26 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut : 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. 1914 - 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I 27 1925 - 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup. 1942 - 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950) 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif. 1956 - 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. 1977 - 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. 28 1988 - 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang -Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading). 29 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). 4.2. Deskriptif Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah rasio net profit margin dan tingkat perputaran modal kerja dari perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa efek Indonesia. Kedua rasio ini diperoleh dari laporan keuangan masingmasing perusahaan yang telah dipublikasikan. Hasil rekapitulasi nilai net profit margin dan tingkat perutaran modal kerja untuk masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Rekapitulasi Nilai NPM dan Tingkat Perputaran Modal Kerja/Working Capital Turnover (WCT) dari Perusahaan-Perusahan Sektor Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Perusahaan Kode Emiten NPM WCT 1 PT AkashaWira International Tbk ADES 0.12 3.06 2 PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk AISA 0.07 8.33 3 PT. Aqua Golden Mississipi tbk AQUA 0.04 4.16 4 PT. Cahaya Kalbar Tbk CEKA 0.04 4.01 5 PT. Davomas Abadi Tbk DAVO 0.01 0.56 6 PT. Delta Djakarta Tbk DELTA 0.17 1.53 7 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. DVLA 0.08 2.14 8 PT. Gudang Garam Tbk. GGRM 0.01 2.84 9 PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. HMSP 0.13 6.56 10 PT. Indofarma (Persero) Tbk. INAF 0.09 5.51 11 PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF 0.19 20.68 12 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. KAEF 0.02 5.60 13 PT Kedawung Setia Industrial Tbk. KDSI 0.05 16.55 14 PT. Kedaung Indah Can Tbk. KICI 0.01 1.88 15 PT. Kalbe Farma Tbk. KLBF 0.1 2.91 16 PT. Langgeng Makmur Industri Tbk. LMPI 0.02 2.34 17 PT. Merck Tbk. MERK 0.2 2.73 18 PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. MLBI 0.11 -5.56 19 PT. Mustika Ratu Tbk. MRAT 0.06 1.44 No 30 20 PT. Mayora Indah Tbk. MYOR 0.08 4.84 21 PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk. PSDN 0.05 7.98 22 PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA 0.03 5.54 23 PT. Bentoel Internasional Investama Tbk. RMBA 0.04 3.49 24 PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk. ROTI 0.12 11.53 25 PT. Schering-Plough Indonesia Tbk. SCPI 0.04 -26.19 26 PT. Sekar Laut Tbk. SKLT 0.05 6.67 27 PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. SQBI 0.03 2.05 28 PT. Siantar Top Tbk. STTP 0.07 8.28 29 PT. Mandom Indonesia Tbk. TCID 0.09 2.86 30 PT. Tempo Scan Pacific Tbk. TSPC 0.08 2.68 31 PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. ULTJ 0.04 4.39 32 PT. Unilever Indonesia Tbk. UNVR Sumber : Indonesian Capital Market Directory 2010 (diolah) 0.27 126.78 4.2.1. Variabel Perputaran Modal Kerja Berdasarkan data penelitian yang telah direkap sebelumnya, akan dilakukan analisis awal berupa analisis deskripsi untuk melihat gejala umum dari kedua variabel yang diamati. Hasil analisis deskriptif untuk variabel perputaran modal kerja adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Gambaran Umum Variabel Perputaran Modal Kerja dari Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2009 Descriptives Perputaran Modal Kerja Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Lower Bound Upper Bound Statistic 7.7553 -.4970 Std. Error 4.04622 16.0076 4.8093 3.7500 523.901 22.88888 -26.19 126.78 152.97 4.45 4.720 25.518 .414 .809 31 Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rata-rata rasio tingkat perputaran modal kerja dari seluruh perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa efek Indoenesia pada tahun 2009 adalah sebesar 7.75% dengan simpangan baku sebesar 22.88%. Melihat struktur data ini dimana nilai simpangan baku lebih besar dibandingkan nilai rata-rata menunjukkan bahwa data sangat heterogen. Atau dengan kata lain tingkat perputaran modal kerja di setiap perusahaan consumer goods sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Kondisi ini didukung dengan kenyataan bahwa nilai maksimum perputaran modal kerja mencapai 126.78% sedangkan nilai paling rendah sebesar -26.19%. Perbedaan tingkat perputaran modal kerja antar perusahaan consumer goods ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya jumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan, skala ekonomi dari masing-masing perusahaan serta segmentasi pasar dari produk yang dihasilkan. Dari data yang ada, dapat diketahui bahwa jumlah aset yang dimiliki oleh setiap perusahaan sangat beragam. Beberapa perusahaan semisal Unilever bahkan memiliki aset yang sangat besar dibandingkan perusahaan lain. Aset yang besar ini dengan sendirinya akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam berproduksi terutama dalam menekan biaya produksi sehingga akan meningkatkan skala ekonomi dari perusahaan. Selain itu, penguasaan pangsa pasar juga sangat menentukan perputaran modal kerja dari perusahaan tersebut. Semakin besar pangsa pasar yang dimiliki maka perputaran modal kerja juga akan semakin tinggi karena akan digunakan untuk memproduksi barang untuk mengimbangi permintaan pasar. 32 4.2.2. Variabel Net Profit Margin Hasil deskripsi variabel net proft margin dari perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut : Tabel 4.3 Gambaran Umum Variabel Net Profit Margin dari Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2009 Descriptives Net Profit Margin Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Lower Bound Upper Bound Statistic .0784 .0564 Std. Error .01081 .1005 .0731 .0650 .004 .06118 .01 .27 .26 .07 1.406 2.046 .414 .809 Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rata-rata net profit margin dari seluruh perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa efek Indoenesia pada tahun 2009 adalah sebesar 0.078% dengan simpangan baku sebesar 0.061%. Adapun nilai maksimum net profit margin yang berhasil dicapai oleh perusahaan mencapai 0.27% sedangkan nilai paling rendah sebesar 0.01%. Fakta diatas menunjukkan bahwa seluruh perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa efek Indoenesia mengalami pertumbuhan laba bersih walaupun secara rata-rata pertumbuhan laba bersih dari sektor consumer goods ini relatih kecil (hanya sebesar 0.0784%). Namun jika dilihat secara mikro, terdapat beberapa perusahaan yang mampu menghasilkan pertumbuhan laba bersih yang 33 cukup tinggi diantaranya Unilever yang mampu meningkatkan laba bersihnya sebesar 0.27%. 4.3. Pengujian Normalitas Data Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi linear baik sederhana maupun berganda adalah data variable dependen (terikat) harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi linear baik sederhana maupun berganda adalah data variable dependen (terikat) harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk itu sebelum diolah lebih lanjut, dilakukan pengujian asumsi normalitas tersebut dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis sebagai berikut : H0 : Data variable dependen berdistribusi normal H1 : Data variable dependen tidak berdistribusi normal : 5% Kriteria uji : Tolak Ho jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari , terima dalam hal lainnya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS dan didapat hasil sebagai berikut : 34 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Variabel Dependen (Net Profit Margin) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Net Profit Margin 32 .0784 .06118 .148 .148 -.132 .836 .487 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Dari hasil pehitungan diatas, diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0.836 dengan nilai signifikansi sebesar 0.487. Nilai signifikansi ini jauh lebih besar dari nilai sebesar 0.05 sehingga Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data variable net profit margin untuk perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di BEI telah berdistribusi normal. 4.4. Hasil Analisis regresi Setelah dilakukan uji asumsi normalitas dan ternyata dipenuhi, tahap selanjutnya dilakukan pemodelan data dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil analisis dengan SPSS ditampilkan sebagai berikut : 35 Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Antara Perputaran Modal Kerja dengan Net Profit Margin Coefficientsa Model 1 (Constant) Perputaran Modal Kerja Unstandardized Coefficients B Std. Error .066 .009 .002 .000 a. Dependent Variable: Net Profit Margin Dari hasil diatas, model regresi linear sederhana yang dibangun adalah sebagai berikut : Y 0.066 0.002 X Dari model diatas dapat diinterpretasikan beberapa hal sebagai berikut : Secara rata-rata, nilai net profit margin untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebesar 0.066% Perputaran modal kerja berpengaruh positif terhadap nilai net profit margin untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Setiap kenaikan rasio perputaran modal kerja sebesar 1 satuan maka akan meningkatkan net profit margin dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0.002 satuan. 4.5. Pengujian Hipotesis Setelah diperoleh model persamaan regresi taksiran maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian signifikansi dari koefisien regresi yang telah diperoleh. Pengujian dilakukan secara dua tahap yakni pengujian secara 36 versama-sama (overall overall)) dan pengujian signifikansi variabel secara sendiri sendiri-sendiri (partial). Pengujian secara simultan dilakukan dengan menggunakan uji F. Langkah-langkah langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis H0 : 0 1 0 H1 : Sekurang-kurangnya Sekurang ada sebuah i 0 2. Taraf signifikansi (α ) = 0,05 3. Statistik Uji F JK Re gresi / k JK Re sidu / n k 1 4. Kriteria pengujian : Tolak Ho jika Fhitung > F{α;(k-1,n-k-1)} atau p-value α. Terima Ho dalam hal lainya. Dengan menggunakan bantuan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Pengujian Model Regresi Antara Perputaran Modal Kerja dengan Net Profit Margin 37 Dari hasil diatas kita memperoleh nilai F-hitung sebesar 17.093. Sedangkan nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas sebesar (1, 30) adalah sebesar 4.171. Karena nilai F-hitung yang diperoleh lebih besar dari Ftabel maka H0 ditolak. Dengan demikian, pada taraf keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa secara simultan/keseluruhan, model regresi yang dibangun telah signifikan. Setelah melakukan pengujian secara simultan, selanjutnya dilakukan pengujian secara parsial. Untuk keperluan ini dilakukan pengujian koefisien regresi secara individual (Testing Individual Regression Coefficient). Rumusan hipotesisnya dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. H0 : 1 = 0 (tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel perputaran modal kerja terhadap net profit margin di perusahaanperusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) H1 : 1 0 (Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel perputaran modal kerja terhadap net profit margin di perusahaan-perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) 2. Taraf signifikansi α = 0.05 3. Statistik Uji : t1 4. ˆ1 Seˆ Kriteria Uji : Tolak Ho jika nilai thitung ttabel atau p-value α/2 (uji 2 pihak) terima dalam hal lainnya. 38 Dengan menggunakan bantuan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Pengujian Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Net Profit Margin Coefficientsa Model 1 (Constant) Perputaran Modal Kerja Unstandardized Coefficients B Std. Error .066 .009 .002 .000 t 7.107 4.134 a. Dependent Variable: Net Profit Margin Dari output diatas diketahui nilai thitung untuk variabel perputarab modal kerja sebesar 4.134. Sedangkan nilai t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas 30 (n-k-1=32-1-1=30) adalah sebesar 2.042. Karena nilai t-hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t-tabel maka keputusan yang diambil adalah menolak H0 ditolak dan menerima H1. Dengan demikian, pada taraf keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi untuk variabel perputaran modal kerja telah signifikan secara statistik. Atau dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari perputaran modal kerja terhadap net profit margin di perusahaan-perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4.6. Penafsiran Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Untuk mengetahui besarnya keeratan hubungan antara perputaran modal kerja (X) dengan net profit margin (Y) digunakan rumus koefisien korelasi 39 Pearson. Koefesien korelasi terletak antara 1 rxy 1 dengan ketentuan sebagai berikut : ryx = 1, menunjukan hubungan linier positif sempurna antara X dan Y, dalam arti makin besar harga X makin besar pula harga Y, atau makin kecil harga X makin kecil pula harga Y. ryx = -1, menunjukan hubungan linier negatif sempurna antara X dan Y , dalam arti makin besar harga X makin kecil harga Y, atau makin kecil harga X maka makin besar harga Y. ryx = 0, menunjukan tidak ada hubungan linier antara X dan Y Pedoman untuk tingkat keeratan hubungan antara kedua variabel adalah sebagai berikut : Tabel 4.8 Kriteria Penafsiran Nilai Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.00 - 0.19 0.20 - 0.39 0.40 - 0.59 0.60 - 0.79 0.80 - 1.00 Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat Perhitungan nilai koefisien korelasi antara perputaran modal kerja dengan net profit margin dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai berikut : 40 Tabel 4.9 Nilai Koefisien Korelasi Antara Perputaran Modal Kerja dengan Net Profit Margin Correlations Net Profit Margin Perputaran Modal Kerja Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Net Profit Margin 1 Perputaran Modal Kerja .602** .000 32 32 .602** 1 .000 32 32 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Hasil analisis diatas diperoleh nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0.602. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara perputaran modal kerja dengan net profit margin di perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kemudian untuk mengetahui besar pengaruh perputaran modal kerja terhadap net profit margin di perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia digunakan Koefisien Determinasi (KD). Koefisien determinasi mencerminkan besarnya pengaruh perubahan variabel independen dalam menjalankan perubahan pada variabel dependen secara bersama-sama, dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antar variabel dalam model yang digunakan. Besarnya nilai R2 berkisar antara 0< R2 <1. Jika nilai R2 semakin mendekati satu maka model yang diusulkan dikatakan baik karena semakin tinggi variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Perhitungan koefisien determinasi diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 41 KD = ryx2 x 100 % = (0.602 )2 x 100 % = 36.30% Dari hasil diatas diperoleh nilai R-Square sebesar 36.30%. Nilai ini berarti bahwa sebesar 36.30% variabilitas mengenai net profit margin di perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh tingkat perputaran modal kerjanya, sedangkan sisanya sebesar 63.70% dipengaruhi oleh variabel lain. 4.7. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa secara parsial perputaran modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas, terbukti dari hasil uji t dengan nilai p value = 0,044 < 0,05. Dari hasil analisis regresi diperoleh koefisien â yang bertanda positif yaitu 0,3328 yang berarti bahwa setiap terjadi kenaikan satu persen perputaran modal kerja akan diikuti dengan kenaikan net profit margin sebesar 0,316 Hal ini dapat terjadi karena perputaran modal kerja itu sendiri dimulai dari saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode perputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas meningkat (Tunggal, 1995 : 165). Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari efisiensi modal kerja. Jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka semakin cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas, hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima. 42 Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan dihadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas. Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan profitabilitas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Indri Astuti (2003) yang melakukan penelitian mengenai pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan automotive and allied product yang go public di BEI yang memberikan kesimpulan bahwa efisiensi modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas.