Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 – 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi (Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) Amalia Pintenate, Bukhari Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email: [email protected] ABSTRAK Pacu Kude Tradisional merupakan salah satu tradisi yang masih tetap mampu bertahan di antara lajunya arus perkembangan zaman. Tradisi ini masih dilaksanakan rutin setiap tahunnya oleh masyarakat Bener Meriah karena diyakini memiliki fungsi dan pengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal tersebut mempengaruhi kepercayaan masyarakat agar tetap mempertahankan dan melestarikannya sampai saat ini. Penelitian ini berfokus untuk mengeksplorasi harmoni dan kerukunan masyarakat di Bener Meriah melalui sebuah tradisi permainan rakyat sebagai potret masyarakat yang plural, berupa deskripsi kehidupan sosial dan faktor-faktor penguat terciptanya kerukunan antar masyarakat Bener Meriah. Pertanyaan penelitian ini ialah (1) Bagaimana Tradisi Pacu Kuda pada Masyarakat Bener Meriah, (2) Apa makna dan Fungsi tradisi Pacu kuda bagi masyarakat Bener Meriah. Penelitian ini menggunakan teori Solidaritas Sosial yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Penelitian yang dilakukan ialah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan keterlibatan kearifan lokal yang menjadi tradisi pacu kuda ini masih bertahan hingga saat ini. Pada awalnya tradisi pacu kuda lebih dikaitkan menjadi tradisi turun-temurun namun dalam perkembangannya telah menjadi suatu kebutuhan, baik dari segi pariwisata dan budaya, aspek ekonomi maupun menjadi perekat bagi sesama warga di Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues. Kata kunci : Tradisi Pacu kuda, Solidaritas, fungsi Corresponding Author : [email protected] JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol. 2. №. 2, Mei2017: 907 - 926 907 a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP ABSTRACT Traditional Pacu Kude is one of the traditions which still exist in this globalization era. This tradition is still carried out every year by Bener Meriah society because they believe that it has both functions and impacts to their social life. Thus, this belief has led them to retain and preserve it until now. This study focused on exploring the harmony of society in Bener Meriah through a traditional folk game as a portrait of pluralistic society. This study was in a form of description about social life and several factors of social harmony among people in Bener Meriah. The research questions are (1) How does the existence of Pacu Kude tradition in Bener Meriah? (2) What is the meaning (dedication) and function of Pacu Kude tradition for Bener Meriah society. The theory which is used in this study was the Social Solidarity Theory by Emile Durkheim. This study used the descriptive qualitative method. The results of the study showed that the involvements of local wisdom are what made Pacu Kude tradition still survives until today. Initially, it was linked into the hereditary tradition, but as its development happened, it has become a necessity in terms of tourism, culture, economics and as well as an adhesive for Bener Meriah, Central Aceh, and Gayo Lues citizens. Keywords: Pacu Kude Tradition, Solidarity, Function PENDAHULUAN Identitas kebersamaan dalam bentuk budaya yang mengikat masyarakat perlahan mulai merenggang dan luntur seiring dengan perkembangan zaman. Lunturnya kebudayaan tersebut sering kali dimulai karena para generasi penerus tidak mampu untuk melestarikan budaya mereka sendiri. Terutama kelunturan dalam nilai budaya yang dianut dan berbagai warisan bentuk kebudayaan yang mulai ditinggalkan. Penanaman nilai-nilai dan falsafah hidup yang telah turun temurun dilakukan pada akhirnya menemui kesurutan. Hanya sedikit generasi Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 908 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP yang masih mampu untuk menjunjung tinggi budaya asli mereka dalam tatanan yang seutuhnya (Natalia, 2013:20). Namun tidak semua daerah mudah melepaskan kebudayaan mereka meskipun modernisasi telah mereka rasakan. Mereka adalah masyarakat yang mengerti dengan baik apa yang telah diyakini dan dilaksanakan oleh para nenek moyang mereka dari generasi ke generasi. Mereka masih menghormati budaya yang mereka yakini kesucian dan keluhurannya. Terdapat beberapa masyarakat yang masih memilih untuk mempertahankan warisan budaya mereka. Masyarakat menganggap budaya tersebut merupakan kebiasaan yang tetap harus dipertahankan bahkan meskipun telah mengalami tantangan baik tantangan internal maupun eksternal. Salah satunya adalah tradisi pacu kuda pada masyarakat Dataran Tinggi Gayo. Pacu kuda dalam bahasa lokal disebut Pacu Kude di tanah Gayo merupakan even akbar dan sangat digandrungi masyarakat. Pacu kude telah menjadi agenda rutin yang diselenggarakan pada bulan Januari selama seminggu penuh dalam memperingati HUT Kabupaten Bener Meriah, selain itu juga di adakan di Kabupaten Aceh Tengah setiap tanggal 18 Agustus sampai selesai satu Minggu penuh serta pada bulan Februari dalam memperingati hari ulang tahun Takengon. Pelaksanaan Pacu Kude ini memiliki keunikan dalam menjaga nilai-nilai tradisi leluhur sebelumnya. Hal yang menarik dari tradisi Pacu Kude tradisional ini ialah jokinya yang masih muda dengan kisaran umur 10-16 tahun, keahlian joki didapat secara alami, berani tanpa memakai pelana. Joki-joki ini cukup hanya memakai kaos dan celana pendek yang biasa dipakai sehari-hari, serta tanpa pelindung tubuh lainnya (Piet Rusdi, 2013:8)) Pacu Kude merupakan ajang lomba balapan kuda yang diadakan di lapangan terbuka untuk memeriahkan keberhasilan panen padi. Namun dalam perkembangannya, pacu kude tidak sekadar menjadi ajang adu cepat lari kuda, tetapi sudah menjadi adu gengsi, prestise dan harga diri bagi pemilik kuda bapalapan. Pacu kude merupakan acara khas masyarakat dataran tinggiGayo yang Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 909 a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP di gelar setiap tahun.Arena lapangan menjadi pesta rakyat yang digunakan beberapa tokoh masyarakat untuk memamerkan kudanya. Jika seseorang menerima penghargaan di ajang ini, harga diri dan status sosial tokoh tersebut menjadi naik dan dihormati di lingkungan masyarakat. Dalam ajang pacukude ini, si pemilik kuda kerap rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memelihara kudanya agar dapat menang dalam ajang tersebut. Beberapa cara dilakukan untuk memelihara kuda agar terlihat sehat, kuat dan elok dipandang. Pacu kude tradisional ini merupakan suatu tradisi yang memiliki banyak manfaat positif bagi masyarakat Gayo selain dijadikan ajang pariwisata yang dapat membangun ekonomi masyarakat tradisi ini juga menjadi event yang dapat mempererat silaturahmi dan solidaritas masyarakat setempat. Sayangnya Kegiatan ini juga telah mengalami banyak perubahan yaitu dengan menghilangkan beberapa cara yang melanggar norma-norma agama dan bertentangan dengan hukum Islam, bertentangan dengan perundang-undangan di negara Indonesia dan norma-norma adat lokal. Kegiatan yang bertentangan tersebut ialah seperti terjadinya perjudian. Walaupun tradisi ini dilakukan sebanyak empat kali per tahunnya yaitu dua kali di Aceh Tengah dan sekali di Bener Meriah serta sekali lagi di Gayo Lues yang diikuti oleh peserta dari tiga kabupaten tersebut secara rutin, namun tidak menjadikan masyarakat bosan dan jenuh. Rasa memiliki dan menantikan tradisi ini sangat kuat. Pacu kuda bagi masyarakat menjadi tempat berkumpulnya segala unsur masyarakat, mulai dari para elit, pedagang hingga rakyat jelata. Sehingga dikatakan masyarakat Gayo dan pacu kuda seolah tidak dapat dipisahkan. Bahkan dikatakan beberapa bulan sebelum pacu kuda dimulai masyarakat kelas bawah telah menabung hanya untuk menonton pacu kuda. Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti mengenai “ Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi ( Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah)”. Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 910 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tradisi Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia dipahami sebagai segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang. tradisi Dalam Kamus Sosiologi diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara (Aiyono dan Aminuddin Siregar 1985). Tradisi juga bisa dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang tepat dan pasti, terutama sulit diperlakukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan objek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup pula. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya. Fungsi Tradisi Kata tradisi menurut Ensiklopedi indonesia berasal dari bahasa latin “ tradittion “, yang artinya kabar penerusan. Hal ini merupakan sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan, keyakinan dan lain sebagainya maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering kali proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup. Di mana halhal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih begitu saja. Karena memang tidak ada kehidupan manusia tanpa tradisi. Menurut Hakim (1998:12-13) fungsi serta makna dari adat dan tradisi adalah sebagai berikut: 1. Adat dan tradisi Gayo bernilai spiritual dan berorientasi kepada akhlakulkarimah, membentuk pergaulan yang berlandaskan agama, Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 911 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP melaksanakan amar makruf nahi mungkar (salah bertegah benar berpapah). Adat dan tradisi Gayo jelas menunjang agama (pengertian agama). Perlu disimak adat adalah Habluminannas. 2. Adat dan tradisi adalah etos (pandangan hidup yang khas suatu golongan sosial) masyarakat, terikat dengan : “murip i kanung edet, mate i kanung bumi, murip benar mate suci” ( hidup selalu dikandung adat, mati dikandung bumi/tanah, hidup harus benar, mati harus suci). 3. Adat dan tradisi adalah aturan ciri khas dari berbagai suku, tata kelakuan dan kebiasaan. Bagi suku Gayo adat itu : “nge mucap ku atu mulabang ku papan (sudah melembaga). 4. Adat adalah aturan yang berlaku di daerah teritorial masing-masing, berfungsi laksana undang-undang. 5. Adat adalah pegangan hidup serta pedoman dalam melakasanakan suatu perbuatan. Adat istiadat adalah kata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Solidaritas Sosial Secara terminologi kata “solidaritas” berasal dari bahasa latin solidus “solid”. Kata ini dipakai dalam sistem sosial yang berhubungan dengan integritas kemasyarakatan melalui kerja sama dan keterlibatan yang satu dengan yang lainnya. Bentuk dari solidaritas dalam kehidupan masyarakat berimplikasi pada kekompakan dan keterikatan dari bagian-bagian yang ada. Dalam hukum Romawi dikatakan bahwa solidaritas menunjuk idiom “semua untuk masing-masing dan masing-masing untuk semua”. Tidak jauh dari hukum Romawi, bangsa Prancis terminologi solidaritas pada keharmonisan sosial, persatuan nasional dan kelas dalam masyarakat. Begitupundi Inggris kata solidaritas bermakna keterpaduan suatu kelompok interest dan tanggung jawab (Daula, 2001:35). Solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antar individu dan atau kelompok yang ada pada suatu komunitas masyarakat yang didasarkan pada Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 912 a Jurn h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat atau derajat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu (Doyle Paul, 1998:35) Sejarah Pacu Kuda Gayo Tradisi pacu Kuda di bumi Gayo diyakini telah dilakukan pada ratusan tahun yang lalu, berkisar sekitar tahun 1850-an. Pertama sekali diperkenalkan di daerah Kampung Bintang yang sekarang telah menjadi Kecamatan Bintang. Kampung Bintang terletak di bagian KM Timur kota Takengon atau terletak di pinggir danau Lut Tawar. Rute Pacuan kuda pada saat itu hanya berjarak 1,5 KM dengan menempuh rute kawasan Wikip ke Menye kawasan ini disebut pasir Bintang. Pacu Kude di Aceh Tengah pada zaman penjajahan Belanda pun telah dimulai tepatnya di kawasan Pante Menye, kecamatan Bintang. Tradisi tersebut kemudian berlanjut sampai di zaman Jepang. Pacu kude tersebut digelar pada saat masyarakat telah usai memanen padi lokasi dekat pantai. Kuda-kuda tersebut dipacu di atas air danau laut tawar, kuda yang keluar dari air pada saat perlombaan pacu dinyatakan kalah. Hal tersebut dilakukan terus-menerus hingga kemudian setelah kemerdekaan dilakukan untuk memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus 1945. Berdasarkan catatan AR. Hakim aman Pinan dalam bukunya “Pesona Tanoh Gayo” menyebutkan: tepatnya pada tahun 1962 Pemerintah Kolonial Belanda melihat Pacu Kude dapat menjadi media yang menyatukan rakyat, lantas mereka memindahkan Pacu Kude di Kota Takengon, tepatnya di Blang Kolak yang sekarang bernama Lapangan Musara Alun. Acara Pacu Kude yang diselenggarakan oleh Kolonial Belanda di kaitkan dengan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina agar ajang perlombaan tersebut menjadi meriah, oleh pemerintah Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 913 a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Kolonial disediakan biaya makan kuda, hadiah dan piagam kepada para juara. Tradisi memberikan hadiah berlanjut sampai saat ini.Sistem dan aturan di Blang Kolak juga berubah, arena Pacuan dibuat oval yang diberi pagar dari radang (rotan). Para joki yang sebelumnya menunggangi kuda dengan bertelanjang dada, maka di arena Pacuan Blang Kolak kepada para joki diberi baju warna-warni. Kemudian, kuda-kuda yang di perbolehkan bertanding bukan hanya dari Bintang, tetapi juga kuda-kuda dari seluruh wilayah Takengon dan daerah lainnya. Seiring dengan perkembangannya Pacuan Kuda ini pun menjadi ajang tahunan di kedua kabupaten lainnya atas gagasan Pemerintah Daerah Kabupaten Bener Meriah dan Gayo Lues. Pacu Kude dan Tradisi Rakyat Gayo Pacu Kude di Dataran Tinggi Gayo sarat akan tradisi yang diwariskan oleh pendahulu sebelumnya. Nilai-nilai tersebut hingga saat ini sebahagian masih terjaga dan terpelihara oleh masyarakat Gayo. Sebelumnya permainan pacuan kuda tidak diperbolehkan kaum perempuan ikut menyaksikan, hal ini pernah terjadi di Kampung Bintang, hanya laki-laki saja yang menontonnya. Namun setelah mengalami beberapa perubahan sistem dan kondisi zaman, para wanita telah diperbolehkan untuk menyaksikannnya. Dan ini pertama kali berlaku setelah lapangan pacuan kuda berpindah di Blang Kolak. Siapaun boleh dibenarkan menonton baik laki-laki maupun perempuan ( Piet Rusdi,2011: 4). Setelah itu atas gagasan Pemerintah Daerah Bener Meriah dan Gayo Lues, kedua Kabupaten ini juga mengadakan ajang Pacuan Kuda setiap setahun sekali dalam rangka memperingati HUT Kabupaten tersebut. Pacu kude di tanah Gayo merupakan ajang perlombaan akbar dan sangat digandrungi masyarakat, karena even ini menghadirkan banyak orang terutama dari kampung-kampung luar yang datang dan menginap di rumah keluarganya. Hal ini dikarenakan aktivitas kegiatan pacuan kuda berlangsung selama tujuh hari tidak terhenti dari pagi hingga esok paginya. Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 914 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Terkait permainan tradisional pacuan kuda ini berlangsung selama tujuh hari, sehingga masyarakat membawa bekal yang banyak selama 7 hari. Tidak heran bagi kita yang melihat aktivitas orang Gayo ini tercermin pada pedoman hidup mereka yang sampai saat ini masih melekat, yaitu : murip i kandung beden, mate i kandung tanah yang artinya hidup di kandung badan mati dikandung tanah. Maksud dari petuah tersebut adanya nilai religius dalam bingkai adat keagamaan. Bagi orang Gayo, adat diartikan suatu kebiasaan-kebiasaan, tata cara atau peraturan-peraturan yang telah dibiasakan secara turun temurun yang ditetapkan oleh raja, dan hukum-hukum agama Islam yang difatwakan oleh para ulamanya. Menyambut kemenangan, mereka selalu melakukan syukuran, kerabat sekampung berpegenapen (saling tunjang memberikan sejumlah dana) untuk membiayai kegiatan ini ( Piet Rusdi, 2011:85). Tradisi yang dianggap kurang baik dari pacuan kuda juga dimanfaatkan oleh sebagian pencandu kuda pacu sebagai arena “bertaruh” kenyataan ini memang bertentangan dengan norma yang berlaku, tapi bagi mereka kegiatan ini dilakukan untuk lebih memeriahkan pertandingan, tidak lebih dari itu. Nilai Pacu Kude bagi masyarakat Bener Meriah Pacu Kude telah merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat Bener Meriah karena Pacu Kude itu telah menjadi ciri khas sosial yang mengandung nilai-nilai solidaritas lebih khusus lagi pacu kude mengandung aspek sosial berkenaan dengan : a. Sosial Persahabatan, dalam hal ini Pacu Kude dihadiri oleh keramaian orang yang membentuk suatu massa, dapat menjadikan terjalinnya persahabatan satu sama lain, dengan demikian tradisi Pacu Kude tersebut dapat mempertemukan masyarakat dari berbagai kelas sosial, dari berbagai tipe watak kepribadian, dengan kondisi demikian perbedaan individu satu sama lain semakin mencair, dan semangat persahabatan semakin mengental. Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 915 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP b. Solidaritas Sosial, merupakan saling kerja sama masyarakat dalam mengatasi berbagai problema permasalahan yang dihadiri masyarakat, karena mereka telah saling kenal mengenal dalam arena Pacu Kude maka saling menguatkan solidaritas dalam bidang sosial lainnya akan mudah. Misalnya bekerja sama dan saling tolong menolong. c. Nilai Ekonomi, pacu kude juga akan menciptakan aktivitas ekonomi, karena pada arena Pacu Kude ini berkumpul para pedagang, pengusaha, petani, dan buruh sehingga arena ini dapat menjadi arena tradisional bisnis yang menyangkut jual beli. d. Aspek Motivasi, arena Pacu Kude ini dapat menjadi arena yang mampu membangkitkan motivasi untuk berkreasi sebab dalam kerumunan orang yang begitu banyak timbul interaksi sosial untuk saling tukar menukar pikiran antara satu sama lain dan dapat mengembangkan motivasi yang mampu menghasilkan karya. e. Aspek Sportifitas, dalam arena pacu kude tersebut berhimpun bermacam ragam manusia yang akan menikmati tontonan yang penuh sportifitas, karena Pacu Kude itu sendiri merupakan cabang olah raga yang didalamnya mengandung nilai sportifitas, nilai-nilai keadilan dan rendah hati. f. Aspek Sosial, Budaya merupakan hasil karya akal budi manusia yang memiliki nilai seni, Pacu Kude yang berlangsung di Bener Meriah merupakan warisan budaya turun temurun yang perlu dilestarikan. Budaya Pacu Kude tersebut memiliki unsur-unsur budaya Gayo seperti Sportifitas, ketangkasan, nilai seni, dan artistik yang menjadi ciri khas masyarakat Gayo memiliki nilai lebih. g. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi Pacu Kude di Bener Meriah memiliki nilai positif yang erat hubungannya dengan kehidupan sosial masyarakat Bener Meriah yaitu memiliki rasa Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 916 a Jurn h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP kebebasan bebas dalam berpikir dan berbuat yang bersifat positif, rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga dan negara, nilai taat seperti taat pada peraturan yang ada, memiliki nilai pendidikan seperti wahana pendidikan jasmani dan rohani, nilai sportivitas yaitu nilai kejujuran, ikhlas dan nilai yang lainnya. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bener Meriah mengingat bahwa Bener Meriah merupakan kabupaten yang lebih muda di Dataran Tinggi Gayo serta Kabupaten yang baru memprogramkan pelaksanaan pacuan dan juga kabupaten yang merupakan penyedia fasilitas lapangan yang strategis dengan mengadakan event ini di bulan Januari setiap tahunnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu menguraikan keadaan yang terjadi pada saat sekarang. Menurut Suryabrata dalam Suriyanto 36:2011), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat penyandaraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu saat ini. Dalam artian penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata. Penelitian ini tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil penelitian. Hasil penelitian lebih bersifat kontekstual dan kasuaitik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada penelitian kualitatif disebut informan atau subjek penelitian. Informan atau subjek yang dipilih untuk diwawancarai sesuai dengan tujuan penelitian (Suriyanto 2011:161)). Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian ialah Tokoh Adat Gayo, Dinas Perhubungan Telekomunikasi Informatika dan Pariwisata Bener Meriah sebab informan ini adalah penanggung jawab dari pelaksanaan perlombaan pacuan kuda. Informan selanjutnya masyarakat dataran tinggi Gayo Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 917 Jurn a h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP yaitu orang-orang yang berkaitan dengan perayaan pacuan kuda ini seperti pengunjung, pedagang, pemilik kuda, joki kuda serta petugas. Informan ini diambil sebab masyarakat memiliki peran dalam perlombaan pacuan kuda. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Eksistensi Tradisi Pacu Kuda Pada Masyarakat Bener Meriah Pacu kuda ialah suatu tradisi yang berkembang di Dataran Tinggi Gayo. Pacu kuda merupakan representasi budaya yang memiliki fungsi aktual sebagai wahana untuk membangun karakter, mengembangkan solidaritas dan mendukung kebudayaan. Solidaritas mekanik masyarakat Bener meriah dibuktikan dengan adanya rasa saling memiliki, menjaga dan mengembangkan ajang perlombaan tahunan pacu kuda tradisional dengan alasan masyarakat harus melestarikan kebudayaan karena dianggap tradisi ini akan membawa keberkahan bagi masyarakat di dalamnya. Solidaritas mekanik dalam mempertahankan tradisi pacuan kuda ini juga dipicu oleh identitas masyarakat Gayo yang memiliki kesamaan agama, suku, budaya, kepentingan dan falsafah hidup. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antara individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata darihubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antara mereka. Dalam ajang perlombaan tahunan pacuan kuda melibatkan semua anggota kelompok masyarakat yang mengharuskan mereka semua berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai satu tujuan yang sama. Sehingga saat solidaritas mekanik menjadi basis utama bagi persatuan sosial, kesadaran kolektif seutuhnya menutupi kesadaran individu dan oleh karena itu individu-individu itu dianggap memiliki identitas yang sama. Solidaritas semacam ini dapat bertahan lama jauh dari bahaya konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral. Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 918 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Eksistensi tradisi pacu kudadi Kabupaten Bener Meriah ini dilihat dari proses ajang perlombaan yang berlangsung. Perlombaan ini dihadiri oleh masyarakat baik dari Bener Meriah maupun daerah-daerah lainnya. Tujuan dari pelaksanaan pacu kuda ini adalah melestarikan kebudayaan daerah serta mempererat jalinan silaturahmi masyarakat semakin bertambah. Tradisi pacu kuda di Kabupaten Bener Meriah masih mampu bertahan dan eksis di tengah masyarakat dikarenakan terdapat beberapa indikasi atau sebab : Pertama, indikasi kepercayaan. Kepercayaan masyarakat Kabupaten Bener Meriah terhadap ajang perlombaan pacu kuda adalah merupakan aspek kebudayaan yang harus dilestarikan karena alasan tradisi ini memiliki cerita tersendiri bagi masyarakat Bener Meriah serta salah satu olah raga yang dianjurkan oleh agama Islam sebagaimana diketahui bahwa Bener Meriah merupakan kabupaten dengan penduduk mayoritas memeluk agama Islam. Selain itu, pacu kuda diyakini memiliki peran paling penting dan mendasar dalam memeriahkan hari jadi kota. Bener Meriah yang dirayakan oleh masyarakat tersebut. Ajang perlombaan ini melibatkan seluruh masyarakat, pemerintah daerah sebagai penanggung jawab menerima bantuan dari pihak lainnya sebagai panitia serta penyumbang dana maupun tenaga dalam menyukseskan acara tersebut. Kedua, indikasi sosial budaya. Kelaziman dalam pelaksanaan perlombaan pacu kuda adalah sebuah kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat di dalam lingkungan bertetangga. Partisipasi masyarakat di dalam tradisi pacu kuda dapat dilihat adanya tindakan harmoni sosial, keteraturan sosial, dan kerukunan sosial sebab semua anggota masyarakat dalam lingkaran bertetangga tersebut dalam suasana yang sama dan juga menikmati waktu bersama sehingga inilah suatu wujud dari konsepsi Gayo mengenai kekeluargaan, rukun, dan harmoni. Hal ini dapat dibuktikan dari tradisi pacu kuda mempunyai fungsinya, yaitu : sebagai wahana reuni keluarga baik antar warga yang tinggal di Bener Meriah atau dengan warga Bener Meriah yang sudah tinggal dan menetap di luar kabupaten Bener Meriah atau yang tinggal di kota-kota lain tidak jarang masih menyempatkan Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 919 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP untuk mudik pada saat ajang perlombaan pacu kuda berlangsung dan juga tradisi pacu kuda sebagai bentuk pelestarian budaya yang diwariskan para leluhur. Ketiga, indikasi minat atau antusias warga. Warga terlihat sangat berminat dan antusias terhadap pelaksanaan tradisi pacu kuda setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga yang mengikuti pacu kuda di Kabupaten Bener Meriah dan warga yang berasal dari daerah lain. Apalagi dengan dimeriahkannya acara pacu kuda dengan adanya kesenian-kesenian daerah yang ditampilkan seperti tari Guel dan Didong serta aktivitas sekeliling arena yang membentuk sebagai pasar tradisional semakin memeriahkan acara tersebut. Sehingga warga lebih berminat dan antusias dalam menghadiri pacu kuda terutama para pemuda di mana sebagian besar para pemuda Bener Meriah yang menyukai olah raga berkuda serta kesempatan untuk mengenal pemudi-pemudi yang juga mengunjungi arena pacuan kuda sebagaimana istilah yang berada pada masyarakat bahwa pacu kuda merupakan salah satu ajang pencarian jodoh. Tradisi pacu kude memiliki kekuatan penting sebagai salah satu institusi non formal yang mengharuskan masyarakat Gayo untuk menjalankan perannya sebagai sebuah Institusi, institusi ini terdiri dari berbagai elemen dalam mencapai tujuan. Tradisi pacu kuda ini terdiri dari elemen pemerintah, masyarakat, pengunjung, pedagang, peserta dan panitia yang semuanya dituntut menjalankan perannya. Sehingga tradisi ini dapat terus terlaksana dan dipertahankan selama masih memiliki tujuan serta mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. 4.3.2 Makna dan Fungsi Tradisi Pacu Kude dalam Masyarakat Gayo Dengan adanya tradisi pacu kuda perubahan-perubahan solidaritas sosial yang diakibatkan dari kehidupan modernitas baik dari faktor tingkat pendidikan yang semakin tinggi, perubahan gaya hidup dan tingkat sosial, maupun sikap egoistik atau mementingkan diri sendiri kelompoknya seakan tidak berlaku dalam tradisi pacu kuda dilihat masih terus dipertahankan dan dilaksanakannya tradisi pacuan kuda. Sesuai dengan solidaritas mekanik menurut Emile Durkheim, Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 920 a Jurn h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP Solidaritas seperti itu didasarkan pada kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan hingga individualitas masyarakat tidak bisa berkembang. Indikator yang jelas dalam solidaritas mekanik ialah ruang lingkup dan hukum yang menekan. Masyarakat yang memiliki hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Sehingga rasa saling berbagi, berinteraksi , saling peduli dan bekerja sama tetap terjaga dengan tujuan utama akan terlaksananya tradisi yang merupakan agenda tahunan. Pacuan kuda merupakan identitas dari masyarakat Gayo yang mana pada saat perlombaan ini diadakan maka akan terlihat beberapa aspek kebudayaan lainnya, seperti tari Guel yang memakai seragam Kerawang Gayo sebagai pembuka yangdilanjutkan dengan Didong pemberi salam pembuka. Para perantau pun ikut merasakan kerinduan akan kampung halaman saat mendengar berita bahwa perlombaan tradisional pacu kuda akan diadakan. Bagi masyarakat, ini adalah sebuah pesta. Kuda adalah kebanggaan yang melambangkan identitas budaya yang tinggi di Gayo. Pacuan ini membuat seluruh masyarakat Gayo bersatu. Masyarakat Aceh Tengah dan Gayo Lues membaur bersama masyarakat Bener Meriah. Tak ada perseteruan, pertandingan hanya ada di arena pacuan kuda dan mereka hanya memberi dukungan untuk kuda-kuda kebanggaannya. Tradisi Pacu Kude memiliki fungsi tersendiri dalam masyarakat Gayo, fungsi kesenian tradisional sebagai salah satu aktivitas masyarakat Gayo mengandung sifat-sifat kesenangan bagi penikmatnya, tradisi ini sebagai pesta rakyat serta tontonan sekuler masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini juga memiliki fungsi Sosial yang erat kaitannya dengan refleksi sosial karakter masyarakat Bener Meriah. Seperti masyarakat Indonesia Lainnya, masyarakat Gayo merupakan masyarakat yang mengkonsepsikan dirinya untuk selalu mengutamakan keselarasan dalam hubungannya dengan orang lain. Bagi masyarakat Gayo pacu kuda merupakan abstraksi dari sikap kerukunan Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 921 a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP masyarakat. Mereka mengekspresikan dengan menjalin silaturahmi dengan sanak saudara dan kerabat lainnya serta membangun rasa solidaritas yang kuat. Keselarasan dapat dicapai apabila setiap penduduk dalam keadaan rukun satu sama lainnya. prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis. Keadaan semacam itu disebut “rukun”. Rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan tenteram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksudnya untuk saling membantu. Semua keadaan damai satu sama lain, suka bekerja sama saling menerima dalam suasana tenang dan sepakat. Secara ekonomi, tradisi pacuan kuda merupakan salah satu “institusi” non formal yang dapat menggerakkan masyarakat Bener Meriah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Banyak peluang kerja yang ditawarkan dalam tradisi ini seperti jasa pencari pakan kuda, menyewakan penginapan, pendapatan bagi peserta, destinasi daya tari wisata bagi pemerintah Bener Meriah serta wadah untuk berdagang bagi masyarakat Gayo. Dalam lapangan pacuan kuda juga banyak terlihat jenis dagangan yang mempromosikan kerajinan masyarakat Gayo seperti Kerawang Gayo yang diukir dalam bentuk tas, pakaian dan lain sebagainya. Tidak ketinggalan pula bubuk kopi Gayo sebagai produk pertanian unggulan masyarakat Gayo. Dalam aspek Pendidikan tradisi pacu kuda juga memiliki fungsi sebagai media penyampaian pesan-pesan pendidikan untuk peserta maupun penonton. Pacu kuda merupakan salah satu oleh raga yang di anjurkan oleh Rasullulah serta mendidik para peserta untuk dapat menjadi manusia yang berjiwa besar dalam menghadapi kekalahan, sportif melakukan perlombaan serta berjiwa juang. Masyarakat menganggap tradisi pacu kuda wajib dilaksanakan dan masyarakat juga menganggap bahwa tradisi ini sebagai jati diri serta Setiap perilaku manusia baik disengaja maupun tidak disengaja memiliki makna bagi kehidupan mereka. Dalam melakukan suatu tindakan, manusia mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang dapat berguna bagi kelangsungan kehidupan baik untuk kepentingan individu maupun komunitasnya. Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 922 a Jurn h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP KESIMPULAN Dari penelitian dan pembahasan mengenai tradisi pacuan kuda pada masyarakat Gayo Bener Meriah, penulis menyimpulkan bahwa tradisi pacuan kuda merupakan tradisi yang bermula dari kegiatan para pemuda kampung Bintangyang dilaksanakan setiap sehabis panen padi. Saat memacu, kadang kala terserempak dengan kelompok pemuda dari kampung lain, yang melakukan hal yang sama. Lalu terjadi interaksi sosial, di mana para joki dari masing-masing kampung sepakat untuk mengadakan pertandingan pacu kude antara kampung tanpa hadiah bagi pemenang hanya “Gah” atau marwah. Sejak kemerdekaan Indonesia tradisi pacuan kuda dijadikan perlombaan tahunan yang dilakukan untuk merayakan hari ulang tahun Indonesia dan hari jadi kota Takengon yang diikuti oleh ketiga peserta yaitu kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lues dan Bener Meriah. Tradisi pacuan kuda telah menjadi warisan budaya yang sangat eksis pada masyarakat Gayo, sebab tradisi ini memiliki makna dan fungsi tersendiri yaitu sebagai identitas budaya Gayo. Masyarakat gayo memiliki sejumlah nilai dan norma sebagai acuan tingkah laku untuk mewujudkan ketertiban, kedisiplinan, kesetia kawanan,dan kegotong-royongan. Nilai-nilai budaya Gayo yang menjadi kebanggaan masyarakat adalah kebudayaan yang bersumber dari kearifan lokal yang diwarnai nilai-nilai moral yang luhur Fungsi yang dimiliki dari tradisi ini yaitu fungsi pendidikan, fungsi estetis, fungsi ekonomi, fungsi sosial budaya dan fungsi motivasi atau spiritual. Saran Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 923 a Jurn h M ah Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP a wa sis lmia lI FISIP Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilaksanakan mengenai tradisi pacu kuda dan kehidupan sosial masyarakat Gayo, peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak, yaitu: 1. Saran bagi masyarakat Gayo Tradisi pacuan kuda hendaknya selalu dilestarikan dengan tetap menjaga fungsinya. Karena merupakan bentuk kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai sosial dan filosofi yang patut untuk dipertahankan. masyarakat Gayo hendaknya semakin menanamkan nilai-nilai penting yang terkandung dalam tradisi pacu kuda untuk generasi-generasi selanjutnya. masyarakat Gayo seharusnya dapat mengikuti aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut untuk tidak melakukan perjudian di arena pacuan kuda serta menanamkan keinginan dan tanggung jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan arena. 2. Bagi pemerintah Kabupaten Bener Meriah Pemerintah Kabupaten Bener Meriah yang adalah pihak-pihak yang cukup menentukan dalam penentuan dana iuran tradisi serta suksesnya event. Diharapkan para pemerintah untuk dapat memperjelas aturan-aturan main sehingga para joki dapat berlomba dengan peralatan lengkap yang menjaga keselamatannya. Begitu pula untuk arena pacuan yang diharapkan dapat di jaga keamanannya karena selama ini masih banyak masyarakat yang berlalu lalang saat kuda sedang di pacu. Selanjutnya wisata pacu kuda dijadikan promosi daya tarik wisata Kabupaten Bener Meriah yang seharusnya juga menawarkan kegiatan lain selain perlombaan kuda. Di antaranya ialah seperti dapat menunggang kuda bagi para pengunjung, promosi hasil kerajinan seperti kerawang Gayo, serta hasil perkebunan seperti kopi Gayo. Selain itu pemerintah juga diharapkan dapat memberikan solusi dan menertibkan masyarakat mengenai kebersihan lingkungan, hal ini dikarenakan masih kurangnya fasilitas kebersihan di lapangan pacuan kuda sehingga saat perlombaan diadakan lapangan pacu kuda dicemari dengan banyak sampah yang bertebaran. DAFTAR PUSTAKA Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 924 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Buku Aman Pinan Hakim. 2011. Pesona Tanoh Gayo. Banda Aceh. Elisabeth k. Nottingham. 1985. Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: CV Rajawali Hakim, AR. 1998. Hakikat Nilai-Nilai Budaya Gayo. Takengon: Pemerintah Daerah kabupaten Aceh Tengah Khaldun Ibnu. 2000. Muqaddimah Ibnu Khaldun, terjemahan Ahmadi Toba. Jakarta: Pustaka Firdaus M.H. Gayo. 1999. Kebudayaan Gayo. Jakarta: Balai Pustaka. M. Zainuddin Daula. 2001. Mereduksi Eskalasi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesi. Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek Kerukunan Hidup Umat Beragama. Moleong Lexy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Piet Rusdi. 2011. Pacu Kude: permainan Tradisional Di Dataran Tinggi Gayo. Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional. Lawang Robert M.Z. 2004. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia. Suriyanto. 2011. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Taher Alamsyah. 2009. Metode Penelitian Sosial. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Taufiqurahman, Ketut dkk. 2011. Merangkai Identitas Gayo. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Qanun Aceh No 9 Tahun 2008 tentang Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. Skripsi dan Jurnal Hanafi, 2012. Minat Joki terhadap Kejuaraan Olah Raga Pacuan Kuda Tradisional di Kabupaten Aceh Tengah. Banda Aceh: FKIP Unsyiah. Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 925 Jurn a h M ah a wa sis lmia lI Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: 907 - 926 Mei 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP Linawati. 2013. Tradisi Pacu Kude Dalam Masyarakat Gayo Kabupaten Aceh Tengah Suatu Kajian Sejarah. Banda Aceh: FKIP Unsyiah. Sarwandi Mulisah.2014.Tradisi Tahunan Perlombaan Pacu Kude (Pacuan Kuda) di Aceh Tengah di Tinjau Dari Realisasi Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Masyarakat. Banda Aceh. FKIP Unsyiah Suzanti Purnama. 2014. Daya Tarik Pacu Jawi Sebagai Atraksi Wisata Budaya di Kabupaten Tanah Datar. Yogyakarta: Jurnal Nasional Pariwisata Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi(Suatu Penelitian di Kabupaten Bener Meriah) (Amalia Pintenate, Bukhari) Jurnal ilmiah mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 2. №. 2. Mei 2017 907 - 926 926