ISBN : 978-979-3692-54-8 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Desember 2013 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 Redaktur Dr.Ir. Aryo Hanggono, DEA Taufiq Dwi Ferindera, B.Eng Hilman Gumilar, M.Si Dede Kurniawan, S.Sos Redaktur pelaksana Edi Wardana Kurniawan, S.Pi Desi Nurlestyoningrum, S.Pi Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Desember 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Desember 2013 Katalog dalam terbitan Perpustakaan Nasional RI Judul Buku : Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 (vii+392 hal) Redaktur : Dr.Ir. Aryo Hanggono, DEA, dkk Design cover : Kurniawan Tahun terbit : 2013 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelenggarakan kegiatan Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 ini dan dapat menyelesaikan prosiding hasil penelitian sebagai salah satu output dari kegiatan ini. Pada tahun 2013 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan melakukan kegiatan seleksi penelitian terbaik dalam bentuk seminar hasil penelitian di seluruh satker lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan yang dilakukan pada tahun 2012. Dari 34 peserta yang memasukkan makalah hasil penelitian, terpilih 10 makalah terbaik kategori bidang perikanan dan 5 makalah terbaik kategori bidang kelautan yang dipresentasikan di Ballroom Gedung Minabahari III Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 12 s.d 13 November 2013. Kegiatan ini diharapkan dapat mengapresiasi hasil kegiatan riset yang dilakukan oleh para peneliti sehingga dapat memberikan motivasi para peneliti untuk berkarya lebih baik di masa yang akan datang. Kegiatan ini merupakan kali kedua setelah sebelumnya kegiatan ini bernama Kegiatan Karya Tulis Ilmiah dimana merupakan ajang untuk memilih peneliti terbaik, akan tetapi pada dua tahun terakhir konsep kegiatan tersebut diubah menjadi memilih hasil penelitian terbaik yang dilakukan oleh satker, sehingga output yang diharapkan akan muncul setiap satker yang dapat menghasilkan penelitian yang dapat mendukung visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebagai apresiasi terhadap para peneliti pemenang hasil penelitian terbaik tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan penghargaan khusus terhadap 3 judul penelitian terbaik baik kategori perikanan dan kategori kelautan yang diserahkan pada acara puncak Adibhakti Mina Bahari yang diselenggarakan di Gedung Minabahari III Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tanggal 9 Desember 2013. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini. Jakarta, Desember 2013 Panitia Penyelenggara i Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 PEMENANG HASIL PENELITIAN TERBAIK TAHUN 2013 KATEGORI PERIKANAN PEMENANG PERTAMA ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN OPTIMASI PRODUKSI EMESTRIN B DARI KAPANG LAUT Emericella nidulans Peneliti : Muhammad Nursid, Nurrahmi Dewi Fajarningsih, dan Ekowati Chasanah Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta PEMENANG KEDUA PROFIL TRANSMISI TRANSGEN (PhGH) DAN PERFORMA PERTUMBUHAN PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F1 Peneliti : Huria Marnis , Bambang Iswanto, Romi Suprapto, Imron dan Narita Syawalia Rizwan Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Sukamandi PEMENANG KETIGA PENGEMBANGAN VAKSIN IN-AKTIF BAKTERI Streptococcus agalactiae: POTENSI REKOMBINAN PROTEIN KAPSID MAJOR GSDIV (GROUPER SLEEPY DISEASE IRIDOVIRUS) SEBAGAI VAKSIN PADA IKAN KERAPU Peneliti : Ketut Mahardika, Indah Mastuti, Ahmad Muzaki, Ida Komang Wardana dan Haryanti Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol ii Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 KATEGORI KELAUTAN PEMENANG PERTAMA TSUNAMI VULNERABILITY OF CRITICAL INFRASTRUCTURES IN THE CITY OF PADANG, WEST SUMATERA Peneliti : Semeidi Husrin, Widjo Kongko & Aprizon Putra Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir Bungus PEMENANG KEDUA SISTEM OBSERVASI TERINTEGRASI TEKNOLOGI WAHANA BENAM BAWAH AIR UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DI INDONESIA Peneliti : Budhi Gunadharma G. Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan PEMENANG KETIGA PENENTUAN INDEKS UPWELLING BERBASIS MODEL NUMERIK TIGA DIMENSI DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN Peneliti : Rita Tisiana Dwi Kuswardani Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir iii Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 DAFTAR ISI No Judul Pemakalah Hal Kata Pengantar i Pemenang Hasil Penelitian Terbaik 2013 ii Daftar Isi iv Makalah Dipresentasikan A Kategori Perikanan PROFIL TRANSMISI TRANSGEN (PhGH) DAN PERFORMA PERTUMBUHAN PADA IKAN 2 LELE (Clarias gariepinus) TRANSGENIK F1 Muhammad Nursid, Nurrahmi Dewi Fajarningsih, dan Ekowati Chasanah Huria Marnis , Bambang Iswanto, Romi Suprapto, Imron dan Narita Syawalia Rizwan POTENSI REKOMBINAN PROTEIN KAPSID MAJOR GSDIV (GROUPER SLEEPY 3 DISEASE IRIDOVIRUS) SEBAGAI VAKSIN PADA IKAN KERAPU Ketut Mahardika, Indah Mastuti, Ahmad Muzaki, Ida Komang Wardana dan Haryanti VAKSIN Mycobacterium fortuitum (MycofortyVac) UNTUK PENCEGAHAN 4 PENYAKIT Mycobacteriosis PADA IKAN GURAME, Osphronemus gouramy RANCANG BANGUN DAN UJICOBA MESIN 5 PEMISAH DAGING IKAN BERDAYA LISTRIK RENDAH Taukhid, Angela Mariana Lusiastuti, Uni Purwaningsih, Desy Sugiani dan Tuti Sumiati Bakti B. Sedayu, Made Susi Erawan dan Bagus S.B. Utomo Arifah Kusmarwati, Radestya Triwibowo, Irma Hermana dan Ninoek Indriati, Emma Suryati , Ristanti Frinra Daud, Utut Widyastuti , Andi Tenriulo dan Andi Parenrengi ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN OPTIMASI 1 PRODUKSI EMESTRIN B DARI KAPANG LAUT Emericella nidulans BAKTERIOSIN DARI ISOLAT BAKTERI ASAM 6 LAKTAT (BAL) ASAL RUSIP REGENERASI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL TRANSFORMASI GEN Sitrat 7 Sintase MENGGUNAKAN Agobacterium tumefaciens SECARA IN VITRO GENETIC AND MORPHOLOGICAL VARIATION OF MAHSEER (Tor tambroides, 8 Bleeker, 1854) ALONG BATANG TARUSAN RIVER (West Sumatera): IMPLICATIONS FOR STOCK IDENTIFICATION RANCANG BANGUN ALAT VACUUM 9 IMPREGNATION DAN UJI PERFORMANSINYA PADA FILET IKAN THE USE OF SEAWORM MEAL IN MATURATION DIET AS PARTIAL SUBSTITUTION OF FRESHDIET 10 FOR POND REARED TIGER SHRIMP BROODSTOCK, Penaeus monodon iv 1 16 30 51 64 72 86 Arif WIBOWO and Siswanta KABAN 96 Arif Rahman Hakim , Gunawan , Rodiah Nurbaya Sari 106 Asda Laining, Usman, Rachmansyah 114 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 No Judul B. Kategori Kelautan TSUNAMI VULNERABILITY OF CRITICAL 11 INFRASTRUCTURES IN THE CITY OF PADANG, WEST SUMATERA SISTEM OBSERVASI TERINTEGRASI TEKNOLOGI WAHANA BENAM BAWAH AIR 12 UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DI INDONESIA PENENTUAN INDEKS UPWELLING BERBASIS MODEL NUMERIK TIGA DIMENSI 13 DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN RANCANG BANGUN ELEKTRONIK LOG BOOK PERIKANAN BERBASIS GPRS UNTUK 14 MENDUKUNG PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN KONDISI PH DAN SUHU AIR LAUT PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG 15 DI PERAIRAN NUSA PENIDA DAN PEMUTERAN, BALI Makalah Tidak Dipresentasikan Pemakalah Hal Semeidi Husrin, Widjo Kongko & Aprizon Putra 125 Budhi Gunadharma G.* 142 Rita Tisiana Dwi Kuswardani 155 Marza Ihsan Marzuki dan Hadhi Nugroho 164 Camellia Kusuma Tito, Eghbert Elvan Ampou, Nuryani Widagti, Iis Triyulianti1 180 VARIABILITAS SIKLUS TANAM TERHADAP TINGKAT SERAPAN KARBON 16 PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii Erlania dan I Nyoman Radiarta 187 PEMBERIAN HORMON 17α METHYLTESTOSTERONE SECARA ORAL 17 TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD CALON INDUK IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis Ahmad Muzaki, Ida Komang Wardana, Sari Budi Moria Sembiring, Hirmawan Tirta Yuda dan Haryanti 200 INOVASI PAKAN EFISIEN DAN EKONOMIS BERBASIS BAHAN BAKU LOKAL UNTUK 18 PEMBESARAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Reza Samsudin, Mas Tri Djoko Sunarno dan Muhamad Sulhi 208 19 VERIFIKASI INDIVIDU F0 INDUK IKAN WILD BETTA (Betta sp.) HASIL TRANSGENIK PEMBENTUKAN STRAIN CUPANG MARBLE BERDASARKAN PERSILANGAN WILD BETTA 20 (CUPANG ALAM) SPESIES Betta imbellis DAN Betta splendens v Eni Kusrini, Ruby Vidia Kusumah, Riani Rahmawati, Anjang Bangun Prasetio, Sawung Cindelaras, dan Alimuddin Eni Kusrini, Riani Rahmawati, Siti Murniasih, Ruby Vidia Kusumah, Anjang Bangun Prasetio, dan Sawung Cindelaras 217 231 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik No Tahun 2013 Judul Pemakalah PENINGKATAN MUTU GENETIK KARAKTER 21 PERTUMBUHAN IKAN MAS RAJADANU HASIL SELEKSI GENERASI KE 0 (G0) 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Didik Ariyanto , Erma P. Hayuningtyas dan Khairul Syahputra1 Andhika Prima PRASETYO , Lilis PERFORMANCE OF HARVEST STRATEGY SADIYAH, Ignatius Tri ON PRONGHORN SPINY LOBSTER FISHERY HARGIYATNO, Moh. IN SOUTHERN COAST OF JAVA FAUZI , Fayakun SATRIA and Ria FAIZAH ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN Setiya Triharyuni, Sri KERENTANAN IKAN KURISI (Nemipterus Turni Hartati dan Regi Fiji spp.) HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI Anggawangsa LAUT JAWA SEBARAN UNIT STOK IKAN LAYANG (Decapterus spp.) DAN RISIKO Suwarso dan Achmad PENGELOLAAN IKAN PELAGIS KECIL DI Zamroni SEKITAR LAUT JAWA PRODUKTIVITAS ALAT TANGKAP Tri Wahyu Budiarti dan CANTRANG DI PROBOLINGGO Mahiswara SUMBER DAYA DAN KEGIATAN PERIKANAN PERAIRAN RAWA LEBAK DESA JUNGKAL, Dina Muthmainnah KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN DAY AND NIGHT VARIATION OF SHRIMP Masayu Rahmia Anwar CATCH IN CEMPI BAY, WEST NUSA Putri and Adriani Sri TENGGARA Nastiti Irwan Jatmiko, Hety BIOLOGI REPRODUKSI CAKALANG BETINA Hartaty dan Budi (Katsuwonus pelamis) DI SAMUDERA HINDIA Nugraha SPATIAL DISTRIBUTION AND LENGTHBram Setyadji, Dian WEIGHT RELATIONS OF ALBACORE Novianto and Budi (Thunnus alalunga) IN THE EASTERN INDIAN Nugraha OCEAN PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH BAGI PENANGKAPAN IKAN DI Dinarika Jatisworo, Ari INDONESIA Murdimanto (STUDI KASUS KABUPATEN INDRAMAYU) ANALISIS DAYA DUKUNG SUMBERDAYA Widodo S. Pranowo, LAUT DAN PESISIR SUMBA TIMUR UNTUK Rizki A. Adi, dan Candra PEMBUKAAN LADANG PRODUKSI GARAM D. Puspita POTENSI SUMBER DAYA AIR TAWAR DI KAWASAN PELABUHAN PERIKANAN G.Kusumah , R.F. Lubis , SAMUDERA (PPS) BUNGUS, SUMATRA H. Bakti 2 & D. Gunawan BARAT PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Christina Yuliaty, Nendah LILIFUK BERBASIS KEARIFAN LOKAL Kurniasari dan Maharani MASYARAKAT KUPANG, NUSA TENGGARA Yulisti TIMUR vi Hal 242 253 261 271 281 291 300 312 318 326 336 350 362 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 No Judul STRATEGI PENINGKATAN EKONOMI 34 WILAYAH PERBATASAN BERBASIS KELAUTAN DAN PERIKANAN vii Pemakalah Mira, Maulana Firdaus, Tajerin, dan Akhmad Solihin Hal 375 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 ANALISIS DAYA DUKUNG SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR SUMBA TIMUR UNTUK PEMBUKAAN LADANG PRODUKSI GARAM Widodo S. Pranowo[1], Rizki A. Adi, dan Candra D. Puspita Laboratorium Data Laut dan Pesisir[2] Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Kompleks Bina Samudera, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430 Tel.: 021-647-11-583, Fak.: 647-11-654, email: [1] widodo.pranow[at]gmail.com ; [2] labdata.lautpesisir[at]gmail.com ABSTRAK Salah satu dari 7 fokus bidang kelitbangan yang diamanatkan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan adalah Garam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP) sejak tahun 2002 telah melaksanakan berbagai upaya penelitian, pengkajian dan pengembangan terkait garam dan teknologi. Secara teoritis, Indonesia sebagai negara tropis yang sepanjang waktu mempunyai sinar matahari yang kontinyu dan memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada daratannya, sangat berpotensi sebagai negara penghasil garam terbesar di dunia. Akan tetapi pada kenyataannya lokasi sentra garam laut masih didominasi di Jawa dan Madura. Pengembangan lahan produksi garam perlu dikembangkan juga di lokasi lain, seperti contohnya di Nusa Tenggara Timur, salah satu kandidatnya adalah di kawasan Sumba Timur. Hasil kajian awal secara oseanografiatmosfer dan kondisi lainnya menunjukkan secara umum kawasan Sumba Timur mempunyai daya dukung yang bagus untuk pembukaan lahan produksi garam. Kata Kunci: Sumberdaya Laut dan Pesisir, Sumba Timur, Daya Dukung, Ladang Garam, Oseanografi-Atmosfer. PENDAHULUAN Salah satu dari 7 fokus bidang kelitbangan yang diamanatkan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan adalah Garam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP) sejak tahun 2002 telah melaksanakan berbagai upaya penelitian, pengkajian dan pengembangan terkait garam dan teknologi. Dan sejak tahun 2010 dilakukan program IPTEKMAS (Implementasi Ilmu dan Pengetahuan untuk Masyarakat) Garam di beberapa lokasi seperti Cirebon, Pati, Rembang, Pamekasan, Sumenep, dan Lamongan. Upaya keseriusan terhadap garam ini bahkan akan diwujudkan konkrit dengan pendirian UPT penelitian garam laut di Pamekasan, dimana prosesnya telah dilaksanakan sejak tahun 2009. Secara teoritis, Indonesia sebagai negara tropis yang sepanjang waktu mempunyai sinar matahari yang kontinyu dan memiliki wilayah laut yang lebih luas daripada daratannya, sangat berpotensi sebagai negara penghasil garam terbesar di dunia. Akan tetapi pada kenyataannya lokasi sentra garam laut masih didominasi di Jawa dan Madura. Pengembangan lahan produksi garam perlu dikembangkan juga di lokasi lain, seperti contohnya di Nusa Tenggara Timur, salah satu kandidatnya adalah di kawasan Sumba Timur. Artikel ini akan membahas hasil kajian awal terhadap data dan informasi yang tersedia untuk mengetahui sejauh mana kawasan tersebut mempunyai daya dukung untuk pembukaan lahan produksi garam. 336 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan untuk menyajikan artikel ini adalah analisa deskriptif terhadap data time series meteorologi, semi time series terhadap data salinitas, temperatur permukaan laut, pasang surut, topografi, dan porositas tanah. Metode analisis tersebut juga dilakukan terhadap hasil pengukuran lapangan di pesisir Sumba Timur pada 4-16 Oktober 2012 (Anggoro dkk., 2012). Data meteorologi tersebut, NCEP Reanalysis data (Kalnay et al., 1996), adalah temperatur udara (air temperature), kelembaban udara (air humidity), laju penguapan (evaporation), curah hujan (precipitation), lama penyinaran matahari, angin (wind), dengan resolusi temporal per 6 jam. Pengamatan dilakukan terhadap periode 2001 sebagai keterwakilan periode normal (Indeks Osilasi Selatan = 0,525); dan 2010 sebagai periode La Nina (Indeks Osilasi Selatan = 9,825) untuk melihat sejauh mana garam masih dapat diproduksi di tengah periode iklim yang disinyalir didominasi oleh masa penghujan yang melebihi periode normal. Adapun data Indeks Osilasi Selatan (SOI), dengan resolusi per bulan, yang digunakan adalah dari Australian Bereau of Meteorology. Koordinat 120,5856 BT dan 10,2240 LS diambil sebagai stasiun pengamatan. Data salinitas, diektrasi dari koleksi WOD09 yang berisi pengukuran in situ di Laut Sumba dan sekitarnya pada periode tahun 1970 - 2009 (Boyer et al., 2009). Terdapat 759 stasiun pengukuran data tersebut, kemudian dikelompokkan per bulan dan direrata untuk melihat sejauh mana keterwakilan kondisi salinitas per bulan berdasarkan 79 tahun data. Data temperatur permukaan laut (Reynolds, 1988), dilakukan pererataan per bulan dengan periode data 2004 – 2010. Kondisi pasang surut, di Sumba Timur, diketahui dengan cara prediksi terhadap komponen harmonik yang diturunkan dari data tinggi dinamis permukaan laut TOPEX 7.1 (Egbert & Eroofeva, 2002). Koordinat yang diambil untuk stasiun pengamatan adalah 120,6795 BT dan 10,3363 LS. Kemiringan pantai dianalisa berdasarkan data topografi beresolusi 30 arcsec dari GEBCO (2008), sedangkan porositas tanah diturunkan dari peta porositas tanah yang tercantum di dokumen ICCSR (BAPPENAS, 2010). Data-data tersebut diatas kemudian dibandingkan dengan kondisi prasyarat teknis pembuatan lahan garam dan/atau industri garam menurut buku panduan yang diterbitkan oleh P3SDLP (2012), dan panduan yang diterbitkan oleh United Nations Industrial Development Organization atau UNIDO (Mannar, 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Indonesia yang disinyalir memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, tidaklah kemudian menjadikan seluruh kawasan pesisirnya dapat digunakan sebagai ladang garam. Menurut Buku Panduan Garam (2012), prasrayat kondisi lingkungan untuk pembukaan lahan garam adalah sebagai berikut: topografi/kemiringan lahan; porositas tanah; evaporasi/penguapan (tinggi); kecepatan dan arah angin (>5 m/detik); temperatur udara (>32°C); penyinaran matahari (100%); kelembaban udara (<50%); curah hujan rendah (antara 1000 -1300 mm/tahun atau 100 mm/bulan); hari hujan kurang (musim kemarau panjang yang kering tanpa diselingi hari hujan, minimal memiliki 120 hari atau 4 bulan kemarau); dan Pasang surut. Kondisi La Nina dan El Nino Berdasarkan data Indeks Osilasi Selatan (Southern Oscillation Index, SOI) yang diambil dari Australian Bureau of Meteorology tahun 2001 dan 2010, secara umum kedua tahun tersebut adalah berbeda kondisi. Tahun 2001 cenderung tahun normal tanpa El Nino dan La Nina (-8<SOI<8), sedangkan tahun 2010 cenderung tahun La Nina lemah (9<SOI<10). Namun 337 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 apabila dilihat secara variabilitas bulanan, di tahun 2001, El Nino sangat lemah terjadi pada Januari, Mei, Agustus dan Desember, sedangkan La Nina lemah terjadi pada Februari, selebihnya adalah cenderung kondisi normal. Sedangkan untuk tahun 2010, El Nino lemah terjadi pada Januari hingga Maret, kondisi normal pada Juni, dan selebihnya adala kondisi La Nina dengan intensitas yang bervariasi. Juli, September dan Desember adalah kondisi El Nino kuat (20<SOI<30) pada tahun 2010. (Gambar 1). Kondisi Meteorologi Laju penguapan (evaporation). Berdasarkan hasil pengukuran PRWLSNH (2005), laju penguapan di wilayah Nusa Tenggara Timur secara umum rerata tahunan adalah 2,073.6 mm, dimana pada musim kemarau (April-Oktober) rerata sebesar 1,313 mm. Kondisi pada musim kemarau tersebut terbilang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan di Madura yang memiliki laju penguapan rerata ± 650 mm dan Australia ± 1800 mm. Sedangkan menurut panduan dari UNIDO (Mannar, 1982) laju evaporasi pada musim kemarau yang ideal untuk industri produksi garam minimal adalah 500 mm. Curah hujan (precipitation) adalah parameter cuaca yang patut diperhitungkan agar tidak terjadi kegagalan pembuatan/panen garam. Curah hujan terendah (~15.4 - 18 mm) pada 2001 terjadi pada transisi bulan Juni dan Agustus; sedangkan pada 2010 terjadi pada transisi bulan Agustus ke September (~21.9 mm). Kondisi maksimum dan rerata berturut-turut adalah 63.2 mm dan 41.7 mm pada 2001; kemudian 62.7 mm dan 44,3 mm pada 2010 (Gambar 4). Menurut panduan UNIDO (Mannar, 1982) rerata tahunan curah hujan yang dibutuhkan adalah serendah mungkin. Kondisi lokasi kajian di Sumba Timur adalah sesuai untuk produksi garam, karena lokasi tersebut menerima curah hujan tidak lebih dari 600 mm selama periode 100 hari dalam satu tahun. Kondisi suhu udara di Sumba Timur terendah (21.75 °Celcius) pada 2001 terjadi pada transisi bulan Juni ke Juli, dan pada Agustus; sedangkan pada 2010 terjadi pada bulan Juli hingga Agustus (23.45 °Celcius). Sedangkan suhu maksimum dan rerata tahunan pada kedua periode tahun tersebut adalah hampir sama, berturut-turut ~30 dan ~ 27 °Celcius. (Gambar 2). Kondisi penyinaran matahari (watt/m2). Penyinaran terendah (<355 watt/m2) pada 2001 terjadi pada transisi bulan Juni ke Juli, dan pada Agustus; sedangkan pada 2010 terjadi pada transisi bulan Agustus ke September (<360 watt/m2). (Gambar 5). Kondisi kelembaban udara di Sumba Timur terendah (60%) pada 2001 terjadi pada Agustus dan Desember, dan disusul oleh Januari, April, September (~64%); sedangkan pada 2010 terjadi pada transisi bulan Agustus ke September (~57%) dan transisi Oktober ke November (~55%). Kondisi maksimum dan rerata berturut-turut adalah 95% dan 79.5% pada 2001; kemudian 100% dan 82.5% pada 2010. Lihat (Gambar 3). Tingginya tingkat laju penyinaran matahari dan temperatur udara yang umumnya saling terkait dalam mempengaruhi laju evaporasi. Menurut panduan dari UNIDO (Mannar, 1982), akan lebih sangat menguntungkan lagi apabila kondisi tanah lahan garam adalah tanah bersuhu panas atau suhu udara diatas tanah yang panas, sehingga dapat meningkatkan laju evaporasi. Sedangkan rendahnya kelembaban udara relatif akan meningkatkan kapasitas evaporasi dalam menguapkan air ke udara. Akan tetapi suhu udara yang panas adalah lebih utama dibandingkan dengan udara yang kering (kelembaban yang udara yang rendah). Kondisi Angin (wind). Kisaran kecepatan angin (wind velocity) dan rerata, berturut-turut adalah 0.1 – 17.65 m/detik dan 5.4 m/detik pada 2001; kemudian 0.1 – 14.56 m/detik dan 4.51 m/detik pada 2010. Arah angin secara umum adalah arah Tenggara dan Baratlaut (NCEP; PRWLSNH 2004; Anggoro dkk., 2012). (Gambar 6). Angin, terkadang dianggap faktor yang signifikan dalam proses produksi garam di tambak, tetapi kadang juga tidak. Peran angin adalah membantu dalam membuang partikel-partikel air didalam udara yang jenuh dan lembab, sehingga akan turut meningkatkan laju evaporasi. Akan tetapi dalam hal ini, kecepatan angin 338 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 tidak boleh terlalu tinggi yang dapat menerbangkan pasir atau debu mengotori garam-garam yang sudah terbentuk di ladang sehingga menurunkan kualitas garam produksi. Kecepatan angin yang direkomendasikan, oleh panduan UNIDO (Mannar, 1982), dapat membantu laju evaporasi berkisar 3 - 15 km/jam (0.833 – 4.167 m/detik). Arah dari hembusan angin juga perlu dipertimbangkan, dimana angin yang membawa udara kering akan meningkatkan laju penguapan ke udara. Terkait dengan kondisi ekstrim, kawasan yang rentan terhadap badai angin siklon adalah tidak cocok untuk lahan garam produksi. Kondisi Salinitas Salinitas adalah faktor yang penting untuk diketahui untuk industri produksi garam. Dimana menurut panduan UNIDO (Mannar, 1982), diperlukan studi/ data variabilitas salinitas di/ter-ukur di perairan pantai/laut dan juga analisis kandungan kimiawi dari air laut di perairan pesisir/ di sepanjang pantai, pada kondisi musim/monsun yang berbeda. Kondisi salinitas rerata klimatologis (1970-2009) di perairan sekitar Sumba Timur adalah ~34.50 PSU (Maret) dan ~33.75 PSU (Juli). (Gambar 7). Rerata tersebut adalah lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pengukuran Tim P3SDLP pada 4-6 Oktober 2012 (~31.2 PSU). (Gambar 8). Akan tetapi secara umum kondisi tersebut adalah sangat bagus untuk bahan baku pembuatan garam. Menurut PRWLSNH (2005) Salinitas untuk bahan baku tambak garam di Madura adalah berkisar 28 – 30 PSU. Kondisi Geomorfologi Lokasi kajian berada di tepi pantai. Lahan yang ada merupakan tanah berjenis pasir dengan penutup lahan berupa stepa / tanaman semak yang mampu hidup diatas tanah berpasir. Kemiringan lahan relatif datar (landai). Kondisi topografi di lokasi penelitian berdasarkan data GEBCO (2008) memiliki kemiringan tanah sebesar 0.03% atau dikatakan sangat landai, yang cocok untuk pembukaan ladang garam. (Gambar 9). Hal ini kemudian didukung oleh kondisi pasang surut, yang memiliki tipe campuran cenderung semidiurnal, dengan tunggang maksimum dan minimum terhadap duduk tengah (MSL) berturut-turut adalah ~3 m dan ~-1 m. (Gambar 13). Kondisi tersebut diatas adalah sesuai dengan panduan UNIDO (Mannar, 1982) dimana untuk ladang garam lahan yang tidak ekonomis produktif lagi untuk pertanian/perkebunan dapat dikonversi menjadi ladang produksi garam. Lahan harus datar atau landai dengan kemiringan (slope) kurang dari 30 - 400 cm per km dalam satu arah sehingga mampu menampung dan mengalirkan air bahan baku di tambak-tambak atau meja bilamana dilakukan tambak/meja bertingkat. Apabila nantinya metode input bahan baku tambak menggunakan metode konvensional mengandalkan gravitasi, tambak kadang dapat diisi air laut dua kali atau satu kali mengikuti pola pasang surut yang ada. Selain hal tersebut diatas, menurut panduan UNIDO (Mannar, 1982) kawasan dengan kondisi geomorfologi yang rentan terhadap badai angin siklon ataupun banjir rob adalah tidak cocok untuk lahan garam produksi. Sedangkan hasil survei berhasil mengidentifikasi bahwa kawasan lokasi kajian di Sumba timur adalah jauh dari muara sungai yang dapat menyebabkan banjir Ketinggian lokasi aman dari pengaruh pasang maupun limpasan air laut akibat badai dari laut. Kondisi porositas tanah di Sumba Timur, berdasarkan data BAPPENAS (2010) adalah berkisar ~0.3 – 0.4 yang diartikan kondisi tanah tersebut dapat sangat cepat menyerap air. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil survei Anggoro dkk (2012) yang menunjukkan kondisi tanah yang berpasir (lihat Gambar 14). Kondisi tanah tersebut memungkinkan atau tidak menghalangi proses evaporasi ke atmosfer oleh sinar matahari. Menurut panduan UNIDO (Mannar, 1982), komposisi tanah berpasir adalah sangat cocok. Jika terlalu banyak lempung akan mengotori garam pada saat musim penghujan dan menyusahkan dalam pemanenan. Jika terlalu berlanau akan menyebabkan pecahnya ladang/ meja tambak pada saat musim kemarau. Bilamana 339 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 kondisi tanah berlempung dan/atau berlanau sebaiknya direkayasa dicampur dengan pasir halus untuk meningkatkan ketahanan terhadap musim penghujan dan kemarau. Persentase komposisi tanah adalah 40% berupa pasir halus; 60% campuran lempung dan lanau, dimana persentasi lempung lebih banyak daripada lanau. Kondisi Infrastruktur Menurut panduan UNIDO (Mannar, 1982) lahan produksi garam harus berlokasi dekat dengan pasar atau pelabuhan transportasi atau stasiun kereta untuk memudahkan pemasaran dalam kuantitas yang besar. Hasil survei menunjukkan bahwa saat ini di kawasan lokasi penelitian sedang dibangun pelabuhan khusus peti kemas, yang kemungkinan dapat diproyeksikan akan memudah pemasaran garam apabila dibangun lahan produksi garam di Sumba Timur. Kota kecamatan Baing adalah yang terdekat dari lokasi kajian, sehingga dengan demikian disinyalir dapat memudahkan dalam mendapatkan tenaga pekerja (dapat berasal dari luar Pulau Sumba). Saat ini jaringan listrik sudah ada tersedia, sedangkan air bersih dapat menggunakan sumur air dalam. Rekomendasi Berdasarkan pembahasan terhadap hasil diatas, dilakukan resume berupa matriks analisis kesesuaian lahan seperti pada Tabel 1. Secara umum, hampir seluruh parameter geomorfologi, oseanografi dan meteorologi di Sumba Timur memenuhi prasyarat teknis untuk pembukaan lahan produksi garam. Terdapat parameter kondisi sifat fisik tanah yang sedikit kurang memenuhi syarat, yakni tanah berupa pasir, tetapi hal tersebut dapat ditanggulangi dengan melakukan perekayasaan lahan garam dengan merestorasi tingkat porositasnya menggunakan campuran tanah liat, ataupun menutupnya dengan plastik. Untuk kelembaban udara sedikit kurang memenuhi syarat, yakni sedikit lebih tinggi yang kemungkinan diakibatkan oleh penyinaran matahari yang cukup tinggi dan menyebabkan evaporasi yang tinggi di Laut Sumba Timur dan Laut Sawu. Akan tetapi hal tersebut akan dapat diimbangi oleh kondisi tiupan angin dari arah tenggara pada dari daratan Australia cenderung kemudian menyebabkan udara menjadi lebih kering dimulai dari bulan Mei dan berakhir di sekitar Oktober. Sehingga dapat direkomendasikan untuk melakukan produksi garam pada periode bulan Mei hingga Oktober tersebut. Tabel 1. Resume hasil analisis kesesuaian lahan untuk Ladang Garam di Sumba Timur berdasarkan Buku Panduan Pengembangan Usaha Terpadu Garam dan Artemia – Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati (PRWLSDNHL) 2006. No Parameter Prasyarat Teknis Hasil Analisis Data Analisis Kesesuaian 1 Landai 0.03 2 Topografi / Kemiringan Lahan Porositas tanah Permeabilitas rendah & tanah tidak mudah retak Pasir 3 Evaporasi Tinggi 4 Kecepatan angin > 5 m/detik Landai. Memenuhi Syarat Yang dibutuhkan Permeabilitas tinggi Tinggi. Memenuhi Syarat Memenuhi 340 rerata: 2,073.6 mm/tahun ~5.4 – 14.56 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik No Parameter Tahun 2013 Prasyarat Teknis O 5 Suhu Udara >32 C 6 Penyinaran matahari Kelembaban Udara 100% 7 8 Curah hujan 9 Jumlah Hari Hujan Salinitas untuk bahan baku awal 10 < 50% Rendah (antara 1000 1300 mm/tahun atau 100 mm/bulan) Hasil Analisis Data Analisis Kesesuaian m/detik kisaran: 21 – 30 O C; rerata: ~27 C/tahun (normal/La Nina) ~355 -360 watt/m2 Syarat Memenuhi Syarat kisaran: 55~100%; rerata: 79.5%/tahun (normal), 82.5% / tahun (La Nina) Mei- Okt <100 mm Kurang Kurang di Mei-Okt 30- 35 PSU ~31.2 – 34.50 PSU Memenuhi Syarat Kurang Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat KESIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap data pengukuran di lokasi kajian dan data NCEP reanalys, menyimpulkan bahwa Pesisir Sumba Timur kondisi geomorfologi, oseanografi dan meteorologinya adalah memenuhi prasyarat teknis untuk dibukanya suatau lahan produksi garam. Sedangkan periode yang direkomendasikan sebagai periode untuk produksi garam adalah sekitar Mei hingga Oktober. PERSANTUNAN Survei pengukuran di pesisir Sumba Timur dibiayai oleh DIPA APBN P3SDLP TA 2012 dan diakomodir/didampingi oleh PT. Cipta Surya Industri. Terimakasih diucapkan kepada Wahyu Hidayat, Benny Lau, Renata dan Ahmad Irham yang membantu secara teknis survei di Sumba Timur. Pengumpulan data time series, pengolahan dan analisa keseluruhan data dilakukan di Laboratorium Data Laut dan Pesisir P3SDLP, dibiayai dengan DIPA APBN P3SDP Tahun Anggaran 2012 dan 2013. 341 Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik Tahun 2013 DAFTAR PUSTAKA Anggoro, R., W. Hidayat, W. Pranowo, 2012. Laporan Survei Oseanografi dan Meteorologi Pesisir Sumba Timur, Lab. Data Laut dan Pesisir, P3SDLP. BAPPENAS, 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR): Sektor Sumber Daya Air, Direktorat Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, halaman 104. Boyer, T.P., J.I. Antonov, O.K. Baranova, H.E. Garcia, D.R. Johnson, R.A. Locarnini, A. v. Mishonov, T. D. O‘Brien, D. Seidov, I. V. Smolyar, M. M. Zweng., 2009. World Ocean Database 2009. Levitus, S. (ed.), National Oceanographic Data Center, Ocean Climate Laboratory, NOAA, pp. 217,DVDs. Egbert, G.D. & S. Y. Erofeeva, 2002, Efficient Inverse Modeling of Barotropic Ocean Tides, J. Atmos. Oceanic Technol., 19(2): 183-204. GEBCO, 2008, The General Bathymetric Chart of the Oceans, http://www.gebco.net. Diakses pada 01 Juni 2013. Kalnay et al., 1996. The NCEP/NCAR 40-year Reanalysisi Project, Bull. Am. Met. Soc., 77(3), 437-471. Mannar, M.G.V., 1982. Guidelines for the establishment of solar salt facilities from seawater, underground brines & salted lakes. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), 105 pages. Reynolds, R.W., 1988. A Real-Time Global Sea Surface Temperature Analysis. J. Climate Vol. 1, p. 75-86. PRWLSDNHL, 2005., Pengembangan Informasi Cuaca dan Iklim untuk Tambak Garam, Laporan Akhir., Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan. PRWLSDNHL, 2006, Pengembangan Usaha Terpadu Garam dan Artemia., Buku Panduan., Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan. P3SDLP, 2012. Buku Panduan Pengembangan Usaha Terpadu Garam dan Artemia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan. 342 Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Jl. Pasir Putih 1 Ancol Timur Jakarta Utara