proposal akselerasi - Blog Guru Indonesia

advertisement
Kinerja Penyelenggaraan Program Pendidikan Kelas Unggul
pada Jenjang SMP di Provinsi Jambi
Husni Jamal 1 dan Rahmat Murbojono 2
1
Badan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi Jambi
2
FKIP Universitas Jambi
Abstrak
Sejak tahun 2002 Pemerintah Provinsi Jambi melaksanakan Program Pendidikan Kelas
Unggul (PPKU) jenjang SD, SMP dan SMA. Untuk mengetahui kinerja penyelenggaraan
PPKU jenjang SMP maka dilaksanakan penelitian evaluasi pada bulan November 2008.
Penelitian dilakukan terhadap 60 SMP peserta program dengan menggunakan pendekatan
evaluasi model CIPP (context, input, process, product) yang dikombinasikan dengan
model kesenjangan (discrepancy model). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa
PPKU mempunyai minat yang tinggi untuk mengikuti program ini. Penentuan siswa
PPKU menggunakan prinsip best of the best yang dilihat dari hasil tes awal dan prestasi
akademik tahunan. Guru PPKU ditentukan secara subjektif oleh kepala sekolah.
Pemahaman guru tentang konsep pembelajaran siswa aktif berada pada rataan kategori
Sedang. Perbedaan kurikulum kelas unggul dengan kelas reguler hanya pada kegiatan
pengayaan yang diberikan pada jam pelajaran tambahan (ekstrakurikuler), sedangkan
metode pembelajaran tidak berbeda dengan yang diterapkan pada kelas reguler. Penerapan
kurikulum yang berbasis keunggulan daerah belum dapat dilaksanakan secara baik oleh
sekolah penyelenggara PPKU. Faktor penghambat yang dianggap paling penting dalam
penyelenggaraan PPKU adalah keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. Dari kualitas
hasil belajar, dengan mengunakan nilai UAN tahun 2008, ternyata prestasi yang dicapai
oleh siswa PPKU belum memenuhi target yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini
disimpulkan bahwa penyelenggaraan PPKU jenjang SMP di Provinsi Jambi belum
memberikan manfaat yang optimal terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dan
prestasi siswa yang memiliki bakat khusus, kemampuan dan kecerdasan tinggi
sebagaimana yang diharapkan.
Kata Kunci: Kelas Unggul, SMP, Provinsi Jambi
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya Pemerintah Provinsi Jambi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dasar dan menengah adalah melalui penerapan Program Pendidikan Kelas
Unggul, yang disingkat dengan PPKU. Program ini dimulai pada tahun ajaran 2002/2003,
yang dicanangkan secara resmi oleh Gubernur Jambi pada tanggal 6 September 2001.
Tujuan utama dari PPKU adalah untuk menghimpun siswa yang mempunyai bakat khusus,
1
kemampuan dan kecerdasan tinggi agar dapat dikembangkan secara optimal sehingga
menjadi pusat keunggulan di sejumlah sekolah terpilih.
Sekolah peserta program ini
diharapkan akan berkembang menjadi sekolah dengan ciri-ciri unggul yaitu:
1) Memiliki sejumlah peserta didik dengan bakat khusus dan kemampuan serta
kecerdasan istimewa;
2) Memiliki tenaga guru yang profesional dan handal;
3) Melaksanakan kurikulum yang diperkaya (eskalasi);
4) Memiliki sarana dan prasarana yang memadai, antara lain:
a. Ruang belajar yang memadai;
b. Laboratorium dan ruang komputer yang lengkap peralatannya;
c. Perpustakaan yang memadai;
d. Ruang atau lapangan olah raga yang dapat meningkatkan kebugaran dan prestasi;
e. Media belajar yang cukup dan lengkap;
f. Buku pelajaran (paket) dengan perbandingan 1 siswa : 1 buku untuk setiap mata
pelajaran;
g. Jumlah siswa dalam satu kelas maksimal 35 orang (Anonim, 2002).
PPKU diterapkan pada jenjang SD, SMP dan SMA dengan pembiayaan yang
disubsidi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pada tahun ajaran 2007/2008 terpilih 60 SMP
di seluruh kabupaten / kota se-Provinsi Jambi yang memperoleh subsidi.
Selain
menyelenggarakan kelas unggul, mulai tahun ajaran 2007/2008 Dinas Pendidikan Provinsi
Jambi merintis penerapan Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah atau PBKD
dengan mengujicobakannya pada sekolah penyelenggara PPKU (Anonim, 2007). Dengan
penerapan PBKD ini berarti sekolah tidak saja dituntut untuk mampu menyelenggarakan
pembelajaran bagi siswa dengan bakat dan prestasi istimewa tetapi juga mengintegrasikan
keunggulam daerah ke dalam kurikulum yang ada. Guna mengkaji sejauhmana PPKU
telah berjalan sebagaimana yang diharapkan maka pada tahun 2008 dilakukan evaluasi
terhadap pelaksanaannya. Evaluasi ini dilaksanakan atas kerjasama antara Dinas
Pendidikan Provinsi Jambi dengan Lembaga Penelitian Universitas Jambi.
Hasil dari
evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua pihak, terutama Pemerintah
Provinsi Jambi, dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan PPKU
dan PBKD.
2
1.2. Batasan Masalah
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah tentunya tidak sematamata dilihat dari pencapaian aspek kinerja yang bersifat kuantitatif saja, seperti nilai
akademik siswa dan ketersediaan sarana penunjang pembelajaran, tetapi juga yang bersifat
kualitatif seperti kepribadian dan akhlak mulia siswa, sebagaimana yang diisyaratkan di
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.
Oleh karena itu untuk melihat
keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan PPKU, sebagai salah satu model pelayanan
pendidikan, seharusnya juga menggunakan kriteria yang mencakup kedua aspek tersebut.
Hanya saja untuk menilai kinerja aspek yang bersifat kualitatif tentunya tidaklah mudah,
apalagi dengan jumlah sekolah yang harus diamati sangat banyak dan waktu penilaian
yang terbatas. Oleh karena itu cakupan permasalahan yang akan dijadikan acuan
pelaksanaan penelitian ini akan dibatasi pada:
a) Objek penelitian akan difokuskan pada evaluasi terhadap aspek kinerja yang bersifat
kuantitatif tentang konteks (context), masukan (input), proses (process) dan hasil
(product) dari PPKU pada sekolah jenjang SMP yang penyelenggaraannya
mendapatkan subsidi pembiayaan dari Pemerintah Provinsi Jambi;
b) Pengumpulan data dilakukan dengan mengutamakan penggunaan kuisioner.
Oleh
karena itu informasi yang dikumpulkan sangat mengandalkan keterangan dari
responden tanpa pengamatan mendalam terhadap aktivitas responden;
c) Subjek penelitian dibatasi hanya terhadap pengelola, siswa dan guru PPKU di masingmasing sekolah penyelenggara.
1.3. Rumusan Masalah
Masalah pokok yang dikaji di dalam evaluasi ini adalah sejauhmana kinerja
penyelenggaraan PPKU yang telah dilaksanakan pada jenjang SMP di Provinsi Jambi
dalam memenuhi tujuan yang ditetapkan, khususnya pada aspek konteks, masukan, proses
dan hasil. Secara rinci masalah penelitian sekaligus merupakan pertanyaan penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
1) Konteks (context):
a) Apakah landasan konseptual PPKU sudah sejalan dengan kebutuhan peserta didik
dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu?
3
b) Apakah stakeholders utama PPKU merasa membutuhkan program ini ?
2) Masukan (input):
a) Bagaimana cara penentuan siswa peserta PPKU?
b) Bagaimana cara penentuan dan kualitas guru yang mengajar di kelas PPKU ?
c) Kurikulum apa yang digunakan untuk penyelenggaraan PPKU ?
d) Bagaimana keadaan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah guna menunjang
kegiatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa PPKU?
e) Bagaimanakah sistim pembiayaan penyelenggaraan PPKU ?
3) Proses (process):
a) Bagaimana manajemen penyelenggaraan PPKU di tingkat sekolah ?
b) Bagaimana proses pembelajaran yang diterapkan pada PPKU?
c) Apa yang menjadi faktor penghambat penyelenggaraan PPKU ?
4) Hasil (product):
a) Bagaimana kualitas hasil belajar siswa PPKU ?
b) Sejauhmana kepuasan stakeholders utama PPKU terhadap penyelanggaraan
program ini?
c) Bagaimana hubungan sosial antara siswa PPKU dengan siswa reguler?
1.4. Tujuan dan Manfaat
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan maka secara spesifik tujuan
penelitian adalah untuk memperoleh informasi aktual mengenai kinerja penyelenggaraan
PPKU yang telah dilaksanakan pada jenjang SMP di Provinsi Jambi, khususnya pada
aspek konteks, masukan, proses dan hasil. Jika tujuan di atas dapat dicapai maka hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
a) Pemerintah Daerah: dimana hasil penelitian ini dapat menjadi masukan atau umpan
balik dalam menyikapi penyelenggaraan PPKU di Provinsi Jambi terutama dalam
menetapkan kebijakan lebih lanjut;
4
b) Sekolah: hasil penelitian ini dapat menjadi bagian dari evaluasi diri (self evaluation)
sehingga dapat mengetahui posisi kekuatan - kelemahan, peluang - ancaman untuk
memudahkan dalam penyusunan rencana, baik yang bersifat strategis maupun yang
bersifat taktis dalam kerangka peningkatan mutu hasil pendidikan di sekolahnya.
c) Guru: dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam melakukan
perbaikan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran.
2. Kajian Teori
2.1. Kecerdasan dan Bakat Istimewa
Pada dasarnya setiap peserta didik di setiap satuan pendidikan mempunyai hak
yang sama dalam mendapatkan pelayanan pendidikan yang mereka butuhkan, sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat 1 yang berbunyi
“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (b) mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”. Dalam konteks ini berarti
peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa mempunyai hak untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan yang dapat memfasilitasi kemampuannya, berbeda
dengan peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan rata-rata dan di bawah rata-rata.
Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat dijelaskan sesuai dengan
latar belakang teoritis yang digunakan.
Potensi kecerdasan berhubungan dengan
kemampuan intelektual. Sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan
intelektual tetapi juga meliputi (1) intelektual umum dan akademik khusus; (2) berpikir
kreatif produktif; (3) psikososial / kepemimpinan; (4) seni / kinestetik; dan (5) psikomotor
(Moegiadi, 1991). Menurut Gardner (dalam Anonim, 2003) yang terkenal dengan teori
multiple inteligence-nya menyatakan bahwa bakat mencakup juga kecerdasan linguistik,
kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan logikal - matematikal, kecerdasan
kinestetik, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Sementara itu Renzulli
et al (1981) menyimpulkan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang pada
hakekatnya dapat dilihat dari tiga kelompok ciri yaitu (1) kemampuan di atas rata-rata; (2)
kreativitas; dan (3) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas. Sejauh mana
seseorang dapat disebut berbakat tergantung dari saling keterikatan antara ketiga kelompok
ciri tersebut. Teori ini dikenal dengan nama the three ring conception of giftedness.
5
Semiawan et al (1984) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan anak berbakat
adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul mampu memberikan
prestasi yang tinggi. Anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdiferensiasi dan
/ atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan
bakatnya baik yang bersifat umum (bakat intelektual umum) maupun bakat khususnya
(talent). Sementara itu Supriadi (1994) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,
yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dapat dilihat dari
ciri aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan keaslian (orisinalitas) dalam
pemikiran maupun ciri non-aptitude seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan
pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru. Sedangkan tanggung jawab atau
pengikatan diri terhadap tugas menunjuk pada semangat dan motivasi untuk mengerjakan
dan menyelesaikan suatu tugas yang merupakan pengikatan diri dari dalam, bukan
tanggung jawab yang diterima dari luar.
2.2. Prinsip Pembelajaran
Beberapa hasil penelitian yang dihimpun di dalam Anonim (2003) menunjukkan
bahwa banyak siswa yang sesungguhnya mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar
biasa ternyata tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai. Penelitian Yaumil
Achir (1990) menemukan bahwa sekitar 30 % siswa SMA di Jakarta dengan kemampuan
dan kecerdasan luar biasa, ternyata berprestasi di bawah potensinya atau under achiever.
Hal serupa ditemui pula oleh Herry Widiastono (1997) yang menyatakan bahwa 20%
siswa SLTP dan 22% siswa SD (di Jabar, Jatim, Lampung dan Kalbar) yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa ternyata beresiko tinggal kelas karena nilai rata-rata
rapornya kurang dari 6. Hal ini menunjukkan bahwa model pendidikan klasikal yang
selama ini diterapkan ternyata belum mampu menampung kebutuhan siswa yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan istimewa.
Di negara maju terdapat berbagai jenis program pendidikan yang dilakukan untuk
siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Dari sekian banyak program
pendidikan yang dapat dipilih terdapat tiga jenis program yang terbanyak dilaksanakan
yaitu: (1) Sistem Pengayaan yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang
6
bersifat pendalaman, setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang
diprogramkan untuk anak-anak lainnya; (2) Sistem Percepatan yaitu pembinaan siswa yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan memperbolehkan yang
bersangkutan naik kelas secara meloncat (eskalasi), atau menyelesaikan program reguler
dalam jangka waktu yang lebih singkat (akselerasi); (3) Pengelompokkan Khusus, yaitu
pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan cara yang
bersangkutan dikumpulkan dan diberi kesempatan secara khusus sesuai dengan potensinya
(Widyastono, 2000).
Program pendidikan apa saja yang disedia bagi siswa hendaknya tetap mengacu
pada prinsip pengembangan kemampuan siswa.
Oleh karena itu Bruner (1962)
menyarankan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan
berpikir, tidak mengembangkan teori belajar yang sistimatis. Dasar pemikiran teorinya
memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
Oleh karenanya yang terpenting dalam belajar adalah cara bagaimana seseorang memilih,
mempertahankan dan mentransformasikan informasi yang diterimanya secara aktif.
Sehubungan dengan itu, ia sangat memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan
manusia dengan informasi yang diterima itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk
kemampuan berfikir siswa. Selanjutnya ia menyarankan
tiga faktor yang sangat
ditekankan dan harus menjadi perhatian para guru di dalam menyelenggarakan
pembelajaran yaitu : (a) pentingnya memahami struktur mata pelajaran; (b) pentingnya
belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar
untuk memahami dengan benar; dan (c) pentingnya nilai dari berpikir induktif.
Kegiatan pembelajaran harus dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Untuk itu pengalaman
belajar harus memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Dengan
demikian, pembelajaran paling sedikit mempertimbangkan beberapa aspek yaitu: interaksi
antar semua komponen yang terlibat, menggunakan pendekatan bervariasi, dan berpusat
pada siswa. Untuk itu sekolah diharapkan mampu menyusun kurikulum yang memberikan
kesempatan peserta didik untuk belajar membangun dan menemukan jati diri melalui
7
proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan Anonim (2006). Selain itu,
Ariyanto (2001) menambahkan bahwa untuk mendapatkan suatu proses belajar mengajar
yang menghasilkan keseimbangan rasio (head) dengan perasaan (heart) dan kemanusiaan
(humanity) maka diterapkan konsep in-door dan out-door. Dimana kegiatan pendidikan di
dalam kelas diimbangi dengan pendidikan di luar kelas. Proses belajar mengajar di luar
kelas diharapkan dapat: (1) mewujudkan dan mengaktualisasikan nilai kemanusian siswa;
(2) menjadi ajang belajar mengembangkan komitmen dan transformasi sosial; (3)
merefleksikan pengalaman siswa; dan (4) mengurangi dampak pendidikan yang
mengekang.
Dari suatu pembelajaran diharapkan akan dihasilkan lulusan yang memenuhi
kompetensi tertentu.
Oleh karena itu lahirlah konsep kurikulum berbasis kompetensi
(competency-based curriculum), yang menjadikan kemampuan dan keterampilan siswa
sebagai tujuan utama pembelajaran. Ini yang membedakannya dengan kurikulum berbasis
isi (content-based curriculum), yang lebih mendorong guru hanya mengejar selesainya
materi (Nurhadi et al, 2003).
Penerapan konsep kurikulum berbasis kompetensi
mengandung tiga konsekuensi dalam pembelajaran. (1) Adanya pergeseran paradigma dari
pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. (2) Pengembangan konsep
belajar tuntas (mastery learning). (3) Pendefinisian kembali terhadap bakat. Pembelajaran
individual memungkinkan setiap siswa belajar sesuai dengan cara dan kemampuan masingmasing, tidak bergantung pada orang lain. Pola ini menghendaki pengaturan kelas menjadi
lebih fleksibel, meliputi: sarana, waktu, penggunaan alat, serta bahan pelajaran.
Pengembangan konsep belajar tuntas menghendaki agar setiap siswa mempelajari semua
bahan yang
diberikan dangan hasil baik. Pola ini
memberikan peluang terjadinya
akselerasi belajar, bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi (Mulyasa, 2003).
Nurhadi et al (2003) merangkum beberapa
karakteristik penerapan konsep
kurikulum berbasis kompetensi: (1) Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan
selesainya materi; (2) Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan
potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi); (3) Pembelajaran berpusat pada siswa; (4)
Orientasi pembelajaran pada proses dan hasil; (5) Pendekatan dan metode pembelajaran
yang digunakan beragam, dan bersifat kontekstual (6) Guru bukan satu-satunya sumber
belajar; (7) Belajar sepanjang hayat (life long education): (a) Belajar mengetahui (learning
to know), (b) Belajar melakukan (learning to do), (c) Belajar menjadi diri sendiri (learning
8
to be), dan (d) Belajar hidup dalam keberagaman (learning to live together); (8) Sistem
penilaian: (a) Berorientasi pada kompetensi hasil dan indikatornya; (b) Penilaian berbasis
kelas menilai apa yang seharusnya dinilai, bukan apa yang diketahui siswa; (c) Penilaian
diambil dari berbagai sumber dan cara, meliputi: penampilan, kinerja, dan hasil karya; (d)
Penilaian kontinyu dan komprehensif; dan (e) Menggunakan berbagai alat penilaian.
Berkenaan dengan model pelayanan pendidikan yang mengelompokkan siswa
berdasarkan prestasi akademiknya, Suyanto (2002) menkhawatirkan model ini akan
menimbulkan sifat arogansi, elitisme dan eksklusivisme pada siswa yang berada pada
kelompok kelas superbaik. Sementara itu siswa yang ada di kelas jelek akan melahirkan
budaya inferior (rendah diri). Dampak negatif ini tidak saja dapat muncul di pada siswa
tetapi juga di kalangan guru.
Guru cenderung akan memiliki pandangan yang bias
terhadap siswa karena adanya positive hallo effect terhadap siswa yang berada di kelas
superbaik dan negative hallo effect
pada kelas yang jelek.
Ia menyarankan adanya
pengelompokan siswa hanya atas dasar minat dan bakat tertentu seperti bidang musik, olah
raga dan kesenian.
Pengelompokan ini
bersifat sementara pada saat siswa berlatih
pengembangkan bakat dan minatnya.
3. Metode Penelitian
3.1. Pendekatan Evaluasi
Kegiatan ini menggunakan pendekatan penelitian evaluasi dengan model CIPP
(context, input, process, product) dari Stufllebeam dan Shinkfield dikombinasi dengan
model kesenjangan (discrepancy model) dari Provus (Tayibnapis, 2000).
Evaluasi
program dengan model evaluasi CIPP menurut Stufllebeam dan Shinkfield (dalam Idris,
2005 ) memiliki tiga kegunaan yaitu: (1) Memberikan arahan untuk pengambilan
keputusan; (2) Memberikan data untuk landasan pertanggung jawaban program; dan (3)
Meningkatkan pemahaman tentang gejala-gejala / fenomena yang ada.
Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan
peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta
membantu kelompok mengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasilnya.
Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana
tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi
9
kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna
bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi
sumberdaya, pelaksana dan jadual kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program.
Evaluasi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah
ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian
akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan
memperkirakan hasilnya. Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai - yang diharapkan dan tidak diharapkan,
jangka pendek dan jangka panjang – baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokus
diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun
upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi ke
dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas (effectiveness), keberlanjutan
(sustainability) dan daya adaptasi (transportability) (Stufflebeam et. al., 2003)
Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut Provus (dalam
Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang
sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari
program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil
pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program
pendidikan meliputi: (1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program; (2)
Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benar
direalisasikan; (3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang
ditentukan; (4) Kesenjangan tujuan; (5) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat
diubah; dan (6) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten. Oleh karena itu model
evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan
membandingkan. Baku pembanding utama yang digunakan dalam evaluasi ini adalah
sejumlah pedoman yang berhubungan penyelenggaraan PPKU yang disusun oleh Dinas
Pendidikan Provinsi Jambi.
3.2. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui angket, wawancara dan pengamatan.
Pelaksanaan
pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
10
a) Data sekunder dikumpulkan melalui kuisioner yang dikirimkan kepada sekolah
masing-masing.
Setelah diisi oleh pengelola program dan diketahui oleh kepala
sekolah kuisioner ini dikembalikan kepada tim peneliti. Uji silang terhadap informasi
yang diberikan melalui kuisioner dilakukan oleh peneliti pada saat pengumpulan data
lapangan;
b) Pengumpulan data dengan responden siswa dilakukan ke semua sekolah penerima dana
PPKU tahun ajaran 2007/2008 yaitu sebanyak 60 SMP.
Masing-masing sekolah
diambil satu kelas unggul, diutamakan kelas IX, dimana seluruh siswa yang hadir saat
itu dijadikan responden. Responden diminta mengisi kuisioner yang telah disiapkan di
dalam kelas secara serempak.
Setelah kuisioner diisi oleh responden langsung
dikembalikan lagi kepada peneliti dengan tanpa mencantumkan nama responden. Dari
kelas tersebut dipilih dua orang siswa sebagai responden untuk wawancara;
c) Pengumpulan data dengan responden guru dilakukan pada seluruh sekolah penerima
dana PPKU tahun 2007/2008.
Guru yang dijadikan responden adalah guru kelas
unggul yang hadir pada saat pengumpulan data. Responden diminta mengisi kuisioner
di tempat masing-masing dan dikembalikan secara langsung kepada peneliti dengan
tanpa mencantumkan nama responden. Wawancara terhadap guru PPKU dilakukan
dengan memilih dua orang guru secara acak;
d) Selain berisi sejumlah pertanyaan tertutup, pada bagian akhir kuisioner baik untuk
siswa maupun guru disediakan juga kolom yang memberikan kesempatan kepada
responden untuk menuliskan pendapat mereka mengenai penyelenggaraan PPKU di
sekolah masing-masing.
Pengiriman kuisioner kepada pengelola program dilaksanakan pada akhir Agustus 2008.
Sedangkan pengumpulan data ke sekolah dilakukan pada awal November 2008.
3.3. Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS versi 16.
Beberapa ketentuan yang digunakan dalam analisis ini adalah:
a) Analisis data tentang tingkat pemahaman, penerapan konsep belajar siswa aktif dan
tingkat kepuasan menggunakan skala nilai terendah 0 dan tertinggi 4. Interpretasi
terhadap kinerja ketiga variabel ini mengunakan ketentuan sebagai berikut:
11
 0,00 – 0,79
: Sangat Rendah
 0,80 – 1,59
: Rendah
 1,60 – 2,39
: Sedang
 2,40 – 3,19
: Tinggi
 3,20 – 4,00
: Sangat Tinggi
b) Analisis data mengenai tingkat hambatan dalam penyelenggaraan PPKU menggunakan
skala nilai tertinggi 1 dan terendah 5. Interpretasi terhadap tingkat hambatan suatu
faktor mengunakan ketentuan sebagai berikut:
 1,00 – 1,79
: Sangat Menghambat
 1,80 – 2,59
: Menghambat
 2,60 – 3,29
: Cukup Menghambat
 3,40 – 4,19
: Kurang Menghambat
 4,20 – 5,00
: Sangat Kurang Menghambat
4. Hasil dan Pembahasan
4.1.
Keadaan Umum
Jumlah sekolah penyelenggara PPKU jenjang SMP yang mendapatkan subsidi dari
Pemerintah Provinsi Jambi terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun ajaran 2002/
2003, pada awal diluncurkannya PPKU, jumlah sekolah yang mendapatkan subsidi
sebanyak 13 sekolah. Sedangkan pada tahun ajaran 2007/2008 diberikan subsidi kepada
60 sekolah, yang berada di seluruh kabupaten / kota di Provinsi Jambi yaitu: (a) Kota
Jambi: 9 sekolah; (b) Kab. Muaro Jambi: 4 sekolah; (c) Kab. Batanghari: 7 sekolah; (d)
Kab. Bungo: 8 sekolah; (e) Kab. Tebo: 4 sekolah; (f) Kab. Merangin: 6 sekolah; (g) Kab.
Sarolangun: 6 sekolah; (h) Kab. Tanjung Jabung Barat: 4 sekolah; (i) Kab. Tanjung
Jabung Timur: 4 sekolah; dan (j) Kab. Kerinci: 8 sekolah. Seluruh sekolah yang terpilih
ini adalah SMP negeri terbaik di kabupaten / kota masing-masing, yang tentunya memiliki
sejumlah keunggulan dibandingkan dengan SMP negeri lainnya.
Sekolah penyelenggara PPKU menerapkan pembelajaran dan manajemen sekolah
sesuai dengan pedoman yang disusun oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Pedoman ini
menjelaskan sejumlah acuan pokok penyelenggaraan PPKU yang meliputi persyaratan
12
siswa, guru dan sarana prasarana, proses pembelajaran (termasuk di dalamnya keharusan
menambah jam pelajaran untuk ekstrakurikuler), alokasi penggunaan dana bantuan dan
sistem monitoring dan evaluasi.
Keberadaan pedoman ini tentunya patut menjadi
pertimbangan dalam mengevaluasi penyelenggaraan kelas unggul karena sekolah menjadi
terpaku pada acuan yang ada sehingga tidak memiliki keleluasaan penuh untuk membuat
berbagai inovasi yang dianggap lebih sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
4.2. Konteks (Context)
4.2.1. Landasan Koseptual PPKU
Sesuai dengan panduan yang disusun oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi
(Anonim, 2002; dan Anonim, 2007) maka tujuan penyelenggaraan PPKU adalah:
1) Menghimpun peserta didik yang memiliki bakat khusus, kemampuan, dan kecerdasan
tinggi di daerah (kecamatan / kabupaten) untuk dapat dikembangkan secara optimal
menjadi peserta didik yang memiliki: (a) Landasan agama yang kokoh, beriman, dan
bertaqwa; (b) Jiwa patriot (cinta tanah air); (c) Jiwa disiplin tinggi; (d) Kemampuan
yang tinggi; (e) Wawasan yang luas dalam bidang ilmu dan teknologi; (f) Pengetahuan
yang luas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi; (g) Keterampilan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar; (h) Keterampilan berbahasa Inggris (khusus
untuk SMP dan SMA), jika dimungkinkan dapat dimulai dari sekolah dasar; (i)
Kegemaran membaca dan kemampuan meneliti; (j) Komitmen dalam melaksanakan
tugas; dan (k) Rata-rata nilai ujian akhir minimal 7,00.
2) Kelas unggul diproyeksikan untuk dapat dijadikan pusat keunggulan di sekolah itu
sehingga dapat bersaing secara sehat dan menjadikan motivasi bagi siswa lainnya di
sekolah itu;
3) Pelaksanaan kelas unggul pada suatu sekolah akan merupakan cikal bakal sekolah
tersebut menjadi sekolah unggul yang pada gilirannya akan terwujud budaya belajar
bagi seluruh peserta didik;
4) Menciptakan ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan, kekeluargaan, dan
kerindangan (6K) di sekolah;
5) PPKU diharapkan menjadi titik tolak penerapan Program Pendidikan Berbasis
Keunggulan Daerah.
13
Mengacu pada tujuan yang digariskan diatas jelas bahwa PPKU sangat dibutuhkan
oleh masyarakat dalam menyediakan alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa yang
memiliki bakat khusus, kecerdasan dan kemampuan tinggi. Hal ini sejalan dengan amanat
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 (4) yang menyatakan bahwa setiap
warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus. Dengan keberadaan PPKU berarti masyarakat diberikan pilihan untuk
mendapatkan program pendidikan dengan kualitas kurikulum yang lebih tinggi dari
kurikulum standar yang telah ada saat ini, yang dirancang untuk siswa dengan kecerdasan
dan bakat pada tingkat rata-rata. Ketersediaan pilihan ini memungkinkan kualitas lulusan
dari sekolah penyelenggara PPKU akan lebih baik daripada kualitas lulusan sekolah
dengan reguler yang menerapkan model pendidikan standar rata-rata.
4.2.2. Minat Siswa terhadap PPKU
Untuk melihat sejauhmana PPKU telah mampu menjadi salah satu pilihan
pelayanan pendidikan yang dibutuhkan oleh stakeholders utamanya maka pada penelitian
ini dikumpulkan informasi mengenai minat siswa terhadap PPKU. Untuk itu kepada siswa
ditanyakan apakah mereka masih berminat untuk tetap memilih PPKU jika nanti
melanjutkan ke jenjang SLTA. Dari 1.679 orang siswa yang menjadi responden ternyata
92% menyatakan berminat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasakan
bahwa PPKU merupakan salah satu pilihan model pendidikan yang mampu memenuhi
kebutuhan mereka. Mengingat siswa peserta PPKU adalah siswa pilihan, yang memiliki
kemampuan akademik diatas rata-rata maka kebutuhan akan model pembelajaran yang
lebih menantang tentunya menjadi suatu kewajaran. Dengan demikian keberadaan PPKU
tidak saja secara kontekstual dibutuhkan oleh masyarakat tetapi secara empiris telah
dirasakan manfaatnya oleh stakeholders utamanya, yaitu siswa peserta PPKU.
Tingginya minat siswa untuk menjadi peserta PPKU hendaknya disikapi secara
kritis mengingat sejauh ini mereka belum mempunyai pembanding lain sebagai alternatif
pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa. Sangat
memungkinkan bahwa minat yang tinggi terhadap PPKU ini bukan karena program ini,
sebagaimana yang telah diterapkan di sekolah mereka, sudah mampu memenuhi kebutuhan
para siswa tetapi karena tidak adanya pilihan model pendidikan lain yang tersedia bagi
siswa tersebut. Dengan hanya ada dua pilihan model pendidikan yaitu PPKU dan kelas
14
reguler maka jelas PPKU menjadi pilihan terbaik bagi siswa yang merasa memiliki bakat
dan kecerdasan istimewa. Hasil ini mungkin akan berbeda apabila di sekolah tersedia lebih
banyak pilihan model pelayanan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan
siswanya.
4.3. Masukan (Input)
4.3.1. Siswa
Proses pemilihan awal siswa PPKU hampir seragam yaitu melalui tes tertulis
yang dilaksanakan oleh sekolah penyelenggara pada awal tahun ajaran pertama. Sejumlah
sekolah menyatakan melakukan juga tes psikologi dan wawancara, hanya saja
pada
penelitian ini sulit sekali memperoleh dokumen yang berkenaan dengan hal itu. Siswa
yang mendapatkan nilai baik dari tes ini ditawarkan untuk menjadi siswa PPKU. Bagi
siswa yang menyatakan kesediaannya akan dimasukkan ke kelas unggul. Pada akhir tahun
ajaran di setiap jenjang kelas dilakukan evaluasi kembali.
Siswa yang memperoleh
prestasi akademik rendah akan dipindahkan ke kelas reguler. Sedangkan siswa reguler
yang mendapatkan prestasi akademik tinggi dapat dipromosikan untuk menjadi siswa kelas
unggul. Dengan demikian pemilihan siswa PPKU menggunakan prinsip best of the best
yang mengacu pada prestasi akademik, untuk memenuhi jumlah siswa kelas unggul sesuai
dengan jumlah yang ditetapkan sekolah. Jika mengacu pada Renzuli et al (1981) paling
tidak harus digunakan tiga indikator untuk menentukan keberbakatan siswa yaitu
kemampuan, kreativitas dan tanggung jawab. Oleh karena itu metode pemilihan siswa
seperti yang dilaksanakan oleh sebagian besar sekolah penyelenggara PPKU tentunya
masih sangat kurang memadai untuk menjaring siswa yang memiliki bakat khusus,
kemampuan dan kecerdasan tinggi.
4.3.2. Guru
Guru yang mengajar di kelas unggul umumnya ditunjuk secara subjektif oleh
kepala sekolah. Tidak dijumpai adanya penerapan seleksi secara khusus oleh sekolah
dalam memilih guru yang mengajar pada kelas unggul.
Hal ini dapat dimaklumi
mengingat di sejumlah sekolah ditemui jumlah guru yang terbatas sehingga tidak mudah
bagi kepala sekolah untuk membuat pilihan dari guru yang ada. Dengan kondisi seperti ini
15
maka banyak sekali ditemui keluhan yang disampaikan oleh siswa kelas unggul, melalui
komentar yang dituliskan pada kuisioner, berkenaan dengan kualitas maupun disiplin guru.
Hal ini sekaligus memberikan indikasi bahwa evaluasi terhadap kinerja guru kelas unggul
tidak sepenuhnya dilakukan oleh sekolah.
Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kualitas guru, pada penelitian ini
dilakukan pengujian terhadap pemahaman guru tentang konsep pembelajaran siswa aktif.
Melalui uji ini diharapkan akan diketahui apakah guru yang mengajar di kelas unggul
memiliki dasar pemahaman yang baik tentang cara meningkatkan kompetensi siswa yang
memiliki kemampuan akademik dan bakat istimewa dengan mengacu pada prinsip
PAKEM (Pembelajaran Aktif, Efektif dan Menyenangkan). Uji ini dilakukan melalui
kuisioner yang berisi 10 aitem pernyataan, yang dijawab dengan menggunakan format
skala Likert. Hasil analisis terhadap jawaban 686 guru yang menjadi responden diperoleh
rataan tingkat pemahaman seluruh responden adalah 1,79 dengan simpangan baku 0,41
atau berada pada kategori Sedang. Data ini menunjukkan bahwa para guru yang mengajar
di kelas unggul belum sepenuhnya memiliki pemahaman yang baik tentang konsep
pembelajaran siswa aktif. Dengan tingkat pemahaman seperti ini tentunya akan sangat
sulit diharapkan guru akan mampu menerapkan konsep PAKEM, yang tentunya sangat
dibutuhkan oleh siswa yang memiliki prestasi dan bakat istimewa.
Dari jawaban diberikan oleh guru tentang tingkat pemahaman mereka terhadap
konsep pembelajaran siswa aktif, didapat nilai terendah pada aitem pernyataan yang
berkenaan dengan penambahan waktu belajar. Sebagian besar guru menyatakan bahwa
siswa kelas unggul mutlak memerlukan tambahan waktu pembelajaran di sekolah untuk
pengayaan, di luar waktu pembelajaran reguler. Hal ini memberikan indikasi bahwa
sebagian besar guru masih menggunakan konsep pembelajaran teacher centre
yang
memandang bahwa ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh siswa hanya dapat diperoleh
dari guru di sekolah. Prinsip ini tentunya bertentangan dengan konsep pembelajaran siswa
aktif, supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk
memahami dengan benar (Bruner, 1962). Penerapan konsep ini seharusnya dilakukan
dengan memberikan peluang kepada siswa untuk lebih banyak menggali ilmu pengetahuan
dari lingkungannya melalui berbagai metode belajar seperti belajar kelompok dan kegiatan
mandiri, yang tidak harus dilaksanakan dengan mengalokasi waktu pembelajaran secara
khusus di sekolah.
16
Pada analisis ini juga dilakukan pembandingan antara kinerja guru pada sekolah
yang dianggap favorit dengan sekolah non favorit. Dari hasil analisis tentang pemahaman
guru, diperoleh bahwa sekolah yang dianggap favorit ternyata tidak memperlihatkan
tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Dengan demikian sekolah favorit yang selama ini
diharapkan masyarakat dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik ternyata
tidak sepenuhnya didukung oleh kemampuan guru dalam memahami prinsip pembelajaran
siswa aktif secara memadai.
Hal ini memberikan indikasi bahwa upaya untuk
mengembangkan sekolah penyelenggara PPKU menjadi sekolah unggul bukanlah hal yang
mudah tanpa adanya perbaikan mendasar terhadap kualitas gurunya.
4.3.3. Kurikulum
Sebagian besar (46,2%) sekolah penyelenggara PPKU menggunakan KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan mengacu pada pedoman yang dibuat oleh
pusat. Sementara itu terdapat 42,3% sekolah menyatakan telah mengembangkan sendiri
kurikulum untuk sejumlah mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa.
Namun
sejauhmana pengembangan ini telah dilaksanakan, tidak dapat diamati secara mendalam
pada penelitian. Sementara itu sebagian kecil (12,5%) sekolah masih menggunakan KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi).
Guna menunjang kegiatan pengayaan bagi siswa PPKU maka masing-masing guru
membuat sendiri kurikulum tambahan secara khusus. Materi pengayaan ini diberikan pada
jam pelajaran tambahan (ekstrakurikuler) yaitu pagi hari sebelum jam pelajaran reguler dan
sore hari setelah jam pelajaran reguler, dari hari Senen sampai dengan Kamis, dengan
jumlah jam pelajaran yang bervariasi antar satu sekolah dengan yang lainnya. Sedangkan
hari Jum’at dan Sabtu sore umumnya digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler bersamasama dengan kelas reguler seperti pramuka, kesenian dan olah raga.
Adanya kegiatan
ekstrakurikuler yang diselenggarakan di sekolah ini mengacu pada pedoman yang ada. Di
dalam pedoman penyelenggaraan PPKU secara tegas dinyatakan bahwa PPKU pada
jenjang SMP dan SMA harus melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler antara pukul 15.00 –
17.00 selama enam hari per-minggu. Sedangkan untuk jenjang SD, waktu pelaksanaan
ekstrakulikuler dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Selain diberikan materi pengayaan,
itu pada jam kegiatan ekstrakurkuler juga dilakukan pembahasan soal-soal mata pelajaran
UAN (Ujian Akhir Nasional) secara lebih intensif.
17
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun ajaran 2007/2008
Dinas Pendidikan Provinsi Jambi memperkenalkan Program Pendidikan Berbasis
Keunggulan Daerah (PBKD). Pada tahap awal, program ini diharapkan dapat diterapkan
pada sekolah penyelenggara PPKU. Implementasi kurikulum berbasis keunggulan daerah
ini dapat diterapkan secara inklusif ke dalam mata pelajaran yang telah ada ataupun
diberikan secara ekslusif di dalam mata pelajaran muatan lokal.
Untuk mengetahui
penerapan konsep ini secara inklusif tentunya membutuhkan waktu pengamatan yang
lama sehingga pada penelitian ini hanya diidentifikasi penerapan yang bersifat ekslusif.
Ternyata hanya ditemui 13 sekolah yang memiliki mata pelajaran mulok (muatan lokal)
yang secara spesifik berkaitan dengan keunggulan daerah seperti pertanian dan perikanan.
Sungguhpun demikian materi pelajaran yang diberikan pada mata pelajaran ini belum
sepenuhnya terarah dengan baik karena tidak tersedianya acuan yang memadai bagi guru
dalam merancang kurikulum berkaitan dengan mata pelajaran tersebut.
Peluang yang paling mudah untuk menerapkan konsep PPKD adalah dengan
mengembangkan mata pelajaran mulok yang berbasis keunggulan daerah.
Ternyata
peluang ini tidak sepenuhnya mampu dimanfaatkan oleh sekolah. Malah, sebagian besar
sekolah memberikan pelajaran mulok yang tidak banyak kaitannya dengan keunggulan
daerah seperti pelajaran Iqro. Alasan utama yang disampaikan oleh pihak sekolah hingga
tidak mengembangkan mulok yang secara spesifik memuat keunggulan daerah adalah
keterbatasan acuan kurikulum dan guru untuk mata ajaran dimaksud. Dari penelitian ini
dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan penerapan konsep kurikulum berbasis
keunggulan daerah belum sepenuhnya dapat diterapkan di sekolah penyelenggara PPKU.
Oleh karena itu upaya pengembangan sekolah penyelenggara PPKU agar dapat diarahkan
untuk menerapkan PBKD pada jenjang SMP tentunya masih memerlukan langkah
persiapan yang lebih panjang, baik dari aspek kurikulum maupun gurunya.
4.3.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pembelajaran yang ada di sekolah penyelenggara PPKU
secara umum belum memenuhi kebutuhan ideal untuk menunjang kegiatan pengayaan bagi
siswa kelas unggul. Hampir seluruh sekolah sudah memiliki laboratorium IPA tetapi
peralatan yang tersedia sangat terbatas. Sementara itu ditemui 10 sekolah yang belum
memiliki laboratorium komputer dan 26 sekolah yang belum memiliki laboratorium
18
bahasa. Kriteria sudah memiliki disini tentunya masih disertai dengan sejumlah catatan.
Karena ada sekolah yang memiliki laboratorium komputer tetapi hanya tersedia beberapa
unit komputer saja yang bisa dioperasikan sehingga praktek untuk pelajaran TIK tidak
dapat dilakukan secara efektif. Kasus serupa juga ditemui pada laboratorium bahasa. Ada
sekolah yang memiliki laboratorium bahasa yang sangat representatif tetapi ternyata tidak
bisa digunakan sama sekali karena peralatan tersebut rusak.
Oleh karena itu selain
permasalahan ketersediaan sarana penunjang, permasalahan perawatan peralatan, terutama
peralatan elektronik, merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.
Sebagian besar sekolah melaksanakan kelas unggul masing-masing satu lokal pada
setiap jenjang kelas. Hanya ada dua sekolah yaitu SMPN 1 dan SMPN 7 Kota Jambi yang
melaksanakan lebih dari satu lokal setiap kelas. Prasarana pembelajaran berupa ruang
kelas beserta mebulernya, WC dan sarana ibadat secara umum masih belum mendukung
untuk pembelajaran yang nyaman. Ruang kelas yang panas, terutama pada sore hari,
karena umumnya menggunakan atap seng, menjadi keluhan yang paling banyak
disampaikan oleh siswa. Sedangkan mebuler berupa bangku siswa umumnya dibuat untuk
dua siswa sehingga sangat sulit dipindah-pindahkan apabila perlu dilakukan perubahan
posisi tempat duduk pada saat dibutuhkan. Keterbatasan ruang belajar masih ditemui di
sejumlah sekolah penyelenggara PPKU. Malah ada sejumlah sekolah yang terpaksa
menyelenggarakan pelajaran reguler siang hari karena keterbatasan ruang kelas. Untuk
penyelenggaraan PPKU didapat 12 sekolah dengan jumlah siswa per-lokal yang lebih dari
35 orang.
Artinya masih ditemui 20% sekolah penyelenggara PPKU belum mampu
memenuhi ketentuan jumlah siswa maksimal 35 orang per-lokal, sebagaimana yang
digariskan di dalam pedoman penyelenggaran PPKU.
Seluruh sekolah penyelenggara memiliki perpustakaan, sebagai salah satu sumber
informasi yang dapat digunakan siswa dalam kegiatan pengayaan. Hanya saja sebagian
besar perpustakaan sekolah penyelenggara PPKU tidak memiliki koleksi buku yang
memadai. Perpustakaan dengan koleksi buku yang relatif baik hanya ditemui di sekolah
favorit, yang dapat menghimpun bantuan buku dari orang tua siswa. Sementara itu di
perpustakaan sekolah lainnya hanya didominasi oleh buku pelajaran paket, yang umumnya
diperoleh dari pembelian dengan menggunakan biaya operasional sekolah. Sedangkan
buku yang berkaitan dengan kunggulan daerah relatif sangat sedikit. Oleh karena itu untuk
19
mengembangkan program PPKD pada sekolah penyelenggara PPKU maka ketersediaan
buku yang membahas keunggulan daerah perlu mendapat perhatian khusus.
Dari temuan diatas dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana pembelajaran
seperti ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan yang sangat terbatas menjadi faktor
yang paling menentukan terhadap rendahnya kinerja pada aspek ini. Keterbatasan ini
berakibat kegiatan pengayaan, yang merupakan kegiatan pokok PPKU, dalam bentuk
praktikum dan studi pustaka tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Pengayaan yang
seharusnya dapat memberikan kesempatan kepada siswa PPKU untuk lebih mendalami
materi pelajaran yang telah mereka terima pada kelas reguler, ternyata hanya dapat
dilakukan berupa pemberian tambahan materi teoritis yang dilakukan di dalam kelas.
Sementara itu pembelajaran di luar kelas tidak didukung oleh ketersediaan sarana dan
prasarana yang memadai.
4.3.5. Pembiayaan
Pembiayaan untuk penyelenggaraan PPKU umumnya tergantung pada bantuan dari
Pemerintah Provinsi Jambi. Pada tahun ajaran 2007/2008 besarnya bantuan yang diberikan
adalah Rp 70 juta. Selain itu ada tujuh sekolah di Kabupaten Batanghari dan dua sekolah
di Kabupaten Tanjab Barat mendapatkan dana khusus untuk penyelenggaraan kelas unggul
dari pemerintah kabupaten setempat. Sedangkan pengumpulan bantuan pembiayaan yang
berasal dari orang tua siswa hanya ditemui di 12 sekolah. Pemungutan biaya dari orang tua
siswa ini sering menimbulkan pertanyaan, baik oleh pejabat pemerintah kabupaten / kota
maupun kalangan DPRD setempat, karena pemahaman program wajib belajar 9 tahun yang
diartikan sebagai pendidikan dasar dengan biaya sepenuhnya dari pemertintah. Dengan
dihentikannya penyaluran dana bantuan kelas unggul oleh Pemerintah Provinsi Jambi pada
tahun 2008/2009 maka sekolah yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah
kabupaten / kota dan orang tua siswa praktis tidak melaksanakan tambahan jam pelajaran
sore hari, tetapi keberadaan kelas unggul masih tetap dipertahankan.
Alokasi dana untuk setiap kegiatan di masing-masing sekolah bervariasi sesuai
kebutuhan. Biaya terbesar umumnya dialokasikan untuk menunjang kegiatan pelajaran
tambahan di luar jam pelajaran reguler. Dana ini dimanfaatkan untuk honor dan
transportasi guru, bahan dan peralatan penunjang pembelajaran, dan ada juga sekolah yang
memberikan makan siang untuk siswa kelas unggul. Kebutuhan dana untuk menunjang
20
kegiatan ini mencapai 40 – 70% dari total dana yang tersedia. Sisanya digunakan untuk
penyusunan program dan silabus, honor pengelola administrasi serta perjalanan untuk
workshop dan rapat kordinasi.
4.4. Proses (Process)
4.4.1. Manajemen Penyelenggaraan PPKU
Manajemen PPKU umumnya diselenggarakan secara terintegrasi
dengan
manajemen kelas reguler yang telah ada di masing-masing sekolah. Perbedaan dalam
pengelola PPKU hanya berkaitan dengan kegiatan pelajaran tambahan yang dilaksanakan
untuk kelas unggul.
Pengelolaan administrasi harian PPKU ini, terutama yang
berhubungan dengan pengelolaan dana bantuan dari provinsi, umumnya terdiri dari kepala
sekolah, ketua program, sekretaris dan bendahara. Penetapan personil pengelola ini
didasarkan atas keputusan kepala sekolah. Ketua Program bertindak sebagai penanggung
jawab kegiatan administratif PPKU, yang bertanggung jawab langsung kepada kepala
sekolah atau wakil kepala sekolah yang ditunjuk.
Keterlibatan orang tua siswa dan komite sekolah dalam manajemen PPKU
umumnya hanya dilakukan dalam proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan
pemungut biaya, pada sekolah yang memungut biaya PPKU dari orang tua siswa. Begitu
juga dengan keterlibatan siswa dan guru. Sebagaimana halnya dengan manajemen sekolah
yang umum ditemui, siswa kelas unggul hanya diperankan sebagai penuntut ilmu saja.
Oleh karena itu banyak sekali komentar siswa yang ditulis pada kuisioner berupa keluhan
tentang manajemen PPKU seperti penentuan guru, penetapan mata pelajaran mulok dan
pengaturan jadual pelajaran. Keluhan semacam ini semestinya dapat dihindari apabila
siswa diikutsertakan sebagai bagian dari proses manajemen PPKU.
Hal serupa juga
diterapakan pada guru, dimana peran guru sepenuhnya difungsikan sebagai pengajar saja,
tanpa banyak dilibatkan dalam menajemen PPKU, terutama yang berkaitan dengan
pengelolaan dana. Pengelolaan dana yang tersedia untuk PPKU umumnya dilaksanakan
secara tertutup oleh pengelola program.
Dengan demikian sangat besar peluang
munculnya berbagai kecurigaan para guru terhadap manajemen PPKU, terutama yang
berkaitan dengan penglolaan keuangan ini.
Hal inilah yang berpotensi besar melahirkan
rasa ketidakpuasaan guru terhadap pengelolaan PPKU.
21
4.4.2. Metode Pembelajaran
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa siswa PPKU, yang memiliki
kemampuan akademik dan bakat istimewa, memerlukan pembelajaran yang berbeda
dengan siswa reguler. Perbedaan utama dalam pembelajaran siswa PPKU adalah adanya
materi pengayaan. Pengayaan ini diharapkan untuk memungkinkan siswa dapat memahami
secara lebih mendalam terhadap materi dasar yang diberikan kepada siswa pada jam
pelajaran reguler. Oleh karena itu siswa PPKU hendaknya diberikan kesempatan yang
lebih
luas
untuk
mencurahkan
kemampuannya
dalam
mengembangkan
keingintahuannya dengan menggunakan prinsip pembelajaran siswa aktif.
rasa
Untuk
mengetahui sejauhmana prinsip ini telah diterapkan dalam pembelajaran siswa PPKU
maka pada penelitian ini dikumpulkan data berkenaan dengan hal tersebut.
Data
dikumpulkan melalui kuisioner yang diberikan kepada siswa dengan penggunakan 10
aitem pernyataan yang dijawab dengan menggunakan format skala Likert.
Hasil analisis data tentang kinerja penerapan pembelajaran siswa aktif pada sekolah
penyelenggara PPKU diperoleh nilai rataan 1,69 dengan simpangan baku 0,44 atau pada
kategori Sedang. Sebagian besar sekolah mempunyai kinerja pada kategori Sedang, sisanya
(39%) memiliki kinerja pada kategori Rendah dan tidak ada sekolah yang mencapai tingkat
kinerja pada kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang
diterapkan pada kelas unggul belum sepenuhnya mengacu pada prinsip PAKEM
(Pembelajaran, Aktif, Efektif dan Menyenangkan). Apalagi suasana belajar yang kurang
mendukung baik karena cuaca yang panas serta sarana dan prasarana pembelajaran yang
serba terbatas. Pada penelitian ini juga ditemui bahwa sekolah yang selama ini dianggap
favorit ternyata tidak memperlihatkan tingkat kinerja pembelajaran siswa aktif yang terlalu
baik dibandingkan dengan sekolah non favorit.
Dari jawaban yang diberikan siswa tentang penerapan pembelajaran siswa aktif
ternyata kinerja yang paling rendah ditemui pada aitem pernyataan ”Materi yang harus
dipelajari oleh siswa kelas unggul hanya berasal dari penjelasan guru dan buku paket”.
Untuk jawaban atas aitem pernyataan ini diperoleh nilai rataan 1,13 atau pada kategori
Rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang diterapkan pada kelas unggul
secara umum belum beranjak dari paradigma teacher centre, yang menempatkan guru
sebagai sumber belajar utama bagi siswa.
Penerapan konsep ini tentunya sangat kurang
cocok bagi siswa kelas unggul, yang memiliki kemampuan akademik dan bakat istimewa.
22
Siswa kelas unggul hendaknya diberi kesempatan lebih luas untuk mengeksplorasi
kemampuannya melalui proses pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber seperti media massa, lingkungan
sekitar dan melalui eksperimen sendiri atau berkelompok. Proses pembelajaran yang
dibutuhkan untuk mendukung aktivitas seperti ini hanya dapat tercipta apabila diterapkan
konsep belajar yang berpusat pada siswa (Anonim, 2006).
Penyelenggaraan pembelajaran pada jam pelajaran tambahan untuk siswa PPKU
sebagian besar dilaksanakan di dalam kelas, sebagaimana yang diterapkan pada
pembelajaran konvensional. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh kekurangmampuan
guru dalam merancang kurikulum untuk kegiatan pengayaan di luar kelas serta
keterbatasan sarana penunjang pembelajaran. Dengan demikian maka proses pengayaan
yang diberikan kepada siswa PPKU hanya tertuju untuk memberikan pemaham teoritis.
Hal ini tidak sejalan dengan prinsip pembelajaran yang menyeimbangkan antara aspek
rasio dengan perasaan, dengan menerapkan konsep in-door dan out-door, dimana kegiatan
pendidikan di dalam kelas diimbangi dengan pendidikan di luar kelas (Ariyanto, 2001).
Dengan demikian siswa kurang mendapat kesempatan untuk mendalami teori yang telah
diberikan melalui kegiatan praktis seperti melakukan eksperimen di laboratorium maupun
pengamatan di lingkungan sekitarnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa rendahnya penerapan konsep pembelajaran siswa
aktif, selain ditentukan oleh
rendahnya kemampuan guru, erat kaitannya dengan
keterbatasan sarana prasarana pembelajaran seperti laboratorium, perpustakaan dan alat
peraga. Kedua faktor ini menjadi lebih penting lagi apabila dikaitkan dengan proses
pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa PPKU guna mengembangkan kemampuan
afektif dan psikomotorik mereka.
Model pembelajaran yang lebih tertuju pada
peningkatan kemampuan kognitif semata tentunya harus dibatasi mengacu pada kurikulum
yang telah ada.
Sedangkan pengayaan harus dilaksanakan dengan orientasi lebih
meningkatkan kemampuan afektif dan psikomotorik siswa terhadap materi yang telah
mereka terima pada jam pelajaran reguler. Untuk itu dalam rangka pengembangan PPKU
ke depan dua aspek ini yaitu pemenuhan kebutuhan sekolah akan sarana dan prasarana
serta meningkatkan kemampuan guru yang mengajar di kelas unggul dalam merancang
kurikulum dan menerapkan konsep belajar siswa aktif menjadi hal yang sangat prinsip.
23
4.4.3. Hambatan dalam Penyelenggaraan PPKU
Informasi mengenai hambatan dalam penyelenggaraan PPKU dikumpulkan dari
responden guru melalui kuisioner yang berisi daftar 10 faktor yang potensial menjadi
penghambat. Responden diminta membuat peringkat 1 sampai dengan 5 terhadap tingkat
kepentingan faktor tersebut.
Menghambat, sedangkan
Menghambat.
Nilai 1 menunjukkan bahwa faktor tersebut Sangat
nilai 5 bermakna bahwa faktor tersebut Sangat Kurang
Hasil analisis penilaian responden terhadap kesepuluh faktor tersebut
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Faktor Penghambat dalam Penyelenggaraan PPKU
Faktor Penghambat
Peringkat
(a) Tidak semua siswa memiliki kecerdasan dan bakat istimewa tetapi
diterima sebagai siswa kelas unggul
2,23
(b) Kemampuan dan keterampilan guru untuk mengajar di kelas unggul
kurang memadai
2,00
(c) Sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki sekolah sangat kurang
1,67
(d) Jumlah siswa per-kelas terlalu banyak
2,09
(e) Kurangnya dukungan dari guru lain dan staf sekolah
2,21
(f) Tambahan penghasilan yang diterima guru tidak seimbang dengan tugas
yang diberikan
2,41
(g) Hubungan dengan guru kelas reguler kurang harmonis
2,73
(h) Pola kepemimpinan kepala sekolah kurang mendukung
1,98
(i) Bahan acuan untuk menyusun materi pelajaran kelas unggul sangat
kurang
1,94
(j) Pembinaan dan evaluasi terhadap guru kelas unggul sangat kurang
2,15
Dari 10 faktor penghambat yang diajukan kepada responden ternyata faktor
penghambat terpenting adalah kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki
sekolah.
Hal ini sangat beralasan mengingat kondisi sarana dan prasarana penunjang
pembelajaran di sebagian besar sekolah penyelenggara PPKU memang sangat kurang
memadai.
Dengan kurang tersedianya sarana pembelajaran seperti laboratorium, alat
24
peraga dan perpustakaan maka keinginan guru untuk memberikan materi pengayaan
kepada siswa PPKU menjadi sangat terbatas. Selain itu kondisi ruang kelas dan mebuler
yang kurang representatif berakibat proses pembelajaran menjadi tidak nyaman.
Di
beberapa sekolah masih ditemui kekurangan ruang kelas sehingga sebagian pembelajaran
reguler harus dilaksanakan pada siang hari.
Faktor penghambat yang juga dianggap penting oleh responden adalah kurangnya
bahan acuan untuk menyusun materi pelajaran kelas unggul. Hal ini dikarenakan pada
kurikulum yang disusun oleh pusat, yang menjadi acuan utama guru, hanya diperuntukkan
bagi pembelajaran di kelas reguler. Sementara itu untuk pengayaan pada PPKU guru
dituntut untuk menyusun sendiri materi yang dibutuhkan.
Dalam penyusunan materi
pengayaan inilah guru sering mendapatkan kesulitan, apalagi jika disertai dengan
memasukkan materi keunggulan lokal. Oleh sebab itu penyediaan acuan disertai pelatihan
bagi guru kelas unggul dalam menyusun materi pengayaan menjadi salah satu hal perlu
mendapat perhatian.
Didapat juga bahwa pola kepemimpinan kepala sekolah yang kurang mendukung
menjadi faktor penghambat yang dianggap penting. Melalui kuisioner memang agak sulit
untuk mencari jawaban mengapa faktor ini menjadi penting.
Tetapi dari wawancara
dengan guru didapat informasi bahwa hal ini sangat erat kaitannya dengan pengelolaan
keuangan PPKU. Di hampir semua sekolah menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan
PPKU dilakukan secara tertutup dan hanya dikelola oleh kepala sekolah, ketua program
dan bendahara saja. Ketertutupan pengelolaan keuangan inilah yang menimbulkan
berbagai prasangka buruk dari guru sehingga kondisi seperti ini dapat diartikan sebagai
kepemimpin kepala sekolah kurang mendukung penyelenggaraan PPKU. Oleh karena itu
pembenahan manajemen PPKU, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan uang perlu
mendapat perhatian. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan manejemen partsipatif di
sekolah, disertai dengan pemantauan yang terus menerus dari instansi yang lebih tinggi.
4.5. Hasil (Product)
4.5.1. Prestasi Akademik Siswa
Salah satu cara untuk mengetahui sejauhmana PPKU dapat meningkatkan kualitas
hasil belajar siswa adalah dengan membandingkan prestasi akademik siswa kelas unggul
25
dengan siswa reguler. Prestasi akademik yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai
UAN (Ujian Akhir Nasional) tahun 2008. Hanya saja tidak semua sekolah peserta PPKU
dapat dianalisis nilai UAN-nya karena sebagian sekolah baru menyelenggarakan PPKU
kurang dari tiga tahun pada saat ujian nasional 2008, disamping itu di sebagian sekolah
data dimaksud tidak tersedia. Untuk itu dilakukan analisis terhadap nilai UAN pada 22
sekolah penyelenggara PPKU sebagaimana dirangkum pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai UAN 2008 Sekolah Peserta PPKU
Kelas Reguler
Kategori Nilai UAN
A (> 36)
Jumlah
Kelas Unggul
Proporsi (%)
Jumlah
Proporsi (%)
30
1,1
19
2,6
B (32 – 35,99)
788
27,7
392
53,4
C (28 – 31,99)
1.369
48,2
231
31,5
D (24 – 27,99)
544
19,5
81
11,0
E (< 23,99)
102
3,6
11
1,5
2.843
100,0
734
100,0
Total
Guna mempermudah analisis maka nilai UAN, yang terdiri dari empat mata
pelajaran, dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu A dengan nilai UAN > 36; B dengan
nilai UAN 32 – 35,99; C dengan nilai UAN 28 – 31,99; D dengan nilai UAN 24 – 27,99;
dan E dengan nilai UAN < 23,99. Untuk membandingkan rataan prestasi siswa PPKU
dengan kelas reguler berdasarkan kategori nilai UAN secara statistika digunakan uji MannWhitney U. Hasil uji ini menunjukkan bahwa siswa kelas unggul yang memperoleh nilai
UAN dengan kategori yang lebih baik berjumlah lebih tinggi (p = 0,00) dibandingkan
dengan siswa kelas reguler. Hanya saja jika dilihat dari pola sebarannya, ternyata masih
ditemui sebanyak 12,5% siswa PPKU yang memperoleh nilai UAN pada kategori D dan E
atau dengan nilai rataan lebih rendah dari 7. Ini menunjukkan bahwa tidak semua siswa
kelas unggul mampu memenuhi target nilai ujian akhir yang diharapkan berdasarkan
petunjuk penyelenggaraan PPKU. Sebaliknya cukup banyak ditemui siswa reguler yang
mampu memperoleh nilai UAN dengan kategori A dan B yaitu 818 siswa. Malah ada 30
siswa kelas reguler yang memperoleh nilai UAN dengan rataan >9, sementara itu siswa
26
PPKU yang mampu mencapai kategori ini hanya 19 orang. Ini menunjukkan bahwa tidak
semua siswa dengan potensi kemampuan akademik tinggi tertampung di kelas unggul. Hal
ini dapat disebabkan karena memang siswa dimaksud tidak bersedia menjadi siswa kelas
unggul atau sistem seleksi siswa PPKU yang digunakan belum mampu menjaring siswa
dengan kemampuan akademik tinggi.
Tabel 3. Nilai UAN 2008 Sekolah Peserta PPKU
Kelas Reguler
Kategori Nilai UAN
Jumlah
Kelas Unggul
Proporsi (%)
Jumlah
Proporsi (%)
Sekolah Favorit:
A (> 36)
3
0,3
9
4,0
B (32 – 35,99)
223
22,8
125
55,6
C (28 – 31,99)
503
51,5
82
36,4
D (24 – 27,99)
206
21,1
9
4,0
41
4,2
0
0
976
100,0
225
100,0
27
1,4
10
2,0
B (32 – 35,99)
565
30,3
267
52,5
C (28 – 31,99)
866
46,4
149
29,3
D (24 – 27,99)
348
18,6
72
14,1
61
3,3
11
2,2
1.867
100,0
509
100,0
E (< 23,99)
Total
Sekolah Non-favorit:
A (> 36)
E (< 23,99)
Total
Pada tabel 3 disajikan juga hasil analisis nilai UAN terhadap 5 sekolah yang
dianggap favorit. Dari hasil analisis ini terlihat bahwa sekolah favorit memiliki proporsi
siswa kelas unggul dengan nilai UAN pada kategori A dan B yang lebih banyak serta pada
kategori D dan E yang lebih sedikit. Hanya saja secara keseluruhan ternyata sekolah
favorit tidak sepenuhnya mampu menghasilkan siswa berprestasi akademik tinggi karena
27
masih ditemui 9 orang siswa kelas unggul yang hanya mampu memperoleh nilai UAN
pada kategori D dan E. Selain itu pada sekolah favorit juga ditemui 226 siswa kelas
reguler yang mendapatkan nilai UAN dengan kategori A dan B, dibandingkan dengan
siswa kelas unggul sebanyak 134 orang.
Artinya, sekolah yang selama ini dianggap
favorit oleh masyarakat ternyata tidak sepenuhnya mampu menjaring siswa dengan
kemampuan akademik istimewa menjadi siswa PPKU. Padahal dengan predikat favorit ini
sekolah tersebut mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan siswa
dengan kemampuan akademik tinggi untuk menjadi siswa kelas unggul.
Dengan menggunakan indikator nilai UAN tahun 2008 ternyata tingkat prestasi
yang dicapai oleh siswa PPKU tidak terlalu istimewa, dibandingkan dengan prestasi siswa
reguler. Malah dari sisi jumlah, lebih banyak siswa kelas reguler yang mampu mencapai
rataan nilai UAN istimewa (> 8).
Artinya, untuk mendapatkan nilai UAN yang tinggi,
siswa tidak perlu harus menjadi siswa kelas unggul. Hal ini memberikan indikasi bahwa
kemampuan kognitif, yang dicerminkan oleh nilai UAN, siswa kelas unggul tidak dapat
berkembang secara optimal melalui pembelajaran yang mereka alami. Dengan demikian
proses pengayaan yang didominasi oleh pembelajaran yang hanya mengutamakan
pengembangan kemampuan kognitif
tidak memberikan makna yang berarti terhadap
peningkatan kemampuan prestasi akademik siswa. Oleh karena itu orientasi peningkatan
kemampuan siswa kelas unggul ke depan harus diubah dari peningkatan kemampuan
kognitif menjadi peningkatan kemampuan afektif dan psikomotorik.
Pengembangan
konsep pembelajaran yang mendukung kemampuan ini tentunya membutuhkan sejumlah
perubahan mendasar terhadap penyelenggaraan PPKU yang ada saat ini.
Hasil merupakan aspek penilaian yang paling penting dari evaluasi suatu program,
yang sesungguhnya merupakan interaksi dari tiga aspek yang lain yaitu konteks, masukan
dan proses. Hanya saja untuk menilai kinerja hasil ini bukanlah hal yang mudah karena
keberhasilan PPKU tidak hanya dapat dilihat dari kemampuan kognitif siswa saja, tetapi
juga kemampuan afektif dan psikomotorik. Oleh karena itu nilai UAN yang digunakan
pada evaluasi ini belum sepenuhnya dapat dijadikan indikator yang ideal untuk menilai
ketiga aspek kemampuan dimaksud. Sungguhpun demikian dengan menggunakan nilai
UAN ini paling tidak telah dapat tergambar kinerja kemampuan kognitif yang telah dicapai
oleh siswa PPKU. Dari hasil evaluasi diperlihatkan bahwa PPKU belum memberikan
kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa.
28
4.5.2. Kepuasan Siswa
Salah satu indikator kualitas PPKU adalah tingkat kepuasaan stakeholders utama
program ini yaitu siswa terhadap penyelenggaraan PPKU. Pada kuisioner untuk siswa
diajukan
pertanyaan
mengenai
tingkat
kepuasan
mereka
terhadap
10
aspek
penyelenggaraan PPKU. Jawaban atas pertanyaan ini diberikan dalam format skala Likert
dengan lima pilihan yaitu tidak puas, kurang puas, netral, puas dan sangat puas. Setiap
jawab yang diberikan diberi skor 0 (tidak puas) sampai dengan 4 (sangat puas).
Rangkuman hasil analisis tingkat kepuasan siswa terhadap penyelenggaraan PPKU
disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penyelenggaraan PPKU
Aspek Penilaian
1. Sarana
dan
prasarana
penunjang
Rataan Skor
seperti
laboratorium,
1,95
perpustakaan, ruang kelas dan lainnya
2. Proses pemilihan siswa kelas unggul
2,58
3. Kualitas guru yang mengajar di kelas unggul
2,56
4. Jadual waktu belajar
2,50
5. Materi pelajaran yang diberikan
2,64
6. Proses belajar mengajar dan kesempatan siswa untuk aktif
2,52
7. Prestasi mengajar yang telah dicapai
2,38
8. Kebanggaan menjadi siswa kelas unggul
3,07
9. Hubungan dengan siswa kelas reguler
2,55
10. Pola kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mendukung
2,74
penyelenggaraan kelas unggul
Keseluruhan
2,55
Dari hasil analisis terhadap kepuasan siswa terhadap penyelenggaraan PPKU
diperoleh tingkat kepuasan yang berada pada rataan 2,55 dengan simpangan baku 0,64
atau kategori Tinggi. Aspek yang dinilai responden memberikan kepuasan paling rendah
adalah sarana dan prasarana penunjang seperti laboratorium, perpustakaan, ruang kelas
29
dan lainnya. Hal ini tentunya sejalan dengan jawaban guru tentang faktor penghambat
dalam pembelajaran PPKU, yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Sedangkan
tingkat kepuasan tertinggi diperoleh dari aspek kebanggaan menjadi siswa kelas unggul.
Ini menunjukkan bahwa menjadi siswa kelas unggul tidak saja merupakan cara untuk
memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswa tertentu tetapi
juga memberikan status sosial yang lebih tinggi di kalangan siswa.
Pada penelitian ini juga terungkap juga bahwa nilai kepuasan siswa di sekolahsekolah favorit tidak otomatis memperlihatkan nilai yang lebih tinggi. Artinya, pada
sekolah favorit yang umumnya mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah
serta memiliki sarana dan prasarana pembelajaran serta potensi sumberdaya guru dan
siswa yang relatif
lebih baik tidak menjamin mampu memberikan kepuasan yang
memadai kepada siswanya dalam penyelenggaraan kelas unggul.
4.5.3. Hubungan Sosial Antar Siswa
Kekhawatiran akan munculnya hubungan yang kurang harmonis antara siswa kelas
unggul dengan siswa kelas reguler, sebagai akibat dari pengelompokan siswa berdasarkan
prestasi akademiknya (Suyanto, 2002), secara umum tidak terbukti. Hal ini terlihat dari
tingkat kepuasan siswa kelas PPKU tentang hubungan mereka dengan siswa reguler yang
relatif tinggi yaitu dengan rataan 2,55. Dari 1.679 responden siswa, hanya 11,5% siswa
yang menyatakan kurang puas dan tidak puas terhadap hubungan mereka dengan siswa
kelas reguler. Artinya dalam skala yang rendah masih ditemui adanya hubungan yang
kurang baik antara siswa kelas unggul dengan siswa reguler tetapi keadaan ini secara
keseluruhan tidak terlalu menonjol.
5. Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penyelenggaraan PPKU jenjang SMP di
Provinsi Jambi belum memberikan manfaat yang optimal terhadap peningkatan kualitas
pembelajaran dan prestasi siswa yang memiliki bakat khusus, kemampuan dan kecerdasan
tinggi sebagaimana yang diharapkan. Dilihat dari aspek konteks, masukan, proses dan
hasil maka dapat disusun suatu simpulan sebagai berikut:
30
1) Secara koseptual PPKU merupakan salah satu pilihan pelayanan pendidikan yang
sesuai bagi siswa dengan kemampuan dan bakat istimewa. Apabila model pendidikan
ini dilaksanakan secara benar maka PPKU tetunya akan mampu menjawab tantangan
dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat;
2) Siswa PPKU mempunyai minat yang tinggi untuk mengikuti program ini. Hal ini
dibuktikan dengan sebagian besar siswa menyatakan berminat untuk tetap berada di
kelas unggul apabila mereka melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi;
3) Penenetuan siswa PPKU di sebagian besar sekolah hanya menggunakan tes tertulis
pada awal tahun ajaran dengan menggunakan prinsip best of the best. Siswa yang
memperoleh prestasi akademik rendah pada kenaikan kelas akan dipindahkan ke kelas
reguler, sedangkan siswa kelas reguler yang memperoleh nilai akademik tinggi diberi
hak untuk masuk ke kelas unggul;
4) Penentuan guru yang mengajar di kelas unggul dilakukan secara subjektif oleh Kepala
Sekolah. Hasil uji terhadap pemahaman guru tentang konsep pembelajaran siswa aktif
diperoleh rataan pemahaman pada rataan kategori Sedang;
5) Sebagian besar sekolah penyelenggara PPKU menggunakan kurikulum yang disusun
dari pusat. Perbedaan kurikulum kelas unggul dengan kelas reguler terutama pada
program pengayaan yang dilaksanakan pada jam pelajaran tambahan sebelum dan
setelah jam pelajaran reguler.
Penyusunan kurikulum
yang berbasis keunggulan
daerah belum mendapat perhatian dari sekolah penyelenggara PPKU. Ditemui hanya
13 sekolah yang memberikan pelajaran mulok yang berbasis keungulan daerah;
6) Sarana dan prasarana penunjang pembelajaran seperti ruang kelas, laboratorium, alat
peraga dan perpustakaan yang tersedia di sekolah penyelenggara PPKU secara umum
dalam kondisi yang kurang memadai;
7) Pembiayaan PPKU di sebagian besar sekolah tergantung pada dana bantuan dari
Pemerintah Provinsi Jambi. Hanya sebagian kecil sekolah yang mendapat bantuan
biaya dari pemerintah kabupaten / kota setempat atau orang tua siswa.
8) Manajemen PPKU di tingkat sekolah umumnya dilaksanakan oleh pengelola program,
tanpa banyak melibatkan pihak lain seperti komite sekolah, guru dan siswa.
9) Metode pembelajaran yang diterapkan pada kelas unggul tidak berbeda dengan yang
diterapkan pada kelas reguler. Dari hasil uji terhadap penerapan konsep pembelajaran
31
siswa aktif di kelas unggul, hanya diperoleh tingkat kinerja dengan rataan pada
kategori sedang.
10) Faktor penghambat yang dianggap paling penting oleh guru dalam penyelenggaraan
PPKU adalah keterbatasan sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki sekolah;
11) Kualitas hasil belajar siswa PPKU yang dilihat dari nilai UAN tahun 2008 ternyata
prestasi yang dicapai oleh siswa kelas unggul tidak terlalu lebih baik dibandingkan
dengan prestasi yang dicapai oleh siswa kelas reguler.
12) Tingkat kepuasan siswa kelas unggul terhadap penyelenggaraan PPKU secara umum
berada pada kategori Tinggi;
13) Hubungan sosial antara siswa kelas unggul dengan kelas reguler secara umum baik.
Hanya sebagian kecil siswa yang menyatakan adanya permasalahan yang berkaitan
dengan hubungan antara kedua kelompok siswa ini.
5.2. Saran
Guna pengembangan PPKU ke depan, terutama berkaitan dengan adanya bantuan
dari Pemerintah Provinsi Jambi kepada sekolah penyelenggara PPKU, maka disarankan:
1) Pengembangan PPKU hendaknya lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
afektif dan psikomotorik melalui kegiatan pengayaan bagi siswa yang memiliki
kemampuan dan bakat istimewa. Untuk itu kegiatan pengayaan harus diterapkan
dengan menggunakan metode pembelajaran yang beragam dengan menggunakan
konsep belajar siswa aktif.
2) Guna menunjang kegiatan pengayaan yang lebih berorientasi pada peningkatan
kemampuan afektif dan psikomotorik siswa maka pembelajaran pada PPKU harus
didukung dengan sarana dan prasarana seperti laboratorium, alat peraga dan
perpustakaan yang memadai;
3) Pembelajaran yang sesuai untuk siswa dengan kemampuan dan bakat istimewa adalah
pembelajaran yang menggunakan konsep PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan
Menyenangkan). Penerapan konsep ini tidak harus dilakukan dengan metode tatap
muka di dalam kelas tetapi dapat juga dilakukan dengan kegiatan mandiri baik secara
perorangan maupun kelompok.
Untuk itu
perlu
upaya untuk meningkatkan
32
kemampuan guru dalam merancang kurikulum dan menerapkan metode pembelajaran
dengan menggunakan konsep ini;
4) Untuk mengarahkan PPKU menjadi program PBKD (Pendidikan Berbasis
Keunggulan Daerah) maka perlu adanya acuan yang lebih terarah sebagai pegangan
bagi guru dalam memasukkan unsur keunggulan daerah ke dalam materi pelajaran
yang telah ada. Akan lebih baik apabila mata pelajaran mulok berisikan materi yang
berkaitan dengan keunggulan daerah seperti pertanian dan perikanan. Untuk itu perlu
disusun buku pegangan mulok dengan materi keunggulan daerah;
5) Berkenaan dengan pemberian bantuan dari Pemerintah Provinsi Jambi kepada sekolah
penyelenggara PPKU, ternyata bantuan dalam bentuk hibah (block grant) seperti yang
dilakukan saat ini berpotensi menimbulkan permasalahan di internal sekolah. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan yang dapat mengundang berbagai
kecurigaan guru.
Untuk itu bantuan selanjutnya akan lebih baik apabila diberikan
dalam bentuk fisik dan peningkatan kapasitas guru. Bantuan dalam bentuk fisik untuk
memperbaiki sarana dan prasarana sekolah seperti laboratorium, alat peraga dan buku
diharapkan akan mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh sekolah saat ini.
Peningkatan kapasitas guru dapat dilakukan melalui pelatihan dan pembinaan secara
rutin serta pemantauan secara lebih intensif oleh instansi yang bertanggung jawab.
Daftar Pustaka
Anonim. 2002. Pedoman Penyelenggaraan Kelas Unggulan Sd, SLTP dan SMU. Dinas
Pendidikan Propinsi Jambi.
Anonim. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan
SMA (Satu Model Pelayanan Pendidikan bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi
Kecerdasan dan Bakat Istimewa), Departemen Pendidikan Nasional.
Anonim. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP, Depdiknas
Anonim. 2007. Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah untuk SMP. Subdin
Pendidikan Menengah - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
Ariyanto, T. 2001. Mengkritisi Kelas Percepatan. Kompas. Senin, 10 September 2001.
Bruner, J.S. 1962. The Process of Education, Harvard University Press, Cambridge.
33
Fernandes, H.J.X. 1984. Evaluation of Educational Program. National Education
Planning, Evaluation and Curriculum Development. Jakarta.
Idris, A Z. 2005, Program akselerasi dan eskalasi suatu penelitian evaluatif di SLTP X
Jakarta (2004), Jurnal Ilmu Pendidikan Parameter. Nomor 21 Tahun XXII, Januari
2005, hal 1-13, Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.
Moegiadi. 1991, Perhatian khusus terhadap peserta didik berbakat, Jakarta : Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional.
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakteristik, Implementasi dan
Inovasi. Jakarta: Prenada Media.
Nurhadi, B. Yasin, dan A.G. Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Renzulli J.S, S.M. Reis, SM. dan L.H. Smith. 1981. The Revolving Door Identificational
Model. Creative Learning Press. Connecticut.
Semiawan, Conny; AS. Munandar dan SCU. Munandar. 1984. Memupuk Bakat dan
Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Gramedia. Jakarta.
Stufflebeam, D.L. H McKee dan B McKee. 2003. The CIPP Model for Evaluation. Paper
presented at the 2003 Annual Conference of the Oregon Program Evaluation
Network (OPEN). Portland, Oregon.
Suyanto. 2002. Kelas Unggulan yang Sesat dalam Sistem Sekolah Kita. Kompas. Senin, 29
April 2002.
Tayibnapis, F. Y. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta. Jakarta.
Widyastomo, H. 2000. Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) bagi Siswa yang Memiliki
Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun ke 6 Nomor 026 Oktober 2000 halaman 496-509. Balitbang Diknas. Jakarta.
34
Download