d. Faktor Situasional 1. Urgensi: Haruskah kita berfokus pada perusahaan yang membutuhkan pengiriman cepat atau layanan cepat? 2. Aplikasi khusus: Haruskah kita berfokus pada aplikasi tertentu atas produk kita bukannya semua aplikasi? 3. Ukuran pemesanan: Haruskah kita berfokus pada pesanan besar atau kecil? II-34 e. Karaktristik Pribadi 1. Kemiripan pembeli-penjual: Haruskah kita berfokus pada perusahaan yang orangorang dan nilai-nilainya mirip dengan kita? 2. Sikap terhadap risiko: Haruskah kita berfokus pada pelanggan yang suka dengan risiko atau yang menghindar risiko? 3. Kesetiaan: Haruskah kita berfokus pada perusahaan yang menunjukkan kesetiaan yang tinggi kepada pemask mereka? Variabel-variabel utama segmentasi untuk pasar industri diatas mendaftar pertanyaan-pertanyaan utama yang harus ditanyakan oleh seorang pemasar di pasar industri dalam rangka menentukan pelanggan yang mana yang ingin dilayaninya. 2.7.4 Mensegmentasi Pasar Internasional Beberapa peruasahaan memiliki baik sumber daya maupun keinginan untuk beroperasi di semua, atau hampir semua, negara-negara yang ada di dunia. Walaupun perusahaan besar menjual produk-produk ke hampir 200 negara, kebanyakan perusahaan internasional memfokuskan kerjanya pada wilayah yang lebih kecil. Beroperasi di banyak negara menawarkan tantangan-tantangan baru. Jadi perusahaan perlu mengelompokan pasar dunia mereka ke dalam segmen-segmen dengan perilaku dan kebutuhan pembelian yang khas. Perusahaan dapat mensegmen pasar internasional dengan menggunakan satu atau lebih kombinasi sejumlah variable. Mereka bisa mensegmen berdasarkan lokasi geografis. Segmentasi geografis berasumsi bahwa negara-negara yang saling berdekatan akan memiliki banyak ciri dan perilaku yang sama. Walaupun kadangkala hal itu terjadi, akan tetapi banyak sekali pengecualian. Pasar dunia juga dapat disegmentasi berdasarkan basis faktor ekonomi. Contohnya, negara dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan populasi atau berdasarkan tingkat perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Struktur ekonomi perusahaan membentuk struktur kebutuhan produk dan jasa populasi mereka, oleh karenanya struktur ekonomi sehingga dia menawarkan peluang pemasaran. Negara dapat disegmentasi berdasarkan faktor politik dan hukum, seperti tipe dan stabilitas pemerintahannya, tingkat penerimaan terhadap perusahaan asing, peraturan II-35 moneter, dan banyaknya birokrasi. Faktor-faktor seperti itu, bisa memainkan peran penting ketika perusahaan memilih negara mana yang akan dia masuki dan bagaimana caranya. Mensegmentasi pasar internasional berdasarkan basis geografis, ekonomis, politik, budaya, dan factor-faktor lain, mengasusmsikan bahwa segmen-segmen itu harus terdiri dari kelompok-kelompok yang terwujud negara. Akan tetapi, banyak perusahaan menggunakan pendekatan yang berbeda disebut segmentasi antar pasar. (Sumber : Kotler & Armstrong, 2003, Dasar-Dasar Pemasaran) 2.7.5 Posisi Pengembangan Produk dalam Strategi Pemasaran Kebanyakan orang memiliki kebutuhan yang belum terpuaskan dan pemasar yang jeli yang menyadari adanya kebutuhan ini akan menemukan peluang disekitar mereka. Gambar 2.6 menyajikan empat tipe umum peluang, yaitu: Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, Pengembangan Produk, dan Diversifikasi. Kita akan membahas keempatnya secara terpisah, tetapi suatu perusahaan dapat saja menggarap lebih dari satu macam peluang sekaligus. Pasar Lama Produk Lama Pasar Baru Penetrasi Pengembangan Pasar Pasar Pengembangan Produk Baru Produk Diversifikasi GAMBAR 2.6 Empat Tipe Dasar Peluang (Sumber : McCarthy-Perreault, 1995, Sebuah Ancangan Manajerial Global) 1. Penetrasi Pasar Penetrasi pasar berarti mencoba meningkatkan penjualan produk perusahaan yang ada sekarang di pasar sekarang, barangkali melalui bauran pemasaran yang lebih agresif. Perusahaan mungkin berusaha menambah tingkat penggunaan produk oleh pelanggan II-36 atau memikat pelanggan pesaing atau orang yang belum menjadipengguna produk semacam ini. Imbauan promosi saja barangkali tidak efektif. Perusahaan mungkin perlu menambah toko lebih banyak di wilayah yang sekarang dilayani untuk memudahkan pelanggan atau menurunkan harga untuk memikat lebih banyak orang. 2. Pengembangan Pasar Pengembangan pasar berarti mencoba meningkatkan penjualan dengan menjual produk yang sekarang ke pasar yang baru. Perusahaan dapat mencoba memasang iklan di media yang berbeda untuk menjangkau pelanggan sasaran baru. Atau perusahaan dapat pula menambah saluran distribusi atau took baru di daerah baru. Pengembangan pasar dapat juga mencakuppencarian kegunaan produk yang baru. 3. Pengembangan Produk Pengembangan produk berarti menawarkan produk baru atau produk yang disempurnakan kepada pasar yang sekarang atau pasar lama. Dengan mengetahui kebutuhan pasar sekarang, perusahaan mungkin melihat cara yang sama sekali baru untuk memuaskan pelanggan secara lebih baik. 4. Diversifikasi Diversifikasi berarti berpindah total ke lini bisnis yang berbeda, barangkali produk, pasar, atau bahkan tingkat dalam system produksi-pemasaran yang sama sekali tidak dikenal sebelumnya. (Sumber : McCarthy-Perreault, 1995, Sebuah Ancangan Manajerial Global) Bila peranan misi dan sasaran menunjukkan ke arah mana perusahaan sedang bergerak, strategi menjelaskan bagaimana hal ini dapat tercapai. Porter, Michael E (1980), dalam bukunya yang berjudul Competitive strategy: Techniques for Analysing Industries and Competitors, The Free Press, New York, mengkategorikan tiga jenis cara ini untuk memenangkan strategi dan menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak mentaati hal ini (orang moderat) adalah yang paling tidak sehat. 1. Pengendalian Biaya Keseluruhan Perusahaan berusaha untuk mencapai biaya terendah dalam memproduksi dan mendistribusi produknya supaya dapat menjualnya dengan harga yang lebih rendah dibanding pesaingnya dan oleh sebab itu memperoleh bagian pasar yang besar. 2. Diferensiasi II-37 Perusahaan berkonsentrasi untuk memproduksi produk yang memberikan keuntungan kepada pelanggan yang umumnya dinilai dipasar dan oleh sebab itu mendapatkan imbalan harga yang lebih tinggi atau jumlah permintaan pasar yang meningkat. 3. Fokus Perusahaan berkonsentrasi pada segmen pasar yang sempit ketimbang seluruh pasar. Ia megkhususkan diri dalam memenuhi kebutuhan segmennya baik melalui pengendalian biaya maupun diferensiasi. Selain menentukan strategi kompetitif, perusahaan dengan hanya sejumlah produk yang terbatas juga perlu memperhatikan strategi produk mereka. Sebuah strategi produk harus diperoleh dari proses diatas, dengan konsentrasi khusus pada kekuatan teknologi perusahaan dan produk selain kebutuhan kompetitif utama dari pasar dimana mereka beroperasi. Proses itu juga harus mempelajari secara kritis kemungkinan pengembangan teknologi dan bagaimana hal ini akan dipergunakan oleh pesaingnya. (Sumber : David Inwood & Jean Hammnd, 1995, Pengembangan Produk) 2.8 Quality Function Deploymnet (QFD) A. Pengertian Quality Function Deployment adalah metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk, yang dapat memudahkan suatu tim kerja dalam menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Lou Cohen, 1995). B. Konsep dan Manfaat Quality Function Deployment Hal yang perlu diketahui sebelum suatu produk mulai diproduksi adalah apakah produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan para konsumen. Hal ini merupakan alasan utama perlunya dilakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan pentingnya berkomunikasi dengan konsumen internal dan eksternal. Konsep QFD (Quality Function Deployment) dikembangkan untuk menjamin bahwa produk yang memasuki tahap produksi benar- benar akan dapat memuaskan kebutuhan para konsumen II-38 dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan dan kesesuaian maksimum pada setiap tahap pengembangan produk. (Tjiptono, 2001) Fokus utama dari QFD adalah melibatkan konsumen pada proses pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa konsumen tidak akan puas dengan suatu produk meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna bila mereka memang tidak menginginkan atau membutuhkannya. (Tjiptono, 2001) Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan kualitas dan produktivitasnya secara berkesinambungan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain: 1. Fokus pada konsumen. QFD memerlukan pengumpulan masukan dan umpan balik dari konsumen. Informasi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan persyaratan konsumen yang spesifik. Kinerja organisasi dan pesaing dalam memenuhi persyaratan tersebut dipelajari dan diteliti. Dengan demikian organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan pesaingnya memenuhi kebutuhan para konsumen. 2. Efisiensi waktu. QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena memfokuskan pada persyaratan konsumen yang spesifik dan telah teridentifikasi dengan jelas. Oleh karena itu tidak terjadi pemborosan waktu untuk mengembangkan ciri-ciri produk yang tidak atau hanya memberikan sedikit nilai (value) kepada konsumen. 3. Orientasi Kerja Sama Tim (teamwork-oriented). QFD merupakan pendekatan kerjasama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan pada konsensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan brainstorming. Oleh karena setiap tindakan yang perlu dilakukan diidentifikasi sebagai bagian dari proses maka setiap individu memahami posisinya yang paling tepat dalam proses tersebut, sehingga pada gilirannya hal ini mendorong kerja sama tim yang lebih kokoh. 4. Orientasi Pada Dokumentasi. Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen komprehensif mengenai mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang ada II-39 dan perbandingannya dengan persyaratan konsumen. Dokumen ini berubah secara konstan setiap kali ada informasi baru yang dipelajari dan informasi lama yang dibuang. Informasi yang up-to-date mengenai persyaratan konsumen dan proses internal, sangat berguna bila terjadi . (Tjiptono, 2001) C. QFD-House of Quality Penerapan metodologi QFD dalam proses perancangan produk diawali dengan pembentukan matriks perencanaan produk, atau sering disebut sebagai House of Quality (HOQ). HOQ merupakan frame work atas pendekatan QFD, pertimbangannya didasarkan atas dua alasan, yaitu: 1. HOQ berisi banyak segi istimewa yang akan digunakan pada bagian lain dari QFD. 2. Setiap orang yang akan menggunakan QFD akan memulainya dari HOQ, sehingga dapat dikatakan bahwa HOQ merupakan inti dari QFD. (Cohen, 1995) Tujuan dasar penggunaan House of Quality adalah: 1. Agar mengerti dan mampu dalam menentukan prioritas dan tujuan strategis pada segmen pasar yang diharapkan mampu menghasilkan keuntungan. 2. Memenuhi keinginan konsumen, mendengarkan suara konsumen, menyaring dan mengorganisasikan data tentang kebutuhan konsumen dan kelompok kebutuhan yang secara langsung dapat memuaskan mereka. 3. Menerjemahkan keinginan konsumen tersebut kedalam desain produk. (Cohen, 1995) Gambar 2.5 menunjukkan bentuk umum HOQ. Dalam gambar ini digunakan simbol A hingga F yang menunjukan urutan pengisian bagian- bagian dari matriks perencanaan produk tersebut. II-40 E Technical Correlations C Technical Response A Costumer Needs and Benefits D B Relationships (Impact of Technical Response on Customer Needs and Benefits) Planning Matrix (Market Research and Strategic Planning) F Technical Matrix (Technical Response Priorities, Competitive Technical Benchmarks, Technical Targets) (Sumber : Lou Cohen, 1995, Quality Function Deployment) GAMBAR 2.7 House of Quality (HOQ) Gambar dari House of Quality di atas akan dijelaskan sebagai berikut: Bagian A : Customer Needs and Benefits. Bagian pertama dari HOQ adalah Customer Needs and Benefits, atau sering disebut sebagai suara konsumen (Voice of Customer). Bagian ini berisi mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen. Kebanyakan tim pengembang mengumpulkan suara konsumen melalui teknik wawancara, kemudian disusun secara hirarki, dari tingkat kebutuhan paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi. Beberapa tahap yang biasanya dilakukan dalam mengumpulkan suara konsumen, yaitu: 1 Mendengarkan langsung dari konsumen melalui wawancara, atau melalui penyebaran kuesioner, mengenai apa yang dibutuhkan oleh mereka. Selain itu, suara konsumen dapat diidentifikasi dengan mengenali keluhan-keluhan yang disampaikan konsumen. 2 Membagi-bagi suara konsumen yang telah didapatkan kedalam beberapa kelompok. 3 Menstrukturkan kebutuhan dan keinginan tersebut ke dalam bentuk diagram pohon. 4 Memasukan data yang telah terstruktur tersebut kedalam matrik HOQ. II-41 Bagian B : Planning Matrix Bagian kedua dari HOQ adalah planning matrix. Bagian ini merupakan tempat penentuan sasaran/tujuan produk, didasarkan pada hasil interpretasi tim terhadap data riset pemasaran. Penetapan sasaran merupakan gabungan antara prioritas-prioritas bisnis perusahaan dengan prioritas-prioritas kebutuhan konsumen. Hal ini merupakan tahapan penting dalam perencanaan produk. Terdapat tiga informasi penting dalam bagian ini. Ketiga informasi tersebut meliputi : 1. Data kuantitatif pasar, yang menunjukan hubungan antara tingkat kepentingan dan kebutuhan konsumen dan tingkat kepuasan konsumen terhadap kebutuhan tersebut dengan mernbandingkan antara perusahaan pengguna QFD dengan kompetitornya. 2. Penetapan tujuan/sasaran untuk jenis produk atau jasa baru yang akan dibuat. 3. Perhitungan bobot untuk setiap kebutuhan dan keinginan konsumen. Bagian planning matrix langsung diisi setelah pengisian kolom customer needs, dengan alasan apabila kebutuhan konsumen telah diprioritaskan, tim dapat membatasi analisanya hanya sampai pada kebutuhan yang memiliki bobot yang besar. Apabila pengisian kolom ini ditunda sampai beberapa waktu setelah pengisian kolom relationships, tim tidak akan dapat membuat batasan analisa karena tidak mengetahui prioritas dari kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut. Tetapi beberapa praktisi mengerjakan technical responses dan bahkan menentukan relationship sebelum mengerjakan planning matrix. Keuntungan dari cara ini adalah tim akan lebih familiar dengan kebutuhan pelanggan. Bagian planning matrix terdiri dari beberapa kolom. Masing- masing kolom tersebut berisi informasi mengenai: 1. Importance to Customer. Pada kolom ini berisi informasi mengenai ukuran tingkat kepentingan bagi masingmasing kebutuhan suara konsumen (Voice of Customer). Ada 3 tipe data kepentingan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepentingan masing-masing kriteria, yaitu : 1. Kepentingan Absolut (Absolute Importance). Tingkat kepentingan ini biasanya dipilih dari seleksi skala kepentingan di mana titik-titik pada skala telah diketahui dalam range 1-10. Semakin besar nilai yang II-42 dipilih menunjukan tingkat kepentingan yang semakin tinggi. Namun demikian umumnya digunakan 5 skala, seperti pada contoh berikut : a. Tidak penting sama sekali bagi konsumen. b. Kurang penting bagi konsumen. c. Cukup penting bagi konsumen. d. Sangat penting bagi konsumen. e. Paling penting bagi konsumen. Kelemahan dari tingkat kepentingan ini adalah bahwa konsumen cenderung merata-rata semuanya penting. 2. Kepentingan Relatif (Relative Importance). Tingkat kepentingan ini merefleksikan bahwa satu kebutuhan dua kali lebih penting dibanding kebut-uhan lainnya bagi konsumen. Nilai kepentingan ini biasanya dalam skala 100 atau dalam suatu skala persentase. Skala 100 mengindikasikan tingkat kepentingan yang setinggi mungkin bagi konsumen. Tingkat kepentingan ini seringkali disebut skala ratio, di mana konsumen diminta untuk membandingkan suatu atribut dengan atribut lainnya dan menentukan tingkat kepentingannya. Teknik ini diperluas dalam benhtk pasangan yang biasa disebut Constant Sum Paired Comparisons, di mana responden diminta untuk menilai seberapa penting satu data dibandingkan data lainnya untuk semua data kebutuhan dalam suatu matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Matriks ini kemudian diproses dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process Method). Hasil AHP ini adalah bobot untuk tiap data kebutuhan konsumen yang mengindikasikan kepentingan relatif dari kebutuhan. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa keputusan cenderung tidak konsisten. Karena tidak ada yang mencegah responden untuk menyatakan bahwa : A lebih penting dari B, B lebih penting dari C, C lebih penting dari A. Kondisi ini tidaklah mudah dihindari saat survai. Walaupun demikian proses survai ini dapat dilaksanakan jika ada jaminan bahwa keputusan yang tidak konsisten di atas tidak akan terjadi. 3. Kepentingan Ordinal (Ordinal Importance). Tingkat kepentingan ini meminta responden untuk mengurutkan data sehingga jika dibandingkan dengan metode perbandingan berpasangan mempunyai II-43 kelebihan dalam hal kekonsistenan dalam membuat keputusan. Namun kerugian dari proses ini adalah ketidak praktisannya. Contoh jika survai lewat telepon dilakukan, responden akan mengalami kesulitan dalam memvisualisasi atribut yang lebih dari tujuh. Selain itu skala kepentingan ordinal jika dikalikan dengan nilai lainnya dalam matriks perencanaan cenderung membuat raw weight terbesar menjadi sangat besar jika dibandingkan raw weight yang lebih rendah. Hal itu akan membuat tim lebih menekankan kebutuhan konsumen yang paling penting dibandingkan yang tidak penting. Skala ini biasanya digunakan jika tim ingin mengetahui urutan kriteria-kriteria yang ada, mana yang terpenting dan mana yang paling tidak penting. Caranya adalah dengan memberikan nilai 1 untuk kriteria yang paling tidak penting dan seterusnya diurutkan sesuai dengan peningkatan tingkat kepentingannya. Hanya saja kelemahan skala ini adalah timbulnya kesulitan responden dalam menilai kriteria yang semakin banyak. 2. Customer Satisfaction Performance. Pada kolom ini berisi mengenai persepsi konsumen tentang seberapa baik produk yang ada saat ini dalam memenuhi kebutuhannya. Maksud dari produk yang ada saat ini adalah produk/jasa yang direncanakan untuk dikembangkan. Metode yang digunakan dalam menaksir nilai ini adalah dengan menanyai konsumen seberapa baik mereka merasakan produk/jasa perusahaan dalam memenuhi setiap kebutuhan. Untuk perancangan produk baru sama sekali (belum pernah diluncurkan), data ini tidak dibahas lebih lanjut. 3. Competitive Satisfaction Performance. Agar kompetitif, tim harus mengerti kompetitornya. Pada kolom ini berisi mengenai penilaian konsumen terhadap performansi produk/jasa kompetitornya yang telah mereka rasakan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Banyak tim yang tidak mempelajari pesaingnya dengan baik, karena memang lebih sulit untuk menjangkau konsumen pesaing dibandingkan menjangkau konsumennya sendiri. QFD sendiri menyediakan rekaman kekuatan dan kelemahan pesaing dalam dua level kepentingan. Yang pertama pada customers needs pada competitive satisfaction performance, dan yang kedua adalah pada respon teknis (SQC) pada benchmarking. Untuk mengetahui nilai ini biasanya dilakukan survei kepada pihak konsumen untuk II-44 memberikan informasi kepada perusahaan mengenai keadaan performansi kompetitornya pada saat ini, sehingga tim QFD dapat mengambil langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi pesaingnya. 4. Goal. Pada kolom ini, tim pengembang perusahaan dapat menentukan tingkatan yang ingin dicapai perusahaan dalam memenuhi customer needs. Penentuan nilai ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki perusahaan, besarnya kepentingan dari masing-masing keinginan tersebut, serta kondisi pesaing saat ini. Skala nilai yang biasanya digunakan sama dengan skala nilai untuk penilaian performansi. Perusahaan perlu menentukan goal jika ada keterbatasan dalam sumber daya. Namun jika tidak ada masalah dengan sumber daya, maka tim dapat mencapai semua aspek dari produk/jasa hingga sesempurna mungkin. 5. Improvement Ratio. Improvement Ratio merupakan nilai yang didapat dari nilai goal dibandingkan dengan nilai performasi perusahaan pada saat ini. Impovement Ratio Goal …………………………………(2.1) CurrentSatisfactionPerformance Nilai Improvement ratio akan semakin besar apabila goal yang telah ditetapkan semakin agresif. 6. Sales Point. Pada kolom ini berisi informasi mengenai kemampuan untuk meningkatkan penjualan suatu produk/jasa apabila keinginan konsumen yang terdapat pada bagian customer needs dipenuhi. Nilai yang umum digunakan untuk nilai sales point adalah : 1. Nilai 1,5 (titik penjualan kuat), artinya bahwa apabila suatu keinginan konsumen dipenuhi, maka akan besar pengaruhnya menurut konsumen sehingga konsumen akan merasa senang. Akibatnya penjualan dan produk/ jasa yang akan di buat akan meningkat. 2. Nilai 1,2 (titik penjualan menengah ), artinya adalah dengan memenuhi keinginan konsumen tersebut, maka peningkatan kepuasan konsumen tidak begitu besar. Hal tersebut karena keinginan itu memang umumnya harus dipenuhi. Kriteria ini sering diistilahkan dengan low impact needs. II-45 3. Nilai 1,0 (tanpa titik penjualan ), artinya bahwa dengan memenuhi kriteria tersebut tidak akan terjadi peningkatan kepuasan Hal tersebut karena kriteria ini merupakan expected needs yaitu keinginan yang seharusnya dipenuhi oleh suatu produk atau jasa. Pengaruh yang ditimbulkan jika kriteria ini tidak dipenuhi adalah konsumen akan merasa sangat tidak puas. 7. Raw Weight. Pada kolom ini berisi informasi mengenai besarnya bobot dari setiap keinginan konsumen yang didasarkan pada hasil perhitungan dan keputusan pada kolom planning matrix. Sebelumnya. Dengan menghitung nilai ini, maka dapat ditentukan tingkat bobot kepentingan dari masing-masing keinginan konsumen tanpa lupa mempertimbangkan hal-hal penting lain seperti improvement ratio dan sales point. Raw Weight = Importance to Customers x IR x SP………………………………(2.2) 8. Normalized Raw Weight. Kolom normalized raw weight berisi nilai yang terdapat pada kolom raw weight yang telah dikonversikan ke dalam persentase. Untuk menghitungnya, terlebih dahulu harus dihitung jumlah total dari nilai Raw Weight. Normalized Raw Weight = RawWeightbariske i …………………………………….(2.3) RawWeightT otal Bagian C : Technical Response. Bagian ketiga dari HOQ adalah technical response, sering juga disebut Substitute Quality Characteristic (SQCs). Pada bagian ini terjadi proses penerjemahan dari kebutuhan konsumen (voice of customer) ke dalam bahasa pengembang (voice of developer). Proses ini akan mencari jawaban dari pertanyaan how (bagaimana) kebutuhan konsumen dapat dipenuhi. Penerjemahan dilakukan melalui proses brainstorming, yaitu dengan mencari cara-cara yang perlu dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Alat yang biasa digunakan dalam proses ini diantaranya adalah afinity diagram, fish bone diagram, dan tree diagram. Proses translasi pertama kali dilakukan terhadap keinginan konsumen yang memiliki nilai bobot baris paling tinggi. Melalui proses brainstorming dipertimbangkan dan dibahas untuk selanjutnya dicatat semua hal yang mungkin dilaksanakan. Setelah selesai, fokus perhatian beralih pada II-46 kebutuhan konsumen berikutnya. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai akhirnya seluruh keinginan konsumen selesai di bahas. Setelah selesai, hasil ini kemudian dimasukan ke dalam matrik HOQ. Pada setiap karakteristik teknis yang telah ditetapkan terdapat arah perbaikan (direction of improvement). Bagian ini sangat membantu tim saat melakukan pendataan, mengevaluasi dan memutuskan korelasi teknik serta ketika menentukan target. Untuk setiap karakteristik teknis, arah perbaikan ini harus menguntungkan konsumen sehingga akan dapat memaksimalkan kepuasan bagi mereka. Simbol dan keterangan yang digunakan untuk arah perbaikan dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut: TABEL 2.2 Simbol dan Keterangan Direction of Improvement Simbol Keterangan Target is the best : akan lebih baik jika SQCs memilki nilai spesifikasi tertentu yang tepat More the better : akan lebih baik jika SQCs memilki nilai spesifikasi yang semakin besar/tinggi/panjang Less the better : Akan lebih baik jika SQCs memilki nilai spesifikasi yang semakin kecil/rendah/pendek (Sumber : Lou Cohen, 1995, Quality Function Deployment) Bagian D : Relationship Matrix. Bagian keempat dari HOQ adalah pengisian bagian matrik hubungan (relationships matrix). Dengan menempatkan keinginan konsumen pada badan kiri dan karakteristik teknis pada bagian atas dari HOQ, maka dapat dievaluasi hubungan keduanya secara sistematis. Langkah pertamanya adalah mencari hubungan sebab akibat (impact) yang ditimbulkan o!eh masing-masing karakteristik teknis terhadap kebutuhan konsumen. Secara umum, terdapat empat kemungkinan hubungan yang terjadi antara keinginan konsumen dengan karakteristik teknisnya. Keempat hubungan tersebut adalah : II-47 1. Tidak ada hubungan, artinya perubahan yang dilakukan terhadap karakteristik teknis baik besar ataupun kecil tidak ada pengaruhnya terhadap performansi kepuasan konsumen. 2. Hubungan lemah, artinya perubahan yang besar yang dilakukan terhadap karakteristik teknis menimbulkan sedikit pengaruh terhadap performansi kepuasan konsumen. 3. Hubungan sedang, artinya perubahan yang relatif besar yang dilakukan terhadap karakteristik teknis akan memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap performansi kepuasan konsumen. 4. Hubungan kuat, artinya perubahan yang dilakukan terhadap karakteristik teknis sekecil apapun akan memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap performansi kepuasan konsumen. Dalam matrik HOQ, hubungan ini biasanya dinyatakan dengan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut dapat dilihat pada tabel. TABEL 2.3 Bobot dan Simbol Hubungan Simbol Arti Nilai Kosong Tidak ada hubungan 0 Hubungan lemah 1 Hubungan sedang 3 Hubungan kuat 9 (Sumber : Lou Cohen, 1995, Quality Function Deployment) Bagian E : Technical Correlations . Bagian kelima dari HOQ adalah technical correlations, matriks yang terletak paling atas dan bentuknya menyerupai atap. Matriks ini digunakan untuk membantu tim dalam menentukan desain yang mengalami bottleneck, dan menentukan kunci komunikasi diantara para desainer. Selain itu, matriks ini juga menggambarkan hubungan dan ketergantungan antar karakteristik teknik yang satu dengan karakteristik teknik yang lainnya. Antar elemen karakterisik teknik tersebut, mungkin saling mempengaruhi, baik positif (saling mendukung) ataupun negatif (saling bertentangan). Dengan melihat direction of improvement dan tiap karakteristik teknis, kemudian didiskusikan dan ditetapkan bersama tim pengembang tingkat hubungan dari setiap karakteristik teknis. II-48 Pada sel yang menghubungkan kedua karakteristik teknis tersebut diberi simbol tingkat hubungannya. Simbol tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4 sebagai berikut: TABEL 2.4 Simbol dan Tingkat Hubungan Simbol Tingkat Hubungan Hubungan positif kuat Hubungan positif lemah Kosong Tidak ada hubungan Hubungan negatif lemah Hubungan negatif kuat (Sumber : Lou Cohen, 1995, Quality Function Deployment) Bagian F : Technical Matrix. Bagian keenam dari HOQ adalah technical matriks. Bagian ini berisi tiga jenis data, yaitu : 1. Technical Response Priorities. Bagian ini berisi nilai absolute importance yang diperoleh dari hasil kali antara nilai tingkat kepentingan (importance to customer,) dengan nilai relationships yang kemudian di jumlahkan untuk setiap kolom karakteristik teknisnya. Nilai inilah yang terbesar akan dipilih untuk dijadikan dasar prioritas dalam proses perbaikan karakteristik teknis. 2. Competitive Technical Benchmarks. Bagian ini berisi mengenai informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk yang dihasilkan oleh perusahaan terhadap kinerja produk pesaing. Kata benchmarking dapat dipadankan dengan kata patok duga, maksudnya adalah sebuah perusahaan akan mematok perusahaan lain yang mereka anggap sebagai pesaing terberat untuk dibandingkan dengan perusahaannya yang diungkapkan pada tingkatan nilai-nilai tertentu. Tujuan utama benchmarking adalah untuk melihat proses yang digunakan oleh perusahaan lain yang dianggap pesaing utama, untuk kemudian mempelajari dan mengadaptasinya dalam upaya memperbaiki proses. Kegiatan ini penting untuk mencegah kepuasan terhadap diri sendiri dan dalam upaya menuju kearah pandangan daya saing dan mutu yang lebih baik. II-49 3. Target Technical. Bagian ini berisi mengenai target kinerja persyaratan teknis untuk produk/jasa baru yang akan dikembangkan. Dalam menentukan nilai target setiap karakteristik teknis, dipertimbangkan berdasarkan informasi yang terdapat pada bagian prioritas dan hasil dari proses benchmarking. Nilai target yang dituangkan dalam bentuk spesifikasi tertentu ini, ditetapkan secara bersama-sama dengan tim pengembang dengan mempertimbangkan juga kondisi teknologi/ metode yang dimiliki saat ini. (Cohen, 1995) 2.9 Biaya Manufaktur Sumber: Karl T. Ulrich,2001,Perancangan & Pengembangan Produk) GAMBAR 2.8 Model input output suatu sistem manufaktur Gambar 2.8 menunjukkan satu cara dalam mengkategorikan elemen- elemen biaya manufaktur. Pada pembahasan ini, biaya manufaktur dari suatu produk yang terdiri dari biaya- biaya dalam tiga kategori: 1. Biaya- biaya komponen. Komponen- komponen dari suatu produk (sederhananya dinamakan komponen produk) mencakup komponen standar yang dibeli dari pemasok. Sebagai contoh adalah motor, chip elektronik, dan sekrup. Komponen lainnya adalah komponen berdasarkan pesanan (custom parts) yang dibuat berdasarkan rancangan pembuat dari material mentah, seperti lembaran baja, biji plastik, atau batangan aluminium. II-50 Beberapa komponen pesanan dibuat di pabrik sendiri, sementara yang lain dihasilkan oleh pemasok berdasarkan spesifikasi rancangan pembuat. 2. Biaya- biaya perakitan Barang- barang diskrit biasanya dirakit dari komponen- komponen. Proses perakitan hampir selalu mencakup biaya upah tenaga kerja dan juga mencakup biaya peralatan dan perlengkapan. 3. Biaya- biaya overhead Overhead merupakan kategori yang digunakan untuk mencakup seluruh biayabiaya lainnya. Terdapat pengertian dan cakupan yang berbeda antara dua tipe dari overhead: biaya pendukung dan alokasi tidak langsung. Biaya pendukung adalah biaya- biaya yang berhubungan dengan penanganan material, jaminan kualitas, pembelian, pengiriman, penerimaan, fasilitas- fasilitas dan pemeliharaan peralatan/ perlengkapan . Ini adalah sistem pendukung yang dibutuhkan untuk membuat produk, dan biaya ini sangat tergantung dari rancangan produk. Meskipun demikian, karena biaya- biaya ini sering terbagi lebih dari satu lini produk, mereka secara bersamasama dikategorikan pada biaya overhead. Alokasi tidak langsung adalah biaya manufaktur yang tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan suatu produk namun harus dibayarkan dalam suatu usaha. Sebagai contoh, gaji penjaga keamanan dan biaya perawatan bangunan adalah biaya tidak langsung karena kegiatan- kegiatan ini terbagi di antara beberapa produk dan sulit untuk mengalokasikan secara langsung pada suatu produk secara spesifik. Karena biaya tidak langsung tidak dapat dikaitkan secara spesifik dengan rancangan produk, biaya ini tidaklah relevan untuk perhitungan biaya manufaktur, meskipun mereka ikut terlibat dalam biaya produk. II-51 (Sumber: Karl T. Ulrich,2001,Perancangan & Pengembangan Produk) GAMBAR 2.9 Elemen biaya manufaktur dari suatu produk 4. Biaya Tetap dan Biaya Variabel Cara lain untuk membagi biaya manufaktur adalah dengan menggunakan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tercakup dalam jumlah yang telah ditentukan sebelumnya, tanpa menghiraukan berapa banyak unit produk yang dibuat. Pembelian cetakan injeksi yang dibutuhkan untuk produk pipa bercabang untuk saluran masuk (intake manifold) merupakan contoh dari biaya tetap. Apakah 1000 atau 1 juta unit yang dihasilkan, biaya tetap cetakan tercakup dan tidak berubah. Contoh lainnya adalah biaya persiapan (setting up) area kerja pabrik untuk lini perakitan produk intake manifold. Biaya ini juga tetap, tanpa menghiraukan seberapa banyak produk yang dihasilkan. Dalam pengertian ini, tidak ada biaya yang benarbenar tetap. Oleh karena itu, untuk menggandakan jumlah produksi lebih baik membuat lini produksi yang lain. Secara berlawanan, dua sel rakitan mungkin mampu digabungkan jika tidak dapat menggunakan seluruh kapasitas sesuai dengan jumlah produksi yang lebih rendah. Sewaktu mempertimbangkan suatu biaya sebagai sebagai biaya tetap, jangkauan jumlah produksi dan periode waktu yang diasumsikan seharusnya dispesifikkan. Biaya variabel adalah biaya yang tercakup dalam proporsi langsung dari jumlah unit yang dihasilkan. II-52 5. Perkiraan Daftar Material (Bill of Materials) BOM menunjukkan perkiraan biaya yang terurai menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel mencakup material, waktu mesin, dan upah. Biaya tetap terdiri dari peralatan dan biaya yang tidak berulang (nonrecurring expenses/ NRE) seperti peralatan khusus dan biaya set up. Umur pakai peralatan digunakan untuk menghitung biaya tetap per unit (jika umur pakai peralatan yang diharapkan tidak melampui volume umur pakai produk, di mana digunakan kasus volume produk yang lebih rendah). Untuk menghitung biaya total, overhead ditambahkan sesuai dengan gambaran akunting biaya yang diharapkan perusahaan. Sebagai catatan bahwa tambahan biaya tetap seperti depresiasi peralatan yang digunakan untuk beberapa produk sering juga tercakup dalam overhead. 6. Memperkirakan Biaya- biaya Komponen Standar Biaya komponen standar diperkirakan dengan: 1) membandingkan tiap komponen dengan komponen sama yang pernah dihasilkan atau dibeli perusahaan dalam volume yang diperbandingkan atau; 2) mendapatkan harga dari penjual keliling atau pemasok. Biaya komponen pendukung (seperti baut, per, dan sisipan) biasanya diperoleh dari pengalaman perusahaan dengan komponen- komponen yang sama, sedangkan biaya komponen utama biasanya diperoleh dari penjual keliling. Dalam memperoleh informasi harga, jumlah produksi yang diperkirakan sangat penting. Sebagai contoh, harga per unit pembelian satu lusin sekrup atau sisipan mungkin 10 kali lebih tinggi dari harga per unit yang harus dibayarkan GM sewaktu membeli 100.000 komponen ini setiap bulannya. Jika jumlah produksi yang diantisipasi cukup tinggi, seorang insinyur penjualan biasanya cukup berkeinginan untuk bekerja sama dengan tim pengembangan untuk menspesifikkan suatu komponen dengan tepat. Untuk komponen standar yang dibuat secara internal, jika jumlah yang dibutuhkan tinggi, mungkin kapasitas produksinya tidak tersedia, memerlukan pembelian tambahan peralatan atau penggunaan pemasok dari luar. Beberapa pemasok akan merancang dan membuat suatu variasi pesanan berdasarkan komponen standar jika jumlah produksinya cukup tinggi. Sebagai contoh, motor listrik kecil, seperti yang terdapat pada peralatan tangan, sering II-53 dirancang dan dibuat secara spesifik untuk penggunaan produk. Jika jumlah produksi cukup tinggi (katakan 100.000 per tahun pada kasus ini), pesanan motor ini cukup ekonomis (harga relatif rendah, tergantung dari karakteristik kinerja). Untuk produk intake manifold, volumenya cukup tinggi, sehingga komponen lainnya, seperti ring, dan lain- lain tidak lebih mahal dibandingkan komponen standar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan memperkenalkan komponen baru, dapat menambah biaya dan kerumitan sistem produksi serta pelaksanaan di lapangan, yang akan menambah biaya pendukung. 7. Memperkirakan Biaya Untuk Komponen Pesanan Komponen pesanan, yaitu komponen- komponen yang dirancang secara khusus untuk produk, dibuat oleh pabrik atau oleh pemasok. Kebanyakan kompo nen pesanan dihasilkan dengan menggunakan tipe proses produksi yang sama seperti komponen standar (contoh, cetakan injeksi, pengecapan, dan permesinan). Komponen pesanan biasanya merupakan komponen dengan fungsi khusus yang berguna hanya pada sebagian produk- produk pembuat). Bila komponen pesanan merupakan komponen tunggal, perkiraan biaya dapat dihitung dengan cara menambahkan biaya material mentah, pemrosesan dan peralatan. Pada kasus di mana komponen pesanan yang merupakan rakitan dari beberapa komponen, biaya dapat dipertimbangkan sebagai produk itu sendiri untuk sampai pada biaya dari produk ini. Yaitu dengan menghitung biaya tiap sub komponen dan kemudian menambahkan biaya perakitan dan biaya overhead (biayabiaya ini akan digambarkan di bawah). Untuk tujuan penjelasan ini, dapat diasumsikan bahwa komponen merupakan suatu komponen tunggal. Biaya bahan baku, dapat diperkirakan dengan menghitung massa komponen, ditambahkan dengan beberapa buangan (misal 5% - 50% untuk komponen cetakan injeksi, dan 25% - 100% untuk komponen lembaran baja), dan dikalikan dengan biaya (per unit massa) bahan baku. Biaya pemrosesan termasuk biaya untuk operator dalam pemrosesan mesin sesuai dengan biaya penggunaan peralatan itu sendiri. Dengan memperkirakan waktu pemrosesan umumnya membutuhkan pengalaman dengan tipe peralatan yang II-54 digunakan. Waktu pemrosesan itu berguna untuk memahami kisaran tipe- tipe biaya untuk proses produksi yang umum. Biaya peralatan tercakup untuk perancangan dan pembuatan dari pemotong, cetakan, dies atau alat bantu yang dibutuhkan untuk menggunakan mesin tertentu untuk membuat komponen. Biaya peralatan per unit adalah biaya peralatan dibagi dengan jumlah unit yang dibuat selama umur peralatan. Contoh: suatu cetakan injeksi atau cetakan press yang berkualitas tinggi biasanya dapat digunakan untuk beberapa juta komponen. 8. Memperkirakan Biaya Perakitan Produk- produk yang dibuat lebih dari satu komponen membutuhkan perakitan. Untuk produk- produk yang dibuat dalam jumlah kurang dari ratusan ribu unit per tahun, perakitan ini hampir selalu dilakukan secara manual. Satu perkecualian untuk generalisasi ini adalah untuk perakitan papan sirkuit elektronik, yang sekarang hampir selalu dikerjakan secara otomatis, walaupun volumenya relatif rendah. Akan terdapat pengecualian yang lain pada beberapa tahun mendatang, karena kefleksibelan dan ketepatan otomatisasi menjadi lebih umum. Biaya perakitan manual dapat diperkirakan dengan menjumlahkan waktu yang diperkirakan untuk tiap operasi perakitan dan dikalikan dengan jumlah tenaga kerja. Setiap perusahaan memiliki struktur upah perakitan yang berbeda, dan beberapa industri, seperti industri perakitan mobil dan pesawat terbang memiliki struktur upah yang lebih tinggi. Gambaran ini mencakup kelonggaran untuk manfaat dan biaya- biaya tenaga kerja lainnya serta dapat diartikan untuk mencerminkan biaya nyata tenaga kerja perakitan di perusahaan. 9. Memperkirakan Biaya Overhead Memperkirakan biaya- biaya overhead untuk produk baru secara akurat sangatlah sulit. Memperkirakan biaya overhead aktual yang terlibat untuk sebagian produk di perusahaan adalah tidak sederhana. Biaya tidak langsung untuk mendukung produksi untuk sebagian lini produk sangat sulit untuk ditelusuri. Bahkan lebih sulit II-55 untuk meramalkan biaya pendukung produksi di masa mendatang untuk suatu produk baru. Kebanyakan perusahaan menentukan biaya overhead dengan menggunakan tarif overhead (overhead rates) juga dinamakan tarif pembebanan (burden rates). Tarif overhead digunakan untuk satu atau dua dasar biaya (cost drivers). Dasar biaya adalah parameter produk yang dapat diukur secara langsung. Tarif overhead ditambahkan untuk biaya langsung dalam proporsi sesuai dengan dasar biayanya. Dasar biaya umumnya adalah biaya pembelian bahan, upah tenaga perakitan, serta jumlah jam kerja peralatan yang dihabiskan produk. 2.10 Teknik Pengmpulan Data Secara garis besar teknik pengumpulan data terdiri dari tiga cara, yaitu interview (wawancara), kuesioner (angket), dan observasi (pengamatan). Adapun pemilihan teknik pengumpulan data yang akan digunakan disesuaikan dengan kondisi yang ada, semua teknik memiliki kekurangan dan kelebihan, tetapi juga saling melengkapi satu dengan yang lainnya. (Sugiyono, 1999) A. Interview (wawancara) Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian. (Indrianto & Supomo, 2002). Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. (Sugiyono, 1999) 1. Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan- pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. II-56 2. Wawancara Tidak Terstruktur (terbuka) Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengambilan datanya . B. Kuesioner (Angket) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan pada responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau Internet. Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos. Dengan adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat. (Sugiyono, 1999) Beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik. 1. Prinsip penulisan angket. Prinsip ini menyangkut beberapa faktor, yaitu isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka- negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan. a. Isi dan tujuan pertanyaan. Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan, kalau berbentuk pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus memiliki skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti. II-57 b. Bahasa yang digunakan. Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. c. Tipe dan Bentuk Pertanyaan. Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat terbuka atau tertutup, dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negatif. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Sebaliknya pertanyaan tertutup, adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam angket perlu dibuat positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis. d. Pertanyaan tidak mendua. Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (satu kalimat dua pertanyaan) sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawaban. e. Tidak menanyakan yang sudah lupa. Setiap pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat. f. Pertanyaan tidak menggiring. Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak menggiring ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja. g. Panjang Pertanyaan. Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variabel banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. Disarankan empirik jumlah pertanyaan yang memadai adalah II-58 antara 20 s/d 30 pertanyaan. h. Urutan pertanyaan. Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit, atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikhologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit, atau yang spesifik, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang telah mereka terima. 2. Prinsip Pengukuran. Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu kuesioner tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum kuesioner tersebut diberikan pada responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dulu. Instrumen yang tidak valid dan reliabel bila digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliabel pula. 3. Penampilan fisik angket. Penampilan fisik kuesioner sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi kuesioner. Kuesioner yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang dicetak di kertas yang bagus dan berwarna akan menjadi mahal. (Uma Sekaran, 1992) C. Observasi Observasi yaitu proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunik asi dengan individu-individu yang diteliti. (Indriantoro dan Supomo, 2002) II-59 D. Skala Pengukuran Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan mengasilkan data kuantitatif. (Sugiyono, 1999) Macam- macam skala pengukuran dapat berupa skala nominal, ordinal, interval dan rasio, dari skala pengukuran tersebut akan diperoleh pula data nominal, ordinal, interval dan rasio. Macam- macam skala tersebut yaitu: 1. Skala Nominal Penelitian dengan instrumen skala nominal sebenarnya tidak melakukan pengukuran, tetapi lebih kepada mengkategorikan, memberi nama dan menghitung fakta- fakta dari objek yang diteliti. Skala nominal akan menghasilkan data yang disebut dengan data nominal atau data diskrit, yaitu data yang diperoleh dari mengkategorikan, memberi nama dan menghitung dari fakta- fakta dari objek yang di observasi. 2. Skala Ordinal Penelitian dengan instrumen skala ordinal, berarti peneliti sudah melakukan pengukuran terhadap variabel yang diteliti. Skala ordinal adalah skala yang berjenjang dimana sesuatu ‘lebih’ atau ‘kurang’ dari yang lain. Data yang diperoleh dari pengukuran dengan skala ini disebut data ordinal yaitu data berjenjang/ berperingkat yang jarak antara satu data dengan data yang lain tidak sama. Data- data ordinal dapat dibuat berdasarkan data interval atau rasio atau didapat langsung dari sumbernya bahwa data tersebut berbentuk ordinal. 3. Skala Interval Penelitian dengan instrumen skala interval berarti penelitian telah melakukan pengukuran terhadap variabel yang akan diteliti, hanya data yang diperoleh berbeda dengan data ordinal. Skala interval adalah skala yang jarak antara satu data dengan data yang lain sama tetapi tidak mempunyai nilai nol (0) mutlak/ absolute (nol yang berarti tidak ada nilainya). 4. Skala Rasio Skala rasio juga digunakan untuk mengukur variabel tertentu, seperti halnya skala ordinal dan interval, hanya data yang diperoleh berbeda dengan data ordinal dan II-60 interval. Data rasio adalah data yang antara interval satu dengan yang lain mempunyai jarak yang sama, tetapi mempunyai nilai nol (0) mutlak/ absolute. (Sugiyono, 1999) Beberapa contoh skala sikap yang dapat digunakan dalam penelitian, antara lain: 1. Skala Likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian penomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa katakata antara lain : sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya : Sangat setuju diberi skor 5 Setuju diberi skor 4 Ragu-ragu diberi skor 3 Tidak setuju diberi skor 2 Sangat tidak setuju diberi skor 1 Instrumen yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist maupun pilihan ganda. 2. Skala Guttman. Skala Guttman digunakan untuk mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan, misalnya ya - tidak, benar - salah, pernah - tidak pernah, positif - negatif, dan lain sebagainya. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda maupun checklist, dan jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Data yang diperoleh adalah data interval atau rasio. 3. Semantic Deferensial. Semantic deferensial digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik yang dipunyai oleh seseorang. Skala ini tidak menggunakan bentuk pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban sangat positifnya terletak di bagian kanan garis, dan jawaban sangat negatifnya terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval. II-61 4. Rating Scale. Dari ketiga skala pengukuran yang telah dikemukakan di atas, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan, tetapi dengan rating scale data mentah yang diperoleh adalah berupa angka, kemudian ditafsirkan ke dalam pengertian kualitatif. (Sugiyono, 1999) 2.11 Teknik Pengolahan Data 2.11.1 Uji Validitas Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Pengujian validitas dapat dilakukan dengan mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir, untuk kemudian dihitung korelasi antara masing-masing variabel/ pernyataan dengan skor total. Teknik korelasi yang dapat digunakan untuk data dengan tipe Interval dan Ratio terdapat 3 macam, yaitu Korelasi Product Moment, Korelasi Ganda, dan Korelasi Parsial. 1. Korelasi Product Moment (Pearson) Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama. Berikut ini dikemukakan rumus yang paling sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien korelasi: r n XY X Y n X 2 X n Y 2 Y 2 2 ....................................................... ...... (2.1) Dimana: r = koefisien korelasi Pearson antar item dengan variabel bersangkutan n = jumlah responden X = skor per item pertanyaan Y = skor total II-62 2. Korelasi Ganda Korelasi ganda (multiple correlation) merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel secara bersama-sama atau lebih dengan variabel yang lain. Pemahaman tentang korelasi ganda dapat dilihat melalui gambar 2.3a, 2.3b, berikut. Simbol korelasi ganda adalah R. X1 = kepemimpinan X2 = tata ruang kantor Y = kepuasan kerja R = korelasi ganda GAMBAR 2.10 Korelasi Ganda Dua Variabel Independen dan Satu Dependen X1 = kesejahteraan pegawai X2 = hubungan dengan pimpinan X3 = pengawasan Y = efektifitas kerja GAMBAR 2.11 Korelasi Ganda Tiga Variabel Independen dan Satu Dependen Dari contoh diatas terlihat bahwa korelasi ganda R, bukan merupakan penjumlahan dari korelasi sederhana yang ada pada setiap variabel (r 1+r2+r3). Jadi R ≠ (r1+r2+r3). Korelasi ganda rnerupakan hubungan secara bersama- sama antara X1 dengan X2 dan Xn dengan Y. Pada gambar 2.2a, korelasi ganda merupakan hubungan II-63 secara bersama-sama antara variabel kepemimpinan, dan tata ruang kantor dengan kepuasan kerja pegawai. Pada bagian ini dikemukakan korelasi ganda (R) untuk dua variabel independen dan satu dependen. Untuk variabel independen lebih dari dua, dapat dilihat pada bab analisis regresi Ganda. Pada bagian itu persamaan- persamaan yang ada pada regresi ganda dapat dimanfaatkan untuk menghitung korelasi ganda lebih dari dua variabel secara bersama- sama. Rumus korelasi ganda dua variabel ditunjukkan pada rumus 2.2 berikut: Ry.x1.x2 = r 2 yx1 r 2 yx 2 2ryx1 ryx 2 rx1 x 2 ........................................................ (2.2) 1 r 2 x1 x 2 Dimana: Ry.x1.x2 = Korelasi antara variabel X1 dengan X2 secara bersama- sama dengan variabel Y ryx1 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan Y ryx2 = Korelasi Product Moment antara X2 dengan Y rx1x2 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan X2 Jadi untuk dapat menghitung korelasi ganda, maka harus dihitung terlebih dahulu korelasi sederhananya dulu melalui korelasi Product Moment dari Pearson. 3. Korelasi Parsial Korelasi parsial digunakan untuk menganalisis bila peneliti bermaksud mengetahui pengaruh atau mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen, di mana salah satu variabel independennya dibuat tetap dikendalikan. Jadi korelasi parsial merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih setelah satu variabel yang diduga dapat mempengaruhi hubungan variabel tersebut dikendalikan untuk dibuat tetap keberadaannya. II-64 2.11.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur yang dapat dipercaya atau diandalkan didalam mengukur gejala yang sama dalam waktu yang berbeda. Pengujia rebilitas dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split Half), KR.20, KR.21, Anova Hoyt, dan Alfa Cronbach. 1. Rumus Spearman Brown ri 2rb .................................................................................................................... (2.3) 1 rb Dimana: ri = reabilitas internal seluruh instrumen rb = korelasi product momen antara belahan pertama dan kedua 2. Rumus KR.20 (Kuder Richardson) 2 k st pi qi ri ......................................................................................... (2.4) 2 k 1 st Dimana: k = jumlah item dalam instrumen pi = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1 qi = 1 – pi s²t = varians total 3. Rumus KR.21 ri k M k M 1 ....................................................................................... (2.5) 2 k 1 k .st Dimana: k = jumlah item dalam instrumen M = mean skor total s²t = varians total II-65 4. Analisis Varian Hoyt (Anova Hoyt) ri 1 MK e ............................................................................................................... (2.6) MK s Dimana: MKs = mean kuadrat antara subyek MKe = mean kuadrat kesalahan ri = reabilitas instrumen 5. Alfa Cronbach Pengujian reliabilitas dengan teknik Alfa Cronbach dilakukan untuk jenis data interval/ essay. Rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach: k.r ……............................................................................................…… (2.7) 1 k 1r Dimana : α = koefisien Alfa Cronbach r = koefisien rata-rata korelasi antar variabel k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten Besar nilai koefisien ini berkisar antara 0 sampai 1. semakin besar koefisien keandalan, semakin tinggi pula tingkat keandalannya. Adapun tujuan perhitungan koefisien Alfa Cronbach ini adalah untuk mengetahui tingkat konsistensi jawaban responden, dimana nilai yang mendekati 1 menunjukan konsistensi yang tinggi. 2.11.3 Metode Succesive Interval Metode Succesive Interval merupakan salah satu cara untuk mengoperasikan data berskala interval, agar data yang diperoleh dapat diolah secara kuantitatif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kadang-kadang data yang dihasilkan kuesioner merupakan data mentah berskala ordinal. Penggunaan skala ordinal tidak memungkinkan diperoleh nilai mutlak (absolute) dari objek yang diteliti, tetapi hanya kecenderungan, II-66 sehingga untuk mengatasinya diperlukan suatu transformasi data dari data berskala ordinal ke data berskala interval. Transformasi data tersebut dapat menggunakan Metode Succesive Interval. Langkah- langkah Metode Succesive Interval adalah sebagai berikut : 1. Mengelompokkan data berskala ordinal dalam masing-masing kelompok. 2. Menghitung proporsi seluruh jawaban yang jatuh pada tiap kategori untuk masingmasing variabel. 3. Menghitung proporsi kumulatif pada tiap kategori untuk seluruh variabel. 4. Mencari nilai batas (boundry) yang diperoleh dari tabel kurva normal yang merupakan nilai batas absis Z. 5. Menghitung nilai fungsi pada probabilitas pada absis Z dengan rumus : 1 e 2 Z2 2 , Z ................................................................................ (2.8) 6. Menghitung nilai skala (NS) dengan rumus : NS = .....................................................(2.9) kepadatan batas bawah kepadatan batas atas daerah di bawah batas atas daerah di bawah batas bawah 7. Menghitung nilai konversi dengan rumus : K=1+ min NS ................................................................................................. (2.10) 8. Menghitung nilai rataan interval dengan rumus : Nilai rataan interval = NS + K............................................................................. (2.11) 2.12 Peta Morphologi A. Daftar Fitur atau Fungsi yang Sangat Penting untuk Produk Tujuan dari daftar ini adalah untuk mencoba menetapkan aspek-aspek yang penting yang harus dimasukkan dalam produk, atau bahwa hal tersebut harus mampu dilakukan. Oleh karena itu, tujuan dari daftar ini biasanya dinyatakan dalam istilah yang mirip abstrak persyaratan produk atau fungsi. Dalam metode peta morphologi hal tersebut kadang-kadang disebut desain 'parameter'. Seperti banyak metode desain lainnya, daripada berpikir dalam bentuk komponen produk fisik yang khas, anda harus berpikir dari komponen-komponen fungsi yang melayani. II-67 Item dalam semua daftar pada umumnya harus pada tingkat yang sama, dan mungkin harus sebagai independen satu sama lain. Item tersebut juga harus komprehensif dalam mencakup fungsi-fungsi penting dari produk atau mesin yang harus dirancang. Namun, daftar tidak boleh terlalu lama; jika sudah, maka akhirnya berbagai kemungkinan kombinasi sub-solusi unmanageably dapat menjadi besar. Sekitar empat sampai delapan untuk fitur atau fungsi yang akan membuat daftar yang masuk akal dan dapat dikelola. B. Untuk setiap Fitur atau Daftar Fungsi Cara-cara yang Mungkin Dicapai Daftar sekunder ini adalah individu sub-solusi yang, bila digabungkan, satu dari setiap daftar, membentuk solusi desain keseluruhan. Sub-solusi ini juga dapat dinyatakan dalam istilah yang agak umum, tapi mungkin lebih baik jika mereka dapat diidentifikasi sebagai komponen aktual atau perwujudan fisik. Misalnya, jika salah satu ‘fungsi’ dari sebuah kendaraan adalah bahwa ia memiliki motif kekuasaan, maka berbeda ‘berarti’ untuk mencapai hal ini mungkin mesin menggunakan bahan yang berbeda-beda, misalnya bensin, solar, listrik, gas. Daftar berarti dapat meliputi tidak hanya yang ada, konvensional komponen atau sub-solusi dari produk tertentu, tetapi juga baru yang mungkin Anda pikir layak. C. Membuat Sebuah Tabel yang berisi semua kemungkinan yang Subsolusi Peta morfologis dibangun dari daftar sebelumnya. Pada awalnya, ini hanyalah sebuah kotak kotak kosong. Sisi tangan kiri bawah esensial terdaftar fitur atau fungsi dari daftar produk yang pertama dibuat sebelumnya. Kemudian di setiap baris dari tabel yang dimasukkan daftar sekunder yang sesuai sub-solusi atau sarana untuk mencapai fungsi. Tidak ada hubungan dalam kolom table, kotak yang terpisah hanyalah lokasi yang nyaman untuk memisahkan item. Mungkin ada, katakanlah, tiga sarana untuk mencapai fungsi pertama, lima sarana untuk mencapai fungsi kedua, dua sarana untuk mencapai ketiga, dan seterusnya. Jika sudah selesai, bagan morfologi berisi lengkap semua teori-kemungkinan bentuk solusi yang berbeda untuk produk. Ini solusi lengkap yang terdiri dari kombinasi II-68 dengan memilih salah satu sub-solusi pada setiap baris. Jumlah kombinasi seringkali sangat besar. Misalnya, jika hanya ada tiga baris (fungsi), dengan tiga bujur sangkar (berarti) di baris pertama, lima di kedua, dan dua di ketiga, maka set lengkap akan kemungkinan kombinasi nomor 3 x 5 x 2 = 30. Karena potensi ini kombinatorial explotion, daftar yang berarti untuk setiap fungsi harus disimpan cukup singkat. (Sumber : Nigel Cross, 1994, Engineering Design Methods, ‘Strategies for Product Desaign’)