VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pola pergerakan harga biji kakao pada periode 25 Agustus 2011 hingga 10 April 2012 di pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York dan London memperlihatkan bahwa harga biji kakao yang terjadi bersifat volatil. Pasar berjangka NYBOT merupakan pasar yang memiliki volatilitas paling tinggi diikuti oleh pasar berjangka LIFFE dan pasar fisik Indonesia. 2. Harga biji kakao di Indonesia (pusat perdagangan komoditi Makassar) dipengaruhi secara nyata pada taraf nyata satu persen oleh variabel harga LIFFE pada periode sebelumnya, harga biji kakao LIFFE dipengaruhi secara nyata oleh variabel harga itu sendiri pada periode sebelumnya dengan taraf nyata sepuluh persen, dan harga biji kakao di bursa NYBOT dipengaruhi oleh harga biji kakao LIFFE pada periode sebelumnya dengan taraf nyata satu persen dan harga LIFFE pada dua periode sebelumnya dengan taraf nyata lima persen. Tidak adanya hubungan antara ketiga tempat tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi transmisi harga diantara pasar fisik Indonesia, pasar berjangka New York, dan London. 3. Implikasi model VAR yang dapat diaplikasikan di Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) untuk meningkatkan posisi kakao Indonesia yang lebih baik di pasar dunia adalah membuat kebijakan agar Indonesia dapat menjadi pembentuk harga (price maker) biji kakao dunia. Hal ini dapat tercapai jika melihat segala peluang dan potensi yang dimiliki oleh biji kakao Indonesia sehingga nantinya komoditi ini bisa meningkatkan posisi tawarnya. 7.2. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah: 1. Pemerintah hendaknya bekerjasama dengan Askindo dalam memberikan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan kepada seluruh pelaku bisnis kakao baik itu petani maupun pengusaha industri kakao dalam upaya meningkatkan kualitas biji kakao Indonesia dengan cara intensifikasi 71 pertanian dan pengolahan lebih lanjut biji kakao unfermented menjadi biji kakao fermented dan produk turunan kakao lainnya. 2. Selain meningkatkan kualitas biji kakao Indonesia, industri pengolahan juga penting untuk ditingkatkan. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pengembangan industri pengolahan biji kakao agar kakao Indonesia mempunyai nilai tambah dan nilai jual yang tinggi di pasar internasional. 3. Askindo meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dalam upaya mengefektifkan bursa berjangka di Indonesia untuk meminimalisir terjadinya fluktuasi harga dan sebagai cara untuk memperbaiki posisi tawar biji kakao Indonesia di perdagangan internasional. 4. Saran untuk penelitian selanjutnya perlu menganalisis juga mengenai pergerakan harga komoditas turunan kakao lainnya seperti pasta kakao, lemak kakao, dan tepung kakao. Selain itu, dapat juga menganalisis transmisi harga kakao ditempat lain seperti di Pantai Gading dan Ghana sebagai negara penghasil kakao terbesar di dunia serta ditambah variabel yang diduga mempengaruhi pergerakan harga biji kakao seperti nilai tukar mata uang diberbagai negara, tingkat harga internasional serta hal lainnya. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga kakao di pasar spot Makassar (Indonesia) juga perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya. 72