i. pendahuluan

advertisement
24
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikarunia kekayaan alam yang melimpah, baik yang berada di darat
maupun di laut.
Sumber alam hutan Indonesia merupakan salah satu hutan
tropika yang terluas di dunia, yang diharapkan dapat terus berperan sebagai paruparu dunia. Indonesia juga merupakan bagian dari kawasan Indo pasifik yang
merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia.
Hutan
sebagai penghasil kayu, yang diharapkan mampu menyediakan
kebutuhan manusia, mengingat dari hutan masyarakat banyak memperoleh
manfaat untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Berbagai bentuk pemanfaatan hutan
sebagai sumber kehidupan baik sebagai penghasil kayu maupun non kayu bagi
manusia telah dilakukan secara turun-temurun sejak dahulu sampai sekarang.
Berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan masyarakat, salah
satunya adalah pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan pewarna alami.
Penghasil Pewarna alami telah lama dikenal sebelum ditemukannya pewarna
sintetis yang telah banyak beredar di pasaran sampai saat ini. Menurut Heyne
(1987) pada tahun 1889 Indonesia mengeksport sumba biji ke Eropa, dan sejak
tahun 1828 tanaman tersebut merupakan tanaman yang wajib ditanam di pulau
Jawa. Sekitar tahun 1870 pewarna sintetis baru muncul dengan segala
kepraktisannya yang mampu menyingkirkan pewarna alami.
Papua merupakan salah satu propinsi terbesar di Indonesia yang memiliki
keanekargaman hayati yang cukup tinggi dibandingkan dengan propinsi lain di
25
Indonesia. Paling sedikit 124 marga tumbuhan berbunga bersifat endemis di
Papua, yang telah membuktikan tingginya keanekaragaman tumbuhan di daerah
ini, dibandingkan dengan 59 marga endemis di Kalimantan, 17 di Sumatra dan 10
di pulau Jawa (FAO, 1981 dalam Petocz, 1987).
Masyarakat Papua dalam kehidupan sehari-hari banyak memanfaatkan hutan
untuk kebutuhan pangan maupun kebutuhan lainnya seperti berburu/senjata,
bahan busana, obat-obatan (bahan kimia) serta beberapa jenis tumbuhan yang
digunakan sebagai sumber bahan pewarna makanan maupun kerajinan tangan.
(Boelars 1986).
Perkembangan jaman yang semakin moderen, menyebabkan kebutuhan bahan
pewarna semakin meningkat dalam berbagai kebutuhan industri, kedutaan besar
Republik Indonesia dalam bidang perdagangan di Belanda tanggal 13 juni 1996
mengeluarkan peringatan bahwa penggunaan pewarna sintetis yang mengandung
bahan kimia membahayakan kesehatan. Peringatan tersebut mengingatkan orang
kembali untuk menggali potensi alam yang aman dan ramah terhadap lingkungan
(Husodo, 1999).
Penelitiaan ini dilakukan pada Masyarakat suku M’Pur, karena merupakan
suku mayoritas di Pegunungan Tamrau yang mendiami Wilayah Kebar.
Penelitiaan tentang tumbuhan penghasil warna alami belum banyak dilakukan
pada suku M’Pur, kehidupan suku ini sepenuhnya bergantung kepada alam
menggambarkan kesamaan dengan suku-suku lain yang ada di Papua
26
Suku M’Pur merupakan suku besar di Pegunungan Tamrau yang telah
memanfaatkan beberapa jenis tumbuhan sebagai bahan pewarna alami. Salah satu
contoh adalah penggunaan Pandanus conoideus sebagai bahan pewarna makanan.
Tumbuhan penghasil pewarna alami yang dimanfaatkan merupakan kekayaan
alam sekaligus merupakan kekayaan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan
agar tidak punah. Kekayaan alam ini merupakan potensi bagi suku M’Pur yang
dapat dimanfaatkan untuk masa depan, dalam bidang industri dapat digunakan
untuk pewarna Batik seperti yang kita lihat pada kota Jogyakarta, pebatik-pebatik
mulai memakai bahan pewarna alam, terbukti mampu bersaing dengan pewarna
sintetis, warna-warna yang dihasilkan lebih lembut dan aman di lingkungan
berbeda dengan pewarna sintetis yang menghasilkan warna-warna cerah tetapi
memiliki efek samping dapat menyebabkan penyakit kanker karena pemakaian
bahan-bahan kimia yang tidak ramah lingkungan
Pemanfaatan tumbuhan penghasil warna alami dalam bidang industri dari segi
konservasi tidak mengalami masalah, tumbuh-tumbuhan yang dimanfaatkan dapat
dibudidayakan sehingga bebas dari kepunahan. Masyarakat suku M’Pur dalam
kehidupan sehari-hari banyak memanfaatkan tumbuhan penghasil warna alami
untuk mewarnai Tas/Noken, Peralatan, dan Makanan, pewarnaan masih bersifat
lokal dan sederhana. Prospek kedepan cerah bagi suku M’Pur untuk dapat
bersaing dalam bidang industri, terlebih dahulu masyarakat diberi pemahaman
arti penting dari tumbuhan pewarna alam, pendidikan dan pelatihan untuk
menghasilkan tenaga-tenaga yang trampil dan profesional sehingga masyarakat
27
mampu mengelola dan mampu bersaing ketika berada di pasaran. Dalam rangka
menjaga agar tumbuh-tumbuhan pewarna tidak punah maka masyarakt harus
memiliki kesadaran yang tinggi dalam melestarikan tumbuh-tumbuhan pewarna.
Kebar sendiri merupakan lahan kritis sejak zaman Belanda sampai zaman
Indonesia. Masyarakat mulai menyadari pentingnya hutan dengan membantu
pemerintah menyukseskan program-program pemerintah dengan menanam pohon.
Pola perladangan yang berpindah-pindah dari masyarakat suku M’Pur
menyebabkan kesuburan tanah menjadi terganggu, tanah mudah mengalami
degradasi, sehingga unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan (N, P, C, Ka)
mudah terdegradasi sehingga tanah menjadi kurus, hal ini menyebabkan tumbuhtumbuhan penghasil warna tidak dapat tumbuh dengan baik, menyebabkan
kepunahan. Informasi yang diturunkan dari nenek moyang tetang tumbuhan
pewarna alami terputus sehingga informasi hilang begitu saja. Untuk menjaga
agar kepunahan tumbuh-tumbuhan tidak terjadi maka masyarakat harus menjaga
dan melestarikan kawasan tersebut
Dari permasalahan-permasalahan
yang terjadi maka diperlukan penelitian
lebih lanjut guna mengetahui jenis-jenis tumbuhan pewarna alami yang
digunakan, termasuk proses perolehan, bentuk penggunaan secara tradisional
dalam kehidupan masyarakat M’Pur, serta cara pelestariannya.
28
B. Perumusan Masalah
1. Apakah jenis-jenis tumbuhan
yang digunakan oleh suku M’Pur sebagai
penghasil bahan pewarna alami.
2. Bagaimana pemanfaatan tumbuhan sebagai penghasil pewarna alami oleh
suku M’Pur
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan oleh suku M’Pur
sebagai penghasil pewarna alami
2. Untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan penghasil pewarna alami oleh suku
M’Pur
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan informasi dan masukkan kepada suku M’Pur tentang
manfaat dan peranan dari tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai bahan
pewarna alami, agar tidak tereksploitasi secara berlebihan sehingga kestabilan
hutan tetap terjaga.
2. Mewariskan informasi tumbuhan pewarna kepada anak cucu agar informasi
tersebut tidak punah atau hilang begitu saja.
3. Membantu PEMDA dan Pemerintah dalam pelestarian kawasan tersebut
Download