BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hubungan internasional ramai diwarnai oleh maraknya dinamika ekonomi-politik internasional dan fenomena transnasionalisme, namun di sisi lain kajian-kajian tradisional seperti militer juga masih dipandang sebagai faktor yang berpengaruh dalam menganalisa hubungan antarnegara. Hal ini terkait dengan posisi militer yang mutlak merupakan salah satu komponen penting dalam peta kekuatan nasional suatu bangsa, serta fakta penting bahwa hingga saat ini posisi negara sebagai aktor dominan dalam hubungan internasional belum sepenuhnya tergeser oleh kehadiran aktor-aktor baru. Pandangan realisme dalam hubungan internasional masih tetap dianggap relevan untuk menganalisa terjadinya konflik dan berlangsungnya kerjasama antar negara. Keamanan nasional merupakan suatu hal yang harus diwujudkan oleh sebuah negara, sementara militer adalah salah satu elemen penting yang tidak dapat dipinggirkan dalam terwujudnya keamanan nasional tersebut. Mayoritas negara di dunia ini melakukan kerjasama dengan negara lain untuk membangun kekuatan militernya, namun ada juga beberapa negara yang memilih untuk menyatakan diri sebagai negara netral, yang dengan kata lain, memilih untuk tidak menjalin aliansi dengan pihak manapun baik selama 1 masa perang ataupun di masa damai. Salah satu negara yang dikenal karena netralitasnya yang konsisten adalah Swiss. Keberadaan negara seperti Swiss adalah contoh negara dengan kondisi militer yang dapat diperhitungkan terkait dengan pertahanannya termasuk soal letak dan kekuatan militernya. Secara geografis, Swiss merupakan salah satu negara kecil di kawasan Eropa Barat. Luas wilayahnya hanya 41.285 km2 dan jumlah penduduk menurut data statistik tahun 2011 adalah 7.785.806 jiwa, dimana 1.714.804 jiwa diantaranya merupakan warga asing.1 Swiss mulai menyatakan diri sebagai negara netral sejak tahun 1516. Setahun sebelumnya, pasukan konfederasi berpartisipasi dalam konflik bersenjata untuk yang terakhir kalinya. Sementara itu, Eropa secara resmi mengakui netralitas Swiss untuk pertama kalinya dalam Traktat Paris pada 20 November 1815 yang ditandatangani oleh Austria, Inggris, Portugal, Prussia, dan Rusia. Status ini kemudian menjadi jaminan atas keamanan teritorial Swiss. Prinsip netralitas ini kemudian mendapat pengakuan internasional. Hak dan kewajiban dari negara netral dituliskan untuk pertama kalinya dalam Konvensi Hague di tahun 1907.2 Pada faktanya kemudian, netralitas itu sendiri ternyata tidaklah cukup untuk melindungi sebuah negara sekecil Swiss dalam menghadapi ancaman 1 The Swiss Confederation a brief guide 2011, Dikutip dari: http://www.bk.admin.ch/dokumentation/02070/02480/06059/index.html?lang=en, Diakses pada tanggal 7 Mei 2011. 2 Neutrality Remains a Core Principle, Dikutip dari: http://www.swissinfo.ch/eng/politics/foreign_affairs/Neutrality_remains_a_core_principle.ht ml?cid=291974, Diakses pada tanggal 7 Mei 2011. 2 dari negara-negara di sekitarnya, terutama dari negara tetangga yang berkekuatan lebih besar seperti Perancis, Italia, Austria ataupun Jerman. Walaupun pada saat ini Swiss tidak memiliki musuh, posisi strategisnya di Eropa Barat masih terbilang rentan mengingat tidak tertutupnya kemungkinan terjadinya perang di masa mendatang. Karena alasan itulah Swiss dipandang perlu menyiapkan kekuatan militernya sendiri yang diharapkan dapat mendukung netralitasnya jika kedaulatan Swiss terancam. Angkatan bersenjata yang dimiliki Swiss saat ini tergolong berbeda dengan yang dimiliki negara-negara lain. Jika kebanyakan negara merekrut tentara profesional sebagai angkatan bersenjatanya, tidak demikian halnya dengan Swiss. Pasukan militer Swiss terdiri atas seluruh warga negara itu sendiri. Stephen Halbrook menegaskan bahwa “sejak awal terbentuknya konfederasi Swiss di tahun 1291, setiap warga negara prianya telah dipersenjatai dan mengabdi dalam bentuk wajib militer”.3 Walaupun jumlah penduduknya tidak sebanyak Jerman ataupun Italia, dan dengan luas wilayahnya yang kecil, terdapat fakta yang cukup mengejutkan bahwa dari segi kuantitas, Swiss memiliki jumlah pasukan bersenjata yang berasal dari wajib militer dengan jumlah terbanyak dibandingkan negara demokrasi barat manapun4. Hal ini dikarenakan wajib militer dikenakan pada semua warga negaranya yang memenuhi persyaratan. Dalam konstitusi federal Swiss, disebutkan secara terperinci dalam pasal 59, 3 Stephen P. Halbrook, Review of Target Switzerland: Swiss Armed Neutrality in World War II, Sarpedon Press, 2003. 4 Encyclopedia, Mandatory military service, Dikutip dari: http://www.statemaster.com/encyclopedia/Mandatory-military-service diakses pada tanggal 6 April 2011 3 ditegaskan bahwa tiap-tiap warga negara yang berjenis kelamin pria diharuskan untuk mengikuti wajib militer. Meskipun demikian, terdapat pengecualian bagi mereka yang terbukti cacat secara fisik ataupun mental, ataupun memiliki alasan keagamaan tertentu sehingga menolak melakukan wajib militer tersebut. Keanggotaan pasukan dalam militer Swiss dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu profesional dan wamil. Kurang dari 0,5% diantaranya adalah profesional. Sementara sisanya yaitu sebanyak 99,5% adalah wajib militer. Professional pada umumnya adalah para perwira ataupun para ahli yang bertugas untuk memberikan pelatihan kepada anggota wamil dan menyediakan pendidikan serta informasi-informasi yang dibutuhkan selama pelatihan berlangsung. Professional tersebut juga berfungsi sebagai elemen pengikat yang membuat wamil menjadi satu kesatuan. Dunia telah lama mengenal India sebagai negara demokrasi terbesar di muka bumi ini, namun pada faktanya Swiss tetap merupakan satu-satunya negara yang mengaplikasikan sisttem direct democracy. Direct democracy atau demokrasi langsung merupakan sebuah bentuk atau sistem demokrasi yang memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi warganya untuk berpartisipasi dalam proses legislasi5. Pemungutan suara yang dilakukan oleh rakyat merupakan komponen terpenting dalam pembuatan undang-undang. Swiss mengaplikasikan sistem ini tidak hanya untuk mengamandemen konstitusi, tetapi juga dalam penentuan kebijakan yang berhubungan dengan 5 Direct Democracy, Switzerland's Direct Democracy, Dikutip dari: democracy.geschichte-schweiz.ch/, diakses pada tanggal 6 April 2011. 4 http://direct- wajib militer, seperti pengurangan jumlah rekrutmen, pengurangan masa bakti, dsb. Sejak berakhirnya perang dingin jumlah rekrutmen wamil terus dikurangi, dari 600.000 personel menjadi 220.000 personel di tahun 2003.6 Kebijakan-kebijakan yang bermuara pada pengurangan jumlah personil miiter tersebut membuktikan bahwa publik telah menyadari di era sekarang ini kemungkinan terjadinya peperangan antar negara terutama di kawasan yang cukup stabil yaitu Eropa Barat juga semakin berkurang. Sistem wajib militer di Swiss merupakan hal yang patut dijadikan contoh bagi negara yang menerapkan sistem yang sama. Sistem ini merupakan bentuk yang lebih kompleks dari “citizen in arms” yang telah dipraktekkan selama berabad-abad. Tidak hanya mewajibkan seluruh warga yang memenuhi persyaratan untuk berpartisipasi, tetapi juga seluruh anggota pasukannya diharuskan untuk menyimpan senjata di rumah masing-masing, dan akan dipanggil untuk training secara berkala. Angka kepemilikan senjata yang tinggi merupakan dampak dari wajib militer, namun tingginya gun ownership ini berbanding terbalik dengan angka kriminalitas. Dengan kata lain, akses terbuka terhadap kepemilikan senjata tidak serta merta diikuti dengan lonjakan angka kriminalitas. Swiss merupakan salah satu negara teraman di dunia. Dengan fakta demikian, wajar jika kemudian Swiss dikenal memiliki sistem wajib militer yang terbilang unggul sehingga layak dicontoh. 6 Rolf Ribis, The swiss army – where doest its future lie? Swiss Review 2009. 5 Seiring dengan berkembangnya dinamika global kontemporer, fungsi wajib militer Swiss pun ikut mengalami perkembangan. Perubahan ini terlihat jelas dari beberapa penyesuaian yang dilakukan sebagai bentuk upaya memenuhi tuntutan peran militer dewasa ini. Konstitusi telah beberapa kali mengalami amandemen. Salah satu perubahan yang paling nyata dapat dilihat pada pasal 58 amandemen tahun 2011, yang membahas mengenai salah satu tujuan dari wajib militer, yaitu memelihara perdamaian. Perdamaian tidak hanya dalam ruang lingkup internal, namun telah mencakup wilayah global. Operasi perdamaian tidak hanya dijalankan di Kawasan Eropa, tetapi juga kawasan-kawasan lainnya. Sebagai contoh operasi yang telah dilaksanakan yaitu misi di Kosovo serta memastikan keamanan untuk pertemuan WEF dan G-8 summit. Melalui wajib militernya, Swiss berhasil memberikan citra yang sangat melekat dengan rasa aman. Citra ini kemudian mengundang berbagai organisasi internasional untuk membangun markas besar di wilayahnya. Di Jenewa, terdapat markas besar PBB untuk Eropa, United Nations High commissioner for Refugees (UNHCR), United Nations High Commisioner for Human Rights (UNHCHR), World Health Organization (WHO), International Labour Organization (ILO), World Intellectual Property Organization (WIPO). Selain itu, terdapat pula kantor pusat organisasiorganisasi Non-PBB, misalnya World Trade Organization (WTO), International Organization for Migration (IOM), International Committee of the Red Cross (ICRC), dsb. 6 Saat ini, secara umum Swiss tidak berada dibawah ancaman militer langsung dari negara manapun, namun bukan berarti Swiss tidak memperhatikan kekuatan militernya untuk tetap menjamin rasa aman bagi warga negaranya maupun dunia internasional. Bagi Swiss, ancaman atau bahaya yang perlu diantisipasi misalnya adalah: 1. Konflik bersenjata internasional yang merembet ke pelanggaran batas wilayah 2. Terorisme internasional dan aksi kekerasan oleh kelompok ekstrem; Hingga saat ini Swiss belum pernah mengalami insiden yang melibatkan terorisme baik skala internasional maupun regional dalam batas wilayahnya. Akan tetapi, terdapat bukti-bukti yang semakin menguatkan bahwa kelompok teroris dan beberapa kelompok kriminal menggunakan Swiss sebagai pusat finansial organisasinya. Swiss menghadapi tantangan untuk lebih fokus dan mengerahkan segenap usahanya melawan ancaman dari teroris dan organisasi kriminal yang memanfaatkan negaranya untuk memperoleh keuntungan melalui tindakan-tindakan ilegal. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh polisi, terdapat bukti bahwa elemen organisasi kriminal yang ada di Swiss berasal dari berbagai negara seperti wilayah Eropa tenggara (Macedonia, Albania, dan Kosovo), Italia, Rusia, Cina, dan Afrika Barat. Kelompok anarkis bahkan menuntut pembebasan sesama teman kelompoknya dengan mengirimkan bom dalam bentuk surat selama tahun 7 2010 kepada instansi-instansi pemerintahan terkait. Salah satu diantaranya membuat pekerja kedutaan Swiss di Roma terluka.7 Swiss belum pernah diserang baik oleh organisasi terorisme internasional maupun transnasional. Walaupun demikian, kewaspadaan harus semakin ditingkatkan kesepakatan Schengen terkait yang dengan adanya ditandatangani pasa pengimplementasian Desember 2008. Kesepakatan Schengen merupakan bentuk kesepakatan yang diaplikasikan oleh 25 negara yang mengijinkan pergerakan yang lebih bebas di antara negara-negara anggotanya. Salah satu isi dari kesepakatan ini adalah tidak melakukan kontrol passport bagi negara anggota dan memberlakukan kebijakan satu visa bagi negara non-anggota. Berkurangnya pemeriksaan keamanan di bandara-bandara serta perbatasan secara otomatis membuat pemerintah harus memastikan bahwa negaranya tidak lantas menjadi tempat bernaung yang aman bagi para teroris. Di lain sisi, Swiss sebenarnya memiliki organisasi yang bergerak di bidang lingkungan dan pelestarian hewan, namun organisasi-organisasi ini juga cenderung bersikap esktrim terhadap berbagai perusahaan di dalam negeri. Aktivis organisasi ini terkadang menggunakan kekerasan yang berujung pada pengrusakan properti yang dimiliki oleh perusahaanperusahaan. Di tahun 2010, sebuah kelompok ekstrimis mencoba untuk meledakkan sebuah bom di salah satu kampus IBM, yang bergerak dibidang 7 US Department Of States Bureau of Diplomatic Security, Switzerland 2011 Crime and Safety Report, Dikutip dari: https://www.osac.gov/Pages/ContentReportPDF.aspx?cid=10976 diakses pada tanggal 6 April 2011. 8 pengembangan nano teknologi.8 Serangan-serangan yang mengancam terciptanya suatu keamanan nasional seperti inilah yang harus diantisipasi penyebarannya dan penanggulangannya apabila terjadi peristiwa yang lebih besar, salah satu diantaranya adalah dengan tradisi wajib militer. Berangkat dari berbagai kondisi tersebut terdapat berbagai hal yang menarik untuk dibahas dari Swiss sebagai negara yang memberlakukan sistem wajib militer. Utamanya yang berkaitan dengan keamanan dan masa depan Swiss baik secara internal maupun eksternal, serta dalam mewujudkan cita-citanya sebagai negara yang aman dan mendapatkan kepercayaan dari organisasi-organisasi internasional. B. Rumusan Masalah Keamanan nasional merupakan nilai yang sangat penting bagi semua negara. Secara alamiah, tiap-tiap negara akan melakukan segala macam upaya untuk mempertahankan teritorinya dari serangan-serangan, baik internal maupun eksternal. Teori ini berlaku bagi hampir semua negara, tidak terkecuali Swiss. Bagi Swiss, dengan wilayah yang tidak besar serta jumlah penduduk yang sedikit, cara yang dianggap paling efektif dan telah dilakukan hingga saat ini adalah dengan memberlakukan wajib militer bagi warga negaranya. Wajib militer yang diterapkan oleh Swiss pada masa kini memiliki berbagai macam peranan. Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu 8 Ibid 9 meluas nantinya dalam pembahasan, maka permasalahan difokuskan pada peranan wajib militer dalam menjaga keamanan nasional Swiss, baik di bidang sosial-budaya, ekonomi, maupun pertahanan keamanan secara internal dan eksternal itu sendiri. Sejak berakhirnya Perang Dingin, konsep wajib militer yang diterapkan untuk menunjang terwujudnya keamanan nasional menjadi lebih luas. Dengan kata lain, militer tidak lagi hanya terbatas pada fungsi tradisionalnya sebagai alat pertahanan negara jika mendapat serangan dari negara lain, melainkan telah melampaui fungsi yang lebih global, yang dalam aspek praktisnya terwujud dalam bentuk seperti sebagai pasukan penjaga perdamaian, school of nation, pemersatu bangsa, dsb. Dari bahasan yang telah penulis uraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan penelitian ini untuk menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana pengaruh wajib militer terhadap keamanan nasional Swiss? 2. Bagaimana masa depan sistem wajib militer di Swiss? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh wajib militer terhadap keamanan nasional Swiss utamanya di bidang sosial budaya, perannya di dunia internasional, serta dalam menjaga keamanan internal. 10 2. Mengetahui perkembangan wajib militer Swiss di masa depan. 2. Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan studi Ilmu Hubungan Internasional di masa mendatang. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi bahan kajian para penstudi Ilmu Hubungan Internasional serta pemerhati masalah-masalah internasional. 3. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak dan para pengambil kebijakan. D. Kerangka Konseptual Dalam Hubungan internasional, setiap aktor, utamanya negara akan mempertaruhkan segalanya demi pencapaian keamanan (nasional). Dalam berbagai periode sejarah, keamanan nasional merupakan nilai yang sangat penting, dimana warga negara menggantungkan kehidupan mereka di dalamnya tanpa keraguan. Secara sederhana, keamanan dapat diartikan sebagai suasana “bebas” dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan9. Kajian lebih spesifik oleh kaum Realis mendefenisikan konsep keamanan (nasional) sebagai sebuah kondisi yang terbebas dari ancaman 9 Kusnanto Anggoro, Keamanan dan Pertahanan Negara Pada Milenium Ketiga, dalam Stanley (ed), Keamanan, Demokrasi dan Pemilu 2004, Jakarta: Propatria, 2004, hlm.36 11 militer, atau kemampuan suatu negara untuk melindungi negara-bangsanya dari serangan militer yang berasal dari lingkungan eksternalnya10. Secara umum, setiap negara menghadapai ancaman baik internal maupun eksternal sepanjang waktu. Ancaman eksternal datang dari luar batas negara, dan sedikit banyak dipengaruhi langsung oleh faktor geopolitik negara yang bersangkutan. Sementara ancaman internal berasal dari dalam batas negara, misalnya berupa aksi kelompok ekstrimis, dsb. Ancaman bagi keamanan nasional didefinisikan oleh Richard Ulman sebagai berikut: ...a threat to national sevurity is an action or sequence if events that (1) threatens drastically and over a relatively brief span of time to degrade the quality of life for the inhabitants of a state, or (2) threatens significantly to narrow the range of policy choices available to the government of a state or to private, nongovernmental entities (person, groups, corporations) within the state11 Agar terhindar dari ancaman tersebut, dibutuhkan telaah lebih mendalam akan definisi dari keamanan nasional itu sendiri. Keamanan nasional (National Security), sebagaimana yang dikemukakan mantan Menteri Pertahanan AS Harold Brown, adalah: The ability to preserve the nation’s physical integrity and teritory; to maintain its economic relation with the rest of the world on reasonable terms to protect its nature, institution from disruption from outside, and to control its borders.12 Konsep ini secara lugas memaparkan tiga kepentingan inti yang secara mendasar memiliki kemungkinan untuk mendapatkan ancaman dari luar, 10 Yulius P. Hermawan (ed), Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 28 11 Ibid. Hal. 29 12 Lawrence Ziring. International relations: A Political Dictionary, Santa Barbara: ABCCLIO, 1995, 5th Ed. Hlm. 205. 12 yaitu: pertama, adalah physical security atau keamanan fisik dari suatu negara dan hak milik pribadi mereka; yang kedua adalah rules and institution yang dilaksanakan suatu masyarakat negara, khususnya konstitusi dan aturan formal lainnya; ketiga adalah prosperity yaitu sumber modal, barang mentah, sistem keuangan, dll.13 Dalam konsep-konsep tradisional, para ilmuwan biasanya menafsirkan keamanan yang secara sederhana dapat dpahami sebagai suasana bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisik (militer) yang berasal dari luar. Walter Lippmann merangkum kecenderungan ini dengan peryantaannya yang terkenal: A nation is secure to the extend to which it is not in danger of having to sacraficed core values if it wishes to avoid war, and is able, if challenged, to maintain them by victory in such a war14(Bangsa berada dalam keadaan aman selama bangsa itu tidak dapat dipaksa untuk mengorbankan nilai-nilai yang dianggapnya penting, dan jika dapat menghindari perang atau jika terpaksa melakukannya dapat keluar sebagai pemenang). Keamanan nasional dapat diwujudkan dengan menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman15. Kebutuhan akan tercapainya keamanan nasional ini sungguh sangat mendesak sehingga tiap-tiap negara dapat saja mempergunakan segala sumber daya dan instrumen yang ada. Hal ini meliputi diplomasi, 13 Ibid. hal.65 Anak Agung Banyu Perwita dan Yayasan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Bandung, 2005, Hal.121. 15 Indria Samego, Pergeseran Paradigma Keamanan di Indonesia, dalam Sarah Nuraini Siregar (ed), Studi kebijakan Pertahanan: Pengelolaan keamanan di Daerah Konflik (Studi kasus Ambon dan Poso), Jakarta: LIPI Press, 2008, hal. 54. 14 13 perdagangan dan bantuan luar negeri, spionase, propaganda, aksi rahasia ataupun kekuatan militer.16 Militer itu sendiri merupakan salah satu elemen paling penting di dalam kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara. Kehadiran militer dalam suatu negara adalah mutlak adanya. Setiap negara dituntut untuk bisa menghidupi dirinya sendiri (self help) di segala bidang. Begitu juga dengan kemampuan militernya sehingga dapat menjamin sepenuhnya kedaulatan negara. Beberapa negara memberlakukan wajib militer bagi warganya sebagai suatu bentuk usaha untuk tidak bergantung pada militer negara lain. Wajib militer itu sendiri menurut James Connolly dalam Economic Conscription II merupakan pelaksanaan undang-undang yang memanfaatkan seluruh manhood di sebuah negara dengan tujuan melawan musuh-musuhnya.17 Wajib militer juga dapat diartikan sebagai suatu kekuatan militer yang disimpan, dan hanya menjalankan tugas dalam keadaan darurat; tentara nonprofesional yang direkrut dari anggota masyarakat.18 Selain itu menurut encyclopedia, wajib militer berarti sekelompok warga yang berlatih untuk melaksanakan tugas militer dengan tujuan mempersiapkan diri untuk mempertahankan negaranya pada keadaan-keadaan darurat. Wajib militer berbeda dari angkatan bersenjata regular, dimana tiap unitnya adalah tentara 16 G. Calvin Mackenzie, American Government : Politics and Public Policy, New York : Random House, 1986, 1st Ed, hal. 208. 17 James Connolly, Economic Conscription II, Dikutip dari: http://www.marxists.org/archive/connolly/1916/01/econscr2.htm diakses pada tanggal 11 Maret 2011 18 Cathal J. Nolan, The greenwood Encyclopedia of International Relations Vol. III M-R, London: Greenwood Publishing, 2002, hal. 1061. 14 professional yang ditugaskan oleh pemerintah federal baik dalam masa perang maupun damai19. Saat ini fungsi wajib militer tidak hanya bersifat tradisional yaitu sebagai alat pertahanan dalam negeri, tetapi meluas ke elemen-elemen penunjang keamanan nasional lainnya, misalnya keamanan internasional, ekonomi dan sosial budaya. Salah satu contoh nyata dapat dilihat dari wajib militer yang diberlakukan di Swiss. Letak geografisnya di kawasan yang stabil dan sangat kecil kemungkinan terjadi perang antar negara membuat peranan wajib militer di negara ini menjadi lebih besar. E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Dari beberapa rumusan yang diambil oleh penulis, maka penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitif. Dalam penelitian deskriptif analitif ini, penulis mencoba memberikan gambaran mengenai pengaruh kebijakan wajib militer terhadap keamanan nasional Swiss serta bagaimana kelangsungan perannya di masa depan. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka (library research) yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan 19 Encyclopedia, Militia Facts, Information, Pictures, Dikutip dari: http://www.encyclopedia.com/topic/militia.aspx diakses pada tanggal 11 Maret 2011 15 permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisanya. Literatur ini berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar, dan situs-situs internet ataupun laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti. Data diperoleh melalui beberapa tempat seperti perpustakaan maupun lembaga-lembaga yang terkait. Adapun tempat-tempat yang telah menjadi tempat dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: 1. US Embassy Jakarta 2. Kementrian Luar Negeri Jakarta 3. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin Makassar 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yakni data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah data mengenai tradisi wajib militer yang telah dipraktekkan selama berabad-abad, beserta pengaruhnya terhadap keamanan nasional Swiss, terutama di era globalisasi saat ini. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah teknik analisis data kualitatif, dimana permasalahan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian dihubungkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Analisis data yang dimaksud 16 adalah mengenai peranan wajib militer dalam keamanan nasional Swiss. 5. Metode Penulisan Metode penulisan yang penulis gunakan yaitu metode penulisan deduktif, dimana penulis terlebih dulu menggunakan permasalahan yang terjadi secara umum untuk kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. Hal-hal yang bersifat umum yaitu mengenai wajib milter secara keseluruhan. Sementara hal-hal yang bersifat khusus yaitu mengenai peranannya dalam keamanan nasional di Swiss. 17 mewujudkan terciptanya suatu