PROFIL SOSIAL EKONOMI PEREMPUAN PENGUMPUL SEMEN BUANGAN DI DESA BIRING ERE KEC. BUNGORO KAB. PANGKEP THE WOMEN’S SOCIO ECONOMIC PROFILE ON THE BIRING ERE VILLAGE AT BUNGORO OF CEMENT WASTE COLLECTOR IN PANGKEP SKRIPSI INDAH CAHYANI E 411 08 300 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 PROFIL SOSIAL EKONOMI PEREMPUAN PENGUMPUL SEMEN BUANGAN DI DESA BIRING ERE KEC. BUNGORO KAB. PANGKEP SKRIPSI INDAH CAHYANI E411 08 300 Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahakan Kepada kedua orang tua, Ibunda Syamsiah dan ayahanda Watrom atas setiap dukungannya kepada penulis. Terima kasih untuk segala kasih sayangnya dan perhatian yang tak terbatas kepada anakmu meskipun penulis selalu membuat marah dan mengecewakan dengan sikap dan sifat penulis yang keras kepala dan egois sebagai anak tapi penulis tahu doa yang tak terbatas serta dorongan-dorongan hingga penulis samapi saat ini. Kepada tante dan om penulis Mismawati dan Rustam dan Nani dan Ijah atas segala doa, dorongan, dan kasih sayang yang tak terbatas kepada cucunya. Kepada adik tercinta Budi Prasetyo, meskipun kita sering bertengkar tapi penulis begitu sayang dan maaf jika belum menjadi kakak yang terbaik seperti yang adik inginkan. KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT pemilik kehudipan. Penulis Skripsi ini bahwa bukti betapa Maha cinta-Nya Engkau ya Allah. Terima kasih untuk segalanya yang Engkau berikan dan anugerahkan dalam hidupku. Kepada Dr. H. M. Darwis, MA, DPS selaku pembimbing I, terima kasih atas segala kepercayaan dan bimbingannya sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini dan Drs. Andi Haris, MSC selaku pembimbing II, terima kasih untuk setiap waktu yang diberikan kepada penulis dan masukkannya sehingga mampu mengerjakan Skripsi ini. Mohon maaf jika banyak salah dalam penulisan ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan pula kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Idrus A. Paturusi Sp.B.Sp.Bo selaku Rektor Universitas Hasanuddin Makassar. 2. Prof Dr. Hamka Naping, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. 3. Dr. H. Darwis, MA.DPS selaku Ketua Jurusan dan Dr. Rahmat Muhammad M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. 4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik penulis dalam pendidikan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan baik. 5. Om Jasmin, om Uttang, Om Rustam, sekeluarga dan atas segala dukungannya selama ini baik secara moral maupun Materi. 6. Seluruh staf karyawan Jurusan Sosiologi dan Staf Perpustakaan yang telah memeberikan bantuan kepada saya selama menjadi mahasiswa. Khususnya Pak Yan Tandea yang selalu menyemangati untuk cepat-cepat menyelesaikan penulisan Skripsi. 7. TerIma Makasih sebanyak - banyak buat semua teman BUNGLON 08 seperti tanpa Kalian mungkin Penulis Tidak bisa sekarang. Community Khusus Teman-teman Development Marcell, Jo, Maslam, Dani, Nely, Chiponk, Anto, Abdi, Maman, Uun, Toni. Abe dan Aries tengkyu so much untuk semuanya, teman-teman sekelasku hik,hk!! Maap yaa klo yang laen ga’ di sebut z lupaa!!. kita selalu berjuang bersama dalam perkulihaan dengan jumlah yang sedikit tapi tetap semangat dalam kebersamaan. 8. Makasih buat sahabat yang seperti saudara tercinta dan terkasih saya selama ini kita selalu bersama dalam suka dan duka. Regilna Dessyanthy, menemaniku dalam suka Yang selama ini selalu dan duka dalam senasib, sependeritaan, sepenanggungan. Mishela Rayo, ceritaceriata donk low ada gandengan baru. Neng Kathrin, belajar donk bicara yang lebih pelan supaya kita yang dengar juga bisa ngerti hhahahahha. Sista Dian Syilfiah, miss koro-koro kayaknya penulis bakalan kangen sama koro-koromu. sista Fany Asrial, diam-diam tapi mulai nakal ayo semangat ya kerja Skripsinya. tanpa kalian saya tidak sampai pada titik saat ini dan sista Putu Santhy Devi meskipun kita berjauhan tapi sosok dirimu yang baik dan perhatian dan selalu ada dihati penulis takkan terganti (kek judul lagu) oleh siappun. Agnes rajin-rajin kuliah say,,, udah lama kita nggak kumpul lagi sama-sama. Terima makasih banyak buat doa kalian semua. semoga kita semuga sukses dan selalu bersama selamanya. Love and Miss You All guys. 9. Buat Rima Hardianti dan Mitha Onye” juga My best friend semenjak SMP hingga kini Afrilla Fitri Anggaraeni dan Ariyanti thanks buat bantuan dan semangatnya. 10. Saudara Kamal, Marda, Chery, Monye’ Kam, Amar, AIe, dan serta teman-teman BP KEMASOS 2010-2011 yang penulis tidak mampu nyebutkan satu persatu yang setia bersama dalam belembaga. serta Seluruh kakak-kakak dan adik yang bersatu, berbaur dalam Warga KEMASOS Fisip Unhas. 11. Buat Taufik Ismail My Best Partner Forever terima kasih banyak untuk setiap semangat, waktu, dan tenaga yang telah kau berikan demi membantu menyelesaikan skripsi ini. Tanpamu tidak akan dapat kulalui dan ku dapatkan hari ini. 12. Teman-teman seposko Desa Bowong Cindea, aduh kangennya bbergosip lagi ma Neng princess Nazly, ibu peri Rahma, dan ibu tiri Winda hikz,,hikzz... juga Pak kordes yang semua tempat dilihat hutan, Kak iiiiiiiii yang kepedean, Anto yang selalu galau, dan Ical yang tiap menit dan detik nelpon terus. 13. Temanku Afrilla Fitri Anggraeni dan Ariyanti yang sejak SMP kita selalu bersama hingga hari ini terima kasih untuk setiap semangat dan dukungannya 14. Terima kasih buat para Informan atas segala informasi yang telah diberikan serta ingin berbagi cerita mengenai kehidupan kalian dan doa yang kalian berikan kepada penulis. 15. Mohon maaf jika banyak tak tersebut sekali lagi maaf dan makasih atas segala bantuan serta doa yang diberikan kepada penulis. Makassar 29, Mei 2012 Penulis ABSTRAK Indah Cahyani, E41108300. Studi Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan di Desa Biring Ere Kec. Bungoro Kab. Pangkep dibimbing oleh H.M Darwis dan Andi Haris. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil sosial ekonomi parempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep dan bagaimana para perempuan pengumpul semen buangan ini membagi waktu mereka di sektor publik dan sektor domestik. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah 5 orang wanita yang bekerja sebagai pengumpul semen buangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalahb penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang diamati mengahasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari perempuan pengumpul semen buangan yang diamati selam melakukan penelitian ini. Dasar penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Sedangkan tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata, dan penjelasan tentang profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para permpuan pengumpul semen buangan ini terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang terpaksa melakukan pekerjaan ini demi membantu suami mereka mencukupi kebutuhan keluarga karena penghasilan suami mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan hasil dari mengumpulkan semen buangan ini dapat membantu mengatasi kesulitan ekonomi keluarga mereka . dapat melakukan penelitian bahwa para informan banyak menceritakan kehidupan sehari-hari mereka dalam keluarga karena semua informan yang berjumlah lima orang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga. Dalam memperthankan kelangsungan hidup keluarga, wanita berupaya dengan bekerja sebagai pengumpul semen buangan. Perannya sebagai ibu rumah tangga memiliki beban yang cukup berat karena mereka harus bekerja dan mencari nafkah dan serta megurus segala kebutuhan rumahnya dan keluarganya. ABSTRACT Indah Cahyani, E41108300. The Woman’s Socio Economic Profile on The Biring Ere Village at Bungoro of Waste Collector in Pangkep guided by H.M Darwis and Andi Haris. The purpose of this study was to determine the woman’s economic profile in the Biring Ere village of waste collector in Pangkep and how women are gatherers of cement waste their time share in the public sector and domestic sector. The subjects in this study were 5 women who worked as a cement waste collectors. The approach used in this study is a qualitative research study observed that the procedures result in the words written or oral from the woman collecting effluent cement were observed diving to do this research. The basis of the study is a case study that is the type of research approaches in the one case conducted an intensive, in-depth, detailed, and comprehensive. While the type of research used in this study was descriptive qualitative research which aims to provide a real picture, and an explanation the woman’s socio economic profile in the Biring Ere village of waste collector in Pangkep. These results indicate that the woman are collecting waste cement consists of mother-housewife who was forced to do this work to help their husbands provide for the family because their husband's income is not able to meet the needs of families and the results of collected waste cement can help to overcome difficulties their family economy. In conducting research that many of the informants told their everyday lives in the family because all of five informants consisted of mother-housewife. In maintaining the survival of families, women try to work as a cement waste collectors. Its role as housewives have a heavy burden because they must work and earn a living and take care of any needs as well as her home and family. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN TIM EVALUASI .................................. iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................... xi ABTRACT..................................................................................... xii DAFTAR ISI .................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ........................................................................ xviii DAFTAR SKEMA ........................................................................ xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................... 7 C. Tujuan penelitian .................................................................. 7 D. Manfaat Penelitian ............................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA KONSEPTUAL A. Teori 1) Aspek Sosial Ekonomi .................................................... 9 1. Kondisi Sosial Ekonomi ........................................ 9 2. Faktor – faktor Keadaan Sosial Ekonomi ............ 10 3. Definisi Sosial Ekonomi ........................................ 10 2) Peran Perempuan ........................................................... 13 1. Peran Ganda Perempuan Di Era Pembangunan . 17 2. Ibu Bekerja ............................................................ 19 3. Keberadaan Pekerja Wanita di Pasar Tenaga Kerja .............................................................................. 21 3) Gender ............................................................................ 24 1. Teori Pembedaan Laki-Laki dan Perempuan ....... 25 2. Teori Alamiah ....................................................... 26 3. Teori Kebudayaan ................................................ 26 4. Teori Struktural Fungsional .................................. 27 5. Teori Feminisme Liberal ....................................... 29 B. Kerangka Konseptual ............................................................. 30 C. Defenisi Operasional ............................................................ 31 BAB III METODE PENELITIAN 1. Dasar Penelitian ................................................................... 33 2. Tipe Penelitian ..................................................................... 33 3. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 33 4. Informan ............................................................................... 34 5. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 34 6. Teknik Analisa Data ............................................................. 35 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Umum Kab Pangkep ................................................ 36 a) Luas Wilayah ............................................................ 37 b) Wilayah Kepulauan ................................................... 38 c) Wilayah pegunungan ................................................ 38 d) Wilayah Daratan ....................................................... 38 B. Kondisi Umum Kec Bungoro ................................................ 39 A. Potret Desa/ Kondisi Umum Desa .............................. 39 1. Geografis .............................................................................. 39 2. Keadan sosial ekonomi penduduk ....................................... 41 1) Jumlah penduduk ............................................................ 41 2) Jumlah Penduduk Menurut Usia ..................................... 42 3) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ............... 43 3. Sistem Pendidikan .............................................................. 44 4. Sarana dan Prasarana ......................................................... 45 5. Sistem Kepercayaan ............................................................ 46 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Informan .......................................................... 49 B. Profil Sosial Ekonomi ........................................................... 55 1) Aspek Ekonomi .......................................................... 55 2) Aspek Hubungan Sosial ............................................ 61 3) Aspek Pendidikan ...................................................... 64 4) Aspek Kesehatan ...................................................... 65 C. Pembagian Waktu antara Sektor Publik Dan sektor Domestik .............................................................................................. 66 a) Sektor Domestik ........................................................ 66 b) Sektor Publik ............................................................. 69 BAB VI PENUTUP A. Simpulan .............................................................................. 77 B. Saran .................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 79 LAMPIRAN – LAMPIRAN DAFTAR TABEL Daftar Tabel I .................................................................................. 41 Daftar Tabel II ................................................................................. 42 Daftar Tabel III ................................................................................ 43 Daftar Tabel IV ................................................................................ 44 Daftar Tabel V ................................................................................. 46 DAFTAR SKEMA Daftar Skema I ................................................................................ 31 LAMPIRAN-LAMPIRAN Pertanyaan Wawancara Dokumentasi Surat Ijin Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman diiringi dengan berkembangnya informasi dan tingkat kemampuan intelektual manusia, bersama dengan hal itu peran perempuan dalam kehidupan pun terus berubah untuk menjawab tantangan zaman, tak terkecuali mengenai peran perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Biasanya, tulang punggung kehidupan keluarga adalah pria atau suami, tapi kini para perempuan banyak yang berperan aktif untuk mendukung ekonomi keluarga. Menurut konsep ibuisme, kemandirian perempuan tidak dapat dilepaskan dari perannya sebagai ibu dan istri. Perempuan dianggap sebagai makhluk sosial dan budaya yang utuh apabila telah memainkan kedua peran tersebut dengan baik. Mies (dalam Abdullah : 2006) menyebutkan fenomena ini house wifization karena peran utama perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan tenaga dan perhatiannya demi kepentingan keluarga tanpa boleh mengharapkan imbalan, prestise serta kekuasaan. Bahkan tak jarang perempuan mempunyai tingkat penghasilan yang lebih memadai untuk mencukupi kebutuhan keluarga dibanding suaminya. Dengan pendapatan yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa perempuan ikut berusaha untuk keluar dari kemiskinan meski semua kebutuhan keluarga tidak terpenuhi. Peran atau role menurut Suratman (dalam Pujiwulansari : 2011) adalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu seksual, sebagai satu aktivitas menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi dua: 1. Peran publik, yaitu segala aktivitas manusia yang biasanya dilakukan dilluar rumah dan bertujuan untuk mendatangkan penghasilan. 2. Peran domestik, yaitu aktivitas yang dilakukan di dalam rumah dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan melainkan untuk melakukan kegiatan kerumahtanggaan. Peran yang dilakukan para perempuan atau ibu rumah tangga karena ingin kondisi kesejahteraan yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, persiapan materi berbagai jaminan masa depan kehidupannya, ketentraman dan keamanan. Adanya anggapan dalam masyarakat kita bahwa perempuan bersifat memelihara, rajin, dan tidak cocok menjadi kepala rumah tangga, maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Oleh karena itu beban kerja perempuan yang berat dan alokasi waktu yang lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangga, mulai dari mengepel lantai, memasak, merawat anak, dan sebagainya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tingkat modernisasi dan globalisasi informasi serta keberhasilan gerakan emansipasi wanita dan feminisme, wanita semakin terlibat dalam berbagai kegiatan. Peran ganda perempuan bukan lagi sebagai hal yang asing. Muhammad Asfar (dalam Pujiwulansari : 2011) menyatakan bahwa perempuan tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Kecenderungan peran perempuan mempunyai peran ganda dalam keluarga miskin meningkat. Di kalangan keluarga miskin, beban berat harus dikerjakan sendiri apalagi selain harus mengerjakan tugas-tugas domestik, mereka masih juga dituntut harus bekerja, sehingga perempuan memikul beban kerja ganda. Dalam kaitannya dengan beban ganda tersebut, menyebutkan bahwa perempuan tidak saja berperan ganda akan tetapi perempuan memiliki triple role (triple burden): peran reproduksi, yaitu peran yang berhubungan dengan peran tradisional di sektor domestik, peran produktif, yaitu peran ekonomis di sektor publik, dan peran sosial, yaitu peran di komunitas ( J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006:345) Paradigma pembangunan yang dominan dan dianggap telah mapan adalah paradigma pembangunan yang hanya mengutamakan faktor ekonomi, khususnya adalah pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Oleh karena itu, meskipun pertumbuhan ekonomi di negara ini dikatakan semakin maju, namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat miskin (terutama pada kelompok perempuan warga pembangunan miskin). belum Kenyataan secara merata menunjukkan dapat bahwa dinikmati. hasil Artinya, pembangunan belum memberi manfaat secara adil baik kepada laki-laki maupun perempuan. Strategi ekonomi rumah tangga miskin di pedesaan dalam menghadapi kondisi kemiskinan mencakup upaya-upaya alokasi sumber daya khususnya tenaga kerja di sektor produksi. Di sektor produksi, rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber, baik di sektor pertanian maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri maupun sebagai buruh. Bagi rumah tangga miskin, arti pola nafkah ganda itu adalah strategi bertahan hidup dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutupi kekurangan dari sektor pertanian (Pujiwulansari : 2011). Para ibu dari keluarga-keluarga yang berpenghasilan rendah umumnya melakukan peran ganda karena tuntutan kebutuhan hidup bagi keluarga, meskipun suami berkewajiban sebagai pencari nafkah yang utama dalam keluarga. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja sebagai penambah penghasilan keluarga. Dalam upaya mencapai hidup sejahtera, perempuan setiap hari berusaha agar segenap perannya baik sebagai ibu rumah tangga maupun pencari nafkah sebagai pekerja di sektor informal. Untuk itu mereka mengatur waktu sedemikian rupa sehingga semua peran yang disandangnya dapat dilaksanakan dengan seimbang. Kendati demikian pasti ada kendala yang akan dialami dalam melaksanakan peran gandanya tersebut, salah satu masalah penting jika wanita memasuki sektor publik atau bekerja diluar rumah tangga adalah pembinaan keluarga akan terbengkalai dan terabaikan. Karena itu, meskipun wanita diperbolehkan untuk bekerja disektor publik, dia tidak boleh menelantarkan sektor domestik dan pengasuhan anak-anaknya. Salah satu contoh masuknya perempuan dalam dunia kerja di sektor informal dengan tujuan untuk menambah penghasilan keluarga adalah perempuan-perempuan yang bertempat tinggal di Desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep yang bekerja sebagai pengumpul semen buangan. Desa Biring Ere merupakan salah satu desa yang lokasinya berdekatan dengan lokasi pabrik industri Semen Tonasa. Pabrik Tonasa adalah produsen semen terbesar di kawasan timur Indonesia yang menempati lahan seluas 715 hektar di desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68 kilometer dari kota Makassar. PT Semen Tonasa yang memiliki kapasitas terpasang 3.480.000 metrik ton semen pertahun ini mempunyai 3 unit pabrik yaitu Tonasa II,III, dan IV. Ketiga unit pabrik tersebut menggunakan proses kering dengan kapasitas masing-masing 590.000 ton semen per tahun untuk unit II dan III serta 2.300.000 ton semen per tahun untuk unit IV. Semen Tonasa yang beroperasi resmi sejak tahun 1968 tumbuh berkembang dengan dukungan 7 unit pengantongan semen yang melengkapi saran distribusi penjualan ke wilayah utama pemasaran di kawasan timur Indonesia. Unit pengantongan semen tersebut berlokasi di Makassar, Bitung, Palu, Banjarmasin, Bali, dan Ambon dengan kapasitas masing-masing 300.000 ton semen pertahun kecuali Makassar, Samarinda dan Bali dengan kapasitas 600.000 ton semen pertahun dan Palu dengan kapasitas 175.000 ton semen pertahun. Sarana pendukung operasi lainnya yang berkontribusi besar terhadap pencapaian laba perusahaan adalah unit pembangkit listrik tenaga uap atau Boiler Turbin Generator (BTG) Power Plant dengan kapasitas 2 X 25 MW yang berlokasi dekat dengan pabrik di desa Biringkassi, Kabupaten Pangkep, sekitar 17 km dari lokasi pabrik. Lahan tempat ibu-ibu mengumpulkan semen buangan dari pabrik berjarak 1km dari desa tersebut. Namun, ibu-ibu yang mengambil semen buangan sebenarnya melakukan pekerjaannya dengan sembunyi- sembunyi sebab lokasi tersebut masih berada di dalam lokasi pabrik. Tidak jarang dari mereka ada yang kedapatan oleh satpam perusahaan sehingga mereka harus lari tunggang langgang mencari tempat persembunyian agar tidak ditangkap. Namun, mereka tidak jera melakukan pekerjaan itu sebab itulah salah satu cara yang dapat mereka lakukan untuk dapat membantu suami untuk menambah penghasilan keluarga. Mereka biasanya berangkat pada pukul 7 atau 9 pagi setelah menyelesaikan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga. Biasanya mereka dapat mengumpulkan sedikitnya satu atau dua karung semen buangan tapi hasil itu tidak selalu sama tiap waktu bergantung dari berapa banyak semen yang dibuang. Melihat adanya fenomena sosial ini maka penulis memutuskan untuk meneliti lebih jauh tentang “Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep” B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi yang akan dijadikan pertanyaan sebagai sarana penelitian, yaitu: 1. Bagaimana profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep? 2. Bagaimana perempuan pengumpul semen buangan bisa mengatur pembagian waktu untuk bekerja di sektor publik dan sektor domestik? C. TUJUAN PENELITIAN Dalam penelitian ini, tujuan yang akan dicapai adalah: 1. Mengetahui bagaimana profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan di desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep. 2. Mengetahui bagaimana perempuan pengumpul semen buangan di desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep untuk bisa mengatur pembagian waktu kerja di sektor publik dan sektor domestik. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Secara teoritis a. Sebagai pembanding antara teori yang di dapat dari bangku perkuliahan dengan fakta yang dilapangan. b. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang penelitian yang sejenis. 2. Secara Praktis a. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis. b. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk umum tentang peran wanita didalam pemenuhan perekonomian keluarga. c. Lembaga-lembaga yang terkait. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi berbagai pihak sebagai bahan tambahan informasi bagi para peneliti lanjutan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori 1) Aspek Sosial Ekonomi 1. Kondisi Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan bertingkat, ada yang keadaan sosial ekonominya tinggi, sedang, dan rendah. Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (dalam Suyitno: 2000) adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soerjono Soekanto ( dalam Fani : 2011) sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan pengertian keadaan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan kekayaan atau fasilitas serta jenis tempat tinggal. 2. Faktor-faktor yang menentukan keadaan sosial ekonomi. Berdasarkan kodratNya manusia dilahirkan memiliki kedudukan yang sama dan sederajatnya, akan tetapi sesuai dengan kenyataan setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat, senantiasa mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan tempat tingal, pemilikan kekayaan, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis tempat tinggal.( Suyitno 2000 ) 3. Defenisi Sosial Ekonomi Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana manusia-manusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana manusia itu harus hidup. Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang) yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain ( Warongan: 2012) Kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya. Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status ( Warongan : 2012). Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kedudukan social ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak ( Sudarwati, 2003). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya. Melihat kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi, yaitu: 1. Golongan berpenghasilan rendah Yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena tuntutan kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga itupun menjadi agresif. Sementara itu orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap perilaku. 2. Golongan berpenghasilan sedang Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. 3. Golongan berpenghasilan tinggi Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan yang diterima dapat ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun kebutuhan di masa mendatang. 2) Peran perempuan Adapun pengertian peran menurut Suratman (dalam pujiwulansari : 2011) adalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu seksual sebagai status aktifitas yang mencakup peran domestik maupun peran publik. Berdasarkan pengertian peran yang ada dapat disimpulkan bahwa peran perempuan merupakan kegiatan atau aktivitas yang dikerjakan atau dianggap menjadi tanggung jawab perempuan. Pada umumnya perempuan berada pada posisi subordinat dan marginal, dimana hal ini tidak berbeda jauh dengan kontruksi budaya yang terdapat dimasyarakat, peran perempuan dalam masyarakat jawa wanita sebagai konco wingking, yaitu kegiatan istri adalah seputar dapur (memasak), sumur (mencuci), dan kasur (melayani kebutuhan biologis suami). Pada dasarnya wanita yang memiliki peran ganda bukan hanya dalam rumah tangga dengan melayani suami, mengurus anak dan mengurus dapur tetapi sekarang sebagian wanita harus membantu suami dengan mencari nafkah sehingga wanita sekarang memiliki peran ganda seperti yang diungkapan suwargo nunut neraka katut, menggambarkan bahwa kebahagiaan atau penderitaan perempuan tergantung sepenuhnya pada laki-laki. Perempuan tidak mempunyai peran sama sekali dalam mencapai kebahagiaan hidup, sekalipun untuk dirinya sendiri. Peran perempuan dalam keluarga jawa yang tersirat dalam Candrarini yaitu bahwa perempuan harus bisa masak, macak dan manak. Keadaan demikian disebabkan oleh masih adanya anggapan sebagian masyarakat, bahwa perempuan hanya sebagai pembantu dan pengatur bukan sebagai salah satu pemimpin di dalam rumah tangga, yang fungsinya sebagai pendukung suami, yang bertugas untuk memperhatikan suami bukan subyek yang perlu mendapat perhatian. Perempuan hanya dianggap sebagai subyek yang pekerjaannya sebagai konsumen penghabis gaji atau pendapatan yang diperoleh suami. Anggapan seperti itu tidak dapat dibenarkan, karena disadari perempuan juga berkemampuan untuk mencari nafkah atau gaji, untuk mendapatkan alternative pendapatan dan berprestasi. Menurut Hubeis (2010:145), bahwa analisis alternative pemecahan atau pembagian peran wanita dapat dilihat dari perspektif dalam kaitannya dengan posisinya sebagai manager rumah tangga, partisipan pembangunan dan pekerja pencari nafkah. Jika dilihat dari peran wanita dalam rumah tangga, maka dapat digolongkan: 1. Peran Tradisional Peran ini merupakan wanita harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, dari membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak serta segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Pekerjaanpekerjaan rumah tangga dalam mengatur rumah serta membimbing dan mengasuh anak tidak dapat diukur dengan nilai uang. Ibu merupakan figure yang paling menentukan dalam membentuk pribadi anak. Hal ini disebabkan karena anak sangat terikat terhadap ibunya sejak anak masih dalam kandungan. 2. Peran Transisi Adalah peran wanita yang juga berperan atau terbiasa bekerja untuk mencari nafkah. Partisipasi tenaga kerja wanita atau ibu disebabkan karena beberapa faktor, misalnya bidang pertanian, wanita dibutuhkan hanya untuk menambah tenaga yang ada, sedangkan di bidang industri peluang bagi wanita untuk bekerja sebagai buruh industri khususnya industri kecil yang cocok bagi wanita yang berpendidikan rendah. Faktor lain adalah masalah ekonomi yang mendorong lebih banyak wanita untuk mencari nafkah. 3. Peran kontemporer Adalah peran dimana seorang wanita hanya memiliki peran di luar rumah tangga atau sebagai wanita karier. Selain itu dalam peran dan kebutuhan gender peran wanita terdiri atas: 1. Peran produktif Peran produktif pada dasarnya hampir sama dengan peran transisi, yaitu peran dari seorang wanita yang memiliki peran tambahan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Peran produktif adalah peran yang di hargai dengan uang atau barang yang menghasilkan uang atau jasa yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Peran ini diidentikan sebagai peran wanita di sektor publik, contoh petani, penjahit, buruh, guru, pengusaha. 2. Peran reproduktif Pada dasarnya hampir sama dengan peran tradisional hanya saja peran ini lebih menitikberatkan pada kodrat wanita secara biologis tidak dapat dihargai dengan nilai uang/barang. Peran ini terkait dengan kelangsungan hidup manusia, contoh peran ibu pada saat mengandung, melahirkan dan menyusui anak adalah kodrat dari seorang ibu. Peran ini pada akhirnya di ikuti dengan mengerjakan kewajiban mengerjakan pekerjaan rumah. 3. Peran sosial Peran sosial pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dari para ibu rumah tangga untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat. Peran ini lebih mengarah pada proses sosialisasi dari pada ibu rumah tangga. Tingkat peranan itu berbeda-beda di sebabkan oleh budaya dan kondisi alam setempat kaum wanita harus mengadakan pilihan yang mantap dengan mengetahui kemampuannya. Kenyataannya menunjukkan bahwa makin banyak tugas rangkap sebagai ibu yakni sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai wanita. 1. Peran ganda perempuan di era pembangunan Di Indonesia, gerakan untuk memperjuangkan kedudukan dan peranan perempuan telah cukup lama dilakukan. Kartini adalah tokoh yang telah merintis membebaskan kaum perempuan dari kegelapan melalui pendidikan. Pendidikan dianggap penting karena pendidikan sebagai jalan keluar dalam memecahkan semua masalah dan kesengsaraan bangsa-bangsa (Hardjito, dalam Pujiwulansari: 2011) Salah satu perbedaan perempuan masa kini dan zaman kartini atau zaman dulu ialah, perempuan masa kini ingin, bersedia, boleh, dan bahkan diarahkan untuk dapat mengisi dua peranan, satu didalam rumah tangga sebagai ibu dan istri, dan yang lain peranan di luar rumah. Pengertian peran ganda perempuan di era pembangunan adalah partisipasi perempuan yang mencakup sektor domestik maupun sektor publik, dimana hal ini sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan pembangunan. Pada masyarakat pedesaan peran ganda perempuan bukanlah hal yang baru. Mereka disamping sebagai istri, ibu juga harus bekerja di luar rumah, misalnya: bertani, berkebun, berdagang, mencari kayu, bekerja sebagai buruh dan lain-lain. Karena tanpa bekerja kebutuhan hidup tidak akan terpenuhi. Berarti bekerja merupakan suatu keharusan. Pada umumnya perempuan yang memiliki taraf pendidikan yang tinggi merupakan sumber daya bagi pembangunan, sehingga bila tidak dimanfaatkan merupakan suatu penghamburan dana karena mahalnya biaya pendidikan. Pergeseran dalam peran (pembagian kerja) antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan rumah tangga terjadi ketika seorang ibu mempunyai peran yang sangat penting di dalam masyarakat dan negara. Di mana peran perempuan tidak hanya untuk dipimpin tetapi juga untuk memimpin. Hal itu harus diperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan yang positif dan pasti. Pembagian peran domestik dan publik tidak relevan jika diterapkan dalam masyarakat jawa. Karena dalam masyarakat ini perempuan terbiasa dengan peran domestic sekaligus publik. Hal ini terutama terjadi pada masyarakat jawa golongan petani, pedagang, dan nelayan, di mana perempuan mengurus rumah tangga (domestik) sekaligus mencari nafkah (pujiwulansari : 2011). 2. Ibu Bekerja 1. Peranan Wanita dalam Keluarga Sebagai ibu, wanita dituntut pada tugas-tugas domestiknya yang tidak dapat dihindari, namun sebagai wanita, harus dapat melaksanakan tugas pelaksana emansipasi wanita. Sebagai wanita harus melaksanakan beberapa peran untuk dapat mengikuti perkembangan dan tuntutan kemajuan. Peranan wanita tersebut dikenal dengan Panca Dharma wanita, yaitu: a. Wanita sebagai istri Berperan tidak hanya sebagai ibu, akan tetapi harus tetap bersikap sebagai kekasih suami seperti sebelum kawin, sehingga dalam rumah tangga tetap terjalin ketentraman yang dilandasi kasih sejati. Sebagai istri dituntut untuk setia kepada suami dan harus terampil sebagai pendamping suami agar dapat menjadi motivasi kegiatan suami. b. Wanita sebagai ibu rumah tangga Sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab berkewajiban secara terus menerus memperhatikan kesehatan rumah, lingkungan dan tata laksana rumah tangga, mengatur segala sesuatu dalam rumah tangga untuk meningkatkan mutu hidup. Keadaan rumah tangga harus mencerminkan suasana aman, tenteram dan damai bagi seluruh anggota keluarga. c. Wanita sebagai pendidik Ibu adalah pendidik utama dalam keluarga bagi putra-putrinya. Menanamkan rasa hormat, cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada orangtua, masyarakat dan bangsa yang kelak tumbuh menjadi warga negara yang tangguh. d. Wanita sebagai pembawa keturunan Sesuai fungsi fitrahnya, wanita adalah sebagai penerus keturunan yang diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang sehat jasmani dan rohaninya, cerdas pikirannya dan yang memiliki tanggung jawab, luhur budi dan terpuji perilakunya. e. Wanita sebagai anggota masyarakat Pada masa pembangunan ini, peranan wanita diusahakan untuk meningkatkan pengetahuan atau keterampilan sesuai dengan kebutuhannya. Organisasi kemasyarakatan wanita perlu difungsikan sebagai wadah bersama dalam usaha mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membina dan membentuk pribadi serta watak seseorang dalam rangka pembangunan manusia indonesia. 3.Keberadaan Pekerja Wanita di Pasar Tenaga Kerja Keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja ditinjau dari perspektif Karl Marx erat kaitannya dengan perkembangan sistem kapitalis. Pada dasarnya perkembangan kapitalis sangat tergantung pada akumulasi modal dengan demikian kedudukan buruh dalam sistem ini hanya merupakan komoditi yang dinilai dengan nilai tukar di pasar bebas. Untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari proses produksinya maka sistem ini berupaya untuk menekan biaya proses produksi seminimal mungkin, sehingga pada prakteknya upah buruh dibayar murah, tapi buruh harus mencurahkan waktu yang panjang untuk bekerja bagi kepentingan kapitalis. Perspektif Marx menggambarkan dengan cara ini kapitalis memperoleh keuntungan yang besar sehingga bisa menjadi modal untuk mengembangkan usaha. Perkembangan usaha ini selanjutnya memerlukan penambahan jumlah tenaga kerja, karena tenaga kerja yang tersedia sudah tidak memadai lagi, maka kekurangan tenaga kerja diambil dari keluarga buruh, yakni dengan melibatkan anggota keluarga mereka. Marx dan Engels dalam hal ini mengemukakan keluarga kelas proletar (Sudarwati: 2003 ). Khususnya ekonomi individu dalam kelas buruh sedemikian memprihatinkan sehingga istri dan anak-anak mereka terpaksa bekerja berjam-jam lamanya dalam pabrik untuk mencukupi pendapatan demi kelangsungan keluarga mereka. Memperhatikan faktor di atas terlihat bahwa keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja merupakan pengaruh dari: 1. Faktor ekstern yang merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni adanya kesempatan kerja yang ditawarkan oleh kapitalis. 2. Faktor intern, yang merupakan faktor pendorong untuk bekerja yakni desakan/kesulitan ekonomi keluarga. Faktor kesempatan kerja dan faktor untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi inilahyang pada hakekatnya menghantarkan kaum wanita untuk bekerja di sektor publik. Kedudukan Pekerja Wanita di Dalam Struktur Ketenagakerjaan Dalam persepsi Marx untuk melihat kedudukan pekerja wanita maka tidak terlepas dari fokus analisanya terhadap masyarakat kapitalis. Dalam struktur kapitalis kedudukan seseorang ditentukan oleh penguasaan alat produksi, dalam kasus pekerja kelas bawah ini maka kedudukan seseorang ditentukan oleh kemampuannya untuk menghasilkan produksi berdasarkan pekerjaannya. Dalam kapitalisme pembagian kerja dalam perusahaan ditentukan oleh dorongan efisiensi produksi dalam hubungannya untuk memaksimalkan keuntungan (dalam Sudarwati : 2003). Artinya bahwa penempatan posisi seseorang dalam struktur ketenagakerjaan ditentukan oleh tingkat produktifitasnya dan ketrampilannya, selanjutnya akan memperlihatkan variasi upah yang berbeda berdasarkan tingkat produktifitasnya. Akibatnya siapa yang mampu bekerja lebih keras dalam jangka waktu yang panjang akan menghasilkan produksi yang lebih banyak berarti akan memperoleh upah yang lebih besar. Pada gilirannya akan menempatkan posisinya pada kedudukan yang lebih baik dalam struktur ketenagakerjaannya. Konsekuensinya terhadap pekerja wanita kriteria ini jelas tidak menguntungkan. Wanita dari golongan ekonomi lemah yang secara umum identik dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan maupun ketrampilan rendah, maka ketika wanita memutuskan untuk terlibat bekerja di sektor publik maka ia harus mau menerima jenis pekerjaan apa saja yang ditawarkan kapitalis, yang umumnya menempatkan mereka pada pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus dan umumnya berupah rendah. Sedang kesulitan ekonomi memaksa mereka untuk tetap melaksanakan sendiri tugas-tugas kerumahtanggaannya, untuk menggaji orang lain merupakan hal yang tidak mungkin. Keterikatannya terhadap pekerjaan domestik/rumahtangga menyebabkan waktu yang tercurah untuk bekerja di sektor publik sangat terbatas. Kesempatan kerja bagi kaum wanita yang umumnya hanya terbatas pada pekerjaan berupah rendah serta keterbatasan waktu yang bisa dicurahkan untuk bekerja diluar sektor domestik menempatkan mereka pada posisi yang rendah dalam struktur ketenagakerjaan. Sementara lelaki memperoleh posisi yang lebih baik, karena bisamencurahkan waktunya secara penuh untuk bekerja sektor publik, sebab mereka tidak terbebani oleh tugas-tugas di sektor domestik. Dengan demikian mereka dapat berproduksi dan memperoleh upah lebih besar dari wanita. Akhirnya baik di sektor domestik maupun di sektor publik wanita tetap didominasi oleh kaum lelaki, karena pada kenyataan struktur ketenagakerjaan juga menempatkan lelaki pada posisi ekonomis yang lebih kuat dari kaum wanita, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan materialnya wanita masih tergantung pada kaum lelaki. Marx mengemukakan bahwa situasi yang terjadi dalam hubungan ekonomi akan merembet/mempengaruhi bentuk hubungan pada struktur sosial none ekonomis. Dengan kata lain sistem struktur hubungan kerja yang diciptakan oleh sistem kapitalis akan mempengaruhi terciptanya struktur masyarakat patriarkal. Kedua sistem ini, kapitalis dan patriarkal menempatkan wanita pada posisi yang terdominasi dan semakin tereksploitasi dalam sistem kapitalis. 3) Gender Gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Siti Musdah Mulia, 2004: 4). Persoalan gender bukanlah persoalan baru dalam kajian-kajian sosial, hukum, keagamaan, maupun yang lainnya. Namun demikian, kajian tentang gender masih tetap aktual dan menarik, mengingat masih banyaknya masyarakat khususnya di Indonesia yang belum memahami persoalan ini dan masih banyak terjadi berbagai ketimpangan dalam penerapan gender sehingga memunculkan terjadinya ketidakadilan gender. Teori-Teori Pembedaan Laki-Laki dan Perempuan Masyarakat manusia sudah mengenai adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan sejak manusia itu ada di muka bumi. Pembedaan antara laki-laki dan perempuan ini didasari oleh apa yang melekatdan terberi pada diri individu manusia itu, pembedaan serupa ini didasari oleh unsur-unsur biologis ada pula pembedaan yang didasari oleh akal budi manusia, pembedaan yang didasari oleh hasil berpikir manusia, pembedaan yang didasari oleh unsure-unsur social yang diciptakan oleh manusia. Di dalam kehidupan manusia baik dikeluarga maupun di masyarakat pembedaan secara biologis maupun pembedaan yang didasari oleh unsur-unsur sosial ini dipakai secara umum untuk membedakan kedudukan, peran dan aktivitas-aktivitas laki-laki dan perempuan. Pembedaan ini menjadi ukuran yang mendarah daging (internalized), apalagi ketika pembedaan itu ditunjang oleh pemikiranpemikiran para ahli dan ilmuwan tentang kehidupan kemasyarakatan. Dari mereka-mereka inilah lahir teori-teori yang dijadikan dasar bagi orang lain untuk menganalisis dan memecahkan gejala-gejala yang ada dalam masyarakat. Teori-teori yang membedakan laki-laki dan perempuan antara lain: 1. Teori Alamiah (Nature Theory) Teori ini mengemukakan bahwa secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Organ-organ tubuh tertentu yang dimiliki laki-laki tidak dimiliki oleh perempuan dan sebaliknya. Laki-laki memiliki pemis dan sperma sedangkan perempuan memiliki rahin, buah dada, memproduksi indung telur, air susu, disamping mempunyai kemampuan hamil, melahirkan menyusui dan menstruasi. Kodrat fisik yang berbeda ini berpengaruh pula pada kondisi psikis laki-laki dan perempuan. Laki-laki yang diasumsikan memiliki tubuh yang kuat, berperilaku tegar dan kasar dianggap lebih cocok untuk berperanan di luar rumah tangga, disektor public, melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga sekaligus melindungi anggota keluarganya. Sedangkan perempuan yang diasumsikan lemah lebut, halus serta memiliki kemempuan kodrati lainnya lebih cocok berperan di dalam rumah tangga, mengurus rumah, memelihara dan mengasuh anak. Inilah pembagian kerja yang didasarkan atas perbedaan jenis kelamin yang diatur oleh alam dan pembagian kerja serupa ini sudah berlangsung ribuan tahun (Budiman dalam Maria E Pandu, 2009). 2. Teori Kebudayaan (Nurture Theory) Teori ini merupakan bantahan terhadap teori alamiah. Teori ini tidah setuju bahwa perbedaan posisi dan peran antara laki-laki dan perempuan merupakan kodrat alam, bersifat alamiah. Teori ini juga berpendapat bahwa factor biologis tidak menyebabkan keunggulan lakilaki terhadap perempuan. Menurut seorang ahli filsafat inggris bernama John Stuart Mill yang disebut sebagai sifat kewanitaan adalah hasil penumpukan masyarakat melalui suatu system pendidikan dan dia percaya bahwa usaha untuk membagi manusia menjadi dua golongan laki-laki dan perempuan dan usaha untuk membedakan kedua golongan ini dalam peranan social mereka, merupakan suatu tindakan politik yang direncanakan dimana golongan yang lebih kuat, yakni kaum laki-laki selalu melihat keunggulannya sebagai sesuatu alamiah (Budiman dalam Maria E Pandu 2009). Dari pandangan-pandangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi peran laki-laki dan peran perempuan dapat diajarkan sesuai dengan harapan masyarakat yang tercakup dalam nilai social-budaya mereka bukan hanya disebabkan oleh factor biologis belaka. Kemungkinan pandangan serupa ini yang melahirkan konsep “gender” yang pada akhir-akhir ini marak dibicarakan baik kalangan ilmuwan, praktisi maupun masyarakat pada umumnya. 3. Teori Struktural-Fungsional Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur unsur tersebut dalam masyarakat. Banyak sosiolog yang mengembangkan teori ini dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20, di antaranya adalah William F. Ogburn dan Talcott Parsons. Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada anggota yang mampu menjadi pemimpin, ada yang menjadi sekretaris atau bendahara, dan ada yang menjadi anggota biasa. Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Ratna Megawangi, 1999:56). Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran perempuan lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex (jenis kelamin). Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar (Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. 4. Teori Feminisme Liberal Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal masih tetap ada pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan. Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat (Ratna Megawangi, 1999: 228). Teori kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori feminisme. Pengikut teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi perempuan untuk memasuki peran-peran di sektor publik. B. Kerangka Konseptual Pada dasarnya setiap keluarga mempunyai kebutuhankebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya atau menyekolahkan anak mereka atau minimal mempertahankan kebutuhan pokok mereka. Adalah bagaimana cara mereka untuk menutupi kehidupan mereka sebagai keluarga. Baik untuk masa depan anaknya atau kebutuhan-kebutuhan mereka lainnya. Untuk itu setiap orang wajib bekerja untuk menjauhkan keluarga dari stigma kemiskinan. Wanita dan Ibu adalah dua sosok yang tidak pernah lepas dari kehidupan kita. Tanpa sosok Ibu kita tidak akan pernah ada di dunia ini. Bahkan banyak orang-orang hebat yang tidak akan pernah bisa menjadi hebat tanpa didukung dengan sosok wanita hebat di belakangnya. Ada begitu banyak definisi dan arti dari wanita namun semua arti dan definisi itu bersumber pada satu kesimpulan, bahwa wanita adalah sosok yang sangat hebat terlepas dari segala kekurangan yang dimilikinya. Selama ini, figur ibu bekerja lebih dipandang sebagai sumber tambahan penghasilan keluarga. Perempuan bekerja didorong oleh faktor ekonomi. Ada kekuatan tarik-menarik antara nilai-nilai keluarga tradisional yang menuntut pembagian peran dan tanggungjawab rumah tangga secara dikotomis antara suami (di luar rumah) dan istri (sebagai ibu rumah tangga), serta tuntutan ekonomi yang mengharuskan suami-istri bekerja untuk memenuhi ekonomi keluarga. Dengan masuknya perempuan terkhususnya ibu rumah tangga dalam dunia kerja maka berdampak terhadap kehidupan mereka di bidang sosial ekonomi serta pembagiam waktu dalm menjalankan dua peran di sektor domestik da di sektor publik ( pencari nafkah). Skema Kerangka Konseptual perempuan bekerja - Sosial Ekonomi - Pembagian Waktu keluarga C. Definisi Operasional 1. Profil sosial : gambaran mengenai kehidupan sosial masyarakat para pengumpul semen buangan yang terdiri dari aspek pendidikan, kesehatan, dan hubungan sosial kemasyarakatan yang menggambarkan bentuk-bentuk interaksi sesama pengumpul semen dan juga dengan warga masyarakat lain yang merupakan tetangga mereka. 2. Profil ekonomi: menggambarkan tentang keadaan sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan yang terdiri dari pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan pokok per bulan, utang-utang, gaji suami mereka dan juga pemasukan dari hasil penjualan semen buangan yang telah mereka kumpulkan. 3. Perempuan pengumpul semen buangan adalah perempuan yang bekerja mengumpulkan semen buangan yang merupakan semen sisa yang tidak terpakai. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Dasar penelitian Dasar penelitian adalah studi kasus yaitu tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komperehensif. Untuk itu penelitian ini ditujukan agar dapat mempelajari secara mendalam dan mendetail mengenai “Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”. 2. Tipe penelitian. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata, dan penjelaan dengan di analisis secara deskriptif, secara sistematis dan faktual dilapangan mengenai “Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”. 3. Lokasi dan waktu penelitian. Lokasi penelitian berlangsung di desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep. Lokasi penelitian ini difokuskan pada lokasi kerja dan Waktu penelitian yang mulai bulan Maret 2012 – Mei 2012. 4. Informan. Pada penelitian ini guna mendapatkan informasi yang lebih mendetail yang sesuai pada judul penelitian bahwa informan berupa perempuan pengumpul semen buangan yang mengetahui data dan lebih kenal dengan sampel yang penulis ingin capai yakni perempuan pengumpul semen buangan Penentuan informan. Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu peneliti menentukan sendiri sampel yang akan dijadikan informan, dimana yang dimaksudkan disini adalah Perempuan Pengumpul Semen Buangan. 5. Teknik pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dari informan adalah: Data primer Data ini dikumpulkan dengan menggunakan: a. Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui dan mengamati keadaan kehidupan dilokasi penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui obyektivitas dari kenyataan yang akan ada tentang keadaan kondisi obyek yang akan diteliti. b. Wawancara Mendalam, yaitu mengumpulkan sejumlah data dan informasi secara mendalam dari informan dengan menggunakan pedoman wawancara atau peneliti melakukan kontak langsung dengan subyek meneliti secara mendalam utuh dan terperinci. Data Sekunder. Data ini dikumpulkan melalui penelusuran atau studi pustaka dari berbagai arsi-arsip penelitian, artikel-artikel, dokumen- dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan kajian penelitian ini. 6. Teknik Analisis Data. Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif, yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan apa adanya mengenai profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buagan yang ada di desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep secara jelas dan mendalam yang kemudian hasil dari penggambaran masalah tersebut diinterpretasikan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Umum Kabupaten Pangkep Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (dahulu bernama Pangkajene Kepulauan, biasa disingkat Pangkep) adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibukotanya adalah Pangkajene. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.112,29 km², tetapi setelah diadakan analisis bersama Bakosurtanal, luas wilayah tersebut direvisi menjadi 12.362,73 km2 dengan luas wilayah daratan 898,29 km2 dan wilayah laut 11.464,44 km2. Kabupaten Pangkep berpenduduk sebanyak ± 250.000 jiwa. Asal kata Pangkajene dipercaya berasal dari sungai besar yang membelah kota Pangkep. Pangka berarti cabang dan Je'ne berarti air. Ini mengacu pada sungai yang membelah kota Pangkep yang membentuk cabang. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang disingkat Kabupaten Pangkep terletak antara 110º BT sampai dengan 113º dan 4,40º LS sampai dengan 8º LS atau terletak di pantai barat Sulawesi Selatan dengan batas-batas administrasi: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, Pulau Madura, Pulau Nusa Tenggara dan Pulau Bali Kab.Pangkep terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan. Dataran rendah seluas 73,721 Ha membentang dari garis pantai barat ke timur terdiri dari persawahan, tambak/empang, sedangkan daerah pegunungan dengan ketinggian 100 – 1000 meter di atas permukaan air laut terletak di sebelah timur dan merupakan wilayah yang banyak mengandung batu cadas dan sebagian mengandung batu bara serta berbagai jenis batu marmer. Temperatur udara pada kisaran 21ºC sampai 31ºC atau ratarata 26,40ºC. Keadaan angin berada pada kecepata laut sampai sedang, curah hujan maksimal rata-rata mencapai 666/153 karena hujan dengan kelembaban udara yang merata. a. LUAS WILAYAH Luas wilayah Kabupaten Pangkep semula 1.112,29 Km2 setelah dianalisa dengan GIS bekerjasama dengan Bakosurtanal terjadi perubahan menjadi 12.362,73 Km2 dengan luas wilayah daratan 898,29 Km2 dan wilayah laut 11.464,44 Km2 ( 4 mil dari garis pantai ) dengan jumlah 112 pulau. b. WILAYAH KEPULAUAN Jumlah Pulau di wilayah administrasi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebanyak 112 pulau, dengan 47 pulau yang yang tidak berpenghuni. Pulau-pulau itu terdapat dalam wilayah tiga kecamatan kepulauan yakni, kecamatan Liukang Tupabiring, Lukang Kalmas dan Liukang Tangaya. c. WILAYAH PEGUNUNGAN Wilayah pegunungan terdapat dua kecamatan yakni: 1. Kecamatan Todong Tallasa dan 2. Kecamatan Balocci d. WILAYAH DARATAN Wilayah dataran rendah terdapat 7 kecamatan diantaranya; kecamtan Pangkajene sebagai ibukota kabupaten Pangkep, Kecamatan Minasate’ne, Bungoro, Labakkang, Marang, Segeri, Mandalle. Jarak dengan ibukota provinsi Sulsel (Makassar) ke utara 51 km. Pemerintah di Kab. Pangkep meliputi 12 wilayah kecamatan yang terdiri dari 9 kecamatan Daratan dan 3 kecamatan di Kepulauan. Berdasarkan data terakhir dari 12 kecamatan yang ada, terbagi menjadi 38 kelurahan dan 64 Desa. B. KONDISI UMUM KECAMATAN BUNGORO Bungoro adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan, Indonesia. Luasnya mencapai 90,12 km2 atau 8,10 % dari luas wilayah Kabupaten Pangkep secara keseluruhan. Untuk mencapai kecamatan ini dapat ditempuh 2 km dari ibukota kabupaten, Pangkajene dan memiliki 8 desa salah satunya Desa Biring Ere. A. Potret Desa / Kondisi Umum Desa 1. Geografis a. letak dan Luas Wilayah Desa Biring Ere merupakan salah satu dari 5 desa dan 3 kelurahan di wilayah Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang terletak 11 Km ke arah Timur Dari Kecamatan Bungoro. Desa Biring Ere terdiri atas 2 Dusun dan 1 kompleks Perumahan Karyawan PT. Seman Tonasa yang didalamnya terbagai atas beberapa kampung sebagai berikut: 1. Dusun Biring Ere, terbagai atas: a) Kampung Balang b) Palattea c) Kampung Lette (Masyarakat yang pindah dari kampung Sela, Desa Mangilu). d) Kampung Biring Ere 2. Dusun Borong Untia, terbagai atas: a) Borong Untia Utara (berbatasan dengan Biring Ere) b) Borong Untia Selatan (berbatasan dengan Kampung Saile Kelurahan Bontoa, Kec. Minasatene) 3. Kompleks Perumahan Karyawan PT. Semen Tonasa, yang dahulu waktu sebelum terpisah dari desa Mangilu merupakan Dusun Padangnge (terdiri atas Daerah Jota / Pammoco dan sekitarnya, Wae Sellue/Balang Lompo dan sekitarnya), saat ini terdiri atas: a) Jalan Taraweang b) Jalan Macan c) Jalan Tupai d) Jalan Banten e) Jalan Srigala f) Jalan Anoa g) Jalan Gajah Desa Biring Ere mempunyai luas wilayah seluas +_ 923.767 M2, dengan ketinggian atas permukaan laut +- 100 M. Adapun batas – batas wilayah Desa Biring Ere sebagai berikut: Sebelah utara dengan kampung sela desa mangilu Sebelah utara dengan kampung bontoa, kecamatan Minasatene Sebelah timur dengan kampung siloro desa mangilu Sebelah barat dengan sungai pangkajene dan desa taraweang, kecamatan labakkang. 2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk 1) Jumlah Penduduk Desa Biring Ere mempunyai Jumlah penduduk 3,759 jiwa yang tersebar dalam 2 wilayah Dusun, 1 kompleks perumahan karyawan PT. Semen Tonasa, 7 RK, 17 RT dengan perincian berdasarkan jenis kelamin dari warga adalah sebagai berikut ini: Tabel I Jumlah Penduduk Desa Biring Ere Tahun 2011 Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki 1887 Perempuan 1872 Jumlah 3759 Sumber data : Kantor Desa Biring Ere/Hasil Olahan Data 2) Jumlah penduduk menurut usia Jumlah penduduk produktif di Desa Biring Ere adalah sebanyak 854 jiwa yaitu 17 sampai 56 tahun sedangkan jumlah non produktif adalah sebesar 381 jiwa. Sehingga yang termasuk kategori penduduk yang produktif termasuk dalam kategori angakatan kerja. Tabel II Jumlah Penduduk Desa Biring Ere ( diperinci menurut Usia) No Umur Jumlah 1 00 – 03 Tahun 235 2 >03 – 05 Tahun 229 3 >05 – 06 Tahun 176 4 >06 – 12 Tahun 643 5 >12 – 15 Tahun 301 6 >15 – 18 Tahun 311 7 8 >18 – 60 Tahun 1737 >60 Tahun 127 Jumlah 3759 Jiwa Sumber: data Desa Biring Ere tahun 2011 3) Jumlah penduduk menurut mata pencaharian Karena Desa Biring Ere merupakan desa pertanian dan juga desa industri, dimana di desa ini terdapat pabrik Semen Tonasa, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan karyawan, dari 3, 949 bahwa kebanyakan di antaranya bekerja sebagai karyawan 187 orang dan 257 sebagai buruh sedangkan petani 39 orang dan selebihnya URT dan belum bekerja. Tabel III Komposisi penduduk menurut mata pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah KK 1 Petani 39 2 Pedagang 49 3 Karyawan 187 4 PNS/TNI/Polri 33 5 Buruh 257 6 Belum Kerja 145 Jumlah 710 Sumber: Data statistik Kantor Desa Biring Ere tahun 2011 3. Sistem Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu variable yang sangat menentukan tingkat kemajuan suatu wilayah. Semakin banyak penduduk yang berpendidikan tinggi di suatu wilayah maka semakin tinggi pulalah kemajuan wilayah, begitu pula sebaliknya semakin banyak penduduk yang berpendidikan rendah maka tingkat kemajuan wilayah tersebut semakin lambat. Pendidikan merupakan syarat mutlak untuk mencapai suatu komunitas yang maju. Karena dengan pendidikan yang tinggi maka ada harapan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masa yang akan datang. Untuk melihat tingkat melihat pendidikan dapat dilihat pada tabel IV. Tabel IV Potensi Desa Biring Ere dalam Sektor Pendidikan NO Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Taman Kanak-kanak 250 2 SD 384 3 SMP 188 4 SMA 359 5 DIPLOMA 23 6 SARJANA 36 Sumber: data statistik Kantor Desa Biring Ere tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas adalah terlihat bahwa tingkat pendidikan yang dominan di Desa Biring Ere dalah tamat SD dan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah Diploma. Dengan mengacu pada progaram pemerintah mengenai wajib belajar sembilan tahun, maka dari data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Biring Ere memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. 4. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi suatu desa di suatu wilayah. Untuk mendukung pembangunan yang sedang berjalan, maka tersedianya sarana dan prasarana di berbagai bidang sangat dibutuhkan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Boring Ere adalah sebagai berikut: 1. Sarana Pemerintahan Desa Biring Ere memiliki satu kantor desa. 2. Sarana Pendidikan Desa Biring Ere memiliki satu gedung taman kanak-kanak dan dua gedung sekolah dasar. 3. Sarana Kesehatan Terdapat satu buah poskesdes dan sembilan buah sumur umum. 4. Sarana Ibadah Terdapat dua buah mesjid dan satu buah gereja. 5. Sarana Transportasi Sarana perhubungan Desa Biring Ere cukup memadai, dimana semua pemukiman dijangkau jalan yang terdiri atas: aspal pengerasan, dan rintisan. Terdapat lima jalan desa dan satu jalan kecamatan. 6. Sarana Olahraga Memiliki dua buah lapangan sepak bola dan satu buah lapangan voly. 5. Sistem Kepercayaan Dari segi realigi masyarakat Desa Biring Ere terdiri atas 3. 460 orang bergama Islam, 277 bergama Protestan, 25 bergama Katolik. Tabel V Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan No Agama/ Kepercayaan jumlah 1 Islam 3460 2 Kristen Protestan 277 3 Kristen Katolik 25 Jumlah 3762 Sumber : Data Statistik Desa Biring Ere tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah warga yang bermukim di Desa Biring Ere mayoritas beragama Islam sedangkan jumlah masyarakat yang beragama kristen hanyalah seper dua dari jumlah masyarakat yang bermukim di desa itu. Sehingga jumlah temapat beribadah umat islam dibandingkan dengan umat kristen jauh lebih banyak. BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini penulis laksanakan sejak bulan Maret 2012 hingga bulan Mei 2012 di Desa Biring Ere Kabupaten Pangkep. Penelitian ini bersifat deskriptif dimana tujuan penelitian untuk memberikan gambaran berbagai informasi dan data seputar perempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere Kabupaten Pangkep. Adapun proses penulis menempuh penelitian ini bermula ketika penulis bertemu dengan seorang ibu yang baru saja pulang mengumpulkan semen di gunung, ibu itu biasa dipanggil dengan Tante NN. Namun, pada saat itu penulis tidak bisa langsung mewawancarai Tante NN karena ia terburu-buru pulang ke rumah, tetapi sebelum pulang penulis membuat janji dengan Tante NN agar bisa menyempatkan waktu esok hari agar bisa memberikan informasi mengenai kegiatannya mengumpulkan semen buangan di gunung. Keesokan harinya penulis pun bertemu dengan Tante NN di rumahnya yang kebetulan merupakan tetengga dari penulis sendiri kemudian obrolan hangat seputar kegiatannya mengumpulkan semen buangan pun dimulai. Ia bercerita bahwa ada beberapa ibu yang juga berprofesi sebagai pengumpul semen buangan sama seperti dirinya. Setelah itu ia mengajak penulis untuk bertemu dengan ibu-ibu tersebut yang kebetulan merupakan tetangga tante NN dan penulis sehingga memudahkan penulis untuk melakukan proses wawancara. Di Desa Biring Ere tepatnya di Kampung Balang keberadaan para pengumpul semen buangan telah lama ada, mereka kebanyakan adalah ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan. Umumnya ibu-ibu yang mengumpulkan semen buangan tersebut adalah warga asli dari Desa Biring Ere. Dalam bab ini, penulis akan membahas hasil penelitian tentang karakteristik dari 5 (lima) informan Perempuan Pengumpul Semen Buangan. Bab ini juga menyajikan data-data hasil penelitian dalam bentuk deskriptif mengenai Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan di Desa Biring Ere dan diharapkan dapat memberikan pengetahuan mendalam tentang seperti apa profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan dan kehidupannya. A. Karakteristik Informan Informan 1 : NN(34 tahun) NN adalah informan yang pertama yang tidak lain adalah tante NN, ia adalah seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak,rumahnya berdekatan dengan rumah KU dan NG karena mereka memang bertetangga. Suami NN bekerja sebagai karyawan di salah satu anak perusahaan PT Semen Tonasa. NN telah 2 tahun lamanya menjadi pengumpul semen buangan. Sekalipun suaminya adalah seorang karyawan dengan gaji tetap namun ternyata gaji suaminya tidak mencukupi kebutuhan keluarganya. NN sendiri hanya menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat sekolah menengah pertama. Sama seperti KU atau NG ia pun pernah melakoni beberapa pekarjaan berbeda mulai dari jadi pembantu rumah tangga, pemukul batu, dan terakhir sebagai pengumpul semen hingga saat ini. “...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, mana anakku sekolah semua baru tambah mahal biaya sekolah bela, tapi kalau mauka pergi ke gunung bangun memangma jam5 shubuh sholat shubuh, masak, dan siapkan perlengkapannya suamiku pergi kerja sama anakku mau pergi sekolah setelah itu sekitar jam setengah 9 pagi baruka saya berangkat ke gunung. Ka lumayan bel hasilnya kalau sudah dijual bisa dipake beli-beli” (wawancara, 15 Maret 2012) Seorang ibu rumah tangga yang merasa harus turun tangan mencari tambahan penghasilan demi mencukupi kebutuhan keluarga dan anak-anaknya, tanpa perlu diminta oleh suaminya, faktor keibuannya yang mendorong dirinya untuk turut bekerja demi anak-anaknya. Informan 2 : KU ( 50 tahun) KU tinggal di kampung Balang, wanita yang lahir tahun 1962 ini telah menikah dan memiliki 4 orang anak. Suaminya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu, anaknya yang pertama dan ke-2 merantau untuk mencari pekerjaan dengan tujuan memperbaiki hidup, anaknya yang ke-3 putus sekolah pada waktu masih duduk dibangku sekolah menengah pertama sedangkan yang ke-4 masih duduk di bangku sekolah dasar. Sedangkan ibu KU sendiri hanya bersekolah sampai tingkat SD. Untuk membantu suaminya mencukupi kebutuhan dapur keluarga ia pun berinisiatif untuk mengumpulkan semen buangan. Pada awalnya ia mengumpulkan besi buangan namun karena melihat ternyata ada juga semen buangan maka ia berinisiatif untuk mengumpulkan semen tersebut karena ia berpikir kemungkinan emen buangan ini bisa dijual sehingga bisa menambah-nambah pundi-pundi keluarga. KU adalah seorang wanita lanjut usia yang masih produktif, dulu ia pernah mendirikan warung kecil dirumahnya, namun tidak bertahan lama karena banyak tetangga yang mengutang sehingga ia lebih banyak rugi, ia juga pernah mendirikan warung tenda di samping sekolah dasar, namun tetap tidak bertahan lama selain karena untung yang kecil juga karena banyak saingan. Ia juga pernah menjadi pembantu rumah tangga di rumah karyawan Tonasa, namun karena mendengar dari tetangga bahwa pendapatan dari mengumpulkan semen lebih cepat dapat hasil maka ia pun tergiur untuk ikut mengumpulkan semen buangan dan setelah merasakan hasilnya ia ternyata nyaman dan memilih berhenti menjadi pambantu rumah tangga. Dan tak terasa sudah empat tahun ia menjalani profesi sebagai pengumpul semen buangan. “... lama mi nak pergika kumpul semen buangan adami mungkin 4 tahun lamanya. Ka tidak cukup uang bela baru Bapaknya tidak jelas kerjanya, jadi kalau tidak carika juga bagaimana mi nak. Saya kalau pergika ke gunung cari semen buangan pagi-pagi ku pergi jam-jam 7 tapi masakka dan membersihkan rumahku dulu nak baru pergi, ka nanti pulangki bapaknya kerja ,laparki jadi tenangmi ka adami makanan”. (Wawancara, 20 Maret 2012) Bahwa wanita yang sudah separuh baya ini masih tetap produktif dalam mencari nafkah demi membantu suaminya. Ia tidak ingin berpangku tangan ditengah kesulitan ekonomi keluarganya dengan hanya mengandalkan suaminya. Namun, ia tetap tidak melupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. Informan 3 : NG (32 tahun) NG adalah seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak, satu laki-laki dan yang satunya lagi perempuan. Ia bukan penduduk asli kampung Balang Desa Biring Ere, tapi ia adalah seorang perantau dari Raha (Sulawesi Tenggara), ia ikut merantau bersama suaminya. Pendidikan terakhirnya hanya sampai sekolah menengah pertama. Suaminya bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan jika tidak ada kerjaan suaminya juga ikut mengumpulkan semen bersamanya. “...sudah hampir 3 tahunma tinggal dikampung ini dek’... merantauja saya disini ikutka sama suamiku dek’, banyakmi pekerjaan sudah kukerja selama tinggalka disini dek’, pernahka jadi pemulung plastik-plastik bekas, pernahka bantu-bantu orang massangki di sawah baru naksima sedikit, tapi selalu kulihat itu ibuibu dikampung ini pergi ke gunung cari semen baru sudah itu najual baru banyak nadapat uang jadi pergima juga. Ka setengah mati sekali kalau tidak ada uang, bukan cuma tidak bisaki makan tapi anak-anak juga mau belanja, kalu tidak dikasi menangiski, kasian juga lihatki nangis. Belum lagi kalu sakit susahnya minta ampun kalau tidak ada uang, setengah matiki kalau mau berobat. Jadi mau tidak mau haruska memang kerja. Tapi perjuangannya untuk bisa sampe ke gunung untuk kumpul semen uh susah skali, tapi semua untuk kebutuhan keluarga dan hidupi anak-anakku jadi tidak apaapaji sekalipun capek ka begitu memang kalau orang kerja pasti capek”. (Wawancara, 22 Maret 2012) Usaha dalam membantu suami mencari nafkah, tanpa mengenal tempat juga merupakan gambaran pengabdian seorang istri terhadap suaminya, sehingga membuatnya menjadi wanita yang kuat dan rela melakukan pekerjaan apa pun asal bisa mendapatkan uang demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Informan 4 : HJ (55 tahun) Masih tetangga dengan informan yang lain, ibu HJ yang paling tua diantara yang lain. Dengan 5 orang anak dan juga bekerja sebagai penjual makanan di samping sekolah dasar, ia adalah sosok ibu yang sangat kuat dan tegar terus berjuang mencari nafkah demi membantu suaminya mencukupi kebutuhan keluarga. Ia hanya menyelesaikan pendidikannya hingga sekolah dasar, karena pada saat itu orang tuanya beranggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Dua anak perempuannya telah menikah dan satu anak laki-lakinya juga telah memilki pekerjaan namun dengan gaji yang masih sedikit, sehingga ia tetap pergi ke gunung untuk mengumpulkan semen karena tergiur dengan uang hasil penjualan semen buangan tersebut karena masih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. “masih tetapka nak pergi cari semmeng, biar kerjami anakku yang laki-laki dan suamiku juga kerja ji tapi ndk pasti apa kerjanya bela, jadi tetapka pergi cari ka ada bela uang di dapat kalo sudahki cari bisa bantu-bantu beli kebutuhan” (Wawancara, 5 April 2012) Rasa tidak ingin menyusahkan suami dan anaknya saja, dengan kondisi tubuh yang ia rasa masih kuat ia pun tetap ingin terus bekerja mengumpulkan uang sehingga dapat membantu anak dan suaminya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Informan 5: BG (28 tahun) BG adalah informan terakhir yang diarahkan oleh NN. BG adalah seorang perempuan muda yang lahir di tahun 1984. Pendidikan terkhirnya hingga sekolah menengah atas. Ia baru menikah sekitar 3 tahun yang lalu, kira-kira 4 bulan yang lalu ia baru saja melahirkan tapi berselang beberapa hari kemudian anaknya meninggal karena sakit. Ia adalah salah satu pengumpul semen yang cukup kuat diantara yang lain, bisa terlihat dari umurnya yang masih muda sehingga tenaganya masih kuat untuk mengangkat beban berat. Suaminya hanyalah buruh pabrik dengan gaji yang kecil sedangkan ia dan suaminya harus menghidupi pula keluarga suaminya yang masih serumah dengannya. Sadar akan hal itu ia kemudian berfikir bagaimana caranya agar bisa membantu suaminya mencari nafkah kemudian melihat banyaknya orang yang pergi mengumpulkan semen, membuatnya juga ikut mencari semen tersebut karena ia telah melihat bagimana orang-orang mendapatkan uang dari hasil mengumpulkan semen tersebut. “...na ajakka orang-orang pergi ke gunung, ka daripada bede tinggalja di rumah tidak ada ku kerja lebih baik pergi ke gunung cari semeng kalau kuatka, bisa banyak ku dapat, baru kalau ku jual lumayan hasilnya, sekalian bisa bantu suamiku.” (Wawancara,25 April 2012) Status sebagai seorang istri dari laki-laki yang mempunyai pekerjaan yang tidak tetap membuatnya berfikir lebih maju untuk bisa membantu suaminya karena beban suaminya sangat berat maka pekerjaan berat pun ia lakukan. B. Profil Sosial Ekonomi 1. Aspek Ekonomi Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB II tentang sosial ekonomi bahwa kedudukan seseorang dalam masyarakat tergantung oleh pendapatan, pendidikan, dan juga tempat tinggalnya. Merujuk pada hal di atas maka dapat kita lihat bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi para perempuan pengumpul semen buangan ini di masyarakat. Keadaan suatu masyarakat sebagian besar ditentukan orang-orang yang ada dalam masyarakat itu dan menjadi wadah pembentukan kader penerus yang baik. Inilah dan harapan setiap anggota keluarga. Dalam hal ini suami bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Selain suami yang notabene sebagai kepala rumah tangga, isteri juga merupakan salah satu unsur penting dan berperan dalam menjalankan kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu perempuan dalam keluarga merupakan dua pengertian yang saling berkaitan. Dalam hal ini kesatuan keluarga merupakan dasar yang signifikan dan relevan untuk memahami partisipasi perempuan dalam keluarga maupun masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi berpartisipasinya isteri dalam ekonomi keluarga, dari segi pendidikan, sosio-kultural, sosio-psikologis. Sosio-phisik dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat dirumuskan dengan rinci motivasi perempuan untuk bekerja di luar rumah tangga meliputi: a. Untuk menambah penghasilan keluarga. b. Untuk ekonomi, tidak tergantung kepada suami. c. Untuk menghindari rasa kebosanan dan mengisi waktu kosong d. Karena ketidakpuaasan dalam perkawinan. e. Karena mempunyai minat dan keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan f. Untuk memperolah status. Berbicara masalah ekonomi berarti berbicara bagaimana cara dan proses seseorang untuk bertahan hidup dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. “... lama mi nak pergika kumpul semen buangan adami mungkin 4 tahun lamanya. Ka tidak cukup uang bela baru Bapaknya tidak jelas kerjanya, jadi kalau tidak carika juga bagaimana mi nak”. (KU , wawancara 20 Maret 2012) Maksud dari KU diatas adalah ia ingin menjelaskan bahwa dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga ia tidak tinggal diam saj di rumah berbagai pekerjaan ia lakukan demi membantu suaminya. Maka dari itu KU pun bekerja sebagi pengumpul semen buangan selama hampir empat tahun. Dengan semakin kompleksnya kebutuhan dalam tiap keluarga yang tidak hanya mencakup kebutuhan sandang, pangan, dan papan tetapi juga tentang kebutuhan akan pendidikan anak dalam keluarga. “...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, mana anakku sekolah semua baru tambah mahal biaya sekolah bela”. ( NN, wawancara 15 Maret 2012) Dari penjelasan NN menggambarkan bahwa tingkat kebutuhan keluarga juga menyangkut kesejahteraan anak-anak dalam keluarga dalam hal memperoleh pendidikan, apalagi saat ini biaya pendidikan makin hari makin mahal, hal tersebut pun menjadi salah satu penyebab munculnya tekanan ekonomi dalam keluarga sehingga membuat orang tua harus berpikir keras dan mencari jalan keluar agar kebutuhan aanakanak mereka terpenuhi karena semakin bertambahnya pengeluaran. Dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga dengan bekerja sebagai pengumpul semen buangan mereka dapat memperoleh pendapatan kurang lebih Rp 350.000/minggu, namun tergantung berapa banyak semen yang dibuang dan kemampuan mereka untuk mengangkat semen yang telah mereka kumpulkan. “...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, gajinya suamiku cuma Rp 900.000/bulan,kalu uang gaji ji di harap tidak cukupki, ka mauki bayar utang di warung, mau bayar listirk,belum lagi untuk bayar kredit motor, mana anakku tiga orang sekolah semua”. ( NN, wawancara 15 maret 2012) Dari penjelasan yang dikemukakan oleh informan menggambarkan bahwa pengeluaran dalam keluarga informan NN lumayan besar karean ia menggambarkan bahwa dengan gaji suaminya yamg berjumlah Rp 900.000,/bulan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga disamping kebutuhan utama keluarganya. “masih tetapka nak pergi cari semmeng, biar kerjami anakku yang laki-laki dan suamiku juga kerja ji tapi ndk pasti apa kerjanya bela, jadi tetapka pergi cari ka ada bela uang di dapat kalo sudahki cari bisa bantu-bantu cukupi kebutuhan lain misalnya bayar listrik. Na itu saja kalau pergiki cari semen belum tentu dapat, kalau dapat belum tentu banyak, bagus juga kalau langsung ada orang beli tapi kalau tidak. Gajinya suamiku Rp 900.000,/bulan. Kalau pergima ke warung bayar utang ekh mengutangma lagi untuk kebutuhan satu bulan, ka berapa memang utangku biasa sampe Rp 800.000 utangku,jadi tinggal berapa mami itu gajinya suamiku, kalau gajinya anakku yah dipake buat bayar kredit motor, jadi habismi, ka gajinya Rp 500.000 ji na bayar kredit motor Rp 450.000 jadi habis lagi uang. Aduh nak kalau tidak carika uang juga bagaimanami.tidak mungkin itu tidak ada uang “pegangan” ka biasa ada itu kebutuhan tiba-tiba. Sekalipun ada warung kecilku dekat SD, tapi tidak seberapaji juga hasilnya.” ( HJ, wawancara, 5 April 2012) Dari penjelasan HJ menggambarkan bahwa hasil penjualan semen yang mereka kumpulkan dapat membantu memenuhi salah satu kebutuhan dalam keluaraga mereka dalam hal ini pengeluaran untuk membayar listrik, selebihnya ia jadikan pegangan atau ia tabung jikalau tiba-tiba ada pengeluaran mendadak, maka tidak akan terlalu menyulitkannya. Namun bukan hanya pemenuhan kebutuhan ekonomi dalam arti pemenuhan pokok keluarga saja yang harus dipenuhi melainkan ada kebutuhan lain seperti pembayaran kredit motor/bulan. Perjalanan menuju gunung tempat mengumpulkan semen buangan tersebut tidaklah mudah. Mereka harus berjalan kaki kira-kira setengah kilometer untuk sampai dan membutuhkan perjuangan keras karena mereka harus memanjat pagar beton yang tingginya melampaui tinggi badan mereka. Biasanya sebelum memanjat mereka menyiapkan kayu atau bambu untuk dijadikan pijakan agar bisa memanjat pagar. Setelah itu mereka harus berjalan kurang lebih 500 meter lagi, namun sebelumnya harus melewati hutan-hutan kecil dan semak belukar. Setelah sampai di lokasi mereka masih harus menunggu kurang lebih setengah atau satu jam sampai ada mobil yang datang membawa angkutan semen buangan. Mereka pun berteduh dibawah pohon yang lumayan rindang untuk menghindari panasnya matahari. Ketika mobil datang mereka berlomba-lomba lari berebutan mengumpulkan semen buangan. Istilahnya siapa cepat dia dapat. Setelah itu mereka pun memasukkannya ke dalam karung kemudian dibawa pulang dengan masih melewati jalur yang sama. Jadi, bisa dibayangkan betapa sulitnya perjuangan mereka untuk bisa mendapatkan uang dari hasil mengumpulkan semen buangan. Saat ini lebih mudah mengumpulkan semen buangan, sebab satpam daerah lokasi itu kini telah bisa diajak kerjasama, para pengumpul biasanya memberi sebungkus rokok, walaupun demikian satpam tersebut tetap mengawasi dari jauh agar pengumpul semen buangan tidak masuk ke dalam pabrik mencuri besi dan kabel perusahaan dan supir truk yang datang membawa semen buangan adalah orang yang masih sekampung dengan para pengumpul semen buangan ini. Namun, saat ini frekuensi pembuangan semen sudah tidak sesering dulu lagi, sehingga terkadang para pengumpul semen harus menunggu berhari-hari sampai seminggu. Ketika mereka tidak mengumpulkan semen, mereka biasanya menghabiskan waktu dirumah untuk beristirahat dan fokus terhadap kegiatan rumah tangga mereka, tetapi ketika mendengar akan ada pembuangan semen lagi mereka akan pergi ke gunung. Informasi mereka dapat dari orang dalam, yaitu satpam perusahaan yang bertugas di daerah pembuangan. Biasanya ketika tidak mengumpulkan semen ada juga pengumpul semen yang beralih mengumpulkan besi buangan. Besi tersebut bercampur dengan sampahsampah sehingga mereka harus mengais ditengan timbunan sampah untuk bisa mendapatkan besi-besi sisa pakai. Hal yang paling jelas terlihat ketika para pengumpul buangan ini, telah memiliki uang, mereka tidaka akan berhenti berbelanja. Mereka biasanya membelanjakan separuh uang hasil jual semen tersebut dan setengahnya lagi mereka tabung. Di sore hari biasanya akan sangat ramai karena banyak anak kecil yang asik makan snack dan ibu-ibunya juga asik mengobrol sambil makan bakso juga suami mereka. Dengan adanya hal tersebut ikatan kekeluargaan antar sesama pengumpul yang bertetangga semakin erat karena mereka sama-sama merasakan suka dan dukanya disaat ada yang kesusahan mereka tidak akan berpikir dua kali saling menolong. Berbagai macam pekerjaan juga dilakukan oleh perempuan tersebut selain mengumpulkan semen, seperti mengumpulkan besi, membuka warung-warung kecil. Semua itu adalah cara yang mereka lakukan demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. 2. Aspek Hubungan Sosial Dalam kehidupan sehari-harinya para perempuan-perempuan yang bekerja dalam sektor informal ini juga memiliki hubungan sosial antar sesamanya dan hal ini menyangkut interaksi sosial dalam masyarakat yang dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, dimana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. “kalau sore-sore biasa kumpul-kumpulki cerita-cerita, sembarang dicerita biasa tentang semmeng, anak-anak, suami ta’, gosip-gosip juga, tapi bukan cuma sesamata pemcari semmeng, tetangga-tetangga lain juga biasa ikutki ngobrol-ngobrol disini kalau sore” ( KU, wawancara, 20 Maret 2012) Dari penjelasan yang dikemukakan oleh KU menggambarkan bahwa hubungan sosial diantara sesama ibu-ibu pengumpul semen buangan tetap berjalan harmonis sekalipun terkadang ada unsur cemburu diantara mereka tetapi tidak sampai merusak hubungan pertemanan diantara mereka karena rasa solidaritas diantara mereka yang sangat besar. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif salah satunya adalah bentuk kerja sama. Dan tergambar sangat jelas diantara mereka sesama pengumpul semen buangan. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompokkelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Kerja sama dalam hal, yaitu mengumpulkan semen untuk bisa sama-sama mendapatkan penghasilan demi membantu mencukupi kebutuhan mereka masingmasing. “... na ajakka orang-orang pergi ke gunung, ka daripada bede tinggal ja di rumah tidak ada ku kerja lebih baik pergi ke gunung cari semeng kalu kuatka, bisa banyak ku dapat, baru kalau ku jual lumayan hasilnya, sekalian bisa bantu suamiku.” (BG, wawancara, 25 April 2012) Dari hasil wawancara dengan BG di atas tergambar bahwa rasa empati yang sangat besar terhadap orang lain, rasa senasib yang membuat mereka juga mengajak BG melakukan pekerjaan yang sama sebagai salah satu jalan keluar dalam kesulitan ekonomi yang dialami BG. Mereka sangat akrab, mereka biasanya saling memanggil ketika akan pergi ke gunung untuk mengumpulkan semen. Hal itu menggambarkan solidaritas diantara mereka sangat kuat. Namun, terkadang timbul pembicaraan diantara mereka menyangkut siapa yang lebih banyak mendapatkan semen . Pembicaraan yang timbul karena munculnya rasa iri hati atau cemburu melihat temannya mendapatkan penghasilan yang lebih daripada yang lain. Tapi hal itu tidak pernah sampai menimbulkan konflik yang besar hanya sebatas perbincangan. “tapi itu NG paling banyak biasa nadapat semen ka cepatki datang baru kuatki angkat itu semen, jadi biasanya dia paling banyak na dapat uang kalau najualmi, nakala semuaki itu”. (NN, wawancara 15 Maret 2012) Dari penjelasan yang dikemukakan oleh NN terlihat munculnya rasa iri hati atau cemburu karena NG memiliki kemampuan yang lebih diantara yang lain dalam hal ini tenaga sehingga ia mampu mengumpulkan semen lebih banyak dan bisa mendapatkan uang yang lebih dari yang lain. “ waktu kawin INA anknya ibu HJ datang semua ki bantubantu masak, bikin kue, cuci piring. Rame-rame ki semua disitu” (wawancara BG,25 April 2012) Selain itu bentuk kebersamaan antara mereka juga bisa terlihat ketika ada tetangga yang melaksanakan hajatan seperti yang dikemukakan oleh BG di atas. Mereka biasanya datang membantu atau juga ketika salah satu dari mereka ada yang melaksanakan acara seperti pada saat acara pernikahan anak HJ, maka mereka beserta tetangga yang lain ikut membantu semua kegiatan yang terjadi selama proses pernikahan. Tidak ada yang tinggal diam semuanya ikut terjun. 3. Aspek Pendidikan Sebagian besar angkatan kerja di sektor informal, dengan alasan fleksibilitas durasi kerja, tidak menyarankan pendidikan tinggi, dan dapat dimulai atau diakhiri kapan saja dikendaki. Umumnya, pekerjaan wanita di sektor informal terkait dengan usaha di bidang pangan dan non-pangan serta jasa. Dengan tingkat pendidikan yang tidak seberapa para pengumpul semen buangan yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga ini tidak mengetahui jaringan penjualan semen buangan yang telah mereka jual. Yang mereka tahu ketika ada orang yang datang ingin membeli mereka akan dengan senag hati menjualnya karena membayangkan uang yang akan mereka dapatkan, yang jika dibandingkan usaha dan perjuangan yang mereka harus lalui tidak sebanding rasanya. Terkadang yang membeli juga bukan orang lain melainkan tetangga-tetangga mereka sendiri yang membutuhkan. “ saya sampai SMP ja sekolah nak, mau sekalika lihat anakku sekolahnya lebih tinggi dari saya, makanya carika juga uang dengan kerja begini, sekalipun tidak banyakji hasilnya tapi nabantu sekalika, ka uang gajinya bapaknya berapa ji, mana untuk bayar utang, mana untuk bayar uang kredit motor, berapa mami sisanya itu disimpan. Jadi biasa ini uang hasil jual semen kusimpan, ka biasa anak-anak mau bayar buku sekolah jadi itu uang kupake” (NN, wawancara 15 Maret 2012 Dari penjelasan yang dituturkan oleh informan NN diatas menjelaskan bahwa faktor sosial yang lebih bersifat pada pendidikan, dimana banyaknya lapangan kerja pada saat yang sangat dibutuhkan mempunyai standar kualifikasi latar pendidikan yang nimimalnya SMA / SLTA atau sederajat sehingga membuat NN melakukan pekerjaan sebagai pengumpul semen buangan. 4. Aspek Kesehatan Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Saat ini lebih dari 80 persen rakyat indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bhidang pemeliharaan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Askes, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap “teranaktirikan” dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubungan dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayan kesehatan itu sendiri. “belum lagi kalu sakit susahnya minta ampun kalu tidak ada uang. Setengah matiki mau berobat. Jadi mau tidak mau haruska memang kerja.” (NG, Wawancara, 22 Maret 2012) Dari penjelasan NG di atas menggambarkan bahwa posisi mereka sebagai orang yang kurang mampu, mau tidak mau harus memaksa mereka untuk bekerja demi mencukupi sejumlah kebutuhan termasuk kesehatan yang memang membutuhkan banyak uang ketika mereka sakit. C. Pembagian waktu antara sektor publik dan sektor domestik a. Sektor Domestik Ibu rumah tangga di seluruh dunia melakukan berbagai macam tugas yang memiliki satu kesamaan-rata rantai rumah dengan penghuninya. Mereka merawat anak, memenuhi suplai pangan keluarga, baik dari ladang keluarga atau pasar swalayan setempat. Mereka mencuci pakaian disungai atau dengan mesin cuci. Mereka juga ikut memberi sedikit penghasilan bagi keluarga melalui pekerjaan paruh waktu dengan upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya, yakni mengurus rumah tangga, seperti yang telah dijelskan di Bab II bahwa ibu yang bekerja tetap harus memperhatikan tugas dan tanggung-jawab utamanya di dalam keluarganya. “saya kalau pergika ke gunung cari semen buangan pagi-pagi ku pergi jam-jam 7 tapi masakka dan membersihkan rumahku dulu nak baru pergi”. (KU, Wawancara, 20 Maret 2012) Selain sebagai ibu rumah tangga perempuan yang bekerja juga harus memperhatikan pola pembinaan pada anaknya dan fungsinya sebagai seorang istri terhadap suaminya. “ saya sebelumka pergi ke gunung, sudah memang kupesan anakku, kalau pulang mako sekolah nanti, jangan mako singgah-singgah langsung mako pulang ke rumah, nanti sore baruko pergi main-main, ka kalau tidak kupesanki pasti tidak langsung ki pulang, tapi lumayan nurutji anakku ka takutki sama saya, ka biasanya kalu tidak mauki mendengar ku cambokki”. (KU,Wawancara, 20 maret 2012) Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh informan KU menggambarkan bahwa pola didik terhadap anak tidak ia abaikan, ia tetap mengontrol setiap kegiatan anaknya dan jika anaknya melanggar akan ada sanksi yang ia berikan sehingga anaknya menjadi segan dan menurut karena takut mendapatkan sanksi. “ tiap malam setelah makan malam biasanya kutemani anakku belajar, ka kalu tidak kutemani pasti malaski, mauji nonton saja, atau keluar ki main sama anak-anak diluar, ka banyak temannya main-main diluar, kan kalau ada ka tidak berani ki, mau ku jewer kupingnya kalau tidak mau ki belajar, main terus ji na maui” (NN, Wawancara, 15 maret 2012) Dari pernyataan yang dituturkan NN ia menyatakan bahwa sebagai seorang ibu ia tetap menjalankan perannya dalam pola asuh anakknya terutama dalam hal pendidikan. “ kalau saya tidak pernah ji kularang-larang anakku ka ada mi yang sudah kawin baru yang kerja besar mi, paling ku tanya ji kalau malam pi nah pulang, dimana ki kerja samape malam na baru pulang, na kalau yang terakhir selalu ji sama saya kah masih kecil ji belum pi sekolah, tapi begitu mi kalau yang kecil rewel sekali cuma tidak kumarihi ji, namanya juga anak kecil, paling kukasih tau ji”. (HJ, Wawancara, 5 april 2012) Berdasarkan pernyataan HJ terlihat bahwa sebagai seorang ibu ia tetap memberikan perhatian kepada anaknnya karena rasa kepedulian merupakan hal yang sangat penting apalagi perhatian seorang ibu terhadap anak-anaknnya. “ anak ku saya tidak nakal ji, jadi biasanya kubiarkan ji terserah apa mau na bikin, , tapi kalau sore-sore keluar ki main baru mau mi magrib ku panggil semua mi pulang, ka harusmi belajar kalau malam, kalau terlalu capekki main nanti mengantukmi kalau malam jadi tidak bisami belajar” (NG, Wawancara 22 maret 2012) Dari penjelasan yang dikemukakan oleh NG menggambarkan bahwa ia memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk menikmati dunia mereka namun tetap ia membatasinya karena mengingat bahwa anak-anaknya harus tetap konsen pada pendidikannya. Dari berbagai penjelasan yang diberikan oleh empat informan diatas yaitu NG, HJ, NN, dan KU menggambarkan bahwa kontrol sosial terhadap anak-anak mereka dalam hal pembinaan anak tetap mereka jalankan karena mereka ingin melihat anak mereka sukses sehingga fungsi mereka sebagai ibu dalam keluarga tetap berjalan dengan baik. Seperti yang tergambar dalam teori struktural fungsional bahwa keluarga merupakan bagian penting dalam masyarakat, harmoni dan ketenangan pada keluarga akan melahirkan harmoni dan ketenangan dalam kehidupan masyarakat yang luas (Muthali’in, 2011:270 dalam Maria E Pandu: 2009). Oleh sebab itu teori ini berpendapat bahwa perempuan harus tinggal di dalam lingkungan rumah tangga karena ini merupakan pengaturan yang paling baik dan berguna bagi keuntungan masyarakat secara keseluruhan (Budiman, 1985; 15 dalam Maria E Pandu: 2009) “saya kalau pergika ke gunung cari semen buangan pagipagi ku pergi jam-jam 7 tapi masakka dan membersikan rumahku dulu nak baru pergi ka nanti pulangki bapaknya kerja, laparki jadi tenangmi ka adami makanan.” (KU, Wawancara, 20 Maret 2012) Dari penjelasan KU tergambar bahwa ia sebagai istri yang bekerja tidak melupakan tugas utamanya untuk mengurus suami karena salah satu bentuk peran wanita dalam keluarga adalah menjadi pendamping suami. b. Sektor Publik Kemajuan ekonomi dan globalisasi membuat pasar kerja semakin kompleks. Dampak lain dari kemajuan tersebut terlihat dari semakin membaiknya status serta lowongan kerja bagi wanita. Walaupun angka partisipasi kerja angkatan kerja wanita, namun tidak sedikit wanita yang bekerja penggal waktu atau bekerja disektor informal. Hal ini berkaitan erat dengan peran ganda wanita sebagai ibu yang bertanggung-jawab atas urusan rumah-tangga termasuk membesarkan anak, serta sebagi pekerja perempuan. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarga dengan segala macam kebutuhan-kebutuhannya, ditambah dengan ketidak mampuan suaminya untuk memenuhi semua kebutuhan hidup membuat wanita harus terjun langsung untuk mencari nafkah dalam keluarga dengan bekerja dan mencari pekerjaan pada saat ini. Pada peran di sektor publik wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis ( mencarai nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia. Di negara-negara berkembang, tingkat pendidikan yang sangat rendah dengan keterampilan yang rendah pula, memaksa wanita memasuki sektor informal yang sangat eksploitatif dengan gaji sangat rendah, jam kerja yang tak panjang, tidak ada cuti dengan bayaran penuh serta keuntungan-keuntungan maupun jenis pekerjaan dengan perundang-undangan ketenagakerjaan. Menurut Syamsiah Ahcmad (dalam pujiwulansari: 2011), bahwa jumlah wanita pencari kerja akan semakin meningkat disebagian wilayah dunia. Hasil penelitian Kristi Poerwandari, menyebutkan wanita ingin tetap bekerja, karena pekerjaan memberikan banyak arti bagi diri mulai dari dukungan finansial, mengembangkan pengetahuan dan wawasan, memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggan diri dari kemandirian ( meskipun penghasilan suami mencukupi) serta memungkinkan subjek mengaktualisasikan aspirasi pribadi lain yang mendasar seperti rasa “berarti” sebagai pribadi, memberikan manfaat untuk lingkungan/orang lain, maupun memenuhi esensi hidup sebagai manusia. Faktor sosial ekonomi seperti modal yang terbatas, pendidikan keterampilan yang rendah serta nilai yang berlaku di masyarakat, menyebabkan wanita lebih banyak memanfaatkan kesempatan kerja di sektor informal. Wanita yang terlibat dalam pekerjaan mencari nafkah akan mempengaruhi pola kerja rumah tangga, dengan demikian akan mempengaruhi pula fungsi wanita itu sendiri. Wanita yang di satu sisi bekerja mencari nafkah tetapi tetap menjadi orang pertama dalam kegiatan rumah tangga disebut dengan peran ganda. Dengan peran ganda tersebut berarti wanita memberikan sumbangan yaitu, yang langsung memberikan penghasilan, namun memungkinkan berlangsungnya kegiatan produktif . wanita yang berperan ganda dan masih memilih sektor informal sebagai tempat mencari nafkah. Menciptakan peluang kerja bagi dirinya sendiri maupun anggota rumah tangga lainnya. Pilhan bekerja di sektor informal ini, memungkinkan anggota rumah tangga ikut terlibat bekerja, kemungkinan penghasilan rumah tangga juga semakin besar. Dalam hal pola kerja, di sektor informal sebagai tempat mencari nafkah yang mempunyai ciri-ciri antara lain jam kerja tidak teratur, lokasi biasanya tidak jauh dari tenpat tinggal, dalam bekerja tenaga kerjanya bekerja, berusaha sendiri, atau dibantu oleh tenaga kerja keluaraga dan sifatnya yang mudah keluar masuk dalam suatu pekerjaan, mempunyai “kecocokan” dengan pola kerja wanita yang dituntut berperan ganda yakni disamping sebagai pencari nafkah, tetap dapat ,melkukan pekerjaan rumah tangga dan kegiatan sosial. Dengan demikian, wanita yang bekerja di sektor informal tetap dapat menjaga keutuhan dan kemantapan rumah tangganya. Ketrelibatan wanita dalam pencarian nafkah dalam hal ini pencarian nafkah di sektor informal menunjukkan peranan wanita semakin nyata dalam alokasi ekonomi, karena wanita mempunyai pendapatan pribadi yang berpengaruh terhadap alokasi kekuasaaan atau peranannya dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga rumah tangga. Hal tersebut mencerminkan peningkatan terhadap sikap kemandirian serta percaya diri dari wanita yang pada akhirnya akan meningkatkan statusnya. “...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, mana anakku sekolah semua baru tambah mahal biaya sekolah bela, tapi kalau mauka pergi ke gunung bangun memangma jam5 shubuh sholat shubuh, masak, dan siapkan perlengkapannya suamiku pergi kerja sama anakku mau pergi sekolah setelah itu sekitar jam setengah 9 pagi baruka saya berangkat ke gunung”. (NN, Wawancara 15 Maret 2012) Dari penjelasn KU dab NN menggambarkan bahwa perannya sebagi ibu rumah tangga tidak mereka lupakan. Mereka tetap menomor satukan keluarga mereka sehingga fungsi-fungsi dalam keluarga tetap berjalan dengan baik, sekalipun dengan adanya pembagian peran domestik dan peran publik demi mencukupi kebutuhan keluarga. Mereka tak kenal lelah sebagai bukti betapa besar rasa sayang mereka terhadap keluarga mereka . “Ka setengah mati sekali kalau tidak ada uang, bukan cuma sbisaki makan tapi anak-anak juga mau belanja, kalu tidak dikasi menangiski, kasian juga lihatki nangis. Belum lagi kalu sakit susahnya minta ampun kalau tidak ada uang, setengah matiki kalau mau berobat. Jadi mau tidak mau haruska memang kerja. Tapi perjuangannya untuk bisa sampe ke gunung untuk kumpul semen uh susah skali, tapi semua untuk kebutuhan keluarga dan hidupi anak-anakku jadi tidak apa-apaji sekalipun capek ka begitu memang kalau orang kerja pasti capek”. (NG, Wawancara, 22 Maret 2012) Berdasarkan posisi perempuan dalam konteks keluarga, peran yang ditampilkan oleh perempuan sangat tergantung pada proses interaksi yang terjadi di lingkungan keluarga mereka yang merupakan kelompok primer. Berikutnya, sikap yang dibentuk oleh perempuan, pandangan mereka tentang hidup dan perilaku mereka tentang kerja, jenis kelamin yang lain, atau bahkan pada diri mereka sendiri, dapat sangat besar pengaruhya pada dinamika relasi lingkungan kelompok primer tersebut. Hal ini benar adanya, karena keluarga merupakan kelompok panutan emosional dan kejiwaan dimana banyak kisah penting dalam kehidupan seseorang terjadi dari bayi sampai dewasa. Bagaimanapun juga, bekerja tidaklah merubag status wanita dan tidak mengurangai tanggaung jawab istri terhadap pekerjaan rumah tangga sehari-hari ketika ibu sedang mencari nafkah tidak ada anggota keluarga yang bisa menggantikan tugas-tugas rumah tangganya walau ada suami ( misal : anak masih kecil atau anak-anak sekolah). Ibu akan menunda dulu kegiatan rumah tangganya sampai usai mencari nafkah atau sebaliknya, kegiatan ruamha tangga dia selesaikan sebelum kegiatan mencari nafkah dimulai, sehingga ibu harus bangun lebih pagi. Padatnya kegiatan-kegiatan itu membuat wanita mengorbankan waktu untuk kegiatan individual dan istirahatnya. Mereka mengabaikan kesehatannya, tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan kemampuan diri, sehingga wanita semakain jauh tertinggal. Dengan kata lain memforsir diri demi ekonomi rumah tangga. Curahan waktu bagi wanita bekerja yang anak-anaknya sudah besar berbeda dengan yang masih balita. Anak-anak besar, ibu bisa leluasa bekerja, sedangkan jika ibu mempunyai anak balita, dia akan memilih untuk bekerja sebagai ibu rumah tangga atau tenaga kerja di luar rumah tangga. ( Abdullah 2006: 231) Indonesia sebagi negara yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, mengakui sepenuhnya kesamaan derajat manusia dan tidak mentolerir adanya eksploitasi/adanya dominasi suatu golongan terhadap golongan manusia lainnya, memang dominasi suatu golongan terhadap golongan lainnya merupakan tindakan yang tidak manusiawi, karena manusia ada dasarnya adalah sama, namun struktur sosial lah yang menyebabkan mereka terstratifikasi di dalam hubungan sosialnya. Marx mengemukakan bahwa struktur ekonomi yang menyebabkan munculnya kelas sosial. Struktur sosial masyarakat yang bersifat patriarkal sebenarnya yang membentuk kelas sosial dan mewarnai pola hubungan sosial di dalam masyarakat terutama antara wanita dan lelaki. Secara implisit di Indonesia posisi lelaki lebih menguntungkan dari wanita, wujud konkritnya terlihat pada pembagian peran/antara lelaki dan wanita dalam keluarga. Peran lelaki sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah serta wanita sebagai ibu rumah tangga, ternyata menempatkan wanita pada posisi yang kurang menguntungkan, karena ketika orang tua akan memutuskan untuk membiayai pendidikan anaknya, umumnya kaum lelaki yang mendapat prioritas utama untuk memperoleh pendidikan yang tinggi untuk bekal menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah yang baik. Sedang wanita kurang perlu mendapat pendidikan tinggi karena nantinya juga harus bertugas di rumah, kembali ke rumah mengurus keluarga, persepsi ini yang merugikan kaum wanita karena dianggap kurang penting memperoleh pendidikan yang tinggi. Posisi wanita akan kurang menguntungkan dan semakin tidak menguntungkan jika ia berperan ganda, dimana ia bersaing dengan kaum pria yang dari segi pendidikan dan pencurahan waktu ke sektor publik sudah unggul dari kaum wanita. Ketimpangan kelas berdasarkan jenis kelamin ini sepertinya kurang dipersoalkan di indonesia karena sistem masyarakatnya yang bersifat patriarkal membenarkan hal ini berlangsung. Bahkan hal ini dianggap wajar karena pembagian peran kedua jenis kelamin ini memang dipersiapkan sesuai dengan nilai-nilai kodratnya masing-masing. BAB VI PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan berupa hasil dari pembahasan dan informan yang telah diperoleh. Maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut 1. Profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu aspek ekonomi yang paling besar pengaruhnya sehingga menjadi alasan utama para perempuan ini memutuskan untuk bekerja di sektor informal. Kedua, aspek hubungan sosial dimana hubungan yang terjalin diantara mereka sangat erat, kepedulian sesama anggota masyarakat sangat jelas terlihat sekalipun terkadang ada rasa iri atau cemburu yang muncul, namun tidak merusak hubungan baik diantara mereka. Ketiga, aspek pendidikan dimana ratarata perempuan pengumpul semen buangan ini tidak memiliki pendidikan yang tinggi tapi keinginan untuk melihat anakanakya berhasil sangat besar. Dan yang keempat, yaitu aspek kesehatan yang menggambarkan betapa sulitnya mereka mendapatkan pelayanan kesehatan ketika misalnya hanya mengandalkan kartu Askes, sehingga mereka tetap bekerja untuk bisa mendapatkan uang. Uang yang sebagian mereka gunakan untuk keperluan mereka dan sebagian mereka tabung. 2. Pembagian waktu di sektor domestik dan di sektor publik berjalan dengan baik karena perempuan pengumpul semen buangan ini membagi waktu dengan lebih dahulu menyelesaikan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga setelah selesai baru kemudian bekerja di sektor publik (mencari nafkah) bukan hanya itu pembinaan anak-anak mereka pun tidak mereka lupakan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai seorang ibu serta mengurus suami mereka pun tidak mereka abaikan sebagai tanggung jawab seorang istri. B. Saran Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis kemudian memberikan saran kepada para perempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere Kabupaten Pangkep sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada buangan agar para perempuan pengumpul semen tetap memperhatikan kesehatannya, karena penulis melihat betapa besar usaha dan kerja keras para ibu-ibu yang mengumpulkan semen yang terkadang tidak makan karena buangan. terburu-buru ingin pergi mengumpulkan semen 2. Diharapakan kepada perempuan pengumpul semen buangan agar tetap bisa seimbang menjalankan dua peran mereka di sektor domestik dan publik. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan,ed. 2006. Sankaan Paran Gender, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Barry, M. Dahlan Yacub. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi, Surabaya: Indah. Boeree, C. George. 2008. Psikologi Sosial, Yogyakarta: Ruzz Media Hubeis, Aida Vitayala S. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa, Bogor: PT Penerbit IPB Press. Megawangi, Ratna .1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I. Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender dan Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mulia, Siti Musdah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet. I. Ollenburger, Jane C, dan Helen A. Moore. 2002. Sosiologi Wanita, Jakarta: PT Rineka Cipta. Pandu, Maria E, MA. 2009. Sosiologi Keluarga, Makassar: Universitas Hasanuddin. Pandu, Maria E, MA. 2010. Kumpulan Modul Sosiologi Gerder, Makassar: Universitas Hasanuddin. Pasaribu, dan Simandjuntak. 1986. Sosiologi Pembangunan, Bandung: Tarsito. Ritzer, George . 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekanto, Prof. Dr. Soerjono, S.H, MA. (2009), Sosiologi Keluarga, Jakarta: PT Rineka Cipta. Satori, Prof. Dr. Djam’an, M.A. dan Dr. Aan Komariah, M.Pd (2010), Bandung: Alfabeta. Sugiyono, Prof. Dr (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta. Suyanto, Bagong dan J.Dwi Narwoko (2007), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana. Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif AlQur’an. Jakarta: Paramadina. Cet. I. SUMBER LAIN Suyitno. 2000. Profil sosial, ekonomi, demografi dan geografis tenaga kerja wanita pada industri pakaian jadi di Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung. http://library.um.ac.id/free- contents/index.php/pub/detail/profil-sosial-ekonomi-demografi-dangeografis-tenaga-kerja-wanita-pada-industri-pakaian-jadi-dikecamatan-tulungagung-kabupaten-tulungagung-oleh-suyitno9974.html. Diakses pada 15 Maret 2012. Surtini. 2011. Analisa Profil Sosial ekonomi rumah tangga. digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-12592-analisis-profil-sosialek... Diakses pada 12 April 2012. Sudarwati, Lina. 2003. WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3833/1/fisiplina%20sudarwati.pdf. Diakses pada tanggal 17 April 2012. RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama : INDAH CAHYANI Nama Panggilan : INDAH Tempat / Tanggal Lahir : PANGKEP, 28 OKTOBER 1990 Alamat : No. Telepon : SUDIANG ASRAMA HAJI BLOK G1/3 085395062489 Jenis Kelamin : PEREMPUAN Status : BELUM MENIKAH Agama : ISLAM Pendidikan Formal 1996 – 2002 : SD SEMEN TONASA 2 2002 – 2005 : SMP SEMEN TONASA 2 2005 – 2008 : SMA SEMEN TONASA 1 2008 – 2012 : MAHASISWA UNIVERSITAS Riwayat Aktifitas Pengurus Kemasos Fisip Unhas 2010 – 2011 Anggota DEMA fisip Unhas 2010-2011 LO PIMNAS 2011 Anggota Society Research SOSIOLOGI, HASANUDDIN DOKUMENTASI Menuju lokasi kerja Jalan yang Dilalui Menuju Lokasi Kerja Daerah Yang Dilalui Menuju Lokasi Kerja Lokasi Kerja Proses Kerja Proses Wawancara PEDOMAN WAWANCARA A. Identitas responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Alamat Asal Jenis kelamin Pekerjaan Usia Status keluarga Jumlah anak Pendidikan terakhir : : : : : : : : : B. Daftar pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda tinggal di Desa Biring Ere ? 2. Apa pekerjaan suami anda? 3. Apa alasan anda memilih bekerja sebagai pengumpul semen buangan? 4. Siapa yang mengajak anda mengumpulkan semen buangan? 5. Sudah berapa lama anda mengumpulkan semen buangan? 6. Apakah hasil dari mengumpulkan semen buangan dapat membantu ekonomi keluarga anda? 7. Apa pernah terjadi konflik diantara anda sesama pengumpul semen buangan? 8. Bagaimana cara anda membagi peran di sektor publik dan di sektor domestik?