- eprint UIN Raden Fatah Palembang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mangrove
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam Indonesia yang tidak
ternilai harganya, termasuk di dalamnya hutan mangrove dengan ekosistem
yang khas dan unik. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat unik
dan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat potensial, karena di
kawasan hutan mangrove terpadu unsur fisik, biologis daratan dan biologis
lautan, sehingga menciptakan keterlibatan suatu ekosistem yang kompleks
antara ekosistem laut dan ekosistem darat (Purnobasuki, 2005).
Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan
konservasi kawasan hutan mangrove. Di dalam undang-undang tersebut
terdapat tiga sapek yang sangat penting, yakni sebagai berikut.
1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehiduapan dengan menjamin
terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsuangan hidup biota dan
keberadaan ekosistemnya
2. Pengawetan sumber plasama nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya
sumber genetik dan ekosistemnya.
3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa poduksi dan
jasa.
Pada mulanya, hutan mangrove hanya dikanal secara terbatas oleh
kalangan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula-mula kawasan
9
10
dikenal dengan istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah “payau”
karena sifat habitanya yang payau. Berdasarkan dominasai jenis pohonnya
yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata
mangrove merupakan kombiasi antara kata mangue (bahasa potugis) yang
berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan
kecil.
Menurut Mac Nae (1968) “dalam” Arief (2003), kata mangrove
digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh
di diantara batas air tertinggi pada saat air pasang dan batas air terendah sampai
diatas rata-rata permukaan air laut. Sebenarnya kata mangrove digunakan
untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberap spesies yang
mempunyai perkaran Pneematophores dan tumbuh di anatara garis pasang
surut. Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan Pasang”.
1. Peranan Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan daerah yang sangat penting bagi
masyarakat yang hidup disekitarnya, karena secara langsung mangrove
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan hidup mereka, misalnya
untuk kayu bakar, kayu bangunan, arang bahkan dapat juga dimafaatkan
sebagai obat-obatan dan khusus dari jenis Nypa fruticans dapat
dimanfaatkan sebagai sumber gula, alkohol maupun cuka (Rahman &
Sudarto 1991 “dalam” Pramudji 2000). Secara tidak lansung, hutan
mangrove juga bermanfaat bagi kehidupan mereka, karena daerah ini
dapat berperan sebagai habitat beberapa jenis ikan, udang dan kepiting
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Secara ekologis, hutan mangrove
11
mempunyai berbagai macam peranan yang cukup besar antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Hutan mangrove berperan sebagai sumber nutrisi.
Dibandingkan dengan hutan hujan tropik, biomas hutan mangrove
jauh lebih kecil, hutan mangrove mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekosistem lainnya (Budiman & Suhardjono
1992 “dalam” Pramudji 2000). Serasah yang dihasilkan oleh hutan
mangrove merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi hutan
mangrove sendiri maupun untuk perairan disekitarnya (Brotonegoro &
Abdulkadir 1979 “dalam” Pramudji 2000).
b. Hutan mangrove berperan sebagai pelindung pantai
Hutan mangrove dapat berfungsi untuk sebagai stabilator garis
pantai, dapat mencegah erosi sebagai akibat pukulan ombak dan juga
berperan dalam penambahan lahan pantai. Tipe perakaran dari jenis
Rhizophora sp., Avicennia sp. dan Sonneratia sp. dapat meredam
hantaman gelombang dan sekaligus berperan sebagai penghimpun
atau pengikat lumpur yang dibawa oleh aliran sungai, sehinga akan
terbentuk pulau-pulau delta kecil yang ditumbuhi mangrove, dan
selanjutnya masing- masing pulau akan bergabung dan akhirnya akan
terbentuk hutan mangrove yang arealnya cukup luas. Hutan mangrove
juga dapat berperan sebagai filter dari pengaruh laut maupun dari
darat serta dapat mencegah terjadinya intrusi air laut ke darat.
Kemampuan hutan mangrove juga diduga dapat berperan sebagai
penghambat intrusi air laut ke daratan.
12
c. Hutan
mangrove
berperan
sebagai
penyedia
kebutuhan
manusia.
Hutan mangrove sudah lama dimanfaatkan dan digunakan oleh
masyarakat yang tinggal sekitar hutan mangrove, baik itu untuk
keperluan lokal maupun sebagai bahan industri. Secara lokal, manusia
menggunakan mangrove sebagai bahan bangunan, kontruksi, atap,
kayu bakar, sebagai sumber makanan, obat dan bahan untuk keperluan
rumah tangga lainnya. Sedangkan dari segi industri, hutan mangrove
sebagai penghasil kayu lapis, bahan industri pulp, bahan arang dan
penghasil tanin. Khusus untuk jenis Nypa fruticans dikenal sebagai
penghasil alkohol. Areal hutan mangrove juga digunakan sebagai
lahan untuk berbagai kegiatan manusia antara lain, untuk tempat
pemukiman, tempat rekreasi, lahan pertanian, lahan tambak ikan
dan udang dan bahkan yang sangat mencemaskan adalah untuk tempat
pembuangan sampah. Areal hutan mangrove juga digunakan sebagai
tempat pencaharian untuk menangkap kepiting bakau, udang dan
berbagai macam jenis moluska (Pramudji 2000).
B. Nitrogen (N)
1. Manfaat Nitrogen Bagi Tumbuhan
Nitrogen (N) merupakan nutrisi penting bagi tumbuhan dan
diperlukan dalam jumlah besar. Kandungan N dalam jaringan tumbuhan
tinggi per berat kering jaringan adalah sebanyak 1,5%. Nitrogen menjadi
salah satu komponen dalam molekul protein, purin, pirimidin dan
porfirin. Purin dan pirimidin merupakan basa nitrogen yang penting
13
dalam pembentukan molekul asam nukleat (RNA dan DNA). Sedangkan
porfirin penting dalam pembentukan klorofil (Arief, 1989).
Nitrogen dikatakan penting bagi tumbuhan oleh karena dinilai
mampu memenuhi tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap unsur.
Ketiga kriteria tersebut meliputi (1) unsur N penting bagi pertumbuhan
dan reproduksi, (2) unsur tersebut tidak dapat diganti dengan unsur lain
dan (3) kebutuhan akan unsur tersebut bersifat langsung dan bukan hasil
efek tidak langsung (Sasmitamiharja dan Siregar, 1990).
2. Siklus Nitrogen
Berbagai bentuk nitrogen (N) dijumpai di lingkungan kita.
Pengubahan berkesinambungan berbagai bentuk nitrogen oleh proses
fisika dan biologi merupakan daur nitrogen, dirangkum pada gambar 1.
larutan
batuan
pemupukan
denitrifikasi
kilat
NO
−
3
Nitrogen
organik dlm
tanaman
bakteri nitrat
NO
N2
bebas
2
bakteri nitrit
Nitrogen organik
dalam hewan
nitrogen-fiksing
nitrogen
penghancuran
nitrifikasi
NH
3
Gambar 1. Siklus Nitrogen (Arief, 1989).
Sekitar 75 % nitrogen (N) terdapat di atmosfir bumi, kehadiran N
dalam tanah hampir seluruhnya merupakan hasil kerja biologi, pegayaan
artifisial atau pemupukan secara alami antara lain hasil kilat pada waktu
hujan. Nitrogen yang terdapat di atmosfir tersebut tidak dapat digunakan
14
langsung oleh organisme. Pada tumbuhan, unsur N masuk ke dalam sel
tumbuhan bersama-sama CO2 lewat stomata, enzim yang ada hanya dapat
mereduksi CO2 sehingga N keluar lagi secepat ia masuk (Salisbury dan
Ross, 1995).
Sumber nitrogen yang paling umum dan sering dipakai oleh
organisme adalah ion-ion nitrat (NO3−), yang diserap oleh tumbuhan
berbentuk nutrien mineral dan diubahnya menjadi gugusan amino (-NH2 )
serta bahan hidup lainnya yang mengandung nitrogen. Sumber nitrat yang
ada di lingkungan dapat berasal dari pelarutan batu-batuan oleh air atau
karena pemupukan oleh manusia. Disamping itu ion nitrat dalam jumlah
yang kecil dapat juga terbentuk di udara dengan bantuan energi kilat yang
dengan cepat mencampur nitrogen di udara dengan oksigen, dan kemudian
hujan membawanya dalam bentuk nitrat ke dalam tanah (Arief, 1989).
Nitrogen yang masuk dalam tubuh tanaman akan menetap sampai
tanaman itu mati. Hewan sebagai organisme harus mendapatkan nitrogen
tersebut, dengan cara memakan tanaman atau hewan lainnya, dan hewan
tersebut akan mati. Melalui pembusukan, semua nitrogen organik dari
tanaman dan hewan yang mati itu pada akhirnya diubah menjadi amoniak
(NH3). Zat amoniak sangat berguna bagi bakteri nitrifikasi, untuk
pembuatan makananya. Bakteri ini ada dua macam, pertama, menyerap
amoniak dan mengubahnya menjadi ion-ion nitrat (NO−2) yang kemudian
dilepaskan
ke
dalam
lingkungan.
Kedua,
menyerap
nitrit
dan
mengubahnya menjadi ion-ion nitrat (NO3−) yang juga pada akhirnya
dilepaskan ke dalam lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995).
15
Keberadaan nitrat di lingkungan dipengaruhi oleh bakteri
denitrifikasi, yang dalam kegiatan metabolismenya mengubah nitrat dan
menghasilkan antara lain, molekul nitrogen yang bebas (N2). Dengan
demikian bakteri tersebut berperan mengurangi nitrat di lingkungannya
dan menambah jumlah nitrogen bebas di udara. Tetapi pengurangan
persediaan nitrat di lingkungan dapat diimbangi dengan adanya organisme
yang mengikat nitrogen (fixing nitrogen), yaitu organisme yang langsung
menangkap nitrogen dari udara seperti beberapa bakteri dan ganggang biru
yang hidup di air dan tanah gembur yang kegiatannya menangkap nitrogen
udara dan diubahnya menjadi asam amino dan protein. Jika organisme ini
mati, maka nitrogen organik dalam tubuhnya akan melepaskan amoniak ke
dalam tanah yang selanjutnya zat amoniak itu diubah kembali menjadi
nitrat oleh bakteri nitrifikasi (Deacon, 2002).
Dengan adanya bakteri nitrogen fiksing, berarti siklus nitrogen
secara keseluruhan telah lengkap. Jadi siklus nitrogen ditentukan oleh
empat macam bakteri yang berbeda yaitu: bakteri pembusuk, bakteri
nitrifikasi, bakteri denitrifikasi dan bakteri fiksing (penambat N).
C. Bakteri Fiksasi Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara tanaman esensial. Kecukupan suplai
nitrogen pada tanaman dicirikan dengan kecepatan pertumbuhan tanaman dan
warna daun hijau gelap. Ketidak seimbangan nitrogen atau terlalu besar unsur
hara ini dibandingkan dengan unsur lain seperti P, K, dan S dapat
mengakibatkan memanjangnya periode tumbuh dan tertundanya kematangan
(Tisdale et al., 1985“dalam” Danaptritna, 2010). Umumnya hara N tanah
16
dalam kondisi kekurangan, hal ini memberikan kontribusi terhadap penurunan
hasil.
Di atmosfer nitrogen dalam bentuk molekul dan gas dinitrogen (N2)
sangat berlimpah sekitar 80% dari total gas atmosfer, namun tidak dapat
langsung digunakan untuk proses metaboilsme oleh tanaman tingkat tinggi
atau binatang. Bentuk nitrogen yang dapat diambil oleh tanaman dari tanah
adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) (Barber, 1984; Tisdale et al.,
1985 “dalam” Danaptritna, 2010). Kedua bentuk nitrogen tersebut sebagian
besar berasal dari pupuk dan penambatan nitrogen udara oleh mikroba tanah
(Danaptritna, 2010).
Berbagai jenis bakteri fiksasi N2 secara hayati, antara lain terdiri atas
rhizobia, sianobakter (ganggang hijau biru), bakteri foto-autotrofik pada air
tergenang dan permukaan tanah, dan bakteri heterotrofik dalam tanah dan
zona akar (Ladha and Reddy 1995, Boddey et al. 1995, Kyuma 2004
“dalam” Saraswati dan Sumarno, 2008). Bakteri tersebut mampu mengikat
nitrogen dari udara, baik secara simbiosis (root-nodulating bacteria) maupun
nonsimbiosis (free-living nitrogen-fixing rhizobacteria). Pemanfaatan bakteri
fiksasi N2, baik yang diaplikasikan melalui tanah maupun disemprotkan pada
tanaman, mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N. Dalam upaya
mencapai tujuan pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan, penggunaan
bakteri fikasi N2 berpotensi mengurangi kebutuhan pupuk N sintetis,
meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani dengan masukan yang
lebih murah (Saraswati dan Sumarno, 2008).
17
Bakteri fiksasi N2 yang hidup bebas pada daerah perakaran dan jaringan
tanaman padi, seperti Pseudomonas spp., Enterobacteriaceae, Bacillus,
Azotobacter, Azospirillum, dan Herbaspirillum telah terbukti mampu
melakukan fiksasi N2 (James and Olivares 1997). Bakteri fiksasi N2 pada
rizosfer tanaman gramineae, seperti Azotobacter paspali dan Beijerinckia
spp., termasuk salah satu dari kelompok bakteri aerobik yang mengkolonisasi
permukaan akar (Baldani et al. 1997). Di samping itu, Azotobacter
merupakan bakteri fiksasi N2 yang menghasilkan substansi zat pemacu
tumbuh giberalin, sitokinin dan asam indol asetat, sehingga dapat memacu
pertumbuhan akar (Alexander 1977 “dalam” Saraswati dan Sumarno, 2008).
1. Bakteri Penambat Nitrogen Non Simbiotik
Bakteri heterotropik tertentu yang hidup dalam tanah ternyata
dapat pula hidup secara bebas pada tanaman tingkat tinggi yang
berkemampuan menggunakan nitrogen udara dalam pembentukan sel-sel
jaringan tubuhnya. Bakteri-bakteri heterotropik tersebut apabila tidak
hidup bersama-sama dengan tanaman-tanaman tingkat tinggi disebut
dengan bakteri non-simbiotik (Hamdi, 1982).
Karakteristik Bakteri Penambat N Non Simbiotik
Karakteristik bakteri penambat N non simbiotik dapat dicirikan
sebagai berikut:
 Warna koloni mulai dari warna putih, bening, putih berlendir, bening
berlendir dan kuning.
 Bentuk koloni irregular dan circulaie,
 Permukaan koloni licin dan kasar.
 Bentuk sel berkisar antara batang, kokus dan spiral.
 Sifat respirasi bakteri aerob dan fakultatif.
18
a. Klasifikasi
Bakteri penambat nitrogen non simbiotik, termasuk dalam
famili Azotobacteriaceae yang terdiri dari empat genus. Pertama,
genus Azotobacter terdiri dari empat spesies, yaitu A. crhoococcum,
A. beijerinkii, A. vinelandii dan A. paspali. Kedua, genus Azomonas
terdiri dari A. agilis, A. insigne, dan A. macrocytogenese. Ketiga,
Beijerinkia terdiri dari B. indica, B. mobilis, B.fluminensis dan
B.derxii. keempat, genus Derxia yang terdiri dari satu spesies yaitu
D.gumnosa (Hamdi, 1982).
b. Ciri Morfologi
Secara umum morfologi penambat N non simbiotik tidak jauh
berbeda dengan ciri morfologi bakteri lainnya. Genus Azotobacter
dicirikan dengan sel berbentuk batang, gram negatif, bersifat aerobik
obligat dan mempunyai ukuran sel yang lepih panjang dari prokariot
lainnya dengan diameter sel 2-4 µm atau lebih. Beberapa strain motil
dengan flagel peritrikha. Pada media yang mengandung karbohidrat,
bekteri ini membentuk kapsul yang berfungsi melindunginya dari
lingkungan luar. Bakteri ini memiliki struktur khusus yang disebut
kista. Kista ini bersifat seperti endospora, yakni tubuh berdinding
tebal, sangat reaktif dan resisten, tahan terhadap proses pengeringan,
pemecahan mekanik, ultraviolet dan radiasi ionik (Brock, et al., 1994).
Menurut Gardner et al (1991), pembentukan kista pada
Azotobacter karena sel-sel Azotobacter mengandung PBH (Poli-ßhidroksibutirat) yang merupakan bahan utama pembentukan kista,
19
selain juga mengandung sebuah sistem sitokrom untuk mengirim
elektron yang menunjukkan respirasi oksidatif yang tinggi dalam
mendukung penambatan nitrogen udara.
Pertumbuhan Azotobacter dalam media semi padat dapat
dilihat setelah masa inkubasi selama 2 sampai 7 hari, yang dicirikan
dengan pembentukan pellicle berwarna putih, ringan, tidak tembus
cahaya, bentuk irregular dan mengelilingi media sehingga terlihat
seperti cincin dengan diameter 2-5 mm. koloni Azotobacter pada
media padat terlihat berwarna putih berlendir dan mucoid. Sedangkan
bentuk sel dicirikan dengan bentuk batang ujung tumpul, berpasangan
atau berbentuk rantai (Anonim, 2002).
Beberapa spesies dari genus Azotobacter, antara lain
Azotobacter chroococcum mempunyai flagel peritrikha, lendir sedang,
dan memiliki pigmen hitam-coklat yang tidak larut. A. venelandii, A.
paspali dan A. agilis memiliki flagel peritrikha, lendir sedikit sampai
sedang, berwarna hijau, pigmen fluoresens dan larut. A. beijerenkii
tanpa flagel, lendir sedang dan pigmen kuning muda kecoklatan tidak
larut. A. macrocytogenes berflagel polar, lendir banyak dan pigmen
merah muda yang dapat larut (Rao, 1994).
Genus Beijerinckia memiliki ciri sel tunggal, bentuk lurus atau
melengkung, dan seperti buah pear yang saling bergandengan antar
ujung sel satu dengan lainnya. Sel-sel berukuran panjang dan bersifat
membiaskan cahaya. Pada media cair tidak terbentuk pellicle, namun
eksudat yang dikeluarkan dapat merubah media menjadi kental dan
20
terbentuk masa semi transparan seperti lendir berwarna putih. Pellicle
akan terbentuk bila genus Beijerinckia ditumbuhkan pada media semi
padat. Pellicle tersebut terbentuk pada permukaan media, berwarna
putih dan dapat digores pada media padat untuk proses pemurnian
(Hamdi, 1982).
Beijerinkia indica memiliki flagel peritrikha, lendir banyak
dan pigmen berwarna coklat karat yang muda dan tidak larut. Derxia
gumnosa dari genus Derxia berflagel polar, lendir banyak dan pigmen
kuning-coklat. Genus Psedeomonas dicirikan dengan sel berbentuk
batang yang mirip dengan Azotobacter, bedanya bakteri ini tidak
mempunyai kista. Bakteri ini termasuk gram negatif dan bersifat
anaerob fakultatif (Pelczar, et al., 1986; Rao, 1994).
Azospirillum mempunyai ciri berupa sel yang berbentuk
setengah spiral yang padat dan bergetar dengan sebuah flagel polar,
sehingga bergerak secara berputar. Bakteri ini adalah gram negatif dan
mengandung butir-butir Poli-ßhidroksibutirat (Harran dan Ansori,
1992).
Pertumbuhan genus Azospirillum pada media semi padat
dicirikan dengan pembentukan pellicle berwarna putih di permukaan
media dengan diameter 2-4 mm. Koloni berbentuk irregular berwarna
putih dan berukuran besar (Hamdi, 1982).
D. Peran Bakteri dalam Ekosistem Mangrove
Bakteri berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik.
Aktivitas bakteri mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui
21
proses mineralisasi karbon dan asimilasi nitrogen. Mikroorganisme
membutuhkan molekul-molekul organik dari organisme lain sebagai nutrisi
agar mampu bertahan hidup dan berkembang biak. Adanya aktivitas bakteri
menyebabkan produktivitas ekosistem mangrove tinggi (Lyla dan Ajmal,
2006).
Bakteri hidup dan berkembang biak pada organisme mati dengan
menguraikan senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein,
karbohidrat, lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme
menjadi molekul tunggal seperti asam amino, metan, gas CO2, serta molekulmolekul ain yang mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen,
fosfor, serta sulfur atau unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu,
Mn dan Ni. Keseluruhan unsur ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai
sumber nutrisi (Martinko dan Madigan, 2005).
Bakteri merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam
penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Hampir semua bakteri laut
bersifat Gram negatif dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan bakteri
non laut. Bakteri Gram positif hanya sekitar 10% dari total populasi bakteri
laut dan proporsi terbesar terdiri atas bakteri gram negatif berbentuk batang,
yang umumnya aktivitas gerakan dilakukan dengan bantuan flagel. Bakteri
bentuk kokus umumnya lebih sedikit dibanding bentuk batang. Keberadaan
bakteri laut Gram positif terbanyak ditemukan pada sedimen (Kathiresan dan
Bingham, 2001).
Kebanyakan bakteri laut terikat, bergabung sesamanya untuk membentuk
permukaan yang kuat karena adanya bahan berlendir yang terbentuk pada
22
permukaan sel, sehingga sel-sel saling terikat. Dengan cara ini bakteri dapat
membentuk lapisan permukaan yang mengakibatkan bakteri dapat hidup pada
alga, rumput laut dan tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger, 1987).
Bakteri dapat hidup pada lingkungan salin dan membutuhkan Na+ untuk
pertumbuhan dan untuk menjaga tekanan osmotik dan integritas sel (Lyla dan
Ajmal, 2006).
1. Jenis dan Fungsi Mikroba Penyubur Tanah
Di setiap tempat seperti dalam tanah, udara maupun air selalu
dijumpai mikroba. Umumnya jumlah mikroba dalam tanah lebih banyak
daripada dalam air ataupun udara. Umumnya bahan organik dan senyawa
anorganik lebih tinggi dalam tanah sehingga cocok untuk pertumbuhan
mikroba heterotrof maupun autotrof.
Keberadaan mikroba di dalam tanah terutama dipengaruhi oleh
sifat kimia dan fisika tanah. Komponen penyusun tanah yang terdiri atas
pasir, debu, lempung dan bahan organik maupun bahan penyemen lain
akan membentuk struktur tanah. Struktur tanah akan menentukan
keberadaan oksigen dan lengas dalam tanah. Dalam hal ini akan
terbentuk lingkungan mikro dalam suatu struktur tanah. Mikroba akan
membentuk mikrokoloni dalam struktur tanah tersebut, dengan tempat
pertumbuhan yang sesuai dengan sifat mikroba dan lingkungan yang
diperlukan. Dalam suatu struktur tanah dapat dijumpai berbagai
mikrokoloni seperti mikroba heterotrof pengguna bahan organik maupun
bakteri
autotrof,
dan
bakteri
aerob
maupun
anaerob.
Untuk
kehidupannya, setiap jenis mikroba mempunyai kemampuan untuk
23
merubah satu senyawa menjadi senyawa lain dalam rangka mendapatkan
energi dan nutrien. Dengan demikian adanya mikroba dalam tanah
menyebabkan terjadinya daur unsur-unsur seperti karbon, nitrogen, fosfor
dan unsur lain di alam (Sumarsih, 2007).
Untuk meningkatkan efektivitas fungsinya, mikroba sebagai
komponen teknologi pertanian disediakan dari strain murni terpilih, yang
difungsikan sebagai inokulan. Metode aplikasi dan mutu inokulan
merupakan faktor yang sangat menentukan, sehingga upaya mengatasi
keragaman keefektifan, mutu inokulan mikroba harus distandardisasi
(Zdor & Pueppke 1988, 1990). Teknologi produksi inokulan yang kurang
aseptik
dapat
mempengaruhi
keefektifan
produk,
yang
akan
mengakibatkan rendahnya kualitas inokulan.
Produk biologi aktif yang terdiri atas mikroba yang berfungsi
meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah
disebut sebagai pupuk hayati (pupuk mikroba). Pupuk hayati yang telah
terstandardisasi merupakan alternatif sumber penyediaan hara tanaman
yang aman lingkungan. Pemanfaatan pupuk hayati yang bermutu
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan meningkatkan
produksi tanaman, menghemat biaya pupuk, dan meningkatkan
pendapatan petani. Semakin mahalnya pupuk anorganik dan pestisida
serta semakin dipahaminya manfaat pupuk hayati dalam menjaga
keseimbangan hara dan produktivitas tanah, maka penggunaan pupuk
hayati dan agensia hayati diharapkan akan lebih meningkat pada tahuntahun mendatang (Saraswati dan Sumarno, 2008).
24
2. Pemanfaatan Mikroba Sebagai Pupuk Hayati
Pupuk hayati (biofertilizer) adalah suatu bahan yang berasal dari
jasad hidup, khususnya mikrobia, yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi suatu tanaman. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan berasal dari jasad hidup adalah mengacu pada hasil
proses mikrobilogis. Oleh karena itu istilah pupuk hayati lebih tepat
disebut sebagai inokulan mikrobia, seperti yang dikemukakan oleh Rao
(1982) “dalam” Sinaga (2012). Meskipun demikian istilah pupuk hayati
sudah lebih dikenal dan sebagai alternatif bagi pupuk kimia buatan
(artificial chemical fertilizer).
Pupuk hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP
dan lainlain, karena dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah
jasad hidup yang pada umumnya diperoleh dari alam tanpa ada
penambahan bahan kimia, kecuali bahan kimia yang diperlukan untuk
mendukung pertumbuhan jasad hidupnya selama dalam penyimpanan.
Dalam formulasi pupuk hayati, seringkali bahkan tidak diperlukan
bahanbahan kimia buatan karena bahan-bahan tersebut dapat diganti
dengan bahan alami, misalnya gambut, kapur alam. Pupuk hayati
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pupuk kimia buatan karena
bahan-bahannya berasal dari alam sehingga tidak menimbulkan persoalan
pencemaran lingkungan seperti halnya dengan pupuk kimia buatan
(Yuwono, 2006 “dalam” Sinaga, 2012).
Pupuk hayati tidak mengandung N, P, dan K. Kandungan pupuk
hayati adalah mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi
25
tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan adalah mikrobamikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang malarutkan hara
(terutama P dan K), mikroba-mikroba yang merangsang pertumbuhan
tanaman.
Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan
sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman
dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang
bersimbiosis dengan tanaman antara lain adalah Rhizobium sp Sedangkan
contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis adalah Azosprillium
sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan
pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang
hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang
mengklaim terdiri dari bermacammacam mikroba. Pupuk hayati ini yang
kemudian diaplikasikan ke tanaman.
Salah satu kelemahan mikroba adalah sangat tergantung dengan
banyak hal. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya,
baik lingkungan biotik maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di
daerah sub tropis belum tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga
biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat, belum tentu efektif
juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang bersimbiosis
dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang
bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk
26
tanaman kacang-kacangan
yang lain.
Umumnya mikroba
yang
bersimbiosis berspektrum sempit (Sinaga. 2012).
E. Kajian Penelitian terdahulu
1. Metasari, K. (2011). Dalam Penelitiannya “Eksplorasi Bakteri Penambat
Nitrogen Non Simbiosis Dari Tanah Kawasan Mangrove Wonorejo
Surabaya” dijelaskan bahwa Karakterisasi bakteri penambat nitrogen non
simbiosis pada sampel tanah mangrove Wonorejo Surabaya memiliki
morfologi yang berbeda-beda tiap genus yaitu: genus Azospirillum koloni
berwarna kuning, bentuk bulat, elevasi konveks, dengan tepi rata, dan
bakteri dengan bentuk sel vibroid gram negatif. Genus Azotobacter
dengan warna kuning, bentuk bulat, tepi rata, elevasi konveks, dengan sel
berbentuk ovoid gram negatif. Genus Pseudomonas berwarna putih
transparan, biru transparan, hingga oranye dengan tepi rata berbentuk
bulat, elevasi konveks, dan dengan bentuk sel kokoid gram negatif.
Sedangkan pada genus Streptomyces koloni bakteri berwarna putih tepi
transparan, berbentuk bulat, tepi tidak rata, elevasi konveks, dan dengan
bentuk sel batang gram positif.
2. Danapriatna, N. (2010) Dalam penelitianya “Biokimia Penambatan
Nitrogen Oleh Bakteri Non Simbiotik” dijelaskan bahwa Nitrogen hasil
proses penambatan nitrogen secara biologis oleh mikroorganisme
merupakan poin kunci masuknya molekul nitrogen kedalm sikus nitrogen
dialam. Sejumlah mikroorganisme tanah dan air sanggup menambat
nitrogen atmosfer menjadi amonium. Kelompok mikroorganisme ini ada
dua menurut cara penambatan nitrogen yang dilakukan yaitu: (1)
27
Penambat nitrogen nonsimbiotis; (2) Penambat nitrogen simbiosis.
Kelompok non simbiosis terbagi dua yaitu organisme aerob dan anaerob.
Untuk terjadinya proses penambatan nitrogen dibutuhkan beberapa syarat
yaitu : (1) adanya enzim nitrogense; (2) ketersediaan sumber energi
dalam bentuk ATP; (3) adanya sumber penurun potensial dari elektron;
(4) adanya sistem perlindungan enzim nitrogenase dari inaktivasi oleh
oksigen; dan (5) pemindahan yang cepat nitrogen hasil tambatan dari
tempat penambatan nitrogen untuk mencegah terhambatanya enzim
nitrogenase.
3. Saraswati, R. dan Sumarno. (2008) Dalam penelitiannya “Pemanfaatan
Mikroba Penyubur Tanah sebagai Komponen Teknologi Pertanian”
diejalaskan bahwa kesadaran masyarakat pertanian tentang manfaat dan
pentingnya mikroba berguna dalam usaha pertanian masih rendah,
sehingga diperlukan penjelasan, penyuluhan, dan sosialisasi kepada
berbagai kalangan, termasuk pejabat pertanian, penyuluh, dan petani.
Penggunaan mikroba bermanfaat sebagai salah satu komponen teknologi
pertanian merupakan teknologi ramah lingkungan, berkelanjutan, dan
komplementer terhadap komponen teknologi lain, layak digunakan dalam
program peningkatan produktivitas pertanian. Untuk menggalakkan
penggunaan teknologi mikroba bermanfaat diperlukan kebijakan
Pemerintah yang dapat mendukung dan mempopulerkan teknologi
tersebut sesuai dengan tujuan peruntukannya.
Download