PENGARUH ELEMEN ATMOSFER LOBI HOTEL TERHADAP PERSEPSI TAMU: STUDI KASUS BOUTIQUE HOTEL DI BANDUNG THEODOSIA C. NATHALIA1 YUSTISIA KRISTIANA2 VASCO A. H. GOELTOM3 Abstract Boutique hotel that explores the uniqueness in terms of building design and facilities and services will increase. This is because the market started educated and naturally selected boutique hotel that offers something different. In order to win the competition, the hotel should be able to give satisfaction to the guests thoroughly. Guest satisfaction and perceptions of service quality is also influenced by the physical environment. The purpose of this study was to determine the effect of architectural style, layout, color, lighting, and furniture in the hotel lobby to the guest perception. The lobby is the soul for a hotel and has advantages compared with the other space for the lobby will create a first impression. There are 6 variables with 25 indicators measured in this study. The method research is quantitative by using a questionnaire distributed to respondents. The number of respondents were 137 people who are guests of boutique hotel in Bandung. Based on the test results five hypothesis were supported that: (1) the impact architectural style influences to guest perceptions, (2) the impact layout influences to guest perceptions, (3) the impact color influences to guest perceptions, (4) the impact lighting influences to guest perceptions, and (5) the impact furniture influences to guest perception. Implications for future research are to develop indicators of physical variables and objects of research. Keywords: boutique hotel, architectural style, layout, color, lighting, furniture, guest perception Abstrak Boutique hotel yang mengetengahkan keunikan dalam hal desain bangunan maupun fasilitas hotel serta layanannya akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pasar yang mulai teredukasi dan terseleksi secara alami bahwa boutique hotel menawarkan sesuatu yang berbeda. Untuk dapat memenangkan persaingan, hotel harus mampu memberikan kepuasan kepada tamu secara menyeluruh. Kepuasan tamu dan persepsinya terhadap kualitas layanan dipengaruhi juga oleh lingkungan fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan, dan furniture di lobi hotel terhadap persepsi tamu. Hal ini dikarenakan lobi merupakan jiwa bagi sebuah hotel dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ruang yang lain sebab lobi akan menciptakan kesan pertama. Terdapat 6 variabel dengan 25 indikator yang diukur dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Jumlah responden sebanyak 137 orang yang 1 Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email: [email protected] Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email: [email protected] 3 Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email: [email protected] 2 97 merupakan tamu boutique hotel di Kota Bandung. Berdasarkan hasil pengujian kelima hipotesa diterima yaitu (1) gaya arsitektur memegaruhi persepsi tamu, (2) tata letak memengaruhi persepsi tamu, (3) warna memengaruhi persepsi tamu, (4) pencahayaan memengaruhi persepsi tamu, dan (5) furniture memengaruhi persepsi tamu. Implikasi untuk penelitian yang akan datang adalah mengembangkan indikator variabel fasilitas fisik dan memperbanyak obyek penelitian. Kata Kunci: boutique hotel, gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan, furniture, persepsi tamu hotel Latar Belakang Hotel merupakan salah satu usaha penyediaan akomodasi. Dalam Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dimaksud dengan usaha penyediaan akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Perkembangan usaha akomodasi di Indonesia menurut klasifikasi akomodasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: TABEL 1 Perkembangan Usaha Akomodasi Menurut Klasifikasi Akomodasi Tahun 2007-2011 Klasifikasi Akomodasi Jumlah Usaha Akomodasi (buah) Total Hotel Bintang Bintang 5 Bintang 4 Bintang 3 Bintang 2 Bintang 1 Akomodasi Non Bintang Hotel Melati Penginapan remaja Pondok wisata Jasa akomodasi lainnya 2007 2008 2009 2010 13.584 1.045 77 164 276 212 316 12.539 7.494 263 2.411 2.371 13.751 1.169 96 188 312 265 308 12.582 5.854 277 2.121 4.330 13.932 1.240 103 227 340 253 317 12.692 7.767 367 2.158 2.400 14.587 1.306 118 232 363 267 326 13.281 8.239 374 2.196 2.472 2011 15.283 1.489 129 252 457 290 361 13.794 8.433 406 2.374 2.581 Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011) Jawa Barat adalah salah satu destinasi unggulan di Indonesia. Jawa Barat memiliki berbagai keunikan potensi objek wisata maupun sarana akomodasinya. Kunjungan wisatawan ke Jawa Barat senantiasa mengalami peningkatan. Data kunjungan wisatawan dapat dilihat pada tabel berikut: 98 TABEL 2 Data Kunjungan Wisatawan Ke Jawa Barat Tahun 2004-2008 Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Total 2004 16.611.680 2005 16.890.316 2006 23.859.547 2007 23.782.302 2008 26.287.031 239.113 207.935 227.668 338.959 262.183 16.850.793 17.098.251 24.087.215 24.121.261 26.549.214 Sumber: Disparbud Provinsi Jawa Barat (2009) Salah satu daerah daerah tujuan wisata di Jawa Barat adalah Bandung. Kota Bandung sebagai pusat kota memiliki potensi wisata serta akomodasi yang mendukung sebagai destinasi wisata. Kota Bandung memiliki hingga 84 hotel bintang dan 190 hotel melati (Bandung Tourism, 2012). Menurut KN Hotel Consultant (2011) tren bisnis hotel salah satunya adalah boutique hotel. Boutique hotel termasuk ke dalam kategori hotel bintang. Boutique hotel yang mengetengahkan keunikan dalam hal desain bangunan maupun fasilitas hotel serta layanannya akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pasar yang mulai teredukasi dan terseleksi secara alami bahwa boutique hotel menawarkan sesuatu yang berbeda. Pasar pun saat ini mulai mencari sesuatu yang berbeda. Untuk dapat memenangkan persaingan, hotel harus mampu memberikan kepuasan kepada tamu secara menyeluruh. Kepuasan tamu dan persepsinya terhadap kualitas layanan dipengaruhi juga oleh lingkungan fisik (Parasuraman, Zeithmal, dan Berry, 1988; Bitner, 1990; Reimer dan Kuehn, 2005). Bitner (1992) menggunakan istilah fasilitas fisik (servicescape) untuk menggambarkan lingkungan fisik di mana layanan berlangsung. Fasilitas fisik yang terdapat di hotel diantaranya adalah lobi hotel. Lobi hotel dapat dianggap salah satu fasilitas fisik yang paling penting karena dampaknya dalam membentuk kesan pertama oleh tamu. Jika kesan pertama sudah positif maka mudah untuk memenuhi atau melebihi harapan tamu (Knutson, 1988). Menurut Dube dan Renaghan (2000), properti fisik dari sebuah hotel termasuk lobi hotel dan ruang publik lainnya sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan pembelian. Mengingat pentingnya properti fisik dari sebuah hotel dan hubungannya dengan konsep fasilitas fisik, maka penting bagi hotel untuk memberi perhatian lebih pada pengaturan fisik. Oleh karena itu judul dari penelitian ini adalah 99 Pengaruh Elemen Atmosfer Lobi Hotel Terhadap Persepsi Tamu: Studi Kasus Boutique Hotel di Bandung. Tinjauan Pustaka Boutique Hotel Boutique hotel adalah hotel yang memiliki desain bangunan dan interior yang unik, mengikuti perkembangan jaman dan bergaya modern sehingga boutique hotel juga dinamakan design hotel atau life style hotel (KN Hotel Consultant, 2010). Komponenkomponen boutique hotel menurut Anhar (2001) adalah sebagai berikut: a. Arsitektur dan desain Boutique hotel tidak memiliki standar tertentu. Konsep dan tema yang digunakan diterapkan pada keseluruhan bangunan inilah yang membuat tamu tertarik untuk datang. b. Layanan Perbedaan mendasar antara boutique hotel dengan jenis hotel lainnya adalah tamu hotel yang memiliki hubungan baik dengan staf hotel. Para staf mengenal dengan baik tamu yang pernah menginap. Kebanyakan boutique hotel memiliki kamar yang relatif sedikit yaitu tidak melebihi 150 kamar. c. Target pasar Target pasar dari boutique hotel umumnya adalah konsumen yang berpenghasilan menengah ke atas dan umumnya berusia 20-an sampai pertengahan 50-an. Lobi Hotel Lobi dapat digambarkan sebagai jiwa bagi sebuah hotel dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ruang yang lain sebab lobi akan menciptakan kesan pertama dan biasanya sulit dilupakan. Definisi lobi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah ruang teras di dekat pintu masuk hotel, bioskop, dan sebagainya yang dilengkapi dengan perangkat meja kursi, yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu. Menurut Rutes et al. (2001), hal-hal yang harus diperhatikan di sebuah lobi hotel adalah 100 (1) entrance, (2) lokasi front desk, (3) akses kantor, (4) pengunjung lift, (5) area tempat duduk, (6) sirkulasi, (7) retail area dan (8) area pendukung. Servicespace Servicescape adalah fasilitas fisik dalam layanan yang didesain untuk kebutuhan tamu dengan tujuan memengaruhi perilaku dan memuaskan tamu. Desain fasilitas fisik akan memberikan dampak yang positif terhadap tamu dan karyawan (Fitzsimmons dan Fitzsimmons, 2011). Bitner (1992) dalam Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2011) mengemukakan tipologi servicescape berdasarkan dua dimensi utama yaitu (1) pemakaian servicescape dan (2) kompleksitas fisik servicescape. Hotel termasuk ke dalam kategori pemakaian servicescape jasa interpersonal dimana pelanggan yaitu tamu hotel merupakan unsur yang harus ada dan sangat penting dalam penggunaan servicescape. Menurut Ezeh dan Harris (2007) servicescape digambarkan sebagai fasilitas fisik yang meliputi beberapa unsur yang berbeda seperti keseluruhan tata letak, desain dan dekorasi. Dimensi servicespace yang dikemukakan oleh Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2011) terdiri dari tiga unsur yaitu (1) ambient conditions, yaitu dimensi yang berhubungan dengan daya tarik estetika, (2) spatial layout and functionality, meliputi penempatan peralatan, furniture, ukuran, bentuk dan jarak yang dapat memengaruhi kenyamanan tamu dan (3) signs, symbols, artifacts, merupakan dekorasi dan lambang yang digunakan untuk berkomunikasi dan meningkatkan citra tertentu, suasana hati tamu atau mengarahkan tamu untuk tujuan yang diinginkan. Persepsi Persepsi merupakan proses kognitif untuk menyaring, memodifikasi atau sepenuhnya mengubah data tersebut. Persepsi awal inilah yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses berpikir seseorang dalam mengambil keputusan (Luthans, 2010). Menurut Robbins dan Judge (2010), persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungannya. Persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima (Pareek dan 101 Khanna, 2011). Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada pemberian arti saja tetapi akan memengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Perumusan Hipotesis Hasil penelitian Siguaw dan Enz (1999) menunjukkan bahwa gaya arsitektur sebuah hotel memiliki dampak pada profitabilitas dan keberhasilan hotel. Mereka percaya bahwa hotel dengan arsitektur dan desain yang unik mampu meningkatkan average daily rate (ADR) dan tingkat hunian kamar. Beberapa orang merasa bahwa keberhasilan dari boutique hotel adalah karena desain arsitektur dan interior yang unik (Cassedy, 2001; Templin, 1999). Argumen ini merumuskan hipotesa sebagai berikut: H1. Gaya arsitektur memengaruhi persepsi tamu Dalam hal tata letak, salah satu kesalahan paling umum dalam desain lobi hotel adalah bahwa bagian kantor depan (front office counter) tidak segera terlihat oleh tamu yang datang dan kurang lancarnya pergerakan tamu dari bagian kantor depan menuju lift (Caro, 2001). Pengaturan tata letak harus meminimalkan kepadatan untuk menciptakan kesan yang baik di antara tamu. Berdasarkan pentingnya tata letak dalam fungsi lobi hotel, itu dapat dikembangkan hipotesis: H2. Tata letak memengaruhi persepsi tamu Sebuah studi yang dilakukan oleh Guilford dan Smith (1959), ditemukan bahwa warna yang cerah cenderung untuk menghasilkan perasaan menyenangkan. Sementara orang mungkin lebih suka warna tertentu, ditemukan bahwa kesesuaian warna bervariasi dengan fungsi ruangan (Slatter dan Whitfield, 1977). Warna dan kombinasi warna mempengaruhi persepsi dan sikap, dan bahkan menyebabkan perbedaan perilaku tertentu (Robson, 1999). Argumen ini merumuskan hipotesa sebagai berikut: H3. Warna memengaruhi persepsi tamu Dalam penelitian yang dikutip oleh Mehrabian dan Russell (1974), orang cenderung tertarik pada sumber cahaya. Pemilihan sumber cahaya berhubungan dengan persepsi yang ingin ditampilkan, misalnya lampu pijar dengan warna yang lembut biasanya berhubungan dengan kualitas lingkungan yang lebih baik, sementara lampu neon yang berwarna terang seringkali berhubungan dengan citra diskon Baker, Grewal, dan 102 Parasuraman, 1994; Sharma dan Stafford, 2000). Argumen ini merumuskan hipotesa sebagai berikut: H4. Pencahayaan memengaruhi persepsi tamu Sementara furniture merupakan bagian penting dari lingkungan fisik, sangat sedikit penelitian yang berfokus khusus pada elemen yang satu ini. Namun, meskipun furniture termasuk dalam semua model atmosfer dan servicescape (Baker, 1987; Bitner, 1992; Wakefield dan Blodgett, 1994, 1996, 1999) tetapi menggunakan terminologi yang berbeda tergantung pada pengaturan fisik yang sedang dipelajari. Argumen ini merumuskan hipotesa sebagai berikut: H5. Furniture memengaruhi persepsi tamu Dari uraian tersebut di atas, disusun model penelitian yang terlihat pada gambar berikut GAMBAR 1 Model Penelitian Gaya Arsitektur Tata Letak Persepsi Tamu Hotel Warna Pencahayaan Furniture Sumber: Adaptasi dari berbagai sumber (2013) 103 Metodologi Penelitian Teknik Pengambilan Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sebagai bagian dari proses penelitian. Sampel adalah suatu unit dasar yang terdiri elemen-elemen dasar yang ada di populasi. Populasi diartikan sebagai serangkaian elemen atau obyek yang dapat memberikan informasi yang dicari oleh peneliti (Malhotra, 2009). Pemilihan sampel dengan salah satu metode nonprobabilitas yang disebut juga metode pemilihan sampel secara tidak acak (non-randomly sampling method), yaitu convenience sampling. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas sehingga dalam penelitian ini memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah. Kelemahan metode convenience sampling ini adalah hasil analisis data sampel mempunyai tingkat generalisasi yang rendah. Hair et al. (2009) menyatakan ukuran sampel memainkan peran penting dalam mengestimasi dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian. Sampel yang terlalu kecil, misalnya 50, tidak direkomendasikan. Sampel yang terlalu besar, misalnya lebih dari 400 sampai dengan 500 juga tidak direkomendasikan. Menurut Hair et al. (2009) tidak ada ukuran sampel yang benar. Hair et al. (2009) memberikan rekomendasi rentang sampel antara 100-200 atau minimum lima sampel untuk setiap parameter (indikator) yang diobservasi. Pengukuran Indikator Variabel Terdapat enam konstruk dalam model penelitian, yaitu gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan, furniture dan persepsi. Tinjauan literatur memberikan pondasi dasar setiap indikator untuk mengukur ke enam konstruk. 104 TABEL 3 Variabel-Variabel Dan Operasionalisasi Indikator-Indikator No 1 Variabel Gaya arsitektur Konseptual Gaya arsitektur sebuah hotel memiliki dampak pada profitabilitas dan keberhasilan hotel 2 Tata letak Pengaturan tata letak harus meminimalkan kepadatan untuk menciptakan kesan yang baik di antara tamu 3 Warna Warna memiliki kemampuan untuk menarik pelanggan dan untuk menciptakan perasaan menyenangkan 4 Pencahayaan Pemilihan sumber cahaya berhubungan dengan persepsi yang ingin ditampilkan 5 Furniture Furniture yang mengisi suatu interior, pemilihan dan penataan furniture sangat mempengaruhi kesan yang ditimbulkan oleh suatu ruangan Indikator a. Gaya arsitektur lobi hotel ini menarik b. Gaya arsitektur lobi hotel ini membuat nyaman c. Gaya arsitektur lobi hotel ini mempunyai ciri tersendiri d. Gaya arsitektur lobi hotel sesuai dengan citra hotel a. Pengaturan tata letak di lobi hotel sesuai dengan kebutuhan tamu b. Pengaturan tata letak di lobi hotel ini membuat nyaman c. Pengaturan tata letak di lobi hotel ini efektif d. Pengaturan tata letak di lobi hotel ini terlihat rapi a. Pemilihan warna pada lobi hotel menampilkan citra hotel b. Pemilihan warna pada lobi hotel ini sesuai dengan gaya arsitektur c. Pemilihan warna pada lobi hotel sesuai dengan furniture yang digunakan d. Pemilihan warna pada lobi hotel ini membuat nyaman a. Sistem pencahayaan di lobi hotel ini baik b. Sistem pencahayan di lobi hotel ini membuat tamu merasa nyaman c. Sistem pencahayaan di lobi hotel ini mampu menghidupkan suasana d. Sistem pencahayaan di lobi hotel ini sesuai dengan citra hotel a. Pemilihan furniture di lobi hotel ini sesuai dengan kebutuhan tamu b. Furniture di lobi hotel membuat tamu merasa nyaman c. Pengaturan furniture sesuai dengan tujuan dan fungsinya dengan tidak mengabaikan sirkulasi tamu hotel d. Pemilihan furniture di lobi hotel ini sesuai dengan citra hotel 105 Sumber Siguaw dan En (1999) Lawson (1976); Rutes dan Penner (1985) Bellizzi, Crowley dan Hasty (1983); Bellizzi dan Hite (1992) Baker, Grewal dan Parasuraman (1994); Sharma dan Stafford (2000) Indraswara (2007) TABEL 3 Variabel-Variabel Dan Operasionalisasi Indikator-Indikator (lanjutan) No 6 Variabel Persepsi Konseptual Persepsi mempunyai pengaruh kuat terhadap proses berpikir seseorang dalam mengambil keputusan Indikator a. Atmosfer lobi hotel ini baik b. Citra yang ditampilkan melalui penataan lingkungan fisik lobi hotel sangat baik c. Hotel ini menjadi pilihan utama saat membutuhkan akomodasi d. Tamu akan kembali menginap di hotel ini e. Tamu akan merekomendasikan hotel ini kepada orang lain Sumber Luthans (2010) Metode Analisis Penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Menurut Hair et al. (2009), jumlah responden yang digunakan disesuaikan dengan jumlah parameter-parameter. Model penelitian ini mempunyai 25 indikator, maka minimal sampel yang dibutuhkan adalah 125 responden. Dalam penelitian ini digunakan prosedur Structural Equation Modeling (SEM) dalam pengembangan dan pengujian model serta pengolahan data penelitian. Dalam hal ini digunakan perangkat lunak Lisrel 8.80. Prosedur Structural Equation Modeling banyak digunakan dalam ilmu sosial dan perilaku (social and behavioral science) karena kemampuan Structural Equation Modeling dalam mengatasi masalah dasar yang dihadapi, yaitu masalah pengukuran variabel laten dan masalah hubungan kausal yang simultan antarvariabel laten (Rudyanto, 2010). Hasil dan Pembahasan Profil Responden Kuesioner yang dibagikan sebanyak 200 kuesioner, tetapi yang kembali dan dinilai valid hanya mencapai 137 kuesioner. Profil responden terlihat bahwa sebesar 76 responden (55%) berjenis kelamin perempuan dan 61 responden (455) berjenis kelamin laki-laki. Responden dengan usia > 24-30 tahun sebanyak 75 responden (55%), usia 31 – 37 tahun sebanyak 38 responden (28%), usia ≤ 23 tahun sebanyak 19 responden (14%) dan usia ≥ 38 tahun sebanyak 5 responden (3%). Rata-rata pendidikan responden adalah 106 S1 sebanyak 81 responden (59%), D3 sebanyak 43 responden (31%), S2 sebanyak 9 responden (7%), SMA sebanyak 4 responden (3%) dan tidak ada responden yang berpendidikan S3 (0%). Berdasarkan pekerjaan, yang berkerja sebagai pegawai swasta sebanyak 88 responden (64%), sebagai wiraswata sebanyak 20 responden (15%), sebagai PNS/TNI/POLRI sebanyak 15 responden (11%), sebagai pelajar/mahasiswa sebanyak 7 responden (5%) dan berprofesi lain-lain sebanyak 7 responden (5%). Berdasarkan penghasilan, terdapat 70 responden (51%) berpenghasilan > Rp. 3.000.000 – Rp. 7.000.000, 27 responden (20%) berpenghasilan > Rp. 7.000.000 - Rp. 11.000.000, 24 responden (17%) berpenghasilan ≤ Rp. 3.000.000 dan 16 responden (12%) berpenghasilan > Rp. 11.000.000 . Untuk pengeluaran saat menginap di hotel sebanyak 49 responden (36%) mengeluarkan sebesar ≤ Rp. 1.000.000, mengeluarkan sebesar > Rp. 1.000.000 - 46 responden (34%) Rp. 2.000.000, 24 responden (17%) mengeluarkan sebesar Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 dan 18 responden (13%) mengeluarkan sebesar > Rp. 3.000.000. Tujuan responden menginap di hotel mayoritas adalah untuk berlibur yaitu sebanyak 102 responden (75%), untuk bisnis sebanyak 25 responden (18%), mengunjungi kerabat sebanyak 6 responden (4%) dan untuk tujuan lainnya sebanyak 4 responden (3%). Uji Validitas, Uji Reliabilitas Dan Penyesuaian Pengukur Variabel Uji validitas dilakukan dengan melihat faktor muatan (factor loading) masingmasing butir pernyataan (indikator pengukur) variabel laten. Igbaria et al. (1997) menyatakan nilai muatan faktor standar lebih besar atau sama dengan 0,50 dan t-value di atas 1,96 menunjukkan nilai validitas yang baik dari sebuah indikator pengukur terhadap variabel latennya. Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi dari variabelvariabel pengukur dari suatu variable laten. Untuk menguji reliabilitas konstruk, peneliti menghitung nilai construct reliability dan variance extracted dari masing-masing variabel laten. Reliabilitas variabel laten dinyatakan baik, jika nilai construct reliability-nya ≥ 0,70, dan nilai variance extracted-nya ≥ 0,50 (Hair et al., 2009). Confirmatory factor analysis menunjukkan hasil uji kecocokan model struktural baik dengan indikator-indikator sebagai berikut: 107 1. Normed Fit Index (NFI) = 0,93 2. Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0,94 3. Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0,63 4. Comparative Fit Index (CFI) = 0,96 5. Incremental Fit Index (IFI) = 0,96 6. Relative Fit Index (RFI) = 0,90 7. Critical N (CN) = 68,22 8. Root Mean Square Residual (RMR) = 0,044 9. Standardized RMR = 0,086 10. Goodness of Fit Index (GFI) = 0,78 11. Chi Square = 482,44 12. RMSEA = 0,100 Tabel berikut merupakan ringkasan perhitungan construct reliability dan variance extracted dari semua indikator-indikator pengukur variabel: TABEL 4 Perhitungan Construct Reliability dan Variance Extracted Indikator GA1 GA2 GA3 GA4 ∑Std. Loading)² ∑ej ∑Std. Loading² TL1 TL2 TL3 TL4 ∑Std. Loading)² ∑ej ∑Std. Loading² Sum Of Measurement Errors 0,32 0,33 0,41 0,56 Sum of squares Std. Loading 0,6889 0,6724 0,5929 0,4356 3,08 9,4864 0,76 0,89 0,70 0,61 1,62 2,3898 0,42 0,20 0,51 0,63 0,5776 0,7921 0,49 0,3721 2,96 1,76 2,2318 Sum of Std Loading 0,83 0,82 0,77 0,66 Variance Extracted Nilai ≥0.50 0,85 0,60 0,83 0,56 0,79 0,50 8,7616 WA1 0,77 0,41 0,5929 WA2 0,68 0,54 0,4624 WA3 0,62 0,62 0,3844 WA4 ∑Std. Loading)² ∑ej 0,70 0,52 0,49 2,77 2,09 1,9297 ∑Std. Loading² Construct Reliability Nilai ≥ 0.70 7,6729 108 TABEL 4 Perhitungan Construct Reliability dan Variance Extracted (lanjutan) Sum of Std Loading Sum Of Measurement Errors Sum of squares Std. Loading PE1 0,75 0,43 0,5625 PE2 0,62 0,61 0,3844 PE4 ∑Std. Loading)² ∑ej 0,79 0,37 0.6241 2,16 1,41 1,571 ∑Std. Loading² 4,6656 Indikator FU1 0,51 0,74 0,2601 FU2 0,62 0,62 0,3844 FU3 0,96 0,08 0,9216 FU4 ∑Std. Loading)² ∑ej 0,50 0,75 0,25 2,59 2,19 1,8161 ∑Std. Loading² 6,7081 0,20 0,07 0,54 0,65 0,54 0,81 0,8281 0,4624 0,3481 0,4624 2 2,911 PER1 0,90 PER2 0,91 PER3 0,68 PER4 0,59 PER5 0,68 ∑Std. Loading)² ∑ej 3,76 ∑Std. Loading² 14,1376 Sumber: Hasil olahan data (2013) Construct Reliability Nilai ≥ 0.70 Variance Extracted Nilai ≥0.50 0,77 0,53 0,75 0,50 0,88 0,60 Pengujian Model Struktural Selanjutnya, pengujian model persamaan struktural dilakukan untuk mengetahui kesesuaian (goodness of fit) dari model penelitian (Gambar 2 dan Gambar 3), yang digunakan dalam analisis data dan menguji hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan antara matrik kovarian dari data sampel dengan matrik kovarian populasi yang diestimasi. 109 GAMBAR 2 Model Struktural Standardized Solution GAMBAR 3 Model Struktural T-Value 110 TABEL 5 Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis Alur (Path) Standardized Solution Nilai-t Simpulan 1 Gaya Arsitektur → Persepsi Tamu 0,77 8,44 Data mendukung Hipotesis 1 2 Tata Letak → Persepsi Tamu 0,81 7,76 Data mendukung Hipotesis 2 3 Warna → Persepsi Tamu 0,91 8,62 Data mendukung Hipotesis 3 4 Pencahayaan → Persepsi Tamu 0,70 6,73 Data mendukung Hipotesis 4 5 Furniture → Persepsi Tamu 1,02 7,68 Data mendukung Hipotesis 5 Sumber: Hasil olahan data (2013) GAMBAR 4 Model Akhir Hasil Penelitian 0,77* 8,44** Gaya Arsitektur 0,81* 7,76** Tata Letak 0,91* 8,62** Persepsi Tamu Hotel Warna 0,70* 6,73** Pencahayaan 1,02* 7,68** Furniture Catatan: * Factor Loading; ** T-Value 111 Pembahasan Hasil Analisis Hipotesis 1 Hipotesis 1 menyatakan gaya arsitektur memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini menunjukkan gaya arsitektur lobi boutique hotel memengaruhi persepsi tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 8,44, dan standardized coefficient sebesar 0,77. Hal ini menunjukkan gaya arsitektur lobi boutique hotel memiliki kontribusi terhadap persepsi tamu sebesar 77%, yang berarti semakin menarik gaya aristektur lobi boutique hotel, semakin positif persepsi tamu. Arsitektur dan desain merupakan salah satu komponen penting dalam mendesain sebuah boutique hotel, yang pada akhirnya dapat menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah (Anhar, 2001). Bagian dari hotel yang memengaruhi persepsi awal tamu adalah lobi hotel. Lobi dapat digambarkan sebagai jiwa bagi sebuah hotel dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ruang yang lain sebab lobi akan menciptakan kesan pertama dan biasanya sulit dilupakan. Gaya arsitektur yang unik, menarik dan nyaman dari lobi hotel, mampu mencerminkan citra hotel sehingga memengaruhi persepsi tamu. Persepsi awal inilah yang mempunyai pengaruh kuat terhadap proses berpikir seseorang dalam mengambil keputusan (Luthans, 2010). Hal ini mendukung hasil penelitian Siguaw dan Enz (1999) yang menunjukkan bahwa gaya arsitektur sebuah hotel memiliki dampak pada profitabilitas dan keberhasilan hotel. Hipotesis 2 Hipotesis 2 menyatakan tata letak memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini menunjukkan tata letak memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 7,76, dan standardized coefficient sebesar 0,81. Hal ini menunjukkan tata letak dalam fungsi lobi hotel memiliki kontribusi terhadap persepsi tamu sebesar 81%, yang berarti semakin baik pengaturan tata letak lobi hotel, semakin positif persepsi tamu terhadap hotel tersebut. Hal ini dikarenakan pengaturan tata letak yang baik dapat meminimalkan kepadatan di lobi hotel sehingga menciptakan kesan yang baik di antara tamu. Hasil ini juga mendukung penyataan Darsono (2001) yang menyatakan bahwa kenyamanan tamu sangat penting bagi hotel karena mulai dari pintu masuk, lobi, counter 112 dan layanan karyawan hotel merupakan kesan pertama bagi tamu. Inilah yang menentukan dan membawa citra hotel. Dalam hal tata letak, salah satu kesalahan paling umum dalam desain lobi hotel adalah bahwa bagian kantor depan (front office counter) tidak segera terlihat oleh tamu yang datang dan kurang lancarnya pergerakan tamu dari bagian kantor depan menuju lift (Caro, 2001). Hipotesis 3 Hipotesis 3 menyatakan warna memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini menunjukkan warna memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 8,62, dan standardized coefficient sebesar 0,91. Hal ini menunjukkan warna memiliki kontribusi terhadap persepsi tamu sebesar 91%, mendukung argumen Robson (1999) yang menyatakan bahwa warna dan kombinasi warna memengaruhi persepsi dan sikap, dan bahkan menyebabkan perbedaan perilaku tertentu. Sebuah studi yang dilakukan oleh Guilford dan Smith (1959), ditemukan bahwa warna yang cerah cenderung untuk menghasilkan perasaan menyenangkan. Sementara orang mungkin lebih suka warna tertentu, ditemukan bahwa kesesuaian warna bervariasi dengan fungsi ruangan (Slatter dan Whitfield, 1977). Hipotesis 4 Hipotesis 4 menyatakan pencahayaan memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini menunjukkan pencahayaan memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 6,73, dan standardized coefficient sebesar 0,70. Hal ini menunjukkan bahwa pencahayaan memiliki kontribusi terhadap persepsi tamu sebesar 70%. Ini sesuai dengan pernyataan Baker et al., 1994 serta Sharma dan Stafford, 2000 bahwa pemilihan sumber cahaya berhubungan dengan persepsi yang ingin ditampilkan. Menurut Kurtz dan Clow (1998) pelanggan akan seringkali membuat keputusan untuk berlangganan berdasarkan lingkungsan jasa (servicescape). Begitu juga dengan keputusan pembelian, lingkungan jasa akan memengaruhi harapan konsumen dan evaluasi mereka pada kualitas jasa. Pengaturan cahaya adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi repson fisiologis dari pelanggan. 113 Hipotesis 5 Hipotesis 5 menyatakan furniture memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini menunjukkan furniture memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 7,68, dan standardized coefficient sebesar 1,02. Furniture merupakan bagian penting dari lingkungan fisik. Furniture yang mengisi suatu interior, pemilihan dan penataan furniture sangat mempengaruhi kesan yang ditimbulkan oleh suatu ruangan (Indraswara, 2007). Pengaturan furniture dan peralatan serta keselarasan diantaranya akan menciptakan visual dan fungsional dari lingkungan dalam menyajikan jasa. Bentuk landscape ini dapat membuat urutan dan efisiensi atau bahkan kekacauan dan ketidakpastian layanan (Bitner, 1992). Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gaya arsitektur memegaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar 8,44, dan standardized coefficient sebesar 0,77. 2. Tata letak memengaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar 7,76, dan standardized coefficient sebesar 0,81. 3. Warna memengaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar 8,62, dan standardized coefficient sebesar 0,91. 4. Pencahayaan memengaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar 6,73, dan standardized coefficient sebesar 0,70. 5. Furniture memengaruhi persepsi tamu, Ini terbukti dengan t-value sebesar 7,68, dan standardized coefficient sebesar 1,02. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan dan furniture memengaruhi persepsi tamu yang datang ke sebuah hotel. Gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan dan furniture merupakan elemen atmosfer yang penting di lobi hotel. Lobi hotel dapat dianggap salah satu fasilitas fisik yang paling penting karena dampaknya dalam membentuk kesan pertama oleh tamu. Jika kesan 114 pertama sudah positif maka mudah untuk memenuhi atau melebihi harapan tamu (Knutson, 1988). Kemampuan lingkungan fisik untuk memengaruhi perilaku tamu dan untuk membentuk citra sangatlah jelas untuk bisnis jasa seperti hotel (Baker, 1987; Bitner, 1992). Menurut Dube dan Renaghan (2000), properti fisik dari sebuah hotel termasuk lobi hotel dan ruang publik lainnya sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan pembelian. Keputusan pembelian ini akan menciptakan nilai bagi tamu selama mereka menginap. Mengingat pentingnya properti fisik dari sebuah hotel dan hubungannya dengan konsep fasilitas fisik, maka penting bagi hotel untuk memberi perhatian lebih pada pengaturan fisik. Bitner (1992) mengembangkan konsep servicescape untuk mendeskripsikan lingkungan fisik dimana layanan disampaikan. Menurut Ezeh dan Harris (2007) servicescape digambarkan sebagai fasilitas fisik yang meliputi beberapa unsur yang berbeda seperti keseluruhan tata letak, desain dan dekorasi. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya Penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Indikator-indikator variabel fasilitas fisik dapat dikembangkan kembali, tidak hanya terpaku dengan lima indikator. 2. Penelitian lebih lanjut memerlukan cakupan yang lebih luas. Penelitian dapat dilakukan dengan mengambil lebih banyak lagi obyek penelitian. 3. Jumlah sampel diperbanyak guna menghindari sampling error. Semakin besar sampel penelitian akan semakin baik apabila penelitian menggunakan SEM sebagai model analisis data. Daftar Pustaka Anhar, Lucienne (2001). The Definition of Boutique Hotels. Homepage Online. Available http://www.hospitalitynet.org/news/4010409.html; Internet; accessed 12 Maret 2012. Baker, J. (1987). The role of the environment in marketing services, in Czepeial, J.A., Congram, C.A. dan Shananhan, J. (Eds), The Services Challenge: Integrating for Competitive Advantage, American Marketing Association, Chicago, IL, pp. 79-84. 115 Baker, J., Grewal, D. dan Parasuraman, A. (1994). The influence of store environment on quality inferences and store image, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 22 No. 2, pp. 328-39. Bandung Tourism (2012). Accomodation. Homepage Online. Available http://www.bandungtourism.com/acc_e.php; Internet; accessed 12 Maret 2012. Bellizzi, J.A., Crowley, A.E., dan Hasty, R.W. (1983). The effects of color on store design, Journal of Retailing, Vol. 68 No. 4, pp. 21-45. Bellizzi, J.A. dan Hite, R.E. (1992). Environmental color, consumer feelings, and purchase likelihood, Psychology & Marketing, Vol. 9 No. 5, pp. 347-63. Bitner, M.J. (1990). Evaluating service encounters: the effects of physical suroundings and employee responses, Journal of Marketing, 54(April), pp. 69-82. Bitner, M.J. (1992). Servicescapes: the impact of the physical environment surround customers and employees, Journal of Marketing, Vol. 54 No. 2, pp. 69-82. Caro, M.R. (2001). Blunders by design, Lodging, Vol. 26 No. 5, pp. 69-70. Cassedy, K. (2001). The personal touch, Lodging, Vol. 19 No. 4, pp. 25-34. Darsono, Agustinus. (2001). Kantor Depan Hotel (Hotel Front Office). Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (2009). Data Kunjungan Wisatawan Ke Jawa Barat Tahun 2004-2008. Homepage Online. Available http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/down.php?id=62&lang=id; Internet; accessed 12 Maret 2012. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (2011). Data Kunjungan Wisatawan Ke Akomodasi Di Kota Bandung Tahun 2010. Homepage Online. Available http://www.disparbud.jabarprov.go.id/applications/frontend/index.php; Internet; accessed 12 Maret 2012. Dube, L. dan Renaghan, L.M. (2000). Creating visible customer value, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 41 No. 1, pp. 62-72. Ezeh, C. dan Harris, L.C. (2007). Servicescape research: a review and a research agenda, The Marketing Review, 7(1), pp. 59-78. Fitzsimmons, James A. dan Fitzsimmons, Mona J. (2011). Service management: operations, strategy, and information technology. UK: McGraw-Hill. Ghozali, Imam (2005). Struktural Equation Modeling dengan Program LISREL 8.54. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 116 Guilford, J. dan Smith, P. (1959). A system of color-preferences, American Journal of Psychology, Vol. 72 No. 4, pp. 487-502. Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., dan Black, Williams C. (2009). Multivariate data analysis, 5th Ed., New Jersey: NJ, Prentice-Hall. Igbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P. dan Cavaye, A. L. M. (1997). Personal Computing Acceptable Factors in Small Firms: A Structural Equation Model, MIS Quarterly, September, 279-299. Indraswara, M.S. (2007). Kajian penempatan furniture dan pemakaian warna, studi kasus pada kamar tidur Hotel Nugraha Wisata Bandungan, Ambarawa, Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukimam, Vol. 6 No. 1 Maret 2007, pp. 22-31. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (2012). Perkembangan Usaha Akomodasi Menurut Klasifikasi Akomodasi Tahun 2007-2011. Homepage Online. Available http://www.budpar.go.id/userfiles/file/klasifikasiusahaakomodasi20072011.pdf; Internet; accessed 12 Maret 2012. KN Hotel Consultant (2010). Konsep Hotel Boutique. Homepage Online. Available http://knhotelconsultant.wordpress.com/tag/definisi-hotel-boutique/; Internet; accessed 12 Maret 2012. Knutson, B.J. (1988). Ten laws of customer satisfaction, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 29 No. 3, pp. 14-17. Lawson, F. (1976). Hotel, motels and condominiums: design, planning and maintenance. Boston, MA: Cahners Books International, Inc. Luthans, F. (2010). Organizational behavior: an evidence-based approach, 12th Ed. Singapore: McGraw Hill. Malhotra, N.K. (2009). Marketing research: an applied orientation, 6th ed. New Jersey: Pearson Education. Mehrabian, A. dan Russell, J.A. (1974). An approach to environmental psychology. Cambridge, MA: MIT Press. Parasuraman, A., Zeithmal, V.A. dan Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A multiple-item scale for measuring consumer perceptions of service quality, Journal of Retailing, Vol. 64 No. 1, Spring, 12-40. Pareek, U. dan Khanna, S. (2011). Understanding organizational behaviour, 3rd Ed. UK: Oxford University Press. Pusat Bahasa (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 117 Reimer, Anja dan Kurhn, Richard (2005). The impact of servicescape on quality perception, European Journal of Marketing, Vol. 39 No. 7/8, pp. 785-808. Rudyanto (2010). Pengaruh kompetensi layanan strategis dan derajat integrasi pemasok terhadap kinerja manajemen rantai pasok berbasis pemasaran relasional, Hospitour, Vol. I No. 2 Oktober 2012, pp. 19-70. Robbins, S.P. dan Judge T. (2010). Organizational behavior, 14th ed. New Jersey: Prentice Hall. Robson, S.K.A. (1999). Turning the tables, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 40 No. 3, pp. 56-63. Rutes, W.A. dan Penner, R.H. (1985). Hotel planning and design. New York, NY: Watson-Guptill Publications. Rutes, W.A., Penner, R.H. dan Adams L. (2001). Hotel design, planning and development. NY: W.W. Norton & Company. Sharma, A. dan Stafford, T.F. (2000). The effect of retail atmospherics on customers’ perceptions of salespeople and customer persuasion: an empirical investigation, Journal of Business Research, Vol. 49 No. 2, pp/ 183-91. Siguaw, J.A. dan Enz, C.A. (1999). Best practices in hotel architecture, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, Vol. 40 No. 5, pp. 44-9. Slatter, P.E. dan Whitfield, T.W. (1977). Room function and appropriateness judgments of color, Perceptual and Motor Skill, Vol. 40 No. 5, pp. 44-9. Tempiln, N. (1999). Boutique-hotel group thrives on quirks, Wall Street Journal, 18 Maret, p. B1. Undang-Undang Republik Indonesia 2009, No. 10 Tentang Kepariwisataan (2009). Wakefield, K.L. dan Blodgett, J.G. (1994). The importance of servicescapes in leisure service settings, Journal of Services Marketing, Vol. 8 No. 3, pp. 66-76. Wakefield, K.L. dan Blodgett, J.G. (1996). The effects of the servicescape on customers’ behavioral intentions in leisure service setting, Journal of Service Marketing, Vol. 10 No. 6, pp. 45-61. Wakefield, K.L. dan Blodgett, J.G. (1999). Customer response to intangible and tangible service factors, Psychology & Marketing, Vol. 16 No. 1, pp. 51-68. 118