Diktat Pancasila.

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun
II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi
politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya
kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila.
Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi
diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara
Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan
politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila
tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap
kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian
perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara
atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya
untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan
Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan
sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di
Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang
diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila
melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan
kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian dunia
pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan
kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila
secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para
penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta
sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik
Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan
mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya
melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan
rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh:
kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama
sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila
setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme,
Sosialisme.
A. Landasan Pendidikan Pancasila
a.
Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa
Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka
dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat
1
hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda
dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father)
dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip
(sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan
pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di
tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran
berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal
nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri,
atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
b.
Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki
dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual
seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri
yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi
filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama
kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji
karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti
mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.
c.
Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur
dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil
Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3
dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai
kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai
manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah
terdiri atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan
bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali
masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu
memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
2
d.
Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk
secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah
sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan
kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam
realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan
suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan
kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial
budaya, maupun pertahanan keamanan.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk
menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku :
1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME
2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab
3. Mendukung persatuan bangsa
4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan individu/golongan
5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam
masyarakat.
Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan
mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten
dengan cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya
“Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
- berobyek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal
1. Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan
obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu
dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila),
Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila
adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian
Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia
sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia
pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya
3
dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa
lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya,
Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris
non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius
yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka
pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat
obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah
“analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh
karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek
sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode
untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi
historis” serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metodemetode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu
penarikan kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan
utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan
antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling
hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan
Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan
(majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila
Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya
kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun
jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari,
esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya
bersifat universal.
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan
dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik
pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan
oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif
suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal
suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif
suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial
suatu pertanyaan “ apa “
1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan
suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif
berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta
kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
4
2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan
kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga
berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai
sumber segala norma.
3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu
ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan
secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen)
dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab
suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu.
Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu
pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila
(hakekat Pancasila).
Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam
kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi
pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam
aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma
hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek
penyelenggaraan negara.
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis
kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan
normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang
filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya,
makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat
hakikatnya.
D. Beberapa Pengertian Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki
pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa
bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang
harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami
Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun
peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut
Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua
macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima
Syila artinya batu sendi, alas, dasar
5
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki
arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India.
Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan
melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang
berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral
principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina,
berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk
ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama
jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan
Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan
(Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa
pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu
lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon
(berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).
2. Pengertian Pancasila Secara Historis
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan
diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin,
Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia
disebut Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk
Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar
negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata
Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut
dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam
rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh
peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan
Pancasila adalah :
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas
dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima
dasar negara sebagai berikut :
6
1.
2.
3.
4.
5.
Persatuan
Kekeluargaan
Keseimbangan lahir dan bathin
Musyawarah
Keadilan rakyat
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan
dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks
sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri
Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha
Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah
“gotong royong”
.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI
(Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya
termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus
1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara
Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam
upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya,
terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :
a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus
1950)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
7
5. Keadilan Sosial
b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
c. Dalam kalangan masyarakat luas
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah
rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
8
BAB II
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A.
PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, filsafat adalah istilah atau kata yang berasal dari
bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari dua kata yaitu philo,
philos, philein, yang mempunyai arti cinta/ pecinta/ mencintai dan sophia yang
berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran. Jadi secara harafiah
istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau kebenaran yang hakiki.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap
sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari
hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang
mengandung usaha mencari kebijaksanaandan cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 –
496 SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang
menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah bilangan.
Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui
sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal yang
mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan
menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik
pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari
bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan
alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa
diluar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti
proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu
filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu,
dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat
sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti
9
Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman
dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa
Indonesia dimanapun mereka berada.
1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak
terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam dan daya pikir subyek
manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari kebenaran. Berpikir
aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia.
Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang
kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil
pemikiran pemikir (filsuf) merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang
dianut
suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian, telah
tumbuh dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang melembaga sebagai
suatu paham (isme) seperti kapitalisme, komunisme, fasisme dan sebagainya
yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang
tidak terbatas
yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya dapat
dibedakan menjadi :
a. obyek material filsafat : yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup
segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam,
benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak
spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan
lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap objek
material tersebut.
Suatu obyek material tertentu
dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut
pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun cabangcabang filsafat yang pokok adalah :
a..Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis
yang meliputi bidang : ontologi (membicarakan teori sifat dasar dan ragam
10
kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori umum mengenai proses
kenyataan, dan antropologi.
b. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan
atau
kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk memperoleh
pengetahuan.
d. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dapat
mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
tentang baik-buruk
f. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat keindahankejelekan.
2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang
adalah sebagai berikut :
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan
bahwa hakikat
realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi. Semua
realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan) dan
terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas)
yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit
manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia
sadar atas realitas dirinya
dan kesemestaan karena ada akal budi dan
kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati sama sekali tidak
menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan
kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit)
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran diatas
adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis).
Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda
(materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan
akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi.
Oleh karenanya, realitas adalah panduan benda (materi dan jasmaniah)
dengan yang non materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada
11
manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut
aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan
nonmateri.
B.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
1. Pancasila Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan
konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan
negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri
secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka akan kembali pada
dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang
merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa
Indonesia
sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai
sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia.
Hal itu bisa dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses
yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada
dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa
Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya.
Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi tindakan dan
perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah maka dapat
diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang
akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya oleh
para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar apakah negara
Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk pertama kali di lembaga
BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna hidup bagi bangsa Indonesia harus
ditemukan dalam budaya dan peradaban bangsa Indonesia sendiri yang
merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini
dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah
perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahirnya.
12
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan
dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka
menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata
kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat
dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat dan bangsa
lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu kenyataan objektif yang
merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber
nilai utama yaitu :
a. nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi
dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan
ajaran-ajaran agama dalam kitab suci
b. nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari
dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti kesatuan adatistiadat yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.
2. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. suatu kesatuan bagian-bagian
b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama
(tujuan sistem)
e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendirisendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan adalah suatu
kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
3. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis
13
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri
terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya
tidak saling bertentangan.
Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara
filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung
dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang
memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individumahluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk
Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang
bersifat organis harmonis.
4. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramidal.
Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis
yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal
urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila
Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari silasila sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan
yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan
suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada
landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu,
hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia.
Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus
sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai
dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila
keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat;
dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal
adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai
sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
14
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan
serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan
Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal,
hirarkhis
piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal itu
dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan
kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila
lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling
mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
FILSAFAT
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan,
yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya
sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila
Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat
formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila
sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh.
Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat
Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan
mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan
menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian,
filsafat Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan
saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.
1. Aspek Ontologis
15
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki
hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan),
sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika
dan kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila
adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis.
Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan
pada hakikatnya adalah manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks
negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).
2. Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal,
syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia
sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana
manusia mengetahui bahwa ia tahu
atau mengetahui bahwa sesuatu itu
pengetahuan menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah
bidang/cabang yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan,
sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika,
matematika dan teori ilmu.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu
sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai
dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah
menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system)
sehingga telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu : 1.
logos (rasionalitas atau penalaran), 2. pathos (penghayatan), dan 3. ethos
(kesusilaan).
3. Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki :
16
a.
tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b.
ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan,
c.
sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia
sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan
penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan
(menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani
jasmani manusia.
Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna
nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk
estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa
yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga
sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah
diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya,
sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang
dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
D. NILAI-NILAI
PANCASILA
MENJADI
DASAR
DAN
ARAH
KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN
Pandangan mengenai hubungan antara manusia dan masyarakat
merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi corak dan warna bagi
kehidupan masyarakat. Pancasila memandang bahwa kebahagiaan
manusia
akan tercapai jika ditumbuh-kembangkan hubungan yang serasi antara manusia
dengan masyarakat serta hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung
beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan
kewajiban antar hubungan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai
penjelmaan dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungannya
dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan-Nya, sedangkan hak-hak
yang diterima manusia adalah rahmat yang tidak terhingga yang diberikan dan
pembalasan amal perbuatan di akhirat nanti.
2. Hubungan Horisontal
17
Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya
sebagai warga masyarakat, warga bangsa maupun warga negara. Hubungan itu
melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.
3. Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,
tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya. Seluruh alam dengan
segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia. Manusia berkewajiban untuk
melestarikan karena alam mengalami penyusutan sedangkan manusia terus
bertambah. Oleh karena itu, memelihara kelestrian alam merupakan kewajiban
manusia, sedangkan hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga
banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah Pancasila
memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah
asasi filsafat tentang negara Indonesia.
18
BAB III
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
A. PENGANTAR
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan.
Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya
akan memberikan
pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma
hukum, norma moral maupun norma kenegaran lainnya. Di samping itu,
terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional,
sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah
suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis
atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan
dalam norma-norma yang kemudian menjadi
pedoman. Norma-norma itu
meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu
tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam
pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber
hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan
merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma.
PENGERTIAN ETIKA
19
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua
kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai
ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia.
2. Etika
Khusus,
membahas
prinsip-prinsip tersebut
di atas
dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai
individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial)
B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka
nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan
lainnya.
Menilai
berarti
menimbang,
suatu
kegiatan
manusia
untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya
diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan
berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan
seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia
sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan
kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna,
memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
(motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan
salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Oleh karena
itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat
dalam kehidupan
20
masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika,
nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang
individu – masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis
memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler
menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya.
Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang
memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni :
jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran,
keindahan dan pengetahuan murni,
4. nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari
yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1.
nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani
manusia,
2. nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3. nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia
yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a. nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal
atau cipta manusia.
b. nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan
manusia
c. nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada
unsur kehendak manusia
d. nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma,
ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan
anjuran atau
larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai
pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada
21
dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan
kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan
norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar
secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak
bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsipprinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan,
kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan
menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal
yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan),
horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya)
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya,
sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur
yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam
perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan,
norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi
karena adanya sanksi.
5. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca
indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah
laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai
memiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar itu bersifat universal karena
menyangkut kenyataan obyektif dari segala sesuatu. Contohnya : hakikat
Tuhan, manusia, atau mahluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan
22
hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa
prima (penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal
dari
kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia maka
nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan
dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia).
Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda ((kuantitas, aksi,
ruang dan waktu) maka nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai norma yang
direalisasikan dalam kehidupan yang praksis, namun nilai yang bersumber dari
kebendaan tidak
boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan
sumber penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi
bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan
dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum
memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila
nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari maka nilai itu akan menjadi norma moral. Namun jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai
instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai
instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai
instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar yang
merupakan penjabaran Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Oleh
karena itu, nilai praksis dijiwai kedua nilai tersebut diatas dan tidak
bertentangan dengannya. Undang-undang organik adalah wujud dari nilai
praksis, dengan kata lain, semua perundang-undangan yang berada di bawah
UUD sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang
seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
23
Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa
dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap
dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai
dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat
kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara
itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali
disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya
tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan
seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan
ajaran moral.
C. PANCASILA SEBAGAI NILAI FUNDAMENTAL BAGI BANGSA
DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang bersifat
sistematis. Oleh karena itu sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam
pengertian itu maka Pancasila
merupakan suatu sistem filsafat sehingga kelima silanya memiliki esensi makna
yang utuh.
Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila sebagai
filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan
Keadilan. Titik tolaknya pandangan itu adalah negara adalah suatu persekutuan
hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
Nilai-nilai obyektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya, hakikatnya,
maknanya yangterdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum,
universal dan abstrak, karena merupakan suatu nilai.
b.Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada
sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain dalam
24
adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan
keagamaan.
c.Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang fundamental
sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam hierarkhi tata tertib hukum Indonesia berkedudukan
sebagai tertib hukum tertinggi dan tidak dapat diubah secara hukum
sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara.
Sebaliknya nilai-nilai subyektif
Pancasila dapat diartikan bahwa
keberadaannya bergantung dan atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Hal
itu dijelaskan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai itu sebagai hasil
pemikiran, penilaian kritik serta hasil refleksi filosofis bangsa
Indonesia.
b. Nilai-nilai Pancasila merupakan
filsafat (pandangan hidup) bangsa
Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai
sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai
kerokhanian
yaitu
nilai-nilai
kebenaran,
keadilan,
kebaikan,
kebijaksanaan, estetis dan religius yang manifestasinya sesuai dengan
budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian
bangsa.
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan, dasar serta
motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain, bahwa nilai-nilai Pancasila
merupakan das sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan
menjadi suatu kenyataan atau das sein.
2. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas
humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa
saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja
dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta
25
sejarah bahwa nilai Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu
kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa.
Dengan kata lain, bahwa Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara
yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau penjabaran
dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan
maupun
perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara
berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah
penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran
ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan
rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara
yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai
berikut.
a. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik
negara (negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan asas
kerohanian negara (Pancasila).
26
b. Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945, yaitu,
”.....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan
kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum
apa pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945
memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang
didalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi
perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam pengertian seperti itulah maka dapat disimpulkan bahwa
Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di samping itu, nilai-nilai
Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan
kenegaraan. Hal itu ditegaskan
dalam pokok pikiran keempat yang
menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar
atas
kemanusiaan
yang
adil
dan
beradab.
Konsekuensinya
dalam
penyelenggaraan kenegaraan antara lain operasional pemerintahan negara,
pembangunan negara, pertahanan-keamanan negara, politik negara serta
pelaksanaan demokrasi negara harus senantiasa berdasarkan pada moral
ketuhanan dan kemanusiaan.
3. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing
silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing
sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila
terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang
tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk
lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila
Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan
menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara
yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan
Yang Maha esa.
27
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan
terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi
manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk
agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya
masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di
dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau
mengingkari adanya Tuhan (atheisme).
b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya
dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang
mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari
nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifatsifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan
dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan
sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan
tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi,
kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna
kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani
manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
Hakikat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea
Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat
penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.
c. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka
ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini
mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh
wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
28
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan
Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan
yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak
sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia
mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya
dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
d. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa
bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di
posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan
rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta
didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah
suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai
keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti,
tat cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam
melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusankeputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus
sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”... maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
29
e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di
segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat
Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan
pengertian sosialistis atau
komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna
pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai
bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
1. Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara
warganya dalam arti pihak
negara dan
negaralah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan,
subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak
dan kewajiaban.
2. Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan
antara warga negara
terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi
keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam negara
3. Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau
dengan lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan
keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan
harmonisasi akan dicapai. Hakikat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ...
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
30
BAB IV
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
A. Pengertian Asal Mula Pancasila
Kemajuan alam pikir manusia sebagai individu maupun kelompok
telah melahirkan persamaan pemikiran dan pemahaman ke arah perbaikan nilainilai hidup manusia itu sendiri. Paham yang mendasar dan konseptual mengenai
cita-cita hidup manusia merupakan hakikat ideologi. Dijadikannya manusia
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa di dunia ternyata membawa dampak
kepada ideologi yang berbeda-beda sesuai dengan pemikiran, budaya, adatistiadat dan nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Indonesia terlahir melalui perjalanan yang sangat panjang mulai dari
masa kerajaan Kutai sampai masa keemasan kerajaan Majapahit serta
munculnya kerajaan-kerajaan Islam. Kemudian mengalami masa penjajahan
Belanda dan Jepang. Kondisi ini telah menimbulkan semangat berbangsa yang
satu, bertanah air satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Semangat ini
akhirnya menjadi latar belakang para pemimpin yang mewakili atas nama
bangsa Indonesia memandang pentingnya dasar filsafat negara sebagai simbol
nasionalisme.
Oleh karena itu secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang
luhur, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, Sidang Panitia
Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta dan di dalamnya
memuat Pancasila untuk pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang
BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI
Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan
kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Kajian pengetahuan proses
terjadinya Pancasila dapat ditinjau dari aspek kausalitasnya dan tinjauan
perspektifnya. Dari aspek kausalitasnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
aspek asal mula langsung dan aspek asal mula tidak langsung.
1. Asal Mula Langsung
31
a. Asal Mula Bahan atau Kausa Materialis adalah bahwa Pancasila bersumber
dari nilai-nilai adat istiadat, budaya dan nilai religius yang ada dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
b. Asal Mula Bentuk atau Kausa Formalis adalah kaitan asal mula bentuk,
rumusan dan nama Pancasila sebagaimana tertuang dalam pembukaan
UUD 1945 yang merupakan pemikiran Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
para anggota BPUPKI.
c. Asal Mula Karya atau Kausa Effisien adalah penetapan Pancasila sebagai
calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah oleh PPKI.
d. Asal Mula Tujuan atau Kausa Finalis adalah tujuan yang diinginkan
BPUPKI, PPKI termasuk di dalamnya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
dari rumusan Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI menjadi Dasar Negara
yang sah.
2. Asal Mula Tak Langsung
Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, masyarakat Indonesia telah
hidup dalam tatanan kehidupan yang penuh dengan :
a. Nilai-nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai
Kerakyatan dan Nilai Keadilan.
b. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang memaknai adat istiadat,
kebudayaan serta nilai religius dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia.
c. Oleh karena itu secara tidak langsung Pancasila merupakan penjelmaan
atau perwujudan Bangsa Indonesia itu sendiri karena apa yang terkandung
dalam Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa
Indonesia seperti yang dilukiskan oleh Ir. Soekarno dalam tulisannya
“Pancasila adalah lima mutiara galian dari ribuan tahun sap-sapnya sejarah
bangsa sendiri”.
3. Bangsa Indonesia Ber-Pancasila dalam Tri Prakara
Dengan nilai adat-istiadat, nilai budaya dan nilai religius yang telah
digali dan diwujudkan dalam rumusan Pancasila yang kemudian disahkan
sebagai dasar negara tersebut pada hakikatnya telah menjadikan bangsa
Indonesia ber-Pancasila dalam tiga prakara atau tiga asas :
a. Asas Kebudayaan
32
Secara yuridis Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam hal
adat- istiadat dan kebudayaan.
b. Asas Religius
Toleransi beragama yang didasarkan pada nilai-nilai religius telah
mengakar kuat dalam sehari-hari kehidupan masyarakat Indonesia.
c. Asas Kenegaraan
Karena Pancasila merupakan Jati Diri bangsa dan disahkan menjadi Dasar
Negara maka secara langsung Pancasila sebagai asas kenegaraan.
B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang
bersama bangsa Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa
kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi warna dan sikap serta pandangan hidup
bangsa Indonesia hingga secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 disahkan menjadi Dasar
Negara Republik Indonesia.
1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur
merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri.
Dan pandangan hidup ini berfungsi sebagai :
A. Kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam
interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
B. Penuntun dan penunjuk arah bagi bangsa Indonesia dalam semua kegiatan
dan aktivitas hidup serta kehidupan disegala bidang.
Oleh karena itu dalam menempatkan Pancasila sebagai pandangan
hidupnya
maka
masyarakat
Indonesia
yang
ber-Pancasila
selalu
mengembangkan potensi kemanusiaannya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial dalam rangka mewujudkan kehidupan bersama menuju satu
pandangan hidup bangsa dan satu pandangan hidup Negara yaitu Pancasila.
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara memberikan arti bahwa segala sesuatu
yang berhubungan dengan kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia harus
berdasarkan Pancasila. Juga berarti bahwa semua peraturan yang berlaku di
negara Republik Indonesia harus bersumber pada Pancasila. Atau dengan kata
33
lain, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu semua
tindakan kekuasaan atau kekuatan dalam masyarakat harus berdasarkan
peraturan hukum. Dan hukum pulalah yang berlaku sebagai norma di dalam
negara. Sehingga negara Indonesia harus dibangun menjadi sebuah negara
hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib
hukum maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan
UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran yang
meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, serta hukum positip lainnya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut
:
Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber
hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam
Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar
tertulis maupun tidak tertulis.
Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara termasuk para
penyelenggara partai dan golongan fungsional memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
Pancasila merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, Penelenggara Negara,
Pelaksana Pemerintah termasuk penyelenggara partai dan golongan
fungsional.
3. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
A. Pengertian Ideologi
Berdasarkan etimologinya, Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua kata yaitu Idea berarti raut muka, perawakan, gagasan dan buah
pikiran dan Logia berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau
ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas.
Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide,
keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan
tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti:
1. Bidang
politik,
termasuk
bidang
hukum,
pertahanan
dan
keamanaan.
34
2. Bidang sosial
3. Bidang kebudayaan
4. Bidang keagamaan
Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang
menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan
bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang
antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniaan, pandangan dunia,
pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarisakan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
35
B. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Ideologi
Terbuka
Tertutup
Aspek
Ciri khas
-Nilai-nilai dan cita-cita digali dari
-Nilai-nilai dan cita-cita
kekayaan adat istiadat, budaya dan
dihasilkan dari pemikiran
religius masyarakatnya.
individu atau kelompok
-Menerima reformasi
yang berkuasa dan
masyarakat berkorban demi
ideologinya.
-Menolak reformasi
-Penguasa bertanggung jawab pada
Hubungan Rakyat dan
masyarakat sebagai pengemban
-Masyarakat harus taat
Penguasa
amanah rakyat
kepada ideologi elite
penguasa.
-Totaliter
C. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Menurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis ideologi
dibedakan menjadi dua yaitu ideologi yang bersifat Partikular dan ideologi yang
bersifat Komprehensif.
Ideologi
Partikular
Komprehensif
Aspek
-Nilai-nilai dan Cita-cita
Ciri khas
-Mengakomodasi nilai-
merupakan suatu keyakin ankeyakinan yang tersu sun
secara sistematis dan terkait
nilai dan cita-cita yang
bersifat menyeluruh tanpa
erat dengan kepen tingan kelas
sosial tertentu.
berpihak pada golongan
tertentu atau melakukan
Hubungan Rakyat dan
-Negara Komunis membela
transformasi so sial secara
36
Penguasa
kaum proletar.
besar-besaran me nuju
-Negara liberal membela
kebebasan individu.
bentuk tertentu.
-Negara mengakomodasi
berbagai idealisme yang
berkembang dalam masya rakat
yang bersifat majemuk seperti
Indonesia dengan Ideologi
Pancasila.
Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi
yang ada pada ideologi tersebut yaitu :
ï‚· Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam
ideologi tersebut secara riil hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan
pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya.
ï‚· Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut
mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih
baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
ï‚· Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut
memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa
menghilangkan atau mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai
dasarnya.
Dengan demikian Pancasila memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga
ideologi Pancasila senantiasa hidup, tahan uji dan fleksibel terhadap perubahan
jaman dari masa ke masa.
Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilainilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan bangsa Indonesia
sebagai Pandangan hidup dan kepribadiannya maka menempatkan Pancasila
sebagai ideologi bangsa sekaligus sebagai ideologi negara. Pancasila sebagai
ideologi negara memiliki makna :
ï‚· Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
37
ï‚· Mewujudkan satu azas kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup yang
harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi
penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan semangat
nasionalisme.
Dalam proses Reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun 1998,
kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena
itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi rakyat (Sila keempat)
juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan , Kerakyatan dan Keadilan
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa
ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa
mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan
ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di
dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga
memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah
aktual yang selalu berkembang.
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain
Ideologi erat sekali hubungannya dengan filsafat. Karena filsafat
merupakan dasar dari gagasan yang berupa ideologi. Filsafat memberikan dasar
renungan atas ideologi itu sehingga dapat dijelmakan menjadi suatu gagasan
untuk pedoman bertindak. Dari sudut etimologinya, filsafat berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dua buah kata, yaitu Filos berarti cinta dan Sophia berarti
kebenaran atau kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta akan kebenaran atau
kebijaksanaan. Arti kata inilah yang kemudian dirangkumkan menjadi suatu
makna bahwa filsafat adalah suatu renungan atau pemikiran yang sedalamdalamnya untuk mencari kebenaran.
Karena filsafat itu tersusun dalam suatu keseluruhan, kebulatan dan
sistematis, maka pemikiran filsafat harus berdasarkan kejujuran dalam
penemuan hakikat dari suatu obyek yang menjadi titik sentral pemikiran.
38
Di sini jelas bahwa hubungan ideologi dan filsafat itu sukar dipisahkan.
Ideologi berdiri berdasarkan landasan tertentu yaitu filsafat. Dan masalah
ideologi adalah masalah pilihan. Ketepatannya tergantung kepada jiwa bangsa
itu sendiri. Ideologi yang dianggapnya benar dan sesuai dengan jiwa bangsa,
apa lagi yang telah terbukti tetap dapat bertahan dari segala godaan dan cobaan
dari ideologi lain melalui gerakan-gerakan atau pemberontakan akan
memperkuat keyakinan pentingnya mempertahankan ideologi.
Kemudian permasalahannya adalah bagaimana implementasi ideologi
tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kerangka ini,
ideologi itu tidak saja sesuai dengan filsafat yang mendasarinya, tetapi juga
harus sesuai dengan kepribadiaannya. Individu atau masyarakat akan selalu
mengukur sesuatu dari kepribadiannya sebab eksistensi dirinya adalah
eksistensi pribadinya.
Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu dalam ideologi
Pancasila mengakui atas kebebasan hak-hak masyarakat. Selain itu bahwa
manusia menurut Pancasila memiliki kodrat sebagai makhluk pribadi dan
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Sehingga nilai-nilai Ketuhanan
senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup negara dan masyarakat.
Kebebasan manusia dalam rangka demokrasi tidak melampaui hakikat nilainilai Ketuhanan, bahkan nilai Ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam
ekspresi kebebasan manusia.
Berdasarkan sifatnya ideologi Pancasila bersifat terbuka yang berarti
senantiasa mengantisifasi perkembangan aspirasi rakyat sebagai pendukung
ideologi serta menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Ideologi Pancasila
senantiasa merupakan wahana bagi tercapainya tujuan bangsa.
Negara Pancasila
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tidak mungkin dapat memenuhinya sendiri, oleh karena itu
manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam
hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan
hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam kenyataannya sifat-sifat
39
negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan dan hal ini sangat ditentukan
oleh pemahaman ontologis hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara,
sekaligus sebagai tujuan adanya suatu negara.
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia
memiliki suatu ciri
khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah
dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai tersebut
adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang
kemudian dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang disebut Pancasila.
Dalam upayanya untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
negara, maka bangsa Indonesia mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang
telah dimilikinya yaitu Pancasila.
Berdasarkan ciri khas serta proses dalam rangka membentuk suatu
negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang memiliki suatu
karakteristik, ciri khas dengan keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka
bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang mendasarkan Filsafat
Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta suatu
negara yang bersifat Integralistik. Hakikat serta pengertian sifat-sifat Negara
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Paham Negara Persatuan
Hamparan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dengan
kekayaan adat istiadat, bahasa, budaya dan nilai religiusnya namun secara
keseluruhan merupakan satu kesatuan, maka Negara Indonesia adalah Negara
Persatuan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara
Persatuan Republik yang berkedaulatan rakyat.
Aliran Persatuan Indonesia mempunyai pengertian negara yang
mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi pemahaman
Negara Persatuan dapat dirinci sebagai berikut :
a. Bukan negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana diterapkan di
negara Liberal dimana negara hanya merupakan suatu ikatan individu saja.
b. Bukan negara yang berdasarkan Klass atau Klass Staat
yang hanya
mendasarkan pada satu golongan saja.
c. Negara Persatuan adalah negara yang melindungi seluruh warganya yang
terdiri atas berbagai macam golongan dan paham yang berbeda-beda di
dalamnya, namun walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu sebagaimana
disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951 dan diundangkan tanggal 28
40
Nopember 1951 dan termuat dalam Lembaran Negara No. II Tahun 1951
yaitu dengan lambang Negara dan Bangsa yaitu Burung Garuda Pancasila
dengan seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Hakikat Bhinneka Tunggal Ika menurut Notonegoro:
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu bukannya untuk
dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk
dipersatukan disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara
kebersamaan, Negara Persatuan Indonesia.
Paham Negara Kebangsaan
Menurut Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis
terbentuknya suatu bangsa dalam politik Internasional adalah menempatkan diri
sebagai bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan
dengan melalui tiga fase yaitu :
a.
Jaman kerajaan Sriwijaya
b.
Jaman negara kebangsaan Majapahit
c.
Negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan
kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta
Kemanusiaan
yang
hingga
sekarang
menjadi
Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Manusia membentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi hak
kodratnya yaitu sebagai individu dan makhluk sosial, oleh karena itu deklarasi
Bangsa Indonesia tidak mendasarkan pada deklarasi kemerdekaan individu
tetapi sebuah deklarasi yang menyatakan tuntutan hak kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
Dalam tumbuh dan kembangnya suatu bangsa terdapat berbagai macam
teori besar yang merupakan bahan komparasi bagi para pendiri Negara
Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter
tersendiri. Teori kebangsaan itu adalah sebagai berikut :
a. Teori Hans Kohn
Bangsa terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradapan,
wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan berkembang
dari anasir-anasir serta akar-akar yang terbentuk melalui proses sejarah. Namun
teori kebangsaan yang didasarkan pada ras, bahasa serta unsur lain yang bersifat
primordial tidak mendapatkan tempat dikalangan bangsa-bangsa di dunia.
41
b. Teori Kebangsaan Ernest Renan
Menurut Renan dalam kajian ilmiah tentang bangsa berdasarkan
psikologis etnis pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut :
1.
Bangsa adalah suatu jiwa, suatu azas kerohanian.
2.
Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar.
3.
Bangsa adalah suatu hasil sejarah.
Oleh karena sejarah berkembang terus maka kemudian menurut Renan
bahwa Bangsa bukan sesuatu yang abadi dan wilayah serta ras bukan suatu
penyebab timbulnya bangsa. Wilayah hanya memberikan ruang hidup bangsa,
sedangkan manusia membentuk jiwanya.
Pada akhirnya Renan menyimpulkan bahwa Bangsa adalah suatu jiwa,
suatu asas kerohanian dan menurut Renan ada beberapa faktor yang membentuk
jiwa bangsa yaitu : Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau serta penderitaanpenderitaan bersama yang mengakibatkan pembentukan modal sosial,
persetujuan bersama untuk hidup bersama dan berani untuk memberikan
pengorbanan.
c. Teori Geopolitik oleh Frederich Ratzel
Suatu teori kebangsaan yang menghubungkan antara wilayah geografi
dengan bangsa yang dikembangkan oleh Frederich Ratzel. Menurutnya negara
merupakan suatu organisme yang hidup. Agar bangsa itu hidup subur dan kuat
maka memerlukan suatu ruangan untuk hidup. Negara-negara besar menurutnya
memiliki semangat ekspansi, militerisme serta optimisme. Teori ini di Jerman
mendapat sambutan hangat, namun sisi negatipnya menimbulkan semangat
kebangsaan yang chauvinistis.
d. Negara Kebangsaan Pancasila
Kebhinekaan
adat-istiadat,
budaya,
bahasa
dan
nilai
religius
merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, namun hal itu tidak
mengakhibatkan suatu perbedaan yang harus dipertentangkan, Akan tetapi
keadaan yang beraneka ragam ini merupakan suatu daya penarik kearah suatu
kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesa dan resultan, sehingga
keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.
Sintesa persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam
suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama
yaitu Pancasila. Oleh karena itu prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang
berdasarkan Pancasila adalah bersifat Majemuk Tunggal. Adapun yang
42
membentuk nasionalisme bangsa Indonesia adalah sebagai berikut : kesatuan
sejarah, kesatuan nasib, kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan kesatuan
asas kerohanian.
Paham Negara Integralistik
Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan
paham Integralistik yang menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman
budaya bangsa namun hal itu justru mempersatukan dalam suatu kesatuan
integral yang disebut Negara Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas
kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antar individu
maupun masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak
memihak kepada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak
mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan,
kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas serta selaras. Bila
dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :
a. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
b. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya.
c. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat
yang organis.
d. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa
seluruhnya.
e. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
f.
Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
g. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan
saja.
h. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu
kesatuan integral.
i.
Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang
Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka
43
memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian
inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara
Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan
negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama
adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari
dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah
merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber
pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan
pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama
merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila adalah
sebagai berikut :
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha
Esa.
c. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya
manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil
paksaan bagi siapapun juga.
f.
Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma
hukum positip maupun norma moral baik moral negara maupun moral para
penyelenggara negara.
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat Allah
Yang Maha Esa.
44
Menurut paham Theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan
hubungan yang tidak dapat dipisahkan karena negara menyatu dengan agama
dan pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan
demikian agama menguasai masyarakat politis..
Dalam praktik kenegaraan,
terdapat dua macam pengertian negara
Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi Tidak Langsung.
a. Theokrasi Langsung
Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung
merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak
Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah Perang Dunia II,
rakyat Jepang rela mati berperang demi Kaisarnya, karena menurut
kepercayaannya Kaisar adalah sebagai anak Tuhan. Negara Tibet dimana
pernah terjadi perebutan kekuasaan antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah
sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam negara dunia.
b. Theokrasi Tidak Langsung
Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang
memerintah dalam negara, melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki
otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja memerintah atas kehendak
Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah negara
yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana
tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga
negara untuk memeluk agama
keimanan
dan
ketakwaan
dan menjalankan ibadah sesuai dengan
masing-masing.
Negara
kebangsaan
yang
berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari
hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah
pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.
45
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain
IDEOLOGI
AGAMA
LIBERALISME
KOMUNISME
SOSIALISME
FASISME
PANCASILA
ASPEK
POLITIK HUKUM
- Teokrasi
- Demokrasi liberal
- Demokrasi rakyat
- Kitab suci
seba gai dasar
hukum
- Hukum untuk me
- Berkuasa mutlak
-Dalam politik me
- Hukum untuk me
-Pemaksaan aga ma
mentingkan indi
langgengkan ko
-Masyarakat sama
pin yang dijalan
keadilan dan ke
vidu
munis
dengan negara
kan dengan ke
beradaan indi vidu
kerasan
dan masya rakat
penguasa ter hadap
lindungi individu
satu parpol
- Demokrasi untuk
kolektivitas
-Diutamakan ke
bersamaan
individu
- Tidak setuju de
ngan demokrasi
- Kekuasaan ada
ditangan pemim
-Demokrasi Panca
sila
-Hukum untuk
menjunjung tinggi
- Hukum untuk me
lindungi pemimpin
EKONOMI
- Tergantung pada
pertanian / per
dagangan yang
-Peran negara kecil
-Swasta mendo
minasi
ditentukan oleh
- Kapitalisme
alam dan keadaan
- Monopolisme
alam ditentukan
-Persaingan bebas
- Peran negara
dominan
- Demi kolektivitas
berarti demi negara
- Monopoli negara
-Peran negara ada
- Peran negara ke cil
untuk pemerataan
- Kapitalisme
untuk tidak tidak
-Keadilan distribu tif
- Monopolisme
terjadi monopoli
yang diutama kan
-Peran negara ada
dll yang merugi
kan rakyat
oleh Tuhan
46
IDEOLOGI
AGAMA
LIBERALISME
KOMUNISME
SOSIALISME
FASISME
PANCASILA
ASPEK
AGAMA
- Setiap individu
harus beragama
dan menjalan kan
ibadah aga ma
kepada Tuhan
nya kare na
Tuhan ada lah
- Agama urusan
pribadi
- Bebas beragama
*Bebas memilih
agama
*Bebas tidak
- Agama candu
- Agama harus
masyarakat
mendorong
- Agama harus di
jauhkan dari
masyarakat
- Atheis
beragama
tempat ber
berkembangnya
kebersamaan
- Diutamakan
kebersamaan
- Agama candu
masyarakat
- Agama harus di
- Bebas memilih
salah satu agama
- Agama harus
jauhkan dari ma
menjiwai dalam
syarakat
kehidupan ber-
- Atheis
masyarakat, ber-
-Masyarakat sama
bangsa dan ber-
dengan negara
negara
gantungnya se
mua makhluk.
PANDANGAN
- Kemuliaan indi
TERHADAP INDIVIDU
vidu dan masya
ting dari pada
DAN MASYARAKAT
rakat dinilai dari
masyarakat
tingkat keimanan
- Individu lebih pen
-Masyarakat diab
nya dimata Tuhan
dikan bagi indi
sebagai mana yang
vidu
di amanahkan lewat
Kitab-Nya.
- Individu tidak
penting
- Masyarakat tidak
penting
- Kolektivitas yang
dibentuk negara
lebih penting
- Masyarakat lebih
penting dari pa da
individu
- Individu tidak
penting
- masyarakat tidak
penting
- Sosial budaya di
tentukan oleh pro
paganda pengu
- Individu diakui
keberadaannya
-hubungan indivi du
dan masyara kat
dilandasi 3 S
(selaras, serasi,
seimbang)
asa sehingga da
- Masyarakat ada
ya kritis masya
karena ada indi
rakat menjadi
mundur
vidu
-Individu akan pu
nya arti apabila
hidup di tengah
masyarakat
47
IDEOLOGI
AGAMA
LIBERALISME
KOMUNISME
SOSIALISME
FASISME
PANCASILA
ASPEK
CIRI KHAS
- Negara berdasar
Kitab Suci
-Hukum bersum ber
pada Kitab Suci
- Pemimpin agama
memiliki peran
besar dalam ne
gara sebagai pe
- Penghargaan
- Atheisme
- Kebersamaan
- Rasialisme
- Dogmatis
- Akomodasi
- Diktator
- Demokrasi
- Otoriter
- Jalan tengah
- Totaliterisme
- Negara hukum
- Ingkar HAM
- Menolak dogma tis
- Reaksi terhadap
atas HAM
- Reaksi terhadap
absolutisme
- Imperialisme
- Bebas memilih
salah satu aga ma
- Agama harus
menjiwai dalam
kehidupan ber-
liberalisme dan
masyarakat, ber-
kapitalisme
bangsa dan bernegara
mimpin agama
atau bahkan se
bagai pemimpin
politik seperti di
masa kekhalifah an
di Timur Tengah.
48
BAB V
PANCASILA DALAM KONTEKS
SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
A.
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Pancasila yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 merupakan dasar filsafat negara Republik Indonesia, menurut M.
Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada, seperti kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit, sampai datangnya bangsa-bangsa lain ke Indonesia
untuk menjajah dan menguasai beratus-ratus tahun lamanya.
Kerajaan Kutai memberikan andil terhadap nilai-nilai Pancasila seperti
nilai-nilai sosial politik dalam bentuk kerajaan dan nilai Ketuhanan dalam
bentuk kenduri, sedekah pada brahmana. Kerajaan Sriwijaya merupakan
kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan laut, juga
mengembangkan bidang pendidikan terbukti Sriwijaya memiliki
semacam universitas agama Budha yang sangat terkenal di Asia. Masa
kejayaan kerajaan Majapahit pada waktu rajanya Hayam Wuruk dan
patihnya Gajah Mada, hidup dan berkembang dua agama yaitu Hindu dan
Budha. Majapahit melahirkan beberapa empu seperti empu Prapanca
yang menulis buku Negara Kertagama (1365) yang didalamnya terdapat
istilah “Pancasila”, sedangkan empu Tantular mengarang buku Sutasoma
yang didalamnya tercantum seloka persatuan nasional “Bhinneka
Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda namun satu jua. Pada tahun
1331 Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah Palapa yang berisi
cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya. Dengan berjalannya
waktu, Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI dengan masuk dan
berkembangnya agama Islam. Setelah itu mulai berdatangan bangsa
Eropa seperti Portugis, Spanyol untuk mencari rempah-rempah. Pada
akhir abad XVI Belanda datang ke Indonesia dengan membawa bendera
VOC (Verenigde Oast Indische Compagnie) atau perkumpulan dagang.
1. Kebangkitan Nasional
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung
politik internasional tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti
Philipina (1839) yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas
Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali dengan berdirinya
Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei
1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto
Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan
nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia
merdeka. Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan
49
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu
bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia.
2. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu
kebohongan belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai
akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian penjajah
Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia,
Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Pada tanggal 29 April 1945
bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah Jepang akan
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji ini diberikan
karena Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa Indonesia
diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang
menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan sebagai
Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian
mengusulkan bahwa agenda pada sidang BPUPKI adalah membahas
tentang dasar negara.
3. Kronologi Perumusan Pancasila, Naskah Proklamasi dan
Pembacaan Teks Proklamasi.
Tanggal
29 Mei 1945
Peristiwa
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. M. Yamin
(sidang I
BPUPKI)
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. Supomo
31 Mei 1945
(sidang I
BPUPKI)
1 Juni 1945
(sidang I
BPUPKI)
Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan
nama/istilah Pancasila untuk dasar negara
Indonesia. Beliau mengatakan bahwa nama
Pancasila itu atas petunjuk teman kita ahli
bahasa.
Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Kecil yang
50
terdiri 9 orang yaitu : M.Hatta, A.Soebardjo,
A.A.Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir,
Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso,
A.Salim, M. Yamin.
22 Juni 1945
- Dibentuk Panitia Perancang UUD yang
diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan 19
orang yaitu : Soekarno, AA. Maramis, Otto
Iskandardinata, Purbojo, A. Salim, A.
Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso,
Wachid Hasjim, Parada Harahap,
J.Latuharary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono,
10 - 16 Juni
1945
(sidang II
BPUPKI)
Wongsonegoro, Wuryaningrat, RP. Singgih,
Tan Eng Hoat, Hoesein Djajadiningrat,
Sukiman.
- Panitia Perancang UUD kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang UUD
yang beranggotakan 7 orang yaitu : Soepomo,
Wongsonegoro, Soebardjo, AA. Maramis,
RP.Singgih, A.Salim, Sukiman.
- Dibentuk Panitia Penghalus Bahasa, terdiri
dari Soepomo dan Hosein Djajadiningrat.
- Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari
Pembukaan UUD 1945.
- Pengamanan (“penculikan”) Ir. Soekarno dan
16 Agustus
1945
Jam 04.30
Drs.Moh. Hatta ke Rengasdengklok oleh
tokoh-tokoh pemuda dengan tujuan
menghindari pengaruh dan siasat Jepang dan
mendesak bangsa Indonesia harus segera
merdeka. Tokoh pemuda terdiri : Sukarni,
Winoto Danu Asmoro, Abdulrochman dan
Yusuf Kunto.
Rombongan yang terdiri dari Mr. A.Soebardjo,
51
Jam 18.00
Jam 23.30
Sudiro dan Yusuf Kunto tiba di Rengasdengklok
dengan tujuan untuk menjemput Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Rombongan dari Rengasdengklok tiba di Jakarta
langsung menuju rumah Laksamana Maeda di
jln. Imam Bonjol no. 1.
Di tempat ini tokoh-tokoh bangsa Indonesia
berkumpul untuk menyusun teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Teks versi terakhir proklamasi yang telah diketik
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh
Hatta.
Pembacaan teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di
Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang gedung
Pola).
17 Agustus
1945
Sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan
keputusan sebagai berikut :
a. mengesahkan berlakunya UUD 1945
b. memilih Presiden dan Wakil Presiden
c. menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai badan musyawarah darurat.
Pembentukan KNIP dalam masa transisi dari pemerintah jajahan
kepada pemerintah nasional seperti yang diatur dalam pasal IV Aturan
Peralihan UUD 1945.
B. Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan
52
Proklamasi kemerdekaan secara ilmiah mengandung pengertian
sebagai berikut :
a. dari sudut ilmu hukum (Yuridis), proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial dan saat berlakunya hukum
nasional.
b. secara politis ideologis, proklamasi mengandung arti bangsa Indonesia
terbebas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk
menentukan nasib sendiri.
Setelah proklamasi kiemerdekaan 17 Agustus 1945, negara
Indonesia masih menghadapi tentara sekutu yang berupaya menanamkan
kembali kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk
mengakui pemerintahan NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Selain itu Belanda secara licik mempropagandakan kepada dunia luar
bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang.
Untuk melawan propaganda tersebut, pemerintah Indonesia
mengeluarkan tiga buah maklumat sebagai berikut :
1. Maklumat Wakil Presiden No. x (iks) tanggal 16 Oktober 1945 yang
menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa
waktunya (seharusnya selama 6 bulan). Kemudian maklumat tersebut
memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh
Presiden kepada KNIP.
2 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang
pembentukan partai politik sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini
sebagai akibat dari anggapan bahwa salah satu cirri demokrasi adalah
multi partai. Maklumat ini juga sebagai upaya agar dunia luar menilai
bahwa negara Indonesia sebagai negara yang demokratis.
3 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, intinya maklumat
ini mengubah sistem kabinet Presidensial menjadi system kabinet
Parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.
Keluarnya tiga maklumat tersebut mengakibatkan ketidakstabilan
di bidang politik karena sistem demokrasi liberal bertentangan dengan
UUD 1945, serta secara ideologis bertentangan dengan Pancasila.
Akibat penerapan sistem kabinet parlementer maka pemerintahan
Negara Indonesia mengalami jatuh bangun sehingga membawa
konsekuensi serius terhadap kedaulatan negara Indonesia.
Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Konferensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 27 Desember 1949
merupakan suatu persetujuan yang ditandatangani antara Ratu Belanda
Yuliana dan Pemerintah Indonesia yang menghasilkan keputusan antara
lain :
a. Konstitusi RIS menentukan bantuk negara serikat (federal) yang
membagi negara Indonesia terdiri dari 16 negara bagian.
b. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas
demokrasi liberal, para menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
53
c. Mukadimah Konstitusi RIS menghapuskan jiwa dan isi Pembukaan
UUD 1945.
Sebelum persetujuan KMB, bengsa Indonesia telah memiliki
kedaulatan, oleh karena itu persetujuan KMB bukan penyerahan
kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan”.
Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950.
Berdirinya negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
adalah sebagai satu taktik secara politis, untuk tetap konsisten terhadap
deklarasi proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
yaitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana dalam alinea keempat,
bahwa pemerintah negara “………., yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia……….” , yang
berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan
unitaristis secara spontan dan rakyat membentuk negara kesatuan
menggabungkan diri dengan negara proklamasi RI yang berpusat di
Jogyakarta. Pada suatu ketika negara bagian RIS tinggal tiga buah saja
yaitu Negara Bagian RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur (NIT), dan
Negara Sumatra Timur (NST). Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS
dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950 seluruh negara bersatu dalam
negara kesatuan dengan konstitusi sementara yang berlaku sejak 17
Agustus 1950 dengan nama UUD Sementara 1950.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Hasil Pemilu 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
keinginan masyarakat bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada
bidang poleksosbudhankam, keadaan ini disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian
Indonesia.
b. Akibat sering bergantinya sistem kabinet
c. Sistem liberal pada UUD Sementara 1950 mengakibatkan jatuh
bangunnya kabinet/pemerintahan.
d. DPR hasil Pemilu 1955 tidak mampu mencerminkan perimbangan
kekuatan politik yang ada.
e. Faktor yang menentukan adanya dekrit presiden adalah gagalnya
Konstituante untuk membentuk UUD yang baru.
Dari kegagalan tersebut diatas presiden akhirnya mengeluarkan
Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya :
1. Membubarkan Konstituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya
UUDS 1950.
3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Dengan berlakunya UUD 1945 selanjutnya terjadi pelaksanaan
pemerintahan Orde Lama sampai tahun 1966 akibat adanya
pemberontakan PKI 1 Oktober 1965 atau yang dikenal dengan G.30 S/
PKI. Setelah pemberontakan dapat dikuasai oleh penerima Supersemar
54
yaitu Letjen Suharto maka pemerintahan melaksanakan ketentuan UUD
1945 secara murni dan konsekuen, pemerintahan ini disebut sebagai
pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sampai tahun 1998, kemudian
digantikan dengan pemerintahan Reformasi sampai saat sekarang.
BAB VI
PANCASILA DALAM KONTEKS
KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
A. Undang-Undang Dasar 1945
Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi
memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan yang
mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap Undang – Undang Dasar
1945, perubahan
(amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang
dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal,
amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus 2000 sejumlah 10 pasal,
sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10 November 2001 sejumlah
10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002
sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2
pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang – Undang Dasar
1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah
pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena
ada pasal – pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal
23 C.
1. Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari
rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga
rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita
– citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaiman tertuang dalam UUD 1945
mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui
perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah “ Bhineka
Tunggal Ika “. Secara filosofi bahwa Demokrasi Indonesia mendasarkan
pada rakyat.
55
Secara umum sistem pemerintahan yang demokratis mengandung
unsur – unsur penting yaitu :
a. Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan
dipakai oleh warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur – unsur diatas maka demokrasi mengandung ciri
yang merupakan patokan bahwa warga negara dalam hal tertentu
pembuatan keputusan – keputusan politik, baik secara langsung maupun
tidak langsung adanya keterlibatan atau partisipasi.
Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut
sistem demokrasi, selalu menemukan adanya supra struktur politik dan
infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya demokrasi. Dengan
menggunakan konsep Montesquiue maka supra struktur politik meliputi
lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di
Indonesia dibawah sistem UUD 1945
lembaga – lembaga
negara
atau alat – alat perlengkapan negara adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur Politik.
Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima komponen sebagai
berikut :
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh – tokoh Politik
56
2. Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
menurut Undang - Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Undang
– Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1
UUD 1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan
DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif,
didelegasikan
kepada
Mahkamah Agung
(pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan
Perwakilan Rakyat
(DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif,
sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh
Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945, dikenal
dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara, namun tujuh
kunci pokok tersebut mengalami suatu perubahan. Oleh karena itu
sebagai Studi Komparatif sistem pemerintahan Negara menurut UUD
1945 mengalami perubahan.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( Rechtstaat ), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka ( Machtstaat ), mengandung arti
bahwa negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga –
lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
57
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
pemerintahan dibatasi oleh ketentuan – ketentuan konstitusi dan juga
oleh ketentuan – ketentuan hukum lain merupakan produk
konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
disamping MPR dan DPR.
Berdasarkan
UUD
1945
hasil
amandemen
2002,
Presiden
penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan DPR,
karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6 A
ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi merupakan
mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
d. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan tugas
dibantu oleh menteri – menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil
amandemen).
e. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala
negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “ Diktator “
artinya kekuasaan tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak
lagi merupakan mandataris MPR, namun demikian ia tidak dapat
membubarkan DPR atau MPR.
f.
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan
Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri – ciri suatu negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau
kekuatan lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum.
g. Kekuasaan Pemerintahan Negara
58
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945,
Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam
melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil
amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat
secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan
Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku mandataris. Akan
tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas menyimpang dari
Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat
3
UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar
bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan
melalui
Mahkamah
Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum,
maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari
jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat
7.
h. Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia
dibagi atas daerah – daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang –
undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat
tersebut
menyatakan
bahwa
pemerintahan
daerah
propinsi,
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau
pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
i.
Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur
tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 1.
Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden
pasal 22 E ayat 2.
59
Dalam pemilu tersebut landasan yang dipergunakan adalah Undang –
Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
j.
Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan
bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas – batas
dan hak – haknya ditetapkan dengan Undang – Undang.
h. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak sebagaimana kita lihat
dalam “ Universal Declaration of Human Right “ pada tanggal 10
Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi manusia
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis manusia yang
melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia terlihat lebih dahulu
sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD
1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “ kemerdekaan adalah hak segala
bangsa “. Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan
: “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak memepertahankan
hidup dan kehidupannya “.
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak asasi
manusia didalam UUD 1945.
B. Memahami Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila
Dan UUD 1945
Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain
tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga
mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa
kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum
dasar. Kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada
berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU,
Perpu, dan sebagainya.
60
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945
adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat
(juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari AV.
Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota
atau menteri melaksanakan “ Discretionary Plowers “.
Dicretionary Plowers
adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata –
mata didasarkan kebijaksanaan atau
pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula – mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan
sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau
memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal – hal sebagai
berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang
tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh
( melalui ) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata – mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak
atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan – ketentuan mengenai bagaimana
seharusnya ( sebaliknya ) discretionary plowers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi
negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara itu? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “ Teori Kekelompokan “ yang
dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai berikut :
“ Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang
diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan
untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama “
Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan
organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder.
Tentang
negara muncul adanya bentuk negara dan sistem
pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara
dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik, jika seorang kepala
61
negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk
negara disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu.
Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk
negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan
Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan
adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah
bentuk
negara ( lihat alinea ke 4 ), “……… maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik “.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan
ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi,
Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi
tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang
sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum
sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal
dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku
umum, contoh dari hukum formal adalah Undang – Undang dalam arti
luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain – lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum
yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi,
menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi
kaidah – kaidah
hukum perundang – undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia
diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok
yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal–pasal, dan terdiri
16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal.
Mengenai kedudukan Undang– Undang Dasar 1945 sebagai sumber
hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari
62
tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No.
III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan
perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
Tata Urutannya sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. Undang-Undang / Peraturan
Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya
seperti
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
TAP MPR NO. III/MPR/2000
Tata Urutannya sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. TAP MPR RI
3. Undang – Undang
4. Peraturan Pemerintah Peng ganti
Undang–Undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
-
Sifat Undang – Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun
harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara
Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok – pokoknya saja,
berisi instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan
pemerintah untuk :
- Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
- Kesejahteraan Sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih
rendah yakni Undang – Undang, yang lebih mudah cara membuat,
mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan
pemerintah dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti
yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan
konsisten
dapat dipergunakan untuk
menjelaskan
ungkapan
“ Pancasila merupakan ideologi terbuka “ serta membuatnya
operasional.
e. Dapat kini ungkapan “ Pancasila merupakan ideologi terbuka “
dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran
63
nilai. Pasal – pasal yang mengandung nilai – nilai Pancasila ( nilai
dasar ) yakni aturan pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya
dengan pokok – pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat pada
UUD
1945.
Nilai
instrumen
Pancasila,
yaitu aturan
yang
menyelenggarakan aturan pokok itu ( TAP MPR, UU, PP, dsb ).
Fungsi dari Undang – Undang Dasar merupakan suatu alat untuk
menguji
peraturan
perundang
-
undangan
dibawahnya
apakah
bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi
pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi
dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan
sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam
lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa – bangsa
di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat
dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata – katanya mengandung arti dan
makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai – nilai yang dijunjung
oleh bangsa – bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut
dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok – pokok pikiran ; alinea pertama berbunyi “ Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab
itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah :
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela
kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri
dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus
penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak
sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus
ditentang dan dihapuskan.
64
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa
berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung
kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “ Dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur, makna yang terkandung disini adalah :
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi
bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa
Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang
menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk
menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus
diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita –
cita bangsa Indonesia ( cita – cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “ Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya “. Hal ini mengandung makna adanya :
1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat
ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia
terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.
3. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi : “ Kemudian daripada itu untuk
membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
65
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila – sila
yang terkandung didalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa
sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD
1945 yaitu : Pancasila merupakan landasan ideal bagi terbentuknya
masyarakat adil dan makmur material dan spiritual didalam Negara
Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih
dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur
ketatanegaraan disini adalah terjemahan dari istilah Inggris “The
Structure of Government “. Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu
negara meliputi dua suasana, yaitu : supra struktur politik dan infra
struktur politik, yang dimaksud dengan supra struktur politik disini
adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat–
alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan
dengannya. Hal – hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini
66
adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya,
tugasnya,
pembentukannya,
serta
hubungan
antara
alat
–
alat
perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi
lima macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik; Komponen
golongan kepentingan, Komponen alat komunikasi politik, Komponen
golongan penekan, Komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum
amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat – pendapat
secara umum yang berpengaruh ( dominan ) berpendapat, UUD 1945 dan
Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian ditempuh dengan cara
antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum
upaya tersebut diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945
seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104
berbunyi
sebagai
berikut
“
Majelis
berketetapan
untuk
mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan
melakukan perubahan terhadap serta akan melaksanakannya secara
murni dan konsekuen “.
2. Diperkenalkannya “ referendum “ dalam sistem ketatanegaraan RI.
Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu
disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma
menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur
tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata, lembaga ini
justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD
1945 hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran “ TAP MPR No.
IV/MPR/1983 huruf e yang berbunyi “ Bahwa dalam rangka makin
menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk
meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu
ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah
digunakan untuk merubah UUD 1945 “.
Kata “ melestarikan “ dan “ mempertahankan “ UUD 1945 secara
formal adalah dengan tidak mengubah kaidah – kaidah yang tertulis
67
dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945 seperti yang
terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut :
“ Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin “supel “ (
elastic ) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya
sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman “.
Dari uraian diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang
berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan, sedangkan
prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman,
yang artinya adanya “ perubahan “, mengikuti perkembangan jaman
dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atau kepastian
hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk
ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah
konvensi.
Konvensi merupakan
condition sine quanon (keadaan
sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan
UUD
1945
yaitu
agar
UUD
1945
mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan
mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg) dari
upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan – alasan diatas kehadiran konvensi dalam sistem
ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap
negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat.
Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan
kedaulatan rakyat.
Didalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia
pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran
tersendiri. Dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama
disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus
2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal
10 Agustus 2002 dari perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak
terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya
didalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu
68
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang
diamandemen
pasal 7B ayat 1 - 5 yang intinya adalah menyangkut
jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dll
harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili dan memutuskan seadil – adilnya terhadap
pendapat DPR kepada penyalahgunaan Presiden / Wakil Presiden. Dalam
hal ini DPR mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi
selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah – langkah
selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD
1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada
Undang – Undang Dasar 1945 sebagai mana pasal 26 ayat
1
menentukan bahwa “ Yang menjadi warga negara ialah orang – orang
bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang – Undang sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2
menyebutkan bahwa “ Syarat – syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan Undang – Undang “. Mengacu pada pembahasan oleh
Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada
yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide
tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra
tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu
kesepakatan yaitu masuk kedalam pasal – pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah kewajiban setiap
pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat
dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak
asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang
melekat pada diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas
mengenai hubungan antar negara dan warga negara masing – masing
memiliki hak dan kewajiban.
69
STRUKTUR KETATANEGARAAN
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
MPR
UUD 1945
70
DPR
PRESIDEN
BPK
DPA
MA
STRUKTUR KETATANEGARAAN
SETELAH PERUBAHAN UUD 1945
MPR
UUD 1945
BPK
MPR
KEKUASAAN KEHAKIMAN
PRESIDEN
DPD
LEGISLATIF
DPR
WAPRES
EKSEKUTIF
Keterangan :
MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat
UUD = Undang – Undang Dasar
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
DPD = Dewan Perwakilan Daerah
MK
MA
KY
YUDIKATIF
MK = Mahkamah Konstitusi
MA = Mahkamah Agung
KY = Komisi Yudikatif
71
Proses Dalam Tahapan – Tahapan
Pasal – Pasal UUD 1945 Yang Diamandemen
PERTAMA
Kedua
( 19-10-1999 )
( 18-08-2000 )
Pasal 5 ayat 1
Pasal 18
Pasal 7
Pasal 18 A
Pasal 9
Pasal 18 B
Pasal 13 ayat 2, 3
Pasal 19
Pasal 14
Pasal 20 ayat 5
Pasal 15
Pasal 20 A
Pasal 17 ayat 2
Pasal 22 A
Pasal 17 ayat 3
Pasal 22 B
Pasal 20
Bab IX A Pasal 25 E
Pasal 21
Bab X Pasal 26 ayat 2 dan 3
Pasal 27 ayat 3
Bab X a pasal 28 A, 28 B, 28 C, 28 D,
28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J
Bab XII Pasal 30
Bab XV Pasal 36 A
Bab XV Pasal 36 B, 26 C
KETIGA
( 10-11-2001 )
Pasal 1 ayat 2 dan 3
Pasal 3 ayat 1, ayat 3, ayat 4
Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2
Pasal 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5
Pasal 7 A
Pasal 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7
Pasal 7 C
Pasal 8 ayat 1 dan 2
Pasal 11 ayat 2 dan 3
Pasal 17 ayat 4
Bab VII A Pasal 22 C ayat 1,2,3 dan 4
Pasal 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4
Pasal 22 E ayat 1, 2, dan 3
Pasal 23 ayat 1, 2, dan 3
Pasal 23 A
Pasal 23 C
Bab VII A Pasal 23 B ayat 1, 2, dan 3
Pasal 23 F ayat 1 dan 2
Pasal 23 G ayat 1 dan 2
Pasal 24 ayat 1 dan 2
Pasal 24 ayat 1,2,3,4, dan 5
Pasal 24 B ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6
KEEMPAT
( 10-08-2002 )
Pasal 2 ayat 1
Pasal 6 A ayat 4
Pasal 8 ayat 3
Pasal 23 B
Pasal 23 D
Pasal 24 ayat 3
Pasal 31 ayat 1,2,3,4, dan 5
Pasal 32 ayat 1 dan 2
Pasal 33 ayat 4 dan 5
Pasal 34 ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 37 ayat 1,2,3,4, dan 5
Aturan Peralihan
Pasal I, II, dan III
Aturan Tambahan Pasal I dan II
72
C.
MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam pelaksanaannya,
Undang – Undang Dasar 1945 mengalami masa berlaku dalam dua kurun waktu yaitu :
1.
Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember
1949.
2. Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 ( Dekrit Presiden ) sampai sekarang dan
ini terbagi lagi menjadi ketiga masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan
masa Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949 sampai dengan tahun 1959 berlaku Konstitusi
RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara
menurut UUD 1945 belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa
tersebut seluruh potensi bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk
membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dimana kondisi
pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan keamanan. Gejolak tersebut diantaranya
terjadi pemberontakan dimana – mana, dan terjadi agresi Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu diatas mengenai kelembagaan negara
seperti yang ditentukan dalam UUD 1945 belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya,
sehingga sistem pemerintahanya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun
waktu ini sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara sedangkan
MPR dan DPR belum dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan,
sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden
dengan bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden mempunyai
kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang sangat prisipil yang terjadi dalam kurun
waktu ini adalah perubahan Sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer.
Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ( BPKNIP ) tanggal 11
November 1945 kemudian disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal
14 November 1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri
sebagai pimpinan kabinet. Perdana Menteri dan para menteri baik secara bersama – sama
atau sendiri – sendiri bertanggung jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai Dewan
Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945
jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD 1945. Penyimpangan ini sangat
73
mempengaruhi stabilitas politik maupun pemerintahan, dalam kondisi seperti ini
kemudian berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia merupakan bagian dari Negara
RIS tersebut, secara de facto Negara RI memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau Jawa
dan Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan lama mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan
negara federal RIS berubah menjadi susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan
Undang – Undang Dasar yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut
UUDS sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem pemerintahan
Presidensial, pertanggungjawaban para menteri itu juga kepada parlemen yaitu DPR.
Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem
pemerintahan itu didasarkan kepada Demokrasi Liberal yang dianut oleh negara – negara
barat sedangkan sistem Presidensial berpijak pada landasan Demokrasi Pancasila yang
berintikan kerakyatan dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar terpilih yang
bersifat mengikat bagi
pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat dan setiap warga negra Indonesia,
sehingga semua produk hukum seperti Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, serta
kebijaksanaan Pemerintah harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma, aturan
dan ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 disamping hukum dasar yang tertulis
terdapat juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan – aturan yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara yang disebut Konvensi, dimana dalam
pelaksannanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh
tidak terjaminnya stabilitas politik, keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil
Pemilu 1955) yang mempunyai tugas untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal
menyusun dan menetapkan Undang – Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengandung beberapa diktum yang sangat penting, yaitu :
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang – Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat
ditambah utusan – utusan dari daerah – daerah dan golongan serta DPA sementara
akan diselenggarakan sidang sesingkat – singkatnya.
Masa antara tahun 1959 sampai 1965 ( Orde Lama ) lembaga – lembaga negara
belum dibentuk seperti ; MPR, DPR, DPA, dan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana
yang ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga – lembaga tersebut diatas sifatnya masih
74
sementara dan fungsinya lembaga – lembaga tersebut juga masih belum sesuai dengan
UUD 1945 misalnya:
1. Presiden telah mengeluarkan produk – produk legislatif yang mestinya berbentuk
Undang – Undang ( dengan persetujuan DPR ) dalam bentuk penetapan Presiden
tanpa persetujuan DPR.
2. MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat Presiden Soekarno
seumur hidup disini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan
Presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU APBN
untuk mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR tidak
menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah maka, Presiden lalu
membubarkan DPR.
4. Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini terlihat
dalam Undang – Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan – ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun atau
campur tangan dalam soal – soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan UUD 1945 tersebut membawa buruknya
keadaan politik dan keamanan serta kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian
mencapai puncaknya pada pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang mempunyai tekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena telah
terbukti bahwa pemberontakan G 30 S yang didalangi oleh PKI maka rakyat
menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara
tidak mau memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul “ situasi konflik “ antara rakyat
satu pihak dan Presiden dilain pihak. Keadaan dibidang politik, ekonomi, dan keamanan
semakin tidak terkendali, oleh karena itu rakyat dengan dipelopori oleh pemuda /
mahasiswa menyampaikan tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat ( TRITURA ) yaitu :
1.
Bubarkan PKI.
2.
Bersihkan kabinet dari unsur – unsur PKI.
3.
Turunkan harga – harga / perbaikan ekonomi.
Gerakan TRITURA semakin meningkat sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah
Sebelas Maret 1966 kepada Letnan Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya
SUPERSEMAR oleh rakyat dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
75
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966, pengemban
SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966 membubarkan PKI dan ormas – ormasnya
jadi dengan demikian tanggal 19 Maret 1966 dinyatakan sebagai titik awal Orde baru.
Dalam masa ini telah dapat berhasil melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 dalam
hal pembentukan lembaga – lembaga Negara dan lain – lain, namun perkembangan lebih
lanjut Orde Baru didalam melaksanakan kekuasaan negara / pemerintah, sejalan dengan
proses yang dihadapi ternyata terjadi penyimpangan – penyimpangan yang terlihat
kepada pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter
ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang diakhiri oleh lengsernya
Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian beralih kepada Pemerintah beraliran
Reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi yang ditandai oleh reformasi berawal dari
ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN kemudian disusul oleh Tap – Tap
MPR yang lain. Dari segi pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No.
III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya perubahan / amandemen UUD 1945 yang pertama tersirat materi
muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD 1945 kemudian amandemen tersebut sampai
perubahan keempat, secara lengkap proses amandemen pasal – pasal dimaksud dapat
diperhatikan pada lampiran. Didalam era reformasi ini Pancasila tetap dipertahankan
sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai idiologi nasional yang merupakan cita – cita
dari tujuan negara. Didalam pengembangan lebih lanjut bahwa Pancasila sebagai
paradigma yaitu merupakan pola pikir atau kerangka berpikir, disini menunjukkan bahwa
pembukaan UUD 1945 memiliki peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama
UUD 1945. Menyangkut perubahan / amandemen UUD 1945 dimaksud diantaranya
adalah untuk menghadapi perkembangan yang begitu cepat terjadi didunia ini.
76
BAB VII
PANCASILA
SEBAGAI
PARADIGMA
KEHIDUPAN
MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA
DALAM
A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan.
Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of
Scientific Revolution”, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang
umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum,
metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil
penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan
masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik,
maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu
aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi
yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar,
sumber asas serta tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu
bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam
pendidikan.
B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
berikut “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” hal ini
merupakan tujuan negara hukum formal, adapun rumusan “Memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan negara hukum
material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan
umum atau internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan
nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Karena nilai-nilai
Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subyek pendukung
Pancasila sekaligus sebagai subyek pendukung negara. Unsur-unsur hakikat manusia
“monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rokhani (jiwa) dan jasmani
(raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan YME.
1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu
hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa,
dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan
intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
77
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia,
sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan
Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan,
mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak.
Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan
diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan
manusia dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus bersifat beradab. Iptek adalah
sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.
Sila
Persatuan
Indonesia, mengkomplementasikan
universalia
dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran
bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya
setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang
terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan
lainnya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan
pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan
masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
2. Pancasila
sebagai
POLEKSOSBUDHANKAM
Paradigma
Pembangunan
Hakikat
manusia
merupakan
sumber
nilai
bagi
pengembangan
POLEKSOSBUDHANKAM. Pembangunan hakikatnya membangun manusia secara
lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan
kata lain membangun martabat manusia.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pengembangan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada
tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan
disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber
pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu – mahluk sosial yang terjelma sebagai
rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik
negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “negara berdasarkan atas Ketuhanan yang
Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini menurutnya agar
memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam
politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan
aktualisasi politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan,
moral kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu
78
bangsa (sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi tercapainya
keadilan dalam hidup bersama (sila V).
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Mubyarto mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi humanistik yang
mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Maka sistem ekonomi
Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi itu sendiri
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera.
Ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan manusia,
sehingga harus menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya
mendasarkan persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan
pada manusia, penindasan atas manusia satu dengan lainnya.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya
nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam rangka pengembangan sosial budaya,
Pancasila sebagai kerangka kesadaran yang dapat mendorong untuk universalisasi, yaitu
melepaskan simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan transendentalisasi. yaitu
meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan spiritual.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan
rakyat sebagai warga negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar,
persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi
terwujudnya keadilan dalam masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi
yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang
berdasarkan kekuasaan.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi bangsa
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia.
Dalam pengertian ini maka negara menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa
“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa “, ini berarti bahwa kehidupan dalam
negara mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.
C. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang
sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi
manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang
bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah
sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang
selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama
maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total
harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta
79
cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki
tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai
Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh
bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama
Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu
sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi
didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada
tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok
pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya
Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya
Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian
diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie
inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia
untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik
tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan
hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi
negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan
melalui Pemilu secepatnya.
c. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata
reform yang artinya “make or become better by removing or putting right what is bad or
wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang,
menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh
karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi
nepotisme, kolusi, dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD
1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan
ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka
struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik
dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang
berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam
kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya
suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi,
80
anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara
Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan
pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki
aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi
rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu
subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik
materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan,
kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai
bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin
melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan
tersebut.
Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang
merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut
staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus
selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat
yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terus-menerus tersebut Pancasila harus
tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun
fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum
yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang
diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum
itu sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai
produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai staatfundamentalnorm, Pancasila
merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia
termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut
sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu
sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat
terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber
hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma
hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma
hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai
sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidak legalan
(illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu
mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk
yang berbudaya dan beradab.
81
Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam
bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang
tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut
keadaan “homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan
hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat
multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat
besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas
terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD
1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945
secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD
dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945)
maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap
MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses
penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara
eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan
dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan
DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari KKN.
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang
Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai
sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan
hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi
82
hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia
Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai
pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi,
penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan
negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus
mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara
yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang
pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas
terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara
yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta
keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum
terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar
bersih dari praktek KKN.
3.Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan
yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini
menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang
bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta
negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi
bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya
tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
2. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
3. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
4. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun
bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis
Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial
yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan
rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus
merupakan dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu,
masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan
realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat,
aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh
83
berkembangnya demokrasi di negara Indonesia. karena faktor penting demokrasi dalam
suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini
harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri
sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan
dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam
kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa.
Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis
ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia
terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh
rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa
krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha
rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde
baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat,
sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak
dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama
halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang
berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan
program “social safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial
(JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,
maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi
oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan
memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.
2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan
menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum
serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan
dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan
jantung perekonomian.
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan
sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation).
Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke
ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi
subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi
dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses
ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan
sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh
bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat,
sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif
dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai
bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif,
84
eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya
seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang,
GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya. Adapun
aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama
dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi
yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara
negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu
mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung
dalam Pancasila.
E. Tridharma Perguruan Tinggi
Pendidikan Tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah merupakan
menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa mengemban
dan mengabdi kepada masyarakat. Menurut PP No. 60 Th. 1999, perguruan tinggi
memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi :
1. Pendidikan Tinggi
Lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan untuk
menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya yang berkualitas. Tugas
pendidikan tinggi adalah :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
teknologi dan kesenian.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah value free (bebas
nilai), melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai ketuhahan dan kemanusiaan. Oleh
karena itu pendidikan tinggi haruslah menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang
bermoral ketuhanan yang mengabdi pada kemanusiaan.
2. Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat obyektif dalam
upaya untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan masalah dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Dalam suatu kegiatan penelitian seluruh unsur dalam penelitian senantiasa
mendasarkan pada suatu paradigma tertentu, baik permasalahan, hipotesis, landasan teori
maupun metode yang dikembangkannya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan terdapat
berbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang masing-masing memiliki karakteristik
sendiri-sendiri, karena paradigma yang berbeda. Bahkan dalam suatu bidang ilmu
terutama ilmu sosial, antropologi dan politik terdapat beberapa pendekatan dengan
paradigma yang berbeda, misalnya pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
Dasar-dasar nilai dalam Pancasila menjiwai moral peneliti sehingga suatu
penelitian harus bersifat obyektif dan ilmiah. Seorang peneliti harus berpegangan pada
moral kejujuran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Suatu hasil penelitian
tidak boleh karena motivasi uang, kekuasaan, ambisi atau bahkan kepentingan primordial
tertentu. Selain itu asas manfaat penelitian harus demi kesejahteraan umat manusia,
sehingga dengan demikian suatu kegiatan penelitian senantiasa harus diperhitungkan
manfaatnya bagi masyarakat luas serta peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.
3. Pengabdian kepada Masyarakat
85
Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan ilmu
pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
Realisasi pengabdian kepada masyarakat dengan sendirinya disesuaikan dengan
ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi
yang bersangkutan. Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya
merupakan suatu aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat
manusia. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya merupakan suatu
aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai
ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
F. Budaya Akademik
Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan
dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa
mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan
tinggi. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai
berikut :
a. Kritis, senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya
diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
b. Kreatif, senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan
sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.
c. Obyektif, kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada suatu
kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
d. Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang
merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.
e. Konstruktif,
harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang
memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus.
g. Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik
harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan
kritik serta mendiskusikannya.
h. Menerima kritik, sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan
akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
i. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual akademik harus
menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari suatu kegiatan ilmiah.
j. Bebas dari prasangka, budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah
yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
k. Menghargai waktu, senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien
mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
l. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, memiliki karakter ilmiah sebagai inti
pokok budaya akademik
m. Berorientasi ke masa depan, mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah ke masa
depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan rasional.
n. Kesejawatan/kemitraan, memiliki rasa persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan
suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu budaya akademik senantiasa memegang
dan menghargai tradisi almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat
intelektual akademik.
G. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM
Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas
kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta
mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus
86
tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan
mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang
bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan.
Indonesia dalam melaksanakan reformasi dewasa ini, agenda yang mendesak
untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundangundangan. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu
dalam rangka melakukan penataan negara untuk mewujudkan masyarakat yang
demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok
segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum.
Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus
dilakukan pengembangan hukum positif.
Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undangundang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39 Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam
konsideran bahwa yang dimaksud Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Disamping hak asasi manusia, undang-undang ini juga
menentukan Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa sebagai kekuatan moral
harus bersifat obyektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan
politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara
Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi manusia pelanggaran
terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk
aparat negara, penguasa negara baik disengaja maupun tidak disengaja.
87
Download