BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Definisi Produktivitas Istilah atau kata “Productivity”, muncul sekitar tahun 1766 dalam artikel seorang ekonom Perancis, Francois Quesnay (1694-1776) berjudul The School of Physiocrats. Dalam tulisan Quesnay berjudul Historical Viewpoint of Economic Theories, penemu teori ekonomi ini mengajukan suatu teori produktivitas pada pertengahan abad ke-18. Teorinya melihat tanah dan pertanian sebagai sumber dari kekayaan yang sebenarnya. Sedangkan produktivitas sebagai konsep dengan output dan input sebagai elemen utama, pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo. Adam Smith (1723-1790), penulis The Wealth of Nations, menganalisa hubungan antara tenaga kerja dengan pembagian pekerjaan. Adam Smith mengusulkan suatu konsep produktivitas yang dapat diterapkan dalam dunia modern. Karl Marx (1819-1883), penemu teori Scientific Socialism, mengkritik teori nilai pekerja (labor values) dari Adam Smith serta membahas masalah produktivitas di antara faktor peralatan, fasilitas, dan tenaga kerja di dalam industri manufaktur. Secara umum produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari penggunaan sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Sedangkan ukuran produktivitas pada umumnya adalah rasio yang berhubungan dengan keluaran (barang dan jasa) 9 terhadap satu atau lebih dari masukan (tenaga kerja, modal, energi, dan sebagainya), yang menghasilkan keluaran tersebut. Secara lebih spesifik, produktivitas adalah volume barang atau jasa yang sebenarnya dihasilkan secara fisik, dibagi dengan volume masukan yang sebenarnya, secara fisik pula. Pada tahun 1979, Sumanth mendefinisikan produktivitas total sebagai perbandingan antara semua tangible output (output nyata) dengan semua tangible input (input nyata). Ukuran keberhasilan produktivitas dipandang dari dua sisi yaitu sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam memproduksi output (barang dan/atau jasa). Menurut Mali (1978), produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi, performansi kualitas, hasil-hasil, merupakan komponen dari usaha produktivitas. David J. Sumanth (1984), Dalam pengukuran produktivitas, model pengukuran produktivitas yang paling sederhana adalah pendekatan rasio output/input. Pengukuran produktivitas berdasarkan pendekatan rasio output/input akan mampu menghasilkan tiga jenis ukuran produktivitas, yaitu: a. Produktivitas parsial Produktivitas parsial sering disebut juga sebagai produktivitas faktor tunggal (single-factor productivity) merupakan rasio dari output terhadap salah satu jenis input. Sebagai contoh, produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input tenaga kerja yang diukur berdasarkan rasio output terhadap input tenaga kerja. Produktivitas 10 modal diukur berdasarkan rasio output terhadap input modal. Produktivitas material diukur berdasarkan rasio output terhadap input material. Produktivitas energi diukur berdasarkan rasio output terhadap input energi. b. Produktivitas faktor-total Produktivitas faktor-total merupakan rasio dari output bersih terhadap banyaknya input modal dan tenaga kerja yang digunakan. Output bersih (net output) adalah output total dikurangi dengan barang-barang dan jasa antara yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan definisi di atas, jenis input yang dipergunakan dalam pengukuran produktivitas faktor-total hanya faktor tenaga kerja dan modal. c. Produktivitas total Produktivitas total merupakan rasio dari output total terhadap input total (semua input yang digunakan dalam proses produksi). Berdasarkan definisi ini tampak bahwa ukuran produktivitas total merefleksikan dampak penggunaan semua input secara bersamaan dalam memproduksi output. Ketiga pengukuran di atas dapat menggunakan satuan fisik dari output dan input (ukuran berat, panjang, isi, dan lain-lain), atau satuan moneter dari output dan input (dollar, rupiah, dan lain-lain). Dalam hal ini produktivitas harus didefinisikan sebagai rasio antara efektivitas pencapaian tujuan pada tingkat kualitas tertentu (output) dan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya (input). Indikator-indikator pengukuran produktivitas dalam sistem industri masih berada dalam tahap pengembangan, sehingga setiap jenis industri biasanya menentukan 11 indikator-indikator yang sesuai dengan proses kerja dalam perbaikan produktivitas dari industri itu. Setiap industri harus menetapkan secara formal sistem pengukuran produktivitas sebelum melangkah lebih jauh ke tahap evaluasi, perencanaan, dan peningkatan produktivitas dari sistem industri. Untuk menjamin efektivitas keberhasilan program peningkatan produktivitas, maka pemilihan indikator-indikator pengukuran produktivitas harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari sistem industri yang ada dengan mengacu pada kebutuhan langsung yang berkaitan dengan tujuan perbaikan produktivitas itu. Dengan demikian, sebelum melakukan pengukuran produktivitas pada sistem apa saja, terlebih dahulu harus dirumuskan secara jelas output apa yang diharapkan dari sistem itu dan sumber-sumber daya (input) apa saja yang akan dipergunakan dalam proses sistem tersebut untuk menghasilkan output itu. Dengan demikian pengukuran produktivitas harus mampu mencerminkan performansi dari sistem itu berkaitan dengan transformasi nilai tambah dari input menjadi output. Dari output yang dihasilkan dan input yang dimanfaatkan nantinya akan dilihat apakah dengan permintaan yang tinggi, produktivitas mengalami peningkatan atau tidak. Tinggi rendahnya suatu produktivitas berkaitan erat dengan efisiensi dari sumber-sumber daya (input) dalam menghasilkan suatu produk atau jasa (output). Secara sektoral maupun nasional, produktivitas tenaga kerja menunjukkan kegunaannya dalam membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi factor-faktor yang mempengaruhi 12 distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekonomi. Pengukuran produktivitas terutama digunakan untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, manfaat lainnya adalah untuk menentukan target, dan kegunaan praktisnya sebagai patokan dalam pembayaran upah tenaga kerja. Kriteria yang dipakai untuk melakukan suatu pengukuran produktivitas kerja lebih mudah dilakukan apabila diketahui jenis bidang pekerjaan yang akan diukur produktivitasnya. 2.1.2 Definisi Modal Manusia Menurut Romer (1991), modal manusia merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi. Karena modal manusia memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi, maka implikasinya pendidikan juga memiliki hubungan positif dengan produktivitas atau pertumbuhan ekonomi. Efek limpahan ilmu pengetahuan adalah kondisi peningkatan produktivitas dalam suatu konsentrasi spasial industri sebagai akibat adanya transfer ilmu pengetahuan dan tekhnologi dari perusahaan lain disekitarnya. Efek 13 ini dapat terjadi dalam bentuk eksternalitas modal manusia, atau disebut juga sebagai efek limpahan modal manusia. Efek limpahan ilmu pengetahuan dapat terjadi dalam bentuk efek limpahan modal manusia. Karena itu ilmu pengetahuan dapat melimpah, baik melalui interaksi formal maupun non-formal antar pekerja akibat kedekatan secara geografis. Keberadaan akumulasi ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seluruh modal manusia dalam suatu area mengakibatkan efek eksternal terhadap peningkatan produktivitas. Menurut Dr.Nazili Shaleh Ahmad (1982:4)., “Pendidikan itu merupakan kegiatan proses belajar mengajar yang sistem pendidikannya senantiasa berbeda dan berubah-ubah, dari masyarakat yang satu kepada masyarakat yang lain”. Pendapat lain tentang pengertian pendidikan dikemukakan oleh John S. Brubacher yang dikutip Sumitro (1998:17) menyatakan bahwa; “Pendidikan adalah proses dalam mana potensi-potensi, kemampuan-kemampuan, kapasitaskapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, dan digunakan oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan”. Pengertian pendidikan bila dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja menurut Umar Tirtarahardja dan La Sulo (1994:37), “Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja”. Sebagaimana dikemukakan oleh Soedarmayanti (2001:32) bahwa melalaui pendidikan, seseorang dipersiapkan 14 untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari. Menurut Azwani Kartoyo (1992,7) pada hakekatnya pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Secara ekonomi pendidikan merupakan suatu usaha investasi di dalam modal manusia. Dikatakan demikian karena investasi adalah konsumsi yang ditandai waktunya tapi tidak untuk masa lain akan tetapi untuk masa yang akan datang konsumsi tersebut dapat dirasakan. Model teoritis dalam berbagai literature pertumbuhan endogen menyatakan bahwa, suatu inovasi memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dalam jangka panjang (sustained long-run economic growth) melalui efek yang menyebar antar industri (Romer, 1986; Grossmann dan Helpman, 1990). Dengan adanya efek limpahan, fungsi produksi agregat dengan tingkat pengembalian konstan atau menurun (constant or decreasing return to scale) berubah naik (increasing return to scale), sehingga mengakibatkan terjadinya pertumbuhan berkesinambungan jangka panjang (Romer, 1986, Raut dan Srinivasan, 1993). Peran modal manusia dalam kasus ini sangat penting, karena yang melakukan interaksi tersebut adalah sumberdaya manusia yang bekerja. Difusi tekhnologi terjadi dalam bentuk peningkatan tingkat modal manusia yang bekerja. 15 2.1.3 Definisi Upah Pengertian upah menurut produsen adalah merupakan biaya yang harus dibayar kepada pekerja yang diperhitungkan dalam biaya total. Sedangkan menurut pekerja upah diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh dari penghasilan penggunaan tenaganya kepada produsen. Dari upah tersebut mungkin masih bisa dipotong pajak penghasilan atau iuran dana pensiun atau kewajiban lain. Setelah pengurangan tersebut, pekerja akan menerima upah netto atau yang disebut take home pay. Upah merupakan unsur terpenting yang berpengaruh terhadap kehidupan pekerja karena upah menjadi sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya baik berupa sandang, pangan, perumahan maupun kebutuhan lain. Upah merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja atas jasa yang diberikan dalam proses memproduksi barang atau jasa. Upah merupakan hal terpenting bagi tenaga kerja dan para pelaku ekonomi. Tenaga kerja dapat hidup layak apabila mendapat upah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi negara seperti Indonesia yang memiliki karakteristik pasar tenaga kerja yang tidak seimbang, dalam arti supply lebih tinggi daripada demand, upah tenaga kerja terutama bagi tenaga kerja yang memiliki pendidikan dan keterampilan rendah cenderung tertekan sedangkan bagi tenaga kerja yang memiliki pendidikan dan keterampilan tinggi justru cenderung ke arah yang sebaliknya. Dalam suatu industri, untuk mencapai taraf efisien dan hasil 16 pengembangan sumber daya yang tinggi, tenaga kerja diberi kesempatan mengembangkan kecakapan mereka agar dapat mengaktualisasikan dirinya pada pekerjaan yang diembannya. 2.1.4 Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah salah satu ukuran yang secara tidak langsung digunakan untuk melihat besarnya keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan oleh suatu pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat pemerintahan di daerah. Banyak pendapat mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi atau lebih tepat pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan pembangunan ekonomi akan terjamin adanya peningkatan produktivitas dan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Konsep pembangunan manusia menurut United Nations Development Program (UNDP, 1990) adalah melihat keterlibatan atau partisipasi aktif penduduk dalam pembangunan, mulai dari sejak perumusan, penentuan kebijakan hingga evaluasi, sehingga disebut sebagai pembangunan yang berpusat pada penduduk (people centered development): oleh, tentang dan untuk penduduk. Secara harfiah “people centered development” dijabarkan sebagai berikut : - Oleh Penduduk ; berupa upaya untuk memperkuat (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses pembangunan. - Tentang Penduduk ; berupa investasi di bidang pendidikan, 17 kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. - Untuk Penduduk ; berupa penciptaan peluang kerja. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa di negara-negara maju memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang. Meskipun demikian hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia tidak bersifat otomatis. Ada beberapa negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tetapi tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang memadai. Sebaliknya, banyak pula negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sedang tetapi terbukti dapat meningkatkan kinerja pembangunan manusia secara mengesankan. Kondisi empiris yang demikian tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana yang sangat fundamental bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Pada proses penyelenggaraan pembangunan itu sendiri tentunya dapat juga ditinjau hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia melalui dua arah : Arah pertama melalui suatu kebijakan dan pengeluaran pemerintahan. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk sub sector sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran tersebut merupakan indikasi pemerintah terhadap kepedulian pembangunan manusia. 18 besarnya komitmen Arah kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya, biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara kedua variabel tersebut berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Kondisi proses pembangunan seperti tersebut di atas, pada dasarnya menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia. Selanjutnya, bagaimana pembangunan manusia mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pembangunan kemampuan dasar dan keterampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha, dan manager. Pada hakekatnya, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi, kegiatan riset dan pengembangan teknologi yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Pada gilirannya hal ini akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Seberapa besar kemajuan pembangunan ini akan selalu berdampak terhadap manusia. Pembahasan jenis ukuran pembangunan manusia tentunya akan disajikan secara mendalam dalam suatu ukuran statistik yang disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia. 2.2 Kerangka Berfikir 2.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Produktivitas Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas. 19 Teori ini mendominasi literatur pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang dunia kedua sampai pada tahun 70-an. Schultz (1963) menyatakan bahwa meningkatkan pendidikan tenaga kerja terbukti mampu menjelaskan bagian yang sangat besar dari pertumbuhan output di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Jumlah penelitian mengungkapkan bahwa adanya hubungan yang positif di antara pendidikan dan produktivitas. Pendidikan ditunjukan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan. Tenaga kerja yang ahli dan terampil cenderung mempunyai produktivitas lebih tinggi serta memiliki sikap atau perilaku dan moral yang relatif lebih baik. Untuk mendukung produktivitas, pendidikan menciptakan tenaga kerja yang dinamis, kreatif, inovatif dan mempunyai gairah kerja yang tinggi dan produktivitas yang cenderung meningkat. Modal fisik, tenaga kerja dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Semakin besar jumlah tenaga kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Di negara berkembang dan terbelakang, laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi daripada di negara maju. Meski demikian, pada umumnya, tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di negara maju. Kedua faktor selain tenaga kerja, sangat berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan Prof ekonomi dari Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan rentang waktu 20 1948-79 misalnya menunjukkan bahwa 46% pertumbuhan ekonomi adalah disebabkan pembentukan modal (capital formation), 31% disebabkan pertumbuhan tenaga kerja dan modal manusia serta 24% disebabkan kemajuan teknologi. Faktor teknologi dan modal fisik tidak independen dari faktor modal manusia. Suatu bangsa dapat mewujudkan kemajuan teknologi, termasuk ilmu pengetahuan dan manajemen, serta modal fisik seperti bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya jika negara tersebut memiliki modal manusia yang kuat dan berkualitas. Bila demikian, secara tidak langsung kontribusi faktor modal manusia dalam pertumbuhan penduduk seharusnya lebih tinggi dari angka 31%. Perhatian terhadap faktor modal manusia menjadi sentral akhir-akhir ini berkaitan dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan. Para ahli di bidang tersebut umumnya sepakat pada satu hal yakni modal manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting dari pada faktor teknologi, dalam memacu produktivitas tenaga kerja. Modal manusia tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi kualitas. Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan hal ini seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik. 21 Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. Ini adalah anggapan umum, yang secara teoritis akan diuraikan lebih detail. Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi. Modal manusia yang berkualitas akan memastikan kelangsungan pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Pertumbuhan yang tinggi akan meningkatkan pendapatan penduduk dan seterusnya taraf hidup, akhirnya menjamin keselamatan sosial masyarakat, meningkatkan tahap kesehatan, keharmonian serta kesejahteraan yang berkelanjutan yang akan dapat melangsungkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia masing-masing daerah hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antardaerah. 22 Keuntungan dari modal manusia tentu memiliki pengaruh yang luas dalam perekonomian, khususnya bagaimana kontribusi modal manusia dalam mendororong produktivitas, serta mengembangkan adaptibility dan efisiensi alokasi. 2.2.2 Hubungan Upah Terhadap Produktivitas Upah diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha (Sadono Sukirno, 2002:350). Di dalam teori mikro ekonomi tidak dibedakan antara pembayaran atas jasa-jasa pekerja tetap atau professional dengan pembayaran atas jasa-jasa pekerja kasar atau tidak tetap. Teori ekonomi mengartikan kedua jenis pendapatan kerja (pembayaran kepada pekerja) tersebut dengan upah. Upah yang diterima oleh seseorang pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan kepada seseorang untuk memproduksi barang tertentu, berarti pada dasarnya upah yang diberikan atau didapatkan haruslah berpengaruh terhadap produktivitas dari pada tenaga kerja tersebut. Dalam hal ini upah dapat ditentukan menurut satuan waktu dan hasil. Berdasarkan satuan waktu (time rates) dapat ditentukan upah per jasa, per hari, per minggu, atau per bulan. Berdasarkan satuan hasil, upah ditentukan oleh prodeuksi yang dihasilkan. 23 Upah S2 S1 W2 E2 W1 E1 D1 L2 Tenaga Kerja L1 Grafik 2.1 Kurva penawaran dan permintaan tenaga kerja Dari kurva di atas penawaran upah akan meningkat dari w1 ke w2 ketika permintaan tenaga kerja menurun sebesar L1 ke L2. Dengan tercapainya keseimbangan yang baru yaitu E2 dimana tingkat upah meningkat maka tenaga kerja dituntut atau terdorong untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. Di jangka panjang sejumlah tertentu upah pekerja akan mempunyai kemampuan yang semakin sedikit di dalam memberi barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan. Keadaan seperti itu timbul dari kenaikan harga-harga barang dan jasa tersebut yang selalu berlaku dari waktu ke waktu. Adanya kenaikan harga-harga akan menurunkan daya beli dari sejumlah tertentu pendapatan. Peningkatkan upah yang layak akan dapat memberikan kontribusi pada produktivitas tenaga kerja melalui : 24 a) Peningkatan gizi yang berkelanjutan dengan tingginya daya tahan tubuh terhadap penyakit, pada akhirnya berdampak pada sikap hidup yang memiliki motivasi hidup yang tinggi. b) Peningkatan dalam pendidikan, keterampilan dan keahlian akan berlanjut dengan produktivitas kerja yang tinggi dan akhirnya akan berpengaruh pada pendapatan. 2.2.3 Hubungan IPM Terhadap Produktivitas Menurut United Nations Development Program (UNDP, 1966) hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik. Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia dan sebaliknya. Di satu sisi pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan sisi lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga perlu didukung oleh pembangunan manusia ( SDM ) yang memadai pula. Pertumbuhan ekonomi tidak semata mata ditentukan oleh akumulasi investasi kapital tetapi tidak kalah pentingnya juga investasi manusia. Investasi kapital dan investasi manusia relevan sebagai faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Selain itu pembangunan modal manusia diyakini tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan, namun juga berperan sentral mempengaruhi distribusi pendapatan di suatu perekonomian. Logika ini jugalah yang mendorong strategi pengentasan kemiskinan yang bersentral pada pentingnya pembangunan modal manusia (human capital). 25 Dalam pembahasan Indeks Pembangunan Manusia yang dilakukan oleh BPS (2006), peningkatan produktivitas tenaga kerja, tidak selamanya tingkat pendidikan dari tenaga kerja tersebut harus selalu berpengaruh terhadap output yang dihasilkannya, di tahun 2006 para pelaku ekonomi pada sektor industri di Provinsi Jawa Barat terbukti lebih mengandalkan tenaga kerja yang memiliki modal keterampilan dan keahlian khusus di bidang yang di kuasainya sehingga banyak dari tenaga kerja tersebut terserap untuk sektor industri. 2.3 Penelitian Sebelumnya Melihat dari latar belakang permasalahan serta tinjauan teori yang diambil, maka penulis dalam menyusun penelitiannya diperlukan beberapa penelitianpenelitian sebelumnya yang diperlukan sebagai acuan dalam penyelesaian penelitian ini. Adapun penelitian tersebut : 2.3.1 Menurut Sonny Harry B Harmadi dan Ardhi Santoso HM dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efek Limpahan Modal Manusia Terhadap Produktivitas Industri Manufaktur”. LnY 0.181LnA 0.053LnH 0.188LnL 0.075LnK Hasil estimasi data panel menunjukan bahwa di bawah asumsi cateris paribus, kenaikan 1 (satu) persen pertumbuhan proporsi jumlah pekerja industry minimal lulusan sarjana muda yang ada di dalam kota, mengakibatkan kenaikan pertumbuhan output industry sebesar 0,181 persen secara signifikan. Produktivitas industry akan lebih tinggi bila industry tersebut berada di dalam sebuah kota yang 26 memiliki tingkat modal manusia tinggi dibandingkan dengan bila berada di kota dengan tingkat modal manusia yang rendah akibat adanya efek limpahan modal manusia. Kedekatan lokasi secara geografis mengakibatkan biaya interaksi antar pekerja industry akan lebih murah, sehingga akan mendorong terjadinya suatu transfer tekhnologi modern dan inovasi tekhnologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas industry. 2.3.2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aan Julia dan Bambang Tri Purusandi dalam jurnal ekonomi Vol. I No. I September 2003:65-67 yang berjudul Pengaruh Tingkat Upah Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Industri Tekstil di Jawa Barat. Pengaruh tingkat upah riil tenaga kerja terhadap produktivitas tenaga kerja di industry tekstil di jawa Barat sebagai berikut : P = -16.68 + 0.006580 WP (-3.633) (4.194) R2 = 0.687 DW = 1.086 Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa tingkat upah riil berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat produktivitas tenaga kerja di industry tekstil Jawa Barat. 27 Apabila tingkat upah riil naik sebesar 1000 rupiah, maka produktivitas tenaga kerja akan naik sebesar 6.6, sehingga kenaikan upah tersebut mampu mendorong tenaga kerja untuk menghasilkan tambahan output sebesar 6.6 rupiah. 2.3.3 Menurut Heri Aristianto (2007:57), dalam penelitiannya yang berjudul Investasi dan tingkat pendidikan tenaga kerja terhadap PDB sector pertanian di Indonesia periode 1990-2004. LnPDBP 7.900 0.023LnPMDN 0.0048LnPMA 0.023LnSD 0.044LnSLTP 0.114LnSLTA 0.161LnPT 0.057Dummy Berdasarkan hasil estimasi ternyata jumlah tenaga kerja lulusan setelah sekolah tingkat atas memberikan dampak yang kuat dan positif terhadap PDB sector pertanian. Adapun nilai koefisien regresinya adalah sebesar 0.114. artinya jika jumlah tenaga kerja lulusan SLTA naik sebesar 1 persen, maka PDB sector pertanian naik sebesar 0.114 persen dengan asumsi variable bebaslainnya konstan. 2.3.4 Menurut Tia Aprilia S (2008:59), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis produktivitas tenaga kerja pada sub sector pertanian di Kabupaten Majalengka periode 1996-2006” LnPr = 29.926 + 0.346 LnW + 2.433 LnQ + 0.698 LnTS Berdasarkan estimasi di atas tingkat upah tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja, namun dilihat dari tanda hubungan positif sebesar 0.346 artinya apabila tingkat upah naik 1% maka perubahan produktivitas tenaga kerja akan naik sebesar 0.346% dengan asumsi variable lainnya konstan. 28 Di lihat dari tingkat pendidikan sebesar 0.698 artinya setiap kenaikan 1% maka produktivitas tenaga kerja naik sebesar 0.698%, maka tingkat pendidikan penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. 2.3.5 Berdasarkan penelitian dari Endy Dwi Tjahjono dan Donni Fajar Anugrah di dalam jurnalnya yang berjudul “Pertumbuhan TFP dan Efisiensi Produksi”, dapat diketahui : Ln Y = LnA + 0.389LnK + 0.615LnL + 0.020 LnH (0.299) (0.007) (0.024) (0.008) Dilihat dari sisi pendidikan ( H ), dapat disimpulkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang positif, setiap kenaikan 1% akan menyebabkan kenaikan sebesar 0.020% produktivitas. Maka tingkat pendidikan dapat dikatakan dignifikan terhadap total faktor produksi. 29