97 pengaruh elemen atmosfer lobi hotel terhadap persepsi tamu

advertisement
PENGARUH ELEMEN ATMOSFER LOBI HOTEL TERHADAP PERSEPSI
TAMU: STUDI KASUS BOUTIQUE HOTEL DI BANDUNG
THEODOSIA C. NATHALIA1
YUSTISIA KRISTIANA2
VASCO A. H. GOELTOM3
Abstract
Boutique hotel that explores the uniqueness in terms of building design and facilities and
services will increase. This is because the market started educated and naturally selected
boutique hotel that offers something different. In order to win the competition, the hotel
should be able to give satisfaction to the guests thoroughly. Guest satisfaction and
perceptions of service quality is also influenced by the physical environment. The purpose
of this study was to determine the effect of architectural style, layout, color, lighting, and
furniture in the hotel lobby to the guest perception. The lobby is the soul for a hotel and
has advantages compared with the other space for the lobby will create a first impression.
There are 6 variables with 25 indicators measured in this study. The method research is
quantitative by using a questionnaire distributed to respondents. The number of
respondents were 137 people who are guests of boutique hotel in Bandung. Based on the
test results five hypothesis were supported that: (1) the impact architectural style
influences to guest perceptions, (2) the impact layout influences to guest perceptions, (3)
the impact color influences to guest perceptions, (4) the impact lighting influences to guest
perceptions, and (5) the impact furniture influences to guest perception. Implications for
future research are to develop indicators of physical variables and objects of research.
Keywords: boutique hotel, architectural style, layout, color, lighting, furniture, guest
perception
Abstrak
Boutique hotel yang mengetengahkan keunikan dalam hal desain bangunan maupun
fasilitas hotel serta layanannya akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pasar
yang mulai teredukasi dan terseleksi secara alami bahwa boutique hotel menawarkan
sesuatu yang berbeda. Untuk dapat memenangkan persaingan, hotel harus mampu
memberikan kepuasan kepada tamu secara menyeluruh. Kepuasan tamu dan persepsinya
terhadap kualitas layanan dipengaruhi juga oleh lingkungan fisik. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan, dan
furniture di lobi hotel terhadap persepsi tamu. Hal ini dikarenakan lobi merupakan jiwa
bagi sebuah hotel dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ruang yang lain sebab
lobi akan menciptakan kesan pertama. Terdapat 6 variabel dengan 25 indikator yang
diukur dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan
kuesioner yang dibagikan kepada responden. Jumlah responden sebanyak 137 orang yang
1
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email: [email protected]
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email: [email protected]
3
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan, email: [email protected]
2
97
merupakan tamu boutique hotel di Kota Bandung. Berdasarkan hasil pengujian kelima
hipotesa diterima yaitu (1) gaya arsitektur memegaruhi persepsi tamu, (2) tata letak
memengaruhi persepsi tamu, (3) warna memengaruhi persepsi tamu, (4) pencahayaan
memengaruhi persepsi tamu, dan (5) furniture memengaruhi persepsi tamu. Implikasi
untuk penelitian yang akan datang adalah mengembangkan indikator variabel fasilitas fisik
dan memperbanyak obyek penelitian.
Kata Kunci: boutique hotel, gaya arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan, furniture,
persepsi tamu hotel
Latar Belakang
Hotel merupakan salah satu usaha penyediaan akomodasi. Dalam Undang-Undang
RI No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dimaksud dengan usaha penyediaan
akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi
dengan pelayanan pariwisata lainnya. Perkembangan usaha akomodasi di Indonesia
menurut klasifikasi akomodasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 1
Perkembangan Usaha Akomodasi Menurut Klasifikasi Akomodasi Tahun 2007-2011
Klasifikasi Akomodasi
Jumlah Usaha Akomodasi
(buah)
Total
Hotel Bintang
Bintang 5
Bintang 4
Bintang 3
Bintang 2
Bintang 1
Akomodasi Non Bintang
Hotel Melati
Penginapan remaja
Pondok wisata
Jasa akomodasi lainnya
2007
2008
2009
2010
13.584
1.045
77
164
276
212
316
12.539
7.494
263
2.411
2.371
13.751
1.169
96
188
312
265
308
12.582
5.854
277
2.121
4.330
13.932
1.240
103
227
340
253
317
12.692
7.767
367
2.158
2.400
14.587
1.306
118
232
363
267
326
13.281
8.239
374
2.196
2.472
2011
15.283
1.489
129
252
457
290
361
13.794
8.433
406
2.374
2.581
Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011)
Jawa Barat adalah salah satu destinasi unggulan di Indonesia. Jawa Barat memiliki
berbagai keunikan potensi objek wisata maupun sarana akomodasinya. Kunjungan
wisatawan ke Jawa Barat senantiasa mengalami peningkatan. Data kunjungan wisatawan
dapat dilihat pada tabel berikut:
98
TABEL 2
Data Kunjungan Wisatawan Ke Jawa Barat Tahun 2004-2008
Wisatawan
Nusantara
Wisatawan
Mancanegara
Total
2004
16.611.680
2005
16.890.316
2006
23.859.547
2007
23.782.302
2008
26.287.031
239.113
207.935
227.668
338.959
262.183
16.850.793
17.098.251
24.087.215
24.121.261
26.549.214
Sumber: Disparbud Provinsi Jawa Barat (2009)
Salah satu daerah daerah tujuan wisata di Jawa Barat adalah Bandung. Kota Bandung
sebagai pusat kota memiliki potensi wisata serta akomodasi yang mendukung sebagai
destinasi wisata. Kota Bandung memiliki hingga 84 hotel bintang dan 190 hotel melati
(Bandung Tourism, 2012).
Menurut KN Hotel Consultant (2011) tren bisnis hotel salah satunya adalah
boutique hotel. Boutique hotel termasuk ke dalam kategori hotel bintang. Boutique hotel
yang mengetengahkan keunikan dalam hal desain bangunan maupun fasilitas hotel serta
layanannya akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pasar yang mulai teredukasi
dan terseleksi secara alami bahwa boutique hotel menawarkan sesuatu yang berbeda. Pasar
pun saat ini mulai mencari sesuatu yang berbeda. Untuk dapat memenangkan persaingan,
hotel harus mampu memberikan kepuasan kepada tamu secara menyeluruh. Kepuasan
tamu dan persepsinya terhadap kualitas layanan dipengaruhi juga oleh lingkungan fisik
(Parasuraman, Zeithmal, dan Berry, 1988; Bitner, 1990; Reimer dan Kuehn, 2005).
Bitner
(1992)
menggunakan
istilah
fasilitas
fisik
(servicescape)
untuk
menggambarkan lingkungan fisik di mana layanan berlangsung. Fasilitas fisik yang
terdapat di hotel diantaranya adalah lobi hotel. Lobi hotel dapat dianggap salah satu
fasilitas fisik yang paling penting karena dampaknya dalam membentuk kesan pertama
oleh tamu. Jika kesan pertama sudah positif maka mudah untuk memenuhi atau melebihi
harapan tamu (Knutson, 1988). Menurut Dube dan Renaghan (2000), properti fisik dari
sebuah hotel termasuk lobi hotel dan ruang publik lainnya sangat berpengaruh dalam
pengambilan keputusan pembelian. Mengingat pentingnya properti fisik dari sebuah hotel
dan hubungannya dengan konsep fasilitas fisik, maka penting bagi hotel untuk memberi
perhatian lebih pada pengaturan fisik. Oleh karena itu judul dari penelitian ini adalah
99
Pengaruh Elemen Atmosfer Lobi Hotel Terhadap Persepsi Tamu: Studi Kasus
Boutique Hotel di Bandung.
Tinjauan Pustaka
Boutique Hotel
Boutique hotel adalah hotel yang memiliki desain bangunan dan interior yang unik,
mengikuti perkembangan jaman dan bergaya modern sehingga boutique hotel juga
dinamakan design hotel atau life style hotel (KN Hotel Consultant, 2010). Komponenkomponen boutique hotel menurut Anhar (2001) adalah sebagai berikut:
a. Arsitektur dan desain
Boutique hotel tidak memiliki standar tertentu. Konsep dan tema yang
digunakan diterapkan pada keseluruhan bangunan inilah yang membuat tamu
tertarik untuk datang.
b. Layanan
Perbedaan mendasar antara boutique hotel dengan jenis hotel lainnya adalah
tamu hotel yang memiliki hubungan baik dengan staf hotel. Para staf mengenal
dengan baik tamu yang pernah menginap. Kebanyakan boutique hotel memiliki
kamar yang relatif sedikit yaitu tidak melebihi 150 kamar.
c. Target pasar
Target pasar dari boutique hotel umumnya adalah konsumen yang
berpenghasilan menengah ke atas dan umumnya berusia 20-an sampai
pertengahan 50-an.
Lobi Hotel
Lobi dapat digambarkan sebagai jiwa bagi sebuah hotel dan mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan ruang yang lain sebab lobi akan menciptakan kesan pertama dan
biasanya sulit dilupakan. Definisi lobi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
adalah ruang teras di dekat pintu masuk hotel, bioskop, dan sebagainya yang dilengkapi
dengan perangkat meja kursi, yang berfungsi sebagai ruang duduk atau ruang tunggu.
Menurut Rutes et al. (2001), hal-hal yang harus diperhatikan di sebuah lobi hotel adalah
100
(1) entrance, (2) lokasi front desk, (3) akses kantor, (4) pengunjung lift, (5) area tempat
duduk, (6) sirkulasi, (7) retail area dan (8) area pendukung.
Servicespace
Servicescape adalah fasilitas fisik dalam layanan yang didesain untuk kebutuhan
tamu dengan tujuan memengaruhi perilaku dan memuaskan tamu. Desain fasilitas fisik
akan memberikan dampak yang positif terhadap tamu dan karyawan (Fitzsimmons dan
Fitzsimmons, 2011). Bitner (1992) dalam Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2011)
mengemukakan tipologi servicescape berdasarkan dua dimensi utama yaitu (1) pemakaian
servicescape dan (2) kompleksitas fisik servicescape.
Hotel termasuk ke dalam kategori pemakaian servicescape jasa interpersonal
dimana pelanggan yaitu tamu hotel merupakan unsur yang harus ada dan sangat penting
dalam penggunaan
servicescape.
Menurut Ezeh dan Harris (2007) servicescape
digambarkan sebagai fasilitas fisik yang meliputi beberapa unsur yang berbeda seperti
keseluruhan tata letak, desain dan dekorasi. Dimensi servicespace yang dikemukakan oleh
Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2011) terdiri dari tiga unsur yaitu (1) ambient conditions,
yaitu dimensi yang berhubungan dengan daya tarik estetika, (2)
spatial layout and
functionality, meliputi penempatan peralatan, furniture, ukuran, bentuk dan jarak yang
dapat memengaruhi kenyamanan tamu dan (3) signs, symbols, artifacts, merupakan
dekorasi dan lambang yang digunakan untuk berkomunikasi dan meningkatkan citra
tertentu, suasana hati tamu atau mengarahkan tamu untuk tujuan yang diinginkan.
Persepsi
Persepsi merupakan proses kognitif untuk menyaring, memodifikasi atau
sepenuhnya mengubah data tersebut. Persepsi awal inilah yang mempunyai pengaruh kuat
terhadap proses berpikir seseorang dalam mengambil keputusan (Luthans, 2010). Menurut
Robbins
dan
Judge
(2010),
persepsi
adalah
suatu
proses
dimana
individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna
terhadap lingkungannya.
Persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan, pemilihan,
pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang diterima (Pareek dan
101
Khanna, 2011). Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada pemberian
arti saja tetapi akan memengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya sesuai dengan
rangsang yang diterima dari lingkungannya.
Perumusan Hipotesis
Hasil penelitian Siguaw dan Enz (1999) menunjukkan bahwa gaya arsitektur
sebuah hotel memiliki dampak pada profitabilitas dan keberhasilan hotel. Mereka percaya
bahwa hotel dengan arsitektur dan desain yang unik mampu meningkatkan average daily
rate (ADR) dan tingkat hunian kamar. Beberapa orang merasa bahwa keberhasilan dari
boutique hotel adalah karena desain arsitektur dan interior yang unik (Cassedy, 2001;
Templin, 1999). Argumen ini merumuskan hipotesa sebagai berikut:
H1. Gaya arsitektur memengaruhi persepsi tamu
Dalam hal tata letak, salah satu kesalahan paling umum dalam desain
lobi hotel adalah bahwa bagian kantor depan (front office counter) tidak segera terlihat
oleh tamu yang datang dan kurang lancarnya pergerakan tamu dari bagian kantor depan
menuju lift (Caro, 2001). Pengaturan tata letak harus meminimalkan kepadatan untuk
menciptakan kesan yang baik di antara tamu. Berdasarkan pentingnya tata letak dalam
fungsi lobi hotel, itu dapat dikembangkan hipotesis:
H2. Tata letak memengaruhi persepsi tamu
Sebuah studi yang dilakukan oleh Guilford dan Smith (1959), ditemukan bahwa
warna yang cerah cenderung untuk menghasilkan perasaan menyenangkan. Sementara
orang mungkin lebih suka warna tertentu, ditemukan bahwa kesesuaian warna bervariasi
dengan fungsi ruangan (Slatter dan Whitfield, 1977). Warna dan kombinasi warna
mempengaruhi persepsi dan sikap, dan bahkan menyebabkan perbedaan perilaku tertentu
(Robson, 1999). Argumen ini merumuskan hipotesa sebagai berikut:
H3. Warna memengaruhi persepsi tamu
Dalam penelitian yang dikutip oleh Mehrabian dan Russell (1974), orang
cenderung tertarik pada sumber cahaya. Pemilihan sumber cahaya berhubungan dengan
persepsi yang ingin ditampilkan, misalnya lampu pijar dengan warna yang lembut
biasanya berhubungan dengan kualitas lingkungan yang lebih baik, sementara lampu neon
yang berwarna terang seringkali berhubungan dengan citra diskon Baker, Grewal, dan
102
Parasuraman, 1994; Sharma dan Stafford, 2000). Argumen ini merumuskan hipotesa
sebagai berikut:
H4. Pencahayaan memengaruhi persepsi tamu
Sementara furniture merupakan bagian penting dari lingkungan fisik, sangat
sedikit penelitian yang berfokus khusus pada elemen yang satu ini. Namun, meskipun
furniture termasuk dalam semua model atmosfer dan servicescape (Baker, 1987; Bitner,
1992; Wakefield dan Blodgett, 1994, 1996, 1999) tetapi menggunakan terminologi yang
berbeda tergantung pada pengaturan fisik yang sedang dipelajari. Argumen ini
merumuskan hipotesa sebagai berikut:
H5. Furniture memengaruhi persepsi tamu
Dari uraian tersebut di atas, disusun model penelitian yang terlihat pada gambar
berikut
GAMBAR 1
Model Penelitian
Gaya Arsitektur
Tata Letak
Persepsi Tamu
Hotel
Warna
Pencahayaan
Furniture
Sumber: Adaptasi dari berbagai sumber (2013)
103
Metodologi Penelitian
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sebagai bagian dari proses
penelitian. Sampel adalah suatu unit dasar yang terdiri elemen-elemen dasar yang ada di
populasi. Populasi diartikan sebagai serangkaian elemen atau obyek yang dapat
memberikan informasi yang dicari oleh peneliti (Malhotra, 2009).
Pemilihan sampel dengan salah satu metode nonprobabilitas yang disebut juga
metode pemilihan sampel secara tidak acak (non-randomly sampling method), yaitu
convenience sampling. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak
terbatas sehingga dalam penelitian ini memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang
paling cepat dan murah. Kelemahan metode convenience sampling ini adalah hasil analisis
data sampel mempunyai tingkat generalisasi yang rendah.
Hair et al. (2009) menyatakan ukuran sampel memainkan peran penting dalam
mengestimasi dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian. Sampel yang terlalu kecil,
misalnya 50, tidak direkomendasikan. Sampel yang terlalu besar, misalnya lebih dari 400
sampai dengan 500 juga tidak direkomendasikan. Menurut Hair et al. (2009) tidak ada
ukuran sampel yang benar. Hair et al. (2009) memberikan rekomendasi rentang sampel
antara 100-200 atau minimum lima sampel untuk setiap parameter (indikator) yang
diobservasi.
Pengukuran Indikator Variabel
Terdapat enam konstruk dalam model penelitian, yaitu gaya arsitektur, tata letak,
warna, pencahayaan, furniture dan persepsi. Tinjauan literatur memberikan pondasi dasar
setiap indikator untuk mengukur ke enam konstruk.
104
TABEL 3
Variabel-Variabel Dan Operasionalisasi Indikator-Indikator
No
1
Variabel
Gaya
arsitektur
Konseptual
Gaya arsitektur sebuah
hotel memiliki
dampak pada
profitabilitas dan
keberhasilan hotel
2
Tata letak
Pengaturan tata letak
harus meminimalkan
kepadatan untuk
menciptakan kesan
yang baik di antara
tamu
3
Warna
Warna memiliki
kemampuan untuk
menarik pelanggan
dan untuk
menciptakan perasaan
menyenangkan
4
Pencahayaan
Pemilihan sumber
cahaya berhubungan
dengan persepsi yang
ingin ditampilkan
5
Furniture
Furniture yang
mengisi suatu interior,
pemilihan dan
penataan furniture
sangat mempengaruhi
kesan yang
ditimbulkan
oleh suatu ruangan
Indikator
a. Gaya arsitektur lobi hotel ini
menarik
b. Gaya arsitektur lobi hotel ini
membuat nyaman
c. Gaya arsitektur lobi hotel ini
mempunyai ciri tersendiri
d. Gaya arsitektur lobi hotel
sesuai dengan citra hotel
a. Pengaturan tata letak di lobi
hotel sesuai dengan
kebutuhan tamu
b. Pengaturan tata letak di lobi
hotel ini membuat nyaman
c. Pengaturan tata letak di lobi
hotel ini efektif
d. Pengaturan tata letak di lobi
hotel ini terlihat rapi
a. Pemilihan warna pada lobi
hotel menampilkan citra
hotel
b. Pemilihan warna pada lobi
hotel ini sesuai dengan gaya
arsitektur
c. Pemilihan warna pada lobi
hotel sesuai dengan furniture
yang digunakan
d. Pemilihan warna pada lobi
hotel ini membuat nyaman
a. Sistem pencahayaan di lobi
hotel ini baik
b. Sistem pencahayan di lobi
hotel ini membuat tamu
merasa nyaman
c. Sistem pencahayaan di lobi
hotel ini mampu
menghidupkan suasana
d. Sistem pencahayaan di lobi
hotel ini sesuai dengan citra
hotel
a. Pemilihan furniture di lobi
hotel ini sesuai dengan
kebutuhan tamu
b. Furniture di lobi hotel
membuat tamu merasa
nyaman
c. Pengaturan furniture sesuai
dengan tujuan dan fungsinya
dengan tidak mengabaikan
sirkulasi tamu hotel
d. Pemilihan furniture di lobi
hotel ini sesuai dengan citra
hotel
105
Sumber
Siguaw dan En
(1999)
Lawson (1976);
Rutes dan Penner
(1985)
Bellizzi, Crowley
dan Hasty (1983);
Bellizzi dan Hite
(1992)
Baker, Grewal dan
Parasuraman (1994);
Sharma dan Stafford
(2000)
Indraswara (2007)
TABEL 3
Variabel-Variabel Dan Operasionalisasi Indikator-Indikator (lanjutan)
No
6
Variabel
Persepsi
Konseptual
Persepsi mempunyai
pengaruh kuat
terhadap proses
berpikir seseorang
dalam mengambil
keputusan
Indikator
a. Atmosfer lobi hotel ini baik
b. Citra yang ditampilkan
melalui penataan
lingkungan fisik lobi hotel
sangat baik
c. Hotel ini menjadi pilihan
utama saat membutuhkan
akomodasi
d. Tamu akan kembali
menginap di hotel ini
e. Tamu akan
merekomendasikan hotel
ini kepada orang lain
Sumber
Luthans (2010)
Metode Analisis
Penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan
kepada responden. Menurut Hair et al. (2009), jumlah responden yang digunakan
disesuaikan dengan jumlah parameter-parameter. Model penelitian ini mempunyai 25
indikator, maka minimal sampel yang dibutuhkan adalah 125 responden. Dalam penelitian
ini digunakan prosedur Structural Equation Modeling (SEM) dalam pengembangan dan
pengujian model serta pengolahan data penelitian. Dalam hal ini digunakan perangkat
lunak Lisrel 8.80. Prosedur Structural Equation Modeling banyak digunakan dalam ilmu
sosial dan perilaku (social and behavioral science) karena kemampuan Structural Equation
Modeling dalam mengatasi masalah dasar yang dihadapi, yaitu masalah pengukuran
variabel laten dan masalah hubungan kausal yang simultan antarvariabel laten (Rudyanto,
2010).
Hasil dan Pembahasan
Profil Responden
Kuesioner yang dibagikan sebanyak 200 kuesioner, tetapi yang kembali dan dinilai
valid hanya mencapai 137 kuesioner. Profil responden terlihat bahwa sebesar 76
responden (55%) berjenis kelamin perempuan dan 61 responden (455) berjenis kelamin
laki-laki. Responden dengan usia > 24-30 tahun sebanyak 75 responden (55%), usia 31 –
37 tahun sebanyak 38 responden (28%), usia ≤ 23 tahun sebanyak 19 responden (14%)
dan usia ≥ 38 tahun sebanyak 5 responden (3%). Rata-rata pendidikan responden adalah
106
S1 sebanyak 81 responden (59%), D3 sebanyak 43 responden (31%), S2 sebanyak 9
responden (7%), SMA sebanyak 4 responden (3%) dan tidak ada responden yang
berpendidikan S3 (0%). Berdasarkan pekerjaan, yang berkerja sebagai pegawai swasta
sebanyak 88 responden (64%), sebagai wiraswata sebanyak 20 responden (15%), sebagai
PNS/TNI/POLRI sebanyak 15 responden (11%), sebagai pelajar/mahasiswa sebanyak 7
responden (5%) dan berprofesi lain-lain sebanyak 7 responden (5%). Berdasarkan
penghasilan, terdapat 70 responden (51%) berpenghasilan > Rp. 3.000.000 – Rp.
7.000.000, 27 responden (20%) berpenghasilan > Rp. 7.000.000 - Rp. 11.000.000, 24
responden (17%) berpenghasilan ≤ Rp. 3.000.000 dan 16 responden (12%)
berpenghasilan > Rp. 11.000.000 . Untuk pengeluaran saat menginap di hotel sebanyak 49
responden (36%) mengeluarkan sebesar ≤ Rp. 1.000.000,
mengeluarkan sebesar > Rp. 1.000.000 -
46 responden (34%)
Rp. 2.000.000, 24 responden (17%)
mengeluarkan sebesar Rp. 2.000.000 – Rp. 3.000.000 dan 18 responden (13%)
mengeluarkan sebesar > Rp. 3.000.000. Tujuan responden menginap di hotel mayoritas
adalah untuk berlibur yaitu sebanyak 102 responden (75%), untuk bisnis sebanyak 25
responden (18%), mengunjungi kerabat sebanyak 6 responden (4%) dan untuk tujuan
lainnya sebanyak 4 responden (3%).
Uji Validitas, Uji Reliabilitas Dan Penyesuaian Pengukur Variabel
Uji validitas dilakukan dengan melihat faktor muatan (factor loading) masingmasing butir pernyataan (indikator pengukur) variabel laten. Igbaria et al. (1997)
menyatakan nilai muatan faktor standar lebih besar atau sama dengan 0,50 dan t-value di
atas 1,96 menunjukkan nilai validitas yang baik dari sebuah indikator pengukur terhadap
variabel latennya. Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi dari variabelvariabel pengukur dari suatu variable laten. Untuk menguji reliabilitas konstruk, peneliti
menghitung nilai construct reliability dan variance extracted dari masing-masing variabel
laten. Reliabilitas variabel laten dinyatakan baik, jika nilai construct reliability-nya ≥ 0,70,
dan nilai variance extracted-nya ≥ 0,50 (Hair et al., 2009).
Confirmatory factor analysis menunjukkan hasil uji kecocokan model struktural
baik dengan indikator-indikator sebagai berikut:
107
1. Normed Fit Index (NFI) = 0,93
2. Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0,94
3. Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0,63
4. Comparative Fit Index (CFI) = 0,96
5. Incremental Fit Index (IFI) = 0,96
6. Relative Fit Index (RFI) = 0,90
7. Critical N (CN) = 68,22
8. Root Mean Square Residual (RMR) = 0,044
9. Standardized RMR = 0,086
10. Goodness of Fit Index (GFI) = 0,78
11. Chi Square = 482,44
12. RMSEA = 0,100
Tabel berikut merupakan ringkasan perhitungan construct reliability dan variance
extracted dari semua indikator-indikator pengukur variabel:
TABEL 4
Perhitungan Construct Reliability dan Variance Extracted
Indikator
GA1
GA2
GA3
GA4
∑Std. Loading)² ∑ej
∑Std. Loading²
TL1
TL2
TL3
TL4
∑Std. Loading)² ∑ej
∑Std. Loading²
Sum Of
Measurement
Errors
0,32
0,33
0,41
0,56
Sum of
squares Std.
Loading
0,6889
0,6724
0,5929
0,4356
3,08
9,4864
0,76
0,89
0,70
0,61
1,62
2,3898
0,42
0,20
0,51
0,63
0,5776
0,7921
0,49
0,3721
2,96
1,76
2,2318
Sum of Std
Loading
0,83
0,82
0,77
0,66
Variance
Extracted
Nilai ≥0.50
0,85
0,60
0,83
0,56
0,79
0,50
8,7616
WA1
0,77
0,41
0,5929
WA2
0,68
0,54
0,4624
WA3
0,62
0,62
0,3844
WA4
∑Std. Loading)² ∑ej
0,70
0,52
0,49
2,77
2,09
1,9297
∑Std. Loading²
Construct
Reliability Nilai
≥ 0.70
7,6729
108
TABEL 4
Perhitungan Construct Reliability dan Variance Extracted (lanjutan)
Sum of Std
Loading
Sum Of
Measurement
Errors
Sum of
squares Std.
Loading
PE1
0,75
0,43
0,5625
PE2
0,62
0,61
0,3844
PE4
∑Std. Loading)²
∑ej
0,79
0,37
0.6241
2,16
1,41
1,571
∑Std. Loading²
4,6656
Indikator
FU1
0,51
0,74
0,2601
FU2
0,62
0,62
0,3844
FU3
0,96
0,08
0,9216
FU4
∑Std. Loading)²
∑ej
0,50
0,75
0,25
2,59
2,19
1,8161
∑Std. Loading²
6,7081
0,20
0,07
0,54
0,65
0,54
0,81
0,8281
0,4624
0,3481
0,4624
2
2,911
PER1
0,90
PER2
0,91
PER3
0,68
PER4
0,59
PER5
0,68
∑Std. Loading)²
∑ej
3,76
∑Std. Loading²
14,1376
Sumber: Hasil olahan data (2013)
Construct
Reliability
Nilai ≥ 0.70
Variance
Extracted
Nilai ≥0.50
0,77
0,53
0,75
0,50
0,88
0,60
Pengujian Model Struktural
Selanjutnya, pengujian model persamaan struktural dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian (goodness of fit) dari model penelitian (Gambar 2 dan Gambar 3), yang
digunakan dalam analisis data dan menguji hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat
perbedaan antara matrik kovarian dari data sampel dengan matrik kovarian populasi yang
diestimasi.
109
GAMBAR 2
Model Struktural Standardized Solution
GAMBAR 3
Model Struktural T-Value
110
TABEL 5
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis
Alur (Path)
Standardized
Solution
Nilai-t
Simpulan
1
Gaya Arsitektur →
Persepsi Tamu
0,77
8,44
Data mendukung
Hipotesis 1
2
Tata Letak →
Persepsi Tamu
0,81
7,76
Data mendukung
Hipotesis 2
3
Warna →
Persepsi Tamu
0,91
8,62
Data mendukung
Hipotesis 3
4
Pencahayaan →
Persepsi Tamu
0,70
6,73
Data mendukung
Hipotesis 4
5
Furniture →
Persepsi Tamu
1,02
7,68
Data mendukung
Hipotesis 5
Sumber: Hasil olahan data (2013)
GAMBAR 4
Model Akhir Hasil Penelitian
0,77*
8,44**
Gaya
Arsitektur
0,81*
7,76**
Tata Letak
0,91*
8,62**
Persepsi
Tamu Hotel
Warna
0,70*
6,73**
Pencahayaan
1,02*
7,68**
Furniture
Catatan: * Factor Loading; ** T-Value
111
Pembahasan Hasil Analisis
Hipotesis 1
Hipotesis 1 menyatakan gaya arsitektur memengaruhi persepsi tamu. Hasil
penelitian ini menunjukkan gaya arsitektur lobi boutique hotel memengaruhi persepsi
tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 8,44, dan standardized coefficient sebesar 0,77.
Hal ini menunjukkan gaya arsitektur lobi boutique hotel memiliki kontribusi terhadap
persepsi tamu sebesar 77%, yang berarti semakin menarik gaya aristektur lobi boutique
hotel, semakin positif persepsi tamu. Arsitektur dan desain merupakan salah satu
komponen penting dalam mendesain sebuah boutique hotel, yang pada akhirnya dapat
menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah (Anhar, 2001). Bagian dari
hotel yang memengaruhi persepsi awal tamu adalah lobi hotel. Lobi dapat digambarkan
sebagai jiwa bagi sebuah hotel dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ruang
yang lain sebab lobi akan menciptakan kesan pertama dan biasanya sulit dilupakan.
Gaya arsitektur yang unik, menarik dan nyaman dari lobi hotel, mampu
mencerminkan citra hotel sehingga memengaruhi persepsi tamu. Persepsi awal inilah yang
mempunyai pengaruh kuat terhadap proses berpikir seseorang dalam mengambil
keputusan (Luthans, 2010). Hal ini mendukung hasil penelitian Siguaw dan Enz (1999)
yang menunjukkan bahwa gaya arsitektur sebuah hotel memiliki dampak pada
profitabilitas dan keberhasilan hotel.
Hipotesis 2
Hipotesis 2 menyatakan tata letak memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini
menunjukkan tata letak memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu.
Ini terbukti dengan t-value sebesar 7,76, dan standardized coefficient sebesar 0,81. Hal ini
menunjukkan tata letak dalam fungsi lobi hotel memiliki kontribusi terhadap persepsi
tamu sebesar 81%, yang berarti semakin baik pengaturan tata letak lobi hotel, semakin
positif persepsi tamu terhadap hotel tersebut. Hal ini dikarenakan pengaturan tata letak
yang baik dapat meminimalkan kepadatan di lobi hotel sehingga menciptakan kesan yang
baik di antara tamu.
Hasil ini juga mendukung penyataan Darsono (2001) yang menyatakan bahwa
kenyamanan tamu sangat penting bagi hotel karena mulai dari pintu masuk, lobi, counter
112
dan layanan karyawan hotel merupakan kesan pertama bagi tamu. Inilah yang menentukan
dan membawa citra hotel. Dalam hal tata letak, salah satu kesalahan paling umum dalam
desain lobi hotel adalah bahwa bagian kantor depan (front office counter) tidak segera
terlihat oleh tamu yang datang dan kurang lancarnya pergerakan tamu dari bagian kantor
depan menuju lift (Caro, 2001).
Hipotesis 3
Hipotesis 3 menyatakan warna memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini
menunjukkan warna memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu.
Ini terbukti dengan t-value sebesar 8,62, dan standardized coefficient sebesar 0,91. Hal ini
menunjukkan warna memiliki kontribusi terhadap persepsi tamu sebesar 91%, mendukung
argumen Robson (1999) yang menyatakan bahwa warna dan kombinasi warna
memengaruhi persepsi dan sikap, dan bahkan menyebabkan perbedaan perilaku tertentu.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Guilford dan Smith (1959), ditemukan bahwa warna
yang cerah cenderung untuk menghasilkan perasaan menyenangkan. Sementara orang
mungkin lebih suka warna tertentu, ditemukan bahwa kesesuaian warna bervariasi dengan
fungsi ruangan (Slatter dan Whitfield, 1977).
Hipotesis 4
Hipotesis 4 menyatakan pencahayaan memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian
ini menunjukkan pencahayaan memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap
persepsi tamu. Ini terbukti dengan t-value sebesar 6,73, dan standardized coefficient
sebesar 0,70. Hal ini menunjukkan bahwa pencahayaan memiliki kontribusi terhadap
persepsi tamu sebesar 70%. Ini sesuai dengan pernyataan Baker et al., 1994 serta Sharma
dan Stafford, 2000 bahwa pemilihan sumber cahaya berhubungan dengan persepsi yang
ingin ditampilkan. Menurut Kurtz dan Clow (1998) pelanggan akan seringkali membuat
keputusan untuk berlangganan berdasarkan lingkungsan jasa (servicescape). Begitu juga
dengan keputusan pembelian, lingkungan jasa akan memengaruhi harapan konsumen dan
evaluasi mereka pada kualitas jasa. Pengaturan cahaya adalah salah satu faktor yang dapat
memengaruhi repson fisiologis dari pelanggan.
113
Hipotesis 5
Hipotesis 5 menyatakan furniture memengaruhi persepsi tamu. Hasil penelitian ini
menunjukkan furniture memengaruhi secara signifikan dan positif terhadap persepsi tamu.
Ini terbukti dengan t-value sebesar 7,68, dan standardized coefficient sebesar 1,02.
Furniture merupakan bagian penting dari lingkungan fisik. Furniture yang mengisi suatu
interior, pemilihan dan penataan furniture sangat mempengaruhi kesan yang ditimbulkan
oleh suatu ruangan (Indraswara, 2007). Pengaturan furniture dan peralatan serta
keselarasan diantaranya akan menciptakan visual dan fungsional dari lingkungan dalam
menyajikan jasa. Bentuk landscape ini dapat membuat urutan dan efisiensi atau bahkan
kekacauan dan ketidakpastian layanan (Bitner, 1992).
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. Gaya arsitektur memegaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar
8,44, dan standardized coefficient sebesar 0,77.
2. Tata letak memengaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar
7,76, dan standardized coefficient sebesar 0,81.
3. Warna memengaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar 8,62,
dan standardized coefficient sebesar 0,91.
4. Pencahayaan memengaruhi persepsi tamu, ini terbukti dengan t-value sebesar
6,73, dan standardized coefficient sebesar 0,70.
5. Furniture memengaruhi persepsi tamu, Ini terbukti dengan t-value sebesar
7,68, dan standardized coefficient sebesar 1,02.
Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya arsitektur, tata letak, warna,
pencahayaan dan furniture memengaruhi persepsi tamu yang datang ke sebuah hotel. Gaya
arsitektur, tata letak, warna, pencahayaan dan furniture merupakan elemen atmosfer yang
penting di lobi hotel. Lobi hotel dapat dianggap salah satu fasilitas fisik yang paling
penting karena dampaknya dalam membentuk kesan pertama oleh tamu. Jika kesan
114
pertama sudah positif maka mudah untuk memenuhi atau melebihi harapan tamu
(Knutson, 1988). Kemampuan lingkungan fisik untuk memengaruhi perilaku tamu dan
untuk membentuk citra sangatlah jelas untuk bisnis jasa seperti hotel (Baker, 1987; Bitner,
1992).
Menurut Dube dan Renaghan (2000), properti fisik dari sebuah hotel termasuk lobi
hotel dan ruang publik lainnya sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan
pembelian. Keputusan pembelian ini akan menciptakan nilai bagi tamu selama mereka
menginap. Mengingat pentingnya properti fisik dari sebuah hotel dan hubungannya
dengan konsep fasilitas fisik, maka penting bagi hotel untuk memberi perhatian lebih pada
pengaturan
fisik.
Bitner
(1992)
mengembangkan
konsep
servicescape
untuk
mendeskripsikan lingkungan fisik dimana layanan disampaikan. Menurut Ezeh dan Harris
(2007) servicescape digambarkan sebagai fasilitas fisik yang meliputi beberapa unsur
yang berbeda seperti keseluruhan tata letak, desain dan dekorasi.
Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Saran untuk penelitian selanjutnya
adalah sebagai berikut:
1. Indikator-indikator variabel fasilitas fisik dapat dikembangkan kembali, tidak
hanya terpaku dengan lima indikator.
2. Penelitian lebih lanjut memerlukan cakupan yang lebih luas. Penelitian dapat
dilakukan dengan mengambil lebih banyak lagi obyek penelitian.
3. Jumlah sampel diperbanyak guna menghindari sampling error. Semakin besar
sampel penelitian akan semakin baik apabila penelitian menggunakan SEM
sebagai model analisis data.
Daftar Pustaka
Anhar, Lucienne (2001). The Definition of Boutique Hotels. Homepage Online. Available
http://www.hospitalitynet.org/news/4010409.html; Internet; accessed 12 Maret
2012.
Baker, J. (1987). The role of the environment in marketing services, in Czepeial, J.A.,
Congram, C.A. dan Shananhan, J. (Eds), The Services Challenge: Integrating for
Competitive Advantage, American Marketing Association, Chicago, IL, pp. 79-84.
115
Baker, J., Grewal, D. dan Parasuraman, A. (1994). The influence of store environment on
quality inferences and store image, Journal of the Academy of Marketing Science,
Vol. 22 No. 2, pp. 328-39.
Bandung
Tourism
(2012).
Accomodation.
Homepage
Online.
Available
http://www.bandungtourism.com/acc_e.php; Internet; accessed 12 Maret 2012.
Bellizzi, J.A., Crowley, A.E., dan Hasty, R.W. (1983). The effects of color on store
design, Journal of Retailing, Vol. 68 No. 4, pp. 21-45.
Bellizzi, J.A. dan Hite, R.E. (1992). Environmental color, consumer feelings, and purchase
likelihood, Psychology & Marketing, Vol. 9 No. 5, pp. 347-63.
Bitner, M.J. (1990). Evaluating service encounters: the effects of physical suroundings and
employee responses, Journal of Marketing, 54(April), pp. 69-82.
Bitner, M.J. (1992). Servicescapes: the impact of the physical environment surround
customers and employees, Journal of Marketing, Vol. 54 No. 2, pp. 69-82.
Caro, M.R. (2001). Blunders by design, Lodging, Vol. 26 No. 5, pp. 69-70.
Cassedy, K. (2001). The personal touch, Lodging, Vol. 19 No. 4, pp. 25-34.
Darsono, Agustinus. (2001). Kantor Depan Hotel (Hotel Front Office). Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (2009). Data Kunjungan
Wisatawan Ke Jawa Barat Tahun 2004-2008. Homepage Online. Available
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/down.php?id=62&lang=id; Internet;
accessed 12 Maret 2012.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (2011). Data Kunjungan
Wisatawan Ke Akomodasi Di Kota Bandung Tahun 2010. Homepage Online.
Available http://www.disparbud.jabarprov.go.id/applications/frontend/index.php;
Internet; accessed 12 Maret 2012.
Dube, L. dan Renaghan, L.M. (2000). Creating visible customer value, Cornell Hotel and
Restaurant Administration Quarterly, Vol. 41 No. 1, pp. 62-72.
Ezeh, C. dan Harris, L.C. (2007). Servicescape research: a review and a research agenda,
The Marketing Review, 7(1), pp. 59-78.
Fitzsimmons, James A. dan Fitzsimmons, Mona J. (2011). Service management:
operations, strategy, and information technology. UK: McGraw-Hill.
Ghozali, Imam (2005). Struktural Equation Modeling dengan Program LISREL 8.54.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
116
Guilford, J. dan Smith, P. (1959). A system of color-preferences, American Journal of
Psychology, Vol. 72 No. 4, pp. 487-502.
Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., dan Black, Williams C. (2009).
Multivariate data analysis, 5th Ed., New Jersey: NJ, Prentice-Hall.
Igbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P. dan Cavaye, A. L. M. (1997). Personal Computing
Acceptable Factors in Small Firms: A Structural Equation Model, MIS Quarterly,
September, 279-299.
Indraswara, M.S. (2007). Kajian penempatan furniture dan pemakaian warna, studi kasus
pada kamar tidur Hotel Nugraha Wisata Bandungan, Ambarawa, Jurnal Ilmiah
Perancangan Kota dan Pemukimam, Vol. 6 No. 1 Maret 2007, pp. 22-31.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (2012). Perkembangan Usaha
Akomodasi Menurut Klasifikasi Akomodasi Tahun 2007-2011. Homepage Online.
Available http://www.budpar.go.id/userfiles/file/klasifikasiusahaakomodasi20072011.pdf; Internet; accessed 12 Maret 2012.
KN Hotel Consultant (2010). Konsep Hotel Boutique. Homepage Online. Available
http://knhotelconsultant.wordpress.com/tag/definisi-hotel-boutique/;
Internet;
accessed 12 Maret 2012.
Knutson, B.J. (1988). Ten laws of customer satisfaction, Cornell Hotel and Restaurant
Administration Quarterly, Vol. 29 No. 3, pp. 14-17.
Lawson, F. (1976). Hotel, motels and condominiums: design, planning and maintenance.
Boston, MA: Cahners Books International, Inc.
Luthans, F. (2010). Organizational behavior: an evidence-based approach, 12th Ed.
Singapore: McGraw Hill.
Malhotra, N.K. (2009). Marketing research: an applied orientation, 6th ed. New Jersey:
Pearson Education.
Mehrabian, A. dan Russell, J.A. (1974). An approach to environmental psychology.
Cambridge, MA: MIT Press.
Parasuraman, A., Zeithmal, V.A. dan Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A multiple-item
scale for measuring consumer perceptions of service quality, Journal of Retailing,
Vol. 64 No. 1, Spring, 12-40.
Pareek, U. dan Khanna, S. (2011). Understanding organizational behaviour, 3rd Ed. UK:
Oxford University Press.
Pusat Bahasa (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
117
Reimer, Anja dan Kurhn, Richard (2005). The impact of servicescape on quality
perception, European Journal of Marketing, Vol. 39 No. 7/8, pp. 785-808.
Rudyanto (2010). Pengaruh kompetensi layanan strategis dan derajat integrasi pemasok
terhadap kinerja manajemen rantai pasok berbasis pemasaran relasional,
Hospitour, Vol. I No. 2 Oktober 2012, pp. 19-70.
Robbins, S.P. dan Judge T. (2010). Organizational behavior, 14th ed. New Jersey: Prentice
Hall.
Robson, S.K.A. (1999). Turning the tables, Cornell Hotel and Restaurant Administration
Quarterly, Vol. 40 No. 3, pp. 56-63.
Rutes, W.A. dan Penner, R.H. (1985). Hotel planning and design. New York, NY:
Watson-Guptill Publications.
Rutes, W.A., Penner, R.H. dan Adams L. (2001). Hotel design, planning and development.
NY: W.W. Norton & Company.
Sharma, A. dan Stafford, T.F. (2000). The effect of retail atmospherics on customers’
perceptions of salespeople and customer persuasion: an empirical investigation,
Journal of Business Research, Vol. 49 No. 2, pp/ 183-91.
Siguaw, J.A. dan Enz, C.A. (1999). Best practices in hotel architecture, Cornell Hotel and
Restaurant Administration Quarterly, Vol. 40 No. 5, pp. 44-9.
Slatter, P.E. dan Whitfield, T.W. (1977). Room function and appropriateness judgments of
color, Perceptual and Motor Skill, Vol. 40 No. 5, pp. 44-9.
Tempiln, N. (1999). Boutique-hotel group thrives on quirks, Wall Street Journal, 18
Maret, p. B1.
Undang-Undang Republik Indonesia 2009, No. 10 Tentang Kepariwisataan (2009).
Wakefield, K.L. dan Blodgett, J.G. (1994). The importance of servicescapes in leisure
service settings, Journal of Services Marketing, Vol. 8 No. 3, pp. 66-76.
Wakefield, K.L. dan Blodgett, J.G. (1996). The effects of the servicescape on customers’
behavioral intentions in leisure service setting, Journal of Service Marketing, Vol.
10 No. 6, pp. 45-61.
Wakefield, K.L. dan Blodgett, J.G. (1999). Customer response to intangible and tangible
service factors, Psychology & Marketing, Vol. 16 No. 1, pp. 51-68.
118
Download