BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran

advertisement
26
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara
singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut :

14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia
oleh Pemerintah Hindia Belanda.

1914 - 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
27

1925 - 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa
Efek di Semarang dan Surabaya

Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di
Semarang dan Surabaya ditutup.

1942 - 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II

1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar
Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman
Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo).
Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)

1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak
aktif.

1956 - 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.

10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal).
Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan
kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong
sebagai emiten pertama.

1977 - 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga
1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan
dibandingkan instrumen Pasar Modal.

1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran
Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
28

1988 - 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat
meningkat.

2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola
oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan
organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES
88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola
oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan
sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).

10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang -Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan
mulai Januari 1996.

1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.

2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia.

2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
trading).
29

2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.2.
Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah rasio net profit margin
dan tingkat perputaran modal kerja dari perusahaan-perusahaan consumer goods
yang terdaftar di Bursa efek Indonesia. Kedua rasio ini diperoleh dari laporan
keuangan masingmasing perusahaan yang telah dipublikasikan. Hasil rekapitulasi
nilai net profit margin dan tingkat perutaran modal kerja untuk masing-masing
perusahaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Rekapitulasi Nilai NPM dan Tingkat Perputaran Modal Kerja/Working
Capital Turnover (WCT) dari Perusahaan-Perusahan Sektor Consumer
Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Perusahaan
Kode
Emiten
NPM
WCT
1
PT AkashaWira International Tbk
ADES
0.12
3.06
2
PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk
AISA
0.07
8.33
3
PT. Aqua Golden Mississipi tbk
AQUA
0.04
4.16
4
PT. Cahaya Kalbar Tbk
CEKA
0.04
4.01
5
PT. Davomas Abadi Tbk
DAVO
0.01
0.56
6
PT. Delta Djakarta Tbk
DELTA
0.17
1.53
7
PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk.
DVLA
0.08
2.14
8
PT. Gudang Garam Tbk.
GGRM
0.01
2.84
9
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.
HMSP
0.13
6.56
10
PT. Indofarma (Persero) Tbk.
INAF
0.09
5.51
11
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
INDF
0.19
20.68
12
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
KAEF
0.02
5.60
13
PT Kedawung Setia Industrial Tbk.
KDSI
0.05
16.55
14
PT. Kedaung Indah Can Tbk.
KICI
0.01
1.88
15
PT. Kalbe Farma Tbk.
KLBF
0.1
2.91
16
PT. Langgeng Makmur Industri Tbk.
LMPI
0.02
2.34
17
PT. Merck Tbk.
MERK
0.2
2.73
18
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
MLBI
0.11
-5.56
19
PT. Mustika Ratu Tbk.
MRAT
0.06
1.44
No
30
20
PT. Mayora Indah Tbk.
MYOR
0.08
4.84
21
PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk.
PSDN
0.05
7.98
22
PT. Pyridam Farma Tbk.
PYFA
0.03
5.54
23
PT. Bentoel Internasional Investama Tbk.
RMBA
0.04
3.49
24
PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk.
ROTI
0.12
11.53
25
PT. Schering-Plough Indonesia Tbk.
SCPI
0.04
-26.19
26
PT. Sekar Laut Tbk.
SKLT
0.05
6.67
27
PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.
SQBI
0.03
2.05
28
PT. Siantar Top Tbk.
STTP
0.07
8.28
29
PT. Mandom Indonesia Tbk.
TCID
0.09
2.86
30
PT. Tempo Scan Pacific Tbk.
TSPC
0.08
2.68
31
PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk.
ULTJ
0.04
4.39
32
PT. Unilever Indonesia Tbk.
UNVR
Sumber : Indonesian Capital Market Directory 2010 (diolah)
0.27
126.78
4.2.1.
Variabel Perputaran Modal Kerja
Berdasarkan data penelitian yang telah direkap sebelumnya, akan
dilakukan analisis awal berupa analisis deskripsi untuk melihat gejala umum dari
kedua variabel yang diamati. Hasil analisis deskriptif untuk variabel perputaran
modal kerja adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Gambaran Umum Variabel Perputaran Modal Kerja dari Perusahaan
Consumer Goods yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2009
Descriptives
Perputaran Modal Kerja
Mean
95% Confidence
Interval for Mean
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
Lower Bound
Upper Bound
Statistic
7.7553
-.4970
Std. Error
4.04622
16.0076
4.8093
3.7500
523.901
22.88888
-26.19
126.78
152.97
4.45
4.720
25.518
.414
.809
31
Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rata-rata rasio tingkat
perputaran modal kerja dari seluruh perusahaan consumer goods yang terdaftar di
Bursa efek Indoenesia pada tahun 2009 adalah sebesar 7.75% dengan simpangan
baku sebesar 22.88%. Melihat struktur data ini dimana nilai simpangan baku lebih
besar dibandingkan nilai rata-rata menunjukkan bahwa data sangat heterogen.
Atau dengan kata lain tingkat perputaran modal kerja di setiap perusahaan
consumer goods sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Kondisi ini didukung
dengan kenyataan bahwa nilai maksimum perputaran modal kerja mencapai
126.78% sedangkan nilai paling rendah sebesar -26.19%.
Perbedaan tingkat perputaran modal kerja antar perusahaan consumer
goods ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya jumlah aset yang dimiliki
oleh perusahaan, skala ekonomi dari masing-masing perusahaan serta segmentasi
pasar dari produk yang dihasilkan. Dari data yang ada, dapat diketahui bahwa
jumlah aset yang dimiliki oleh setiap perusahaan sangat beragam. Beberapa
perusahaan semisal Unilever bahkan memiliki aset yang sangat besar
dibandingkan perusahaan lain.
Aset yang besar ini dengan sendirinya akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam berproduksi terutama dalam menekan biaya produksi sehingga
akan meningkatkan skala ekonomi dari perusahaan. Selain itu, penguasaan pangsa
pasar juga sangat menentukan perputaran modal kerja dari perusahaan tersebut.
Semakin besar pangsa pasar yang dimiliki maka perputaran modal kerja juga akan
semakin tinggi karena akan digunakan untuk memproduksi barang untuk
mengimbangi permintaan pasar.
32
4.2.2.
Variabel Net Profit Margin
Hasil deskripsi variabel net proft margin dari perusahaan-perusahaan
consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Gambaran Umum Variabel Net Profit Margin dari Perusahaan Consumer
Goods yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2009
Descriptives
Net Profit Margin
Mean
95% Confidence
Interval for Mean
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Range
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
Lower Bound
Upper Bound
Statistic
.0784
.0564
Std. Error
.01081
.1005
.0731
.0650
.004
.06118
.01
.27
.26
.07
1.406
2.046
.414
.809
Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rata-rata net profit
margin dari seluruh perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa efek
Indoenesia pada tahun 2009 adalah sebesar 0.078% dengan simpangan baku
sebesar 0.061%. Adapun nilai maksimum net profit margin yang berhasil dicapai
oleh perusahaan mencapai 0.27% sedangkan nilai paling rendah sebesar 0.01%.
Fakta diatas menunjukkan bahwa seluruh perusahaan consumer goods
yang terdaftar di Bursa efek Indoenesia mengalami pertumbuhan laba bersih
walaupun secara rata-rata pertumbuhan laba bersih dari sektor consumer goods ini
relatih kecil (hanya sebesar 0.0784%). Namun jika dilihat secara mikro, terdapat
beberapa perusahaan yang mampu menghasilkan pertumbuhan laba bersih yang
33
cukup tinggi diantaranya Unilever yang mampu meningkatkan laba bersihnya
sebesar 0.27%.
4.3.
Pengujian Normalitas Data
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi
linear baik sederhana maupun berganda adalah data variable dependen (terikat)
harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Salah satu asumsi yang
harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi linear baik sederhana maupun
berganda adalah data variable dependen (terikat) harus berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Untuk itu sebelum diolah lebih lanjut, dilakukan pengujian
asumsi normalitas tersebut dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis
sebagai berikut :
H0
: Data variable dependen berdistribusi normal
H1
: Data variable dependen tidak berdistribusi normal

: 5%
Kriteria uji : Tolak Ho jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih
kecil dari  , terima dalam hal lainnya.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS dan didapat
hasil sebagai berikut :
34
Tabel 4.4
Hasil Pengujian Normalitas Variabel Dependen (Net Profit Margin)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parameters a,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Net Profit
Margin
32
.0784
.06118
.148
.148
-.132
.836
.487
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari hasil pehitungan diatas, diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov
sebesar 0.836 dengan nilai signifikansi sebesar 0.487. Nilai signifikansi ini jauh
lebih besar dari nilai  sebesar 0.05 sehingga Ho diterima. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa data variable net profit margin untuk perusahaan sektor
consumer goods yang terdaftar di BEI telah berdistribusi normal.
4.4.
Hasil Analisis regresi
Setelah dilakukan uji asumsi normalitas dan ternyata dipenuhi, tahap
selanjutnya dilakukan pemodelan data dengan menggunakan analisis regresi
sederhana. Hasil analisis dengan SPSS ditampilkan sebagai berikut :
35
Tabel 4.5
Hasil Analisis Regresi Antara Perputaran Modal Kerja
dengan Net Profit Margin
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Perputaran Modal Kerja
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.066
.009
.002
.000
a. Dependent Variable: Net Profit Margin
Dari hasil diatas, model regresi linear sederhana yang dibangun adalah
sebagai berikut :
Y  0.066  0.002 X  
Dari model diatas dapat diinterpretasikan beberapa hal sebagai berikut :

Secara rata-rata, nilai net profit margin untuk perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebesar 0.066%

Perputaran modal kerja berpengaruh positif terhadap nilai net profit
margin untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.

Setiap kenaikan rasio perputaran modal kerja sebesar 1 satuan maka akan
meningkatkan net profit margin dari perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 0.002 satuan.
4.5.
Pengujian Hipotesis
Setelah diperoleh model persamaan regresi taksiran maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pengujian signifikansi dari koefisien regresi yang
telah diperoleh. Pengujian dilakukan secara dua tahap yakni pengujian secara
36
versama-sama (overall
overall)) dan pengujian signifikansi variabel secara sendiri
sendiri-sendiri
(partial). Pengujian secara simultan dilakukan
dengan menggunakan uji F.
Langkah-langkah
langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis
H0 : 0  1  0
H1 : Sekurang-kurangnya
Sekurang
ada sebuah  i  0
2. Taraf signifikansi (α ) = 0,05
3. Statistik Uji
F
JK Re gresi / k
JK Re sidu / n  k  1
4. Kriteria pengujian :
Tolak Ho jika Fhitung > F{α;(k-1,n-k-1)} atau p-value  α. Terima Ho
dalam hal lainya.
Dengan menggunakan bantuan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Model Regresi Antara Perputaran Modal Kerja
dengan Net Profit Margin
37
Dari hasil diatas kita memperoleh nilai F-hitung sebesar 17.093.
Sedangkan nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas sebesar (1,
30) adalah sebesar 4.171. Karena nilai F-hitung yang diperoleh lebih besar dari Ftabel maka H0 ditolak. Dengan demikian, pada taraf keyakinan 95% dapat
disimpulkan bahwa secara simultan/keseluruhan, model regresi yang dibangun
telah signifikan.
Setelah melakukan pengujian secara simultan, selanjutnya dilakukan
pengujian secara parsial. Untuk keperluan ini dilakukan pengujian koefisien
regresi secara individual (Testing Individual Regression Coefficient). Rumusan
hipotesisnya dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. H0 : 1 = 0
(tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
perputaran modal kerja terhadap net profit margin di perusahaanperusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia)
H1 : 1  0 (Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel perputaran
modal kerja terhadap net profit margin di perusahaan-perusahaan
sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
2.
Taraf signifikansi α = 0.05
3.
Statistik Uji :
t1 
4.
ˆ1
Seˆ
Kriteria Uji : Tolak Ho jika nilai thitung  ttabel atau p-value  α/2 (uji 2
pihak) terima dalam hal lainnya.
38
Dengan menggunakan bantuan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Pengaruh Perputaran Modal Kerja
Terhadap Net Profit Margin
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Perputaran Modal Kerja
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.066
.009
.002
.000
t
7.107
4.134
a. Dependent Variable: Net Profit Margin
Dari output diatas diketahui nilai thitung untuk variabel perputarab modal
kerja sebesar 4.134. Sedangkan nilai t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan
derajat bebas 30 (n-k-1=32-1-1=30) adalah sebesar 2.042. Karena nilai t-hitung
yang diperoleh lebih besar dari nilai t-tabel maka keputusan yang diambil adalah
menolak H0 ditolak dan menerima H1. Dengan demikian, pada taraf keyakinan
95% dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi untuk variabel perputaran modal
kerja telah signifikan secara statistik. Atau dengan kata lain terdapat pengaruh
yang signifikan dari perputaran modal kerja terhadap net profit margin di
perusahaan-perusahaan sektor consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
4.6.
Penafsiran Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui besarnya keeratan hubungan antara perputaran modal
kerja (X) dengan net profit margin (Y) digunakan rumus koefisien korelasi
39
Pearson. Koefesien korelasi terletak antara 1  rxy  1 dengan ketentuan sebagai
berikut :
ryx = 1, menunjukan hubungan linier positif sempurna antara X dan Y, dalam arti
makin besar harga X makin besar pula harga Y, atau makin kecil harga
X makin kecil pula harga Y.
ryx = -1, menunjukan hubungan linier negatif sempurna antara X dan Y , dalam
arti makin besar harga X makin kecil harga Y, atau makin kecil harga X
maka makin besar harga Y.
ryx = 0, menunjukan tidak ada hubungan linier antara X dan Y
Pedoman untuk tingkat keeratan hubungan antara kedua variabel adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.8
Kriteria Penafsiran Nilai Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0.00 - 0.19
0.20 - 0.39
0.40 - 0.59
0.60 - 0.79
0.80 - 1.00
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Perhitungan nilai koefisien korelasi antara perputaran modal kerja
dengan net profit margin dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai
berikut :
40
Tabel 4.9
Nilai Koefisien Korelasi Antara Perputaran Modal Kerja
dengan Net Profit Margin
Correlations
Net Profit Margin
Perputaran Modal Kerja
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Net Profit
Margin
1
Perputaran
Modal Kerja
.602**
.000
32
32
.602**
1
.000
32
32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil analisis diatas diperoleh nilai koefisien korelasi Pearson sebesar
0.602. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara perputaran
modal kerja dengan net profit margin di perusahaan-perusahaan consumer goods
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Kemudian untuk mengetahui besar pengaruh perputaran modal kerja
terhadap net profit margin di perusahaan-perusahaan consumer goods yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia digunakan Koefisien Determinasi (KD).
Koefisien determinasi mencerminkan besarnya pengaruh perubahan variabel
independen dalam menjalankan perubahan pada variabel dependen secara
bersama-sama, dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan
antar variabel dalam model yang digunakan. Besarnya nilai R2 berkisar antara 0<
R2 <1. Jika nilai R2 semakin mendekati satu maka model yang diusulkan
dikatakan baik karena semakin tinggi variasi variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen.
Perhitungan koefisien determinasi diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
41
KD = ryx2 x 100 %
= (0.602 )2 x 100 %
= 36.30%
Dari hasil diatas diperoleh nilai R-Square sebesar 36.30%. Nilai ini
berarti bahwa sebesar 36.30% variabilitas mengenai net profit margin di
perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dipengaruhi oleh tingkat perputaran modal kerjanya, sedangkan sisanya sebesar
63.70% dipengaruhi oleh variabel lain.
4.7.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa secara parsial
perputaran modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas, terbukti dari
hasil uji t dengan nilai p value = 0,044 < 0,05. Dari hasil analisis regresi
diperoleh koefisien â yang bertanda positif yaitu 0,3328 yang berarti bahwa setiap
terjadi kenaikan satu persen perputaran modal kerja akan diikuti dengan kenaikan
net profit margin sebesar 0,316 Hal ini dapat terjadi karena perputaran modal
kerja itu sendiri dimulai dari saat kas diinvestasikan dalam komponen modal
kerja sampai saat kembali menjadi kas. Makin pendek periode perputaran modal
kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi dan
perusahaan makin efisien yang pada akhirnya rentabilitas meningkat (Tunggal,
1995 : 165). Pengelolaan manajemen modal kerja yang baik dapat dilihat dari
efisiensi modal kerja. Jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka semakin
cepat dana atau kas yang diinvestasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas,
hal itu berarti keuntungan perusahaan dapat lebih cepat diterima.
42
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan
dihadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas
dan profitabilitas. Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam
jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun
kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada
akhirnya berdampak menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan
ingin memaksimalkan profitabilitas, maka makin baiklah posisi perusahaan di
mata kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa
perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Indri Astuti (2003) yang melakukan penelitian
mengenai pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan
automotive and allied product yang go public di BEI yang memberikan kesimpulan
bahwa efisiensi modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
Download