hirarki keimanan - Ustalbahra

advertisement
No.32/Th.3/Sya’ban 1430H/ Agustus 2009
Jum'at-I
HIRARKI KEIMANAN
Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom
Seperti telah dijelaskan pada tulisan/edisi sebelumnya No.16/Th.3/ Rabiul Akhir
1430H/April 2009, Jum’at – III dengan judul ‘AQIDAH TAUHID (Bagian-3), bahwa iman adalah
“tasdiq biqolbi, iqrorbillisan wa amal bil arkan”, iman ini meliputi (terdiri dari) aspek
bathiniyah (sesuatu yang tak tampak/tersembunyi) dan aspek lahiriyah (sesuatu yang
tampak dipermukaan). Iman adalah sesuatu yang terstruktur seperti lukisan sebuah
pohon/syajaroh (Qs.14:24-25). Struktur pohon terdiri dari akar yang tertanam (menghunjam)
di bumi, dan cabang yang menjulang ke langit serta buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon
tersebut. Struktur pohon tersebut dapat dianalogikan dengan iman, Islam dan ihsan
(Qs.2:218). Iman dianalogikan dengan akar pohon, islam/hijrah dengan batang pohon
sedangkan ihsan seperti buah-buah yang dihasilkan oleh pohon. Iman adalah ibarat “akar”
yang melandasi Islam/hijrah dan ihsan.
Sebuah pohon pada mulanya berasal dari sebuah benih, dari benih kemudian tumbuh menjadi sebuah tunas,
dari tunas kemudian berkembang menjadi akar, dari akar tumbuh dan berkembang menjadi batang, dahan, ranting,
daun hingga pada setiap musim pohon tersebut menghasilkan buah-buah. Dari buah-buah ini akan melahirkan benihbenih baru sebagai sumber kehidupan selanjutnya.
Sebuah pohon sangat tergantung pada akarnya, semakin baik akar pohon tersebut, maka semakin baik pula
buah yang dihasilkannya. Akar yang baik adalah akar yang menghunjam ke bumi, tidak mudah goyah oleh tiupan angin.
Tidak akan lahir batang, dahan yang kokoh dan buah yang lebat jika tidak ditopang oleh akar yang baik. Sedangkan
akar yang baik pada dasarnya lahir dari benih yang baik. Sebaliknya pohon yang buruk adalah cerminan dari akar yang
buruk pula.
Demikian halnya dengan iman seperti gambaran akar pohon di atas. Iman ini berasal dari sebuah benih. Dari
“benih” keimanan yang dipelihara dan dijaga dengan baik akan tumbuh dan berkembang menjadi iman yang hakiki,
layaknya sebuah akar yang baik. Iman yang hakiki ini akan menjadi dasar dari amaliyah seseorang. Oleh karena itu,
tidak akan mungkin lahir amal yang baik (amal sholeh) tanpa didasari oleh iman. Sebuah amal tergantung pada
imannya. Iman yang kokoh akan melahirkan amalan yang kokoh dan baik pula.
Sebagai seorang muslim kita dapat mengukur sampai sejauh mana tingkat keimanan kita, apakah sudah
seperti syajaroh toyyibah, pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan menghasilkan buah yang bermanfaat setiap
saat, ataukah sebaliknya kemianan kita masih seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu
merugikan orang lain. Jika tingkat keimanan kita sudah seperti syajaroh toyyibah, maka amal soleh yang telah dan
sedang kita lakukan tidak ada kepentingan duniawi sedikitpun, hanyalah demi menggapai keridhaan Allah semata.
Tetapi sebaliknya manusia yang tingkat keimanannya seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang
keberadaannya selalu merugikan orang lain, maka gambaran amal ibadah yang dilakukannya sangatlah buruk. Semua
amal yang dilakukan hanyalah untuk kepentingan duniawi semata. Sebahagian rizqi yang di keluarkannya dalam
beramal selalu mengharapkan balas jasa, berupa dukungan suara untuk memilih dirinya. Setiap rupiah yang dia
keluarkan dalam beramal selalu ingin di beritakan, selalu ingin disebutkan oleh orang lain, agar dirinya terkenal sebagai
seorang yang dermawan.
Dari iman sebagai asas amal ini maka lahirlah cabang (dahan) keimanan. Yang dimaksud “batang” keimanan
adalah Islam. Iman ini yang menjadi dasar penopang dari bangunan keislaman tersebut (iman bunyanul Islam). Dan dari
iman bunyanul Islam ini pada akhirya akan menghasilkan “buah-buahan” yang baik. Dengan kata lain, iman yang
tumbuh dan dibangun mulai dari benih, kemudian dipupuk dan dipelihara dengan baik akan berkembang menjadi tunas
akar cabang hingga menghasilkan buah keimanan (iman natijatul isalam/yakni iman sebagai buah keislaman).
Dari analogi pohion tersebut dapat dijelaskan bahwa hirarki iman terdiri dari (mulai) iman sebagai benih
hiangga iman sebagai buah (natijah). Dibawah ini akan dijelaskan hirarki iman tersebut:
1. Iman Nurul fitroh, yakni iman sebagai potensi dasar atau benih. "Benih" keimanan ini berupa fitrah yang dimiliki
oleh setiap manusia.
Setiap manusia memiliki potensi/ benih iman (fitrah) dalam dirinya, yang dengan fitrah ini ia selalu
cenderung kepada Islam (dinul Qoyyim). Benih keimanan (fitrah) ini bisa tumbuh dan berkembang atau sebaliknya
mengalami "kematian" (tetutup), tergantung perawatan dan pemeliharaannya. Seperti halnya benih pohon di atas,
fitrah ini jika dipupuk dan dipelihara dengan baik akan tumbuh-berkembang menjadi tunas dan akar berupa Iman
yang hakiki. Adapun cara memelihara dan "memupuk" fitrah adalah dengan melakukan aktivitas qiro'ah sampai
menemukan Al-Qur‟an dalam arti/ wujud Risalah.
Pertemuan antara fitrah sebagai benih keimanan yang ada dalam diri manusia dengan Al-Qur‟an yang
bersumber dari cahaya Allah inilah yang disebut dengan hidayah (atau iman yang hakiki). Seperti firman Allah
dalam surat Ar-Ruum[30] ayat 30 yang artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Fitrah Allah, maksudnya adalah
ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama/ber‟aqidah, yaitu agama/aqidah tauhid.
kalau ada manusia yang tidak beragama/ber‟aqidah tauhid, maka hal itu tidaklah wajar, mereka pada dasarnya
telah keluar dari fitrahnya dan hanya mengikuti pengaruh lingkungan. Allah pertegas kembali dalam surat An-Nahl
ayat 78 yang artinya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
2. Iman Asasul Amal, yakni iman sebagai landasan dari suatu amal. Iman asasul amal akan lahir dari fitrah yang
terpelihara dan terjaga.
Dari fitrah ini kemudian berkembang menjadi sebuah keimanan. Seperti akar pada sebuah pohon, di
mana akar lahir dari benih yang; dipupuk dengan baik. Keimanan ini tumbuh dari pertemuan antara fitrah dan
dinul qoyyim (Islam). Iman ini yang akan melandasi dan menjadi dasar dari setiap amal. Orang yang memelihara
fitrahnya dengan Al-Quran (Risalah) secara baik, maka akan lahir dalam dirinya suatu keimanan terhadap
kebenaran (Dinul Islam) tersebut, dan keimanan ini yang menjadi dasar dari segala amaliyahnya.
Sedangkan perwujudan dari keimanan tersebut dinyatakan dalam iqror syahadah. Iqror syahadah
adalah wujud pernyataan keimanan seseorang. Iman ini yang akan menentukan diterima tidaknya suatu amal.
Suatu amal mesti lahir dari tuntutan iman tersebut agar ia dapat bernilai dan diterima di sisi Alloh SWT. Seperti
firman Allah dalam ayat-ayat berikut :
Surat An-Nisaa‟[4] ayat 124 yang artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik lakilaki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak
dianiaya walau sedikitpun”.
Surat Al-Mai‟dah[5] ayat 5 yang artinya “ Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan
Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanitawanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah
membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam)
Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”.
Surat Al-Ahzab [33] ayat 19 yang artinya “Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan
(bahaya), kamu Lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik- balik seperti orang yang
pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam,
sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. mereka itu tidak beriman, Maka Allah menghapuskan (pahala)
amalnya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
Surat Al-Mu‟min[40] ayat 40 yang artinya : “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak
akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik
laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi
rezki di dalamnya tanpa hisab”.
3. Iman Bunyanul Islam, yakni iman sebagai dasar dari bangunan Islam. iman asasul amal akan lahir kesadaran
untuk mengamalkan Islam secara sempurna.
Iman adalah dasar daripada Islam. Tidak akan lahir praktek keislaman yang sempurna jika tidak
dilandasai iman. Oleh karena itu para ulama mendefinisikan iman dan Islam sebagai berikut : "iman adalah
membenarkan dangan hati dan Islam adalah mengerjakan kewajiban dan amalan-amalan dhohir". "!man adalah
membenarkan dengan hati mengakui dengan lisan, dan Islam adalah mengerjakan semua kewajiban yang
diwajibkan”.
Seorang yang marnpu memelihara fitrahnya dengan baik, maka dalam dirinya akan tumbuh menjadi
keimanan yang hakiki, dari keimanan yang hakiki ini akan lahir tuntutan untuk beramal sesuai dengan apa yang
diimaninya. Sedangkan wadah/tempat bagi suatu amal adalah dinul Islam. Sehingga tidak akan mungkin seorang
dikatakan telah beramal dengan sempurna tanpa menjadi seorang muslim, tanpa melakukan iqror syahadah
(sebagai rukun Islam yang pertama), tanpa masuk kedalam Islam secara totalitas, tanpa menjalankan seluruh
kewajiban yang telah di wajibkan atas dirinya sebagai seorang khalifatullah di muka bumi ini.
Islam adalah sesuatu yang terstruktur seperti sebuah bangunan, atau dengan kata lain Islam adalah
bangunan yang terstruktur. Adapun perwujudan dari bangunan Islam adalah jarna'ah /kelompok /organisasi
/komunitas. Sedangkan Iman adalah sesuatu menjadi landasan dalam kehidupan berjama'ah tersebut. Seperti
firman Allah dalam ayat-ayat berikut :
Surat An-Nisaa‟[4] ayat 59 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Surat Ali-„Imron[3] ayat 164 yang artinya : “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang
yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”.
Surat Al-Baqarah[2] ayat 257 yang artinya : “Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindungpelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka
itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
4. Iman Natijatul Islam, yakni iman, sebagai buah keislaman. Maksudnya iman yang tumbuh dan dibangun mulai dari
benih (fitrah) kemudian berkembang menjadi iman yang hakiki dan dari iman ini melandasi seseorang untuk terikat
kedalam bangunan Islam berupa jarna'ah/kelompok/organisasi/komunitas.
Seseorang yang hidup berjama'ah / berkelompok / berorganisasi dengan dasar keimanan akan
melahirkan natijah-natijah (buah-buah) dari keimanannya tersebut. Jadi Iman natijatul Islam adalah proses
kesempurnaan pembinanaan keimanan yang manifestasinya melahirkan buah-buah dalam bentuk taqwa, tawakkal,
shobar, dan ikhlas:
1). Taqwa, (Qs.3:102, 2:179, 7:26,96, 8:29),
2). Tawakal (Qs. 10:84, 12:67, 14:12, 8:2, 3:159).
3). Shobar, (16:2, 31:17, 3:200, 2:177).
4). Ikhlas, (Qs. 4:146, 98:5, 39:2).
Download