Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di

advertisement
PROFIL SOSIAL EKONOMI PEREMPUAN PENGUMPUL SEMEN
BUANGAN DI DESA BIRING ERE KEC. BUNGORO KAB. PANGKEP
THE WOMEN’S SOCIO ECONOMIC PROFILE ON THE BIRING ERE
VILLAGE AT BUNGORO OF CEMENT WASTE COLLECTOR IN
PANGKEP
SKRIPSI
INDAH CAHYANI
E 411 08 300
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
PROFIL SOSIAL EKONOMI PEREMPUAN PENGUMPUL SEMEN
BUANGAN DI DESA BIRING ERE KEC. BUNGORO KAB. PANGKEP
SKRIPSI
INDAH CAHYANI
E411 08 300
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Derajat Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahakan Kepada kedua orang tua, Ibunda
Syamsiah dan ayahanda Watrom atas setiap dukungannya kepada
penulis. Terima kasih untuk segala kasih sayangnya dan perhatian yang
tak terbatas kepada anakmu meskipun penulis selalu membuat marah dan
mengecewakan dengan sikap dan sifat penulis yang keras kepala dan
egois sebagai anak tapi penulis tahu doa yang tak terbatas serta
dorongan-dorongan hingga penulis samapi saat ini.
Kepada tante dan om penulis Mismawati dan Rustam dan Nani
dan Ijah atas segala doa, dorongan, dan kasih sayang yang tak terbatas
kepada cucunya.
Kepada adik tercinta
Budi Prasetyo, meskipun kita sering
bertengkar tapi penulis begitu sayang dan maaf jika belum menjadi kakak
yang terbaik seperti yang adik inginkan.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
saya
panjatkan
kehadiran
Allah
SWT
pemilik
kehudipan. Penulis Skripsi ini bahwa bukti betapa Maha cinta-Nya Engkau
ya Allah. Terima kasih untuk segalanya yang Engkau berikan
dan
anugerahkan dalam hidupku.
Kepada Dr. H. M. Darwis, MA, DPS selaku pembimbing I, terima
kasih atas segala kepercayaan dan bimbingannya sehingga penulis
mampu menyelesaikan Skripsi ini dan Drs. Andi Haris, MSC selaku
pembimbing II, terima kasih untuk setiap waktu yang diberikan kepada
penulis dan masukkannya sehingga mampu mengerjakan Skripsi ini.
Mohon maaf jika banyak salah dalam penulisan ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan pula
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Idrus A. Paturusi Sp.B.Sp.Bo selaku
Rektor Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Prof Dr. Hamka Naping, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Dr. H. Darwis, MA.DPS selaku Ketua Jurusan dan Dr.
Rahmat
Muhammad
M.Si
selaku
Sekertaris
Jurusan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik penulis
dalam pendidikan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik sehingga penulis bisa menyelesaikan studi
dengan baik.
5. Om Jasmin, om Uttang, Om Rustam, sekeluarga dan atas
segala dukungannya selama ini baik secara moral maupun
Materi.
6. Seluruh
staf
karyawan
Jurusan
Sosiologi
dan
Staf
Perpustakaan yang telah memeberikan bantuan kepada
saya selama menjadi mahasiswa. Khususnya Pak Yan
Tandea yang selalu menyemangati untuk cepat-cepat
menyelesaikan penulisan Skripsi.
7. TerIma Makasih sebanyak - banyak buat semua teman
BUNGLON 08
seperti
tanpa Kalian mungkin Penulis Tidak bisa
sekarang.
Community
Khusus
Teman-teman
Development
Marcell, Jo, Maslam, Dani, Nely, Chiponk,
Anto, Abdi, Maman, Uun, Toni. Abe dan Aries tengkyu so
much untuk semuanya, teman-teman sekelasku hik,hk!!
Maap yaa klo yang laen ga’ di sebut z lupaa!!. kita selalu
berjuang bersama dalam perkulihaan dengan jumlah yang
sedikit tapi tetap semangat dalam kebersamaan.
8. Makasih buat sahabat yang seperti saudara tercinta dan
terkasih saya selama ini kita selalu bersama dalam suka dan
duka. Regilna Dessyanthy,
menemaniku
dalam
suka
Yang selama ini selalu
dan
duka
dalam
senasib,
sependeritaan, sepenanggungan. Mishela Rayo, ceritaceriata donk low ada gandengan baru. Neng
Kathrin,
belajar donk bicara yang lebih pelan supaya kita yang
dengar juga bisa ngerti hhahahahha. Sista Dian Syilfiah,
miss koro-koro kayaknya penulis bakalan kangen sama
koro-koromu. sista Fany Asrial, diam-diam tapi mulai nakal
ayo semangat ya kerja Skripsinya. tanpa kalian saya tidak
sampai pada titik saat ini dan sista Putu Santhy Devi
meskipun kita berjauhan tapi sosok dirimu yang baik dan
perhatian dan selalu ada dihati penulis takkan terganti (kek
judul lagu) oleh siappun. Agnes rajin-rajin kuliah say,,, udah
lama kita nggak kumpul lagi sama-sama. Terima makasih
banyak buat doa kalian semua. semoga kita semuga sukses
dan selalu bersama selamanya. Love and Miss You All guys.
9. Buat Rima Hardianti dan Mitha Onye” juga My best friend
semenjak SMP hingga kini Afrilla Fitri Anggaraeni dan
Ariyanti thanks buat bantuan dan semangatnya.
10. Saudara Kamal, Marda, Chery, Monye’ Kam, Amar, AIe, dan
serta teman-teman BP KEMASOS 2010-2011 yang penulis
tidak mampu nyebutkan satu persatu yang setia bersama
dalam belembaga. serta
Seluruh kakak-kakak dan adik
yang bersatu, berbaur dalam Warga KEMASOS Fisip
Unhas.
11. Buat Taufik Ismail My Best Partner Forever terima kasih
banyak untuk setiap semangat, waktu, dan tenaga yang
telah kau berikan demi membantu menyelesaikan skripsi ini.
Tanpamu tidak akan dapat kulalui dan ku dapatkan hari ini.
12. Teman-teman seposko Desa Bowong Cindea, aduh kangennya
bbergosip lagi ma Neng princess Nazly, ibu peri Rahma, dan ibu
tiri Winda hikz,,hikzz... juga Pak kordes yang semua tempat
dilihat hutan, Kak iiiiiiiii yang kepedean, Anto yang selalu galau,
dan Ical yang tiap menit dan detik nelpon terus.
13. Temanku Afrilla Fitri Anggraeni dan Ariyanti yang sejak SMP
kita selalu bersama hingga hari ini terima kasih untuk setiap
semangat dan dukungannya
14. Terima kasih buat para Informan atas segala informasi yang telah
diberikan serta ingin berbagi cerita mengenai kehidupan kalian dan
doa yang kalian berikan kepada penulis.
15. Mohon maaf jika banyak tak tersebut sekali lagi maaf dan
makasih atas segala bantuan serta doa yang diberikan
kepada penulis.
Makassar 29, Mei 2012
Penulis
ABSTRAK
Indah Cahyani, E41108300. Studi Profil Sosial Ekonomi Perempuan
Pengumpul Semen Buangan di Desa Biring Ere Kec. Bungoro Kab.
Pangkep dibimbing oleh H.M Darwis dan Andi Haris.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil sosial ekonomi
parempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere, Kabupaten
Pangkep dan bagaimana para perempuan pengumpul semen buangan ini
membagi waktu mereka di sektor publik dan sektor domestik.
Adapun subyek dalam penelitian ini adalah 5 orang wanita yang
bekerja sebagai pengumpul semen buangan. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalahb penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang diamati mengahasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari perempuan
pengumpul semen buangan yang diamati selam melakukan penelitian ini.
Dasar penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu tipe pendekatan
dalam penelitian yang penelaannya kepada satu kasus yang dilakukan
secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Sedangkan tipe
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata, dan
penjelasan tentang profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen
buangan di Desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para permpuan pengumpul
semen buangan ini terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang terpaksa
melakukan pekerjaan ini demi membantu suami mereka mencukupi
kebutuhan keluarga karena penghasilan suami mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhan keluarga dan hasil dari mengumpulkan semen
buangan ini dapat membantu mengatasi kesulitan ekonomi keluarga
mereka . dapat melakukan penelitian bahwa para informan banyak
menceritakan kehidupan sehari-hari mereka dalam keluarga karena
semua informan yang berjumlah lima orang terdiri dari ibu-ibu rumah
tangga. Dalam memperthankan kelangsungan hidup keluarga, wanita
berupaya dengan bekerja sebagai pengumpul semen buangan. Perannya
sebagai ibu rumah tangga memiliki beban yang cukup berat karena
mereka harus bekerja dan mencari nafkah dan serta megurus segala
kebutuhan rumahnya dan keluarganya.
ABSTRACT
Indah Cahyani, E41108300. The Woman’s Socio Economic
Profile on The Biring Ere Village at Bungoro of Waste Collector in
Pangkep guided by H.M Darwis and Andi Haris.
The purpose of this study was to determine the woman’s economic
profile in the Biring Ere village of waste collector in Pangkep and how
women are gatherers of cement waste their time share in the public sector
and domestic sector.
The subjects in this study were 5 women who worked as a cement
waste collectors. The approach used in this study is a qualitative research
study observed that the procedures result in the words written or oral from
the woman collecting effluent cement were observed diving to do this
research. The basis of the study is a case study that is the type of
research approaches in the one case conducted an intensive, in-depth,
detailed, and comprehensive. While the type of research used in this study
was descriptive qualitative research which aims to provide a real picture,
and an explanation the woman’s socio economic profile in the Biring Ere
village of waste collector in Pangkep.
These results indicate that the woman are collecting waste cement
consists of mother-housewife who was forced to do this work to help their
husbands provide for the family because their husband's income is not
able to meet the needs of families and the results of collected waste
cement can help to overcome difficulties their family economy. In
conducting research that many of the informants told their everyday lives
in the family because all of five informants consisted of mother-housewife.
In maintaining the survival of families, women try to work as a cement
waste collectors. Its role as housewives have a heavy burden because
they must work and earn a living and take care of any needs as well as
her home and family.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM EVALUASI .................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................... xi
ABTRACT..................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................ xviii
DAFTAR SKEMA ........................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 7
C. Tujuan penelitian .................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA KONSEPTUAL
A. Teori
1) Aspek Sosial Ekonomi .................................................... 9
1. Kondisi Sosial Ekonomi ........................................ 9
2. Faktor – faktor Keadaan Sosial Ekonomi ............ 10
3. Definisi Sosial Ekonomi ........................................ 10
2) Peran Perempuan ........................................................... 13
1. Peran Ganda Perempuan Di Era Pembangunan . 17
2. Ibu Bekerja ............................................................ 19
3. Keberadaan Pekerja Wanita di Pasar Tenaga Kerja
.............................................................................. 21
3) Gender ............................................................................ 24
1. Teori Pembedaan Laki-Laki dan Perempuan ....... 25
2. Teori Alamiah ....................................................... 26
3. Teori Kebudayaan ................................................ 26
4. Teori Struktural Fungsional .................................. 27
5. Teori Feminisme Liberal ....................................... 29
B. Kerangka Konseptual ............................................................. 30
C. Defenisi Operasional ............................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN
1. Dasar Penelitian ................................................................... 33
2. Tipe Penelitian ..................................................................... 33
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 33
4. Informan ............................................................................... 34
5. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 34
6. Teknik Analisa Data ............................................................. 35
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Umum Kab Pangkep ................................................ 36
a) Luas Wilayah ............................................................ 37
b) Wilayah Kepulauan ................................................... 38
c) Wilayah pegunungan ................................................ 38
d) Wilayah Daratan ....................................................... 38
B. Kondisi Umum Kec Bungoro ................................................ 39
A. Potret Desa/ Kondisi Umum Desa .............................. 39
1. Geografis .............................................................................. 39
2. Keadan sosial ekonomi penduduk ....................................... 41
1) Jumlah penduduk ............................................................ 41
2) Jumlah Penduduk Menurut Usia ..................................... 42
3) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ............... 43
3. Sistem Pendidikan .............................................................. 44
4. Sarana dan Prasarana ......................................................... 45
5. Sistem Kepercayaan ............................................................ 46
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan .......................................................... 49
B. Profil Sosial Ekonomi ........................................................... 55
1) Aspek Ekonomi .......................................................... 55
2) Aspek Hubungan Sosial ............................................ 61
3) Aspek Pendidikan ...................................................... 64
4) Aspek Kesehatan ...................................................... 65
C. Pembagian Waktu antara Sektor Publik Dan sektor Domestik
.............................................................................................. 66
a) Sektor Domestik ........................................................ 66
b) Sektor Publik ............................................................. 69
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................. 77
B. Saran .................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 79
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel I .................................................................................. 41
Daftar Tabel II ................................................................................. 42
Daftar Tabel III ................................................................................ 43
Daftar Tabel IV ................................................................................ 44
Daftar Tabel V ................................................................................. 46
DAFTAR SKEMA
Daftar Skema I ................................................................................ 31
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pertanyaan Wawancara
Dokumentasi
Surat Ijin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kemajuan zaman diiringi dengan berkembangnya informasi dan
tingkat kemampuan intelektual manusia, bersama dengan hal itu peran
perempuan dalam kehidupan pun terus berubah untuk menjawab
tantangan zaman, tak terkecuali mengenai peran perempuan dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Biasanya, tulang punggung
kehidupan keluarga adalah pria atau suami, tapi kini para perempuan
banyak yang berperan aktif untuk mendukung ekonomi keluarga.
Menurut konsep ibuisme, kemandirian perempuan tidak dapat
dilepaskan dari perannya sebagai ibu dan istri. Perempuan dianggap
sebagai makhluk sosial dan budaya yang utuh apabila telah memainkan
kedua peran
tersebut dengan baik. Mies (dalam Abdullah : 2006)
menyebutkan fenomena ini house wifization karena peran utama
perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga yang harus memberikan
tenaga dan perhatiannya demi kepentingan keluarga tanpa boleh
mengharapkan imbalan, prestise serta kekuasaan. Bahkan tak jarang
perempuan mempunyai tingkat penghasilan yang lebih memadai untuk
mencukupi kebutuhan keluarga dibanding suaminya. Dengan pendapatan
yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa perempuan ikut berusaha untuk
keluar dari kemiskinan meski semua kebutuhan keluarga tidak terpenuhi.
Peran atau role menurut Suratman (dalam Pujiwulansari : 2011)
adalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu
seksual, sebagai satu aktivitas menurut tujuannya dapat dibedakan
menjadi dua:
1. Peran publik, yaitu segala aktivitas manusia yang biasanya
dilakukan dilluar rumah dan bertujuan untuk mendatangkan penghasilan.
2. Peran domestik, yaitu aktivitas yang dilakukan di dalam rumah
dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan
melainkan untuk melakukan kegiatan kerumahtanggaan. Peran yang
dilakukan para perempuan atau ibu rumah tangga karena ingin kondisi
kesejahteraan yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan,
persiapan
materi
berbagai
jaminan
masa
depan
kehidupannya,
ketentraman dan keamanan.
Adanya anggapan dalam masyarakat kita bahwa perempuan
bersifat memelihara, rajin, dan tidak cocok menjadi kepala rumah tangga,
maka akibatnya semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab
kaum perempuan. Oleh karena itu beban kerja perempuan yang berat dan
alokasi waktu yang lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah
tangga, mulai dari mengepel lantai, memasak, merawat anak, dan
sebagainya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, tingkat modernisasi
dan globalisasi informasi serta keberhasilan gerakan emansipasi wanita
dan feminisme, wanita semakin terlibat dalam berbagai kegiatan. Peran
ganda perempuan bukan lagi sebagai hal yang asing. Muhammad Asfar
(dalam Pujiwulansari : 2011) menyatakan bahwa perempuan tidak lagi
hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi
reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya,
tetapi sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan baik sosial,
ekonomi, maupun politik. Kecenderungan peran perempuan mempunyai
peran ganda dalam keluarga miskin meningkat. Di kalangan keluarga
miskin, beban berat harus dikerjakan sendiri
apalagi selain harus
mengerjakan tugas-tugas domestik, mereka masih juga dituntut harus
bekerja, sehingga perempuan memikul beban kerja ganda. Dalam
kaitannya dengan beban ganda tersebut, menyebutkan bahwa perempuan
tidak saja berperan ganda akan tetapi perempuan memiliki triple role
(triple burden): peran reproduksi, yaitu peran yang berhubungan dengan
peran tradisional di sektor domestik, peran produktif, yaitu peran ekonomis
di sektor publik, dan peran sosial, yaitu peran di komunitas ( J. Dwi
Narwoko dan Bagong Suyanto, 2006:345)
Paradigma pembangunan yang dominan dan dianggap telah
mapan adalah paradigma pembangunan yang hanya mengutamakan
faktor
ekonomi,
khususnya
adalah
pertumbuhan
ekonomi
tanpa
memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan. Oleh karena itu, meskipun
pertumbuhan ekonomi di negara ini dikatakan semakin maju, namun pada
kenyataannya masih banyak masyarakat miskin (terutama pada kelompok
perempuan
warga
pembangunan
miskin).
belum
Kenyataan
secara
merata
menunjukkan
dapat
bahwa
dinikmati.
hasil
Artinya,
pembangunan belum memberi manfaat secara adil baik kepada laki-laki
maupun perempuan.
Strategi ekonomi rumah tangga miskin di pedesaan dalam
menghadapi kondisi kemiskinan mencakup upaya-upaya alokasi sumber
daya khususnya tenaga kerja di sektor produksi. Di sektor produksi,
rumah tangga pedesaan di Indonesia menerapkan pola nafkah ganda
sebagai bagian dari strategi ekonomi. Dalam pola itu sejumlah anggota
rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah di berbagai sumber, baik
di sektor pertanian maupun luar pertanian, dalam kegiatan usaha sendiri
maupun sebagai buruh. Bagi rumah tangga miskin, arti pola nafkah ganda
itu adalah strategi bertahan hidup dimana sektor luar pertanian
merupakan sumber nafkah penting untuk menutupi kekurangan dari sektor
pertanian (Pujiwulansari : 2011).
Para ibu dari keluarga-keluarga yang berpenghasilan rendah
umumnya melakukan peran ganda karena tuntutan kebutuhan hidup bagi
keluarga, meskipun suami berkewajiban sebagai pencari nafkah yang
utama dalam keluarga. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi istri untuk
bekerja sebagai penambah penghasilan keluarga.
Dalam upaya mencapai hidup sejahtera, perempuan setiap hari
berusaha agar segenap perannya baik sebagai ibu rumah tangga maupun
pencari nafkah sebagai pekerja di sektor informal. Untuk itu mereka
mengatur
waktu
sedemikian
rupa
sehingga
semua
peran
yang
disandangnya dapat dilaksanakan dengan seimbang. Kendati demikian
pasti ada kendala yang akan dialami dalam melaksanakan peran
gandanya tersebut, salah satu masalah penting jika wanita memasuki
sektor publik atau bekerja diluar rumah tangga adalah pembinaan
keluarga akan terbengkalai dan terabaikan. Karena itu, meskipun wanita
diperbolehkan
untuk
bekerja
disektor
publik,
dia
tidak
boleh
menelantarkan sektor domestik dan pengasuhan anak-anaknya.
Salah satu contoh masuknya perempuan dalam dunia kerja di
sektor informal dengan tujuan untuk menambah penghasilan keluarga
adalah perempuan-perempuan yang bertempat tinggal di Desa Biring Ere,
Kecamatan
Bungoro,
Kabupaten
Pangkep
yang
bekerja
sebagai
pengumpul semen buangan.
Desa Biring Ere merupakan salah satu desa yang lokasinya
berdekatan dengan lokasi pabrik industri Semen Tonasa. Pabrik Tonasa
adalah produsen semen terbesar di kawasan timur Indonesia yang
menempati lahan seluas 715 hektar di desa Biring Ere, Kecamatan
Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68 kilometer dari kota Makassar.
PT Semen Tonasa yang memiliki kapasitas terpasang 3.480.000 metrik
ton semen pertahun ini mempunyai 3 unit pabrik yaitu Tonasa II,III, dan
IV. Ketiga unit pabrik tersebut menggunakan proses kering dengan
kapasitas masing-masing 590.000 ton semen per tahun untuk unit II dan
III serta 2.300.000 ton semen per tahun untuk unit IV.
Semen Tonasa yang beroperasi resmi sejak tahun 1968 tumbuh
berkembang dengan dukungan 7 unit pengantongan semen yang
melengkapi saran distribusi penjualan ke wilayah utama pemasaran di
kawasan timur Indonesia. Unit pengantongan semen tersebut berlokasi di
Makassar, Bitung, Palu, Banjarmasin, Bali, dan Ambon dengan kapasitas
masing-masing
300.000
ton
semen
pertahun
kecuali
Makassar,
Samarinda dan Bali dengan kapasitas 600.000 ton semen pertahun dan
Palu dengan kapasitas 175.000 ton semen pertahun. Sarana pendukung
operasi lainnya yang berkontribusi besar terhadap pencapaian laba
perusahaan adalah unit pembangkit listrik tenaga uap atau Boiler Turbin
Generator (BTG) Power Plant dengan kapasitas 2 X 25 MW yang
berlokasi dekat dengan pabrik di desa Biringkassi, Kabupaten Pangkep,
sekitar 17 km dari lokasi pabrik.
Lahan tempat ibu-ibu mengumpulkan semen buangan dari pabrik
berjarak 1km dari desa tersebut. Namun, ibu-ibu yang mengambil semen
buangan
sebenarnya
melakukan
pekerjaannya
dengan
sembunyi-
sembunyi sebab lokasi tersebut masih berada di dalam lokasi pabrik.
Tidak jarang dari mereka ada yang kedapatan oleh satpam perusahaan
sehingga mereka harus lari tunggang langgang mencari tempat
persembunyian agar tidak ditangkap. Namun, mereka tidak jera
melakukan pekerjaan itu sebab itulah salah satu cara yang dapat mereka
lakukan untuk dapat membantu suami untuk menambah penghasilan
keluarga. Mereka biasanya berangkat pada pukul 7 atau 9 pagi setelah
menyelesaikan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga. Biasanya
mereka dapat mengumpulkan sedikitnya satu atau dua karung semen
buangan tapi hasil itu tidak selalu sama tiap waktu bergantung dari berapa
banyak semen yang dibuang.
Melihat adanya fenomena sosial ini maka penulis memutuskan
untuk meneliti lebih jauh tentang “Profil Sosial Ekonomi Perempuan
Pengumpul Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi
yang akan dijadikan pertanyaan sebagai sarana penelitian, yaitu:
1. Bagaimana profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen
buangan di Desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep?
2. Bagaimana perempuan pengumpul semen buangan bisa mengatur
pembagian waktu untuk bekerja di sektor publik dan sektor domestik?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, tujuan yang akan dicapai adalah:
1. Mengetahui bagaimana profil sosial ekonomi perempuan pengumpul
semen buangan di desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep.
2. Mengetahui bagaimana perempuan pengumpul semen buangan di
desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep untuk bisa mengatur pembagian
waktu kerja di sektor publik dan sektor domestik.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara teoritis
a.
Sebagai pembanding antara teori yang di dapat dari bangku
perkuliahan dengan fakta yang dilapangan.
b.
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan
dibidang penelitian yang sejenis.
2. Secara Praktis
a.
Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam
mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.
b.
Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk umum
tentang peran wanita didalam pemenuhan perekonomian keluarga.
c.
Lembaga-lembaga yang terkait.
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi berbagai
pihak sebagai bahan tambahan informasi bagi para peneliti lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
1) Aspek Sosial Ekonomi
1. Kondisi Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan
bertingkat, ada yang keadaan sosial ekonominya tinggi, sedang, dan
rendah.
Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (dalam Suyitno: 2000) adalah
kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok manusia yang
ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan,
jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut
Soerjono Soekanto ( dalam Fani : 2011) sosial ekonomi adalah posisi
seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti
lingkungan pergaulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam
hubunganya dengan sumber daya.
Berdasarkan
beberapa
pendapat
diatas,
dapat
disimpulkan
pengertian keadaan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah kedudukan
atau posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan kekayaan atau fasilitas serta
jenis tempat tinggal.
2. Faktor-faktor yang menentukan keadaan sosial ekonomi.
Berdasarkan kodratNya manusia dilahirkan memiliki kedudukan
yang sama dan sederajatnya, akan tetapi sesuai dengan kenyataan setiap
manusia yang menjadi warga suatu masyarakat, senantiasa mempunyai
status atau kedudukan dan peranan. Ada beberapa faktor yang dapat
menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi orang tua di
masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan, kondisi lingkungan tempat tingal, pemilikan kekayaan, dan
partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Dalam hal ini
uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang menentukan yaitu tingkat
pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis tempat
tinggal.( Suyitno 2000 )
3. Defenisi Sosial Ekonomi
Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan
dimana
manusia-manusia
itu
hidup,
kemungkinan-kemungkinan
perkembangan materi dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia.
Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan produksi pangan,
perumahan, sandang, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber kekuatan
dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini berkembang tidak menentu dan
sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana manusia itu harus
hidup.
Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang
sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang
sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini
dapat dipergunakan dan dibagikan dengan baik.
Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman.
Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan,
teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan
adalah mereka (orang-orang) yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal
dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling
mempengaruhi satu sama lain ( Warongan: 2012)
Kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut
makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan
wajar tanpa orang lain disekitarnya.
Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu
“Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi
secara harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah
pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan
dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih
luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan
yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi
tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai
dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si
pembawa status ( Warongan : 2012).
Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi
meliputi tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan.
Pendapat diatas didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama
dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan
bahwa kedudukan social ekonomi dititikberatkan pada pelayanan
kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang sehat yang didukung
oleh pekerjaan yang layak ( Sudarwati, 2003).
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial
ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri
dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas
apa
yang
dimilikinya
dan
kemampuan
mengenai
keberhasilan
menjalankan usaha dan berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya.
Melihat kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat itu dapat
dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.
Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat itu dapat
digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi, yaitu:
1. Golongan berpenghasilan rendah Yaitu keluarga yang menerima
pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat
hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal,
mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena
tuntutan kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga
itupun menjadi agresif. Sementara itu orangtua yang sibuk mencari
nafkah
untuk
memenuhi
kebutuhan
ekonomi
tidak
sempat
memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap perilaku.
2. Golongan berpenghasilan sedang Yaitu pendapatan yang hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.
3. Golongan berpenghasilan tinggi Yaitu selain dapat memenuhi
kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan yang diterima dapat
ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun kebutuhan
di masa mendatang.
2) Peran perempuan
Adapun pengertian peran menurut Suratman (dalam pujiwulansari
: 2011) adalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu
seksual sebagai status aktifitas yang mencakup peran domestik maupun
peran publik. Berdasarkan pengertian peran yang ada dapat disimpulkan
bahwa peran perempuan merupakan kegiatan atau aktivitas yang
dikerjakan atau dianggap menjadi tanggung jawab perempuan. Pada
umumnya perempuan berada pada posisi subordinat dan marginal,
dimana hal ini tidak berbeda jauh dengan kontruksi budaya yang terdapat
dimasyarakat, peran perempuan dalam masyarakat jawa wanita sebagai
konco wingking, yaitu kegiatan istri adalah seputar dapur (memasak),
sumur (mencuci), dan kasur (melayani kebutuhan biologis suami).
Pada dasarnya wanita yang memiliki peran ganda bukan hanya
dalam rumah tangga dengan melayani suami, mengurus anak dan
mengurus dapur tetapi sekarang sebagian wanita harus membantu suami
dengan mencari nafkah sehingga wanita sekarang memiliki peran ganda
seperti yang diungkapan suwargo nunut neraka katut, menggambarkan
bahwa kebahagiaan atau penderitaan perempuan tergantung sepenuhnya
pada laki-laki. Perempuan tidak mempunyai peran sama sekali dalam
mencapai kebahagiaan hidup, sekalipun untuk dirinya sendiri.
Peran perempuan dalam keluarga jawa yang tersirat dalam
Candrarini yaitu bahwa perempuan harus bisa masak, macak dan manak.
Keadaan demikian disebabkan oleh masih adanya anggapan sebagian
masyarakat, bahwa perempuan hanya sebagai pembantu dan pengatur
bukan sebagai salah satu pemimpin di dalam rumah tangga, yang
fungsinya sebagai pendukung suami, yang bertugas untuk memperhatikan
suami bukan subyek yang perlu mendapat perhatian. Perempuan hanya
dianggap
sebagai subyek yang pekerjaannya
sebagai konsumen
penghabis gaji atau pendapatan yang diperoleh suami. Anggapan seperti
itu
tidak
dapat
dibenarkan,
karena
disadari
perempuan
juga
berkemampuan untuk mencari nafkah atau gaji, untuk mendapatkan
alternative pendapatan dan berprestasi.
Menurut Hubeis (2010:145), bahwa analisis alternative pemecahan
atau pembagian peran wanita dapat dilihat dari perspektif dalam kaitannya
dengan
posisinya
sebagai
manager
rumah
tangga,
partisipan
pembangunan dan pekerja pencari nafkah. Jika dilihat dari peran wanita
dalam rumah tangga, maka dapat digolongkan:
1.
Peran Tradisional
Peran ini merupakan wanita harus mengerjakan semua pekerjaan
rumah, dari membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak
serta segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Pekerjaanpekerjaan rumah tangga dalam mengatur rumah serta membimbing dan
mengasuh anak tidak dapat diukur dengan nilai uang. Ibu merupakan
figure yang paling menentukan dalam membentuk pribadi anak. Hal ini
disebabkan karena anak sangat terikat terhadap ibunya sejak anak masih
dalam kandungan.
2.
Peran Transisi
Adalah peran wanita yang juga berperan atau terbiasa bekerja
untuk mencari nafkah. Partisipasi tenaga kerja wanita atau ibu
disebabkan karena beberapa faktor, misalnya bidang pertanian, wanita
dibutuhkan hanya untuk menambah tenaga yang ada, sedangkan di
bidang industri peluang bagi wanita untuk bekerja sebagai buruh industri
khususnya industri kecil yang cocok bagi wanita yang berpendidikan
rendah. Faktor lain adalah masalah ekonomi yang mendorong lebih
banyak wanita untuk mencari nafkah.
3.
Peran kontemporer
Adalah peran dimana seorang wanita hanya memiliki peran di luar
rumah tangga atau sebagai wanita karier.
Selain itu dalam peran dan kebutuhan gender peran wanita terdiri
atas:
1. Peran produktif
Peran produktif pada dasarnya hampir sama dengan peran transisi,
yaitu peran dari seorang wanita yang memiliki peran tambahan sebagai
pencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Peran produktif adalah peran
yang di hargai dengan uang atau barang yang menghasilkan uang atau
jasa yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Peran ini diidentikan
sebagai peran wanita di sektor publik, contoh petani, penjahit, buruh, guru,
pengusaha.
2.
Peran reproduktif
Pada dasarnya hampir sama dengan peran tradisional hanya saja
peran ini lebih menitikberatkan pada kodrat wanita secara biologis tidak
dapat dihargai dengan nilai uang/barang. Peran ini terkait dengan
kelangsungan hidup manusia, contoh peran ibu pada saat mengandung,
melahirkan dan menyusui anak adalah kodrat dari seorang ibu. Peran ini
pada akhirnya di ikuti dengan mengerjakan kewajiban mengerjakan
pekerjaan rumah.
3.
Peran sosial
Peran sosial pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dari para
ibu rumah tangga untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat.
Peran ini lebih mengarah pada proses sosialisasi dari pada ibu rumah
tangga.
Tingkat peranan itu berbeda-beda di sebabkan oleh budaya dan
kondisi alam setempat kaum wanita harus mengadakan pilihan yang
mantap dengan mengetahui kemampuannya. Kenyataannya menunjukkan
bahwa makin banyak tugas rangkap sebagai ibu yakni sebagai ibu rumah
tangga dan sekaligus sebagai wanita.
1. Peran ganda perempuan di era pembangunan
Di Indonesia, gerakan untuk memperjuangkan kedudukan dan
peranan perempuan telah cukup lama dilakukan. Kartini adalah tokoh
yang telah merintis membebaskan kaum perempuan dari kegelapan
melalui pendidikan. Pendidikan dianggap penting karena pendidikan
sebagai
jalan
keluar
dalam
memecahkan
semua
masalah
dan
kesengsaraan bangsa-bangsa (Hardjito, dalam Pujiwulansari: 2011)
Salah satu perbedaan perempuan masa kini dan zaman kartini atau
zaman dulu ialah, perempuan
masa kini ingin, bersedia, boleh, dan
bahkan diarahkan untuk dapat mengisi dua peranan, satu didalam rumah
tangga sebagai ibu dan istri, dan yang lain peranan di luar rumah.
Pengertian peran ganda perempuan di era pembangunan adalah
partisipasi perempuan yang mencakup sektor domestik maupun sektor
publik, dimana hal ini sangat dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan
pembangunan.
Pada masyarakat pedesaan peran ganda perempuan bukanlah hal
yang baru. Mereka disamping sebagai istri, ibu juga harus bekerja di luar
rumah, misalnya: bertani, berkebun, berdagang, mencari kayu, bekerja
sebagai buruh dan lain-lain. Karena tanpa bekerja kebutuhan hidup tidak
akan terpenuhi. Berarti bekerja merupakan suatu keharusan. Pada
umumnya perempuan yang memiliki taraf pendidikan yang tinggi
merupakan sumber daya bagi pembangunan, sehingga bila tidak
dimanfaatkan merupakan suatu penghamburan dana karena mahalnya
biaya pendidikan.
Pergeseran dalam peran (pembagian kerja) antara laki-laki dan
perempuan dalam keluarga dan rumah tangga terjadi ketika seorang ibu
mempunyai peran yang sangat penting di dalam masyarakat dan negara.
Di mana peran perempuan tidak hanya untuk dipimpin tetapi juga untuk
memimpin. Hal itu harus diperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan
yang positif dan pasti.
Pembagian peran domestik dan publik tidak relevan jika diterapkan
dalam masyarakat jawa. Karena dalam masyarakat ini perempuan
terbiasa dengan peran domestic sekaligus publik. Hal ini terutama terjadi
pada masyarakat jawa golongan petani, pedagang, dan nelayan, di mana
perempuan mengurus rumah tangga (domestik) sekaligus mencari nafkah
(pujiwulansari : 2011).
2. Ibu Bekerja
1.
Peranan Wanita dalam Keluarga
Sebagai ibu, wanita dituntut pada tugas-tugas domestiknya yang
tidak dapat dihindari, namun sebagai wanita, harus dapat melaksanakan
tugas pelaksana emansipasi wanita. Sebagai wanita harus melaksanakan
beberapa peran untuk dapat mengikuti perkembangan dan tuntutan
kemajuan. Peranan wanita tersebut dikenal dengan Panca Dharma
wanita, yaitu:
a.
Wanita sebagai istri
Berperan tidak hanya sebagai ibu, akan tetapi harus tetap bersikap
sebagai kekasih suami seperti sebelum kawin, sehingga dalam rumah
tangga tetap terjalin ketentraman yang dilandasi kasih sejati. Sebagai istri
dituntut untuk setia kepada suami dan harus terampil sebagai pendamping
suami agar dapat menjadi motivasi kegiatan suami.
b.
Wanita sebagai ibu rumah tangga
Sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab berkewajiban
secara terus menerus memperhatikan kesehatan rumah, lingkungan dan
tata laksana rumah tangga, mengatur segala sesuatu dalam rumah
tangga untuk meningkatkan mutu hidup. Keadaan rumah tangga harus
mencerminkan suasana aman, tenteram dan damai bagi seluruh anggota
keluarga.
c.
Wanita sebagai pendidik
Ibu adalah pendidik utama dalam keluarga bagi putra-putrinya.
Menanamkan rasa hormat, cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta kepada orangtua, masyarakat dan bangsa yang kelak tumbuh
menjadi warga negara yang tangguh.
d.
Wanita sebagai pembawa keturunan
Sesuai fungsi fitrahnya, wanita adalah sebagai penerus keturunan
yang diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang sehat jasmani dan
rohaninya, cerdas pikirannya dan yang memiliki tanggung jawab, luhur
budi dan terpuji perilakunya.
e.
Wanita sebagai anggota masyarakat
Pada masa pembangunan ini, peranan wanita diusahakan untuk
meningkatkan
pengetahuan
atau
keterampilan
sesuai
dengan
kebutuhannya. Organisasi kemasyarakatan wanita perlu difungsikan
sebagai wadah bersama dalam usaha mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan dalam membina dan membentuk pribadi
serta watak seseorang dalam rangka pembangunan manusia indonesia.
3.Keberadaan Pekerja Wanita di Pasar Tenaga Kerja
Keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja ditinjau dari
perspektif Karl Marx erat kaitannya dengan perkembangan sistem
kapitalis. Pada dasarnya perkembangan kapitalis sangat tergantung pada
akumulasi modal dengan demikian kedudukan buruh dalam sistem ini
hanya merupakan komoditi yang dinilai dengan nilai tukar di pasar bebas.
Untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dari proses
produksinya maka sistem ini berupaya untuk menekan biaya proses
produksi seminimal mungkin, sehingga pada prakteknya upah buruh
dibayar murah, tapi buruh harus mencurahkan waktu yang panjang untuk
bekerja bagi kepentingan kapitalis.
Perspektif
Marx menggambarkan dengan
cara
ini kapitalis
memperoleh keuntungan yang besar sehingga bisa menjadi modal untuk
mengembangkan
usaha.
Perkembangan
usaha
ini
selanjutnya
memerlukan penambahan jumlah tenaga kerja, karena tenaga kerja yang
tersedia sudah tidak memadai lagi, maka kekurangan tenaga kerja diambil
dari keluarga buruh, yakni dengan melibatkan anggota keluarga mereka.
Marx dan Engels dalam hal ini mengemukakan keluarga kelas proletar
(Sudarwati: 2003 ).
Khususnya ekonomi individu dalam kelas buruh sedemikian
memprihatinkan sehingga istri dan anak-anak mereka terpaksa bekerja
berjam-jam lamanya dalam pabrik untuk mencukupi pendapatan demi
kelangsungan keluarga mereka. Memperhatikan faktor di atas terlihat
bahwa keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja merupakan pengaruh
dari:
1. Faktor ekstern yang merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni
adanya kesempatan kerja yang ditawarkan oleh kapitalis.
2. Faktor intern, yang merupakan faktor pendorong untuk bekerja
yakni desakan/kesulitan ekonomi keluarga.
Faktor kesempatan kerja dan faktor untuk pemenuhan kebutuhan
ekonomi inilahyang pada hakekatnya menghantarkan kaum wanita untuk
bekerja di sektor publik.
Kedudukan Pekerja Wanita di Dalam Struktur Ketenagakerjaan
Dalam persepsi Marx untuk melihat kedudukan pekerja wanita
maka tidak terlepas dari fokus analisanya terhadap masyarakat kapitalis.
Dalam
struktur
kapitalis
kedudukan
seseorang
ditentukan
oleh
penguasaan alat produksi, dalam kasus pekerja kelas bawah ini maka
kedudukan
seseorang
ditentukan
oleh
kemampuannya
untuk
menghasilkan produksi berdasarkan pekerjaannya. Dalam kapitalisme
pembagian kerja dalam perusahaan ditentukan oleh dorongan efisiensi
produksi dalam hubungannya untuk memaksimalkan keuntungan (dalam
Sudarwati : 2003). Artinya bahwa penempatan posisi seseorang dalam
struktur ketenagakerjaan ditentukan oleh tingkat produktifitasnya dan
ketrampilannya, selanjutnya akan memperlihatkan variasi upah yang
berbeda berdasarkan tingkat produktifitasnya. Akibatnya siapa yang
mampu bekerja lebih keras dalam jangka waktu yang panjang akan
menghasilkan produksi yang lebih banyak berarti akan memperoleh upah
yang lebih besar. Pada gilirannya akan menempatkan posisinya pada
kedudukan yang lebih baik dalam struktur ketenagakerjaannya.
Konsekuensinya terhadap pekerja wanita kriteria ini jelas tidak
menguntungkan. Wanita dari golongan ekonomi lemah yang secara umum
identik dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan maupun ketrampilan
rendah, maka ketika wanita memutuskan untuk terlibat bekerja di sektor
publik maka ia harus mau menerima jenis pekerjaan apa saja yang
ditawarkan kapitalis, yang umumnya menempatkan mereka pada
pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus dan umumnya
berupah rendah. Sedang kesulitan ekonomi memaksa mereka untuk tetap
melaksanakan sendiri tugas-tugas kerumahtanggaannya, untuk menggaji
orang lain merupakan hal yang tidak mungkin.
Keterikatannya
terhadap
pekerjaan
domestik/rumahtangga
menyebabkan waktu yang tercurah untuk bekerja di sektor publik sangat
terbatas. Kesempatan kerja bagi kaum wanita yang umumnya hanya
terbatas pada pekerjaan berupah rendah serta keterbatasan waktu yang
bisa dicurahkan untuk bekerja diluar sektor domestik menempatkan
mereka pada posisi yang rendah dalam struktur ketenagakerjaan.
Sementara lelaki memperoleh posisi yang lebih baik, karena
bisamencurahkan waktunya secara penuh untuk bekerja sektor publik,
sebab mereka tidak terbebani oleh tugas-tugas di sektor domestik.
Dengan demikian mereka dapat berproduksi dan memperoleh upah lebih
besar dari wanita. Akhirnya baik di sektor domestik maupun di sektor
publik wanita tetap didominasi oleh kaum lelaki, karena pada kenyataan
struktur ketenagakerjaan juga menempatkan lelaki pada posisi ekonomis
yang lebih kuat dari kaum wanita, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan
materialnya wanita masih tergantung pada kaum lelaki.
Marx mengemukakan bahwa situasi yang terjadi dalam hubungan
ekonomi akan merembet/mempengaruhi bentuk hubungan pada struktur
sosial none ekonomis.
Dengan kata lain sistem struktur hubungan kerja yang diciptakan
oleh sistem kapitalis akan mempengaruhi terciptanya struktur masyarakat
patriarkal. Kedua sistem ini, kapitalis dan patriarkal menempatkan wanita
pada posisi yang terdominasi dan semakin tereksploitasi dalam sistem
kapitalis.
3) Gender
Gender
adalah
suatu
konsep
kultural yang
dipakai
untuk
membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Siti
Musdah Mulia, 2004: 4). Persoalan gender bukanlah persoalan baru
dalam kajian-kajian sosial, hukum, keagamaan, maupun yang lainnya.
Namun demikian, kajian tentang gender masih tetap aktual dan menarik,
mengingat masih banyaknya masyarakat khususnya di Indonesia yang
belum memahami persoalan ini dan masih banyak terjadi berbagai
ketimpangan dalam penerapan gender sehingga memunculkan terjadinya
ketidakadilan gender.
Teori-Teori Pembedaan Laki-Laki dan Perempuan
Masyarakat manusia sudah mengenai adanya perbedaan antara
laki-laki dan perempuan sejak manusia itu ada di muka bumi. Pembedaan
antara laki-laki dan perempuan ini didasari oleh apa yang melekatdan
terberi pada diri individu manusia itu, pembedaan serupa ini didasari oleh
unsur-unsur biologis ada pula pembedaan yang didasari oleh akal budi
manusia, pembedaan yang didasari oleh hasil berpikir manusia,
pembedaan yang didasari oleh unsure-unsur social yang diciptakan oleh
manusia.
Di
dalam
kehidupan
manusia
baik
dikeluarga
maupun
di
masyarakat pembedaan secara biologis maupun pembedaan yang
didasari oleh unsur-unsur sosial ini dipakai secara umum untuk
membedakan kedudukan, peran dan aktivitas-aktivitas laki-laki dan
perempuan. Pembedaan ini menjadi ukuran yang mendarah daging
(internalized), apalagi ketika pembedaan itu ditunjang oleh pemikiranpemikiran para ahli dan ilmuwan tentang kehidupan kemasyarakatan. Dari
mereka-mereka inilah lahir teori-teori yang dijadikan dasar bagi orang lain
untuk menganalisis dan memecahkan gejala-gejala yang ada dalam
masyarakat.
Teori-teori yang membedakan laki-laki dan perempuan antara lain:
1. Teori Alamiah (Nature Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa secara biologis laki-laki dan
perempuan berbeda. Organ-organ tubuh tertentu yang dimiliki laki-laki
tidak dimiliki oleh perempuan dan sebaliknya. Laki-laki memiliki pemis dan
sperma sedangkan perempuan memiliki rahin, buah dada, memproduksi
indung telur, air susu, disamping mempunyai kemampuan hamil,
melahirkan menyusui dan menstruasi.
Kodrat fisik yang berbeda ini berpengaruh pula pada kondisi psikis
laki-laki dan perempuan. Laki-laki yang diasumsikan memiliki tubuh yang
kuat, berperilaku tegar dan kasar dianggap lebih cocok untuk berperanan
di luar rumah tangga, disektor public, melakukan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan nafkah keluarga sekaligus melindungi anggota
keluarganya. Sedangkan perempuan yang diasumsikan lemah lebut,
halus serta memiliki kemempuan kodrati lainnya lebih cocok berperan di
dalam rumah tangga, mengurus rumah, memelihara dan mengasuh anak.
Inilah pembagian kerja yang didasarkan atas perbedaan jenis kelamin
yang diatur oleh alam dan pembagian kerja serupa ini sudah berlangsung
ribuan tahun (Budiman dalam Maria E Pandu, 2009).
2. Teori Kebudayaan (Nurture Theory)
Teori ini merupakan bantahan terhadap teori alamiah. Teori ini
tidah setuju bahwa perbedaan posisi dan peran antara laki-laki dan
perempuan merupakan kodrat alam, bersifat alamiah. Teori ini juga
berpendapat bahwa factor biologis tidak menyebabkan keunggulan lakilaki terhadap perempuan.
Menurut seorang ahli filsafat inggris bernama John Stuart Mill yang
disebut sebagai sifat kewanitaan adalah hasil penumpukan masyarakat
melalui suatu system pendidikan dan dia percaya bahwa usaha untuk
membagi manusia menjadi dua golongan laki-laki dan perempuan dan
usaha untuk membedakan kedua golongan ini dalam peranan social
mereka, merupakan suatu tindakan politik yang direncanakan dimana
golongan
yang
lebih
kuat,
yakni
kaum
laki-laki
selalu
melihat
keunggulannya sebagai sesuatu alamiah (Budiman dalam Maria E Pandu
2009). Dari pandangan-pandangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang menjadi peran laki-laki dan peran perempuan dapat diajarkan sesuai
dengan harapan masyarakat yang tercakup dalam nilai social-budaya
mereka
bukan
hanya
disebabkan
oleh
factor
biologis
belaka.
Kemungkinan pandangan serupa ini yang melahirkan konsep “gender”
yang pada akhir-akhir ini marak dibicarakan baik kalangan ilmuwan,
praktisi maupun masyarakat pada umumnya.
3. Teori Struktural-Fungsional
Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori
sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini
berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa
bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar
yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi
setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur unsur tersebut
dalam masyarakat. Banyak sosiolog yang mengembangkan teori ini dalam
kehidupan keluarga pada abad ke-20, di antaranya adalah William F.
Ogburn dan Talcott Parsons.
Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman
dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari
adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai
dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Sebagai contoh,
dalam sebuah organisasi sosial pasti ada anggota yang mampu menjadi
pemimpin, ada yang menjadi sekretaris atau bendahara, dan ada yang
menjadi anggota biasa. Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai
tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi
dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya,
norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Ratna
Megawangi, 1999:56).
Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk
masyarakat pra industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial.
Laki-laki berperan sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai
peramu (gatherer). Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar
rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada
keluarga. Peran perempuan lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan
reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan menyusui anak.
Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan berhasil
menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat ini
stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex (jenis kelamin).
Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan
diterapkan dalam masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai
bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar
(Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang seimbang,
hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik.
4. Teori Feminisme Liberal
Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai
hak yang sama dengan laki-laki. Meskipun demikian, kelompok feminis
liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan
perempuan. Dalam beberapa hal masih tetap ada pembedaan (distinction)
antara laki-laki dan perempuan. Bagaimanapun juga, fungsi organ
reproduksi
bagi
perempuan
membawa
konsekuensi
logis
dalam
kehidupan bermasyarakat (Ratna Megawangi, 1999: 228).
Teori kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori
feminisme. Pengikut teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan
secara total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan
demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan.
Organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi perempuan untuk
memasuki peran-peran di sektor publik.
B. Kerangka Konseptual
Pada dasarnya setiap keluarga mempunyai kebutuhankebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya atau
menyekolahkan anak mereka atau minimal mempertahankan kebutuhan
pokok mereka. Adalah bagaimana cara mereka untuk menutupi kehidupan
mereka sebagai keluarga. Baik untuk masa depan anaknya atau
kebutuhan-kebutuhan mereka lainnya. Untuk itu setiap orang wajib
bekerja untuk menjauhkan keluarga dari stigma kemiskinan.
Wanita dan Ibu adalah dua sosok yang tidak pernah lepas dari
kehidupan kita. Tanpa sosok Ibu kita tidak akan pernah ada di dunia ini.
Bahkan banyak orang-orang hebat yang tidak akan pernah bisa menjadi
hebat tanpa didukung dengan sosok wanita hebat di belakangnya. Ada
begitu banyak definisi dan arti dari wanita namun semua arti dan definisi
itu bersumber pada satu kesimpulan, bahwa wanita adalah sosok yang
sangat hebat terlepas dari segala kekurangan yang dimilikinya.
Selama ini, figur ibu bekerja lebih dipandang sebagai sumber
tambahan penghasilan keluarga. Perempuan bekerja didorong oleh faktor
ekonomi. Ada kekuatan tarik-menarik antara nilai-nilai keluarga tradisional
yang menuntut pembagian peran dan tanggungjawab rumah tangga
secara dikotomis antara suami (di luar rumah) dan istri (sebagai ibu rumah
tangga), serta tuntutan ekonomi yang mengharuskan suami-istri bekerja
untuk memenuhi ekonomi keluarga. Dengan masuknya perempuan
terkhususnya ibu rumah tangga dalam dunia kerja maka berdampak
terhadap kehidupan mereka di bidang sosial ekonomi serta pembagiam
waktu dalm menjalankan dua peran di sektor domestik da di sektor publik
( pencari nafkah).
Skema Kerangka Konseptual
perempuan
bekerja


- Sosial Ekonomi
- Pembagian Waktu
keluarga
C. Definisi Operasional
1. Profil sosial : gambaran mengenai kehidupan sosial masyarakat
para pengumpul semen buangan yang terdiri dari aspek
pendidikan, kesehatan, dan hubungan sosial kemasyarakatan
yang
menggambarkan
bentuk-bentuk
interaksi
sesama
pengumpul semen dan juga dengan warga masyarakat lain yang
merupakan tetangga mereka.
2. Profil ekonomi: menggambarkan tentang keadaan sosial ekonomi
perempuan pengumpul semen buangan yang terdiri dari
pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan pokok per bulan,
utang-utang, gaji suami mereka dan juga pemasukan dari hasil
penjualan semen buangan yang telah mereka kumpulkan.
3. Perempuan pengumpul semen buangan adalah perempuan yang
bekerja mengumpulkan semen buangan yang merupakan semen
sisa yang tidak terpakai.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Dasar penelitian
Dasar penelitian adalah studi kasus yaitu tipe pendekatan
dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang
dilakukan
secara
intensif,
mendalam,
mendetail,
dan
komperehensif. Untuk itu penelitian ini ditujukan agar dapat
mempelajari secara mendalam dan mendetail mengenai “Profil
Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul Semen Buangan Di
Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”.
2. Tipe penelitian.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif
kualitatif
dimana
penelitian
ini
bertujuan
untuk
memberikan gambaran nyata, dan penjelaan dengan di analisis
secara deskriptif, secara sistematis dan faktual dilapangan
mengenai “Profil Sosial Ekonomi Perempuan Pengumpul
Semen Buangan Di Desa Biring Ere, Kabupten Pangkep”.
3. Lokasi dan waktu penelitian.
Lokasi penelitian berlangsung di desa Biring Ere, Kabupaten
Pangkep. Lokasi penelitian ini difokuskan pada lokasi kerja dan
Waktu penelitian yang mulai bulan Maret 2012 – Mei 2012.
4. Informan.
 Pada penelitian ini guna mendapatkan informasi yang lebih
mendetail yang sesuai pada judul penelitian bahwa informan
berupa perempuan pengumpul semen buangan yang
mengetahui data dan lebih kenal dengan sampel yang
penulis ingin capai yakni perempuan pengumpul semen
buangan
 Penentuan informan. Penentuan informan dilakukan dengan
menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu peneliti
menentukan sendiri sampel yang akan dijadikan informan,
dimana
yang
dimaksudkan
disini
adalah
Perempuan
Pengumpul Semen Buangan.
5. Teknik pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dari informan
adalah:
 Data primer
Data ini dikumpulkan dengan menggunakan:
a. Observasi yaitu mengadakan pengamatan langsung di
lapangan untuk mengetahui dan mengamati keadaan
kehidupan
dilokasi
penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
mengetahui obyektivitas dari kenyataan yang akan ada
tentang keadaan kondisi obyek yang akan diteliti.
b. Wawancara Mendalam, yaitu mengumpulkan sejumlah data
dan informasi secara mendalam dari informan dengan
menggunakan pedoman wawancara atau peneliti melakukan
kontak langsung dengan subyek meneliti secara mendalam
utuh dan terperinci.
 Data Sekunder.
Data ini dikumpulkan melalui penelusuran atau studi pustaka
dari
berbagai
arsi-arsip
penelitian,
artikel-artikel,
dokumen-
dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan kajian penelitian
ini.
6. Teknik Analisis Data.
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder
dianalisis kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif, yaitu
menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan
apa adanya mengenai profil sosial ekonomi perempuan pengumpul
semen buagan yang ada di desa Biring Ere, Kabupaten Pangkep
secara
jelas
dan
mendalam
yang
kemudian
hasil
dari
penggambaran masalah tersebut diinterpretasikan sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Umum Kabupaten Pangkep
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (dahulu bernama
Pangkajene Kepulauan, biasa disingkat Pangkep) adalah salah satu
kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibukotanya adalah
Pangkajene. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.112,29 km², tetapi
setelah diadakan analisis bersama Bakosurtanal, luas wilayah tersebut
direvisi menjadi 12.362,73 km2 dengan luas wilayah daratan 898,29
km2 dan
wilayah
laut
11.464,44
km2.
Kabupaten
Pangkep
berpenduduk sebanyak ± 250.000 jiwa.
Asal kata Pangkajene dipercaya berasal dari sungai besar yang
membelah kota Pangkep. Pangka berarti cabang dan Je'ne berarti air.
Ini mengacu pada sungai yang membelah kota Pangkep yang
membentuk cabang.
Kabupaten
Pangkajene
dan
Kepulauan
yang
disingkat
Kabupaten Pangkep terletak antara 110º BT sampai dengan 113º dan
4,40º LS sampai dengan 8º LS atau terletak di pantai barat Sulawesi
Selatan dengan batas-batas administrasi:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone

Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau
Jawa, Pulau Madura, Pulau Nusa Tenggara dan Pulau Bali
Kab.Pangkep terletak di pesisir pantai barat Sulawesi
Selatan yang terdiri dari dataran rendah dan pegunungan. Dataran
rendah seluas 73,721 Ha membentang dari garis pantai barat ke
timur terdiri dari persawahan, tambak/empang, sedangkan daerah
pegunungan dengan ketinggian 100 – 1000 meter di atas
permukaan air laut terletak di sebelah timur dan merupakan wilayah
yang banyak mengandung batu cadas dan sebagian mengandung
batu bara serta berbagai jenis batu marmer.
Temperatur udara pada kisaran 21ºC sampai 31ºC atau ratarata 26,40ºC. Keadaan angin berada pada kecepata laut sampai
sedang, curah hujan maksimal rata-rata mencapai 666/153 karena
hujan dengan kelembaban udara yang merata.
a. LUAS WILAYAH
Luas wilayah Kabupaten Pangkep semula 1.112,29 Km2
setelah dianalisa dengan GIS bekerjasama dengan Bakosurtanal
terjadi perubahan menjadi 12.362,73 Km2 dengan luas wilayah
daratan 898,29 Km2 dan wilayah laut 11.464,44 Km2 ( 4 mil dari
garis pantai ) dengan jumlah 112 pulau.
b. WILAYAH KEPULAUAN
Jumlah Pulau di wilayah administrasi Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan sebanyak 112 pulau, dengan 47 pulau yang yang
tidak berpenghuni. Pulau-pulau itu terdapat dalam wilayah tiga
kecamatan kepulauan yakni, kecamatan Liukang Tupabiring,
Lukang Kalmas dan Liukang Tangaya.
c. WILAYAH PEGUNUNGAN
Wilayah pegunungan terdapat dua kecamatan yakni:
1. Kecamatan Todong Tallasa dan
2. Kecamatan Balocci
d.
WILAYAH DARATAN
Wilayah dataran rendah terdapat 7 kecamatan diantaranya;
kecamtan Pangkajene sebagai ibukota kabupaten Pangkep,
Kecamatan Minasate’ne, Bungoro, Labakkang, Marang, Segeri,
Mandalle. Jarak dengan ibukota provinsi Sulsel (Makassar) ke utara
51 km.
Pemerintah di Kab. Pangkep meliputi 12 wilayah kecamatan
yang terdiri dari 9 kecamatan Daratan dan 3 kecamatan di
Kepulauan. Berdasarkan data terakhir dari 12 kecamatan yang ada,
terbagi menjadi 38 kelurahan dan 64 Desa.
B. KONDISI UMUM KECAMATAN BUNGORO
Bungoro adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kepulauan
Pangkajene, Sulawesi Selatan, Indonesia. Luasnya mencapai
90,12 km2 atau 8,10 % dari luas wilayah Kabupaten Pangkep
secara
keseluruhan. Untuk mencapai kecamatan
ini dapat
ditempuh 2 km dari ibukota kabupaten, Pangkajene dan memiliki 8
desa salah satunya Desa Biring Ere.
A. Potret Desa / Kondisi Umum Desa
1. Geografis
a. letak dan Luas Wilayah
Desa Biring Ere merupakan salah satu dari 5 desa dan 3 kelurahan
di wilayah Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
yang terletak 11 Km ke arah Timur Dari Kecamatan Bungoro. Desa Biring
Ere terdiri atas 2 Dusun dan 1 kompleks Perumahan Karyawan PT.
Seman Tonasa yang didalamnya terbagai atas beberapa kampung
sebagai berikut:
1. Dusun Biring Ere, terbagai atas:
a) Kampung Balang
b) Palattea
c) Kampung
Lette
(Masyarakat
yang
pindah
dari
kampung Sela, Desa Mangilu).
d) Kampung Biring Ere
2. Dusun Borong Untia, terbagai atas:
a) Borong Untia Utara (berbatasan dengan Biring Ere)
b) Borong Untia Selatan (berbatasan dengan Kampung
Saile Kelurahan Bontoa, Kec. Minasatene)
3. Kompleks Perumahan Karyawan PT. Semen Tonasa, yang
dahulu
waktu
sebelum
terpisah
dari
desa
Mangilu
merupakan Dusun Padangnge (terdiri atas Daerah Jota /
Pammoco dan sekitarnya, Wae Sellue/Balang Lompo dan
sekitarnya), saat ini terdiri atas:
a) Jalan Taraweang
b) Jalan Macan
c) Jalan Tupai
d) Jalan Banten
e) Jalan Srigala
f) Jalan Anoa
g) Jalan Gajah
Desa Biring Ere mempunyai luas wilayah seluas
+_
923.767
M2, dengan ketinggian atas permukaan laut +- 100 M. Adapun
batas – batas wilayah Desa Biring Ere sebagai berikut:

Sebelah utara dengan kampung sela desa mangilu

Sebelah utara dengan kampung bontoa, kecamatan
Minasatene

Sebelah timur dengan kampung siloro desa mangilu

Sebelah barat dengan sungai pangkajene dan desa
taraweang, kecamatan labakkang.
2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
1) Jumlah Penduduk
Desa Biring Ere mempunyai Jumlah penduduk 3,759 jiwa
yang tersebar dalam 2 wilayah Dusun, 1 kompleks perumahan
karyawan PT. Semen Tonasa, 7 RK, 17 RT dengan perincian
berdasarkan jenis kelamin dari warga adalah sebagai berikut ini:
Tabel I
Jumlah Penduduk Desa Biring Ere Tahun 2011
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
1887
Perempuan
1872
Jumlah
3759
Sumber data : Kantor Desa Biring Ere/Hasil Olahan Data
2) Jumlah penduduk menurut usia
Jumlah penduduk produktif di Desa Biring Ere adalah
sebanyak 854 jiwa yaitu 17 sampai 56 tahun sedangkan jumlah
non produktif adalah sebesar 381 jiwa. Sehingga yang termasuk
kategori penduduk yang produktif termasuk dalam kategori
angakatan kerja.
Tabel II
Jumlah Penduduk Desa Biring Ere ( diperinci menurut Usia)
No
Umur
Jumlah
1
00 – 03 Tahun
235
2
>03 – 05 Tahun
229
3
>05 – 06 Tahun
176
4
>06 – 12 Tahun
643
5
>12 – 15 Tahun
301
6
>15 – 18 Tahun
311
7
8
>18 – 60 Tahun
1737
>60 Tahun
127
Jumlah
3759 Jiwa
Sumber: data Desa Biring Ere tahun 2011
3) Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
Karena Desa Biring Ere merupakan desa pertanian dan
juga desa industri, dimana di desa ini terdapat pabrik Semen
Tonasa,
maka
sebagian
besar
penduduknya
bermata
pencaharian sebagai petani dan karyawan, dari 3, 949 bahwa
kebanyakan di antaranya bekerja sebagai karyawan 187 orang
dan 257 sebagai buruh sedangkan petani 39 orang dan
selebihnya URT dan belum bekerja.
Tabel III
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian
No
Mata Pencaharian
Jumlah KK
1
Petani
39
2
Pedagang
49
3
Karyawan
187
4
PNS/TNI/Polri
33
5
Buruh
257
6
Belum Kerja
145
Jumlah
710
Sumber: Data statistik Kantor Desa Biring Ere tahun 2011
3. Sistem Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu variable yang sangat
menentukan tingkat kemajuan suatu wilayah. Semakin banyak
penduduk yang berpendidikan tinggi di suatu wilayah maka
semakin
tinggi
pulalah
kemajuan
wilayah,
begitu
pula
sebaliknya semakin banyak penduduk yang berpendidikan
rendah maka tingkat kemajuan wilayah tersebut semakin
lambat. Pendidikan merupakan syarat mutlak untuk mencapai
suatu komunitas yang maju. Karena dengan pendidikan yang
tinggi maka ada harapan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pada masa yang akan datang. Untuk melihat tingkat melihat
pendidikan dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV
Potensi Desa Biring Ere dalam Sektor Pendidikan
NO
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1
Taman Kanak-kanak
250
2
SD
384
3
SMP
188
4
SMA
359
5
DIPLOMA
23
6
SARJANA
36
Sumber: data statistik Kantor Desa Biring Ere tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas adalah terlihat bahwa tingkat
pendidikan yang dominan di Desa Biring Ere dalah tamat SD
dan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah Diploma.
Dengan mengacu pada progaram pemerintah mengenai wajib
belajar sembilan tahun, maka dari data di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk Desa Biring Ere memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi.
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana adalah salah satu faktor yang
sangat penting bagi suatu desa di suatu wilayah. Untuk
mendukung
pembangunan
yang
sedang
berjalan,
maka
tersedianya sarana dan prasarana di berbagai bidang sangat
dibutuhkan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di
Desa Boring Ere adalah sebagai berikut:
1. Sarana Pemerintahan
Desa Biring Ere memiliki satu kantor desa.
2. Sarana Pendidikan
Desa Biring Ere memiliki satu gedung taman kanak-kanak dan
dua gedung sekolah dasar.
3. Sarana Kesehatan
Terdapat satu buah poskesdes dan sembilan buah sumur
umum.
4. Sarana Ibadah
Terdapat dua buah mesjid dan satu buah gereja.
5. Sarana Transportasi
Sarana perhubungan Desa Biring Ere cukup memadai,
dimana semua pemukiman dijangkau jalan yang terdiri atas:
aspal pengerasan, dan rintisan. Terdapat lima jalan desa dan
satu jalan kecamatan.
6. Sarana Olahraga
Memiliki dua buah lapangan sepak bola dan satu buah
lapangan voly.
5. Sistem Kepercayaan
Dari segi realigi masyarakat Desa Biring Ere terdiri atas
3. 460 orang bergama Islam, 277 bergama Protestan, 25
bergama Katolik.
Tabel V
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama dan Kepercayaan
No
Agama/ Kepercayaan
jumlah
1
Islam
3460
2
Kristen Protestan
277
3
Kristen Katolik
25
Jumlah
3762
Sumber : Data Statistik Desa Biring Ere tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah warga
yang bermukim di Desa Biring Ere mayoritas beragama
Islam sedangkan jumlah masyarakat yang beragama kristen
hanyalah seper dua dari jumlah masyarakat yang bermukim
di desa itu. Sehingga jumlah temapat beribadah umat islam
dibandingkan dengan umat kristen jauh lebih banyak.
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini penulis laksanakan sejak bulan Maret 2012
hingga bulan Mei 2012 di Desa Biring Ere Kabupaten Pangkep.
Penelitian ini bersifat deskriptif dimana tujuan penelitian untuk
memberikan gambaran berbagai informasi dan data seputar
perempuan pengumpul semen buangan di Desa Biring Ere
Kabupaten Pangkep. Adapun proses penulis menempuh penelitian
ini bermula ketika penulis bertemu dengan seorang ibu yang baru
saja pulang mengumpulkan semen di gunung, ibu itu biasa
dipanggil dengan Tante NN. Namun, pada saat itu penulis tidak
bisa langsung mewawancarai Tante NN karena ia terburu-buru
pulang ke rumah, tetapi sebelum pulang penulis membuat janji
dengan Tante NN agar bisa menyempatkan waktu esok hari agar
bisa memberikan informasi mengenai kegiatannya mengumpulkan
semen buangan di gunung. Keesokan harinya penulis pun bertemu
dengan Tante NN di rumahnya yang kebetulan merupakan
tetengga dari penulis sendiri kemudian obrolan hangat seputar
kegiatannya mengumpulkan semen buangan pun dimulai. Ia
bercerita bahwa ada beberapa ibu yang juga berprofesi sebagai
pengumpul semen buangan sama seperti dirinya. Setelah itu ia
mengajak penulis untuk bertemu dengan ibu-ibu tersebut yang
kebetulan merupakan tetangga tante NN dan penulis sehingga
memudahkan penulis untuk melakukan proses wawancara.
Di
Desa
Biring
Ere
tepatnya
di
Kampung
Balang
keberadaan para pengumpul semen buangan telah lama ada,
mereka kebanyakan adalah ibu-ibu rumah tangga yang tidak
memiliki pekerjaan. Umumnya ibu-ibu yang mengumpulkan semen
buangan tersebut adalah warga asli dari Desa Biring Ere.
Dalam bab ini, penulis akan membahas hasil penelitian
tentang karakteristik dari 5 (lima) informan Perempuan Pengumpul
Semen Buangan. Bab ini juga menyajikan data-data hasil penelitian
dalam
bentuk
deskriptif
mengenai
Profil
Sosial
Ekonomi
Perempuan Pengumpul Semen Buangan di Desa Biring Ere dan
diharapkan dapat memberikan pengetahuan mendalam tentang
seperti apa profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen
buangan dan kehidupannya.
A.
Karakteristik Informan
Informan 1 : NN(34 tahun)
NN adalah informan yang pertama yang tidak lain adalah tante NN,
ia adalah seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang anak,rumahnya
berdekatan dengan rumah KU dan NG karena mereka memang
bertetangga. Suami NN bekerja sebagai karyawan di salah satu anak
perusahaan PT Semen Tonasa. NN telah 2 tahun lamanya menjadi
pengumpul semen buangan. Sekalipun suaminya adalah seorang
karyawan dengan gaji tetap namun ternyata gaji suaminya tidak
mencukupi kebutuhan keluarganya. NN sendiri hanya menyelesaikan
pendidikannya hingga tingkat sekolah menengah pertama. Sama seperti
KU atau NG ia pun pernah melakoni beberapa pekarjaan berbeda mulai
dari jadi pembantu rumah tangga, pemukul batu, dan terakhir sebagai
pengumpul semen hingga saat ini.
“...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul semen,
buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji suamiku diharap tiap
bulan ka tidak cukupki, mana anakku sekolah semua baru tambah
mahal biaya sekolah bela, tapi kalau mauka pergi ke gunung
bangun memangma jam5 shubuh sholat shubuh, masak, dan
siapkan perlengkapannya suamiku pergi kerja sama anakku mau
pergi sekolah setelah itu sekitar jam setengah 9 pagi baruka saya
berangkat ke gunung. Ka lumayan bel hasilnya kalau sudah dijual
bisa dipake beli-beli”
(wawancara, 15 Maret 2012)
Seorang ibu rumah tangga yang merasa harus turun tangan
mencari tambahan penghasilan demi mencukupi kebutuhan keluarga dan
anak-anaknya, tanpa perlu diminta oleh suaminya, faktor keibuannya yang
mendorong dirinya untuk turut bekerja demi anak-anaknya.
Informan 2 : KU ( 50 tahun)
KU tinggal di kampung Balang, wanita yang lahir tahun 1962 ini
telah menikah dan memiliki 4 orang anak. Suaminya hanya bekerja
serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu, anaknya yang
pertama dan ke-2 merantau untuk mencari pekerjaan dengan tujuan
memperbaiki hidup, anaknya yang ke-3 putus sekolah pada waktu masih
duduk dibangku sekolah menengah pertama sedangkan yang ke-4 masih
duduk di bangku sekolah dasar. Sedangkan
ibu KU sendiri hanya
bersekolah sampai tingkat SD. Untuk membantu suaminya mencukupi
kebutuhan dapur keluarga ia pun berinisiatif untuk mengumpulkan semen
buangan. Pada awalnya ia mengumpulkan besi buangan namun karena
melihat ternyata ada juga semen buangan maka ia berinisiatif untuk
mengumpulkan semen tersebut karena ia berpikir kemungkinan emen
buangan ini bisa dijual sehingga bisa menambah-nambah pundi-pundi
keluarga.
KU adalah seorang wanita lanjut usia yang masih produktif, dulu ia
pernah mendirikan warung kecil dirumahnya, namun tidak bertahan lama
karena banyak tetangga yang mengutang sehingga ia lebih banyak rugi, ia
juga pernah mendirikan warung tenda di samping sekolah dasar, namun
tetap tidak bertahan lama selain karena untung yang kecil juga karena
banyak saingan. Ia juga pernah menjadi pembantu rumah tangga di
rumah karyawan Tonasa, namun karena mendengar dari tetangga bahwa
pendapatan dari mengumpulkan semen lebih cepat dapat hasil maka ia
pun tergiur untuk ikut mengumpulkan semen buangan dan setelah
merasakan hasilnya ia ternyata nyaman dan memilih berhenti menjadi
pambantu rumah tangga. Dan tak terasa sudah empat tahun ia menjalani
profesi sebagai pengumpul semen buangan.
“... lama mi nak pergika kumpul semen buangan adami mungkin 4
tahun lamanya. Ka tidak cukup uang bela baru Bapaknya tidak
jelas kerjanya, jadi kalau tidak carika juga bagaimana mi nak. Saya
kalau pergika ke gunung cari semen buangan pagi-pagi ku pergi
jam-jam 7 tapi masakka dan membersihkan rumahku dulu nak baru
pergi, ka nanti pulangki bapaknya kerja ,laparki jadi tenangmi ka
adami makanan”.
(Wawancara, 20 Maret 2012)
Bahwa wanita yang sudah separuh baya ini masih tetap produktif
dalam mencari nafkah demi membantu suaminya. Ia tidak ingin berpangku
tangan
ditengah
kesulitan
ekonomi
keluarganya
dengan
hanya
mengandalkan suaminya. Namun, ia tetap tidak melupakan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.
Informan 3 : NG (32 tahun)
NG adalah seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak, satu
laki-laki dan yang satunya lagi perempuan. Ia bukan penduduk asli
kampung Balang Desa Biring Ere, tapi ia adalah seorang perantau dari
Raha (Sulawesi Tenggara), ia ikut merantau bersama suaminya.
Pendidikan terakhirnya hanya sampai sekolah menengah pertama.
Suaminya bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan jika tidak ada
kerjaan suaminya juga ikut mengumpulkan semen bersamanya.
“...sudah hampir 3 tahunma tinggal dikampung ini dek’...
merantauja saya disini ikutka sama suamiku dek’, banyakmi
pekerjaan sudah kukerja selama tinggalka disini dek’, pernahka jadi
pemulung plastik-plastik bekas, pernahka bantu-bantu orang
massangki di sawah baru naksima sedikit, tapi selalu kulihat itu ibuibu dikampung ini pergi ke gunung cari semen baru sudah itu najual
baru banyak nadapat uang jadi pergima juga. Ka setengah mati
sekali kalau tidak ada uang, bukan cuma tidak bisaki makan tapi
anak-anak juga mau belanja, kalu tidak dikasi menangiski, kasian
juga lihatki nangis. Belum lagi kalu sakit susahnya minta ampun
kalau tidak ada uang, setengah matiki kalau mau berobat. Jadi mau
tidak mau haruska memang kerja. Tapi perjuangannya untuk bisa
sampe ke gunung untuk kumpul semen uh susah skali, tapi semua
untuk kebutuhan keluarga dan hidupi anak-anakku jadi tidak apaapaji sekalipun capek ka begitu memang kalau orang kerja pasti
capek”.
(Wawancara, 22 Maret 2012)
Usaha dalam membantu suami mencari nafkah, tanpa mengenal
tempat juga merupakan gambaran pengabdian seorang istri terhadap
suaminya, sehingga membuatnya menjadi wanita yang kuat dan rela
melakukan pekerjaan apa pun asal bisa mendapatkan uang demi
mencukupi kebutuhan keluarganya.
Informan 4 : HJ (55 tahun)
Masih tetangga dengan informan yang lain, ibu HJ yang paling tua
diantara yang lain. Dengan 5 orang anak dan juga bekerja sebagai penjual
makanan di samping sekolah dasar, ia adalah sosok ibu yang sangat kuat
dan tegar terus berjuang mencari nafkah demi membantu suaminya
mencukupi kebutuhan keluarga. Ia hanya menyelesaikan pendidikannya
hingga sekolah dasar, karena pada saat itu orang tuanya beranggapan
bahwa
perempuan
tidak
perlu
sekolah
tinggi-tinggi.
Dua
anak
perempuannya telah menikah dan satu anak laki-lakinya juga telah
memilki pekerjaan namun dengan gaji yang masih sedikit, sehingga ia
tetap pergi ke gunung untuk mengumpulkan semen karena tergiur dengan
uang hasil penjualan semen buangan tersebut karena masih banyak
kebutuhan yang harus dipenuhi.
“masih tetapka nak pergi cari semmeng, biar kerjami anakku yang
laki-laki dan suamiku juga kerja ji tapi ndk pasti apa kerjanya bela,
jadi tetapka pergi cari ka ada bela uang di dapat kalo sudahki cari
bisa bantu-bantu beli kebutuhan”
(Wawancara, 5 April 2012)
Rasa tidak ingin menyusahkan suami dan anaknya saja, dengan
kondisi tubuh yang ia rasa masih kuat ia pun tetap ingin terus bekerja
mengumpulkan uang sehingga dapat membantu anak dan suaminya
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Informan 5: BG (28 tahun)
BG adalah informan terakhir yang diarahkan oleh NN. BG adalah
seorang perempuan muda yang lahir di tahun 1984. Pendidikan terkhirnya
hingga sekolah menengah atas. Ia baru menikah sekitar 3 tahun yang lalu,
kira-kira 4 bulan yang lalu ia baru saja melahirkan tapi berselang
beberapa hari kemudian anaknya meninggal karena sakit. Ia adalah salah
satu pengumpul semen yang cukup kuat diantara yang lain, bisa terlihat
dari umurnya yang masih muda sehingga tenaganya masih kuat untuk
mengangkat beban berat. Suaminya hanyalah buruh pabrik dengan gaji
yang kecil sedangkan ia dan suaminya harus menghidupi pula keluarga
suaminya yang masih serumah dengannya. Sadar akan hal itu ia
kemudian berfikir bagaimana caranya agar bisa membantu suaminya
mencari
nafkah
kemudian
melihat
banyaknya
orang
yang
pergi
mengumpulkan semen, membuatnya juga ikut mencari semen tersebut
karena ia telah melihat bagimana orang-orang mendapatkan uang dari
hasil mengumpulkan semen tersebut.
“...na ajakka orang-orang pergi ke gunung, ka daripada bede
tinggalja di rumah tidak ada ku kerja lebih baik pergi ke gunung cari
semeng kalau kuatka, bisa banyak ku dapat, baru kalau ku jual
lumayan hasilnya, sekalian bisa bantu suamiku.”
(Wawancara,25 April 2012)
Status sebagai seorang istri dari laki-laki yang mempunyai
pekerjaan yang tidak tetap membuatnya berfikir lebih maju untuk bisa
membantu suaminya karena beban suaminya sangat berat maka
pekerjaan berat pun ia lakukan.
B. Profil Sosial Ekonomi
1. Aspek Ekonomi
Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB II tentang sosial ekonomi
bahwa
kedudukan seseorang dalam
masyarakat
tergantung oleh
pendapatan, pendidikan, dan juga tempat tinggalnya. Merujuk pada hal di
atas maka dapat kita lihat bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi para
perempuan pengumpul semen buangan ini di masyarakat.
Keadaan suatu masyarakat sebagian besar ditentukan orang-orang
yang ada dalam masyarakat itu dan menjadi wadah pembentukan kader
penerus yang baik. Inilah dan harapan setiap anggota keluarga. Dalam hal
ini suami bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Selain suami yang notabene sebagai kepala rumah tangga, isteri juga
merupakan salah satu unsur penting dan berperan dalam menjalankan
kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu perempuan dalam keluarga
merupakan dua pengertian yang saling berkaitan. Dalam hal ini kesatuan
keluarga merupakan dasar yang signifikan dan relevan untuk memahami
partisipasi perempuan dalam keluarga maupun masyarakat.
Banyak faktor yang mempengaruhi berpartisipasinya isteri dalam
ekonomi keluarga, dari segi pendidikan, sosio-kultural, sosio-psikologis.
Sosio-phisik dan lain sebagainya. Dalam hal ini dapat dirumuskan dengan
rinci motivasi perempuan untuk bekerja di luar rumah tangga meliputi:
a. Untuk menambah penghasilan keluarga.
b. Untuk ekonomi, tidak tergantung kepada suami.
c. Untuk menghindari rasa kebosanan dan mengisi waktu kosong
d. Karena ketidakpuaasan dalam perkawinan.
e. Karena mempunyai minat dan keahlian tertentu yang ingin
dimanfaatkan
f. Untuk memperolah status.
Berbicara masalah ekonomi berarti berbicara bagaimana cara dan
proses seseorang untuk bertahan hidup dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya sehari-hari.
“... lama mi nak pergika kumpul semen buangan adami
mungkin 4 tahun lamanya. Ka tidak cukup uang bela baru
Bapaknya tidak jelas kerjanya, jadi kalau tidak carika juga
bagaimana mi nak”.
(KU , wawancara 20 Maret 2012)
Maksud dari KU diatas adalah ia ingin menjelaskan bahwa dalam
hal pemenuhan kebutuhan keluarga ia tidak tinggal diam saj di rumah
berbagai pekerjaan ia lakukan demi membantu suaminya. Maka dari itu
KU pun bekerja sebagi pengumpul semen buangan selama hampir empat
tahun.
Dengan semakin kompleksnya kebutuhan dalam tiap keluarga yang
tidak hanya mencakup kebutuhan sandang, pangan, dan papan tetapi
juga tentang kebutuhan akan pendidikan anak dalam keluarga.
“...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul
semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji
suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, mana anakku
sekolah semua baru tambah mahal biaya sekolah bela”.
( NN, wawancara 15 Maret 2012)
Dari penjelasan NN menggambarkan bahwa tingkat kebutuhan
keluarga juga menyangkut kesejahteraan anak-anak dalam keluarga
dalam hal memperoleh pendidikan, apalagi saat ini biaya pendidikan
makin hari makin mahal, hal tersebut pun menjadi salah satu penyebab
munculnya tekanan ekonomi dalam keluarga sehingga membuat orang
tua harus berpikir keras dan mencari jalan keluar agar kebutuhan aanakanak mereka terpenuhi karena semakin bertambahnya pengeluaran.
Dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga dengan bekerja
sebagai
pengumpul
semen
buangan
mereka
dapat
memperoleh
pendapatan kurang lebih Rp 350.000/minggu, namun tergantung berapa
banyak semen yang dibuang dan kemampuan mereka untuk mengangkat
semen yang telah mereka kumpulkan.
“...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul
semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji
suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, gajinya suamiku
cuma Rp 900.000/bulan,kalu uang gaji ji di harap tidak
cukupki, ka mauki bayar utang di warung, mau bayar
listirk,belum lagi untuk bayar kredit motor, mana anakku tiga
orang sekolah semua”.
( NN, wawancara 15 maret 2012)
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh informan menggambarkan
bahwa pengeluaran dalam keluarga informan NN lumayan besar karean ia
menggambarkan bahwa dengan gaji suaminya yamg berjumlah Rp
900.000,/bulan tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga disamping
kebutuhan utama keluarganya.
“masih tetapka nak pergi cari semmeng, biar kerjami anakku
yang laki-laki dan suamiku juga kerja ji tapi ndk pasti apa
kerjanya bela, jadi tetapka pergi cari ka ada bela uang di
dapat kalo sudahki cari bisa bantu-bantu cukupi kebutuhan
lain misalnya bayar listrik. Na itu saja kalau pergiki cari
semen belum tentu dapat, kalau dapat belum tentu banyak,
bagus juga kalau langsung ada orang beli tapi kalau tidak.
Gajinya suamiku Rp 900.000,/bulan. Kalau pergima ke
warung bayar utang ekh mengutangma lagi untuk kebutuhan
satu bulan, ka berapa memang utangku biasa sampe Rp
800.000 utangku,jadi tinggal berapa mami itu gajinya
suamiku, kalau gajinya anakku yah dipake buat bayar kredit
motor, jadi habismi, ka gajinya Rp 500.000 ji na bayar kredit
motor Rp 450.000 jadi habis lagi uang. Aduh nak kalau tidak
carika uang juga bagaimanami.tidak mungkin itu tidak ada
uang “pegangan” ka biasa ada itu kebutuhan tiba-tiba.
Sekalipun ada warung kecilku dekat SD, tapi tidak
seberapaji juga hasilnya.”
( HJ, wawancara, 5 April 2012)
Dari penjelasan HJ menggambarkan bahwa hasil penjualan semen
yang mereka kumpulkan dapat membantu memenuhi salah satu
kebutuhan dalam keluaraga mereka dalam hal ini pengeluaran untuk
membayar listrik, selebihnya ia jadikan pegangan atau ia tabung jikalau
tiba-tiba
ada
pengeluaran
mendadak,
maka
tidak
akan
terlalu
menyulitkannya. Namun bukan hanya pemenuhan kebutuhan ekonomi
dalam arti pemenuhan pokok keluarga saja yang harus dipenuhi
melainkan ada kebutuhan lain seperti pembayaran kredit motor/bulan.
Perjalanan menuju gunung tempat mengumpulkan semen buangan
tersebut tidaklah mudah. Mereka harus berjalan kaki kira-kira setengah
kilometer untuk sampai dan membutuhkan perjuangan keras karena
mereka harus memanjat pagar beton yang tingginya melampaui tinggi
badan mereka. Biasanya sebelum memanjat mereka menyiapkan kayu
atau bambu untuk dijadikan pijakan agar bisa memanjat pagar.
Setelah itu mereka harus berjalan kurang lebih 500 meter lagi,
namun sebelumnya harus melewati hutan-hutan kecil dan semak belukar.
Setelah sampai di lokasi mereka masih harus menunggu kurang lebih
setengah atau satu jam sampai ada mobil yang datang membawa
angkutan semen buangan. Mereka pun berteduh dibawah pohon yang
lumayan rindang untuk menghindari panasnya matahari.
Ketika mobil datang mereka berlomba-lomba lari berebutan
mengumpulkan semen buangan. Istilahnya siapa cepat dia dapat. Setelah
itu mereka pun memasukkannya ke dalam karung kemudian dibawa
pulang dengan masih melewati jalur yang sama. Jadi, bisa dibayangkan
betapa sulitnya perjuangan mereka untuk bisa mendapatkan uang dari
hasil mengumpulkan semen buangan.
Saat ini lebih mudah mengumpulkan semen buangan, sebab
satpam daerah lokasi itu kini telah bisa diajak kerjasama, para pengumpul
biasanya memberi sebungkus rokok, walaupun demikian satpam tersebut
tetap mengawasi dari jauh agar pengumpul semen buangan tidak masuk
ke dalam pabrik mencuri besi dan kabel perusahaan dan supir truk yang
datang membawa semen buangan adalah orang yang masih sekampung
dengan para pengumpul semen buangan ini.
Namun, saat ini frekuensi pembuangan semen sudah tidak
sesering dulu lagi, sehingga terkadang para pengumpul semen harus
menunggu
berhari-hari
sampai
seminggu.
Ketika
mereka
tidak
mengumpulkan semen, mereka biasanya menghabiskan waktu dirumah
untuk beristirahat dan fokus terhadap kegiatan rumah tangga mereka,
tetapi ketika mendengar akan ada pembuangan semen lagi mereka akan
pergi ke gunung. Informasi mereka dapat dari orang dalam, yaitu satpam
perusahaan yang bertugas di daerah pembuangan. Biasanya ketika tidak
mengumpulkan semen ada juga pengumpul semen yang beralih
mengumpulkan besi buangan. Besi tersebut bercampur dengan sampahsampah sehingga mereka harus mengais ditengan timbunan sampah
untuk bisa mendapatkan besi-besi sisa pakai.
Hal yang paling jelas terlihat ketika para pengumpul buangan ini,
telah memiliki uang, mereka tidaka akan berhenti berbelanja. Mereka
biasanya membelanjakan separuh uang hasil jual semen tersebut dan
setengahnya lagi mereka tabung. Di sore hari biasanya akan sangat ramai
karena banyak anak kecil yang asik makan snack dan ibu-ibunya juga asik
mengobrol sambil makan bakso juga suami mereka. Dengan adanya hal
tersebut ikatan kekeluargaan antar sesama pengumpul yang bertetangga
semakin erat karena mereka sama-sama merasakan suka dan dukanya
disaat ada yang kesusahan mereka tidak akan berpikir dua kali saling
menolong.
Berbagai macam pekerjaan juga dilakukan oleh perempuan
tersebut selain mengumpulkan semen, seperti mengumpulkan besi,
membuka warung-warung kecil. Semua itu adalah cara yang mereka
lakukan demi mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka.
2. Aspek Hubungan Sosial
Dalam kehidupan sehari-harinya para perempuan-perempuan yang
bekerja dalam sektor informal ini juga memiliki hubungan sosial antar
sesamanya dan hal ini menyangkut interaksi sosial dalam masyarakat
yang dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu
yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan
kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam
interaksi juga terdapat simbol, dimana simbol diartikan sebagai sesuatu
yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang
menggunakannya.
“kalau sore-sore biasa kumpul-kumpulki cerita-cerita,
sembarang dicerita biasa tentang semmeng, anak-anak,
suami ta’, gosip-gosip juga, tapi bukan cuma sesamata
pemcari semmeng, tetangga-tetangga lain juga biasa ikutki
ngobrol-ngobrol disini kalau sore”
( KU, wawancara, 20 Maret 2012)
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh KU menggambarkan
bahwa hubungan sosial diantara sesama ibu-ibu pengumpul semen
buangan tetap berjalan harmonis sekalipun terkadang ada unsur cemburu
diantara mereka tetapi tidak sampai merusak hubungan pertemanan
diantara mereka karena rasa solidaritas diantara mereka yang sangat
besar.
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses
asosiatif salah satunya adalah bentuk kerja sama. Dan tergambar sangat
jelas diantara mereka sesama pengumpul semen buangan. Kerja sama
merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompokkelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Kerja sama dalam
hal, yaitu mengumpulkan semen untuk bisa sama-sama mendapatkan
penghasilan demi membantu mencukupi kebutuhan mereka masingmasing.
“... na ajakka orang-orang pergi ke gunung, ka daripada
bede tinggal ja di rumah tidak ada ku kerja lebih baik pergi
ke gunung cari semeng kalu kuatka, bisa banyak ku dapat,
baru kalau ku jual lumayan hasilnya, sekalian bisa bantu
suamiku.”
(BG, wawancara, 25 April 2012)
Dari hasil wawancara dengan BG di atas tergambar bahwa rasa
empati yang sangat besar terhadap orang lain, rasa senasib yang
membuat mereka juga mengajak BG melakukan pekerjaan yang sama
sebagai salah satu jalan keluar dalam kesulitan ekonomi yang dialami BG.
Mereka sangat akrab, mereka biasanya saling memanggil ketika
akan
pergi
ke
gunung
untuk
mengumpulkan
semen.
Hal
itu
menggambarkan solidaritas diantara mereka sangat kuat. Namun,
terkadang timbul pembicaraan diantara mereka menyangkut siapa yang
lebih banyak mendapatkan semen . Pembicaraan yang timbul karena
munculnya rasa iri hati atau cemburu melihat temannya mendapatkan
penghasilan yang lebih daripada yang lain. Tapi hal itu tidak pernah
sampai menimbulkan konflik yang besar hanya sebatas perbincangan.
“tapi itu NG paling banyak biasa nadapat semen ka cepatki
datang baru kuatki angkat itu semen, jadi biasanya dia
paling banyak na dapat uang kalau najualmi, nakala semuaki
itu”.
(NN, wawancara 15 Maret 2012)
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh NN terlihat munculnya
rasa iri hati atau cemburu karena NG memiliki kemampuan yang lebih
diantara
yang
lain
dalam
hal
ini
tenaga
sehingga
ia
mampu
mengumpulkan semen lebih banyak dan bisa mendapatkan uang yang
lebih dari yang lain.
“ waktu kawin INA anknya ibu HJ datang semua ki bantubantu masak, bikin kue, cuci piring. Rame-rame ki semua
disitu”
(wawancara BG,25 April 2012)
Selain itu bentuk kebersamaan antara mereka juga bisa terlihat
ketika
ada
tetangga
yang
melaksanakan
hajatan
seperti
yang
dikemukakan oleh BG di atas. Mereka biasanya datang membantu atau
juga ketika salah satu dari mereka ada yang melaksanakan acara seperti
pada saat acara pernikahan anak HJ, maka mereka beserta tetangga
yang lain ikut membantu semua kegiatan yang terjadi selama proses
pernikahan. Tidak ada yang tinggal diam semuanya ikut terjun.
3. Aspek Pendidikan
Sebagian besar angkatan kerja di sektor informal, dengan alasan
fleksibilitas durasi kerja, tidak menyarankan pendidikan tinggi, dan dapat
dimulai atau diakhiri kapan saja dikendaki. Umumnya, pekerjaan wanita di
sektor informal terkait dengan usaha di bidang pangan dan non-pangan
serta jasa.
Dengan tingkat pendidikan yang tidak seberapa para pengumpul
semen buangan yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga ini tidak
mengetahui jaringan penjualan semen buangan yang telah mereka jual.
Yang mereka tahu ketika ada orang yang datang ingin membeli mereka
akan dengan senag hati menjualnya karena membayangkan uang yang
akan mereka dapatkan, yang jika dibandingkan usaha dan perjuangan
yang mereka harus lalui tidak sebanding rasanya. Terkadang yang
membeli juga bukan orang lain melainkan tetangga-tetangga mereka
sendiri yang membutuhkan.
“ saya sampai SMP ja sekolah nak, mau sekalika lihat
anakku sekolahnya lebih tinggi dari saya, makanya carika
juga uang dengan kerja begini, sekalipun tidak banyakji
hasilnya tapi nabantu sekalika, ka uang gajinya bapaknya
berapa ji, mana untuk bayar utang, mana untuk bayar uang
kredit motor, berapa mami sisanya itu disimpan. Jadi biasa
ini uang hasil jual semen kusimpan, ka biasa anak-anak mau
bayar buku sekolah jadi itu uang kupake”
(NN, wawancara 15 Maret 2012
Dari penjelasan yang dituturkan oleh informan NN
diatas
menjelaskan bahwa faktor sosial yang lebih bersifat pada pendidikan,
dimana banyaknya lapangan kerja pada saat yang sangat dibutuhkan
mempunyai standar kualifikasi latar pendidikan yang nimimalnya SMA /
SLTA atau sederajat sehingga membuat NN
melakukan pekerjaan
sebagai pengumpul semen buangan.
4. Aspek Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Saat ini lebih dari 80 persen rakyat indonesia tidak mampu
mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bhidang
pemeliharaan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang
pemeliharaan kesehatan, seperti Askes, Taspen, dan Jamsostek.
Golongan masyarakat yang dianggap “teranaktirikan” dalam hal jaminan
kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang.
Dalam
pelayanan
kesehatan,
masalah
ini
menjadi
lebih
pelik,
berhubungan dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait
beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayan
kesehatan itu sendiri.
“belum lagi kalu sakit susahnya minta ampun kalu
tidak ada uang. Setengah matiki mau berobat. Jadi
mau tidak mau haruska memang kerja.”
(NG, Wawancara, 22 Maret 2012)
Dari penjelasan NG di atas menggambarkan bahwa posisi mereka
sebagai orang yang kurang mampu, mau tidak mau harus memaksa
mereka untuk bekerja demi mencukupi sejumlah kebutuhan termasuk
kesehatan yang memang membutuhkan banyak uang ketika mereka sakit.
C. Pembagian waktu antara sektor publik dan sektor domestik
a. Sektor Domestik
Ibu rumah tangga di seluruh dunia melakukan berbagai macam
tugas
yang
memiliki
satu
kesamaan-rata
rantai
rumah
dengan
penghuninya. Mereka merawat anak, memenuhi suplai pangan keluarga,
baik dari ladang keluarga atau pasar swalayan setempat. Mereka mencuci
pakaian disungai atau dengan mesin cuci. Mereka juga ikut memberi
sedikit penghasilan bagi keluarga melalui pekerjaan paruh waktu dengan
upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya, yakni
mengurus rumah tangga, seperti yang telah dijelskan di Bab II bahwa ibu
yang bekerja tetap harus memperhatikan tugas dan tanggung-jawab
utamanya di dalam keluarganya.
“saya kalau pergika ke gunung cari semen buangan pagi-pagi
ku pergi jam-jam 7 tapi masakka dan membersihkan rumahku
dulu nak baru pergi”.
(KU, Wawancara, 20 Maret 2012)
Selain sebagai ibu rumah tangga perempuan yang bekerja juga
harus memperhatikan pola pembinaan pada anaknya dan fungsinya
sebagai seorang istri terhadap suaminya.
“ saya sebelumka pergi ke gunung, sudah memang kupesan
anakku, kalau pulang mako sekolah nanti, jangan mako
singgah-singgah langsung mako pulang ke rumah, nanti sore
baruko pergi main-main, ka kalau tidak kupesanki pasti tidak
langsung ki pulang, tapi lumayan nurutji anakku ka takutki sama
saya, ka biasanya kalu tidak mauki mendengar ku cambokki”.
(KU,Wawancara, 20 maret 2012)
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh informan KU
menggambarkan bahwa pola didik terhadap anak tidak ia abaikan, ia tetap
mengontrol setiap kegiatan anaknya dan jika anaknya melanggar akan
ada sanksi yang ia berikan sehingga anaknya menjadi segan dan menurut
karena takut mendapatkan sanksi.
“ tiap malam setelah makan malam biasanya kutemani anakku
belajar, ka kalu tidak kutemani pasti malaski, mauji nonton saja,
atau keluar ki main sama anak-anak diluar, ka banyak
temannya main-main diluar, kan kalau ada ka tidak berani ki,
mau ku jewer kupingnya kalau tidak mau ki belajar, main terus ji
na maui”
(NN, Wawancara, 15 maret 2012)
Dari pernyataan yang dituturkan NN ia menyatakan bahwa sebagai
seorang ibu ia tetap menjalankan perannya dalam pola asuh anakknya
terutama dalam hal pendidikan.
“ kalau saya tidak pernah ji kularang-larang anakku ka ada mi
yang sudah kawin baru yang kerja besar mi, paling ku tanya ji
kalau malam pi nah pulang, dimana ki kerja samape malam na
baru pulang, na kalau yang terakhir selalu ji sama saya kah
masih kecil ji belum pi sekolah, tapi begitu mi kalau yang kecil
rewel sekali cuma tidak kumarihi ji, namanya juga anak kecil,
paling kukasih tau ji”.
(HJ, Wawancara, 5 april 2012)
Berdasarkan pernyataan HJ terlihat bahwa sebagai seorang ibu ia
tetap memberikan perhatian kepada anaknnya karena rasa kepedulian
merupakan hal yang sangat penting apalagi perhatian seorang ibu
terhadap anak-anaknnya.
“ anak ku saya tidak nakal ji, jadi biasanya kubiarkan ji terserah
apa mau na bikin, , tapi kalau sore-sore keluar ki main baru mau
mi magrib ku panggil semua mi pulang, ka harusmi belajar kalau
malam, kalau terlalu capekki main nanti mengantukmi kalau
malam jadi tidak bisami belajar”
(NG, Wawancara 22 maret 2012)
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh NG menggambarkan
bahwa ia memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk menikmati
dunia mereka namun tetap ia membatasinya karena mengingat bahwa
anak-anaknya harus tetap konsen pada pendidikannya.
Dari berbagai penjelasan yang diberikan oleh empat informan
diatas yaitu NG, HJ, NN, dan KU menggambarkan bahwa kontrol sosial
terhadap anak-anak mereka dalam hal pembinaan anak tetap mereka
jalankan karena mereka ingin melihat anak mereka sukses sehingga
fungsi mereka sebagai ibu dalam keluarga tetap berjalan dengan baik.
Seperti yang tergambar dalam teori struktural fungsional bahwa keluarga
merupakan bagian penting dalam masyarakat, harmoni dan ketenangan
pada keluarga akan melahirkan harmoni dan ketenangan dalam
kehidupan masyarakat yang luas (Muthali’in, 2011:270 dalam Maria E
Pandu: 2009). Oleh sebab itu teori ini berpendapat bahwa perempuan
harus tinggal di dalam lingkungan rumah tangga karena ini merupakan
pengaturan yang paling baik dan berguna bagi keuntungan masyarakat
secara keseluruhan (Budiman, 1985; 15 dalam Maria E Pandu: 2009)
“saya kalau pergika ke gunung cari semen buangan pagipagi ku pergi jam-jam 7 tapi masakka dan membersikan
rumahku dulu nak baru pergi ka nanti pulangki bapaknya
kerja, laparki jadi tenangmi ka adami makanan.”
(KU, Wawancara, 20 Maret 2012)
Dari penjelasan KU tergambar bahwa ia sebagai istri yang bekerja
tidak melupakan tugas utamanya untuk mengurus suami karena salah
satu bentuk peran wanita dalam keluarga adalah menjadi pendamping
suami.
b. Sektor Publik
Kemajuan ekonomi dan globalisasi membuat pasar kerja semakin
kompleks. Dampak lain dari kemajuan tersebut terlihat dari semakin
membaiknya status serta lowongan kerja bagi wanita. Walaupun angka
partisipasi kerja angkatan kerja wanita, namun tidak sedikit wanita yang
bekerja penggal waktu atau bekerja disektor informal. Hal ini berkaitan
erat dengan peran ganda wanita sebagai ibu yang bertanggung-jawab
atas urusan rumah-tangga termasuk membesarkan anak, serta sebagi
pekerja perempuan.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarga dengan
segala macam kebutuhan-kebutuhannya, ditambah dengan ketidak
mampuan suaminya untuk memenuhi semua kebutuhan hidup membuat
wanita harus terjun langsung untuk mencari nafkah dalam keluarga
dengan bekerja dan mencari pekerjaan pada saat ini. Pada peran di
sektor publik wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan
ekonomis ( mencarai nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan
keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang
tersedia.
Di negara-negara berkembang, tingkat pendidikan yang sangat
rendah dengan keterampilan yang rendah pula, memaksa wanita
memasuki sektor informal yang sangat eksploitatif dengan gaji sangat
rendah, jam kerja yang tak panjang, tidak ada cuti dengan bayaran penuh
serta
keuntungan-keuntungan
maupun
jenis
pekerjaan
dengan
perundang-undangan ketenagakerjaan.
Menurut Syamsiah Ahcmad (dalam pujiwulansari: 2011), bahwa
jumlah wanita pencari kerja akan semakin meningkat disebagian wilayah
dunia. Hasil penelitian Kristi Poerwandari, menyebutkan wanita ingin tetap
bekerja, karena pekerjaan memberikan banyak arti bagi diri mulai dari
dukungan
finansial,
mengembangkan
pengetahuan
dan
wawasan,
memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggan diri dari
kemandirian
(
meskipun
penghasilan
suami
mencukupi)
serta
memungkinkan subjek mengaktualisasikan aspirasi pribadi lain yang
mendasar seperti rasa “berarti” sebagai pribadi, memberikan manfaat
untuk lingkungan/orang lain, maupun memenuhi esensi hidup sebagai
manusia.
Faktor sosial ekonomi
seperti modal yang terbatas, pendidikan
keterampilan yang rendah serta nilai yang berlaku di masyarakat,
menyebabkan wanita lebih banyak memanfaatkan kesempatan kerja di
sektor informal. Wanita yang terlibat dalam pekerjaan mencari nafkah
akan mempengaruhi pola kerja rumah tangga, dengan demikian akan
mempengaruhi pula fungsi wanita itu sendiri. Wanita yang di satu sisi
bekerja mencari nafkah tetapi tetap menjadi orang pertama dalam
kegiatan rumah tangga disebut dengan peran ganda. Dengan peran
ganda tersebut berarti wanita memberikan sumbangan yaitu, yang
langsung
memberikan
penghasilan,
namun
memungkinkan
berlangsungnya kegiatan produktif . wanita yang berperan ganda dan
masih
memilih
sektor
informal
sebagai
tempat
mencari
nafkah.
Menciptakan peluang kerja bagi dirinya sendiri maupun anggota rumah
tangga lainnya.
Pilhan bekerja di sektor informal ini, memungkinkan anggota rumah
tangga ikut terlibat bekerja, kemungkinan penghasilan rumah tangga juga
semakin besar. Dalam hal pola kerja, di sektor informal sebagai tempat
mencari nafkah yang mempunyai ciri-ciri antara lain jam kerja tidak teratur,
lokasi biasanya tidak jauh dari tenpat tinggal, dalam bekerja tenaga
kerjanya bekerja, berusaha sendiri, atau dibantu oleh tenaga kerja
keluaraga dan sifatnya yang mudah keluar masuk dalam suatu pekerjaan,
mempunyai “kecocokan” dengan pola kerja wanita yang dituntut berperan
ganda yakni disamping sebagai pencari nafkah, tetap dapat ,melkukan
pekerjaan rumah tangga dan kegiatan sosial.
Dengan demikian, wanita yang bekerja di sektor informal tetap
dapat menjaga keutuhan dan kemantapan rumah tangganya. Ketrelibatan
wanita dalam pencarian nafkah dalam hal ini pencarian nafkah di sektor
informal menunjukkan peranan wanita semakin nyata dalam alokasi
ekonomi,
karena
wanita
mempunyai
pendapatan
pribadi
yang
berpengaruh terhadap alokasi kekuasaaan atau peranannya dalam
pengambilan keputusan di dalam keluarga rumah tangga. Hal tersebut
mencerminkan peningkatan terhadap sikap kemandirian serta percaya diri
dari wanita yang pada akhirnya akan meningkatkan statusnya.
“...inimi kukerja sekarang nak, cari uang dengan kumpul
semen, buat tambah-tambah, ka kalau uang gajinya ji
suamiku diharap tiap bulan ka tidak cukupki, mana anakku
sekolah semua baru tambah mahal biaya sekolah bela, tapi
kalau mauka pergi ke gunung bangun memangma jam5
shubuh
sholat
shubuh,
masak,
dan
siapkan
perlengkapannya suamiku pergi kerja sama anakku mau
pergi sekolah setelah itu sekitar jam setengah 9 pagi baruka
saya berangkat ke gunung”.
(NN, Wawancara 15 Maret 2012)
Dari penjelasn KU dab NN menggambarkan bahwa perannya
sebagi ibu rumah tangga tidak mereka lupakan. Mereka tetap menomor
satukan keluarga mereka sehingga fungsi-fungsi dalam keluarga tetap
berjalan dengan baik, sekalipun dengan adanya pembagian peran
domestik dan peran publik demi mencukupi kebutuhan keluarga. Mereka
tak kenal lelah sebagai bukti betapa besar rasa sayang mereka terhadap
keluarga mereka .
“Ka setengah mati sekali kalau tidak ada uang, bukan cuma
sbisaki makan tapi anak-anak juga mau belanja, kalu tidak
dikasi menangiski, kasian juga lihatki nangis. Belum lagi kalu
sakit susahnya minta ampun kalau tidak ada uang, setengah
matiki kalau mau berobat. Jadi mau tidak mau haruska
memang kerja. Tapi perjuangannya untuk bisa sampe ke
gunung untuk kumpul semen uh susah skali, tapi semua
untuk kebutuhan keluarga dan hidupi anak-anakku jadi tidak
apa-apaji sekalipun capek ka begitu memang kalau orang
kerja pasti capek”.
(NG, Wawancara, 22 Maret 2012)
Berdasarkan posisi perempuan dalam konteks keluarga, peran
yang ditampilkan oleh perempuan sangat tergantung pada proses
interaksi yang terjadi di lingkungan keluarga mereka yang merupakan
kelompok primer. Berikutnya, sikap yang dibentuk oleh perempuan,
pandangan mereka tentang hidup dan perilaku mereka tentang kerja, jenis
kelamin yang lain, atau bahkan pada diri mereka sendiri, dapat sangat
besar pengaruhya pada dinamika relasi lingkungan kelompok primer
tersebut. Hal ini benar adanya, karena keluarga merupakan kelompok
panutan emosional dan kejiwaan dimana banyak kisah penting dalam
kehidupan seseorang terjadi dari bayi sampai dewasa.
Bagaimanapun juga, bekerja tidaklah merubag status wanita dan
tidak mengurangai tanggaung jawab istri terhadap pekerjaan rumah
tangga sehari-hari ketika ibu sedang mencari nafkah tidak ada anggota
keluarga yang bisa menggantikan tugas-tugas rumah tangganya walau
ada suami ( misal : anak masih kecil atau anak-anak sekolah). Ibu akan
menunda dulu kegiatan rumah tangganya sampai usai mencari nafkah
atau sebaliknya, kegiatan ruamha tangga dia selesaikan sebelum kegiatan
mencari nafkah dimulai, sehingga ibu harus bangun lebih pagi.
Padatnya kegiatan-kegiatan itu membuat wanita mengorbankan
waktu untuk kegiatan individual dan istirahatnya. Mereka mengabaikan
kesehatannya, tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan kemampuan
diri, sehingga wanita semakain jauh tertinggal. Dengan kata lain memforsir
diri demi ekonomi rumah tangga.
Curahan waktu bagi wanita bekerja yang anak-anaknya sudah
besar berbeda dengan yang masih balita. Anak-anak besar, ibu bisa
leluasa bekerja, sedangkan jika ibu mempunyai anak balita, dia akan
memilih untuk bekerja sebagai ibu rumah tangga atau tenaga kerja di luar
rumah tangga. ( Abdullah 2006: 231)
Indonesia sebagi negara yang menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia, mengakui sepenuhnya kesamaan derajat manusia dan tidak
mentolerir adanya eksploitasi/adanya dominasi suatu golongan terhadap
golongan manusia lainnya, memang dominasi suatu golongan terhadap
golongan lainnya merupakan tindakan yang tidak manusiawi, karena
manusia ada dasarnya adalah sama, namun struktur sosial lah yang
menyebabkan mereka terstratifikasi di dalam hubungan sosialnya. Marx
mengemukakan bahwa struktur ekonomi yang menyebabkan munculnya
kelas
sosial.
Struktur
sosial
masyarakat
yang
bersifat
patriarkal
sebenarnya yang membentuk kelas sosial dan mewarnai pola hubungan
sosial di dalam masyarakat terutama antara wanita dan lelaki. Secara
implisit di Indonesia posisi lelaki lebih menguntungkan dari wanita, wujud
konkritnya terlihat pada pembagian peran/antara lelaki dan wanita dalam
keluarga.
Peran lelaki sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah serta
wanita sebagai ibu rumah tangga, ternyata menempatkan wanita pada
posisi yang kurang menguntungkan, karena ketika orang tua akan
memutuskan untuk membiayai pendidikan anaknya, umumnya kaum lelaki
yang mendapat prioritas utama untuk memperoleh pendidikan yang tinggi
untuk bekal menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah yang baik.
Sedang wanita kurang perlu mendapat pendidikan tinggi karena nantinya
juga harus bertugas di rumah, kembali ke rumah mengurus keluarga,
persepsi ini yang merugikan kaum wanita karena dianggap kurang penting
memperoleh pendidikan yang tinggi.
Posisi wanita akan kurang menguntungkan dan semakin tidak
menguntungkan jika ia berperan ganda, dimana ia bersaing dengan kaum
pria yang dari segi pendidikan dan pencurahan waktu ke sektor publik
sudah unggul dari kaum wanita. Ketimpangan kelas berdasarkan jenis
kelamin ini sepertinya kurang dipersoalkan di indonesia karena sistem
masyarakatnya yang bersifat patriarkal membenarkan hal ini berlangsung.
Bahkan hal ini dianggap wajar karena pembagian peran kedua jenis
kelamin ini memang dipersiapkan sesuai dengan nilai-nilai kodratnya
masing-masing.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan berupa hasil dari
pembahasan dan informan yang telah diperoleh. Maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Profil sosial ekonomi perempuan pengumpul semen buangan ini
terdiri dari beberapa aspek, yaitu aspek ekonomi yang paling
besar pengaruhnya sehingga menjadi alasan utama para
perempuan ini memutuskan untuk bekerja di sektor informal.
Kedua, aspek hubungan sosial dimana hubungan yang terjalin
diantara mereka sangat erat, kepedulian sesama anggota
masyarakat sangat jelas terlihat sekalipun terkadang ada rasa iri
atau cemburu yang muncul, namun tidak merusak hubungan
baik diantara mereka. Ketiga, aspek pendidikan dimana ratarata perempuan pengumpul semen buangan ini tidak memiliki
pendidikan yang tinggi tapi keinginan untuk melihat anakanakya berhasil sangat besar. Dan yang keempat, yaitu aspek
kesehatan yang menggambarkan betapa sulitnya mereka
mendapatkan pelayanan kesehatan ketika misalnya hanya
mengandalkan kartu Askes, sehingga mereka tetap bekerja
untuk bisa mendapatkan uang. Uang yang sebagian mereka
gunakan untuk keperluan mereka dan sebagian mereka tabung.
2. Pembagian waktu di sektor domestik dan di sektor publik
berjalan dengan baik karena perempuan pengumpul semen
buangan
ini
membagi
waktu
dengan
lebih
dahulu
menyelesaikan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga
setelah selesai baru kemudian bekerja di sektor publik (mencari
nafkah) bukan hanya itu pembinaan anak-anak mereka pun
tidak mereka lupakan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai
seorang ibu serta mengurus suami mereka pun tidak mereka
abaikan sebagai tanggung jawab seorang istri.
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis kemudian
memberikan saran kepada para perempuan pengumpul semen
buangan di Desa Biring Ere Kabupaten Pangkep sebagai berikut:
1. Diharapkan
kepada
buangan agar
para
perempuan
pengumpul
semen
tetap memperhatikan kesehatannya, karena
penulis melihat betapa besar usaha dan kerja keras para ibu-ibu
yang mengumpulkan semen yang terkadang tidak makan
karena
buangan.
terburu-buru
ingin
pergi
mengumpulkan
semen
2. Diharapakan kepada perempuan pengumpul semen buangan
agar tetap bisa seimbang menjalankan dua peran mereka di
sektor domestik dan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan,ed. 2006. Sankaan Paran Gender, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Al-Barry, M. Dahlan Yacub. 2001. Kamus Sosiologi Antropologi,
Surabaya: Indah.
Boeree, C. George. 2008. Psikologi Sosial, Yogyakarta: Ruzz Media
Hubeis, Aida Vitayala S. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke
Masa, Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Megawangi, Ratna .1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru
tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I.
Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender dan Pembangunan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mulia, Siti Musdah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Cet. I.
Ollenburger, Jane C, dan Helen A. Moore. 2002. Sosiologi Wanita,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pandu, Maria E, MA. 2009. Sosiologi Keluarga, Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Pandu, Maria E, MA. 2010. Kumpulan Modul Sosiologi Gerder,
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Pasaribu, dan Simandjuntak. 1986. Sosiologi Pembangunan, Bandung:
Tarsito.
Ritzer, George . 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma
Ganda, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Soekanto, Prof. Dr. Soerjono, S.H, MA. (2009), Sosiologi Keluarga,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Satori, Prof. Dr. Djam’an, M.A. dan Dr. Aan Komariah, M.Pd (2010),
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, Prof. Dr (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D, Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Bagong dan J.Dwi Narwoko (2007), Sosiologi Teks Pengantar
dan Terapan, Jakarta: Kencana.
Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif AlQur’an. Jakarta: Paramadina. Cet. I.
SUMBER LAIN
Suyitno. 2000. Profil sosial, ekonomi, demografi dan geografis tenaga
kerja wanita pada industri pakaian jadi di Kecamatan
Tulungagung Kabupaten Tulungagung. http://library.um.ac.id/free-
contents/index.php/pub/detail/profil-sosial-ekonomi-demografi-dangeografis-tenaga-kerja-wanita-pada-industri-pakaian-jadi-dikecamatan-tulungagung-kabupaten-tulungagung-oleh-suyitno9974.html. Diakses pada 15 Maret 2012.
Surtini. 2011. Analisa Profil Sosial ekonomi rumah tangga.
digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-12592-analisis-profil-sosialek... Diakses pada 12 April 2012.
Sudarwati, Lina. 2003. WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu
Analisa
Tentang
Peran
Ganda
Wanita
Indonesia).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3833/1/fisiplina%20sudarwati.pdf. Diakses pada tanggal 17 April 2012.
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama
:
INDAH CAHYANI
Nama Panggilan
:
INDAH
Tempat / Tanggal Lahir
:
PANGKEP, 28 OKTOBER 1990
Alamat
:
No. Telepon
:
SUDIANG ASRAMA HAJI BLOK
G1/3
085395062489
Jenis Kelamin
:
PEREMPUAN
Status
:
BELUM MENIKAH
Agama
:
ISLAM
Pendidikan Formal
1996 – 2002
:
SD SEMEN TONASA 2
2002 – 2005
:
SMP SEMEN TONASA 2
2005 – 2008
:
SMA SEMEN TONASA 1
2008 – 2012
:
MAHASISWA
UNIVERSITAS
Riwayat Aktifitas




Pengurus Kemasos Fisip Unhas 2010 – 2011
Anggota DEMA fisip Unhas 2010-2011
LO PIMNAS 2011
Anggota Society Research
SOSIOLOGI,
HASANUDDIN
DOKUMENTASI
Menuju lokasi kerja
Jalan yang Dilalui
Menuju Lokasi Kerja
Daerah Yang Dilalui Menuju
Lokasi Kerja
Lokasi Kerja
Proses
Kerja
Proses Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas responden
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nama
Alamat
Asal
Jenis kelamin
Pekerjaan
Usia
Status keluarga
Jumlah anak
Pendidikan terakhir
:
:
:
:
:
:
:
:
:
B. Daftar pertanyaan
1. Sudah berapa lama anda tinggal di Desa Biring Ere ?
2. Apa pekerjaan suami anda?
3. Apa alasan anda memilih bekerja sebagai pengumpul semen
buangan?
4. Siapa yang mengajak anda mengumpulkan semen buangan?
5. Sudah berapa lama anda mengumpulkan semen buangan?
6. Apakah hasil dari mengumpulkan semen buangan dapat
membantu ekonomi keluarga anda?
7. Apa pernah terjadi konflik diantara anda sesama pengumpul
semen buangan?
8. Bagaimana cara anda membagi peran di sektor publik dan di
sektor domestik?
Download