BAB 14. JAGUNG Pengenalan Tanaman Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan seperti padi, pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung juga merupakan bahan baku industri pakan ternak, minyak, makanan, tekstil, farmasi dan industri lainnya. Jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Kini dalam setahun luas areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha. Hasil survei yang dilakukan pada tahun 1999, sekitar 80% dari areal pertanaman jagung di Indonesia ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari bebas (komposit) dan hibrida masing-masing 56% dan 24%, sedangkan sisanya 20% varietas lokal (Mejaya et al., 2006). Pada tahun 2000, sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Indonesia telah ditanami varietas unggul terdiri atas 28% jenis hibrida dan 47% jenis komposit, sisanya 25% varietas komposit lokal (Mejaya et al., 2006). Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Tanaman ini berasal dari Amerika yang tersebar ke asia dan afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika (Mahendradatta dan Abu Bakar, 2008). Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah yaitu di Meksiko bagian selatan. Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar. (Iriany et al., 2007). Selama perjalanan Christopher Columbus pada tahun 1492, ditemukan bahwa jagung merupakan makanan penduduk asli yang dikenal dengan sebutan mahiz yang berasal dari bahasa Indian. Setelah penemuan Columbus, jagunng dibawa dan ditanam di spanyol pada tahun 1493, dari situlah kemudian menyebar dengan cepat di benua Eropa samapai ke Asia dan Afrika (Johnson, 2000). Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan apada awal tahun 1600-an dan berkembang menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Jagung merupakan komoditas yang sangat penting disamping padi terutama di negaranegara agraris seperti Indonesia. Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledoneae (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Famili : Poaceae (Graminaceae) Spesies : Zea Spesies : Zea Mays L Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik. Gambar 1. Tipe Biji Jagung (Johnson, 1991) Jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji. Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan: 1. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna. 2. Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu. 3. Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan. Sedangkan menurut bentuk bijinya (kernel) ada 6 tipe utama jagung, yaitu : dent, flint, flour, sweet, pop dan pod corns (Darrah et al.,2003). Jagung jenis dent dicirikan dengan adanya corneous, horny endosperm pada bagian sisi dan belakang kernel, serta pada bagian tengah inti jagung menjulur hingga mhakota endospermanya lunak dan bertepung. Jagung jenis flint memiliki bentuk tebal, keras dengan lapisan horny endosperm disekeliling granula tengah, kecil dan halus. Jagung jenis flour merupakan salah satu jenis jagung yang sangat tua dimana hampir seluruh endospermanya berisi pati yang lunak dan mudah dibuat tepung (Darrah et al.,2003). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung mutasi yang mengandung sedikit pati dengan endosperma berwarna bening. Jagung ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Jagung jenis pop memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan kandungan pati yang lebih sedikit. Sedangkan jagung jenis pod merupakan jagung hias dengan kernel tertutup dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam secara komersil (Johnson, 1991). Potensi Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam pada wilayah bersuhu tinggi dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50O LU dan 50O LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan rendah, sedang, hingga tinggi, atau sekitar 500 mm pertahun (Downswell et al., 1996). Di indonesia jagung dapat tumbuh di semua propinsi, namun yang memiliki produktivitas yang tinggi hanya terdapat dibeberapa daerah saja, salah satu faktor tingginya produktivitas yaitu luas lahan. Jagung di budidayakan pada lingkungan yang beragam. Hasil studi selama kurang lebih 10 Thun menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11% terdapat dilahan sawah irigasi, dan 10% di sawah tadah hujan. Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Jawa timur, Jawa tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara (Suryana, dkk., 2005) Pola tanam tanaman jagung di Indonesia terdapat beberapa jenis sistem, yaitu sistem tegalan tanam ganda : meliputi sekitar 55% pertanaman jagung di indonesia dengan pola tanam : jagung-jagung atau jagung-jagung-jagung. Sistem tegal tanam tunggal : meliputi sekitar 24% pertanaman jagung di indonesia, merupakan tanaman tumpang sari dengan ubikayu : jagung + ubi kayu (sebulan setelah jagung). Sistem sawah tadah hujan : meliputi sekitar 10 % areal pertanaman jagung di indonesia, jagung ditanam pada awal musim hujan sebagai tumpang sari dengan padi, dan pada akhir musim hujan monokultur (padi +jagung-jagung). Sistem sawah irigasi : luas pertanaman sekitar 11%, jagung ditanam satu atau dua kali setelah padi (padijagung-jagung atau padi – jagung) sistem pasang surut : sistem surjan, padi pada bagian rendahan dan jagung bagian guludan. Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint), seperti jagung jenis Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer 2 (setengah mutiara),Hibrida C-1 (setengah mutiara),dan lain-lain. Selain jagung jenis mutiara, jagung tipe berondong (pop corn), jagung jenis gigi kuda (dent corn), dan jagung jenis manis (sweet corn) juga terdapat di Indonesia. Gambar 1. Peta Sepuluh Propinsi Penghasil Jagung Terbesar dan Data Rata-rata produksi Jagung Tahun 2006-2008 di Indonesia Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun, namun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar 11 juta ton per tahun, sehingga masih mengimpor dalam jumlah besar yaitu hingga 1 juta ton (Subandi et al.,2003). Sebagian besar kebutuhan jagung domestik untuk pakan atau industri pakan (57%), sisanya sekitar 34% untuk pangan dan 9% untuk kebutuhan industri lainnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, produksi jagung nasional juga berpeluang besar untuk memasok sebagian pasar jagung dunia yang mencapai sekitar 80 juta ton pertahun (Mejaya, Marsum dan Marsia, 2005). Tabel 1. Luas Area, Produkstivitas, dan Total Produksi Jagung di Indonesia dari tahun 2006-2008 Luas area (Ha) No 1 2 3 Produktivitas (Qu/Ha) Produksi (Ton) Propinsi Rata2 2006 2007 2008 2006 2007 2008 2006 2007 2008 29.583 36.774 34.223 32,73 34,03 32,95 96.825 125.142 112.765 111.577 200.146 229.882 240.413 34,08 35,01 45,71 682.098 804.817 1.098.928 861.947 43,01 43.182 63.219 47,04 51,7 55,65 202 223.251 351.814 191.756 Produksi Nanggroe Aceh D. Sumatera Utara Sumatera Barat 4 Riau 15.539 18.379 21.405 22,35 21,99 22,41 34.730 40.415 47.969 41.038 5 Jambi 8.637 8.655 9.521 33,91 34,69 36,36 29.288 30.024 34.618 31.310 25.199 25.908 31.699 29,32 32,45 31,98 73.883 84.071 101.373 86.443 6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu 31.649 27.117 36.741 26 30,75 31,37 82.287 83.385 115.257 93.643 8 Lampung 332.640 369.971 387.259 35,59 36,4 46,71 1.183.866 1.346.694 1.808.887 1.446.482 990 904 387 29,86 30,27 30,36 2.956 2.736 1.175 2.289 436 439 531 20,53 20,34 21,19 895 893 1.125 971 36 20 20 18,33 19,5 19,5 66 39 39 48 9 10 11 Bangka Belitung Riau Kepulauan D.K.I. Jakarta 12 Jawa Barat 115.797 113.373 118.976 49,51 50,94 53,85 573.311 577.522 640.686 597.173 13 Jawa 497.928 571.013 639.354 37,27 39,12 41,92 1.855.778 2.233.803 2.680.172 2.256.584 Tengah D.I. 14 Yogyakart 70,27 70.216 71.181 31,82 36,77 40,11 224 258.184 285.507 181.305 1.099.184 1.153.496 1.235.933 36,49 36,86 40,88 4.010.922 4.251.786 5.052.494 4.438.401 a 15 Jawa Timur 16 Banten 8.155 6.736 6.288 29,94 30,76 32,08 24.416 20.720 20.172 21.769 17 Bali 28.131 24.021 27.251 27,76 28,81 28,48 78.092 69.205 77.611 74.969 40.617 42.955 59.078 25,6 28,08 33,22 103.980 120.618 196.257 140.285 252,41 217.478 269.215 23,1 23,65 24,83 583 514.335 668.461 394.460 38.271 36.295 42.702 35,74 42,46 43,77 136.781 154.109 186.907 159.265 2.569 1.385 2.045 28,68 28,67 28,43 7.368 3.971 5.814 5.718 17.042 22.241 20.115 34,2 45,39 47,26 58.284 100.952 95.063 84.766 6.051 4.919 5.373 23,81 23,62 23,81 14.407 11.619 12.793 12.940 82.189 115.664 131.791 29,53 35,17 35,36 242.704 406.790 466.013 371.836 Nusa 18 Tenggara Barat Nusa 19 Tenggara Timur 20 21 22 23 24 Kalimanta n Barat Kalimanta n Tengah Kalimanta n Selatan Kalimanta n Timur Sulawesi Utara 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Sulawesi 25.587 40.516 37.569 25,96 29,45 35,81 66.424 119.320 134.535 106.759 206.387 262.436 287.181 33,73 36,96 41,99 696.143 969.963 1.205.873 957.327 33.343 40.975 38.195 22,4 23,68 25,04 74.688 97.029 95.640 89.119 109.792 119.027 156.436 37,91 48,12 48,17 416.221 572.758 753.552 580.844 5.201 7.359 9.110 34,82 36,19 36,25 18.110 26.632 33.024 25.922 6.463 6.761 8.045 23,04 23,2 23,52 14.891 15.686 18.922 16.499 6.512 6.568 6.834 16,47 16,43 16,82 10.725 10.791 11.495 11.004 1.953 1.518 1.094 16,03 15,99 16,02 3.131 2.427 1.753 2.437 4.088 4.141 4.129 16,74 17,03 17,39 6.843 7.052 7.180 7.025 10.601.122 13.286.740 16.323.872 13.403.911 Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat aluku Maluku Utara Papua Barat Papua Total Produksi Indonesia Indonesia telah meningkatkan diversifikasi pengembangan jagung, baik memalui teknik budidaya maupun melalui pengembangan pemanfaatan jagung. Namun pada tahun 2005, pemerintah belum berhasil meningkatkan produktivitas jagung agar dapat memenuhi pasar dunia, karena kebutuhan akan jagung masih sangat besar, berbanding terbalik dengan produktivitasnya. Tabel 2. Target Produksi dan Ekspor jagung yang akan dicapai dari tahun 2005-2025 Tahun Produksi – Kebutuhan (000 ton) Produksi Kebutuhan (000 ton) Konsumsi Industri Pakan Total 2005 11.836,30 4.209,4 2.712,7 4.922,1 11.844,2 -7,90 2006 12.338,16 4.128,5 2.762,8 5.259,0 12.150,4 187,76 2007 12.861,30 4.049,2 2.853,7 5.619,0 12.522,0 339,30 2008 13.406,62 3.971,4 2.947,6 6.003,7 12.922,7 483,92 2009 13.975,06 3.895,1 3.044,6 6.414,7 13.354,4 620,66 2010 14.567,60 3.805,0 3.144,8 6.606,8 13.556,6 1.011,00 2011 15.185,27 3.731,9 3.245,0 7.047,0 14.023,8 1.161,47 2012 15.829,12 3.660,2 3.348,4 7.516,5 14.525,0 1.304,12 2013 16.500,28 3.589,8 3.455,0 8.017,3 15.062,1 1.438,18 2014 17.199,89 3.520,8 3.565,1 8.551,4 15.637,5 1.562,49 2015 17.929,17 3.439,4 3.645,6 8.807,7 15.892,7 2.036,47 2016 18.689,36 3.373,3 3.761,7 9.351,8 16.486,8 2.202,56 2017 19.481,79 3.308,5 3.881,5 9.929,5 17.119,5 2.362,29 2018 20.307,82 3.244,9 4.005,1 10.542,8 18.509,3 2.514,92 2019 21.168,87 3.182,5 4.132,7 11.194,1 18.863,2 2.659,57 2020 22.066,43 3.108,9 4.226,2 11.528,1 18.863,2 3.203,23 2021 23.002,05 3.049,2 4.360,8 12.240,2 19.650,2 3.351,85 2022 23.977,33 2.990,6 4.499,7 12.996,3 20.486,6 3.490,73 2023 24.993,97 2.933,1 4.643,0 13.799,2 21.375,3 3.618,67 2024 26.053,72 2.876,7 4.790,9 14.651,6 22.319,2 3.734,52 2025 27.158,39 2.821,4 4.943,5 15.556,7 23.321,6 3.836,79 3,27 -2,01 2,99 5,48 3,35 1.957,74 Laju (%/thn) (000 ton) Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005 Pemanfaatan Saat Ini Jagung merupakan tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industry ditunjukkan Gambar 2. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak, diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural, dan juga dibuat menjadi etanol sebagai salah satu bahan bakar nabati. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda. Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah: Kalori : 355 Kalori; Protein : 9,2 gr; Lemak : 3,9 gr; Karbohidrat : 73,7 gr; Kalsium : 10 mg; Fosfor : 256 mg; Ferrum : 2,4 mg; Vitamin A : 510 SI; Vitamin B1: 0,38 mg; Air : 12 gr. Dan bagian yang dapat dimakan 90 % (Sumber Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia). Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Sekitar 50% penggunaan jagung untuk peternakan digunakan sebagai pakan ternak, khususnya unggas. Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selama ini tongkol jagung baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan pemanfaatan untuk bahan baku industri belum banyak dilakukan. Kandungan hemiselulosa jagung umumnya 36% berbeda-beda tergantung varietasnya. Tingginya kandungan hemiselulosa tersebut mengakibatkan tongkol jagung berpotensi untuk diolah menjadi xilosa. Xilosa memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri pangan dan dapat disintesis menjadi xilitol, etanol, asam-asam organik (butanol, aseton, asam asetat, dan asam laktat) serta protein sel tunggal. PAKAN DAUN PAKAN KOMPOS GRIT PAKAN KULIT KOMPOS KOMPOS INDUSTRI ROKOK PANGAN PAKAN TEPUNG PANGAN BAHAN BAKU INDUSTRI ETANOL TANAMAN JAGUNG JAGUNG PIPILAN BUAH PAKAN PANGAN PATI BAHAN BAKU INDUSTRI PAKAN ETANOL KOMPOS TONGKOL PULP BAHAN BAKAR RAMBUT PAKAN PANGAN BATANG KERTAS BAHAN BAKAR Gambar 2. Pohon Industri Tanaman Jagung LEMBAGA MINYAK KULIT ARI BAHAN BAKU INDUSTRI Darliah (2008) melakukan studi terhadap pemanfaatan tongkol jagung sebagai bahan baku xilosa dengan menggunakan katalis HCl. Tongkol jagung dengan kandungan hemiselulosa 16.89-41.66%, diperoleh rendemen xilan sebesar 12.24 % bk untuk varietas BISMA dan 7.75% bk untuk varietas P-21. Setelah dihidrolisa dengan HCl pada kondisi suhu hidrolisis 105°C dengan konsentrasi 0.3% (v/v) dalam waktu 4 jam, didapatkan rendemen xilosa sebesar 57.36%. Kelobot jagung didefinisikan sebagai kulit buah jagung yang memiliki permukaan yang kasar dan berwarna hijau muda sampai hijau tua, merupakan limbah dari tanaman jagung yang mudah didapat, murah karena pemanfaatannya yang terbatas serta bersifat biodegradable. Kelobot jagung biasanya dimanfaatkan sebagai pengemas makanan tradisional tertentu,seperti misalnya dodol dan wajik (jawa) atau wajit (sunda) atapun sebagai pembungkus rokok pada industri rokok tradisonal. Banyaknya kelobot jagung dipengaruhi oleh varietas jagungnya, jagung manis memiliki jumlah lembar kelobot lebih banyak dibandingkan dengan jagung pioneer. Adnan (2006) menyatakan bahwa untuk ukuran daya tarik tertinggi adalah pada kelobot lapisan luar varietas pioneer yaitu 344.49 kgf/cm2 pada arah pengukuran sejajar serat. Sedangkan nilai laju transmisi uap air jenis manis lapisan luar sebesar 665.49 g/m2/24 jam sedangkan kelobot jagung pioneer lapisan luar adalah 570.80 g/m2/24 jam. Ekstraksi tongkol jagung menjadi xilan akan menghasilkan hasil samping berupa fraksi selulosa. Fraksi selulosa sebagai komponen terbesar dari tongkol jagung dan merupakan hasil samping ekstraksi hemiselulosa belum dimanfaatkan lebih lanjut. Padahal dengan pengolahan lanjut menggunakan hidrolisa baik secara enzimatis maupun asam dapat menghasilkan gulagula sederhana terutama heksosa (glukosa dan manosa) dan difermentasi lanjut dengan mikroorganisme akan menghasilkan etanol. Pada umumnya kesulitan produksi alcohol dari bahan lignoselulosik seperti tongkol jagung adalah adanya perlakuan awal yang mahal seperti penghilangan lignin, pemisahan komponen dan hidrolisis sebelum fermentasi. (Tsao et al.,1978). Subekti (2006) menyatakan bahwa fermentasi dengan substrat enzim dari kulivasi trichoderma viride menghasilkan parameter biomassa, kadar etanol, dan total asam masingmasing sebesar 1,2 g/lt, 14.22 g/ltd an 0,3% setelah fermentasi selama 60 jam dengan konsentrasi substrat sebesar kurang lebih 10%. Sedangkan fermentasi dengan substrat hidrolisa asam akan menghasilkan kadar etanol dan total asam paling kecil yaitu 2,42 g/lt dan 0,14% dan fermentasi menggunakan substrat glukosa akan menghasilkan parameter biomassa, kadar etanol, dan total asam masing-masing sebesar 0,3 g/lt; 8,52 g/lt dan 0,17%. Rendemen biomassa terbesar adalah dengan hidrolisa asam dengan nilai 0.017 sedangkan hidrolisat enzim sebesar 0,013 dan yang terkecil adalah dengan hidrolisat glukosa sebesar 0,008. Rendemen produk terbesar adalah hidrolisat dengan substrat glukosa sebesar 0,224; hidrolisat enzim akan menghasilkan rendemen sebesar 0,154 dan yang terkecil dengan hidrolisat asam sebesar 0,042. Salah satu kelebihan pembuatan etanol dari jagung yaitu jagung memiliki efisiensi tertinggi dibandingkan komoditas lain (tetes tebu, ubi kayu, sagu, dan ubi jalar) dalam proses pembuatan bioetanol, hal ini didukung oleh kandungan pati jagung yang mencapai 60-70% , dan jumlah rendemen ethanol yang dapat diperoleh sekitar 40% dari berat biomassa. Prinsip pembuatan ethanol yang berasal dari biji jagung sama dengan pembuatan etanol dari bahan berbahan baku pati lainnya. Ada dua tahapan penting yang terjadi selama proses pembuatan etanol berbahan dasar pati, yaitu proses hydrolisis dan proses fermentasi. Awalnya biji jagung dihancurkan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil, kemudian dilakukan proses liquifikasi dan pemasakan, pada tahap ini ditambahkan enzim Alfa-Amilase kemudian dilanjutkan dengan proses sakarafikasi dengan penambahan enzim beta glukosidase. Proses selanjutnya yaitu proses fermentasi yang dilakukan oleh Saccaromyces Cerevisiae pada ph 5. Hasil fermentasi tersebut kemudian di destilasi untuk memisahkan antara kandungan air dan etanol yang terbentuk. (Prihandana., dkk, 2007) DAFTAR PUSTAKA Adnan,Anis Annisa. 2006. Karakterisasi Fisiko Kimia dan Mekanis Kelobot Jagung sebagai bahan kemasan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Anonim, 2009. http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/tables.shtml Darliah, Yani. 2008. Produksi xilosa dari tongkol jagung (Zea Mays L) dengan hidrolisis asam klorida. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Effendi, S dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanaman Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta. Iriany, R.N., M. Yasin H.G., dan A. Takdir M., 2007. Asal, sejarah, evolusi, dan taksonomi tanaman jagung. Di dalam : sumarno et al. (Editor). Jagung : teknik produksi dan pengembangan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor Johnson, L.A., 1991. Corn : The major cereal of the American. In : Kulp and Ponte, Jr. Handbook of Cereal Science and technology. Marcel Dekker, Inc. New York, Bassel. Dowswell, C.R., R.L.Paliwal, and R.P.Cantrell, 1996. Maize in the thir world. Westview Press. Mahendradatta, M., dan Abu Bakar T., 2008. Jagung dan Diversifikasi Produk olahannya. Masagena Press, Makassar. Maynard. L.A dan J.K Loosli.1993. Animal Nutrition. Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Mejaya.,M.J., Marsum D dan Marcia P.2006. Pola Heterosis dalam pembentukan varietas unggul jagung bersari bebas dan hibrida. Seminar rutin Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Prihandana, Rama., Kartika Noerwijari, Praptiningsih Gamawati Adinurani, Dwi Ningsih, Sigit Setiadi, dan Roy Hendroko. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agro Media, Jakarta. Suryana, Achmad., Djoko S.D., Subandi, Ketut K., Zubachtirodin, Sani S., 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta Subekti, hendro. 2006. Produksi etanol dari hidrolisat fraksi selulosa tongkol jagung oleh Saccaromyches cerevisiae. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Tsao, G. T., M. Ladisch, T.A Hsu, B.Dale, C.Ladisch dan T. Chou. 1978. Fermentation Substrate from Cellulosic Materials : Production of Fermentable Sugars from Cellulosic Materials. Didalam D. Perlman (ed.) Annual Reports on Fermentation Process Volume 2. Academic Press, New York.