MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 13-16 SUKSESI MIKROBA DAN ASPEK BIOKIMIAWI FERMENTASI MANDAI DENGAN KADAR GARAM RENDAH Hasrul Satria Nur Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru 70714, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Mandai adalah makanan fermentasi yang dibuat secara tradisional dari kulit buah cempedak (Arthocarphus champeden Spreg.). Pada umumnya mandai dibuat dengan konsentrasi garam tinggi. Tujuan penelitian adalah mempelajari suksesi mikroba dan aspek biokimiawi selama fermentasi dengan kadar garam rendah. Jumlah sel mikroba dan aspek biokimia selama fermentasi diamati pada hari ke-3, 5, 7, dan 14. Total sel bakteri dan khamir diukur dengan metode cawan tuang. Pengukuran juga dilakukan terhadap substrat sebelum inkubasi. Pengamatan terhadap aspek biokimia meliputi kadar gula pereduksi, N-total, garam, dan pH. Hasil penelitian menunjukkan pola suksesi mikroba selama fermentasi. Pertumbuhan sel khamir dominan di hari ke-5 (2,8 x 109 CFU/g), tetapi sel bakteri dominan di hari ke-14 (1,1 x 107 CFU/g). Penurunan kadar gula reduksi dan N-total terjadi di hari ke-14 (0,240%) dan hari ke-5 (0,159%). Kadar garam substrat relatif stabil dan nilai pH bervariasi pada kisaran 3,71-6,12 selama fermentasi. Abstract Microbial succession and biochemical aspects of mandai fermentation at low salt concentration. Mandai is fermented food that traditionally made from the flesh of jack fruit (Arthocarphus champeden Spreg.). Usually mandai is made as high salt concentration. However, the objective of this research is to study the succession and biochemical aspects of microbials during fermentation at low salt concentration (10% w/v) for 14 days. During the period of fermentation microbial cell numbers and biochemical aspects were observed at the 3rd, 5th, 7th and 14th day. Total cell number of bacteria and yeast were measured by pour plate method. The measurement was also conducted on flesh before incubation. The biochemical aspect observation included the contents of reducing sugar, N-total, salt, and pH. The research results indicated that the pattern of microbial succession occurred the fermentation. Yeast cells grew dominantly (2.8 x 109 CFU/g) on the 5th day fermentation but bacteria were dominant at the end (1.1 x 107 CFU/g). The highest decrease of reducing sugar and N-total contents were 0.240% at the 14th day and 0.159% at the 5th day, respectively. However, salt concentration was relatively stable and pH was varied within the range of 3.71-6.12 for the whole period fermentation. Keywords: fermentation, low salt, mandai, succession Penambahan garam pada substrat organik menimbulkan rangkaian fermentasi secara spontan dan terjadinya seleksi mikroba yang mengarah pada suksesi mikroba [1]. Garam dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen. Hal ini disebabkan oleh penurunan nilai aktivitas air (aW) dan terionisasi, garam menjadi ion Cl- yang bersifat toksik [2]. 1. Pendahuluan Mandai adalah jenis makanan tradisional dibuat dengan fermentasi berkadar garam tinggi. Bahan baku yang digunakan yaitu kulit buah bagian dalam cempedak (Arthocarphus champeden Spreg.). Pada prinsifnya pembuatan mandai meliputi tiga tahap: (1) persiapan yang meliputi pengupasan dan pencucian kulit buah bagian dalam cempedak, (2) penggaraman dengan menambahkan garam 25% (b/v), dan (3) pengolahan dengan merendam mandai dalam larutan berkadar garam tinggi selama waktu fermentasi. Perlakuan dengan garam tinggi di satu sisi memberikan efek pengawetan dan pembentukan aroma, di sisi lain berpengaruh kurang baik bagi kesehatan konsumen. 13 14 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 13-16 Pada akhirnya akan membatasi penerimaan konsumen terhadap produk. Penambahan garam rendah merupakan suatu metode untuk mengurangi resiko pada penggunaan garam berkadar tinggi. Chavasit et al. [3] melaporkan bahwa komposisi biokimiawi substrat mentimun dengan kadar garam rendah yang difermentasi oleh sejenis bakteri atau campuran mikroba menentukan hasil fermentasi antara lain jumlah dan tipe produk yang dihasilkan, sisa substrat, dan pH akhir. Upaya mengurangi penggunaan garam berkadar tinggi, Basrindu [4] telah mengkombinasikan penggunaan garam 10% (b/v) + gula aren 20% (b/v) untuk menghasilkan produk wadi yang tahan simpan hingga 30 hari. Fermentasi dengan cara penggaraman dalam pembuatan mandai merupakan salah satu faktor penting. Penelitian bertujuan mempelajari suksesi mikroba dan aspek biokimiawi yang terbentuk selama fermentasi dengan kadar garam rendah. 2. Metode Penelitian Fermentasi mandai dibuat dengan cara menimbang sebanyak 100 g daging kulit buah cempedak. Selanjutnya, dibubuhi garam dapur dengan konsentrasi 10% (b/v). Mandai diinkubasi selama 14 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke-0, 3, 5, 7, dan 14 (Gambar 1). Variabel pengamatan meliputi total mikroba (bakteri dan khamir), kadar gula reduksi, Ntotal, pH serta kadar garam substrat. Parameter biokimiawi yang meliputi gula reduksi dideteksi dengan metode Luff Schrool, kadar N-total contoh dengan metode Mikro-Kjeldahl, dan kadar garam substrat ditentukan dengan metode Kohman [7]. 3. Hasil dan Pembahasan Perubahan total mikroba. Hasil penelitian selama fermentasi mandai menunjukkan pola suksesi mikroba. Total bakteri meningkat hingga akhir fermentasi dari 2,5 x 105 CFU/g hari ke-0 menjadi 1,1 x 107 CFU/g di hari ke-14. Total khamir mencapai puncaknya hari ke-5 yaitu 2,8 x 109 CFU/g. Selanjutnya, mengalami penurunan di hari ke-14 dengan total khamir 2,0 x 108 CFU/g (Gambar 2 dan Tabel 1). Perubahan jumlah total mikroba selama fermentasi mandai menggambarkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas dan kondisi pertumbuhan masing-masing mikroba yang berperan. Hal ini terlihat dari jumlah (CFU/g) kedua jenis mikroba yang berbeda. Di awal fermentasi memperlihatkan bahwa total sel khamir lebih dominan dibandingkan sel bakteri. Perbedaan total sel mikroba yang ditemukan dalam produk mandai membuktikan bahwa selama fermentasi terjadi dinamika suksesi mikroba. Total mikroba dihitung dengan metode cawan tuang [5,6]. Media yang digunakan dalam penentuan total bakteri adalah agar-agar De Man Ragosa Sharpe (MRS Agar). Untuk total khamir digunakan media agar-agar malt ekstrak (MEA). (a) (b) Gambar 2. Total Mikroba Produk Mandai Selama 14 Hari Fermentasi. (a) Total Bakteri pada Media MRS Agar dan (b) Total Khamir pada Media MEA Tabel 1. Perubahan Jumlah Mikrobia Selama 14 Hari Fermentasi Mandai Jenis mikroba Gambar 1. Produk Mandai Diinkubasi Selama 14 Hari Fermentasi Jumlah sel (CFU/g )pada fermentasi hari ke0 3 5 7 14 Bakteri 2,5 x 105 1,0 x 104 1,5 x 106 1,0 x 105 1,1 x 107 Khamir 3,5 x 106 3,0 x 106 2,8 x 109 1,0 x 107 2,0 x 108 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 13-16 0,25 3 2,455 0,196 0,196 0,2 0,168 2 0,168 0,159 0,15 1,5 0,1 1 Kadar N-total (%) 2,5 Kadar gula reduksi (%) Menurut Hesseltine [8] fermentasi berbagai bahan makan dan minum dapat melibatkan satu atau beberapa macam mikroorganisme yang bekerja secara simbiotik. Mikroorganisme yang berperan selama fermentasi umumnya dari kelompok khamir, bakteri, dan kapang. Demikian halnya untuk fermentasi tea-cider, kultur campuran yang ditemukan adalah khamir dan bakteri asam asetat, sehingga peran mikroorganisme tersebut dalam fermentasi dapat dibagi berdasarkan aktivitas metabolik [9]. 15 0,845 0,599 0,5 0,05 0,600 0,240 0 0 0 3 5 7 14 Waktu fermentasi (hari) Peningkatan sel bakteri pada fermentasi lanjut merupakan hasil aktivitas mikroba yang bersifat amilolitik, proteolitik, dan selulolitik. Hal ini mengindikasikan selama fermentasi terjadi perombakan jaringan yang ditandai dengan melunaknya tekstur, terbentuk aroma, dan perubahan pH produk mandai. Kadar gula reduksi dan N-total. Kadar gula reduksi substrat mandai selama 14 hari fermentasi menunjukkan penurunan. Penurunan gula reduksi terjadi di hari ke-3 (0,845%) dan penurunan berlangsung hingga di akhir fermentasi yaitu 0,240% (Gambar 3). Perubahan gula reduksi pada fermentasi mandai juga terjadi pada fermentasi buah durian. Hasil penelitian Ekowati [10] melaporkan bahwa penambahan garam 5% (b/b) untuk fermentasi daging buah durian menghasilkan sisa gula reduksi tertinggi 0,37 (mg/g) untuk daging buah putih dan 0,26 (mg/g) terhadap daging buah kuning pada hari ke-9 dan ke-6 inkubasi. Selanjutnya, kadar gula reduksi menurun selama fermentasi lanjut. Demikian halnya untuk fermentasi biji kakao dengan inokulasi isolat khamir dapat menurunkan kadar gula reduksi dari 2,27% hingga mencapai 2,09%. Kondisi ini menunjukkan bahwa hampir semua isolat khamir yang diinokulasi dalam produk fermentasi dapat meningkatkan hidrolisis senyawa gula di dalam biji menjadi gula reduksi [11]. Kadar gula reduksi Kadar N-total Gambar 3. Perubahan Gula Reduksi dan N-total Produk Mandai Selama 14 Hari Fermentasi Mandai Perubahan kadar N-total pada produk mandai juga terjadi pada produk wadi. Hasil penelitian Khairina [14] melaporkan bahwa penggaraman 10% (b/v) dapat menurunkan N-total sebesar 40% di hari ke-5 inkubasi dan selanjutnya relatif stabil. Selain itu hasil penelitian Susijahadi [11] menunjukkan bahwa kadar N-total tertinggi dalam biji kakao diperoleh sebesar 2,70% menggunakan isolat khamir, tetapi pada media tanpa inokulasi mikroba dihasilkan 1,85% N-total. Derajat keasaman dan kadar garam. Pengukuran derajat keasaman (pH) menunjukkan penurunan. Penurunan nilai pH terjadi di minggu ke-3 fermentasi dan mengalami peningkatan kembali hingga hari ke-14 (Gambar 4). Penurunan pH di awal fermentasi menggambarkan mikroba yang berperan dalam produk mandai mempunyai kisaran pH luas. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan total bakteri dan khamir dalam fermentasi lanjut. Peningkatan pH substrat disebabkan oleh desimilasi asam asetat dari kelompok khamir dan bakteri asam laktat [11]. Gula reduksi merupakan hasil metabolisme karbohidrat yang digunakan untuk aktivitas pertumbuhan dan pembentukan metabolit sekunder oleh mikroba. Penurunan kadar gula reduksi di akhir fermentasi mengindikasikan terbentuknya metabolit sekunder. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan pH selama fermentasi [12]. Kisaran pH yang terbentuk selama fermentasi mandai berada dalam kisaran pH 3,71-6,02. Nilai pH tersebut mengindikasikan bahwa bakteri yang ditemukan dalam produk mandai adalah kelompok bakteri asam laktat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahayu [15] bahwa derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan bakteri asam laktat berkisar 3,8-8,0. Sedangkan untuk pertumbuhan sel khamir dengan kisaran pH 4,0-5,0 [16]. Persentase penurunan N-total terjadi di hari ke-5 yaitu 0,159% dari 0,196% di awal perlakuan (Gambar 3). Kadar N-total yang mengalami perubahan selama inkubasi menggambarkan adanya aktivitas mikroba yang bersifat proteolitik pada produk mandai. Aktivitas proteolitik berperan dalam pembentukan aroma [13]. Disamping itu, juga diketahui bahwa beberapa bakteri asam laktat bersifat proteolitik lemah dan kebutuhan asam amino untuk pertumbuhan dihasilkan dari degradasi sumber protein disekitarnya. Hasil pengukuran kadar garam cenderung mengalami peningkatan di hari ke-3 (4,941%) dan berikutnya relatif stabil. Peningkatan kadar garam selama fermentasi menggambarkan bahwa adanya efek pengawetan. Garam merupakan bahan terlarut yang menimbulkan beberapa efek jika ditambahkan dalam produk pangan, seperti halnya daya menahan secara selektif mikroba kontaminan. Garam juga mempengaruhi nilai aktivitas air (aW) substrat sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroba [17]. 16 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 13-16 7 6,02 6 5 4 4,941 5,096 5,232 3,71 3,84 3,77 5,719 6 5,02 5 4 3 3 2 2 1 Kadar g aram (% ) Derajat keasam an (p H) 7 1 0 0 0 0 3 5 7 14 Waktu fermentasi (hari) pH Kadar garam Gambar 4. Perubahan pH dan Kadar Garam Produk Mandai Selama 14 Hari Fermentasi Mandai 4. Kesimpulan Pemberian garam rendah 10% (b/v) pada produk mandai menunjukkan pola suksesi mikroba. Sel khamir berperan di awal fermentasi. Sedangkan sel bakteri meningkat hingga fermentasi lanjut. Peningkatan sel khamir terjadi di hari ke-5 (2,8 x 109 CFU/g). Total sel bakteri meningkat di hari ke-14 (1,1 x 107 CFU/g). Aspek biokimiawi yang meliputi kadar gula reduksi, Ntotal, pH, dan kadar garam substrat mengalami perubahan. Kadar gula reduksi menurun hingga 0,240% di hari ke-14 dan kadar N-total juga menurun di hari ke5 yaitu 0,159%. Untuk kadar garam substrat terjadi peningkatan di minggu ke-3 yaitu 4,941% dan selanjutnya relatif stabil. Nilai pH substrat berada dalam kisaran 3,71-6,02. Ucapan Terima Kasih Penulis berterima kasih kepada proyek Higher Education Development Service (HEDS) DiktiDepdiknas, atas pendanaan penelitian ini. Daftar Acuan [1] O.N. Jocelyn, M.B. Stone, dan D.Y.C. Fung, J. Food Scie. 51(5) (1986) 1257-1259. [2] S. Fardiaz, Analisa Mikrobiologi Pangan, Rajawali Press, Jakarta, 1996, p. 193. [3] Chavasit, V.J.M. Hudson dan M.A. Daschel, J. Food Scie. 56/2 (1991) 462-465. [4] A. Basrindu, Tesis Magister, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1987. [5] J.G. Cappucinno, N. Sherman, Microbiology a Laboratory Manual, Benjamin Cumming Publisher, New York, 2001, p. 477. [6] R.S. Hadioetomo, Mikrobiologi Dasar dalam Praktik: Teknik Dasar Laboratorium, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, p. 163. [7] S. Sudarmadji, Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty, Yogyakarta, 1997, p. 160. [8] C.W. Hesseltine, Mixed Culture Fermentation: An Introduction to Oriental Food Fermentation, McGrawhil Inc., New York, 1991, p. 1-7. [9] P. Aditawati, Kusnadi, Prosiding Sain & Tech 35A/2 (2003) 147-162. [10] C.N. Ekowati, Suksesi mikrobia dan pembentukan asam organik pada fermentasi buah durian (Durio zibethinus Murr.), Naskah Publikasi Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 1998. [11] Susijahadi, Agritech 20/4 (2000) 183-187. [12] D.R. Caldwell, Microbial physiology and metabolism, Wim C Brown Publisher, Iowa, 1995, p. 353. [13] B. Biehl, Cocoa fermentation and problem of acidity, over fermentation and low cocoa flavour, International Conference on Cocoa and Coconuts, Kuala Lumpur, 1984, p. 947. [14] R. Khairina, U. Tyas, H. Eni, Agritech 19/4 (1999) 177-181. [15] E.S. Rahayu, S. Sudarmadji, J. Wibowo, T.F. Djaafar, Isolasi bakteri asam laktat dan karakterisasi agensia yang berpotensi sebagai biosafety makanan Indonesia, Laporan penelitian, PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta, 1995. [16] R.A. Samson, E.S. Hoekstra, J.C. Frisvad, O. Filternborg, Introduction to food borne fungi, Centra Albureu Voor Schimel Cultures, Philadhelphia, 1995, p. 299. [17] E. Ishak, S. Amrullah, Ilmu dan Teknologi Pangan, BKSPTN, Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang, 1985, p. 100.