Kinerja Penyelenggaraan Program Pendidikan Kelas Unggul pada Jenjang SMP di Provinsi Jambi Husni Jamal 1 dan Rahmat Murbojono 2 1 Badan Penelitian Pengembangan Daerah Provinsi Jambi 2 FKIP Universitas Jambi Abstrak Sejak tahun 2002 Pemerintah Provinsi Jambi melaksanakan Program Pendidikan Kelas Unggul (PPKU) jenjang SD, SMP dan SMA. Untuk mengetahui kinerja penyelenggaraan PPKU jenjang SMP maka dilaksanakan penelitian evaluasi pada bulan November 2008. Penelitian dilakukan terhadap 60 SMP peserta program dengan menggunakan pendekatan evaluasi model CIPP (context, input, process, product) yang dikombinasikan dengan model kesenjangan (discrepancy model). Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa PPKU mempunyai minat yang tinggi untuk mengikuti program ini. Penentuan siswa PPKU menggunakan prinsip best of the best yang dilihat dari hasil tes awal dan prestasi akademik tahunan. Guru PPKU ditentukan secara subjektif oleh kepala sekolah. Pemahaman guru tentang konsep pembelajaran siswa aktif berada pada rataan kategori Sedang. Perbedaan kurikulum kelas unggul dengan kelas reguler hanya pada kegiatan pengayaan yang diberikan pada jam pelajaran tambahan (ekstrakurikuler), sedangkan metode pembelajaran tidak berbeda dengan yang diterapkan pada kelas reguler. Penerapan kurikulum yang berbasis keunggulan daerah belum dapat dilaksanakan secara baik oleh sekolah penyelenggara PPKU. Faktor penghambat yang dianggap paling penting dalam penyelenggaraan PPKU adalah keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. Dari kualitas hasil belajar, dengan mengunakan nilai UAN tahun 2008, ternyata prestasi yang dicapai oleh siswa PPKU belum memenuhi target yang diharapkan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penyelenggaraan PPKU jenjang SMP di Provinsi Jambi belum memberikan manfaat yang optimal terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi siswa yang memiliki bakat khusus, kemampuan dan kecerdasan tinggi sebagaimana yang diharapkan. Kata Kunci: Kelas Unggul, SMP, Provinsi Jambi 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya Pemerintah Provinsi Jambi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah adalah melalui penerapan Program Pendidikan Kelas Unggul, yang disingkat dengan PPKU. Program ini dimulai pada tahun ajaran 2002/2003, yang dicanangkan secara resmi oleh Gubernur Jambi pada tanggal 6 September 2001. Tujuan utama dari PPKU adalah untuk menghimpun siswa yang mempunyai bakat khusus, 1 kemampuan dan kecerdasan tinggi agar dapat dikembangkan secara optimal sehingga menjadi pusat keunggulan di sejumlah sekolah terpilih. Sekolah peserta program ini diharapkan akan berkembang menjadi sekolah dengan ciri-ciri unggul yaitu: 1) Memiliki sejumlah peserta didik dengan bakat khusus dan kemampuan serta kecerdasan istimewa; 2) Memiliki tenaga guru yang profesional dan handal; 3) Melaksanakan kurikulum yang diperkaya (eskalasi); 4) Memiliki sarana dan prasarana yang memadai, antara lain: a. Ruang belajar yang memadai; b. Laboratorium dan ruang komputer yang lengkap peralatannya; c. Perpustakaan yang memadai; d. Ruang atau lapangan olah raga yang dapat meningkatkan kebugaran dan prestasi; e. Media belajar yang cukup dan lengkap; f. Buku pelajaran (paket) dengan perbandingan 1 siswa : 1 buku untuk setiap mata pelajaran; g. Jumlah siswa dalam satu kelas maksimal 35 orang (Anonim, 2002). PPKU diterapkan pada jenjang SD, SMP dan SMA dengan pembiayaan yang disubsidi oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Pada tahun ajaran 2007/2008 terpilih 60 SMP di seluruh kabupaten / kota se-Provinsi Jambi yang memperoleh subsidi. Selain menyelenggarakan kelas unggul, mulai tahun ajaran 2007/2008 Dinas Pendidikan Provinsi Jambi merintis penerapan Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah atau PBKD dengan mengujicobakannya pada sekolah penyelenggara PPKU (Anonim, 2007). Dengan penerapan PBKD ini berarti sekolah tidak saja dituntut untuk mampu menyelenggarakan pembelajaran bagi siswa dengan bakat dan prestasi istimewa tetapi juga mengintegrasikan keunggulam daerah ke dalam kurikulum yang ada. Guna mengkaji sejauhmana PPKU telah berjalan sebagaimana yang diharapkan maka pada tahun 2008 dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Evaluasi ini dilaksanakan atas kerjasama antara Dinas Pendidikan Provinsi Jambi dengan Lembaga Penelitian Universitas Jambi. Hasil dari evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua pihak, terutama Pemerintah Provinsi Jambi, dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan PPKU dan PBKD. 2 1.2. Batasan Masalah Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di suatu sekolah tentunya tidak sematamata dilihat dari pencapaian aspek kinerja yang bersifat kuantitatif saja, seperti nilai akademik siswa dan ketersediaan sarana penunjang pembelajaran, tetapi juga yang bersifat kualitatif seperti kepribadian dan akhlak mulia siswa, sebagaimana yang diisyaratkan di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Oleh karena itu untuk melihat keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan PPKU, sebagai salah satu model pelayanan pendidikan, seharusnya juga menggunakan kriteria yang mencakup kedua aspek tersebut. Hanya saja untuk menilai kinerja aspek yang bersifat kualitatif tentunya tidaklah mudah, apalagi dengan jumlah sekolah yang harus diamati sangat banyak dan waktu penilaian yang terbatas. Oleh karena itu cakupan permasalahan yang akan dijadikan acuan pelaksanaan penelitian ini akan dibatasi pada: a) Objek penelitian akan difokuskan pada evaluasi terhadap aspek kinerja yang bersifat kuantitatif tentang konteks (context), masukan (input), proses (process) dan hasil (product) dari PPKU pada sekolah jenjang SMP yang penyelenggaraannya mendapatkan subsidi pembiayaan dari Pemerintah Provinsi Jambi; b) Pengumpulan data dilakukan dengan mengutamakan penggunaan kuisioner. Oleh karena itu informasi yang dikumpulkan sangat mengandalkan keterangan dari responden tanpa pengamatan mendalam terhadap aktivitas responden; c) Subjek penelitian dibatasi hanya terhadap pengelola, siswa dan guru PPKU di masingmasing sekolah penyelenggara. 1.3. Rumusan Masalah Masalah pokok yang dikaji di dalam evaluasi ini adalah sejauhmana kinerja penyelenggaraan PPKU yang telah dilaksanakan pada jenjang SMP di Provinsi Jambi dalam memenuhi tujuan yang ditetapkan, khususnya pada aspek konteks, masukan, proses dan hasil. Secara rinci masalah penelitian sekaligus merupakan pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1) Konteks (context): a) Apakah landasan konseptual PPKU sudah sejalan dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu? 3 b) Apakah stakeholders utama PPKU merasa membutuhkan program ini ? 2) Masukan (input): a) Bagaimana cara penentuan siswa peserta PPKU? b) Bagaimana cara penentuan dan kualitas guru yang mengajar di kelas PPKU ? c) Kurikulum apa yang digunakan untuk penyelenggaraan PPKU ? d) Bagaimana keadaan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah guna menunjang kegiatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan siswa PPKU? e) Bagaimanakah sistim pembiayaan penyelenggaraan PPKU ? 3) Proses (process): a) Bagaimana manajemen penyelenggaraan PPKU di tingkat sekolah ? b) Bagaimana proses pembelajaran yang diterapkan pada PPKU? c) Apa yang menjadi faktor penghambat penyelenggaraan PPKU ? 4) Hasil (product): a) Bagaimana kualitas hasil belajar siswa PPKU ? b) Sejauhmana kepuasan stakeholders utama PPKU terhadap penyelanggaraan program ini? c) Bagaimana hubungan sosial antara siswa PPKU dengan siswa reguler? 1.4. Tujuan dan Manfaat Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan maka secara spesifik tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi aktual mengenai kinerja penyelenggaraan PPKU yang telah dilaksanakan pada jenjang SMP di Provinsi Jambi, khususnya pada aspek konteks, masukan, proses dan hasil. Jika tujuan di atas dapat dicapai maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: a) Pemerintah Daerah: dimana hasil penelitian ini dapat menjadi masukan atau umpan balik dalam menyikapi penyelenggaraan PPKU di Provinsi Jambi terutama dalam menetapkan kebijakan lebih lanjut; 4 b) Sekolah: hasil penelitian ini dapat menjadi bagian dari evaluasi diri (self evaluation) sehingga dapat mengetahui posisi kekuatan - kelemahan, peluang - ancaman untuk memudahkan dalam penyusunan rencana, baik yang bersifat strategis maupun yang bersifat taktis dalam kerangka peningkatan mutu hasil pendidikan di sekolahnya. c) Guru: dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam melakukan perbaikan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran. 2. Kajian Teori 2.1. Kecerdasan dan Bakat Istimewa Pada dasarnya setiap peserta didik di setiap satuan pendidikan mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan pendidikan yang mereka butuhkan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 12 ayat 1 yang berbunyi “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”. Dalam konteks ini berarti peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang dapat memfasilitasi kemampuannya, berbeda dengan peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan rata-rata dan di bawah rata-rata. Pengertian potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat dijelaskan sesuai dengan latar belakang teoritis yang digunakan. Potensi kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual. Sedangkan bakat tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual tetapi juga meliputi (1) intelektual umum dan akademik khusus; (2) berpikir kreatif produktif; (3) psikososial / kepemimpinan; (4) seni / kinestetik; dan (5) psikomotor (Moegiadi, 1991). Menurut Gardner (dalam Anonim, 2003) yang terkenal dengan teori multiple inteligence-nya menyatakan bahwa bakat mencakup juga kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan logikal - matematikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Sementara itu Renzulli et al (1981) menyimpulkan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang pada hakekatnya dapat dilihat dari tiga kelompok ciri yaitu (1) kemampuan di atas rata-rata; (2) kreativitas; dan (3) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas. Sejauh mana seseorang dapat disebut berbakat tergantung dari saling keterikatan antara ketiga kelompok ciri tersebut. Teori ini dikenal dengan nama the three ring conception of giftedness. 5 Semiawan et al (1984) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdiferensiasi dan / atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat mewujudkan bakatnya baik yang bersifat umum (bakat intelektual umum) maupun bakat khususnya (talent). Sementara itu Supriadi (1994) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dapat dilihat dari ciri aptitude seperti kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan keaslian (orisinalitas) dalam pemikiran maupun ciri non-aptitude seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman baru. Sedangkan tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas menunjuk pada semangat dan motivasi untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu tugas yang merupakan pengikatan diri dari dalam, bukan tanggung jawab yang diterima dari luar. 2.2. Prinsip Pembelajaran Beberapa hasil penelitian yang dihimpun di dalam Anonim (2003) menunjukkan bahwa banyak siswa yang sesungguhnya mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa ternyata tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai. Penelitian Yaumil Achir (1990) menemukan bahwa sekitar 30 % siswa SMA di Jakarta dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa, ternyata berprestasi di bawah potensinya atau under achiever. Hal serupa ditemui pula oleh Herry Widiastono (1997) yang menyatakan bahwa 20% siswa SLTP dan 22% siswa SD (di Jabar, Jatim, Lampung dan Kalbar) yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa ternyata beresiko tinggal kelas karena nilai rata-rata rapornya kurang dari 6. Hal ini menunjukkan bahwa model pendidikan klasikal yang selama ini diterapkan ternyata belum mampu menampung kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan istimewa. Di negara maju terdapat berbagai jenis program pendidikan yang dilakukan untuk siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Dari sekian banyak program pendidikan yang dapat dipilih terdapat tiga jenis program yang terbanyak dilaksanakan yaitu: (1) Sistem Pengayaan yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang 6 bersifat pendalaman, setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang diprogramkan untuk anak-anak lainnya; (2) Sistem Percepatan yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan memperbolehkan yang bersangkutan naik kelas secara meloncat (eskalasi), atau menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih singkat (akselerasi); (3) Pengelompokkan Khusus, yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan cara yang bersangkutan dikumpulkan dan diberi kesempatan secara khusus sesuai dengan potensinya (Widyastono, 2000). Program pendidikan apa saja yang disedia bagi siswa hendaknya tetap mengacu pada prinsip pengembangan kemampuan siswa. Oleh karena itu Bruner (1962) menyarankan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir, tidak mengembangkan teori belajar yang sistimatis. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Oleh karenanya yang terpenting dalam belajar adalah cara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi yang diterimanya secara aktif. Sehubungan dengan itu, ia sangat memberi perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterima itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berfikir siswa. Selanjutnya ia menyarankan tiga faktor yang sangat ditekankan dan harus menjadi perhatian para guru di dalam menyelenggarakan pembelajaran yaitu : (a) pentingnya memahami struktur mata pelajaran; (b) pentingnya belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar; dan (c) pentingnya nilai dari berpikir induktif. Kegiatan pembelajaran harus dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Untuk itu pengalaman belajar harus memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran paling sedikit mempertimbangkan beberapa aspek yaitu: interaksi antar semua komponen yang terlibat, menggunakan pendekatan bervariasi, dan berpusat pada siswa. Untuk itu sekolah diharapkan mampu menyusun kurikulum yang memberikan kesempatan peserta didik untuk belajar membangun dan menemukan jati diri melalui 7 proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan Anonim (2006). Selain itu, Ariyanto (2001) menambahkan bahwa untuk mendapatkan suatu proses belajar mengajar yang menghasilkan keseimbangan rasio (head) dengan perasaan (heart) dan kemanusiaan (humanity) maka diterapkan konsep in-door dan out-door. Dimana kegiatan pendidikan di dalam kelas diimbangi dengan pendidikan di luar kelas. Proses belajar mengajar di luar kelas diharapkan dapat: (1) mewujudkan dan mengaktualisasikan nilai kemanusian siswa; (2) menjadi ajang belajar mengembangkan komitmen dan transformasi sosial; (3) merefleksikan pengalaman siswa; dan (4) mengurangi dampak pendidikan yang mengekang. Dari suatu pembelajaran diharapkan akan dihasilkan lulusan yang memenuhi kompetensi tertentu. Oleh karena itu lahirlah konsep kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum), yang menjadikan kemampuan dan keterampilan siswa sebagai tujuan utama pembelajaran. Ini yang membedakannya dengan kurikulum berbasis isi (content-based curriculum), yang lebih mendorong guru hanya mengejar selesainya materi (Nurhadi et al, 2003). Penerapan konsep kurikulum berbasis kompetensi mengandung tiga konsekuensi dalam pembelajaran. (1) Adanya pergeseran paradigma dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. (2) Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning). (3) Pendefinisian kembali terhadap bakat. Pembelajaran individual memungkinkan setiap siswa belajar sesuai dengan cara dan kemampuan masingmasing, tidak bergantung pada orang lain. Pola ini menghendaki pengaturan kelas menjadi lebih fleksibel, meliputi: sarana, waktu, penggunaan alat, serta bahan pelajaran. Pengembangan konsep belajar tuntas menghendaki agar setiap siswa mempelajari semua bahan yang diberikan dangan hasil baik. Pola ini memberikan peluang terjadinya akselerasi belajar, bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi (Mulyasa, 2003). Nurhadi et al (2003) merangkum beberapa karakteristik penerapan konsep kurikulum berbasis kompetensi: (1) Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan selesainya materi; (2) Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi); (3) Pembelajaran berpusat pada siswa; (4) Orientasi pembelajaran pada proses dan hasil; (5) Pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan beragam, dan bersifat kontekstual (6) Guru bukan satu-satunya sumber belajar; (7) Belajar sepanjang hayat (life long education): (a) Belajar mengetahui (learning to know), (b) Belajar melakukan (learning to do), (c) Belajar menjadi diri sendiri (learning 8 to be), dan (d) Belajar hidup dalam keberagaman (learning to live together); (8) Sistem penilaian: (a) Berorientasi pada kompetensi hasil dan indikatornya; (b) Penilaian berbasis kelas menilai apa yang seharusnya dinilai, bukan apa yang diketahui siswa; (c) Penilaian diambil dari berbagai sumber dan cara, meliputi: penampilan, kinerja, dan hasil karya; (d) Penilaian kontinyu dan komprehensif; dan (e) Menggunakan berbagai alat penilaian. Berkenaan dengan model pelayanan pendidikan yang mengelompokkan siswa berdasarkan prestasi akademiknya, Suyanto (2002) menkhawatirkan model ini akan menimbulkan sifat arogansi, elitisme dan eksklusivisme pada siswa yang berada pada kelompok kelas superbaik. Sementara itu siswa yang ada di kelas jelek akan melahirkan budaya inferior (rendah diri). Dampak negatif ini tidak saja dapat muncul di pada siswa tetapi juga di kalangan guru. Guru cenderung akan memiliki pandangan yang bias terhadap siswa karena adanya positive hallo effect terhadap siswa yang berada di kelas superbaik dan negative hallo effect pada kelas yang jelek. Ia menyarankan adanya pengelompokan siswa hanya atas dasar minat dan bakat tertentu seperti bidang musik, olah raga dan kesenian. Pengelompokan ini bersifat sementara pada saat siswa berlatih pengembangkan bakat dan minatnya. 3. Metode Penelitian 3.1. Pendekatan Evaluasi Kegiatan ini menggunakan pendekatan penelitian evaluasi dengan model CIPP (context, input, process, product) dari Stufllebeam dan Shinkfield dikombinasi dengan model kesenjangan (discrepancy model) dari Provus (Tayibnapis, 2000). Evaluasi program dengan model evaluasi CIPP menurut Stufllebeam dan Shinkfield (dalam Idris, 2005 ) memiliki tiga kegunaan yaitu: (1) Memberikan arahan untuk pengambilan keputusan; (2) Memberikan data untuk landasan pertanggung jawaban program; dan (3) Meningkatkan pemahaman tentang gejala-gejala / fenomena yang ada. Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta membantu kelompok mengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasilnya. Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi 9 kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumberdaya, pelaksana dan jadual kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program. Evaluasi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya. Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai - yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang – baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokus diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas (effectiveness), keberlanjutan (sustainability) dan daya adaptasi (transportability) (Stufflebeam et. al., 2003) Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut Provus (dalam Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi: (1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program; (2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-benar direalisasikan; (3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang ditentukan; (4) Kesenjangan tujuan; (5) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah; dan (6) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten. Oleh karena itu model evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan membandingkan. Baku pembanding utama yang digunakan dalam evaluasi ini adalah sejumlah pedoman yang berhubungan penyelenggaraan PPKU yang disusun oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. 3.2. Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui angket, wawancara dan pengamatan. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: 10 a) Data sekunder dikumpulkan melalui kuisioner yang dikirimkan kepada sekolah masing-masing. Setelah diisi oleh pengelola program dan diketahui oleh kepala sekolah kuisioner ini dikembalikan kepada tim peneliti. Uji silang terhadap informasi yang diberikan melalui kuisioner dilakukan oleh peneliti pada saat pengumpulan data lapangan; b) Pengumpulan data dengan responden siswa dilakukan ke semua sekolah penerima dana PPKU tahun ajaran 2007/2008 yaitu sebanyak 60 SMP. Masing-masing sekolah diambil satu kelas unggul, diutamakan kelas IX, dimana seluruh siswa yang hadir saat itu dijadikan responden. Responden diminta mengisi kuisioner yang telah disiapkan di dalam kelas secara serempak. Setelah kuisioner diisi oleh responden langsung dikembalikan lagi kepada peneliti dengan tanpa mencantumkan nama responden. Dari kelas tersebut dipilih dua orang siswa sebagai responden untuk wawancara; c) Pengumpulan data dengan responden guru dilakukan pada seluruh sekolah penerima dana PPKU tahun 2007/2008. Guru yang dijadikan responden adalah guru kelas unggul yang hadir pada saat pengumpulan data. Responden diminta mengisi kuisioner di tempat masing-masing dan dikembalikan secara langsung kepada peneliti dengan tanpa mencantumkan nama responden. Wawancara terhadap guru PPKU dilakukan dengan memilih dua orang guru secara acak; d) Selain berisi sejumlah pertanyaan tertutup, pada bagian akhir kuisioner baik untuk siswa maupun guru disediakan juga kolom yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menuliskan pendapat mereka mengenai penyelenggaraan PPKU di sekolah masing-masing. Pengiriman kuisioner kepada pengelola program dilaksanakan pada akhir Agustus 2008. Sedangkan pengumpulan data ke sekolah dilakukan pada awal November 2008. 3.3. Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program SPSS versi 16. Beberapa ketentuan yang digunakan dalam analisis ini adalah: a) Analisis data tentang tingkat pemahaman, penerapan konsep belajar siswa aktif dan tingkat kepuasan menggunakan skala nilai terendah 0 dan tertinggi 4. Interpretasi terhadap kinerja ketiga variabel ini mengunakan ketentuan sebagai berikut: 11 0,00 – 0,79 : Sangat Rendah 0,80 – 1,59 : Rendah 1,60 – 2,39 : Sedang 2,40 – 3,19 : Tinggi 3,20 – 4,00 : Sangat Tinggi b) Analisis data mengenai tingkat hambatan dalam penyelenggaraan PPKU menggunakan skala nilai tertinggi 1 dan terendah 5. Interpretasi terhadap tingkat hambatan suatu faktor mengunakan ketentuan sebagai berikut: 1,00 – 1,79 : Sangat Menghambat 1,80 – 2,59 : Menghambat 2,60 – 3,29 : Cukup Menghambat 3,40 – 4,19 : Kurang Menghambat 4,20 – 5,00 : Sangat Kurang Menghambat 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keadaan Umum Jumlah sekolah penyelenggara PPKU jenjang SMP yang mendapatkan subsidi dari Pemerintah Provinsi Jambi terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun ajaran 2002/ 2003, pada awal diluncurkannya PPKU, jumlah sekolah yang mendapatkan subsidi sebanyak 13 sekolah. Sedangkan pada tahun ajaran 2007/2008 diberikan subsidi kepada 60 sekolah, yang berada di seluruh kabupaten / kota di Provinsi Jambi yaitu: (a) Kota Jambi: 9 sekolah; (b) Kab. Muaro Jambi: 4 sekolah; (c) Kab. Batanghari: 7 sekolah; (d) Kab. Bungo: 8 sekolah; (e) Kab. Tebo: 4 sekolah; (f) Kab. Merangin: 6 sekolah; (g) Kab. Sarolangun: 6 sekolah; (h) Kab. Tanjung Jabung Barat: 4 sekolah; (i) Kab. Tanjung Jabung Timur: 4 sekolah; dan (j) Kab. Kerinci: 8 sekolah. Seluruh sekolah yang terpilih ini adalah SMP negeri terbaik di kabupaten / kota masing-masing, yang tentunya memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan SMP negeri lainnya. Sekolah penyelenggara PPKU menerapkan pembelajaran dan manajemen sekolah sesuai dengan pedoman yang disusun oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Pedoman ini menjelaskan sejumlah acuan pokok penyelenggaraan PPKU yang meliputi persyaratan 12 siswa, guru dan sarana prasarana, proses pembelajaran (termasuk di dalamnya keharusan menambah jam pelajaran untuk ekstrakurikuler), alokasi penggunaan dana bantuan dan sistem monitoring dan evaluasi. Keberadaan pedoman ini tentunya patut menjadi pertimbangan dalam mengevaluasi penyelenggaraan kelas unggul karena sekolah menjadi terpaku pada acuan yang ada sehingga tidak memiliki keleluasaan penuh untuk membuat berbagai inovasi yang dianggap lebih sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. 4.2. Konteks (Context) 4.2.1. Landasan Koseptual PPKU Sesuai dengan panduan yang disusun oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jambi (Anonim, 2002; dan Anonim, 2007) maka tujuan penyelenggaraan PPKU adalah: 1) Menghimpun peserta didik yang memiliki bakat khusus, kemampuan, dan kecerdasan tinggi di daerah (kecamatan / kabupaten) untuk dapat dikembangkan secara optimal menjadi peserta didik yang memiliki: (a) Landasan agama yang kokoh, beriman, dan bertaqwa; (b) Jiwa patriot (cinta tanah air); (c) Jiwa disiplin tinggi; (d) Kemampuan yang tinggi; (e) Wawasan yang luas dalam bidang ilmu dan teknologi; (f) Pengetahuan yang luas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi; (g) Keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar; (h) Keterampilan berbahasa Inggris (khusus untuk SMP dan SMA), jika dimungkinkan dapat dimulai dari sekolah dasar; (i) Kegemaran membaca dan kemampuan meneliti; (j) Komitmen dalam melaksanakan tugas; dan (k) Rata-rata nilai ujian akhir minimal 7,00. 2) Kelas unggul diproyeksikan untuk dapat dijadikan pusat keunggulan di sekolah itu sehingga dapat bersaing secara sehat dan menjadikan motivasi bagi siswa lainnya di sekolah itu; 3) Pelaksanaan kelas unggul pada suatu sekolah akan merupakan cikal bakal sekolah tersebut menjadi sekolah unggul yang pada gilirannya akan terwujud budaya belajar bagi seluruh peserta didik; 4) Menciptakan ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan, kekeluargaan, dan kerindangan (6K) di sekolah; 5) PPKU diharapkan menjadi titik tolak penerapan Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah. 13 Mengacu pada tujuan yang digariskan diatas jelas bahwa PPKU sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam menyediakan alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat khusus, kecerdasan dan kemampuan tinggi. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 (4) yang menyatakan bahwa setiap warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Dengan keberadaan PPKU berarti masyarakat diberikan pilihan untuk mendapatkan program pendidikan dengan kualitas kurikulum yang lebih tinggi dari kurikulum standar yang telah ada saat ini, yang dirancang untuk siswa dengan kecerdasan dan bakat pada tingkat rata-rata. Ketersediaan pilihan ini memungkinkan kualitas lulusan dari sekolah penyelenggara PPKU akan lebih baik daripada kualitas lulusan sekolah dengan reguler yang menerapkan model pendidikan standar rata-rata. 4.2.2. Minat Siswa terhadap PPKU Untuk melihat sejauhmana PPKU telah mampu menjadi salah satu pilihan pelayanan pendidikan yang dibutuhkan oleh stakeholders utamanya maka pada penelitian ini dikumpulkan informasi mengenai minat siswa terhadap PPKU. Untuk itu kepada siswa ditanyakan apakah mereka masih berminat untuk tetap memilih PPKU jika nanti melanjutkan ke jenjang SLTA. Dari 1.679 orang siswa yang menjadi responden ternyata 92% menyatakan berminat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa merasakan bahwa PPKU merupakan salah satu pilihan model pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Mengingat siswa peserta PPKU adalah siswa pilihan, yang memiliki kemampuan akademik diatas rata-rata maka kebutuhan akan model pembelajaran yang lebih menantang tentunya menjadi suatu kewajaran. Dengan demikian keberadaan PPKU tidak saja secara kontekstual dibutuhkan oleh masyarakat tetapi secara empiris telah dirasakan manfaatnya oleh stakeholders utamanya, yaitu siswa peserta PPKU. Tingginya minat siswa untuk menjadi peserta PPKU hendaknya disikapi secara kritis mengingat sejauh ini mereka belum mempunyai pembanding lain sebagai alternatif pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa. Sangat memungkinkan bahwa minat yang tinggi terhadap PPKU ini bukan karena program ini, sebagaimana yang telah diterapkan di sekolah mereka, sudah mampu memenuhi kebutuhan para siswa tetapi karena tidak adanya pilihan model pendidikan lain yang tersedia bagi siswa tersebut. Dengan hanya ada dua pilihan model pendidikan yaitu PPKU dan kelas 14 reguler maka jelas PPKU menjadi pilihan terbaik bagi siswa yang merasa memiliki bakat dan kecerdasan istimewa. Hasil ini mungkin akan berbeda apabila di sekolah tersedia lebih banyak pilihan model pelayanan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan siswanya. 4.3. Masukan (Input) 4.3.1. Siswa Proses pemilihan awal siswa PPKU hampir seragam yaitu melalui tes tertulis yang dilaksanakan oleh sekolah penyelenggara pada awal tahun ajaran pertama. Sejumlah sekolah menyatakan melakukan juga tes psikologi dan wawancara, hanya saja pada penelitian ini sulit sekali memperoleh dokumen yang berkenaan dengan hal itu. Siswa yang mendapatkan nilai baik dari tes ini ditawarkan untuk menjadi siswa PPKU. Bagi siswa yang menyatakan kesediaannya akan dimasukkan ke kelas unggul. Pada akhir tahun ajaran di setiap jenjang kelas dilakukan evaluasi kembali. Siswa yang memperoleh prestasi akademik rendah akan dipindahkan ke kelas reguler. Sedangkan siswa reguler yang mendapatkan prestasi akademik tinggi dapat dipromosikan untuk menjadi siswa kelas unggul. Dengan demikian pemilihan siswa PPKU menggunakan prinsip best of the best yang mengacu pada prestasi akademik, untuk memenuhi jumlah siswa kelas unggul sesuai dengan jumlah yang ditetapkan sekolah. Jika mengacu pada Renzuli et al (1981) paling tidak harus digunakan tiga indikator untuk menentukan keberbakatan siswa yaitu kemampuan, kreativitas dan tanggung jawab. Oleh karena itu metode pemilihan siswa seperti yang dilaksanakan oleh sebagian besar sekolah penyelenggara PPKU tentunya masih sangat kurang memadai untuk menjaring siswa yang memiliki bakat khusus, kemampuan dan kecerdasan tinggi. 4.3.2. Guru Guru yang mengajar di kelas unggul umumnya ditunjuk secara subjektif oleh kepala sekolah. Tidak dijumpai adanya penerapan seleksi secara khusus oleh sekolah dalam memilih guru yang mengajar pada kelas unggul. Hal ini dapat dimaklumi mengingat di sejumlah sekolah ditemui jumlah guru yang terbatas sehingga tidak mudah bagi kepala sekolah untuk membuat pilihan dari guru yang ada. Dengan kondisi seperti ini 15 maka banyak sekali ditemui keluhan yang disampaikan oleh siswa kelas unggul, melalui komentar yang dituliskan pada kuisioner, berkenaan dengan kualitas maupun disiplin guru. Hal ini sekaligus memberikan indikasi bahwa evaluasi terhadap kinerja guru kelas unggul tidak sepenuhnya dilakukan oleh sekolah. Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kualitas guru, pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap pemahaman guru tentang konsep pembelajaran siswa aktif. Melalui uji ini diharapkan akan diketahui apakah guru yang mengajar di kelas unggul memiliki dasar pemahaman yang baik tentang cara meningkatkan kompetensi siswa yang memiliki kemampuan akademik dan bakat istimewa dengan mengacu pada prinsip PAKEM (Pembelajaran Aktif, Efektif dan Menyenangkan). Uji ini dilakukan melalui kuisioner yang berisi 10 aitem pernyataan, yang dijawab dengan menggunakan format skala Likert. Hasil analisis terhadap jawaban 686 guru yang menjadi responden diperoleh rataan tingkat pemahaman seluruh responden adalah 1,79 dengan simpangan baku 0,41 atau berada pada kategori Sedang. Data ini menunjukkan bahwa para guru yang mengajar di kelas unggul belum sepenuhnya memiliki pemahaman yang baik tentang konsep pembelajaran siswa aktif. Dengan tingkat pemahaman seperti ini tentunya akan sangat sulit diharapkan guru akan mampu menerapkan konsep PAKEM, yang tentunya sangat dibutuhkan oleh siswa yang memiliki prestasi dan bakat istimewa. Dari jawaban diberikan oleh guru tentang tingkat pemahaman mereka terhadap konsep pembelajaran siswa aktif, didapat nilai terendah pada aitem pernyataan yang berkenaan dengan penambahan waktu belajar. Sebagian besar guru menyatakan bahwa siswa kelas unggul mutlak memerlukan tambahan waktu pembelajaran di sekolah untuk pengayaan, di luar waktu pembelajaran reguler. Hal ini memberikan indikasi bahwa sebagian besar guru masih menggunakan konsep pembelajaran teacher centre yang memandang bahwa ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh siswa hanya dapat diperoleh dari guru di sekolah. Prinsip ini tentunya bertentangan dengan konsep pembelajaran siswa aktif, supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar (Bruner, 1962). Penerapan konsep ini seharusnya dilakukan dengan memberikan peluang kepada siswa untuk lebih banyak menggali ilmu pengetahuan dari lingkungannya melalui berbagai metode belajar seperti belajar kelompok dan kegiatan mandiri, yang tidak harus dilaksanakan dengan mengalokasi waktu pembelajaran secara khusus di sekolah. 16 Pada analisis ini juga dilakukan pembandingan antara kinerja guru pada sekolah yang dianggap favorit dengan sekolah non favorit. Dari hasil analisis tentang pemahaman guru, diperoleh bahwa sekolah yang dianggap favorit ternyata tidak memperlihatkan tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Dengan demikian sekolah favorit yang selama ini diharapkan masyarakat dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh kemampuan guru dalam memahami prinsip pembelajaran siswa aktif secara memadai. Hal ini memberikan indikasi bahwa upaya untuk mengembangkan sekolah penyelenggara PPKU menjadi sekolah unggul bukanlah hal yang mudah tanpa adanya perbaikan mendasar terhadap kualitas gurunya. 4.3.3. Kurikulum Sebagian besar (46,2%) sekolah penyelenggara PPKU menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan mengacu pada pedoman yang dibuat oleh pusat. Sementara itu terdapat 42,3% sekolah menyatakan telah mengembangkan sendiri kurikulum untuk sejumlah mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Namun sejauhmana pengembangan ini telah dilaksanakan, tidak dapat diamati secara mendalam pada penelitian. Sementara itu sebagian kecil (12,5%) sekolah masih menggunakan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Guna menunjang kegiatan pengayaan bagi siswa PPKU maka masing-masing guru membuat sendiri kurikulum tambahan secara khusus. Materi pengayaan ini diberikan pada jam pelajaran tambahan (ekstrakurikuler) yaitu pagi hari sebelum jam pelajaran reguler dan sore hari setelah jam pelajaran reguler, dari hari Senen sampai dengan Kamis, dengan jumlah jam pelajaran yang bervariasi antar satu sekolah dengan yang lainnya. Sedangkan hari Jum’at dan Sabtu sore umumnya digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler bersamasama dengan kelas reguler seperti pramuka, kesenian dan olah raga. Adanya kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di sekolah ini mengacu pada pedoman yang ada. Di dalam pedoman penyelenggaraan PPKU secara tegas dinyatakan bahwa PPKU pada jenjang SMP dan SMA harus melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler antara pukul 15.00 – 17.00 selama enam hari per-minggu. Sedangkan untuk jenjang SD, waktu pelaksanaan ekstrakulikuler dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Selain diberikan materi pengayaan, itu pada jam kegiatan ekstrakurkuler juga dilakukan pembahasan soal-soal mata pelajaran UAN (Ujian Akhir Nasional) secara lebih intensif. 17 Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun ajaran 2007/2008 Dinas Pendidikan Provinsi Jambi memperkenalkan Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah (PBKD). Pada tahap awal, program ini diharapkan dapat diterapkan pada sekolah penyelenggara PPKU. Implementasi kurikulum berbasis keunggulan daerah ini dapat diterapkan secara inklusif ke dalam mata pelajaran yang telah ada ataupun diberikan secara ekslusif di dalam mata pelajaran muatan lokal. Untuk mengetahui penerapan konsep ini secara inklusif tentunya membutuhkan waktu pengamatan yang lama sehingga pada penelitian ini hanya diidentifikasi penerapan yang bersifat ekslusif. Ternyata hanya ditemui 13 sekolah yang memiliki mata pelajaran mulok (muatan lokal) yang secara spesifik berkaitan dengan keunggulan daerah seperti pertanian dan perikanan. Sungguhpun demikian materi pelajaran yang diberikan pada mata pelajaran ini belum sepenuhnya terarah dengan baik karena tidak tersedianya acuan yang memadai bagi guru dalam merancang kurikulum berkaitan dengan mata pelajaran tersebut. Peluang yang paling mudah untuk menerapkan konsep PPKD adalah dengan mengembangkan mata pelajaran mulok yang berbasis keunggulan daerah. Ternyata peluang ini tidak sepenuhnya mampu dimanfaatkan oleh sekolah. Malah, sebagian besar sekolah memberikan pelajaran mulok yang tidak banyak kaitannya dengan keunggulan daerah seperti pelajaran Iqro. Alasan utama yang disampaikan oleh pihak sekolah hingga tidak mengembangkan mulok yang secara spesifik memuat keunggulan daerah adalah keterbatasan acuan kurikulum dan guru untuk mata ajaran dimaksud. Dari penelitian ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan penerapan konsep kurikulum berbasis keunggulan daerah belum sepenuhnya dapat diterapkan di sekolah penyelenggara PPKU. Oleh karena itu upaya pengembangan sekolah penyelenggara PPKU agar dapat diarahkan untuk menerapkan PBKD pada jenjang SMP tentunya masih memerlukan langkah persiapan yang lebih panjang, baik dari aspek kurikulum maupun gurunya. 4.3.4. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana pembelajaran yang ada di sekolah penyelenggara PPKU secara umum belum memenuhi kebutuhan ideal untuk menunjang kegiatan pengayaan bagi siswa kelas unggul. Hampir seluruh sekolah sudah memiliki laboratorium IPA tetapi peralatan yang tersedia sangat terbatas. Sementara itu ditemui 10 sekolah yang belum memiliki laboratorium komputer dan 26 sekolah yang belum memiliki laboratorium 18 bahasa. Kriteria sudah memiliki disini tentunya masih disertai dengan sejumlah catatan. Karena ada sekolah yang memiliki laboratorium komputer tetapi hanya tersedia beberapa unit komputer saja yang bisa dioperasikan sehingga praktek untuk pelajaran TIK tidak dapat dilakukan secara efektif. Kasus serupa juga ditemui pada laboratorium bahasa. Ada sekolah yang memiliki laboratorium bahasa yang sangat representatif tetapi ternyata tidak bisa digunakan sama sekali karena peralatan tersebut rusak. Oleh karena itu selain permasalahan ketersediaan sarana penunjang, permasalahan perawatan peralatan, terutama peralatan elektronik, merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Sebagian besar sekolah melaksanakan kelas unggul masing-masing satu lokal pada setiap jenjang kelas. Hanya ada dua sekolah yaitu SMPN 1 dan SMPN 7 Kota Jambi yang melaksanakan lebih dari satu lokal setiap kelas. Prasarana pembelajaran berupa ruang kelas beserta mebulernya, WC dan sarana ibadat secara umum masih belum mendukung untuk pembelajaran yang nyaman. Ruang kelas yang panas, terutama pada sore hari, karena umumnya menggunakan atap seng, menjadi keluhan yang paling banyak disampaikan oleh siswa. Sedangkan mebuler berupa bangku siswa umumnya dibuat untuk dua siswa sehingga sangat sulit dipindah-pindahkan apabila perlu dilakukan perubahan posisi tempat duduk pada saat dibutuhkan. Keterbatasan ruang belajar masih ditemui di sejumlah sekolah penyelenggara PPKU. Malah ada sejumlah sekolah yang terpaksa menyelenggarakan pelajaran reguler siang hari karena keterbatasan ruang kelas. Untuk penyelenggaraan PPKU didapat 12 sekolah dengan jumlah siswa per-lokal yang lebih dari 35 orang. Artinya masih ditemui 20% sekolah penyelenggara PPKU belum mampu memenuhi ketentuan jumlah siswa maksimal 35 orang per-lokal, sebagaimana yang digariskan di dalam pedoman penyelenggaran PPKU. Seluruh sekolah penyelenggara memiliki perpustakaan, sebagai salah satu sumber informasi yang dapat digunakan siswa dalam kegiatan pengayaan. Hanya saja sebagian besar perpustakaan sekolah penyelenggara PPKU tidak memiliki koleksi buku yang memadai. Perpustakaan dengan koleksi buku yang relatif baik hanya ditemui di sekolah favorit, yang dapat menghimpun bantuan buku dari orang tua siswa. Sementara itu di perpustakaan sekolah lainnya hanya didominasi oleh buku pelajaran paket, yang umumnya diperoleh dari pembelian dengan menggunakan biaya operasional sekolah. Sedangkan buku yang berkaitan dengan kunggulan daerah relatif sangat sedikit. Oleh karena itu untuk 19 mengembangkan program PPKD pada sekolah penyelenggara PPKU maka ketersediaan buku yang membahas keunggulan daerah perlu mendapat perhatian khusus. Dari temuan diatas dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana pembelajaran seperti ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan yang sangat terbatas menjadi faktor yang paling menentukan terhadap rendahnya kinerja pada aspek ini. Keterbatasan ini berakibat kegiatan pengayaan, yang merupakan kegiatan pokok PPKU, dalam bentuk praktikum dan studi pustaka tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Pengayaan yang seharusnya dapat memberikan kesempatan kepada siswa PPKU untuk lebih mendalami materi pelajaran yang telah mereka terima pada kelas reguler, ternyata hanya dapat dilakukan berupa pemberian tambahan materi teoritis yang dilakukan di dalam kelas. Sementara itu pembelajaran di luar kelas tidak didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. 4.3.5. Pembiayaan Pembiayaan untuk penyelenggaraan PPKU umumnya tergantung pada bantuan dari Pemerintah Provinsi Jambi. Pada tahun ajaran 2007/2008 besarnya bantuan yang diberikan adalah Rp 70 juta. Selain itu ada tujuh sekolah di Kabupaten Batanghari dan dua sekolah di Kabupaten Tanjab Barat mendapatkan dana khusus untuk penyelenggaraan kelas unggul dari pemerintah kabupaten setempat. Sedangkan pengumpulan bantuan pembiayaan yang berasal dari orang tua siswa hanya ditemui di 12 sekolah. Pemungutan biaya dari orang tua siswa ini sering menimbulkan pertanyaan, baik oleh pejabat pemerintah kabupaten / kota maupun kalangan DPRD setempat, karena pemahaman program wajib belajar 9 tahun yang diartikan sebagai pendidikan dasar dengan biaya sepenuhnya dari pemertintah. Dengan dihentikannya penyaluran dana bantuan kelas unggul oleh Pemerintah Provinsi Jambi pada tahun 2008/2009 maka sekolah yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten / kota dan orang tua siswa praktis tidak melaksanakan tambahan jam pelajaran sore hari, tetapi keberadaan kelas unggul masih tetap dipertahankan. Alokasi dana untuk setiap kegiatan di masing-masing sekolah bervariasi sesuai kebutuhan. Biaya terbesar umumnya dialokasikan untuk menunjang kegiatan pelajaran tambahan di luar jam pelajaran reguler. Dana ini dimanfaatkan untuk honor dan transportasi guru, bahan dan peralatan penunjang pembelajaran, dan ada juga sekolah yang memberikan makan siang untuk siswa kelas unggul. Kebutuhan dana untuk menunjang 20 kegiatan ini mencapai 40 – 70% dari total dana yang tersedia. Sisanya digunakan untuk penyusunan program dan silabus, honor pengelola administrasi serta perjalanan untuk workshop dan rapat kordinasi. 4.4. Proses (Process) 4.4.1. Manajemen Penyelenggaraan PPKU Manajemen PPKU umumnya diselenggarakan secara terintegrasi dengan manajemen kelas reguler yang telah ada di masing-masing sekolah. Perbedaan dalam pengelola PPKU hanya berkaitan dengan kegiatan pelajaran tambahan yang dilaksanakan untuk kelas unggul. Pengelolaan administrasi harian PPKU ini, terutama yang berhubungan dengan pengelolaan dana bantuan dari provinsi, umumnya terdiri dari kepala sekolah, ketua program, sekretaris dan bendahara. Penetapan personil pengelola ini didasarkan atas keputusan kepala sekolah. Ketua Program bertindak sebagai penanggung jawab kegiatan administratif PPKU, yang bertanggung jawab langsung kepada kepala sekolah atau wakil kepala sekolah yang ditunjuk. Keterlibatan orang tua siswa dan komite sekolah dalam manajemen PPKU umumnya hanya dilakukan dalam proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan pemungut biaya, pada sekolah yang memungut biaya PPKU dari orang tua siswa. Begitu juga dengan keterlibatan siswa dan guru. Sebagaimana halnya dengan manajemen sekolah yang umum ditemui, siswa kelas unggul hanya diperankan sebagai penuntut ilmu saja. Oleh karena itu banyak sekali komentar siswa yang ditulis pada kuisioner berupa keluhan tentang manajemen PPKU seperti penentuan guru, penetapan mata pelajaran mulok dan pengaturan jadual pelajaran. Keluhan semacam ini semestinya dapat dihindari apabila siswa diikutsertakan sebagai bagian dari proses manajemen PPKU. Hal serupa juga diterapakan pada guru, dimana peran guru sepenuhnya difungsikan sebagai pengajar saja, tanpa banyak dilibatkan dalam menajemen PPKU, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dana. Pengelolaan dana yang tersedia untuk PPKU umumnya dilaksanakan secara tertutup oleh pengelola program. Dengan demikian sangat besar peluang munculnya berbagai kecurigaan para guru terhadap manajemen PPKU, terutama yang berkaitan dengan penglolaan keuangan ini. Hal inilah yang berpotensi besar melahirkan rasa ketidakpuasaan guru terhadap pengelolaan PPKU. 21 4.4.2. Metode Pembelajaran Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa siswa PPKU, yang memiliki kemampuan akademik dan bakat istimewa, memerlukan pembelajaran yang berbeda dengan siswa reguler. Perbedaan utama dalam pembelajaran siswa PPKU adalah adanya materi pengayaan. Pengayaan ini diharapkan untuk memungkinkan siswa dapat memahami secara lebih mendalam terhadap materi dasar yang diberikan kepada siswa pada jam pelajaran reguler. Oleh karena itu siswa PPKU hendaknya diberikan kesempatan yang lebih luas untuk mencurahkan kemampuannya dalam mengembangkan keingintahuannya dengan menggunakan prinsip pembelajaran siswa aktif. rasa Untuk mengetahui sejauhmana prinsip ini telah diterapkan dalam pembelajaran siswa PPKU maka pada penelitian ini dikumpulkan data berkenaan dengan hal tersebut. Data dikumpulkan melalui kuisioner yang diberikan kepada siswa dengan penggunakan 10 aitem pernyataan yang dijawab dengan menggunakan format skala Likert. Hasil analisis data tentang kinerja penerapan pembelajaran siswa aktif pada sekolah penyelenggara PPKU diperoleh nilai rataan 1,69 dengan simpangan baku 0,44 atau pada kategori Sedang. Sebagian besar sekolah mempunyai kinerja pada kategori Sedang, sisanya (39%) memiliki kinerja pada kategori Rendah dan tidak ada sekolah yang mencapai tingkat kinerja pada kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang diterapkan pada kelas unggul belum sepenuhnya mengacu pada prinsip PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Efektif dan Menyenangkan). Apalagi suasana belajar yang kurang mendukung baik karena cuaca yang panas serta sarana dan prasarana pembelajaran yang serba terbatas. Pada penelitian ini juga ditemui bahwa sekolah yang selama ini dianggap favorit ternyata tidak memperlihatkan tingkat kinerja pembelajaran siswa aktif yang terlalu baik dibandingkan dengan sekolah non favorit. Dari jawaban yang diberikan siswa tentang penerapan pembelajaran siswa aktif ternyata kinerja yang paling rendah ditemui pada aitem pernyataan ”Materi yang harus dipelajari oleh siswa kelas unggul hanya berasal dari penjelasan guru dan buku paket”. Untuk jawaban atas aitem pernyataan ini diperoleh nilai rataan 1,13 atau pada kategori Rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang diterapkan pada kelas unggul secara umum belum beranjak dari paradigma teacher centre, yang menempatkan guru sebagai sumber belajar utama bagi siswa. Penerapan konsep ini tentunya sangat kurang cocok bagi siswa kelas unggul, yang memiliki kemampuan akademik dan bakat istimewa. 22 Siswa kelas unggul hendaknya diberi kesempatan lebih luas untuk mengeksplorasi kemampuannya melalui proses pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber seperti media massa, lingkungan sekitar dan melalui eksperimen sendiri atau berkelompok. Proses pembelajaran yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas seperti ini hanya dapat tercipta apabila diterapkan konsep belajar yang berpusat pada siswa (Anonim, 2006). Penyelenggaraan pembelajaran pada jam pelajaran tambahan untuk siswa PPKU sebagian besar dilaksanakan di dalam kelas, sebagaimana yang diterapkan pada pembelajaran konvensional. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh kekurangmampuan guru dalam merancang kurikulum untuk kegiatan pengayaan di luar kelas serta keterbatasan sarana penunjang pembelajaran. Dengan demikian maka proses pengayaan yang diberikan kepada siswa PPKU hanya tertuju untuk memberikan pemaham teoritis. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip pembelajaran yang menyeimbangkan antara aspek rasio dengan perasaan, dengan menerapkan konsep in-door dan out-door, dimana kegiatan pendidikan di dalam kelas diimbangi dengan pendidikan di luar kelas (Ariyanto, 2001). Dengan demikian siswa kurang mendapat kesempatan untuk mendalami teori yang telah diberikan melalui kegiatan praktis seperti melakukan eksperimen di laboratorium maupun pengamatan di lingkungan sekitarnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa rendahnya penerapan konsep pembelajaran siswa aktif, selain ditentukan oleh rendahnya kemampuan guru, erat kaitannya dengan keterbatasan sarana prasarana pembelajaran seperti laboratorium, perpustakaan dan alat peraga. Kedua faktor ini menjadi lebih penting lagi apabila dikaitkan dengan proses pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa PPKU guna mengembangkan kemampuan afektif dan psikomotorik mereka. Model pembelajaran yang lebih tertuju pada peningkatan kemampuan kognitif semata tentunya harus dibatasi mengacu pada kurikulum yang telah ada. Sedangkan pengayaan harus dilaksanakan dengan orientasi lebih meningkatkan kemampuan afektif dan psikomotorik siswa terhadap materi yang telah mereka terima pada jam pelajaran reguler. Untuk itu dalam rangka pengembangan PPKU ke depan dua aspek ini yaitu pemenuhan kebutuhan sekolah akan sarana dan prasarana serta meningkatkan kemampuan guru yang mengajar di kelas unggul dalam merancang kurikulum dan menerapkan konsep belajar siswa aktif menjadi hal yang sangat prinsip. 23 4.4.3. Hambatan dalam Penyelenggaraan PPKU Informasi mengenai hambatan dalam penyelenggaraan PPKU dikumpulkan dari responden guru melalui kuisioner yang berisi daftar 10 faktor yang potensial menjadi penghambat. Responden diminta membuat peringkat 1 sampai dengan 5 terhadap tingkat kepentingan faktor tersebut. Menghambat, sedangkan Menghambat. Nilai 1 menunjukkan bahwa faktor tersebut Sangat nilai 5 bermakna bahwa faktor tersebut Sangat Kurang Hasil analisis penilaian responden terhadap kesepuluh faktor tersebut disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Faktor Penghambat dalam Penyelenggaraan PPKU Faktor Penghambat Peringkat (a) Tidak semua siswa memiliki kecerdasan dan bakat istimewa tetapi diterima sebagai siswa kelas unggul 2,23 (b) Kemampuan dan keterampilan guru untuk mengajar di kelas unggul kurang memadai 2,00 (c) Sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki sekolah sangat kurang 1,67 (d) Jumlah siswa per-kelas terlalu banyak 2,09 (e) Kurangnya dukungan dari guru lain dan staf sekolah 2,21 (f) Tambahan penghasilan yang diterima guru tidak seimbang dengan tugas yang diberikan 2,41 (g) Hubungan dengan guru kelas reguler kurang harmonis 2,73 (h) Pola kepemimpinan kepala sekolah kurang mendukung 1,98 (i) Bahan acuan untuk menyusun materi pelajaran kelas unggul sangat kurang 1,94 (j) Pembinaan dan evaluasi terhadap guru kelas unggul sangat kurang 2,15 Dari 10 faktor penghambat yang diajukan kepada responden ternyata faktor penghambat terpenting adalah kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki sekolah. Hal ini sangat beralasan mengingat kondisi sarana dan prasarana penunjang pembelajaran di sebagian besar sekolah penyelenggara PPKU memang sangat kurang memadai. Dengan kurang tersedianya sarana pembelajaran seperti laboratorium, alat 24 peraga dan perpustakaan maka keinginan guru untuk memberikan materi pengayaan kepada siswa PPKU menjadi sangat terbatas. Selain itu kondisi ruang kelas dan mebuler yang kurang representatif berakibat proses pembelajaran menjadi tidak nyaman. Di beberapa sekolah masih ditemui kekurangan ruang kelas sehingga sebagian pembelajaran reguler harus dilaksanakan pada siang hari. Faktor penghambat yang juga dianggap penting oleh responden adalah kurangnya bahan acuan untuk menyusun materi pelajaran kelas unggul. Hal ini dikarenakan pada kurikulum yang disusun oleh pusat, yang menjadi acuan utama guru, hanya diperuntukkan bagi pembelajaran di kelas reguler. Sementara itu untuk pengayaan pada PPKU guru dituntut untuk menyusun sendiri materi yang dibutuhkan. Dalam penyusunan materi pengayaan inilah guru sering mendapatkan kesulitan, apalagi jika disertai dengan memasukkan materi keunggulan lokal. Oleh sebab itu penyediaan acuan disertai pelatihan bagi guru kelas unggul dalam menyusun materi pengayaan menjadi salah satu hal perlu mendapat perhatian. Didapat juga bahwa pola kepemimpinan kepala sekolah yang kurang mendukung menjadi faktor penghambat yang dianggap penting. Melalui kuisioner memang agak sulit untuk mencari jawaban mengapa faktor ini menjadi penting. Tetapi dari wawancara dengan guru didapat informasi bahwa hal ini sangat erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan PPKU. Di hampir semua sekolah menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan PPKU dilakukan secara tertutup dan hanya dikelola oleh kepala sekolah, ketua program dan bendahara saja. Ketertutupan pengelolaan keuangan inilah yang menimbulkan berbagai prasangka buruk dari guru sehingga kondisi seperti ini dapat diartikan sebagai kepemimpin kepala sekolah kurang mendukung penyelenggaraan PPKU. Oleh karena itu pembenahan manajemen PPKU, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan uang perlu mendapat perhatian. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan manejemen partsipatif di sekolah, disertai dengan pemantauan yang terus menerus dari instansi yang lebih tinggi. 4.5. Hasil (Product) 4.5.1. Prestasi Akademik Siswa Salah satu cara untuk mengetahui sejauhmana PPKU dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa adalah dengan membandingkan prestasi akademik siswa kelas unggul 25 dengan siswa reguler. Prestasi akademik yang digunakan pada penelitian ini adalah nilai UAN (Ujian Akhir Nasional) tahun 2008. Hanya saja tidak semua sekolah peserta PPKU dapat dianalisis nilai UAN-nya karena sebagian sekolah baru menyelenggarakan PPKU kurang dari tiga tahun pada saat ujian nasional 2008, disamping itu di sebagian sekolah data dimaksud tidak tersedia. Untuk itu dilakukan analisis terhadap nilai UAN pada 22 sekolah penyelenggara PPKU sebagaimana dirangkum pada tabel 2. Tabel 2. Nilai UAN 2008 Sekolah Peserta PPKU Kelas Reguler Kategori Nilai UAN A (> 36) Jumlah Kelas Unggul Proporsi (%) Jumlah Proporsi (%) 30 1,1 19 2,6 B (32 – 35,99) 788 27,7 392 53,4 C (28 – 31,99) 1.369 48,2 231 31,5 D (24 – 27,99) 544 19,5 81 11,0 E (< 23,99) 102 3,6 11 1,5 2.843 100,0 734 100,0 Total Guna mempermudah analisis maka nilai UAN, yang terdiri dari empat mata pelajaran, dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu A dengan nilai UAN > 36; B dengan nilai UAN 32 – 35,99; C dengan nilai UAN 28 – 31,99; D dengan nilai UAN 24 – 27,99; dan E dengan nilai UAN < 23,99. Untuk membandingkan rataan prestasi siswa PPKU dengan kelas reguler berdasarkan kategori nilai UAN secara statistika digunakan uji MannWhitney U. Hasil uji ini menunjukkan bahwa siswa kelas unggul yang memperoleh nilai UAN dengan kategori yang lebih baik berjumlah lebih tinggi (p = 0,00) dibandingkan dengan siswa kelas reguler. Hanya saja jika dilihat dari pola sebarannya, ternyata masih ditemui sebanyak 12,5% siswa PPKU yang memperoleh nilai UAN pada kategori D dan E atau dengan nilai rataan lebih rendah dari 7. Ini menunjukkan bahwa tidak semua siswa kelas unggul mampu memenuhi target nilai ujian akhir yang diharapkan berdasarkan petunjuk penyelenggaraan PPKU. Sebaliknya cukup banyak ditemui siswa reguler yang mampu memperoleh nilai UAN dengan kategori A dan B yaitu 818 siswa. Malah ada 30 siswa kelas reguler yang memperoleh nilai UAN dengan rataan >9, sementara itu siswa 26 PPKU yang mampu mencapai kategori ini hanya 19 orang. Ini menunjukkan bahwa tidak semua siswa dengan potensi kemampuan akademik tinggi tertampung di kelas unggul. Hal ini dapat disebabkan karena memang siswa dimaksud tidak bersedia menjadi siswa kelas unggul atau sistem seleksi siswa PPKU yang digunakan belum mampu menjaring siswa dengan kemampuan akademik tinggi. Tabel 3. Nilai UAN 2008 Sekolah Peserta PPKU Kelas Reguler Kategori Nilai UAN Jumlah Kelas Unggul Proporsi (%) Jumlah Proporsi (%) Sekolah Favorit: A (> 36) 3 0,3 9 4,0 B (32 – 35,99) 223 22,8 125 55,6 C (28 – 31,99) 503 51,5 82 36,4 D (24 – 27,99) 206 21,1 9 4,0 41 4,2 0 0 976 100,0 225 100,0 27 1,4 10 2,0 B (32 – 35,99) 565 30,3 267 52,5 C (28 – 31,99) 866 46,4 149 29,3 D (24 – 27,99) 348 18,6 72 14,1 61 3,3 11 2,2 1.867 100,0 509 100,0 E (< 23,99) Total Sekolah Non-favorit: A (> 36) E (< 23,99) Total Pada tabel 3 disajikan juga hasil analisis nilai UAN terhadap 5 sekolah yang dianggap favorit. Dari hasil analisis ini terlihat bahwa sekolah favorit memiliki proporsi siswa kelas unggul dengan nilai UAN pada kategori A dan B yang lebih banyak serta pada kategori D dan E yang lebih sedikit. Hanya saja secara keseluruhan ternyata sekolah favorit tidak sepenuhnya mampu menghasilkan siswa berprestasi akademik tinggi karena 27 masih ditemui 9 orang siswa kelas unggul yang hanya mampu memperoleh nilai UAN pada kategori D dan E. Selain itu pada sekolah favorit juga ditemui 226 siswa kelas reguler yang mendapatkan nilai UAN dengan kategori A dan B, dibandingkan dengan siswa kelas unggul sebanyak 134 orang. Artinya, sekolah yang selama ini dianggap favorit oleh masyarakat ternyata tidak sepenuhnya mampu menjaring siswa dengan kemampuan akademik istimewa menjadi siswa PPKU. Padahal dengan predikat favorit ini sekolah tersebut mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan siswa dengan kemampuan akademik tinggi untuk menjadi siswa kelas unggul. Dengan menggunakan indikator nilai UAN tahun 2008 ternyata tingkat prestasi yang dicapai oleh siswa PPKU tidak terlalu istimewa, dibandingkan dengan prestasi siswa reguler. Malah dari sisi jumlah, lebih banyak siswa kelas reguler yang mampu mencapai rataan nilai UAN istimewa (> 8). Artinya, untuk mendapatkan nilai UAN yang tinggi, siswa tidak perlu harus menjadi siswa kelas unggul. Hal ini memberikan indikasi bahwa kemampuan kognitif, yang dicerminkan oleh nilai UAN, siswa kelas unggul tidak dapat berkembang secara optimal melalui pembelajaran yang mereka alami. Dengan demikian proses pengayaan yang didominasi oleh pembelajaran yang hanya mengutamakan pengembangan kemampuan kognitif tidak memberikan makna yang berarti terhadap peningkatan kemampuan prestasi akademik siswa. Oleh karena itu orientasi peningkatan kemampuan siswa kelas unggul ke depan harus diubah dari peningkatan kemampuan kognitif menjadi peningkatan kemampuan afektif dan psikomotorik. Pengembangan konsep pembelajaran yang mendukung kemampuan ini tentunya membutuhkan sejumlah perubahan mendasar terhadap penyelenggaraan PPKU yang ada saat ini. Hasil merupakan aspek penilaian yang paling penting dari evaluasi suatu program, yang sesungguhnya merupakan interaksi dari tiga aspek yang lain yaitu konteks, masukan dan proses. Hanya saja untuk menilai kinerja hasil ini bukanlah hal yang mudah karena keberhasilan PPKU tidak hanya dapat dilihat dari kemampuan kognitif siswa saja, tetapi juga kemampuan afektif dan psikomotorik. Oleh karena itu nilai UAN yang digunakan pada evaluasi ini belum sepenuhnya dapat dijadikan indikator yang ideal untuk menilai ketiga aspek kemampuan dimaksud. Sungguhpun demikian dengan menggunakan nilai UAN ini paling tidak telah dapat tergambar kinerja kemampuan kognitif yang telah dicapai oleh siswa PPKU. Dari hasil evaluasi diperlihatkan bahwa PPKU belum memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa. 28 4.5.2. Kepuasan Siswa Salah satu indikator kualitas PPKU adalah tingkat kepuasaan stakeholders utama program ini yaitu siswa terhadap penyelenggaraan PPKU. Pada kuisioner untuk siswa diajukan pertanyaan mengenai tingkat kepuasan mereka terhadap 10 aspek penyelenggaraan PPKU. Jawaban atas pertanyaan ini diberikan dalam format skala Likert dengan lima pilihan yaitu tidak puas, kurang puas, netral, puas dan sangat puas. Setiap jawab yang diberikan diberi skor 0 (tidak puas) sampai dengan 4 (sangat puas). Rangkuman hasil analisis tingkat kepuasan siswa terhadap penyelenggaraan PPKU disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Penyelenggaraan PPKU Aspek Penilaian 1. Sarana dan prasarana penunjang Rataan Skor seperti laboratorium, 1,95 perpustakaan, ruang kelas dan lainnya 2. Proses pemilihan siswa kelas unggul 2,58 3. Kualitas guru yang mengajar di kelas unggul 2,56 4. Jadual waktu belajar 2,50 5. Materi pelajaran yang diberikan 2,64 6. Proses belajar mengajar dan kesempatan siswa untuk aktif 2,52 7. Prestasi mengajar yang telah dicapai 2,38 8. Kebanggaan menjadi siswa kelas unggul 3,07 9. Hubungan dengan siswa kelas reguler 2,55 10. Pola kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mendukung 2,74 penyelenggaraan kelas unggul Keseluruhan 2,55 Dari hasil analisis terhadap kepuasan siswa terhadap penyelenggaraan PPKU diperoleh tingkat kepuasan yang berada pada rataan 2,55 dengan simpangan baku 0,64 atau kategori Tinggi. Aspek yang dinilai responden memberikan kepuasan paling rendah adalah sarana dan prasarana penunjang seperti laboratorium, perpustakaan, ruang kelas 29 dan lainnya. Hal ini tentunya sejalan dengan jawaban guru tentang faktor penghambat dalam pembelajaran PPKU, yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Sedangkan tingkat kepuasan tertinggi diperoleh dari aspek kebanggaan menjadi siswa kelas unggul. Ini menunjukkan bahwa menjadi siswa kelas unggul tidak saja merupakan cara untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswa tertentu tetapi juga memberikan status sosial yang lebih tinggi di kalangan siswa. Pada penelitian ini juga terungkap juga bahwa nilai kepuasan siswa di sekolahsekolah favorit tidak otomatis memperlihatkan nilai yang lebih tinggi. Artinya, pada sekolah favorit yang umumnya mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah serta memiliki sarana dan prasarana pembelajaran serta potensi sumberdaya guru dan siswa yang relatif lebih baik tidak menjamin mampu memberikan kepuasan yang memadai kepada siswanya dalam penyelenggaraan kelas unggul. 4.5.3. Hubungan Sosial Antar Siswa Kekhawatiran akan munculnya hubungan yang kurang harmonis antara siswa kelas unggul dengan siswa kelas reguler, sebagai akibat dari pengelompokan siswa berdasarkan prestasi akademiknya (Suyanto, 2002), secara umum tidak terbukti. Hal ini terlihat dari tingkat kepuasan siswa kelas PPKU tentang hubungan mereka dengan siswa reguler yang relatif tinggi yaitu dengan rataan 2,55. Dari 1.679 responden siswa, hanya 11,5% siswa yang menyatakan kurang puas dan tidak puas terhadap hubungan mereka dengan siswa kelas reguler. Artinya dalam skala yang rendah masih ditemui adanya hubungan yang kurang baik antara siswa kelas unggul dengan siswa reguler tetapi keadaan ini secara keseluruhan tidak terlalu menonjol. 5. Simpulan dan Saran 5.1. Simpulan Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penyelenggaraan PPKU jenjang SMP di Provinsi Jambi belum memberikan manfaat yang optimal terhadap peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi siswa yang memiliki bakat khusus, kemampuan dan kecerdasan tinggi sebagaimana yang diharapkan. Dilihat dari aspek konteks, masukan, proses dan hasil maka dapat disusun suatu simpulan sebagai berikut: 30 1) Secara koseptual PPKU merupakan salah satu pilihan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi siswa dengan kemampuan dan bakat istimewa. Apabila model pendidikan ini dilaksanakan secara benar maka PPKU tetunya akan mampu menjawab tantangan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat; 2) Siswa PPKU mempunyai minat yang tinggi untuk mengikuti program ini. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar siswa menyatakan berminat untuk tetap berada di kelas unggul apabila mereka melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi; 3) Penenetuan siswa PPKU di sebagian besar sekolah hanya menggunakan tes tertulis pada awal tahun ajaran dengan menggunakan prinsip best of the best. Siswa yang memperoleh prestasi akademik rendah pada kenaikan kelas akan dipindahkan ke kelas reguler, sedangkan siswa kelas reguler yang memperoleh nilai akademik tinggi diberi hak untuk masuk ke kelas unggul; 4) Penentuan guru yang mengajar di kelas unggul dilakukan secara subjektif oleh Kepala Sekolah. Hasil uji terhadap pemahaman guru tentang konsep pembelajaran siswa aktif diperoleh rataan pemahaman pada rataan kategori Sedang; 5) Sebagian besar sekolah penyelenggara PPKU menggunakan kurikulum yang disusun dari pusat. Perbedaan kurikulum kelas unggul dengan kelas reguler terutama pada program pengayaan yang dilaksanakan pada jam pelajaran tambahan sebelum dan setelah jam pelajaran reguler. Penyusunan kurikulum yang berbasis keunggulan daerah belum mendapat perhatian dari sekolah penyelenggara PPKU. Ditemui hanya 13 sekolah yang memberikan pelajaran mulok yang berbasis keungulan daerah; 6) Sarana dan prasarana penunjang pembelajaran seperti ruang kelas, laboratorium, alat peraga dan perpustakaan yang tersedia di sekolah penyelenggara PPKU secara umum dalam kondisi yang kurang memadai; 7) Pembiayaan PPKU di sebagian besar sekolah tergantung pada dana bantuan dari Pemerintah Provinsi Jambi. Hanya sebagian kecil sekolah yang mendapat bantuan biaya dari pemerintah kabupaten / kota setempat atau orang tua siswa. 8) Manajemen PPKU di tingkat sekolah umumnya dilaksanakan oleh pengelola program, tanpa banyak melibatkan pihak lain seperti komite sekolah, guru dan siswa. 9) Metode pembelajaran yang diterapkan pada kelas unggul tidak berbeda dengan yang diterapkan pada kelas reguler. Dari hasil uji terhadap penerapan konsep pembelajaran 31 siswa aktif di kelas unggul, hanya diperoleh tingkat kinerja dengan rataan pada kategori sedang. 10) Faktor penghambat yang dianggap paling penting oleh guru dalam penyelenggaraan PPKU adalah keterbatasan sarana dan prasarana penunjang yang dimiliki sekolah; 11) Kualitas hasil belajar siswa PPKU yang dilihat dari nilai UAN tahun 2008 ternyata prestasi yang dicapai oleh siswa kelas unggul tidak terlalu lebih baik dibandingkan dengan prestasi yang dicapai oleh siswa kelas reguler. 12) Tingkat kepuasan siswa kelas unggul terhadap penyelenggaraan PPKU secara umum berada pada kategori Tinggi; 13) Hubungan sosial antara siswa kelas unggul dengan kelas reguler secara umum baik. Hanya sebagian kecil siswa yang menyatakan adanya permasalahan yang berkaitan dengan hubungan antara kedua kelompok siswa ini. 5.2. Saran Guna pengembangan PPKU ke depan, terutama berkaitan dengan adanya bantuan dari Pemerintah Provinsi Jambi kepada sekolah penyelenggara PPKU, maka disarankan: 1) Pengembangan PPKU hendaknya lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan afektif dan psikomotorik melalui kegiatan pengayaan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan bakat istimewa. Untuk itu kegiatan pengayaan harus diterapkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang beragam dengan menggunakan konsep belajar siswa aktif. 2) Guna menunjang kegiatan pengayaan yang lebih berorientasi pada peningkatan kemampuan afektif dan psikomotorik siswa maka pembelajaran pada PPKU harus didukung dengan sarana dan prasarana seperti laboratorium, alat peraga dan perpustakaan yang memadai; 3) Pembelajaran yang sesuai untuk siswa dengan kemampuan dan bakat istimewa adalah pembelajaran yang menggunakan konsep PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan). Penerapan konsep ini tidak harus dilakukan dengan metode tatap muka di dalam kelas tetapi dapat juga dilakukan dengan kegiatan mandiri baik secara perorangan maupun kelompok. Untuk itu perlu upaya untuk meningkatkan 32 kemampuan guru dalam merancang kurikulum dan menerapkan metode pembelajaran dengan menggunakan konsep ini; 4) Untuk mengarahkan PPKU menjadi program PBKD (Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah) maka perlu adanya acuan yang lebih terarah sebagai pegangan bagi guru dalam memasukkan unsur keunggulan daerah ke dalam materi pelajaran yang telah ada. Akan lebih baik apabila mata pelajaran mulok berisikan materi yang berkaitan dengan keunggulan daerah seperti pertanian dan perikanan. Untuk itu perlu disusun buku pegangan mulok dengan materi keunggulan daerah; 5) Berkenaan dengan pemberian bantuan dari Pemerintah Provinsi Jambi kepada sekolah penyelenggara PPKU, ternyata bantuan dalam bentuk hibah (block grant) seperti yang dilakukan saat ini berpotensi menimbulkan permasalahan di internal sekolah. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengelolaan keuangan yang dapat mengundang berbagai kecurigaan guru. Untuk itu bantuan selanjutnya akan lebih baik apabila diberikan dalam bentuk fisik dan peningkatan kapasitas guru. Bantuan dalam bentuk fisik untuk memperbaiki sarana dan prasarana sekolah seperti laboratorium, alat peraga dan buku diharapkan akan mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh sekolah saat ini. Peningkatan kapasitas guru dapat dilakukan melalui pelatihan dan pembinaan secara rutin serta pemantauan secara lebih intensif oleh instansi yang bertanggung jawab. Daftar Pustaka Anonim. 2002. Pedoman Penyelenggaraan Kelas Unggulan Sd, SLTP dan SMU. Dinas Pendidikan Propinsi Jambi. Anonim. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA (Satu Model Pelayanan Pendidikan bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa), Departemen Pendidikan Nasional. Anonim. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP, Depdiknas Anonim. 2007. Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Daerah untuk SMP. Subdin Pendidikan Menengah - Dinas Pendidikan Provinsi Jambi. Ariyanto, T. 2001. Mengkritisi Kelas Percepatan. Kompas. Senin, 10 September 2001. Bruner, J.S. 1962. The Process of Education, Harvard University Press, Cambridge. 33 Fernandes, H.J.X. 1984. Evaluation of Educational Program. National Education Planning, Evaluation and Curriculum Development. Jakarta. Idris, A Z. 2005, Program akselerasi dan eskalasi suatu penelitian evaluatif di SLTP X Jakarta (2004), Jurnal Ilmu Pendidikan Parameter. Nomor 21 Tahun XXII, Januari 2005, hal 1-13, Universitas Negeri Jakarta. Jakarta. Moegiadi. 1991, Perhatian khusus terhadap peserta didik berbakat, Jakarta : Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakteristik, Implementasi dan Inovasi. Jakarta: Prenada Media. Nurhadi, B. Yasin, dan A.G. Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Renzulli J.S, S.M. Reis, SM. dan L.H. Smith. 1981. The Revolving Door Identificational Model. Creative Learning Press. Connecticut. Semiawan, Conny; AS. Munandar dan SCU. Munandar. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Gramedia. Jakarta. Stufflebeam, D.L. H McKee dan B McKee. 2003. The CIPP Model for Evaluation. Paper presented at the 2003 Annual Conference of the Oregon Program Evaluation Network (OPEN). Portland, Oregon. Suyanto. 2002. Kelas Unggulan yang Sesat dalam Sistem Sekolah Kita. Kompas. Senin, 29 April 2002. Tayibnapis, F. Y. 2000. Evaluasi Program. Rineka Cipta. Jakarta. Widyastomo, H. 2000. Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) bagi Siswa yang Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke 6 Nomor 026 Oktober 2000 halaman 496-509. Balitbang Diknas. Jakarta. 34